HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Beras di DKI Jakarta Melalui PIBC Pasokan dan Distribusi Beras ke dan dari PIBC Saluran pemasaran dalam perdagangan beras di wilayah DKI Jakarta terdiri dari dua saluran, yaitu saluran pemasaran swasta dan saluran pemerintah. Pemerintah daerah DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan Pasar Induk Besar Cipinang (PIBC) sebagai penyalur utama beras di Jakarta ke PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) pada saluran pemasaran swasta. PIBC memiliki 801 ruang usaha terdiri atas toko/los tertutup dan terbuka dengan kapasitas tampung sekitar ton beras. Lembaga pemasaran yang ada di PIBC yaitu pedagang grosir sebanyak 700 pedagang melayani dan menampung beras dari daerah produksi yang dibawa pemasok dan menjual secara grosir ke pasar - pasar wilayah DKI Jakarta dan daerah hinterlandnya (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) maupun antar pulau dengan rata-rata penjualan ton per hari pada tahun Pedagang tersebut mendapat pasokan beras dari pedagang daerah langganan yang datang langsung ke PIBC, namun ada juga pedagang grosir PIBC yang mendatangi daerah-daerah sentra produksi beras seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah. Rata-rata jumlah pasokan beras tahun 2011, sekitar ton/hari dari total pasokan ton (Tabel 7). Pasokan diantar oleh sekitar 300 truk/hari. Tonase truk berkisar antara 8 sampai 10 ton (tipe kendaraan adalah colt diesel) untuk beras yang berasal dari Subang, Karawang, Indramayu dan Cirebon. Truk besar 15 ton untuk pasokan berasal dari Bandung, Garut, Tasik dan Sumedang juga dari Lampung dan Palembang. Tronton 25 sampai 30 ton untuk pasokan dari Jawa Tengah dan truk gandeng 40 ton untuk pasokan beras dari Jawa Timur, sedangkan pasokan beras dari Makasar menggunakan peti kemas 20 ton melalui pelabuhan Tanjung Priuk. Pemasok yang masuk ke PIBC 71% dari Jawa Barat (Subang, Karawang, Indramayu, Cirebon, Bandung, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, dan Sumedang). Sisanya sekitar 29% dipasok dari Banten (Serang), Jawa Tengah (Tegal, Solo, Demak, Pati), Jawa Timur (Kediri, Lumajang, Surabaya), Lampung, Palembang dan Makasar. Pedagang pemasok PIBC ini berasal dari daerah Pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Luar Jawa (Lampung, Palembang dan Sulawesi Selatan). Masuknya beras dari luar Jawa seperti Sumatera dan Sulawesi sangat tergantung dari kondisi harga yang terjadi di DKI Jakarta dan kondisi panen/surplus daerah sentra produksi padi di luar Jawa tersebut. Jika harganya cukup bagus, dan di daerah sentra produksi sedang mengalami panen raya, maka banyak juga beras yang berasal dari luar Jawa masuk ke PIBC. Pangsa pasar dari luar Jawa yang masuk PIBC terbesar berkisar antara 10 hingga 15 persen. Data bulanan pasokan beras ke PIBC tahun 2011 dan 2012 menunjukkan angka yang relatif stabil. Penurunan cukup tajam terjadi pada bulan Agustus (Tabel 7), karena pada bulan tersebut merupakan musim paceklik dan berkurangnya panen di masing-masing wilayah pemasok, akibatnya pasokan ke PIBC ikut berkurang.

2 27

3 28 Wilayah hinterland Jakarta (Provinsi Jawa Barat dan Banten) yang menjadi pemasok utama ke PIBC dengan pasokan melebihi ton per tahun pada tahun 2011 adalah Kabupaten Cirebon, Karawang, Bandung, dan Cianjur dari Provinsi Jawa Barat, dan dari Provinsi Banten adalah Kabupaten Serang (Gambar 5). Pemasok tertinggi adalah Kabupaten Cirebon (32.50%) diikuti oleh Karawang (26.38%), hal ini disebabkan kedua wilayah tersebut merupakan sentra produksi beras di wilayah Jawa Barat. Persentase yang cukup tinggi juga terdapat pada jumlah beras yang tersisa di gudang PIBC dan sisa BULOG yang mencapai persen ( ton). Selain dari lima wilayah tersebut, Jawa Tengah merupakan wilayah pemasok dari luar provinsi yang cukup tinggi ( ton atau 10.56% dari total pasokan beras di PIBC), sedangkan Jawa Timur hanya memasok sekitar 1.5 persen ( ton). Namun Jawa Tengah tidak dimasukkan ke dalam analisis spasial interaksi antar wilayah, karena wilayah tersebut bukan merupakan wilayah hinterland dari Jakarta. PULAU JAWA Gambar 5 Pasokan beras ke PIBC tahun 2011 Data hingga bulan Agustus 2012 menunjukkan hal yang sama, dimana Jawa Barat tetap sebagai pemasok utama (72%) dengan persentase pasokan tertinggi dari wilayah hinterland Jakarta adalah Cirebon (25%), Karawang (21%), Bandung (9%), dan Cianjur (<1%), serta dari Serang Banten kurang dari 1 persen (Gambar 6). Pasokan dari Jawa Tengah meningkat hingga mencapai persen ( ton), jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian juga dari Jawa Timur yang meningkat menjadi 3.85 persen atau ton, sedangkan jumlah beras di gudang PIBC dan sisa BULOG mengalami sedikit peningkatan menjadi persen dari total beras di PIBC tahun 2012 (Tabel 7).

4 29 PULAU JAWA Gambar 6 Pasokan beras ke PIBC tahun 2012 Total beras yang dikeluarkan PIBC pada tahun 2011 mencapai ton dengan rata-rata penyaluran beras per hari sekitar ton (Tabel 8). Penyaluran beras ke dalam wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan dibandingkan lima tahun sebelumnya, dimana lebih dari 50 persen beras PIBC disalurkan ke dalam wilayah Jakarta dan sisanya disalurkan ke pasar non DKI Jakarta. Namun, pada tahun 2011 hanya persen beras dari PIBC yang tersalurkan di dalam wilayah DKI Jakarta, sisanya untuk pasar non DKI Jakarta seperti wilayah BODETABEK (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Karawang, Cirebon, Bandung, Sukabumi, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan antar pulau. Hal ini disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan beras di wilayah Jakarta selain melalui PIBC juga bisa diperoleh dari pedagang daerah atau melalui agen-agen yang langsung disalurkan ke pasar eceran, perumahan, dan supermarket. Kebutuhan beras yang disuplai dari PIBC untuk masyarakat Jakarta pada tahun 2011 sekitar ton dalam satu tahunnya atau sekitar ton per hari. Jumlah tersebut baru memenuhi 60 persen kebutuhan masyarakat Jakarta terhadap pangan yang berasal dari beras. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan petugas PIBC, kekurangan suplai tersebut diduga masuk melalui pasar bocoran ke DKI Jakarta sekitar lebih dari 30 persen. Pasar bocoran adalah upaya distribusi beras dari pihak swasta atau perorangan (agen) dari pusat produksi langsung ke konsumen tanpa melalui PIBC. Pasar ini dari sisi kebijakan Pemda DKI Jakarta cukup merugikan, disamping itu dapat mengacaukan data stok beras dan distribusi beras di Jakarta. Tabel 8 menunjukkan bahwa pengeluaran beras dari PIBC ke pasar non wilayah Jakarta mencapai persen dengan persentase tertinggi untuk dikirim ke luar Jawa (antar pulau) sekitar ton (29.74%). Pengiriman antar pulau sebagian besar untuk dikirim ke wilayah timur Indonesia, seperti ke Irian Jaya dan Maluku. Wilayah Tangerang merupakan wilayah hinterland Jakarta sebagai penerima beras PIBC tertinggi dibandingkan wilayah lainnya, pada Gambar 7 tampak bahwa wilayah tersebut menerima lebih dari ton beras dari PIBC

5 30 pada tahun 2011, sedangkan wilayah lainnya seperti Bogor, Depok, Serang, Sukabumi, Karawang, Lebak, dan Pandeglang berada di area antara 100 ton hingga ton beras, kecuali Bekasi yang menerima lebih dari ton beras dari PIBC di tahun Persentase pengiriman ke wilayah Jawa Tengah (2.93%) lebih tinggi sekitar 1 persen dibandingkan ke Jawa Timur. PULAU JAWA Gambar 7 Pengeluaran beras dari PIBC tahun 2011 Pola pemetaan seperti ini juga terlihat sama pada tahun 2012, data hingga bulan Agustus 2012 menunjukkan PIBC juga mengeluarkan persen berasnya ke pasar non wilayah Jakarta dari total yang dikeluarkan ton beras (Tabel 8). Pengeluaran tertinggi masih untuk pengiriman antar pulau (25.73%) dan wilayah Tangerang masih sebagai wilayah hinterland tertinggi penerima beras PIBC, hanya saja penerimaan pada tahun 2012 masih kurang dari ton ( ton). Wilayah lainnya seperti Bekasi hanya menerima sekitar 3.96 persen, Bogor (2.86%), Karawang (2.46%), Depok, Serang, Pandeglang, Lebak, Sukabumi, Bandung, dan Cirebon kurang dari 1 persen (Gambar 8). Rendahnya angka pengeluaran beras ke wilayah tersebut menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan berasnya berasal dari dalam wilayahnya sendiri atau telah terjadi penurunan konsumsi beras di wilayah tersebut, mengingat wilayah hinterland Jakarta merupakan wilayah perkotaan dengan pola konsumsi beras yang relatif lebih rendah dibanding wilayah perdesaan. Perkembangan konsumsi beras penduduk Indonesia sejak 2002 sampai 2010 menunjukkan penurunan konsumsi beras baik di wilayah perkotaan dengan laju penurunan mencapai 1.95 persen maupun perdesaan yang mengalami penurunan konsumsi beras lebih rendah yaitu sebesar 1.28 persen. Disamping itu, tingkat konsumsi beras di wilayah perkotaan juga relatif lebih rendah dibandingkan wilayah perdesaan (Tabel 9). Selain itu, beberapa wilayah seperti Kota Depok memiliki program diversifikasi pangan dengan menetapkan satu hari tanpa beras bagi seluruh pegawai pemerintahan kota, sehingga program ini cukup berpengaruh dalam menurunkan konsumsi beras di wilayah tersebut.

6 31

7 32 PULAU JAWA Gambar 8 Pengeluaran beras dari PIBC tahun 2012 Tabel 9 Perkembangan konsumsi beras penduduk Indonesia ( ) Konsumsi beras (kg/kapita/tahun) Laju Wilayah pertumbuhan (%) Perkotaan (1.95) Perdesaan (1.28) Sumber : Susenas BPS diolah BKP-Kementan (Kementan 2010b) Distribusi Beras dari PIBC ke Wilayah Kabupaten/Kota di Jakarta Kondisi Umum Sektor Pertanian di DKI Jakarta Hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk DKI Jakarta sebesar orang yang terdiri atas laki laki dan perempuan. Kepulauan Seribu yang memang hanya memiliki luas wilayah kurang dari 1 persen dari total wilayah Jakarta hanya dihuni oleh sebesar 0.22 persen penduduk, sebagian besar persentase lainnya menyebar di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara (Tabel 10). Jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian dari total jumlah penduduk tersebut mencapai orang, dengan proporsi laki-laki dan perempuan (Gambar 9). Adapun jumlah Rumah Tangga Usaha Tani (RTUT) di kota ini pada tahun 2009 mencapai rumah tangga petani padi yang tersebar di tiga kotamadya, yaitu Jakarta Timur (38%), Jakarta Barat (19%), dan di Jakarta Utara (43%) (BPS 2009). Produsen padi di DKI Jakarta hanya 0.04 persen dari total jumlah rumah tangga yang ada, sedangkan sisanya (99.96%) dipastikan sebagai konsumen (Gambar 10).

8 33 Tabel 10 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan menurut kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 Kabupaten/Kotamadya Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk per Km Km 2 % (jiwa) % 2 Kep. Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta (2011) Perempuan % Laki-laki % Gambar 9 Distribusi penduduk bekerja di sektor pertanian Jakarta Utara % Jakarta Barat % Kep. Seribu 0 0% Jakarta Selatan 0 0% Jakarta Pusat 0 0% Jakarta Timur % Gambar 10 Distribusi RTUT di Jakarta Sejak tahun 2007, pemerintah melalui Departemen Pertanian melakukan gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan sasaran peningkatan produksi yang berkelanjutan. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, rata-rata produksi beras di wilayah DKI Jakarta mencapai sekitar ton yang dihasilkan dari luas panen hektar dengan rata-rata produktivitas 5.2 ton/ha (Tabel 11). Tabel 11 Luas panen, produksi, dan produktivitas beras di DKI Jakarta ( ) Uraian Tahun Rata-rata tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Rata2 Produksi (ton/ha) Sumber: diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta (2011) Sebagai wilayah konsumen dengan jumlah penduduk yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah produksi berasnya, maka sudah dipastikan bahwa wilayah ini merupakan wilayah defisit. Perbandingan produksi dan konsumsi beras di wilayah ini selama kurun waktu lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 12. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, DKI Jakarta mengalami defisit beras rata-rata sebesar ton per tahun.

9 34 Tabel 12 Produksi dan konsumsi beras di DKI Jakarta tahun Uraian Tahun Rata-rata tahun Produksi Beras a (Ton) Jumlah Penduduk (Jiwa) Konsumsi Beras b (Ton) Surplus/Defisit ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Sumber: diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta (2011) a : Konversi padi ke beras sekitar 62.74%. b : Asumsi konsumsi per kapita masyarakat DKI Jakarta 92 kg beras/kap/tahun (Kementan 2010b) Distribusi Beras dari PIBC ke Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa beras yang masuk ke PIBC dan disalurkan ke dalam wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011 mencapai ton dan dari sejumlah tersebut disalurkan ke pasar tradisonal (eceran), supermarket atau toko-toko di perumahan. Jumlah tersebut baru mampu memenuhi sekitar 56 persen defisit beras di DKI Jakarta. Informasi yang diperoleh dari pencatatan oleh petugas di PIBC dan pendekatan konsumsi masyarakat kabupaten/kota di wilayah DKI Jakarta (berdasarkan data Susenas 2010), diperoleh persentase penyebaran pendistribusian beras dalam wilayah Jakarta, yaitu dengan tingkat penerimaan beras tertinggi di wilayah sekitar Jakarta Timur mencapai persen, diikuti oleh Jakarta Barat sekitar persen dan Jakarta Selatan sebesar persen. Kemudian Jakarta Utara hanya menerima sekitar persen, dan Jakarta Pusat hanya sekitar 9.4 persen, diikuti oleh Kepulauan Seribu yang menerima paling sedikit, yaitu kurang dari 1 persen (Gambar 11). Tabel 13 Pemenuhan kebutuhan beras wilayah Jakarta per kabupaten/kota Kab/Kota Jumlah Penduduk 1 (jiwa) Kebutuhan Beras 2 (ton/tahun) Pemasukan dari PIBC ton/tahun % Kekurangan kebutuhan beras dari luar PIBC (ton) Kep. Seribu (999) Jakarta Selatan (97 764) Jakarta Timur ( ) Jakarta Pusat (42 807) Jakarta Barat ( ) Jakarta Utara (78 015) Total DKI Jakarta ( ) 1 : BPS Provinsi DKI Jakarta (2011); 2 : berdasarkan nilai konsumsi beras per kapita DKI Jakarta yaitu 92 kg beras/kap/tahun (Kementan 2010b) Tabel 13 menunjukkan penyaluran beras tertinggi pada tahun 2011 di wilayah Jakarta Timur ( ton) dikarenakan faktor lokasi yang dekat dengan PIBC sehingga beberapa pasar eceran/tradisional seperti pasar Cawang Kapling, Jatinegara, Rawamangun, Klender, Kramat Jati, Gembrong, Cipinang, mudah mengakses beras dari pasar induk, selain itu wilayah tersebut merupakan wilayah dengan nilai konsumsi beras tertinggi, yaitu mencapai ton. Kepulauan seribu menerima beras terendah dari PIBC dikarenakan wilayah tersebut juga

10 35

11 36 menghasilkan beras sendiri untuk pemenuhan kebutuhan pangannya, selain itu nilai konsumsi beras di wilayah ini hanya sekitar ton per tahun. Wilayah perkotaan seperti Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara cenderung menerima beras lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain, seperti Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Ini menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat Jakarta di perkotaan sudah mulai mengurangi konsumsi beras dibandingkan di wilayah pinggiran, terutama di wilayah Jakarta Timur dimana memiliki angka penyaluran beras tertinggi dari PIBC. Pemenuhan kebutuhan beras di kabupaten/kota wilayah Jakarta rata-rata hanya terpenuhi kurang dari 50 persen dari kebutuhannya yang berasal dari pengiriman beras PIBC, kekurangannya sekitar ton beras diperoleh dari luar PIBC. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan fungsi PIBC sebagai penyalur beras utama di wilayah DKI Jakarta, karena saat ini sebagian besar beras yang diperoleh masyarakat kota/kabupaten di Jakarta berasal dari luar PIBC, dimana pedagang pengecer dapat membeli langsung ke agen atau ke pedagang dari daerah pemasok. Jumlah pedagang pengecer yang berada di PIBC tersebar ke beberapa pasar tradisional di wilayah Jakarta, hal ini juga mempengaruhi banyaknya beras yang didistribusikan ke pasar di wilayah tersebut. Misalnya di wilayah Jakarta Timur terdapat 6 pasar dengan jumlah pedagang sekitar 96 orang, Jakarta Barat terdapat 5 pasar dengan jumlah pedagang sekitar 43 orang, Jakarta Selatan terdapat 3 pasar dengan jumlah pedagang 26 orang, Jakarta Utara terdapat 4 pasar dengan jumlah pedagang 31 orang, dan Jakarta Pusat terdapat 2 pasar dengan jumlah pedagang 30 orang (Tabel 14). Tabel 14 Jumlah pedagang pengecer di pasar tradisional (eceran) di wilayah Jakarta yang menyuplai beras dari PIBC tahun 2012 Wilayah Pasar Tradisional/Eceran Jumlah Pedagang Pengecer Rawamangun 10 Klender 10 Kramat Jati 10 Cawang Kapling 20 Cipinang 20 Gembrong 26 Jakarta Timur Jakarta Utara Jakarta Selatan Jakarta Pusat Jakarta Barat Pademangan Barat Sindang Teluk Gong Sunter Pasar Minggu Pondok Labu Tebet Barat Cempaka Putih Bendungan Ilir Palmerah Cengkareng Jembatan Lima Grogol Citra Garden Sumber: PD Pasar Jaya DKI Jakarta (2012)

12 37 Saluran Pemasaran Beras ke dan dari DKI Jakarta Secara umum, saluran pemasaran beras dari sentra produksi ke pasar DKI Jakarta melalui PIBC direpresentasikan pada Gambar 14. Rata-rata beras yang disalurkan dari PIBC pada tahun 2011 sekitar ton per hari, dari jumlah tersebut didistribusikan ke pasar di luar wilayah Jakarta sebesar ton atau 51 persen, sedangkan sisanya diserap oleh pasar DKI Jakarta yaitu untuk supermarket sebesar 12 persen, perumahan sebesar 4 persen dan ke pasar eceran di sekitar wilayah DKI Jakarta sebesar 33 persen. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan jumlah beras yang masuk ke wilayah DKI Jakarta melalui PIBC dibandingkan 5 tahun sebelumnya, dimana PIBC masih menyalurkan beras ke wilayah DKI Jakarta sebanyak lebih dari 60 persen (Mansyur 2006). Penurunan tersebut disebabkan karena semakin banyaknya beras yang masuk ke wilayah Jakarta melalui pasar lokal ataupun agen beras langsung, tanpa melalui PIBC. Gambar 12 merepresentasikan saluran pemasaran beras dari pedagang daerah hingga ke tangan konsumen di wilayah DKI Jakarta. Konsumen wilayah DKI Jakarta memperoleh beras dari total delapan kombinasi saluran pemasaran yang melalui tiga saluran pengecer yaitu supermarket, pasar tradisional/eceran, dan pengecer perumahan. Pedagang dari Daerah Pemasok PIBC (100%) Agen Pasar non DKI Jakarta (51%) Pasar DKI Jakarta (49%) Supermarket (12%) 3 Perumahan (4%) 5 Pasar Tradisional (33%) 8 Konsumen Gambar 12 Saluran pemasaran beras di wilayah DKI Jakarta Pada supermarket terdapat 2 saluran pemasaran yang terjadi yaitu : 1. Pedagang daerah pemasok PIBC supermarket konsumen 2. Pedagang daerah pemasok supermarket konsumen Pada pengecer perumahan terdapat 2 saluran pemasaran yaitu :

13 38 3. Pedagang daerah pemasok PIBC pengecer perumahan konsumen 4. Pedagang daerah pemasok agen pengecer perumahan konsumen Sedangkan pada pasar tradisional terdapat 4 saluran pemasaran antara lain : 5. Pedagang daerah pemasok PIBC pengecer di pasar tradisional konsumen 6. Pedagang daerah pemasok PIBC agen pengecer di pasar tradisional konsumen 7. Pedagang daerah pemasok agen pengecer di pasar tradisional konsumen 8. Pedagang daerah pemasok pengecer di pasar tradisional konsumen Saluran 1 menunjukkan alur pemasaran beras dari pedagang daerah pemasok melalui PIBC untuk dijual di supermarket di wilayah Jakarta, secara keseluruhan sekitar 12 persen beras dari total beras di PIBC yang disalurkan ke saluran ini. Supermarket selain memperoleh beras dari PIBC juga bisa mengambil langsung dari pedagang daerah sentra produksi atau daerah pemasok, seperti yang ditunjukkan pada saluran 2. Beras tersebut biasanya dikumpulkan terlebih dahulu di gudang penyimpanan, sebelum didistribusikan ke seluruh cabangnya. Sistem pembayaran dilakukan dengan konsinyasi, dimana seluruh biaya pengangkutan ditanggung oleh pemasok dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Beberapa supermarket yang mendapat pasokan dari PIBC mengemas ulang beras tersebut dengan logo nama dagangnya sendiri, dengan cara ini supermarket dapat memperoleh selisih keuntungan sekitar Rp500 sampai dengan Rp per kg dari harga di PIBC. Saluran 3 merupakan alur pemasaran beras dari pedagang daerah pemasok melalui PIBC untuk dijual di pengecer perumahan di wilayah Jakarta, secara keseluruhan hanya 4 persen beras dari total beras di PIBC yang disalurkan ke saluran ini. Selain melalui PIBC, pedagang pengecer perumahan juga dapat memperoleh beras dari agen di wilayahnya yang langsung memperoleh beras dari pedagang daerah, seperti ditunjukkan pada saluran 4. Agen merupakan toko yang menyalurkan beras ke pedagang-pedagang baik di perumahan maupun di pasar eceran dengan mendatangkan beras secara langsung dari daerah sentra produksi atau dengan berlangganan ke pedagang grosir di PIBC. Daerah sentra yang menjadi tempat pembelian beras utama para agen adalah Karawang, terutama dilakukan pada musim paceklik. Sedangkan pada saat panen raya para agen biasanya melakukan pembelian beras di PIBC, ini terjadi karena pedagang beras daerah sentra cenderung melepas harga rendah di PIBC bila beras yang dibawanya tidak laku. Saluran 5 menunjukkan alur pemasaran beras untuk dijual oleh pengecer di pasar tradisional yang diperoleh dari PIBC, yaitu sekitar 33 persen dari total beras di PIBC. Selain melalui PIBC, ada juga pedagang pengecer yang mengambil beras dari agen yang juga memperoleh beras dari PIBC seperti terlihat pada saluran 6 sehingga saluran ini merupakan saluran terpanjang dari 8 saluran yang ada. Informasi yang diperoleh dari beberapa pedagang beras di pasar tradisional/eceran di Jakarta menunjukkan bahwa sebagian besar pengecer memiliki pola yang sama, yaitu pedagang memperoleh beras dari PIBC seperti pada saluran 5 dan 6, namun ada juga sebagian yang memperoleh langsung dari agen (saluran 7) atau daerah sentra (saluran 8), karena selisih harga yang cukup

14 39 besar kadang terjadi antara harga beras di PIBC dengan harga beras di daerah sentra produksi/daerah pemasok. Pedagang besar di daerah sentra produksi membeli gabah langsung dari petani dan dari buruh panen padi. Pedagang tersebut bekerjasama dengan para tengkulak, yaitu berupa menerima pasokan dari tengkulak atau memberi sejumlah tip untuk tengkulak yang membantu mencari petani yang memiliki hasil panen siap jual. Dalam hal ini pedagang mengambil langsung barang (gabah) ke petani. Pedagang di PIBC sebagai pelaku utama dalam perdagangan beras di pasar ini adalah pedagang grosir, yaitu pemilik toko yang menampung beras dari daerah sentra produksi untuk dijual ke pasar tradisional (eceran), perumahan, dan supermarket. Hasil wawancara dengan sekitar 40 pedagang grosir di PIBC menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang grosir memperoleh beras dari pedagang daerah sentra produksi yang datang ke PIBC, antara lain berasal dari Karawang, Cirebon, Subang, Indramayu, Bandung, Cianjur, Garut, Demak, Solo, Tegal, Pamanukan, Solok, Lampung, Makasar, dll. Dalam pembelian beras tersebut pedagang grosir harus membayar tunai. Umumnya pedagang beras di PIBC melakukan pengepakan ulang terhadap beras yang dibelinya dan diberi merk sendiri. Beberapa pedagang lebih memilih menjual beras untuk dikirim ke luar provinsi atau antarpulau dibanding untuk pasar pengecer di Jakarta dengan alasan pembayaran untuk pasar eceran lokal di Jakarta sebagian besar dengan sistem tenggat 1 atau 2 bulan, sedangkan untuk pengiriman ke luar kota sistem pembayarannya cukup cepat, yaitu 50 persen saat beras dikirim dan sisanya dibayar saat beras diterima di tujuan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan aliran beras dari PIBC ke dalam wilayah Jakarta. Selain itu, pedagang pengecer saat ini dapat memperoleh beras langsung dari pedagang daerah yang datang, tidak melalui kios di PIBC. Praktek seperti ini sebenarnya melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh PIBC dan Pemda DKI Jakarta, namun masih sering terjadi karena kurangnya ketegasan hukum. Praktek ini merugikan para pedagang grosir pemilik kios di PIBC, karena akhirnya pedagang pengecer langsung membeli di atas truk, namun pembelian secara langsung ini tidak memberikan harga yang lebih murah dibanding pengecer membeli melalui PIBC, karena berdasarkan pengamatan umumnya harga yang diterima pengecer lebih mahal 2 3 persen. Hal ini terjadi karena adanya komisi untuk perantara (calo) yang menjadi penghubung antara pedagang daerah dengan pengecer pasar lokal di Jakarta. Analisis Interaksi Spasial dari Daerah Pemasok Beras ke DKI Jakarta Faktor yang Mempengaruhi Volume Pasokan Beras ke PIBC Pemasaran suatu komoditas antar wilayah akan berlangsung ketika terjadi permintaan dari suatu wilayah dan wilayah lainnya melakukan penawaran, sehingga terjadi perpindahan komoditas antar wilayah. Konsep permintaan dan penawaran yang diamati pada penelitian ini adalah pola pemasaran beras dari wilayah hinterland Jakarta ke PIBC yang berada di wilayah DKI Jakarta. Hasil analisis model gravitasi untuk aliran pemasaran beras ke PIBC pada tahun 2011 ditampilkan pada Tabel 15. Berdasarkan hasil pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa dari tujuh variabel yang diukur terdapat tiga variabel yang

15 40 berpengaruh secara nyata terhadap aliran pemasaran beras ke PIBC (p < 5%). Dalam hal ini terlihat bahwa pemasaran beras ke PIBC sangat dipengaruhi oleh daya dorong dari wilayah asal berupa produksi beras dan jumlah petani di wilayah asal. Produksi beras di wilayah asal bernilai 3.19 yang berarti bahwa apabila produksi beras di wilayah asal meningkat 1 persen maka akan meningkatkan aliran beras dari wilayah asal ke PIBC sebesar 3.19 persen. Demikian juga dengan peningkatan jumlah petani di wilayah asal sebesar 1 persen akan meningkatkan aliran beras dari wilayah asal ke PIBC sebesar 2.18 persen. Tabel 15 Faktor yang mempengaruhi aliran pemasaran beras ke PIBC Variabel Dugaan Taraf Nyata (p) Intercept Produksi beras di wilayah asal (M i ) Penyaluran beras ke dalam wilayah tujuan PIBC Jakarta (M j ) Populasi/jumlah petani di wilayah asal (P i ) Populasi penduduk di wilayah tujuan (P j ) Harga beras di wilayah asal (H i ) Harga beras di wilayah tujuan (H j ) Jarak dari wilayah asal ke wilayah tujuan (D ij ) * * * Koefisien determinasi (R 2 ) 70.12% Keterangan: *: Berpengaruh nyata pada p < 5% Sebaliknya variabel yang secara nyata berpengaruh mengurangi interaksi pemasaran antar wilayah adalah jarak dari wilayah asal ke wilayah tujuan, jika jarak tersebut bertambah 1 persen, maka akan menurunkan jumlah pengiriman beras ke PIBC dari wilayah asal sebesar 2.21 persen. Semakin jauh jarak antara pemasok dengan pasar tujuan akan mengurangi interaksi aliran barang ke pasar tujuan, karena pemasok akan lebih memilih pasar terdekat untuk pemasaran berasnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa jarak akan menambah biaya transport dalam pemasaran beras. Populasi penduduk di wilayah tujuan berpengaruh namun tidak nyata dalam pemasaran beras ke PIBC, tingginya jumlah penduduk di wilayah tujuan dalam hal ini DKI Jakarta cukup menjadi daya tarik dalam peningkatan aliran beras ke PIBC, jika jumlah penduduk meningkat 1 persen, maka hanya akan meningkatkan pengiriman beras dari wilayah asal ke PIBC sebanyak 0.25 persen. Semakin tinggi jumlah penduduk di Jakarta akan semakin meningkatkan aliran beras dari wilayah pemasok ke Jakarta, hal ini patut diwaspadai untuk beberapa tahun ke depan, karena dikhawatirkan wilayah pemasok memiliki keterbatasan penyediaan beras terutama dikaitkan dengan banyak terjadinya konversi lahan di wilayah tersebut. Alternatif wilayah lain diperlukan sebagai pemasok beras ke Jakarta, misalnya dari wilayah Sumatera dan Sulawesi. Demikian juga dengan jumlah penyaluran beras dari PIBC ke dalam wilayah Jakarta tidak menjadi faktor yang nyata mempengaruhi aliran beras dari wilayah pemasok ke PIBC. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan data penyaluran beras dari PIBC ke Jakarta terlihat bahwa jumlah beras yang disalurkan ke wilayah Jakarta kurang dari 50 persen dari beras yang masuk ke PIBC, artinya penyaluran beras ke Jakarta saat ini tidak hanya melalui PIBC namun bisa melalui pasar lain atau melalui mekanisme lain, seperti adanya penyaluran beras miskin bagi RT miskin di Jakarta. Selain itu, adanya stok beras

16 41 di gudang PIBC serta sisa beras Bulog juga menjadi salah satu alasan mengapa jumlah penyaluran beras ke dalam wilayah Jakarta tidak berpengaruh nyata terhadap aliran beras yang masuk ke PIBC. Harga di wilayah asal dan wilayah tujuan berdasarkan hasil analisis tidak menjadi faktor yang nyata dalam mempengaruhi aliran pemasaran beras dari wilayah pemasok ke wilayah tujuan (PIBC). Hal ini disebabkan oleh perbedaan harga beras baik di wilayah asal maupun di wilayah tujuan tidak menunjukkan nilai atau rentang perbedaan yang signifikan, dalam arti range harga beras di kedua wilayah tersebut tidak terlalu ekstrim berbeda. Nilai koefisien determinasi hasil perhitungan menunjukkan bahwa persen keragaman laju aliran beras ke PIBC (T ij ) dapat dijelaskan oleh variabelvariabel penjelasnya (M i, M j, P i, P j, H i, H j dan d ij ) dan sisanya yaitu sebesar persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Ini berarti seluruh variasi Y (Tij) dapat dijelaskan oleh variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model atau dapat dikatakan bahwa model sudah cukup baik, dalam arti pemilihan variabel penjelas sudah tepat. Keputusan ini dapat diterima jika uji F menunjukkan nilai yang besar atau signifikan, berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai F hitung (5.69) lebih besar dibandingkan F tabel (2.61) pada selang kepercayaan 5 persen (α = 0.05), hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel independen nyata menjelaskan variabel dependen (Lampiran 1). Pemasok Beras dengan Daya Dorong Tertinggi ke PIBC Jakarta Hasil olahan dengan model gravitasi menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran beras ke PIBC dari wilayah asal atau daerah pemasok bahwa daya dorong wilayah asal menjadi faktor utama yang mempengaruhi pengiriman beras ke PIBC secara spasial. Namun belum diketahui wilayah mana yang merupakan wilayah pemasok beras utama dengan nilai daya dorong tertinggi. Persamaan yang diperoleh berdasarkan hasil olahan data panel adalah sebagai berikut: ln T ij = K + α 1 lnm i + β 1 lnm j + α 2 ln P i + β 2 lnp j + α 3 lnh i + β 3 lnh j bd ij ln T ij = lnM i ln M j P i lnP j lnH i lnH i 2.21d ij Berdasarkan teori dalam persamaan gravitasi, apabila nilai α lebih besar dari β, maka interaksi antar wilayah terutama ditimbulkan oleh aktivitas produksi di wilayah asal (model potensial). Namun, jika β lebih tinggi dari α, maka interaksi antar wilayah lebih disebabkan oleh daya tarik aktivitas pasar di wilayah tujuan (model persaingan pasar). Hasil perhitungan dengan persamaan gravitasi menunjukkan bahwa total nilai α yang dihasilkan sebesar 6.03 ( ), lebih tinggi 4.51 satuan dibandingkan dengan total nilai β (1.52), hal ini menunjukkan bahwa interaksi antar wilayah untuk aliran beras ke PIBC dari wilayah asal di sekitar hinterland Kota Jakarta lebih disebabkan oleh tingginya aktivitas produksi di wilayah asal sehingga daya dorong dari wilayah asal lebih tinggi dibandingkan dengan daya tarik yang dimiliki oleh Jakarta, dalam hal ini PIBC. Seharusnya Jakarta lebih mempunyai daya tarik untuk pemasaran beras dari wilayah asal dibandingkan dengan potensi wilayah asal, jika melihat tingginya

17 42 pangsa pasar di Jakarta, karena jumlah penduduk yang relatif lebih tinggi dibandingkan ketersediaan berasnya. Anomali ini bisa terjadi karena variabel yang digunakan sebagai faktor penarik hanya tiga, yaitu jumlah penduduk, jumlah penyaluran beras dari PIBC ke dalam wilayah Jakarta, dan harga beras di PIBC. Kemungkinan hasilnya akan berbeda jika variabel konsumsi atau kebutuhan beras sebenarnya masyarakat Jakarta dapat dijadikan salah satu variabel, namun hal ini tidak dilakukan karena adanya multikorelasi antara variabel jumlah penduduk dengan konsumsi/kebutuhan beras di Jakarta, dimana nilai konsumsi diperoleh berdasarkan angka konsumsi per kapita masyarakat. Wilayah asal yang memiliki nilai daya dorong tertinggi adalah Karawang, yaitu sekitar 0.56 satuan dibandingkan dengan wilayah lain yang nilainya jauh lebih kecil (Tabel 16). Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa jarak wilayah asal ke wilayah tujuan pemasaran menjadi faktor yang sangat mempengaruhi aliran pemasaran beras ke PIBC. Karawang menjadi wilayah dengan daya dorong tertinggi karena tingginya produksi di wilayah tersebut serta jaraknya yang relatif dekat dengan Jakarta dimana PIBC berada, sedangkan Cirebon mengirimkan pasokan paling tinggi dibandingkan wilayah lain serta angka produksi berasnya juga cukup tinggi, namun memiliki nilai daya dorong terendah, dikarenakan faktor jarak yang relatif jauh dengan Kota Jakarta. Semakin jauh jarak wilayah asal ke tujuan pemasaran, maka akan semakin rendah nilai daya dorong dari wilayah tersebut. Peningkatan biaya transport akan sangat mempengaruhi pembentukan harga di tingkat konsumen. Wilayah Asal Karawang Cirebon Bandung Cianjur Serang-Banten Tabel 16 Daya dorong wilayah asal Nilai Model Potensial (Daya Dorong) Analisis Daya Dukung Lahan di Daerah Pemasok Beras Hasil analisis keterkaitan antar wilayah menunjukkan bahwa Karawang merupakan wilayah asal pemasok beras ke PIBC yang mempunyai daya dorong tertinggi untuk mengirimkan hasil produksi berasnya ke wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan analisis daya dukung lahan per kecamatan di wilayah sentra produksi beras tersebut untuk mengetahui kemampuannya dalam mensuplai kebutuhan beras Jakarta apakah bisa berlanjut atau tidak. Jumlah penduduk Kabupaten Karawang pada tahun 2010 mencapai jiwa, terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Rata-rata kepadatan penduduk (density rate) jiwa/ km² (Tabel 17). Laju pertumbuhan penduduk per tahun selama satu dasawarsa terakhir sebesar 1.76 persen. Penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Karawang Barat yaitu sebesar jiwa, karena Kecamatan Karawang Barat merupakan wilayah pusat pemerintahan. Kemudian disusul Kecamatan Klari

18 43 dengan jumlah penduduk sebesar jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Tegalwaru dengan jumlah penduduk hanya sebanyak jiwa. Terdapat Kepala Keluarga (KK) di Karawang, dari sejumlah tersebut hanya sekitar 26 persen bekerja di sektor pertanian ( KK). Tabel 17 Kondisi umum kependudukan Kabupaten Karawang (2010) No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Kepadatan Jumlah Penduduk (Jiwa) (jiwa/km 2 Jumlah KK ) KK Petani 1 Pangkalan Tegalwaru Ciampel Telukjambe Timur Telukjambe Barat Klari Cikampek Purwasari Tirtamulya Jatisari Banyusari Kotabaru Cilamaya Wetan Cilamaya Kulon Lemahabang Talagasari Majalaya Karawang Timur Karawang Barat Rawamerta Tempuran Kutawaluya Rengasdengklok Jayakerta Pedes Cilebar Cibuaya Tirtajaya Batujaya Pakisjaya TOTAL KARAWANG Sumber: diolah dari BPS Kabupaten Karawang (2011) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa status daya dukung lahan total di Kabupaten Karawang secara global dari 30 kecamatan menunjukkan bahwa Karawang mengalami defisit. Kecamatan yang memiliki daya dukung lahan surplus ada 11 kecamatan, Kecamatan Pangkalan, Tegalwaru, Talagasari, Rawamerta, Tempuran, Kutawaluya, Cilebar, Cibuaya, Tirtajaya, Batujaya, dan Pakisjaya, sedangkan 19 kecamatan lainnya terjadi defisit daya dukung lahan (Gambar 13). Artinya secara keseluruhan total produksi aktual di 30 kecamatan tersebut yang kemudian disetarakan dengan ketersediaan lahan lebih kecil dibandingkan kebutuhan lahan yang diasumsikan setara luas lahan untuk menghasilkan satu ton setara beras per tahun dari jumlah populasi di wilayah tersebut.

19 Luas ketersediaan dan kebutuhan lahan (ha) , , Ketersediaan Lahan (SL) Kebutuhan Lahan (DL) Gambar 13 Kondisi Daya Dukung Lahan di Kabupaten Karawang Nilai daya dukung lahan tertinggi di Kecamatan Cilebar dengan perbandingan antara ketersediaan lahan (S L ) dan kebutuhan lahan (D L ) sebesar 1.64, diikuti oleh Kecamatan Talagasari dengan nilai perbandingan sedangkan 9 kecamatan lainnya memiliki nilai perbandingan antara (Tabel 17). Pada perhitungan daya dukung khusus beras, diperoleh nilai daya dukung total untuk beras di Karawang masih di atas 1, yaitu 3.78 dengan nilai tertinggi juga dimiliki oleh Kecamatan Talagasari (10.92) dan Cilebar (10.32). Rincian perhitungan daya dukung lahan dapat dilihat pada Lampiran 3. Dilihat dari sisi ketersediaan beras di Kabupaten Karawang, terdapat beberapa kecamatan surplus beras. Berdasarkan data tahun 2010, total konsumsi beras di Karawang mencapai ton, dihitung dari rata-rata konsumsi per kapita untuk masyarakat kota (Cikampek, Karawang Barat, dan Karawang Timur) sebesar kg/kapita/tahun dan masyarakat perdesaan (27 kecamatan lainnya) sebesar kg/kap/tahun. Namun demikian, jika dibandingkan dengan jumlah total produksi beras di Karawang yang mencapai ton, maka diketahui bahwa wilayah ini masih mengalami surplus beras sekitar pada tahun Surplus inilah yang kemudian disalurkan ke wilayah lain di sekitar Karawang, terutama ke Jakarta melalui PIBC. Penyebaran produksi beras menurut kecamatan di wilayah Karawang dapat dilihat pada Tabel 18. Kecamatan yang mengalami defisit beras hanya di Kecamatan Telukjambe Timur dan Cikampek, dimana ketiga kecamatan tersebut juga merupakan kecamatan dengan nilai daya dukung lahan dan daya dukung khusus beras kurang dari 1. Sedangkan 28 kecamatan lainnya mengalami surplus. Gambar 14 menunjukkan penyebaran kecamatan surplus dan defisit beras di Karawang. Perhitungan daya dukung dengan menggunakan konsep perhitungan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 (Kemeneg LH 2009), mengasumsikan kebutuhan lahan dengan 1 ha lahan yang dipergunakan untuk menghasilkan 1 ton beras per tahun untuk hidup layak per penduduk. Kabupaten Karawang secara keseluruhan mempunyai status daya dukung lahan yang defisit (0.63), namun dihitung dari daya dukung lahan khusus beras diperoleh status surplus (3.78) (Tabel 18). Harus disadari bahwa pola konsumsi,

20 45 minat konsumsi, tidak selamanya sesuai dengan asumsi dasar yang dipergunakan oleh konsep ini. Status daya dukung lahan ini tidak dapat dibaca secara mentah namun perlu dilihat juga data mengenai kebutuhan dan ketersediaan pangan pokok (beras) untuk melihat kemandirian pemenuhan pangan di wilayah pengamatan agar tidak terjadi kekeliruan dalam melihat permasalahan daya dukung lahan di wilayah pengamatan. Gambar 14 Penyebaran kecamatan surplus dan defisit beras di Kabupaten Karawang Dari data penyebaran wilayah surplus beras di Karawang dapat diketahui bahwa sebenarnya untuk kebutuhan pangan pokok (beras) Kabupaten Karawang sudah dapat memenuhinya sendiri. Sedangkan kebutuhan lain seperti jagung, kedelai, daging, susu, telur masih harus dipenuhi dari wilayah lain. Komoditaskomoditas inilah yang menyebabkan rendahnya perhitungan daya dukung lahan di Kabupaten Karawang. Rustiadi (2011) menyebutkan bahwa konsep perhitungan daya dukung lahan yang digunakan ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah asumsi bahwa suatu wilayah memenuhi kebutuhannya sendiri, dan tidak berinteraksi dengan wilayah lain dalam memenuhi kebutuhan pangan. Belum adanya pemilahan kebutuhan akan biohayati pokok maupun yang bisa

21 46 disubstitusikan, serta pola konsumsi yang berbeda di tiap kelompok masyarakat menyebabkan konsep perhitungan daya dukung lahan berdasarkan neraca bioproduk harus disesuaikan dengan masing-masing tipologi wilayahnya. Tabel 18 Produksi dan konsumsi beras menurut kecamatan di Karawang (2010) No Kecamatan Produksi Beras 1) Konsumsi Surplus/ (Ton) Beras 2) (Ton) Defisit S L /D L S B /D B 1 Pangkalan Tegalwaru Ciampel Telukjambe (5 212) Timur 5 Telukjambe Barat Klari Cikampek (4 791) Purwasari Tirtamulya Jatisari Banyusari Kotabaru Cilamaya Wetan Cilamaya Kulon Lemahabang Talagasari Majalaya Karawang Timur Karawang Barat Rawamerta Tempuran Kutawaluya Rengasdengklok Jayakerta Pedes Cilebar Cibuaya Tirtajaya Batujaya Pakisjaya TOTAL KARAWANG Sumber: diolah dari BPS Kabupaten Karawang (2011) 1) : Konversi padi ke beras sekitar %, 2) : Asumsi konsumsi per kapita masyarakat Karawang kg beras/kap/tahun untuk perkotaan dan kg beras/kap/tahun untuk perdesaan (Kementan 2010b) Hasil analisis daya dukung ini harus menjadi perhatian khusus bagi wilayah DKI Jakarta, karena ketergantungannya yang sangat tinggi akan beras dari daerah pemasok utama dalam hal ini Karawang. Mengingat kondisi Karawang yang defisit tersebut, diharapkan PIBC dapat menerima pasokan beras dari luar Karawang, terutama dari wilayah luar Jawa seperti Sumatera dan Sulawesi yang merupakan sentra beras di luar Jawa.

22 47 Analisis Pola Harga Beras, Marjin Pemasaran, dan Farmer s Share Pola Harga Beras di PIBC periode Setelah melihat kondisi daya dukung di wilayah pemasok utama, perlu juga dilakukan analisis terhadap harga baik di wilayah konsumen maupun di wilayah pemasok utama tersebut agar dapat dilihat efisiensi penyaluran distribusi beras dari wilayah pemasok (Karawang) ke wilayah konsumen, dalam hal ini PIBC di DKI Jakarta. Identifikasi terhadap plot data time series harga beras IR II (medium) di PIBC Jakarta menunjukkan adanya trend yang meningkat (Gambar 15). Hal ini dapat dilihat dari data bulanan yang berfluktuasi dari periode Januari 2008 sampai Juli 2012, harga beras IR II rata-rata mengalami peningkatan, namun pada periode tertentu, misalnya pada periode antara bulan Februari sampai periode bulan April setiap tahun, harga beras IR II mengalami penurunan. Hal ini disebabkan pada bulan bulan tersebut merupakan musim panen raya, sehingga harga mengalami penurunan yang nyata. Demikian juga pada periode Desember 2010 sampai dengan periode April 2011, harga beras IR II cenderung menurun terus dan baru meningkat setelah bulan Mei Namun justru pada tahun sebelumnya, di bulan November 2009 hingga bulan Februari 2010 harga beras IR II mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan pada tahun tersebut terjadi penyesuaian harga pembelian pemerintah, sehingga harga dasar gabah/beras meningkat dari periode sebelumnya. 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Jan-08 Mar-08 May-08 Jul-08 Sep-08 Nov-08 Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10 Jul-10 Sep-10 Nov-10 Jan-11 Mar-11 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Harga beras (Rp/kg) Bulan Gambar 15 Data harga beras IR II bulanan di PIBC Jakarta ( ) Harga beras IR II tertinggi umumnya terjadi pada bulan November dan Desember setiap tahunnya sejak tahun 2008 hingga 2012 dan biasanya mulai terjadi peningkatan harga pada bulan Juli dengan tingkat harga tertinggi pada bulan Juli 2012 Rp per kg, naiknya harga beras ini disebabkan pada bulan tersebut setiap tahunnya merupakan bulan Ramadhan dan masa panen petani sudah mulai habis. Hal ini biasanya disebabkan karena oknum

23 48 pedagang/distributor bahan pangan memanfaatkan momentum Ramadhan untuk menangguk keuntungan besar. Permintaan yang melonjak membuat mereka leluasa menentukan harga. Kenaikan harga beras ini juga didorong oleh biaya tambahan dalam proses distribusi akibat jalur distribusi sarat kemacetan. Di samping itu, pungutan liar (pungli) di lapangan juga banyak terjadi, sehingga membengkakkan biaya distribusi dan harga di konsumen ikut meningkat. Selain itu, pada bulan tersebut daerah sentra beras juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku beras dari wilayah asal, seperti dari Karawang. Namun hal ini bisa diatasi dengan pengambilan gabah dari Lampung kemudian dibawa ke Karawang untuk digiling selanjutnya didistribusikan ke berbagai daerah termasuk Jakarta. Sedangkan harga beras IR II terendah umumnya terjadi pada bulan April setiap tahunnya karena merupakan masa panen raya (Rp per kg pada tahun 2008), kecuali pada tahun 2012 harga terendah berada di bulan Januari dengan tingkat harga Rp per kg. Kecenderungan data harga beras IR II di PIBC Jakarta juga mengandung unsur musiman bila diamati dalam jangka pendek. Kecenderungan harga beras IR II di Jakarta untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15. Perkembangan harga beras di PIBC menunjukkan trend yang serupa apabila dibandingkan dengan jenis beras lain di luar IR II, yaitu meningkat dan mengalami fluktuasi dengan peningkatan harga pada bulan tertentu setiap tahunnya. Pola data harga untuk beras IR-64 I, II, dan II bahkan cenderung sama, titik terendah harga beras tersebut umumnya terjadi pada bulan April, karena pada bulan ini merupakan panen raya dan titik tertinggi pada bulan Januari Februari atau November Desember. Berdasarkan data pasokan per bulan ke PIBC, memang terjadi penurunan pasokan beras yang masuk pada bulan-bulan tersebut, sehingga harga menjadi tinggi. Plot data harga beras IR II dibandingkan dengan beras jenis lain di PIBC Jakarta untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar ,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Jan-08 Mar-08 May-08 Jul-08 Sep-08 Nov-08 Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10 Jul-10 Sep-10 Nov-10 Jan-11 Mar-11 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Harga beras (Rp/kg) IR-64 I IR-64 II IR-64 III IR-42 Gambar 16 Plot data harga beberapa varietas beras di PIBC Jakarta Selama periode Januari 2008 sampai Agustus 2012, harga beras kualitas medium (IR-64 II) di PIBC rata-rata meningkat sekitar 0.66 persen per bulan. Laju kenaikan harga beras paling tinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu rata-rata

24 Harga beras (Rp/kg) 49 mencapai 1.41 persen per bulan, karena pada tahun tersebut terjadi peningkatan harga pembelian beras oleh pemerintah sehingga meningkatkan harga dasar pembelian gabah/beras di petani yang otomatis meningkatkan harga pada rantai pemasaran berikutnya. Sedangkan terendah pada tahun 2008 hanya sekitar 0.03 persen per bulan, dan pada tahun lainnya dalam kurun waktu lima tahun tersebut rata-rata kenaikan harga beras di PIBC cenderung stabil yaitu antara persen per bulan. Pola Harga Beras di Tingkat Produsen, Penggilingan, dan Konsumen Data harga beras di setiap tingkat lembaga pemasaran memiliki pola yang sama dengan kecenderungan trend meningkat (Gambar 17). Walaupun pada periode bulan Februari sampai April 2012 menunjukkan penurunan harga yang cukup nyata, khususnya pada harga beras di tingkat petani karena pada periode tersebut merupakan panen raya. Pola data harga tersebut cenderung menunjukkan pola yang sama di tingkat petani, penggilingan dan pedagang grosir seperti PIBC, demikian juga dengan harga di tingkat konsumen di Karawang. Sedangkan pola data harga konsumen di Jakarta cenderung stabil (konstan). 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 Sep-12 Oct-12 Nov-12 Dec-12 Tingkat Petani (Eq. Beras) Tingkat Penggilingan PIBC Karawang Jakarta Gambar 17 Plot data harga di tingkat petani, penggiling, PIBC, dan konsumen tahun 2012 Periode bulan Februari April mengalami penurunan yang cukup nyata, terutama untuk harga di tingkat petani, karena pada periode tersebut merupakan periode musim panen raya, hal ini mengakibatkan harga beras menurun drastis karena persediaan yang melimpah. Pola ini terlihat identik pada masing-masing lembaga, namun cukup konstan untuk harga konsumen di Jakarta. Setelah bulan April, harga cenderung kembali meningkat sampai bulan Juli dan selanjutnya harga di semua tingkat lembaga pemasaran cenderung stabil sampai akhir tahun Pada masing-masing lembaga pemasaran terjadi rata-rata kenaikan harga beras sepanjang tahun 2012 dengan rata-rata kenaikan sekitar persen per bulan (Lampiran 2). Rata-rata kenaikan harga beras tertinggi ada pada tingkat petani, yaitu mencapai sekitar 0.51 persen, sedangkan terendah pada tingkat

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Provinsi DKI sebagai wilayah konsumen yang mencakup 6 kabupaten/kota, yaitu Kepulauan Seribu, Barat, Pusat, Selatan, Timur,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pantai utara Pulau Jawa, dalam hal ini kabupaten yang termasuk dalam wilayah tersebut yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Ketahanan Pangan dan Distribusi Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Ketahanan Pangan dan Distribusi Pangan 7 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Ketahanan Pangan dan Distribusi Pangan Menurut Undang - Undang Nomor 18 2012 tentang Pangan (Kementan 2013), ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN PENDAHULUAN Reni Kustiari 1. Perbedaan sumber daya alam membentuk keunikan komoditas di masingmasing

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Karawang Tahun 2013 sebanyak 123,1 ribu rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Karawang Tahun 2013 sebanyak 123,1 ribu rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Karawang Tahun 2013 sebanyak 123,1 ribu rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian Berbadan Hukum di Kabupaten Karawang Tahun 2013 sebanyak 8 Unit Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 31 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 31 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah sehingga permintaan beras mengalami peningkatan juga dan mengakibatkan konsumsi beras seringkali melebihi produksi. Saat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyangkut kesejahteraan

Lebih terperinci

KAJIAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH-BERAS : Kasus Propinsi Jawa Barat

KAJIAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH-BERAS : Kasus Propinsi Jawa Barat KAJIAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH () GABAH-BERAS : Kasus Propinsi Jawa Barat PENDAHULUAN dasar gabah mulai diterapkan sejak 1969 dan terus dipertahankan hingga kini dengan konsep harga pembelian pemerintah

Lebih terperinci

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Pendahuluan Salah satu komoditas yang memiliki kontribusi besar bagi inflasi Kota Palangka Raya adalah beras. Konsumsi beras

Lebih terperinci

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Latar Belakang Produksi beras di Jambi mencapai 628.828 ton pada tahun 2010. Produksi beras dari tahun ke tahun memang menunjukkan peningkatan dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 36/07/32/Th XIX, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI SEBESAR 104,46 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERBERASAN DAN STABILISASI HARGA

KEBIJAKAN PERBERASAN DAN STABILISASI HARGA KEBIJAKAN PERBERASAN DAN STABILISASI HARGA Direktur Utama Perum BULOG Disampaikan pada Seminar & Pameran Pangan Nasional Pasok Dunia FEED THE WORLD Tema : Menuju Swasembada yang Kompetitif dan Berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berhasil meningkatkan produksi padi secara terus-menerus. Selama

I. PENDAHULUAN. Indonesia berhasil meningkatkan produksi padi secara terus-menerus. Selama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi padi nasional terus menerus mengalami peningkatan sepanjang empat tahun terakhir. Pada saat dunia mengalami penurunan produksi pangan, Indonesia berhasil meningkatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 07/02/32/Th XIX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2017 SEBESAR 103,25 (2012=100)

Lebih terperinci

KEGIATAN BIDANG HARGA PANGAN

KEGIATAN BIDANG HARGA PANGAN KEGIATAN BIDANG HARGA PANGAN Disampaikan pada acara BIMTEK dan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Analisis Ketahanan Pangan Bogor, 4 Oktober 2016 PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 18/04/32/Th XIX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2017 SEBESAR 102,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 50 2011 SERI. A PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 50 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD)

Lebih terperinci

HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA

HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA MUHAMMAD AZHAR, TAVI SUPRIANA, DIANA CHALIL Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 32/06/32/Th XIX, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MEI SEBESAR 103,94 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017 BPS PROVINSI ACEH No.19/5/Th.XX, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di beberapa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 23/05/32/Th XIX, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL SEBESAR 102,87 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 14/03/32/Th.XIX, 1 Maret 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI FEBRUARI 2017 SEBESAR 102,53 (2012=100)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN JULI 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,91 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN JULI 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,91 PERSEN l No. 32/08/14/Th. XII, 1 Agustus PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN JULI KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,91 PERSEN Dengan menggunakan Tahun Dasar 2007=100, pada bulan Kota Pekanbaru mengalami inflasi

Lebih terperinci

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 40 2011 SERI. A PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD)

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 22/4/32/Th XVII, 1 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2015 SEBESAR 105,45 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet terpadat dan terbesar kelima dari delapan planet dalam tata surya yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 45/8/13/Th. XVII, 4 Agustus 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT JULI 2014 SEBESAR 100,53 ATAU TURUN 0,32% NTP Sumatera

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48 No. 23/04/34/Th.XVII, 1 April 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 48/09/32/Th XIX, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI AGUSTUS SEBESAR 105,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI PENYEDIAAN KEBUTUHAN BERAS NASIONAL

MODEL SIMULASI PENYEDIAAN KEBUTUHAN BERAS NASIONAL 2002 Arief RM Akbar Posted 7 November, 2002 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Oktober 2002 Dosen : Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017 BPS PROVINSI ACEH No.27/6/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015) No. 39/07/36/Th.X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015) PRODUKSI PADI 2015 NAIK 7,00 PERSEN DIBANDINGKAN TAHUN 2014 A. PADI Produksi padi Provinsi Banten tahun 2015 sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/01/32/Th.XIX, 3 Januari PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 104,31 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/1/32/Th XVII, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 105,16 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017 BPS PROVINSI ACEH No.40/8/Th.XX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 21/4/13/Th. XVII, 1 April 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT MARET 2014 SEBESAR 100,99 ATAU NAIK 0,31% NTP Sumatera

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Beras di Indonesia. Sektor pertanian di Indonesia merupakan sumber mata pencarian utama sebagian besar penduduk. Dengan jumlah penduduk 253,69,643 jiwa dan luas lahan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 19/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI FEBRUARI 2016, NTP BALI NAIK 0,44 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Februari 2016 tercatat mengalami kenaikan sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 31/06/13/Th XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT MEI 2017 SEBESAR 97,07 ATAU TURUN SEBESAR 1,67 PERSEN NTP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia pada umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca Bahan Makanan (NBM) Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH Oleh : Erizal Jamal Khairina M. Noekman Hendiarto Ening Ariningsih Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 16/3/13/Th XIX, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT FEBRUARI 2016 SEBESAR 98,57 ATAU NAIK 1,09 PERSEN NTP Sumatera

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PASAR INDUK KRAMAT JATI

V GAMBARAN UMUM PASAR INDUK KRAMAT JATI V GAMBARAN UMUM PASAR INDUK KRAMAT JATI 5.1 Manajemen Pasar Induk Kramat Jati Pasar Induk Kramat Jati dengan dasar hukum menurut Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 tahun 2009 tanggal 28 Juli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

cepa), namun dalam statistic internasional (FAOSTAT) hanya dikenal istilah Onion

cepa), namun dalam statistic internasional (FAOSTAT) hanya dikenal istilah Onion PRODUKSI, PERDAGANGAN DAN HARGA BAWANG MERAH Muchjidin Rachmat, Bambang Sayaka, dan Chairul Muslim I. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan sayuran rempah yang dikonsumsi rumahtangga sebagai bumbu masakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat melimpah terutama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat melimpah terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat melimpah terutama hasil pertaniannya. Pertanian di Indonesia dapat berkembang dengan baik karena didukung oleh beberapa

Lebih terperinci

MELAMBUNGNYA HARGA BERAS DAN SOLUSI PENYELESAIANNYA

MELAMBUNGNYA HARGA BERAS DAN SOLUSI PENYELESAIANNYA MELAMBUNGNYA HARGA BERAS DAN SOLUSI PENYELESAIANNYA Pendahuluan 1. Pada bulan Februari 2015 media pembertitaan elektronik, cetak, dan onlinesibuk memberitakanadanya kenaikan tajam harga beras, terutama

Lebih terperinci

TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013

TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 ISSN : Nomor Publikasi : Ukuran Buku Jumlah Halaman : 15 x 21 cm : vi + 22 halaman Naskah, Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA 1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan

Lebih terperinci

PROFILE DINAS CIPTA KARYA

PROFILE DINAS CIPTA KARYA PROFILE DINAS CIPTA KARYA A. GAMBARAN UMUM ORGANISASI Dinas Cipta Karya adalah pelaksanaan Bidang Pekerjaan Umum Khususnya bidang Keciptakaryaan yang diberikan kewenangan dan kepercayaan untuk menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas hasil pertanian. Berdasarkan bidang usaha, terutama sektor pertanian subsektor tanaman

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Produsen Gabah Sumatera Barat Oktober No.57/11/13/Th. XX, 1 November BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Produsen

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.44/09/Th.XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI BERAS DI WILAYAH DKI JAKARTA MELALUI PASAR INDUK BERAS CIPINANG TATIEK KARTIKA SWARA MAHARDIKA

KAJIAN DISTRIBUSI BERAS DI WILAYAH DKI JAKARTA MELALUI PASAR INDUK BERAS CIPINANG TATIEK KARTIKA SWARA MAHARDIKA KAJIAN DISTRIBUSI BERAS DI WILAYAH DKI JAKARTA MELALUI PASAR INDUK BERAS CIPINANG TATIEK KARTIKA SWARA MAHARDIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013 Pada Januari 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,44 turun sebesar 0,36 persen dibandingkan bulan Desember 2012. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 Pada Februari, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,36 turun sebesar 0,08 persen dibandingkan bulan Januari. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XX, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci