BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG
|
|
- Vera Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 103 BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG 8.1 Keberadaan Pemulung Keberadaan pemulung yang menempati daerah pinggiran perkotaan maupun pusat perkotaan menjadi suatu fenomena sosial yang tidak dapat dihindari. Konsep komunitas menurut Ife (1995) dalam widianto (2008) dibagi menjadi dua, yaitu geographical community dan functional community. Geographical community adalah komunitas yang terikat atas kesamaan lokalitas atau satu kesatuan tempat tinggal. Functional community adalah komunitas yang terikat atau komunitas berdasarkan pada hal yang lebih umum yang menimbulkan identitas diri. Berdasarkan dua konsep komunitas tersebut maka pemulung pada penelitian ini dipandang sebagai suatu komunitas. Berdasarkan geographical community, para pemulung tinggal dan hidup bersama di satu lapak, yakni di Kelurahan Beji Kota Depok. Berdasarkan functional community, para pemulung memiliki kesamaan dalam bidang pekerjaan yang menimbulkan suatu identitas diri yang sama, yakni sebagai pemulung. Pada bab sebelumnya dapat diketahui bahwa umumya para pemulung berasal dari pedesaan. Untuk memperbaiki ekonomi rumah tangga para pemulung tersebut melakukan urbanisasi. Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota. Menurut Soekanto (1990), penyebab urbanisasi ini dapat dilihat dari dua sudut yakni: (1) Faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (push factors), dan (2) Faktor kota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di kota (pull factors). Bila dianalisis dari faktor pendorong (push factors) maka sebab-sebab para pemulung meninggalkan tempat tinggalnya secara umum adalah sebagai berikut: a. Di desa lapangan kerja pada umumnya kurang. Hal ini terlihat pada kasus Mas Agk yang tidak mendapatkan pekerjaan di daerah asalnya. Oleh karena itu, Mas Agk memutuskan merantau ke kota untuk mendapatkan pekerjaan.
2 104 b. Penghasilan dari bertani belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Hal ini terlihat pada kasus Keluarga Bapak Sdr, Keluarga Bapak Drm, Keluarga Bapak Swn dan Ibu Msm yang sebelumnya berprofesi sebagai petani. Kerugian penjualan hasil tani akibat hama juga menjadi alasan kasus meninggalkan profesinya sebagai tani. Namun, lahan sawah yang sebelumnya menjadi mata pencaharian Bapak Sdr dan Bapak Drm, saat ini dikerjakan oleh kerabat dekatnya. Uang produksi tani sebagian ditanggung oleh Bapak Sdr dan Bapak Drm. Kemudian hasil penjualan tani dibagi secara merata. Kondisi ini memperlihatkan bahwa terdapat pemulung yang menginvestasikan penghasilan memulungnya di lahan sawah yang dimilikinya. Sebelum memutuskan berprofesi sebagai pemulung, kasus pula telah melakoni berbagai pekerjaan di sektor informal lainnya. Sebaliknya bila ditinjau dari faktor penarik (pull factors) maka sebabsebab para pemulung menetap di kota yakni: a. Para pemulung beranggapan bahwa di kota banyak pekerjaan yang akan didapatkannya sehingga penghasilan yang diterimanya juga banyak. Kasus Bapak Sdr, Bapak Swn, Ibu Msm beranggapan bahwa di kota menawarkan beragam pekerjaan yang dapat dengan mudah mereka dapatkan. Hal ini tentu berbeda dengan anggapan mereka terhadap daerah asalnya yang hanya mampu menawarkan pekerjaan sebagai tani dengan penghasilan minimum. b. Informasi mengenai kota dari kerabat pemulung yang sebelumnya telah merantau. Hal ini terlihat pada kasus Bapak Sdr yang mengajak turut serta anak dan menantunya (Bapak Drm dan Ibu Snr) untuk ikut bekerja sebagai pemulung. Bapak Sdr pula tidak segan-segan menginformasikan pekerjaan memulung kepada para tetangganya yang ingin hidup merantau di kota. Informasi yang diberikan Bapak Sdr meliputi suasana bekerja di kota dan penghasilan yang diterimanya dari pekerjaan memulung. Sehubungan dengan faktor penarik tersebut, dapat diketahui bahwa Depok menjadi salah satu kota tujuan bagi masyarakat desa yang ingin merantau dan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Berkembangnya
3 105 Depok menjadi Kota Administratif pada tahun 1997 pula menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemulung untuk menetap di kota ini. 8.2 Hubungan Patron dan Klien Hubungan yang terjalin antara bos pemulung dan pemulung termasuk ke dalam hubungan antara patron dan klien. Hal ini karena ciri-ciri patron-klien dapat ditemukan dalam hubungan yang terjalin diantara keduanya seperti : (1) bos pemulung berada dalam posisi lebih kuat, lebih tinggi dan lebih kaya dari pemulung, (2) terdapat sifat tatap muka, dimana bos pemulung mengenal baik pemulung yang menjadi anak buahnya, demikian pula sebaliknya. Interaksi yang terjalin bertambah kuat dan dekat sebab hubungan diantara keduanya dilandasi oleh rasa saling percaya, (3) sifat luwes dan meluas pada bos pemulung dengan pemulung yang tidak saja berkaitan dengan dengan ikatan kerja, tetapi juga pada hubungan pertemanan. Bos pemulung (patron) memiliki kewajiban untuk memberikan perhatian kepada kliennya layaknya seorang bapak kepada anaknya. Sebaliknya, pihak klien (pemulung) memiliki kewajiban untuk menunjukan perhatian dan kesetiaannya kepada patronnya layaknya anak kepada bapaknya. Eksistensi hubungan antara patron dan klien ini bergantung pada keselarasan antara patron dan kliennya dalam menjalankan hak dan kewajiban yang melekat pada masing-masing pihak dengan terjalinnya suatu hubungan yang saling menguntungkan. Keselarasan hubungan diantara patron dan klien ini ditunjukan pula pada hubungan non-bisnis atau non-ekonomi. Jaminan sosial non-bisnis yang diberikan bos pemulung terlihat pada beberapa bantuan yang diberikan bos pemulung kepada anak buahnya, seperti : peminjaman uang, perlindungan beroperasi memulung dan biaya perawatan bila sakit. Bantuan tersebut merupakan suatu kebutuhan bagi pemulung sehingga timbul perasaan nyaman dan dilindungi. Interaksi yang terjalin di lapak pemulung ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawa klien dari desa. Nilai-nilai tersebut dianggap penting keberadaanya bagi klien. Sebab pada setiap masyarakat terdapat beberapa nilai yang dijunjung tinggi dan melekat dalam diri masing-masing. Nilai-nilai yang dapat ditemui
4 106 dalam lapak pemulung ini adalah rasa kekeluargaan diantara para pemulung, saling tolong menolong dan penggunaan bahasa masing-masing daerah dalam kehidupan sehari-hari seperti, bahasa jawa dan bahasa sunda. Tidak dapat dipungkiri, bahwa lambat laun berbagai nilai-nilai yang tertanam pada diri klien dapat terkikis oleh nilai-nilai yang berada dalam masyarakat perkotaan. Redfield (1960) menyatakan bahwa di dalam suatu kehidupan sosial yang lebih besar, kehidupan petani dianggap sebagai suatu lingkaran kecil yang bertumpang tindih dengan kebudayaan yang jauh lebih besar dan yang kurang jelas batasannya. Redfiled dalam bukunya juga menyatakan bahwa unsur-unsur di dalam kebudayaan yang lebih besar (Great tradition) mengalir pada komunitas-komunitas kecil yang memiliki kebudayaan kecil (Little tradition). Komunitas pemulung yang memiliki kebudayaan kecil dalam penelitian ini hidup berdampingan dengan sistem kebudayaan yang lebih besar, yakni kebudayaan masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang tertanam di para pemulung mengalami beberapa perubahan, seperti penggunaan pakaian ketika para pemulung tersebut pulang kampung. Bagi orang desa sendiri bentuk dan warna pakaian tidak menjadi soal, karena yang terpenting adalah fungsi pakaian yang dapat melindungi diri dari panas dan dingin. Pada sisi lain bagi masyarakat kota, nilai pakaian sebagai alat kebutuhan sosial untuk memperlihatkan kedudukan sosial bagi pemakainya. Proses perubahan tersebut disebut sebagai proses akulturasi, dimana suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsurunsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikan rupa, sehingga unsurunsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri (Soekanto, 1990). 8.3 Kaitan Pola Interaksi dengan Kelembagaan Kelembagaan yang terkait dengan pemulung dianggap penting keberadaanya sebagai jalan untuk memenuhi tujuan masing-masing pihak. Muncul dan berkembangnya kelembagaan tersebut dipengaruhi oleh pola interaksi yang terjalin antar pemulung, pemulung dengan bos pemulung dan pemulung
5 107 dengan masyarakat setempat. Pada bab sebelumnya dapat diketahui bahwa pola interaksi yang terkait dengan pemulung masing-masing berbeda. Oleh karena itu, terdapat perbedaan level kelembagaan yang terkait dengan keberadaan pemulung. Perbedaan kelembagaan tersebut memiliki kekuatan mengikat yang berbedabeda. Kelembagaan yang terdapat diantara pemulung dalam satu lapak memiliki tingkatan yang lebih besar dan lebih mengikat. Secara sosiologis, norma yang terdapat di kalangan pemulung termasuk ke dalam norma tata kelakuan (mores). Tata kelakuan mencerminkan aturan-aturan yang telah diterima sebagai normanorma pengatur dan dijadikan sebagai alat pengawas oleh anggota-anggotanya. Norma tersebut terlihat pada aturan dilarang mencuri bagi setiap pemulung. Aturan yang dibuat para pemulung ini merupakan aturan yang tidak tertulis dan menjadi sebuah kesepakatan yang mengikat perilaku mereka ketika akan melakukan operasi memulung. Apabila para pemulung melanggar aturan ini maka konsekuensinya adalah diusir dari lapak pemulung di Kelurahan Beji. Konsekuensi yang berat membuat para pemulung ini tidak ada yang berani mencuri. Kelembagaan yang terdapat antara pemulung dengan bos pemulung memiliki tingkatan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kelembagaan yang terdapat diantara pemulung dengan pemulung lainnya dalam satu lapak. Secara sosiologis, norma yang terdapat di kalangan antar pemulung termasuk ke dalam norma kebiasaan (folkways). Norma ini meliputi cara-cara bertindak yang dilakukan berulang-ulang oleh pemulung dan bos pemulung. Norma kebiasaan tercermin pada perilaku yang diakui dan diterima oleh komunitas pemulung. Berbagai aturan tersebut dihasilkan melalui proses interaksi dan menghasilkan kesepakatan bersama antar pemulung dengan bos serta menjadi aturan yang mengikat perilaku pemulung. Norma tersebut terlihat aturan-aturan yang disepakati bersama, seperti pemulung tidak boleh menjual hasil barang pulungannya ke bos pemulung lain, harga ditentukan oleh bos, setiap pemulung melakukan penimbangan hasil memulung pada hari Kamis, penghasilan pemulung diberikan pada malam Kamis, cara memasukan kardus bekas dan barang pulungan lainnya, dilarang kumpul kebo, sopan terhadap warga masyarakat
6 108 sekitar dan dilarang bertikai dengan masyarakat setempat. Apabila aturan tersebut dilanggar maka sanksinya adalah berupa teguran, sindiran, atau perunjingan. Kelembagaan yang terdapat diantara pemulung dengan masyarakat setempat dan pemulung dengan pemerintah setempat memiliki tingkatan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kelembagaan lainnya. Hal ini disebabkan pola interaksi dan komunikasi yang terjalin diantara keduanya belum berjalan dengan baik. Secara sosiologis, norma yang terdapat diantara pemulung dengan masyarakat setempat termasuk ke dalam norma cara (usage). Norma ini menunjuk pada suatu perbuatan dengan sangsi yang sangat ringan berupa celaan dari masyarakat atau pemerintah apabila para pemulung melanggarnya. Pada umumnya cara pemulung melakukan operasi memulung di daerah perumahan pada pagi hari yakni sekitar pukul wib dan kembali pada pukul wib. Hal ini menyesuaikan dengan izin dari perumahan yang menyatakan bahwa pemulung dapat melakukan operasinya setelah jam wib dan harus selesai pada pukul wib. Aturan yang diberlakukan pemerintah setempat dalam hal ini pihak Kelurahan Beji, Kota Depok adalah anjuran agar para pemulung tetap menjaga kebersihan di lingkungan kelurahan Beji. Norma-norma yang terdapat di antara pemulung dalam satu lapak telah mengalami proses pelembagaaan. Proses pelembagaan terjadi ketika normanorma tersebut dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan pemulung sehari-hari. Aturan dilarang mencuri telah menjadi norma yang wajib ditaati oleh setiap anggota komunitas pemulung di lapak ini. Aturan ini pula menjadi bagian dari kehidupan pemulung di lapak yang dihargai keberadaanya. Berbeda dengan norma-norma yang terdapat diantara pemulung dalam satu lapak, norma-norma yang terdapat diantara pemulung dengan bos pemulung, masyarakat setempat dan pemerintah setempat belum mengalami proses pelembagaan. Hal ini disebabkan norma-norma tersebut belum ditaati oleh para pemulung. Bahkan norma-norma tersebut sebagian belum dikenal oleh para pemulung. Pola komunikasi dan interaksi yang tidak berjalan dengan baik menjadi faktor penyebabnya. Pada norma-norma yang terdapat diantara pemulung dengan bos pemulung hanya sebatas dikenal dan diakui. Para pemulung di lapak ini masih belum
7 109 menaati aturan-aturan yang diberikan oleh bos. Hal ini terjadi pada kasus Ibu Msm yang terkadang tidak menimbang barang hasil pulungannya pada hari yang telah ditetapkan bersama. Para pemulung pula terkadang melakukan negosiasi harga barang pulungan kepada bos pemulung. Padahal aturan yang telah disepakati bersama menyatakan harga setiap barang pulungan ditentukan oleh bos. Belum ditaatinya aturan yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara bos pemulung dengan pemulung membuat norma-norma tersebut belum mengalami proses pelembagaan. Apabila norma-norma tersebut belum ditaati maka terdapat rasa kurang menghargai dari diri para pemulung terhadap keberadaan aturanaturan tersebut.
BAB VII KELEMBAGAAN DI KALANGAN PARA PEMULUNG DAN PROSES MUNCULNYA KELEMBAGAAN TERSEBUT
94 BAB VII KELEMBAGAAN DI KALANGAN PARA PEMULUNG DAN PROSES MUNCULNYA KELEMBAGAAN TERSEBUT 7.1 Kelembagaan Antar Pemulung Kelembagaan yang terdapat diantara pemulung pada satu lapak ini dapat terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan topik Sektor Informal Yogyakarta, pada hari Selasa 7 Maret 2005, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang bekerja dan berusaha bagi sejumlah penduduk yang semakin bertambah masih perlu diatasi dengan sungguh-sungguh. Menurut Badan Pusat Statistik (2009) jumlah
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi
BAB VI KESIMPULAN Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi penghuninya dari sinar matahari, berlindung dari hujan hingga berlindung dari cuaca buruk yang ada disekitar lingkungannya.
Lebih terperinciPERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN
PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian norma sosial, terbentuknya norma sosial, ciri-ciri
Lebih terperinciBAB VI POLA INTERAKSI ANTAR PEMULUNG, PEMULUNG DENGAN BOS PEMULUNG DAN PEMULUNG DENGAN MASYARAKAT SETEMPAT
84 BAB VI POLA INTERAKSI ANTAR PEMULUNG, PEMULUNG DENGAN BOS PEMULUNG DAN PEMULUNG DENGAN MASYARAKAT SETEMPAT 6.1 Pola Interaksi Antar Pemulung Sebagai makhluk sosial, pemulung membutuhkan kehadiran orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah ditentukan untuk bisa ditaati dan dilaksanakan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa sebagai komunitas kecil yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal dan juga dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat desa bergantung kepada
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2005 SERI E ===================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH
Lebih terperinciMemelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat.
Memelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat. Bagaimana jika kelasmu kotor? Sampah berserakan di manamana? Tentu kalian tidak senang! Dalam menerima pelajaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya
Lebih terperinciKESADARAN, BUDAYA, DAN GENGSI. Oleh : ANASTASIA EVIRA
DISIPLIN SISWA DI SEKOLAH : ANTARA KESADARAN, BUDAYA, DAN GENGSI Oleh : ANASTASIA EVIRA Tentang Penulis : Nama : ANASTASIA EVIRA Tempat & tanggal lahir : P.Raya, 6 Maret 1992 Asal Sekolah : SMAN 2 Pahandut
Lebih terperinci5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN
56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Galih Septian, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perusahaan atau lembaga pemerintahan memiliki budaya kerja, yaitu suatu sistem nilai yang merupakan kesepakatan bersama dari semua yang terlibat dalam perusahaan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Pemulung diidentikkan dengan sampah, dimana ada sampah disana ada
102 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pemulung diidentikkan dengan sampah, dimana ada sampah disana ada pemulung. Pemulung pada dasarnya mencari barang-barang bekas yang bisa mereka jual kembali seperti sampah
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG
24 BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Kelurahan Empang merupakan kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Secara administratif, batas-batas
Lebih terperinciZâuxÜÇâÜ cüéñ Çá WtxÜt{ ^{âáâá \uâ~éàt ]t~tüàt
ZâuxÜÇâÜ cüéñ Çá WtxÜt{ ^{âáâá \uâ~éàt ]t~tüàt PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN GRIYA PIJAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciWALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa keberadaan Penyelenggaraan
Lebih terperinciNORMA, KODE ETIK, TATA TERTIB, DAN LARANGAN DALAM PELAKSANAAN AKREDITASI
NORMA, KODE ETIK, TATA TERTIB, DAN LARANGAN DALAM PELAKSANAAN AKREDITASI A. Norma Pelaksanaan Akreditasi Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah harus berpedoman kepada normanorma yang sesuai dengan tujuan
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT
- 1 - GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciNorma Dalam Kehidupan Masyarakat
Norma Dalam Kehidupan Masyarakat Pengertian Norma adalah pedoman perilaku untuk melangsungkan kehidupan bersama-sama dalam suatu kelompok masyarakat. Norma dapat juga diartikan sebagai petunjuk atau patokan
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 diakses 26 februari 2016, Pukul WIB.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG a. Umum- Kondisi Permukiman Kampung Kota Pembangunan wilayah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi penduduk dan arus migrasi. Sejak dekade 1970-an
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. tinggi tingkatan usaha pedagang barang bekas maka memiliki relasi kerja yang semakin
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Relasi kerja antar pedagang barang bekas dibedakan berdasar pada tingkatan usahanya, yaitu pedagang keliling, pemilik lapak kecil, dan pemilik lapak besar. Semakin tinggi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh sebab itu manusia tersebut menyatu pada struktur masyarakat guna mencapai tujuan yang di cita-citakan.
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN MAGANG. pada PD.PAM JAYA yang berlokasi di jalan Penjernihan II Pejompongan Jakarta
17 BAB III PELAKSANAAN MAGANG 3.1. Pengenalan Lingkungan Kerja Dalam melakukan kegiatan magang atau praktek kerja yang dilakukan pada PD.PAM JAYA yang berlokasi di jalan Penjernihan II Pejompongan Jakarta
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan
Lebih terperinciNilai dan Norma Sosial
Nilai dan Norma Sosial Manusia tercipta sebagai mahluk pribadi sekaligus sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk pribadi, manusia berjuang untuk memenuhi kebutuhannya agar dapat bertahan hidup. Dalam memenuhi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks
9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda dan Yennie,
Lebih terperinciBAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro
46 BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro Modal sosial merupakan hal yang penting dalam membentuk suatu kerjasama,
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan tehnologi di bidang industri akan berdampak positif maupun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya kemajuan tehnologi di bidang industri akan berdampak positif maupun negatif bagi masyarakat, khususnya pada keluarga yang tergolong miskin karena kebanyakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah dikunjungi dari transportasi apapun sering menjadi primadona bagi pendatang yang ingin keluar dari
Lebih terperinciBUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016
P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,
BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN RUMAH KOS DAN, ATAU RUMAH SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR, Menimbang : a. bahwa usaha penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula merusak hubungan diantaranya adalah hubungan sosial dapat terlihat dalam aktifitas jual beli dipasar. Keharmonisan
Lebih terperinciDAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. ABSTRAK. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang Penelitian...
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. ABSTRAK. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN. i iii v viii xiii xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1 1.2. Identifikasi dan Perumusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir
Lebih terperinciWAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan
WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, mulai dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penghunian rumah oleh bukan pemilik baik dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam
Lebih terperinciITEM VALID (ANGKET KEHARMONISAN KELUARGA ISLAMI) Variabel Sub Variabel Indikator Item Valid Total (+) (-) keluarga
ITEM VALID (ANGKET KEHARMONISAN KELUARGA ISLAMI) Variabel Sub Variabel Indikator Item Valid Total (+) (-) Kehidupan Menjalankan nilai-nilai dan 1,2,3 4 4 beragama dalam ajaran agama Saling menghargai 1)
Lebih terperinciMATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL
MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN MASALAH
BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dan Abdi Masyarakat yang selalu hidup ditengah masyarakat dan bekerja
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pegawai negeri bukan saja unsur Aparat Negara tetapi juga merupakan Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang selalu hidup ditengah masyarakat dan bekerja untuk
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KONTRAK DAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK
Lebih terperinciNilai & Norma DORIS FEBRIYANTI M,SI
Nilai & Norma DORIS FEBRIYANTI M,SI NILAI SOSIAL DALAM MASYARAKAT Nilai sosial dalah segala sesuatu pandangan yang dianggap baik dan benar oleh suatu lingkungan masyarakat yang kemudian dipedomani sebagai
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1313, 2014 KEMEN KUKM. Hari Kerja. Jam Kerja. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PER/M.KUKM/IX/2014 TENTANG HARI KERJA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) merumuskan bahwa, Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG JAM KERJA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG JAM KERJA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI BANYUWANGI, a. bahwa guna
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilaksanakan secara tertib dan terencana yang bertujuan untuk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Sekolah merupakan tempat penyelenggara proses kegiatan pendidikan yang dilaksanakan secara tertib dan terencana yang bertujuan untuk mendidik, mengembangkan,
Lebih terperincipenelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.
8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk memecahkan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada di daerahnya. Pembangunan daerah sebagai pembangunan yang dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan salah satu upaya yang diwujudkan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di daerahnya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya. Sumber daya atau penggerak dari suatu organisasi/instansi yang merupakan suatu penegasan kembali
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai tugas perkembangan masa dewasa salah satunya adalah bekerja. Selain menjadi tugas perkembangan individu, bekerja juga merupakan suatu tujuan seseorang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1189, 2016 KI. Kode Etik Anggota. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 11). PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE
Lebih terperinciLEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL)
LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL) Definisi : Suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubunganhubungan tsb, sesuai dengan kepentingan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan
7 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Sosiologi Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan kata Yunani logos yang berarti kata atau berbicara, jadi sosiologi adalah berbicara
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian
Lebih terperinciBerprestasi yang Madani maka untuk terwujudnya suasana kehidupan
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG BERPAKAIAN MUSLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum terselesaikan di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara. Sebagai masalah bangsa, kemiskinan perkotaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan kebutuhan, baik kebutuhan material maupun spiritual. Kebutuhan itu bersumber dari dorongan-dorongan
Lebih terperinci2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama
C. Lembaga Sosial 1. Pengertian Lembaga Sosial dan Norma Lembaga Sosial suatu sistem norma yg bertujuan utk mengatur tindakan tindakan maupun kegiatan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok dan
Lebih terperinciMATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG
MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG 1. Hakekat Perilaku Menyimpang Sebelum masuk ke dalam materi perubahan sosial budaya, saudara dapat menyaksikan video terkait dengan perilaku menyimpang di masyarakat,
Lebih terperinciPEDOMAN WAWANCARA HUBUNGAN PATRON KLIEN PADA MASYARAKAT PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG
PEDOMAN WAWANCARA HUBUNGAN PATRON KLIEN PADA MASYARAKAT PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG Rumusan No Masalah 1 Bagaimana gambaran pola hubungan patron
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a.
Lebih terperinciKEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
Jalan Ampera Raya No. 7, JakartaSelatan12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keith Davis ( 2007 ) mengemukakan bahwa : Dicipline is management action
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai macam pengertian disiplin kerja yang dikemukakan oleh para ahli, Keith Davis ( 2007 ) mengemukakan bahwa : Dicipline is management action to enforce organization
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirinya dapat menetap dalam jangka waktu lama. Setiap lingkungan tempat tinggal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu menginginkan lingkungan tempat tinggal yang memungkinkan dirinya dapat menetap dalam jangka waktu lama. Setiap lingkungan tempat tinggal diharapkan
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN RUMAH KOS DAN BARAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak pula tuntutan yang harus dipenuhi oleh masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak pula tuntutan yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Salah satunya adalah tuntutan ekonomi sebagai akibat dari biaya
Lebih terperinci1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?
Lampiran 1 Kerangka Wawancara Anamnesa Dimensi Cohesion Separateness/Togetherness 1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat pendatang di tengah-tengah kota Ambon sebagai pedagang adalah sebuah profesi pilihan dan telah menjadi semakin kuat mana kala pilihan yang hanya sekedar
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Sektor Informal 2.1.1 Pengertian dan Eksistensi Sektor Informal Konsep mengenai sektor informal mulai diperbincangkan semenjak penelitian yang dilakukan oleh Keith Hart
Lebih terperinciBERITA NEGARA. Disiplin Kerja. Pegawai Negeri Sipil. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. REPUBLIK INDONESIA
No.1095, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. Disiplin Kerja. Pegawai Negeri Sipil. KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ATAU UNIT KERJA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 06 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 06 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan peranan
Lebih terperinciPERATURAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN NOMOR 005 TAHUN 2015
Mengingat Menimbang PERATURAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN NOMOR 005 TAHUN 2015 Tentang KODE ETIK ORGANISASI KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan Rahmat Tuhan
Lebih terperinciBUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN HARI DAN JAM KERJA PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang terjadi pada negara berkembang sangatkompleks dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perhatian pada kemiskinan merupakan hal yang sangat penting, karena masalah kemiskinan yang terjadi pada negara berkembang sangatkompleks dan bersifatmultidimensional.kemiskinan
Lebih terperincitapi Tidak Bagi Warga
Ketika Relokasi ke Rusun Menjadi Solusi Bagi Pemerintah, Kamis, 28 April 2016 09:39 tapi Tidak Bagi Warga http://jambi.tribunnews.com/2016/04/28/ketika-relokasi-ke-rusun-menjadi-solusi-bagi-pemerintah-tapi-tidak-bagi-warga
Lebih terperinciKEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NOMOR: 1177/H5.1.R/SK/KMS/2008
= i = KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NOMOR: 1177/H5.1.R/SK/KMS/2008 TENTANG PEDOMAN PERILAKU MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciLampiran 1 Tabel Rencana Penyelesaian Skripsi
Lampiran 1 Tabel Rencana Penyelesaian Skripsi No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 I Proposal dan Kolokium 1. Penyusunan Draft Proposal, konsultasi, dan revisi 2. Observasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Pasar Bandar Buat awal berdirinya merupakan sebuah pasar nagari, pasar
74 BAB V KESIMPULAN Pasar Bandar Buat awal berdirinya merupakan sebuah pasar nagari, pasar ini diperkirakan sudah ada sejak zaman belanda namun hanya sebatas untuk pasar untuk kebutuhan masyarkat nagari
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di
BAB V KESIMPULAN A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam Kacamata Patron-Klien Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di lingkungan pasar Wates. Mereka
Lebih terperinciKEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI MALANG Nomor: 3414/KEP/H32/HK/2008. Tentang TATA TERTIB KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI MALANG
KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI MALANG Nomor: 3414/KEP/H32/HK/2008 Tentang TATA TERTIB KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI MALANG REKTOR UNIVERSITAS NEGERI MALANG Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penghunian rumah oleh bukan pemilik baik dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciPROSES MIGRASI ORANG MADURA
29 PROSES MIGRASI ORANG MADURA Migrasi Berantai Migran Madura Etnis Madura dikenal sebagai salah satu etnis yang memiliki budaya migrasi, selain etnis Bugis, Batak dan Minangkabau (Mantra 1992). Terdapat
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN ASRAMA MAHASISWA KOTAWARINGIN BARAT
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN ASRAMA MAHASISWA KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang
Lebih terperinci