ANALISIS NUMERIK UNTUK IMMUNOTHERAPY PADA INFEKSI HIV-1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS NUMERIK UNTUK IMMUNOTHERAPY PADA INFEKSI HIV-1"

Transkripsi

1 1 ANALISIS NUMERIK UNTUK IMMUNOTHERAPY PADA INFEKSI HIV-1 ROSIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Numerik untuk Immunotherapy pada Infeksi HIV-1 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Febuari 2010 Rosidah NRP G

3 3 ABSTRACT ROSIDAH. Numerical Analysis for Immunotherapy on HIV-1 Infection. Under direction of AGUS KARTONO and IRZAMAN Using an mathematical model which describes the interaction of immune system with the human immunodeficiency virus (HIV), we introduce immunotherapy with the used cytokine interleukin-2 (IL-2) may boost the immune respone to fight HIV infection. The typical disease dynamics based on the phenomenon of interactions between the two populations, that are uninfected CD4 + T cells and free virus. With comparison model to existing experimental data, we can better understand what mechanisms of immune-viral dynamics are necessary to produce the typical disease dynamics. We also consider effects of IL- 2 treatment on viral growth and CD4 + T cell population dynamics. We show that the method giving doses, that the use dose level and initial level CD4 + T cells before treatment are the play an important role in determining the outcome therapy. Then prediction of the immunotherapy to this model can be increasing of the level CD4 + T cells and that does not stimulate viral replication. Keyword : HIV, CD4 + T cells, immunotherapy, mathematical model

4 4 RINGKASAN ROSIDAH. Analisis Numerik untuk Immunotherapy pada Infeksi HIV-1. Dibimbing oleh AGUS KARTONO dan IRZAMAN. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pada dasarnya adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh, yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodevviciency Virus) suatu Retrovirus yang termasuk dalam famili Lentivirus, virus ini memiliki kemampuan replikasi balik yang dapat menyandera sel inang untuk digunakan sebagai mesin replikatif dalam memproduksi dirinya sendiri, maupun zat yang diinginkan oleh virus itu sendiri. Dengan adanya kemampuan yang unik dari virus ini menyebabkan penyakit ini tidak bisa diobati atau disembuhkan. Ada beberapa pilihan jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan HIV yang dapat ditawarkan apabila jumlah sel CD4 + telah diketahui secara pasti, antara lain dengan antiretroviral (ARV) yang terbagi lagi menjadi beberapa golongan yaitu: NRTI, NNRTI, PI dan FI. Pengobatan HIV dengan menggunakan ARV bertujuan menekan produksi virus dan penggunaannya bersifat kombinasi karena adanya resistansi dan mutasi dari virus. Pengobatan lain adalah dengan cara immunotherapy dengan menggunakan interleukin-2 (IL-2). Tipe pengobatan ini dapat menaikkan sistem imun yang dapat membantu tubuh melawan terhadap infeksinya sendiri. Usaha untuk menaikkan respon imun akan cocok untuk mengurangi muatan virus. Ini membawa harapan baru untuk pengobatan infeksi HIV, dan tipe pengobatan ini yang akan kami pelajari. Interleukin-2 (IL-2) adalah sebagian besar dari Sitokinin yang merupakan protein yang dibuat oleh tubuh. T-sel pembantu, sejenis sel darah putih, menghasilkan IL-2 ketika mereka sedang dirangsang oleh infeksi. Percobaan klinik itu memperlihatkan ada korelasi yang tinggi antara konsentrasi IL-2 rendah dan penurunan jumlah sel T CD4 + dengan progresi penyakit. Ini adalah petunjuk untuk mengurangi IL-2 pada level yang tidak dapat ditemukan dalam nodus limfa pada semua tingkatan penyakit. Pasien yang menggunakan IL-2 memiliki peningkatan besar dalam jumlah CD4 +. IL-2 disebut modulasi kekebalan. IL-2 merangsang sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan jumlah sel CD4. Sejak IL-2 telah memperlihatkan pengembalian beberapa fungsi imun yang menjadi lemah oleh infeksi HIV. Kami mengembangkan model matematika yang menggambarkan dinamika progresi penyakit HIV, kemudian kami coba memasukkan fungsi pengobatan immunotherapy dengan menggunakan IL-2 untuk melihat interaksi antara populasi virus dan populasi sel T CD4 + pada pasien yang terinfeksi HIV-1. Kemudian kami mencoba menvalidasi model tersebut dengan data dari hasil eksperimen yang didapat dari beberapa literatur. Kami mengembangkan sebuah model progresi penyakit HIV dari individu yang tidak diobati, kemudian kami menunjukkan model matematika dari immunotherapy berdasarkan persamaan diferensial biasa (ODE) untuk melihat dinamika populasi virus dan populasi sel T CD4 + dari penyakit HIV.

5 Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model matematika immunotherapy pada infeksi HIV dan mengembangkan strategi pengobatan dalam memprediksi hasil immunotherapy pada infeksi HIV. Penelitian ini menjadi dasar acuan teori biofisika tentang dinamika terapi imun pada infeksi HIV dan juga diharapkan dapat digunakan pada penyakit yang memiliki kesamaan dengan mekanisme sistem infeksi virus lainnya seperti tuberkolosis (TBC) dan sel kanker/tumor. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa komputer AMD Turion X2 Dual-Core (U405D), 4,0GB of RAM. Software yang digunakan untuk proses komputasi adalah bahasa pemprogaman Matlab R2008b dari Mathwork, Inc. Untuk mendukung penelitian ini sumber referensi yang digunakan selain buku (literature) juga berbagai informasi yang di peroleh dari internet yang diakses dari Laboratorium. Pembuatan program dengan mengunakan bahasa pemprograman Matlab R2008b yang diperlukan untuk memudahkan perhitungan secara numerik, juga memudahkan dalam pembuatan grafik solusi persamaan, baik ruang fasa maupun laju perubahan populasi pada model immunotherapy infeksi HIV. Dari solusi numerik dari model progresi HIV diketahui bahwa dinamika penyakit HIV dari individu yang tidak diobati terjadi kurang lebih 6 tahun. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah populasi sel T CD4 + sampai ke batas nol dan peningkatan terus-menerus dari populasi virus ke batas tak terhingga dari nilai awal set point yang ditentukan. Terapi IL-2 dengan cara suntik subkutan menggunakan dosis rendah r(t) = tidak bisa meningkatkan jumlah sel T CD4 +, baik itu pada tahap asimptomatik maupun tahap simptomatik. Dengan menggunakan dosis sedang r(t) = 0.003, pada tahap asimptomatik (T(0) = 347 mm 3 ) terjadi peningkatan jumlah sel T CD4 + selama 6 bulan terapi sebesar 156 mm 3, dan jumlah populasi virus mengalami penurunan sebesar ml selama 6 bulan. Tetapi jika pengobatan dilakukan pada tahap simptomatik (T(0) = 100 mm 3 ), dengan menggunakan dosis sedang tidak bisa meningkatkan jumlah sel T CD4 +. Untuk terapi dengan menggunakan dosis tinggi r(t) = 0,006 pada tahap asimptomatik maupun tahap simptomatik terjadi kenaikan jumlah sel T CD4 +. Pada tahap asimptomatik kenaikan terjadi cukup besar yaitu sebesar mm 3 selama 6 bulan, sedangkan pada tahap asimptomatik kenaikannya yang terjadi tidak cukup signifikan, selama 6 bulan terapi masih belum melewati batas tahap simptomatik. Dari data eksperimen terapi menggunakan dosis tinggi bisa menimbulkan efek toksis atau beracun pada individu tertentu, jadi terapi dengan dosis tinggi hanya bisa digunakan pada individu tertentu. Terapi IL-2 dengan cara infus intravena dimana dimulai dengan dosis besar dan berakhir dengan dosis kecil, pada tahap asimptomatik bisa meningkatkan jumlah sel T CD4 + sebesar mm 3 selama 12 bulan. Sedangkan pada tahap simptomatik terjadi penurunan jumlah sel CD4 + selama 12 bulan. Pada saat penyakit sudah masuk tahap simptomatik (T(0) = 100 mm 3 ) pengobatan dengan menggunakan terapi IL-2 pada infeksi HIV-1 baik itu dengan cara suntik subkutan maupun dengan cara infus intravena, rata-rata tidak bisa meningkatkan jumlah sel T CD4 +. Hal ini menunjukkan bahwa terapi mengalami kegagalan. Sedangkan pada tahap asimptomatik (T(0) > 200 mm 3 ) rata-rata bisa meningkatkan jumlah sel T CD4 +, baik itu dengan cara suntik subkutan maupun 5

6 6 dengan infus intravena. Tetapi dari kedua cara pemberian dosis, cara yang paling aman digunakan adalah dengan menggunakan suntik subkutan karena efek toksik yang ditimbulkan lebih bisa ditoleransi dari pada menggunakan cara suntik subkutan. Dan dosis IL-2 yang paling optimal adalah r(t) = , karena dengan menggunakan dosis ini akan didapatkan hasil yang mendekati hasil data eksperimen serta tidak bersifat toksis atau beracun. Dengan menggunakan dosis ini selama 6 bulan jumlah sel T CD4 + mengalami peningkatan sebesar mm 3. Berdasarkan model immunotherapy pada infeksi HIV yang kami sajikan dan dengan pemahaman berbagai aspek efek terapi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dinamika progresi penyakit HIV dapat nilai dari penurunan jumlah sel T CD4 + dan peningkatan jumlah virus ke nilai yang tak terhingga. Immunotherapy dengan menggunakan IL-2 dapat meningkatkan jumlah sel T CD4 +, tetapi tidak bisa mengurangi jumlah virus HIV sampai habis, jadi dapat memperlambat penyakit HIV ke tingkatan oportunistik. Dosis IL-2 yang optimal adalah dosis yang dapat meningkatkan jumlah sel T CD4 + secara signifikan, tetapi bersifat tidak toksik/beracun dan tidak meningkatkan replikasi virus. Immunotherapy dengan IL-2 dapat digabung dengan terapi/pengobatan lainnya untuk menghindari mutasi dan resistansi dari virus HIV. Cara pemberian dosis, jumlah dosis yang di berikan dan jumlah sel T CD4 + awal dimulai terapi adalah hal utama yang menentukan hasil terapi yang optimal. Kata kunci: HIV, sel T CD4 +, immunotherapy, model matematika

7 7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8 8 ANALISIS NUMERIK UNTUK IMMUNOTHERAPY PADA INFEKSI HIV-1 ROSIDAH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Akhiruddin Maddu. M, Si 9

10 10 Judul Tesis Nama N R P : Analisis Numerik untuk Immunotherapy pada Infeksi HIV-1. : Rosidah : G Disetujui Komisi pembimbing Dr. Agus Kartono, M.Si Ketua Dr. Ir. Irzaman, M.Si Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Agus Kartono, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian: 12 Maret 2010 Tanggal Lulus: 17 Maret 2010

11 11 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, anugrah dan kasih sayang-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan karya ilmiah yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2009 dengan judul Analisis Numerik untuk Immunotherapy pada Infeksi HIV-1, sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Magister Sains pada Program Studi Biofisika, Sekolah Pascasarjana IPB. Penyusunan penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Agus Kartono, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Irzaman, M.Si selaku pembimbing atas segala bimbingan dan motivasinya yang diberikan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bulungan Propinsi Kalimantan Timur yang telah memberikan beasiswa kepada penulis, pihak-pihak terkait yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu termasuk teman-teman sejawat yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan karya selanjutnya. Semoga hasil penulisan ini dapat menjadi wacana yang memberikan wawasan yang bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Febuari 2010 Rosidah

12 12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Muara Muntai pada tanggal 8 April 1981 dari seorang ayah bernama Hamran AB dan ibu Juwita. Penulis merupakan putri keempat dari sebelas bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman, lulus pada tahun Pada tahun 2008, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Sains Program Studi Biofisika di Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Unggulan Daerah Kabupaten Bulungan Propinsi Kalimantan Timur. Penulis bekerja sebagai guru di SMP Negeri 2 Tanjung Palas sejak tahun 2005 di Kabupaten Bulungan Propinsi Kalimantan Timur.

13 13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiv xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 4 Ruang Lingkup Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA Model Progresi HIV Model Immunotherapy... 7 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian... 9 Peralatan... 9 Studi Pustaka... 9 Pembuatan Program... 9 Analisis Output... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Progresi Penyakit HIV Validasi Model dengan Data Eksperimen Solusi Numerik untuk Immunotherapy Terapi Suntik Subkutan Prediksi Immunotherapy dosis rendah Prediksi Immunotherapy dosis sedang Prediksi Immunotherapy dosis tinggi Terapi Infus Intravena Prediksi Immunotherapy gagal Prediksi Immunotherapy optimal SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 22

14 14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tipe dinamika dari individu yang terinfeksi HIV dari data eksperimen. Data ini diambil dari [Pennisi dan Cohen, 1996] Progresi penyakit dari individu yang tidak diobati. Simulasi numerik dari model persamaan 1 2 dengan nilai parameter dari Tabel Model terapi subkutan dari IL-2 dengan dosis rendah dimana r(t) = Model persamaan (3) dan (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4 + dan (b) untuk virus Model terapi subkutan IL-2 dengan dosis sedang dimana r(t) = Model persamaan (3) - (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4 + dan (b) untuk virus Model terapi subkutan IL-2 dengan dosis tinggi dimana r(t) = Model persamaan (3) dan (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4 + dan (b) untuk virus Terapi IL-2 dengan cara intravena. Model persamaan (3) (4) dibandingkan dengan data dari [Kovacs, 1996]. Terapi diberikan selama 6 siklus dengan interval dua bulan. Fungsi pengobatan adalah r (t) = c 1 te c 2t, dimana c 1 dan c 2 berbeda untuk 6 siklus, dimulai dengan dosis besar dan berakhir dengan dosis kecil. Siklus 1: c 1 = 0.08, c 2 = 0.4 ; siklus 2: c 1 = 0.05, c 2 = 0.4 ; siklus 3: c 1 = 0.04, c 2 = 0.4 ; siklus 4: c 1 = 0.03, c 2 = 0.5 ; siklus 5: c 1 = 0.02, c 2 = 0.5 ; siklus 6: c 1 = 0.02, c 2 = Terapi IL-2 dengan cara intravena. Pengobatan dengan model persamaan (3)-(4) dimana jumlah sel T CD4 + awal sangat rendah (tahap simptomatik). Menggunakan dosis yang tidak terlalu berbeda. siklus 1: c 1 = 0.08, c 2 = 0.4 ; siklus 2: c 1 = 0.08, c 2 = 0.4 ; siklus 3: c 1 = 0.08, c 2 = 0.4 ; siklus 4: c 1 = 0.05, c 2 = 0.4 ; siklus 5: c 1 = 0.05, c 2 = 0.4 ; siklus 6: c 1 = 0.05, c 2 = Terapi subkutan IL-2 pada pasien HIV dengan jumlah T (0) < 200 mm 3, V (0) = ml dengan menggunakan dosis IL-2 yang berbeda. (a) r(t) = (b) r(t) = (c) r(t) = dan (d) r(t) = Terapi IL-2 dengan cara intravena. Pengobatan dengan model persamaan (3)-(4) dimana jumlah sel CD4 + T awal rendah (tahap simptomatik). Menggunakan dosis yang sama dengan yang diberikan pada Gambar

15 10 Terapi subkutan IL-2 yang optimal dengan jumlah T (0) < 347 mm 3, V (0) = ml dengan menggunakan dosis IL-2 r(t) =

16 16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian Sintak plot grafik dari simulasi Progresi HIV Sintak plot grafik dari simulasi terapi suntik subkutan Sintak plot grafik dari simulasi terapi infus intravena... 26

17 17 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tahun 1983, sejenis retrovirus yang sekarang disebut human immmunodefeciency virus (HIV), telah diidentifikasikan sebagai agen penyebab AIDS. HIV merupakan pathogen paling mematikan yang pernah diketahui. Terdapat dua galur utama virus itu, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah galur yang paling luas penyebarannya dan lebih virulen. Kedua galur ini menginfeksi sel-sel yang mengandung permukaan molekul CD4 +. Molekul CD4 + pada sel T membantu interaksi antara sel T dengan sel penyaji antigen (APC). Sel-sel yang rentan terhadap pathogenesis HIV adalah sel T CD4 + dan makrofaga. Pada kedua jenis sel itu, masuknya virus tidak hanya memerlukan CD4 +, namun juga molekul protein kedua yang disebut koreseptor. Koreseptor fusin ditemukan pada sel T helper, dan CCR5 yang ditemukan pada makrofaga. Keduanya berfungsi sebagai reseptor untuk berbagai kemokin. Pertama kali, kedua sel itu dikenali sebagai koreseptor HIV, setelah ditemukan beberapa kemokin menekan infeksi HIV-1 karena berikatan dengan kedua sel itu dan menghambat reseptor kemokin pada calon sel inang. Ketika sudah berada di dalam sel, RNA HIV direkam (diduplikat) balik, dan produk DNA digabungkan ke dalam genom sel inang. Dalam bentuk provirus ini, genom virus itu mengarahkan produksi partikel virus baru. Oleh karena, retrovirus yang ada sebagai provirus selama sel yang terinfeksi itu hidup, maka antibodi akan gagal memberantas dan mengusirnya. Tantangan bagi respon humoral dan respon yang diperantarai sel adalah perubahan mutasi yang sangat sering terjadi pada setiap tingkat replikasi virus. Hal ini disebabkan, sebagian besar partikel HIV yang dihasilkan dalam individu yang terinfeksi akan sedikit berbeda dari virus yang semula menginfeksi. Penurunan jumlah virus yang jelas terlihat dalam sebagian tubuh menggambarkan suatu respon kekebalan awal terhadap HIV. Akan tetapi, penurunan awal konsentrasi HIV dalam darah adalah menyesatkan. Selama waktu itu, replikasi HIV terus terjadi dalam sel-sel nodus limfa dan menyebabkan kerusakan struktur dan fungsional di sel-sel nodus limfa. Pada waktu yang

18 18 bersamaan, konsentrasi HIV dalam darah akan meningkat. Penyebab peningkatan ini adalah proses perombakan dan perusakan jaringan limfatik, pembebasan dari jaringan ini, dan hilangnya CD4 dan sel T helper, sehingga mengakibatkan ambruknya sistem kekebalan tubuh. Sekarang ini, obat-obatan yang tampaknya memperlambat replikasi virus ketika digunakan dalam berbagai kombinasi adalah inhibitor sintesis DNA, inhibitor diduplikat balik (reserve transcriptase), seperti AZT(Zidovudine) yang diakui untuk pengobatan infeksi HIV pada tahun 1987, dan ada tiga obat lainnya DDC, DDI, dan D4T, serta inhibitor protease yang dapat mencegah suatu langkah kunci dalam sintesis protein HIV. Semua obat yang digunakan hanya bisa memperpanjang hidup, namun tidak untuk mengobati dan menyembuhkan. Banyak perlakuan kemoterapi yang bertujuan membunuh atau menghentikan pathogen, tetapi pengobatan yang mana yang bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang dapat bertindak sebagai pembantu tubuh melawan terhadap infeksinya sendiri. Pada saat ini, terus berkembang usaha untuk menaikkan respon kekebalan tubuh yang cocok untuk mengurangi muatan virus (istilah lain dari obat anti virus). Hal ini membawa harapan baru untuk pengobatan infeksi HIV dan ini adalah tipe pengobatan yang akan kami pelajari pada penelitian ini. Sitokin adalah protein hormon yang menengahi dua imun (kekebalan tubuh) alami dan imun spesifik. Sitokin sebagian besar dihasilkan dengan mengaktifkan sel (limfosit) selama sel kekebalan menengahi. Interleukin-2 (IL-2) adalah sebagian besar sitokin yang bertanggung jawab untuk mengaktifkan pertumbuhan dan diferensiasi limfosit. IL-2 banyak menghasilkan sel T CD4 +, dan menghasilkan sedikit sel T CD8 + (cytotoksit sel T, atau CTLs). Percobaan klinik memperlihatkan ada efek stimulasi-imun dari pengobatan dengan interleukin-2 (IL-2), meskipun terapi imun ini tidak mendapat izin dari pemerintah di negara maju. IL-2 dapat meningkatkan aktifitas CTL, untuk tingkat penyakit yang berbeda. IL-2 dapat meningkatkan pemulihan aktifitas sel pembunuh alami (NK) yang rusak maupun meningkatkan perbaikan pada poliklonal ekspansi dari sel T CD4 + dan CD8 +. Percobaan klinik itu memperlihatkan ada korelasi yang tinggi antara konsentrasi IL-2 rendah dan

19 19 penurunan jumlah sel T CD4 + dengan progresi penyakit [Abbas. A, 1994]. Ini adalah petunjuk untuk mengurangi IL-2 pada level yang tidak dapat ditemukan dalam nodus limfa pada semua tingkatan penyakit. Sejak IL-2 telah memperlihatkan pengembalian beberapa fungsi imun yang menjadi lemah oleh infeksi HIV, maka kami ingin mempelajari dan menganalisa penggunaan sitokin dengan menggunakan model matematika yang sudah ada. Penelitian ini akan memperkenalkan model matematik yang akan lebih banyak menggunakan pendekatan deterministik untuk membantu pemahaman dinamika penyakit. Sistem dinamika persamaan diferensial parsial biasa (ordinary differential equation (ODE)), yang akan digunakan dalam bentuk proses infeksi HIV. Perumusan Masalah a. Bagaimanakah mekanisme dari sistem imun (kekebalan tubuh) yang muncul dari dinamika penyakit HIV? b. Bagaimanakah menjelaskan dinamika infeksi HIV? c. Apakah simulasi dari model yang digunakan dalam penelitian ini memberikan hasil prediksi yang sesuai dengan kenyataan (eksperimen)? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisa model matematika dari dinamika penyakit HIV. 2. Mempelajari mekanisme dari sistem imun yang muncul dari dinamika penyakit HIV. 3. Mempelajari peranan IL-2 pada immunotherapy. 4. Untuk mengetahui dosis IL-2 yang paling optimal dalam immunotherapy pada penyakit HIV. 5. Untuk mengetahui pengaruh cara pemberian dosis IL-2 dalam immunotherapy pada penyakit HIV.

20 20 Manfaat Penelitian Penelitian ini menjadi dasar acuan teori biofisika tentang dinamika terapi imun pada infeksi HIV dan bisa digunakan untuk menetapkan atau mengembangkan strategi pengobatan pada infeksi HIV. Selain itu, mekanisme ini dapat digunakan pada penyakit yang memiliki kesamaan dengan sistem infeksi virus lainnya seperti tuberkolosis (TBC) dan sel kanker/tumor. Ruang lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi pemahaman sistem dinamika nonliniear, persamaan diferensial biasa (ODE), teori tentang sistem terapi imun dan tentang mekanisme infeksi HIV.

21 21 TINJAUAN PUSTAKA Model Progresi dari HIV Dalam model progresi dari HIV, kami menyatakan populasi sel T CD4 + yang tidak terinfeksi dalam satuan T(t)/mm 3, dan populasi yang bebas virus dalam satuan V(t)/ml yang berinteraksi di dalam plasma. Dalam [Kirschner, Kirschner, 1997a. Kirschner, 1997b] mereka memasukkan sel T CD4 + yang terinfeksi, tetapi tujuan kami disini untuk mendemonstrasikan dinamika progresi penyakit HIV dalam plasma, dengan dasar asumsi sederhana yaitu interaksi dari populasi sel T CD4 + yang tidak terinfeksi dengan virus bebas. Persamaan matematika dari model infeksi HIV yang kami gunakan adalah sebagai berikut: dt(t) dt = s 1 s 2V(t) μt t kv t T t, (1) b 1 +V(t) dv (t) dt = gv(t) b 2 +V(t) cv t T t (2) dimana dt(t) dt adalah jumlah populasi sel T CD4 +, s 1 s 2V(t) b 1 +V(t) adalah jumlah/replikasi dari populasi sel T CD4 + yang tidak terinfeksi, μt t adalah kehilangan alami dari sel T CD4 + yang tidak terinfeksi, selain itu kv t T t merupakan jumlah dari sel T CD4 + yang tidak terinfeksi menjadi terinfeksi oleh virus. Ini diasumsikan proporsional dengan hasil dari sel T CD4 + terinfeksi dengan virus. Sedangkan dv (t) dt adalah jumlah dari populasi virus, gv(t) b 2 +V(t) yang tidak adalah jumlah dari kontribusi virus ke plasma dan dari bagian luar, seperti sistem limfa maupun virus yang dihasilkan oleh sel yang terinfeksi dalam plasma. Sebagian besar hal ini diketahui dari sisa virus dalam sistem limfa yang mana terjadi dalam fase asimptomatik dari penyakit [Cavert W, Haase A, Lafeuillade A,1996]. Model ini memilih hubungan sumber virus dengan batas nilai g. Persamaan (2) juga terdapat laju kehilangan virus cv t T t, ini merupakan penggabungan dari pemindahan virus, yang disebabkan oleh semua komponen respon imun, maupun virus yang mati. Model ini juga mengasumsikan tingkat jumlah virus bergantung pada level sel T CD4 +, hal ini tidak berhubungan dengan

22 22 virus yang bebas (terlepas dari proses infeksi itu sendiri), Model ini juga memperlihatkan kapasitas umum dari sistem imun untuk membuang virus dari dalam plasma. Kami asumsikan kapasitas itu berkurang selama progresi penyakit, dan berbanding proporsional dengan level sel T CD4 +. dan (2). Di dalam Tabel 1, kami memberikan daftar parameter untuk persamaan (1) Kami memilih konstanta kelajuan dari referensi. Model ini mengasumsikan penggabungan aspek kunci dari dinamika imun HIV dan stimulasi progresi penyakit. Variabel terikat Tabel 1. Variabel dan Parameter Nilai T = Populasi sel CD4 + T yang tidak terinfeksi 1000/mm 3 V = Populasi HIV 10 3 /ml Parameter dan konstanta Nilai s 1 = sumber/produksi sel CD4 + T 2,0 mm 3 /hari s 2 = sumber/produksi sel CD4 + T 1,5 mm 3 /hari µ = Kelajuan kematian dari populasi sel CD4 + T yang tidak terinfeksi 0,002 /hari k = kelajuan sel CD4 + T menjadi terinfeksi oleh virus bebas V 2,5 x 10-4 mm 3 /hari g = kelajuan masuknya dari sumber virus ekternal 30 mm 3 /hari c = Kelajuan kematian dari virus 0,007 mm 3 /hari b 1 = campuran saturation konstan 14,0 mm 3 b 2 = campuran saturation konstan 1,0 mm 3 r (t) = fungsi pengobatan interleukin c 1 te c 2t /hari c 1 dan c 2 = parameter pengobatan variabel yang dapat diubah-ubah Pada tahap bebas penyakit T = s 1 μ dan V = 0 Kemudian, hal ini diikuti oleh tingkat bebas penyakit dalam keadaan stabil saat g < cb 2 T. Jika ketidaksamaan merupakan kebalikannya, maka populasi virus akan selalu berkembang dari level rata-rata yang sangat kecil sampai level yang tidak dapat dihindarkan oleh sel T CD4 +. Ketidaksamaan ini termasuk dalam rangka membasmi penyakit atau progresi rata-rata pengobatan penyakit, salah satunya harus cukup dapat menekan semua produksi virus (g), menaikkan jumlah sel T CD4 + (T) atau respon imun (c), atau kombinasinya. Nilai parameter dalam tabel 1 digunakan untuk sistem

23 23 persaman (1) dan (2) pada tingkat ketidak stabilan V > 0, dan sistem itu mengikuti perilaku waktu t yang meningkat, V(t) meningkat secara eksponensial, T(t) menurun sampai nol, V (t) meningkat ke g c s 1 s 2 k, T(t) bertemu pada nol, dan V(t)T(t) bertemu pada s 1 s 2 k positif dalam yang disebabkan oleh kehadiran virus., sejak sistem itu tidak bisa stabil pada kesetimbangan Model Immunotherapy Sitokin adalah protein hormon yang menengahi dua sel imunitas alami dan imunitas khusus. Imuntas alami sering dihasilkan oleh makrofaga/monocytes dalam merespon antigen yang merangsang sel T sebagai bagian dari imun khusus. Kebanyakan sitokin dalam imun khusus dihasilkan oleh limfosit yang diaktifkan. Interleukin-2 (IL-2) adalah sitokin utama yang bertanggung jawab untuk pengaktifan, pertumbuhan dan diferensiasi limfosit. Interleukin-2 (IL-2) banyak menghasilkan oleh sel T CD4 +, sedangkan sel T CD8 + dihasilkan IL-2 dalam jumlah yang sedikit. IL-2 dalam konsentrasi tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel pembunuh alami (NK), dan fungsi dari cytolytic, karena IL-2 menghasilkan limfokinase yang aktif membunuh sel (LAK). IL-2 juga sebagai pengaktif sel T dan makrofaga secara bersama-sama, sehingga seluruh tingkat sel T dan makrofaga dapat meningkat ketika melepaskan sitokin. Dasar pemikiran untuk menggunakan sitokin dalam pengobatan adalah dilihat dari kemampuannya untuk meningkatkan penengah/perantara sel imun. Ada keterangan/bukti bahwa IL-2 juga mempengaruhi produksi HIV. Hasil efek negatif dari bukti itu menunjukkan bahwa ketika tingkat HIV sudah tinggi, maka jumlah sel T CD4 + dibawah 200/mm 3. Pada pasien asimptomatik, IL-2 tidak mendukung replikasi HIV. Ada juga efek samping lain yang bisa dihasilkan dalam penghentian pengobatan, yaitu: sindrom kebocoran pembuluh sebagai efek samping toksik lainnya. Karena adanya efek pengobatan antivirus dalam kuasi-stabil, maka penggunaan model lain yang secara langsung dapat melibatkan efek dari

24 24 pengobatan antivirus pada bagian progresi penyakit [Kirschner, 1997a. Kirschner, 1997b]. persamaan: Model lain yang memasukkan IL-2 dalam penelitian ini dinyatakan dengan dt(t) dt dv (t) dt = s 1 s 2V(t) μt t kv t T t + r t T(t), (3) b 1 +V(t) = gv(t) b 2 +V(t) cv t T t (4) Persamaan (3) mengasumsikan perbaikan peningkatan dari sistem imun (kekebalan tubuh), karena IL-2 dapat meningkatkan sel T CD4 + yang berbanding dengan populasi sel rata-rata r t = c 1 te c 2t /hari, dimana t adalah nol saat awal dari setiap siklus. Pemilihan persamaan r(t) itu diasumsikan bahwa kerusakan obat terjadi secara ekponensial, tetapi efeknya tidak secara spontan. Parameter c 1 dan c 2 berkurang, karena siklus yang berturut-turut.

25 25 METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Teori, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor di mulai pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Febuari Kegiatan meliputi penelitian pendahuluan, pembuatan program, analisis output, pengolahan data dan penyusunan laporan. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa komputer AMD Turion X2 Dual-Core (U405D), 4,00 GB of RAM. Software yang digunakan untuk proses komputasi adalah bahasa pemprogaman Matlab R2008b dari Mathwork, Inc. Untuk mendukung penelitian ini sumber referensi yang digunakan selain buku (literature) juga berbagai informasi yang di peroleh dari internet yang diakses dari Laboratorium. Studi Pustaka Studi pustaka diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan yang telah dicapai dalam bidang yang diteliti. Pembuatan Program Pembuatan program dengan bahasa pemrograman Matlab R2008b diperlukan untuk memudahkan perhitungan secara numerik dan juga memudahkan dalam pembuatan grafik solusi persamaan baik ruang fasa maupun laju perubahan populasi pada model infeksi HIV-1 yang dibuat. Analisis Output Analisis output diperlukan untuk menguji apakah output yang didapat sesuai dengan teori yang ada dalam literatur. Sistematika penelitian secara lengkap dapat di lihat pada Lampiran 1.

26 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Progresi Penyakit HIV Validasi model dengan dengan data eksperimen. Untuk lebih memahami tipekal dinamika dari progresi penyakit HIV, dalam individu yang tidak diobati, kami perlihatkan dalam Gambar 1. Gambar 1. Tipe dinamika dari individu yang terinfeksi HIV dari data eksperimen. Data ini diambil dari [Pennisi dan Cohen, 1996]. Dalam gambaran ini sel T CD4 + dinyatakan turun secara linier kira-kira dari 1000/mm 3 ke 0/mm 3 selama 10 tahun. Pada waktu yang sama berangsur-angsur ada kenaikan dalam jumlah virus selama tahap asimptomatik dari penyakit dan kemudian meningkat cepat pada beberapa golongan dan berlanjut pada tahap selanjutnya yaitu AIDS. Dengan menggunakan sofware Matlab R2008b melalui solusi numerik dari persamaan (1) dan (2), dengan mensubstitusikan nilai-nilai parameter yang ada pada Tabel 1 maka diperoleh grafik dinamika progresi penyakit HIV dari individu yang tidak diobati pada Gambar 2 dibawah ini

27 Sel T CD4+/mm Virus/ml Waktu (tahun) Gambar 2. Progresi penyakit dari individu yang tidak diobati. Simulasi numerik dari model persamaan (1) (2) dengan nilai parameter dari Tabel 1. Gambar 2 diatas memperlihatkan grafik hubungan antara populasi sel T CD4 + (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t). Dimana pola yang diberikan sama dengan grafik pada Gambar 1 yang dihasilkan dari data yang diambil dari [Pennisi dan Cohen, 1996]. Penanda dari progresi penyakit HIV yaitu sel T CD4 + mengalami penurunan secara linier selama 6 tahun dari jumlah 1000 mm 3 ke 0 mm 3 dan jumlah populasi virus terus meningkat sampai tak terhingga. Solusi numerik untuk Immunotherapy Terapi suntik subkutan Untuk terapi dengan cara suntik subkutan kami menggunakan dosis interleukin-2 yang berbeda-beda pada jumlah awal sel T CD4 + dan jumlah awal virus yang sama dalam jangka waktu yang terbatas (selama 360 hari), disini kami mempelajari prediksi dari model persamaan (3) dan (4) dengan menggunakan solusi numerik, untuk melihat efek dan dosis yang tepat dari immunotherapy dengan menggunakan interleukin-2 pada penyakit HIV. Prediksi Immunotherapy dosis rendah Melalui solusi numerik dengan menggunkan software Matlab R2008b, yang dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai-nilai parameter yang terdapat pada Tabel 1 ke dalam persamaan (3) dan (4), sehingga diperoleh grafik hubungan antara populasi sel T CD4 + (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t)

28 Model simulasi Sel CD4+ /mm Data ekperimen Virus/ml Waktu (hari) Waktu (hari) (a) (b) Gambar 3. Model terapi subkutan dari IL-2 dengan dosis rendah dimana r(t) = Model persamaan (3) dan (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4 + dan (b) untuk virus. Gambar 3 di atas menunjukkan perubahan waktu untuk jumlah sel T CD4 + (T) dan jumlah populasi virus (V). Jika dosis IL-2 yang diberikan terlalu rendah dengan jumlah sel T CD4 + (T) awal adalah 347 mm 3 dan jumlah populasi virus (V) awal adalah 8547 ml, karena V(0) > 0 dan dengan menghitung nilai g < cb 2 T, dimana T adalah jumlah sel T CD4 + pada akhir terapi, maka sistem dalam keadaan tidak stabil yang berarti akan terus menurunkan jumlah sel T CD4 + pada level AIDS dan jumlah virus akan terus meningkat. Dengan dosis IL-2 r(t) = terjadi kenaikan dalam jumlah virus yang cukup tajam yaitu sebesar 5079 ml selama 6 bulan dengan peningkatan rata-rata tiap bulannya sebesar ml. Sedangkan untuk jumlah sel T CD4 + selama 6 bulan mengalami penurunan sebesar 54 mm 3 dengan rata-rata penurunan untuk tiap bulannya adalah 9 mm 3 dan akan mencapai level AIDS (timbulnya infeksi oportunistik) pada saat jumlah jumlah sel TCD4 + < 200 mm 3 pada saat t = 501 hari. Prediksi Immunotherapy dosis sedang Untuk dosis IL-2 sedang melalui solusi numerik dengan menggunakan software Matlab R2008b, yang dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai-nilai parameter ke dalam persamaan (3) dan (4), diperoleh grafik hubungan antara populasi sel T CD4 + (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t)

29 29 Sel CD4+ T (mm3) Model simulasi Data eksperimen Virus ( ml) Model simulasi Data eksperimen Waktu (hari) Waktu(hari) (a) (b) Gambar 4. Model terapi subkutan IL-2 dengan dosis sedang dimana r(t) = Model persamaan (3) - (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4 + dan (b) untuk virus. Dari gambar 4 di atas menunjukkan perubahan waktu terhadap jumlah sel T CD4 + (T) dan jumlah populasi virus (V). Dengan jumlah sel T CD4 + (T) awal dan jumlah populasi virus (V) awal adalah sama dengan jumlah yang diberikan pada terapi dosis rendah, karena adanya populasi virus maka sistem dalam keadaan tidak stabil yang berarti akan terus menurunkan jumlah sel T CD4 + dan jumlah virus akan terus meningkat. Dengan menggunakan dosis IL-2 r(t) = terjadi kenaikan jumlah sel T CD4 + selama 6 bulan, untuk data eksperimen rata-rata kenaikan untuk tiap bulannya adalah 33 mm 3, sedangkan untuk model simulasi rata-rata kenaikan tiap bulannya adalah 26 mm 3 dan akan mencapai jumlah normal (jumlah sel T CD4 + < 1000) pada saat t = 530 hari. Sedangkan jumlah populasi virus mengalami penurunan rata-rata tiap bulannya untuk data eksperimen adalah 132 ml sedangkan untuk model simulasi penurunan tiap bulannya adalah ml. Prediksi Immunotherapy dosis tinggi Pada dosis IL-2 tinggi melalui solusi numerik dengan menggunakan software Matlab R2008b, dengan cara mensubstitusikan nilai-nilai parameter ke dalam persamaan (3) dan (4), diperoleh grafik hubungan antara populasi sel T CD4 + (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t) yang dapat dilihat pada Gambar 5.

30 30 Gambar 5 di bawah menunjukkan perubahan waktu terhadap jumlah sel T CD4 + (T) dan jumlah populasi virus (V). Jumlah populasi sel T CD4 + (T) awal dan jumlah populasi virus (V) awal adalah sama dengan yang digunakan pada terapi dosis rendah, karena (V) > 0 maka sistem dalam keadaan tidak stabil yang berarti dalam jangka waktu yang lama akan terjadi penurunan jumlah sel T CD4 + dan jumlah virus akan terus meningkat. Dengan menggunakan dosis IL-2 r(t) = terjadi kenaikan jumlah sel T CD4 + yang cukup besar selama 6 bulan dengan ratarata kenaikan untuk tiap bulannya adalah ml. Nilai yang cukup besar jika dibandingkan dengan data eksperimen yang rata-rata perbulannya adalah sebesar 33 ml. Terapi dengan menggunakan dosis IL-2 yang cukup tinggi memang efektif meningkatkan jumlah populasi sel T CD4 +, tetapi penggunaan IL-2 dengan dosis tinggi dapat menimbulkan efek samping yang sangat toksik/beracun terhadap individu tertentu [Jacobson, 1996a] Model simulasi Data eksperimen Model simulasi Data eksperimen Sel CD4+ T (mm3) Virus (ml) Waktu (hari) Waktu (hari) (a) (b) Gambar 5. Model terapi subkutan IL-2 dengan dosis tinggi dimana r(t) = Model persamaan (3) dan (4) dibandingkan dengan data dari [Jacobson, 1996]. (a) untuk sel T CD4 + dan (b) untuk virus. Terapi infus intravena Dalam [Kovacs, 1996] 31 pasien yang terinfeksi HIV di terapi IL-2 dengan cara intravena melalui 6 siklus dengan setiap siklus terdiri atas 5 hari dengan interval setiap siklus adalah dua bulan. Pasien mempunyai sel T CD4 + dengan jumlah rata-rata 427/mm 3 (dengan rentang 188 sampai 753/mm 3 ) pada awal

31 31 pengobatan. Rata-rata jumlah virus pada awal pengobatan untuk semua pasien adalah 39 x 10 3 /ml (dengan rentang 9 x x 10 4 /ml). Rata-rata level dosis per siklus menurun dari 76 juta IU untuk siklus pertama menjadi 39 juta IU untuk siklus ke 6. Perubahan jumlah sel T CD4 + dan jumlah virus setelah diberi terapi dilihat selama 12 bulan. Data dari [Kovacs, 1996] dan simulasi dari persamaan (3) dan (4) diberikan dalam Gambar 6. Dalam simulasi, parameter pengobatan dipilih dari hubungan karakteristik pada pasien dalam [Kovacs, 1996] selama terapi imun. Dalam Gambar 6 memperlihatkan perubahan waktu terhadap jumlah sel T CD4 + selama diberi terapi. Rata-rata kenaikan jumlah sel T CD4 + untuk tiap bulannya pada model simulasi adalah mm 3 dan mm 3 untuk data eksperimen. Jumlah sel T CD4 + mencapai jumlah normal pada saat t = 300 hari, tetapi setelah hari ke 330 jumlah sel T CD4 + perlahan-lahan mengalami penurunan lagi. Jumlah virus tidak berubah banyak selama pengobatan dilihat dalam data [Kovacs, 1996], dan model memprediksikan muatan virus akan sedikit menurun selama dilakukannya terapi Model simulasi Data eksperimen 1000 CD4+ T Waktu (hari) Gambar 6. Terapi IL-2 dengan cara intravena. Model persamaan (3) (4) dibandingkan dengan data dari [Kovacs, 1996]. Terapi diberikan selama 6 siklus dengan interval dua bulan. Fungsi pengobatan adalah r (t) = c 1 te c 2t, dimana c 1 dan c 2 berbeda untuk 6 siklus, dimulai dengan dosis besar dan berakhir dengan dosis kecil. Siklus 1: c 1 = 0.08, c 2 = 0.4 ; siklus 2: c 1 = 0.05, c 2 = 0.4 ; siklus 3: c 1 = 0.04, c 2 = 0.4 ; siklus 4: c 1 = 0.03, c 2 = 0.5 ; siklus 5: c 1 = 0.02, c 2 = 0.5 ; siklus 6: c 1 = 0.02, c 2 = 0.5. Dalam Gambar 7 kami memberikan simulasi lain dari model persamaan (3) dan (4) dengan menggunakan nilai parameter yang ada dalam Tabel 1, tetapi dengan jumlah sel T CD4 + awal adalah 100/mm 3. Dalam simulasi ini, ketika

32 32 pengobatan di mulai terlambat (penyakit HIV sudah dalam tingkat simptomatik), kami memberikan terapi IL-2 dengan dosis yang tidak berkurang terlalu banyak (menggunakan dosis besar). Dengan menggunakan dosis yang ada pada Gambar 7, terjadi kenaikan yang cukup signifikan dalam jumlah sel T CD4 + dengan ratarata kenaikan tiap bulannya adalah mm 3. Jumlah sel T CD4 + melebihi batas tingkat simptomatik pada saat t = 90 hari CD4+ T (mm3) Waktu (hari) Gambar 7. Terapi IL-2 dengan cara intravena. Pengobatan dengan model persamaan (3)-(4) dimana jumlah sel T CD4 + awal sangat rendah (tahap simptomatik). Menggunakan dosis yang tidak terlalu berbeda. siklus 1: c 1 = 0.08, c 2 = 0.4 ; siklus 2: c 1 = 0.08, c 2 = 0.4 ; siklus 3: c 1 = 0.08, c 2 = 0.4 ; siklus 4: c 1 = 0.05, c 2 = 0.4 ; siklus 5: c 1 = 0.05, c 2 = 0.4 ; siklus 6: c 1 = 0.05, c 2 = 0.4. Prediksi Immunotherapy yang gagal Terapi pada penyakit HIV yang dilakukan dengan cara immunotherapy menggunakan IL-2 memang dapat meningkatkan jumlah populasi sel T CD4 + dan replikasi virus dapat ditekan atau bahkan berkurang. Tetapi jika pemberian terapi sudah pada tahap simptomatik dengan jumlah awal sel T CD4 + < 200 mm 3 maka pemberian terapi dengan IL-2 dengan menggunakan dosis berapa pun tidak akan meningkatkan jumlah sel T CD4 + [kovacs, 1996] bahkan immunologi mengalami penurunan selama terapi [Pahwa, 1998], baik itu terapi dengan cara subkutan maupun dengan cara infus intravena. Hasil prediksi dengan menggunakan model simulasi dari persamaan (3) (4) menghasilkan grafik pada Gambar 8 di bawah ini. Gambar 8(a) memperlihatkan terapi subkutan dengan menggunakan dosis IL-2 rendah r(t) = Terlihat dengan menggunakan dosis rendah jumlah sel T CD4 + terus mengalami

33 Sel CD4+ T Sel CD4+ T Sel CD4+ T Sel CD4+ T 33 penurunan sampai hari ke 180. Pada hari ke 180 jumlah sel T CD4 + mencapai jumlah yang sangat rendah yaitu 30 mm Waktu (hari) (a) Waktu (hari) (c) Waktu (hari) Waktu (hari) (b) (d) Gambar 8. Terapi subkutan IL-2 pada pasien HIV dengan jumlah T (0) < 200 mm 3, V (0) = ml dengan menggunakan dosis IL-2 yang berbeda. (a) r(t) = (b) r(t) = (c) r(t) = dan (d) r(t) = Gambar 8(b) memperlihatkan terapi subkutan dengan menggunakan dosis IL-2 sedang r(t) = Terlihat dengan menggunakan dosis sedang jumlah sel T CD4 + dapat bertahan selama 30 hari tanpa mengalami penurunan, tetapi setelah hari ke 31 jumlah sel T CD4 + terus mengalami penurunan sampai hari ke 180. Pada hari ke 180 jumlah sel T CD4 + mencapai jumlah 85 mm 3. Gambar 8(c) memperlihatkan terapi subkutan dengan menggunakan dosis IL-2 optimal r(t) = Terlihat dengan menggunakan dosis optimal jumlah sel T CD4 + mengalami peningkatan selama 30 hari, tetapi setelah hari ke 31 jumlah sel T CD4 + terus mengalami sedikit penurunan sampai hari ke 180. Pada hari ke 180 jumlah sel T CD4 + mencapai jumlah 98 mm 3. Melalui terapi subkutan dengan menggunakan dosis IL-2 tinggi r(t) = 0.006, Gambar 8(d) memang terlihat

34 34 peningkatan jumlah populasi sel T CD4 +, tetapi kenaikannya sangat sedikit sekali bahkan terapi selama 180 hari tidak bisa menaikkan jumlah sel T CD4 + lebih dari 200 mm 3. Sedangkan untuk populasi virus mengalami peningkatan. Dalam Gambar 9 kami memberikan simulasi lain dari model persamaan (3) dan (4) dengan menggunakan nilai parameter yang ada dalam Tabel 1, tetapi dengan jumlah sel T CD4 + awal adalah 100/mm 3. Dalam simulasi ini, ketika pengobatan di mulai terlambat (penyakit HIV sudah dalam tingkat simptomatik), terapi IL-2 secara infus intravena yang diberikan dengan dosis yang sama pada Gambar 6 tidak akan memberikan hasil yang signifikan. Walaupun jumlah sel T CD4 + mengalami kenaikan tetapi selama 360 hari diberikan terapi jumlah sel T CD4 + tidak bisa melebihi batas tahap penyakit oportunistik (>200 mm 3 ). 250 CD4+ T (mm3) Waktu (hari) Gambar 9. Terapi IL-2 dengan cara intravena. Pengobatan dengan model persamaan (3)-(4) dimana jumlah sel CD4 + T awal rendah (tahap simptomatik). Menggunakan dosis yang sama dengan yang diberikan pada Gambar 6. Prediksi Immunotherapy optimal Immunotherapy dengan menggunakan IL-2 pada infeksi HIV memang dapat meningkatkan jumlah sel T CD4 +, baik itu dengan cara suntik subkutan maupun melalui cara infus intravena. Tetapi terapi yang optimal bukan hanya bisa menaikkan jumlah sel T CD4 +, tapi juga harus bisa menekan replikasi virus dan bersifat tidak toksis [Pahwa, 1998]. Dari data [Pahwa, 1998] terapi dengan cara suntik subkutan lebih aman digunakan dibandingkan dengan cara infus intravena, karena efek samping yang ditimbulkan bisa lebih ditoleransi dibandingkan cara infus intravena. Dengan dosis IU IU/m 2 /hari dari

35 35 [Jacobson,1996] merupakan dosis yang tidak menimbulkan replikasi virus dan bersifat tidak toksik/beracun. Melalui solusi numerik dengan menggunakan software Matlab R2008b, yang dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai-nilai parameter dari tabel 1 ke dalam persamaan (3) dan (4), kami coba menvariasikan dosis yang digunakan untuk melihat hasil yang paling mendekati dengan data eksperimen [Jacobson, 1996]. Dari hasil simulasi diperoleh grafik hubungan antara populasi sel T CD4 + (T) dan populasi virus (V) terhadap waktu (t) 600 Model simulasi Data eksperimen Model simulasi Data eksperimen Sel CD4+ T Virus (ml) Waktu (hari) Waktu (hari) (a) (b) Gambar 10. Terapi subkutan IL-2 yang optimal dengan jumlah T (0) < 347 mm 3, V (0) = ml dengan menggunakan dosis IL-2 r(t) = Dengan dosis IL-2 r(t) = , populasi sel T CD4 + meningkat cepat, pada t = 180 hari mencapai mm 3 dengan rata-rata kenaikan jumlah sel T CD4 + untuk tiap bulannya adalah mm 3 dan populasi virus HIV pada t = 30 hari mengalami kenaikan dan mulai menurun setelah hari ke 30. Dan jika terapi dilanjutkan maka pada t = 450 hari jumlah populasi sel T CD4 + akan mencapai jumlah normal dalam darah yaitu sebesar 1000 mm 3.

36 36 KESIMPULAN Berdasarkan model immunotherapy pada infeksi HIV yang kami sajikan dan dengan pemahaman berbagai aspek efek terapi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Dari model dapat dilihat dinamika progresi penyakit HIV, nilai dari penurunan jumlah sel T CD4 + sampai batas nol dan peningkatan jumlah virus ke nilai yang tak terhingga dalam kurun waktu kurang lebih 6 tahun dari set point yang ditetapkan. 2. Immunotherapy dengan menggunakan interleukin-2 dapat meningkatkan jumlah sel T CD4 +, tetapi tidak bisa mengurangi jumlah virus HIV sampai nol (habis), jadi hanya dapat memperlambat penyakit HIV ke tingkatan oportunistik. 3. Dosis interleukin-2 yang optimal antara adalah dosis yang dapat meningkatkan jumlah sel T CD4 + secara signifikan, tetapi bersifat tidak toksik/beracun dan tidak meningkatkan replikasi virus. 4. Immunotherapy dengan interleukin-2 dapat digabung dengan terapi/pengobatan lainnya untuk menghindari mutasi dan resistansi dari virus HIV. 5. Cara pemberian dosis, jumlah dosis yang di berikan dan jumlah sel T CD4 + awal dimulai terapi adalah hal utama yang menentukan hasil terapi yang optimal.

37 37 DAFTAR PUSTAKA Abbas A. K., Lichtman A. H. and Pober J. S., Cellular and Molecular Immunology. WB Saunders Publ. Co., Philadelphia. Cavert W., Notermans D.W., Staskus K. et al., Kineticsof respone in lymphoid tissues to antiretroviral therapy of HIV-1 infection. Science 276, Haase A. T., Henry K., Zupancic M. et al., Quantitative image analysis of HIV-1 infection in lymphoid tissue. Science 274, Jacobson E. L, Pilaro F. Smith. K. A, Rational IL-2 therapy for HIV positive individuals: daily low doses enchance immune function without toxicity. Proc. Natl. Acad. Sci USA 93, Kirschner D.,Webb G. F., A model for treatment strategy in the chemotherapy of AIDS. Bull. Math. Biol. 58 (2), Kirschner D.,Webb G. F., 1997a. A mathematical model of combined drug therapy of HIV infection. J. Theor. Med. 1, Kirschner D.,Webb G. F., 1997b. Understanding drug resistence for monotherapy treatment of HIV infection. Bull. Math. Biol. 59 (4), Kirschner D.,Webb G. F., Immunotherapy of HIV-1 infection. J. Biological Systems. 6, Kovacs J. A.,Vogel S.,Albert J. M., et al., Controlled trial of IL-2 infusions in patients infected with HIV. New Eng. J. Med. 335, Lafeuillade A., Poggi C., Profizi N. et al., Human immunodeficiency virus type 1 in lymph nodes compared with plasma. J. Infec. Dis. 174, Pahwa S., Morales M., Interleukin-2 therapy in HIV infection. AIDS Patient Care. 12 (3), Pennisi E. and Cohen J., Eradicating HIV from a patient: not just a dream?. Science 272. p

38 LAMPIRAN 38

39 Lampiran 1 Diagram alir penelitian 39

40 40 Lampiran 2 Sintak plot grafik dari simulasi Progresi HIV-1 Dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) berikut akan dibuat solusi grafik dengan menggunakan sofware Matlab R2008b. dt(t) dt = s 1 s 2 V(t) μt t kv t T t, b 1 + V(t) dv(t) dt = gv(t) cv t T t b 2 + V(t) dengan nilai variabel dan parameter yang digunakan terdapat pada Tabel 1. % Progresi HIV % Rosidah % Biofisika IPB 2010 function dydt = Progresi HIV (t,y) dydt = zeros (size(y)); T = 1000; % uninfected sel T CD4 population V = ; % HIV population s 1 = 730; % source/production of sel T CD4 s 2 = 547.5; % source/production of sel T CD4 b 1 = 14.0; % half saturation constant b 2 = 1.0;% half saturation constant μ = 0.73;% death rate of uninfected sel T CD4 population k = ;% rate sel T CD4 becomes infected by free virus V g = 10950;% input rate of external viral source c = 2.555;% loss rate of virus; T = y(1); V = y(2); dydt(1)=s1-(s2*v)/(b1+v)-μ*t-k*v*t; dydt(2)=(g*v)/(b2+v)-c*v*t;

ANALISIS NUMERIK UNTUK IMMUNOTHERAPY PADA INFEKSI HIV-1

ANALISIS NUMERIK UNTUK IMMUNOTHERAPY PADA INFEKSI HIV-1 1 ANALISIS NUMERIK UNTUK IMMUNOTHERAPY PADA INFEKSI HIV-1 ROSIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

Solusi Numerik Model Dinamik Perlakuan Immunotherapy pada Infeksi HIV-1

Solusi Numerik Model Dinamik Perlakuan Immunotherapy pada Infeksi HIV-1 Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 13, No.1, Januari 2010 hal 1-10 Solusi Numerik Model Dinamik Perlakuan Immunotherapy pada Infeksi HIV-1 Agus Kartono, Rosidah, dan Ardian Arif Laboratorium Fisika Komputasi

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO

ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY 131 I DAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENGARUH TERAPI OBAT TERHADAP DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

MODEL MATEMATIKA PENGARUH TERAPI OBAT TERHADAP DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH MODEL MATEMATIKA PENGARUH TERAPI OBAT TERHADAP DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi persyaratan Sidang Sarjana Matematika Oleh: Tita Rostikawati 10102030 PROGRAM STUDI MATEMATIKA

Lebih terperinci

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY 131 I DAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epidemi Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA. Gambar 1 Proses Infeksi Virus HIV terhadap sel Darah Putih Sehat (Feng dan Rong 2006)

MODEL MATEMATIKA. Gambar 1 Proses Infeksi Virus HIV terhadap sel Darah Putih Sehat (Feng dan Rong 2006) 5 MODEL MATEMATIKA Interaksi Virus Terhadap Sel Darah Putih Sehat AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah diserang berbagai

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

STUDI A W AL PEMODELAN PERLAKUAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS

STUDI A W AL PEMODELAN PERLAKUAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS BerkalaFisika ISSN: UIO - 9662 VoIH. No.2 Edisi khusus April 2010 hal A13-A22 STUDI A W AL PEMODELAN PERLAKUAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS Agus Kartono Sunjono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS Ardo Sanjaya, 2013 Pembimbing 1 : Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing 2 : Ronald Jonathan, dr., MSc., DTM & H. Latar

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL DINAMIKA HIV DALAM TUBUH DENGAN LAJU INFEKSI TIPE HILL SKRIPSI

ANALISIS MODEL DINAMIKA HIV DALAM TUBUH DENGAN LAJU INFEKSI TIPE HILL SKRIPSI ANALISIS MODEL DINAMIKA HIV DALAM TUBUH DENGAN LAJU INFEKSI TIPE HILL SKRIPSI RIYADLOTUS SHOLICHAH PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Lebih terperinci

PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G

PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G651044054 SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor merupakan penyakit yang mengkhawatirkan karena menjadi penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan penduduk

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka

Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka M Soleh 1, D Fatmasari 2, M N Muhaijir 3 1, 2, 3 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit yang memiliki karakteristik adanya gangguan mekanisme pengaturan multiplikasi pada organisme multiseluler sehingga tumbuh secara terus-menerus,

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di dunia, dimana penderita HIV terbanyak berada di benua Afrika dan Asia. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah

HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah HIV AIDS, Penyakit yang Belum Teratasi Namun Bisa Dicegah Oleh : H. Deddy Ismail, MM Pengelola Program HIV-AIDS dan IMS Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Apa yang terpikir dalam benak Anda sewaktu

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SCALABLE VECTOR GRAPHICS (SVG) TERHADAP APLIKASI e-learning STUDI KASUS UNIVERSITAS TERBUKA (UT) RUSTAM EFFENDY

IMPLEMENTASI SCALABLE VECTOR GRAPHICS (SVG) TERHADAP APLIKASI e-learning STUDI KASUS UNIVERSITAS TERBUKA (UT) RUSTAM EFFENDY IMPLEMENTASI SCALABLE VECTOR GRAPHICS (SVG) TERHADAP APLIKASI e-learning STUDI KASUS UNIVERSITAS TERBUKA (UT) RUSTAM EFFENDY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL SKRIPSI Disusun Oleh : RIZKY NORANINGTYAS J2A 605 097 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai infeksi disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai infeksi disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah dikenal sejak tahun 1983 dan termasuk dalam golongan retrovirus. HIV menyerang sistem imun yang secara bertahap akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tumor adalah sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak terkontrol. Sel-sel tumor terbentuk dari sel-sel

Lebih terperinci

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS).

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS). iv ABSTRAK HIV positif merupakan kondisi ketika terdapat infeksi Human Immunodeficiency Virus di dalam darah seseorang. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan menyebabkan

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANA MARNIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Model Matematika Terapi Gen untuk Perawatan Penyakit Kanker

Model Matematika Terapi Gen untuk Perawatan Penyakit Kanker Model Matematika erapi Gen untuk Perawatan Penyakit Kanker Dwi Lestari Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Email: dwilestari@uny.ac.id weestar9@yahoo.com Abstrak Pembahasan model matematika terapi

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK METODE EKSPLO ORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK EKO WAHYU WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Hak cipta milik IPB, tahun 2009 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan meyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya unuk kepentingan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Pasien ART Rendahnya imunitas dan beratnya keadaan klinis pasien saat memulai ART mempengaruhi lamanya proses perbaikan imunologis maupun klinis pasien. Tabel 2

Lebih terperinci

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

J. Sains & Teknologi, Desember 2016, Vol.5 No. 2: ISSN KESTABILAN DAN SIMULASI NUMERIK MODEL PERTUMBUHAN DAN PENYEBARAN SEL TUMOR

J. Sains & Teknologi, Desember 2016, Vol.5 No. 2: ISSN KESTABILAN DAN SIMULASI NUMERIK MODEL PERTUMBUHAN DAN PENYEBARAN SEL TUMOR J. Sains & Teknologi, Desember 2016, Vol.5 No. 2: 101 106 ISSN 2303-3614 KESTABILAN DAN SIMULASI NUMERIK MODEL PERTUMBUHAN DAN PENYEBARAN SEL TUMOR The Stability and Numerical Simulation Model of Growth

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

MODIFIKASI TIPRANAVIR UNTUK MENINGKATKAN KINERJA INHIBISI PADA ENZIM HIV-1 PROTEASE SECARA IN SILICO SKRIPSI. Oleh Ribka Wulandari NIM

MODIFIKASI TIPRANAVIR UNTUK MENINGKATKAN KINERJA INHIBISI PADA ENZIM HIV-1 PROTEASE SECARA IN SILICO SKRIPSI. Oleh Ribka Wulandari NIM MODIFIKASI TIPRANAVIR UNTUK MENINGKATKAN KINERJA INHIBISI PADA ENZIM HIV-1 PROTEASE SECARA IN SILICO SKRIPSI Oleh Ribka Wulandari NIM 071810301098 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT HIV PADA MANUSIA MENGGUNAKAN METODE BEST FIRST SEARCH. Oleh : VIVIN SURYANI

LAPORAN SKRIPSI SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT HIV PADA MANUSIA MENGGUNAKAN METODE BEST FIRST SEARCH. Oleh : VIVIN SURYANI LAPORAN SKRIPSI SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT HIV PADA MANUSIA MENGGUNAKAN METODE BEST FIRST SEARCH Oleh : VIVIN SURYANI 2010-51-195 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA

EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH PENENTUAN BESARNYA PREMI UNTUK SEBARAN RISIKO YANG BEREKOR GEMUK (FAT-TAILED RISK DISTRIBUTION) ADRINA LONY SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG DETEKSI DINI PENYAKIT HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS)

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG DETEKSI DINI PENYAKIT HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG DETEKSI DINI PENYAKIT HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) Di Desa Gulun RW 003 Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan Oleh : ERNAWATI NIM : 13612322 PROGRAM

Lebih terperinci