TINJAUAN PUSTAKA Definisi Ketahanan Pangan dan Distribusi Pangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Definisi Ketahanan Pangan dan Distribusi Pangan"

Transkripsi

1 7 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Ketahanan Pangan dan Distribusi Pangan Menurut Undang - Undang Nomor tentang Pangan (Kementan 2013), ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Kondisi ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui pemanfaatan sumberdaya pangan, kelembagaan dan budaya lokal. Hal ini berarti kebutuhan pangan penduduk dapat dipenuhi dari kemampuan produksi atau perdagangan antar wilayah, melalui hasil kerja suatu sistem ekonomi. Pangan yang terdiri atas subsistem ketersediaan (availability); subsistem keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi serta subsistem stabilitas ketersediaan dan keterjangkauan. Aspek penting dalam perwujudan ketahanan pangan adalah pengembangan agribisnis pangan dan pengembangan kelembagaan pangan yang dapat menjamin keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada keberhasilan meningkatkan produksi, tetapi perlu ditakar secara komprehensif berdasarkan tiga pilar utama, yakni produksi yang cukup, distribusi yang lancar dan merata, serta konsumsi pangan yang aman dan berkecukupan gizi bagi seluruh individu masyarakat. Distribusi memegang peranan penting dalam membawa suatu produk dari produsen hingga dapat diterima oleh konsumen akhir sebagai pengguna produk tersebut (Dewan Ketahanan Pangan 2006). Distribusi pangan berkaitan erat dengan situasi kecukupan pangan, yaitu stabilitas kecukupan pangan dari waktu ke waktu (distribusi temporal) dan tingkat pemerataan pangan di setiap wilayah (distribusi spasial). Keberadaan subsistem distribusi pangan yang berfungsi untuk mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien akan memungkinkan masyarakat di seluruh pelosok mampu mengakses pangan secara fisik dan ekonomi sehingga seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu. Kinerja subsistem distribusi dipengaruhi oleh kondisi prasarana dan sarana, kelembagaan dan peraturan perundangan yang berlaku di masing-masing wilayah. Berdasarkan hasil studi kasus di Bangladesh, Khan dan Jamal (1998) menyimpulkan bahwa di beberapa negara berkembang sistem distribusi pangannya sangat tidak efisien dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, selain itu sistem tersebut tidak dapat melindungi petani dari fluktuasi harga musiman, di sisi lain sistem gagal untuk melindungi penduduk miskin dari kerawanan pangan. Kegiatan distribusi pangan dapat dikatakan sebagai suatu proses akan mengalirkan pangan dari produsen yang disertai dengan perpindahan hak milik dan penciptaan guna, waktu, tempat dan bentuk yang dilakukan oleh lembaga distribusi atau pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih dari fungsi pemasaran. Distribusi juga mengandung pengertian suatu proses yang membawa produk dari tempat dimana produk tersebut diproduksi ke suatu tempat yang

2 8 terdekat dengan konsumen akhir. Sistem distribusi yang efisien menjadi prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang terjangkau. Kondisi Ketahanan Pangan DKI Jakarta Data Susenas 2002 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi penduduk perkotaan ( kkal/kap/hari atau sekitar 89.7 kg beras/kap/tahun) relatif lebih rendah dibandingkan penduduk pedesaan ( kkal/kap/hari atau setara kg beras/kap/tahun), Jakarta diasumsikan sebagai wilayah perkotaan dengan konsumsi beras per kapita per tahun rata-rata sekitar 92 kg (Kementan 2010b). Berdasarkan perhitungan asumsi tersebut, maka kebutuhan pangan wilayah DKI Jakarta dalam kurun waktu 5 tahun ke belakang berdasarkan data produksi dan perhitungan ketersediaan padi (BPS 2011) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data produksi dan kebutuhan beras di DKI Jakarta Produksi GKG (ton) Ketersediaan Beras (ton) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kebutuhan Beras (ton) Defisit ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Sumber: diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta (2011) DKI Jakarta memenuhi kebutuhan pangannya dari hasil produksi daerah sekitarnya seperti Bogor, Serang, Karawang, Cianjur, Subang, dan sentra padi di Pulau Jawa lainnya serta dari luar pulau dan bahkan luar negeri melalui PIBC. Berdasarkan data di PIBC sebagai pasar utama dalam pendistribusian beras di Jakarta, jumlah beras yang masuk dan disalurkan ke wilayah DKI Jakarta dari PIBC adalah sekitar ton beras. Tingkat kebergantungan pasokan beras yang sangat tinggi pada wilayah lain tersebut sangat beresiko terhadap kondisi ketahanan pangan DKI Jakarta, walaupun secara daya beli masyarakatnya mampu membeli beras, namun secara ketersediaan harus juga diperhatikan aksesibilitasnya. Kondisi ini diperbesar lagi dengan semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian di wilayah sentra produksi yang menjadi andalan dalam pemasukan beras ke DKI Jakarta (Surjasa 2011). Berdasarkan hasil analisis peta kerawanan pangan di DKI Jakarta tahun 2011 menunjukkan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan terhadap kerawanan pangan di provinsi DKI Jakarta adalah masih besarnya rumah tangga miskin, angka perempuan buta huruf, ibu rumah tangga yang tidak tamat lulusan SD, kebakaran yang sering terjadi, angka pengangguran dan masih besarnya pekerja di sektor informal. Indikator yang dipilih dalam analisis peta kerawanan pangan DKI Jakarta ini berkaitan dengan tiga pilar

3 9 ketahanan pangan, yaitu: (i) ketersediaan pangan; (ii) akses terhadap pangan; dan (iii) pemanfaatan pangan (Tabel 2). Tabel 2 Indikator peta ketahanan dan kerentanan pangan Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 No Aspek Indikator 1 Ketersediaan pangan 1. Prasarana penyedia pangan 2 Akses pangan 2. Persentase penduduk miskin 3. Angka pengangguran 4. Jumlah rumah tangga miskin penduduk miskin (RTM-PM) 5. Jumlah beras yang disalurkan (kg) 6. Persentase pekerja sektor informal 3 Pemanfaatan pangan 7. Berat badan balita di bawah standar (underweight): 8. Persentase perempuan buta huruf 9. Tingkat kepadatan penduduk 10. IRT tidak tamat SD 4 Transien 11. Data kejadian kebakaran 12. Data kejadian kriminalitas Sumber: Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Provinsi DKI Jakarta (DKP dan WFP 2012) Peta ketahanan dan kerentanan pangan DKI Jakarta tahun 2011 menunjukkan dari total 44 kecamatan, terdapat 7 (15.90%) kecamatan Prioritas 1, 5 (11.36%) kecamatan Prioritas 2, 15 (34.09%) kecamatan Prioritas 3, 6 (13.64%) kecamatan Prioritas 4, 9 (20.45%) kecamatan Prioritas 5 dan 2 (4.55%) kecamatan Prioritas 6 (Gambar 2). Peta komposit menjelaskan kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan suatu kecamatan yang disebabkan oleh kombinasi dari berbagai dimensi kerawanan pangan. Berdasarkan hasil PCA dan Cluster Analysis, kecamatankecamatan dikelompokkan ke dalam 6 prioritas: Prioritas 1 ( ), Prioritas 2 ( ), Prioritas 3 ( ), Prioritas 4 ( ), Prioritas 5 ( ), dan Prioritas 6 ( ). Prioritas 1 merupakan prioritas utama yang menggambarkan tingkat kerentanan yang paling tinggi, sedangkan prioritas 6 merupakan prioritas yang relatif lebih tahan pangan. Hal ini berarti kecamatan prioritas 1 memiliki tingkat resiko kerawanan pangan yang lebih besar dibandingkan wilayah kecamatan prioritas lainnya sehingga memerlukan perhatian segera. Meskipun demikian, kecamatan yang berada pada prioritas 1 tidak berarti semua penduduknya berada dalam kondisi rawan pangan, juga sebaliknya kecamatan pada prioritas 6 tidak berarti bahwa semua penduduknya tahan pangan. Prioritas 1 terdiri atas 7 kecamatan, yaitu 2 kecamatan di Jakarta Barat dan 5 kecamatan di Jakarta Utara. Kecamatan yang rentan terhadap kerawanan pangan di Jakarta Barat adalah Kecamatan Cengkareng dan Kalideres, sedangkan di Jakarta Utara yaitu Kecamatan Cilincing, Tanjung Priok, Koja, Penjaringan, dan Pademangan (DKP dan WFP 2012).

4 10 PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2011 Sumber: Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Provinsi DKI Jakarta (DKP dan WFP 2012) Gambar 2 Kondisi ketahanan pangan di DKI Jakarta Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dan Keterkaitan Antar Wilayah DKI Jakarta dengan Daerah Sentra Produksi Padi di sekitarnya PIBC didirikan sebagai upaya realisasi dari Pola Induk Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pangan untuk DKI Jakarta tahun yang merupakan bagian dari Rencana Induk DKI Jakarta tahun Perusahaan yang ditunjuk sebagai pengelola dan pembina PIBC adalah PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) yang didirikan dengan Akte Notaris Soeleman Ardjasasmita SH, Nomor 46 tanggal 28 April 1972, TBNRI Nomor 39 tanggal 16 Mei 1975 dan diperbarui dengan Akte Notaris Rachmad Umar, SH Nomor 25 tanggal 30 Maret 2000 serta terakhir diperbaharui dengan Akte Notaris Rachmad Umar SH, Nomor 3 tanggal 22 November 2007 tentang pendirian PT. Food Station Tjipinang Jaya. Secara operasional PT. Food Station Tjipinang Jaya didukung juga oleh beberapa surat keputusan lainnya seperti Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor Eb. 12/2/8/72 tanggal 23 Juni 1972 tentang penunjukan PT. Food Station Tjipinang Jaya sebagai badan usaha yang diberi wewenang mengurus, membina dan mengembangkan PIBC. PIBC merupakan satu area pergudangan dan transaksi perberasan yang merupakan pusat pemasaran beras terbesar di Indonesia dibandingkan dengan pasar induk beras yang berada di daerah lainnya. Selain FSTJ, Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga memiliki dua badan usaha lainnya untuk menangani masalah pangan, yaitu PD. Pasar Jaya yang mengelola sayuran dan palawija yang jumlahnya sebanyak 152 pasar di DKI Jakarta serta PD. Dharma Jaya yang mengelola rumah pemotongan hewan (RPH) Cakung yang menangani pemotongan sapi dan unggas. PIBC yang menampung sekitar 700 pengusaha

5 11 beras, telah bekerja sama dengan para pemasok beras dari berbagai daerah sentra produksi beras dari berbagai provinsi di Indonesia. PIBC merupakan pusat perdagangan beras terbesar di Indonesia yang memperdagangkan komoditas beras mencapai ton per tahun, oleh karena itu PIBC melakukan monitoring data pasokan, distribusi dan harga beras sehingga berguna sebagai pedoman para pengusaha dan pedagang beras serta para pembuat kebijakan di instansi pemerintah, baik pemerintah pusat/departemen, pemerintah daerah maupun lembaga riset serta bahan berita di media masa nasional dan internet. Menurut Sukidi dalam Surjasa (2011), PIBC adalah pasar beras di Provinsi DKI Jakarta yang dapat menyerap semua jenis beras untuk diperdagangkan sehingga peluang perdagangan komoditas beras masih terbuka luas. Konsumen atau ritel dari FSTJ terdiri atas pasar tradisional (Pasar Jaya) yang jumlahnya 152 pasar di wilayah DKI Jakarta, pasar modern seperti carrefour atau giant, restoran, rumah sakit, instansi negeri maupun swasta, katering dan industri (pabrik). Saham FSTJ merupakan saham gabungan antara pihak Pemda DKI Jakarta, pihak swasta, perorangan dan koperasi. Jumlah permintaan beras umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti perbedaan pendapatan masyarakat, jumlah penduduk dan konsumsi per kapita di suatu wilayah. Perbedaan pendapatan masyarakat akan berpengaruh pada kualitas beras yang diminta, pada akhirnya hal ini akan berpengaruh pada sistem penyaluran beras. Penyaluran beras bagi konsumen di Jakarta dilakukan oleh Dolog DKI Jakarta dan PIBC seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Penyaluran beras di DKI Jakarta oleh Dolog dan PIBC Dolog DKI PIBC Total % penyaluran (ton) Penyaluran Penyaluran Pemasukan Penyaluran (ton) Dolog PIBC (ton) (ton) (ton) Sumber: Perum Bulog Divisi Regional Provinsi DKI Jakarta dan PT. Food Station Cipinang Jaya dalam BPS (2011) Persediaan beras di PIBC pada dasarnya berasal dari pembelian dalam negeri dan pembelian dari luar negeri (impor). Pengadaan dalam negeri dilakukan pada saat panen raya, sedangkan impor dilakukan jika persediaan di PIBC tidak mencukupi. Ini menunjukkan permintaan lebih besar dari penawaran beras di pasaran. Pengadaan dimaksudkan untuk menahan naiknya harga eceran beras di PIBC yang akan berakibat naiknya harga beras di pasar-pasar wilayah DKI Jakarta (Andrida 1993). Berdasarkan hasil penelitian Andrida (1993) tentang keterpaduan pasar, PIBC berfungsi sebagai pusat penyebaran beras ke pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta, juga berfungsi sebagai indikator pengendalian harga bagi Bulog/Dolog Jaya. Daerah sentra produksi yang menjadi sumber pengadaan beras di PIBC adalah Karawang, Cirebon, Bandung, Cianjur, Subang, Serang, Jawa Tengah, dan Jawa Timur seperti terlihat pada Tabel 4. Penyaluran beras dari PIBC sebagian

6 12 besar dipasarkan untuk wilayah DKI Jakarta (di atas 70 persen), sisanya untuk disalurkan ke luar Jakarta. Tangerang merupakan kota terbesar yang menyerap beras dari PIBC untuk penyerapan di luar wilayah Jakarta, disusul oleh Bogor, Bekasi, dan kota-kota di Irian. Penyaluran ini menunjukkan adanya keterkaitan antara Jakarta dengan wilayah sekitarnya dalam hal pendistribusian beras. Tabel 4 Rekapitulasi pemasukan beras dari daerah sentra produksi tahun di PIBC (ton) Asal Karawang Cirebon Bandung Cianjur Jateng Jatim Ex-Dolog Subang Bekasi Serang Pamanukan Lain-lain Jumlah Sumber: PT. Food Station Tjipinang Jaya dalam Andrida (1993) Hasil penelitian Mansyur (2006) juga menunjukkan bahwa PIBC merupakan pusat perdagangan beras di Jakarta. Lebih dari 60 persen kebutuhan beras penduduk DKI Jakarta masuk ke Jakarta melalui PIBC. Pemasok beras ke pasar ini berasal dari berbagai daerah produsen beras di Pulau Jawa seperti Karawang, Cianjur, Cirebon, Bandung, Solo, dan sentra produksi beras lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Tabel 5). Tabel 5 Pemasukan beras ke PIBC berdasarkan daerah asal ( ) Ex dolog Karawang, Cirebon, Pantura, dsk Bandung, Cianjur, dsk Surabaya, Lumajang, Kediri, dsk Ton % Ton % Ton % Ton % Tabel 5 (Lanjutan) Solo, Demak, Pati, dsk Antar Pulau Ex-Impor Jumlah Ton % Ton % Ton % Ton Sumber: PT. Food Station Tjipinang Jaya dalam Mansyur (2006)

7 13 Penelitian Sebelumnya Aspek pasokan/ketersediaan beras dan aspek harga merupakan 2 aspek penting dalam pendistribusian beras di DKI Jakarta. Terkait dengan aspek pasokan beras, Provinsi DKI Jakarta memiliki Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang dikelola oleh PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ). FSTJ/PIBC sebagai pasar utama pemasaran beras diharapkan dapat menjadi pihak yang dapat mengatur dan mengendalikan ketahanan pangan, khususnya untuk komoditas beras di wilayah DKI Jakarta (Surjasa et al. 2011). Menurut Andrida dalam penelitiannya tentang keterpaduan pasar (1993), wilayah sekitar DKI Jakarta yang menjadi pemasok utama ke PIBC adalah Karawang, Subang, Cianjur, dan Serang. Wilayah penerima utamanya selain wilayah Jakarta sendiri adalah wilayah hinterland-nya yaitu Tangerang, Bogor, Serang, dan Bekasi. Berdasarkan alasan tersebut PIBC perlu mengelola pasokan beras baik yang masuk ke PIBC maupun pasokan beras yang ke luar dari PIBC guna menjaga ketersediaan beras. Gandhi (2008) dalam penelitiannya di Kabupaten Cianjur menunjukkan bahwa pola tataniaga beras dari tingkat petani hingga konsumen akhir melibatkan berbagai lembaga tataniaga dalam satu saluran tataniaga. Akibatnya, terjadi perbedaan harga produk yang cukup besar/signifikan antara harga produk yang diterima oleh petani dan harga produk yang dibayarkan oleh konsumen akhir, atau dengan kata lain nilai marjin pemasaran komoditas beras masih tinggi. PIBC sebagai sentra/indikator pemasaran beras perlu mengantisipasi harga beras yang berfluktuasi guna menjaga harga yang dapat terjangkau warga DKI Jakarta. Selain itu, Pemerintah baik Pusat ataupun Daerah juga perlu memastikan kesejahteraan petani dengan memperhatikan harga jual yang diterima oleh petani. Menurut Amadou dan Sanogo (2010), kebijakan stabilisasi harga di Nepal terkait dengan defisit pangan dan ketergantungan negara tersebut terhadap impor, tidak akan berdampak apapun terhadap harga pangan kecuali ada usaha lebih lanjut meningkatkan stok pangan nasional untuk intervensi ketahanan pangan jangka pendek. Dalam jangka panjang, peningkatan infrastruktur transportasi antarnegara akan mengurangi biaya transport dan memberi insentif lebih baik bagi petani dan pelaku usaha perdagangan pangan di negara tersebut. Herdy (2005), menyimpulkan bahwa aliran barang ke Jakarta lebih besar peluangnya berasal dari daerah periphery (pinggirannya) dibanding wilayah lain yang jaraknya lebih jauh. Interaksi cukup kuat terjadi antara Jakarta dengan Kabupaten Tangerang, Bekasi, dan Bogor disusul kemudian dengan Karawang, Serang, Sukabumi, dan Cianjur untuk pergerakan kendaraan. Seperti halnya yang terjadi di Bangkok Thailand, menurut Vagneron (2007) kota tersebut sangat bergantung pada daerah peri-urban untuk pemenuhan kebutuhan pangannya. Bangkok sejak tahun 1990an menjadi pusat konsentrasi penduduk dengan laju urbanisasi yang cukup tinggi sehingga banyak terjadi konversi lahan pertanian untuk kegiatan usaha yang lebih menguntungkan di kota tersebut, namun hal ini berakibat usaha pertanian bergeser ke wilayah hinterlandnya, sehingga di wilayah tersebut terjadi persaingan penggunaan lahan non pertanian dan lahan pertanian dengan sistem pertanian intensif yang seringkali berefek negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hadi (2009) menyebutkan tentang berbagai faktor ikut mempengaruhi aliran perdagangan komoditi di suatu wilayah, diantaranya pendapatan per kapita

8 14 wilayah tujuan, populasi, jarak antar negara, nilai tukar, harga ekspor komoditi di wilayah tujuan, dan ekspor komoditi ke wilayah tujuan satu tahun sebelumnya. Faktor-faktor pada berbagai negara tujuan tersebut berlaku sebagai faktor gravity atau faktor penarik terjadinya aliran perdagangan komoditi dari suatu wilayah pemasok ke titik konsumsi (wilayah tujuan/pengimpor). Faktor penentu besarnya interaksi antara dua wilayah atau lebih ditentukan berdasarkan: (1) jarak antar wilayah yang berinteraksi, dan (2) jumlah penduduk pada wilayah tersebut. Terkait dengan komoditi beras, tidak semua wilayah dapat menghasilkan beras karena faktor geografis dan keadaan alam. Ada satu wilayah yang cocok untuk ditanami padi sehingga ketersediaan beras di wilayah tersebut melimpah (surplus), sedangkan ada wilayah lain yang sebaliknya (defisit). Oleh karena itu terdapat interaksi antara kedua wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan akan beras dalam bentuk hubungan perdagangan antar wilayah yang menjadi sentra produksi beras dengan wilayah konsumen beras. Gravity model dapat digunakan untuk menganalisis hubungan perdagangan antar wilayah tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aliran perdagangan beras ke suatu wilayah adalah PDRB wilayah tujuan, produksi beras di wilayah asal, populasi wilayah tujuan, harga beras di wilayah tujuan, dan biaya transportasi (Winniasri 2007).

KAJIAN DISTRIBUSI BERAS DI WILAYAH DKI JAKARTA MELALUI PASAR INDUK BERAS CIPINANG TATIEK KARTIKA SWARA MAHARDIKA

KAJIAN DISTRIBUSI BERAS DI WILAYAH DKI JAKARTA MELALUI PASAR INDUK BERAS CIPINANG TATIEK KARTIKA SWARA MAHARDIKA KAJIAN DISTRIBUSI BERAS DI WILAYAH DKI JAKARTA MELALUI PASAR INDUK BERAS CIPINANG TATIEK KARTIKA SWARA MAHARDIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Beras di DKI Jakarta Melalui PIBC Pasokan dan Distribusi Beras ke dan dari PIBC Saluran pemasaran dalam perdagangan beras di wilayah DKI Jakarta terdiri dari dua saluran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan pokok rakyat dan visi yaitu pangan cukup, aman dan terjangkau bagi rakyat. Penjabaran dari visi dimaksud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras adalah salah satu sumber makanan pokok masyarakat Indonesia khususnya dan bangsa-bangsa di Asia pada umumnya. Tingkat komsumsi beras nasional relatif lebih tinggi

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan pangan Konsep ketahanan pangan (food security) mulainya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas, kebutuhan pangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, sehingga usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan harus dipenuhi oleh negara maupun masyarakatnya. Menurut Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyangkut kesejahteraan

Lebih terperinci

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN S u t a w i Program Magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang Ketahanan Pangan Dalam UU No. 7/1996 tentang Pangan disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

Andalan Ketahanan Pangan

Andalan Ketahanan Pangan Andalan Ketahanan Pangan Disampaikan pada Workshop Pemantauan Stok Gabah/Beras di Tingkat Penggilingan Surabaya, 4-6 Juli 2012 KETAHANAN PANGAN UU. N0.7/1996 Tentang Pangan Adalah kondisi terpenuhinya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Provinsi DKI sebagai wilayah konsumen yang mencakup 6 kabupaten/kota, yaitu Kepulauan Seribu, Barat, Pusat, Selatan, Timur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh SAMBUTAN SEKRETARIS BADAN KETAHANAN PANGAN PADA ACARA WORKSHOP KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2015 Bali, 25 Juni 2014 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI disampaikan pada : Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian November 2014 OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ketahanan pangan Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai mengemuka saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1)

MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1) 56 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 56-65 Handewi P.S. Rachman et al. MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1) Handewi P.S. Rachman, A.Purwoto, dan G.S. Hardono Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim, sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia, bahwa pada tahun 2010 sektor ini menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Pendahuluan Salah satu komoditas yang memiliki kontribusi besar bagi inflasi Kota Palangka Raya adalah beras. Konsumsi beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi. Apabila pemenuhan pangan tersebut mengalami hambatan maka kegiatan sehari-hari akan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan

Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan Determinant of Food Security and Vulnerability on Sub Optimal Area in South Sumatera Riswani 1 *)

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT Sebagaimana disebutkan di dalam Bab 1, bahwa kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan kronis secara komposit ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang berfungsi sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS Strategi Operasional Bulog Awal Tahun Awal tahun 2007 dibuka dengan lembaran yang penuh kepedihan. Suasana iklim yang tidak menentu. Bencana demi bencana terjadi di hadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beras sebagai salah satu bahan pangan pokok memiliki nilai strategis dan mempunyai pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial politik.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya 255 juta pada tahun 2015, dengan demikian Indonesia sebagai salah satu pengkonsumsi beras yang cukup banyak dengan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu berusaha mencari yang terbaik. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia

Lebih terperinci

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4.1 Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein Keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah salah satu

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan, pada pasal 1 ayat 17, menyebutkan ketahanan pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk besar. Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk besar. Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan nasional, terlebih lagi negara berkembang seperti Indonesia yang berpenduduk besar. Perhatian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia pada umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca Bahan Makanan (NBM) Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Di antara kebutuhan yang lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah sehingga permintaan beras mengalami peningkatan juga dan mengakibatkan konsumsi beras seringkali melebihi produksi. Saat

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci