RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN RAKHMA OKTAVINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN RAKHMA OKTAVINA"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN RAKHMA OKTAVINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN DISERTASI RAKHMA OKTAVINA F SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NAMA NRP PROGRAM STUDI JUDUL : RAKHMA OKTAVINA : F : TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN : RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN KOMISI PEMBIMBING : PROF. DR. IR. SYAMSUL MA ARIF, MEng (Ketua) PROF. DR. IR. ERIYATNO, MSAE (Anggota) DR. IR. ERLIZA HAMBALI, M.S (Anggota) KELOMPOK ILMU INFORMASI : KETEKNIKAN DAN TEKNOLOGI HARI/TANGGAL : SENIN/28 APRIL 2008 WAKTU TEMPAT : WIB : RUANG SIDANG FATETA IPB KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR

4 ABSTRAK RAKHMA OKTAVINA. Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan. Dibimbing oleh M. SYAMSUL MA ARIF, ERIYATNO, ERLIZA HAMBALI. Daya saing usaha mikro dan kecil (UMK) makanan ringan ditentukan oleh kinerja usaha UMK, yang dapat dikelola secara efektif dan efisien jika didukung oleh suatu proses evaluasi kinerja yang optimum. Model evaluasi kinerja dibangun dengan menggunakan pendekatan sistem yang didasarkan prinsip-prinsip manajemen strategi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam untuk mengakuisisi pendapat pakar. Teknik yang digunakan pada penelitian ini antara lain uji validasi dan reliabilitas, OWA Operators, Fuzzy AHP, Balanced Scorecard, Quality Function Deployment, dan Jaringan Syaraf Tiruan. Uji validitas dan reliabilitas terhadap hasil penyebaran kuesioner dilakukan untuk menghasilkan perspektif dan indikator kinerja utama pada UMK, sedangkan OWA Operators untuk menentukan indikator kinerja kunci pada UMK, Alternatif indikator kinerja dan karakteristik teknis dibangun berdasarkan kajian teoritis, observasi lapangan, dan elisitasi pendapat pakar menghasilkan 116 alternatif indikator kinerja UMK. Studi kasus dilakukan pada usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung menghasilkan 46 alternatif indikator kinerja utama UMK makanan ringan dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian dengan OWA Operators menghasilkan 22 indikator kinerja kunci (IKK) dan 10 karakteristik teknis. Pembobotan IKK menggunakan teknik fuzzy AHP dengan pendekatan triangular fuzzy number untuk mengkonversi penilaian yang bersifat linguistik (linguistic label). Prioritas tertinggi yang menunjukkan bobot kepentingan terbesar adalah perspektif lingkungan eksternal, (43,49%), diikuti oleh perspektif lingkungan internal (20,605%), erencanaan strategik (15,89%), pertumbuhan dan pembelajaran (9,09%), proses bisnis internal (5,06%), pelanggan (3,23,23%), dan keuangan (2,64%). Pada level alternatif, pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53,8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62,7%). Pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53,8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62,7%). Pada perspektif rencana strategis bobot prioritas tertinggi adalah indikator kenaikan pendapatan per tahun (68,3%), dan pada perspektif pertumbuhan pembelajaran adalah indikatortingkat kemampuan pekerja (62,7%). Pada perspektif proses bisnis internal bobot prioritas tertinggi adalah indikator bobot prioritas tertinggi adalah indikator banyaknya bahan baku terbuang (45,7%), pada perspektif pelanggan adalan jumlah pelanggan yang dipertahankan per tahun (60,9%), dan pada perspektif keuangan adalah profit perusahaan (62,7%). Nilai prioritas tersebut menggambarkan bobot kepentingan perspektif dan IKK dalam proses pengukuran kinerja. Teknik OWA Operators juga digunakan untuk menentukan skor kepentingan perbaikan IKK, nilai hubungan antara indikator kinerja kunci dengan karakteristik teknis standar, dan nilai hubungan antar karakteristik teknis standar.

5 Teknik Fuzzy AHP juga digunakan untuk menentukan target berdasarkan best practices. Pengolahan data dengan teknik Balanced Scorecard menghasilkan level kinerja UMK. Pengolahan data dengan teknik Quality Function Deployment menghasilkan prioritas perbaikan kinerja UMK dan rekomendasi perbaikannya. Hasil pengukuran kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (rating) UMK dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index atau CPI). Pengolahan data dengan teknik Jaringan Syaraf Tiruan menghasilkan nilai kinerja prediktif pada berbagai perubahan indikator lingkungan eksternal. Model sistem manajemen ahli (SMA) evaluasi kinerja UMK makanan ringan dibangun sebagai fasilitas bagi pengguna dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses evaluasi. Struktur SMA yang diberi nama MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Performance-Evaluation System) terdiri atas sistem manajemen basis data, sistem manajemen babis model, dan sistem manajemen basis pengetahuan. Implementasi model pada UMK pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung menghasilkan level kinerja dan strategi perbaikannya. SMA dilengkapi dengan sistem umpan balik yang didisain dengan berbasis pengetahuan pakar, sehingga evaluasi kinerja dapat dilakukan secara periodik untuk mengetahui posisi level kinerja UMK. Kata Kunci : Usaha mikro dan kecil, model evaluasi kinerja, sistem manajemen ahli, sistem manajemen strategi.

6 ABSTRACT RAKHMA OKTAVINA. Design of Strategic Management Model of Snack s Micro and Small Enterprises Performance Evaluation. Under the direction of SYAMSUL MA ARIF, ERIYATNO, ERLIZA HAMBALI Competitiveness of Micro and Small Enterprises (MSE) depends on total business performance. Those performance could be managed effectively and efficiently if it was supported by an optimal performance evaluation process, that was consisted of measurement and improvement model. The performance evaluation model was developed through strategic management system approach, where experts knowledge were acquired by brainstorming and in depth interview methods. Some of technique utilized were validity and reliability test, Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators, Fuzzy Analytic Hierarchy Process, Balanced Scorecard (BSC), Quality Function Deployment (QFD), and Neural Network. The 116 altenative MSE performance indicators developed by theoretical study, observation, and expert judgment elicitation. Case study on MSE banana chips in Lampung Province provide 46 of MSE principal performance indicators using validity and reliability test. OWA Operators technique extracting the expert judgment provides 22 of key performance indicators (KPI) and 10 standard technical characteristic indicators. Fuzzy AHP was used to conduct the weight of key performance indicators.kpi s priorities selection involve various input in linguistic data format. Based on expert judgment to some perspectives criteria assigns that external environtment perspective is the higest priority (43,49%), followed by internal environment perspective (20,605%), strategic planning (15,89%), growth and learning (9,09%), internal process business (5,06%), customer (3,23,23%), and financial (2,64%). On external environment perspective, the highest priority is production capacity indicator (62,7%). On strategic planning perspective, annual income was the highest priority (68,3%), and for growth and learning perspective the highest priority was capability of employee (62.7%). On internal environment perspective the highest prioritiy was material neglected (45,7%), for customer perspective the highest priority was retained customer on the year (60,9%), dan for financial perspective the highest priority was profitability (62,7%). OWA Operators was used to identify importance of key performance indicator, technical correlations, and relationship between key performance indicator and standard technical characteristic. Fuzzy AHP was also used to conduct the recommendations by determine the best practices in the class. Balanced Scorecard presents the MSE s performance level. Quality Function Deployment (QFD) describes the priority and recommendation scenario of MSE s performance improvement process. Besides, key performance indicators priorities could give the UMK s rating information used Comparative Performance Index (CPI) technique. Neural Network was used to predict MSE s performance level of various of external environtment indicator values. To effectiveness and efficiency purposes, MSE s evaluation model was designed on Expert management System (EMS) structure, and it was entitled MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Performance-Evaluation System). Model implementation described the performance level of MSE s banana chips in Lampung Province and prescribed to the improvement strategies. EMS was equipped by feedback system, so that MSE s performance evaluation process can be done periodically to see MSE s performance level position. Key Word : Micro and small enterprises, evaluation performance model, expert management system (EMS), strategic management system.

7 RINGKASAN Usaha mikro dan kecil pada dasarnya merupakan sebagai salah satu penggerak perekonomian daerah yang mampu memproduksi barang dan jasa yang menggunakan bahan baku utama yang berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam, bakat, dan karya seni tradisional dari daerah setempat. Dalam arah pengembangan usaha mikro dan kecil sebagai penggerak perekonomian daerah (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2002), ditetapkan bahwa lingkup komoditas prioritas yang menempati peringkat pertama adalah usaha makanan ringan, melampai usaha lainnya seperti usaha sutera alam, usaha penyamakan kulit, usaha minyak sawit, usaha pupuk (alam dan organik), usaha garam, usaha genteng, usaha alsintani dan pandai besi, usaha kapal 100 GT, usaha motorisasi kapal nelayan, usaha alat pertanian tradisional, usaha tenun tradisioal, usaha perhiasan, dan usaha anyaman. Salah satu jenis usaha mikro dan kecil makanan ringan yang memiliki prospek sangat potensial untuk dikembangkan adalah usaha pengolahan keripik pisang. Berkembangnya jumlah pelaku usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah karena pengolahan pisang menjadi keripik tidak memerlukan teknologi yang tinggi dan modern sehingga dapat diterapkan pada industri skala kecil dan industri rumah tangga (Hambali et al., 2005) serta ketersediaan bahan baku dan iklim usaha yang mendukung mengingat hingga tahun 2015, keripik pisang masih termasuk dalam kelompok komoditas yang dikembangkan dan mampu memberikan nilai tambah yang cukup besar yaitu kali dibandingkan komoditas pisang tanpa olahan (Departemen Pertanian, 2005). Masalah yang terjadi pada usaha pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan seperti halnya usaha pengolahan keripik pisang adalah masih rendahnya produktivitas, mutu, dan daya saing terhadap kompetitornya. Untuk itu dibutuhkan strategi pengelolaan usaha mikro dan kecil agar mampu mewujudkan suatu hasil yang sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan. Langkah memperhitungkan dan mengevaluasi kondisi dirinya dan faktor lingkungan dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu rencana tindakan ataupun kebijakan dalam mengelola perusahaan adalah suatu bentuk manajemen strategi. Melalui sistem manajemen strategi, perusahaan dapat menterjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran tertentu sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut dengan resiko minimum. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pada berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang terdapat dalam perusahaan serta dasar penentuan strategi perbaikannya, atau lebih dikenal sebagai evaluasi kinerja perusahaan. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan model evaluasi kinerja untuk suatu usaha mikro dan kecil berdasarkan prinsip-prinsip manajemen strategi dengan pendekatan sistem. Model evaluasi kinerja yang dibangun menggunakan pendekatan sistem manajemen strategi yang didasarkan pada sumberdaya, pengetahuan dan resiko. Strategi berbasis sumberdaya dan pengetahuan digunakan untuk mentransformasi data menjadi pengetahuan yang berkaitan dengan proses perbaikan kinerja, sedangkan strategi berbasis resiko dimaksudkan untuk menghadapi ketidakpastian kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Observasi lapangan

8 dibutuhkan untuk proses identifikasi terhadap indikator-indikator kinerja. Pendekatan survey pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai indikator kinerja kunci. Identifikasi indikator kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan mengikuti model manajemen strategis (Hunger dan Wheelen, 2001). Untuk itu dibutuhkan suatu kerangka yang menjadi dasar dalam pengukuran kinerja yang mampu mengakomodir seluruh aspek dalam suatu UMK makanan ringan, meliputi aspek lingkungan eksternal, lingkungan internal, rencana strategis, keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajarn dan pertumbuhan. Faktor-faktor yang terdapat pada variabel tersebut kemudian membentuk hubungan sebab akibat yang pada akhirnya menjadi model dalam evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Pendekatan survei pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam sebuah proses evaluasi kinerja. Untuk menghasilkan model evaluasi kinerja yang efektif dibutuhkan deskripsi skematis sistem melalui interpretasi terhadap variabelvariabel yang terdapat pada perumusan strategi evaluasi kinerja ke dalam konsep kotak gelap (black box) mengikuti alur input, proses, output. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karaktersitik teknis UMK makanan ringan yang telah dilakukan, maka ditetapkan 25 karakteristik teknis kinerja UMK makanan ringan. Dari hasil tersebut dilakukan penentuan karakteristik teknis standar kinerja dilakukan melalui pengujian dengan menggunakan teknik Ordered Weighted Averagng (OWA) Operators sehingga menghasilkan sepuluh (10) karaktersitik teknis yang menjadi standar kinerja UMK makanan ringan, yaitu target penjualan, pencipatan produk baru, pemasaran produk baru, penurunan kesalahan dalam proses, hasil (output) per satuan modal, kemampuan menghasilkan uang, motivasi pemilik perusahaan, pengembangan modal, tanggung jawab terhadap pelanggan, dan penerapan standar kualitas. Identifikasi terhadap indikator dari setiap dimensi yang mempengaruhi kinerja UMK makanan ringan diperoleh dari hasil elaborasi dari studi literatur, obervasi lapangan, dan survey pakar, menghasilkan 116 alternatif indikator kinerja. Hasil uji validasi dan realiabitas menghasilkan 46 indikator, dan dengan mengadakan wawancara mendalam dengan para pakar serta teknik Ordered Weighted Averagng (OWA) Operators diperoleh 22 indikator kinerja kunci (IKK) yang terdistribusi merata pada tujuh perspektif kinerja, dan akan dijadikan dasar dalam pengukuran kinerja UMK makanan ringan yaitu: skala usaha, harga produk relatif terhadap substitusi, kualitas produk, harga produk relatif terhadap kompetitor, pembagian tugas dan wewenang, trasferabilitas, replikabilitas, penambahan pelanggan baru, penuruan biaya produksi/th, peningkatan pendapatan/th, tingkat pertumbuhan penjualan/th, biaya per unit produk, jumlah pelanggan yang dapat dipertahankan/th, tingkat kepuasan pelanggan, kelengkapan atribut produk, jumlah produk baru/th, tingkat kerusakan barang/th, jumlah bahan terbuang/th, tingkat kemampuan pekerja, tingkat motivasi pekerja, dan tingkat pemberdayaan pekerja. Sub model pengukuran kinerja mengikuti kaidah-kaidah teknik Balanced Scorecard. Tahap awal proses pengukuran dimulai dengan penentuan bobot kepentingan dari masing-masing variabel (perspektif), dimensi, indikator kinerja kunci, serta target dengan teknik fuzzy AHP. Bobot ini kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk linguistic label preference fuzzy non numeric. Kedua puluh dua IKK terdistribusi pada perspektif lingkungan eksternal (43,49%), lingkungan internal (20,605%), rencana strategis (15,89%), keuangan (2,64%), pelanggan (3,23%), proses bisnis internal (5,06%),

9 pertumbuhan dan pembelajaran (9,09%). Pada level alternatif, pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53.8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62.7%). Pada perspektif rencana strategis bobot prioritas tertinggi adalah indikator kenaikan pendapatan per tahun (68.3%), dan pada perspektif pertumbuhan pembelajaran adalah indikator tingkat kemampuan pekerja (62.7%). Pada perspektif proses bisnis internal, bobot prioritas tertinggi adalah indikator banyaknya bahan baku terbuang (45.7%), pada perspektif pelanggan adalan jumlah pelanggan yang dipertahankan per tahun (60.9%), dan pada perspektif keuangan adalah profit perusahaan (62.7%). Nilai prioritas tersebut menggambarkan bobot kepentingan perspektif dan IKK dalam proses pengukuran kinerja. Tahap kedua dalam proses pengukuran kinerja dengan teknik Balanced Scorecard adalah menentukan skor indikator kinerja kunci untuk UMK yang menjadi sasaran pengukuran. Penilaian skor tersebut berdasarkan kriteria, yaitu: skor 1 jika indikator kinerja kunci dinilai kurang baik, skor 2 jika indikator kinerja kunci dinilai cukup baik, skor 3 jika indikator kinerja kunci dinilai baik. Skor indikator kinerja kunci pada UMK yang sedang diukur dinilai berdasarkan nilai target maksimum atau minimum yang hendak dicapai, dengan menggunakan nilai yang dikembangkan dari referensi yang berasal dari best practices in the class yang dihasilkan dengan teknik Fuzzy AHP dan elisitasi pendapat pakar. Tahap ketiga adalah penentuan evel perspektif kinerja merupakan nilai yang dihasilkan dalam suatu pengukuran kinerja. Level kinerja ditetapkan untuk masingmasing perspektif kinerja dengan penilaian: jika nilai pengukuran perspektif antara 0 dan 1, 99 maka kinerja perspektif dinilai kurang baik, jika nilai pengukuran perspektif antara 2,00 dan 2,99 maka kinerja perspektif dinilai cukup baik, jika nilai pengukuran perspektif 3,00 maka kinerja perspektif dinilai baik. Sub model perbaikan kinerja UMK dimulai dengan penentuan tingkat hubungan antar karakteristik teknis diperoleh dari elisitasi terhadap pendapat pakar mengikuti kaidah penilaian dengan menggunakan diagram matriks dan pembobotan dengan pendekatan simbol tingkat pengaruh teknis dengan arah, yaitu: nilai 2 berarti berpengaruh kuat positif dari kiri ke kanan, nilai 1 berarti berpengaruh sedang positif dari kanan ke kiri, nilai 0 berarti tidak berpengaruh, nilai -1 berarti berpengaruh sedang negatif dari kanan ke kiri, nilai -2 berarti berpengaruh kuat negatif dari kiri ke kanan. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan teknik OWA Operators, sehingga menghasilkan bobot kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci. Tahap berikutnya adalah penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci dengan karakteristik teknis diikuti dengan penentuan penentuan hubungan antar karakteristik teknis dengan menggunakan matriks korelasi. Urutan tingkat prioritas merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil perhitungan secara sistematis antara nilai hasil hubungan antara indiaktor kinerja kunci (WHATs) dengan karakteristik teknis (HOWs) dan nilai bobot indikator kinerja kunci (WHYs). Nilai prioritas karakteristik teknis (S) disebut juga Importance of The HOWs merupakan nilai yang mengisi kolom-kolom pada pembentukan rumah kualitas. Rekomendasi perbaikan diperoleh berdasarkan kajian teoritis yang dielaborasi dengan pendapat pakar melalui wawancara mendalam (in depth interview) untuk setiap kemungkinan karakteristik teknis yang menjadi prioritas perbaikan. Hasil pengukuran

10 kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (rating) UMK dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index atau CPI). Operasional rekomendasi dielaborasi dengan hasil prediksi terhadap nilai kinerja akibat perubahan nilai indikator-indikator kinerja pada lingkungan eksternal yang bersifat makro dilakukan untuk menghimpun informasi pada berbagai perubahan dari lingkungan eksternal yang berpengaruh terhadap kinerja serta memprediksi tingkat kinerja pada berbagai kondisi lingkungan eksternal dengan menggunakan teknik jaringan syaraf Tiruan (JST). Model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang mengambil studi kasus pada UMK pengolahan keripik pisang juga merupakan bentuk temuan baru dari penelitian ini, sehingga dapat disebut sebagai novalty (kebaruan) dalam beberapa hal, yaitu (1) memberikan manfaat teoritis pengembangan teori pengukuran kinerja dan teori evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil di Indonesia, (2) memberikan manfaat praktis bagi pelaku usaha mikro dan kecil makanan ringan dalam penentuan strategi evaluasi kinerja usaha, dan (3) sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam upaya pengem- bangan usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia, dengan memanfaatkan teori evaluasi kinerja maupun sistem majamen ahli yang telah dihasilkan. Model evalusai kinerja UMK makanan ringan yang didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen strategi menghasilkan suatu proses evaluasi kinerja berkelanjutan yang dapat dilakukan secara periodik dengan umpan balik untuk mengetahui peningkatan level kinerja UMK pada setiap periode proses pengukuran dan perbaikan kinerja UMK. Selain itu perubahan dapat dilakukan secara interaktif untuk mengetahui perubahan tingkat kinerja akibat perubahan indikator yang bersifat dinamis, terutama yang berasal dari lingkungan eksternal. Model evaluasi kinerja dibangun dalam bentuk sistem manajemen ahli (SMA). SMA dirancang dalam bentuk paket program komputer dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6. Penggunaan bahasa pemrograman ini didasarkan pertimbangan bahwa bahasa pemrograman tersebut cukup sederhana dan bersifat user friendly. SMA dirancang atas tiga bangunan komponen utama, yaitu Data Based Management System (DBMS), Model Based Management System (MBMS), Knowledge Based Management System (KBMS), serta Dialog Management System (DMS). Sistem manajemen ahli evaluasi kinerja UMK makanan ringan diberi nama MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Perfomance Evaluation System). Pada menu utama terdapat pilihan yaitu: home, identifikasi, pembobotan, evaluasi, estimasi, peringkat, dan informasi. SMA dilengkapi dengan sistem umpan balik yang didisain dengan berbasis pengetahuan pakar, sehingga evaluasi kinerja dapat dilakukan secara periodik untuk mengetahui posisi level kinerja UMK. Untuk keperluan verifikasi model manajemen strategi evaluasi kinerja dipilih usaha mikro dan kecil (UMK) makanan ringan keripik pisang yang tersebar di lima Kabupaten/Kotamadya di Propinsi Lampung, yaitu Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kotamadya Bandar Lampung, Kabupeten Lampung Tengah, dan Kabupaten Tulang Bawang. Pemilihan ini didasarkan pada potensi pengembangan yang sangat baik dari UMK makanan ringan keripik pisang di Indonesia, dan merupakan salah satu program pengembangan UMK sebagai penggerak perekonomian daerah yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian. Berdasarkan hasil verifikasi model pengukuran dan perbaikan kinerja yang dilakukan, logika model telah cukup sesuai

11 dengan kondisi di lapangan. Semua indikator kinerja kunci yang terpilih mampu merepresentasikan kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan, dapat diukur dan diperbaiki secara intensif, sesuai dengan karakteristik teknis standar yang tersedia. Metode pengumpulan data dan teknik pengolahan data yang digunakan dalam proses evaluasi kinerja telah mampu menghasilkan proses pengukuran dan perbaikan kinerja UMK makanan ringan yang komprehensif dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penentuan validasi hasil dari model dilakukan melalui wawancara mendalam (in depth interview) terhadap pakar sehingga diperoleh expert judgment. Proses formal yang terjadi pada validasi dengan teknik kualitatif dikenal sebagai face validation (Illgen 2002, Pace, 2003). Personel penilai meliputi kelompok penilai umum yang terdiri atas pengembang dan pengguna model (UMK pengolahan keripik pisang), kelompok pakar yang menguasai materi kajian yang berkaitan dengan sistem, proses, dan operasi model, kelompok pakar yang menguasai masalah keteknikan yang sesuai dengan model yang dibangun, dan kelompok peer reviewer (Kementrian Usaha Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Usaha Kecil, dan HIPKI). Pada validasi model pengukuran kinerja UMK dilakukan penilaian pembandingan antara kondisi kinerja usaha sesungguhnya dengan hasil nilai hasil pengukuran kinerja berdasarkan model yang dibangun dengan menggunakan metode in depth interview. Pada proses perbaikan kinerja dilakukan perbandingan mengenai kondisi faktor-faktor usaha yang sesungguhnya dengan hasil penilaian dan rekomendasi perbaikan yang disarankan. Proses validasi diwarnai dengan proses perbaikan terhadap model evaluasi kinerja UMK. Perbaikan meliputi penyusunan ulang penggolongan perspektif, kriteria, dan indikator kinerja, perubahan alat pengujian (tools) yang lebih tepat, konsultasi ulang dalam penentuan bobot kepentingan indikator kinerja kunci, dan konsultasi ulang dalam penentuan rekomendasi perbaikan. Hasil akhir menunjukkan bahwa secara umum pakar yang terlibat menyatakan bahwa model telah dapat merepresentasikan sistem evaluasi kinerja UMK makanan ringan keripik pisang. Berdasarkan kompetensi seluruh pakar yang dilibatkan pada penilaian sejumlah kriteria dalam pengukuran dan perbaikan kinerja, diharapkan validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.

12 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di akhir Disertasi ini. Bogor, 2008 Rakhma Oktavina NIM F

13 Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

14 RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN RAKHMA OKTAVINA Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

15 Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. Penguji pada Ujian Terbuka: Prof.Dr.Ir. Bambang Pramudya Noorachmat, M.Eng. Dr. Ir. B.S. Kusmulyono, MBA.

16 Judul Disertasi Nama NIM : Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan : Rakhma Oktavina : F Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma arif, M.Eng Ketua Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Anggota Dr. Ir.Erliza Hambali, M.S Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S. Tanggal Ujian : 05 Agustus 2008 Tanggal Lulus :

17 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Judul disertasi ini adalah Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma arif, M.Eng. sebagai ketua komisi pembimbing, kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE dan Ibu Dr. Ir. Erliza Hambali, MS, selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Gunadarma Jakarta, Dekan Fakultas Teknologi Industri, Ketua Jurusan Teknik Industri beserta staf Jurusan Teknik Industri Universitas Gundarma Jakarta. 2. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian, serta seluruh staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian. 3. Pengelola BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas dukungan dana beasiswa yang telah diberikan. 4. Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Propinsi Lampung, Kepala Dinas Koperasi dan Penanaman Modal Kotamadya Bandar Lampung, Kepala Dinas Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Lampung Selatan, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Tanggamus, Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Tulang Bawang, dan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Lampung Tengah. 5. Para pengusaha pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung, Bapak Dr. Ir. Dedy Mulyadi, Bapak Ir. B. Agung Resyanto, MM., Bapak Dean Novel, SE, MM., atas segala masukannya dan berbagi pengetahuan dan kepakaran dalam hal evaluasi kinerja, manajemen strategis, dan usaha mikro dan kecil, sehingga memperkuat hasil penelitian ini. 6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya Program Studi Teknologi Industri Pertanian khususnya angkatan 2004, terima kasih atas dorongan moril, apresiasi, dan kerjasamanya selama ini. 7. Ayahanda H. Nizom Habdi dan ibunda Hj. Marfuah, Bapak Letkol (Purn) Mohadi dan Ibunda Hj. Sri Indriawati, atas do a, nasehat, dan bimbingan yang tiada henti kepada penulis. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis persembahkan kepada suami tercinta Ir. Rudhi Setyawan, anak-anakku terkasih Nabila Sania Setyarahma dan M. Nabiel Rayhan Falaah, atas segala pengertian, kesabaran, dan dorongan yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu tetapi tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal. Bogor, 2008

18 RIWAYAT HIDUP Rakhma Oktavina Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 29 Oktober 1973, sebagai anak ke 6 dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda H. Nizom Habdi dan Ibunda Hj. Marfuah. Pendidikan sarjana penulis diselesaikan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung pada tahun 1996, dan Program Magister diselesaikan di Jurusan Teknik Manajemen Industri Institut Teknologi Bandung pada tahun Tahun 2004 penulis menjadi mahasiswa Program Doktor Jurusan Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor dengan biaya dari Program BPPS. Penulis menjadi statf pengajar di Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti Jakarta dari tahun Bulan Juni tahun 2000 sekarang penulis menjadi staf pengajar tetap di Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma Jakarta. Tahun 2001-sekarang penulis dipercaya sebagai Kepala Laboratorium Teknik Industri Dasar Universitas Gunadarma. Tahun 1999 penulis menikah dengan Ir. Rudhi setyawan, hingga kini dikaruniai dua orang anak, Nabila Sania setyarahma (8,5 th) dan M. Nabiel Rayhan Falaah (4,5 th). Sebagai media menambah wawasan yang relevan dengan bidang kajian penelitian S 3, penulis bergabung dalam tim kajian upaya peningkatan kinerja diklat kerja, diklat teknis, dan diklat fungsional Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang (tahun ), dan berkesempatan memperoleh dana Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, untuk kategori Penelitian Dosen Muda dengan judul Model Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Propinsi Lampung (tahun 2006). Selama menjalani pendidikan S 3, penulis telah menghasilkan beberapa artikel ilmiah yang telah dipublikasikan. Karya ilmiah berjudul Penentuan Indikator Kinerja Kunci Berdasarkan Sistem Manajemen Strategi Pada Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Keripik Pisang telah dipublikasikan dalam jurnal terakreditasi Ekonomi dan Komputer Universitas Gunadarma pada tahun Karya ilmiah yang berjudul Key Performance Indicator Based on External and Internal Environtments of Micro and Small Enterprises in Lampung Province dipresentasikan pada International Seminar on Industrial Engineering and Management (ISIEM) 2007 di Jakarta. Karya ilmiah lain yang berjudul Penentuan Prioritas Indikator Kinerja Kunci Berdasarkan Sistem Manajemen Strategi Pada Usaha Mikro dan Kecil (Studi Kasus Pada UMK Keripik Pisang di Propinsi Lampung) telah disajikan pada Seminar Nasinal Perencanaan Sistem Industri (SNPSI) 2008 di Institut Teknologi Bandung. Makalah yang berjudul Sistem manajemen Ahli Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan telah disajikan pada Seminar Nasional Badan Kerjasama Pendidikan Tinggi Teknik Industri Indonesia (BKSTI) 2008 di Universitas Hasanuddin, Makassar. Artikel lain yang berjudul Rancang Bangun Model Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan akan diterbitkankan pada jurnal teakreditasi di Jurusan Teknik Industri, Institut Pertanian Bogor.

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan perekonomian nasional menuntut perusahaan harus mampu melakukan penciptaan nilai (value creation), dengan cara mengelola sumberdaya berupa aktiva berwujud (tangible assets) maupun aktiva tak berwujud (intangible assets) melalui pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Huseini (1999), dari pengetahuan inilah daya saing perusahaan dapat diwujudkan, karena pada akhirnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang unggul akan selalu bertumpu pada strategi berbasis sumberdaya (resource-based strategy) dan strategi berbasis pengetahuan (knowledge-based strategy). Keberhasilan perusahaan dalam persaingan membutuhkan suatu strategi yang mampu menyesuaikan antara aktivitas perencanaan dan pengendalian (Yuwono et al., 2004). Menurut Kaplan dan Norton (1996), pengelolaan strategi dibutuhkan dalam rangka meminimasi resiko yang harus dihadapi oleh perusahaan pada saat mengambil suatu keputusan, atau dikenal sebagai manajemen strategi. Melalui sistem manajemen strategi, perusahaan dapat menterjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran tertentu sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut dengan resiko minimum, yang oleh Gilad (2004) disebut sebagai strategi berbasis resiko (Risk Strategy). Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pada berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang terdapat dalam perusahaan, atau lebih dikenal sebagai kinerja perusahaan. Menurut Younker (1993), perencanaan kinerja yang efektif meliputi tiga proses utama, yaitu pengukuran status kinerja awal, perencanaan perbaikan kinerja yang didasarkan pada strategi dan taktik, dan pengukuran status kinerja setelah perbaikan. Upaya perbaikan terhadap berbagai indikator yang terdapat dalam aspek kinerja bukan hanya berasal dari lingkungan internal tetapi juga berasal dari lingkungan eksternal perusahaan, sehingga dalam penentuan indikator kinerja perusahaan, skala usaha menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan. Istilah usaha mikro dan kecil, usaha menengah serta usaha besar memiliki beberapa dasar pembeda. Dari ketiga kelompok usaha tersebut, usaha mikro dan kecil (UMK)

20 2 merupakan kelompok yang mendominasi aktivitas kewirausahaan (Heryadi, 2004). Berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun 2006 (BPS, 2007), sebagian besar merupakan usaha mikro (UM) dan usaha kecil (UK) dengan persentase masingmasing 83,43 persen dan 15,84 persen atau total usaha mikro dan kecil menjadi 99,2 persen. Sedangkan jumlah perusahaan yang merupakan usaha menengah dan besar (UMB) hanya 166,4 ribu atau tidak lebih dari satu persen terhadap seluruh perusahaan/usaha, dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 84,4%. Tetapi jumlah yang besar tersebut umumnya belum diikuti dengan kinerja usaha yang tinggi. Beberapa permasalahan pokok masih dihadapi oleh usaha mikro dan kecil (UMK). Produktivitas usaha dan tenaga kerja belum menunjukkan kenaikan yang berarti. Hal ini masih mengakibatkan ketimpangan yang besar antara usaha mikro, kecil, menengah, dan besar. Atas dasar harga berlaku tahun 2005, produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil adalah sebesar Rp14,6 juta dan usaha menengah sebesar Rp67,8 juta, dan produktivitas per tenaga kerja usaha besar telah mencapai Rp482,5 juta. Usaha mikro dan kecil pada dasarnya merupakan salah satu penggerak perekonomian daerah yang mampu memproduksi barang dan jasa yang menggunakan bahan baku utama yang berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam, bakat, dan karya seni tradisional dari daerah setempat (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2002). Usaha mikro dan kecil dalam perekonomian domestik semakin meningkat terutama setelah krisis Usaha mikro dan kecil mempunyai potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Usaha mikro bersama usaha kecil juga mampu bertahan menghadapi goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun Indikatornya antara lain, serapan tenaga kerja antara kurun waktu sebelum krisis dan ketika krisis berlangsung tidak banyak berubah, dan pengaruh negatif krisis terhadap pertumbuhan jumlah usaha mikro dan kecil lebih rendah dibanding pengaruhnya pada usaha menengah dan besar. Lebih jauh lagi, usaha mikro dan usaha kecil telah berperan sebagai penyangga (buffer) dan katup pengaman (safety valve) dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menyediakan alternatif lapangan pekerjaan bagi para pekerja sektor formal yang terkena dampak krisis.

21 3 Dari sisi kontribusi terhadap pendapatan nasional, pada tahun 2005 peran UMK terhadap penciptaan produk domestik bruto nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp ,06 triliun atau 53,54%, kontribusi usaha kecil tercatat sebesar Rp ,34 triliun atau 37,82% dan UMK sebesar Rp. 437,72 triliun atau 15,72% dari total PDB nasional, selebihnya adalah usaha besar yaitu Rp ,90 triliun atau 46,46%. Sedangkan pada tahun 2006, peran UMK terhadap penciptaan produk domestik bruto nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp ,75 triliun atau 53,28% dari total PDB nasional mengalami perkembangan sebesar Rp. 287,68 triliun atau 19,29% dibanding tahun Kontribusi UK tercatat sebesar Rp ,65 triliun atau 37,67% dan UMK sebesar Rp. 521,09 triliun atau 15,61%, selebihnya sebesar Rp ,45 triliun atau 46,72% merupakan kontribusi usaha besar. Dalam arah pengembangan usaha mikro dan kecil sebagai penggerak perekonomian daerah ditetapkan bahwa lingkup komoditas prioritas meliputi: (1) usaha makanan ringan, (2) usaha sutera alam, (3) usaha penyamakan kulit, (4) usaha minyak sawit, (5) usaha pupuk (alam dan organik), (6) usaha garam, (7) usaha genteng, (8) usaha alsintani dan pandai besi, (9) usaha kapal 100 GT, (10) usaha motorisasi kapal nelayan, (11) usaha alat pertanian tradisional, (12) usaha tenun tradisioal, (13) usaha perhiasan, (14) usaha anyaman (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003). Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi cukup besar dalam pengembangan usaha mikro dan kecil, terutama untuk industri makanan ringan dengan orientasi pasar antar daerah maupun ekspor (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2002). Hal ini karena Propinsi Lampung memiliki potensi ketersediaan bahan baku serta adanya iklim usaha yang mendukung bagi terselenggaranya ekonomi kerakyatan. Salah satu jenis usaha mikro dan kecil makanan ringan yang memiliki prospek sangat potensial untuk dikembangkan di Propinsi Lampung adalah usaha pembuatan kripik pisang. Usaha pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung tersebar pada beberapa daerah sentra produksi, seperti di kotamadya Bandar Lampung, Kabupetan Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tulang Bawang, dan Kabupaten Lampung Tengah (Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung, 2004). Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat mengingat pisang memang merupakan salah satu komoditas

22 4 unggulan Propinsi Lampung (Kementrian Ristek dan Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2003). Berkembangnya jumlah pelaku usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah karena pengolahan pisang menjadi keripik tidak memerlukan teknologi yang tinggi dan modern. Oleh karena itu industri ini dapat diterapkan pada industri skala kecil dan industri rumah tangga (Hambali et al., 2005). Sebab lainnya adalah ketersediaan bahan baku dan iklim usaha yang mendukung mengingat berdasarkan program pengembangan industri pisang yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian (2005), menunjukkan bahwa hingga tahun 2015, keripik pisang masih termasuk dalam kelompok komoditas yang dikembangkan dan mampu memberikan nilai tambah yang cukup besar yaitu kali dibandingkan komoditas pisang tanpa olahan. Masalah yang terjadi pada usaha pengembangan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung adalah masih rendahnya produktivitas, mutu, dan daya saing terhadap kompetitornya. Hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan usaha mikro dan kecil tersebut untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki dan mengelola lingkungan bisnis internal maupun eksternalnya berdasarkan pada prinsip-prinsip manajemen strategi. Menurut Anderson (1982) di dalam Tambunan (2002), salah satu faktor utama penyebab berkurangnya peranan usaha mikro dan kecil di negara-negara dengan tingkat pendapatan yang tinggi adalah akibat pergeseran fungsi konsumsi masyarakat. Selain itu sesuai teori Engel, kelompok masyarakat kaya cenderung membelanjakan sebagian besar dari pendapatan mereka untuk membeli barang-barang non-makanan yang sebagian besar adalah barang-barang impor atau produk-produk dalam negeri buatan usaha menengah dan besar, yang lebih baik kualitasnya, lebih indah bentuk dan warnanya, lebih bagus penampilannya, dibandingkan barang-barang serupa buatan industri kecil. Apabila teori Engel ini memang terbukti berlaku, maka diperlukan strategi pengelolaan oleh UMK agar dapat bertahan dalam persaingan. Selanjutnya karena daya saing UMK ditentukan oleh kinerja usahanya, maka dibutuhkan suatu model evaluasi kinerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen strategi.

23 5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) Merancang model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil (UMK) makanan ringan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen strategi, (2) Merancang sistem manajemen ahli dalam mengevaluasi kinerja suatu usaha mikro dan kecil makanan ringan berbasis pada strategi sumberdaya, pengetahuan, dan risiko. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk keperluan pengembangan usaha mikro dan kecil di Lampung, khususnya pada sektor industri makanan ringan. Verifikasi dan validasi model evaluasi kinerja dilakukan pada salah satu UMK makanan ringan yaitu usaha pengolahan keripik pisang, dilakukan pada beberapa daerah sentra produksi, yaitu Kotamadya Bandar Lampung, Kabupetan Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupen Tulang Bawang, dan Kabupaten Lampung Tengah. Model evaluasi kinerja dibangun dengan menggunakan pendekatan sistem manajemen strategi yang terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah studi pendahuluan yang bertujuan untuk mengidentifikasi indikator kinerja yang dianggap penting dari suatu UMK makanan ringan. Tahap kedua adalah penggunaan strategi berbasis sumberdaya dan pengetahuan yang bermanfaat dalam mentransformasikan data mengenai karakteristik teknis standar dan indikator kinerja kunci dengan menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators. Pada tahap ini juga dilakukan penentuan bobot kepentingan indikator kinerja kunci yang didasarkan pada teknik Proses Hirarki Analitik yang bersifat fuzzy (Fuzzy Analytical Hierarchy Process) untuk memperoleh informasi tentang indikator yang harus diperbaiki, tingkat hubungan indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis. Tingkat kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci dan alternatif rekomendasi perbaikan kinerja diolah dengan teknik OWA Operators. Tahap ketiga adalah perancangan model evaluasi kinerja. Model pengukuran kinerja menggunakan teknik Pengukuran yang Berimbang (Balanced Scorecard).

24 6 Selain itu dilakukan penetapan target level kinerja dengan menggunakan metode benchmarking dan teknik Fuzzy Analytical Hierarchy Process. Model perbaikan terhadap indikator kinerja UMK pengolahan keripik pisang dilakukan dengan menggunakan teknik Penyebaran Fungsi Kualitas (Quality Function Deployment - QFD). Penggunaan strategi berbasis risiko dilakukan melalui perancangan model pemeringkatan (rating) UMK dan deteksi dini level kinerja UMK. Model pemeringkatan menggunakan teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index CPI) untuk mengetahui kondisi UMK saat ini dan mengelola (mengatasi) resiko yang telah terjadi. Model deteksi dini dilakukan melalui penentuan level kinerja UMK pada berbagai kondisi lingkungan eksternal yang dinamis dengan menggunakan teknik Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Deteksi dini ditujukan untuk mengelola (mencegah) resiko yang belum terjadi. Kedua pendekatan tersebut ditujukan untuk menghasilkan informasi yang akurat tentang berbagai indikator kinerja UMK makanan ringan dan sebagai input penentuan tingkat kinerja optimum. Implementasi model dilakukan terhadap usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang untuk mengetahui apakah model dapat bekerja pada level unit usaha. Manfaaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat ilmiah bagi pengembangan teori evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia melalui deskripsi indikator dan integrasi teknik perbaikan kinerja yang mampu memberikan evaluasi kinerja secara optimum. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi pelaku usaha mikro dan kecil makanan ringan dalam penentuan strategi evaluasi kinerja usahanya, serta sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam upaya pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia. Landasan Konseptual Strategi merupakan alat penting dalam rangka mencapai keunggulan bersaing. Strategi juga merupakan suatu rencana yang disatukan, menyeluruh, dan terpadu,

25 7 untuk menjamin pencapaian tujuan perusahaan (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997; Blocher et al., 1999). Keberhasilan organisasi mengelola kinerja yang berbasis pada sumberdaya yang dimilikinya dapat dicapai apabila kombinasi perencanaan strategi yang baik dengan pelaksanaan strategi yang baik pula. Untuk itu pengetahuan mengenai manajemen strategi yang berkaitan dengan kinerja usaha dibutuhkan dalam rangka optimalisasi sumberdaya untuk mencapai kinerja bisnis yang efektif dalam lingkungan yang berubah (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997), karena lingkungan (eksternal) merupakan faktor kontekstual penting yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan (Hamel dan Prahalad, 1990; Child, 1997). Untuk menjaga kesiapan UMK dalam menghadapi perubahan lingkungan eksternal yang bersifat makro, perlu dilakukan deteksi dini (peramalan) terhadap level kinerja UMK pada berbagai kondisi lingkungan eksternal yang dinamis dilakukan dengan menggunakan prinsip manajemen strategi berbasis resiko. Menurut Gilad (2004), dengan melakukan deteksi dini maka perusahaan dapat menjalankan strateginya dengan resiko minimum. Dengan kata lain, kesesuaian antara lingkungan organisasi dan strategi akan berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi (Kelly, 1993). Proses manajemen strategi meliputi empat elemen dasar, yaitu (1) pengamatan lingkungan (eksternal dan internal), (2) perumusan strategi, (3) implementasi strategi, (4) evaluasi dan pengendalian (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997). Variabel lingkungan eksternal terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan tugas, sedangkan variable lingkungan internal terdiri atas struktur, budaya dan sumberdaya perusahaan. Kedua variabel tersebut memiliki hubungan dengan strategi perusahaan dalam tujuan meningkatkan kinerjanya. Variabel lingkungan eksternal terdiri atas variabel-variabel di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Lingkungan internal terdiri atas variabel-variabel yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak (Gupta dan Govindarajan, 1999; Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997). Menurut Wheelen dan Hunger (1992), lingkungan eksternal terdiri atas dua bagian, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Lingkungan sosial merupakan

26 8 kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek tetapi sering kali dapat mempengaruhi keputusan jangka panjang, yaitu kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan hukum-politik, kekuatan sosio-kultural. Kekuatan hukum-politik dan sosio-kultural merupakan kekuatan yang bersifat sensitif sehingga tidak termasuk dalam kapasitas pengkajian penelitian. Lingkungan kerja meliputi elemen-elemen atau kelompok-kelompok yang berpengaruh langsung kepada perusahaan dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh perusahaan, yaitu pemerintah, komunitas lokal, pemasok, pesaing, pelanggan, kreditur, tenaga kerja/serikat buruh, kelompok kepentingan khusus, dan asosiasi perdagangan. Variabel-variabel dari lingkungan internal meliputi struktur, budaya, dan sumberdaya organisasi. Struktur adalah cara bagaimana perusahaan diorganisasikan berkenaan dengan komunikasi, wewenang, dan arus kerja. Budaya adalah pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Sumberdaya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi, meliputi keahlian, kemampuan, dan bakat manajerial. Pada tahap perencanaan strategi akan dijabarkan strategi pilihan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi ke dalam sasaran-sasaran strategis, dengan didasarkan pada hasil pengamatan terhadap lingkungan eksternal maupun internal, karena perumusan strategi yang dimulai dengan analisis lingkungan tidak dapat dipisahkan dari proses perencanaan strategi perusahaan atau pada unit bisnis (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997). Penjaminan terhadap pencapaian kinerja yang baik membutuhkan suatu proses evaluasi kinerja. Menurut Kaplan dan Norton (1996) evaluasi terhadap kinerja dapat diawali dengan melakukan pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Tahap selanjutnya dari proses evaluasi kinerja adalah tahap perbaikan (improvement). Menurut Cohen (1995) dan Dale (1995), untuk memastikan bahwa kebutuhan dan keinginan stake holder dapat terpenuhi dalam proses perbaikan kinerja, maka dibutuhkan proses perbaikan yang berfokus pada stake holder dan bermula dari suara stake holder tersebut.

27 9 Teori Kinerja berbasis strategi (Anthony dan Dearden, 1976; Younker, 1993; Bernadin R, 1993, Kaplan dan Norton, 1996) Teori Umum (Grand Theory) Teori perbaikan (improvement) dengan fokus strategi pada pengguna dan penentuan prioritas perbaikan. (Cohen, 1995; Dale, 1995) Teori Antara (Middle Range Theory) Teori Strategi Teori Strategi Berbasis Sumberdaya (Resource-based strategy) dan Strategi Berbasis Pengetahuan (Knowledge-based strategy) (Tiwana, 2000, Huseini, 1999) Teori Teknik Aplikasi Teori Strategi Berbasis Resiko (Risk Strategy) (Gilad, 1995; Simon, 1998) Teori Manajemen Strategi Teori Lingkungan Internal Teori Lingkungan Eksternal Teori Perencanaan Strategis (Jauch dan Glueck, 1992; Wheelen dan Hunger, 1992; Christoper dan Thor, 1993; Hamel dan Prahalad, 1990; Gupta dan Govindarajan, 1994; David, 1998) Teori Peramalan Kinerja (Haykin, 1994, Marimin, 2005) Teori yang Menunjang Sistem Manajemen Strategi Teori Pengukuran dan Perbaikan Kinerja Berbasis Sistem Manajemen Strategi Teori Sistem Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Gambar 1. Landasan Konseptual Teori Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Keterangan: Alur Landasan Teori dalam Penelitian Arus Balik yang Memprakarsai Teori

28 10 Berdasarkan uraian terdahulu dapat dikatakan bahwa kesesuaian antara lingkungan dan rencana strategik akan berpengaruh terhadap perspektif kinerja perusahaan dan proses pengukuran serta perbaikan yang tepat diharapkan dapat menjadi dasar evaluasi kinerja yang optimum. Keterkaitan antara lingkungan, rencana strategik, perspektif kinerja, proses pengukuran dan perbaikan kinerja dapat dilihat pada Gambar 1. Dari gambar tersebut diperoleh suatu pemikiran baru, yaitu bahwa teori pengukuran kinerja yang didasarkan pada teknik pengukuran berbasis strategi (Balanced Scorecard), apabila delaborasi dengan berbagai pendekatan dari teori manajemen strategi diharapkan dapat menghasilkan teori pengukuran kinerja yang mampu menggambarkan secara komperensif level kinerja dari suatu UMK. Apabila teori pengukuran kinerja tersebut diintegrasikan dengan teori perbaikan kinerja yang juga berbasis strategi, diharapkan mampu menghasilkan teori evaluasi kinerja baru, yaitu evaluasi kinerja berbasis manajemen strategi.

29 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Sistem Pendekatan sistem selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Menurut Eriyatno (2003), sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Sedangkan menurut Simatupang (1995), terminologi sistem dari sudut pandang rekayasa adalah suatu proses masukan (input) yang ditransformasikan menjadi keluaran (output) tertentu. Hal ini bersesuaian dengan prinsip dasar manajemen sebagai suatu aktivitas yang dapat mentransformasikan sumberdaya (input) menjadi hasil yang dikehendaki (output) secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi dari strategi sistem yang direkayasa. Metodologi ilmu sistem dinilai sangat erat dengan prinsip dasar manajemen melalui metode penyelesaian masalah yang terdiri atas lima tahapan proses, yaitu (1) analisis sistem, (2) rekayasa model, (3) implementasi rancangan, (4) implementasi model, dan (5) operasi sistem. Manfaat metodologi sistem adalah untuk mendapatkan suatu gugus alternatif sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi. Dilihat dari struktur, maka pendekatan kesisteman berbeda dengan pendekatan agregasi dimana bagian-bagian dijumlahkan sehingga paling tidak satu elemen tidak berhubungan dengan elemen yang lainnya. Operasi dan elemen-elemen yang biasanya disebut sebagai sifat transformatif harus dispesifikasikan secara terperinci untuk menghubungkan input dengan output (Gambar 2). input PROSES TRANSFORMASI output Gambar 2. Konsep Transfromasi dalam Pendekatan Sistem (Eriyatno, 2003)

30 12 Analisis sistem dilakukan melalui enam tahapan, antara lain adalah (1) analisa kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, dan (6) penentuan kelayakan finansial. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan suatu langkah awal yang harus dilakukan dalam mengkaji suatu sistem. Pada tahap ini dilakukan identifikasi kebutuhan setiap komponen yang terkait dalam sistem sehingga tercipta suatu sistem yang dapat menciptakan keharmonisan seluruh komponen yang terlibat di dalamnya. Pada tahap ini juga terjadi interaksi antara respon yang timbul dari pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Metoda pengambilam data pada analisis sistem dapat berasal dari hasil survey, pendapat pakar, observasi lapang, dan lain sebagainya. Formulasi Masalah Formulasi masalah merupakan tahap setelah penentuan informasi secara terperinci yang telah dihasilkan melalui identifikasi sistem dilakukan secara bertahap (Eriyatno, Pada tahap ini juga perlu diformulasikan dalam suatu pernyataan tentang bagaimana sistem yang dimaksud dapat bekerja agar memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk menentukan output dan kriteria proses berjalannya sistem secara spesifik guna mencapai kondisi yang optimal. Hasil rumusan masalah kemudian didefinisikan sebagai gugus kriteria tingkah laku sistem untuk kemudian dilakukan evaluasi. Identifikasi Sistem Menurut Eriyatno (2003), identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan

31 13 tersebut. Tahap identifikasi sistem juga dapat diartikan sebagai proses transformasi input menjadi output. Input terdiri atas dua kategori, yaitu input yang berasal dari luar sistem atau biasa disebut sebagai input lingkungan, dan input yang berasal dari dalam sistem itu sendiri. Disamping itu output juga dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu output yang dikehendaki yang merupakan pemenuhan dari analisis kebutuhan dan output yang tidak dikehendaki yang merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan oleh sistem. Jika sistem menghasilkan output yang tidak dikehendaki, maka input terkendali dapat ditinjau kembali melalui kontrol manajemen. Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap perilaku sistem yang sedang dikaji. Identifikasi sistem dapat direpresentasikan dalam bentuk diagram input-output. Identifikasi sistem menggunakan konsep black-box untuk menyatakan transformasi sebagai kotak gelap yang mewakili pengelompokan dari perincian-perincian karena ahli sistem tidak ingin terlibat lebih mendalam atau karena tidak berkemampuan untuk menembus berbagai batasan kotak gelap. Suatu kotak gelap sebenarnya adalah sebuah sistem dari detail-detail (perincian) yang tidak terhingga yang mencakup struktur-struktur terkecil yang paling mikro. Karakter dari kotak gelap dengan demikian adalah behavioristic (tinjauan sikap). Transformasi kotak gelap dapat diketahui melalui tiga cara: 1. Melalui spesifikasi. Apabila observasi telah dipahami betul, maka spesifikasi untuk operasi dapat ditimbulkan oleh yang lain, misalnya melalui katalog atau buku standar. Pada tingkat ini, kemampuan kotak gelap ini jelas didefinisikan sebagai transformasi. 2. Melalui analogi, kesepadanan dan modifikasi. Disini kita akan dituntut oleh deskripsi teoritis, atau spesifikasi teknis untuk bagian-bagian dari prosesproses. Meskipun transformasi yang diusulkan oleh teori-teori umum tidak begitu cocok oleh kotak gelap yang khusus, namun seringkali teori dapat dimodifikasi dengan usaha yang tidak banyak daripada mulai dari awal. 3. Melalui observasi dan percobaan. Apabila tidak diketahui sama sekali tentang kotak gelap tersebut, ahli sistem tidak punya pilihan selain melakukan percobaan. Hal ini dikerjakan dengan melakukan observasi

32 14 beberapa kombinasi dari input dan output; kemudian mencatatnya secara berurutan, dan mencoba mendeduksi hubungan-hubungan apa yang mungkin untuk menjelaskan apa yang dipelajari. Perancangan kotak gelap (black box) terdiri atas (1) peubah-peubah input, (2) peubah-peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Peninjauan terhadap kotak gelap memerlukan informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu peubah input, peubah output, dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem (Gambar 3). Input terdiri dari dua golongan, yaitu yang berasal dari luar sistem (eksogen) atau input lingkungan dan overt input yang berasal dari dalam sistem. Overt input adalah peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Hal ini dipastikan oleh perancang atau pengelola sistem, untuk membantu klasifikasi lebih lanjut mengenai gugusan dari peubah sistem, sehingga input yang non overt dapat dikontrol sebagai sesuatu yantg mengubah kelakuan sistem selama operasi. Input yang terkontrol dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan perilaku sistem yang sesuai dengan yang diharapkan. Sebagaimana halnya overt input yang tidak terkontrol, perwujudan input dapat meliputi manusia, barang, tenaga, modal, dan informasi. Output terdiri dari dua golongan yaitu output yang dikehendaki (desirable output) dan yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki biasanya berasal dari adanya pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada waktu analisa kebutuhan. Sedangkan output yang tidak dikehendaki adalah merupakan sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output yang diharapkan.

33 15 INPUT LINGKUNGAN Input tidak terkontrol Input terkontrol SISTEM Output yang dikehendaki Output yang tidak dikehendaki MANAJEMEN PENGENDALIAN Gambar 3. Diagram Kotak Gelap (Eriyatno, 2003) Permodelan Sistem Permodelan dengan pendekatan sistem didefinisikan sebagai representasi dari suatu sistem dan menggambarkan bagaimana sistem itu bekerja pada kondisi aktual (Law dan Kelton, 1982). Dalam pendekatan sistem, suatu pemodelan terdiri atas tujuh tahapan, yaitu: 1) Tahap seleksi konsep 2) Tahap rekayasa model 3) Tahap implementasi komputer 4) Tahap validasi 5) Tahap sensitivitas 6) Tahap stabilitas 7) Aplikasi model Menurut Ma arif dan Tanjung (2003), terdapat lima tipe model yang seringkali diaplikasikan dalam dunia nyata, yaitu: 1. Model Fisik 2. Model Deskriptif

34 16 3. Model Matematik 4. Model Prosedural 5. Model Simulasi Pada beberapa perihal sebuah model dibuat hanya untuk semacam deskripsi matematis dari kondisi dunia nyata. Model ini disebut model deskriptif dan banyak dipakai untuk mempermudah penelaahan suatu permasalahan. Model ini dapat diselesaikan secara eksak serta mampu mengevaluasi hasilnya dari berbagai pilihan data input. Dalam model deskriptif, hal yang kompleks umumnya mempunyai keterkaitan yang spasial dan temporal, maka gambaran lengkap dari struktur sistem dapat diekspresikan melalui bahasa, grafis, dan deskriptif matematik (Eriyatno, 2003). Pemodelan struktur memberikan bentuk grafis dan perkataan dalam pola yang secara hati-hati memotret perihal yang kompleks melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu penerapan suatu alat pembangkit dari sejumlah daftar elemenelemen yang berhubungan dengan perihal yang ditelaah. Tahap kedua adalah pemilihan hubungan-hubungan yang relevan, dan suatu alat strukturisasi yang tepat sehingga elemen-elemen tersebut dapat diformasikan. Alat pembangkit yang dapat digunakan adalah: 1. Diskusi ahli, dimana melalui proses musyawarah dan brainstorming ditetapkan daftar elemen-elemen oleh para panelis yang terpilih dengan ketat. 2. Expert Survey, melalui in-depth interview dari berbagai pakar lintas disiplin, didapatkan kesimpulan tentang daftar elemen (Brainwriting atau Clinical Interview). 3. Metoda Delphi, dengan mengumpulkan informasi terkendali, iteratif dan berumpan balik. 4. Media elektronik seperti computerized conferencing, generating graphics atau tele-conference.

35 17 Manejemen Strategi dalam Evaluasi Kinerja Menurut Blocher et al. (1999), manajemen strategi merupakan pembangunan suatu posisi kompetitif yang berkelanjutan sehingga menciptakan keberhasilan bersaing yang terus menerus. Selain itu Pearce dan Robinson (1997), mendefinisikan manajemen strategi sebagai sekumpulan keputusan dan kegiatan dalam memformulasikan dan mengimplementasikan rencana yang dirancang dalam mencapai tujuan perusahaan. Manajemen strategi biasanya dihubungkan dengan pendekatan manajemen yang integratif yang mengedepankan secara bersama-sama seluruh elemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian sebuah strategi bisnis (Ward, 1993). Tujuan utama dari manajemen strategi adalah untuk mengidentifikasi mengapa dalam persaingan beberapa perusahaan bisa sukses sementara sebagian lainnya mengalami kegagalan. Peran manajemen strategi (Mulyadi, 2001) adalah (1) melakukan pengamatan terhadap trend (trendwatching) dan perubahan lingkungan makro dan lingkungan industri untuk menggambarkan kondisi masa depan perusahaan (invisioning), (2) penerjemahan visi dan strategi ke dalam rencana tindakan (action plan), dan (3) pengelolaan sumberdaya (resource management) untuk mewujudkan visi organisasi. Adapun komponen utama proses manajemen strategi menurut Yuwono et al. (2004), meliputi: (1) penentuan misi dan tujuan utama organisasi, (2) analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi, (3) pilihan strategi yang selaras dan sesuai antara kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal, dan (4) pengadopsian struktur organisasi dan sistem pengendalian untuk mengimplementasikan strategi organisasi yang dipilih. Untuk perusahaan yang besar, strategi pada level korporasi, level bisnis, dan level fungsional membentuk hirarki strategi. Strategi-strategi itu berinteraksi erat, berkelanjutan dan harus diintegrasikan dengan baik demi kesuksesan perusahaan. Tetapi pelaksanaan khusus hirarki strategi sangat bervariasi dari suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Manajemen strategi dapat dimulai dari satu atau semua level hirarki dalam organisasi (Hunger dan Wheelen, 2001).

36 18 Efektifitas proses manajemen strategi berkaitan erat dengan pendekatan sistem. Alasan akan perlunya pendekatan sistem dalam pelaksanaan manajemen strategi (Mulyadi, 2001) adalah (1) untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks dan turbulen, (2) perencanaan dan implementasi rencana membutuhkan konsensus, dan (3) keluaran suatu organisasi bersifat maya dan tidak terstruktur. Adapun proses manajemen strategi diawali oleh pengamatan lerhadap lingkungan eksternal dan internal perusahaan, dilanjutkan dengan formulasi strategi, implementasi strategi, serta diakhiri oleh evaluasi dan pengendalian( Wheelen dan Hunger, 1992). Menurut Kaplan dan Norton (1996), terdapat empat hambatan dalam mengimplementasikan strategi, yaitu (1) hambatan visi, (2) hambatan sumberdaya manusia, (3) hambatan operasi, dan (4) hambatan pembelajaran. Masing-masing hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan penerapan komponen-komponen manajemen strategi, yaitu memformulasikan dan mentransformasikan visi dan strategi perusahaan, mengkomunikasikan dan menghubungkan tujuan-tujuan dan tolok ukur strategi, menyusun dan melaksanakan target-target serta menyelaraskan inisiatif-inisiatif strategis, dan mempertinggi umpan balik dan pembelajaran strategis. Dalam perspektif manajemen strategi, lingkungan merupakan faktor kontekstual penting yang mempunyai dampak terhadap kinerja perusahaan (Child, 1997). Konsep manajemen modern menunjukkan bahwa badan usaha yang melakukan suatu kegiatan ekonomi tidaklah berdiri sendiri, melainkan berada dalam lingkungan bisnis yang saling berpengaruh. Pada umumnya perusahaan berada di tengah lingkungan bisnis yang terdiri atas pemerintah, masyarakat sosial, pelanggan, pemasok, karyawan, dan industri sejenis yang merupakan pesaing. Strategi diperlukan perusahaan agar mampu mewujudkan suatu hasil yang sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan. Kemampuan perusahaan menempatkan posisinya dalam lingkungan dengan memperhitungkan dan mengevaluasi kondisi dirinya dari faktor-faktor lingkungan yang saling berpengaruh dan mempengaruhi, akan sangat menentukan keberhasilan perusahaan. Langkah memperhitungkan dan mengevaluasi kondisi dirinya dan

37 19 faktor lingkungan yang berpengaruh dan saling mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu rencana tindakan ataupun kebijakan dalam mengelola perusahaan adalah suatu bentuk manajemen strategis. Perusahaan mengembangkan strateginya dengan melakukan penyesuaian antara kemampuan intinya dengan peluang industri yang ada. Gambar 4 memperlihatkan perumusan strategi sebagai suatu proses evaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada dalam perusahaan yang dilakukan oleh eksekutif senior serta melihat kesempatan dan ancaman saat ini (Anthony dan Govindajaran, 1998). Menurut Wheelen dan Hunger (1992), lingkungan yang harus diamati perusahaan terdiri atas (1) lingkungan yang ada di dalam perusahaan (internal enveronmental) yang terdiri atas struktur, budaya, dan sumberdaya, (2) lingkungan yang berada di luar perusahaan (external enveronmental) yang terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan tugas (Gambar 5). Analisis Lingkungan Pesaing Pelanggan Suplier Aturan Sosial Politik Analisis Internal Penguasaan Teknologi Penguasaan Manufakturing Penguasaan Pemasaran Penguasaan Distribusi Penguasaan Logistik Kesempatan dan Ancaman Identifikasi Kesempatan Kekuatan dan Kelemahan Identifikasi Kompetensi Inti Sesuaikan Kompetensi Internal dengan Kesempatan Eksternal Strategi Perusahaan Gambar 4. Perumusan Strategi (Anthony dan Govindajaran, 1998)

38 Pengamatan terhadap Lingkungan Formulasi Strategi Implementasi Strategi Evaluasi dan Pengendalian Eksternal Misi Lingkungan Sosial Kekuatan-kekuatan Umum Lingkungan Tugas Analisis Industri Internal Struktur Rantai Tugas Budaya Harapan, Kepercayaan, Nilai-nilai Sumberdaya Aset, Kemampuan, Kompetensi, Pengetahuan Alasan kebera- Tujuan daan Hasil yang Strategi ingin dicapai Rencana dan untuk Kebikapan menca- jakan pai tujuan Garis dan besar misi pembuatan keputusan Program Aktivitas Pembiayayang di- an butuhkan untuk Biaya Prosedur mencapai program suatu Tahapan ujuan kegiatan Proses untuk memonitor kinerja dan mengambil langkah koreksi Kinerja Hasil aktual Umpan balik/pembelajaran Gambar 5. Proses Manajemen Strategi (Wheelen dan Hunger, 1992)

39 21 Strategi Berbasis Sumberdaya dan Strategi Berbasis Pengetahuan (Resource-based Strategy dan Knowledge-based Strategy) Menurut Savage (1996) dalam Huseini (1999), manajemen generasi kelima merupakan karakteristik terkini fenomena globalisasi, dan ditandai oleh beberapa hal. Yang paling menonjol adalah pentingnya membangun daya saing melalui penciptaan pengetahuan oleh organisasi dan jaringan pengetahuannya (knowledge creating organization and knowledge network). Intinya adalah bahwa daya saing sebuah badan usaha sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi itu dapat mentransformasikan data untuk dianalisis sehingga menjadi informasi, dan informasi diberi penilaian (judgement) hingga menjadi ide, lalu ide tersebut diberi konteks, sehingga menjadi pengetahuan (knowledge), atau lebih dipopulerkan dengan istilah pengelolaan pengetahuan (Tiwana, 2000). Dari pengetahuan inilah daya saing organiasi dapat diwujudkan, dan pada akhirnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang unggul akan selalu bertumpu pada strategi yang berbasis sumberdaya (Resource-based) dan berbasis pengetahuan (Knowledge-base). Menurut Huseini (1999), pendekatan resource-based yang dimotori oleh Selznick dan dikembangkan oleh Hamel dan Prahalad, pada akhirnya membuahkan konsep yang bermuara pada kompetensi inti (core competence). Konsep inilah yang menjadi basis daya saing dan menjadikan perusahaan bisa bertahan untuk jangka panjang. Pendekatan resource-based pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari pendekatan berbasis pasar (market-based). Kajian tentang kedua pendekatan tersebut sebetulnya merupakan kajian tentang sekeping uang logam yang nampak dari dua sisi yang berbeda dan keduanya sebenarnya mengarah kepada penciptaan strategi kemenangan dalam penciptaan nilai (winning strategies for value-creation) yang mempermasalahkan bagaimana (how to) pada model market- based, dan tambahan tentang apa (what is) pada resource-based approach. Pola berpikir strategi bisnis dengan pendekatan market-based adalah meletakkan fokus penyusunan strategi bersaing pada bagaimana memproteksi pasar (how to protect the market), sedangkan pendekatan resource-based selalu berupaya meletakkan jargon bersaing

40 22 utamanya pada bagaimana menciptakan inovasi masa depan (how to invent to market) melalui sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi untuk dapat ditingkatkan kapabilitasnya dalam bersaing melalui pemilihan kompetensi inti sehingga dapat diciptakan strategi hambatan untuk para pesing, berupa kesulitan untuk ditiru (barriers to imitation). Menurut Huseini (1999), Chatterjee dan Wernerfelt (1991) mengklasifikasikan sumberdaya ke dalam tiga kategori: fisik, tak-wujud (intangible), dan keuangan. Sedangkan Grant (1995) mengelompokkan sumber daya tak-wujud ke dalam empat sub-kelas: sumberdaya manusia, sumberdaya teknologi, reputasi dan aset organisasi. Aset-wujud organisasi juga sering disebut sebagai pengatahuan tersembunyi (tacit knowledge), pengalaman, reputasi dan nama baik (goodwill), kebiasaan (routine), dan keterampilan organisasi. Held (1999) mengklasifikasikan sumberdaya tak-wujud sebagai asset atau kompetensi. Aset-tak wujud mencakup kapabilitas kepemilikan yang biasanya diperoleh karena regulasi (misalnya hak paten), atau posisi tertentu (misalnya reputasi). Sedangkan keterampilan atau kompetensi tak wujud berkaitan dengan kapabilitas pelaksanaan yang meliputi kapabilitas fungsional dan kapabilitas kultural atau organisasional (misalnya kebiasaan). Keterampilan tak-wujud biasanya bergantung pada orang, sedangkan asset takwujud tidak tergantung pada orang. Strategi Berbasis Resiko (Risk Strategy) Perubahan lingkungan yang sangat cepat mengakibatkan tingginya dinamika lingkungan yang akan menimbulkan ketidakpastian yang dihadapi organisasi. Milliken (1987), mendefinisikan ketidakpastian sebagai ungkapan terhadap ketidakmampuan individu memprediksi sesuatu secara tepat. Persepsi ketidakpastian lingkungan bisnis didefinisikan sebagai persepsi individual atas ketidakpastian yang berasal dari lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi organisasi. Menurut Gilad (2004), terdapat hubungan antara perubahan yang

41 23 terjadi pada lingkungan bisnis (industri) ketidakpastian, dan resiko atau peluang yang terjadi dalam implementasi suatu strategi (Gambar 6). Perubahan Ketidakpastian Resiko/peluang Gambar 6. Aliran Rantai Penyebab Risiko/Peluang (Gilad, 2004) Fischer (1988), menyatakan bahwa faktor kontekstual penting yang mempengaruhi kinerja yaitu teknologi, ketidakpastian, strategi dan kompetensi. Lebih lanjut BPS (2001), menyatakan bahwa perencanaan strategi sangat berperan dalam mengantisipasi ketidakpastian lingkungan sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Pelaksanaan strategi umumnya selalu dikaitkan dengan resiko yang menyertainya. Gilad (2004), mendefinisikan resiko sebagai prospek kehilangan atau potensi kesalahan yang dihasilkan dari suatu ekspektasi. Resiko dari suatu strategi sangat jarang dieksploitasi, meskipun merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Menurut Simon (1998) mendefinisikan resiko dari suatu strategi sebagai suatu kejadian yang tidak diharapkan atau sekumpulan kondisi yang secara nyata menurunkan kemampuan manajer dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya. Untuk mengatasi resiko yang dihasilkan dari implementasi suatu strategi maka dibutuhkan manajemen strategi yang didasarkan pada resiko. Menurut Gilad (2004), manajemen resiko strategi terdiri atas (1) mengelola (mengatasi) resiko setelah terjadi atau disebut juga sebagai manajemen krisis, dan (2) mengelola (mencegah) resiko sebelum terjadi atau disebut sebagai deteksi dini. Sistem deteksi dini (early warning system) merupakan sekumpulan aktivitas yang bertujuan untuk mencegah krisis yang terjadi dalam implementasi suatu strategi. Menurut Gilad (2004), dalam sistem deteksi dini resiko harus dikelola secara proaktif, mulai dari pertama kali muncul tanda-tanda masalah maupun pada tahap reaksi yang menunjukkan kerugian yang belum parah. Tahapan deteksi dini terdiri atas tiga aktivitas, yaitu (1) tahap identifikasi resiko,

42 24 (2) tahap monitoring secara cerdas, dan (3) tahap tindakan pengelolaan (Gambar 7). Identifikasi Resiko Umpan balik Indikator Tindakan Pengelolaan Resiko Tanda/sinyal Monitoring Secara Cerdas Gambar 7. Segitiga Deteksi Dini yang Kompetitif (Gilad, 2004) Usaha Mikro dan Kecil Bank Dunia mendefinisikan usaha mikro sebagai perusahaan perorangan dengan total aset kurang daripada USD 100,000 dan mempekerjakan kurang daripada 10 orang. Sementara itu, usaha kecil didefinisikan sebagai usaha dengan total penjualan mulai dari USD hingga USD 3,000,000 per tahun dan mempekerjakan orang (Robinson, 2001). Menurut UU No 20 Tahun 2008, usaha mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria: (a) kepemilikan kekayaan bersih paling banyak Rp ,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,-. Sedangkan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan

43 25 yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria: (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,- atau paling banyak Rp ,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau (b) memiliki hasil penjualan lebih dari Rp ,- sampai dengan paling banyak Rp ,- Definisi menurut Biro Pusat Statistik (1998), menyebutkan bahwa industri rumah tangga adalah unit usaha dengan pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha, sedangkan industri kecil adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang. Dari sisi jumlah unit usaha, menurut Tambunan (2002), saat ini terdapat 39,72 juta jenis usaha, di antaranya 39,71 juta masuk pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Lebih terperinci, usaha kecil berjumlah 640 ribu unit usaha, usaha menengah sebanyak 70 ribu unit dan usaha mikro berjumlah 39 juta usaha atau merupakan 98 persen dari total unit usaha. Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan terdiri atas (1) industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu, contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya, (2) industri sekunder yaitu industri yang mengolah bahan mentah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali, misalnya adalah pemintalan benang sutera, komponen elektronik, dan sebagainya, (3) industri tersier adalah

44 26 industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa, contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986, jenis-jenis industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya terdiri atas (1) industri kimia dasar, contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dan lain sebagainya, (2) industri mesin dan logam dasar, misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dan lain-lain, (3) industri kecil (termasuk industri mikro), contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dan lain-lain, (4) aneka industri misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain. Menurut Departemen Peindustrian (2002), industri makanan ringan merupakan prioritas pertama penggerak perekonomian daerah, yang berskala mikro dan kecil, dengan menggunakan bahan baku yang berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam (ekstraktif), bakat dan karya seni tradisional daerah. Keadaan spesifik industri makanan ringan di Indonesia antara lain adalah: 1. Kurang memperhatikan aspek higienis. 2. Masih ada penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) tidak benar/bahan tambahan yang dilarang. 3. Pengelolaan/manajemen usaha masih sederhana. 4. Mutu sangat beragam dan masih banyak yang belum memenuhi standar. 5. Kemasan sangat sederhana, tidak menarik, dan label tidak sesuai dengan isi. 6. Masuknya produk-produk makanan ringan dari negara lain yang mempunyai daya saing cukup tinggi. Sasaran pengembangan industri mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia meliputi peningkatan jumlah nilai tambah, nilai produksi, unit usaha dan tenaga kerja. Adapun bahan baku yang sering digunakan oleh industri mikro

45 27 dan kecil makanan ringan di Indonesia antara lain adalah ikan, gandum, tapioka, ubi kayu, ubi jalar, talas, sukun, salak, nangka, dan pisang. Usaha Pengolahan Keripik Pisang Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, keripik pisang merupakan irisan kering buah atau umbi melalui penggorengan di dalam minyak nabati. Thompson dalam Gowen (1995), mendefinisikan banana s chips sebagai pengolahan pisang mentah yang dikupas dan diiris setipis 1,2-0,8 mm, dicuci, dikeringkan, dan digoreng di dalam minyak kedelai, jagung, kacang tanah, sawit, atau biji kapas, dengan suhu awal C dan suhu akhir C. Keripik pisang juga harus dikemas dalam kemasan agar menghasilkan keripik pisang yang selalu renyah (crispy banana). Dalam penelitiannya yang berjudul Crispy Banana obtained by The Combination of a High Temperature and Short Time (HTST) Drying Stage and Fraying Proces, Hofsetz dan Lopes (2004), menyatakan bahwa crispy banana merupakan pisang segar (Musa acuminate Colla var. Cavendish) disimpan di ruang pendingin pada suhu 20 C hingga siap untuk dikeringkan selama 5 menit dengan suhu 70 C, kemudian dikupas, dan diiris dengan ketebalan 1 cm, kemudian dikeringkan dengan teknik High Temperature and Short Time (HTST) 140 C selama 12 menit dan 150 C selama 15 menit. Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keripik pisang merupakan buah pisang mentah dan segar yang diiris dan melalui proses pengolahan (penggorengan/teknik pengeringan) sehingga menghasilkan produk yang renyah. Menurut definisi istilah dalam The Webster Dictionary (2001), yang dimaksud dengan crisp (renyah) adalah sifat (adjective) yang rapuh (brittle), merujuk pada bentuk yang bergelombang (wave atau curly). Sedangkan chip (kepingan/irisan) merupakan benda (noun) yang kecil (small), tipis (thin) dan datar (flat).

46 28 Diversifikasi keripik pisang diwujudkan dalam bentuk keripik pisang dengan rasa yang beraneka ragam dan penampakan produk secara keseluruhan. Namun secara umum, yang dimaksud dengan keripik pisang klasik adalah keripik pisang yang tidak memiliki rasa yang khas selain rasa pisang. Tidak adanya rasa yang khas pada keripik pisang klasik disebabkan oleh tidak ditambahkannya bahan-bahan yang dapat memberikan rasa yang khas, seperti misalnya gula, garam, atau bumbu perasa lainnya, dengan menggunakan proses seperti terlihat pada Gambar 8. Jenis pisang yang digunakan dalam pembuatan keripik adalah pisang yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, misalnya pisang kepok (kepok putih, kepok kuning, gajih putih, gajih kuning, saba, siem, cangklong, kates), raja, badak, tanduk (tanduk, agung, byar, golek, karayunan, candi, kapas, nangka). Pengolahan pisang menjadi keripik tidak memerlukan teknologi yang tinggi dan modern. Oleh karena itu usaha ini sangat sesuai diterapkan pada usaha mikro dan kecil, yang merupakan jumlah terbesar dari struktur perekonomian Indonesia. Keripik pisang merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan, terutama di Lampung, Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara (Bank Indonesia, 2004). Di Propinsi Lampung sentra-sentra produksi keripik pisang tersebar di berbagai wilayah, seperti di kotamadya Bandar Lampung, Kabupetan Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupen Tulang Bawang, dan Kabupaten Lampung Tengah (Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung, 2004). Prospek pengembangan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain potensi yang dimiliki, permintaan pasar, didukung oleh strategi, program dan kebijakan yang kondusif. Pengembangan komoditas pisang di Indonesia dinilai cukup cerah, baik untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun pasar dunia. Kontribusi komoditi pisang di Indonesia menempati urutan pertaman, yaitu 31,15% dari total produksi buah-buahan nasional. Selain menguntungkan pada tingkat usaha tani, usaha pengolahan keripik pisang juga cukup menjanjikan bagi para pelakunya karena mampu memberikan nilai tambah di atas 100% (Tabel 1).

47 29 Buah pisang mentah Pengupasan kulit Pencucian Perendaman dalam larutan natrium bisulfit (1% selama 10 menit) Pengirisan (tebal 1-1,5 mm) Penirisan (± 10 menit) Penggorengan (180º C, 5-10 menit) Sentrifuse/penirisan (1-2 menit) Pemberian aneka rasa Penyortiran Pengemasan Keripik pisang aneka rasa Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Keripik Pisang (Hambali, et al., 2005)

48 30 Tabel 1. Perkiraan Besarnya Nilai Tambah dari Berbagai Bentuk Olahan Pisang Produksi Olahan Varietas yang Digunakan Rendemen (%) Keripik Ambon hijau dan 20 kuning, kepok Lendre kuning dan putih, cavendish, dll. Raja bulu Sale Ambon, kapok kuning, lampung, Getuk Jus mas, uli, dll. Nangka Raja bulu Tepung Siem, nangka, Tepung MPASI kepok. Ambon Puree Jam Ambon, cavendish dan raja bulu. Ambon, cavendish dan raja bulu Sumber: www. Deptan.go.id (20 Desember 2005) Nilai Tambah Dari sisi bahan baku, melimpahnya ketersediaan pisang di berbagai daerah di Indonesia merupakan potensi bagi pengembangan usaha pengolahan keripik pisang. Sebagai penghasil pisang nomor 6 di dunia setelah India, Brazil, China, Ekuador, dan Filipina, pada tahun 2006 Indonesia mampu memproduksi sebanyak ton dengan volume ekspor sebanyak 27 ton dan nilai ekspor sebesar US$ Produksi tersebut tersebar di seluruh wilayah, terutama di 16 propinsi di Indonesia (Tabel 2).

49 31 Tabel 2. Produksi Buah Pisang di Enam Belas Propinsi di Indonesia Tahun 2006 No. Propinsi Produksi (Ton) Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Riau Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Banten Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Maluku Utara Sumber: Departemen Pertanian (2007) Berdasarkan road map perbaikan varietas dan teknologi produksi pada Gambar 9 dan 10 dapat diketahui bahwa arah pengembangan komoditas pisang adalah mendukung usaha pengolahan berbasis pisang, termasuk keripik pisang. Selain itu berdasarkan program pengembangan usaha pengolahan berbasis pisang (Gambar 12), dapat dilihat bahwa hingga tahun 2010 keripik pisang masih merupakan komoditas yang mendapatkan posisi penting, sehingga iklim usaha yang kondusif akan terbuka lebar bagi pengembangan usaha pengolahan keripik pisang. Hal ini juga terlihat dari data yang ada pada SIPUK Bank Indonesia (2004) yang menunjukkan bahwa di beberapa daerah ternyata usaha pengolahan keripik pisang merupakan komoditas dengan skala prioritas sangat potensial (Tabel 3).

50 Pasar Gambar 9. Road Map Perbaikan Varietas Pembibitan Pisang (Kantor Kementrian Riset dan Teknolgi, 2003) Produk V0-Pisang olahan V1-Pisang olahan V2-Pisang olahan V0-Pisang non-olahan V1-Pisang non-olahan V2-Pisang non-olahan Pengaturan pemaduan Proptoplasma Teknologi TPC TPC Evaluasi lahan Pengujian Rumah kaca R&D Mutasi dan Seleksi Invitro Gambar 10. Road Map Teknologi Produksi Pisang (Kantor Kementrian Riset dan Teknolgi, 2003) Penyaringan dan seleksi Eklsporasi,, Pengenalan, Pengumpulan, deskripsi, dan Perawatan plasma sel penyakit Kultur In Vitro Pembiakan Mutasi Pemaduan Portoplasma TPC = Teknologi Propagasi Cepat Karakterisasi Marfologi dan Genetika 0 (Th) Gambar 9. Road Map Perbaikan Varietas Pisang (Kantor Kementrian Riset dan Teknolgi, 2003)

51 33 Pasar Pasar Buah Segar 1 Pasar Produk Olahan (Tepung, makanan ringan, Buah Kering) Pasar Buah Segar 2 Produk V0-Pisang olahan V1-Pisang olahan V2-Pisang olahan V0-Pisang non-olahan V1-Pisang non-olahan V2-Pisang non-olahan Teknologi Tek. Pengemasan Tek. Pengemasan Tek. Proses Tek. Proses Tek. Penanganan Pengepresan ITP Tek. Desinfektan Benih TPC Sistem Bercocok Tanam R&D Test Resistensi dan Teknologi Antagonis Propagasi Tidak Langsung In vitro Eko-Fisiologi Penyaringan hama dan Teknologi Kultur Antagonis PPT= Pengembangan Teknologi Produksi TPC = Teknologi Propagasi Cepat 0 (Th) Gambar 10. Road Map Teknologi Produksi Pisang (Kantor Kementrian Riset dan Teknologi, 2003)

52 34 Tabel 3. Skala Prioritas Pengembangan Usaha Pengolahan Keripik Pisang di 10 Propinsi di Indonesia (Bank Indonesia, 2004) Propinsi Sektor Komoditi Skala Prioritas Sumatera Utara Riau Lampung Jawa Barat Jawa Timur Banten Bali Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Keterangan: SP = Sangat Potensial P = Potensial KP= Kurang Potensial Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Pengolahan Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang Industri Keripik Pisang SP P KP X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X Jus Sirop Puree Glukosa Tepung Jam Ethil Alkohol Pisang Segar Keripik Getuk Lendre Sale Pisang Segar Keripik Getuk Lendre Sale Gambar 11. Program Pengambangan Industri Pisang (Departemen Pertanian, 2005)

53 35 Teknik Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators Pada tahun 1988 Ronald R. Yager memperkenalkan teknik agregasi baru yang didasarkan pada rata-rata bobot berdasarkan pendapat pakar yang disebut Ordered Weighted Averaging Operators (OWA Operators). Langkah pertama dalam proses ini adalah pengambil keputusan menyediakan suatu fungsi agregasi yang dinotasikan sebagai Q. Fungsi ini dapat dilihat sebagai suatu generalisasi dari pemikiran para pakar berupa perasaan setuju atau tidak setuju terhadap pengambilan keputusan pada suatu kegiatan. Untuk setiap jumlah i, dimana i dari 1 sampai dengan r, pengambil keputusan harus menyediakan nilai Q (i) yang mengindikasikan seberapa puas para pakar dalam menyeleksi suatu keputuan dengan menggunakan i sebagai tingkat kepuasan pakar. Nilai Q (i) dapat digambarkan dengan skala S = (S 1, S 2,..S n ). Seleksi terhadap Q(i) merupakan suatu pilihan yang bersifat subjektif dari pengambil keputusan, yang merefleksikan cara yang diinginkannya dalam mengambil keputusan. Fungsi Q harus memiliki karakteristik yang membuatnya menjadi rasional, yaitu: 1. Semakin banyak pakar, maka kepuasan atau kepercayaan pengambil keputusan akan meningkat: Q(i) Q(j) ; i > j. 2. Jika semua pakar merasa puas, maka nilai kepuasannya kemungkinan adalah nilai tertinggi, yaitu: Q(r) = Sempurna 3. Jika tidak ada pakar yang merasa puas, maka nilai kepuasannya kemungkinan adalah nilai terendah, yaitu: Q(o) = Tidak ada Selain bentuk-bentuk terdahulu, terdapat sejumlah bentuk khusus untuk Q (Yager, 1992), antara lain: 1. Jika pengambil keputusan menginginkan seluruh pakar untuk mendukung keputusan,maka: Q (i) = tidak ada untuk i < r Q(r) = Sempurna 2. Jika dukungan hanya dari satu pakar dianggap cukup untuk membuat keputusan, maka:

54 36 Q(i) = Sempurna untuk seluruh i 3. Jika sedikitnya dukungan m pakar dibutuhkan dalam membuat keputusan, maka: Q (i) = Tidak ada ; i < m. Q (i) = Sempurna ; i m. Q dapat dimanifestasikan dalam bentuk persamaan fungsi rata-rata aritmatika. Yager (1992) menyediakan suatu justifikasi formal dari bentuk hubungan tersebut. Dalam mendefinisikan fungsi tersebut dapat digunakan operasi Int (a) sebagai pengembalian nilai bilangan bulat yang terdekat dengan jumlah a. Q merupakan jumlah poin dari skala (S) dan r adalah jumlah pakar yang berpartisipasi. Fungsi persamaan rata-rata tersebut dinotasikan sebagai Q A dan didefinisikan untuk seluruh i = 0, 1,..., r sebagai Q a(k) = S b(k) Dimana b(k) = Int [1 + (k * (q-1/r))] Untuk menyeleksi nilai Q yang tepat, digunakan metoda OWA (yager, 1988, 1992), untuk mengagregasi pendapat pakar. Diasumsikan bahwa terdapat r pakar yang masing-masing memiliki unit evaluasi untuk keputusan ke i (dinotasikan sebagai P ik ). Langkah pertama dalam prosedur OWA adalah mengurutkan P ik S dalam urutan menurun, kemudian menentukan B j sebagai skor tertinggi diantara unit skor pakar untuk keputusan tersebut. Untuk mencari nilai evaluasi keseluruhan terhadap keputusan ke i (dinotasikan dengan P i ), maka berlaku: P i = Max j=1,...,r [Q(j) Λ Bj] Bj merupakan skor terendah dari j skor. Sedangkan Qj mengindikasikan seberapa penting pengambil keputusan merasa bahwa sedikitnya j pakar mendukung keputusan. Ukuran Q (j) Λ Bj dapat dilihat sebagai suatu bobot dari suatu skor terbaik dari j objek, Bj, dan kebutuhan pengambil keputusan bahwa j orang

55 37 mendukung keputusan tersebut, Q(j). Operasi maksimasi kemudian diterapkan dalam penyelesaian akhir dalam prosedur rata-rata numerik tersebut. Evaluasi Kinerja Menurut The New Webster Dictionary (2001), kinerja merupakan prestasi yang sering digunakan untuk menunjukkan suatu kemampuan, atau pertunjukan yang biasanya digunakan untuk memperlihatkan suatu hasil karya, atau dapat juga berarti pelaksanaan tugas yang menunjukkan aksi seseorang dalam bekerja. Russel (1993), mendefinisikan kinerja sebagai catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Gambaran dari kondisi dan kinerja perusahaan secara keseluruhan dapat diperoleh dengan menjawab pertanyaan mendasar yaitu (1) bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan? (perspektif pelanggan), (2) proses bisnis apa yang harus ditingkatkan/ diperbaiki perusahaan? (perspektif proses bisnis internal), (3) apakah perusahaan dapat melakukan perbaikan dalam menciptakan nilai secara berkesinambungan? (perspektif inovasi dan belajar), dan (4) bagaimana penampilan perusahaan di mata pemegang saham? (perspektif keuangan). Untuk mengetahui tingkatan kinerja yang telah dicapai oleh suatu industri atau perusahaan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja. Menurut Umar (2003), kegiatan evaluasi kinerja seharusnya menghasilkan informasi penting yang berguna, misalnya sebagai umpan balik (feedback) bagi formulasi atau implementasi strategi. Dalam proses implementasi strategi dibutuhkan perencanaan yang efektif. Perencanaan kinerja yang efektif meliputi tiga proses utama, yaitu pengukuran atau penilaian status kinerja awal, perencanaan perbaikan kinerja yang didasarkan pada strategi dan taktik, dan pengukuran atau penilaian status kinerja setelah perbaikan (Younker (1993). Menurut Anthony dan Dearden (1976), faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap kinerja adalah: 1) Tingkat kebijaksanaan dari manajer-manajer divisi.

56 38 2) Tingkat dimana variabel-variabel kinerja kritis dapat dikontrol oleh manajer divisi. 3) Tingkat ketidakpastian dari variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja kritis. 4) Jangka waktu dari pengaruh keputusan yang dihasilkan oleh manajermanajer divisi. Anderson dan Clancy (1991) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai umpan balik dari perhitungan manajerial yang menghasilkan informasi seberapa baik rencana kegiatan telah dilakukan; juga untuk mengidentifikasi dimana manajer (pimpinan) harus melakukan perbaikan atau penyesuaian untuk perencanaan dan pengendalian pada masa yang akan datang. Sementara Anthony et al. (1997), mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai aktivitas pengukuran dari suatu atau seluruh rantai nilai. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam suatu rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang dapat memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas rencana dan pengendalian. Dimasa lalu, semua pengukuran yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan selalu dikaitkan dengan tujuan keuangan sebagai tujuan akhir. Perhatian organisasi yang bertumpu pada kepentingan pemilik modal mengakibatkan perspektif keuangan sebagai cara pandang yang biasa digunakan pemodal, kerap digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja manajemen dan mengabaikan kinerja aspek non-keuangan lainnya. Dengan berbasis tolok ukur keuangan dalam pengukuran kinerjanya, manajemen secara otomatis menginstalasi sistemnya dengan basis tolok ukur, sehingga pengambilan keputusan organisasi dapat selaras dengan sistem pengukuran tersebut.

57 39 Pengukuran tolok ukur keuangan sebagai satu-satunya pengukur kinerja memiliki beberapa kelemahan, yaitu (Yuwono et al., 2004): 1. Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja perusahaan bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang. Misalnya, untuk menaikkan profit atau return on investment (ROI), seorang manajer bisa saja mengurangi komitmennya terhadap pengembangan atau pelatihan bagi karyawan termasuk investasi-investasi dalam sistem dan teknologi untuk kepentingan perusahaan masa depan. Dalam jangka pendek keuangan meningkat, namun dalam jangka panjang akan menurun; 2. Diabaikannya aspek pengukuran non-finansial dan aset yang tidak nyata pada umumnya, baik dari sumber internal maupun eksternal akan memberikan suatu pandangan yang keliru bagi manajer mengenai perusahaan dimasa sekarang terlebih lagi dimasa datang; 3. Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan kurang mampu sepenuhnya untuk menuntun perusahaan ke arah tujuan perusahaan. Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran berbasis laporan keuangan akuntansi sudah tidak memadai lagi bagi pengambilan keputusan dalam lingkungan persaingan turbulen seperti sekarang, atau dengan kata lain bahwa tolok ukur keuangan semata tidaklah memadai sebagai dasar pengambilan keputusan bagi kinerja keuangan masa datang. Menururt Lynch dan Cross (1993), sistem pengukuran kinerja yang baik diperlukan untuk: 1). Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang di dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan; 2) Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari matarantai pelanggan dan pemasok internal;

58 40 3) Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut ; 4) Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi; 5) Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi penghargaan atas perilaku yang diharapkan tersebut. Dengan munculnya berbagai paradigma baru dimana bisnis harus digerakkan oleh kepentingan pelanggan, maka dibutuhkan suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif dan memiliki syarat-syarat yang menurut Dearden 1992 dalam Yuwono et al. (2004) sebagai berikut: 1) Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan; 2) Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang telah divalidasi oleh pelanggan; 3) Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif; 4) Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikannya. Mc.Mann dan Nanni (1994), memberikan 24 atribut bagi sistem pengukuran kinerja yang baik, yaitu: 1) Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya, dan faktor-faktor kunci keberhasilan perusahaan; 2) Relevan dan mendukung strategi; 3) Sederhana untuk diimplementasikan; 4) Tidak kompleks; 5) Digerakkan oleh pelanggan;

59 41 6) Integral dengan seluruh fungsi dalam organisasi; 7) Sesuai dengan keseluruhan tingkat organisasi; 8) Sesuai dengan lingkungan eksternal; 9) Mendorong kerjasama dengan organisasi baik secara horizontal maupun vertikal; 10) Hasil pengukurannya dapat dipertanggungjawabkan; 11) Jika memungkinkan, dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas; 12) Dikomunikasikan ke seluruh bagian yang relevan dalam organisasi; 13) Dapat dipahami; 14) Disepakati bersama 15) Realistik ; 16) Berhubungan dengan faktor-faktor yang terkait dan membuat sebuah perbedaan ; 17) Terhubung dengan aktivitas sehingga hubungan yang jelas terlihat antara sebab dan akibat; 18) Difokuskan lebih pada pengelolaan sumberdaya, daripada pengelolaan biaya yang sederhana; 19) Dimanfaatkan untuk memberi timbal balik berdasarkan waktu tertentu; 20) Digunakan untuk memberi timbal balik yang berorietasi tindakan; 21) Jika diperlukan, pada semua tolok ukur bisa ditambahkan lintas fungsional dan lintas level manajemen; 22) Mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi; 23) Mendorong perbaikan secara kontinyu dan tiada henti; 24) Secara kontinyu dinilai relevansinya terhadap 23 atribut di atas dan dibuang jika kegunaannya hilang atau ada tolok ukur yang baru atau lebih relevan di temukan

60 42 Mc.Mann dan Nanni (1994) menyatakan bahwa secara umum suatu sistem pengukuran yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolok ukur yang mengkombinasi antara matriks keuangan dan non keuangan dengan 24 atribut tersebut. Jika suatu sistem tolok ukur organisasi jauh dari karakteristik atau atribut di atas maka saatnya untuk menguji kembali kegunaan tolok ukur kinerja yang ada dan mencari tolok ukur yang baru. Teknik Pengukuran yang Berimbang (Balanced Scorecard) Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut: 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. 2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal. 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste); 4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi; 5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi penghargaan (reward) atas perilaku yang diharapkan tersebut. Sistem pengukuran kinerja yang baik juga harus dapat memotivasi para manajer dan karyawan untuk mengimplementasikan strategi unit bisnisnya. Perusahaan yang dapat menerjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut, sebab mereka telah mengkomunikasikan tujuan dan targetnya kepada para pegawai. Komunikasi ini akan memfokuskan mereka pada pemicu-pemicu kritis, memungkinkan mereka untuk mengarahkan investasi, inisiatif, dan tindakan-

61 43 tindakan yang mampu menyempurnakan tujuan-tujuan strategis dan mampu memberikan gambaran menyeluruh kinerja bisnis, antara lain fokus pada pengukuran hasil tertinggi yang dapat diberikan kepada pemegang saham, fokus pada kepuasan pelanggan, fokus pada kinerja kunci proses internal yang mendorong bisnis perusahaan, dan memperhatikan secara langsung orang-orang dalam organisasi beserta infrastruktur yang ada. Kerangka pemikiran yang sejalan dengan pencapaian tujuan strategis tersebut tercakup secara simultan di dalam suatu pengukuran yang menurut Kaplan dan Norton (1996) dapat mengkomunikasikan suatu strategi unit bisnis melalui tiga pendekatan, yaitu: a. Pengukuran menjelaskan visi organisasi dimasa yang akan datang kepada seluruh anggota organisasi sehingga menciptakan saling pengertian. b. Pengukuran menciptakan suatu model holistik dari strategi yang memungkinkan pekerja mengetahui kontribusi mereka terhadap kesuksesan organisasi. Tanpa adanya hubungan tersebut, departemen secara individual mungkin dapat mencapai kinerja parsialnya tetapi tidak mampu memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan strategis organisasi. c. Pengukuran memfokuskan pada upaya perubahan. Jika suatu tujuan yang tepat dan pengukurannya telah ditetapkan, maka keberhasilan implementasinya sangat diharapkan terjadi. Jika tidak maka investasi dan usaha akan terbuang percuma. Kata benda ukuran atau score (Olve et al., 1999) di dalam Yuwono (2004) merujuk pada makna penghargaan atas poin-poin yang dihasilkan (seperti dalam permainan). Dalam konteks kata kerja, score berarti memberi angka. Dengan makna yang lebih bebas, scorecard berarti suatu kesadaran (bersama) dimana segala sesuatu perlu diukur. Pengukuran tersebut tentu saja harus mencerminkan adanya keberimbangan fokus pada berbagai elemen penting dalam kinerja, sehingga scorecard yang berimbang diistilahkan secara harfiah sebagai

62 44 balanced scorecard (balanced berarti berimbang, scorecard diartikan sebagai pengukuran). Menurut Kaplan dan Norton (1996), balanced scorecard merupakan sekumpulan pengukuran yang memberikan kepada manajer-manajer level atas (top managers) suatu pandangan yang komprehensif (namun dapat dilakukan secara cepat). Balanced scorecard meliputi pengukuran keuangan yang memberikan hasil terhadap aktivitas yang telah dilakukan, kelengkapan baik pengukuran keuangan maupun operasional terhadap kepuasan pelanggan, proses internal, dan inovasi organisasi beserta aktivitas-aktivitas perbaikan pengukuran operasional yang merupakan penggerak kinerja keuangan masa mendatang. Sementara Anthony et al. (1997), mendefinisikan balanced scorecard sebagai suatu pengukuran dan sistem manajemen yang menunjukkan kinerja unit bisnis dari empat persepektif: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pemberlajaran dan pertumbuhan. Konsep Balanced Scorecard menyatakan bahwa perusahaan harus mengukur berbagai segi kinerja perusahaan yang mewakili bermacam-macam keinginan atau permintaan dari pemilik yang berbeda. Balanced Scorecard mengembangkan seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Menurut Kaplan dan Norton (1996), tujuan dan pengukuran dari Balanced Scorecard berasal dari visi, misi, dan strategi perusahaan dengan memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif, yaitu: 1. Perspektif Keuangan Tujuan finansial menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif Balanced Scorecard lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Perspektif keuangan terdiri atas tahapan growth (diukur berdasaran pertumbuhan pendapatan dan penjualan), sustain (diukur berdasarkan tolok ukur keuangan seperti ROI, ROCE, EVA), dan harvest (diukur dengan arus kas masuk dan modal kerja).

63 45 2. Perspektif Pelanggan Dalam perspektif pelanggan, perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan finansial perusahaan. Perspektif pelanggan terdiri atas dua kelompok pengukuran yaitu customer core measurement (diukur dengan market share, customer retention, dan customer acquisition), dan customer value proposition (diukur berdasarkan product/service attributes, customer relationship, image dan reputation). 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Pada perspektif ini dilakukan identifikasi berbagai proses penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif finansial dan pelanggan. Fokus dari perspektif ini adalah penyampaian produk dan jasa secara efisien, konsisten, dan tepat waktu, terdiri atas analisis rantai nilai dan diukur dengan proses inovasi, proses operasi, dan proses pelayanan purna jual. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan. Tujuan perspektif ini adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tercapainya tujuan dalam tiga perspektif lainnya, diukur berdasarkan kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, motivasi, pengkayaan dan penyesuaian. Teknik Proses Hirarki Analitik yang Bersifat Fuzzy (Fuzzy Analytical Hierarchy Process) Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari sekolah Bisnis Wharton pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1993). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas

64 46 persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting vaeriabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin,2004). Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan. Dr. Thomas L. Saaty, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan, menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah (Marimin, 2004). Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau hirarki harus distruktur ulang. Beberapa keuntungan yang akan diproleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah:

65 47 1. Kesatuan. AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur. 2. Kompleksitas AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan induktif berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3. Saling ketergantungan AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 4. Penyusunan Hierarki. AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Pengukuran. AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas. 6. Konsistensi. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. 7. Sintesis. AHP menentukan ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 8. Tawar menawar. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuantujuan mereka. 9. Penilaian dan konsensus. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda. 10. Pengulangan proses.

66 48 AHP memungkinkan organisasi memperhalus defenisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Menurut Ma arif dan Tanjung (2003), dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, terdapat beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya: 1. Decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. 2. Comparative judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian tersebut disajikan dalam bentuk matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison). 3. Synthesis of Priority. Dari setiap matriks perbandingan berpasangan kemudian dicari eigen vectornya untuk mendapatkan local priority dan global priority. 4. Logical Consistency, dimana konsistensi merupakan salah satu syarat dalam analisis AHP. Konsistensi mempunyai dua makna. Makna pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antar objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Menurut Murtaza (2003), meskipun AHP merupakan metoda untuk menghasilkan keputusan, tetapi terkadang terdapat sejumlah pilihan yang memiliki atribut yang sulit dirumuskan dalam bentuk bilangan pasti. Selain itu AHP tradisional terkadang dianggap sebagai suatu pendekatan yang bersifat kaku (misalnya penggunaan skor penilaian 1-9), sehingga lebih tepat jika menggunakan logika dan nilai Fuzzy, seperti misalnya penilaian berbentuk agak penting atau lebih penting daripada. Logika dan nilai Fuzzy menawarkan cara yang lebih alami dalam menyepakati pilihan-pilihan yang didasarkan pada suatu nilai yang pasti dan ukuran-ukuran linguistik yang banyak terjadi pada berbagai situasi (Zadeh, 1965; Murtaza, 2003).

67 49 Pendekatan Fuzzy AHP memiliki beberapa tahapan (Triantophyllouet et al., 1996 dalam Murtaza, 2003), yaitu: 1) Penetapan nilai-nilai dugaan fuzzy dari setiap pasangan faktor keputusan. Pembuat keputusan harus memutuskan setiap pasang dari alternatif solusi yang didasarkan pada setiap kriteria yang pada akhirnya akan menghasilkan serangkaian matriks. 2) Estimasi eigen-vektor fuzzy untuk setiap matriks. Berdasarkan AHP tradisional, hukum eigen vektor dari matriks mengekspresikan nilai kepentingan relatif dan faktor-faktor. Salah satu caranya adalah dengan mengalikan seluruh elemen yang ada di baris dan mencari nilai akar ke-n. 3) Normalisasi setiap vektor dengan membagi setiap elemen dengan jumlah dari nilai yang ada di dalam vektor. 4) Menghitung skor prioritas dari setiap alternatif dengan mengalikan bobot kriteria dengan nilai di kolom dari setiap alternatif dan menjumlahkan nilainilai tersebut. 5) Meranking setiap alternatif dan memilih alternatif dengan nilai tertinggi. Representasi nilai fuzzy dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang umum misalnya adalah nilai fuzzy triangular yang relatif mudah dan dapat diaplikasikan pada berbagai fenomena. Fungsi keanggotaan dari suatu nilai fuzzy triangular didefinisikan sebagai: μ M (x) = 1/(m-l) * l/(m-l), x Є [l,m] 1/(m-u) * u/(m-u), x Є [m,u] 0, jika sebaliknya dimana l m u, l dan u merupakan nilai batas bawah dan batas atas dari M, dan m untuk nilai dugaannya. Operasi dasar matematika yang didasarkan pada nilai triangular fuzzy telah didefinisikan (Laarhoeven et al., 1983) sebagai berikut: Untuk operasi pertambahan: n 1 + n 2 = (n 1l + n 2l, n 1m + n 2m, n lu, + n 2u ) Untuk operasi perkalian: n 1 * n 2 = (n 1l * n 2l, n lm * n 2m, n lu,* n 2u )

68 50 Untuk operasi pebagian: 1/n 1 = 1/n lu, 1/n lm, 1/n 1l dimana n 1 = (n 1l, n lm, n lu ) dan n 2 = (n 2l, n 2m, n 2u ) adalah dua nilai triangular fuzzy. Implementasi fuzzy set umumnya meliputi pemetaan suatu variabel nyata yang kontinyu ke dalam kelompok kecil yang merepresentasikan label linguistik. Contoh pemetaan fuzzy set dapat dilihat pada Gambar 12 tentang fungsi keanggotaan fuzzy dengan menggunakan tujuh kelompok penilaian fuzzy (Kosko, 1992). Misalnya, penilaian agak tinggi ( somewhat high =SH) sama dengan nilai triangular fuzzy (.5,.7,.9) dan lebih tinggi ( much higher =MH) sama dengan nilai (.9, 1,1). VL L ML N MH H VH Gambar 12. Fungsi Keanggotaan Nilai Linguistik Kriteria (Kosko, 1992) Keterangan: L = Legend N = Normal VH = Very High H = High VL = Very Low MH = Much Higher ML = Much Low Teknik Penyebaran Fungsi Kualitas (Quality Function Deployment) Konsep dasar Quality Function Deployment (QFD) sebenarnya adalah perencanaan dan pengembangan produk secara terstruktur yang berguna bagi tim pengembangan produk dalam mendefinisikan keinginan dan kebutuhan pelanggan secara jelas, dan kemudian mengevaluasi kemampuan tiap produk yang diusulkan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut secara sistematis. QFD juga merupakan suatu pendekatan untuk mendesain produk dan atau pelayanan agar

69 51 dapat memenuhi keinginan konsumen (Cohen (1995). Tujuan QFD adalah untuk memastikan bahwa kebutuhan dan keinginan pelanggan dapat terpenuhi dalam proses penurunan suatu produk atau jasa, karena QFD bermula dari suara pelanggan (VOC= Voice of Customer) dan sering disebut sebagai pengembangan produk berdasarkan pelanggan atau desain yang berfokus pada pelanggan. Sasaran pertama dari QFD adalah selalu menghindari kehilangan pasar produk akibat kalah bersaing. Sasaran kedua QFD adalah untuk meningkatkan laju dan efisiensi dari proses pengembangan produk. Dale (1990) menyatakan bahwa manfaat dari QFD diantaranya adalah: 1) Meningkatkan kualitas dan kepuasan pelanggan 2) Meningkatkan kinerja perusahaan 3) Mengurangi waktu perencanaan 4) Meningkatkan produktifitas teknik dan stafnya 5) Mengurangi komplain garansi/jaminan 6) Meningkatkan peluang pasar 7) Meningkatkan profitabilitas 8) Mengembangkan proses pengambilan keputusan (decision making) Langkah pertama dari sebuah QFD adalah membentuk sebuah tim yang terdiri dari berbagai fungsi. Keberhasilan penerapan QFD sangat tergantung dari kelompok kerja yang terdiri dari berbagai fungsi organisasi, maka bentuk kelompok kerja ini disebut tim multifungsi. Bentuk tim QFD ini lebih mendekati bentuk informal yang tidak bersifat struktural melainkan merupakan kesatuan kelompok yang lateral. Tim multifungsi menjamin kesempurnaan dan keberimbangan atas kebutuhan pelanggan, lingkungan persaingan, dan respon yang mungkin dari perusahaan dalam mendefinisikan, mendesain, serta menghasilkan suatu produk dan jasa. Pada umumnya tim QFD terdiri dari anggota yang mewakili penjualan, kualitas, ahli rekayasa produk, keuangan, dan produksi. Gambar 14 menunjukkan unsur-unsur yang terlibat dalam tim QFD dimana masing-masing anggota melaksanakan fungsinya secara simultan yang dikoordinasikan oleh pimpinan

70 52 kelompok untuk mencapai sasaran kepuasan konsumen sehingga produk memiliki daya saing yang kuat. Tim QFD biasanya terdiri atas 6-8 orang dengan keahliannya masing-masing. Anggota tim direkrut berdasarkan keahliannya dan dipilih dari bidang perencanaan produk, riset, desain dan pengembangan, pemasaran, ahli rekayasa produk, produksi, pembelian, perbaikan dan instalasi, kualitas, dan peralatan. Penjualan Rekayasa Pembelian Produksi Kualitas Keuangan Pemasok Tim rekayasa yang simultan Pelanggan Metoda QFD Gambar 13. Tim Multifungsi QFD (Dale, 1990) Kriteria yang mempengaruhi pemilihan anggota tim adalah: 1) Pengetahuan tentang pelanggan. 2) Pengalaman dalam membuat produk/jasa yang serupa. 3) Keinginan berpartisipasi dalam disiplin perencanaan proses QFD. 4) Bertanggung jawab dalam urutan pekerjaan pengembangan produk. 5) Mampu membuat keputusan dan komitmen atas organisasi yang diwakilinya. 6) Memiliki pengetahuan yang cukup dalam mewakili organisasinya. Menurut Cohen (1995), secara lengkap QFD terdiri atas tiga bangunan yang menunjukkan tahapan mulai dari proses desain perbaikan hingga penentuan karakteristik parsial untuk setiap komponen perbaikan.

71 53 HOQ: Hows 2: Hows 3: Hows HOQ: W hats HOQ: Whats Priorities HOQ: Hows 2: Hows 2: Hows Priorities HOQ: Hows Priorities HOQ: Hows Priorities 2: Hows Priorities 3: Hows Priorities Gambar 14. Tahapan QFD (Cohen, 1995) Matriks yang pertama dikenal dengan nama rumah kualitas (house of quality). Matriks ini memperlihatkan keinginan dan kebutuhan pelanggan di sisi kiri dan kriteria teknis dari tim pengembangan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut di sebelah atas. Pada suatu perusahaan terkadang tiap bagian dari organisasi merasakan sebuah kebutuhan untuk membangun rencana-rencana secara sendiri-sendiri. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kekacauan dan kebingungan dalam pelaksanaan sehari-hari karena terjadinya tumpang tindih atau bahkan terbengkalainya tugas bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Untuk mengatasinya dibuatlah matriks turunan dari rumah kualitas utama yang berisi inisiatif perbaikan sebagai elemen apa dan divisi-divisi yang ada di dalam perusahaan sebagai elemen bagaimana. Dari matriks ini dapat diketahui divisidivisi mana saja yang bertanggung jawab terhadap tiap inisiatif perbaikan, beserta tingkat prioritas bagi tolok ukur yang harus diperbaiki. Komponen-komponen yang penting dari tabel kualitas atau diagram rumah kualitas QFD dapat dilihat pada Gambar 15.

72 54 Interaksi Teknis Keinginan Pelanggan Apa Umum Detail K e p e n ti n g a n Desain Teknis yang dibutuhkan Bagaimana Matriks hubungan pusat Apa vs Bagaimana Peringkat perusahaan 'Mengapa Jelek 1 Lebih Baik 5 Apa vs Mengapa Biaya Teknis Berapa banyak Bagaimana vs Berapa banyak Peringkat Teknis Nilai Target dari Karekteristik Teknis (Biaya) Gambar 15. Rumah Kualitas (House Of Quality)( Dale, 1990) Teknik Patok Dua (Benchmarking) Teknik patok duga (benchmarking) muncul pada permulaan 1980an, dan menjadi trend dalam manajemen sebagai alat untuk meningkatkan kinerja perusahaan pada awal 1990an. Teknik patok duga secara sederhana diartikan sebagai proses sistematis dalam mencari cara terbaik, ide-ide inovatif, dan efektivitas yang tinggi dalam mengoperasikan suatu prosedur untuk menghasilkan kinerja yang superior (Bogan dan English, 1984). Sedangkan menurut Zairi, 1996,

73 55 teknik patok duga merupakan sebuah cara sistematis untuk mengidentifikasi, memahami, dan secara kreatif menciptakan pengembangan produk, jasa, desain, perlengkapan, proses superior dan diterapkan untuk meningkatkan kinerja nyata suatu organisasi. Pada dasarnya terdapat perbedaan antara patok duga dan analisis persaingan. Analisis persaingan meliputi perbandingan antara produk pesaing dengan produk yang dihasilkan perusahaan. Sementara patok duga merupakan penelitian yang dilakukan untuk menemukan cara terbaik menghasilkan kinerja yang superior. Usaha untuk menemukan cara terbaik diperlukan karena adanya kompetisi yang sangat ketat terutama dalam dunia usaha. Selain itu perubahanperubahan yang bergerak sangat cepat menyebabkan tidak ada sebuah organisasi pun yang mampu mengontrol dan mendominasi seluruh operasi dan ide-ide yang baik pada bidangnya. Sehingga untuk menjadi marketplace leader suatu organisasi selain mampu mengetahui kondisi internal, juga harus mampu melihat keluar untuk menemukan ide-ide baru secara terus menerus. Langkah ini diharapkan mampu menjawab tantangan dunia usaha untuk menjadi lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik dibandingkan kompetitor (Bogan dan English, 1994). Manfaat yang diperoleh dari patok duga antara lain adalah terjadinya perubahan budaya, perbaikan kinerja, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia (Ross, 1994). Faktor-faktor pertimbangan yang mendorong suatu perusahaan untuk melakukan patok duga terutama adalah (Karlof dan Ostblom, 1993): (1) komitmen terhadap TQM, (2) fokus pada pelanggan, (3) product-tomarket time, (4) waktu siklus pemanufakturan, dan (5) laba. Adapun jenis patok duga terdiri atas empat jenis dasar (Pawitra, 1994), yaitu: (1) patok duga internal, (2) patok duga kompetitif, (3) patok duga fungsional, dan (4) patok duga genetik. Menurut Zairi (1996), terdapat beberapa tahap untuk melakukan benchmarking yang benar, yaitu: (1) melakukan identifikasi cara-cara terbaik, (2) memahami proses yang terlibat di dalamnya, dan (3) secara kreatif menciptakan redesain proses sehingga akan mengurangi jarak (gap) negatif antara proses di organisasi dan penerapan proses terbaik pada saat diterapkan proses redesain

74 56 secara utuh tersebut. Berdasarkan uraian terdahulu maka benchmarking sebagai langkah untuk memperoleh cara terbaik merupakan suatu proses mencari cara terbaik dari dalam maupun dari luar organisasi, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang superior. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tituan (JST) merupakan suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik-karakteristik menyerupai jaringan syaraf biologi. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah hubungan antar neuron (arsitektur), metode penentuan bobot pada saluran penghubung (training/learning algorithm), dan fungsi aktivasi yang digunakan (Marimin, 2005). Jaringan syaraf tiruan memiliki sejumlah besar kelebihan dibandingan dengan teknik perhitungan lainnya (Hermawan, 2006), yaitu: a. Kemampuan mengakuisisi pengetahuan walaupun dalam kondisi ada gangguan dan ketidakpastian. Hal ini karena JST mampu melakukan generalisasi, abstraksi, dan ekstraksi terhadap properti statistik dari data. b. Kemampuan merepresentasikan pengetahuan secara fleksibel. JST dapat menciptakan sendiri representasi melalui pengaturan diri sendiri atau kemampuan belajar (self organizing). c. Kemampuan untuk memberikan toleransi atassuatu distorsi (error/fault), dimana gangguan kecil pada data dapat dianggap hanya sebagai noise (gangguan/guncangan belaka) d. Kemampuan memproses pengetahuan secara efisien karena memakai sistem paralel, sehingga waktu yang diperlukan untuk mengoperasikannya menjadi lebih singkat. Keterbatasan JST adalah jumlah proses pelatihan yang terkadang membutuhkan waktu berhari-hari untuk jumlah data yang besar. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan perangkat komputer yang memiliki kecepatan pengolahan data yang tinggi, meskipun akan mengakibatkan adanya tambahan biaya. Setiap Neuron dalam JST memiliki tingkat aktivasi, yaitu suatu fungsi yang mentransformasikan nilai input yang diterimanya. Umumnya suatu neuron

75 57 mengirimkan nilai aktivasinya sebagai suatu sinyal ke beberapa neuron lainnya. JST terdiri dari tiga neuron pada lapisan input dan satu neuron pada lapisan output. Neuron Y menerima input dari neuron-neuron X 1, X 2, X 3. Nilai aktivasi (sinyal output) neuron-neuron tersebut adalah x 1, x 2, x 3. Bobot saluran penghubung dari X 1, X 2, X 3 ke neuron Y adalah w 1, w 2, w 3. Input jaringan y_in ke neuron Y adalah jumlah dari bobot sinyal x dari neuron-neuron X 1, X 2, X 3. Y_in = w 1 x 1 + w 2 x 2 +w 3 x 3 X 1 W 1 W 2 X 2 Y W 3 X 3 Gambar 16. Gambaran JST (Marimin, 2005) Nilai aktivasi y dari neuron Y adalah suatu fungsi dari input jaringan, y=f(y_in). Fungsi f merupakan fungsi linier atau fungsi-fungsi lain yang lebih kompleks. Neuron-neuron dalam JST disusun dalam suatu lapisan-lapisan (layers) yang membentuk suatu arsitektur JST. Terdapat empat jenis bangunan yang dapat dijadikan referensi pada kajian JST, yaitu (Haykin, 1994): 2. Jaringan umpan maju dengan lapisan syaraf tunggal (Single-layer feedforward networks) 3. Jaringan umpan maju dengan lapisan syaraf jamak (Multi-layer feedforward networks) 4. Jaringan berulang (Reccurent network) 5. Struktur kisi (Lattice Structures) Selain arsitektur, metode penentuan bobot merupakan karakteristik yang penting dalam JST. Umumnya, metode penentuan bobot JST terdiri dari dua macam, yaitu supervised training dan unsupervised training. Supervised training merupakan suatu metode penentuan bobot yang menggunakan sepasang kumpulan

76 58 vektor, yaitu vektor pelatihan dan vektor target. Penentuan bobot didasarkan pada perbandingan antara vektor pelatihan dan terget sampai output JST sesuai dengan targetnya. Unsupervised training merupakan self-organizing JST, artinya menggunakan vektor pelatihan tanpa vektor target. JST memodifikasi bobot sehingga vektor-vektor input yang serupa diklasifikasikan ke suatu unit output yang sama (cluster) dan konsisten. Penerapan salah satu vektor pelatihan atau suatu vektor yang serupa akan menghasilkan pola output yang sama. Aktiviasi suatu neuron pada lapisan yang sama akan memiliki fungsi aktivasi yang sama. Fungsi ini mentransformasikan total input JST pada suatu neuron untuk menghasilkan sinyal keluaran (outgoing activity). Fungsi aktivasi yang umum digunakan adalah fungsi sigmoid karena mirip sekali dengan fungsi yang ada pada sistem jaringan syaraf makhluk hidup (Marimin, 2005). Kemampuan belajar JST merupakan hal yang sangat mengagumkan. Salah satu mekanisme pembelajaran JST adalah mekanisme pembelajaran dengan menggunakan algoritme pembelajaran propagasi balik (backpropagation). Propagasi balik merupakan metode pendekatan nilai hasil output JST terhadap nilai pembanding (teacher pattern) yang diberikan dari luar sistem. Arsitektur JST propagasi balik terdiri dari satu lapisan input, satu atau lebih lapisan tersembunyi, dan satu lapisan output. Metode penentuan bobot menggunakan supervised training. JST propagasi balik tidak memiliki hubungan umpan balik, artinya suatu lapisan tidak memiliki hubungan dengan lapisan sebelumnya dan hanya bersifat umpan maju. galat yang dihasilkan diumpankan kembali ke lapisan sebelumnya selama pelatihan, kemudian dilakukan penyesuaian bobot. Pelatihan JST propagasi balik terdiri dari tiga tahap, yaitu pelatihan input yang bersifat umpan maju, perhitungan galat dan propagasi balik galat, dan penyesuaian bobot. Pada metode pembelajaran propagasi balik, fungsi input-output harus berupa fungsi yang dapat dideferensialkan, karena umpan maju atau propagasi balik menggunakan perhitungan nilai yang didasarkan pada fungsi yang dipakai. Pada umpan maju, fungsi yang dipakai adalah fungsi yang telah ditentukan untuk JST, dan pada propagasi balik, fungsi yang dipakai adala fungsi diferensialnya.

77 59 Lapisan Input Lapisan Tersembunyi Lapisan Output V ij 1 1 W ij X 1 Y 1 Z 1 Pola Input : : Z j : : Pola Output X j X n : : : : : Y j Y n Z p Bobot Bobot Gambar 17. Propagasi Balik Dengan Satu Lapisan Tersembunyi (Marimin, 2005) Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index/CPI) Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index, CPI) merupakan indeks gabungan (Composite Index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa kriteria (j) (Marimin, 2004). Formula yang digunakan dalam teknik CPI adalah sebagai berikut: A ij = X ij (min) x 100 / X ij (min) A (i+1.j) = (X (I+1.j) ) / X ij (min) x 100 I ij = A ij x P j I i n = ( Iij) i= 1 dimana: A ij = Nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j X ij (min) = Nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A (i+1.j) X (I+1.j) = Nilai alternatif ke-i +1 pada kriteria ke-j = Nilai alternatif ke i+1 pada kriteria awal ke-j

78 60 P j I ij I i i j = Bobot kepentingan kriteria ke-j = Indeks alternatif ke-i = Indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-i = 1,2,3,...,n = 1,2,3,...,m Teknik CPI digunakan untuk penilaian dengan satuan penilaian yang tidak seragam, menggunakan matriks penilaian alternatif untuk menghasilkan nilai alternatif keputusan dan ranking (peringkat) alternatif keputusan (Gambar 18). ALT. KRITERIA ALT 1 V 11 V 12.. V 1n Nk 1 ALT 2 V 21 V 22.. V 2n Nk 2 ALT 3 : : : ALT m BOBOT K 1 K 2 V m1 V m2 B 1 B K n V mn B n NILAI ALT. KEP. Nk m RANGKING ALT. KEP. Gambar 18. Matriks Keputusan dalam Teknik CPI (Marimin, 2004) Sistem Manajemen Ahli Sistem Manajemen Ahli (SMA) atau Expert Management System (EMS) merupakan integrasi dari sistem pakar dan sistem penunjang keputusan. Menurut Turban (1988), sistem manajemen ahli terdiri atas Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Basis Pengetahuan (Gambar 19 dan 20). Sistem manajemen basis data digunakan untuk mengolah data. Data yang dimasukkan, disimpan dalam sistem manajemen basis data yang dapat dipanggil kembali apabila diperlukan. Data yang ada di dalam sistem manajemen basis data ini digunakan dalam sistem manajemen basis model. Sistem manajemen basis model merupakan integrasi dari sub-sub model yang digunakan untuk menganalisis data yang terdapat dalam sistem manajemen basis data. Sistem manajemen basis pengetahuan merupakan sarana yang digunakan untuk menyimpan hasil

79 61 representasi pengetahuan pakar, dengan bantuan mekanisme inferensi basis pengetahuan yang dapat diterjemahkan menjadi suatu kesimpulan. Sistem manajemen basis pengetahuan dalam model ini dipergunakan untuk membantu merumuskan beberapa informasi yang dibutuhkan dalam rancang bangun model. Data; Eksternal dan Internal Sistem Basis Komputer Sumber Pengetahuan Manajemen Data Manajemen Dialog Manajemen Model Manajemen Pengetahuan Ahli laporan Manajer (Pengguna) dan Tugas Gambar 19. Struktur Sistem Manajemen Ahli (Turban, 1988) Data Model Pengetahuan Sistem Manajemen Basis Data Permodalan Teknologi Produksi/rendemen Sistem Manajemen Basis Model Strukturisasi Sistem Keputusan Kelompok Prediksi Kinerja Sistem Sistem Berbasis Pengetahuan Pendapat Pakar Pendapat Pihak Terkait Rule-base Skenario Sistem Pengolahan Terpusat SPK Sistem Manajemen Dialog SMA Pengguna Gambar 20. Konfigurasi Struktur Sistem Manajemen Ahli (Turban, 1988)

80 62 Penelitian Terdahulu yang Terkait Penelitian tentang rancang bangun model peningkatan kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang memiliki dua fokus utama, yaitu dari sudut pandang penelitian tentang kinerja usaha mikro dan kecil dan sudut pandang penelitian tentang komoditas keripik pisang. Penelitian terdahulu tentang kinerja umumnya menggunakan teknik pengukuran tunggal, baik pengukuran berbasis indeks kinerja maupun berbasis Balanced Scorecard. Penelitian integrasi Balanced Scorecard dengan Quality Function Deployment untuk sektor pendidikan telah dilakukan oleh Lee et al. (2000), sektor lembaga keuangan oleh Aryo et al. (2003), dan di industri ban oleh Marimin dan Suryaningsih (2002), tetapi belum diterapkan untuk evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil. Penelitian mengenai komoditas keripik pisang hingga saat ini masih lebih kepada pengembangan proses dan belum kepada pengembangan sistem usaha. Siswoputranto (1973) melakukan penelitian tentang pengaruh pemakaian asam sitrat, natrium metabisulfat, soda kue dan bakpuder pada pembuatan keripik pisang tanduk, Siswoputranto (1974) tentang pengaruh pemakaian amonium bikarbonat dan varietas pada pembuatan keripik pisang. Hofsetz dan Lopes (2005) mengenai teknologi proses pembuatan keripik pisang berdasarkan suhu dan waktu proses. Penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan dan terkait dengan materi penelitian ini dapat dilihat secara lebih terperinci pada Lampiran 1.

81 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Bertolak dari kondisi, potensi, dan prospek usaha mikro dan kecil makanan ringan, maka penelitian ini diarahkan untuk menghasilkan model untuk mengevaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan. Dengan munculnya berbagai paradigma baru dimana bisnis harus digerakkan oleh kepentingan pelanggan, maka dibutuhkan suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif (Dearden, 1969 dalam Yuwono et al., 2004) dan alat perbaikan sistem usaha yang juga berfokus pada pelanggan dan sesuai dengan karaktersitik teknis yang menunjukkan kemampuan usaha (stake holder) (Dale, 1990), dengan menggunakan strategi yang tepat untuk menjamin pencapaian tujuan perusahaan (Wheelen dan Hunger, 1996). Model evaluasi kinerja yang dibangun menggunakan pendekatan sistem manajemen strategi. Alasan akan perlunya sistem dalam pelaksanaan manajemen strategi antara lain adalah: (1) untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks dan turbulen, (2) perencanaan dan implementasi rencana membutuhkan konsensus, dan (3) keluaran suatu organisasi bersifat maya dan tidak terstruktur (Mulyadi, 2001). Pada tahap pemodelan sistem manajemen strategi, konfigurasi model didasarkan pada sumberdaya, pengetahuan dan resiko. Hal ini berkaitan dengan peran sistem manajemen strategi dalam pengelolaan perusahaan, antara lain: (1) melakukan pengamatan terhadap trend (trendwatching) perubahan lingkungan makro dan lingkungan industri untuk menggambarkan kondisi masa depan perusahaan (envisioning), (2) menterjemahkan visi dan strategi perusahaan dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki, dan (3) mengelola sumberdaya untuk mewujudkan visi organisasi. Pada model evaluasi kinerja UMK, strategi berbasis sumberdaya dan pengetahuan digunakan untuk mentransformasi data menjadi informasi, kemudian informasi diberi penilaian menjadi ide, lalu ide diberi konteks menjadi pengetahuan yang berkaitan dengan proses pengukuran dan perbaikan kinerja UMK. Strategi berbasis resiko

82 64 dimaksudkan untuk menghadapi ketidakpastian kondisi lingkungan eksternal perusahaan dan berfungsi sebagai media dalam melakukan pengamatan terhadap trend (trendwatching) dan menggambarkan kondisi masa depan UMK (envisioning). Pendekatan yang digunakan pada strategi berbasis resiko adalah aktivitas pemeringkatan (rating) UMK dan deteksi dini melalui prediksi terhadap perubahan nilai (level) kinerja akibat adanya perubahan nilai indikator lingkungan eksternal yang bersifat dinamis. Proses identifikasi terhadap indikator-indikator kinerja pada lingkungan internal, lingkungan eksternal, rencana strategis dan perspektif pengukuran kinerja Balanced Scorecard dilakukan dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas. Pendekatan survai pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis standar dalam sebuah proses pengukuran dan perbaikan kinerja usaha mikro dan kecil. Teknik pengukuran kinerja yang menempatkan pelanggan sebagai indikator utama setelah keuangan dibutuhkan untuk menelusuri kinerja harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. Selain itu dibutuhkan penentuan bobot perspektif yang berguna dalam memilih alternatif yang paling tepat melalui penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Level kinerja yang telah diukur akan memberikan gambaran terhadap perbaikan yang perlu dilakukan oleh usaha mikro dan kecil tersebut. Proses desain ulang sistem usaha secara menyeluruh diperlukan dalam membantu pihak manajemen mengatur elemen-elemen yang dibutuhkan dalam menyaring, mendefinisikan, dan menyebarkan suara pelanggan pada setiap level dari sistem usahanya, sehingga pengusaha mampu mengevaluasi respon potensial dalam menghadapi kebutuhan pelanggan yang universal. Disamping itu teknik perbaikan kinerja yang digunakan harus mampu menempatkan keterbatasan sumberdaya dan kondisi perusahaan sebagai dasar prioritas perbaikan yang terarah dan kontinyu.

83 65 Integrasi model manajemen strategi evaluasi kinerja yang dirancang diharapkan mampu memberikan hasil pengukuran dan perbaikan evaluasi kinerja yang akurat. Integrasi model tersebut juga diharapkan mampu menghasilkan prioritas inisiatif perbaikan kinerja sehingga sesuai dengan keinginan konsumen, serta memenuhi karakteristik usaha yang bersangkutan. Model perbaikan kinerja tersebut selanjutnya perlu untuk diimplementasikan pada usaha mikro dan kecil makanan ringan keripik pisang untuk melihat apakah model dapat bekerja pada UMK makanan ringan (Gambar 21). Tata Laksana Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari observasi lapang dan melakukan wawancara mendalam serta pengisian kuesioner dengan pelaku UMK makanan ringan dan pakar. Wawancara mendalam dan pengisian kuesioner terhadap pelaku UMK makanan ringan dilakukan untuk memperoleh data tentang indikator kinerja utama usaha mikro dan kecil makanan ringan. Wawancara mendalam terhadap pakar dilakukan untuk menentukan indikator kinerja kunci sebagai input pengukuran kinerja, yang nantinya akan menjadi karakteristik kebutuhan stakeholder dan data tingkat kepentingan dari kebutuhan stakeholder pada tahap perbaikan kinerja. Wawancara mendalam terhadap pakar dilakukan untuk memperoleh data karakteristik teknis dalam perbaikan kinerja dan data penilaian hubungan antar karakteristik teknis. Teknik Analisis Proses identifikasi terhadap indikator-indikator kinerja pada lingkungan internal, lingkungan eksternal, rencana startegik, dan perspektif kinerja dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas, dilanjutkan dengan teknik Ordered Weigthed Averaging (OWA) Operators untuk memperoleh indikator kinerja kunci.

84 66 Kondisi Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Potensi Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Prospek Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Identifikasi Indikator Kinerja dan Karakteristik Teknis Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan PENDEKATAN SISTEM MANAJEMEN STRATEGI - Basis Sumberdaya - Basis Pengetahuan - Basis Resiko Indikator Kinerja Kunci dan Karakteristik Teknis Standar Rancang Bangun Model Pengukuran Kinerja UMK Makanan Ringan Rancang Bangun Model Perbaikan Kinerja UKM Makanan Ringan Rancang Bangun Model Peramalan Tingkat Kinerja Berdasarkan Perubahan Lingkungan Eksternal yang Bersifat Makro pada UMK Makanan Ringan RANCANG BANGUN SISTEM MANAJEMEN STRATEGI MODEL EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN Gambar 21. Kerangka Pikir Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan.

85 67 Teknik pengukuran kinerja yang menempatkan pelanggan sebagai indikator utama setelah keuangan adalah teknik Pengukuran yang Berimbang (Balanced Scorecard). Teknik tersebut sesuai dengan karakteristik sistem pengukuran kinerja yang baik menurut Lynch dan Cross (1993), yang berguna dalam menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. Penentuan bobot perspektif dalam Balanced Scorecard tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik Proses Hirarki Analitik yang bersifat fuzzy (Fuzzy Analytical Hierarchy Process). Teknik ini berguna dalam memilih alternatif yang paling tepat melalui penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Level kinerja yang telah diukur akan memberikan gambaran terhadap perbaikan yang perlu dilakukan oleh usaha mikro dan kecil tersebut. Proses desain ulang sistem usaha secara menyeluruh dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Penyebaran Fungsi Kualitas (Quality Function Deployment) yang menghasilkan rekomendasi perbaikan dalam bentuk prioritas. Teknik ini berguna sebagai pendekatan yang sistematik untuk membantu pihak manajemen mengatur elemen-elemen yang dibutuhkan dalam menyaring, mendefinisikan, dan menyebarkan suara pelanggan pada setiap level dari sistem usahanya, sehingga pengusaha mampu mengevaluasi respon potensial dalam menghadapi kebutuhan pelanggan yang universal. Disamping itu metoda ini tetap menempatkan keterbatasan sumberdaya dan kondisi perusahaan sebagai dasar prioritas perbaikan yang terarah dan kontinyu. Integrasi Model Ordered Weigthed Averaging (OWA) Operators, Pengukuran yang Berimbang (Balanced Scorecard), Proses Hirarki Analitik yang bersifat fuzzy (Fuzzy Analytical Hierarchy Process), dan Penyebaran Fungsi Kualitas (Quality Function Deployment) diharapkan mampu memberikan hasil evaluasi kinerja yang signifikan. Integrasi model tersebut juga diharapkan mampu menghasilkan prioritas inisiatif perbaikan kinerja sehingga sesuai dengan keinginan konsumen, serta memenuhi karakteristik usaha yang bersangkutan.

86 68 Penggunaan strategi berbasis risiko dilakukan melalui perancangan model pemeringkatan (rating) UMK dan deteksi dini level kinerja UMK. Model pemeringkatan menggunakan teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index CPI). Model deteksi dini dilakukan melalui penentuan level kinerja UMK pada berbagai kondisi lingkungan eksternal yang dinamis dengan menggunakan teknik Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan melalui empat tahapan yang terdiri atas studi pendahuluan, identifikasi input model evaluasi kinerja, tahap perancangan model evaluasi kinerja, implementasi model evaluasi kinerja dan penarikan suatu kesimpulan. Studi Pendahuluan Pada studi pendahuluan dilakukan kajian terhadap bahan-bahan pustaka (studi literatur) yang mendukung dari berbagai sumber ilmiah terutama yang berkaitan dengan manajemen strategi dan sistem evaluasi kinerja. Penyusunan komponen-komponen yang harus dimiliki oleh sistem yang dikembangkan dilakukan untuk mendapatkan ciri-ciri dari sistem tersebut. Hal ini akan dilakukan dengan pendekatan deduksi berdasarkan literatur tentang evaluasi kinerja. Pendekatan sistem dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang penting dalam merepresentasikan proses peningkatan kinerja. Literatur yang digunakan sebagai referensi antara lain buku-buku yang memuat teori, metode dan teknik yang berhubungan dengan substansi penelitian, artikel ilmiah (jurnal, makalah, majalah, prosiding, skripsi, tesis, dan disertasi) yang berkaitan dengan hal-hal yang sesuai dengan kajian penelitian, data sekunder yang berasal dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Kantor Kementrian Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan Dinas Koperasi dan UKM. Data-data tersebut diperoleh melalui kunjungan langsung maupun penelusuran melalui internet.

87 69 Penentuan indikator-indikator kinerja dan karakteristik teknis usaha dilawali dengan tinjauan teoritis dan observasi lapangan terhadap lingkungan internal dan eksternal, rencana strategis, dan perspektif pengukuran kinerja Balanced Scorecard. Verifikasi dilakukan terhadap 100 usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung yang telah beroperasi selama enam bulan. Penentuan jumlah sampel mengikuti ketentuan minimal untuk menunjukkan data berdistribusi normal (Singarimbun, 1995) dan menurut Walpole (1995) agar sampel yang digunakan dalam penelitian akurat, maka sampel penelitian harus disesuaikan dengan tingkat kepercayaan dan tingkat kesalahan tertentu, sehingga ukuran sampel dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 2 Z α / n = 2 4 e 2 Dimana, nilai n merupakan jumlah minimal sampel. Nilai α merupakan tingkat signifikansi, diperoleh dari selisih antara 1 dengan nilai tingkat kepercayaan. Nilai e menunjukkan tingkat kesalahan. Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95% dengan tingkat kesalahan 10%. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh tidak akan menyimpang lebih dari 10%. Nilai α sebesar 0,05 (5%), nilai rasio dari α/2 sebesar 0,025 (2,5%) dan nilai e sebesar 0,1 (10%). Nilai Z 0, 025 diperoleh dari nilai tabel normal yaitu 1,96. Berdasarkan persamaan terdahulu diperoleh jumlah minimum sampel (n) yang harus digunakan adalah sebanyak 96,04 sampel. Kuesioner dirancang dengan menggunakan pengukuran skala likert (1 sampai 5) untuk menunjukkan penting atau tidaknya suatu alternatif indikator kinerja dalam pengukuran kinerja UMK makanan ringan. Hasil verifikasi digunakan untuk menghasilkan indikator yang penting dalam proses pengukuran kinerja UMK melalui uji validitas dan reliabilitas. Identifikasi Input Model Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan Indikator kinerja penting dan karakteristik teknis yang telah dihasilkan diuji dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in depth interview) terhadap pakar dan diolah dengan teknik Oredered Weighted Averaging (OWA) Operators untuk menghasilkan indikator kinerja kunci (IKK) dan karakteristik teknis standar (KTS) pada

88 70 proses evaluasi kinerja UMK makanan ringan. IKK juga menunjukkan karakteristik kebutuhan stakeholder pada tahap analisis perbaikan kinerja. Data perubahan nilai indikator lingkungan eksternal yang bersifat makro dibutuhkan dalam peramalan yang menjadi deteksi nilai kinerja pada masa yang akan datang. Data tingkat bobot kepentingan dari indikator kinerja kunci UMK makanan ringan, diperoleh dari wawancara mendalam terhadap pakar. Penentuan bobot kepentingan, dilakukan dengan penetapan nilai kepentingan berdasarkan label linguistik yang terdapat dalam teknik Fuzzy AHP, yaitu: E = sama penting (equally) W = Sedikit lebih penting (Moderatly) S = Jelas lebih penting (Strongly) VS= Sangat jelas lebih penting (Very Strongly) A = Mutlak lebih penting (Extremly preffered) Penentuan nilai target dilakukan dengan mencari praktik terbaik (best practicess) dan referensi yang relevan. Penentuan tingkat prioritas untuk menentukan best practices in the class, dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap pakar. Penentuan bobot kepentingan, dilakukan dengan penetapan nilai kepentingan berdasarkan label linguistik yang terdapat dalam teknik Fuzzy AHP, yaitu: E = sama penting (equally) W = Sedikit lebih penting (Moderatly) S = Jelas lebih penting (Strongly) VS= Sangat jelas lebih penting (Very Strongly) A = Mutlak lebih penting Extremly preffered) Penentuan target level kinerja, diperoleh dari kajian referensi dari best practices in the class yang dihasilkan dengan teknik Fuzzy AHP dan elisitasi pendapat pakar. Penentuan tingkat hubungan antar karakteristik teknis diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap pakar dan diolah dengan teknik OWA operators. Penentian tingkat hubungan mengikuti kaidah penilaian dengan menggunakan diagram

89 71 matriks dan pembobotan dengan pendekatan simbol tingkat pengaruh teknis dengan arah, yaitu: 2 = berarti berpengaruh kuat positif, dari kiri ke kanan 1 = berarti berpengaruh sedang positif, dari kanan ke kiri 0 = berarti tidak berpengaruh -1 = berarti berpengaruh sedang negatif, dari kanan ke kiri -2 = berarti berpengaruh kuat negatif, dari kiri ke kanan Pendekatan simbol dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat pengaruh teknis, yaitu: = berarti berpengaruh kuat positif, dari kiri ke kanan = berarti berpengaruh sedang positif, dari kanan ke kiri <kosong> = berarti tidak berpengaruh X = berarti berpengaruh sedang negatif, dari kanan ke kiri XX = berarti berpengaruh kuat negatif, dari kiri ke kanan Penentuan hubungan indikator kinerja kunci (IKK) dengan karakteristik teknis standar (KTS) diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap pakar dan diolah denga teknik OWA Operators. Penentuan hubungan dilakukan dengan penilaian sebagai berikut: Jika IKK memiliki hubungan sangat kuat terhadap KTS, diberi bobot 9 dan simbol Jika IKK memiliki hubungan sedang terhadap KTS, diberi bobot 3 dan simbol Ο Jika IKK memiliki hubungan lemah terhadap KTS, diberi bobot 1 dan simbol Jika IKK tidak memiliki hubungan terhadap KTS, diberi bobot 0 dan simbol (Kosong) Data hubungan-hubungan tersebut adalah sebagai berikut: (i) Hubungan Kuat Hubungan yang kuat antara faktor kebutuhan konsumen dengan faktor kebutuhan teknis menunjukkan bahwa faktor kebutuhan teknis tersebut sangat berpengaruh kepada karakteristik kualitas kinerja yang diinginkan.

90 72 (ii) Hubungan Sedang Hubungan yang sedang berarti bahwa faktor-faktor kebutuhan teknis juga mempengaruhi setiap faktor kebutuhan konsumen, tetapi tidak terlalu mempengaruhi dibandingkan dengan hubungan kuat. (iii) Hubungan Lemah Hubungan lemah berarti faktor kebutuhan teknis tidak terlalu mempengaruhi kebutuhan konsumen, tetapi keberadaannya harus tetap diperhatikan dan tidak dapat dihilangkan begitu saja, karena bagaimanapun hubungan ini mempengaruhi dalam pembentukan karakteristik kualitas kinerja yang diinginkan konsumen. Penentuan tingkat kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci UMK makanan ringan diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap pakar. Penentuan bobot indikator kinerja kunci dilakukan dengan penetapan nilai kepentingan berdasarkan skala likert (skala lima poin): Nilai 1 jika pakar menganggap tidak penting Nilai 2 jika pakar menganggap kurang penting Nilai 3 jika pakar mengganggap agak penting Nilai 4 jika pakar menganggap penting Nilai 5 jika pakar mengganggap sangat penting Nilai kepentingan rata-rata dicari dengan menggunakan Teknik OWA Operators. Penentuan alternatif rekomendasi perbaikan kinerja, diperoleh berdasarkan kajian teoritis yang dielaborasi dengan pendapat pakar melalui wawancara mendalam (in depth interview) untuk setiap kemungkinan karakteristik teknis yang menjadi prioritas perbaikan, yang diolah dengan teknik OWA Operators. Perancangan Model Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Perancangan model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan terdiri atas perancangan model pengukuran kinerja yang mengikuti proses dalam teknik balanced scorecard sehingga menghasilkan UMK scorecard dan perancangan model

91 73 perbaikan kinerja mengikuti pola yang terdapat pada teknik Quality Function Deploymernt (QFD) sehingga menghasilkan QFD UMK. Pemodelan menggunakan pendekatan sistem, dilakukan melalui tahap pembelajaran terhadap struktur sistem dari teori-teori guna menentukan komponen basis sistem serta keterkaitannya dengan metoda survai pakar (expert survai) yang terdiri atas tahap-tahap: 1. Analisis kebutuhan, didasarkan pada data indikator kinerja usaha yang diperoleh dari tinjauan teoritis dan wawancara terhadap ahli (pakar). 2. Formulasi masalah, dilakukan melalui identifikasi diagram alir formulasi masalah. 3. Identifikasi sistem, meliputi pembuatan konfigurasi sistem manajemen strategi dan diagram input-output indikator kinerja usaha mikro dan kecil. 4. Pemodelan sistem evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan. Implementasi Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Pengujian model manajemen strategi evaluasi kinerja dilakukan melalui implementasi model terhadap beberapa usaha mikro dan kecil makanan ringan di lima sentra produksi keripik pisang Propinsi Lampung. Berdasarkan hasil implementasi tersebut dapat diketahui rekomendasi perbaikan kinerja yang tepat bagi UMK makanan ringan keripik pisang yang bersangkutan. Tahapan yang dilakukan pada implementasi model tersebut adalah: 1. Penentuan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang sebagai objek implementasi model. 2. Pengukuran kinerja sampel usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang, menggunakan model Balanced Scorecard yang telah dirancang. 3. Penentuan indikator kinerja kunci yang menjadi prioritas perbaikan dan penentuan rekomendasi strategi perbaikan dengan metoda Penyebaran Fungsi Kualitas atau Quality Function Deployment (QFD) pada sampel usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang. 4. Penentuan Peringkat UMK menggunakan teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index, CPI) dengan skala likert.

92 74 5. Pengukuran kinerja prediktif usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang menggunakan model peramalan jaringan syaraf tiruan (Neural Network). Penentuan validitas dari model didasarkan pada hasil komparasi antara nilai-nilai yang dihasilkan pada implementasi model di beberapa usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung melalui wawancara mendalam (in depth interview) terhadap pakar dengan menggunakan alat bantu kuesioner dan lembar periksa (check sheet). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan dari beberapa software baik yang sudah ada maupun yang dirancang secara khusus dalam suatu sistem manajemen ahli evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan pada penelitian ini diharapkan mampu menjawab tujuan penelitian, meliputi rancangan model integrasi teknik perbaikan kinerja yang mampu memberikan evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan dan rancangan sistem manajemen ahli evaluasi kinerja makanan ringan.

93 75 STUDI PENDAHULUAN Studi Literatur dan Observasi Lapangan Variabel, Faktor, dan Indikator Kebutuhan Stake Holder Kinerja Usaha Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel, Faktor, dan Indikator Karakteristik Teknis Kinerja Usaha Indikator Penting Kinerja Usaha IDENTIFIKASI INPUT (SURVAI PAKAR) Identifikasi Indikator Kinerja Kunci (IKK) Identifikasi Karakteristik Teknis Standar (KTS) Identifikasi Alternatif Rekomendasi Perbaikan Kinerja UMK Penentuan Bobot Indikator Kinerja Kunci Penentuan Tingkat Hubungan antara IKK dan KTS Penentuan Tingkat Hubungan Antar Karakteristik Teknis Penentuan Tingkat Kepentingan Perbaikan IKK PERANCANGAN MODEL EVALUA- SI KINERJA UMK MAKANAN RINGAN Model Pengukuran Kinerja UMK Penentuan Target Kinerja Level kinerja Model Perbaikan Kinerja UMK IMPLEMENTASI DAN KESIMPULAN Prediksi Nilai Kinerja dan Pereringkatan UMK Makanan Ringan Rekomendasi Perbaikan Kinerja UMK Gambar 22. Tahapan Penelitian Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan

94 ANALISIS SISTEM Analisis Kebutuhan Stakeholder UMK Makanan Ringan Dalam mengevaluasi kinerja suatu usaha mikro dan kecil makanan ringan dibutuhkan karakteristik teknis yang menunjukkan kondisi ideal kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan yang dapat menjadi acuan evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan. Selain karakteristik teknis, juga dibutuhkan karakteristik kebutuhan UMK makanan ringan yang tertuang dalam indikator kinerja kunci UMK makanan ringan sebagai ukuran yang dapat menjelaskan posisi kinerja suatu perusahaan dan merupakan bahasa tersier yang mampu ditranformasi ke dalam nilai numerik. Rancang bangun model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan stakeholder, agar model dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan seluruh pihak yang terlibat dalam pengembangan UMK makanan ringan. Berdasarkan hasil kajian Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2002) mengenai pengembangan industri kecil dan menengah penggerak perekonomian daerah, kondisi usaha mikro dan kecil yang dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal menunjukkan kekuatan, kelemahan, peluang, serta tantangan yang dihadapi usaha mikro dan kecil. Kekuatan yang berasal dari lingkungan internal antara lain adalah: (a) Bahan baku tersedia di pasaran setempat/mudah diperoleh (b) Keterampilan dasar sudah dimiliki secara turun temurun (c) Teknologi tersedia dan mudah untuk dikuasai atau ditransfer (d) Dapat dijadikan usaha andalan/mata pencaharian masyarakat banyak (e) Adanya dukungan kebijakan dan program dari swasta maupun semua tataran pemerintahan.

95 82 Diagram Input Output Sistem Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan. Pendekatan dengan survey pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam sebuah proses evaluasi kinerja. Untuk menghasilkan model evaluasi kinerja yang efektif dibutuhkan deskripsi skematis sistem melalui interpretasi terhadap variabel-variabel yang terdapat pada perumusan strategi evaluasi kinerja ke dalam konsep kotak gelap (black box) mengikuti alur input, proses, output, seperti yang terlihat pada Gambar 25. Input Tak Terkendali -Harga Bahan Baku -Harga Pasar Produk -Keinginan Pelanggan Input Terkendali - Keuangan Perusahaan - Kemampuan Proses Bisnis Internal - Pertumbuhan dan Pembelajaran - Rencana Strategis - karakteristik Teknis - Kapasitas Produksi - Harga Jual Produk Input Lingkungan - Lingkungan Eksternal - Lingkungan Internal Model Evaluasi Kinerja Usa Mikro dan Kecil Makanan Ringan Pengendalian Sistem Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan Output yang Dikehendaki - Pendapatan Bersih UMK Makanan Ringan - Keuntungan UMK Makanan Ringan Output yang Tidak Dikehendaki - Kebutuhan Investasi UMK Meningkat - Biaya Pengendalian Proses dan Manajemen Kinerja Meningkat Gambar 25. Diagram Input-Output Sistem Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan.

96 77 Adapun kelemahan yang berasal dari lingkungan internal antara lain: (a) Manajemen, teknologi dan mesin/peralatan yang digunakan masih sederhana sehingga kurang efisien (b) Mutu produk beragam (c) Akses informasi pasar masih terbatas/belum dikuasai (d) Kemasan belum memenuhi persyaratan teknis dan tidak menarik konsumen. Selain lingkungan internal, lingkungan eksternal juga mempengaruhi usaha mikro dan kecil makanan ringan baik berupa peluang maupun tantangan/ancaman. Peluang yang berasal dari lingkungan eksternal antara lain: (a) Pangsa pasar dalam negeri cukup luas (b) Fundamental ekonomi makro Indonesia mulai membaik (c) Dapat dikembangkan untuk pasar ekspor Sedangkan tantangan yang berasal dari lingkungan eksternal antara lain: (a) Daya saing produk masih lemah (b) Persaingan semakin ketat baik dari produksi dalam negeri maupun barang impor (c) Iklim usaha belum kondusif bila dibandingkan fasilitas negara-negara pesaing terhadap usaha mikro dan kecilnya (d) Kebijakan pemerintah di berbagai bidang seperti tarif BBM, tarif transport, dan tarif listrik menyebabkan terjadinya peningkatan biaya yang signifikan. Kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan tersebut kemudian dijadikan dasar penentuan strategi pengembangan UMK makanan ringan, seperti pada Gambar 23.

97 KEKUATAN (STRENGTHS) KELEMAHAN (WEAKNESSES) PELUANG (OPPROTUNITIES) 1. Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan. 2. Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan meliputi sasaran, inisiatif strategi dan target usaha. 3. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri besar/bumn maupun lembagalembaga pendukung permodalan dan pemasaran (kekuatan ekonomi) 1. Evaluasi kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi. 2. Evaluasi mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. 3. Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan (kekuatan teknologi) TANTANGAN(THREATS) 1. Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan barang rusak. 2. Meningkatkan kemampuan. perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan. 3. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder (lingkungan tugas) 1. Evaluasi daya saing UMK makanan ringan melalui evaluasi pengetahuan tentang konsumen/pelanggan, meliputi mutu dan kelengkapan atribut produk. Gambar 23. Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan

98 79 Formulasi Masalah Usaha mikro dan kecil penggerak perekonomian daerah adalah usaha yang memproduksi barang dan jasa yang menggunakan bahan baku utamanya berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam, bakat, dan karya seni tradisional dari daerah setempat. Ciri atau kriterianya antara lain adalah: (1) bahan bakunya mudah diperoleh, karena tersedia di daerah, (2) menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi, (3) keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun temurun, (4) bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, (5) peluang pasar cukup luas, sebagian besar produknya terserap di pasar lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor, (6) beberapa komoditi tertentu memiliki cirri khas terkait dengan karya seni budaya masyarakat setempat, (7) melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat, dan (8) secara ekonomis menguntungkan. Lingkup komoditi prioritas usaha mikro dan kecil penggerak perekonomian daerah antara lain: (1) usaha makanan ringan, (2) usaha sutera alam, (3) usaha penyamakan kulit, (4) usaha minyak sawit, (5) usaha pupuk (alam dan organik), (6) usaha garam, (7) usaha genteng, (8) usaha alsintani dan pandai besi, (9) usaha kapal 100 GT, (10) motorisasi kapal nelayan, (11) usaha alat pertanian tradisional, (12) usaha tenun tradisional, (13) usaha perhiasan, dan (14) usaha anyaman. Dari keempat belas komoditi prioritas tersebut, usaha mikro dan kecil makanan ringan menduduki peringkat teratas dan terpenting untuk dikembangkan. Secara umum kondisi usaha mikro dan kecil makanan ringan saat ini menunjukkan bahwa lingkungan internal dan lingkungan eksternal sangat mempengaruhi perkembangan dan kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan. Secara lebih khusus, kondisi usaha mikro dan kecil makanan ringan dicirikan oleh: (a) Kurang memperhatikan aspek higienis (b) Masih menggunakan bahan tambahan yang tidak benar (dilarang) (c) Pengelolaan/manajemen usaha masih sederhana, dengan tingkat pengetahuan pengelola yang seadanya

99 80 (d) Mutu sangat beragam dan masih banyak yang belum sesuai standar (e) Kemasan sangat sederhana, tidak menarik dan label tidak sesuai dengan isi (f) Masuknya produk-produk makanan ringan dari negara lain yang mempunyai daya saing cukup tinggi. Pengembangan usaha mikro dan kecil diarahkan untuk meningkatkan permintaan (pull factors) dan meningkatkan pengembangan usaha (push factors). Untuk itu dibutuhkan perencanaan strategi yang tepat dan sistem usaha yang superior dari aspek keuangan maupun non keuangan. Secara teknis, peningkatan permintaan dapat dilakukan melalui meliputi: (1) memperkuat hubungan kemitraan antara usaha mikro dan kecil (penggerak perekonomian daerah) dengan usaha besar/bumn maupun lembaga-lembaga pendukung permodalan dan pemasaran, (2) menciptakan kebijakan iklim usaha yang lebih kondusif seperti peraturan pajak, bea masuk, distribusi, pemberian insentif, kemudahan kredit, dan lain-lain, (3) memberikan dukungan penelitian dan pengembangan, prasarana serta fasilitasi promosi dan pemasaran baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Peningkatan pengembangan usaha dapat dilakukan melalui: (1) menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku, (2) memperbaiki dan meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Berdasarkan uraian terdahulu, maka secara umum sasaran pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan merujuk kepada peningkatan jumlah nilai tambah dan nilai produksi, yang menggambarkan tingkat kinerja UMK. Untuk itu dibutuhkan suatu model yang mampu menjadi acuan bagi evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan, meliputi kemampuan pengelolaan terhadap lingkungan (eksternal dan internal), perencanaan strategi yang tepat, dan sistem usaha yang superior baik dari aspek keuangan maupun non keuangan. Diagram Lingkar Sebab Akibat. Identifikasi Sistem Identifikasi indikator kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan mengikuti model manajemen strategis (Hunger dan Wheelen, 2001). Proses manajemen

100 81 strategis meliputi empat elemen dasar: (1) pengamatan lingkungan, (2) formulasi strategi, (3) implementasi strategi, dan (4) evaluasi dan pengendalian. Untuk melaksanakan proses manajemen strategi dalam perbaikan kinerja UMK makanan ringan maka langkah pertama adalah melakukan pengamatan terhadap lingkungan eksternal maupun internal UMK makanan ringan, dan membuat formulasi stretagi yang berupa rencana strategi. Selain itu dibutuhkan suatu kerangka yang menjadi dasar dalam pengukuran kinerja yang mampu mengakomodir seluruh aspek dalam suatu UMK makanan ringan, meliputi aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Faktor-faktor yang terdapat pada keempat variabel tersebut kemudian membentuk hubungan sebab akibat yang pada akhirnya menjadi model dalam perbaikan kinerja UMK makanan ringan, seperti yang terlihat pada Gambar Kemampuan Proses Bisnis Internal Pengetahuan, pembelajaran, dan pertumbuhan + Lingkungan Eksternal Finansial Pelanggan Lingkungan Internal Perencanaan Strategik + Kinerja UMK Makanan Ringan + + Gambar 24. Diagram Lingkar Sebab Akibat Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan

101 82 Diagram Input Output Sistem Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan. Pendekatan dengan survey pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam sebuah proses evaluasi kinerja. Untuk menghasilkan model evaluasi kinerja yang efektif dibutuhkan deskripsi skematis sistem melalui interpretasi terhadap variabel-variabel yang terdapat pada perumusan strategi evaluasi kinerja ke dalam konsep kotak gelap (black box) mengikuti alur input, proses, output, seperti yang terlihat pada Gambar 25. Input Tak Terkendali -Harga Bahan Baku -Harga Pasar Produk -Keinginan Pelanggan Input Terkendali - Keuangan Perusahaan - Kemampuan Proses Bisnis Internal - Pertumbuhan dan Pembelajaran - Rencana Strategis - karakteristik Teknis - Kapasitas Produksi - Harga Jual Produk Input Lingkungan - Lingkungan Eksternal - Lingkungan Internal Model Evaluasi Kinerja Usa Mikro dan Kecil Makanan Ringan Pengendalian Sistem Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan Output yang Dikehendaki - Pendapatan Bersih UMK Makanan Ringan - Keuntungan UMK Makanan Ringan Output yang Tidak Dikehendaki - Kebutuhan Investasi UMK Meningkat - Biaya Pengendalian Proses dan Manajemen Kinerja Meningkat Gambar 25. Diagram Input-Output Sistem Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan.

102 ANALISIS SISTEM Analisis Kebutuhan Stakeholder UMK Makanan Ringan Dalam mengevaluasi kinerja suatu usaha mikro dan kecil makanan ringan dibutuhkan karakteristik teknis yang menunjukkan kondisi ideal kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan yang dapat menjadi acuan evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan. Selain karakteristik teknis, juga dibutuhkan karakteristik kebutuhan UMK makanan ringan yang tertuang dalam indikator kinerja kunci UMK makanan ringan sebagai ukuran yang dapat menjelaskan posisi kinerja suatu perusahaan dan merupakan bahasa tersier yang mampu ditranformasi ke dalam nilai numerik. Rancang bangun model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan stakeholder, agar model dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan seluruh pihak yang terlibat dalam pengembangan UMK makanan ringan. Berdasarkan hasil kajian Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2002) mengenai pengembangan industri kecil dan menengah penggerak perekonomian daerah, kondisi usaha mikro dan kecil yang dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal menunjukkan kekuatan, kelemahan, peluang, serta tantangan yang dihadapi usaha mikro dan kecil. Kekuatan yang berasal dari lingkungan internal antara lain adalah: (a) Bahan baku tersedia di pasaran setempat/mudah diperoleh (b) Keterampilan dasar sudah dimiliki secara turun temurun (c) Teknologi tersedia dan mudah untuk dikuasai atau ditransfer (d) Dapat dijadikan usaha andalan/mata pencaharian masyarakat banyak (e) Adanya dukungan kebijakan dan program dari swasta maupun semua tataran pemerintahan.

103 77 Adapun kelemahan yang berasal dari lingkungan internal antara lain: (a) Manajemen, teknologi dan mesin/peralatan yang digunakan masih sederhana sehingga kurang efisien (b) Mutu produk beragam (c) Akses informasi pasar masih terbatas/belum dikuasai (d) Kemasan belum memenuhi persyaratan teknis dan tidak menarik konsumen. Selain lingkungan internal, lingkungan eksternal juga mempengaruhi usaha mikro dan kecil makanan ringan baik berupa peluang maupun tantangan/ancaman. Peluang yang berasal dari lingkungan eksternal antara lain: (a) Pangsa pasar dalam negeri cukup luas (b) Fundamental ekonomi makro Indonesia mulai membaik (c) Dapat dikembangkan untuk pasar ekspor Sedangkan tantangan yang berasal dari lingkungan eksternal antara lain: (a) Daya saing produk masih lemah (b) Persaingan semakin ketat baik dari produksi dalam negeri maupun barang impor (c) Iklim usaha belum kondusif bila dibandingkan fasilitas negara-negara pesaing terhadap usaha mikro dan kecilnya (d) Kebijakan pemerintah di berbagai bidang seperti tarif BBM, tarif transport, dan tarif listrik menyebabkan terjadinya peningkatan biaya yang signifikan. Kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan tersebut kemudian dijadikan dasar penentuan strategi pengembangan UMK makanan ringan, seperti pada Gambar 23.

104 KEKUATAN (STRENGTHS) KELEMAHAN (WEAKNESSES) PELUANG (OPPROTUNITIES) 1. Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan. 2. Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan meliputi sasaran, inisiatif strategi dan target usaha. 3. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri besar/bumn maupun lembagalembaga pendukung permodalan dan pemasaran (kekuatan ekonomi) 1. Evaluasi kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi. 2. Evaluasi mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. 3. Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan (kekuatan teknologi) TANTANGAN(THREATS) 1. Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan barang rusak. 2. Meningkatkan kemampuan. perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan. 3. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder (lingkungan tugas) 1. Evaluasi daya saing UMK makanan ringan melalui evaluasi pengetahuan tentang konsumen/pelanggan, meliputi mutu dan kelengkapan atribut produk. Gambar 23. Strategi Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan

105 79 Formulasi Masalah Usaha mikro dan kecil penggerak perekonomian daerah adalah usaha yang memproduksi barang dan jasa yang menggunakan bahan baku utamanya berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam, bakat, dan karya seni tradisional dari daerah setempat. Ciri atau kriterianya antara lain adalah: (1) bahan bakunya mudah diperoleh, karena tersedia di daerah, (2) menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi, (3) keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun temurun, (4) bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, (5) peluang pasar cukup luas, sebagian besar produknya terserap di pasar lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor, (6) beberapa komoditi tertentu memiliki cirri khas terkait dengan karya seni budaya masyarakat setempat, (7) melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat, dan (8) secara ekonomis menguntungkan. Lingkup komoditi prioritas usaha mikro dan kecil penggerak perekonomian daerah antara lain: (1) usaha makanan ringan, (2) usaha sutera alam, (3) usaha penyamakan kulit, (4) usaha minyak sawit, (5) usaha pupuk (alam dan organik), (6) usaha garam, (7) usaha genteng, (8) usaha alsintani dan pandai besi, (9) usaha kapal 100 GT, (10) motorisasi kapal nelayan, (11) usaha alat pertanian tradisional, (12) usaha tenun tradisional, (13) usaha perhiasan, dan (14) usaha anyaman. Dari keempat belas komoditi prioritas tersebut, usaha mikro dan kecil makanan ringan menduduki peringkat teratas dan terpenting untuk dikembangkan. Secara umum kondisi usaha mikro dan kecil makanan ringan saat ini menunjukkan bahwa lingkungan internal dan lingkungan eksternal sangat mempengaruhi perkembangan dan kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan. Secara lebih khusus, kondisi usaha mikro dan kecil makanan ringan dicirikan oleh: (a) Kurang memperhatikan aspek higienis (b) Masih menggunakan bahan tambahan yang tidak benar (dilarang) (c) Pengelolaan/manajemen usaha masih sederhana, dengan tingkat pengetahuan pengelola yang seadanya

106 80 (d) Mutu sangat beragam dan masih banyak yang belum sesuai standar (e) Kemasan sangat sederhana, tidak menarik dan label tidak sesuai dengan isi (f) Masuknya produk-produk makanan ringan dari negara lain yang mempunyai daya saing cukup tinggi. Pengembangan usaha mikro dan kecil diarahkan untuk meningkatkan permintaan (pull factors) dan meningkatkan pengembangan usaha (push factors). Untuk itu dibutuhkan perencanaan strategi yang tepat dan sistem usaha yang superior dari aspek keuangan maupun non keuangan. Secara teknis, peningkatan permintaan dapat dilakukan melalui meliputi: (1) memperkuat hubungan kemitraan antara usaha mikro dan kecil (penggerak perekonomian daerah) dengan usaha besar/bumn maupun lembaga-lembaga pendukung permodalan dan pemasaran, (2) menciptakan kebijakan iklim usaha yang lebih kondusif seperti peraturan pajak, bea masuk, distribusi, pemberian insentif, kemudahan kredit, dan lain-lain, (3) memberikan dukungan penelitian dan pengembangan, prasarana serta fasilitasi promosi dan pemasaran baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Peningkatan pengembangan usaha dapat dilakukan melalui: (1) menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku, (2) memperbaiki dan meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Berdasarkan uraian terdahulu, maka secara umum sasaran pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan merujuk kepada peningkatan jumlah nilai tambah dan nilai produksi, yang menggambarkan tingkat kinerja UMK. Untuk itu dibutuhkan suatu model yang mampu menjadi acuan bagi evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan, meliputi kemampuan pengelolaan terhadap lingkungan (eksternal dan internal), perencanaan strategi yang tepat, dan sistem usaha yang superior baik dari aspek keuangan maupun non keuangan. Diagram Lingkar Sebab Akibat. Identifikasi Sistem Identifikasi indikator kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan mengikuti model manajemen strategis (Hunger dan Wheelen, 2001). Proses manajemen

107 81 strategis meliputi empat elemen dasar: (1) pengamatan lingkungan, (2) formulasi strategi, (3) implementasi strategi, dan (4) evaluasi dan pengendalian. Untuk melaksanakan proses manajemen strategi dalam perbaikan kinerja UMK makanan ringan maka langkah pertama adalah melakukan pengamatan terhadap lingkungan eksternal maupun internal UMK makanan ringan, dan membuat formulasi stretagi yang berupa rencana strategi. Selain itu dibutuhkan suatu kerangka yang menjadi dasar dalam pengukuran kinerja yang mampu mengakomodir seluruh aspek dalam suatu UMK makanan ringan, meliputi aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Faktor-faktor yang terdapat pada keempat variabel tersebut kemudian membentuk hubungan sebab akibat yang pada akhirnya menjadi model dalam perbaikan kinerja UMK makanan ringan, seperti yang terlihat pada Gambar Kemampuan Proses Bisnis Internal Pengetahuan, pembelajaran, dan pertumbuhan + Lingkungan Eksternal Finansial Pelanggan Lingkungan Internal Perencanaan Strategik + Kinerja UMK Makanan Ringan + + Gambar 24. Diagram Lingkar Sebab Akibat Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan

108 PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Strategi pembangkitan rencana perbaikan kinerja dalam lingkungan yang dinamis mengikuti model yang dikembangkan oleh Arnold dan Jantke (1994) seperti yang terlihat pada Gambar 26. Pengolahan Inferensi Diagnosa Antar-muka Terapi Diagnosa Perencanaan Terapi Pelaksana an Terapi Basis Pengetahuan Peringatan Nodanoda Penyebab Representasi Teknologi Skrip Tinda kan Basis Kaidah Antar-muka Pengolahan Sistem Pengawasan dan Kendali Evaluasi Kinerja UMK Pengolahan Keripik Pisang Gambar 26. Arsitektur Sistem Pembangkitan Perlakuan Perbaikan Kinerja UMK Makanan Ringan (Arnold dan Jantke (1994) Rancang bangun model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan dirancang dalam bentuk paket program komputer yang terdiri dari komponen sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan, dan sistem manajemen basis model, yang dihubungkan dengan sistem pengolahan terpusat dan dengan bantuan sistem manajemen dialog akan memudahkan komunikasi antar pengguna yang bersifat interaktif. Dari aliran sistem pembangkitan perlakuan perbaikan kinerja tersebut dihasilkan konfigurasi model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan (Gambar 27).

109 Data Model Pengetahuan Sistem Manajemen Basis Data Sistem Manajemen Basis Model Sistem Manajemen Basis Pengetahuan 1. Data variabel, dimensi, dan indikator kinerja kunci UMK. 2.Data variabel, dimensi, dan indikator karakteristik teknis. 3.Data Bobot Kepentingan Perspektif dan IKK untuk pengukuran Kinerja 4. Data Tingkat kepentingan Perbaikan IKK pada Evaluasi Kinerja UMK. 5. Data tingkat hubungan antar karakteristik teknis UMK. 6. Data nilai hubungan antara indikator kinerja kunci UMK keripik pisang dengan karakteristik teknis UMK. Sistem Pengolahan Terpusat 1. Sub model penentuan IKK dan KTS (OWA Operators). 2. Sub model penentuan bobot dan prioritas indikator kinerja kunci dan best practices in the class (Fuzzy AHP). 3. Sub model pengukuran kinerja (Balanced score card). 4. Sub model perbaikan kinerja (Quality Function Deployment) 5. Sub model deteksi dini nilai kinerja (Jaringan Syaraf Tiruan). 6. Sub model penentuan peringkat UMK (Comparative Performance Index) 1. Pengetahuan indikator kinerja kunci UMK keripik pisang 2. Pengetahuan karakteristik teknis kinerja UMK makanan ringan 3. Pengetahuan hirarki kriteria dan alternatif bobot prioritas indikator kinerja kunci UMK keripik pisang 4. Pengetahuan hirarki best practices in the class di UMK pengolahan keripik pisang 5. Pengetahuan hubungan antara perubahan indikator dari lingkungan eksternal terhadap nilai kinerja. 6. Pengetahuan peringkat UMK 7. Pengetahuan rekomendasi Perbaikan Kinerja UMK Sistem Manajemen Dialog Pengguna Gambar 27. Konfigurasi Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan

110 85 Kerangka Model Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan digunakan untuk mengolah data. Data yang dimasukkan, disimpan dalam sistem manajemen basis data yang dapat dipanggil kembali apabila diperlukan. Sistem manajemen basis data dirancang bersifat interaktif dan fleksibel untuk memudahkan perubahan-perubahan yang diperlukan. Data dalam sistem manajemen basis data ini digunakan dalam sistem manajemen basis model. Data dalam sistem ini meliputi data variabel kinerja UMK makanan ringan, data dimensi kinerja UMK, data indikator kinerja UMK, data variabel karaktersitik teknis, data dimensi karakteristik teknis, data indikator karakteristik teknis, data tingkat hubungan antar karakteristik teknis, data tingkat kepentingan indikator kinerja UMK makanan ringan, dan data nilai hubungan antara indikator kinerja UMK makanan ringan dengan karakteristik teknis. Data indikator kinerja UMK makanan ringan diidentifikasi berdasarkan kebutuhan stake holder UMK makanan ringan dan dielaborasi dengan survey kepada responden pengusaha pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung dan survey kepada pakar, sedangkan data indikator karakteristik teknis diperoleh dari kajian teori kinerja berdasarkan pendekatan manajemen strategi yang dielaborasi dengan pendapat pakar. Data Variabel Kinerja. Berdasarkan strategi pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan dilakukan kajian teoritis dan survey pendahuluan dengan melakukan penyebaran kuesioner diperoleh variabel kinerja UMK makanan ringan seperti terlihat pada Tabel 4.

111 86 Tabel 4. Identifikasi Variabel Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Strategi 1. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder 2. Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan 3. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri besar/bumn maupun lembagalembaga pendukung permodalan dan pemasaran 4. Meningkatkan kemampuan. perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan. 5. Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan melalui penentuan sasaran, inisiatif strategi dan target usaha 6. Peningkatan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi. 7. Peningkatan daya saing UMK makanan ringan melalui evaluasi pengetahuan tentang konsumen/pelanggan meliputi mutu dan kelengkapan atribut produk. 8. Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan 9. Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan barang rusak. 10. Peningkatan mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. Variabel Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Perencanaan Strategis Perspektif Keuangan Perspektif Pelanggan Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Data Dimensi Kinerja. Variabel kinerja yang telah ditetapkan dijadikan dasar penentuan dimensi kinerja melalui kajian teoritis dan survey dengan menggunakan kuesioner. Dimensi kinerja merupakan bahasa sekunder yang mampu menjelaskan lebih lanjut variabel-variabel yang berhasil diidentifikasi ke dalam suatu sistem pengukuran dan perbaikan kinerja. Hasil identifikasi terhadap dimensi kinerja dapat dilihat pada Tabel 5.

112 87 Tabel 5. Dimensi Karakteristik Kebutuhan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Variabel Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Rencana Strategi Perspektif Keuangan Perspektif Pelanggan Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Dimensi Lingkungan Sosial 1. Kekuatan ekonomi 2. Kekuatan teknologi Lingkungan Tugas 3. Ancaman pesaing baru (pesaing) 4. Persaingan antar perusahaan yang ada (komunitas lokal) 5. Ancaman produk substitusi 6. Kekuatan penawaran pemasok 7. Kekuatan pembeli 8. Kekuatan relatif dari stakeholder lain (pemerintah, serikat kerja, kreditur, asosiasi perdagangan, memegang saham, kelompok kepentingan khusus) 9. Struktur 10.Budaya 11.Kekayaan sumberdaya perusahaan dan aplikasinya 12.Sasaran strategi 13.Inisiatif strategi 14.Target 15.Pertumbuhan 16.Mempertahankan pangsa pasar 17.Hasil Usaha (harvest) 18.Pengukuran inti pelanggan (Customer core measurement) 19. Proposisi nilai pelanggan (Customer value proposition) 20.Proses inovasi (pemahaman terhadap kebutuhan laten pelanggan) 21.Proses operasi (pembuatan dan penyampaian produk) 22.Proses pelayanan purna jual penanganan garansi 23.Perbaikan penanganan atas barang rusak 24.Kemampuan dan motivasi pekerja 25.Kemampuan sistem informasi

113 88 Data Indikator Kinerja. Indikator kinerja merupakan ukuran yang dapat menjelaskan posisi kinerja suatu perusahaan dan merupakan bahasa tersier yang mampu ditranformasi ke dalam nilai numerik. Penentuan indikator kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan dilakukan berdasarkan hasil kajian teoritis yang berasal dari berbagai sumber ilmiah yang berkaitan dengan pengukuran dan perbaikan kinerja, dielaborasi dengan observasi terhadap responden UMK makanan ringan dan pendapat pakar (expert survey), berdasar pada hasil identifikasi dimensi kinerja. Identifikasi indikator pengukuran kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan mengikuti model manajemen strategis (Hunger dan Wheelen, 2001). Proses manajemen strategis meliputi empat elemen dasar: (1) pengamatan lingkungan, (2) perumusan strategi, (3) Implementasi strategi, (4) evaluasi dan pengendalian. Pengamatan Lingkungan Perumusan Strategi Implementasi Strategi Evaluasi dan Pengendalian Gambar 28. Proses Manajemen Strategik (Hunger dan Wheelen, (2001) Pengamatan Lingkungan terdiri atas pengamatan terhadap lingkungan internal dan eksternal. Perumusan strategi meliputi pengembangan rencana jangka panjang manajemen yang efektif dari kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan. Implementasi strategi meliputi implementasi model evaluasi kinerja, sedangkan evaluasi dan pengendalian ditujukan untuk menghasilkan rekomendasi perbaikan. Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar perusahaan yang terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan kerja (Hunger and Wheelen, 1992). Indikator lingkungan eksternal terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Lingkungan sosial merupakan lingkungan yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek dan seringkali dapat mempengaruhi keputusan jangka panjang. Terdiri atas kekuatan

114 89 ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan hukum politik, kekuatan sosiokultural. Kekuatan ekonomi merupakan kekuatan yang mengatur pertukaran material, uang, energi, dan informasi. Indikatornya adalah (1) Tingkat inflasi, (2) Nilai tukar mata uang, (3) Tingkat suku bunga, (4) Jumlah uang beredar, (5) Tingkat pengangguran, (6) Pertumbuhan ekonomi, (7) Ketersediaan bahan bakar, (8) Harga bahan bakar, (9) Upah tenaga kerja, (10) Pendapatan. Kekuatan teknologi merupakan kekuatan yang menghasilkan penemuan pemecahan masalah. Indikatornya adalah: (1) Jumlah pengeluaran untuk riset, (2) Tingkat teknologi yang digunakan, (3) Produk baru, (4) Perlindungan paten, (5) Kecepatan transfer teknologi, (6) Otomatisasi. Lingkungan kerja terdiri dari elemen-elemen atau kelompok yang secara langsung berpengaruh atau dipengaruhi oleh operasi-operasi utama organisasi. Ancaman pesaing baru terdiri atas: (1) Skala ekonomi, (2) Diferensiasi produk, (3) Peraturan pemerintah. Persaingan antar perusahaan yang telah ada (komunitas lokal) terdiri atas: (1) Jumlah pesaing, (2) Tingkat pertumbuhan usaha, (3) Karakteristik produk dan jasa pesaing, (4) Biaya tetap pesaing, (5) Kapasitas produksi pesaing. Ancaman produk substitusi terdiri atas: (1) Kesamaan performansi produk substitusi, (2) Harga dasar produk substitusi, (3) Kualitas produk substitusi. Kekuatan penawaran pemasok terdiri atas: (1) Lokasi pemasok (terpencar), (2) Karakteristik pemasok, (3) Jumlah pemasok, (4) Karakteristik barang yang dipasok. Kekuatan penawaran pembeli terdiri atas: (1) Kualitas produk UMK, (2) Harga bersaing, (3) Garansi. Kekuatan relatif dari stakeholder lain (pemerintah, serikat kerja, kreditur, asosiasi perdagangan, pemegang saham, kelompok kepentingan khusus terdiri atas hambatan keluar (penetrasi pasar). Lingkungan Internal Lingkungan internal adalah lingkungan yang ada di dalam perusahaan yang terdiri atas struktur, budaya, dan sumberdaya (Wheelen and Hunger, 1992). Struktur (S) merupakan cara bagaimana perusahaan diorganisasikan yang berkenaan dengan komunikasi, wewenang, dan arus kerja. Indikatornya adalah: (1) Tingkat komunikasi dalam rantai tugas, (2) Baik/tidaknya proses pengambilan

115 90 keputusan dalam perusahaan, (3) Baik/tidaknya pembagian tugas dan wewenang dalam perusahaan. Budaya (B) merupakan pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Indikatornya adalah: (1) Ada/tidaknya budaya yang dianut perusahaan, (2) Ada/tidaknya harapan yang ditetapkan perusahaan, (3) Ada/tidaknya nilai-nilai yang berlaku di perusahaan. Kekayaan sumberdaya perusahaan dan aplikasinya (SD) merupakan aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi. Indikatornya adalah (1) Durabilitas, yaitu tingkat yang menunjukkan daya tahan sumber daya dan perusahaan menjadi berkurang atau ketinggalan zaman, (2) Transparansi, yaitu kecepatan perusahaan pesaing untuk mampu memahami hubungan sumber daya dan yang mendukung kesuksesan strategi perusahaan, (3) Tranferabilitas, yaitu kecakapan para pesaing untuk mengumpulkan sumber daya dan yang perlu untuk mendukung tantangan pesaing, (4) Replikabilitas, yaitu kecakapan pesaing untuk menggunakan sumber daya dan untuk meniru kesuksesan perusahaan. Keempat indikator tersebut menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menguasai akses dan networking dalam memenangkan persaingan, baik antara sperusahaan dengan level skala usaha yang sama maupun terhadap perusahaan dengan skala yang lebih besar. Perencanaan Strategik Menurut Blocher et al. (1999), manajemen strategik merupakan pembangunan suatu posisi kompetitif yang berkelanjutan sehingga menciptakan keberhasilan bersaing yang terus menerus. Pearce dan Robinson (1997) berpendapat bahwa manajemen strategik merupakan sekumpulan keputusan dan kegiatan dalam memformulasikan dan mengimplementasikan rencana yang dirancang dalam mencapai tujuan perusahaan. Jauch and Glueck (1992) mendefinisikan manajemen strategik adalah tahapan dan aktivitas yang membawa kepada pengembangan suatu strategi yang efektif atau startegis untuk membantu pencapaian tujuan korporasi. Ward (1993) berpendapat bahwa manajemen strategik biasanya dihubungkan dengan pendekatan manajemen yang integratif yang mengedepankan secara bersamasama seluruh elemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian sebuah

116 91 strategi bisnis. Sedangkan Mulyadi (2001) mengartikan perencanaan strategik sebagai langkah penerjemahan strategi ke dalam sasaran-sasaran strategik yang komprehensif dan koheren. Dimensi rencana strategik adalah sasaran strategik, inisiatif strategik, dan target. Menurut Mulyadi (2001), aspek dalam rencana strategik meliputi sasaran strategik, inisiatif strategik, dan target. Sasaran strategik merupakan pernyataan kualitatif yang akan melukiskan kondisi yang akan diwujudkan dimasa depan dan dapat merupakan penjabaran tujuan organisasi, terdiri atas shareholder value, firm equity, organizational capital, dan human capital (Tabel 6). Tabel 6. Indikator dan Ukuran Pemacu Kinerja untuk Setiap Sasaran Strategik Sasaran Strategik Ukuran Strategik Shareholder Value Ukuran Hasil (Lag Indicator) S1 Pertumbuhan financial returns S2 Pertumbuhan pendapatan S3 Berkurangnya biaya Firm Equity F1 Meningkatkan kepercayaan pelanggan F2 Kecepatan layanan F3 Kualitas hubungan dengan pelanggan ROI Pertumbuhan pendapatan Penurunan biaya Persentase pendapatan dari pelanggan baru Throughput time Retensi pelanggan Ukuran Pemacu Kinerja (Lead Indicator) Revenue Mix Cycle-Effectiveness Bertambahnya pelanggan baru Berkurangnya nonvalue- added time Kedalaman hubungan (depth of relationship) Organizational Capital O1 Meningkatkan proses layanan kepada pelanggan O2 State of the art technology O3 Terintegrasinya proses layanan kepada pelanggan Human Capital H1 Meningkatnya kapabilitas personel H2 Meningkatnya personel Sumber: Mulyadi (2001). Tingkat kesalahan pelayanan Perbandingan nilai peralatan mutakhir dengan nilai peralatan lama Waktu merespon Revenue per employee Kepuasan personel Berkurangnya tingkat kesalahan pelayanan Investasi dalam peralatan baru Cycle-Effectiveness Strategic job Survai kepuasan personel

117 92 Inisiatif strategik merupakan program pelaksanaan yang bersifat strategik untuk mewujudkan sasaran strategik. Inisiatif strategik dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan kualitatif yang berupa langkah besar yang akan dilaksanakan di masa depan untuk mewujudkan sasaran strategik. Tabel 7. Indikator Sasaran Strategik dan Inisiatif Strategik Sasaran Strategik Inisiatif Strategik Shareholder Value S1 Pertumbuhan ROI S2 Pertumbuhan pendapatan S3 Berkurangnya biaya Firm Equity F1 Meningkatkan kepercayaan pelanggan F2 Kecepatan layanan F3 Kualitas hubungan dengan pelanggan Organizational Capital O1 Meningkatkan proses layanan kepada pelanggan O2 State of the art technology O3 Terintegrasinya proses layanan kepada pelanggan Human Capital H1 Meningkatnya kapabilitas personel H2 Meningkatnya personel Sumber: Mulyadi (2001). Evaluasi kualitas data untuk layanan pelanggan Evaluasi kecepatan dan ketepatan layanan Pembangunan kemitraan dengan pelanggan Pembangunan boundaryless organizational desain dan instalasi digital nervous sistem Peremajaan perlengkapan secara berkelanjutan Business Process Reenginering Pendidikan dan pelatihan strategic job Rekruitmen untuk mengisi strategic job Evaluasi Quality of work Target merupakan suatu proses penentuan keberhasilan pencapaian sasaran strategik yang dilakukan pada saat penyusunan rencana strategik, namun sifatnya masih sementara. Target dapat direvisi kembali setelah rencana strategik dijabarkan ke dalam program. Indikator untuk setiap target dapat dilihat pada Tabel 8.

118 93 Tabel 8. Indikator/Ukuran Hasil dan Ukuran Pemacu Kinerja untuk Setiap Sasaran Strategik dan Target Sasaran Strategik Ukuran Strategik Target Shareholder Value S1 Pertumbuhan financial returns S2 Pertumbuhan pendapatan S3 Berkurangnya biaya ROI Ukuran Hasil (Lag Indicator) Pertumbuhan pendapatan Penurunan biaya Ukuran Pemacu Kinerja (Lead Indicator) Revenue Mix Cycle-Effectiveness Tumbuh 5%/tahun Revenue meningkat mulai tahun ke-3 Turun 15% pada tahun ke-3 Firm Equity F1 Meningkatkan kepercayaan pelanggan F2 Kecepatan layanan F3 Kualitas hubungan dengan pelanggan Persentase pendapatan dari pelanggan baru Throughput time Retensi pelanggan Bertambahnya pelanggan baru Berkurangnya nonvalue- added time Kedalaman hubungan (depth of relationship) 15% per tahun 15 menit mulai tahun ke-3 90% pelanggan, tetap menjadi pelanggan mulai tahun ke-3 Organizational Capital O1 Meningkatkan proses layanan kepada pelanggan O2 State of the art technology O3 Terintegrasinya proses layanan kepada pelanggan Tingkat kesalahan pelayanan Perbandingan nilai peralatan mutakhir dengan nilai peralatan lama Waktu merespon Berkurangnya tingkat kesalahan pelayanan Investasi dalam peralatan baru Cycle-Effectiveness 1% mulai tahun ke- 3 5:1 15 menit Human Capital H1 Meningkatnya Revenue per employee kapabilitas personel H2 Meningkatnya Kepuasan personel personel Sumber: Mulyadi (2001). Strategic job Survai kepuasan personel Rp. 100 juta/orang Indeks 90 mulai tahun ke-3

119 94 Perspektif Keuangan dalam Balanced Scorecard Perspektif keuangan merupakan fokus dari pencapaian seluruh tujuan dan pengukuran kinerja yang dapat menunjukkan evaluasi penerimaan, terjadinya biaya dan tercapainya produktivitas, pemanfaatan aset dan utilitas, dan penurunan resiko yang dapat menjadi penghubung antara perspektif scorecard lainnya (Kaplan dan Norton, 1996). Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton (1996) dibedakan menjadi tiga tahap: growth, sustain, dan harvest. Growth (Berkembang) Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan untuk growth

120 95 stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dari produk dan jasa baru. Sustain Stage (Bertahan). Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Harvest (Panen). Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu. Indikator untuk setiap tahapan dalam perspektif keuangan dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

121 96 Tabel 9. Indikator Kinerja Keuangan dalam Balanced scorecard Business Unit Strategy Pertumb uhan Keber lanjut an Hasil Revenue Growth and Mix Tingkat pertumbuhan penjualan per segmen Persentase penerimaan dari produk, pelayanan, dan pelanggan baru. Pangsa dari pelanggan yang ditargetkan Penjualan silang Persentase penerimaan dari aplikasi baru Profitabilitas lini produk dan pelanggan Profitabilitas lini produk dan pelanggan Strategic Themes Cost Reduction/ Productivity Improvement Penerimaan/pekerja Biaya vs tingkat penurunan biaya pesaing Pengeluaran tidak langsung (persentase penjualan) Biaya per unit (per unit output, per transaksi) Asset Ulitization Investasi (persentase penjualan) R&D (persentase penjualan) Rasio modal kerja (aliran kas) ROCE per kategori aset utama Tingkat utilitas aset Payback throughput Persentase pelanggan yang tidak menguntungkan Sumber: Kaplan dan Norton (1996) Perspektif Pelanggan dalam Balanced Scorecard Perspektif Pelanggan merupakan proses identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang telah dipilih untuk bersaing. Segmen ini merepresentasikan sumber yang akan menghasilkan komponen penerimaan dari tujuan keuangan perusahaan. Perspektif keuangan memungkinkan perusahaan untuk menetapkan ukuran outcome dari pelanggan inti- kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi, dan profitabilitas untuk pelanggan target dan segmen pasar (Kaplan dan Norton, 1996). Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Sekarang strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang,

122 97 mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya. Suatu produk akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan konsumen. Indikator kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok inti dan kelompok penunjang. Kelompok inti terdiri atas (1) pangsa pasar, yaitu mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan, (2) tingkat perolehan para pelanggan baru, yaitu mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelangganpelanggan baru, (3) kemampuan mempertahankan para pelanggan lama, yaitu mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanganpelanggan lama, (4) tingkat kepuasan pelanggan, yang mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan, dan (5) tingkat profitabilitas pelanggan, yang mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan. Kelompok penunjang terdiri atas: (1) atribut-atribut produk (fungsi, harga dan mutu) dan pelayanan. Indikator atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak sempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi produksi, (2) hubungan dengan pelanggan. Indikator yang termasuk sub kelompok ini adalah tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan. (3) citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen. Indikator untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel berikut.

123 98 Tabel 10. Indikator Perspektif Pelanggan dalam Balanced Scorecard Kelompok Inti: Pangsa Pasar Kelompok Akuisisi Pelanggan Retensi Pelanggan Kepuasan Pelanggan Profitabilitas Pelanggan Kelompok Penunjang: Atribut Produk dan Pelayanan Hubungan dengan Pelanggan Citra dan Reputasi Indikator Merefleksikan proporsi dari perusahaan dalam suatu pasar yang sudah ada (jumlah pelanggan, Jumlah uang yang dibelanjakan, atau volume penjualan dalam satuan unit) yang dijual oleh suatu perusahaan). Mengukur dalam ukuran yang pasti atau relatif, tingkat dimana suatu unit usaha besikap atraktif dalam memenangkan pelanggan usaha baru (jumlah pelanggan yang baru). Tracks, dalam ukuran yang pasti atau relatif, tingkat dimana suatu unit usaha mengelola hubungan yang tengah berlangsung dengan pelanggannya (jumlah pelanggan yang tetap membeli). Mengukur level kepuasan pelanggan pada kriteria kinerja yang spesifik dalam suatu proposisi nilai. Mengukur keuntungan bersih dari pelangga atau segmen, setelah disetujuinya pengeluaran khusus untuk mendukung pelanggan. Fungsionalitas, kualitas, harga, waktu Penghantaran produk atau pelayanan kepada pelanggan, waktu (respon) penghantaran produk atau pelayanan kepada pelanggan, gambaran perasaan pelanggan saat pembelian Atribut produk, brand dan citra Sumber: Kaplan dan Norton (1996) Perspektif Proses Bisnis Internal dalam Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (1996), dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi inovasi, proses produksi, dan proses penyampaian produk atau jasa pada pelanggan.

124 99 Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini indikator yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu produk secara relatif jika dibandingkan dengan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan. Proses produksi merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Indikator yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi. Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produknya seperti layanan purna jual penanganan garansi dan layanan perbaikan penanganan atas barang rusak. Indikator uantuk mengukur layanan purna jual penanganan garansi adalah waktu pelayanan, kualitas pelayanan, dan biaya pelayanan. Sedangkan indikator untuk mengukur layanan perbaikan penanganan atas barang rusak adalah tingkat kerusakan barang yang diproduksi, kegagalan produksi, pengerjaan ulang, jumlah bahan yang terbuang, waktu inspeksi. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan dalam Balanced Scorecard Perspektif keempat dalam balanced scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan

125 100 prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling employes. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996) kemampuan, motivasi dan pemberdayaan karyawan, serta kemampuan sistem informasi. Kemampuan, Motivasi, dan Pemberdayaan Karyawan. Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat evaluasi keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus. Indikator yang digunakan adalah tingkat kemampuan pekerja, tingkat motivasi pekerja, tingkat pemberdayaan pekerja. Kemampuan Sistem Informasi. Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Indikator yang sering digunakan adalah mudah/tidaknya mendapatkan informasi yang dibutuhkan, lama/tidaknya waktu untuk mendapat informasi tersebut. Kajian teoritis tersebut dielaborasi dengan pendapatan para pakar, hasil observasi dilapangan, sehingga menghasilkan alternatif indikator kinerja Usaha Mikro dan Kecil makanan ringan tersebut yang dapat dilihat pada Tabel 11.

126 101 Tabel 11. Indikator Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Variabel Dimensi Sub Dimensi Indikator Lingkungan Eksternal Lingkun gan Sosial Tingkat Kekuatan Ekonomi 1. Tingkat inflasi 2. Tingkat nilai tukar mata uang 3. Tingkat suku bunga 4. Jumlah uang beredar 5. Tingkat pengangguran 6. Tingkat pertumbuhan ekonomi 7. Tingkat ketersediaan bahan baku 8. Tingkat harga bahan baku 9. Tingkat upah tenaga kerja 10. Tingkat pendapatan Lingkun gan Kerja Tingkat Kekuatan Teknologi Tingkat Ancaman Pesaing Baru Tingkat Persaingan Antar Perusahaan Tingkat Persaingan dengan Produk Substitusi Tingkat Kekuatan Penawaran Pemasok Tingkat Kekuatan penawaran Kepada Pembeli Tingkat Kekuatan Stakeholder Lain 11. Tingkat pengeluaran untuk riset 12. Tingkat teknologi yang digunakan 13. Jumlah produk baru 14. Tingkat perlingdungan paten 15. Tingkat kecepatan transfer teknologi 16. Tingkat otomasi 17. Kapasitas produksi UMK 18. Tingkat diferensiasi produk 19. Peraturan pemerintah 20. Jumlah pesaing 21. Tingkat pertumbuhan usaha 22. Tingkat karakteristik produk dan jasa pesaing 23. Tingkat biaya tetap pesaing 24. Kapasitas produksi pesaing 25. Tingkat kesamaan performansi produk substitusi 26. Tingkat harga dasar produk substitusi 27. Tingkat kualitas produk substitusi 28. Jarak/lokasi pemasok 29. Tingkat karakteristik pemasok 30. Jumlah pemasok 31. Tingkat karakteristik barang yang dipasok 32. Tingkat kualitas produk UMK 33. Tingkat harga jual produk UMK 34. Tingkat garansi produk UMK 35. Tingkat penetrasi pasar

127 102 Tabel 11. Indikator Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan (Lanjutan) Variabel Dimensi Sub Dimensi Indikator Lingkungan Internal Struktur Tingkat Alokasi Pekerjaan 36. Tingkat arah komunikasi rantai tugas 37. Tingkat pengambilan keputusan dalam perusahaan 38. Tingkat pembagian tugas dan wewenang dalam perusahaan Perencanaan Strategis Budaya Sumberdaya Sasaran Strategis Inisiatif Strategis Tinglat Pola keyakinan, pengharapan, dan nilainilai perusahaan TingkatKekayaan Sumberdaya Perusahaan dan Aplikasinya Tingkat Sasaran Hasil Kepemilikan (Shareholder value) Tingkat Sasaran Ekuitas Perusahaan (Firm Equity) Tingkat Sasaran Sumberdaya Perusahaan Tingkat Sasaran Teknologi Tingkat Sasaran Sumberdaya Manusia Tingkat Inisiatif Evaluasi Sumberdaya Perusahaan Tingkat Inisitaif Ekuitas Perusahaan Tingkat Inisiatif Teknologi Tingkat Inisiatif Sumberdaya Manusia 39. Tingkat pola Budaya yang dianut 40. Tingkat harapan yang ditetapka Perusahaan 41.Tingkat nilai-nilai yang berlaku di perusahaan 42. Durabilitas 43. Transparansi 44. Transferabilitas 45. Replikabilitas 46. Tingkat Retur on Investment 47. Tingkat pertumbuhan Pendapatan 48. Tingkat penurunan biaya 49. Tingkat kepercayaan pelanggan 50. Tingkat pelayanan kepada pelanggan 51. Tingkat integrasi pelayanan kepada pelanggan 52. Tingkat kapabilitas personal di perusahaan 53. Tingkat komitmen personal di perusahaan 54. Evaluasi kualitas data pelayanan kepada pelanggan 55. Evaluasi kecepatan dan ketepatan pelayanan 56. Tingkat pembangunan kemitraan dengan pelanggan 57. Tingkat peremajaan perlengkapan/alat 58. Tingkat Kualitas hidup pekerja

128 103 Tabel 11. Indikator Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan (Lanjutan) Variabel Dimensi Sub Dimensi Indikator Keuangan Target Pertumb uhan Keberla njutan/ memper tahankan Pangsa Pasar Tingkat Target Hasil Kepemilikan (Shareholder Value) Tingkat Target Ekuitas Perusahaan Tingkat Target Sumberdaya Perusahaan Tingkat Target Teknologi TingkatTarget Sumberdaya Manusia Tingkat Perumbuhan Penjualan Tingkat Pertumbuhan Investasi Tingkat Pertumbuhan Sasaran Keuangan Tingkat Keberlanjutan Perkembang-an Pangsa Pasar 59. Persentase pertumbuhan ROI per tahun 60. Persentase kenaikan pendapatan per tahun 61. Persentase penurunan biaya per tahun 62. Persentase pertambahan pelanggan baru per tahun 63. Persentase berkurangnya waktu proses per tahun 64. Persentase peningkatan jumlah pelanggan yang dapat dipertahankan dibandingkan tahun sebelumnya 65. Persentase berkurangnya kesalahan pelayanan per tahun dibanding tahun sebelumnya 66. Persentase perbandingan nilai peralatan mutakhir terhadap peralatan lama per tahun 67. Persentase peningkatan kecepatan pelayanan terhadap tahun sebelumnya 68. Persentase peningkatan pendapatn per pekerja per tahun 69. Persentase peningkatan indeks kepuasan personal 70. Tingkat pertumbuhan penjualan 71. Persentase penerimaan dari produk, pelayanan, dan pelanggan baru 72. Penerimaan per pekerja 73. Tingkat pertumbuhan penjualan 74. Peningkatan pangsa pasar dari pelanggan target

129 104 Tabel 11. Indikator Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan (Lanjutan) Variabel Dimensi Sub Dimensi Indikator Pelanggan Proses Bisnis Internal Hasil Pengukuran Inti Pelanggan Proposisi Nilai Pelanggan Tingkat Keberlanjutan Investasi Tingkat Keberlanjutan Sasaran Keuangan Tingkat Hasil Investasi Tingkat Hasil Sasaran Keuangan Tingkat Pangsa Pasar Tingkat Akuisisi Pelanggan Tingkat Retensi Pelanggan Tingkat Kepuasan Pelanggan Tingkat Profitabilitas Pelanggan Tingkat Kelengkapan Penunjang Nilai Pelanggan 75. Peningkatan jumlah penjualan Silang 76. Persentase penerimaan dari produk/pelayanan baru 77. Peningkatan profitabilitas produk 78. Penurunan biaya UMK vs Pesaing 79. Peningkatan persentase Penjualan 80. Peningkatan rasio modal kerja 81. Tingkat ROCE 82. Peningkatan utilitas aset 83. Tingkat profitabilitas perusahaan 84. Persentase pelanggan yang tidak menguntungkan 85. Biaya per unit output 86. Tingkat pengembalian investasi 87. Jumlah pelanggan per tahun 88. Jumlah uang yang dibelanjakan pelanggan per tahun 89. Volume penjualan per tahun 90. Jumlah pelanggan baru 91. Jumlah pelanggan yang dipertahankan 92. Tingkat kepuasan pelanggan 93. Tingkat keuntungan perusahaan dari penjualan produk kepada pelanggan 94. Tingkat kelengkapan atribut produk/jasa 95. Tingakt hubungan dengan pelanggan 96. Tingkat citra dan reputasi Inovasi Tingkat Inovasi 97. Jumlah produk baru 98. Persentase perbandingan lama waktu yang dibutuhkan untuk mengambangkan produk baru relatif terhadap pesaing 99. Besarnya biaya inovasi 100. Banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan

130 105 Tabel 11. Indikator Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan (Lanjutan) Variabel Dimensi Sub Dimensi Indikator Proses Operasi Tingkat Efektivitas Proses Operasi 101. Tingkat efektivitas siklus fabrikasi 102. Jumlah bahan baku terbuang 103. Tingkat Kerusakan Produk Selama Produksi (Frekuensi pengerjaan ulang) 104. Jumlah permintaan pelanggan yang tidak dapat dipenuhi Pelayan an Purna Jual Tingkat Pelayanan Purna Jual 105. Tingkat waktu pelayanan purna jual 106. Tingkat kualitas pelayanan purna jual 107. Tingkat biaya pelayanan purna jual 108. Tingkat kerusakan barang purna jual 109. Tingkat kegagalan produksi 110. Tingkat waktu inspeksi Pertumbuhan dan Pembelajaran Kemam puan, Motivasi, dan Pemberd aya-an Pekerja Sistem Informa si Tingkat Produktivitas Pekerja Tingkat Kemampuan Sistem Informasi 111. Tingkat kemampuan pekerja 112. Tingkat motivasi pekerja 113. Tingkat pemberdayaan pekerja 114. Tingkat kemampuan sistem informasi 115. Tingkat kemudahan mendapatkan informasi 116. Tingkat waktu mendapatkan informasi. Data Variabel Karakteristik Teknis. Hasil Kajian teoritis yang dielaborasi dengan survey terhadap pakar menghasilkan tiga variabel karakteritik teknis, yang terdiri atas kinerja operasi perusahaan, kinerja manajemen sumberdaya perusahaan, kinerja hubungan dengan lingungan perusahaan, dan kebijakan.

131 106 Data Dimensi Karakteristik Teknis. Berdasarkan variabel karakteristik teknis yang telah ditetapkan dijadikan dasar penentuan dimensi karakteristik tenis melalui kajian teoritis dan survey terhadap pakar. Dimensi kinerja merupakan bahasa sekunder yang mampu menjelaskan lebih lanjut variabel-variabel yang berhasil diidentifikasi ke dalam suatu sistem perbaikan kinerja. Hasil identifikasi terhadap dimensi karakteristik teknis dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Variabel dan Dimensi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Variabel Kinerja Operasi Perusahaan Kinerja Manajemen Sumberdaya Perusahaan Kinerja Hubungan dengan Lingkungan Perusahaan Kinerja yang Berkaitan dengan Kebijakan Dimensi Tingkat Penjualan dan Posisi Pasar Tingkat Inovasi Kualitas dan Produktivitas Profitabilitas Organisasi dan Motivasi Sumberdaya modal Publik dan Lingkungan Penerapan Kebijakan Data Indikator Karakteristik Teknis. Indikator karakteristik teknis menunjukkan kondisi ideal kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan yang dapat menjadi acuan evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan. Pendekatan dengan survey pakar (expert survey) dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan pakar mengenai indikator-indikator karakteristik teknis yang perlu diperhatikan dalam sebuah perbaikan kinerja, seperti yang tercantum pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Teknis Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Variabel Dimensi Indikator Kinerja Operasi Perusahaan Tingkat Penjualan dan Posisi Pasar Tingkat Inovasi 1. Target pasar 2. Target penjualan 3. Tingkat penciptaan produk baru 4. Tingkat pemasaran produk baru 5. Tingkat penggunaan metoda baru

132 107 Tabel 13. Karakteristik Teknis Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Variabel Dimensi Indikator Kinerja Manajemen Sumberdaya Perusahaan Kinerja Hubungan dengan Lingkungan Perusahaan Kinerja yang Berkaitan dengan Kebijakan Kualitas dan Produktivitas Profitabilitas Organisasi dan Motivasi Sumberdaya modal Publik dan Lingkungan Penerapan Kebijakan 6. Tingkat kepuasan pelanggan 7. Tingkat kesalahan dalam proses 8. Persentase sisa dalam proses 9. Tingkat perbandingan hasil per jam kerja orang 10.Tingkat perbandingan hasil per satuan material 11.Tingkat perbandingan hasil per satuan energi 12. Tingkat perbandingan hasil per satuan modal 13.Tingkat kemampuan menghasilkan uang 14.Tingkat Kemampuan meningkatkan skala usaha 15.Tingkat kualitas organisasi perusahaan 16.Tingkat motivasi pekerja 17.Tingkat motivasi pemilik perusahaan 18.Tingkat ketersediaan modal 19.Tingkat pengembangan modal 20.Tingkat tanggung jawab terhadap masyarakat 21.Tingkat tanggung jawab terhadap pelanggan 22.Tingkat tanggung jawab terhadap lingkungan 23.Tingkat pelaksanaan kebijakan mengenai lingkungan 24.Tingkat pelaksanaan kebijakan mengenai standar Kualitas 25. Tingkat pelaksanaan kebijakan mengenai paten Data Indikator Kinerja Kunci. Penilaian terhadap alternatif indikator kinerja hasil uji validasi dan reliabilitas diolah dengan menggunakan teknik OWA Operator, sehingga menghasilkan indikator kinerja kunci. Data Prioritas Perspektif dan Indikator Kinerja Kunci. Penentuan prioritas masing-masing indikator kinerja kunci menggunakan logika Fuzzy seperti misalnya penilaian berbentuk agak penting atau lebih penting daripada, dengan teknik pengolahan Analisis Proses Hirarki. Untuk mendapatkan hasil pembobotan untuk masing-masing strategi perspektif dan masing-masing indikator kinerja didasarkan pada besarnya persentase tingkat kepentingan masing-masing strategi perspektif dan indikator kinerja, dimana total persentase tersebut berjumlah 100% yang dibagi ke dalam beberapa tingkat kepentingan

133 108 strategi dari masing-masing perspektif berdasarkan pendapat pakar (expert survey). atau indikator kinerja tersebut, Data Skor Indikator Kinerja. Penilaian skor tersebut berdasarkan tiga kriteria yaitu bila skor 1 maka indikator kinerja kunci dinilai kurang baik dalam pengukuran kinerjanya, skor 2 maka indikator kinerja kunci dinilai cukup baik dalam pengukuran kinerjanya dan skor 3 maka indikator kinerja kunci dinilai baik dalam pengukuran kinerjanya. Data Tingkat Hubungan Antar Karakteristik Teknis Standar Kinerja. Data tingkat hubungan antar karakteristik teknis diperoleh dari hasil survey terhadap pakar mengikuti kaidah penilaian dengan menggunakan diagram matriks dan pembobotan dengan pendekatan simbol tingkat pengaruh teknis dengan arah: 2 berarti berpengaruh kuat positif, dari kiri ke kanan 1 berarti berpengaruh sedang positif, dari kanan ke kiri 0 berarti tidak berpengaruh -1 berarti berpengaruh sedang negatif, dari kanan ke kiri -2 berarti berpengaruh kuat negatif, dari kiri ke kanan Data tersebut kemudian dirata-ratakan dengan menggunakan teknik OWA Operators. Data Tingkat Kepentingan Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan yang Akan Diperbaiki. Data tingkat kepentingan dari karakteristik kebutuhan UMK makanan ringan, diperoleh darihasil elisitasi pendapat pakar. Penentuan bobot keinginan pelanggan, dilakukan dengan penetapan nilai kepentingan berdasarkan skala likert (skala lima poin): Nilai 1 jika pakar menganggap tidak penting Nilai 2 jika pakar menganggap kurang penting Nilai 3 jika pakar mengganggap agak penting Nilai 4 jika pakar menganggap penting Nilai 5 jika pakar mengganggap sangat penting Nilai kepentingan rata-rata dicari dengan menggunakan Teknik OWA Operators.

134 109 Data Nilai Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis Standar. Karakteristik teknis dapat diartikan sebagai kumpulan keinginan terhadap suatu produk atau proses yang ditetapkan oleh organisasi. Apabila karakteristik kebutuhan UMK menunjukkan suara pelaku usaha, maka karakteristik teknis menunjukkan suara pengembang atau pakar. Dengan menempatkan kedua suara tersebut pada bagian kiri dan atas matriks maka kita dapat mengevaluasi hubungan antara keduanya secara sistematis. Pengisian bagian ini merupakan pekerjaan terbesar dari matriks rumah kualitas. Pada tahap ini digunakan matriks prioritas dimana untuk setiap sel dimasukkan suatu nilai atau simbol yang merefleksikan hubungan tingkat kesesuaian antara karakteristik teknik dan keinginan pelanggan, yaitu: Nilai 9: jika hubungan sangat kuat Nilai 3: jika hubungan berpengaruh Nilai 1: jika hubungan lemah Nilai kosong: jika tidak ada hubungan Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan merupakan integrasi dari sub-sub model yang digunakan untuk menganalisis data yang terdapat dalam sistem manajemen basis data. Sub model dalam sistem ini terdiri dari: 1. Sub model penentuan indikator kinerja kunci (OWA Operators) 2. Sub model penentuan bobot dan prioritas (Fuzzy AHP) 3. Sub model pengukuran kinerja (Balanced score card) 4. Sub model perbaikan kinerja (Quality function deployment) 5. Sub model Pemeringkatan (Rating) UMK (Coparative Performance Index) 6. Sub model detekdi dini (prediktif) nilai kinerja berdasarkan perubahan indikator kinerja yang berasal dari lingkungan eksternal yang dinamis (Neural Network).

135 110 Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Sistem manajemen basis pengetahuan merupakan sarana yang digunakan untuk menyimpan hasil representasi pengetahuan pakar, dengan bantuan mekanisme inferensi basis pengetahuan yang dapat diterjemahkan menjadi suatu kesimpulan. Sistem manajemen basis pengetahuan dalam model ini dipergunakan untuk membantu merumuskan beberapa informasi yang dibutuhkan dalam rancang bangun model, meliputi: 1. Perumusan indikator kinerja kunci UMK keripik pisang 2. Perumusan karakteristik teknis kinerja UMK makanan ringan 3. Perumusan hirarki kriteria dan alternatif untuk menentukan bobot kepentingan indikator kinerja kunci pada UMK makanan ringan. 4. Perumusan hirarki kriteria dan alternatif untuk menentukan best practices in the class pada penentuan nilai target skor indikator kinerja kunci. 5. Perumusan hubungan antara indikator kinerja kunci dengan karakteristik teknis standar. 6. Perumusan skor kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci. 7. Perumusan hubungan antar karakteristik teknis standar. 8. Perumusan rekomendasi perbaikan kinerja UMK manakan ringan. Akuisisi pengetahuan dilakukan melalui wawancara mendalam dengan pakar. Perumusan indikator kinerja kunci menggunakan data hasil elisitasi pendapat pakar yang kemudian diolah dengan menggunakan teknik OWA Operators. Representasi mengenai proses penentuan indikator kinerja kunci UMK makanan ringan disajikan pada Gambar 29 berikut.

136 111 Start Perhitungan skor setiap indikator wk ( i) = max X ( i, j) { } Penetapan skor minimal indikator kinerja kunci SM Pendaftaran Indikator-Indikator Kinerja: K(i), i = 1 m Pakar/Responden: P(j), j = 1 - n Minimisasi pendapat terhadap bobot OWA X ( i, j) = Min M ( i, j), w( j) { } wk(i) SM? N Skoring Indikator ke - i oleh pakar ke - j M(i,j) Pengurutan pendapat pakar pada setiap indikator mulai dari skor tertinggi ke terendah Penetapan Bobot OWA q 1 w( j) = int(1 + j ) n Y Tampilkan indikatorindikator kinerja kunci terpilih Stop Gambar 29. Proses Pemilihan Indikator Kinerja Kunci Perumusan karaktersitik teknik standar menggunakan data hasil elisitasi pendapat pakar yang kemudian diolah dengan menggunakan teknik OWA Operators. Representasi mengenai proses penentuan karakteristik teknis standar UMK makanan ringan disajikan pada Gambar 30 berikut.

137 112 Start Pendaftaran Indikator-Indikator Teknis: T(i), i = 1 m Pakar/Responden: P(j), j = 1 - n Perhitungan skor setiap indikator wt ( i) = max X ( i, j) { } Minimisasi pendapat terhadap bobot OWA X ( i, j) = Min M ( i, j), w( j) { } Penetapan skor minimal indikator teknis SM wk(i) SM? Y N Skoring Indikator ke - i oleh pakar ke - j M(i,j) Tampilkan indikator-indikator teknis terpilih Pengurutan pendapat pakar pada setiap indikator mulai dari skor tertinggi ke terendah Penetapan Bobot OWA q 1 w( j) = int( 1+ j ) n Stop Gambar 30. Proses Penetapan Karakteristik Teknis Standar Perumusan hirarki kriteria dan alternatif untuk menentukan bobot prioritas indikator kinerja kunci menggunakan data hasil penilaian pakar dan kemudian diolah dengan menggunakan teknik Fuzzy AHP. Start Pengisian matriks pendapat untuk setiap elemen keluaran modul pemilihan indikator kinerja kunci Stop Prosedur agregasi horisontal untuk setiap matriks pendapat Revisi pendapat pakar Tampilkan hasil agregasi vertikal berupa vektor/bobot setiap indikator Tampilkan hasil agregasi: Vektor/bobot setiap indikator Consistency Ratio N Konsisten? Y Lakukan agregasi vertikal Perumusan target kinerja didasarkan pada hirarki kriteria dan alternatif untuk menentukan best Gambar practices 31. in Proses the class Pembobotan menggunakan Indikator data kinerja hasil Kunci penilaian pakar dan kemudian diolah dengan menggunakan teknik Fuzzy AHP. Representasi

138 113 mengenai proses penentuan karakteristik teknis standar UMK makanan ringan disajikan pada Gambar 32 berikut. Start Pengisian matriks pendapat untuk setiap elemen keluaran modul pemilihan best practices Stop Prosedur agregasi horizontal untuk setiap matriks pendapat Revisi pendapat pakar Tampilkan hasil agregasi vertikal berupa vektor/bobot setiap indikator Tampilkan hasil agregasi: Vektor/bobot setiap indikator Consistency Ratio N Konsisten? Y Lakukan agregasi vertikal Gambar 32. Proses Pembobotan Best Practices Usaha Pengolahan keripik Pisang Proses pengukuran kinerja UMK makanan ringan menggunakan teknik Balanced scorecard.

139 114 Start Pendaftaran elemen indikator yang terpilih pada modul pemilihan indikator kinerja kunci Nilai N(i) = Kurang Baik Nilai N(i) = Cukup Baik Perbaiki kinerja pada modul perbaikan Y N Pengisian skor setiap elemen, S(i) Pengisian bobot elemen dengan nilai sesuai keluaran modul pembobotan, w(i) V(i) >= 2? Stop Y Perhitungan Vektor Elemen V(i) = S(i) x w(i) V(i) >= 3? N Nilai N(i) = Baik Gambar 33. Proses Pengukuran Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan Penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci dengan karakteristik teknis standar menggunakan data hasil elisitasi pendapat pakar yang kemudian diolah dengan menggunakan teknik OWA Operators.

140 115 Start Pendaftaran Nilai hubungan: T(i), i = 1 m Pakar/Responden: P(j), j = 1 - n Skoring nilai hubungan ke - i oleh pakar ke - j M(i,j) Perhitungan skor setiap nilai hubungan wt ( i) = max X ( i, j) { } Minimisasi pendapat terhadap bobot OWA X ( i, j) = Min M ( i, j), w( j) { } Penetapan skor minimal nilai hubungan SM wk(i) SM? Y N Tampilkan nilai hubungan IKK dan KTS Pengurutan pendapat pakar pada setiap nilai hubungan mulai dari skor tertinggi ke terendah Penetapan Bobot OWA q 1 w( j) = int(1 + j ) n Stop Gambar 34. Proses Penentuan Nilai Hubungan Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis Standar Penentuan hubungan antar karakteristik teknis standar menggunakan data hasil elisitasi pendapat pakar yang kemudian diolah dengan menggunakan teknik OWA Operators. Representasi mengenai proses penentuan karakteristik teknis standar UMK makanan ringan disajikan pada Gambar 35 berikut. Start Pendaftaran Nilai hubungan: T(i), i = 1 m Pakar/Responden: Skoring nilai hubungan ke - i oleh pakar ke - j M(i,j) Perhitungan skor setiap nilai hubungan wt ( i) = max X ( i, j) { } Minimisasi pendapat terhadap bobot OWA X ( i, j) = Min M ( i, j), w( j) { } Penetapan skor minimal nilai hubungan antar KTS SM wk(i) SM? Y N Tampilkan nilai hubungan antar KTS Pengurutan pendapat pakar pada setiap nilai hubungan mulai dari skor tertinggi ke terendah Penetapan Bobot OWA q 1 w( j) = int(1 + j ) n Stop Gambar 35. Proses Penentuan Nilai Hubungan antar Karakteristik Teknis Standar

141 116 Penentuan skor kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci menggunakan data hasil elisitasi pendapat pakar yang kemudian diolah dengan menggunakan teknik OWA Operators. Representasi mengenai proses penentuan karakteristik teknis standar UMK makanan ringan disajikan pada Gambar 36 berikut. Start Pendaftaran Nilai skor kepentingan: T(i), i = 1 m Pakar/Responden: P(j), j = 1 - n Perhitungan skor setiap nilai skor kepentingan wt ( i) = max X ( i, j) { } Minimisasi pendapat terhadap bobot OWA { M ( i, j), w( )} X ( i, j) = Min j Penetapan skor minimal nilai kepetingan SM wk(i) SM? Y N Skoring nilai kepentingan ke - i oleh pakar ke - j M(i,j) Pengurutan pendapat pakar pada setiap nilai skor mulai dari skor tertinggi ke terendah Penetapan Bobot OWA q 1 w( j) = int(1 + j ) n Tampilkan nilai skor kepentingan perbaikan IKK Stop Gambar 36. Proses Penentuan Skor Kepentingan Perbaikan Indikator Kinerja Kunci Proses perbaikan dan penentuan rekomendasi perbaikan kinerja UMK makanan ringan menggunakan teknik Quality Function Deployment. Proses akuisisi pengetahuan yang berkaitan dengan tahapan perbaikan dan penentuan rekomendasi dapat dilihat pada Gambar 37.

142 117 Start Stop Pengambilan data indikator kinerja yang perlu diperbaiki pada modul pengukuran indikator kinerja kunci, K(j) beserta skornya, S(j) Cetak Rekomendasi perbaikan karakteristik teknis Cetak karakteristik teknis yang mempunyai nilai maksimum Pendaftaran elemen indikator yang terpilih pada modul pemilihan karakteristik teknis Pencarian karakteristik teknis yang mempunyai total nilai maksimum Pengukuran nilai karakteristik teknis sesuai indikator kinerja M(i,j) Perhitungan total nilai karakteristik n teknis T ( i) = M ( i, j) S( j) j= 1 Gambar 37. Proses Perbaikan Kinerja UMK dan Penentuan Rekomendasi Untuk UMK Makanan Ringan Deteksi dini nilai penjualan pada berbagai kemungkinan harga bahan baku dan harga jual keripik pisang dilakukan dengan menggunakan teknik Jaringan Syaraf Tiruan (Neural Netwrok). Proses training dilakukan untuk menghasilkan persamaan prediksi dengan tingkat kesalahan (mean square error) terkecil dilakukan dengan pendekatan back propagation network. Proses representasi pengetahuan untuk melaksanakan training dapat dilihat pada Gambar 38.

143 118 Start Inisialisasi Input Layer, Hidden Layer, Output Layer, Neuron Inisialisasi Data Training Normalisasi Data ( 0 1) Nilai-Nilai Neuron sudah d? Summing Junction Input Layer ke Hidden Layer 1 fx = x 1+ exp Summing Junction Hidden Layer ke Output Layer = 1 fx 1+ exp x Simpan Nilai Output Layer Sebagai Hasil Training Hitung Error Training Terhadap Nilai Aktual Perbaiki Nilai-Nilai Neuron Sesuai Error & Learning Rate Stop Simpan Nilai-Nilai Neuron dan Informasi Normalisasi Data (Maksimum dan Minimum) untuk Kepentingan Interpolasi Error Minimum / Akhir Gambar 38. Proses Training Deteksi Dini Nilai Kinerja UMK dengan Pendekatan Back Propagation Algorithm. Koefisien-koefisien hasil training akan membentuk model persamaan matematis untuk melakukan simulasi/prediksi variabel output dengan melakukan interpolasi terhadap variabel-variabel input. Pada model evaluasi kinerja UMK pengolahan keripik pisang, model matematis ini digunakan untuk memprediksi nilai penjualan pada berbagai harga bahan baku (pisang mentah) dan harga jual produk (keripik pisang).

144 119 Start Stop Input Nilai Nilai Variabel Independen Cetak Nilai Pendugaan Normalisasi Data (0 1) Summing Junction Input Layer ke Hidden Layer = 1 fx 1+ exp x Normalisasi Balik (un-normalization) Untuk mendapatkan nilai sesungguhnya Summing Junction Hidden Layer ke Output Layer = 1 fx 1+ exp x Simpan Nilai Output Layer Gambar 39. Proses Deteksi Dini Nilai Penjualan Keripik Pisang Pada Berbagai Tingkat Harga Bahan Baku dan Harga Jual Produk Proses evaluasi diakhiri dengan penentuan peringkat UMK berdasarkan proses pemeringkatan (rating). Proses pemeringkatan mengikuti kaidah yang terdapat pada teknik Indeks Perbandingan Kinerja (Comparative Performance Index). Proses representasi pengetahuan pada proses ini dapat dilihat pada Gambar 40.

145 120 Start Skor Alternatif = 5 Inisialisasi Alternatif Inisialisasi Kriteria Inisialisasi Bobot Kriteria, B(j) Pengisian Matriks (Nilai Normalisasi Data Matriks Menjadi Rentang 0 s/d 1 N(ij) Tidak Ai 0.8? Tidak Ai 0.6? Tidak Ai 0.4? Ya Ya Ya Skor Alternatif = 4 Skor Alternatif = 3 Skor Alternatif = 2 Stop Hitung Nilai Alternatif Tidak w j Nij Ai = w Ai 0.2 j? Ya Skor Alternatif = 1 Gambar 40. Proses Pemeringkatan UMK Berdasarkan Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index) Perancangan Sistem Manajemen Ahli Model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang telah dibangun dan direpresentasikan dalam model pengukuran dan perbaikan kinerja selanjutnya akan diimplementasikan pada lima UMK pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi maka dirancang sebuah Sistem Manajemen Ahli (SMA) model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan terkomputerisasi. Dengan adanya program komputer tersebut diharapkan akan membantu sistem untuk mengakses lebih cepat dan mudah, dengan informasi yang lebih akurat. Sistem manajemen ahli dibangun dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6. Penggunaan bahasa pemrograman ini didasarkan pertimbangan bahwa bahasa pemrograman tersebut cukup sederhana dan bersifat user friendly. SMA dirancang atas tiga bangunan komponen utama, yaitu Data Based Management Sistem (DBMS), Model Based Management Sistem (MBMS), Knowledge Based

146 121 Management Sistem (KBMS), serta Dialog Management Sistem (DMS). Model dialog tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pengguna menggakses sistem, serta sebagai penghubung antara model pengolahan yang digunakan dengan data base yang berasal dari knowledge based model sehingga menghasilkan informasi yang berkaitan dengan perbaikan kinerja UMK yang bersangkutan. Sistem manajemen ahli evaluasi kinerja UMK makanan ringan diberi nama MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Perfomance Evaluation Sistem). Pada menu utama terdapat enam pilihan yaitu: home, identifikasi, pembobotan, evaluasi, estimasi, dan informasi. Beberapa model yang diintegrasikan dalam SMA antara lain adalah model penentuan IKK, model pembobotan IKK, model pengukuran kinerja, model perbaikan kinerja, model penentuan rekomendasi perbaikan kinerja, dan model peramalan kinerja pada berbagai kemungkinan harga bahan baku (pisang mentah) dan harga jual produk. Model penentuan IKK menggunakan teknik OWA Operators, untuk menghasilkan nilai agregasi dari pendapat pakar mengenai tingkat kepentingan suatu indikator dalam proses evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Model pembobotan kinerja menggunakan teknik fuzzy AHP, untuk menunjukkan bobot kepentingan relatif IKK dalam proses pengukuran kinerja UMK makanan ringan. Model pengukuran kinerja menggunakan teknik Balanced Scorecard untuk menentukan level kinerja parsial untuk masing-masing perspektif maupun level kinerja UMK makanan ringan secara kompehensif. Model perbaikan kinerja menggunakan teknik Quality Function Deployment, untuk menentukan prioritas perbaikan IKK. Model peramalan nilai kinerja menggunakan teknik jaringan syaraf tiruan, untuk memperdiksi nilai kinerja (jumlah penjualan) pada berbagai kemungkinan harga bahan baku (pisang mentah) dan/atau harga jual produk (keripik pisang).

147 Gambar 41. Halaman Utama Sistem Manajemen Ahli Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan 122

148 123 MISEP - ES Micro And Small Enterprises Performance Evaluation System Micro and Small Enterprises Performance Evaluation Sistem

149 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan dilakukan terhadap beberapa hal penting yang terlibat selama proses penelitan sehingga dihasilkannya model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil berbasis manajemen strategi. Pembahasan meliputi proses penentuan karateristik teknis standar, proses penentuan indikator kinerja kunci, proses evaluasi kinerja yang terdiri atas proses pengukuran dan proses perbaikan kinerja, hingga berakhir pada proses penentuan rekomendasi perbaikan kinerja. Identifikasi Karakteristik Teknis Standar Kinerja UMK Makanan Ringan Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karakteristik teknis UMK makanan ringan yang telah dilakukan, maka ditetapkan 25 karakteristik teknis kinerja UMK makanan ringan. Dari hasil tersebut dilakukan penentuan karakteristik teknis standar kinerja melalui pengujian dengan menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators sehingga menghasilkan sepuluh (10) karaktersitik teknis yang menjadi standar kinerja UMK makanan ringan (Tabel 14). Dari Tabel 14 terlihat bahwa karakteristik teknis standar terdistribusi dari empat variabel evaluasi kinerja yang berbasis manajemen strategi, antara lain variabel kinerja operasi perusahaan diukur dengan target penjualan, tingkat penciptaan produk baru, tingkat pemasaran produk baru, tingkat kesalahan dalam proses, tingkat hasil (output) per satuan modal, dan tingkat kemampuan menghasilkan uang. Kinerja manajemen sumberdaya perusahaan diukur dengan tingkat motivasi pemilik perusahaan dan tingkat pengembangan modal. Kinerja hubungan dengan lingkungan perusahaan diukur dengan tingkat tanggung jawab terhadap pelanggan, dan kinerja pelaksanaan kebijakan diukur dengan tingkat penerapan standar kualitas.

150 124 Tabel 14. Karakteristik Teknis Standar Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Variabel Dimensi Indikator Kinerja Operasi Tingkat Penjualan dan Posisi 1. Tingkat Target penjualan Perusahaan Pasar Tingkat Inovasi 2. Tingkat penciptaan produk baru 3. Tingkat pemasaran produk baru Kualitas dan Produktivitas 4. Tingkat kesalahan dalam proses 5. Tingkat perbandingan hasil (output) per satuan modal Tingkat Profitabilitas 6. Tingkat kemampuan menghasilkan uang Kinerja Manajemen Organisasi dan Motivasi 7.Tingkat motivasi pemilik perusahaan Sumberdaya Perusahaan Sumberdaya modal 8. Tingkat pengembangan modal Kinerja Hubungan Publik dan Lingkungan 9. Tingkat tanggung jawab dengan terhadap pelanggan Lingkungan Perusahaan Kinerja Kinerja Penerapan Kebijakan 10. Tingkat penerapan yang Berkaitan standar Kualitas dengan Kebijakan Dari tabel tersebut juga dapat dilihat keterkaitan antara dimensi dengan karakteristik teknis standar. Target penjualan menunjukkan tingkat penjualan dan posisi pasar perusahaan. Tingkat penciptaan produk baru dan tingkat pemasaran produk baru menunjukkan tingkat inovasi perusahaan. Tingkat kesalahan dalam proses dan tingkat hasil perbandingan (output) per satuan modal menunjukkan kualitas dan produktivitas. Tingkat kemampuan menghasilkan uang menunjukkan profitabilitas usaha.tingkat motivasi pemilik perusahaan menunjukkan organisasi dan motivasi dalam perusahaan. Tingkat pengembangan modal menunjukkan kondisi sumberdaya modal. Tingkat tanggung jawab terhadap pelanggan menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap publik dan lingkungan. Tingkat penerapan standar kualitas menunjukkan penerapan kebijakan oleh perusahaan.

151 125 Identifikasi Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan Identifikasi terhadap indikator dari setiap dimensi yang mempengaruhi kinerja UMK makanan ringan diperoleh dari hasil elaborasi dari studi literatur, obervasi lapangan, dan survey pakar. Proses tersebut menghasilkan 116 alternatif indikator kinerja UMK makanan ringan. Untuk menghasilkan indikator penting dalam pen gukuran dan perbaikan kinerja UMK makanan ringan dilakukan verifikasi terhadap usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung. Hasil uji validasi dan reliabitas tersebut menghasilkan 46 indikator penting bagi pengukuran dan perbaikan kinerja UMK makanan ringan, khususnya industri pengolahan keripik pisang, seperti terlihat pada Tabel 15. Tabel 15. Indikator Penting Hasil Uji Validasi dan Reliabilitas VARIABEL INDIKATOR Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal 1. Tingkat Inflasi (Tingkat kenaikan hargaharga) 2. Tingkat Ketersediaan Bahan Bakar 3. Tingkat Harga Bahan bakar 4. Tingkat Upah Tenaga Kerja 5. Tingkat Teknologi yang Digunakan 6. Tingkat Pertambahan Produk Baru (Tingkat inovasi) 7. Tingkat Kapasitas Produksi 8. Tingkat Penerapan Peraturan Pemerintah 9. Tingkat Jumlah Pesaing 10. Tingkat Biaya Tetap Pesaing 11. Tingkat Kesamaan Performansi Produk substitusi 12. Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi 13. Tingkat Penyebaran Lokasi Pemasok 14. Tingkat Jumlah Pemasok 15. Tingkat Kualitas Produk UMK 16. Tingkat Harga Jual Produk 17. Tingkat Pembagian Tugas dan Wewenang dalam Perusahaan 18. Tingkat Transferabilitas 19. Tingkat Replikabilitas

152 126 Tabel 15. Indikator Penting Hasil Uji Validasi dan Reliabilitas (Lanjutan) VARIABEL Perencanaan Strategi INDIKATOR 20. Tingkat/Persentase Peningkatan Pendapatan/Th 21. Tingkat Biaya Produksi 22. Tingkat Kapabilitas Personal di Perusahaan 23. Tingkat Kualitas Data untuk Pelayanan Kepada Pelangan 24. Tingkat Peremajaan Perlengkapan/Alat Secara Berkelanjutan 25. Tingkat Pertumbuhan Return On Asset per Tahun 26. Tingkat Kenaikan pendapatan per Tahun 27. Tingkat/Persentase Penurunan Biaya per Tahun 28. Tingkat/Persentase Pertambahan Pelanggan baru per Tahun 29. Tingkat Berkurangnya Waktu Proses/ Th 30. Tingkat/Persentase Jumlah Pelanggan yg dapat dipertahankan per Tahun Perspektif Keuangan Perspektif Pelanggan 31. Tingkat Pertumbuhan penjualan 32. Tingkat Profitabilitas perusahaan 33. Tingkat Biaya per unit output 34. Tingkat/Jumlah pelanggan/tahun 35. Tingkat Kepuasan Pelanggan 36. Tingkat Volume penjualan/tahun 37. Tingkat Penambahanpelanggan baru/tahun 38. Tingkat pelanggan yang dapat dipertahankan 39. Kelengkapan atribut produk

153 127 Tabel 15. Indikator Penting Hasil Uji Validasi dan Reliabilitas (Lanjutan) VARIABEL Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan INDIKATOR 40.Tingkat/Jumlah produk baru 41. Tingkat/Jumlah Produk Baru yang Berhasil Dikembangkan 42.Tingkat/Jumlah bahan baku terbuang percuma 43. Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi 44. Tingkat Kemampuan Pekerja 45. Tingkat Motivasi Pekerja 46. Tingkat Pemberdayaan Pekerja. Untuk memperoleh indikator yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh stakeholder UMK dan makanan ringan maka perlu dilakukan pengujian terhadap indikator penting tersebut sehingga dapat diperoleh indikator kinerja kunci. Metode yang digunakan pada proses pengujian indikator kinerja kunci adalah dengan mengadakan wawancara mendalam dengan para pakar. Pendekatan dengan survey pakar dilakukan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar mengenai indikator yang benar-benar perlu diperhatikan dalam sebuah proses evaluasi kinerja. Selanjutnya penentuan IKK dilakukan menggunakan teknik Ordered Weighted Averagng (OWA) Operators. Pada setiap baris pendapat diurutkan dari yang terbesar sampai terkecil. Kemudian ditentukan bobot OWA dengan rumus : b(k) = Int [1 + (k * (q-1/r))], dimana k adalah indeks pakar, q adalah jumlah skala, dan r adalah jumlah pakar. Setelah itu memimimalkan matriks yang telah diurut dengan bobot OWA, dan memaksimalkan setiap baris pada matriks sehingga diperoleh skor IKK. Dari hasil pengolahan data diperoleh 22 indikator kinerja kunci yang akan dijadikan dasar dalam pengukuran kinerja UMK makanan ringan (Oktavina et al., 2006).

154 128 Tabel 16. Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan VARIABEL Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Perencanaan Strategi Perspektif Keuangan Perspektif Pelanggan Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan INDIKATOR 1. Tingkat Kapasitas Produksi (KP) 2. Tingkat Harga Dasar Produk Substitusi (HPS) 3. Tingkat Kualitas Produk UMK (KPU) 4. Tingkat Harga Jual Produk UMK (HP) 5. Tingkat Pembagian Tugas dan Wewenang (PTW) 6. Tingkat Transferabilitas (T) 7. Tingkat Replikabilitas (R) 8. Tingkat Penambahan Pelanggan Baru per Tahun (PPB) 9. Tingkat Penurunan Biaya Produksi per Tahun (PBP) 10. Persentase Kenaikan pendapatan per Tahun (NP) 11.Tingkat Pertumbuhan Penjualan (TPP) 12. Tingkat Biaya per unit output (BU) 13. Tingkat Profitabilitas Perusahaan (PP) 14. Tingkat Jumlah Pelanggan yang dapat Dipertahankan/th (JPD) 15. Tingkat Kepuasan Pelanggan (TKP) 16. Kelengkapan atribut Produk (KAP) 17. Jumlah Produk Baru per Tahun (PB) 18. Banyaknya Bahan Baku Terbuang Percuma/th (BBT) 19. Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi per Tahun (TKB) 20. Tingkat Kemampuan Pekerja (TKK) 21. Tingkat Motivasi Pekerja (TMP) 22. Tingkat Pemberdayaan Pekerja (TPP)

155 129 Proses Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan Pengukuran Kinerja UMK Makanan Ringan Pengukuran kinerja mengikuti kaidah-kaidah teknik Balanced Scorecard. Tahap awal proses pengukuran dimulai dengan penentuan bobot kepentingan dari masing-masing variable, dimensi dan indikator kunci kinerja. Indikator kinerja kunci yang telah dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 16 merupakan alternatif yang masih perlu dipilih berdasarkan nilai kepentingan masing-masing UMK. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian terhadap masing-masing IKK oleh sejumlah pakar yang memiliki kompetensi dalam evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Hasil penilaian tersebut diharapkan dapat memberikan nilai kepentingan yang dapat dijadikan dasar dalam pengukuran dan perbaikan kinerja pengukuran kinerja UMK makanan ringan. Pembobotan Variabel, Dimensi dan Indikator Kinerja Kunci Berdasarkan kajian terdahulu diketahui bahwa kinerja UMK makanan ringan dipengaruhi oleh beberapa variabel dan dimensi, yang masing-masing memiliki bobot dalam menentukan kinerja tersebut. Pembobotan dalam Perhitungan Fuzzy AHP dilakukan terhadap masing-masing komponen pada setiap level hirarki seperti digambarkan dalam struktur hirarki dengan menggunakan bantuan program Excel. Pengolahan hasil bobot kepentingan pada sejumlah alternatif IKK akan dilakukan dengan teknik fuzzy dan AHP dengan pendekatan triangular fuzzy number. Bobot ini kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk linguistic label preference fuzzy non numeric. Metode fuzzy AHP mengkonversi penilaian linguistik tersebut ke dalam suatu selang dan saling tumpang tindih. Adapun skala yang digunakan dalam pemberian nilai dapat dilihat pada Tabel 17, dengan konversi crisp ke TFN seperti pada Tabel 18.

156 130 Label E W S VS A Tabel 17. Label Linguistik untuk Skala AHP Keterangan Sama penting (equally) Sedikit lebih penting (moderatly) Jelas lebih penting (strongly) Sangat jelas lebih penting (very strongly) Mutlak lebih penting (extremly preferred) Tabel 18. Konversi Crisp ke TFN Label Crisp Fuzzy TFN Label Invers Crisp E 1 (1,1,1) jika diagonal (1,1,3) lainnya Invers Fuzzy TFN E -1 1/1 (1/1, 1/1,1/1) jika diagonal (1/3, 1,1) lainnya W 3 (1,3,5) W -1 1/3 (1/5,1/3,1/1) S 5 (3,5,7) S -1-1/5 (1/7,1/5,1/3) VS 7 (5,7,9) VS -1 1/7 (1/9,1/7,1/5) A 9 (7,9,9) A -1 1/9 (1/9,1/9,1/7) Gambar 42. TFN dari Skala 1-9 Konversi ke nilai crisp dilakukan pada tahap awal sebelum matriks diolah menggunakan geomean. Konversinya adalah sebagai berikut : ~ 1 = [0,2]=1 ~ ~ 3 = [2,4]=3 1 3 = [1/4,1/2]=0.375 ~ ~ 5 = [4,6]=5 1 5 = [1/6,1/4]= ~ ~ 7 = [6,8]=7 1 7 = [1/8,1/6]= ~ ~ 9 = [8,10]=9 1 9 = [1/10,1/8]=0.1125

157 131 Data penilaian pakar dikonversi dengan metode fuzzy AHP, untuk kemudian dinormalisasi dengan menggunakan rata-rata geometri. Tabel 19. Data Penilaian Pakar terhadap Kriteria Kriteria PP DL DS NT BB KT PP E W VS S VS W DL W -1 E VS W S W DS VS -1 VS -1 E W -1 W -1 S -1 NT S -1 W -1 W E W W -1 BB VS -1 S -1 W W -1 E W -1 KT W -1 W -1 S W W E Untuk menyederhanakan persoalan yang akan diselesaikan maka fokus dilakukan penguraian menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif. Fokus pada persoalan adalah penentuan indikator kinerja kunci, dengan kriteria terdiri atas tujuh perspektif kinerja berbasis manajemen strategi, dan alternatifnya adalah 22 IKK yang akan dicari bobotnya masing-masing. Penguraian fokus, kriteria dan alternatif disusun ke dalam suatu struktur hirarki, seperti yang terlihat pada Gambar 43.

158 Fokus Indikator kunci kinerja UMK makanan ringan Kriteria Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Rencana Strategis Kinerja Keuangan Kinerja Pelanggan Kinerja Proses Bisnis Internal Kinerja Pembelajaran Pertumhunan Alternatif K P H P S K P U H p P T W T R P P B P B P N P T P P B U P P J P D T K P K A P P B B B T T K B T K K T M P T P P Keterangan: KP = Kapasitas Produksi HPS = Harga Produk Substitusi KPU= Kualitas Produk HP = Harga Produk PTW=Pembagian Tugas dan Wewenang Gambar 43. Struktur Hirarki Kinerja UMK Makanan Ringan PPB= Penambahan Pelanggan Baru T= Transferabilitas PBP= Penurunan Biaya Produksi R= Replikabilitas NP= % Kenaikan Pendapatan TPP= Tingkat Pertumbuhan Penjualan BU=Biaya/unit PP = Profit Perusahaan JPD= Pelanggan yang dipertahankan TKP = Tingkat Kepuasan Pelanggan KAP= Kelengkapan Atribut Produk PB= Produk Baru BBT= Bahan Baku Terbuang TKB= Tingkat Kerusakan Barang TKK= Tingkat Kemampuan Pekerja TMP = Tingkat Motivasi Pekerja TPP = Tingkat Pemberdayaan Pekerja

159 133 Pada struktur hirarki di atas dapat dilihat bahwa pengembangan industri makanan didasarkan pada tujuh perspektif antara lain (1) perspektif lingkungan eksternal, (2) perspektif lingkungan internal, (3) perspektif rencana strategik, (4) perspektif keuangan, (5) perspektif pelanggan, (6) perspektif proses bisnis internal, dan (7) perspektif pertumbuhan dan perkembangan. Prosedur AHP dengan penilaian perbandingan berpasangan dengan skala ordinal 1-9 digunakan untuk penentuan bobot masing-masing sub kriteria. Bobot tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk linguistic label preference fuzzy non numeric. Data berisi penilaian dari setiap alternatif berdasarkan masing-masing kriteria (dimensi kinerja). Pada pendekatan fuzzy AHP tersebut digunakan nilai derajat kepercayaan (α ) = 0.5 dan derajat optimisme ( μ ) = 0.5. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya penilaian yang terlalu berlebihan atau sebaliknya penilaian yang underestimate. Penentuan tingkat kepentingan kriteria/ alternatif ternormalisasi yang dihasilkan dari perbandingan berpasangan menggunakan Triangular Fuzzy Number (TFN) dengan langkah-langkah: Melakukan perbandingan berpasangan untuk setiap kriteria / alternatif dengan menggunakan skala lingustik atau skala 1-9. Hasil perbandingan berpasangan tersebut kemudian difuzzykan dengan TFN. Menentukan tingkat kepentingan setiap faktor /kriteria dengan mengalikan tiap-tiap nilai dalam TFN (batas bawah, nilai tengah, batas atas) pada suatu baris, kemudian diambil akar ke-n dari hasil perkalian tersebut, di mana n adalah banyaknya kriteria/alternatif. Melakukan normalisasi terhadap tingkat kepentingan dengan aturan : Nilai bawah dibagi dengan jumlah dari nilai atas. Nilai atas dibagi dengan jumlah dari nilai bawah Nilai tengah dibagi dengan jumlah dari nilai tengah semua kriteria/alternatif. Pada penelitian ini, teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah pengambilan keputusan kelompok fuzzy dengan multi pakar dan multi kriteria (Multi Expert Multi Criteria Decision Making ME MCDM). Hasil pengolahan

160 134 data menunjukkan bobot untuk masing-masing kriteria dan sub kriteria seperti pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Pembobotan Kriteria dan Alternatif Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan. Kriteria Bobot Alternatif Bobot Perspektif Tingkat Kapasitas Produksi Lingkungan Tingkat Harga Jual Produk Eksternal Tingkat Kualitas Produk UMK Tingkat HargaTerhadap Produk Substitusi Perspektif Tingkat Pembagian Tugas dan wewenang Lingkungan Tingkat Transferabilitas Internal Tingkat Replikabilitas Perspektif Rencana Tingkat Pertambahan Pelanggan/Th strategik Tingkat Penurunan Biaya Produksi/Th Tingkat Kenaikan Pendapatan/Th Perspektif Keuangan Tingkat Pertumbuhan Penjualan/Th Tingkat Biaya per unit output Tingkat Profit Perusahaan Perspektif Tingkat Pelanggan yang Dipertahankan /th Tingkat Kepuasan Pelanggan Tingkat Kelengkapan Atribut Produk Perspektif Proses Tingkat Pertambahan Jumlah Produk Baru/Th Bisnis Internal Tingkat Bahan Baku Terbuang/Th Tingkat Kerusakan Produksi/Th Perspektif Tingkat Kemampuan Pekerja Pertumbuhan dan Tingkat Motivasi Pekerja Pembelajaran Tingkat Pemberdayaan Pekerja Dari hasil perhitungan terlihat bahwa lingkungan eksternal memiliki nilai prioritas paling tinggi (43.5%), diikuti oleh lingkungan internal (20.6%), rencana strategis (15.9%), pertumbuhan dan pembelajaran (9.09%), proses bisnis internal (5.06%), pelanggan (3.20,%), dan keuangan (2.64%). Pada level alternatif, pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53.8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62.7%). Pada perspektif rencana strategis bobot prioritas tertinggi adalah indikator kenaikan pendapatan per tahun (68.3%), dan pada perspektif pertumbuhan pembelajaran adalah indikatortingkat kemampuan pekerja (62.7%). Pada perspektif proses bisnis internal bobot prioritas tertinggi adalah

161 135 indikator banyaknya bahan baku terbuang (45.7%), pada perspektif pelanggan adalan jumlah pelanggan yang dipertahankan per tahun (60.9%), dan pada perspektif keuangan adalah profit perusahaan (62.7%). Nilai prioritas tersebut menggambarkan bobot kepentingan perspektif dan IKK dalam proses pengukuran kinerja. Hasil pembobotan tersebut juga dapat menggambarkan keterkaitan antar variabel kinerja dan masalah yang telah diformulasikan pada sub Bab Analisis Sistem. Menurut Kelly (1993), kesesuaian antara lingkungan organisasi dan strategi, struktur, serta proses organisasi, berpangaruh positif terhadap kinerja organisasi. Lebih lanjut Hamel and Prahalad (1990) dan Child (1997) menyatakan bahwa lingkungan merupakan faktor kontekstual penting yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Pengamatan terhadap lingkungan meliputi analisis eksternal dan analisis internal. Lingkungan eksternal terdiri atas variabel-variabel di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Lingkungan internal terdiri atas variabel-variabel yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak (Burrows and Levine, 1993; Gupta and Govindarajan, 1994; Wheelen and Hunger, 1996; Jauck and Glueck, 1997). Variabel-variabel dari lingkungan internal meliputi struktur, budaya, dan sumberdaya organisasi. Sruktur adalah cara bagaimana perusahaan diorganisasikan berkenaan dengan komunikasi, wewenang, dan arus kerja. Budaya adalah pola keyakinan, pengharapan, dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Sumberdaya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi, meliputi keahlian, kemampuan, dan bakat manajerial (Wheelen and Hunger, 1996) Lingkungan eksternal terdiri atas dua bagian, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Lingkungan sosial merupakan kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek tetapi dapat dan sering kali dapat memperngaruhi keputusan jangka panjang, yaitu

162 136 kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan hukum-politik, kekuatan sosiokultural. Lingkungan kerja meliputi elemen-elemen atau kelompok-kelompok yang berpengaruh langsung kepada perusahaan dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh perusahaan, yaitu pemerintah, komunitas lokal, pemasok, pesaing, pelanggan, kreditur, tenaga kerja/serikat buruh, kelompok kepentingan khusus, dan asosiasi perdagangan (Wheelen and Hunger, 1996). Di sisi lain, ketidakpastian lingkungan adalah kondisi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi operasional organisasi. Untuk organisasi yang organis tepat dalam lingkungan yang tidak stabil, dan untuk organisasi yang mekanistik tepat dalam lingkungan yang stabil (Robbins and Pearce, 1992; Wheelen and Hunger, 1996). Selain itu ketidakpastian lingkungan mempunyai keterkaitan dengan karakteristik strategi (Gupta and Govindarajan, 1984; Wheelen and Hunger, 1996) dan menurut Beaver and Parker (1995); Gilad (2004), terdapat hubungan antara perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis (industri) ketidakpastian, dan resiko atau peluang yang terjadi dalam implementasi suatu strategi. Perusahaan mengembangkan strateginya melalui penyesuaian antara kemampuan intinya dengan peluang industri yang ada. Penentuan Skor Indikator Kinerja Kunci Tahap berikutnya dalam proses pengukuran kinerja dengan teknik Balanced Scorecard adalah menentukan skor indikator kinerja kunci untuk UMK yang menjadi sasaran pengukuran. Penilaian skor tersebut berdasarkan kriteria, yaitu (Lee et al., 2000; Aryo et al., 2003): 1. Skor 1, jika indikator kinerja kunci dinilai kurang baik. 2. Skor 2, jika indikator kinerja kunci dinilai cukup baik. 3. Skor 3 jika indikator kinerja kunci dinilai baik. Skor indikator kinerja kunci pada UMK yang sedang diukur dinilai berdasarkan nilai target maksimum atau minimum yang hendak dicapai, dengan menggunakan nilai yang dikembangkan dari referensi yang berasal dari best practices in the class yang dihasilkan dengan teknik Fuzzy AHP dan elisitasi

163 137 pendapat pakar. Kriteria pemilihan best practices in the class didasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan usaha (Hambali, dkk, 2005), yaitu modal (kapasitas produksi), produk (jenis), teknologi dan keahlian (tahapan proses). Sedangkan untuk faktor sumberdaya manusia tidak dijadikan kriteria dengan alasan tenaga kerja yang diperlukan dalam industri pengolahan keripik pisang tidak membutuhkan kriteria khusus. Pemilihan UMK dibatasi pada UMK yang merupakan anggota pembinaan dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung dan tergabung di dalam pusat perdagangan bersama produk UKM di Propinsi Lampung, yaitu: 1. PD Melati 2. PD Dwi Putra 3. PD Asa Wira Perkasa 4. PK Sutarjo 5. PK Lateb Jaya 6. PK Karya Mandiri 7. PK Rona Jaya 8. PK Tunas 9. PK Khamdo Struktur Hirarki untuk penentuan level skor IKK dapat dilihat pada Gambar 44. Tujuan Best Practices in the Class Kriteria Kapasitas Produksi Jenis Produk Teknologi Alternatif Gambar 44. Struktur Hirakri Pemilihan Best Practices in the Class Hasil pengolahan data dengan teknik Fuzzy AHP menunjukkan bobot kriteria dan alternatif seperti pada Tabel 21. Berdasarkan hasil Fuzzy AHP maka disusun nilai level skor IKK dengan melakukan in depth interview dengan pakar dan pengusaha pengolahan keripik pisang yang termasuk dalam alternatif.

164 Tabel 21. Hasil Pembobotan Kriteria dan Alternatif Pemilihan Best Practices in the Classs Kriteria Ranking Bobot Alternatif Kapasitas 1 produksi Jenis Produk Teknologi Skor Ranking

165 139 Tabel 22. Standar Penilaian Level Kinerja IKK Nilai Target 1. Tingkat Kapasitas Produksi Maksimum (300kg/hari, skala 3) 2. Tingkat Harga Jual Produk Minimum (Rp / kg, skala 3) 3. Tingkat Kualitas Produk UMK Maksimum (skala 3) 4. Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi Minimum (0%, skala 3) 5. Tingkat Pembagian Tugas dan wewenang Maksimum (skala 3) 6. Tingkat Transferabilitas Maksimum (skala 3) 7. Tingkat Replikabilitas Maksimum (skala 3) 8. Tingkat Pertambahan Pelanggan/Th Maksimum (100%, skala 3) 9. Tingkat Penurunan Biaya Produksi/Th Maksimum (100%, skala 3) 10. Tingkat Kenaikan pendapatan/th Maksimum (100%, skala 3) 11. Tingkat Pertumbuhan Penjualan/Th Maksimum (100%, skala 3) 12. Tingkat Biaya per unit output Minimum (Rp /kg, skala 3) 13. Tingjkat Profit Perusahaan/Tahun Maksimum (100%, skala 3) 14. Tingkat Pelanggan yang dipertahankan/th Maksimum (100%, skala 3) 15. Tingkat Kepuasan Pelanggan Maksimum (skala 3) 16. Tingkat Kelengkapan Atribut Produk Maksimum (skala 3) 17. Tingkat Pertambahan Jumlah Produk Maksimum (skala 3) Baru/Th 18. Tingkat Bahan Baku Terbuang/Th Minimum (0%, skala 3) 19. Tingkat Kerusakan Produk yang Minimum (0%, Diproduksi/Th skala 3) 20. Tingkat Kemampuan Pekerja Maksimum (skala 3) 21. Tingkat Motivasi Pekerja Maksimum (skala 3) 22. Tingkat Pemberdayaan Pekerja Maksimum (skala 3)

166 140 Penentuan Level Kinerja Level perspektif kinerja merupakan nilai yang dihasilkan dalam suatu pengukuran kinerja. Level kinerja ditetapkan untuk masing-masing perspektif kinerja dengan penilaian (Lee et al., 2000; Aryo et al., 2003): 1. Jika nilai pengukuran perspektif antara 0.00 dan 1.99 maka kinerja perspektif dinilai kurang baik. 2. Jika nilai pengukuran perspektif antara 2.00 dan 2.99 maka kinerja perspektif dinilai cukup baik. 3. Jika nilai pengukuran perspektif = 3.00 maka kinerja perspektif dinilai baik. Perbaikan Kinerja UMK Makanan Ringan Setelah hasil pengukuran kinerja dibandingkan dengan nilai target untuk masing-masing indikator kinerja kunci, maka dapat ditentukan indikator-indikator yang membutuhkan perbaikan. Proses identifikasi prioritas perbaikan indikator kinerja kunci dilakukan dengan mengadopsi teknik penyebaran fungsi kualitas (Quality Function Deployment), dengan membangun rumah kualitas (House of Quality), dimulai dari hubungan antara strategi dengan kebutuhan stake holder yang digambarkan oleh indikator kinerja kunci yang nilainya di bawah nilai target pada pengukuran kinerja, penentuan indikator karakteristik teknis standar (Tabel 61) yang menjadi standar perbaikan indikator kinerja kunci, penentuan bobot kepentingan indikator kinerja kunci, penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci yang akan diperbaiki dengan indikator karaktersitik teknis yang menjadi standar, hubungan antara karaktersitik teknis, dan penentuan prioritas perbaikan.

167 141 Hubungan Strategi dengan Indikator Kinerja Kunci Kebutuhan Stakeholder Berdasarkan Berdasarkan strategi yang diturunkan dari kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan yang dihasilkan oleh Departemen Perindustrian, maka ditetapkanlah strategi pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan (Gambar 23). Untuk menentukan ukuran-ukuran yang mampu menggambarkan level kinerja UMK maka dilakukan pengkajian hubungan antara strategi dan perspektif kinerja UMK berdasarkan diagram lingkar sebab akibat manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan (Gambar 24). Tabel 23. Hubungan Strategi dengan Indikator Kinerja Berdasarkan Kebutuhan Stakeholder Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan No Strategi Perspektif Indikator Kinerja Kunci 1 1. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder 2. Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan 3. Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri besar/bumn maupun lembaga-lembaga pendukung permodalan dan pemasaran 2 1. Meningkatkan kemampuan. perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan melalui penentuan sasaran, inisiatif strategi dan target usaha Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Perencanaan Strategis Tingkat Kualitas Produk UMK (KPU) Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi (HPS) Tingkat Kapasitas Produksi (KP) Tingkat Harga Jual Produk (HP) Tingkat Pembagian Tugas dan Wewenang (PTW) Tingkat Transferabilitas (T) Tingkat Replikabilitas (R) Tingkat Pertambahan Jumlah Pelanggan Baru/th (PPB) Tingkat Penurunan Biaya Produksi/th (PBP)/Th Tingkat Kenaikan Pendapatan /Th (NP)

168 142 Tabel 23. Hubungan Strategi dengan Indikator Kinerja Berdasarkan Kebutuhan Stakeholder Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan (Lanjutan) No Strategi Perspektif Indikator Kinerja Kunci 4 1. Peningkatan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi Peningkatan daya saing UMK makanan ringan melalui evaluasi pengetahuan tentang konsumen/pelanggan meliputi mutu dan kelengkapan atribut produk 6 1. Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan 2. Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan 7 1. Peningkatan mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. Keuangan Pelanggan Proses Bisnis Internal Pertumbuhan dan Pembelajaran Tingkat Pertumbuhan Penjualan (TPP) Tingkat Biaya per Unit Output (BU) Tingkat Profit Perusahaan (PP) Tingkat Pelanggan yang dapat Dipertahankan (JPD) Tingkat Kepuasan Pelanggan (TKP) Kelengkapan Atribut Produk (KAP) Tingkat Bahan Baku yang Terbuang (BBT) Tingkat Pertambahan Produk Baru (PB) Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi (TKB) Tingkat Kemampuan Pekerja (TKK) Tingkat Motivasi Pekerja (TMP) Tingkat Pemberdayaan Pekerja (TPP) Penentuan Bobot Kepentingan Perbaikan Indikator Kinerja Kunci Penentuan tingkat kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci UMK makanan ringan diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap pakar. Penentuan bobot indikator kinerja kunci dilakukan dengan penetapan nilai kepentingan berdasarkan skala likert (skala lima poin) (Cohen, 1995): Nilai 1 jika pakar menganggap tidak penting Nilai 2 jika pakar menganggap kurang pentin Nilai 3 jika pakar mengganggap agak penting Nilai 4 jika pakar menganggap penting Nilai 5 jika pakar mengganggap sangat penting

169 143 Data tersebut kemudian diolah menggunakan teknik OWA Operators, sehingga menghasilkan bobot kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci (Tabel 24). Tabel 24. Bobot Kepentingan Perbaikan Indikator Kinerja Kunci Indikator Kinerja Kunci Bobot Kepentingan Tingkat Kapasitas produksi 4 Tingkat Harga jual produk 3 Tingkat Kualitas Produk UMK 5 Tingkat Harga Terhadap Produk Substitusi 5 Tingkat Pembagian Tugas dan Wewenang 3 Tingkat Transferabilitas 4 Tingkat Replikabilitas 4 Tingkat Penambahan Pelanggan/Th 5 Tingkat Penurunan Biaya Produksi/Th 4 Tingkat Kenaikan Pendapatan/Th 5 Tingkat Pertumbuhan Penjualan 5 Tingkat Biaya per Unit Output 4 Tingkat Profit Perusahaan 5 Tingkat Pelanggan yang Dipertahankan /th 4 Tingkat Kepuasan Pelanggan 4 Tingkat Kelengkapan Atribut Produk 4 Tingkat Pertambahan Produk Baru/Th 4 Tingkat Bahan Baku Terbuang/Th 3 Tingkat Kerusakan Produk 4 Tingkat Kemampuan Pekerja 4 Tingkat Motivasi Pekerja 4 Tingkat Pemberdayaan Pekerja 4 Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis Karakteristik teknis merupakan kumpulan keinginan terhadap suatu produk atau proses yang ditetapkan oleh organisasi. Apabila karakteristik kebutuhan UMK menunjukkan suara pelaku usaha, maka karakteristik teknis menunjukkan suara pengembang atau pakar. Dengan menempatkan kedua suara

170 144 tersebut pada bagian kiri dan atas matriks maka kita dapat mengevaluasi hubungan antara keduanya secara sistematis. Pengisian bagian ini merupakan pekerjaan terbesar dari matriks rumah kualitas. Pada tahap ini digunakan matriks prioritas dimana untuk setiap sel dimasukkan suatu nilai atau simbol yang merefleksikan hubungan tingkat kesesuaian antara karaketristik teknik dan keinginan pelanggan. Penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis standar adalah sebagai berikut: (i) Hubungan Kuat Hubungan yang kuat antara faktor kebutuhan konsumen dengan faktor kebutuhan teknis menunjukkan bahwa faktor kebutuhan teknis tersebut sangat berpengaruh kepada karakteristik kualitas kinerja yang diinginkan. (ii) Hubungan Sedang Hubungan yang sedang berarti bahwa faktor-faktor kebutuhan teknis juga mempengaruhi setiap faktor kebutuhan konsumen, tetapi tidak terlalu mempengaruhi dibandingkan dengan hubungan kuat. (iii) Hubungan Lemah Hubungan lemah berarti faktor kebutuhan teknis tidak terlalu mempengaruhi kebutuhan konsumen, tetapi keberadaannya harus tetap diperhatikan dan tidak dapat dihilangkan begitu saja, karena bagaimanapun hubungan ini mempengaruhi dalam pembentukan karakteristik kualitas kinerja yang diinginkan konsumen. Tabel 25. Penilaian Hubungan Indikator Kinerja Kunci Dengan Karakteristik Teknis Standar (Cohen, 1995) Tingkat Kualitas Bobot Simbol Sangat Kuat 9 Sedang 3 Ο Lemah 1 Tidak Ada Hubungan 0 (Kosong)

171 145 Penentuan nilai tingkat hubungan dilakukan melalui pengujian dengan menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA) Operators. Hasil ratarata nilai hubungan yang diberikan oleh pakar dapat dilihat pada Gambar 45. IKK Perspektif Lingkungan Eksternal KARAKTERISTIK TEKNIS TP CPB PPB KP OM KMU MP PM Kinerja Operasi Kinerja Sumber Daya KP HPS 1 1 TJP Kinerja Hubungan dengan Lingkung an SK Kebijak an KPU HP Perspektif PTW Lingkungan Internal T Perspektif Perencanaan Strategik R PPB PBP NP Perspektif Keuangan TPP BU PP Perspektif Pelanggan JPD Perspektif Bisnis Internal TKP KAP PB BBT TKB Perspektif TKK Pembelajaran dan TMP Pertumbuhan TPP Gambar 45. Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis Penentuan

172 146 Penentuan Hubungan Antar Karakteristik Teknis Standar Hubungan antar karakteristik teknis standar sering disebut sebagai matriks korelasi yang diletakkan pada bagian atap rumah kualitas. Hubungan tersebut menunjukkan pengaruh antara karakteristik teknis yang satu dengan lainnya. Bobot dan simbol hubungan yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Simbol Untuk Korelasi Antar Karakteristik Teknis Nilai Simbol Keterangan 2 * Sangat Postif 1 + Positif -2 = Sangat Negatif -1 - Negatif (Kosong) Tidak Ada Korelasi Hubungan antar karakteristik teknis standar yang dihasilkan dari proses pengumpulan dan pengolahan data diletakkan pada bagian atap dari rumah kualitas (house of quality). Nilai hubungan tersebut digunakan untuk membantu penyusunan rekomendasi perbaikan kinerja UMK yang akan dikonsultasikan kepada pakar. Nilai hubungan yang positif menunjukkan bahwa peningkatan suatu karakteristik teknis standar akan berkorelasi positif terhadap peningkatan karakteristik teknis standar lainnya. Sebaliknya nilai hubungan yang negatif menunjukkan bahwa peningkatan suatu karakteristik teknis standar akan menurunkan karaktersitik teknis standar lainnya. Hubungan antar karakteristik teknik dapat dilihat pada Gambar 46.

173 TP CPB PPB KP OM KMU MP PM TJP SK Kinerja Operasi Kinerja Manajemen Sumber Daya Kinerja Hubung an Dengan Lingkungan Kebijakan Gambar 46. Hubungan Antar Karakteristik Teknis Penentuan Urutan Prioritas Karakteristik Teknis Standar Urutan tingkat prioritas merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil perhitungan secara sistematis antara nilai hasil hubungan antara keinginan pelanggan dengan karakteristik teknis dan nilai bobot keinginan pelanggan. Nilai prioritas karakteristik teknis (S) disebut juga Importance of The HOWs, yang dirumuskan sebagai berikut: S=Nilai Hubungan Karaktristik Teknis vs IKK x Bobot Kepentingnan IKK...11)

174 148 Hasil penjumlahan kolom dari masing-masing variabel pada karakteristik teknis adalah nilai target untuk variabel karakteristik teknis tersebut. Nilai target ini menggambarkan kepentingan masing-masing variabel karakteristik teknis. Adapun penilaian terhadap target perbaikan kinerja UKM yang mempertimbangkan urutan prioritas karakteristik teknisnya diberi status sebagai berikut: = Level indikator ditingkatkan = Level indikator dipertahankan = Level indikator diturunkan Penentuan status dilakukan dengan membandingan level kinerja UMK dengan standar penilaian level kinerja (Tabel 69). Pembentukan Rumah Kualitas (House of Quality) Berdasarkan pada pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan oleh peneliti dalam identifikasi keinginan pelanggan, karakteristik teknis, benchmarking, dan target perbaikan pada sub bab sebelumnya, maka dihasilkan pembentukan rumah kualitas. Rekomendasi Perbaikan Berdasarkan hasil perhitungan pada rumah kualitas dapat diurutkan prioritas perbaikan dilihat dari indikator kinerja kunci, mulai dari prioritas tertinggi hingga prioritas terendah. Rekomendasi perbaikan diperoleh berdasarkan hasil analisis tingkat hubungan antar karakteristik teknis standar, kajian teoritis yang dielaborasi dengan pendapat pakar melalui wawancara mendalam (in depth interview) untuk setiap kemungkinan karakteristik teknis yang menjadi prioritas perbaikan.

175 149 Tabel 27. Rekomendasi Perbaikan Untuk Setiap Indikator Karakteristik Teknis Variabel Kinerja Operasi Perusahaan Manajemen Sumberdaya Perusahaan Indikator Karakteristik Teknis Target Penjualan Pencipataan Produk Baru Pemasaran Produk Baru Kesalahan dalam Proses Hasil (output) per satuan Modal Kemampuan Menghasilkan Uang Motivasi Pemilik Perusahaan Pengembangan Modal Rekomendasi Perbaikan - Meningkatkan Kapasitas Produksi - Meningkatkan Penciptaan Produk Baru - Meningkatkan Jumlah Produk Baru - Meningkatkan Tingkat Kemampuan Pekerja - Optimalisasi Output per Material - Menurunkan Harga Jual Produk Agar Bersaing - Meningkatkan Jumlah Pelanggan Baru - Meningkatkan Transferabilitas - Meningkatkan Replikabilitas - Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Motivasi Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja - Menurunkan Harga Jual Produk Agar Bersaing - Meningkatkan Transferabilitas - Meningkatkan Jumlah Produk Baru - Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja - Meningkatkan Kelengkapan Atribut Produk - Optimalisasi Pembagian Tugas dan Wewenang - Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Motivasi Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja - Menurunkan Jumlah Bahan Baku yang Terbuang - Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Motivasi Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja - Meningkatkan Kapasitas Produksi - Menurunkan Harga Jual Produk Agar Bersaing - Meningkatkan Jumlah Produk Baru - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja - Meningkatkan Motivasi Pemilik Perusahaan - Meningkatkan Daya Transferabilitas - Meningkatkan Daya Replikabilitas - Meningkatkan Motivasi Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja - Meningkatkan Kapasitas Produksi - Meningkatkan Jumlah Produk Baru

176 150 Tabel 27. Rekomendasi Perbaikan Untuk Setiap Indikator Karakteristik Teknis (Lanjutan) Variabel Hubungan dengan Lingkungan Perusahaan Indikator Karakteris-tik Teknis Tanggungjawab terhadap Pelanggan Rekomendasi Perbaikan - Meningkatkan Kualitas Produk - Meningkatkan Kelengkapan Atribut Produk - Meningkatkan Penerapan Standar Kualitas (SNI) Kebijakan Standar Kualitas - Meningkatkan Kualitas Produk - Meningkatkan Jumlah Pelanggan yang dapat Dipertahankan - Meningkatkan Kepuasan Pelanggan - Meningkatkan Kelengkapan Atribut Produk - Meningkatkan Kemampuan Pekerja - Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Target Penjualan Target penjualan merupakan nilai estimasi potensi perusahaan terhadap potensi wilayah pemasaran (Kotler, 1995). Penentuan target penjualan dimaksudkan untuk mengidentifikasi pesaing-pesaing serta mengestimasi penjualan mereka. Selain itu penentuan target penjualan juga bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja perusahaan terhadap industri secara keseluruhan. Peningkatan terhadap target penjualan dapat dilakukan melalui peningkatan jumlah pelanggan baru melalui peningkatan kapasitas produksi yang ekonomis, peningkatan jumlah produk baru, yang didukung dengan peningkatan tingkat kemampuan pekerja, optimalisasi output per material, serta penurunan harga agar lebih bersaing. Tingkat Penciptaan Produk Baru Menurut Urban dan Hauser (1993), penciptaan produk baru biasanya didorong oleh permintaan pelanggan akan suatu spesifikasi tertentu. Selain itu persaingan terhadap lingkungan juga menjadi penyebab suatu perusahaan harus bersikap inovatif dalam menjalankan usahanya. Menurut Kim (1997), inovasi dapat dibentuk dari proses imitasi (meniru). Proses imitasi tersebut dapat berupa

177 151 peniruan terhadap jenis produk, teknologi dan sumberdaya yang digunakan pesaing. Kecakapan untuk menggunakan sumber daya dan untuk meniru kesuksesan perusahaan pesaing disebut replikabilitas, sedangkan kecakapan dalam mengambil alih/mengumpulkan sumber daya dan yang perlu untuk mendukung usaha disebut transferabilitas. Disamping itu dalam menciptakan produk baru, hal yang harus diperhatikan antara lain adalah kemampuan dan motivasi/komitmen pekerja, sehingga pengusaha dapat memberdayakan pekerjanya. Tingkat Pemasaran Produk Baru Pemasaran produk baru membutuhkan kemampuan dan pemberdayaan pekerja, khususnya tenaga pemasar yang ada di perusahaan. Selain itu menurut Urban dan Hauser (1993), kemampuan bersaing yang atraktif dalam pemasaran produk baru dipengaruhi oleh strategi penetapan harga dan strategi ritel produk, sehingga mekanisme penurunan harga dapat digunakan sebagai salah satu strategi pemasaran produk baru. Tingkat Kesalahan Dalam Proses Kesalahan dalam proses berkaitan erat dengan kualitas produk. Proses yang berjalan dengan baik akan menghasilkan produk yang berkualitas. Menurut Longenecker, Moore, and Petty ( 2001), mencapai tingkat kualitas merupakan sasaran utama pengelolaan terhadap proses produksi. Proses produksi terdiri atas sekumpulan kegiatan yang memproduksi produk atau jasa bagi para konsumen. Proses tersebut dimulai dari pembelian bahan baku dan meliputi langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menciptakan produk yang diinginkan oleh kosumen, sehingga optimalisasi terhadap pembagian tugas dan wewenang, peningkatan kemampuan, motivasi, serta pemberdayaan terhadap pekerja, merupakan hal yang dibutuhkan dalam proses tersebut. Menurut Hambali et al. (2005), proses awal pembuatan keripik pisang adalah pengupasan. Proses tersebut dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau. Proses pengupasan diikuti oleh tahap berikutnya yaitu pencucian, yang bertujuan untuk membuang kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daging pisang. Pisang yang telah dibersihkan direndam dalam

178 152 larutan natrium bisulfit (NaHSO 3 ) 1% sebanyak 5-10 menit dengan tujuan menghindari timbulnya warna kecoklatan pada permukaan pisang dan irisan pisang. Pengirisan dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan alat pengiris. Pengirisan hendaknya dilakukan dengan hati-hati agar dihasilkan irisan pisang dengan bentuk dan ketebalan yang seragam. Ketebalan irisan antara 1-1,5 mm. Bentuk Pisang dapat diiris memanjang maupun berbentuk lingkaran, serong, atau miring, bergelombang. Selain itu pisang juga dapat dipotong membentuk persegi panjang, bujur sangkar ataupun bentuk lainnya. Namun proses tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama, tenaga yang lebih besar, dan banyak bagian pisang yang terbuang. Meskipun demikian bentuk irisan yang menarik akan menghasilkan produk yang lebih menarik pula. Setelah diiris pisang dapat direndam dalam larutan bisulfit untuk menghambat reaksi pencokelatan, kemudian ditiriskan dan digoreng. Penggorengan hendaknya dilakukan pada suhu 180 o C dan waktu tunggu irisan pisang untuk digoreng maksimal 10 menit setelah pisang ditiriskan. Penggorengan keripik pisang dapat dilakukan dengan cara deep frying yaitu seluruh bahan yang digoreng tercelup dalam minyak. Bila penggorengan dilakukan sekaligus maka setiap kilogram pisang memerlukan tiga liter minyak goreng, yang dapat digunakan untuk maksimum empat kali penggorengan. Setelah penggorengan, dilakukan penirisan. Penirisan bertujuan untuk meniriskan minyak sehingga keripik menjadi kering. Penirisan bisa dilakukan dengan sentrifuse atau menggunakan nyiru dengan kertas yang mudak menyerap minyak. Tahap selanjutnya adalah pemberian rasa. Bahan tambahan yang dapat digunakan untuk mendapatkan rasa yang berbeda antara lain gula, garam, cabai bubuk, dan seasoning. Tahap terakhir adalah penyortiran dan pengemasan. Proses penyortiran bertujuan untuk menentukan grade keripik pisang yang utuh dan yang pecah, serta untuk menyeragamkan ukuran dan bentuk keripik pisang dalam satu kemasan. Pada proses pengemasan, bahan dan metode pengemasan memegang peranan yang sama pentingnya. Jenis kemasan harus yang dapat melindungi produk dari kerusakan. Teknik pengemasan yang dilakukan adalah sealing atau melekatkan dua ujung plastik dengan menggunakan logam tipis yang dipanaskan.

179 153 Proses sealing dilakukan dengan menggunakan sealer. Pada saat dilakukan sealing ujung kemasan harus benar-benar tertutup rapat, untuk menghindari masuknya gas atau udara ke dalam kemasan. Tingkat Perbandingan Hasil (Output) per Satuan Modal Hasil per satuan modal lebih dikenal sebagai produktivitas. Menurut Longenecker et al., (2001), untuk tetap kompetitif maka suatu perusahaan seharusnya terus menerus mencoba memperbaiki produktivitasnya. Usaha perbaikan sangat beraneka ragam, antara lain dengan melibatkan reorganisasi, perubahan teknologi, atau meningkatkan kemampuan operasional yang ada melalui pelatihan dan pengembangan karyawan. Produktivitas seringkali dikaitkan dengan tingkat efisiensi perusahaan. Pemikiran yang berkembang di masyarakat menunjukkan rendahnya efisiensi UMK disebabkan oleh skala usaha yang relatif kecil. Efisiensi tersebut pada hakikatnya dapat ditingkatkan melalui penjalinan kerjasama (networking) antara sesama usaha UMK atau antara UMK dengan usaha menengah (UM) dan atau usaha besar (UB) terspesialisasi sehingga proses produksi dapat dijalankan secara lebih efisien. Selain itu peningkatan akses pemasaran akan membuka jalan bagi pmeningkatnya skala usaha UMK yang bersangkutan Peningkatan hasil (output) per modal dapat dicapai melalui penurunan jumlah bahan baku terbuang, peningkatan kemampuan pekerja, peningkatan motivasi pekerja, serta peningkatan pemberdayaan terhadap pekerja. Penurunan jumlah bahan baku terbuang dapat dilakukan melalui pemilihan teknologi proses yang tepat, sedangkan peningkatan kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja dibutuhkan dalam penggunaan teknologi proses yang telah dipilih. Melalui penurunan jumlah bahan baku yang terbuang dan peningkatan kemampuan, motivasi dan pemberdayaan terhadap pekerja, diharapkan akan meningkatkan hasil (output) per modal atau produktivitas UMK. Tingkat Kemampuan Menghasilkan Uang Kemampuan menghasilkan uang diartikan sebagai tingkat profitabilitas usaha. Menurut Christopher (1993), kemampuan suatu usaha menghasilkan uang

180 154 dibutuhkan untuk memberikan hasil bagi pengusaha dan untuk menunjukkan perkembangan usaha. Kemampuan menghasilkan uang merupakan hasil diantara biaya dan pendapatan. Minimasi biaya dapat dilakukan melalui efisiensi proses yang dapat dibangun melalui pemberdayaan pekerja dan motivasi pemilik perusahaan. Peningkatan pendapatan dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas produksi, penciptaan produk baru, serta meningkatkan jumlah pembeli melalui penetapan harga yang bersaing. Tingkat Motivasi Pemilik Perusahaan Menurut Longenecker, Moore, and Petty ( 2001), kelemahan manajerial dalam perusahaan kecil adalah daya juang yang rendah, dengan sistem operasi yang sederhana dan tanpa pengelolaan serius. Kelemahan tersebut merupakan hasil dari motivasi pemilik perusahaan yang rendah, yang tidak meyakini bahwa usaha yang dikelola dapat berkembang menjadi suatu perusahaan besar. Motivasi pemilik perusahaan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain perencanaan terhadap waktu dan partisipasi pekerja, serta pemberian informasi. Partisipasi pekerja dapat dilakukan dengan membangkitkan motivasi dan pemberdayaan terhadap pekerja, sedangkan informasi dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran inovatif yang dapat membantu pemilik perusahaan untuk membangkitkan tranferabilitas dan replikabilitasnya. Tingkat Pengembangan Modal Perusahaan yang berkembang akan melakukan perubahan di dalam pengelolaannya. Menurut Norton dan Kaplan (1996), dalam persperktif keuangan, investasi dan reinvestasi (yang menunjukkan pengembangan modal) termasuk ke dalam tahap bertahannya suatu usaha yang sudah berkembang. Dalam hal ini, pengembangan modal berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi untuk produk yang sudah ada, atau pengembangan terhadap produk baru dalam bentuk penambahan investasi. Pengembangan modal bertujuan untuk memperluas target pasar yang dituju, baik dari jenis produk yang sudah ada, maupun dari produk baru. Perluasan target pasar dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah penjualan

181 155 produk, yang akan berdampak pada peningkatan penerimaan dan keuntungan UMK yang bersangkutan. Tingkat Tanggung Jawab terhadap Pelanggan Menurut Longenecker et al., (2001), pada tingkatan tertentu, perusahaanperusahaan kecil berupaya untuk memperoleh keuntungan dari kebutuhan konsumen. Perhatian terhadap konsumen dan fleksibilitas di dalam memenuhi kebutuhan tersebut secara tradisional menjadi aktiva yang kuat dari usaha yang berskala kecil. Para pengusaha kecil memiliki hubungan yang erat dengan para konsumen sehingga dapat menentukan dan menjawab kebutuhan mereka. Membangun tanggung jawab terhadap konsumen memiliki konsekuensi yang sama dengan membangun penawaran produk secara total. Penawaran produk secara total lebih dari sekedar mengolah bahan mentah dan menjualnya, tetapi dapat melalui peningkatan kualitas produk, melengkapi atribut produk (merek, label, pengemasan, dan jaminan), meningkatkan pemenuhan terhadap standar kualitas, serta memberikan harga yang bersaing. Hal lain yang tidak kalah penting dalam hal tanggungjawab terhadap pelanggan adalah CRM (Customer Relationship Management) atau pengelolaan hubungan dengan pelanggan. Menurut Sumarsono (2007, kegiatan CRM meliputi acquire (mendapatkan), enhance (tingkatkan) dan retain (pertahankan) pelanggan. Artinya bagaimana untuk selalu mendapatkan pelanggan baru, meningkatkan hubungannya dengan pelanggan sehingga mereka puas dengan pelayanan yang diberikan, sehingga pada akhirnya dapat menjadi pelanggan yang loyal yang selalu bisa dipertahankan. CRM digunakan sebagai sarana penghubung dari suatu perusahaan ke pelanggannya. Melalui channel (kanal) yang dikelola dengan baik, kita bisa mendengarkan apa yang diinginkan pelanggan, apa yang mereka keluhkan, bagaimana kompetitor bertindak terhadap produk/jasa kita, dan berbagai kegiatan sejenis. Data pelanggan secara rajin perlu dicatat dengan teliti, sehingga setiap mereka menggunakan jasa/produk kita, kita bisa melayani sesuai riwayat data transaksi. Tidak perlu ditanyakan satu persatu secara detail, bahkan cukup dengan mneyebutkan kode atau identitas pelanggan, kita bisa tahu semua informasi detail

182 156 mereka. Untuk usaha mikro dan kecil, akan sangat nyaman begitu ada pelanggan yang datang, bagian penjualan langsung mencatat sehingga bisa diketahui pengalaman pembeliannya, kapan terakhir membeli, jenis yang dibeli, dan lainlain. Sehingga pada saat pelanggan bertanya, bagian penjulan sudah siap untuk menjawab segala pertanyaan. Tingkat Penerapan Standar Kualitas Paradigma yang berkembang dimasyarakat umumnya menyatakan bahwa kualitas UMK termasuk kategori rendah karena memiliki variansi yang cukup besar. Variansi tersebut diakibatkan karena umumnya produk UMK diproduksi secara manual. Tetapi di lain pihak, pengerjaan secara manual seringkali menghasilkan produk yang unik (sophisticated hand work), yang disukai oleh pelanggan dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada produk yang berasal dari produksi masal (mass production). Dengan berdasar pada konsep kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pelanggan dan berimplikasi pada kepuasan pelanggan, maka dapat dikatakan bahwa kualitas produk UMK yang rendah tidak sepenuhnya benar. Penerapan standar kualitas pada UMK makanan ringan bertujuan untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang sesuai dengan karakteristik keinginan pelanggan, serta memenuhi syarat-syarat kesehatan yang berlaku. Menurut Juran (1974) kualitas merupakan kesesuaian terhadap fungsinya, sedangkan menurut Mitra (1993), kesesuaian produk atau pelayanan terhadap keinginan pelanggannya. Dimensi kualitas produk menurut Garvin (1984) terdiri atas performansi, fitur, reliabilitas, konformansi, durabilitas, estetika, dan reputasi. Untuk menghasilkan keripik pisang yang berkualitas beberapa pendekatan dapat dijadikan rujukan. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1996), keripik pisang dikatakan berkualitas jika memenuhi syarat mutu seperti yang terdapat pada SNI Nomor (Lampiran 2). Sedangkan menurut Hambali et al. (2005), kunci keberhasilan pembuatan keripik pisang diantaranya adalah pemilihan bahan baku dan bahan tambahan, pengupasan, pencucian, perendaman, pengirisan, penggorengan, penirisan, pemberian rasa, dan pengemasan yang baik.

183 157 Bahan baku pada pembuatan keripik pisang adalah buah pisang olahan, antara lain pisang kepok, nangka, tanduk, siam, raja, dan kapas. Pisang yang akan digunakan sebaiknya pisang yang mentah, sudah tua, dan permukaan kulitnya berwarna hijau tua. Selain bahan baku, bahan tambahan berguna untuk memberikan rasa dan daya awet sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya jual. Bahan tambahan pada keripik pisang antara lain garam halus, natrium bisulfit, gula pasir, gula merah, palm suiker (gula semut), cabai bubuk, aneka flavour atau seasoning. Proses pengupasan dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau, diikuti proses pencucian, yang bertujuan untuk membuang kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daging pisang. Setelah diiris pisang dapat direndam dalam larutan bisulfit untuk menghambat reaksi pencokelatan, kemudian ditiriskan dan digoreng pada suhu 180 o C. Waktu tunggu irisan pisang untuk digoreng maksimal 10 menit setelah pisang ditiriskan, untuk menghindari proses pencokelatan. Setelah penggorengan, dilakukan penirisan. Penirisan bertujuan untuk meniriskan minyak sehingga keripik menjadi kering. Tahap selanjutnya adalah pemberian rasa. Bahan tambahan yang dapat digunakan untuk mendapatkan rasa yang berbeda antara lain gula, garam, cabai bubuk, dan seasoning. Tahap terakhir adalah penyortiran dan pengemasan. Proses penyortiran bertujuan untuk menentukan grade keripik pisang yang utuh dan yang pecah, serta untuk menyeragamkan ukuran dan bentuk keripik pisang dalam satu kemasan. Selain bahan kemasan, metode pengemasan yang tepat akan membantu melindungi produk dari kerusakan. Jenis kemasan yang dapat melindungi produk adalah kemasan plastik jenis PE (poly ethylene), PP (poly propylene), PET (poly ethylene terephtalate). Selain jenis kemasan, proses pengemasan juga akan mempengaruhi keberhasilan proses pengemasan. Pada proses tersebut plastik harus benar-benar tertutup rapat, untuk menghindari udara masuk.

184 158 Kontribusi dan Keterbatasan Model Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Keci Makanan Ringan Proses pengukuran kinerja dan proses perbaikan kinerja merupakan dua proses yang membentuk suatu siklus evaluasi kinerja. Pada setiap siklus evaluasi yang dilakukan secara terintegrasi akan bermuara pada tindakan perbaikan yang diperoleh dari alternatif rekomendasi yang sesuai untuk setiap hasil pengukuran kinerja. Tahap ini dilakukan sebagai umpan balik untuk mengetahui peningkatan level kinerja UMK yang bersangkutan. Proses evaluasi yang dilakukan secara periodik dan berkelanjutan ditujukan untuk menentukan prioritas perbaikan kinerja UMK sehingga dapat berjalan lebih efisien dan efektif. Kontribusi model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang direkomendasikan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis maupun maupun dari sisi praktis. Pendekatan strategi berbasis sumber daya, strategi berbasis pengetahuan, dan strategi berbasis resiko yang digunakan pada model rekomendasi diharapkan mampu memberikan penggambaran yang mendekati realita dari sistem usaha UMK yang sesungguhnya. Model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang mengambil studi kasus pada UMK pengolahan keripik pisang juga diharapkan sebagai bentuk temuan baru dari penelitian ini, sehingga dapat disebut sebagai novelty (kebaruan) dalam beberapa hal, yaitu (1) memberikan manfaat teoritis pengembangan teori pengukuran kinerja dan teori evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil di Indonesia, (2) memberikan manfaat praktis bagi pelaku usaha mikro dan kecil makanan ringan dalam penentuan strategi evaluasi kinerja usaha, dan (3) sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam upaya pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia, dengan memanfaatkan teori evaluasi kinerja maupun sistem majamen ahli yang telah dihasilkan. Kontribusi Teoritis Model Model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan dibangun dengan tujuan untuk menghasilkan sistem evaluasi yang terintegrasi mulai dari tahap identifikasi indikator kinerja kunci sampai dengan penentuan rekomendasi perbaikan. Model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang direkomendasikan

185 159 didasarkan pada pengelolaan strategi perusahaan (manajemen strategi) secara komprehensif sebagai salah satu kekuatan model. Model evaluasi kinerja yang ada hingga saat ini masih menggunakan aspek manajemen kinerja secara parsial sehingga tidak mampu menunjukkan level kinerja secara komprehensif dari berbagai aspek manajemen strategi. Selain itu indikator kinerja yang tersedia masih bersifat umum, sehingga terdapat beberapa indikator kinerja yang tidak dapat diukur pada level usaha mikro dan kecil (UMK). Oleh, karena itu, model evaluasi kinerja UMK yang mengambil studi kasus pada UMK makanan ringan keripik pisang di Propinsi Lampung diharapkan dapat memberikan suatu evaluasi kinerja yang bersifat komprehensif dan sesuai dengan kondisi riil dari suatu UMK. Berdasarkan landasan konseptual terdahulu diperoleh suatu pemikiran, yaitu bahwa aspek-aspek kinerja yang didasarkan pada teori pengukuran kinerja berbasis strategi, apabila dielaborasi dengan berbagai aspek kinerja dari teori manajemen strategi akan menghasilkan teori pengukuran kinerja baru yang mampu menggambarkan secara komprehensif level kinerja dari suatu UMK (UMK Scorecard). Selain itu Apabila teori pengukuran kinerja berbasis strategi diintegrasikan dengan teori perbaikan kinerja yang juga berbasis strategi, akan menghasilkan teori evaluasi kinerja baru, yaitu teori evaluasi kinerja berbasis manajemen strategi. Kontribusi Praktis Model Mengingat bahwa sekitar 99,2% usaha di Indonesia didominasi oleh usaha mikro dan kecil (BPS, 2007) menunjukkan bahwa potensi pengembangan UMK sebagai salah satu penggerak perekonomian daerah posisinya menjadi sangat penting. Untuk mengembangkan UMK diperlukan proses evaluasi diri dan lingkungannya sehingga dapat dirumuskan suatu rekomendasi perbaikan yang akurat dan mampu dilaksanakan oleh UMK yang bersangkutan. Proses evaluasi terhadap UMK membutuhkan alat ukur yang akurat dan alat perbaikan yang tepat. Model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang ditawarkan dirancang sedemikian rupa untuk dapat melakukan proses pengukuran dan perbaikan yang efektif. Pendekatan strategi berbasis sumberdaya, pengetahuan, dan resiko yang

186 160 diterapkan pada proses perancangan model diharapkan mampu menghasilkan model evaluasi yang sesuai dengan kondisi sistem sesungguhnya. Model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen strategi menghasilkan suatu proses evaluasi kinerja berkelanjutan yang dapat dilakukan secara periodik dengan umpan balik untuk mengetahui peningkatan level kinerja UMK pada setiap periode proses pengukuran dan perbaikan kinerja UMK (Oktavina et al., in press, 2008) Perancangan sistem manajemen ahli juga ditujukan untuk mempermudah proses pengoperasian model evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Sistem manajemen ahli dibangun dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6. Penggunaan bahasa pemrograman ini didasarkan pertimbangan bahwa bahasa pemrograman tersebut cukup sederhana dan bersifat user friendly. SMA yang diberi nama MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Perfomance Evaluation System) dirancang atas tiga bangunan komponen utama, yaitu Data Based Management System (DBMS), Model Based Management System (MBMS), Knowledge Based Management System (KBMS), serta dilengkapi dengan Dialog Management System (DMS). Model dialog tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pengguna menggakses sistem, serta sebagai penghubung antara model pengolahan yang digunakan dengan data base yang berasal dari knowledge based model sehingga menghasilkan informasi yang berkaitan dengan perbaikan kinerja UMK yang bersangkutan. SMA juga dilengkapi dengan pedoman manual (Lampiran 3) sehingga dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya pelaku UMK, pemerintah melalui Departemen Perindustrian, Kementrian Usaha Kecil dan Menengah, serta lembaga keuangan atau lembaga terkait lainnya dalam menentukan posisi/peringkat UMK yang dievaluasi.

187 Bobot IKK Perspektif: Target Kinerja Karakteristik Teknis Standar Kinerja UMK Alternatif Rekomendasi Perbaikan Kinerja - Lingkungan Internal - Lingkungan Eksternal - Rencana Strategis - Keuangan - Pelanggan - Proses Bisnis Internal - Pembelajaran Tahap Pengukuran Kinerja UMK Tahap Prioritas Perbaikan Kinerja UMK Penentuan Rekomendasi Perbaikan Kinerja Umpan Balik Tindakan Perbaikan Gambar 47. Model Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan

188 162 Keterbatasan Model Penggunaan model manajemen strategi evaluasi kinerja secara bersamasama antara usaha mikro dan usaha kecil memungkinkan beberapa indikator kinerja tidak terukur pada beberapa usaha mikro, disebabkan oleh keterbatasan data yang mampu ditampilkan oleh suatu usaha mikro. Untuk itu seharusnya perlu dilakukan pemisahan database untuk usaha mikro dan kecil pada proses identifikasi indikator kinerja kunci. Dari sisi penggunaan teknik evaluasi, penyempurnaan bangunan model evaluasi kinerja perlu dilakukan dengan menggunakan pendekatan penilaian yang bersifat fuzzy pada seluruh tahap evaluasi untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat dan tidak bias dalam penilaian pakar. Pada dasarnya model evaluasi kinerja UMK makanan ringan pengolahan keripik pisang dapat diaplikasikan pada UMK makanan ringan yang lain. Tetapi dibutuhkan suatu proses penyesuaian pada identifikasi indikator kinerja kunci, pembobotan IKK, penentuan skor kepentingan perbaikan IKK, dan penentuan target kinerja harus didefinisikan ulang. Hal ini dilakukan jika UMK tersebut memiliki karakteristik dan ciri yang berbeda dengan UMK pengolahan keripik pisang. Identifikasi IKK dilakukan pada kondisi ekonomi dimana observasi dan identifikas IKK dilakukan, sehingga penyesuaian ulang juga perlu dilakukan apabila terjadi perubahan kondisi perekonomian yang dianggap berpengaruh pada keberlangsungan UMK makanan ringan. Kontribusi Sistem Manajemen Ahli Dalam Implementasi Model Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan Hasil implementasi model evaluasi kinerja UMK makanan ringan diharapkan mampu memberikan rekomendasi yang efektif dalam upaya perbaikan kinerja UMK baik pada saat ini maupun pada masa yang akan datang. Selain itu untuk meningkatkan efisiensi operasionalisasi model maka dibangun sistem manajemen ahli terkomputerisasi yang terdiri atas rangkaian pengambilan keputusan yang didasarkan pada data, model, dan pengetahuan yang telah disediakan.

189 163 Pada menu identifikasi, penentuan indikator kinerja kunci (IKK) dilakukan dengan mengisi kode pakar yang akan digunakan dalam proses pengambilan keputusan, mengisi penilaian pakar terhadap setiap elemen yang akan diidentifikasi. Program komputer akan melakukan pengolahan berdasarkan teknik OWA Operators dan menghasilkan IKK bagi UMK yang akan dievaluasi. Pada Tahap pembobotan IKK, pengguna akan memasukkan nilai perbandingan berpasarangan dari label lingustik yang diperoleh dari pakar yang terlibat. Program akan melakukan pengolahan dengan menggunakan teknik Fuzzy AHP sehingga dihasilkan bobot untuk setiap IKK. Bobot yang telah dihasilkan dihubungankan dengan model pengukuran kinerja yang menggunakan teknik Balanced Scorecard. Pada tahap ini, pengguna memasukkan nilai skor untuk masing-masing IKK, sehingga akan dihasilkan nilai kinerja. Nilai kinerja ini menunjukkan status dan level kinerja UMK yang dievaluasi. IKK yang berstatus cukup baik dan kurang baik akan dilanjutkan pada proses perbaikan dengan menggunakan teknik Quality Fuction Deployment. Pada tahap ini ditentukan skor kepentingan perbaikan IKK. Tahap ini juga akan dilengkapi dengan penentuan nilai hubungan IKK dengan karakteristik teknis dan nilai hubungan antar karakteristik teknis, sehingga dihasilkan nilai prioritas perbaikan untuk setiap karakteristik teknis UMK yang dievaluasi. Nilai prioritas tersebut akan membawa pengguna pada alternatif rekomendasi yang telah disusun sesuai karakteristik teknis yang terpilih sebagai prioritas tertinggi. Proses pengukuran kinerja yang telah dilaksanakan menghasilkan level kinerja yang dapat menjadi dasar dalam penentuan rekomendasi perbaikan kinerja. Selain itu hasil pengukuran kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (rating) UMK. Pemeringkatan tersebut dimaksudkan sebagai pemenuhan syarat kesederhanaan (simplifikasi) suatu model yang bersifat communication sharing dan mudah untuk digunakan (user friendly). Penentuan karakteristik UMK sebagai dasar pemeringkatan dilakukan dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index atau CPI). Nilai aktual untuk setiap IKK menjadi input bagi matriks awal penilaian alternatif pemilihan peringkat. Bobot IKK digunakan sebagai bobot kriteria dalam proses transformasi, sehingga dihasilkan nilai dan

190 164 peringkat alternatif. Dari hasil penentuan peringkat dapat diketahui karakteristik dari suatu UMK sehingga dapat dijadikan dasar dalam penentuan keputusan atau kebijakan terhadap UMK yang bersangkutan. Pemeringkatan dilakukan dengan menggunakan skala 0 sampai dengan 1 sehingga diperoleh hasil perhitungan bobot alternatif antara 0 sampai dengan 1. Setelah diperoleh bobot, tahap berikutnya adalah penentuan skor dengan interval skala 0.0 < bobot <=0.2, skor 1 artinya kinerja UMK tidak baik. Interval 0.2 < bobot <=0.4, skor 2 artinya kinerja UMK kurang baik. Interval 0.4 < bobot <=0.6, skor 3artinya kinerja UMK cukup baik. Interval 0.6 < bobot <=0.8, skor 4 artinya kinerja UMK baik. Interval 0.8 < bobot <=1.0, skor 5 artinya kinerja UMK sangat baik. Perubahan pada kondisi lingkungan eksternal yang dinamis akan berpengaruh terhadap nilai kinerja suatu UMK makanan ringan. Indikator lingkungan eksternal yang bersifat dinamis dan termasuk dalam kategori input tak terkendali pada UMK makanan ringan adalah atas harga bahan baku (pisang mentah) dan harga jual produk. Prosedur deteksi dini (estimasi) menggunakan teknik jaringan syaraf tiruan (JST) atau neural network. Asumsi yang digunakan pada aplikasi teknik JTS adalah menggunakan mekanisme pembelajaran back propagation learning algorithm, dimana y sebagai teaching pattern. Arsitektur jaringan terdiri dari multi layer (1,8,1) dan (2,8,1), dengan tipe aktivasi sigmoid biner selang (0,1), dimana f(x)= 1/(1+exp(-x)). Hasil deteksi dini dilakukan baik secara parsial untuk setiap variabel bebas (independent variable), maupun secara komprehensif untuk kedua variabel bebas. Variabel bebas terdiri atas harga jual keripik pisang (X1), dan harga bahan baku pisang mentah (X 2 ), sedangkan variabel tak bebas (dependent variable) adalah jumlah penjualan (Y). Berdasarkan hasil estimasi secara menyeluruh dapat dilihat bahwa hasil estimasi Y mengikuti pola yang terjadi pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa model estimasi hubungan antara X1 dan X2 mampu menghasilkan pola estimasi terhadap Y yang sesuai dengan kondisi sistem sesungguhnya. Mean square error (MSE) untuk training model estimasi parsial X 1 terhadap Y adalah sebesar Artinya terdapat 1.60% hasil estimasi yang

191 165 menyimpang dari kondisi sesungguhnya. Estimasi secara parsial menunjukkan jumlah penjualan memiliki pola hubungan positif antara X 1 dan Y. Tingkat harga jual cenderung meningkat, demikian juga dengan jumlah penjualan. Mean square error (MSE) untuk training model estimasi parsial X 1 terhadap Y adalah sebesar Artinya terdapat 4.35% hasil estimasi yang menyimpang dari kondisi sesungguhnya. Estimasi secara parsial juga menunjukkan jumlah penjualan memiliki pola hubungan positif antara X 2 dan Y. Tingkat harga bahan baku yang cenderung meningkat dengan fluktuasi pada bulan-bulan tertentu sangat sesuai dengan hasil estimasi jumlah penjualan. Mean square error (MSE) untuk training model estimasi parsial X 2 terhadap Y adalah sebesar Artinya terdapat 3.16% hasil estimasi yang menyimpang dari kondisi sesungguhnya. Pemanfaatan SMA terkomputerisasi bertujuan untuk meminimasi waktu implementasi model evaluasi kinerja UMK makanan ringan dibandingan dengan implementasi model secara manual. SMA terkomputerisai dapat digunakan secara langsung oleh para pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam upaya pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia yang dengan kemampuan intelektualitasnya dapat mengakses program SMA secara langsung, seperti misalnya Departemen Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMK, dan lembaga atau institusi terkait lainnya. SMA dilengkapi dengan sistem umpan balik yang didisain dengan basis pengetahuan pakar, sehingga evaluasi kinerja dapat dilakukan secara periodik untuk mengetahui posisi level kinerja dan peringkat UMK.

192 IMPLEMENTASI MODEL EVALUASI KINERJA Penerapan atau implementasi model merupakan tahap pemakaian model yang telah selesai dirancang (Simatupang, 1995). Suatu model akan dapat digunakan dengan keyakinan bila model yang dikembangkan cukup mewakili dari permasalahan atau sistem yang dianalisis. Tingkat keyakinan yang objektif akan dapat diperoleh bila model yang dikembangkan sudah melalui proses verifikasi dan validasi. Dengan proses tersebut, kelemahan dan kelebihan model akan dapat diidentifikasi sehingga model dapat digunakan secara lebih seksama (McCarl dan Aplan, 1986). Verifikasi Model merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menguji apakah logika model memiliki kesesuaian yang cukup baik dengan situasi riil dimana model akan diterapkan. Sedangkan validasi model merupakan suatu proses untuk melihat kesesuaian hasil model dengan sistem riilnya sehingga dapat dijamin efektivitas model untuk diterapkan di lapangan (Eriyatno, 2006). Verifikasi Model Pada Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Verifikasi model dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa model matematik yang dikembangkan bertingkah laku seperti diinginkan oleh penyusun modelnya (Mihram, 1972; Chattergy dan Pooch, 1977). Untuk keperluan verifikasi model manajemen strategi evaluasi kinerja dipilih usaha mikro dan kecil (UMK) makanan ringan keripik pisang yang tersebar di lima Kabupaten/Kotamadya di Propinsi Lampung, yaitu Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kotamadya Bandar Lampung, Kabupeten Lampung Tengah, dan Kabupaten Tulang Bawang. Pemilihan ini didasarkan pada potensi pengembangan yang sangat baik dari UMK makanan ringan keripik pisang di Indonesia, dan merupakan salah satu program pengembangan UMK sebagai penggerak perekonomian daerah yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian. Model pengukuran kinerja meliputi sejumlah indikator kinerja dan karakteristik teknis yang mewakili aspek-aspek dari manajemen strategi, yaitu

193 167 aspek perencanaan strategis, aspek lingkungan eksternal dan internal, maupun keempat aspek dalam pengukuran kinerja dengan teknik balanced scorecard (keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran). Model pengukuran kinerja pada awalnya terdiri dari 116 indikator kinerja yang mewakili ketujuh aspek tersebut. Verifikasi model diawali dengan menyusun alat pengukuran kinerja berdasarkan jenis indikator kinerja kunci yang telah dipilih dan diuji secara statistika dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan software SPSS ver 15 kepada para 100 pemilik UMK makanan ringan di Propinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95% dengan tingkat kesalahan 10%. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh tidak akan menyimpang lebih dari 10%. Nilai α sebesar 0.05 (5%), nilai rasio dari α/2 sebesar (2.5%) dan nilai e sebesar 0.1 (10%). Hasil uji validitas dan reliabilitas memperoleh 46 indikator kinerja yang dianggap penting dalam proses pengukuran kinerja UMK. Dari 46 indikator yang valid dan reliabel tersebut diuji lagi dengan menggunakan metoda survey pakar dan teknik OWA oprerators sehingga menghasilkan 22 indikator kinerja kunci (IKK) yang mewakili tujuh aspek (perspektif) kinerja dari sudut pandang manajemen strategi. Model perbaikan kinerja berisi sejumlah karakteristik teknis yang menjadi acuan evaluasi kinerja pada masa yang akan datang. Penentuan karakeristik teknis dilakukan berdasarkan kajian teoritis, observasi lapangan, dan konsultasi kepada pakar sehingga menghasilkan 25 karakteristik teknis yang mewakili aspek-aspek manajemen strategi evaluasi kinerja, yang meliputi aspek operasi perusahaan, manajemen sumberdaya perusahaan, hubungan dengan lingkungan perusahaan, dan kebijakan. Penentuan karakteristik teknik standar UMK makanan ringan keripik pisang dilakukan berdasarkan penilaian pakar dan pertimbangan logis. Pengujian dengan menggunakan teknik OWA operators menghasilkan 10 karakteristik teknis standar yang mewakili tiga aspek standar pengukuran kinerja berbasis manajemen strategi. Verifikasi dilakukan untuk melihat apakah IKK dan karakteristik teknis standar yang telah dipilih secara logika dapat diterima untuk suatu sistem evaluasi kinerja berbasis manajemen strategi. Metode wawancara mendalam (in depth interview) kepada beberapa UMK pengolahan keripik pisang dan pakar yang terkait dilakukan untuk mengeksplorasi data yang terkait dengan

194 168 penentuan penilaian terhadap target IKK untuk menentukan standar penilaian level kinerja, penentuan bobot kepentingan perbaikan IKK, penentuan hubungan antar karakteristik teknis standar, penentuan tingkat hubungan antara IKK dan karakteristik teknis, dilanjutkan dengan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan teknik OWA operators untuk memperoleh nilai rata-rata. Berdasarkan hasil verifikasi model pengukuran dan perbaikan kinerja yang dilakukan, logika model telah cukup sesuai dengan kondisi di lapangan. Semua indikator kinerja kunci yang terpilih mampu merepresentasikan kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan, dapat diukur dan diperbaiki secara intensif, sesuai dengan karakteristik teknis standar yang tersedia. Validasi Model Evaluasi Kinerja Perancangan model pengukuran dan perbaikan kinerja pada usaha mikro dan kecil makanan ringan dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem. Studi tentang perilaku sistem yang kompleks pada sistem usaha mikro dan kecil makanan ringan menuntut adanya suatu pendekatan yang bersifat holistik dengan tetap mengacu pada efektivitas hasil. Validasi model pada dasarnya dimaksudkan untuk memeriksa kesesuaian antara tingkah laku model dengan tingkah laku sistem yang diwakili (Mihram, 1972; Chattergy dan Pooch, 1977). Pada model-model dengan pendekatan soft system methodology, validasi tidak bisa sepenuhnya dilakukan dengan teknik kuantitatif (pendekatan matematis), namun dengan pengujian untuk mendapatkan pengakuan secara intelektual melalui teknik kualitatif (pendekatan penilaian/justifikasi) (Checkland, 1995; Pace, 2003; Eriyatno, 2006). Teknik kualititatif seperti penilaian oleh pakar yang menguasai permasalahan (subject matter expert/sme), pengkajian melalui perbandingan, pengecekan hasil, dan sebagainya merupakan teknik yang sering digunakan dalam verifikasi dan validasi model karena dapat membuktikan kemampuan model dan alas an ketidaktersediaan data eksperimen (Pace, 2003). Metode kualitatif sangat tergantung pada justifikasi, sehinggga penentuan personel penilai merupakan hal yang sangat penting. Empat kelompok personel

195 169 penilai yang seharusnya terlibat dalam penilaian kualitatif antara lain adalah (Pace, 2003): 1. Kelompok penilai umum (pengembang model, pengguna model) 2. Kelompok pakar yang menguasai materi kajian, menguasai disiplin ilmu yang berkaian dengan operasi, sistem, atau proses dari model yang dibangun. 3. Kelompok pakar yang mengusasi masalah keteknikan yang sesuai dengan model yang dibangun. 4. Kelompok pengkaji (peer reviewer) yang independen dan mampu mengevaluasi model yang dibangun. Pada penelitian ini penilai yang dipilih berasal dari empat kelompok yang relevan dengan materi penelitian. Personel penilai meliputi kelompok penilai umum (praktisi UMK pengolahan keripik pisang), kelompok pakar sistem, proses, dan operasi model (pakar manajemen strategi, pakar kinerja organisasi, dan pakar usaha mikro dan kecil), kelompok pakar tekonologi proses pengolahan keripik pisang, dan kelompok peer reviewer (Kementrian Usaha Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian dan Dinas Perindustrian dan Usaha Kecil). Berdasarkan kompetensi seluruh pakar yang dilibatkan pada penilaian sejumlah kriteria dalam pengukuran dan perbaikan kinerja, diharapkan validitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Proses formal yang terjadi pada validasi dengan teknik kualitatif dikenal sebagai face validation (Illgen 2002, Pace, 2003). Face validation didasarkan pada proses melihat dan merasakan kesesuaian model yang dibangun dengan situasi sesungguhnya dengan menggunakan estimasi teoritis, estimasi model, dan data yang diperbandingkan. Pada validasi model pengukuran kinerja UMK dilakukan penilaian pembandingan antara kondisi kinerja usaha sesungguhnya dengan hasil nilai hasil pengukuran kinerja berdasarkan model yang dibangun dengan menggunakan metode in depth interview. Pada proses perbaikan kinerja dilakukan perbandingan mengenai kondisi faktor-faktor usaha yang sesungguhnya dengan hasil penilaian dan rekomendasi perbaikan yang disarankan. Proses validasi diwarnai dengan proses perbaikan terhadap model evaluasi kinerja UMK. Perbaikan meliputi penyusunan ulang penggolongan perspektif, kriteria, dan

196 170 indikator kinerja, perubahan alat pengujian (tools) yang lebih tepat, konsultasi ulang dalam penentuan bobot kepentingan indikator kinerja kunci, dan konsultasi ulang dalam penentuan rekomendasi perbaikan. Hasil akhir menunjukkan bahwa secara umum pakar yang terlibat menyatakan bahwa model telah dapat merepresentasikan sistem evaluasi kinerja UMK makanan ringan keripik pisang. Implementasi Model Evaluasi Kinerja Implementasi model evaluasi kinerja UMK dilakukan pada lima kabupaten/kotamadya di Provinsi Lampung, yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Kabutapen tanggamus, Kotamadya Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Tulang Bawang. Data diambil berdasarkan kondisi perusahaan selama setahun (Juni 2006 s/d Mei 2007). Implementasi Model Pada Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Tahap Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Pengukuran kinerja lingkungan eksternal UMK keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan secara parsial menunjukkan nilai kinerja yang dikategorikan berstatus buruk (1,648). Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya skor untuk kualitas produk UMK dan kapasitas produksi yang dimiliki UMK tersebut. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa UMK sampel memang tergolong usaha mikro dengan kapasitas produksi termasuk kecil, spesifikasi kemasan yang sangat sederhana, dan target pasar adalah warung. Pada Tabel 14 terlihat bahwa pengukuran kinerja pada lingkungan internal menunjukkan nilai kinerja berada pada kategori status buruk (1.217). Indikator yang memiliki skor rendah (bernilai 1) adalah kemampuan tranferabilitas dan replikabilitas. Rendahnya kemampuan transferabilitas menyebabkan UMK tidak memiliki kemampuan teknis yang mampu menyaingi kemampuan pekerja UMK kompetitor. Rendahnya kemampuan replikabilitas menyebabkan perusahaan tidak

197 171 memiliki daya inovasi yang cukup untuk bersaing dengan kompetitornya baik dalam hal jenis maupun bentuk produk. Dari sisi pembagian tugas dan wewenang terlihat bahwa skor yang dihasilkan dikategorikan baik. Hal ini disebabkan karena UMK yang bersangkutan merupakan usaha keluarga dengan komunikasi yang cukup terbuka (termasuk dalam pembagian tugas dan wewenang), sehingga masing-masing pihak yang terlibat telah paham dengan tugas dan wewenangnya. Tabel 28. Pengukuran Kinerja Lingkungan Eksternal UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan. No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder Kualitas Produk UMK Harga Produk Relatif Terhadap Produk Substitusi Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri dan lembagalembaga pendukung permodalan dan pemasaran Kapasitas Produksi Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan Harga Produk Relatif Terhadap Pesaing Jumlah Status Buruk

198 172 Tabel 29. Pengukuran Kinerja Lingkungan Internal UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan kemampuan perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan Pembagian Tugas dan Wewenang Transferabilitas Replikabilitas Jumlah Status Buruk Pengukuran kinerja perancanaan strategis usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan secara parsial menunjukkan nilai kinerja berada pada status sedang (2.059). Dari nilai skor terlihat bahwa indikator yang memiliki nilai skor rendah adalah kemampuan menurunkan biaya produksi/th. Ketidakmampuan ini menunjukkan tidak efisiennya proses produksi yang dilaksanakan, karena UMK yang bersangkutan masih menyisakan bahan baku yang cukup banyak dalam proses pemotongan pisang akibat kemampuan tenaga kerja yang terbatas, dan penggunaan bahan bakar yang tidak efisien karena kecilnya skala produksi. Pertambahan pelanggan lebih disebabkan oleh murahnya harga yang ditawarkan dibandingkan produsen lainnya, namun berdampak pada kenaikan pendapatan yang tidak signifikan.

199 173 Tabel 30. Pengukuran Kinerja Perencanaan Strategis UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan usaha melalui penentuan sasaran, inisiatif strategi dan target perusahaan Pertambahan Pelanggan/tahun Penurunan Biaya Produksi/tahun Kenaikan Pendapatan/tahu Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja keuangan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan nilai kinerja yang buruk (1.264) akibat tidak efisiennya proses produksi dan penanganan bahan baku. Hal ini berdampak pada biaya per unit output yang relatif tinggi dan kemampuan menghasilkan keuntungan (profit) yang rendah. Selain itu rendahnya level kualitas menyebabkan tingkat pertumbuhan penjualan tidak optimum karena kalah bersaing dengan produsen lainnya. Tabel 31. Pengukuran Kinerja Keuangan UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi. Tingkat Pertumbuhan Penjualan/tahun. Biaya per Unit Output Profit Perusahaan/Tahun Jumlah Status Buruk

200 174 Pengukuran kinerja pelanggan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan nilai kinerja termasuk ke dalam kategori buruk (1.913). Indikator atribut produk mendapatkan skor rendah disebabkan spesifikasi kemasan yang dinilai sangat sederhana dan tidak menarik. Kemasan dibuat dalam ukuran sangat kecil (100 gram), ditutup secara manual, dan merek hanya berupa kertas fotokopi. Kondisi ini menyebabkan kepuasan pelanggan tidak terpenuhi secara total dan sebagian pelanggan lebih memilih produk yang dihasilkan produsen lainnya. Tabel 32. Pengukuran Kinerja Pelanggan UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan daya saing UMK makanan ringan melalui peningkatan pengetahuan tentang konsumen/ pelanggan, meliputi mutu dan atribut produk. Jumlah Pelanggan yang Dapat Dipertahankan/tahun Tingkat Kepuasan Pelanggan Kelengkapan Atribut Produk Jumlah Status Buruk Hasil pengukuran kinerja proses bisnis internal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan secara parsial termasuk kategori buruk (1.770). Hal ini disebabkan oleh rendahnya skor jumlah produk baru yang dihasilkan, akibat rendahnya daya inovasi, transferabilitas, dan replikabilitas UMK yang bersangkutan, Selain itu banyaknya bahan baku yang terbuang percuma merupakan akibat dari kemampuan tenaga kerja yang terbatas dalam menjalankan proses produksi. Secara umum tingkat kerusakan produk sangat rendah, terlihat dari sedikitnya produk cacat yang dihasilkan.

201 175 Tabel 33. Pengukuran Kinerja Proses Bisnis Internal UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan Banyaknya Bahan Baku Terbuang Percuma Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan barang rusak. Jumlah Produk Baru Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi Jumlah Status Buruk Pengukuran kinerja pertumbuhan dan pembelajaran usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan secara parsial menunjukkan nilai kinerja berada pada kategori buruk (1.264). Hal ini terjadi karena rendahnya kemampuan dan motivasi anggota organisasi (pekerja) untuk memajukan UMK tersebut, dan hanya berpatokan pada visi menjalankan UMK tanpa melakukan perubahan yang berarti. Kondisi ini menyebabkan tingkat pemberdayaan pekerja menjadi tidak optimum, yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya produktivitas UMK yang bersangkutan. Adapun hasil pengukuran kinerja pertumbuhan dan pembelajaran di Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada tabel berikut.

202 176 Tabel 34. Pengukuran Kinerja Pertumbuhan dan Pembelajaran UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. Tingkat Kemampuan Pekerja Tingkat Motivasi Pekerja Tingkat Pemberdayaan Jumlah Status Buruk Pengukuran kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan secara menyeluruh menunjukkan nilai kinerja termasuk kategori status buruk (1.594). Level buruk terjadi karena nilai kinerja parsial untuk perspektif dinilai buruk, yaitu perspektif lingkungan eksternal, lingkungan internal, keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran. Untuk itu tahapan evaluasi kinerja perlu dilanjutkan ke proses perbaikan kinerja, melalui penentuan prioritas perbaikan karakteristik teknis yang terkait dengan perbaikan perspektif-perspektif tersebut. Adapun hasil pengukuran kinerja UMK makanan ringanga di Kabupaten Lampung Selatan secara terintegrasi dan lengkap untuk seluruh perspektif dapat dilihat pada tabel berikut.

203 177 Tabel 35. Pengukuran Kinerja UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan No Perspektif Nilai Bobot Nilai Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Rencana Strategik Finansial Pelanggan Proses Bisnis Internal Pertumbuhan dan Pembelajaran Jumlah Status Buruk Tahap Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Tahap perbaikan kinerja diawali dengan penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci dengan indikator karakteristik teknis UMK pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan (Gambar 48). Penentuan hubungan tersebut dilakukan dengan menggunakan hasil survai yang dilakukan terhadap pakar, yang kemudian diolah dengan menggunakan teknik OWA Operators untuk menghasilkan nilai hubungan rata-rata untuk setiap indikator kinerja kunci terhadap karakteristik teknis standar. Nilai hubungan 3 menunjukkan bahwa indikator kinerja kunci memiliki tingkat hubungan yang sangat tinggi terhadap karakteristik teknis standar yang bersangkutan, sehingga memberikan kemungkinan yang besar bagi karakteristik teknis standar tersebut sebagai prioritas dalam perbaikan. Hubungan bernilai 2 menunjukkan bahwa indikator kinerja kunci memiliki tingkat hubungan yang cukup tinggi terhadap karakteristik teknis standar, sehingga memberikan kemungkinan yang cukup bagi karakteristik teknis standar tersebut sebagai prioritas dalam perbaikan. Nilai hubungan 1 menunjukkan bahwa indikator kinerja kunci memiliki tingkat hubungan yang rendah terhadap karakteristik teknis standar yang bersangkutan, sehingga memberikan kemungkinan yang kecil bagi karakteristik teknis standar tersebut

204 178 sebagai prioritas dalam perbaikan. Pada penentuan nilai hubungan ini juga terdapat nilai bobot kepentingan untuk setiap indikator kinerja kunci. Bobot kepentingan ini menunjukkan seberapa pentingan suatu indikator kinerja kunci diperbaiki. Penentuan bobot kepentingan perbaikan indikator-kinerja kunci didasarkan pada hasil survai terhadap pakar yang kemudian diolah dengan menggunakan teknik OWA Operators sehingga menghasilkan nilai rata-rata bobot kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci. IKK Perspektif Lingkungan Eksternal KARAKTERISTIK TEKNIS TP CPB PPB KP OM KMU MP PM Kinerja Operasi Kinerja Sumber Daya TJP Kinerja Hubungan dengan Lingkung an SK Kebijak an SU KPU Lingkungan Internal T Perspektif Perencanaan Strategik R PBP NP Perspektif Keuangan TPP BU PP Perspektif Pelanggan JPD Perspektif Bisnis Internal KP KAP PB BBT Perspektif TKK Pembelajaran dan TMP Pertumbuhan TPP Bobot Kepentingan Gambar 48. Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis Perbaikan Kinerja UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan

205 KETERANGAN 1. Hubungan Anta KT 3 Sangat Positif 2 Positif 1 Negatif 2. Hubungan IKK vs KT 9 Sangat Kuat 3 Sedang 1 Lemah 3. Target Perbaikan Ditingkatkan Dipertahankan Dikurangi INDIKATOR KINERJA KUNCI KARAKTERISTIK TEKNIS Perspektif Lingkungan Skala Usaha Eksternal Kualitas Produk UMK Perspektif Lingkungan Transferabilitas Internal Replikabilitas Perspektif Rencana Penurunan Biaya Produksi/th Strategis Kenaikan Pendapatan/th Perspektif Keuangan Tingkat Pertumbuhan Penjualan Biaya per unit Output Profit Perusahaan Perspektif Pelanggan Jumlah Pelanggan yang dapat Dipertahankan/th Tingkat Kepuasan Pelanggan Kelengkapan Atribut Produk Perspektif Proses Jumlah Produk Baru/th Bisnis Internal Banyaknya Bahan Baku yang Terbuang Percuma/th Perspektif Pembelajaran Tingkat Kemampuan Pekerja dan Pertumbuhan Tingkat Motivasi Pekerja Tingkat Pemberdayaan Pekerja Tingkat Kepentingan Target Perbaikan Bobot Kepentingan IKK Target Penjualan Kinerja Penciptaan Produk Baru Operasi Pemasaran Produk Baru Berkurangnya Kesalahan dalamproses Hasil per satuan modal Kemampuan Menghasilkan uang Motivasi Pemilik Perusahaan Kinerja Manajemen Pengembangan Modal Sumber Daya Tanggung jawab terhadap Pelanggan Kinerja Hubungan Dengan Lingkungan Peraturan tentang Standar Kualitas Kebijakan Gambar 49. Prioritas Perbaikan Kinerja UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan

206 180 Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, maka rekomendasi perbaikan kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Selatan diarahkan pada peningkatan daya transferabilitas dan replikabilitas, meningkatkan kemampuan, motivasi pekerja, dan pemberdayaan pekerja (Tabel 36). Tabel 36. Rekomendasi Untuk Prioritas Tertinggi Perbaikan Kinerja UMK Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Selatan Indikator Karakteristik Teknis Kinerja Operasi Perusahaan Karakteristik Teknis Standar yang Harus Diperbaiki Tingkat Pencipataan Produk Baru Rekomendasi Program Perbaikan Meningkatkan Transferabilitas Meningkatkan Replikabilitas Meningkatkan Kemampuan Pekerja Meningkatkan Motivasi Pekerja Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Penciptaan produk baru biasanya didorong oleh permintaan pelanggan akan suatu spesifikasi tertentu (Urban dan Hauser, 1993). Selain itu persaingan terhadap lingkungan juga menjadi penyebab suatu perusahaan harus bersikap inovatif dalam menjalankan usahanya. Menurut Kim (1997), inovasi dapat dibentuk dari proses imitasi (meniru). Proses imitasi tersebut dapat berupa peniruan terhadap jenis produk, teknologi dan sumberdaya yang digunakan pesaing. Proses penciptaan produk baru membutuhkan kecakapan untuk menggunakan sumber daya dan meniru kesuksesan perusahaan pesaing (replikabilitas), dan kecakapan dalam mengambil alih/mengumpulkan sumber daya yang perlu untuk mendukung usaha (transferabilitas). Selain itu hal yang harus diperhatikan dalam proses penciptaan produk baru antara lain adalah adanya kemampuan, motivasi, serta pemberdayaan terhadap pekerja. Melalui peningkatan kemampuan, motivasi dan pemberdayaan pekerja, dan didukung oleh adanya kemampuan transferabilitas dan replikabilitas yang baik, maka akan memberikan kemampuan penciptaan produk baru yang berkualitas bagi UMK, dan diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kinerja operasi perusahaan.

207 181 Implementasi Model Pada Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus Tahap Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus Pengukuran kinerja lingkungan eksternal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus secara parsial menunjukkan level kinerja yang dikategorikan sedang (2.104). Indikator yang memiliki skor rendah antara lain adalah harga produk relatif terhadap produk substitusi, harga produk terhadap produk pesaing, dan kapasitas produksi. Harga produk yang cukup tinggi menyebabkan UMK tidak mampu bersaing dengan produsen lain baik produsen sejenis maupun produk substitusinya. Kapasitas produksi yang kecil juga menyebabkan UMK tidak dapat beroperasi secara efisien. Tabel 37. Pengukuran Kinerja Lingkungan Eksternal UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder 2 Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri dan lembaga-lembaga pendukung permodalan dan pemasaran Kualitas Produk UMK Harga Produk Relatif Terhadap Produk Substitusi Kapasitas Produksi Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan Harga Produk Relatif Terhadap Pesaing Jumlah Status Sedang

208 182 Pengukuran kinerja lingkungan internal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus menunjukkan level kinerja berada dalam kategori baik (3.000). Kondisi ini menunjukkan bahwa seluruh indikator memiliki skor baik (bernilai 3), untuk indikator pembagian tugas dan wewenang, kemampuan transferabilitas, maupun kemampuan replikabilitas. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Pengukuran Kinerja Lingkungan Internal UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan kemampuan perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan. Pembagian Tugas dan Wewenang Transferabilitas Replikabilitas Jumlah Status Baik Pengukuran kinerja perancanaan strategis usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus secara parsial menunjukkan level kinerja berada pada kategori buruk (1.000). Dari nilai skor terlihat bahwa semua indikator yang memiliki skor rendah yaitu penambahan pelanggan/th, penurunan biaya produksi/th, dan kenaikan pendapatan/th. Kondisi ini disebabkan oleh proses produksi yang tidak efisien dan kapasitas produksi yang kecil, sehingga UMK yang bersangkutan tidak mampu bersaing dengan produsen lain dalam hal harga dan biaya produksi. Hal ini berimplikasi pada rendahnya jumlah penambahan pelanggan dan berakibat pada rendahnya kenaikan pendapatan.

209 183 Tabel 39. Pengukuran Kinerja Perencanaan Strategis UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan usaha melalui penentuan sasaran, inisiatif strategi dan target perusahaan Pertambahan Pelanggan/tahun Penurunan Biaya Produksi/tahun Kenaikan Pendapatan/tahu Jumlah Status Buruk Pengukuran kinerja keuangan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus menunjukkan level kinerja yang buruk (1.627) akibat rendahnya tingkat pertumbuhan penjualan/th dan biaya per unit output. Mahalnya harga jual menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan penjualan. Sedangkan tidak efisiennya proses produksi menyebabkan biaya per unit produk menjadi mahal. Hal ini menyebabkan keuntungan UMK tidak maksimum. Tabel 40. Pengukuran Kinerja Keuangan UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi. Tingkat Pertumbuhan Penjualan/tahun. Biaya per Unit Output Profit Perusahaan/Tahun Jumlah Status Buruk

210 184 Pengukuran kinerja pelanggan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus secara parsial menunjukkan level kinerja termasuk ke dalam kategori buruk (1.782). Indikator jumlah pelanggan yang dapat dipertahankan memperoleh skor rendah karena kemampuan bersaing UMK yang rendah terutama dari sisi harga. Pada sisi kualitas produk diketahui bahwa secara keseluruhan produk yang dihasilkan sangat baik dan mampu memuaskan pelanggan karena menggunakan bahan-bahan berkualitas dengan proses yang tergolong modern, yaitu menggunakan oven dan penggorengan berulang terutama untuk keripik pisang coklat. Di sisi lain hal ini menyebabkan produksi menjadi tidak efisien dan biaya produksi menjadi tinggi. Disamping itu kelengkapan atribut dinilai baik, karena telah menggunakan teknik pengemasan yang baik, pemberian merk dagang yang jelas, dan penampilan kemasan yang relatif menarik. Tabel 41. Pengukuran Kinerja Pelanggan UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan daya saing UMK makanan ringan melalui peningkatan pengetahuan tentang konsumen/ pelanggan, meliputi mutu dan atribut produk. Jumlah Pelanggan yang Dapat Dipertahankan/tahun Tingkat Kepuasan Pelanggan Kelengkapan Atribut Produk Jumlah Status Buruk Pengukuran kinerja proses bisnis internal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus secara parsial termasuk kategori sedang (2.385) Secara umum tingkat kerusakan produk sangat rendah, terlihat dari sedikitnya produk cacat yang dihasilkan. Bahan baku yang terbuang percuma dikategorikan sedang, karena meskipun tidak banyak tetapi masih ada bahan baku pisang yang terbuang akibat produsen terlalu hati-hati menjaga

211 185 kualitas produk sehingga membuang bagian-bagian tertentu dari bahan baku pisang yang bersangkutan. Penambahan jenis produk baru per tahun relatif sedang, karena meskipun tidak banyak variasi bentuk tetapi tetap melakukan inovasi dalam rasa. Tabel 42. Pengukuran Kinerja Proses Bisnis Internal UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan Banyaknya Bahan Baku Terbuang Percuma Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan barang rusak. Jumlah Produk Baru Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja pertumbuhan dan pembelajaran usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus secara parsial menunjukkan level kinerja berada pada kategori sedang (2.518). Indikator yang memiliki skor rendah adalah tingkat motivasi pekerja. Hal ini terjadi karena rendahnya rasa memiliki terhadap UMK dan hanya berperan sebagai pekerja, sehingga menyebabkan tingkat pemberdayaan pekerja juga menjadi tidak optimum. Dari

212 186 sisi kemampuan tenaga kerja skor yang dihasilkan adalah baik (nilai 3). Ini menunjukkan bahwa secara teknis pekerja mampu membuat keripik pisang dengan kualitas yang baik. Tabel 43. Pengukuran Kinerja Pertumbuhan dan Pembelajaran UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. Tingkat Kemampuan Pekerja Tingkat Motivasi Pekerja Tingkat Pemberdayaan Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus secara menyeluruh menunjukkan level kinerja termasuk kategori sedang (2.142). Perspektif yang memiliki level kinerja buruk antara lain adalah perencanaan strategik, keuangan, dan pelanggan. Tabel 44. Tabel Pengukuran Kinerja UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus No Perspektif Nilai Bobot Nilai Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Rencana Strategik Finansial Pelanggan Proses Bisnis Internal Pertumbuhan dan Pembelajaran Jumlah Status Sedang

213 187 Tahap Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus Tahap perbaikan kinerja diawali dengan penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci dengan indikator karakteristik teknis UMK pengolahan keripik pisang di Kabupaten Kabupaten Tanggamus, seperti terlihat pada Gambar 50. IKK Perspektif Lingkungan Eksternal Perspektif Perencanaan Strategik KARAKTERISTIK TEKNIS TP CPB PPB KP OM KMU MP PM Kinerja Operasi Kinerja Sumber Daya TJP Kinerja Hubungan dengan Lingkung an SK Kebi jaka n Bobot Kepent ingan KP HPS HP PPB PBP NP Perspektif Keuangan TPP BU PP Perspektif Pelanggan JPD Perspektif Bisnis Internal Perspektif Pembelajaran dan PB BBT TMP Pertumbuhan TPP Gambar 50. Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis di Kabupaten Tanggamus Pengolahan data menunjukkan prioritas perbaikan kinerja UMK di Kabupaten Tanggamus berada pada karakteristik teknis kemampuan menghasilkan uang (Gambar 51).

214 KETERANGAN 1. Hubungan Anta KT 3 Sangat Positif 2 Positif 1 Negatif 2. Hubungan IKK vs KT 9 Sangat Kuat 3 Sedang 1 Lemah Target Perbaikan Ditingkatkan Dipertahankan Dikurangi INDIKATOR KINERJA KUNCI KARAKTERISTIK TEKNIS Perspektif Lingkungan Skala Usaha Eksternal Harga Produk Relatif thd Produk Substitusi Harga Produk Relatif thd Pesaing Perspektif Rencana Penambahan Pelanggan Baru/th Strategis Penurunan Biaya Produksi/th Kenaikan Pendapatan/th Perspektif Keuangan Tingkat Pertumbuhan Penjualan Biaya per unit Output Profit Perusahaan Perspektif Pelanggan Jumlah Pelanggan yang dapat Dipertahankan/th Perspektif Proses Jumlah Produk Baru/th Bisnis Internal Banyaknya Bahan Baku yang Terbuang Percuma/th Perspektif Pembelajaran Tingkat Motivasi Pekerja dan Pertumbuhan Tingkat Pemberdayaan Pekerja Tingkat Kepentingan Target Perbaikan Bobot Kepentingan IKK Target Penjualan Kinerja Penciptaan Produk Baru Operasi Pemasaran Produk Baru Berkurangnya Kesalahan dalamproses Hasil per satuan modal Kemampuan Menghasilkan uang Motivasi Pemilik Perusahaan Kinerja Manajemen Pengembangan Modal Sumber Daya Tanggung jawab terhadap Pelanggan Kinerja Hubungan Dengan Lingkungan Peraturan tentang Standar Kualitas Kebijakan Gambar 51. Prioritas Perbaikan Kinerja UMK Keripik Pisang di Kabupaten Tanggamus

215 189 Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, maka rekomendasi perbaikan kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tanggamus diarahkan pada peningkatan kapasitas produksi, menurunkan harga agar bersaing, meningkatkan jumlah produk baru, meningkatkan pemberdayaan pekerja, dan meningkatkan motivasi pemilik UMK. Tabel 45. Rekomendasi Perbaikan Prioritas Tertinggi di Kabupaten Tanggamus Variabel Kinerja Operasi Perusahaan Karakteristik Teknis Standar yang Harus Diperbaiki Tingkat Kemampuan Menghasilkan Uang Rekomendasi Program Perbaikan Meningkatkan Kapasitas produksi Menurunkan Harga Jual Produk Agar Bersaing Meningkatkan Jumlah Produk Baru Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Meningkatkan Motivasi Pemilik Perusahaan Menurut Christopher WF (1993), kemampuan suatu usaha menghasilkan uang dibutuhkan untuk memberikan hasil bagi pengusaha dan untuk menunjukkan perkembangan usaha. Kemampuan menghasilkan uang merupakan hasil diantara biaya dan pendapatan, atau dikenal sebagai tingkat profitabilitas usaha. Peningkatan kemampuan menghasilkan uang dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas produksi, menurunkan harga jual produk agar lebih bersaing, meningkatkan jumlah produk baru, meningkatkan pemberdayaan terhadap pekerja, serta meningkatkan motivasi pemilik perusahaan. Peningkatan kapasitas produksi, penurunan harga jual produk, dan peningkatan jumlah produk baru bertujuan untuk meningkatkan jumlah penjualan, yang berimplikasi kepada penerimaan. Minimasi biaya dapat dilakukan melalui efisiensi proses yang dapat dibangun melalui pemberdayaan pekerja dan motivasi pemilik perusahaan. Peningkatan pendapatan dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas produksi, penciptaan produk baru, serta meningkatkan jumlah pembeli melalui penetapan harga yang bersaing.

216 190 Implementasi Model Pada Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung Tahap Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung Pengukuran kinerja lingkungan eksternal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kotamadya Bandar Lampung secara parsial menunjukkan level kinerja yang dikategorikan buruk (1.852). Indikator yang memiliki skor rendah antara lain adalah kapasitas produksi yang kecil, sehingga menyebabkan UMK tidak dapat beroperasi secara efisien. Penggunaan bahan baku yang standar menyebabkan UMK tetap dapat memberikan harga yang cukup bersaing bagi produk kompetitor sejenis maupun substitusi, tetapi hal ini berimplikasi juga terhadap kualitas produk yang dinilai sedang. Tabel 46. Pengukuran Kinerja Lingkungan Eksternal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder Kualitas Produk UMK Harga Produk Relatif Terhadap Produk Substitusi Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri dan lembagalembaga pendukung permodalan dan pemasaran Kapasitas Produksi Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan Harga Produk Relatif Terhadap Pesaing Jumlah Status Buruk

217 191 Pengukuran kinerja pada lingkungan internal menunjukkan nilai kinerja berada pada kategori status sedang (2.109). Indikator yang memiliki skor sedang (bernilai 2) adalah kemampuan transferabilitas dan replikabilitas. Tingkat kemampuan transferabilitas yang sedang menyebabkan kemampuan teknis UMK untuk bersaing dengan pekerja UMK kompetitor menjadi kurang optimum. Tingkat replikabilitas yang sedang juga menyebabkan perusahaan kurang memiliki daya inovasi untuk bersaing dengan kompetitornya baik dalam hal jenis maupun bentuk produk. Dari sisi pembagian tugas dan wewenang terlihat bahwa skor yang dihasilkan dikategorikan baik. Hal ini disebabkan karena komunikasi antar anggota organisasi yang cukup terbuka, sehingga masing-masing pihak yang terlibat telah paham dengan tugas dan wewenangnya. Tabel 47. Pengukuran Kinerja Lingkungan Internal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan kemampuan perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan. Pembagian Tugas dan Wewenang Transferabilitas Replikabilitas Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja perancanaan strategis usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kotamadya Bandar Lampung secara parsial menunjukkan nilai kinerja berada pada status sedang (2.000). Dari nilai skor terlihat bahwa semua indikator memiliki nilai skor sedang. Kemampuan menurunkan biaya produksi/th dinilai sedang karena meskipun kapasitas produksi relatif kecil sehingga proses tidak efisien, tetapi penggunaan bahan baku yang standar mampu menekan biaya produksi sehingga harga dapat bersaing. Kondisi ini masih mampu memberikan penambahan jumlah pelanggan dan penambahan pendapatan meskipun tidak optimum.

218 192 Tabel 48. Pengukuran Kinerja Perencanaan Strategis Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan usaha melalui penentuan sasaran, inisiatif strategi dan target perusahaan Pertambahan Pelanggan/tahun Penurunan Biaya Produksi/tahun Kenaikan Pendapatan/tahu Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja keuangan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kotamadya Bandar Lampung menunjukkan level kinerja yang sedang (2.000) Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa semua indikator memiliki nilai kinerja yang bernilai sedang. Sebagai akibat dari kemampuan menurunkan biaya produksi yang dikategorikan sedang, maka biaya per unit output juga dinilai sedang, sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan penjualan/th dan profit perusahaan juga dikategorikan sedang. Tabel 49. Pengukuran Kinerja Keuangan Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi. Tingkat Pertumbuhan Penjualan/tahun. Biaya per Unit Output Profit Perusahaan/Tahun Jumlah Status Sedang

219 193 Pengukuran kinerja pelanggan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kotamadya Bandar Lampung secara parsial menunjukkan level kinerja termasuk ke dalam kategori sedang (2.087). Indikator jumlah pelanggan yang dapat dipertahankan memperoleh skor sedang karena kemampuan bersaing UMK yang sedang jika dilihat dari sisi harga. Pada sisi kualitas produk diketahui bahwa secara keseluruhan produk yang dihasilkan cukup baik dan cukup memuaskan pelanggan meskipun menggunakan bahan-bahan standar dan harga bersaing. Disamping itu kelengkapan atribut dinilai baik, karena telah menggunakan teknik pengemasan yang baik, pemberian merk dagang yang jelas, dan penampilan kemasan yang menarik. Tabel 50. Pengukuran Kinerja Pelanggan Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Jumlah Pelanggan yang Dapat Dipertahankan/tahun Peningkatan daya saing UMK makanan ringan melalui peningkatan pengetahuan tentang konsumen/ pelanggan, meliputi mutu dan atribut produk. Tingkat Kepuasan Pelanggan Kelengkapan Atribut Produk Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja proses bisnis internal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kotamadya Bandar Lampung secara parsial termasuk kategori sedang (2.158). Secara umum tingkat kerusakan produk dinilai sedang, terlihat dari jumlah produk cacat yang dihasilkan. Jumlah bahan baku yang terbuang percuma dinilai rendah karena meskipun masih ada bahan baku

220 194 pisang yang terbuang tetapi jumlahnya sangat sedikit. Penambahan jenis produk baru per tahun relatif sedang, karena meskipun tidak banyak variasi bentuk tetapi tetap melakukan inovasi dalam rasa, misalnya yang terbaru adalah kreasi keripik pisang dengan rasa strawberry. Tabel 51. Pengukuran Kinerja Proses Bisnis Internal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan Banyaknya Bahan Baku Terbuang Percuma Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan barang rusak. Jumlah Produk Baru Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja pertumbuhan dan pembelajaran usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kotamadya Bandar lampung secara parsial menunjukkan level kinerja berada pada kategori sedang (2.264). Tingkat kemampuan pekerja dan tingkat motivasi pekerja dinilai sedang, sedangkan pemberdayaan terhadap pekerja dinilai baik. Hal ini terjadi karena kemampuan dan motivasi pekerja yang cukup baik (sedang) dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pemilik UMK dalam memenuhi kepuasan pelanggan UMK.

221 195 Tabel 52. Pengukuran Kinerja Pertumbuhan dan Pembelajaran Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. Tingkat Kemampuan Pekerja Tingkat Motivasi Pekerja Tingkat Pemberdayaan Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kotamadya Bandar Lampung secara menyeluruh menunjukkan level kinerja termasuk kategori sedang (2.993). Perspektif yang memiliki level kinerja buruk antara lain adalah lingkungan eksternal, sedangkan perspektif lainnya dinilai sedang. Tabel 53. Tabel Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. No Perspektif Nilai Bobot Nilai Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Rencana Strategik Finansial Pelanggan Proses Bisnis Internal Pertumbuhan dan Pembelajaran Jumlah Status Buruk

222 196 Tahap Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung Penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci dengan indikator karakteristik teknis pada pengukuran kinerja UMK digunakan sebagai dasar penentuan prioritas perbaikan. Adapun nilai hubungan antara indikator kinerja kunci dengan indikator karakteristik teknis beserta prioritas perbaikannya dapat dilihat pada Gambar 52 dan 53. IKK KARAKTERISTIK TEKNIS Perspektif Lingkungan Eksternal TP CPB PPB KP Kinerja Operasi OM KMU MP PM Kinerja Sumber Daya TJP Kinerja Hubung an dengan Lingkun gan SK Ke bija kan KP KPU HPS HP Lingkungan T Internal R Perspektif Perencanaan Strategik PPB PBP NP Perspektif TPP Keuangan BU PP Bobot Kepentingan Perspektif Pelanggan JPD KP Perspektif Bisnis Internal PB Perspektif TKK Pembelajaran dan Pertumbuhan TMP Gambar 52. Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis Pada Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung.

223 KETERANGAN 1. Hubungan Anta KT 3 Sangat Positif 2 Positif 1 Negatif 2. Hubungan IKK vs KT 9 Sangat Kuat 3 Sedang 1 Lemah Target Perbaikan Ditingkatkan Dipertahankan Dikurangi INDIKATOR KINERJA KUNCI KARAKTERISTIK TEKNIS Perspektif Lingkungan Skala Usaha Eksternal Harga Produk Relatif thd Produk Substitusi Kualitas Produk UMK Harga Produk Relatif thd Pesaing Perspektif Lingkungan Transferabilitas Internal Replikabilitas Perspektif Rencana Penambahan Pelanggan Baru/th Strategis Penurunan Biaya Produksi/th Kenaikan Pendapatan/th Perspektif Keuangan Tingkat Pertumbuhan Penjualan Biaya per unit Output Profit Perusahaan Perspektif Pelanggan Jumlah Pelanggan yang dapat Dipertahankan/th Tingkat Kepuasan Pelanggan Perspektif Proses Bisnis Inte Jumlah Produk Baru/th Perspektif Pembelajaran Tingkat Kemampuan Pekerja dan Pertumbuhan Tingkat Motivasi Pekerja Tingkat Kepentingan Target Perbaikan Gambar 52. Prioritas Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. Bobot Kepentingan IKK Target Penjualan Kinerja Penciptaan Produk Baru Operasi Pemasaran Produk Baru Berkurangnya Kesalahan dalamproses Hasil per satuan modal Kemampuan Menghasilkan uang Motivasi Pemilik Perusahaan Kinerja Manajemen Pengembangan Modal Sumber Daya Tanggung jawab terhadap Pelanggan Kinerja Hubungan Dengan Lingkungan Peraturan tentang Standar Kualitas Kebijakan

224 198 Berdasarkan hasil pengolahan data, maka rekomendasi perbaikan kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah diarahkan pada penciptaan produk baru, melalui peningkatan kemampuan transferabilitas dan replikabiltas, serta peningkatan kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja. Tabel 54. Rekomendasi Prioritas Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kotamadya Bandar Lampung. Variabel Kinerja Operasi Perusahaan Karakteristik Teknis Standar yang harus Diperbaiki Tingkat Penciptaan Produk Baru Rekomendasi Program Perbaikan Meningkatkan Transferabilitas Meningkatkan Replikabilitas Meningkatkan Kemampuan Pekerja Meningkatkan Motivasi Pekerja Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Penciptaan produk baru biasanya diidentifikasi sebagai proses inovatif UMK dalam menjalankan usahanya. Menurut Kim (1997), inovasi dapat dibentuk dari proses imitasi (meniru). Dalam proses imitasi dibutuhkan kecakapan untuk menggunakan sumber daya untuk meniru kesuksesan perusahaan pesaing yang disebut replikabilitas, serta kecakapan dalam mengambil alih/mengumpulkan sumber daya dan yang perlu untuk mendukung usaha yang disebut transferabilitas. Strategi tersebut bertujuan untuk mempercepat proses penciptaan produk baru bagi UMK. Pelaksanaan proses penciptaan produk baru juga sangat tergantung pada kemampuan, motivasi, serta pemberdayaan terhadap pekerja. Melalui peningkatan kemampuan, motivasi dan pemberdayaan pekerja, dan didukung oleh adanya kemampuan transferabilitas dan replikabilitas yang baik, maka akan memberikan kemampuan penciptaan produk baru yang berkualitas bagi UMK, dan diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kinerja operasi perusahaan.

225 199 Implementasi Model Pada Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Tahap Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Pengukuran kinerja lingkungan eksternal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah secara parsial menunjukkan level kinerja yang dikategorikan sedang (2.000). Kondisi ini disebabkan oleh nilai kinerja indikator yang memiliki skor sedang. Kapasitas produksi dinilai sedang jika menyebabkan UMK tidak dapat beroperasi cukup efisien. Selai itu Penggunaan bahan baku yang standar menyebabkan UMK dapat memberikan harga yang cukup bersaing bagi produk kompetitor sejenis maupun substitusi, dan hal ini berimplikasi terhadap kualitas produk yang juga dinilai sedang. Tabel 55. Pengukuran Kinerja Lingkungan Eksternal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder Kualitas Produk UMK Harga Produk Relatif Terhadap Produk Substitusi Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri dan lembagalembaga pendukung permodalan dan pemasaran 3 Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan Kapasitas Produksi Harga Produk Relatif Terhadap Pesaing Jumlah Status Sedang

226 200 Pengukuran kinerja pada lingkungan internal menunjukkan nilai kinerja berada pada kategori status baik (3.000). Hal ini disebabkan oleh nilai kinerja seluruh indikator yang memiliki skor baik (bernilai 3). Pembagian tugas dan wewenang telah dilakukan secara tegas dan terbuka sehingga masing-masing pihak yang terlibat paham dengan tugas dan wewenangnya. Kemampuan tranferabilitas dan replikabilitas dinilai baik melihat perkembangan kemampuan teknis UMK untuk bersaing dengan pekerja UMK kompetitor yang terlihat nyata. Hal ini dibuktikan dengan jenis produk yang relatif lengkap dari sisi rasa dan bentuk. Tabel 56. Pengukuran Kinerja Lingkungan Internal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan kemampuan perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan. Pembagian Tugas dan Wewenang Transferabilitas Replikabilitas Jumlah Status Baik Pengukuran kinerja perancanaan strategis usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah secara parsial menunjukkan nilai kinerja berada pada status sedang (2.742). Dari nilai skor terlihat bahwa semua indikator memiliki nilai skor rendah adalah kemampuan menurunkan biaya produksi. Kemampuan menurunkan biaya produksi/th dinilai rendah karena meskipun kapasitas produksi sedang tetapi penggunaan kompor dengan sumbu yang banyak menyebabkan proses tidak efisien (boros bahan bakar). Selain itu penggunaan minyak goreng dalam kemasan (bukan curah) mempertinggi biaya produksi. Meskipun demikian, kemampuan UMK

227 201 menghasilkan produk dengan aneka rasa dan bentuk yang unik, serta penentuan harga yang cukup bersaing menyebabkan UMK mampu memberikan penambahan jumlah pelanggan dan penambahan pendapatan yang optimum. Tabel 57. Pengukuran Kinerja Perencanaan Strategis Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah. Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan usaha melalui penentuan sasaran, inisiatif strategi dan target perusahaan Pertambahan Pelanggan/tahun Penurunan Biaya Produksi/tahun Kenaikan Pendapatan/tahu Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja keuangan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah menunjukkan level kinerja yang sedang (2.264) Indikator tingkat pertumbuhan penjualan/th dinilai baik dikarenakan kemampuan UMK melakukan pertambahan pelanggan/th dan kenaikan pendapatan/th yang baik. Di samping itu sebagai akibat penurunan biaya produksi yang dikategorikan rendah meskipun skala termasuk sedang, maka biaya per unit output hanya menduduki kategori sedang dan tidak bisa menjadi sangat rendah, sehingga menyebabkan indikator tingkat pertumbuhan penjualan/th dan profit perusahaan juga dikategorikan sedang.

228 202 Tabel 58. Pengukuran Kinerja Keuangan Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka perbaikan teknologi. Tingkat Pertumbuhan Penjualan/tahun. Biaya per Unit Output Profit Perusahaan/Tahun Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja pelanggan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah secara parsial menunjukkan level kinerja termasuk ke dalam kategori sedang (2.609). Indikator jumlah pelanggan yang dapat dipertahankan memperoleh skor sedang karena kemampuan bersaing UMK yang sedang jika dilihat dari sisi harga. Selain itu di sisi kualitas produk diketahui bahwa secara keseluruhan produk yang dihasilkan cukup baik dan cukup memuaskan pelanggan meskipun menggunakan bahan-bahan standar. Penggunaan bahan-bahan yang standar dengan proses yang relatif efisien membuat harga jual menjadi cukup mampu bersaing terhadap kompetitornya. Disamping itu kelengkapan atribut dinilai sedang, karena teknik pengemasan yang dinilai standar, meskipun telah terdapat pemberian merk dagang yang cukup jelas. Kelemahan yang terjadi terletak pada penampilan kemasan terlihat biasa karena masih menggunakan kertas fotokopi sebagai media pencantuman merk.

229 203 Tabel 59. Pengukuran Kinerja Pelanggan Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan daya saing UMK makanan ringan melalui peningkatan pengetahuan tentang konsumen/ pelanggan, meliputi mutu dan atribut produk. Jumlah Pelanggan yang Dapat Dipertahankan/tahun Tingkat Kepuasan Pelanggan Kelengkapan Atribut Produk Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja proses bisnis internal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah secara parsial termasuk kategori sedang (2.298). Secara umum tingkat kerusakan produk dinilai sedang, terlihat dari jumlah produk cacat yang dihasilkan. Jumlah bahan baku yang terbuang percuma dinilai rendah karena masih banyak bahan baku pisang yang terbuang akibat inovasi bentuk yang tidak lazim. Penambahan jenis produk baru per tahun dinilai baik, karena banyaknya inovasi bentuk dan rasa yang dilakukan Tabel 60. Pengukuran Kinerja Proses Bisnis Internal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan 2 Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan barang rusak. Banyaknya Bahan Baku Terbuang Percuma Jumlah Produk Baru Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi Jumlah Status Sedang

230 204 Pengukuran kinerja pertumbuhan dan pembelajaran usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah secara parsial menunjukkan level kinerja berada pada kategori baik (3.000). Tingkat kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja dinilai baik. Hal ini terjadi karena kemampuan dan motivasi pekerja yang baik ternyata dimanfaatkan dengan baik oleh pemilik UMK dalam memenuhi kepuasan pelanggan UMK. Tabel 61. Pengukuran Kinerja Pertumbuhan dan Pembelajaran Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Tingkat Kemampuan Pekerja Peningkatan mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. Tingkat Motivasi Pekerja Tingkat Pemberdayaan Jumlah Status Baik Pengukuran kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah secara menyeluruh menunjukkan level kinerja termasuk kategori sedang (2.457). Perspektif yang memiliki level kinerja sedang antara lain adalah lingkungan eksternal, perencanaan strategik, keuangan, dan proses bisnis internal. Sedangkan perspektif lingkungan internal, pelanggan, serta pertumbuhan dan pembelajaran dinilai baik.

231 205 Tabel 62. Tabel Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah No Perspektif Nilai Bobot Nilai Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Rencana Strategik Finansial Pelanggan Proses Bisnis Internal Pertumbuhan dan Pembelajaran Jumlah Status Sedang Tahap Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Penentuan nilai hubungan antara indikator kinerja kunci dengan indikator karakteristik teknis dan bobot kepentingan pebaikan indikator kinerja kunci digunakan sebagai dasar penentuan prioritas perbaikan. Tingkat hubungan yang sangat tinggi terhadap karakteristik teknis standar yang bersangkutan memberikan kemungkinan yang besar bagi karakteristik teknis standar tersebut sebagai prioritas dalam perbaikan. Tingkat hubungan yang cukup tinggi terhadap karakteristik teknis standar memberikan kemungkinan yang cukup bagi karakteristik teknis standar tersebut sebagai prioritas dalam perbaikan. Tingkat hubungan yang rendah terhadap karakteristik teknis standar yang bersangkutan

232 206 memberikan kemungkinan yang kecil bagi karakteristik teknis standar tersebut sebagai prioritas dalam perbaikan. Perkalian antara nilai hubungan tersebut dengan bobot kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci memberikan nilai prioritas perbaikan bagi karakteristik teknis standar. Adapun nilai hubungan antara indikator kinerja kunci dengan indikator karakteristik teknis beserta prioritas perbaikannya dapat dilihat pada gambar 54 dan 55. KARAKTERISTIK TEKNIS KARAKTERISTIK KONSUMEN Perspektif Lingkungan Eksternal Perspektif Perencanaan Strategik TP CPB PPB KP OM KMU MP PM Kinerja Operasi Kinerja Sumber Daya TJP Kinerja Hubungan dengan Lingkung an SK Kebijak an KP HPS KPU HP PBP Perspektif Keuangan BU PP Perspektif Pelanggan KP Perspektif Bisnis Internal KAP PB BBT Gambar 54. Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci dengan Karakteristik Teknis Pada Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Bobot Kepentingan

233 KETERANGAN 1. Hubungan Anta KT 3 Sangat Positif 2 Positif 1 Negatif 2. Hubungan IKK vs KT 9 Sangat Kuat 3 Sedang 1 Lemah 3. Target Perbaikan Ditingkatkan Dipertahankan Dikurangi INDIKATOR KINERJA KUNCI KARAKTERISTIK TEKNIS Perspektif Lingkungan Skala Usaha Eksternal Harga Produk Relatif thd Produk Substitusi Kualitas Produk UMK Harga Produk Relatif thd Pesaing Perspektif Rencana StrategisPenurunan Biaya Produksi/th Perspektif Keuangan Biaya per unit Output Profit Perusahaan Perspektif Pelanggan Tingkat Kepuasan Pelanggan Kelengkapan Atribut Produk Perspektif Proses Jumlah Produk Baru/th Bisnis Internal Banyaknya Bahan Baku yang Terbuang Percuma/th Tingkat Kepentingan Target Perbaikan Gambar 55. Prioritas Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Bobot Kepentingan IKK Target Penjualan Kinerja Penciptaan Produk Baru Operasi Pemasaran Produk Baru Berkurangnya Kesalahan dalamproses Hasil per satuan modal Kemampuan Menghasilkan uang Motivasi Pemilik Perusahaan Kinerja Manajemen Pengembangan Modal Sumber Daya Tanggung jawab terhadap Pelanggan Kinerja Hubungan Dengan Lingkungan Peraturan tentang Standar Kualitas Kebijakan

234 208 Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, maka rekomendasi perbaikan kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah diarahkan pada peningkatan hasil (output) per satuan modal, melalui penurunan jumlah bahan baku terbuang, serta peningkatan kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja. Tabel 63. Rekomendasi Prioritas Tertinggi Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Lampung Tengah Variabel Kinerja Operasi Perusahaan Karakteristik Teknis Standar yang Harus Diperbaiki Tingkat perbandingan Hasil (output) per satuan Modal Rekomendasi Program Perbaikan Menurunkan Jumlah Bahan baku yang Terbuang Meningkatkan Kemampuan Pekerja Meningkatkan Motivasi Pekerja Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Untuk tetap kompetitif maka suatu perusahaan seharusnya terus menerus mencoba memperbaiki produktivitasnya. Usaha perbaikan sangat beraneka ragam, antara lain dengan melibatkan reorganisasi, perubahan teknologi, atau meningkatkan kemampuan operasional yang ada (meningkatkan kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja) melalui pelatihan dan pengembangan karyawan (Longenecker et al., 2001). Peningkatan hasil (output) per modal dapat dicapai melalui penurunan jumlah bahan baku terbuang, peningkatan kemampuan pekerja, peningkatan motivasi pekerja, serta peningkatan pemberdayaan terhadap pekerja. Penurunan jumlah bahan baku terbuang dapat dilakukan melalui pemilihan teknologi proses yang tepat, sedangkan peningkatan kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja dibutuhkan dalam penggunaan teknologi proses yang telah dipilih. Melalui penurunan jumlah bahan baku yang terbuang dan peningkatan kemampuan, motivasi dan pemberdayaan terhadap pekerja, diharapkan akan meningkatkan hasil (output) per modal atau produktivitas UMK.

235 209 Implementasi Model Pada Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang Tahap Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang Pengukuran kinerja lingkungan eksternal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tulang Bawang secara parsial menunjukkan level kinerja yang dikategorikan sedang (2.352). Kinerja indikator harga relatif terhadap pesaing dengan produk sejenis maupun substitusi dinilai rendah akibat penggunaan bahan baku yang berkualitas sehingga harga jual menjadi relatif mahal. Hal ini berimplikasi juga terhadap kualitas produk yang juga dinilai baik. Selain itu kapasitas produksi yang besar menyebabkan UMK dapat beroperasi cukup efisien. Tabel 64. Pengukuran Kinerja Lingkungan Eksternal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan pemasok dan stake holder Kualitas Produk UMK Harga Produk Relatif Terhadap Produk Substitusi Memperkuat hubungan kemitraan antara UMK dengan industri dan lembagalembaga pendukung permodalan dan pemasaran 3 Meningkatkan fasilitas akses informasi dan pemasaran UMK makanan ringan Kapasitas Produksi Harga Produk Relatif Terhadap Pesaing Jumlah Status Sedang

236 210 Pengukuran kinerja pada lingkungan internal menunjukkan nilai kinerja berada pada kategori status baik (3.000). Hal ini disebabkan oleh nilai kinerja seluruh indikator yang memiliki skor baik (bernilai 3). Pembagian tugas dan wewenang telah dilakukan secara tegas dan terbuka sehingga masing-masing pihak yang terlibat paham dengan tugas dan wewenangnya. Kemampuan tranferabilitas dan replikabilitas dinilai baik melihat perkembangan kemampuan teknis UMK untuk bersaing dengan pekerja UMK kompetitor yang terlihat nyata. Hal ini dibuktikan dengan jenis produk yang relatif lengkap dari sisi rasa dan bentuk. Tabel 65. Pengukuran Kinerja Lingkungan Internal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan kemampuan perusahaan melalui perbaikan struktur, budaya, dan pemanfaatan sumberdaya perusahaan. Pembagian Tugas dan Wewenang Transferabilitas Replikabilitas Jumlah Status Baik Pengukuran kinerja perancanaan strategis usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tulang Bawang secara parsial menunjukkan nilai kinerja berada pada status sedang (2.743). Dari nilai skor terlihat bahwa semua indikator memiliki nilai skor rendah adalah kemampuan menurunkan biaya produksi. Kemampuan menurunkan biaya produksi/th dinilai rendah karena meskipun kapasitas produksi besar tetapi penggunaan alat alat (oven), penggorengan berulang, dan bahan baku yang berkualitas menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Meskipun demikian, kemampuan UMK menghasilkan produk dengan aneka rasa dan kualitas yang baik, menyebabkan UMK mampu memberikan penambahan jumlah pelanggan dan penambahan

237 211 pendapatan yang optimum. Hal ini terlihat dari kapasitas produksi yang cukup besar dengan penyerapan produk oleh pasar yang juga besar. Tabel 66. Pengukuran Kinerja Perencanaan Strategis Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang. Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Meningkatkan produktivitas UMK makanan ringan usaha melalui penentuan sasaran, inisiatif strategi dan target perusahaan Pertambahan Pelanggan/tahun Penurunan Biaya Produksi/tahun Kenaikan Pendapatan/tahu Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja keuangan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tulang Bawang menunjukkan level kinerja yang sedang (2.891). Hal ini disebabkan oleh rendahnya nilai skor untuk indikator penurunan biaya produksi per tahun akibat penggunaan bahan baku dan proses yang berulang sehingga menjadi kurang efisien dan biaya per unit output menjadi lebih tinggi daripada seharusnya. Sebagai akibat penurunan biaya produksi yang dikategorikan rendah meskipun kapasitas produksi termasuk besar, maka biaya per unit output hanya menduduki kategori sedang dan tidak bisa dikategorikan rendah. Di pihak lain, indikator tingkat pertumbuhan penjualan/th dinilai baik dikarenakan kemampuan UMK melakukan pertambahan pelanggan/th dan kenaikan pendapatan/th yang baik. Dengan kapasitas produksi yang cukup besar menyebabkan indikator tingkat pertumbuhan penjualan/th dan profit perusahaan juga dikategorikan baik.

238 212 Tabel 67. Pengukuran Kinerja Keuangan Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai 1 Jumlah Status Peningkatan Tingkat kemampuan Pertumbuhan keuangan perusahaan Penjualan/tahun dalam rangka Biaya per Unit 2 perbaikan teknologi. Output Profit Perusahaan/tahun Buruk Pengukuran kinerja pelanggan usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tulang Bawang secara parsial menunjukkan level kinerja termasuk ke dalam kategori baik (3.000). Indikator jumlah pelanggan yang dapat dipertahankan, tingkat kepuasan pelanggan, dan kelengkapan atribut masingmasing memperoleh skor baik. Penilaian yang dianggap baik terhadap indikator-indikator yang terdapat pada perspektif pelanggan terlihat dari kemampuan bersaing UMK yang dan penyerapan produk oleh pasar termasuk kategori tinggi. Hal ini disebabkan oleh kualitas produk yang diketahui, bahwa secara keseluruhan produk yang dihasilkan berkualitas cukup baik dan cukup memuaskan pelanggan meskipun menggunakan bahan-bahan standar dan harga bersaing. Kondisi tersebut menyebabkan pelanggan merasa puas dengan produk yang dihasilkan dan berkeinginginan melakukan pembelian ulang terhadap produsen yang bersangkutan. Disamping itu kelengkapan atribut dinilai baik, karena teknik pengemasan yang dinilai baik, pemberian merk dagang yang sangat jelas, serta penampilan kemasan terlihat cukup menarik.

239 213 Tabel 68. Pengukuran Kinerja Pelanggan Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Jumlah Pelanggan yang Dapat Dipertahankan/tahun Peningkatan daya saing UMK makanan ringan melalui peningkatan pengetahuan tentang konsumen/ pelanggan, meliputi mutu dan atribut produk. Tingkat Kepuasan Pelanggan Kelengkapan Atribut Produk Jumlah Status Baik Pengukuran kinerja proses bisnis internal usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tulang Bawang secara parsial termasuk kategori sedang (2.1583). Secara umum tingkat kerusakan produk dinilai sedang, terlihat dari jumlah produk cacat yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pekerja memiliki kemampuan keterampilan kerja yang baik, sehingga mampu menghasilkan produk dengan jumlah cacat minimum. Jumlah bahan baku yang terbuang percuma dinilai rendah karena meskipun masih ada bahan baku pisang yang terbuang tetapi jumlahnya sangat sedikit. Ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi berjalan dengan efisien. Penambahan jenis produk baru per tahun dinilai sedang, karena adanya inovasi terhadap rasa yang terus dilakukan dilakukan, yaitu dari rasa asin dan manis berkembang ke rasa coklat dan keju.

240 214 Tabel 69. Pengukuran Kinerja Proses Bisnis Internal Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang No Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Menjaga kontinuitas dan standarisasi mutu bahan baku UMK makanan ringan Banyaknya Bahan Baku Terbuang Percuma Meningkatkan mutu produk UMK makanan ringan melalui inovasi proses produksi, penyampaian, dan penanganan barang rusak. Jumlah Produk Baru Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi Jumlah Status Sedang Pengukuran kinerja pertumbuhan dan pembelajaran usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tulang Bawang secara parsial menunjukkan level kinerja berada pada kategori baik (3.000). Tingkat kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja dinilai baik. Hal ini terjadi karena kemampuan dan motivasi pekerja yang baik ternyata dimanfaatkan dengan baik oleh pemilik UMK dalam memenuhi kepuasan pelanggan UMK.

241 215 Tabel 70. Pengukuran Kinerja Pertumbuhan dan Pembelajaran Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang Strategi Indikator Skor Bobot Nilai Peningkatan mutu SDM UMK makanan ringan meliputi kemampuan dan motivasi pekerja. Tingkat Kemampuan Pekerja Tingkat Motivasi Pekerja Tingkat Pemberdayaan Jumlah Status Baik Pengukuran kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Tulang Bawang secara menyeluruh menunjukkan level kinerja termasuk kategori sedang (2.632). Perspektif yang memiliki level kinerja sedang antara lain adalah lingkungan eksternal, perencanaan strategik, dan proses bisnis internal. Sedangkan perspektif lingkungan internal, pelanggan, serta pertumbuhan dan pembelajaran dinilai baik. Tabel 71. Tabel Pengukuran Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang No Perspektif Nilai Bobot Nilai Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Rencana Strategik Finansial Pelanggan Proses Bisnis Internal Pertumbuhan dan Pembelajaran Jumlah Status Baik

242 216 Tahap Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang Penentuan hubungan antara indikator kinerja kunci dengan indikator karakteristik teknis pada pengukuran kinerja UMK digunakan sebagai dasar penentuan prioritas perbaikan. Adapun nilai hubungan antara indikator kinerja kunci dengan indikator karakteristik teknis dapat dilihat pada Gambar 56. IKK KARAKTERISTIK TEKNIS TP CPB PPB KP OM Kinerja Operasi KMU MP PM Kinerja Sumber Daya TJP Kinerja Hubung an Dengan Lingkung an SK Kebi jak an Bobot Kepent ingan Perspektif Lingkungan Eksternal Perspektif Perencanaan Strategik HPS HB PBP Perspektif Keuangan BU Perspektif Proses BBT Bisnis Internal TKB Gambar 56. Hubungan Antara Indikator Kinerja Kunci Dengan Karakteristik Teknis Pada Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang Perkalian antara nilai hubungan antara indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis dengan bobot kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci menghasilkan pengolahan data seperti pada Gambar 57, yang menunjukkan bahwa karakteristik teknis yang menjadi prioritas perbaikan adalah peningkatan hasil per satuan modal. Dalam hal ini efisiensi menjadi hal yang penting meskipun tetap mempertahankan penggunaan bahan-bahan yang berkualitas. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, maka rekomendasi perbaikan kinerja usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Kabupaten Lampung Tengah diarahkan pada peningkatan hasil (output) per satuan modal, melalui penurunan jumlah bahan baku terbuang, serta peningkatan kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja terutama dalam adopsi teknologi proses yang lebih efisien.

243 KETERANGAN 1. Hubungan Anta KT 3 Sangat Positif 2 Positif 1 Negatif 2. Hubungan IKK vs KT 9 Sangat Kuat 3 Sedang 1 Lemah 3. Target Perbaikan Ditingkatkan Dipertahankan Dikurangi INDIKATOR KINERJA KUNCI KARAKTERISTIK TEKNIS Lingkungan Eksternal Harga Produk Relatif thd Produk Substitusi Harga Produk Relatif thd Pesaing Perencanaan Strategis Penurunan Biaya Produksi/th Perspektif Keuangan Biaya per unit Output Perspektif Proses Jumlah Produk Baru/th Bisnis Internal Tingkat kerusakan Barang yang Diproduksi/th Tingkat Kepentingan Target Perbaikan Bobot Kepentingan IKK Target Penjualan Kinerja Penciptaan Produk Baru Operasi Pemasaran Produk Baru Berkurangnya Kesalahan dalam Proses Hasil per satuan modal Kemampuan Menghasilkan uang Motivasi Pemilik Perusahaan Kinerja Manajemen Pengembangan Modal Sumber Daya Tanggung jawab terhadap Pelanggan Kinerja Hubungan Dengan Lingkungan Peraturan tentang Standar Kualitas Kebijakan Gambar 57. Prioritas Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang

244 218 Tabel 72. Rekomendasi Prioritas Tertinggi Perbaikan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan Keripik Pisang di Kabupaten Tulang Bawang Variabel Kinerja Operasi Perusahaan Karakteristik Teknis Standar yang Harus Diperbaiki Tingkat Perbandingan Hasil (output) per modal Rekomendasi Perbaikan Menurunkan Jumlah Bahan baku yang Terbuang Meningkatkan Kemampuan Pekerja Meningkatkan Motivasi Pekerja Meningkatkan Pemberdayaan Pekerja Hasil per satuan modal menunjukkan tingkat produktivitas dari UMK yang bersangkutan. Peningkatan hasil per satuan modal dapat berdampak pada peningkatan produktivitas UMK tersebut. Menurut Longenecker et al. ( 2001), untuk tetap kompetitif maka suatu perusahaan seharusnya terus menerus mencoba memperbaiki produktivitasnya. Usaha perbaikan sangat beraneka ragam, antara lain dengan melibatkan reorganisasi, perubahan teknologi, atau meningkatkan kemampuan operasional yang ada melalui pelatihan dan pengembangan karyawan. Strategi-strategi tersebut bertujuan untuk meminimumkankan input (misalnya bahan baku) untuk memaksimumkan output. Perubahan teknologi proses dapat dimanfaatkan nuntuk menurunkan jumlah bahan baku terbuang, misalnya dalam hal teknik pengupasan pemotongan bahan baku. Selain itu peningkatan kemampuan operasional bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, motivasi, dan pemberdayaan pekerja. Melalui penurunan jumlah bahan baku yang terbuang dan peningkatan kemampuan, motivasi dan pemberdayaan terhadap pekerja, diharapkan akan meningkatkan hasil (output) per modal atau produktivitas UMK.

245 219 Perbaikan Model Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan Proses verifikasi dan validasi diwarnai dengan proses perbaikan terhadap model evaluasi kinerja UMK. Perbaikan yang dilakukan meliputi perubahan alat pengujian (tools) yang lebih tepat, konsultasi ulang dalam penentuan bobot kepentingan indikator kinerja kunci, dan konsultasi ulang dalam penentuan rekomendasi perbaikan. Perubahan alat pengujian dilakukan pada proses penentuan indikator kinerja kunci. Penggunaan model persamaan struktural ternyata tidak dapat menghasilkan model yang sesuai (fit) dengan kondisi sistem sesungguhnya. Pada model persamaan struktural dibangun diagram jalur (path diagram) yang menggambarkan pola hubungan antara perspektif, dimensi, dan indikator. Kelemahan teknik ini adalah rendahnya fleksibilitas model terhadap jumlah data pengamatan. Penentuan sampel didasarkan pada beberapa asumsi (antara lain jumlah data adalah lima kali jumlah indikator) menyebabkan model menjadi tidak fit apabila kecukupan data tidak terpenuhi. Terbatasnya jumlah UMK pengolahan keripik pisang menyebabkan asumsi tersebut menjadi tidak logis untuk dipenuhi yaitu sebanyak 5 x 116 indikator, atau sebanyak 580 UMK pengolahan keripik pisang. Selain itu model evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang dibangun dengan pendekatan sistem dinilai kurang sesuai dengan pengujian yang hanya menggunakan data empiris. Variabel yang bersifat dimanis tidak dapat ditetapkan sama untuk setiap kondisi yang berbeda. Dengan demikian penggunaan teknik model persamaan struktural dianggap tidak tepat untuk diterapkan pada sistem evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Penggantian model persamaan struktural dengan teknik OWA Operator mampu mengatasi permasalahan yang ada dengan kemampuannya menghasilkan nilai agregasi yang dapat dipertanggungjwabkan. Pendekatan survai pakar dianggap mampu memberikan penilaian yang tepat bagi penentuan IKK pada proses pengukuran kinerja UMK makanan ringan. Konsultasi ulang penentuan nilai matrik berpasangan pada perhitungan tingkat kepentingan IKK dilakukan setelah dihasilkannya bobot kepentingan IKK dengan teknik fuzzy AHP. Konsultasi ulang dilakukan untuk perspektif pelanggan, yaitu penentuan bobot untuk indikator jumlah pelanggan yang dapat

246 220 dipertahankan/tahun dan indikator tingkat kepuasan pelanggan. Perubahan dilakukan karena hasil pembobotan pada model awal dianggap tidak menggambarkan realita sesungguhnya. Perubahan ini menyebabkab hasil pengukuran kinerja pada perspektif pelanggan menjadi berbeda antara bobot pada model awal dan bobot pada model akhir final. Hal ini disebabkan bobot untuk indikator jumlah pelanggan yang dapat dipertahankan/tahun berubah dari 68.17% menjadi 60.88%. Demikian pula untuk indikator tingkat kepuasan pelanggan berubah dari 23.63% menjadi 30.44%. Konsultasi ulang penentuan rekomendasi perbaikan dilakukan setelah penetapan rekomendasi berdasarkan nilai hubungan antar karakteristik dan nilai hubungan antara indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis ternyata belum sepenuhnya mampu memberikan rekomendasi perbaikan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh UMK yang bersangkutan. Selain itu terdapat beberapa rekomendasi yang dianggap saling tumpang tindih satu dengan lainnya, yang menyebabkan rekomendasi menjadi tidak terarah dengan baik. Implementasi Sistem Manajemen Ahli dalam Evaluasi Kinerja UMK Makanan Ringan Sistem Manajemen Ahli (SMA) dirancang untuk mempermudah pengoperasian model evaluasi kinerja UMK makanan ringan. Sistem manajemen ahli dibangun dengan bahasa pemrograman Visual Basic 6. Penggunaan bahasa pemrograman ini didasarkan pertimbangan bahwa bahasa pemrograman tersebut cukup sederhana dan bersifat user friendly. SMA dirancang atas tiga bangunan komponen utama, yaitu Data Based Management System (DBMS), Model Based Management System (MBMS), Knowledge Based Management System (KBMS), serta dilengkapi dengan Dialog Management System (DMS). Operasi SMA diawali dengan proses login bagi pengguna dengan mengisi user name dan password yang telah diinformasikan. Pilihan menu yang ada pada halaman utama terdiri atas home, identifikasi, pembobotan, evaluasi, estimasi, peringkat, dan informasi. Menu home terdiri atas pilihan untuk mengganti kode pengguna dan password.

247 221 Gambar 58. Menu Utama Mi-SEP ES Menu kedua berisi proses identifikasi IKK. Prosedur penentuan IKK diawali dengan melakukan pendeskripsian terhadap pakar yang akan dilibatkan dalam proses penentuan IKK dan pendeskripsian terhadap elemen yang akan digunakan pada proses penilaian.

248 222 Gambar 59. Deskripsi Pakar Gambar 60. Deskripsi Indokator Kinerja

249 223 Proses penilaian dilakukan untuk setiap elemen yang dipilih untuk setiap pakar yang terlibat. Penilaian menggunakan skala likert 1 sampai 5 dan teknik OWA Operators, untuk menunjukkan tingkat kepentingan dari suatu elemen. Gambar 61. Penilaian Terhadap Indikator Kinerja

250 224 Gambar 62. Penentuan Indikator Kinerja Kunci Kolom hasil pengolahan akan memberikan informasi mengenai IKK terpilih yang akan masuk ke proses berikutnya, yaitu proses pembobotan IKK. Menu ketiga berisi prosedur pembobotan IKK. Teknik yang digunakan pada proses ini mengikuti pendekatan fuzzy AHP. Hasil pembobotan pada tahap ini akan menjasi input untuk peroses pengukuran level kinerja yang terdapat pada menu keempat. Menu keempat berisi proses evaluasi kinerja. Tahap ini terdiri atas dua prosedur, yaitu prosedur pengukuran kinerja, prosedur perbaikan kinerja, serta prosedur penentuan rekomendasi. Prosedur pengukuran kinerja menggunakan teknik Balanced Scorecard. Proses ini awali dengan pembobotan IKK speti yang terlihat pada gambar berikut.

251 225 Gambar 63. Pembobotan Indikator Kinerja Kunci Setelah bobot indikator kinerja kunci diketahui, maka tahap berikutnya adalah inisialisasi penilaian kinerja berupa penentuan skor kinerja, hingga dihasilkannya status level kinerja parsial untuk setiap perspektif maupun secara komprehensif.

252 Gambar 64. Inisialisasi Penilaian Indikator Kinerja Kunci 226

253 227 Gambar 65. Pengukuran Indikator Kinerja Kunci UMK Makanan Ringan IKK yang memperoleh penilaian cukup baik dan kurang baik akan melanjutkan proses mengikuti prosedur perbaikan kinerja. Proses perbaikan kinerja menggunakan teknik Quality Function Deployment untuk menghasilkan prioritas perbaikan IKK. Tahap awal peproses perbaikan kinerja adalah identifikasi karakteristik teknis standar, dimulai dari inisialisasi karakteristik teknis, peninlaian karakteristik teknis, sehingga dihasilkannya karaktersitik teknis standar.

254 228 Gambar 66. Inisialisasi Karakteristik Teknis Gambar 67. Penilaian Karakteristik Teknis Standar

255 229 Gambar 68. Penentuan Karakteristik Teknis Standar Setelah karaktersitik teknis standar teridentifikasi, maka proses penentuan prioritas perbaikan dengan menggunakan teknik House of Quality dapat dilakukan. Proses penentuan rekomendasi dilakukan setelah prioritas perbaikan IKK dihasilkan. Rekomendasi yang diberikan dibatasi hanya untuk IKK dengan pnilai prioritas perbaikan tertinggi.

256 Gambar 69. Penilaian dalam House of Quality 230

257 231 Gambar 70. Penentuan Rekomendasi Perbaikan Kinerja UMK Makanan Ringan Penentuan Peringkat UMK Berdasarkan Hasil Pengukuran Kinerja Hasil pengukuran kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (rating) UMK. Penentuan karakteristik UMK sebagai dasar pemeringkatan dilakukan dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index atau CPI). Data aktual yang diperoleh dari observasi lapangan menjadi input dalam matriks awal penilaian alternatif pemeringkatan. Bobot kriteria diperoleh dari hasil pembobotan IKK dengan menggunakan teknik Fuzzy AHP. Normalisasi dilakukan dengan mengalikan perbandingan nilai kriteria terhadap nilai minimum pada masing-masing kriteria dengan bobot kriteria. Transformasi nilai indeks kinerja UMK ditampilkan dalam bentuk matriks seperti terlihat pada gambar berikut.

258 232 IKK2 (Rp) IKK3 (skala) IKK4 (%) IKK5 (skala) IKK6 (skala) IKK7 (skala) IKK8 (%) IKK9 (%) IKK10 (%) IKK11 (%) IKK12 (skala) IKK13 (%) IKK14 (%) IKK15 (Skala) IKK16 (skala) IKK17 (skala) IKK18 (%) IKK19 (%) IKK20 (skala) IKK21 (skala) IKK22 (skala) Nilai Alternatif Peringkat Gambar 71. Matriks Hasil Transformasi Teknik Perbandingan Indeks Kinerja Keterangan: IKK 1 : Tingkat Kapasitas Produksi IKK 2 : Harga Dasar Produk IKK 3 : Kualitas Produk UMK IKK 4 : Harga Jual Produk UMK RelatifTerhadap Harga Produk Substitusi IKK 5 : Pembagian Tugas dan Wewenang IKK 6 : Transferabilitas IKK 7 : Replikabilitas IKK 8 : Persentase Penambahan Pelanggan Baru per Tahun IKK 9 : Persentase Penurunan Biaya Produksi/kg per Tahun IKK 10 : Persentase Kenaikan Pendapatan per Tahun KK 11 : Tingkat Pertumbuhan Penjualan IKK 12 : Tingkat Biaya per kg Output IKK 13 : Tingkat Profitabilitas Perusahaan IKK 14 : Jumlah Pelanggan yang Dapat Dipertahankan per Tahun IKK 15 : Tingkat Kepuasan Pelanggan IKK 16 : Kelengkapan Atribut Produk IKK 17 : Jumlah Produk Baru IKK 18 : Banyaknya Bahan Baku Terbuang Percuma per Tahun IKK 19 : Tingkat Kerusakan Barang yang Diproduksi per Tahun IKK 20 : Tingkat Kemampuan Pekerja IKK 21 : Tingkat Motivasi Pekerja IKK 22 : Tingkat Pemberdayaan Pekerja

259 233 Pemeringkatan dilakukan dengan menggunakan skala 0 sampai dengan 1 sehingga diperoleh hasil perhitungan bobot alternatif antara 0 sampai dengan 1. Setelah diperoleh bobot, tahap berikutnya adalah penentuan skor dengan interval skala sebagai berikut: 0.0 < bobot <=0.2, skor 1 (Kinerja UMK Tidak Baik) 0.2 < bobot <=0.4, skor 2 (Kinerja UMK Kurang Baik) 0.4 < bobot <=0.6, skor 3 (Kinerja UMK Cukup Baik) 0.6 < bobot <=0.8, skor 4 (Kinerja UMK Baik) 0.8 < bobot <=1.0, skor 5 (Kinerja UMK Sangat Baik) Gambar 72. Proses Pemeringkatan dalam Sistem Manajemen Ahli

260 234 Deteksi Dini Jumlah Penjualan Akibat Perubahan Tingkat Harga Bahan Baku dan Harga Jual Produk Deteksi dini jumlah penjualan akibat perubahan tingkat harga bahan baku dan harga jual produk dilakukan dengan menggunakan teknik Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Asumsi yang digunakan pada aplikasi teknik JTS adalah menggunakan mekanisme pembelajaran back propagation learning algorithm, dimana y sebagai teaching pattern. Arsitektur jaringan terdiri dari multi layer (1,8,1) dan (2,8,1), dengan tipe aktivasi sigmoid biner selang (0,1), dimana f(x)= 1/(1+exp(-x)). Hasil deteksi dini dilakukan baik secara parsial untuk setiap variabel bebas (independent variable), maupun secara komprehensif untuk kedua variabel bebas. Variabel bebas terdiri atas harga jual keripik pisang (X1), dan harga bahan baku pisang mentah (X 2 ), sedangkan variabel tak bebas (dependent variable) adalah jumlah penjualan (Y). Tabel 73. Hasil Estimasi dengan Teknik Jaringan Syaraf Tiruan BULAN Data Aktual Estimasi X1 X2 Y Y=F(X1) Y=F(X2) Y=F(X1,X2) Januari 16,900 1, Februari 16,900 1, Maret 17,300 1, April 17,600 1, Mei 18,400 1, Juni 18,600 1, Juli 19,000 1,389 1, Agustus 19,500 1,512 1, ,017 September 20,200 1, ,006 Oktober 21,000 1,689 1, ,091 1,134 November 21,300 1, Desember 21,300 1, MSE Training Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat bahwa hasil estimasi Y mengikuti pola yang terjadi pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa model

261 235 estimasi hubungan antara X1 dan X2 mampu menghasilkan pola estimasi terhadap Y yang sesuai dengan kondisi sistem sesungguhnya. Mean square error (MSE) untuk training model estimasi parsial X 1 terhadap Y adalah sebesar Artinya terdapat 1.60% hasil estimasi yang menyimpang dari kondisi sesungguhnya. Y=F(X1,X2) Rata-Rata Penjualan 1,200 1,100 1, X1,X2 Y Y=F(X1,X2) Gambar 73. Hasil Estimasi Secara Komprehensif (X 1 dan X 2 Terhadap Y) Namun demikian jika dicermati pola data aslinya, maka perubahan pada tingkat harga bahan baku dan harga jual secara bersama-sama menunjukkan perubahan nilai penjualan yang lebih mengarah pada pola perubahan pada harga bahan baku. Harga bahan baku berfluktuasi pada bulan-bulan tertentu, sementara harga jual produk cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Hasil estimasi juga mengindikasikan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan pola perubahan jumlah penjualan tidak selalu berhubungan positif terhadap variabel variabel bebas, antara lain karena adanya image keripik pisang sebagai salah satu produk oleh-oleh khas Propinsi Lampung, sehingga pola jumlah penjualan mengikuti pola musim liburan yang terjadi di Indonesia.

262 236 Estimasi secara parsial menunjukkan jumlah penjualan memiliki pola hubungan positif antara X 1 dan Y. Tingkat harga jual cenderung meningkat, demikian juga dengan jumlah penjualan. Mean square error (MSE) untuk training model estimasi parsial X 1 terhadap Y adalah sebesar Artinya terdapat 4.35% hasil estimasi yang menyimpang dari kondisi sesungguhnya. Y=F(X1) 1,200 R a ta -R a ta P e njualan 1,100 1, Y Y=F(X1) X1 Gambar 74. Hasil Estimasi Secara Parsial X 1 terhadap Y Jika dicermati pola data aslinya, maka perubahan pada tingkat harga jual yang cenderung meningkat secara parsial menghasilkan tingkat estimasi yang juga cenderung meningkat. Namun demikian fluktuasi peningkatan masih terjadi pada bulan-bulan tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan pola perubahan jumlah penjualan tidak selalu berhubungan positif terhadap variabel X 1 secara parsial.

263 237 Estimasi secara parsial menunjukkan jumlah penjualan memiliki pola hubungan positif antara X 2 dan Y. Tingkat harga bahan baku yang cenderung meningkat dengan fluktuasi pada bulan-bulan tertentu sangat sesuai dengan hasil estimasi jumlah penjualan. Mean square error (MSE) untuk training model estimasi parsial X 2 terhadap Y adalah sebesar Artinya terdapat 3.16% hasil estimasi yang menyimpang dari kondisi sesungguhnya. Y=F(X2) 1,200 R ata-r ata Penjualan 1,100 1, Y Y=F(X2) X2 Gambar 75. Hasil Estimasi Secara Parsial x 2 terhadap Y Berdasarkan hasil training estimasi diketahui bahwa MSE terkecil adalah pada model estimasi X 1 dan X 2 secara komprehensif terhadap Y, sehingga model ini merupakan model estimasi yang dianggap paling dapat memestimasi jumlah penjualan mendekati kondisi sesungguhnya. Dalam program yang dibangun dengan nama MiSEP-ES, proses deteksi dini dimasukkan ke dalam menu estimasi. Pada menu ini ditampilkan model

264 238 estimasi dengan menggunakan teknik back propagation network. Estimasi terdiri atas proses training dan pendugaan. Pada proses estimasi ditentukan struktur data yang menunjukkan variabel bebas dan variabel tidak bebas yang akan dimasukkan ke dalam model. Gambar 76. Struktur Data Proses Estimasi Nilai Kinerja UMK Makanan Ringan Proses training dimaksudkan untuk menghasilkan estimasi dengan tingkat kesalahan atau mean square error (MSE) minimum. Pada MSE minimum akan diperoleh persamaan matematis melalui proses interpolasi untuk memprediksi nilai penjualan keripik pisang pada berbagai harga bahan bau (pisang mentah) dan harga jual (keripik pisang).

265 239 Gambar 77. Proses Training dengan Teknik Back Propagation Network Gambar 78. Proses Prediksi Nilai Penjualan Keripik Pisang dengan Teknik Jaringan Syaraf Tiruan

266 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Model Manajemen strategi Evaluasi Kinerja UMK makanan ringan menggunakan pendekatan strategi berbasis sumberdaya, pengetahuan, dan risiko dapat dijadikan sebagai dasar daya saing bagi UMK makanan ringan. Alternatif indikator kinerja dibangun berdasarkan kajian teoritis, survey lapangan, dan elisitasi pendapat pakar menghasilkan 116 alternatif indikator kinerja UMK makanan ringan. Studi kasus dilakukan pada usaha mikro dan kecil pengolahan keripik pisang di Propinsi Lampung menghasilkan 46 alternatif indikator kinerja utama UMK makanan ringan dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian dengan OWA Operators menghasilkan 22 indikator kinerja kunci (IKK) yang menjadi dasar dalam pengukuran kinerja UMK makanan ringan. Pembobotan IKK menggunakan teknik fuzzy AHP menggunakan pendekatan triangular fuzzy number bertujuan untuk mengkonversi penilaian yang bersifat linguistik (linguistic label). Hasil pembobotan digunakan sebagai input pengukuran kinerja dengan menggunakan prinsip-prinsip Balanced Scorecard. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa lingkungan eksternal memiliki nilai prioritas paling tinggi (43.5%), diikuti oleh lingkungan internal (20.6%), rencana strategis (15.9%), pertumbuhan dan pembelajaran (9.09%), proses bisnis internal (5.06%), pelanggan (3.20,%), dan keuangan (2.64%). Pada level alternatif, pada perspektif lingkungan eksternal bobot prioritas tertinggi adalah indikator kapasitas produksi (53.8%), sedangkan pada perspektif lingkungan internal adalah indikator replikabilitas (62.7%). Pada perspektif rencana strategis bobot prioritas tertinggi adalah indikator kenaikan pendapatan per tahun (68.3%), dan pada perspektif pertumbuhan pembelajaran adalah indikator tingkat kemampuan pekerja (62.7%). Pada perspektif proses bisnis internal, bobot prioritas tertinggi adalah indikator banyaknya bahan baku terbuang (45.7%), pada perspektif pelanggan adalan jumlah pelanggan yang dipertahankan per tahun (60.9%), dan pada perspektif keuangan adalah profit perusahaan (62.7%). Nilai prioritas tersebut menggambarkan bobot kepentingan perspektif dan IKK dalam proses pengukuran kinerja.

267 241 Perbaikan kinerja dilakukan setelah membandingkan hasil pengukuran kinerja dengan nilai target kinerja. Target kinerja diperoleh dari penentuan best practices dengan menggunakan pendekatan benchmarking dan teknik Fuzzy AHP. Perbaikan kinerja dilakukan terhadap IKK yang dikategorikan ke dalam level kinerja buruk dan sedang, sedangkan untuk IKK yang dikategorikan baik tidak dilanjutkan ke proses perbaikan. Perbaikan kinerja dilakukan dengan menggunakan teknik Quality Function Deployment sehingga dihasilkan prioritas perbaikan IKK dan rekomendasi perbaikannya. Dasar-dasar penentuan rekomendasi dilakukan berdasarkan justifikasi pakar dan kajian terhadap referensi dan teori yang relevan. Model manajemen strategi evaluasi kinerja UMK makanan ringan yang mengambil studi kasus pada UMK pengolahan keripik pisang juga merupakan bentuk temuan baru dari penelitian ini, sehingga dapat disebut sebagai novelty (kebaruan) dalam beberapa hal, yaitu (1) memberikan manfaat teoritis pengembangan teori pengukuran kinerja dan teori evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil di Indonesia, (2) memberikan manfaat praktis bagi pelaku usaha mikro dan kecil makanan ringan dalam penentuan strategi evaluasi kinerja usaha, dan (3) sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam upaya pengembangan usaha mikro dan kecil makanan ringan di Indonesia, dengan memanfaatkan teori evaluasi kinerja maupun sistem majamen ahli yang telah dihasilkan. Model evalusai kinerja UMK makanan ringan yang didasarkan pada prinsipprinsip manajemen strategi menghasilkan suatu proses evaluasi kinerja berkelanjutan yang dapat dilakukan secara periodik dengan umpan balik untuk mengetahui peningkatan level kinerja UMK pada setiap periode proses pengukuran dan perbaikan kinerja UMK. Sistem Manajemen Ahli (SMA) evaluasi kinerja UMK makanan ringan dibangun sebagai fasilitas bagi pengguna, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses evaluasi. Sistem manajemen ahli evaluasi kinerja UMK makanan ringan diberi nama MiSEP-ES (Micro and Small Enterprises Perfomance Evaluation Sistem). Pemanfaatan SMA terkomputerisasi bertujuan untuk meminimasi waktu implementasi model evaluasi kinerja UMK makanan ringan dibandingan dengan implementasi model secara manual. SMA terkomputerisai dapat dimanfaatkan secara langsung oleh para pengambil keputusan atau kebijakan dalam upaya pengembangan usaha mikro dan kecil

268 242 makanan ringan di Indonesia yang dengan kemampuan intelektualitasnya dapat mengakses program SMA secara langsung, seperti misalnya Departemen Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMK, dan lembaga atau institusi terkait lainnya. Hasil pengukuran kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (rating) UMK dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index atau CPI). Selain itu perubahan dapat dilakukan secara interaktif untuk mengetahui perubahan tingkat kinerja akibat perubahan indikator yang bersifat dinamis, terutama yang berasal dari lingkungan eksternal. Model deteksi dini dengan teknik Jaringan Syaraf Tiruan memungkinkan untuk mengetahui perubahan tingkat kinerja akibat perubahan indikator yang bersifat dinamis, terutama yang berasal dari lingkungan eksternal, yaitu harga bahan baku dan harga jual produk. Penggunaan model manajemen strategi evaluasi kinerja secara bersama-sama antara usaha mikro dan usaha kecil memungkinkan beberapa indikator kinerja tidak terukur pada beberapa usaha mikro, disebabkan oleh keterbatasan data yang mampu ditampilkan oleh suatu usaha mikro, sehingga dalam proses evaluasi kinerja dilakukan identifikasi IKK yang spesifik untuk setiap UMK. Saran 1. Penguatan kelembagaan hingga ke level unit usaha perlu dikembangkan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan jiwa kewirausahaan pelaku UMK, meliputi perpajakan, administrasi perizinan, dan penyediaan instrumen pembiayaan. 2. Penggunaan model manajemen strategi evaluasi kinerja secara bersama-sama antara usaha mikro dan usaha kecil memungkinkan beberapa indikator kinerja tidak terukur pada beberapa usaha mikro, disebabkan oleh keterbatasan data yang mampu ditampilkan oleh suatu usaha mikro, sehingga perlu dilakukan pemisahan database untuk usaha mikro dan kecil pada proses identifikasi indikator kinerja kunci.

269 Dari sisi penggunaan teknik evaluasi, perlu dilakukan penyempurnaan bangunan model evaluasi kinerja dengan menggunakan pendekatan penilaian yang bersifat fuzzy pada seluruh tahap evaluasi untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat dan tidak bias dalam penilaian pakar.

270 DAFTAR PUSTAKA Anderson LK dan Clancy DK Cost Accounting. Boston: Richard D Irwin. Anthony AA, Rajiv DB, Kaplan RS, Young SM Management Accounting. Edisi kedua. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Anthony RN dan Dearden J Management Control System: Text and Cases. Illinois: Richard and Irwin, Inc. Anthony RN dan Govindajaran V Management Control System. Illinois: Richard and Irwin, Inc Ameen D A System Performance Evaluation. J of Systems management : Astawan M Pisang Buah Kehidupan. Kompas. Com/kesehatan/news/0508/10/07 [18 Agustus 2005]. Russel B Human Resource Management: An Experiental Approach. Singapore: Mc Graw Hill. Blocher EJ, Chen KH, dan Lin TW Cost Management: A Strategic Emphasis. Irwin: Mc.Graw Hill. Bogan C.E dan English M.J Benchmarking for Best Practices: Winning Through Innovative Adaptation. New York: McGraw-Hill, Inc. [BPS] Biro Pusat Statistik Susenas Jakarta:BPS. [BSN] Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Keripik Pisang. Jakarta: BSN. Child J Strategic Choice in The Analysis of Action, Structure, Organization and Environment: Retrospect and Prospect. Organization Studies. 18: Cohen L Quality Function Deployment: How To Make QFD Work for You. Massachusetts: Addison Wesley. Christopher WF The Starting Point: Company Mission. Di dalam Christopher WF dan Thor CG, editor. Handbook for Productivity Measurement and Improvement. Portland, Oregon: Productivity Press. Hlm David FR Manajemen Strategis: Konsep. Ed ke-7. Alih Bahasa : Sindoro A, penerjemah. Jakarta: Prenhallindo. Terjemahan dari: Concepts of Strategic Management. Dale BG Managing Quality. New York: Prentice Hall. [Deperindag] Departemen Perindustrian dan Perdagangan Rencana Induk Pengembangan IKM Volume ke-1, Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah. Jakarta: Deperindag. [Deperindag] Departemen Peindustrian dan Perdagangan Rencana Induk Pengembangan IKM Volume ke-2, Kebijakan dan Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil dan Menengah. Jakarta: Deperindag

271 [Deperindag] Departemen Peindustrian dan Perdagangan Rencana Induk Pengembangan Usaha dagang Kecil dan Menengah (RIP-UDKM) Jakarta: Deperindag. [Deperindag] Departemen Perindustrian dan Perdagangan Profil Investasi Industri Kecil Ceriping Pisang. Jakarta: Deperindag. [Depkop dan PPK] Departemen Koperasi dan Pembinaan Industri kecil Undang- Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 tentang Industri kecil. Jakarta. [Deptan]Departemen Pertanian Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis. Deptan.go.id [20 Desember 2005] [Deptan] Departemen Pertanian Statistik Produksi Hortikultura Tahun Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. Dewan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Industri Sumatera Barat. Keripik Pisang. [4 januari 2006] Dilworth JB Production and Operaions Management. Singapore: McGraw-Hill. [DKPP] Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung Data Industri Kecil Menengah Propinsi Lampung. Proyek PIKM Propinsi Lampung. Bandar Lampung. Eriyatno Ilmu Sistem. Volume ke-1. Bogor: IPB Press. Febransyah A dan Utarja JB Product Concept Selection Using A Fuzzy nalytic Hierarchy Process. Proceeding of ISAHP; Bali, 7-9 Agustus hlm Fischer JG Contingency Theory, Management Control System and Firm Outcome: Past Result and Future Direction. Behavioral Research in Accounting. 10: Forsman S Resource-based Strategy Analysis: A Case of Local Food Processing Firms in Finland. Proceeding of The Food Sector in Transition-Nordic Research Seminar; Oslo, May hlm Fuller R OWA Operators in Decision making. Di dalam: Carlson C, editor. Exploring the Limits of Support System. Volume ke-3., Abo: TUCS General Publication. hlm Gilad B Early Warning Using Competitive Intelligence to Anticipate Market Shift, Control Risk, and Create Powerful Strategies. New York: Amacom Gowen S Bananas and Plantains. London: Chapman & Hall. Gupta and Govindarajan Business Unit Strategy, Managerial Characteristic, and Business Unit Effectiveness at Strategy Impelemntation. Di dalam Wheelen TL and Hnger D Strategic Management and Bussines Policy. Fourth Edition. New York: Addison Wesley Publishing Company. Hambali E, Suryani A, dan Purnama W Membuat Keripik Pisang Aneka Rasa. Seri Industri Kecil. Jakarta: Penebar Swadaya. Hamel G dan Prahalad CK The Core Competencies of The Corporation. Harvard Business Review. 68: Heryadi Pengembangan Usaha Mikro. [20 Desember 2005]

272 Hofsetz K dan Lopes CC Crispy Banana Obtained by The Combination of A High Temperature and Short Time Drying Stage and A Drying Process. Brazilian J of Chemical Engineering. 22: Hunger J D dan Wheelen TL Manajemen Strategis. Agung J, penerjemah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Terjemahan dari: Strategic Management. Huseini M Mencermati Misteri Globalisasi. Orasi Ilmiah. Jakarta: Universitas Indonesia. Jauch LR dan Glueck WF Business Policy and Strategic Management. Ed ke-5. Singapore: Mc Graw-Hill International Editions. Kaplan R dan Norton DP The Balanced Scorecard:Translating Strategy Into Action. Ed ke-1. Boston: Harvard Bussines School Press. Karlof, B and S. Ostblom Benchmarking. Chichester: John Wiley & Sons. Kelly K The Big Store May Be on Aa Big Role. Business Week. hlm Kim L Imitation to Innovation: The Dynamic of Korea s Technological Learning. Boston: Harvard Business School Press. [KR&T, LP UNILA] Kementrian Riset dan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas Lampung Laporan Akhir Pelaksanaan Kajian Strategi Pengembangan Agroindustri Unggulan Strategis Nasional. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Kusumadewi S Artificial Intelligence (Teknik Aplikasinya). Yogyakarta: Graha Ilmu. Law AM dan Kelton WD Simulation Modelling and Analysis. New York: McGraw-Hill. Lee SF, KK Lo, RF Leunbg and ASO Ko Formulation Framework for Vocational Education: Integrating SWOT Analysis, Balanced Scorecard, QFD Methodology and MBNQA Education Criteria. Managerial Auditing J. 15: Lynch R and Cross KF Performance Measurement System; Handbook of Cost Management. New York: Warren Gorham Lamont. Longenecker, JG, Moore CW, dan Petty JW Small Business Management, An Entrepreneurial Emphasis. Ed ke-11. Singapore:Thomson Learning Asia. Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria majemuk. Jakarta: PT Grasindo. [Mennegkop & PKM, BPS] Kementerian Negara Koperasi dan PKM, BiroPusat Statistik Jumlah Unit Industri kecil dan Menengah Menurut Sektor. Jakarta: Kantor Menteri Negara Koperasi dan PKM. Ma arif, MS dan Tanjung H Teknik-teknik Kuantitatif Untuk Manajemen Jakarta: Grasindo. MacMann P and Nanni AJ Is Your Company Really Measuring Performance?. Management Accounting; Edisi November. hlm Mitra A Fundamentals of Quality Control and Improvement. New York : Macmillan Publishing Company.

273 Milliken FJ Three Types of Perceived Uncertainty About The Environment State, Effect, and Respon Uncertainty. Academic of Management Review. 12: Mintzberg H Stragey Formulation: School of Though. Di dalam: Frederickson JW, editor. Perspective on Strategic Management. New York: Harper Collins. Mulyadi Balaced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Melipatgandakan Kinerja Keuangan Perusahaan. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Mulyani S Aneka Olahan Pisang. Surabaya: Trubus Agrisarana. Murtaza MB Fuzzy-AHP Application to Country Risk Assessment. American Business Review. 21: Mikhailov L Deriving Group Priorities in Fuzzy Analytic Hierarchy Process. Proceeding of ISAHP: Bali, 7-9 Agustus hlm Nonaka I The Knowledge-Creating Company. Harvard Business Review. 6: Oakland JS Total Quality Management. London: Butterworth Heinemann Ltd. Olve NG, J Roy and W Wetter Performance Drivers: A Practical Guide to Using The Balanced Scorecard. Chicester:. John Wiley and Son. Oktavina R, Ma arif MS, Eriyatno, Hambali E Penentuan Indikator Kinerja Kunci Berdasarkan Sistem Manajemen Strategi Pada Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan Keripik Pisang. J Matematika Komputer Universitas Gunadarma. Nomor 2/Tahun XXII Edisi Agustus 2006: Halaman Oktavina R, Ma arif MS, Eriyatno, Hambali E Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan (studi Kasus: Usaha Pengolahan Keripik Pisang di Propinsi Lampung). J Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor, in press. Pawitra Patok Duga (Benchmarking): Kiat Belajar dari yang Terbaik. Manajemen dan Usahawan Indonesia.1 Bulan Januari. Th. XXIII. Pearce II JA dan Robinson RB Strategic Management: Formulation,Implementation, and Control. Ed ke-6. Illinois: Richard D. Irwin Inc. Ross JE Total Quality Management: Text, Cases, and Readings, 2nd ed. London: Kogan Page Limited. Rouse WB dan Boff KR System Design: Behavioral Perspectives on Designer, Tools, and organizations. New York : Elsevier Science Publishing Co., Inc. Saaty TL Decision Making For Leaders: The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World. Pittsburgh: RWS Publication. Simon RL A Note on Identifying Strategic Risk. Harvard Business School. 9: Singarimbun M dan Effendi S, editor Metoda Penelitian Survai. Jakarta:LP3ES Simatupang T Teori Sistem: Suatu Perspektif Teknik Industri. Yogyakarta: Andi Offset. Suryadi K dan Ramdhani MA Sistem Pendukung Keputusan: Suatu Wacana Struktural Idealisasi and Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

274 Suprapti ML Aneka Olahan Pisang: Cara Prakis Pembuatan Aneka Olahan dari Tepung Pisang, Pisang Mengkal, dan Pisang matang, Lengkap dengan Analisis Ekonominya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Surahyo Customer Relationship Management (CRM). surahyo.blogspot.com [15 Maret 2008]. Tambunan T Industri kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Tiwana A The Knowledge Management Toolkit: Practical Techniques For Building A Knowledge Management System. New Jersey: Prentice-Hall. Turban, E Decision Suport and Expert System. New York: MacMillan Publishing Company. Umar H Evaluasi Kinerja Perusahaan: Teknik Evaluasi Bisnis dan Kinerja Perusahaan Secara Komprehensif, Kuantitatif, dan Modern. Jakarta. Gramedia Ulrich KT dan Eppinger SD Product Design and Development. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Urban GL dan Hauser JR Design and Marketing of New Product. Ed ke-2. New Jersey : Prentice-Hall. Vries H de dan Margaret J The Development of a Model to Asses the Strategic Management Capability of Small-and Medium Size Business. J of Am Academy of Business. 3: Walpole RE Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia. Ward K Strategic Management Accounting. Oxford: Butter worth-heinemann Ltd. Wheelen TL dan Hunger D Strategic Management and Bussines Policy. Ed ke-4. New York: Addison Wesley Publishing Company. Yager R R Non-Numeric Multi-Criteria Multi Person Decision Making. IEEE Transaction of System. 18: Younker JN Integrated Perfomance Planning: A Major Force for Measuring and Improving Organiztion Performance; Handbook for Productivity Measurement and Improvement. Oregon: Productivity Press. Yuwono S, Sukarno E dan Ichsan M Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Sdorecard. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Zairi M Effective Bechmarking Learning From The Best. London: Chapman and Hall.

275 LAMPIRAN

276 Lampiran 1. Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Rencana Penelitian Nama Peneliti Judul Sumber dan Tahun 1. Adam EE, Foster T Quality improvement approach and performance: multisite analysis within a firm Journal of Quality Management, Volume 5, 2000, hal Ameen DA System Performance Evaluation Journal of System Management, 1989, Proquest Computing, hal Aryo D, Mardiono L, Arga D. Integrasi SWOT, Balanced Scorecard, dan QFD Proceeding 2 nd National Industrial Sebagai Alternatif Pengukuran Kinerja Perbankan Engineering Conference. Surabaya: Universitas Surabaya, Bakri A Perbaikan kualitas flavor sale pisang ambon Institut Pertanian Bogor, melalui modifikasi proses pengolahan 5. Burger K, Kameo D, Sandee H Clustering of small agro-processing firms in The International Food and Indonesia Agribusiness Management Review, 6. Efendi R Pendugaan masa simpan segar pisang Lampung dalam system penyimpanan atmosfer termodifikasi 7. Forsman S Resource-based strategy analysis: A case of local food processing firms in Finland 8. Hofsetz K dan Lopes CC. Crispy Banana Obtained by The Combination of A High Temperature and Short Time Drying Stage and A Drying Process. 9. Huseini Mencermati Misteri globalisasi: Menata-ulang strategi pemasaran internasional Indonesia melalui pendekatan resource-based Volume 2, 1999, hal Institut Pertanian Bogor, Agricultural Economics Research Institut, Helsinki, 2000 Brazilian Journal of Chemical Engineering. 22: Universitas Indonesia, Jakarta, 1999.

277 Lampiran 1. Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Rencana Penelitian (Lanjutan) Nama Peneliti Judul Sumber dan Tahun 10. Imberman W Gaining performance, sharing productivity Proquest documen ID , Leask G, Parnell A Integrating strategic groups and the resource European Managemen Journal, based perspective: Understanding the competitive Volume 23, 2005, hal process 12. Lee SF, Lo KK, Leunbg RF, Ko ASO Formulation Framework for Vocational Education: Integrating SWOT Analysis, Balanced Scorecard, QFD Methodology and MBNQA Education Criteria 13. Miles MP, Munilla LS, McClurg The impact of ISO environmental management standars on small and medium sized enterprises 14. Nugroho B Kajian institusi pelibatan usaha kecil-menengah industri pemanenan hutan untuk mendukung pengelolaan hutan produksi lestari 15. Rose C Managerial ownership and firm performance in listed Danish firms: In search of the missing link 16. Siswoputranto L Pengaruh pemakaian asam sitrat, natrium metabisufit, soda kue dan bakpuder pada pembuatan keripik pisang tanduk 17. Siswoputranto L Pengaruh pemakaian Ammonium bikarbonat dan varietas pada pembuatan keripik pisang Managerial Auditing Journal. Vol.15 No 18, hal Journal of Quality Management, Volume 4, 1999, hal Institut Pertanian Bogor, European Management Journal, Volume 23, 2005, hal Lembaga Penelitian Hortikultura dan Balai Penelitian Industri, Jakarta, Lembaga Penelitian Hortikultura dan Balai Penelitian Industri, Jakarta, 1974.

278 Lampiran 1. Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Rencana Penelitian (Lanjutan) Nama Peneliti Judul Sumber dan Tahun 18. Siebert JW, Nayga RMN, Thelen GC, Kuker D Enhancing the financial performance of small meat processor 19. Sterns JA, Peterson HC The globalization of smaller agri-food firms: a decision-making framework tested through case research 20. Papalexandris A, Loannou G, Prastacos G, An integrated methodology for putting the Eric K Balanced Scorecard 21. Hansen MH, Morrow JL, Batista J The impact of trust on cooperative membership etention, performance and satisfication: An explanatory study 22. Lestari DS Pengukuran dampak implementasi perencanaan strategic dengan menggunakan Balanced scorecard 23. Taufik Rekayasa system informasi cerdas untuk diagnosa dan perbaikan kinerja agroindustri 24. Marimin dan Suryaningsih Pengukuran dan Upaya peningkatan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus di Sebuah Perusahaan Pembuatan Ban) 25. Vries and Margaret The Development of Model to Asses the Strategic Management Capability of Small and Mediun Size Business 26. Weerawardena J Small firm competitive strategy: A conceptual model and research Proposition The International Food and Agribusiness Management Review, Volume 3, 2000, hal The International Food and Agribusiness Management Review, Volume 4, 2001, hal European Management Journal, Volume 23, 2005, hal The International Food and Agribusiness Management Review, Volume 5, 2002 hal Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Skripsi S1 Institut Pertanian Bogor, 2002 Journal of American Academy of Business : Graduate School of Management, University of Quensland

279

280 Lampiran 2. Standar Nasional Indonesia Keripik Pisang (SNI ) 1. Ruang Lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, dan cara pengemasan. 2. Acuan SNI , Cara uji makanan dan minumam. SNI , Petunjuk pengambilan contoh padatan. 3. Definisi Keripik Pisang Produk makanan ringan dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan 4. Syarat Mutu No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Khas pisang 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Renyah 2 Keutuhan % Min Kadar air, b/b % Maks. 6 4 Lemak, b/b % Maks Abu, b/b % Maks. 8 6 Cemaran Logam 6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks Seng (Zn) mg/kg Maks Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05 7 Cemaran Mikroba 7.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 1,0 x E. Coli APM/g Kapang koloni/g Maks. 1,0 x Cara Pengambilan Contoh Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI , Petunjuk pengambilan contoh padatan. 6. Cara Uji 6.1 Keadaan Cara uji, bau, rasa, warna, dan tekstur sesuai dengan SNI , Cara uji makanan dan minuman, butir 1.2.

281 6.2 Keutuhan a) Keutuhan adalah bagian dari keripik yang utuh, dinyatakan utuh bila tidak pecah kurang dari 70% setiap keripik, dan dinyatakan tidak utuh bila pecah sampai remuk. b) Keutuhan dinilai berdasarkan yang utuh dari keseluruhan isi kemasan dan dilakukan dengan memisahkan yang utuh lalui ditimbang. 6.3 Kadar air Cara uji kadar air sesuai dengan SNI , Cara uji makanan dan minuman, butir Lemak Cara uji lemak sesuai dengan SNI , Cara uji makanan dan minuman, buti Abu Cara uji abu sesuai dengan SNI , Cara uji makanan dan minumam, butir Cemaran logam Cara uji cemaran logam sesuai dengan SNI , Cara uji cemaran logam. 6.7 Cemaran mikroba Cara uji cemaran mikroba sesuai dengan SNI , Cara uji cemaran mikroba. 7. Cara Pengemasan Produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. 8. Syarat Penandaan Syarat penandaan sesuai dengan Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No /B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan mutu serta label perilanan makanan.

282 Lampiran 3. Panduan Operasional Sistem Manajemen Ahli Model Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (Micro and Small Enterprises Performance Evaluation System MiSEP-ES) PENGANTAR Aplikasi Sistem Manajemen Ahli (SMA) MiSEP-ES merupakan perangkat lunak berbasis komputer yang dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi implementasi model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan. Sistem evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan merupakan bagian disertasi yang berjudul Rancang Bangun Model Manajemen Strategi Evaluasi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil Makanan Ringan. Program SMA dirancang agar bersifat interaktif dan dapat digunakan dengan mudah. Menu utama pada SMA terdiri atas sub menu home, identifikasi, pembobotan, evaluasi, estimasi, dan informasi. 1. Instalasi Program Copy file MISEP-ES.CAB, setup.exe, dan SETUP.LST pada direktori atau drive dimana file akan ditempatkan. Ikuti semua petunjuk yang ditayangkan pada proses selanjutnya, dengan melakukan persetujuan (menekan ok atau enter ) pada setiap dialog yang ditampilkan. Jika proses instalasi berjalan dengan lancar, windows akan membuat program group baru dengan nama MiSEP-ES di all program. 2. Membuka Program Aplikasi Jalankan file instalasi MiSEP-ES dengan mengklik MiSEP-ES di all program windows. Maka akan tampil menu utama program.

283 3. Membuka Menu Log in dengan mengisi user name dan password yang telah diinformasikan pada halaman muka program berikut.

284 Isi password sesuai informasi lalu klik Lanjut, maka akan tampil menu utama sebagai berikut. Apabila ingin mengganti user dan password maka pilih sub menu home, kemudian kembali ke menu utama. 4. Identifikasi Elemen Lakukan identifikasi indikator kinerja kunci (IKK), karakteristik teknis standar (KTS), nilai hubungan antara IKK dan KTS, nilai hubungan antar KTS, dan bobot kepentingan perbaikan IKK dengan memberi penilaian terhadap setiap elemen untuk setiap pakar yang terlibat.

285 Klik disini Pilih pakar untuk mendeskripsikan pakar yang terlibat. Pilih elemen untuk mendeskripsikan elemen yang terlibat. Pilih pendapat untuk mengisi penilaian pakar terhadap setiap elemen (indikator kinerja). Maka keluar tampilan

286 Klik disini untuk mengganti pakar Beri penilaian dengan mengklik sangat rendah, rendah, sedang, tinggi atau sangat tinggi untuk setiap elemen (indikator) kinerja. Ulangi penilaian untuk semua pakar yang dilibatkan. Pilih hasil pengolahan, untuk menampilkan indikator kinerja kunci dan karakteristik teknis standar. 5. Pembobotan IKK dan penentuan Best Practices Pilih menu pembobotan, lalu pilih Bobot IKK. Maka akan keluar tampilan

287 Lakukan Agregasi jaringan Menyimpan dokumen aktif Isi fokus, kriteria, dan sub kriteria, kemudian lakukan agregasi jaringan sehingga akan dihasilkan bobot kepentingan IKK dan disimpan. Lakukan hal yang sama untuk menentukan bobot kepentingan best practices.

RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN RAKHMA OKTAVINA

RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN RAKHMA OKTAVINA RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN RAKHMA OKTAVINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RANCANG BANGUN MODEL MANAJEMEN STRATEGI

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Bertolak dari kondisi, potensi, dan prospek usaha mikro dan kecil makanan ringan, maka penelitian ini diarahkan untuk menghasilkan model untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

SISTEM EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (STUDI KASUS : USAHA PENGOLAHAN KERIPIK PISANG DI PROPINSI LAMPUNG)

SISTEM EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (STUDI KASUS : USAHA PENGOLAHAN KERIPIK PISANG DI PROPINSI LAMPUNG) Sistem Evaluasi Usaha Mikro dan Kecil... SISTEM EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (STUDI KASUS : USAHA PENGOLAHAN KERIPIK PISANG DI PROPINSI LAMPUNG) MICRO AND SMALL ENTERPRISES PERFORMANCE EVALUATION

Lebih terperinci

MODEL MANAJEMEN STRATEGIS EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN

MODEL MANAJEMEN STRATEGIS EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN MODEL MANAJEMEN STRATEGIS EVALUASI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL MAKANAN RINGAN Rakhma Oktavina Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 00 Depok

Lebih terperinci

JAMHARI KASA TARUNA NRP DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr.Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.SC

JAMHARI KASA TARUNA NRP DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr.Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.SC TESIS MM PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA DI DINAS PEKERJAAN UMUM DAERAH KOTA BLITAR DENGAN METODE BALANCED SCORECARD DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) JAMHARI KASA TARUNA NRP 9106 201 307 DOSEN

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Karakteristik Teknis Standar Kinerja UMK Makanan Ringan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Karakteristik Teknis Standar Kinerja UMK Makanan Ringan HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan dilakukan terhadap beberapa hal penting yang terlibat selama proses penelitan sehingga dihasilkannya model evaluasi kinerja usaha mikro dan kecil berbasis manajemen strategi.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAITESISDANSUMBER INFORMASI Dengan inimenyatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE BALANCE SCORECARD (STUDI KASUS PT. KITO INDONESIA) TESIS. Ida Nahriah

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE BALANCE SCORECARD (STUDI KASUS PT. KITO INDONESIA) TESIS. Ida Nahriah ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE BALANCE SCORECARD (STUDI KASUS PT. KITO INDONESIA) TESIS Diajukan sebagai salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan,

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan, proses dalam menghasilkan produk/jasa tersebut, sistem jual-beli yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Andwiani Sinarasri, Analisis Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Strategi Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. 1 Andwiani Sinarasri, Analisis Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Strategi Bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi dunia bisnis yang ada pada saat ini menuntut perusahaan untuk menempuh langkah-langkah strategik dalam menuju ke masa depan setelah terjadinya krisis ekonomi.

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN ALAT PENGUKUR KINERJA DENGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA SUB DIREKTORAT PROPERTY AND FACILITIES MANAGEMENT

ANALISIS DAN PERANCANGAN ALAT PENGUKUR KINERJA DENGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA SUB DIREKTORAT PROPERTY AND FACILITIES MANAGEMENT ANALISIS DAN PERANCANGAN ALAT PENGUKUR KINERJA DENGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA SUB DIREKTORAT PROPERTY AND FACILITIES MANAGEMENT PT. INDOSAT, Tbk. SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman diikuti juga dengan semakin banyaknya perusahaan yang tumbuh dan bersaing dengan perusahaan yang telah lebih dulu ada. Setiap pemilik perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, dunia bisnis dirasa semakin berkembang pesat dan kian mendunia.

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, dunia bisnis dirasa semakin berkembang pesat dan kian mendunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat sekarang ini, dunia bisnis dirasa semakin berkembang pesat dan kian mendunia. Persaingan yang terjadi tidak hanya antar perusahan dalam suatu negara

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD PADA KOPERASI SERBA USAHA SINAR MENTARI KARANGANYAR TAHUN 2008

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD PADA KOPERASI SERBA USAHA SINAR MENTARI KARANGANYAR TAHUN 2008 PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD PADA KOPERASI SERBA USAHA SINAR MENTARI KARANGANYAR TAHUN 2008 SKRIPSI Ditulis dan Diajukan Dengan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui. pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui. pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN... ii SURAT KETERANGAN PENELITIAN... iii LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... iv LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi HALAMAN MOTTO... vii

Lebih terperinci

PERUMUSAN KEY PERFORMANCE INDICATOR FUNGSI PENGADAAN KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD TESIS

PERUMUSAN KEY PERFORMANCE INDICATOR FUNGSI PENGADAAN KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD TESIS PERUMUSAN KEY PERFORMANCE INDICATOR FUNGSI PENGADAAN KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD TESIS DINO ANDRIAN 06060161281 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

STRATEGI EKSEKUSI DAN BALANCE SCORE CARD

STRATEGI EKSEKUSI DAN BALANCE SCORE CARD STRATEGI EKSEKUSI DAN BALANCE SCORE CARD Banyak organisasi yang mampu merumuskan rencana strategis dengan baik, namun belum banyak organisasi yang mampu melaksanakan kegiatan operasional bisnisnya berdasarkan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM PENENTUAN PRIORITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI MARLINE SOFIANA PAENDONG

METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM PENENTUAN PRIORITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI MARLINE SOFIANA PAENDONG METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM PENENTUAN PRIORITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI MARLINE SOFIANA PAENDONG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Langkah-langkah penelitian 3.1.1 Observasi di PT Pertamina Gas Pada tahap ini, dilakukan pengamatan langsung ke Departemen Sumber daya manusia PT Pertamina Gas yang

Lebih terperinci

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN BALANCED SCORECARD Disusun OLEH Bobby Hari W (21213769) Muhamad Deny Amsah (25213712) Muhammad Rafsanjani (26213070) Roby Aditya Negara (28213044) Suci Rahmawati Ningrum (28213662)

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA Oleh AIDI RAHMAN H 24066055 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

Key Performance Indicators Perusahaan

Key Performance Indicators Perusahaan Key Performance Indicators Perusahaan Cascade Strategic Visi dan Misi Unit : Corporate Unit Pelayanan Memberikan pelayanan terbaik dengan standart perbankan untuk mencapai kepuasan pelanggan. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan merupakan hal yang sangat diinginkan oleh setiap organisasi. Hal inilah yang seringkali membuat organisasi terus menerus melakukan perbaikanperbaikan yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI HASIL LAUT SRI GUNANI PARTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS BALANCED SCORECARD

ANALISIS BALANCED SCORECARD ANALISIS BALANCED SCORECARD DALAM STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUKSI DAN PEMASARAN BERAS ORGANIK PADA KELOMPOK TANI CIBEREUM JEMPOL KELURAHAN MULYAHARJA, KECAMATAN BOGOR SELATAN KOTA BOGOR Oleh LISA MAYASARI

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja pada sistem klaster agroindustri hasil laut di Indonesia ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi ini, keberhasilan dan kegagalan suatu perusahan tidak dapat diukur

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi ini, keberhasilan dan kegagalan suatu perusahan tidak dapat diukur BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengukuran kinerja perusahaan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan tersebut telah tercapai. Pengetahuan mengenai kondisi yang terjadi

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI Oleh : Ongki Wiratno PROGRAM STUDI MAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 @ Hak cipta

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS A. TUJUAN PEMBELAJARAN. Adapun tujuan pembelajaran dalam bab ini, antara lain : 9.1. Mahasiswa mengetahui tentang sistem pertanggungjawaban

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR. Oleh : YULI HERNANTO H

PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR. Oleh : YULI HERNANTO H PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR Oleh : YULI HERNANTO H 24076139 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. laporan ini mungkin masih banyak terdapat kesalahan dan penulis menyadari

KATA PENGANTAR. laporan ini mungkin masih banyak terdapat kesalahan dan penulis menyadari KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul; ANALISIS PENGUKURAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

METODA PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian. Mulai

METODA PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian. Mulai 45 METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Semakin ketatnya persaingan produk agroindustri pangan merupakan tantangan bagi industri dalam memenuhi harapan konsumen, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

GITA ASTETI GINTING DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

GITA ASTETI GINTING DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD); (Studi Kasus Japanese Mathematics Center Sakamoto Method Cabang Multatuli Medan) SKRIPSI GITA ASTETI GINTING 100823002

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 55 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Membangun agroindustri yang tangguh dan berdaya saing tinggi seharusnya dimulai dengan membangun sistem jaringan rantai pasokan yang tangguh dan saling menguntungkan

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANA MARNIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT NURUL YUNIYANTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN MARLIA PRATIWI.

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Balanced Scorecard, employee performance. viii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Keywords: Balanced Scorecard, employee performance. viii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT Balanced Scorecard (BSC) is a performance measurement system that not only measure performance through the financial perspective, but through nonfinancial perspective as well. Balanced Scorecard

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD KINERJA Kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD (Studi Kasus pada PDAM Kabupaten Banyuwangi)

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD (Studi Kasus pada PDAM Kabupaten Banyuwangi) ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD (Studi Kasus pada PDAM Kabupaten Banyuwangi) Company Performance Analysis with Balanced Scorecard Approach (A Case Study at PDAM Banyuwangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Penjelasan rinci dari masing-masing subbab dijelaskan

Lebih terperinci

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B.

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu sub sistem pembangunan nasional harus selalu memperhatikan dan senantiasa diupayakan untuk menunjang pembangunan wilayah setempat.

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengevaluasi kinerjanya sebagai bagian dari aktifitas perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengevaluasi kinerjanya sebagai bagian dari aktifitas perencanaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengukuran kinerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan untuk dapat mengevaluasi kinerjanya sebagai bagian dari aktifitas perencanaan dan pengendalian

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR Oleh: Faisal Onassis Siregar A14105670 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mendorong kebutuhan atas tanah yang terus meningkat, sementara luas tanah yang ada

Lebih terperinci

TESIS. Oleh : HARDIANSYAH /IM

TESIS. Oleh : HARDIANSYAH /IM ANALISIS PENGARUH PENDEKATAN MALCOLM BALDRIGE CRITERIA FOR PERFORMANCE EXCELLENCE TERHADAP KINERJA PT TRAKINDO UTAMA CABANG MEDAN TESIS Oleh : HARDIANSYAH 107019019/IM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara PEMETAAN STRATEGIC BUSINESS UNIT (SBU) PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD DI PT. MAHA KERAMINDO PERKASA

Universitas Bina Nusantara PEMETAAN STRATEGIC BUSINESS UNIT (SBU) PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD DI PT. MAHA KERAMINDO PERKASA Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Ganjil 2004/2005 PEMETAAN STRATEGIC BUSINESS UNIT (SBU) PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN PENERIMAAN RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) KABUPATEN BOGOR HASTUTI

STRATEGI PENINGKATAN PENERIMAAN RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) KABUPATEN BOGOR HASTUTI STRATEGI PENINGKATAN PENERIMAAN RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) KABUPATEN BOGOR HASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 34 PERNYATAAN MENGENAI KAJIAN DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERANCANGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA KANTOR CABANG UTAMA ROA MALAKA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK. Arie Kusuma Wardana H

PERANCANGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA KANTOR CABANG UTAMA ROA MALAKA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK. Arie Kusuma Wardana H PERANCANGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA KANTOR CABANG UTAMA ROA MALAKA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK Oleh : Arie Kusuma Wardana H24104109 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS BALANCED SCORECARD UNTUK MENGUKUR KINERJA PERUSAHAAN PADA PT BANK RIAU KEPRI SKRIPSI OLEH ELVIS PRASETYO NIM:

ANALISIS BALANCED SCORECARD UNTUK MENGUKUR KINERJA PERUSAHAAN PADA PT BANK RIAU KEPRI SKRIPSI OLEH ELVIS PRASETYO NIM: ANALISIS BALANCED SCORECARD UNTUK MENGUKUR KINERJA PERUSAHAAN PADA PT BANK RIAU KEPRI SKRIPSI OLEH ELVIS PRASETYO NIM: 10971007119 PROGRAM S.1 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia menuju era globalisasi memungkinkan kegiatan perekonomian berkembangan sedemikian rupa sehingga melewati batas-batas wilayah dan antar

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD. Oleh SITI CHOERIAH H

PENGUKURAN KINERJA PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD. Oleh SITI CHOERIAH H PENGUKURAN KINERJA PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD Oleh SITI CHOERIAH H24104026 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN RURIN WAHYU LISTRIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (Studi Kasus pada Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah II) MUHAMMAD YUSUF SULFARANO BARUSMAN SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Padang dengan pendekatan balanced scorecard. Berdasarkan hasil

BAB V PENUTUP. Padang dengan pendekatan balanced scorecard. Berdasarkan hasil BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja PDAM Kota Padang dengan pendekatan balanced scorecard. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja perusahaan dengan pendekatan

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN AHLI

SISTEM MANAJEMEN AHLI 201 SISTEM MANAJEMEN AHLI Konfigurasi model Pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem berbasis pengetahuan dikenal dengan istilah sistem manajemen ahli. (Eriyatno, 2009). Didalam sistem manajemen

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF SRI WIDAYATI, SYAMSUL MA ARIF BUNASOR SANIM.

RINGKASAN EKSEKUTIF SRI WIDAYATI, SYAMSUL MA ARIF BUNASOR SANIM. RINGKASAN EKSEKUTIF SRI WIDAYATI, 2006. Analisis Strategik Pemberdayaan Unit Pelaksana Teknis Peternakan, Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak di Bekasi. Di bawah bimbingan SYAMSUL MA ARIF dan BUNASOR SANIM.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menanggulangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja diperdesaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. menanggulangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja diperdesaan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 13,33% dan sekitar 63,37% dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian (Badan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PENGENDALIAN RISIKO KREDIT DALAM PELAKSANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO ( KASUS PADA KANTOR CABANG BANK) HC ROYKE SINGGIH

KAJIAN SISTEM PENGENDALIAN RISIKO KREDIT DALAM PELAKSANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO ( KASUS PADA KANTOR CABANG BANK) HC ROYKE SINGGIH KAJIAN SISTEM PENGENDALIAN RISIKO KREDIT DALAM PELAKSANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO ( KASUS PADA KANTOR CABANG BANK) HC ROYKE SINGGIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 KAJIAN SISTEM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan perubahan lingkungan bisnis yang pada akhirnya menimbulkan persaingan dalam industri yang semakin ketat. Jika dulu produsen yang memegang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

: IRWAN PURNOMO H

: IRWAN PURNOMO H MEMPELAJARI KINERJA PERUSAHAAN DALAM RANGKA MENCAPAI KONDISI EKSELEN DENGAN MENGGUNAKAN MALCOLM BALDRIGE CRITERIA FOR PERFORMANCE EXCELLENCE 2007 (STUDI KASUS PT. GARAM-PERSERO) Oleh : IRWAN PURNOMO H24104048

Lebih terperinci

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH. Konfigurasi Model 97 REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH Konfigurasi Model Model untuk sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dirancang dalam satu paket

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Perumusan key..., Dino Andrian, FE UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Perumusan key..., Dino Andrian, FE UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang terkandung di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 berisikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang diangkatnya penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika dalam penulisan laporan

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian IV. METODA PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Komoditi sapi potong merupakan sumber daya lokal yang sangat potensial dikembangkan di Sumatera Barat. Pengembangan sapi potong di Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien sehingga visi perusahaan dapat tercapai. Sebagai konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien sehingga visi perusahaan dapat tercapai. Sebagai konsekuensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya kinerja perusahaan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan persaingan. Ditambah lagi dengan adanya era pasar bebas, menuntut setiap perusahaan

Lebih terperinci

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013 103 PENENTUAN LOKASI INDUSTRI PALA PAPUA BERDASARKAN PROSES HIERARKI ANALITIK (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ) DAN APLIKASI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci