BAB V LANGGAN SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V LANGGAN SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT"

Transkripsi

1 BAB V LANGGAN SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT 5.1. Sejarah Langgan Desa Muara merupakan salah satu desa pesisir yang ada di kabupaten Lebak, Banten. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan kecil dan nelayan tradisional. Profesi sebagai nelayan ini ditekuni oleh masyarakat karena memang itulah satu-satunya mata pencaharian yang potensial terkait kondisi geografis masyarakat. Pekerjaan sebagai nelayan ini dimulai sejak adanya masyarakat di desa Muara dan tidak diketahui pasti, tahun berapa dimulainya pekerjaan sebagai nelayan ini ditekuni oleh masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, perlahan-lahan jumlah penduduk desa Muara semakin bertambah dan banyak pula kaum pendatang dari luar desa yang ingin mencoba mengadu nasib di desa Muara. Kaum pendatang ini kemudian mendirikan kampung berdasarkan etnis mereka. Di desa Muara saat itu terdapat kampung Jawa (penduduknya adalah etnis dari Jawa), Kampung Bugis (penduduknya adalah etnis Bugis) dan kampung Madura. Sebagian besar pendatang ini banyak yang menjadi nelayan. Bahkan penduduk pendatang ini ternyata jauh lebih berhasil dari pada penduduk pribumi. Karena jumlah penduduk semakin bertambah banyak, dan diikuti oleh semakin bertambahnya kebutuhan hidup masyarakat. Sementara hasil tangkapan nelayan dilaut tidak mampu mengimbangi kebutuhan hidup nelayan. Di sisi lain, karena semakin bertambahnya penduduk yang menjadi nelayan, areal penangkapan ikan pun 82

2 terkesan semakin menyempit. Pada saat itulah kesulitan ekonomi pun terjadi pada masyarakat. Kesulitan ekonomi ini kemudian mendorong masyarakat untuk mencari alternatif baru dalam mengatasi masalah tersebut. Kemudian timbul pemikiran bahwa untuk memperoleh keuntungan yang besar, maka masyarakat harus memiliki modal yang besar pula. Masyarakat harus merubah pola penangkapan ikan yang pada mulanya bersifat tradisional menjadi lebih modern. Akan tetapi, masyaraakat tidak memiliki modal untuk membeli peralatan yang lebih modern dari pada yang biasa mereka gunakan. Jangankan untuk membeli peralatan yang mereka butuhkan untuk melaut, kebutuhan hidupnya saja tidak dapat dicukupinya. Kemudian timbullah gagasan atau ide masyarakat untuk keluar dari masalah ekonomi ini. Gagasan tersebut adalah meminjam modal pada kaum pemodal di desa Muara. Pada awalnya, proses peminjaman modal ini dilakukan oleh satu kelompok nelayan yang dipimpin oleh satu orang Tekong. Kemudian semakin hari, semakin bertambah jumlah nelayan yang meminjam modal pada kaum pemodal di tempat tersebut. Karena seringnya meminjam modal pada kaum pemodal yang sama, maka masyarakat menganggap bahwa kaum pemodal tersebut adalah langganan bagi nelayan dan nelayan memanggil kaum pemodal tersebut dengan sebutan Langgan dia. Kemudian terlahirlah Langgan pada masyarakat nelayan di desa Muara-Binuangeun. Istilah Langgan ini bukan hanya di kenal di desa Muara saja. Akan tetapi dibeberapa desa sekitar yang juga merupakan desa nelayan, istilah ini di kenal oleh masyarakat. 83

3 Seperti halnya lembaga yang meminjamkan modal, Langgan memiliki serangkaian aturan yang harus disepakati bersama pada saat proses peminjaman modal itu terjadi dengan nelayan. Aturan-aturan ini dibuat oleh Langgan dan harus disepakati oleh nelayan yang meminjam modal pada Langgan. Aturan ini bisa berubah sesuai keinginan Langgan. Akan tetapi, pada saat tertentu aturan ini dapat berubah oleh nelayan, tergantung siapa yang memiliki kekuatan yang lebih besar pada saat proses peminjaman terjadi. Misalnya pada kasus nelayan yang dipandang orang dituakan di desa (sesepuh desa), biasanya pada saat dia meminjam modal pada Langgan, maka aturan tersebut bisa dirubahnya. Peraturan yang dibuat tersebut, kemudian menjadi suatu konsensus dan menjadi suatu kebiasaan yang membudaya pada masyarakat. Pada saat nelayan meminjam modal pada Langgan, pada saat itulah aturan ini berlaku tanpa harus dibicarakan terlebih dahulu antara Langgan dengan nelayan yang meminjam modal. Pembicaraan masalah perubahan aturan kesepakatan ini dilakukan jika memang dianggap perlu dan jika memang harus ada perubahan aturan. Sampai saat ini belum pernah terjadi perubahan tata aturan yang sudah menjadi konsensus bersama ini secara keseluruhan. Hanya beberapa bagian dari konsensus itu saja yang dirubah. Aturan ini jugalah yang membuat Langgan menjadi suatu mekanisme hubungan sosial-ekonomi antara nelayan dengan kaum pemodal. Perjanjian ini pada awalnya tidak memberatkan masyarakat. Di dalam perjanjian ini pada awalnya adalah bahwa nelayan harus melunasi pinajamannya dan harus menjual hasil tangkapannya pada Langgan. Oleh sebab itu, Langgan dikatakan sebagai kearifan lokal masyarakat. Kemudian dalam perkembangannya, kesepakatan ini ditambah oleh para Langgan. Langgan menambahkan bahwa 84

4 selain masyarakat nelayan yang meminjam modal pada Langgan, harus membayar utangnya sejumlah yang dipinjam nelayan, nelayan juga harus memberikan keuntungan pada Langgan berdasarkan aturan yang dibuat Langgan. Hubungan antara Langgan dengan nelayan berubah bukan lagi hubungan sosial yang tadinya bertujuan membantu masyarakat, tetapi menjadi hubungan bisnis. Nelayan yang meminjam modal pada Langgan harus menjual hasil tangkapannya pada Langgan dengan harga yang ditetapkan oleh Langgan secara sepihak. Harga yang ditetapkan ini jauh lebih rendah dari harga yang seharusnya diterima oleh nelayan. Disamping itu, hasil tangkapan nelayan ini di bagi menjadi empat bagian. Bagian pertama adalah bagian untuk perahu yang digunakan nelayan, bagian kedua diperuntukan bagi alat tangkap yang digunakan nelayan, bagian ketiga diperuntukan bagi Langgan dan bagian yang ke empat diperuntukan bagi nelayan. Dalam sistem pembagian ini, nelayan hanya menerima satu bagian sedangkan Langgan menerima tiga bagian, yaitu bagian bagi dirinya sendiri, bagian untuk alat tangkap dan bagian untuk perahu yang digunakan oleh nelayan dalam melaut. Nelayan di desa Muara tidak memiliki pilihan lain, selain meminjam modal pada Langgan. Langgan menawarkan mekanisme sistem peminjaman yang mudah dan tidak berbelit-belit layaknya lembaga keungan konvensional yang melakukan peminjaman modal pada masyarakat. Bagi nelayan yang membutuhkan modal secepatnya, maka pilihan meminjam modal pada Langgan menjadi pilihan yang tepat dan dianggap paling bijaksana ø diantara pilihan yang lain. Di sisi lain, karena nelayan menganggap bahwa mereka telah ditolong oleh Langgan pada saat mereka mengalami kesulitan modal di masa lalu, maka di ø Bijaksana yang dimaksud disini adalah karena nelayan tidak memiliki pilihan lain selain meminjam modal pada Langgan. 85

5 anggap peraturan yang dibuat Langgan dalam hubungan peminjaman modal dengan nelayan tidak merugikan. Perkembangan selanjutnya dari Langgan adalah munculnya perubahan dari mekanisme sitem Langgan karena faktor-faktor tertentu. Karena mekanisme perjanjian dalam sistem Langgan mensyaratkan adanya sistem bagi hasil yang dinilai berat sebelah, maka praktek Langgan diharamkan oleh agama sebagai suatu bentuk riba. Kemudian, karena masyarakat mulai berfikir bahwa dengan meminjam modal pada Langgan, kesulitan ekonomi mereka tidak juga selesai dan bahkan menjadi lebih buruk lagi, maka masyarakat banyak yang meninggalkan sistem Langgan. Disamping itu, adanya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai wujud kebijakan pemerintah, telah merubah mekanisme sistem Langgan yang diterapkan oleh Langgan. Kemudian, dalam rangka menarik kembali minat nelayan untuk meminjam modal pada Langgan dan karena pengaruh beberapa faktor tadi, sistem bagi hasil ini dirubah menjadi sitem persentase dan sistem bagi empat kemudian dihilangkan. Dimana Langgan meminta bagian sebesar 5% sampai 10% dari hasil tangkapan nelayan. Sistem pembagian melaui persentase ini dinilai tidak terlalu memberatkan nelayan (YGI). Saat ini Langgan tetap ada dan tetap diakui keberadaannya oleh masyarakat nelayan karena Langgan terus berusaha beradaptasi dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Pengertian Sistem Langgan Langgan merupakan suatu istilah bagi seseorang yang meminjamkan modal kepada nelayan yang akan melaut, yang dikenal pada masyarakat desa Muara, kecamatan Wanasalam, kabupaten Lebak, Banten. Pinjaman modal yang 86

6 diberikan pada nelayan biasanya diberikan dengan mudah dan ada perjanjian diawal yang akan mengarahkan mekanisme hubungan antara nelayan dengan Langgan tadi. Pinjaman yang diberikan tersebut disertai dengan adanya perjanjian dimana nelayan selain harus mengembalikan modal sejumlah yang sama dengan jumlah modal yang diterima, nelayan juga harus memberikan hasil tangkapannya sebanyak 5% s.d. 10% (bahkan bisa lebih tergantung pada kesepakatan di awal) dari hasil tangkapan yang mereka peroleh saat melaut kepada Langgan. Disamping itu, hasil tangkapan yang diperoleh saat melaut harus dijual pada Langgan yang memberi modal, dengan harga dibawah harga standar yang seharusnya diterima oleh nelayan. Modal yang biasanya diberikan pada nelayan diantaranya adalah perahu, bahan bakar yang dibutuhkan untuk melaut, jaring, modal berupa uang, atau pun modal yang diberikan untuk memperbaiki perahu atau alat tangkap lainnya. Jika nelayan tidak mampu mengembalikan utangnya, maka Langgan biasanya menarik atau menyita barang-barang milik nelayan seharga utang yang di pinjam oleh nelayan. Modal nu di pasihken ka nelayan ku Langgan biasanamah mangrupa duit, tapi aya oge nu sanes duit sapertos BBM, jaring, sareng sajabana. Upami nelayan teu tiasa ngalunasan hutangna, biasana barang-barang nelayan ditarik hutang nu nilaina saageng modal nu di tambut nelayan. Misalna pami hutangna saharga parahu, maka parahu nelayan ditarik.), (Modal yang diberikan pada nelayan oleh Langgan biasanya berupa uang, tapi ada juga yang bukan berupa uang seperti Bahan Bakar Minyak, jaring dan sebagainya. Jika nelayan tidak bisa melunasi utangnya, biasanya barangbarang milik nelayan yang nilainya sama dengan utang nelayan, disita sebagai pengganti atau untuk melunasi utangnya pada Langgan. Misalnya, apabila utang nelayan seharga perahu yang dimiliki nelayan, maka perahu tersebut akan disita oleh Langgan sebagai ganti atau untuk melunasi utang nelayan, (Pernyataan DNF, seorang nelayan Kursin). Perjanjian ini merupakan perjanjian lisan yang merupakan konsensus masyarakat dan Langgan yang dibuat dimasa lalu dan diakui sampai dengan saat ini sebagai suatu aturan yang mengatur mekanisme dalam Langgan. 87

7 Jaring yang di pinjamkan sebagai modal pada nelayan untuk menangkap ikan umumnya yaitu jaring rampus dan jaring nilon. Jaring rampus adalah jaring yang dipinjamkan oleh Langgan pada nelayan dimana jaring ini berbahan tipis, berukuran kecil hingga sedang. Jaring rampus tersebut biasanya digunakan untuk menangkap ikan yang berukuran kecil seperti ikan petek, ikan banyar, dan ikan layur. Sedangkan jaring nilon adalah jaring yang dipinjamkan oleh Langgan pada nelayan dimana jaring ini terbuat dari nilon berbahan tebal dan berukuran besar yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan yang berukuran besar pula seperti ikan hiu dan ikan tongkol. Akan tetapi, di dalam prakteknya nelayan banyak memilih untuk menggunakan jaring rampus dalam menangkap ikan di laut. Hal ini dikarenakan resiko utang nelayan pada Langgan serta keselamatan saat melaut lebih aman dari pada meminjam jaring nilon yang membuat nelayan harus melaut berhari-hari (7 sampai 10 hari). Pertimbangan lainnya adalah, hasil tangkapan dengan jaring rampus hasilnya bisa dinikmati dengan cepat karena tidak membutuhkan waktu berhari-hari untuk menangkap ikan dan jika dibandingkan dengan pendapatan dari jaring nilon, jaring rampus dapat menghasilkan ikan jauh lebih banyak dari pada menggunakan jaring nilon. Hal ini karena ikan besar yang bisa ditangkap dengan jaring nilon biasanya lokasinya jauh dan jumlah ikan besar relatif lebih sedikit dari pada ikan yang ukurannya kecil yang bisa ditangkap oleh jaring rampus. Jenis jaring lainnya antara lain adalah gilnet, jaring keong, jaring kincang, dan sebagainya. Sistem Langgan yang berkembang pada masyarakat nelayan di desa Muara berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama dan diwariskan secara turun-temurun pada generasi selanjutnya. Para orang tua (nelayan) yang terlibat 88

8 dalam system Langgan menganggap bahwa anak laki-lakinya yang akan membantu melunasi utang orang tuanya pada Langgan. Sedangkan bagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki, maka anak tertuanyalah yang akan membantu melaunasi utang orang tuanya pada Langgan. Pada saat orang tuanya tidak mampu melunasi atau meninggal dunia, tidak sedikit Langgan yang mewariskan utang tersebut pada keluarga nelayan. Inilah yang menyebabkan Langgan menjadi kuat dan terus berkembang sampai dengan saat ini. Keputusan untuk meminjam modal pada Langgan dilakukan pada saat nelayan mengalami kekurangan modal atau tidak memiliki modal untuk melaut. Kekurangan modal / tidak adanya modal untuk melaut biasanya terjadi pada saat musim paceklik, dimana pada musim ini nelayan tidak dapat melaut seperti biasanya. Walaupun tetap pergi melaut, maka hasil tangkapannya sangat sedikit dan resiko melaut cukup besar. Jika musim paceklik ini berkepanjangan, maka proses peminjaman pada Langgan ini berlangsung secara terus-menerus. Kemudian pada saat musim paceklik berakhir, ikan kembali banyak dan nelayan dapat kembali melaut seperti biasanya, pada saat itulah nelayan melunasi utangutangnya pada Langgan dari hasil melaut yang mereka peroleh. Keputusan untuk meminjam modal atau pun untuk kebutuhan lainnya, dianggap sebagai keputusan akhir yang dipilih oleh para nelayan dan merupakan suatu kebijakan nelayan yang paling bijaksana untuk mempertahankan eksistensi mereka sebagai nelayan di tempat tersebut. Kondisi seperti ini terus dijaga oleh Langgan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dari nelayan. Bicara nelayan desa Muara, maka tidak akan lepas dari pembicaraan masalah Langgan. Ibarat makan buah simalakama, tidak meminjam modal pada Langgan, artinya nelayan tidak bisa melaut karena tidak memiliki modal. Sementara jika minjam modal pada Langgan, maka harus siap 89

9 dengan bunga yang akan menjerat nelayan dalam utang yang tidak mungkin terbayar. Tapi untuk bertahan hidup, nelayan terpaksa meminjam modal pada Langgan.(pernyataan YGI, seorang pengamat langgan yang bekerja di TPI). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Langgan memiliki dua arti sebagai suatu kearifan lokal masyarakat yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat nelayan di desa Muara, kecamatan Wanasalam, kabupaten Lebak, Banten. Arti yang Pertama, dilihat bahwa Langgan adalah individu yang memberikan pinjaman modal untuk melaut pada nelayan di desa Muara. Ini merupakan arti Langgan di awal, sebelum Langgan ini berubah menjadi suatu mekanisme hubungan yang didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang menjadi konsensus bersama dan diakui keberadaannya sampai waktu tertentu. Arti ini ada karena sangat tidak mungkin suatu sistem dapat memberikan pinjaman modal dan jika diartikan sebagai individu, maka Langgan tersebut dapat memberikan modal pada nelayan (individu lain) yang membutuhkan modal. Arti Langgan yang kedua dilihat dari posisi Langgan sebagai suatu mekanisme hubungan. Langgan diartikan sebagai suatu mekanisme hubungan antara nelayan dengan pemberi modal yang bersifat pribadi, diwariskan secara turun-temurun dan merupakan kebijaksanaan lokal yang didalamnya terdapat aturan-aturan khusus / konsensus yang menentukan pola prilaku yang diterapkan oleh nelayan di desa Muara, kecamatan Wanasalam, kabupaten Lebak, Banten. Mekanisme peminjaman pada sistem Langgan merupakan suatu cara-cara peminjaman dengan terlebih dahulu disepakati teknik-teknik pembayaran dan Kearifan lokal yang dimaksud adalah kebijaksanaan setempat yang terlahir untuk mengatasi masalah ekonomi masyarakat dan merupakan suatu pilihan yang dianggap tepat serta terbaik dari beberapa pilihan yang ada untuk mengatasi permasalahan tadi. 90

10 aturan khusus terhadap modal yang dipinjamkan oleh Langgan pada nelayan. Langgan dikatakan sebagai suatu sistem karena di dalamnya selain terdapat adanya orang yang memberi pinjaman (biasanya di sebut Langgan), nelayan yang melakukan pinjaman, aturan-aturan khusus yang mengatur masalah Langgan, juga terdapat individu lain yang juga masih satu kesatuan dalam Langgan yaitu Bakul, Pelele, nelayan, TPI, pemerintah dan masyarakat. Bakul adalah sekelompok orang yang menjual ikan dari Langgan pada konsumen atau pedagang ikan lainnya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Sedangkan Pelele adalah orang yang membeli ikan dari Langgan atau Bakul yang kemudian di jual kembali pada masyarakat di luar TPI. Langgan sebenarnya suatu sistem patron-klien yang hampir sama pada masyarakat nelayan lainnya di Indonesia. Sebagai kearifan lokal masyarakat nelayan, Langgan memiliki karakteristik seperti halnya pada kearifan lokal pada umumnya. Karakteristik dari Langgan itu sendiri antara lain adalah sebagai berikut : 1. Langgan dalam perkembangannya menjadi suatu lembaga yang melekat pada budaya lokal yang ada dan berkembang pada masyarakat nelayan di desa Muara, kecamatan Wanasala, kabupaten Lebak, Banten. 2. Langgan dengan segala aturan-aturan khusus yang mempengaruhi prilaku masyarakat nelayan memiliki orientasi pada hal-hal praktis yang disesuaikan dengan keadaan pada masyarakat nelayan yang bersangkutan dan bersifat jangka panjang. 3. Langgan dalam proses perkembangannya memiliki ruang dan waktu serta bersifat dinamis atau selalu menyesuaikan terhadap berbagai perubahan yang mungkin mempengaruhi perubahan pada Langgan itu sendiri. 91

11 Gambar 5.1. Aktivitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Langgan yang ada di desa Muara menempati tingkat yang paling tinggi dalam sistem stratifikasi sosial masyarakat. Orang-orang yang terlibat dalam Langgan secara umum adalah orang-orang yang memiliki kekayaan dan memiliki kekuasaan di desa tersebut. Sementara urutan kedua setelah Langgan adalah para nelayan pemilik kapal ataupun para Bakul yang bekerja dalam penjualan hasil laut. Para nelayan pemilik kapal tidak semuanya memiliki peralatan melaut yang lengkap atau pun memiliki modal yang cukup untuk melaut. Sehingga tidak sedikit para nelayan pemilik kapal melakukan pinjaman modal pada Langgan. Sedangkan para Bakul, memiliki pekerjaan yang bergantung dari Langgan. Hasil melaut nelayan di jual pada Langgan, dan dari Langgan di jual pada Bakul-Bakul dan Pelele yang ada di TPI. Para Bakul dan Pelele dapat dikatakan sebagai perpanjangan tangan atau tangan kanan dari Langgan dalam penjualan ikan dari nelayan. Sebenarnya, sebelum Langgan membayar hasil tangkapan nelayan, terlebih dahulu Langgan menjual hasil tangkapan tersebut pada Bakul-Bakul atau Pelele. Hasil penjualan tersebut kemudian diserahkan pada nelayan setelah dipotong bunga dan modal oleh Langgan berdasarkan perjanjian di awal dengan Langgan. Sedangkan nelayan sendiri menempati urutan ketiga atau urutan paling 92

12 rendah dalam sistem stratifikasi sosial masyarakat. Jika digambarkan, maka bentuknya menyerupai piramida, dimana posisi paling atas yang ditempati oleh Langgan relatif kecil atau sedikit yang menggambarkan Langgan dalam masyarakat jumlahnya sedikit. Sedangkan semakin kebawah, semakin besar menggambarkan bahwa semakin bawah posisi seseorang dalam piramida tersebut maka semakin banyak jumlah orang yang menempatinya sedangkan struktur sosialnya semakin rendah. Langgan Bakul, Nelayan pemilik kapal (Taweu) Nelayan biasa, Tekong, dan Buruh nelayan Gambar 5.2. Stratifikasi sosial komunitas nelayan desa Muara berdasarkan sistem mata pencaharian di laut Struktur Organisasi Bisnis dalam Langgan Langgan merupakan suatu sistem kearifan lokal masyarakat nelayan di desa Muara-Binuangeun. Langgan menguasai sistem perdagangan bahkan perekonomian masyarakat nelayan. Mata pencaharian masyarakat pesisir di desa Muara yang umumnya sebagai nelayan hampir semuanya tidak lepas dari sistem Langgan. Langgan menjadi tempat masyarakat nelayan dalam memperoleh pinjaman modal. Kemudahan yang di tawarkan Langgan pada nelayan, telah dapat mengalahkan bahkan mematikan lembaga-lembaga lain yang memberi 93

13 pinjaman pada masyarakat seperti perbankan ataupun KUD di desa tersebut. Seorang nelayan Kursin (DNF), di desa tersebut menuturkan bahwa : Nelayan di desa ieu tiasa nambut modal ka Langgan dinten ieu, sareng modalna tiasa langsung di candak dinten eta keneh. Teu aya sarat nanaon, tapi upami hutangna teu tiasa di lunasan ka Langgan biasana parahu, atanapi naon bae gaduh nelayan di sita ku Langgan, (Nelayan yang ada di desa ini dapat meminjam modal pada Langgan hari ini dan dapat memperoleh modal tersebut hari ini juga. Tidak ada syarat apa-apa yang dapat memberatkan nelayan. Akan tetapi, jika uatng tersebut tidak dapat dilunasi pada Langgan oleh nelayan, biasanya perahu atau barangbarang berharga milik nelayan disita oleh Langgan). Nelayan yang membutuhkan modal saat ini dapat memperolehnya dari Langgan saat ini juga, tanpa syarat ataupun peraturan yang bermacam-macam. Akan tetapi jika nelayan tersebut tidak mampu membayar utangnya pada Langgan, maka Langgan akan mengambil barang-barang berharga milik nelayan seperti perahu, jaring dan sebagainya. Ini merupakan konsekuensi yang harus di terima oleh nelayan yang meminjam modal pada Langgan. Sebagai suatu sistem yang sudah melembaga dalam kehidupan nelayan desa Muara, Langgan memiliki struktur keorganisasian, akan tetapi struktur ini tidak diakui secara hukum formal dan secara tertulis, melainkan struktur ini ada berdasarkan pengakuan masyarakat dan terbentuk dengan sendirinya. Tidak ada satu pun yang tahu (berdasarkan hasil penelitian), bagaimana struktur ini terbentuk pada mulanya masyarakat hanya tahu bahwa struktur ini ada sejalan dengan berkembangnya usaha mereka di sektor perikanan laut / nelayan. Beberapa nara sumber mengatakan bahwa Langgan dan struktur keorganisasian Langgan terbentuk pada saat usaha masyarakat di bidang perikanan laut (nelayan) dimulai. Adapun waktunya masyarakat juga tidak mengetahuinya secara pasti. Akan tetapi beberapa responden menyatakan bahwa Langgan kemungkinan besar bukan 94

14 berasal dari masyarakat setempat, akan tetapi di bawa oleh para pendatang dari luar yang mencari nafkah di wilayah tersebut sebagai nelayan. Hal ini di duga, karena di desa Muara ternyata sangat banyak masyarakat pendatang terutama dari daerah Jawa, Bugis dan Sunda (Jawa barat). Struktur organisasi dalam Langgan terdiri dari Langgan itu sendiri sebagai orang yang memberikan modal dan memiliki kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi tersebut. Kemudian di bawahnya terdiri dari bagian pemasaran hasil tangkapan dan bagian produksi atau nelayan. Bagian pemasaran terdiri dari Bakul dan Pelele. Sedangkan bagian produksi terdiri dari Taweu dan Tekong / Juru Mudi / Kapten. Tekong sendiri berdasarkan alat tangkap dan waktu beroperasinya, secara garis besar di bagi empat yaitu Bolga, Kursin, Bagang dan Payang. Langgan Bagian pemasaran Bagian produksi Bakul Pelele Taweu Tekong Bolga Kursin Bagang Payang Gambar 5.3. Struktur organisasi bisnis pada Langgan di desa Muara-Binuangeun Lebak Banten. 95

15 Langgan menempati posisi teratas dalam struktur organisasi bisnis. Langgan memberi modal berupa uang atau pun barang-barang yang di butuhkan oleh nelayan pada saat melaut. Dalam hal ini, Langgan memiliki kekuatan tertinggi dalam sistem pemasaran dan produksi hasil laut (hasil tangkapan nelayan). Bagian pemasaran yang bertugas memasarkan hasil nelayan adalah Bakul dan Pelele. Bakul adalah distributor atau penjual ikan di TPI yang membeli ikan tersebut langsung pada Langgan. Ikan yang di jual oleh Bakul, diperoleh / dibelinya dari Langgan. Bakul merupakan sekelompok orang yang menjual ikan di TPI. Di sebut Bakul karena menjual ikan dengan menggunakan Bakul yang terbuat dari anyaman bambu. Pemasar kedua adalah Pelele. Pelele adalah sekelompok orang yang membeli ikan dari Bakul atau langsung dari Langgan serta nelayan untuk di jual atau dipasarkan kembali pada masyarakat. Pelele biasanya beroperasi di luar TPI, Pelele memasarkan ikan / hasil tangkapan nelayan langsung pada masyarakat. Terkadang Pelele juga berposisi sebagai Langgan karena memberi modal pada nelayan sehingga Pelele memperoleh harga yang murah dari ikan yang akan dipasarkan. Harga ikan yang murah ini, dibelinya langsung dari nelayan yang meminjam modal padanya tanpa melalui perantara lain seperti Langgan atau pun Bakul. Bagian kedua dalam struktur organisasi bisnis Langgan adalah bagian produksi. Bagian produksi ini terdiri dari nelayan pemilik kapal / perahu yang di sebut dengan Taweu dan nelayan yang menangkap ikan di laut. Taweu ini terkadang merangkap sebagai Langgan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan untuk menguasai seluruh hasil tangkapan 96

16 nelayan. Sedangkan nelayan yang menangkap ikan di laut dipimpin oleh seorang Tekong. Tekong atau biasa di sebut dengan Juru mudi atau di sebut juga kapten adalah orang yang bertugas menjadi pemimpin kapal / perahu dalam mencari ikan di laut. Tekong juga dapat di sebut sebagai nakhoda kapal. Sebutan Tekong biasanya digunakan untuk kapten yang memimpin kapal yang ukurannya kecil atau perahu. Berdasarkan perahu / alat tangkap yang di gunakan secara garis besar Tekong biasanya mengoperasikan / memimpin operasi pada Bolga, Kursin, Bagang dan Payang. Sedangkan berdasarkan waktu operasinya maka dapat dibedakan yaitu Kursin dan Bagang beroperasi pada malam hari, Payang beroperasi dari pagi sampai sore hari, dan Bolga beroperasi siang dan malam hari. Bolga adalah perahu besar yang singgah di tengah laut untuk menangkap ikan. Daya tampung / kapasitas Bolga dalam menampung ikan mencapai 200 sampai 300 ton ikan. Bolga biasanya beroperasi dalam waktu yang lama / biasanya berhari-hari. Nelayan desa Muara sendiri menuturkan bahwa di desa mereka tidak ada yang memiliki Bolga. Bolga berasal dari daerah lain (umumnya dari Makasar) yang singgah di wilayah penangkapan ikan desa Muara untuk mencari ikan. Kursin adalah alat tangkap ikan yang di pasang di tengah laut, menyerupai bentuk bangunan dimana di setiap pinggirnya memakai jaring yang berfungsi untuk menjebak ikan dan memakai penerangan untuk mengumpulkan ikan. Ikan yang tertangkap adalah berbagai jenis ikan yang mencari penerangan di malam hari. Sedangkan Bagang adalah alat tangkap ikan yang menyerupai Kursin hanya saja ukurannya lebih kecil dan jaring yang di pasang, di angkat dengan cara di kerek. Bagang pada awalnya dikembangkan oleh para nelayan dari Bugis. Kemudian di 97

17 adopsi oleh nelayan lokal di wilayah tersebut. Baik Kursin maupun Bagang beroperasi di malam hari. Berbeda halnya dengan Payang yang beroperasi pada pagi sampai sore hari. Payang adalah perahu nelayan yang beroperasi pada siang hari dan menggunakan alat tangkap ikan berupa jaring atau pancing. Jaring yang di gunakan biasanya adalah berupa jaring rampus, gilnet atau jaring kincang. Gambar 5.4. Jaring Kursin (kiri) dan jaring rampus (kanan) Jenis Langgan Berdasarkan Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, Langgan dapat dikategorikan berdasarkan pengelolaan hasil tangkapan ikan oleh nelayan. Langgan dalam menguasai hasil tangkapan ikan oleh nelayan, banyak yang melakukan monopoli dengan cara menjadi Bakul dan Taweu. Dengan demikian seluruh hasil tangkapan nelayan dapat di kuasainya secara utuh. Ada juga Langgan yang mengelola hasil tangkapan bersama Bakul atau Pelele. Berdasarkan pengelolaan hasil tangkapan nelayan maka Langgan dapat di golongkan sebagai berikut : Langgan yang mengelola hasil tangkapan sendiri Di dalam menguasai hasil tangkapan nelayan di pelelangan ikan, tidak sedikit Langgan yang merangkap sebagai bagian pemasaran atau pun bagian 98

18 produksi. Dengan merangkap beberapa jabatan / posisi ini, maka Langgan akan memperoleh bagian yang ganda sesuai dengan jabatannya. Misalnya saja, Langgan yang merangkap sebagai Taweu / pemilik kapal, juga Bakul maka bagian yang di perolehnya adalah bagian dia sebagai Langgan dan bagian dia sebagai Taweu serta Bakul. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dari proses penjualan hasil tangkapan ikan dari nelayan Langgan yang mengelola hasil tangkapan bersama Bakul dan Pelele Langgan dalam mempermudah penjualan / pendistribusian hasil tangkapan nelayan, biasanya menggunakan jasa Bakul atau Pelele. Melalui jasa Bakul dan Pelele ini, maka Langgan akan memperoleh uang hasil penjualan dengan cepat. Akan tetapi, keuntungan yang di peroleh menjadi berkurang karena terkurangi oleh Bakul / Pelele yang juga mencari keuntungan dari penjualan ikan di pasaran Langgan yang merangkap Taweu Cara lain dalam memperoleh keuntungan yang berlipat ganda adalah dengan cara selain sebagai Langgan, juga merangkap sebagai Taweu. DNF, (31 th) menuturkan bahwa dalam memperoleh keuntungan yang besar, tidak sedikit Langgan yang merangkap juga sebagai Taweu. Dengan merangkap sebagai Taweu maka selain mendapat keuntungan sebagai Langgan juga memperoleh keuntungan dari profesinya sebagai Taweu (keuntungan ganda). Cara ini dilakukan selain sebagai suatu cara dalam memperoleh keuntungan yang besar dari penjualan hasil tangkapan nelayan, juga sebagai suatu cara dalam memonopoli hasil tangkapan 99

19 nelayan. Cara ini di pandang efektif untuk menghindari kecurangan nelayan yang menjual hasil tangkapan pada Pelele Nelayan dalam Sistem Langgan Sebagian besar nelayan yang ada di desa Muara adalah nelayan buruh dan nelayan pendatang dari daerah lain yang tidak memiliki modal untuk melakukan aktivitas sebagai nelayan di laut. Dengan adanya Langgan di tengah-tengah mereka, maka dianggap sebagai titik terang yang akan menolong mereka keluar dari kesulitan dalam memperoleh modal untuk melaut. Langgan bagi masyarakat nelayan di desa Muara merupakan sang penolong yang akan membantu mereka keluar dari kesulitan ekonomi. Bagaimana tidak, Langgan memberikan modal dengan mudah pada nelayan tanpa adanya syarat-syarat khusus seperti halnya lembaga keuangan formal. Hanya bermodalkan kepercayaan dan saling pengertian, maka nelayan akan memperoleh modal dengan mudah dari Langgan. Tentu saja, seperti halnya lembaga keuangan yang mencari keuntungan, Langgan juga membuat kesepakatan di awal dengan nelayan dalam hal bagi keuntungan. Langgan menawarkan proses peminjaman modal sangat mudah. Lebih mudah dari lembaga-lembaga yang menawarkan pinjaman pada nelayan. Langgan memberi modal pada nelayan pada saat nelayan membutuhkannya. Pada saat nelayan butuh, pada saat itulah modal diberikan pada nelayan. tidak perlu proses yang berbelit-belit. Tentunya hanya ada perjanjian proses pengembalian dan bagi hasil dari nelayan dengan Langgan. (HDA). Akan tetapi, dalam prakteknya, ternyata Langgan berusaha memanfaatkan nelayan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Kepercayaan dan saling pengertian yang sebelumnya dijalin dengan baik, dijadikan senjata untuk menjerat nelayan ke dalam utang yang tidak mungkin terbayar oleh nelayan. 100

20 Bunga pinjaman yang sangat besar, permainan harga yang dilakuka Langgan di pasaran lokal, mekanisme perjanjian sepihak yang menguntungkan Langgan, parktek penjualan bahan bakar dengan harga yang sangat mahal melebihi harga di pasaran, pembelian hasil tangkapan nelayan dengan harga murah dan praktekpraktek penipuan lainnya menyebabkan nelayan semakin terpuruk dan miskin. Semula nelayan berharap dengan adanya Langgan akan menolong mereka keluar dari masalah kemiskinan yang mereka hadapi. Akan tetapi ternyata dengan adanya Langgan malah membuat nelayan semakin sulit keluar dari masalah yang mereka hadapi. Nelayan yang memiliki utang pada Langgan, umumnya tidak bisa keluar dari sistem yang diterapkan oleh Langgan. Akan tetapi, nelayan tersebut dapat berpindah Langgan dari Langgan yang satu ke tangan Langgan yang lain dengan syarat nelayan yang bersangkutan harus melunasi utangnya pada Langgan diawal. Pelunasan pada Langgan diawal biasanya dilakukan oleh Langgan yang sekarang. Artinya adalah utang nelayan tersebut berpindah dari Langgan sebelumnya pada Langgan yang melunasi utangnya pada Langgan sebelumnya. Peristiwa ini terjadi apabila Langgan sebelumnya tidak lagi dapat meminjamkan lagi modal pada nelayan karena utang-utang nelayan terlalu besar. Utang nelayan pada beberapa kasus ada yang diwariskan pada keluarganya jika nelayan tersebut tetap tidak dapat melunasi utangnya. Namun, ada juga Langgan yang membebaskan utang-utang nelayan apabila : pertama, keseluruhan utang nelayan baik utang pokok atau utang gantung dan utang mati nelayan sudah lunas dibayar. Kedua, perahu yang dipinjamkan Langgan rusak total atau hilang karena tenggelam di laut. Ketiga, perahu yang dipinjamkan pada nelayan 101

21 menderita kerusakan dan tidak diperbaiki oleh Langgan atau dibiarkan saja oleh Langgan tersebut. Jika ketiga hal ini terjadi, maka seluruh utang nelayan dianggap bebas atau lunas. Kejadian pada point pertama tersebut di atas, jarang sekali terjadi karena utang nelayan yang bertumpuk dan terus menjadi besar, membuat nelayan sangat sulit untuk melunasi utang tersebut. Sedangkan kejadian pada point kedua dan ketiga biasanya disiasati oleh nelayan untuk keluar dari himpitan utang pada Langgan dengan cara membiarkan perahu yang rusak tersebut dan tidak memperbaikinya serta membuat perahu baru dengan Langgan yang baru. Hal ini jugalah yang dapat menimbulkan sengketa pada saat nelayan memiliki atau membuat perahu baru. Masalah ini timbul karena Langgan yang lama menganggap bahwa perahu yang dimiliki nelayan saat ini, karena nelayan tersebut memiliki perahu yang lama. Sehingga Langgan yang lama menganggap bahwa nelayan tadi harus kembali melunasi utangnya pada Langgan lama tersebut. Konflik biasanya terjadi bukan hanya antara Langgan yang lama dengan nelayan saja, tetapi juga dengan Langgan baru yang membantu nelayan yang membuat perahu baru. YGI (32 Tahun), menuturkan bahwa: Duka nelayanna tos palinter, duka emang licik. Biasana upami parahu nu diangge nelayan kanggo ka laut rusak, osok diburuken bae da cenah lewih ageng biaya ngahadean dari pada ngadambel nu anyar. Terus ngadambel parahu anyar nu modalna ti Langgan nu anyar oge. Osok aya paseana antara Langgan nuheubeul, nelayan sareng Langgan anu anyar. Da cenah nelayan bisa ngadambel parahu nu anyar kulantaran nelayan saetik atanapi agengna gaduh modal ti parahu anu lami. Jadi nelayan kedah ngalanjutken mayar hutang ka Langgan nu lami. Tapi di tolak ku Langgan nu ayena da cenah etamah hak Langgan nu ayena. Tidak diketahui apakah nelayan di desa Muara sudah pintar atau memang mereka licik. Biasanya, jika perahu yang dipakai nelayan untuk melaut rusak, maka akan 102

22 dibiarkan saja dan tidak diperbaiki. Hal ini dilakukan nelayan karena umumnya biaya untuk memperbaiki perahu, besarnya hampir sama dengan biaya untuk membuat perahu yang baru. Jadi nelayan lebih suka membuat perahu yang baru dari pada memperbaiki perahu yang lama. Biaya yang dibutuhkan untuk membuat perahu baru umumnya diperoleh dari Langgan yang baru. Biasanya akan terjadi sengketa atau konflik antara Langgan yang lama, nelayan dan Langgan yang baru. Hal ini terjadi karena Langgan yang lama menganggap bahwa nelayan dapat membuat perahu yang baru karena sedikit atau pun banyak menggunakan uang dari hasil kerjanya menggunakan perahu yang lama. Jadi jika nelayan tadi dapat membuat perahu yang baru, maka nelayan tersebut harus kembali melunasi utangnya pada Langgan yang lama tadi. Akan tetapi, biasanya ditolak oleh Langgan yang baru, karena menurut Langgan baru, dialah yang paling berhak, mengingat modal yang digunakan nelayan untuk membuat perahu yang baru merupakan uang milik Langgan yang baru tadi. Gambar 5.5. Perahu nelayan yang rusak dan tidak di perbaiki oleh Langgan. 103

23 5.6. Peran dan Fungsi Langgan Bagi Nelayan Pada masyarakat nelayan di desa Muara, kecamatan Wanasalam, kabupaten Lebak, Banten, dikenal ada dua musim yang mempengaruhi sistem mata pencaharian nelayan setempat. Pertama, adalah musim angin selatan. Pada musim angin selatan, intensitas tiupan angin sangat kencang dan ombak sangat tinggi. Jarak melaut pun menjadi lebih dekat dari pada musim biasanya. Pada musim ini biasanya nelayan banyak yang tidak pergi melaut karena resiko bahaya sangat tinggi sehingga hal ini mengakibatkan pendapatan nelayan menjadi menurun bahkan tidak ada. Musim ini biasanya dikenal dengan sebutan musim paceklik. Kedua, adalah musim angin barat. Pada musim angin barat ini, intensitas tiupan angin dan ketinggian ombak cenderung stabil atau rendah, sehingga memungkinkan nelayan untuk pergi melaut. Pada musim ini penghasilan nelayan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan musim angin selatan. Gambar 5.6. Nelayan payang yang beraktivitas pada siang hari. Musim peceklik tersebut lebih dikenal sebagai musim paila oleh masyarakat nelayan di desa Muara. Di wilayah ini, musim paila berlangsung selama 20 hari dalam dua bulan atau 10 hari dalam satu bulan. Jadi waktu efektif nelayan dalam melaut hanya 20 hari saja setiap bulannya. Musim paila ini 104

24 biasanya terjadi pada tanggal 20 sampai tanggal 10 bulan berikutnya. Terkadang musim paila tersebut berlangsung lama, tergantung pada kondisi alam di wilayah tersebut. Modal pokok yang seharusnya digunakan untuk melaut, terkadang habis terpakai untuk kebutuhan rumah tangga pada musim paila. Bahkan barang-barang yang ada di rumah pun habis dijual untuk menyambung hidup pada musim paila. Hal inilah yang kemudian menggiring nelayan untuk meminjam modal pada Langgan untuk bekal atau untuk keperluan nelayan dalam melaut. Seorang pengamat Langgan mengatakan bahwa, fenomena peminjaman modal pada Langgan oleh nelayan di sebabkan oleh sikap nelayan yang konsumtif dan tidak suka menabung saat musim panen ikan. Akhirnya pada musim paila atau pada saat melaut, mereka kekurangan modal dan akhirnya meminjam modal pada Langgan, (RSP). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peran Langgan adalah sebagai tempat peminjaman modal untuk keperluan nelayan dalam melaut. Disamping itu, Langgan juga mempengaruhi besar kecilnya harga hasil tangkapan nelayan dipasaran. Di samping mengharuskan nelayan peminjam modal untuk menjual hasil tangkapannya pada Langgan pemberi modal, ternyata jika nelayan menjual hasil tangkapannya pada pihak lain selain Langgan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu kepada para Bakul, maka akan dihargai sangat murah, bahkan lebih murah dari pada di jual pada Langgan. Hal ini dikarenakan antara Langgan dengan para Bakul (penjual hasil tangkapan nelayan / penjual kedua setelah Langgan) memiliki jaringan kerjasama yang kuat dimana kekuasaan tertingginya 105

25 berada di tangan Langgan. Sehingga peran Langgan yang kedua adalah mengendalikan dan menguasai harga ikan di pasaran lokal (TPI). Berdasarkan peranannya tersebut, maka fungsi Langgan adalah sebagai berikut : 1. Langgan berfungsi sebagai lembaga yang merupakan suatu sistem yang memiliki tata aturan tertentu dan memberikan pinjaman modal pada nelayan lokal / setempat di desa Muara. 2. Langgan berfungsi dalam mengendalikan dan mengatur harga ikan di tingkat nelayan dan ditingkat pasaran lokal (TPI) Makna Langgan Bagi Masyarakat Nelayan Desa Muara Makna sosial Langgan di dalam perkembangannya ternyata memiliki makna sosial. Masyarakat nelayan yang terlibat dalam Langgan banyak yang meminta bantuan pada Langgan dalam memperoleh modal untuk melaut ataupun keperluan lainnya. Selain itu, jika nelayan mengalami kecelakaan di laut saat sedang beraktivitas mencari ikan, biasanya Langgan pemberi modal memberikan santunan pada nelayan tersebut yang terkena musibah. Di desa Muara hampir tidak ada lembaga keuangan yang memang dekat dan dapat dipercaya oleh nelayan seperti halnya Langgan. Walaupun ada, dalam memperoleh dana dari lembaga selain Langgan pasti sulit, itulah anggapan masyarakat setempat. Dengan adanya Langgan seolah menjadi tempat pengganti lembaga keuangan di desa tersebut. Mekanisme peminjaman yang sangat mudah yang diterapkan Langgan menjadi suatu tawaran yang menarik untuk para nelayan. Secara garis besar, Langgan memang 106

26 dipandang sangat merugikan bagi nelayan, karena bunga dari pinjaman yang besar dan harga pembelian ikan oleh Langgan yang dibawah harga seharusnya. Akan tetapi sedikit atau pun banyak, Langgan juga telah membantu nelayan dalam memperoleh modal kerja atau pun pinjaman uang untuk kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, Langgan juga dapat mempererat persatuan para nelayan yang terlibat dalam Langgan sehingga nelayan merasa senasib dan seperjuangan dalam melunasi utangnya masing-masing pada Langgan ataupun mencapai tujuannya untuk keluar dari permasalahan sosial-ekonomi yang masyarakat nelayan hadapi. Gambar 5.7. Kehidupan sosial nelayan Makna budaya Seiring dengan terus dipertahankannya Langgan pada masyarakat nelayan di desa Muara sebagai suatu kearifan lokal masyarakat setempat, ternyata telah dapat melestarikan budaya yang berkembang pada masyarakat nelayan di wilayah tersebut. Hal ini di tandai dengan masih berkembangnya kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal gaib yang berkembang di laut, seperti adanya penunggu di pulau Tinjil yaitu Nyi Neneng yang merupakan penguasa laut di wilayah tersebut sehingga nelayan dilarang melaut disekitar tempat tersebut. Nyi Neneng adalah 107

27 putri tunggal dari Nyi Roro Kidul dalam mitos masyarakat pesisir Jawa, (Cerita KYH, (59 th) mantan nelayan). Adanya hari persembahan kepada laut (Ruwatan) setiap tanggal 12 bulan Rabiulawal. Kepercayaan pada kolenyer bajo, yaitu kepercayaan yang berdasarkan perhitungan kalender musim yang berkembang pada masyarakat nelayan dan perhitungan jam, hari dan tahun dalam mencari nafkah atau beraktivitas. Kolenyer bajo, menentukan pola prilaku masyarakat nelayan dalam beraktivitas setiap harinya. Kepercayaan bahwa dibawah Muara (dibawah jembatan Binuangeun) terdapat buaya putih yang menguasai dan menunggu tempat tersebut. Konon anak dari buaya putih itu ditangkap oleh orang yang berasal dari Bogor dan Bandung, sehingga para pendatang yang berasal dari dua wilayah tersebut sangat dilarang pergi ke tempat tersebut, karena dikhawatirkan buaya putih menyimpan dendam pada masyarakat yang ada di dua tempat tersebut. Adanya larangan melaut di hari-hari tertentu, hitungan bintang dan arah mata angin setiap nelayan melaut dan perhitungan musim yang akan terjadi sehingga nelayan dapat menentukan kapan waktu paila dan kapan musim melaut tiba. Bahkan nelayan juga percaya, bahwa Langgan merupakan budaya masyarakat. Masyarakat percaya bahwa Langgan merupakan tempat mereka dalam memperoleh modal. Langgan yang melekat pada masyarakat setempat dan terlahir berdasarkan modal sosial yang berkembang pada masyarakat ternyata telah dapat ikut menjaga kelestarian budaya lokal setempat lainnya. Langgan juga sering mengeluarkan dana-dana untuk pelaksanaan upacara budaya yang ada di wilayah tersebut. Terpeliharanya Langgan sampai dengan saat ini, salah satu caranya adalah melalui 108

28 pelestarian budaya yang berkembang pada masyarakat nelayan setempat. Jadi sebenarnya Langgan juga berperan besar dalam pelestarian budaya masyarakat Makna ekonomi Secara ekonomi, Langgan merupakan sentral peminjaman uang bagi nelayan lokal di desa Muara-Binuangeun. Langgan telah banyak membantu masyarakat dalam memperoleh modal untuk melaut ataupun untuk kebutuhan nelayan pada musim paila, walaupun pada kenyataannya nelayan banyak dirugikan oleh praktek-praktek yang dilakukan oleh Langgan dalam memperoleh kembali sejumlah uang yang mereka pinjamkan pada nelayan. Langgan dijadikan sentral peminjaman uang oleh masyarakat nelayan lokal mengingat di wilayah tersebut belum ada lembaga keuangan atau tempat peminjaman uang selain Langgan yang menawarkan fasilitas kemudahan dalam proses peminjaman modal. Sehingga mau tidak mau, Langgan menjadi pilihan utama bagi nelayan yang membutuhkan uang atau modal untuk usahanya. Masyarakat nelayan dengan Langgan menjadi seolah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, dimana nelayan pada umumnya akan lebih sulit memperoleh modal jika Langgan tidak ada dan Langgan pun tidak dapat beroperasi jika nelayan peminjam modal tidak ada di tempat tersebut. Langgan sangat berpengaruh besar dalam penyediaan modal usaha bagi nelayan lokal. Walaupun nelayan terus dirugikan, nelayan beranggapan paling tidak kebutuhannya saat ini dapat tercukupi. 109

29 Makna politik Berbagai macam aturan khusus atau norma yang diterapkan oleh Langgan yang bersumber dari modal sosial yang berkembang pada masyarakat lokal ternyata telah memberi makna politik bagi masyarakat nelayan setempat. Secara politik, Langgan telah dapat mengendalikan masyarakat lokal yang terlibat dalam Langgan untuk menaati peraturan-peraturan yang diterapkan oleh Langgan. Sebenarnya peraturan tersebut kurang begitu mengikat secara hukum karena umumnya tidak disertai adanya bukti-bukti otentik secara hukum sehingga aturanaturan yang diterapkan oleh Langgan hanya mengandung sanksi moral / adat yang berkembang pada masyarakat seperti bagi nelayan yang tidak memenuhi kewajibannya pada Langgan, maka pinjaman modalnya akan dihentikan dan jika dia melakukan pinjaman pada Langgan lain maka umumnya tidak akan diberi karena dianggap jika dia bisa berhianat pada Langgan sebelumnya maka dia juga akan berhianat pada Langgan yang baru. Disini terlihat bahwa modal sosial yaitu kepercayaan, solidaritas, loyalitas dan sebagainya menjadi faktor utama eratnya hubungan kerjasama antara nelayan dengan Langgan. Aturan yang diterapkan oleh Langgan dalam penjualan dan pendistribusian hasil tangkapan juga telah dapat mengendalikan nelayan. Bagi nelayan yang ternyata menjual hasil tangkapannya pada Langgan lain atau langsung pada Bakul yang ada di TPI, maka harga ikan akan jatuh lebih murah dari pada dijual pada Langgan yang memberinya modal. Ini merupakan salah satu cara Langgan dalam mengendalikan nelayan di wilayah tersebut melalui jaringan yang dia buat di pasar dengan Langgan lain dan dengan Bakul-Bakul yang ada di wilayah tersebut serta melalui konsensus yang dibuat di masa lalu. 110

30 5.8. Langgan : Modal Sosial dan Kebudayaan Masyarakat Seperti halnya masyarakat nelayan pada umumnya, fenomena kemiskinan terjadi pada masyarakat nelayan desa Muara-Binuangeun. Kemiskinan ini terjadi karena kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang mengalami ketimpangan. Implikasinya, masyarakat di tingkat nelayan menjadi miskin secara struktural. Kemudian untuk keluar dari kemiskinan ini, masyarakat membuat gagasangagasan tertentu atau ide-ide yang mewujud menjadi suatu kebijakan lokal yang bertujuan untuk keluar dari masalah kesulitan ekonomi dan untuk kesejahteraan bersama. Inilah yang kemudian melahirkan inisiatif dalam mencari modal untuk kebutuhan melaut atau nelayan. Inisiatif ini kemudian melahirkan Langgan yang berfungsi untuk memberikan bantuan pinjaman modal pada nelayan. Langgan tersebut, memiliki serangkaian aturan-aturan khusus atau norma-norma khusus yang memiliki nilai dan sanksi untuk para pelaksananya. Aturan tersebut merupakan suatu konsensus antara pihak Langgan dengan masyarakat nelayan yang meminjam modal pada Langgan. Sebenarnya konsensus ini lebih menguntungkan Langgan dan konsensus ini juga merupakan kesepakatan sepihak yang merugikan bagi nelayan. Aturan ini (konsensus) menjadi kuat karen pula dilandasi dengan kepercayaan, loyalitas, solidaritas, hubungan kerjasama dan tanggung jawab para pelaksananya sehingga Langgan menjadi kuat, serta dapat tumbuh dan berkembang pada masyarakat nelayan. Agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, aktor-aktor yang terlibat dalam Langgan kemudian membuat suatu jalinan kerjasama dengan pihak lain untuk memperoleh pengakuan ataupun mengajak untuk bergabung dalam sistem yang dibangun oleh Langgan. Dengan demikian posisi Langgan menjadi kuat dan 111

31 diakui secara umum oleh masyarakat lokal. Inilah yang kemudian melahirkan tindakan kolektif masyarakat dalam mengaplikasikan Langgan agar tujuan masyarakat dapat tercapai. Selanjutnya seiring dengan berjalannya waktu, Langgan menjadi tumbuh dan berkembang menjadi besar dan membudaya pada masyarakat. Akhirnya jika orang lain bicara masyarakat nelayan Desa Muara- Binuangeun, maka image yang terbangun dalam masyarakat adalah Masyarakat nelayan desa Muara tidak akan lepas dari sistem Langgan. Dalam perkembangannya inilah, Langgan menjadi sebuah kearifan lokal pada Masyarakat dan menjadi kebudayaan masyarakat setempat Langgan dan Modal Sosial Masyarakat Langgan yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat nelayan di desa Muara-Binuangeun, merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat nelayan yang berlandaskan modal sosial masyarakat nelayan. Di dalam sistem Langgan, terdapat suatu norma khusus atau aturan-aturan yang merupakan konsensus masyarakat dan Langgan sejak dahulu dan diakui keberadaannya sampai dengan saat ini. Pada saat konsensus ini di buat, aturan atau norma-norma khusus yang berada di dalam konsensus ini di nilai baik ϒ sehingga pantas untuk diaplikasikan oleh masyarakat. Sedangkan untuk pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya berdasarkan norma yang telah diakui ini, maka akan memperoleh sanksi sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya tersebut. Dalam sistem Langgan, sanksi yang diberikan umumnya berupa sanksi materi dan sanksi moral ϒ Pada awalnya, tujuan dari Langgan itu sendiri adalah untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi masyarakat nelayan di desa Muara. Jadi dianggap tujuan tersebut merupakan tujuan yang baik. Akan tetapi, dalam perkembangannya, tujuan tersebut disalahgunakan oleh Langgan (secara individu) itu sendiri untuk mengeksploitasi nelayan sehingga yang terjadi adalah nelayan semakin miskin. 112

32 / adat. Misalnya adalah pada saat nelayan tidak dapat melunasi utang-utangnya pada Langgan, maka pihak Langgan akan melakukan penyitaan harta-benda nelayan yang berhutang tersebut. Atau jika Langgan tidak lagi dapat membiayai nelayan / memberi pinjaman modal pada nelayan untuk melaut, maka nelayan tersebut berhak untuk berpindah Langgan, atau jika perahu nelayan tidak diperbaiki oleh Langgan, maka tidak sedikit Langgan yang membebaskan utangutang nelayan. Ini terjadi berdasarkan konsensus yang telah disepakati di awal antara pihak-pihak yang terlibat dalam sistem Langgan. Norma dan sanksi yang disepakati bersama ini menjadi kuat walaupun tidak didukung oleh hukum formal karena norma dan sanksi tersebut dilandasi oleh kepercayaan (trust), loyalitas / kesetiaan (loyalty), solidaritas (solidarity), relasi (relation), dan tanggung-jawab pihak yang terkait dalam sistem Langgan tersebut. Landasan ini, secara moral memperkuat hubungan antara aktor-aktor yang terlibat dalam sistem Langgan. Aktor-aktor yang terlibat tersebut diantaranya adalah, Langgan itu sendiri, masyarakat nelayan, para Bakul, Tekong, pemerintah maupun masyarakat desa Muara itu sendiri yang mendapat efek eksternalitas dari adanya sistem Langgan, meskipun masyarakat tersebut ada yang pekerjaannya bukan sebagai nelayan. Misalnya saja masyarakat yang menjadi pedagang. Karena adanya sistem yang diterapkan oleh Langgan, maka wilayah desa Muara menjadi ramai dan secara tidak langsung, menjadi faktor pendorong berkembangnya pasar sebagai efek eksternalitas dari adanya pelelangan ikan. Pasar inilah yang kemudian menjadi tempat masyarakat setempat untuk mencari nafkah seperti dengan cara berdagang. Meskipun pasar ini terbentuk bukan hanya oleh Langgan saja, akan tetapi Langgan juga mempengaruhi perkembangan dari 113

BAB VI SISTEM LANGGAN DAN PERUBAHANNYA

BAB VI SISTEM LANGGAN DAN PERUBAHANNYA BAB VI SISTEM LANGGAN DAN PERUBAHANNYA 6.1. Mekanisme Sistem Di Desa Muara-Binuangeun Proses kerjasama antara nelayan dengan ditandai dengan adanya serangkaian mekanisme yang terstruktur yang dimulai dengan

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PERUBAHAN PADA LANGGAN

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PERUBAHAN PADA LANGGAN BAB VII FAKTOR-FAKTOR PERUBAHAN PADA LANGGAN 7.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kearifan Lokal (Langgan) pada Masyarakat Nelayan Di Desa Muara-Binuangeun Langgan sebagai suatu bentuk kearifan

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. I dan desa Muara II. Desa Muara I masuk kedalam areal kawasan kabupaten

BAB VIII PENUTUP. I dan desa Muara II. Desa Muara I masuk kedalam areal kawasan kabupaten BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Desa Muara-Binuangeun adalah salah satu desa pesisir yang ada di kabupaten Lebak, provinsi Banten. Desa ini dibagi menjadi dua yaitu desa Muara I dan desa Muara II. Desa

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pendapatan asli daerah Sulawesi Selatan. Potensi perikanan dan kelautan meliputi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pendapatan asli daerah Sulawesi Selatan. Potensi perikanan dan kelautan meliputi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah yang memiliki luas perairan laut cukup besar menjadikan hasil komoditi laut sebagai salah satu andalan dalam pendapatan asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Manusia pada hakikatnya adalah sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk sosial dimana manusia itu sendiri memerlukan interaksi

Lebih terperinci

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem Sugeng Hartono 1 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 1 Sugeng.ug@gmail.com 1. Pendahuluan Nelayan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian dan sekaligus memberikan analisis terhadap permasalahan yang dibahas. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO 38 BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO A. Kondisi umum masyarakat nelayan ( kondisi geografis ) 1. Keadaan

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan yang tinggal di pedesaan merupakan penyumbang terbesar jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada umumnya, petani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan, yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang diapit oleh lautan yang sangat luas... (Pattipeilohy, 2013, hlm. 2). Menurut Wibisono (2005, hlm. 19) laut Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 84 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan terhadap semua hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian, sekaligus memberikan analisis terhadap permasalahan yang dibahas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu pulau yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu pulau yang sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu pulau yang sebagian besar wiliyahnya merupakan perairan laut, selat dan teluk, sedangkan lainnya adalah daratan yang

Lebih terperinci

VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG

VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG 101 VI. AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG Akses dapat bermakna sebagai kemampuan dan karena itu permasalahan akses dapat dilihat dalam tatanan hubungan

Lebih terperinci

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI 8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI Aktivitas-aktivitas perikanan tangkap yang ada di PPI Jayanti dan sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai aktivitas wisata bahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut seluas 64,85% dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut seluas 64,85% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut seluas 64,85% dari luas wilayah Indonesia atau 3.544.743,9 km² (Kementerian Kelauatan dan Perikanan, 2011). Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk memecahkan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG

BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG 103 BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG 8.1 Keberadaan Pemulung Keberadaan pemulung yang menempati daerah pinggiran perkotaan maupun pusat perkotaan menjadi suatu fenomena sosial yang tidak dapat dihindari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet terpadat dan terbesar kelima dari delapan planet dalam tata surya yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Koperasi 1. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal 1 Ayat 1, pengertian koperasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi

BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi BAB IV KOMUNITAS DIBO-DIBO: Menelusuri Aktivitas Sosio-Ekonomi Pengantar Ada satu kesepakatan bersama masyarakat suku di jazirah Halmahera bahwa Dibo-dibo mengacu pada sekumpulan orang yang berprofesi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULU LOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI. A. Tinjauan Umum tentang Kabupaten Wonogiri

BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULU LOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI. A. Tinjauan Umum tentang Kabupaten Wonogiri 48 BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULU LOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI A. Tinjauan Umum tentang Kabupaten Wonogiri 1. Letak Geografis Kabupaten Wonogiri terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN 46 BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Profil Desa Tawangrejo 1. Letak geografis Secara geografis Desa Tawangrejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kajian tentang masyarakat nelayan pedesaan merupakan salah satu kajian ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat dengan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak penduduk dengan berbagai macam ragam mata pencaharian. Dimana mata pencaharian merupakan aktivitas manusia untuk dapat memperoleh taraf hidup

Lebih terperinci

Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat

Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat Roisul Ma arif, Zulkarnain, Sulistiono P4W LPPM IPB

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Permasalahan Sosial Budaya dalam Implementasi Peraturan tentang Perlindungan Spesies Hiu di Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58

Lebih terperinci

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat nelayan merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Pada umumnya mereka adalah kelompok masyarakat tertinggal yang berada pada

Lebih terperinci

5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN

5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN 5 PENGEMBANGAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN 5.1 Pola Distribusi Hasil Tangkapan Hampir seluruh hasil tangkapan ikan dari Nunukan didistribusikan dan dipasarkan ke daerah Tawau Malaysia. Pola pendistribusian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi oleh usaha perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya 15% usaha perikanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan lingkungan yang melimpah. Indonesia juga terkenal sebagai negara maritim dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah dikunjungi dari transportasi apapun sering menjadi primadona bagi pendatang yang ingin keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO Setya Prihatiningtyas Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai nelayan. Masyarakat nelayan memiliki tradisi yang berbeda. setempat sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai nelayan. Masyarakat nelayan memiliki tradisi yang berbeda. setempat sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Kranji merupakan desa yang ada di wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Secara georgafis Desa Kranji terletak di utara pesisir Pulau Jawa, yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kemiskinan, banyaknya jumlah anak dalam keluarga dan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kemiskinan, banyaknya jumlah anak dalam keluarga dan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nelayan adalah suatu masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di dalam laut baik itu berupa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Industri kuliner memiliki fungsi penting dalam pembangunan ekonomi terutama bagi perempuan di pedesaan. Studi dari Desa Ngawu menunjukkan bahwa usaha ini

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ANTARA PEMILIK KAPAL DAN NELAYAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PENERAPAN ANTARA PEMILIK KAPAL DAN NELAYAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN BAB III PENERAPAN ANTARA PEMILIK KAPAL DAN NELAYAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN A. Gambaran Umum Desa Paloh Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan 1. Letak Geografis Desa Paloh merupakan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN 7.1. Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Sosial 7.1.1. Hubungan Usia dengan Strategi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Kelurahan Kelurahan Kebomas terletak di Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Penduduk Kelurahan Kebomas

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang

BAB I PENDAHULUAN. dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional setelah nelayan memperoleh hasil ikan tangkapan, mereka lalu mencoba menjual sendiri kepada konsumen setempat melalui cara barter atau dengan nilai

Lebih terperinci

BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN

BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN 40 BAB V IDENTIFIKASI PELAKSANAAN PROGRAM MISYKAT DALAM MENERAPKAN PRINSIP PEMBERDAYAAN Proses pelaksanaan program Misykat dinilai berdasarkan tahapan dialog, penemuan dan pengembangan. Ukuran proses pelaksanaan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ALTERNATIF: UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PESISIR Oleh: Nanang Martono

PENDIDIKAN ALTERNATIF: UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PESISIR Oleh: Nanang Martono PENDIDIKAN ALTERNATIF: UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PESISIR Oleh: Nanang Martono Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar wilayahnya berupa wilayah perairan kemudian

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kemiskinan dan kesenjangan sosial pada kehidupan nelayan menjadi salah satu perhatian utama bagi kebijakan sektor perikanan. Menurut pemerintah bahwa kemiskinan dan

Lebih terperinci

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN 2.1 Profil Daerah Penelitian Sub bab ini akan membahas beberapa subjek yang berkaitan dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara maritim sebagian besar penduduk menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara maritim sebagian besar penduduk menggantungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya menjadi nelayan. Walaupun mata pencarian orang-orang desa di pesisir beragam, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan 78 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan 1. Keadaan Geografis Kecamatan Teluk Betung Selatan merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang terdapat di Kota Bandar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER ANALISIS FUNGSI KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON- MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi) RIAKANTRI

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

0leh : Bibik Nurudduja,S.Ag,M.H

0leh : Bibik Nurudduja,S.Ag,M.H 0leh : Bibik Nurudduja,S.Ag,M.H Bibik nurudduja Tinggal di Desa Kunir RT 01 RW 06 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak Jawa Tengah Alumni fak.syariah IAIN Walisongo Semarang & Magister Ilmu Hukum konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN TRADISI MIYANG DI DESA WERU KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN. Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Adapun jarak Desa Weru

BAB III PELAKSANAAN TRADISI MIYANG DI DESA WERU KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN. Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Adapun jarak Desa Weru BAB III PELAKSANAAN TRADISI MIYANG DI DESA WERU KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN A. Gambaran umum Desa Weru 1. Letak Geografis Desa Weru merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Paciran Kabupaten

Lebih terperinci

VII KESIMPULAN DAN SARAN

VII KESIMPULAN DAN SARAN VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka berikut ini penulis akan menyajikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil analisis kinerja keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan atau nelayan yang bekerja pada subsektor tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. ikan atau nelayan yang bekerja pada subsektor tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau daerah. Sumber daya alam ini diharapkan dapat mensejahterakan rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM HOME INDUSTRY KERUPUK IKAN. Penelitian dilakukan pada daerah sentra home industry pengolahan kerupuk

4 KEADAAN UMUM HOME INDUSTRY KERUPUK IKAN. Penelitian dilakukan pada daerah sentra home industry pengolahan kerupuk 4 KEADAAN UMUM HOME INDUSTRY KERUPUK IKAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian Penelitian dilakukan pada daerah sentra home industry pengolahan kerupuk ikan di Desa Pabean Kecamatan Tambak Boyo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi yang berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi masyarakat Jawa berbagai

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Perubahan Iklim Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan pada sebuah keadaan iklim yang diidentifikasi menggunakan uji statistik dari rata-rata perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar tentang perilaku nelayan

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan urusan bidang kelautan dan perikanan khususnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan perairan teluk yaitu Teluk Jukung. Pada perairan teluk tersebut terdapat suaka perikanan Gusoh Sandak (Perda Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI NGNGREYENG DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) MINA UTAMA KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI NGNGREYENG DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) MINA UTAMA KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI NGNGREYENG DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) MINA UTAMA KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK A. Profil Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mina Utama Kecamatan Bonang Kabupaten Demak Tempat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nelayan dan Tengkulak

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nelayan dan Tengkulak 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nelayan dan Tengkulak Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir

Lebih terperinci

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi alam di sektor perikanan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI. A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan

BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI. A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan Pemasok Dalam kamus istilah keuangan dan perbankan disebutkan bahwa : Consgnment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara ini sungguh sangat banyak mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam terbesar di Asia Tenggara. Semestinya tidak diragukan lagi bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam terbesar di Asia Tenggara. Semestinya tidak diragukan lagi bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan mengenai sumber daya air yang terjadi di Indonesia Mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal,

Lebih terperinci