RANCANG BANGUN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN INTELIJEN PRODUCTION PLANNING AND INVENTORY CONTROL (PPIC) ADAPTIF PADA INDUSTRI PANGAN IVELINE ANNE MARIE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN INTELIJEN PRODUCTION PLANNING AND INVENTORY CONTROL (PPIC) ADAPTIF PADA INDUSTRI PANGAN IVELINE ANNE MARIE"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN INTELIJEN PRODUCTION PLANNING AND INVENTORY CONTROL (PPIC) ADAPTIF PADA INDUSTRI PANGAN IVELINE ANNE MARIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Intelijen Production Planning and Inventory Control (PPIC) Adaptif Pada Industri Pangan adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Iveline Anne Marie NRP F

4

5 ABSTRACT IVELINE ANNE MARIE. A Design of Intelligent Decision Support System for Adaptive Production Planning and Inventory Control (PPIC) in the Food Industry. Supervised by ERIYATNO, YANDRA ARKEMAN and DADAN UMAR DAIHANI Raw materials for the food processing industries include plant, animal and marine products, packaging materials, food ingredients and food chemicals. Characteristics of food industry raw material which is perishable and seasonal influenced the availability of the production input. Besides that, major food companies produce large quantities of semi-processed and consumer food products in continuous-flow operations, that must be utilized. The conventional PPIC Model cannot anticipate unpredictable problems and handle disturbances occurred in their production systems effectively. Thus, the objectives of this research were to develop a PPIC Model, which was suitable for food industry, and propose Disturbance Models to increase the PPIC function in order to control disturbances occurred in the production system. The research output was an Intelligent Decision Support System for Adaptive PPIC software, namely SPK IPRADIPA. SPK IPRADIPA can be used to apply the function of production planning and inventory control, which enable to adapt with the boundaries production system in food industries. The developing PPIC models for food industry consist of Demand Management by Artificial Neural Network, Master Production Scheduling by Fuzzy Multi Objectives Linear Programming, Raw Material Inventory Planning by MRP and EOQ, Raw Material Inventory Control by Continuous Probabilistic Review System and Scheduling by Flow Shop Genetic Algorithm. Whereas, the Disturbances Control Model incorporating Operational Disturbances Control Action Sub Model, Disturbances Control Policy Follow Up Sub Model and Inventory Tolerance Sub Model. The disturbances control models can help in controlling the disturbances occurred and updating the safety stock for Raw Material and safety stock for Finished Good to adapt the PPIC System. Keywords: food Industry, production system, PPIC models, disturbances control models, adaptive, safety stock

6

7 RINGKASAN IVELINE ANNE MARIE. Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Intelijen Production Planning and Inventory Control (PPIC) Adaptif Pada Industri Pangan. Dibimbing oleh ERIYATNO, YANDRA ARKEMAN dan DADAN UMAR DAIHANI. Industri pangan menjadi salah satu industri terbesar di Indonesia dalam hal jumlah perusahaan dan nilai tambah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia untuk tahun 2010 sebesar 15.21% dengan persentase rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi makanan pada tahun 2009 mencapai 50.62% didominasi untuk makanan jadi sebesar 12.63% (BPS, 2010). Dengan meningkatnya kebutuhan pangan, maka peluang bagi industri-industri pangan untuk terus berkembang menjadi semakin besar. Dalam menjalankan kegiatan produksinya, industri pangan melakukan proses transformasi input produksi menjadi output produk pangan dalam suatu sistem yang dinamakan internal sistem produksi. Kegiatan industri ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan nilai tambah yang diperoleh dari kegiatan sistem produksi. Ketersediaan input produksi industri pangan khususnya bahan baku agroindustri yang memiliki karakteristik perishable dan musiman akan mempengaruhi ketersediaan sistem produksi pangan untuk keberlangsungan dan kelancaran berproduksi. Interaksi antar input produksi yang terjadi selama proses produksi berlangsung juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi produksi. Penurunan efisiensi produksi dalam kegiatan internal sistem produksi ini makin bertambah bila terjadi gangguan dengan adanya input produksi yang tidak berfungsi secara maksimal. Kondisi ketersediaan input produksi dan kegiatan internal sistem produksi yang rawan gangguan, ditambah dengan adanya permintaan yang tidak pasti menjadi permasalahan bagi perusahaan pangan. Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan (Production Planning and Inventory Control) atau umumnya disingkat PPIC menjadi salah satu kegiatan utama sistem produksi. Model PPIC konvensional yang masih banyak digunakan oleh industri saat ini terdiri atas sub model Prakiraan Permintaan, sub model Penjadwalan Induk Produksi, sub model Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku, sub model Penjadwalan Produksi yang umumnya tidak terintegrasi dalam pengelolaan data. Tiap sub model juga masih menggunakan metode yang bersifat heuristik dan belum mampu menyesuaikan secara fleksibel untuk mengendalikan gangguan-gangguan sistem produksi industri pangan. Hal ini dinyatakan oleh Koh dan Saad (2003) dalam Nieuwenhuyse, et.al.(2005) yang mengulas perkembangan aplikasi sistem PPIC pada perusahaan agroindustri modern saat ini dengan pemanfaatan sistem Enterprises Resources Planning (ERP), dimana model PPIC yang dikembangkan dalam ERP masih terdapat banyak kelemahan yang ditunjukkan dengan kurang baiknya performansi ERP dalam menghadapi ketidakpastian. Ketidakpastian sistem produksi timbul dalam bentuk gangguan-gangguan sistem produksi. Adanya gangguan sistem produksi menyebabkan penyimpangan (variansi) antara perencanaan dengan kondisi aktual. Berikutnya, penyimpangan

8 yang terjadi akan menyebabkan ketidakefisienan serta menghambat tercapainya target perusahaan sehingga menurunkan produktivitas pada industri. Pemanfaatan model-model keputusan yang cerdas pada setiap subsistem PPIC akan menurunkan terjadinya penyimpangan sehingga dapat meningkatkan performansi sistem PPIC secara keseluruhan. Model keputusan PPIC yang cerdas didukung dengan kualitas sistem informasi yang baik akan menghasilkan keputusan yang efektif dalam kegiatan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. Dampak dari keputusan yang efektif adalah tercapainya target perusahaan dan peningkatan produktivitas pada industri. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model PPIC Adaptif Industri Pangan yang cerdas dan dapat mengendalikan gangguan pada sistem produksi industri pangan. Luaran penelitian ini menghasilkan perangkat lunak Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif yang dinamai SPK IPRADIPA yang dapat dipakai untuk menjalankan fungsi perencanaan produksi dan pengendalian persediaan yang mampu mengendalikan gangguan sistem produksi pada industri pangan. Pada awal penelitian dilakukan kegiatan studi lapangan bersamaan dengan kegiatan studi literatur untuk mendapatkan model-model PPIC yang diterapkan pada industri pangan berbasis tepung terigu (diantaranya industri penghasil roti, mie dan biskuit) yang telah melakukan kegiatan PPIC di perusahaannya. Dari kegiatan studi literatur yang dilakukan didapatkan model-model keputusan dalam PPIC yang sesuai dengan karakteristik industri pangan. Selanjutnya, dilakukan rancang bangun SPK IPRADIPA berupa prototipe sistem. Implementasi SPK IPRADIPA dilakukan dengan menggunakan data sampel pada perusahaan roti, PT NIC, Tbk. Rancang bangun SPK IPRADIPA menghasilkan model-model keputusan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan yang cerdas yaitu model Prakiraan Permintaan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan, model Penjadwalan Induk Produksi menggunakan metode Fuzzy Multi Objective Linear Programming, model Perencanaan Persediaan Bahan Baku berdasarkan metode Material Requirement Planning (MRP) menggunakan teknik lot sizing Economic Order Quantity (EOQ) dan telah memasukkan perhitungan persediaan pengaman (safety stock). SPK IPRADIPA ini selanjutnya didukung oleh model Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan menggunakan pendekatan Continuous Review System dengan memperhatikan titik pemesanan kembali (Reorder Point) yang juga mempertimbangkan persediaan pengaman. Untuk mendukung keputusan penjadwalan produksi, SPK IPRADIPA dilengkapi dengan model penentuan urutan pengerjaan lot produksi menggunakan metode Flowshop Genetic Algorithm. Mempertimbangkan kebutuhan pengendalian gangguan sistem produksi industri pangan, dikembangkan model Pengendalian Gangguan yang akan diintegrasikan dengan model PPIC Adaptif pada SPK IPRADIPA. Model Pengendalian Gangguan menghasilkan rekomendasi menghasilkan rekomendasi aksi pengendalian gangguan dengan menggunakan mekanisme protokol atau rule base. Sub model Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan menghasilkan keputusan kebijakan lanjutan pengendalian gangguan menggunakan teknik klasifikasi dengan pendekatan Data Mining. Sub model Toleransi Persediaan

9 menghasilkan nilai persediaan pengaman dengan menggunakan metode Rata-rata Gangguan. Hasil implementasi prototipe SPK IPRADIPA dengan menggunakan data sampel pada perusahaan roti PT NIC, Tbk, menunjukkan bahwa model PPIC Intelijen memiliki kelebihan dibandingkan dengan model PPIC konvensional, karena memiliki kemampuan intelijen yang dapat meningkatkan performansi sistem produksi dalam hal meminimalkan kesalahan prakiraan permintaan, biaya produksi, biaya persediaan, waktu penyelesaian produksi, serta memaksimalkan utilisasi produksi. Model PPIC Intelijen ini bersifat adaptif karena dapat memperbaharui nilai persediaan pengaman yang diperoleh dari Model Pengendalian Gangguan, dan akan menjadi data masukan dalam model keputusan PPIC Intelijen. Verifikasi model dilakukan untuk membuktikan bahwa program komputer pendukung sistem dapat menjalankan proses perhitungan sesuai dengan rancangan konsep dan formulasi matematis. Program komputer menggunakan bahasa pemograman MATLAB R2010a versi pelajar dan Microsoft Excel Solver. Teknik validasi model menggunakan validitas rupa yang memungkinkan penilaian model berdasarkan pendapat ahli. Berikutnya hasil rancang bangun IPRADIPA yang telah dirancang secara konseptual ini diterapkan dengan pembuatan prototipe sistem berdasarkan kasus pada industri roti, PT NIC, Tbk. Hasil rancang bangun SPK IPRADIPA memiliki submodel PPIC yang berkolaborasi dengan model pengendalian gangguan yang sesuai untuk industri pangan. Model PPIC Adaptif ini memiliki nilai tambah dibandingkan model PPIC konvensional karena memiliki subfungsi PPIC yang intelijen dan adaptif yang dapat meningkatkan performansi industri pangan untuk tujuan efisiensi dan efektivitas sistem produksi. Kriteria performansi yang terukur adalah: minimasi kesalahan (error) prakiraan permintaan, minimasi biaya produksi, maksimasi utilisasi produksi, minimasi biaya persediaan bahan baku dan minimasi waktu penyelesaian produksi (makespan). Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan perluasan pemanfaatan model PPIC Adaptif pada industri pangan lainnya dengan mempertimbangkan faktor-faktor pembeda sesuai dengan kebutuhan industri pangan terkait. Rancang bangun model PPIC Adaptif dapat dikembangkan lebih lanjut oleh pihak pengembang Enterprise Resources Planning untuk mengatasi kelemahan modul PPIC dalam menghadapi kondisi ketidakpastian. Aplikasi rancang bangun SPK IPRADIPA ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan nilai tambah industri pangan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat Indonesia. Kata kunci : perencanaan produksi, persediaan, adaptif, industri pangan, pengendalian Gangguan, persediaan pengaman, intelijen, optimasi, algoritma genetika.

10

11 Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

12

13 RANCANG BANGUN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN INTELIJEN PRODUCTION PLANNING AND INVENTORY CONTROL (PPIC) ADAPTIF PADA INDUSTRI PANGAN IVELINE ANNE MARIE Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

14 Ujian Tertutup. :... Penguji Luar Komisi. :. 1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. Guru Besar Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Pelaksanaan : 22 Desember 2011 Ujian Terbuka : 2. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Head of Enterprise Development Centre, SEAMEO BIOTROP Penguji Luar Komisi : 1. Prof. Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel, MEng.,Sc. Ketua Departemen Industri Universitas Indonesia Pelaksanaan : 18 Januari Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. Direktur Seafast Center Institut Pertanian Bogor

15 Judul Disertasi Nama Mahasiswa NIM Program Studi : Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Intelijen Production Planning and Inventory Control (PPIC) Adaptif pada Industri Pangan : Iveline Anne Marie : F : Teknologi Industri Pertanian Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Ketua Dr. Ir. Yandra Arkeman,M.Eng. Anggota Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, DEA Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Machfud, MS Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr. Tanggal Ujian : 18 Januari 2012 Tanggal Lulus :

16

17 PRAKATA Puji syukur kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus penulis haturkan karena berkat, kasih dan kuasanya yang begitu besar, disertasi yang berjudul Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Intelijen Production Planning and Inventory Control (PPIC) Adaptif Pada Industri Pangan dapat terselesaikan dengan baik. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan hormat, penghargaan dan ucapan terimakasih yang mendalam kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, pemikiran, arahan dan waktu tanpa kenal lelah serta terus memotivasi dan mendorong semangat penulis untuk terus berjuang hingga terselesaikannya disertasi ini. Juga kepada kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, DEA, yang telah bersedia menjadi anggota komisi pembimbing bersama Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng. yang secara konsisten dan tidak bosan untuk terus membimbing dan memberikan pemikiran dan pengarahan dengan sangat baik hingga terselesaikannya disertasi ini. Kelancaran kegiatan penelitian tidak terlepas dari bantuan Bapak Yusuf Hady selaku Direktur PT NIC, Tbk., Bapak Marlan Rustiawan, Bapak Leo Ginting, Ibu Wahyuni, ibu Biah Subriah dan kawan-kawan PT NIC, Tbk. lainnya yang telah memberikan banyak kemudahan dan bantuan selama proses studi lapangan yang dilakukan penulis. Penulis bersyukur atas kasih, dukungan dan pengertian keluarga penulis terkasih, suami, Andrew Hartono Budiarso dan anak-anak (Michael Nathaniel, Marvel Nathaniel dan Maria Nathania) yang tidak henti berharap untuk terselesaikannya studi S-3 penulis di IPB dengan baik. Penyelesaian disertasi ini tak luput dari doa dan dukungan motivasi terus menerus yang penulis dapatkan dari ayahanda, Bapak Herman J. Kusumadiantho, kakak, Ivonne Krisanty, adik, Edward William dan Bernard Wiradharma, keluarga

18 ibunda terkasih (alm. Angela Lidwina) dan anggota keluarga lainnya yang sangat mengharapkan penyelesaian studi S-3 ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Rektor Universitas Trisakti, Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti dan Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti yang telah memberikan ijin studi S-3, bantuan dana pendidikan dan dukungan motivasinya sejak tahun akademik 2006/2007 hingga terselesaikannya studi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terimakasih pada Ketua Program Studi TIP Dr. Ir. Machfud, MS, Sekretaris Program Studi TIP Dr. Ir. Taufik Djatna serta semua staf dosen dan karyawan TIP IPB. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan secara khusus kepada pada ibu Ir. Hendrastuti Agoeng, MT, teman seperjuangan di TIP, ibu Dr.dra. Pudji Astuti, MT dan juga ibu Juniati Gunawan, Ph.D atas semua bantuan, pemikiran, empati dan dukungan motivasi untuk penyelesaian studi ini. Tidak terlupa ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada kawan-kawan staf dosen dan karyawan di Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti serta kawan-kawan program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian IPB lainnya yang tak kenal lelah memotivasi penyelesaian studi S-3 penulis di IPB. Ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada Gibtha Fitri Laxmi, SKom. dan bapak Roni Wijaya, ST yang telah membantu dalam perancangan perangkat lunak, juga kepada banyak pihak lainnya yang telah memberikan bantuan dan saran hingga terselesaikannya disertasi ini dengan baik. Semoga tulisan disertasi ini dapat memberikan manfaat untuk banyak pihak serta menjadi titik awal penulis untuk terus menghasilkan karya-karya lainnya. Jakarta, Januari 2012 Iveline Anne Marie

19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 1969 sebagai anak kedua dari pasangan Herman J. Kusumadiantho dan alm. Angela Lidwina. Pendidikan Sarjana Strata 1 ditempuh di Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti (USAKTI), masuk pada tahun 1987 dan lulus pada tahun Selama menempuh studi S-1 di USAKTI pada tahun 1989, penulis berkesempatan untuk mendapatkan pengalaman sebagai guru musik electone di beberapa sekolah musik lisensi Yayasan Musik Indonesia di Jakarta hingga tahun Setelah tamat S-1 pada tahun 1992, sejak tahun 1993 hingga saat ini, penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti. Pada tahun 1995, penulis menikah dengan Andrew Hartono Budiarso dan dikaruniai tiga putra/i : Michael Nathaniel Budiarso (15 tahun), Marvel Nathaniel Budiarso (11 tahun) dan Maria Nathania Budiarso (6 tahun). Pada tahun 1997, penulis diberi tugas belajar untuk melanjutkan studi S-2 di Jurusan Teknik Mesin kekhususan Manajemen Industri pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan lulus pada tahun Pada tahun 2006 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Prakiraan Permintaan Produk Roti Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Peningkatan Fungsi PPIC Pada Industri Pangan pada Jurnal Teknologi Industri No. 3 Volume 13 pada tahun Artikel lain yang juga telah diterbitkan berjudul Model Design of Adaptive Production Planning and Inventory Control (PPIC) in the Food Industry pada jurnal Asian Transactions on Engineering (ATE ISSN: ) bulan September Berikutnya, artikel berjudul Penentuan Jumlah Produksi Menggunakan Model Fuzzy Multi Objective Linear Programming pada Industri Pangan (Studi Kasus pada Industri Roti PT NIC) akan diterbitkan pada Jurnal Teknik Industri pada bulan Maret Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

20

21 DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Production Planning and Inventory Control (PPIC) Ketidakpastian dalam PPIC Industri Pangan Persediaan (Inventory) Manajemen Permintaan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Penentuan Jadwal Induk Produksi (Master Production Scheduling/MPS) Model Fuzzy Multi Objective Linear Programming Fungsi Keanggotan Kurva-S Termodifikasi Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku / Material Requirement Planning (MRP) Penjadwalan Flowshop Genetic Algorithm Sistem Pendukung Keputusan Intelijen Teknik Klasifikasi dalam Data Mining METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian Tata Laksana Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data PEMODELAN SISTEM Analisis Kebutuhan... 39

22 4.2 Identifikasi Sistem Kegiatan PPIC pada Industri Pangan Identifikasi Gangguan Sistem Produksi Industri Pangan Pengembangan Model PPIC pada Industri Pangan Model Keputusan Prakiraan Permintaan : Artificial Neural Network/Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Model Keputusan Penjadwalan Induk Produiksi : Fuzzy Multi Objective Linear Programming Model Keputusan Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku : Material Requirement Planning (MRP) Model Penentuan Urutan Job Produksi : Penjadwalan Flowshop Genetic Algorithm Model Penentuan Rute Pengiriman : Travelling Salesman Problem Genetic Algorithm Model Pengendalian Gangguan Sub Model Aksi Pengendalian Gangguan Sub Model Kebijakan Lanjutan Sub Model Perhitungan Toleransi Persediaan Keterkaitan Model PPIC dan Model Pengendalian Gangguan Performansi Model PPIC Adaptif RANCANG BANGUN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN Analisis Kebutuhan Sistem Pendukung Keputusan Production Planning and Inventory Control (PPIC) Adaptif Perancangan SPK IPRADIPA Pemodelan Aliran Proses Pemodelan Database Perancangan Sistem Dialog IMPLEMENTASI Implementasi SPK PPIC Adaptif Implementasi Model Prakiraan Permintaan Implementasi Model Penjadwalan Induk Produksi

23 6.1.3 Implementasi Model Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Implementasi Model Penentuan Urutan Job Produksi Implementasi Model Pengendalian Gangguan Analisis Hasil Implementasi SPK PPIC Adaptif Analisis Rancangan SPK PPIC Adaptif pada Industri Pangan Keunggulan SPK PPIC Adaptif Keterbatasan SPK PPIC Adaptif Pemanfaatan SPK PPIC Adaptif untuk Industri Pangan Lainnya Simpulan dan Saran Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 141 LAMPIRAN.. 147

24

25 DAFTAR TABEL Tabel 1 Gangguan internal dan eksternal Tabel 2 Faktor penilaian gangguan... `68 Tabel 3 Aturan keputusan penentuan follow up kebijakan pengendalian gangguan Tabel 4 Pelaksana kebijakan lanjutan pengendalian gangguan Tabel 5 Faktor lain-lain yang mempengaruhi % persediaan pengaman Tabel 6 Keterkaitan model PPIC dan variansi pada model pengendalian gangguan Tabel 7 Perbandingan akurasi metode time series dan JST Tabel 8 Recipe bahan baku untuk tiap produk roti Tabel 9 Data waktu produksi dan kapasitas produksi lini roti tawar Tabel 10 Perhitungan nilai fungsi tujuan MPS hari ke-1 untuk berbagai nilai µ bi Tabel 11 Perhitungan nilai dan ranking untuk berbagai nilai µ bi data MPS hari ke Tabel 12 Nilai fuzzy untuk variabel model MPS dengan µ bi = 0.6 untuk MPS hari ke Tabel 13 Model matematis optimasi MPS Tabel 14 Hasil prakiraan permintaan jangka menengah produk roti untuk perhitungan MRP Tabel 15 Recipe roti dan batas minimum persediaan bahan baku Tabel 16 Informasi bahan baku kelas A untuk produksi roti Tabel 17 Perhitungan kebutuhan tepung terigu (gram) berdasarkan prakiraan permintaan Tabel 18 Rekapitulasi kebutuhan bahan baku sesuai prakiraan permintaan seluruh varian produk roti Tabel 19 Input data perhitungan EOQ bahan baku tepung terigu Tabel 20 Hasil perhitungan EOQ dan total biaya persediaan bahan baku

26 tepung terigu Tabel 21 Rekapitulasi perhitungan EOQ dan total biaya persediaan Tabel 22 Rekapitulasi ukuran pemesanan dan total biaya persediaan perusahaan Tabel 23 Perhitungan % persediaan pengaman bahan baku dan Reorder Point Tabel 24 Contoh perhitungan MRP tepung terigu Tabel 25 Output MPS Tabel 26 Perhitungan kebutuhan bahan baku sesuai MPS hari ke Tabel 27 Perhitungan pengendalian persediaanbahan baku tepung terigu. 218 Tabel 28 Permintaan produk roti hari ke Tabel 29 Ukuran batch produk roti Tabel 30 Job pada lini 1 dan lini 2 roti tawar Tabel 31 Waktu proses lini roti tawar Tabel 32 Hasil perhitungan kebutuhan waktu proses pengerjaan job pada lini 1 roti tawar Tabel 33 Kegiatan pengendalian gangguan Tabel 34 Sumber gangguan Tabel 35 Penentuan kebijakan lanjutan pengendalian gangguan Tabel 36 Input data untuk perhitungan perubahan % persediaan 234 pengaman... Tabel 37 Contoh perhitungan % persediaan pengaman bahan baku(rm) dan % persediaan pengaman produk jadi (FG) Tabel 38 Kategori gangguan dalam penentuan kebutuhan kebijakan lanjutan pengendalian gangguan Tabel 39 Data keputusan kebutuhan Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan Tabel 40 Keputusan Kategori Frekuensi Tabel 41 Keputusan Kategori Keparahan Tabel 42 Keputusan Kategori Dampak Tabel 43 Keputusan tabulasi silang Frekuensi Sering Keparahan Tabel 44 Keputusan tabulasi silang Frekuensi Sering Dampak

27 Tabel 45 Keputusan tabulasi silang Keparahan Sangat Parah dengan Dampak Gangguan

28 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Lingkup kegiatan Production Planning & Inventory Control (PPIC) sebagai bagian dari Manufacturing Resources Planning (MRP II)... 9 Gambar 2 Struktur jaringan syaraf tiruan Gambar 3 Fungsi sigmoid biner Gambar 4 Fungsi keanggotaan μ bi dan interval fuzzy b i Gambar 5 Kerangka pemikiran mengenai gangguan sistem produksi industri pangan Gambar 6 Kerangka pemikiran adanya variansi yang disebabkan gangguan Gambar 7 Tahapan penelitian Gambar 8 Diagram lingkar permasalahan PPIC industri pangan Gambar 9 Diagram input output sistem pendukung keputusan PPIC Adaptif pada industri pangan Gambar 10 Model PPIC pada industri pangan Gambar 11 Flowchart model Prakiraan Permintaan menggunakan JST Gambar 12 Tahapan perhitungan Perencanaan Jadwal Induk Produksi 57 berdasarkan Fuzzy Multi Objective Linear Programming... Gambar 13 Kerangka pemikiran model pengendalian gangguan Gambar 14 Keterkaitan antar sub model Pengendalian Gangguan Gambar 15 Sub model Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan Gambar 16 Pohon keputusan penentuan perlunya kebijakan lanjutan pengendalian gangguan Gambar 17 Keterkaitan antara variansi dengan % persediaan pengaman produk jadi dan % persediaan pengaman bahan baku Gambar 18 Flowchart perhitungan % persediaan pengaman bahan baku dan % persediaan pengaman produk jadi berdasarkan metode rata-rata gangguan Gambar 19 Keterkaitan antara % persediaan pengaman produk jadi, %

29 persediaan pengaman bahan baku dan model PPIC Gambar 20 Keterkaitan antar model keputusan PPIC Gambar 21 Kerangka Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif Gambar 22 Diagram konteks SPK Intelijen PPIC Adaptif pada industri 89 pangan... Gambar 23 Dekomposisi fungsi SPK Intelijen PPIC Adaptif industri 91 pangan... Gambar 24 Data flow diagram level 1 SPK Intelijen PPIC Adaptif pada industri pangan Gambar 25 Data flow diagram level 2 Prakiraan Permintaan Gambar 26 Data flow diagram level 2 Penjadwalan Induk Produksi Gambar 27 Data flow diagram level 2 Perencanaan Persediaan Bahan Baku Gambar 28 Data flow diagram level 2 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Gambar 29 Data flow diagram level 2 Penentuan Urutan Job Produksi Gambar 30 Data flow diagram level 2 Pengendalian Gangguan Gambar 31 Diagram keterkaitan entitas SPK Intelijen PPIC Adaptif Gambar 32 Tampilan halaman utama SPK Intelijen PPIC Adaptif 103 Industri Pangan (IPRADIPA)... Gambar 33 Tampilan menu bar SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan Gambar 34 Tampilan sub menu Demand Management Gambar 35 Tampilan menu input Demand Management Gambar 36 Tampilan input parameter JST Gambar 37 Tampilan menu output JST produk roti Gambar 38 Tampilan menu proses JST Gambar 39 Tampilan grafik MSE proses training JST setelah performansi terbaik diperoleh Gambar 40 Tampilan menu output model JST Gambar 41 Tampilan menu MPS_Sub Menu Demand Total

30 Gambar 42 Tampilan menu MPS_Sub Menu Bahan Baku Gambar 43 Tampilan menu MPS_Sub Menu Waktu Produksi Gambar 44 Tampilan menu MPS_Sub Menu Koefisien Fuzzy Gambar 45 Tampilan menu MPS_Sub Menu Linear Programming Gambar 46 Tampilan menu optimasi MPS_Output Hari -1 MPS Gambar 47 Tampilan menu MRP_Sub Menu Peramalan Permintaan Gambar 48 Tampilan menu MRP_Sub Menu Kebutuhan Bahan., Gambar 49 Tampilan menu MRP_Sub Menu Deskripsi Bahan Gambar 50 Tampilan menu MRP_Sub Menu Perhitungan EOQ Gambar 51 Tampilan menu MRP_Sub Menu Resume EOQ Gambar 52 Tampilan menu MRP_Sub Menu Perencanaan Inventory 117 Gambar 53 Tampilan menu MRP_Ketersediaan Bahan Baku mempertimbangkan output MPS hari Gambar 54 Tampilan menu input Genetic Algorithm Gambar 55 Tampilan input data menu Genetic Algorithm Gambar 56 Tampilan output proses Genetic Algorithm Gambar 57 Tampilan output urutan job produksi hasil Genetic Algorithm Gambar 58 Tampilan menu output Gantt Chart urutan job produksi Gambar 59 Tampilan Tool Bar Gangguan Gambar 60 Tampilan menu input Aksi Pengendalian Gangguan Gambar 61 Tampilan input waktu terjadinyanya gangguan Gambar 62 Tampilan menu output rekap nilai gangguan dan kebijakan lanjutan Gambar 63 Tampilan menu input perhitungan Toleransi Persediaan Gambar 64 Tampilan output perhitungan % persediaan pengaman Gambar 65 Plot data penjualan produk RTG Gambar 66 Faktor pembeda dalam pemanfaatan SPK Intelijen PPIC Adaptif Indusri Pangan Gambar 67 Produk roti tawar Sari Roti Gambar 68 Produk roti isi coklat Sari Roti Gambar 69 Proses bisnis perusahaan penghasil roti

31 Gambar 70 Lantai produksi di PT NIC, Tbk Gambar 71 Lini produksi pengemasan roti tawar Gambar 72 Proses pembuatan roti tawar Gambar 73 Struktur produk roti tawar spesial (RTS)

32 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Proses Bisnis dan Proses Produksi PT NIC, Tbk Lampiran 2 Hasil Survei PPIC pada Perusahaan Pangan Lampiran 3 Listing Program Model JST, Model Penentuan Urutan Job Produksi Berdasarkan Algoritma Genetika dan Model Pengendalian Gangguan Lampiran 4 Data Pendukung Perhitungan Model PPIC Adaptif Lampiran 5 Perhitungan Menggunakan Teknik Klasifikasi Untuk Penentuan Aturan Keputusan Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan

33 DAFTAR ISTILAH NO ISTILAH PENGERTIAN 1 Adaptif Kemampuan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) dengan keadaan dengan melakukan pengendalian untuk mendukung tujuan sistem 2 Agroindustri Industri pertanian yaitu industri yang menghasilkan produk-produk yang komponen utamanya berasal dari hewan atau tanaman. 3 Algoritma Genetika adalah suatu metode meta heuristic yang merupakan salah satu algoritma pemodelan evolusi dengan tujuan memodelkan perkembangan kemampuan adaptasi sebuah sistem. 4 BPS Badan Pusat Statistik, Lembaga Pemerintah Non Departemen yang memiliki fungsi pokok sebagai penyedia data statistik untuk kebutuhan pemerintah dan masyarakat umum secara regional maupun nasional 5 Continuous Review System Pendekatan dalam pengendalian persediaanm dimana dilakukan proses review secara kontinyu atas posisi persediaan item. 6 Cross over Proses pemisahan dua kromosom induk pada posisi yang ditentukan secara acak untuk menghasilkan kromosom anak 7 Demand Management Penentuan permintaan secara agregat yang mencerminkan proyeksi permintaan produk, mencakup order customer yang diterima, order dari warehouse, promosi khusus, kebutuhan safety stock serta komponen-komponen servis dan persediaan untuk mengantisipasi kebutuhan permintaan yang tinggi. 8 Eror Selisih yang antara nilai hasil prakiraan permintaan dengan nilai yang sesungguhnya. 9 Fungsi aktivasi Fungsi pada model Jaringan Syaraf Tiruan yang mentransformasikan penjumlahan sinyal berbobot yang masuk untuk menentukan sinyal keluaran. 10 Fungsi keanggotaan Adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah melalui pendekatan fungsi. 11 Gangguan sistem produksi Hal-hal yang menyebabkan sistem produksi menjadi tidak stabil dengan terjadinya penyimpangan antara perencanaan dan aktual, sehingga perlu dilakukan tindakan penyesuaian (adjustment). 12 Heuristic Teknik pemecahan masalah yang berbasiskan pada pengalaman

34 NO ISTILAH PENGERTIAN 13 Informasi Data yang telah diproses ke dalam bentuk yang berarti untuk penerimanya dan memiliki nilai sebagai dasar untuk mengambil tindakan/keputusan. 14 Industri Produksi dalam skala besar yakni aktivitas ekonomi yang terorganisir yang terkait dengan produksi, manufaktur, atau konstruksi suatu produk atau sejumlah produk atau dapat juga diartikan sebagai kumpulan dari sejumlah perusahaan yang bersamasama melakukan serangkaian proses produksi untuk menghasilkan sejenis barang atau jasa tertentu. 15 Industri pangan Adalah bagian dari sistem pangan yang mencakup kegiatan produksi, pemrosesan, distribusi dan konsumsi produk-produk pangan dalam agroindustri. Bahan baku untuk industri pangan mencakup hasilhasil pertanian, peternakan, produk-produk laut, bahan pengemas, perasa makanan dan bahan kimia untuk makanan. 16 Learning Rate Laju pembelajaran, salah satu parameter pelatihan yang digunakan dalam aplikasi metode Jaringan Syaraf Tiruan yang berfungsi untuk mengendalikan perubahan nilai bobot dan bias selama pelatihan 17 Lot sizing Merupakan tahapan yang dilakukan dalam perhitungan MRP dengan menggunakan algoritma yang mencoba untuk mencari jumlah pesanan yang optimal berdasarkan pertimbangan biaya pesan dan biaya simpan. 18 MRP Singkatan dari Material Requirement Planning, merupakan salah satu teknik perencanaan dan pengendalian yang menjadi dasar untuk membuat atau membeli bahan baku/ item yang bersifat dependend demand. 19 Model Persediaan Probabilistik Model untuk menjawab permasalahan persediaan dimana fenomenanya tidak diketahui secara pasti, namun nilai ekspektasi, variansi, dan pola distribusi kemungkinannya dapat diprediksi. 20 Model Time Series Model yang dikembangkan berdasarkan informasi masa lalu, dengan variabel tidak bebas dan asumsi bahwa variabel tidak bebas ini akan memiliki pola yang sama dengan masa lalu. 21 Model Regresi Linier Aplikasi perhitungan model prakiraan permintaan yang mengasumsikan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang ingin diramalkan (variabel dependen) dengan variabel lain (variabel independen) dan didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historis bersifat linier. Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan.

35 NO ISTILAH PENGERTIAN 22 Model Dekomposisi Merupakan metode prakiraan permintaan time series dengan pendekatan additive dan multiplicative yang digunakan bila data historis memiliki pola trend, siklis atau musiman dengan melakukan proses pemisahan tiga komponen dari pola dasar yakni faktor trend (kecenderungan) dan musiman. 23 MPS Master Production Scheduling (Penjadwalan Induk Produksi) yaitu kegiatan untuk penentuan rencana pengadaan item termasuk kebutuhan jumlahnya selama periode perencanaan. Kegiatan ini merupakan suatu komitmen untuk memenuhi kebutuhan pasar dan untuk memanfaatkan kapasitas produksi. 24 Mutasi Proses perubahan (rekonstruksi) gen-gen dalam sebuah kromosom dengan tujuan untuk memperkenalkan kembali bahan genetika (genetic material) yang kemungkinan hilang dalam generasi keturunan dan memperoleh kromosomkromosom anak yang diharapkan memiliki performansi yang lebih baik daripada induknya. 25 Persediaan Sumber daya yang menganggur yang keberadaannya harus diminimalkan, dengan tetap menjamin terpenuhinya permintaan produk dari pelanggan. 26 Penjadwalan Merupakan alokasi dari sumber daya terhadap waktu untuk mendapatkan suatu urutan pekerjaan. 27 PPIC Production Planning and Inventory Control adalah bagian dari kegiatan manajemen produksi dan persediaan yan g bertujuan untuk melakukan perencanaan produksi dan persediaan dalam rangka pemanfaatan sumber secara efektif serta dapat melakukan pengendalian produksi dan persediaan dengan melakukan penyesuaian dari perencanaan yang telah dibuat dengan kegiatan produksi seharihari. 28 PPIC Cerdas PPIC yang memiliki model-model keputusan dengan fungsi intelijen sehingga dapat menghasilkan keputusan yang akurat sehingga dapat meminimasi variansi yang terjadi. 29 PPIC Adaptif PPIC yang memiliki fungsi untuk dapat melakukan penyesuaian,dalam hal ini penyesuaian persediaan pengaman bahan baku serta persediaan pengaman produk jadi dengan mempertimbangkan gangguan sistem produksi yang terjadi dengan tujuan untuk meminimasi variansi yang terjadi. 30 Prakiraan Permintaan Subsistem model PPIC yang berfungsi untuk memperkirakan jumlah permintaan produk jadi dengan melakukan proses perhitungan menggunakan data historis (data masa lalu) yang telah dimiliki untuk diproyeksikan ke dalam sebuah

36 NO ISTILAH PENGERTIAN model, kemudian menggunakan model ini untuk memperkirakan keadaan di masa mendatang. 31 Pendekatan Sistem Adalah pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Pendekatan ini merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. 32 Safety Stock Merupakan persediaan pengaman yakni persediaan tambahan yang disimpan sebagai penyangga untuk mencegah terjadinya kekurangan persediaan (stockout) disebabkan adanya gangguan acak dari alam atau lingkungan. 33 Sampel Merupakan suatu himpunan bagian dari populasi. Suatu penelitian biasanya menarik kesimpulan dengan kelompok konsumen besar dengan mempelajari sampel dari jumlah populasi. 34 Service level Adalah kemungkinan bahwa stockout tidak akan terjadi selama lead time. 35 Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagianbagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks. 36 Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi untuk memenuhi kebutuhan pengolahan transaksi sistem dan operasional organisasi, bersifat manajerial ataupun strategis serta mampu menyediakan laporanlaporan yang diperlukan. 37 Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mendukung seluruh tahapan pengambilan keputusan mulai dari definisi masalah, pemilihan data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan hingga evaluasi pemilihan alternatif. Sistem ini memiliki kemampuan interaktif berdasarkan komputer untuk menolong si pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan permasalahan yang tidak terstruktur. Sistem ini juga memiliki karakteristik fleksibel dan adaptif, mampu mengakomodasi perubahan-perubahan akibat lingkungan maupun pendekatan keputusan dari pengguna. 38 SPK Intelijen SPK berbasis Pengetahuan atau berbasis Model yang memanfaatkan sejumlah teknik intelijensia buatan dalam perancangannya 39 System Life Cycle (SLC) Siklus kehidupan sistem merupakan metode untuk merancang suatu sistem informasi dengan mengikuti proses evolusioner.

37 NO ISTILAH PENGERTIAN 40 Tepung terigu Merupakan bagian endosperm gandum yang diekstrak melalui proses milling (size reduction) dan separation yang berukuran max 180μ(mikron) dan berwarna putih. Komponen yang terdapat dalam tepung terigu antara lain adalah starch(pati), air, protein, enzim, mineral, pigmen, fiber, lemak dan vitamin 41 Validasi model Proses penentuan representasi keakuratan model konseptual matematis (sebagai tandingan program komputer) yang bertujuan untuk menjamin kemampuan suatu model untuk merepresentasikan sistem nyata. Validitas rupa Proses validasi model dengan berdasarkan penilaian para ahli terhadap suatu alat ukur dengan melakukan penilaian atribut yang konkrit tanpa memerlukan inferensi. Verifikasi model Proses pemeriksaan dari suatu model yang bertujuan untuk menjamin kebenaran suatu model secara matematis dan konsisten secara logika.

38 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pangan menjadi salah satu industri terbesar di Indonesia dalam hal jumlah perusahaan dan nilai tambah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia untuk tahun 2010 sebesar 15.21% dengan persentase rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi makanan pada tahun 2009 mencapai 50.62% didominasi untuk makanan jadi sebesar 12.63% (BPS, 2010). Dengan meningkatnya kebutuhan pangan, maka peluang bagi industri-industri pangan untuk terus berkembang menjadi semakin besar. Dalam menjalankan kegiatan produksinya, industri pangan melakukan proses transformasi input produksi menjadi output produk pangan dalam suatu sistem yang dinamakan internal sistem produksi. Kegiatan industri ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan nilai tambah yang diperoleh dari kegiatan sistem produksi. Berdasarkan permintaan konsumen, manajer industri merencanakan dan mengendalikan kegiatan produksi dengan memanfaatkan input-input produksi. Dengan perencanaan dan pengendalian produksi yang baik proses transformasi dapat memberikan nilai tambah maksimum untuk mendukung keberlangsungan perusahaan pangan. Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan (Production Planning and Inventory Control) atau umumnya disingkat PPIC menjadi salah satu kegiatan utama dalam suatu sistem produksi. Tujuan PPIC adalah perencanaan dan pengendalian input produksi pada suatu industri seefisien mungkin untuk menghasilkan output produksi yang sesuai dengan permintaan pasar. Sistem PPIC jangka menengah pendek terdiri atas beberapa subsistem atau sub fungsi meliputi antara lain Manajemen Permintaan, Penjadwalan Induk Produksi, Perencanaan Kapasitas Kasar, Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku, Perencanaan Sumberdaya Distribusi dan Penjadwalan Perakitan Akhir (Fogarty, 1992). Model PPIC konvensional tidak mampu menyesuaikan secara fleksibel untuk mengantisipasi dan mengendalikan kompleksitas dan gangguan-gangguan

39 2 pada sistem produksi dalam industri pangan. Hal ini dinyatakan oleh Koh dan Saad (2003) dalam Nieuwenhuyse, et.al.(2005) yang mengulas mengenai perkembangan aplikasi sistem PPIC pada perusahaan agroindustri modern saat ini. Disampaikan bahwa perkembangan aplikasi sistem PPIC terbaru saat ini adalah dengan pemanfaatan sistem Enterprises Resources Planning (ERP), dimana PPIC merupakan modul ERP yang paling sering diterapkan. Saat ini model PPIC yang dikembangkan dalam ERP masih terdapat banyak kelemahan yang ditunjukkan dengan kurang baiknya performansi ERP dalam menghadapi ketidakpastian. Terkait dengan sistem produksi, ketidakpastian dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu ketidakpastian lingkungan dan ketidakpastian yang terkait dengan proses produksi (Ho 1989 dalam Mula, et.al., 2006). Ketidakpastian sistem produksi timbul dalam bentuk gangguan-gangguan sistem produksi. Adanya gangguan sistem produksi menyebabkan penyimpangan (variansi) antara perencanaan dengan kondisi aktual. Berikutnya, penyimpangan yang terjadi akan menyebabkan ketidakefisienan serta menghambat tercapainya target perusahaan sehingga menurunkan produktivitas pada industri. Ketersediaan input produksi industri pangan khususnya bahan baku agroindustri yang memiliki karakteristik perishable dan musiman dapat mengganggu sistem produksi industri pangan dalam menjalankan kegiatan produksinya. Karakteristik bahan baku yang perishable dan musiman akan mempengaruhi ketersediaan sistem produksi pangan untuk keberlangsungan dan kelancaran berproduksi. Interaksi antar input produksi yang terjadi selama proses produksi berlangsung juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi produksi. Penurunan efisiensi produksi dalam kegiatan internal sistem produksi ini makin bertambah bila terjadi gangguan dengan adanya input produksi yang tidak berfungsi secara maksimal (misalnya terjadi kerusakan mesin, kesalahan operator produksi atau terputusnya aliran listrik). Kondisi ketersediaan input produksi dan kegiatan internal sistem produksi yang rawan gangguan, ditambah dengan adanya permintaan yang tidak pasti menjadi permasalahan bagi perusahaan pangan.

40 3 Menurut Krajewski (2002), kegagalan satu atau beberapa subsistem akan mengakibatkan gagalnya sistem, berikutnya, ketidakandalan subsistem juga akan mempengaruhi keandalan sistem keseluruhan. Untuk menjalankan fungsi PPIC secara efektif, dibutuhkan pemanfaatan model keputusan yang handal pada setiap subsistem PPIC. Pemanfaatan model keputusan yang handal akan menurunkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga dapat meningkatkan performansi sistem PPIC secara keseluruhan. Terkait dengan permasalahan yang terjadi pada industri pangan, beberapa masalah penting telah teridentifikasi. Berikut ini adalah masalah yang dapat menurunkan fungsi PPIC dan membutuhkan adanya pengembangan model PPIC pada industri pangan : a. Pemasok Industri Pangan. Jumlah dan ragam bahan baku yang dibutuhkan menyebabkan banyaknya vendor yang harus dikelola. b. Permintaan Industri Pangan. Angka penjualan yang besar berdasarkan order dari berbagai saluran distribusi baik yang bersifat reguler (Reguler Outlet) berdasarkan sistem konsinyasi maupun fixed order berdasarkan sistem putus jual, menyebabkan permintaan (demand) perlu dikelola dengan baik. c. Karakteristik Bahan Baku Agroindustri. Karakteristik musiman dan rawan gangguan karena sangat tergantung pada faktor alam menyebabkan input produksi sangat bervariasi dalam kualitas dan cenderung ketersediaannya tak tentu. Karakteristik perishable (memiliki keterbatasan umur simpan) dan bulky menyebabkan perlunya kegiatan pengendalian persediaan bahan baku serta pengendalian persediaan produk jadi. Hal tersebut mendukung adanya kebutuhan kegiatan perencanaan dan pengendalian input-input produksi yang dapat melakukan optimasi persediaan bahan baku yang mempertimbangkan ukuran lot pemesanan bahan baku serta membutuhkan persediaan pengaman bahan baku. d. Karakteristik Produk Jadi Industri Pangan. Karakteristik produk jadi yang perishable mendukung strategi perusahaan pangan untuk meminimasi persediaan produk jadi namun tetap dapat memenuhi permintaan pelanggan. e. Karakteristik Sistem Produksi Industri Pangan. Kegiatan operasional produksi yang memiliki aliran produksi kontinyu menyebabkan adanya

41 4 kebutuhan ketersediaan input sistem produksi yang terus menerus. Hal ini amat penting mengingat bila kegiatan produksi terhenti, maka akan menyebabkan kerugian ekonomis yang cukup besar bagi industri. f. Adanya ketidakpastian menyebabkan terjadinya gangguan supply, demand dan internal sistem produksi industri pangan yang berikutnya akan menyebabkan timbulnya variansi (penyimpangan) antara perencanaan produksi yang dengan kondisi aktual. PPIC yang saat ini diterapkan pada industri pangan tidak didukung oleh model keputusan yang handal yang dapat meminimasi penyimpangan yang terjadi serta belum mampu mengendalikan gangguan sistem produksi yang terjadi. Dibutuhkan suatu sistem cerdas yang dapat mendukung kegiatan PPIC dalam rangka mengantisipasi dan mengendalikan gangguan pasokan dan permintaan, juga gangguan operasional sistem produksi. Sistem cerdas pendukung kegiatan PPIC diharapkan memiliki atribut yang menunjukkan karakteristik level tinggi Sistem Informasi Pendukung Keputusan Intelijen (Intelligent Decision Support System / IDSS) yang berhasil, yakni : 1) memiliki kemampuan interaktif, 2) mampu mendeteksi adanya kejadian dan perubahan, 3) memiliki kemampuan representatif dan memudahkan dalam berkomunikasi secara efektif, 4) dapat mendeteksi kesalahan yang dilakukan pengguna, 5) dapat mengekstraksi informasi yang berguna dari sejumlah besar data juga menangani outlier-outlier yang muncul mengingat sifat ambiguitas dari sumber data, serta 6) memiliki kemampuan prediktif yang bersifat taktis ataupun strategis (Jain, 2010). Sistem Pendukung Keputusan PPIC yang cerdas ini diharapkan dapat mendukung kegiatan-kegiatan perusahaan untuk menentukan keputusankeputusan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan yang sifatnya taktis ataupun operasional. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah merancang model Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan yang dapat meminimasi penyimpangan yang terjadi serta mengendalikan gangguan pada sistem produksi industri pangan. Luaran

42 5 penelitian ini menghasilkan perangkat lunak Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan yang dinamakan SPK IPRADIPA. Sistem ini menjalankan fungsi perencanaan produksi dan pengendalian persediaan yang mampu beradaptasi terhadap gangguan sistem produksi pada industri pangan. Kebaruan dari penelitian ini adalah hasil rancang bangun model pengendalian gangguan yang diintegrasikan dengan model Intelijen PPIC sehingga melengkapi kemampuan PPIC menjadi intelijen dan adaptif dalam menghadapi gangguan sistem produksi pada industri pangan. Rancang bangun model Intelijen PPIC Adaptif dalam SPK IPRADIPA ini diharapkan dapat mendukung peningkatan produktivitas industri pangan. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Industri pangan yang akan menjadi sampel penelitian untuk kebutuhan model PPIC Adaptif adalah industri makanan berbasis tepung terigu, khususnya industri roti. 2. Model PPIC Adaptif yang dimaksud adalah model PPIC yang dapat melakukan penyesuaian nilai persediaan pengaman bahan baku dan nilai persediaan pengaman produk jadi secara periodic berdasarkan gangguan sistem produksi yang terjadi. 3. Output rancang bangun sistem adalah berupa prototipe sistem yang akan memanfaatkan kasus pada salah satu perusahaan penghasil roti. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk pengembangan ilmu maupun aplikasinya pada industri. Sebagai pengembangan ilmu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam penelitian lanjutan mengenai model PPIC pada karakteristik industri yang berbeda. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai rujukan bagi pengembangan agroindustri lainnya.

43 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Production Planning & Inventory Control (PPIC) Production Planning and Inventory Control (umumnya disingkat dengan PPIC) adalah bagian dari kegiatan manajemen produksi dan persediaan. Tujuan dari kegiatan PPIC adalah untuk dapat melakukan perencanaan produksi dan persediaan. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan sumber secara efektif serta dapat melakukan pengendalian produksi dan persediaan dengan melakukan penyesuaian dari perencanaan yang telah dibuat dengan kegiatan produksi sehari-hari. Permasalahan yang harus dihadapi dalam PPIC antara lain adalah : penyesuaian apa (dilakukan pada level sistem manufaktur), berapa banyak, kapan, siapa serta bagaimana penyesuaian harus dilakukan. Dalam arah pengembangan sistem perencanaan dan pengendalian produksi, Bedworth menggambarkan PPIC sebagai aliran material dan informasi fungsi pengendalian produksi dalam kegiatan perencanaan sumber daya manufaktur pada perusahaan. Perkembangan fungsi perencanaan produksi dan pengendalian persediaan diawali oleh Oliver Wigth dan Joseph Orlicky pada tahun 1960 yang memperkenalkan Material Requirement Planning (MRP) untuk membantu menyediakan bahan baku yang tepat untuk menghasilkan produk jadi yang tepat dengan jumlah yang sesuai sehingga produsen dapat mengirimkan produk sesuai dengan permintaan konsumen (Koh, 2006). Pada tahun 1975, sistem MRP diperluas menjadi sistem Manufacturing Resources Planning yang sering disebut dengan MRP II, dimana MRP merupakan fungsi utama sistem MRP II. MRP II mengintegrasikan informasi, teknologi manufaktur, rencana dan sumber daya untuk perbaikan efisiensi pada perusahaan manufaktur. MRP II berisi berbagai fungsi yang saling terkait meliputi : perencanaan bisnis, perencanaan penjualan dan operasional, perencanaan produksi, Master Production Scheduling (MPS), MRP, perencanaan kebutuhan kapasitas serta sistem pendukung untuk operasionalisasi kapasitas dan bahan baku. Output dari sistem ini terintegrasi dengan laporan finansial seperti rencana bisnis, laporan pembelian, anggaran pengiriman dan proyeksi persediaan dalam nilai finansial.

44 8 Konsep Enterprise Resource Planning (ERP) mulai dikembangkan pada sekitar tahun 1990 dan makin berkembang menjadi versi lengkap MRP II (Davenport, 2000 dalam Koh, 2006). Sistem ini mengintegrasikan sejumlah fungsi bisnis seperti penjualan, pemasaran, akuntansi, pembelian, logistik dan sumber daya manusia. Terkait dengan sistem ERP, dinyatakan oleh Berchat & Habechi (2005) bahwa perencanaan produksi merupakan modul terpenting yang mendukung sistem Enterprise Resources Planning (ERP). Dalam makalah tersebut, dinyatakan oleh Stadtler (2005) bahwa kekuatan ERP bukan berada pada area perencanaan, melainkan cenderung untuk fokus pada aspek integrasi. Fogarty (1991) memperjelas kegiatan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan dengan menggambarkan secara detil kegiatan PPIC dalam framework Manufacturing Resources Planning (MRP II) sesuai dengan gambar 1 berikut. Sesuai dengan konsep MRP II yang telah dikembangkan oleh Fogarty (1991), diketahui bahwa lingkup kegiatan Production Planning & Inventory Control (PPIC) pada industri manufaktur meliputi kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang bersifat jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek, tergantung dari waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelaksanaan produksi. Perencanaan jangka panjang mencakup kegiatan : Business Forecasting, Product & Sales Planning, Resources Requirement Planning dan Financial Planning. Kegiatan yang termasuk dalam perencanaan jangka menengah meliputi : Distribution Resources Planning (DRP), Demand Management, Master Production Scheduling (MPS), Rough Cut Capacity Planning (RCCP), Material Requirement Planning (MRP) dan Capacity Requirement Planning (CRP). Perencanaan jangka pendek terdiri atas : Final Assembly Scheduling (FAS) dan Input/Output Planning & Control (meliputi kegiatan Production Activity Control / PAC dan Purchase Planning & Control). Kegiatan PPIC dimulai dari kegiatan Perencanaan Produksi yang telah mempertimbangkan Perencanaan Produk dan Penjualan, Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya dan Perencanaan Finansial. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada awal perusahaan mulai melakukan kegiatannya dalam berproduksi untuk mengetahui strategi berproduksi yang sesuai untuk diterapkan perusahaan dengan mempertimbangkan keterbatasan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki

45 9 perusahaan termasuk rencana penjualan dan produk yang dilakukan perusahaan. Kegiatan Perencanaan Produksi ini akan dilakukan peninjauan kembali apabila terjadi perubahan cukup radikal dari rencana produk dan penjualan perusahaan ataupun kondisi finansial dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. JANGKA PANJANG Sasaran Organisasi Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Peramalan Bisnis Perencanaan Produk dan Penjualan Perencanaan Finansial JANGKA MENENGAH Perencanaan Produksi Perencanaan Sumberdaya Distribusi Kegiatan Production Planning & Inventory Control (PPIC) Manajemen Permintaan Penjadwalan Induk Produksi Perencanaan Kapasitas Kasar JANGKA PENDEK Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Penjadwalan Perakitan Akhir Pengendalian Kegiatan Produksi Pengendalian dan Perencanaan Pembelian PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MASUKAN/LUARAN Gambar 1 Lingkup kegiatan Production Planning & Inventory Control (PPIC) sebagai bagian dari Manufacturing Resources Planning (MRP II) (Fogarty, 1991).

46 10 Setelah diketahui strategi berproduksi yang diterapkan perusahaan, dengan mempertimbangkan permintaan produk, dilakukan kegiatan manajemen permintaan dengan melakukan prakiraan permintaan, dilanjutkan dengan kegiatan penjadwalan induk produksi yang juga telah mempertimbangkan rencana sumberdaya distribusi. Kegiatan penjadwalan induk produksi yang telah mempertimbangkan kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan menghasilkan rencana jadwal induk produksi dan berikutnya dapat dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku. Rencana jadwal induk produksi ini akan menjadi dasar dalam kegiatan penjadwalan produksi. Kegiatan perencanaan bahan baku menjadi masukan dalam kegiatan pengendalian kegiatan produksi serta perencanaan dan pengendalian kegiatan pembelian. 2.2 Ketidakpastian dalam PPIC Bonney (2000) dalam makalahnya yang berjudul : Deflection on Production Planning & Control (PPC) telah mengidentifikasi beberapa perubahan sistem PPC untuk mengantisipasi kebutuhan pasar. PPC diharapkan menjadi lebih fleksibel untuk dapat merespon secara efektif perubahan internal dan eksternal. Untuk menjalankan sistem PPC dibutuhkan perbaikan prosedur perencanaan serta perbaikan pengendalian operasional pada lantai produksi sedemikian sehingga dapat merespon ketidakpastian dalam lingkungan produksi dan pasar. Koh dan Saad (2003) mendukung yang disampaikan oleh Bonney dan menyatakan bahwa performansi ERP kurang baik dalam menghadapi ketidakpastian. Untuk itu dibutuhkan tambahan fasilitas pendukung keputusan dalam area perencanaan ERP. Mula, J. et al. (2006) dalam makalahnya mengatakan bahwa Galbraith (1973) mendefinisikan ketidakpastian sebagai perbedaan antara kebutuhan informasi untuk melakukan kegiatan dengan informasi yang telah dimiliki. Terdapat berbagai bentuk ketidakpastian yang mempengaruhi proses produksi yang dikategorikan oleh Ho (1989) menjadi 2 kelompok besar yaitu : a. Environmental uncertainty : meliputi demand uncertainty dansupply uncertainty

47 11 b. System uncertainty, meliputi antara lain : operation yield uncertainty danproduction lead time uncertainty. Dalam makalah tersebut, Yano dan Lee (1995) juga Sethi, et.al. (2002) memformalisasikan berbagai model ketidakpastian dalam sistem manufaktur yang memanfaatkan antara lain konsep safety stocks dan safety lead time dengan menggunakan pendekatan berbasis intelijensia buatan maupun model analitis. Berikutnya dinyatakan oleh Koh et al. (2002) bahwa ketidakpastian dalam lingkungan ERP belum dipelajari secara sistematis sehingga banyak peneliti berusaha menemukan cara untuk menghadapi ketidakpastian dan bukannya mendiagnosa penyebab terjadinya ketidakpastian tersebut. Menurut Koh et al. (2000), terdapat asumsi-asumsi yang mendasari MRP sehingga menjadi keterbatasan MRP, yaitu : waktu ancang yang tetap dalam pembelian bahan baku dan produksi, urutan proses dan aliran material yang tetap yang tidak memungkinkan adanya terhentinya mesin atau terjadinya keterlambatan waktu proses, serta jumlah produk dengan prosentase cacat yang tetap sehingga tidak memungkinkan terjadinya kejadian tak terduga yang sebenarnya dapat menambah jumlah produk cacat. Asumsi-asumsi ini menyebabkan ketidakmampuan MRP dalam mengantisipasi ketidakpastian yang terjadi pada lingkungan nyata manufaktur, sehingga perencana harus menggunakan beberapa teknik lain seperti penjadwalan ulang, subkontrak atau teknik lainnya untuk mengantisipasi ketidakpastian yang terjadi (Mandal dan Gunasekaran, 2003). Vollman et al. (1999) mengkategorikan 4 tipe ketidakpastian yang terjadi disebabkan karena kebutuhan pergantian antar periode, kekurangan atau kelebihan bahan baku dari yang direncanakan, pemasok tidak mengirimkan pesanan bahan baku tepat waktu serta adanya ketidaksesuaian jumlah pesanan yang diterima dari pemasok. Koh et al. (2002) juga mengkategorikan ketidakpastian menjadi ketidakpastian input dan ketidakpastian proses meliputi : kekurangan/ketidaktersediaan bahan baku, kekurangan/ketidaktersediaan operator produksi, kekurangan/ketidaktersediaan kapasitas mesin, produk rusak/cacat dan keterlambatan pengiriman produk.

48 12 Mengantisipasi permasalahan ketidakpastian yang terjadi dalam lingkungan manufakatur tersebut, Koh dan Saad telah mengembangkan rencana kontingensi yang dapat memudahkan proses diagnosa dan antisipasi ketidakpastian yang terjadi dalam lingkungan manufaktur MRP/MRP II/ERP dengan merekomendasikan pemberian persediaan penyangga (buffering) atau penambahan waktu ancang (dampening). Edmund (2005) dalam penelitiannya berjudul A framework for Understanding the Interaction of Uncertainty and Information System on Supply Chains menyatakan adanya ketidakpastian dalam rantai pasok dan menyampaikan pemikirannya mengenai alternatif pemecahan dan metode yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan ketidakpastian pada rantai pasok. Datta, Partha Priya (2007) dalam penelitiannya yang berjudul : A Complex System, Agen Based Model for Studying and Improving the Resiliance of Production and Distribution Networks, mengupas berbagai permasalahan mengenai resiliansi dalam rantai pasok dengan berbagai pendekatan dan metode penyelesaiannya lengkap dengan ulasan mengenai kelebihan dan keterbatasannya. Peneliti sekaligus memberikan ulasan teoritis untuk penelitian lanjutan dalam resiliansi rantai pasok yang membantu dalam mengembangkan prosedur yang efektif untuk mengelola berbagai situasi ketidakpastian dengan kasus pada rantai pasok manufaktur kertas tissue. Pada penelitian tersebut juga diuraikan beberapa penelitian yang juga dikembangkan berdasarkan pendekatan sistem agen, antara lain oleh Parunak et al. (1998) yang mengeksplorasi kemampuan model berbasis agen dalam permasalahan jaringan pasokan manufaktur. Schicritz dan Grobler (2003) mencoba mengintegrasikan pemodelan dinamika sistem dan pemodelan berbasis agen, juga Ahn et al. (2003) yang mengusulkan sistem agen yang fleksibel yang dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan dinamis pada transaksi di suatu rantai pasok.

49 Industri Pangan Industri pangan adalah bagian dari sistem pangan yang mencakup kegiatan produksi, pemrosesan, distribusi dan konsumsi produk-produk pangan dalam agroindustri. Bahan baku untuk industri pangan mencakup hasil-hasil pertanian, peternakan, produk-produk laut, bahan pengemas, perasa makanan dan bahan kimia untuk makanan. Industri ini umumnya memiliki karakteristik yang membutuhkan perhatian khusus dibandingkan agroindustri yang lainnya dalam hal tingkat variabilitas dan sensitivitas bahan baku utamanya disamping adanya kebutuhan perhatian untuk masalah kualitas dan standard produk yang harus mempertimbangkan masalah kesehatan dan keselamatan konsumennya. Salah satu industri di sektor pangan yang mengalami pertumbuhan cukup pesat adalah industri yang berbasis tepung terigu. Pertumbuhan industri ini di Indonesia dipacu oleh beberapa faktor, antara lain adalah adanya peningkatan kesadaran bahwa tepung terigu adalah makanan yang sehat dan bergizi serta peningkatan kesadaran makanan berbasis tepung terigu sebagai alternatif diversifikasi pangan. Industri roti adalah contoh industri pangan berbasis tepung terigu. Berdasarkan data yang bersumber dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) tahun 2001 diketahui bahwa 25% dari industri berbasis tepung terigu adalah industri roti. Tingkat persaingan industri ini dari tahun ke tahun semakin ramai dengan makin banyaknya industri yang bergerak pada bidang ini. Bersumber dari Bisnis Indonesia Online, diketahui bahwa hingga akhir tahun 2007, terdapat lebih dari UKM di tingkat nasional dan unit industri menengah besar dan modern yang masuk dalam persaingan industri roti ini (Sekarasih, 2008). Kebanyakan perusahaan besar pada industri pangan menghasilkan produkproduk makanan setengah jadi atau produk jadi yang akan dikonsumsi langsung dalam suatu kegiatan operasional produksi yang memiliki aliran produksi kontinyu yang sesuai dengan karakteristik industri proses. Industri-industri ini membutuhkan investasi modal yang besar untuk melakukan produksi dan mengendalikan peralatan yang akan digunakan secara kontinyu. Untuk itu,

50 14 aplikasi komputer akan membantu kegiatan pemrosesan dan meningkatkan efisiensi dalam operasional pabrik (Connor, 1997). Dengan karakteristik sistem produksi yang bersifat kontinyu, dibutuhkan ketersediaan yang kontinyu pula dari input-input sistem produksinya (seperti mesin/peralatan dan material). Sehingga terhentinya kegiatan produksi yang diakibatkan adanya gangguan yang menyebabkan ketidaktersediaan input pendukung kegiatan produksi akan menyebabkan kerugian ekonomis yang sangat besar bagi perusahaan. APICS mendefinisikan industri proses sebagai bisnis yang menambah nilai pada materia melalui proses pencampuran, pemisahan, pembentukan ataupun reaksi kimia. (Fransoo, 1994). Proses-proses tersebut dapat bersifat kontinyu atau batch dan umumnya membutuhkan pengendalian proses yang ketat dan investasi modal yang tinggi. Proses-proses tersebut juga sulit untuk dikendalikan dan sering menyebabkan dihasilkannya output yang bervariasi. Burt dan Kraemer dalam Fransoo (1994) menunjukkan strategi untuk mengantisipasi output yang bervariasi, antara lain dengan menyediakan persediaan pengaman (safety stock) untuk bahan baku yang paling banyak menyebabkan terjadinya variasi output. Bahan baku pada industri proses juga bervariasi dalam kualitas mengakibatkan output ataupun potensi kerusakan kualitas umumnya tidak diketahui ataupun tidak terukur hingga dimulainya proses. Variabilitas dari kualitas bahan baku juga sering digunakan sebagai informasi untuk menentukan produk yang akan dihasilkan. Bila didapatkan kualitas yang tidak standard, maka dapat dilakukan pemesanan kembali atau proses daur ulang yang menyebabkan terjadinya kekurangan persediaan. Terjadinya kekurangan persediaan ini dapat dikendalikan dengan adanya persediaan pengaman. Berikutnya disampaikan oleh Rutten dalam Fransoo (1994) bahwa variasi dalam kualitas bahan baku dapat menyebabkan timbulnya variasi dalam struktur produk (recipes). Pada industri proses, umumnya digunakan lini produksi yang akan menghasilkan berbagai varian produk dengan variasi yang rendah diantara produk. Variasi yang rendah, kompleksitas produk yang rendah dan tahapan proses yang

51 15 relatif tidak banyak menyebabkan seluruh produk memiliki urutan proses (routing) yang sama. Berikutnya disampaikan bahwa dengan penggunaan lini produksi pada industri proses secara kontinyu, maka perhitungan penentuan ketersediaan kapasitas produksi untuk industri proses menjadi lebih sederhana. Metode penjadwalan produksi yang dikembangkan untuk industri proses adalah metode yang sesuai untuk permasalahan penjadwalan mesin tunggal - banyak produk (single machine multiproduct). Leachman dan Gascon dalam Fransoo (1994) telah melakukan investigasi mengenai aplikasi model-model deterministik pada situasi stokastik dan mengusulkan pendekatan heuristik untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian. 2.4 Persediaan (Inventory) Persediaan adalah sumber daya menganggur yang dipandang sebagai pemborosan karena dapat menimbulkan biaya persediaan yang tinggi jika terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Keberadaan persediaan harus diminimalkan, dengan tetap menjamin terpenuhinya permintaan produk dari pelanggan. Efisiensi produksi (salah satu muaranya adalah penurunan biaya produksi) dapat ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan. Menurut Baroto (2002 ) terdapat beberapa fungsi persediaan sebagai berikut : 1. Fungsi independensi. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diduga dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok. 2. Fungsi ekonomis. Seringkali dalam kondisi tertentu, memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atau sesuai permintaan. Pada beberapa kasus, membeli dengan jumlah tertentu juga akan lebih ekonomis daripada membeli sesuai kebutuhan. 3. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau pasokan.

52 16 4. Fungsi fleksibilitas. Bila dalam proses produksi terdiri atas beberapa tahapan proses operasi dan kemudian terjadi kerusakan pada satu tahapan proses operasi, maka akan diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Persediaan barang setengah jadi (work in process) pada situasi ini akan merupakan faktor penolong untuk kelancaran proses operasi. Untuk mengatur persediaan permintaan (demand) diperlukan strategi yang tepat mempertimbangkan bahwa permintaan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang sulit dikendalikan. Dalam sistem pengendalian persediaan terdapat dua pendekatan yaitu : Continuous Review System (sering disebut dengan Q system) dan Periodic Review System (sering disebut dengan P system). Sistem persediaan berdasarkan pendekatan Continuous Review System sering disebut dengan sistem Reorder Point (sistem ROP atau sistem Fixed Order Quantity/FOQ). Dalam prakteknya, pengamatan (review) dilakukan secara berkala (misalnya hari-an) dan kontinyu. Dalam setiap pengamatan, dilakukan pengambilan keputusan berdasarkan posisi persediaan item. Jika jumlah persediaan dipertimbangkan terlalu rendah, sistem merekomendasikan dilakukannya pemesanan (order baru). Pada saat posisi persediaan mencapai tingkat minimum persediaan yang telah ditentukan (ROP), dilakukan pemesanan item sejumlah kuantitas tertentu (Q). Q dapat ditentukan berdasarkan rumus Economic Order Quantity (EOQ), ukuran lot minimum, ukuran kontainer atau kuantitas lainnya sesuai dengan pertimbangan pihak manajemen (Krajewski, 2002). Kim C.O., et.al (2005) dalam makalahnya yang berjudul Adaptive Inventory Control Models for Supply Chain Management mengamati permasalahan pengendalian persediaan pada sistem rantai pasok yang terdiri dari pemasok tunggal dan banyak retailer. Untuk menghadapi situasi permintaan yang dinamis, mereka mengusulkan dua model pengendalian persediaan adaptif dengan asumsi bahwa supplier mampu mengakses informasi mengenai permintaan pelanggan dan posisi persediaan tiap retailer secara on line. Dengan menggunakan teknik reinforcement-learning, parameter pengendali dari kedua model pengendalian persediaan dirancang untuk dapat berubah secara adaptif sesuai dengan perubahan pola permintaan pelanggan.

53 17 Tersine dalam bukunya Principles of Inventory and Materials Management (1994) menyatakan bahwa resiko dan ketidakpastian termasuk dalam analisis persediaan yang melibatkan banyak peubah(variable). Namun yang paling berperan sebagai resiko dan ketidakpastian adalah variasi dalam permintaan dan waktu ancang-ancang (lead time). Variasi tersebut diserap dalam bentuk persediaan pengaman (safety stock) atau buffer stock atau fluctuation stock. Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang disimpan sebagai penyangga untuk mencegah terjadinya kekurangan persediaan (stockout) disebabkan adanya gangguan acak dari alam atau lingkungan. Persediaan pengaman dibutuhkan untuk menangani permintaan selama waktu ancang-ancang pemesanan pada saat permintaan aktual melebihi permintaan yang diharapkan atau dapat juga disebabkan waktu ancang-ancang (lead time) aktual melampaui waktu ancang-ancang yang diharapkan. Di samping itu, persediaan pengaman dibutuhkan karena prakiraan permintaan kurang sempurna dan supplier kadang-kadang gagal untuk mengirimkan barang tepat waktu. Dalam kenyataannya, permintaan dan waktu ancang-ancang tidak selalu dapat diprediksi. Situasi ini mendukung kebutuhan adanya persediaan pengaman. Dalam upaya mempertahankan pelayanan terhadap permintaan yang tidak pasti (uncertain) diperlukan tingkat pelayanan (service level).tingkat pelayanan adalah kemungkinan bahwa kekurangan persediaan tidak akan terjadi selama waktu ancang-ancang. Jika permintaan bervariasi kecil di sekitar rata-rata permintaan, persediaan pengaman adalah kecil, dan berlaku sebaliknya. Variabilitas diukur berdasarkan distribusi probabilitas yang ditunjukkan berdasarkan nilai rata-rata (mean) dan variansinya (variance). Menurut Tersine (1994), persediaan pengaman ditentukan oleh pihak manajemen dengan mempertimbangkan kebijakan tingkat pelayanan (service level) yang logis. 2.5 Manajemen Permintaan Fungsinya adalah untuk menentukan permintaan produk. Penentuan ini mencerminkan prakiraan permintaan (forecast) dan mencakup pesanan pelanggan yang diterima, pesanan dari outlet gudang, promosi khusus, kebutuhan persediaan pengaman serta komponen-komponen pelayanan dan persediaan untuk

54 18 mengantisipasi kebutuhan permintaan yang tinggi. Output dari kegiatan ini adalah penjumlahan dari permintaan produk per-periode (Fogarty, 1991). Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi dimulai dengan fungsi prakiraan permintaan berdasarkan plot data riwayat penjualan produk. Analisis plot data akan merujuk beberapa metode pengujian prakiraan permintaan yang sesuai dengan hasil analisis plot data permintaan. Metode prakiraan permintaan yang akurat adalah metode yang memberikan nilai kesalahan minimum. Terdapat berbagai alternatif metode prakiraan permintaan yang layak untuk digunakan dalam pengujian prakiraan permintaan. Metode deret waktu, regresi linier, dan dekomposisi adalah beberapa metode yang banyak diaplikasikan oleh industri karena kesederhanaannya dalam perhitungan. Metode Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) menjadi metode yang mulai banyak diaplikasikan untuk pengenalan pola data karena dapat menghasilkan prakiraan permintaan dengan nilai akurasi yang baik. Pada model deret waktu ini permintaan merupakan fungsi dari waktu. Pola permintaan pada masa yang akan datang diperkirakan identik dengan pola data masa lalu. Model ini dikembangkan berdasarkan informasi masa lalu, dengan variabel tidak bebas dan asumsi, bahwa variabel tidak bebas ini akan memiliki pola yang sama dengan masa lalu. Metode deret waktu yang banyak diaplikasikan industri antara lain adalah metode rata-rata bergerak (moving average) dan metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing). Salah satu bentuk peramalan yang paling sederhana adalah regresi linier. Dalam aplikasi regresi linier diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang ingin diramalkan (variabel dependen) dengan variabel lain (variabel independen). Selanjutnya, peramalan ini didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historis bersifat linier. Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan. Metode dekomposisi merupakan metode peramalan time series dengan pendekatan yang digunakan bila data historis memiliki pola kecenderungan(trend), siklis atau musiman. Metode dekomposisi mencoba memisahkan faktor trend (kecenderungan) dan faktor musiman dari pola dasar. Faktor kecenderungan

55 19 menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang yang dapat meningkat, menurun atau tidak berubah. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan yang disebabkan oleh hal-hal seperti curah hujan, saat liburan dan lain-lain (Fogarty, 1991). Menurut Makridakis (1983), dalam melakukan prakiraan permintaan, hasil prakiraan permintaan yang diperoleh tidak mungkin benar-benar tepat. Selisih yang terjadi antara nilai prakiraan permintaan dengan nilai aktual disebut sebagai galat atau kesalahan (error). Melalui nilai kesalahan ini dilakukan beberapa analisa sehingga dapat ditentukan metode prakiraan permintaan yang paling sesuai dengan data yang dimiliki serta seberapa baik metode yang digunakan tersebut. Metode yang terbaik adalah metode yang memberikan nilai prakiraan permintaan paling sesuai dengan data aktual, berarti memiliki nilai kesalahan prakiraan permintaan yang paling kecil. 2.6 Metode Jaringan Syaraf Tiruan Metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan metode prakiraan permintaan yang banyak diaplikasikan karena memiliki hasil prakiraan permintaan yang optimal dan akurat. JST atau Artificial Neural Network (ANN) merupakan salah satu representasi buatan otak manusia yang selalu mencoba mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Keunggulan utama metode ini adalah kemampuan untuk belajar dari contoh yang diberikan. Selain itu, dalam proses belajarnya metode JST dapat melakukan pengolahan terhadap data yang non-linier (Siang, 2009). Bakhary (2004) dalam makalahnya menyampaikan bahwa JST mampu memberikan model terbaik dibandingkan dengan model regresi dan multi-regresi. Kemampuan untuk menggeneralisasi memungkinkan jaringan syaraf tiruan untuk belajar bahkan dalam kasus data pencilan ataupun tidak adanya data. Zhang (2005) menyatakan bahwa variasi musiman dan kecenderungan (trend) merupakan dua gejala yang selalu terjadi dan harus dihadapi dalam berbagai sektor ekonomi dan bisnis. Bagaimana memodelkan dan melakukan prakiraan permintaan variasi-variasi yang terjadi merupakan hal yang penting dalam kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan. JST merupakan metode

56 20 yang sesuai untuk digunakan dalam peramalan data yang sifatnya musiman dan kecenderungan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Dinyatakan dalam makalah terkait oleh Zhang (1998) bahwa meskipun JST merupakan model non linier, namun JST memiliki kemampuan untuk memodelkan proses-proses yang linier juga. Gorr (1994) bahkan menyatakan bahwa JST mampu secara simultan mendeteksi kecenderungan maupun musiman data yang tidak linier. Sharda dan Patil (1992) mendapatkan hasil pengujian bahwa JST dapat memodelkan data musiman secara efektif. Hansen dan Nelson (2003) berikutnya menemukan bahwa kombinasi transformasi dan jaringan syaraf melalui konsep generalisasi sehingga memberikan hasil prakiraan permintaan yang lebih akurat dibandingkan model Dekomposisi maupun ARIMA. Propagasi Balik (Backpropagation) Seperti halnya model JST lain, Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tetapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Arsitektur propagasi balik memiliki beberapa unit tersembunyi. Gambar 2 adalah contoh gambar arsitektur propagasi balik dengan 3 buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah lapisan tersembunyi yang terdiri dari 2 unit (ditambah sebuah bias), serta 1 buah unit keluaran. v ji merupakan bobot garis dari unit masukan x i ke unit lapisan tersembunyi z j (v j0 merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit lapisan tersembunyi z j ). W kj merupakan bobot dari unit lapisan tersembunyi z j ke unit keluaran y k ( w k0 merupakan bobot dari bias di lapisan tersembunyi ke unit keluaran y k ) (Siang,2009).

57 21 Nilai Input x1 x2 x3 Input v11 v12 v21 v22 v31 v32 Matriks Bobot Input ke Lapisan Tersembunyi z1 z2 Lapisan Tersembunyi wi w2 Matriks Bobot Lapisan Tersembunyi ke Output y Output Nilai Output Gambar 2 Struktur jaringan syaraf tiruan (Hermawan, 2006). Dalam propagasi balik, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinyu, terdiferensial dengan mudah dan tidak menurun secara monoton. Salah satu fungsi yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner yang memiliki range (0,1) (Siang,2009). Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan untuk aplikasi JST dalam prakiraan permintaan. Kisaran nilai yang digunakan pada fungsi ini adalah (0,1) dan didefinisikan sebagai f1(x) dengan fungsi turunan f 1(x). 1 f1 ( x)...(1) 1 x e f ' 1 ( 1 1 x x) f ( x)(1 f ( ))...(2) f(x) 1 0 X Gambar 3 Fungsi sigmoid biner.

58 Penentuan Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedulling / MPS) Jadwal induk produksi merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi produk berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Fogarty, 1991). Vasant (2004) dalam makalahnya berjudul Application of Multi Objective Fuzzy Linear Programming in Supply Production Planning Problem menyatakan bahwa terdapat beberapa kesulitan dalam pemilihan solusi dalam menyatakan permasalahan dalam suatu fungsi keanggotaan linier. Untuk itu, pada makalahnya diusulkan suatu fungsi keanggotaan kurva-s dimodifikasi untuk mengatasi defisiensi yang dihadapi fungsi keanggotaan linier. Dinyatakan juga oleh peneliti bahwa fungsi keanggotaan kurva-s lebih fleksibel untuk menggambarkan kesamaran dalam parameter fuzzy untuk permasalahan penyediaan untuk kebutuhan perencanaan produksi Model Fuzzy Multi Objective Linear Programming Dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan model Fuzzy Linear Programming (FLP), variable sumber daya mungkin saja tidak pasti (fuzzy), walaupun dalam model linier programming non fuzzy (crisp Linear Programming), angka yang digunakan sudah merupakan angka yang mendekati kenyataannya ; karena pada kondisi nyata bisa saja terdapat potensi ketidaklengkapan informasi dan ketidakpastian pada berbagai lingkungan dan pemasok. Itu sebabnya angka tersebut sebaiknya dipertimbangkan sebagai angka sumber daya fuzzy. Permasalahan ini dapat dijadikan permasalahan FLP yang akan diselesaikan dengan menggunakan teori himpunan fuzzy (Vasant, 2004). Permasalahan FLP diformulasikan sebagai : Max z = c ~ x...(3) s/t : A ~ x b ~...(4) x 0...(5) dimana : x adalah vektor variabel keputusan A ~, b ~ dan c ~ adalah angka fuzzy

59 23 Dalam persamaan tersebut, operasional penjumlahan dan perkalian angka fuzzy dinyatakan dengan berdasarkan prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Zadeh (1975). Berikutnya, hubungan pertidaksamaan (<) dinyatakan oleh hubungan fuzzy tertentu dan fungsi obyektif z disesuaikan dengan fungsi tujuan berdasarkan permasalahan Crisp Linier Programming Fungsi Keanggotan Kurva-S Termodifikasi Fungsi keanggotan kurva-s yang termodifikasi adalah sebagian kasus dari fungsi logistik dengan parameter khusus. Nilai parameter ini telah diketahui. Fungsi logistik ini sesuai dengan persamaan (6) dan sesuai dengan gambar 4 yang merupakan gambar fungsi keanggotaan kurva-s yang dikembangkan oleh Gonguen (1969) dan Zadeh (1971). Vasant mendefinisikan fungsi keanggotaan kurva-s termodifikasi sebagai berikut : B ( x) x 1 Ce x a x x x x x x x x x x a a b b b... (6) Nilai μ adalah fungsi keanggotaan. Nilai α menentukan bentuk fungsi keanggotaan μ(x) dimana α>0. Makin besar nilai parameter α, makin kecil nilai ketidakjelasan (vagueness). Parameter α seharusnya ditentukan oleh pakar berdasarkan hasil percobaan secara heuristic. Menurut Watada dalam Vasant (2004), fungsi keanggotan triangular atau trapezoidal menunjukkan batas bawah dan batas atas untuk μ pada tingkat 0-1. Disamping itu, dengan mempertimbangkan fungsi keanggotaan non linier seperti fungsi logistic, batas bawah dan batas atas mungkin didekati dengan nilai dan Untuk itu, kurva dimodifikasi dengan menentukan skala sumbu x sebagai x a = 0dan x b = 1 untuk menemukan nilai B, C dan α, Novakowska dalam Vasant (2004) juga telah menunjukkan hasil yang sama dalam penelitiannya di area sosial. Berdasarkan persamaan di atas diperoleh nilai-nilai sebagai berikut : B = 1 ; C = dan adalah konstanta dan α =

60 24 Fungsi keanggotaan kurva-s termodifikasi memiliki bentuk yang sama dengan fungsi logistik sesuai dengan yang disampaikan pada penelitian Watada dan juga sama dengan fungsi hiperbolik tangent seperti yang disampaikan pada penelitian Leberling. Disamping itu, fungsi keanggotaan trapezoidal dan triangular merupakan pendekatan dari fungsi logistic, sehingga fungsi sigmoid lebih sesuai untuk digunakan pada penyelesaian masalah dengan sasaran yang tidak jelas (vague). Disamping itu dalam hal ini fungsi keanggotaan kurva s mungkin untuk merubah bentuknya sesuai dengan nilai parameternya. Dengan menggunakan fungsi keanggotan non-linear sesuai dengan fungsi kurva-s (Bells, 1999) dalam Vasant (2004), fungsi keanggotaan μ bi dan interval fuzzy, b a i hingga b b i adalah sesuai dengan gambar berikut : Gambar 4 Fungsi keanggotaan μ bi dan interval fuzzy b i. Untuk variabel sumber daya b ~ i ; untuk interval b a i < b i < b b i,, berlaku : bi 1 Ce B a bi bi b a bi bi...(7) Berikutnya persamaan diatas dapat diselesaikan hingga diperoleh nilai b i sebagai berikut :

61 25 b a i b i bi 1 B bi b ln 1 a...(8) C bi Karena bi adalah variabel fuzzy yang dituliskan sebagai b ~ i, maka persamaan diatas dapat dituliskan menjadi : b a ~ i b i bi 1 B b ln 1 i ba...(9) C bi 2.8 Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku / Material Requirement Planning (MRP) Fogarty dan Hoffman (1983) dalam tesis yang disusun oleh Scott Wright (2007) menyatakan bahwa Material Requirement Planning (MRP) menjadi hasil pengembangan metode yang paling berarti dalam kegiatan pengendalian produksi dan persediaan dalam lima hingga 20 tahun. MRP menjadi pendukung yang sangat penting dalam kegiatan pengendalian produksi dan persediaan untuk bisnis manufaktur. Konsep ini dikembangkan pada area bisnis yang lain yang disebut dengan MRP II. Mabert (2007) juga menyampaikan bahwa sistem MRP telah menjadi pendekatan yang menonjol performansinya untuk mengatur aliran bahan baku maupun komponen pada lantai produksi hingga akhir abad ke-20. Sistem perencanaan kebutuhan bahan baku (Material Requirement Planning/MRP) umum dilakukan pada industri, khususnya industri manufaktur yang menghasilkan produk jadi yang memiliki struktur berjenjang. MRP (Material Requirement Planning) menjadi teknik perencanaan dan pengendalian produksi dengan memanfaatkan data Jadwal Induk Produksi, data status persediaan dan struktur produk,untuk membuat atau membeli material/ item permintaan yang bersifat tidak memiliki ketergantungan. Sistem MRP bermanfaat dalam mengatur kebutuhan bahan baku dan komponen-komponen supaya dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat (Fogarty, 1991). Menurut Jonsson, perencanaan bahan baku dapat dilihat sebagai tingkat perencanaan taktis yang fokus pada penyeimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand). Fungsi ini berkaitan dengan kegiatan persiapan, pengendalian, pengawasan manufaktur dan order pembelian dalam rangka

62 26 menjaga aliran material serta kegiatan yang memberikan nilai tambah dalam pelaksanaan proses manufaktur tanpa interupsi. Menurut Jonsson, Material Requirement Planning (MRP) dan sistem Re Order Point (ROP) merupakan metode-metode yang paling banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat industri. Selanjutnya disampaikan bahwa ketidakpastian dalam pasokan dan permintaan pada dasarnya dapat dikelola dengan menggunakan dua cara yang berbeda, yakni dengan menambah persediaan pengaman (safety stock) atau dengan menambah penyangga waktu (time buffers) berupa waktu pengaman (safety lead time). Ketidakpastian waktu biasanya dikelola secara efisien dengan mekanisme berdasarkan waktu, sedangkan ketidakpastian dalam jumlah lebih efisien bila dikelola dengan mekanisme berdasarkan jumlah. Berdasarkan hasil survai, cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan safety stock dan safety lead times masih menggunakan pertimbangan pengalaman. Menurut Tersine (1994), dunia nyata kadang digambarkan sebagai model deterministik dengan menganggap beberapa hal bersifat probabilistik (contohnya model stokastik yang beberapa atau seluruh variabelnya adalah probabilistik). Model deterministik/tertentu dapat menjadi pendekatan yang berhasil dengan menjadi titik awal yang baik untuk menggambarkan fenomena persediaan. Berikutnya disampaikan oleh Tersine (1994) mengenai alasan utama dibutuhkannya persediaan adalah karena perusahaan mampu membeli atau memproduksi persediaan dalam ukuran yang ekonomis. Model penentuan ukuran lot (lot sizing) berdasarkan rumus Economic Order Quantity (EOQ )merupakan model persediaan yang sudah banyak diaplikasikan untuk mendapatkan ukuran pemesanan yang ekonomis dalam perencanaan kebutuhan bahan baku. Model persediaan klasik ini merupakan model deterministik yang mengasumsikan bahwa untuk memenuhi permintaan produk yang konstan dan tertentu, akan dilakukan pengambilan bahan baku dari persediaan dan mengurangi jumlah persediaan. Bila jumlah persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali (reorder point), harus dilakukan pemesanan sejumlah EOQ dan pada waktunya akan diterima bahan baku sejumlah EOQ sekaligus yang akan menambah kembali jumlah persediaan.

63 Penjadwalan Flow Shop Genetic Algorithm Baker (1974) mengatakan bahwa penentuan urutan job produksi atau sering disebut dengan penjadwalan merupakan alokasi dari sumber daya terhadap waktu untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan (job). Penjadwalan dibutuhkan untuk memproduksi pesanan dengan pengalokasian sumber daya yang tepat, seperti mesin yang digunakan, jumlah operator yang bekerja, urutan pengerjaan part, dan kebutuhan material. Penjadwalan yang baik akan memaksimumkan efektivitas pemanfaatan setiap sumber daya yang ada, sehingga penjadwalan merupakan kegiatan yang penting dalam perencanaan dan pengendalian produksi (Bedworth, 1987). Permasalahan penjadwalan flowshop fokus pada pemrosesan sejumlah job berupa lot produksi pada sejumlah mesin. Permasalahan ini memiliki keterbatasan tambahan bahwa pemrosesan setiap job haruslah kontinyu. Tujuan yang biasanya digunakan untuk mendapatkan urutan job terbaik adalah minimasi waktu penyelesaian (makespan) (Baker 1974, Nawaz et.al dalam Rajkumar, 2009). Rajkumar (2009) dalam makalah yang berjudul An Improved Genetic Algorithm for the Flowshop Scheduling Problem mencoba mempertimbangkan permutasi dalam permasalahan penjadwalan flowshop dengan tujuan untuk meminimasi waktu penyelesaian pekerjaan (makespan). Genetic Algorithm (GA) merupakan salah satu penelitian heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan global dalam area penelitian yang rumit. Berdasarkan observasi yang dilakukan diketahui bahwa efisiensi GA dalam menyelesaikan permasalahan flowshop dapat diperbaiki secara signifikan dengan mencoba berbagai operator GA untuk menyesuaikan struktur permasalahan. Algoritma Genetika (Genetic Algorithm) adalah algoritma pencarian yang didasarkan atas mekanisme seleksi alam dan proses genetika secara alamiah. Algoritma ini dilakukan atas dasar populasi dari solusi dan berusaha untuk mengarahkan pencarian menuju perbaikan dengan menggunakan kemampuan bertahan berdasarkan fungsi kebugaran (fitness function). Menurut Goldberg 1989 dalam Rajkumar (2009), algoritma genetika terdiri atas tahapan berikut : Tahap 1 : Penentuan populasi awal dari sejumlah kromosom.

64 28 Tahap 2 : Evaluasi nilai kebugaran (fitness) untuk tiap kromosom. Tahap 3 : Kembangkan kromosom-kromosom baru dengan menggunakan operator genetika yakni pertukaran silang (crossover) dan proses mutasi untuk kromosom yang tersedia. Tahap 4 : Evaluasi nilai kebugaran untuk populasi baru dari kromosomkromosom. Tahap 5: Bila kondisi penghentian telah terpenuhi, berhenti dan kembali pada kromosom terbaik, bila tidak kembali ke tahap 3. Secara tradisional, penentuan populasi awal dibangkitkan secara acak. Berikutnya dalam fungsi evaluasi kebugaran (fitness), untuk mengikuti proses alamiah dari kemampuan bertahan, fungsi evaluasi kebugaran dihitung untuk tiap anggota populasi. Fungsi evaluasi ini adalah nilai yang merefleksikan superioritas relatif yang dimiliki. Setiap kromosom memiliki kriteria evaluasi berdasarkan fungsi obyektif. Permasalahan minimasi dapat dikonversi menjadi permasalahan maksimasi dengan menggunakan fungsi kebugaran. Fungsi kebugaran dinyatakan sebagai :...(10) Dimana Cmax(makespan ) merupakan waktu penyelesaian seluruh pekerjaan (job) yang harus diminimasi. Rumus untuk menghitung makespan menurut Bedworth (1987) adalah sebagai berikut : n Ms ti i 1...(11) M s t i adalah Makespan untuk n pekerjaan dalam jadwal S adalah waktu proses pekerjaan i Boukef (2007) dengan makalah yang berjudul A Proposed Genetic Algorithm Coding for Flow-Shop Scheduling Problems mengusulkan proses pengkodean GA yang baru untuk menyelesaikan permasalahan penjadwalan flowhop. Diusulkan penggunaan optimasi dengan fungsi jamak untuk

65 29 menunjukkan efisiensi dari pendekatan yang digunakan pada industri makanan dan farmasi. Hejazi (2005) menyampaikan bahwa kebanyakan penelitian dalam penjadwalan flowshop menggunakan kriteria makespan. Berdasarkan hasil ulasan berbagai makalah dengan permasalahan dan kriteria yang sama diketahui bahwa dikarenakan permasalahan penjadwalan flowshop n-job m-mesin merupakan permasalahan yang termasuk kelompok NP-hard (Ronnooy Kan 1976, Lentra et al. 1977, Gonzales dan Sahni 1978), kebutuhan komputasi untuk mendapatkan solusi optimal meningkat secara eksponensial linier dengan peningkatan ukuran permasalahan. Akibatnya adalah beberapa pendekatan heurisik konstruktif dikembangkan untuk permasalahan tersebut. Sebagai tambahan, disampaikan bahwa beberapa pendekatan heuristik modern atau sering disebut dengan meta heuristik dan beberapa algoritma evolutionary telah diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan flowshop pada banyak penelitian, meliputi pendekatan Simulated Annealing (SA), Genetic Algorithm (GA), Tabu Search (TS), Ant Colony System (ACS), Artificial Neural Network (ANN) serta berbagai pendekatan penelitian terdekat lainnya. Selanjutnya disampaikan juga dalam makalah terkait bahwa selama beberapa dekade terakhir, GA telah banyak digunakan secara luas untuk berbagai area optimasi (antara lain permasalahan Travelling Salesman Problem /TSP dan penjadwalan). Implementasi dari GA untuk permasalahan penjadwalan flowshop makin banyak dilakukan di berbagai makalah ( antara lain Reeves 1995, Murata et al. 1996, Reeves dan Yamada 1998, Ponnambalam et al. 2001, Wang dan Zheng 2003). Reeves, 1998 dalam Hejazi (2005) telah membandingkan performansi SA dan GA untuk menguji permasalahan flowshop dengan kisaran 20 job dan 5 mesin hingga 500 job dan 20 mesin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa GA unggul sebagai solusi untuk permasalahan dengan kasus yang besar. Murata et al. (1996) dalam Hejazi (2005) juga mendapatkan hasil yang sama. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan algoritma genetika untuk permasalahan penentuan rute pengiriman (Travelling Salesman Problem/TSP), Al-Dulaimi (2008) menyampaikan dalam makalahnya bahwa banyak pendekatan yang telah digunakan untuk penyelesaian permasalahan TSP. Pendekatan yang

66 30 digunakan antara lain dengan menggunakan Simulated Annealing, Genetic Algorithm (GA) dan Neural Network. Dalam perkembangan pemanfaatan GA, banyak pencapaian yang telah diperoleh peneliti untuk permasalahan TSP. Philip (2011) dalam makalahnya berjudul A Genetic Algorithm for Solving Travelling Salesman Problem menunjukkan bahwa GA merupakan algoritma penelitian lokal yang sangat baik untuk digunakan untuk menyelesaikan permasalahan TSP dengan membangkitkan sejumlah angka acak dan berikutnya memperbaiki populasi hingga kondisi penghentiannya terpenuhi dan terpilih kromosom terbaik sebagai solusi Sistem Pendukung Keputusan Intelijen Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan yang merupakan hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh/tersedia dengan menggunakan model-model pengambilan keputusan. Ciri utama sekaligus keunggulan dari Sistem Pendukung Keputusan/SPK adalah kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur (Kadarsah, 1998). SPK mulai melibatkan banyak teknik-teknik baru seperti data warehouse, OLAP, data mining dan teknologi web dalam perancangan dan pengembangan SPK sejak awal tahun Pada tahun 1980, model-model optimasi Operation Research dan Management Science telah banyak dimasukkan dalam rancangan SPK. Di tahun 1990, teknik-teknik Artificial Intelligence dan Statistik banyak dimanfaatkan dalam aplikasi SPK. Holsapple (2008) mendeskripsikan SPK sebagai teknologi mendapatkan pengetahuan bagi pengambil keputusan secara tepat, pada waktu yang tepat dalam representasi yang tepat dengan biaya yang tepat Perkembangan teknik-teknik pemrosesan informasi dan teknologi digital dalam mendukung kegiatan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan makin mendorong munculnya sistem pendukung keputusan yang cerdas. Menurut Power, 2004 dalam Jain, 2010, terdapat 5 tipe Sistem Pendukung Keputusan (SPK), yaitu : 1) SPK berbasis Komunikasi untuk mendapatkan kolaborasi yang efisien, 2) SPK berbasis Data yang berguna untuk mencari basis

67 31 data atau gudang data untuk mendapatkan jawaban khusus suatu tujuan tertentu, 3) SPK berbasis dokumen yang digunakan untuk mencari halaman web dan menemukan dokumen berdasarkan sekumpulan kata kunci atau istilah penelitian tertentu. 4) SPK berbasis Pengetahuan untuk membantu mengambil keputusan berdasarkan berbagai paradigma dalam intelijensia buatan, serta 5) SPK berbasis Model yang merupakan pengembangan sistem kompleks berdasarkan beberapa model (model matematis atau model analitis) untuk membantu menganalisis keputusan atau memilih diantara alternatif yang berbeda. SPK menggunakan sistem informasi berbasis komputer yang fleksibel, interaktif, dan dapat diadaptasi yang dikembangkan untuk mendukung solusi untuk masalah manajemen spesifik yang tidak terstruktur. Sistem ini memiliki tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis sistem tersebut, yaitu : subsistem manajemen data, subsistem manajemen model, dan subsistem perangkat lunak penyelenggara dialog untuk antar muka pengguna. Selain itu, SPK dapat memiliki subsistem manajemen berbasis pengetahuan sebagai opsional, yang dapat memberikan manfaat karena memberikan intelijensia bagi ketiga subsistem utama tersebut, mengingat banyak masalah tak terstruktur dan semi terstruktur yang sangat kompleks sehingga solusinya memerlukan keahlian (Turban, 2005). Dalam kaitannya dengan SPK berbasis Pengetahuan dan SPK berbasis Model, sejumlah teknik intelijensia buatan seperti Jaringan Syaraf Tiruan, Algoritma Genetika, sistem Fuzzy, Case base reasoning, dan sistem berbasis agen dapat diaplikasikan untuk merancang dan mengembangkan SPK Intelijen. Dalam pemanfaatan SPK Intelijen untuk menyelesaikan permasalahan dunia nyata, direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi beberapa teknik intelijensia buatan tersebut supaya diperoleh solusi yang efektif (Jain, 2010) Teknik Klasifikasi dalam Data Mining Data mining adalah sebuah proses percarian secara otomatis informasi yang berguna dalam tempat penyimpanan data berukuran besar. Teknik data mining digunakan untuk memeriksa basis data berukuran besar sebagai cara untuk

68 32 menemukan pola yang baru dan berguna. Teknik-teknik data mining dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan sistem-sistem dalam menemukan informasi (information retrieval). Klasifikasi adalah proses menemukan model (fungsi) yang menjelaskan dan membedakan kelas-kelas atau konsep, dengan tujuan agar model yang diperoleh dapat digunakan untuk memprediksikan kelas atau objek yang memiliki label kelas tidak diketahui. Model yang diturunkan didasarkan pada analisis dari pelatihan data (yaitu objek data yang memiliki label kelas yang diketahui serta dapat direpresentasikan dalam berbagai bentuk seperti aturan IF-THEN, pohon keputusan, formula matematika atau jaringan syaraf (Tan, 2006).

69 1 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ketidakpastian yang mempengaruhi proses produksi seperti yang telah diutarakan oleh Mula. et al. (2006) merupakan bentuk gangguan sistem produksi yang harus dikendalikan untuk meningkatkan performansi industri pangan. Ketidakpastian yang dimaksud meliputi ketidakpastian demand (untuk selanjutnya dalam pembahasan akan disebut dengan gangguan demand), ketidakpastian supply (untuk selanjutnya akan disebut dengan gangguan supply) dan ketidakpastian sistem (untuk selanjutnya akan disebut dengan gangguan internal sistem produksi). Ketiga bentuk ketidakpastian tersebut merupakan bentuk gangguan sistem produksi yang harus dikendalikan supaya efektifitas dan efisiensi fungsi PPIC pada industri pangan dapat ditingkatkan. Gangguan sistem produksi akan menyebabkan sistem produksi menjadi tidak stabil dengan terjadinya penyimpangan antara perencanaan dan aktual, sehingga perlu dilakukan tindakan penyesuaian (adjustment). Gangguan sistem produksi yang terjadi dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu gangguan eksternal (meliputi gangguan supply dan gangguan demand) serta gangguan internal (meliputi gangguan internal sistem produksi). Untuk menjaga supaya produktivitas sistem produksi industri pangan terus meningkat, dibutuhkan adanya mekanisme pengendalian gangguan (Lihat gambar 5 ). Gangguan Input SISTEM PRODUKSI INDUSTRI PANGAN Output Mekanisme Pengendalian Gangguan Gambar 5 Kerangka pemikiran mengenai mekanisme pengendalian gangguan.

70 PPIC bertujuan untuk dapat melakukan perencanaan produksi dan persediaan dalam rangka pemanfaatan sumber secara efektif. PPIC berperan untuk melakukan pengendalian produksi dan persediaan dengan melakukan penyesuaian terhadap perencanaan produksi yang telah dibuat. Gangguan pada sistem produksi (supply, demand dan internal sistem produksi) akan menyebabkan terjadinya variansi (penyimpangan). Model PPIC membutuhkan tambahan model yang dapat berfungsi untuk mengendalikan gangguan sistem produksi yang terjadi. Pada gambar 6 berikut terlihat bahwa model PPIC yang cerdas dengan fungsi tambahan model pengendalian gangguan dapat membantu mengendalikan gangguan sistem produksi serta mengurangi variansi sistem produksi yang terjadi. Pemanfaatan model yang cerdas dalam PPIC merupakan salah satu alternatif yang cukup efektif untuk mengurangi variansi yang terjadi. Gangguan sistem produksi yang terjadi juga membutuhkan adanya rekomendasi berupa aksi pengendalian dan rekomendasi kebijakan lanjutan untuk mengurangi terjadinya variansi (penyimpangan) sistem produksi serta pemberian persediaan pengaman yang terus disesuaikan secara periodik dengan mempertimbangkan gangguan sistem produksi yang terjadi. Pemberian persediaan pengaman yang terus disesuaikan secara periodik dengan mempertimbangkan gangguan sistem produksi yang terjadi dapat meminimasi variansi sistem produksi. Adanya penyesuaian persediaan pengaman secara periodik yang diintegrasikan pada model PPIC meningkatkan peran PPIC untuk melakukan pengendalian produksi dan persediaan secara adaptif.. Gangguan : - Supply - Demand - Internal Sistem Produksi Model Intelijen PPIC Kegiatan PPIC dengan gangguan terkendali dan variansi minimum Model Pengendalian Gangguan ; - Aksi Pengendalian - Kebijakan Lanjutan Pengendalian - Toleransi Persediaan Pengaman Gambar 6 Kerangka pemikiran kegiatan PPIC dengan gangguan terkendali dan variansi minimum.

71 Dengan adanya gangguan yang terjadi pada sistem produksi industri pangan, dibutuhkan model-model keputusan PPIC yang handal (memiliki karakteristik intelijen) serta memiliki fungsi untuk mengendalikan gangguan sistem produksi yang terjadi. Hasil rancang bangun Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan akan mendukung operasional Model PPIC Adaptif Industri Pangan. 3.2 Tahapan Penelitian Penelitian akan dilakukan dengan tahapan berdasarkan pendekatan sistem (Hartrisari, 2007) sesuai dengan gambar 7 berikut. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditentukan, dilakukan analisis kebutuhan serta identifikasi sistem produksi industri pangan. Kegiatan studi lapangan dilakukan bersamaan dengan kegiatan studi literatur untuk mendapatkan model-model PPIC yang diterapkan pada industri pangan berbasis tepung terigu (diantaranya industri penghasil roti, mie dan biskuit) yang telah melakukan kegiatan PPIC di perusahaannya. Pada tahap analisis kebutuhan, untuk memperjelas permasalahan yang dihadapi industri pangan, dibuat diagram keterkaitan yang menggambarkan lingkungan sistem produksi industri pangan secara makro untuk membantu pemahaman mengenai permasalahan terkait dalam sistem serta faktor-faktor eksternal sistem yang juga dapat mempengaruhi permasalahan sistem produksi industri pangan. Berikutnya dilakukan tahapan identifikasi sistem dengan membuat diagram input output sistem untuk mendukung diperolehnya Sistem intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan yang dapat meminimasi penyimpangan yang terjadi serta mengendalikan gangguan pada sistem produksi industri pangan. Selanjutnya, tahapan pemodelan sistem dilakukan dengan melakukan rancang bangun model intelijen PPIC yang sesuai untuk diterapkan pada industri pangan untuk meminimasi penyimpangan yang terjadi. Model ini perlu dilengkapi dengan model pengendalian gangguan sehingga ketidakpastian yang terjadi dalam bentuk gangguan sistem produksi dapat dikendalikan. Survei pakar dilakukan dalam tahapan rancang bangun model pengendalian gangguan untuk mengetahui

72 tindakan aksi pengendalian gangguan dan penentuan kebijakan lanjutan pengendalian gangguan yang harus dilakukan. Berikutnya, pada tahap pemodelan sistem dilakukan rancang bangun Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan yang dinamakan SPK IPRADIPA berupa prototipe sistem dengan menggunakan data sampel pada PT NIC, Tbk. yang menghasilkan produk roti. Hasil rancang bangun SPK IPRADIPA akan mengalami proses verifikasi dan validasi sesuai dengan data sampel tersebut untuk mengetahui apakah sistem dapat dioperasionalkan sesuai dengan tujuan rancang bangun sistem (verified) serta outputnya tidak memiliki perbedaan yang berarti dengan model sistem nyata (valid). Keseluruhan hasil tahapan diatas akan dianalisis untuk kemudian dapat ditarik kesimpulan dan saran-saran penelitian. Penentuan Tujuan Penelitian Analisis Kebutuhan dan Identifikasi Sistem : -PPIC Industri Pangan - Gangguan Sistem Produksi Industri Pangan Observasi Industri Rancang Bangun Model Intelijen PPIC Industri Pangan Studi Literatur Rancang Bangun Model Pengendalian Gangguan Survei Pakar Rancang Bangun SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan Data PT NIC, Tbk. Verifikasi dan Validasi Sistem Analisis Penarikan Simpulan dan Saran Gambar 7 Tahapan penelitian.

73 3.3 Tata Laksana Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dibatasi meliputi wilayah Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat untuk kegiatan observasi lapangan pada beberapa industri makanan berbasis tepung terigu khususnya industri roti dengan menggunakan teknik sampling non probabilitas ( judgement sampling ) selama kurang lebih 1.5 tahun Jenis dan Sumber Data Melalui kegiatan observasi lapangan didapatkan data primer maupun data sekunder yang berhubungan dengan kegiatan PPIC. Data primer yang digunakan adalah data PPIC dari studi kasus yang dilakukan di PT NIC,Tbk. Juga, berdasarkan kegiatan survai pakar pada beberapa sampel industri pangan (termasuk diantaranya adalah PT NIC, Tbk.) dilakukan pengumpulan data sekunder yang bersifat kualitatif.

74 39 4 PEMODELAN SISTEM 4.1 Analisis Kebutuhan Tahapan analisis kebutuhan dilakukan untuk mendukung proses identifikasi permasalahan yang terjadi pada sistem produksi industri pangan terkait dengan kelemahan fungsi PPIC yang menjadi kegiatan utama industri pangan dalam berproduksi. Industri pangan merupakan agroindustri yang memanfaatkan input bahan baku tergantung dari alam (pertanian, peternakan, kelautan). Industri pangan khususnya industri makanan di Indonesia memiliki peluang perkembangan industri yang cukup besar. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi makanan pada tahun 2006 mencapai 53.01% dan terus meningkat, disamping juga memiliki angka terbesar dalam hal penjualan, tenaga kerja dan kapasitas produksi. Peningkatan pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi makanan masyarakat Indonesia didukung karena menu makanan masyarakat Indonesia yang terus berkembang. Saat ini, preferensi konsumen cenderung mengarah kepada bahan makanan setengah jadi (ready cook) yang cepat olah dan cepat saji. Hal ini tampak jelas dari fenomena masyarakat perkotaan dengan budaya makan mie, sohun, bihun, bubur cereal, cornflakes dan cococrunch terutama untuk sarapan pagi. Budaya makan masyarakat perkotaan ini bahkan telah mulai meluas ke pedesaan dan bahkan ke desa terpencil. Industri pangan berbasis tepung terigu merupakan industri pangan dengan pertumbuhan cukup pesat dikarenakan adanya peningkatan kesadaran bahwa tepung terigu adalah makanan yang sehat dan bergizi serta peningkatan kesadaran makanan berbasis tepung terigu sebagai alternatif diversifikasi pangan. Makanan berbasis gandum atau tepung terigu telah menjadi makanan pokok banyak negara. Ketersediaannya yang melimpah di pasaran dunia, proteinnya yang tinggi, harganya yang relatif tidak mahal dan pengolahannya yang praktis mudah telah menjadikan makanan berbasis tepung terigu merambah cepat ke berbagai negara. Gambar berikut adalah diagram yang menggambarkan lingkungan sistem produksi industri pangan secara makro untuk membantu pemahaman mengenai permasalahan terkait dalam sistem serta faktor-faktor eksternal sistem yang juga

75 40 dapat mempengaruhi permasalahan sistem produksi industri pangan. Pada gambar tersebut terlihat keterkaitan PPIC pada sistem pangan serta faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan (supply) dan permintaan (demand) pada perusahaan pangan. Dalam menjalankan kegiatan produksinya, industri pangan akan melakukan proses transformasi input produksi menjadi output produk pangan dalam suatu sistem yang dinamakan internal sistem produksi. Kegiatan industri ini dilakukan untuk memenuhi tujuan industri pangan untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan nilai tambah yang diperoleh dari kegiatan sistem produksi sesuai dengan permintaan konsumen. Berdasarkan permintaan konsumen, PPIC akan merencanakan kegiatan produksi dan mengendalikan kegiatan produksi dengan memanfaatkan input-input produksi sehingga proses transformasi dapat memberikan nilai tambah maksimum untuk mendukung keberlangsungan perusahaan pangan. Dibutuhkan peran PPIC pada perusahaan pangan di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas industri pangan. Ketersediaan input produksi industri pangan khususnya bahan baku agroindustri yang memiliki karakteristik perishable dan musiman dapat mengganggu sistem produksi industri pangan dalam menjalankan kegiatan produksinya. Karakteristik bahan baku yang perishable dan musiman akan mempengaruhi ketersediaan sistem produksi pangan untuk keberlangsungan dan kelancaran berproduksi. Kegiatan berproduksi juga membutuhkan kegiatan produksi yang melibatkan banyak input produksi (bahan baku, tenaga kerja, mesin, energi, metode, informasi dan lingkungan) yang akan saling berinteraksi. Interaksi antar input produksi yang terjadi selama proses produksi berlangsung dapat menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi produksi. Penurunan efisiensi produksi dalam kegiatan internal sistem produksi ini akan makin bertambah bila terjadi gangguan dengan adanya input produksi yang tidak berfungsi secara maksimal (misalnya terjadi kerusakan mesin, kesalahan operator produksi atau terputusnya aliran listrik). Kondisi ketersediaan input produksi yang rawan gangguan,kegiatan internal sistem produksi yang juga rawan gangguan juga ditambah dengan adanya permintaan yang tidak pasti menjadi permasalahan bagi perusahaan pangan.

76 41

77 42 Adanya gangguan sistem produksi pada industri pangan menyebabkan penurunan efisiensi dan produktivitas industri pangan. PPIC seharusnya memiliki model-model keputusan yang cukup handal untuk meningkatkan perannya dalam merencanakan dan mengendalikan kegiatan produksi dan persediaan yang dimiliki. Sayangnya, model PPIC konvensional belum dapat mengendalikan gangguan-gangguan sistem produksi dengan hasil yang memuaskan. PPIC yang berfungsi intelijen dan adaptif diharapkan dapat mengendalikan gangguan supply, gangguan demand dan gangguan internal sistem produksi pada industri pangan serta meningkatkan performansi sistem produksi industri pangan. Dibutuhkan pengembangan model PPIC yang dapat meningkatkan keefektifan fungsi PPIC serta dapat mengendalikan gangguan sistem produksi yang terjadi pada industri pangan. Untuk memenuhi sasaran perusahaan pangan ataupun industri pangan, dibutuhkan perbaikan model-model keputusan yang digunakan dalam fungsi perencanaan produksi dan pengendalian persediaan (PPIC) pada industri pangan. PPIC pada industri pangan akan mendukung kegiatan sistem produksi industri pangan untuk merencanakan kegiatan produksi dan mengendalikan persediaan perusahaan pangan dengan efektif dan efisien. Efektivitas dan efisiensi yang tinggi dalam berproduksi merupakan prasyarat diperolehnya produktivitas yang tinggi. Apabila perusahaan pangan memiliki model-model pendukung keputusan kegiatan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan yang cukup handal, diharapkan mendukung tujuan perusahaan pangan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi perusahaan pangan dalam berproduksi. Pada tahap analisis kebutuhan sistem intelijen PPIC adaptif pada industri pangan berikutnya dilakukan identifikasi kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem untuk menjadi dasar pertimbangan dalam pemahaman sistem yang dikaji (Hartrisari, 2007). Pelaku sistem terkait kegiatan PPIC pada industri pangan meliputi pemasok dan konsumen serta departemen terkait kegiatan PPIC pada perusahaan pangan (meliputi departemen PPIC, departemen Penjualan dan Pemasaran, departemen Produksi, departemen Pembelian, departemen Distribusi serta departemen Gudang). Bahasan lebih lanjut mengenai kegiatan dan

78 43 kebutuhan aliran informasi untuk para pelaku sistem secara lebih spesifik akan disampaikan pada bab Rancang Bangun Sistem. 4.2 Identifikasi Sistem Tahapan identifikasi sistem dilakukan untuk menjelaskan rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Berdasarkan analisis kebutuhan dan identifikasi permasalahan yang terjadi pada industri pangan dilakukan proses identifikasi sistem PPIC pada industri pangan serta identifikasi gangguan yang terjadi pada sistem produksi industri pangan Kegiatan PPIC pada Industri Pangan Aplikasi model PPIC konvensional pada industri memiliki model-model keputusan Demand Management, Master Production Scheduling, Material Requirment Planning, Inventory Control dan Scheduling yang bertujuan antara lain untuk : 1. Merencanakan dan mengendalikan input produksi pada suatu industri seefisien mungkin untuk menghasilkan output produksi yang sesuai dengan permintaan pasar 2. Mengefektifkan sistem produksi 3. Memenuhi kebutuhan demand dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan 4. Minimasi penyimpangan 5. Mengefisienkan input sistem produksi dengan cara meminimasi pemborosan dalam rangka minimasi biaya produksi Kegiatan PPIC pada industri pangan dimulai dengan kegiatan prakiraan permintaan yang menjadi dasar kegiatan perencanaan produksi dan pengendalian produksi berikutnya yaitu kegiatan penjadwalan induk produksi, perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku, penentuan urutan job / lot produksi serta penentuan rute pengiriman produk jadi.

79 44 Untuk menjalankan fungsi PPIC dibutuhkan input produksi berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin, metode, lingkungan kerja, informasi dan energi. Dengan adanya sistem pendukung keputusan PPIC Adaptif, diharapkan output berupa : permintaan konsumen yang terpenuhi, aliran material rantai pemasok yang lancar, penggunaan sumber daya yang optimum, kapasitas produksi mencukupi, waktu penyelesaian produksi (manufacturing lead time) yang minimum, biaya persediaan minimum, serta pengiriman produk jadi sesuai dengan kebutuhan pemesanan. Tujuan dilakukannya kegiatan PPIC adalah untuk dapat melakukan perencanaan produksi dan persediaan dengan menggunakan model keputusan yang tersedia sehingga didapatkan penyimpangan yang minimum antara perencanaan dengan kondisi aktual. Adanya input sistem produksi yang tidak terkendali seperti fluktuasi jumlah permintaan pelanggan, ketidaktersediaan bahan baku, ketidaktersediaan pasokan energi, ketidakhadiran operator produksi, kerusakan mesin membutuhkan adanya mekanisme pengendalian untuk mengatur supaya sistem produksi dapat kembali stabil dengan didapatkannya penyimpangan antara perencanaan dan aktual produksi yang minimum. Permasalahan yang harus dihadapi dalam PPIC antara lain adalah : penyesuaian apa (dilakukan pada level sistem manufaktur), berapa banyak, kapan, siapa serta bagaimana penyesuaian harus dilakukan. Berikut adalah beberapa poin hasil identifikasi sistem untuk memperjelas bahasan sistem PPIC pada industri pangan : 1. Kegiatan PPIC yang dilakukan pada industri pangan adalah kegiatan manajemen produksi dan pengendalian persediaan yang bersifat jangka menengah dan jangka pendek dimana tiap perusahaan pangan dapat memiliki horisan waktu yang berbeda. 2. Kegiatan PPIC yang dimaksud hanya meliputi kegiatan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan dengan menggunakan model-model keputusan yang sifatnya heuristik yang umumnya sudah didukung fasilitas komputer menggunakan program aplikasi Microsoft Excell, bahkan untuk industri pangan dengan kondisi tingkat kerumitan yang sudah cukup tinggi, sudah menggunakan program aplikasi ERP (SAP/R3) dan sudah

80 45 memiliki Local Area Network (LAN) sehingga bisa bertukar informasi melalui internet diantara pengambil keputusan. 3. Industri pangan yang telah menerapkan PPIC di perusahaannya adalah perusahaan yang berskala menengah dan atas saja, terutama untuk industri pangan yang memang telah memiliki permintaan yang perlu dikelola dengan dengan baik. 4. Kegiatan PPIC dan model keputusan yang digunakan oleh industri pangan meliputi kegiatan Demand Management, Master Production Planning, Material Requirement Planning, Final Assembly Scheduling, Production Activity Control dan Purchase Planning & Control. 5. Kegiatan PPIC dan model keputusan yang digunakan adalah sesuai dengan karakteristik industri pangan yang proses produksinya bersifat process industries berbeda dengan industri manufaktur yang bersifat diskrit. 6. Terdapat perbedaan strategi untuk merespon kebutuhan pelanggan. Strategi ini disesuaikan dengan umur simpan produk jadi untuk industri pangan terkait. Sebagai contoh, untuk industri penghasil mie instant dan biskuit misalnya, karena produk jadinya memiliki umur simpan berkisar antara 9 bulan 2 tahun, maka sesuai untuk menerapkan strategi make to stock. Berbeda halnya dengan industri penghasil roti, dikarenakan produk jadinya memiliki umur simpan yang relatif pendek (dalam hitungan hari), maka sesuai untuk menerapkan strategi make to order. Perbedaan kebijakan strategi ini, berdampak pada kebijakan produksi dan kebijakan persediaan yang diterapkan dalam kegiatan PPIC industri terkait. 7. Untuk Industri pangan berbasis tepung terigu khususnya industri roti, PPIC yang diterapkan juga harus dapat mempertimbangkan karakteristik bahan bakunya yaitu gandum dan tepung terigu. Untuk memenuhi tujuan PPIC dibutuhkan pemanfaatan pengetahuan mengenai gangguan-gangguan sistem produksi yang terjadi sehingga fungsi PPIC bertambah dengan adanya kemampuan untuk mengendalikan gangguan sistem produksi yang terjadi. Fungsi PPIC untuk mengendalikan gangguan sistem produksi juga sebaiknya mempertimbangkan penyimpangan antara perencanaan

81 46 dan aktual produksi yang terjadi (berikutnya akan disebut sebagai variansi) sebagai informasi untuk memberikan penyesuaian-penyesuaian untuk kebutuhan perencanaan produksi berikutnya. Penyesuaian yang mungkin dilakukan untuk mendukung model keputusan PPIC adalah berupa persediaan pengaman bahan baku dan persediaan pengaman produk jadi (safety stock) yang berubah sesuai dengan kondisi aktual yang terjadi. Tambahan kemampuan PPIC untuk memberikan rekomendasi tindakan berdasarkan gangguan operasional yang terjadi serta kemampuan untuk memberikan penyesuaian persediaan pengaman akan meningkatkan fungsi PPIC menjadi PPIC Adaptif. Fungsi PPIC pada industri pangan dengan berbagai gangguan sistem produksi yang dihadapi dan membutuhkan aksi pengendalian akan menjadi obyek penelitian disertasi ini. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dilakukan identifikasi gangguan sistem produksi yang terjadi pada industri pangan Identifikasi Gangguan Sistem Produksi Industri Pangan Berdasarkan studi lapangan pada beberapa industri pangan berbasis tepung terigu, diketahui gangguan-gangguan yang terjadi pada industri pangan, yang akan dikelompokkan menjadi : Tabel 1 Gangguan internal dan eksternal sistem produksi industri pangan. Gangguan Internal (Internal Sistem Produksi) adalah gangguan yang timbul dikarenakan faktor-faktor internal perusahaan Contoh : a. Ketidaktersediaan kapasitas produksi dikarenakan ketidaktersediaan input energi untuk produksi (antara lain listrik dan air), input jam kerja mesin, jam kerja manusia dan ketidaktersediaan bahan baku. b. Terhambatnya atau terhentinya proses Gangguan Eksternal (Supply & Demand) adalah gangguan yang timbul dikarenakan faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan Contoh : a. Pasokan bahan baku melebihi batas maksimum (dikarenakan kesalahan ataupun kebijakan sepihak oleh pemasok) yang menyebabkan posisi kelebihan persediaan. b. Pasokan bahan baku yang kurang dari order berdasarkan planning

82 47 Gangguan Internal (Internal Sistem Produksi) produksi dikarenakan keterbatasan input produksi (mesin/peralatan produksi, bahan baku dan pendukung produksi, tenaga kerja, fasilitas dan lingkungan kerja). 1. Human error : kesalahan planning, kesalahan penyampaian informasi, kesalahan pencatatan data, kesalahan perhitungan, kesalahan set up mesin, kecerobohan/kelalaian operator dalam produksi 2. Kerusakan mesin karena batasan umur pakai. 3. Kebutuhan set up dan penggantian karena pemakaian. 4. Kerusakan bahan baku karena keterbatasan umur simpan atau kesalahan penanganan. 5. Ketidaktersediaan mesin, tenaga kerja, bahan baku dan energi sesuai dengan kebutuhan karena perencanaan yang kuran baik. Gangguan Eksternal (Supply & Demand) dikarenakan permasalahan pemasok yang menyebabkan posisi kekurangan bahan baku. c. Kenaikan harga bahan baku yang melambung menyebabkan pengurangan ukuran pemesanan bahan baku dibandingkan kondisi normal. d. Adanya peraturan pemerintah yang mempengaruhi biaya input produksi. e. Pihak pemasok merubah kebijakan/hubungan kerjasama dengan pihak perusahaan. f. Perubahan selera konsumen mempengaruhi demand berubah. g. Issue negatif/positif tentang citra produk/perusahaan menyebabkan perubahan pola permintaan. h. Hambatan pasokan bahan baku import dikarenakan adanya perubahan kebijakan pemerintah. i. Hambatan pasokan bahan baku lokal, misal karena bencana alam (antara lain banjir dan gempa), cross traffic, infrastruktur terganggu (jembatan putus). j. Pabrik pemasok tutup/terhenti sementara produknya. k. Pasokan bahan baku pada pabrik pemasok terganggu disebabkan karena kualitas & kuantitas tidak sesuai dikarenakan misalnya : bencana alam, gangguan alam atau perubahan peraturan/kebijakan pemerintah.

83 48 Selain gangguan-gangguan pasokan (supply), permintaan (demand) dan internal sistem produksi yang telah teridentifikasi seperti yang tertera pada tabel diatas, berikut ini adalah sumber-sumber gangguan yang menyebabkan terjadinya supply dan demand : 1. Perubahan Peraturan/kebijakan pemerintah yang mempengaruhi kebijakan pemasok/ kebijakan perusahaan. 2. Issue positif/negatif tentang produk dapat mempengaruhi permintaan produk. 3. Perubahan kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan produksi antara lain : batch produksi, kebijakan penyimpanan/inventory, shift produksi atau jam produksi, prosedur pengendalian kualitas yang diterapkan, kegiatan pemeliharaan (maintenance) pabrik, perubahan teknologi produksi : pergantian mesin, penambahan mesin, perubahan variant item produksi, perubahan waktu pengiriman ataupun kebijakan produksi tentang industri (antara lain mengenai tenaga kerja dan lingkungan. 4. Perubahan selera/gaya hidup masyarakat konsumen mempengaruhi permintaan produk. 5. Terjadinya gangguan alam yang mempengaruhi penyediaan bahan baku ke pemasok (supplier). 6. Terjadinya gangguan produksi pada sistem produksi pemasok. Mempertimbangkan hal-hal yang dapat menurunkan fungsi PPIC pada industri pangan dibutuhkan pengembangan model PPIC dengan memasukkan model-model keputusan yang cukup handal dan dapat mengendalikan gangguan sistem produksi. Hasil pengembangan model PPIC ini yang akan disebut dengan Model PPIC Adaptif Industri Pangan. Berikutnya, Sistem Informasi Pendukung Keputusan Intelijen/ Intelligent Decision Support System (IDSS) menjadi teknologi yang membantu untuk mendapatkan pengetahuan bagi pengambil keputusan secara tepat, pada waktu yang tepat dalam representasi yang tepat dengan biaya yang tepat. Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif pada Industri Pangan menjadi jawaban permasalahan kebutuhan sistem PPIC

84 49 industri pangan yang intelijen dan adaptif untuk mendukung produktivitas industri pangan. Berikut ini adalah diagram input output sistem untuk mendukung diperolehnya Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan yang dapat meminimasi penyimpangan yang terjadi serta mengendalikan gangguan pada sistem produksi industri pangan.

85 Pengembangan Model PPIC Industri Pangan Model PPIC menurut Fogarty (1992) menjadi modal awal untuk dikembangkan dalam penelitian ini. Untuk menjalankan sistem produksinya, perusahaan melakukan fungsi PPIC sesuai dengan subsistem PPIC pada model PPIC yang dikembangkan oleh Fogarty. Model PPIC Adaptif ini dikembangkan atas dasar kondisi operasional sistem produksi yang terjadi pada industri pangan dengan karakteristik sebagai berikut : a. Industri pangan merupakan industri dengan skala menengah atas yang telah menerapkan model keputusan PPIC, minimum menggunakan model-model heuristik dengan bantuan komputer untuk membantu melakukan perhitungan. b. Industri pangan menghasilkan produk-produk yang merupakan produk yang ditawarkan oleh outlet-outlet pasar modern maupun pasar konvensional secara regular yang merupakan produk titip jual serta produk yang merupakan pesanan pasti pelanggan (fixed order). c. Produk jadi yang dihasilkan memiliki umur simpan yang sangat beragam dalam umur simpan (hari-an, minggu-an, bulan-an hingga tahun-an), bervariasi dalam kualitas dan membutuhkan metode penyimpanan yang khusus d. Industri pangan menggunakan bahan baku agroindustri yang sangat beragam dalam umur simpan (hari-an hingga bulan-an), bervariasi dalam kualitas dan membutuhkan metode penyimpanan yang khusus untuk tetap terjaga kualitasnya. Untuk meningkatkan keandalan sistem PPIC yang dijalankan oleh perusahaan industri pangan, dikembangkan model PPIC Industri Pangan dengan model-model keputusan sebagai berikut : 1. Model Prakiraan Permintaan/Demand Management dengan kriteria performansi adalah minimasi error, menggunakan metode Analytical Neural Network (ANN).

86 51 Metode ANN memiliki performansi yang unggul dalam memperkirakan permintaan berdasarkan pola data penjualan masa lalu dengan menghasilkan nilai kesalahan (misalnya kriteria Mean Square Error) hasil pengujian yang sangat kecil dibandingkan metode perkiraan permintaan yang lainnya (antara lain metode Dekomposisi, metode Exponential Smoothing dan Moving Average) 2. Model Penjadwalan Induk Produksi / Master Production Scheduling (MPS) dengan kriteria minimasi biaya produksi dan maksimasi utilisasi produksi menggunakan metode Fuzzy Multi Objective Linear Programming. Ketersediaan bahan baku agroindustri yang bersifat tidak pasti dalam kuantitas dan kualitas serta kemungkinan terjadinya gangguan internal produksi menyebabkan adanya toleransi dalam pemakaian bahan baku, waktu penyelesaian produksi dan biaya produksi. 3. Model Perencanaan Persediaan Bahan Baku dengan kriteria minimasi biaya persediaan menggunakan metode Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning / MRP) berdasarkan teknik penentuan lot Economic Order Quantity (EOQ) serta mempertimbangkan adanya persediaan pengaman (safety stock). 4. Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku berdasarkan pendekatan Continuous Review System Probabilistic dengan mempertimbangkan kualitas bahan baku agroindustri yang bervariasi. Dalam aplikasinya, diusulkan untuk dilakukan perhitungan Stock Opname persediaan bahan baku dan produk jadi secara periodik dan menambahkan persediaan pengaman (safety stock) bahan baku untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian. 5. Model Penentuan Urutan Job Produksi / Scheduling dengan menggunakan metode Penjadwalan Flowshop-Genetic Algorithm 6. Model Penentuan Rute Pengiriman berdasarkan metode Travelling Salesman Problem-Genetic Algorithm(TSPGA) Metode Genetic Algorithm merupakan metode meta-heuristic yang direkomendasikan untuk diaplikasikan pada masalah praktis yang berfokus pada pencarian parameter-parameter optimal. Untuk itu, dalam penentuan urutan pengerjaan item produk pada industri pangan serta penentuan jalur

87 52 distribusi untuk distributor atau konsumen akan digunakan metode Genetic Algorithm untuk mendapatkan performansi output model yang mendekati optimal. berikut. Keterkaitan antar model keputusan PPIC adalah sesuai dengan gambar 1. PRAKIRAAN PERMINTAAN : Artificial Neural Network Jk Pendek 2. PENJADWALAN INDUK PRODUKSI : Fuzzy Multi Objective Linier Programming Jk Menengah 3. PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU : Material Requirement Planning (MRP) berdasarkan Receipt - Lotting : EOQ dan perjanjian dgn supplier 5. PENENTUAN URUTAN JOB PRODUKSI : Flow Shop Genetic Algorithm 4. PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU : Continuous Review System Probabilistic : - EOQ - Reorder Point 6. Penentuan Rute Pengiriman : Travelling Salesman Problem Genetic Algorithm Gambar 10 Model PPIC pada industri pangan. Penjelasan mengenai masing-masing model diuraikan dalam pembahasan detil berikut ini Model Keputusan Prakiraan Permintaan : Jaringan Saraf Tiruan (JST) Metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan metode yang dapat diaplikasikan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa mendatang berdasarkan pola kejadian yang terjadi di masa lampau dikarenakan kemampuan JST untuk mengingat dan membuat generalisasi pola data yang telah dipelajarinya. Performansi dari pemanfaatan JST dalam prakiraan permintaan

88 53 ditentukan oleh kesesuaian pemanfaatan arsitektur jaringan, algoritma dan parameter pembelajaran serta fungsi aktivasi dengan pola data input yang diberikan. Apabila pemanfaatannya sesuai, JST memberikan performansi yang sangat efektif dalam prakiraan permintaan, jauh lebih akurat dibandingkan metode prakiraan permintaan lainnya. Flowchart tahapan yang dilakukan dalam perhitungan JST dapat dilihat pada gambar 11 berikut ini. Mulai Data penjualan produk jangka pendek Data penjualan produk jangka menengah Normalisasi data Penetapan dan Simulasi Struktur Jaringan: -Jumlah input -Jumlah Output - Jumlah data pelatihan -Jumlah data pengujian - Jumlah lapisan tersembunyi dan jumlah neuron tiap lapisan - Fungsi aktivasi untuk setiap lapisan - Target MSE yang diinginkan Nilai bobot parameter Pelatihan JST Memuaskan? Tidak Perbaikan nilai Bobot Parameter Ya Pengujian JST Memuaskan? Ya Tidak Tentukan jumlah data prakiraan permintaan Memuaskan? Evaluasi hasil Prakiraan permintaan Jalankan Prakiraan Permintaan berdasarkan JST Selesai Gambar 11 Flowchart model Prakiraan Permintaan menggunakan JST.

89 54 Untuk melakukan prakiraan permintaan (forecasting), tahapan yang awal yang harus dilakukan adalah melakukan plot data permintaan masa lalu untuk menganalisis pola data masa lalu, sehingga berikutnya dapat dilakukan pemilihan alternatif metode prakiraan permintaan yang sesuai untuk pola data masa lalu tersebut. Berikutnya akan dilakukan pengujian berdasarkan alternatif metode tersebut dengan melakukan perhitungan nilai kesalahan (error) untuk semua alternatif metode terpilih. Metode dengan akurasi terbaik (MAE, MSE atau MAPE terkecil) akan terpilih menjadi metode yang akan digunakan untuk melakukan prakiraan permintaan. Untuk memulai simulasi JST maka perlu ditetapkan fungsi aktivasi dari lapisan masukan ke lapisan tersembunyi maupun dari lapisan tersembunyi ke lapisan keluaran. Pada penelitian dicobakan berbagai macam fungsi aktivasi dari lapisan masukan ke lapisan tersembunyi yaitu fungsi sigmoid biner yang dalam pemrograman Matlab ditulis logsig fungsi sigmoid bipolar dalam matlab ditulis dengan tansig dan fungsi identitas dalam Matlab ditulis dengan purelin. Tahap awal dilakukan dengan paradigma pembelajaran pola data yang ada. Model JST yang akan digunakan harus mempunyai kemampuan untuk membandingkan nilai keluaran yang dihasilkan dengan nilai yang diharapkan. Kemampuan membandingkan tersebut digunakan untuk mengestimasi nilai koreksi kesalahan (yang biasa digunakan adalah Mean Square Error (MSE)) yang digunakan sebagai alat kontrol keberlangsungan proses simulasi yang dilakukan JST. Proses simulasi ini akan dihentikan jika nilai kesalahan yang diperoleh dari perbandingan nilai output antara yang diinginkan dan yang dihasilkan mencapai perbedaan paling minimal. Bila model JST telah mendapatkan nilai MSE minimum maka struktur JST yang terbentuk siap diimplementasikan. Pada penelitian ini akan dilakukan perkiraan permintaan untuk kebutuhan perencanaan jangka pendek untuk perhitungan jadwal induk produksi serta prakiraan permintaan untuk kebutuhan perencanaan jangka menengah untuk perhitungan perencanaan kebutuhan bahan baku. Mula-mula dilakukan pembentukan pola data meliputi 7 input yaitu x1, x2 hingga x7 sekaligus input target untuk tiap pola sebanyak 40 pola data. Pola data

90 55 ini dibentuk berdasarkan data masa lalu penjualan produk roti. Penentuan sejumlah 7 input data didasarkan atas dasar bahwa riwayat data penjualan produk roti dalam periode hari-an yang menunjukkan pola data trend dan musiman. Sebagai parameter dalam proses training dan testing JST akan digunakan fungsi aktivasi sigmoid biner (fungsi logsig ) untuk aktivasi dari input layer ke hidden layer (dengan sejumlah neuron) juga aktivasi dari hidden layer ke satu output layer (dengan fungsi logsig ). Fungsi aktivasi sigmoid biner merupakan fungsi aktivasi yang banyak diaplikasikan untuk memudahkan jaringan dalam proses pembelajaran pola data penjualan. Setelah dilakukan proses normalisasi data, berikutnya ditentukan parameter pembelajaran (learning) dengan kisaran 0 1, sasaran kesalahan serta penentuan jumlah epoch sebagai kriteria pemberhentian proses pencarian. Penentuan parameter jaringan JST ini dilakukan berdasarkan trial-error yang membutuhkan usaha dan waktu yang cukup lama, sebagai tanda bahwa sistem sudah mengenali pola data. Untuk mempercepat proses pembelajaran oleh JST, juga dapat dilakukan modifikasi terhadap standar backpropagation dengan menambahkan fungsi penurunan gradient dengan momentum pada arah penurunan tercepat berdasarkan algoritma conjugate dengan metode pencarian Powel Beale (fungsi traincgb ). Proses pelatihan, pengujian dan prakiraan permintaan berdasarkan metode JST dengan bantuan software Matlab membutuhkan dukungan rancangan program untuk eksekusi. Dalam penelitian ini, digunakan sejumlah 15 neuron dengan parameter pembelajaran lr sebesar 0.1 dengan kriteria pemberhentian proses pencarian dibatasi apabila sasaran kesalahan sebesar dan jumlah epoch sebesar 500 sudah terpenuhi. Dalam penulisan arsitektur jaringan dituliskan : net=newff(minmax (P),[15,1], {'logsig','logsig'},'traincgb') net.trainparam.lr=0.1; net.trainparam.epochs=500; net.trainparam.goal=0.0001;

91 56 Berikutnya dilakukan program pengujian dengan menggunakan hasil pembentukan pola data yang berbeda sebagai data input dan data target dalam proses testing. Konfigurasi jaringan dan parameter yang digunakan adalah sama dengan parameter yang digunakan pada program pelatihan dengan menggunakan sejumlah 25 pola data.dengan jumlah variabel input yang sama (y1, y2 hingga y7) dan data target. Setelah sasaran tercapai pada program pengujian, dilakukan proses peramalan dengan melakukan simulasi yang dilakukan oleh jaringan berdasarkan bobot jaringan yang dimiliki dengan memasukan input pola data baru, namun tidak diberikan input data target. Listing program JST menggunakan software matlab versi pelajar dan hasil perhitungan prakiraan permintaan dapat dilihat pada lampiran 3 dan lampiran Model Keputusan Penjadwalan Induk Produksi : Fuzzy Multi Objective Linier Programming Ketersediaan bahan baku agroindustri yang bersifat tidak pasti dalam kuantitas dan kualitas serta kemungkinan terjadinya gangguan internal produksi menyebabkan adanya toleransi dalam pemakaian bahan baku, waktu penyelesaian produksi dan biaya produksi. Menurut Mula, et.al. (2006), teknik optimasi dengan mempertimbangkan angka fuzzy adalah sesuai dengan kondisi ketidakpastian dalam kegiatan perencanaan produksi. Untuk itu, penggunaan teknik optimasi Fuzzy Multi Objective Linear Programming dalam penjadwalan induk produksi akan menjadi model keputusan PPIC yang cukup handal pada industri pangan. Berdasarkan masukan data berikutnya dilakukan perhitungan nilai fuzzy untuk atribut biaya produksi, utilitas produksi, waktu produksi, serta bahan baku. Perhitungan angka fuzzy dan optimasi programa linier mengikuti model penelitian yang dirujuk (Vasant, 2004), yaitu menggunakan kurva-s termodifikasi. Dalam perhitungan awal, dilakukan percobaan untuk berbagai nilai variabel fungsi keanggotaan µ bi dengan kisaran hingga untuk nilai parameter kurva-s termodifikasi yaitu konstanta B, C dan α terpilih. Sesuai dengan hasil perhitungan angka fuzzy untuk tiap variabel, kemudian dikembangkan teknik optimasi Fuzzy Multi Objective Linear Programming untuk mendapatkan hasil perencanaan jumlah produksi item roti.

92 57 Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil penjadwalan induk produksi dengan menggunakan metode Fuzzy Multi Objective Linear Programming. - Data Permintaan - Data Produk dan Receipt Produk - Data Proses Produksi, Stasiun Kerja dan Waktu Produksi - Data Biaya Produksi Pengembangan Model Optimasi Penentuan Nilai Fungsi Keanggotaan Perhitungan angka fuzzy Perhitungan Optimasi Performansi Tercapai? Tidak Ya Analisis Hasil Rencana Induk Produksi Gambar 12 Tahapan perhitungan Penjadwalan Induk Produksi berdasarkan Fuzzy Multi Objective Linear Programming.

93 58 Berikut ini adalah model matematis Penjadwalan Induk Produksi untuk menentukan jumlah produksi produk ke i untuk setiap periode j. Model Fuzzy Multi Objective Linier Programming digunakan akan memanfaatkan masukan data hasil prakiraan permintaan item produk roti jangka pendek. Fungsi tujuan yang digunakan adalah sbb : 1. Minimasi Biaya Produksi 2. Maksimasi Utilisasi Produksi Dengan fungsi pembatas : 1. Kapasitas produksi kapasitas produksi maksimum 2. Jumlah total produksi permintaan item produk inventory item produk 3. Pemakaian bahan baku persediaan bahan baku untuk tiap item bahan baku (pareto) 4. Item produksi yang dihasilkan untuk tiap item produk jadi 0 Fungsi tujuan dan fungsi pembatas untuk model penjadwalan induk produksi dapat dituliskan dalam model matematis sebagai berikut. Fungsi Tujuan : 1. Minimasi Total Biaya Produksi ; meliputi : biaya bahan baku (RM), biaya tenaga kerja, biaya pemakaian mesin/fasilitas produksi dan biaya pemakaian energi n ~ (1) Min Z CiXn...(12) 1 i 1 C ~ = biaya produksi 2. Maksimasi Total Utilitasi Produksi = JamPemakai anfasilita s Pr oduksi ~ (2) Max Z2 UX...(13)

94 59 Fasilitas Produksi 1 : U 1 = a 11 x 1 + a 12 x 2 + a 1n x n Fasilitas Produksi 2 : U 2 = a 21 x 1 + a 22 x 2 + a 2n x n.. Fasilitas Produksi m : U m = a m1 x 1 + a m2 x 2 + a mn x n Fungsi Pembatas : ~ 1. Kendala Kapasitas produksi: AX B...(14) Fasilitas Produksi 1 : a 11 x 1 + a 12 x 2 + a 1n x n = b 1 Fasilitas Produksi 2 : a 21 x 1 + a 22 x 2 + a 2n x n = b 2... Fasilitas Produksi m : a m1 x 1 + a m2 x 2 + a mn x n = b m 2. Kendala Total Produksi : X D ~ - I FG...(15) ~ X 1 D 1 - I 1FG ~ X 2 D2- I 2FG. X n D ~ n - I nfg Dimana : X = variabel item Produk Jadi D ~ = Demand (Hasil Prakiraan Permintaan JST) + Fix Order I FG = Persediaan produk jadi

95 60 3.Kendala Pemakaian bahan baku (RM) : ~ ~ I RMm...(16) MX ~ I RM 1 : m 11 x 1 + m 12 x m 1n x n RM 1 RM 2 : m m1 x 1 + m 22 x m 2n x n I RM 2... RM m : m m1 x 1 + m m2 x m mn x n ~ I ~ RMm 4 Kendala Non negatif : X 0...(17) Model Keputusan Perencanaan Persediaan Bahan Baku : Material Requirement Planning (MRP) Untuk mendukung hasil penjadwalan induk produksi, diperlukan Material Requirement Planning yaitu suatu sistem untuk mengatur agar bahan baku yang diperlukandapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat. Sistem MRP yang dilakukan umumnya digunakan untuk industri manufaktur dengan karakteristik proses produksi yang bertipe diskrit dan produk yang memiliki struktur berjenjang. Struktur produk berjenjang memiliki tingkatan (level) pembentuk produk karena dapat diurai menjadi komponen-komponen pembentuk produk (sebutan untuk struktur produk pada industri manufaktur adalah Bill Of Material). Hal ini berbeda dengan yang berlangsung pada industri pangan dengan karakteristik proses produksi yang bertipe kontinyu dan struktur produk tidak berjenjang, struktur produknya sering disebut dengan sebutan recipe. Dengan kondisi tersebut diatas, umumnya proses MRP pada industri manufaktur dilakukan dengan memanfaatkan masukan hasil penjadwalan induk produksi (Master Production Schedule) sebagai dasar untuk melakukan perencanaan kebutuhan bahan baku. Pada industri pangan, hal ini kurang sesuai, untuk itu diusulkan pengendalian persediaan dengan menggunakan pendekatan Continuous Review System khususnya untuk item bahan baku kelas A yang menjadi prioritas perusahaan dalam mengatur persediaan bahan baku. Apalagi

96 61 mempertimbangkan karakteristik bahan baku agroindustri yang mudah rusak dan bervariasi dalam kuantitas dan kualitas. Dalam penelitian ini, diusulkan penggunaan model Perencanaan Persediaan Bahan Baku berdasarkan pendekatan MRP yang memanfaatkan output prakiraan permintaan jangka menengah, dikarenakan supplier bahan baku tidak bersedia menerima pesanan bahan baku dalam periode jangka pendek karena mereka juga dibatasi oleh kendala ketersediaan bahan baku hasil alam yang tidak menentu. Untuk mengendalikan persediaan bahan baku, diusulkan penggunaan model Pengendalian Persediaan Bahan Baku yang telah mempertimbangkan hasil pemeriksaan persediaan secara kontinu (Continuous Review System) dengan output Stock Opname untuk item bahan baku kelas A. Dalam perhitungan MRP, dilakukan fase Netting yaitu perhitungan kebutuhan bersih (Net Requirement) setelah mempertimbangkan data kebutuhan kotor (Gross Requirement), data bahan baku yang tersedia (Inventory). Berikutnya akan dilakukan fase Lotting (sudah dilakukan pada perhitungan EOQ). Apabila Net Requirement mencapai titik safety stock, maka akan dilakukan Planned Order Receipt. Fase time offsetting akan dilakukan dengan mempertimbangkan data waktu ancang-ancang (lead time) dengan menentukan Planned Order Release. Teknik Lot Sizing Lot sizing (penentuan ukuran lot) merupakan tahapan yang dilakukan dalam perhitungan MRP. Pada tahapan ini digunakan algoritma untuk mencari jumlah pesanan yang optimal berdasarkan pertimbangan biaya pesan dan biaya simpan dengan menggunakan rumus Economic Order Quantity (EOQ). Rumus untuk manentukan jumlah EOQ adalah : 2DS Q...(18) H Dimana : Q = jumlah barang setiap pemesanan

97 62 D S H = jumlah permintaan dalam periode N = biaya pesan = biaya simpan dalam periode N Contoh perhitungan ukuran pemesanan ekonomis dapat dilihat pada Lampiran Model Penentuan Urutan Job Produksi : Penjadwalan Flow Shop Genetic Algorithm Pada model penentuan urutan job produksi berdasarkan algoritma genetika, kromosom diartikan sebagai urutan-urutan operasi yang dikerjakan mulai dari awal sampai akhir. Setiap gen dalam kromosom tersebut menunjukkan sebuah operasi dari urutan pekerjaan. Susunan yang berbeda dalam suatu kromosom menunjukkan hasil yang berbeda pula. Dalam model ini digunakan fungsi fitness adalah minimasi waktu penyelesaian job produksi (makespan). Model penentuan urutan job produksi menggunakan algoritma genetika mempunyai prosedur sebagai berikut : a. Membentuk populasi yang berasal dari kromosom induk. Sebuah populasi awal akan terdiri dari sejumlah kromosom. Kromosom ini terbentuk dengan menukar posisi kromosom ke-k dengan ke-k+1. b. Menghitung fungsi fitness dari setiap kromosom. c. Seleksi, yaitu mengurutkan kromosom berdasarkan susunan kromosom terbaik berdasarkan fungsi tujuannya. d. Kawin silang (Crossover). e. Mutasi Proses mutasi ini secara acak mengubah gen-gen yang ada di dalam susunan kromosom, sesuai dengan nilai probabilitas yang ditentukan. Nilai probabilitas ini umumnya bernilai kecil. Proses mutasi ini memberikan pencarian yang dilakukan secara acak, untuk memastikan kemungkinan yang layak juga. f. Pengulangan Proses diatas diulangi kembali sampai mencapai kriteria pemberhentian tertentu (setelah n kali percobaan), semakin banyak percobaan yang

98 63 dihasilkan semakin baik hasil yang diperoleh. Hanya dengan kromosom dengan hasil yang terbaik yang dapat bertahan sampai pengulangan terakhir dilakukan. g. Menciptakan populasi baru dari kromosom terbaik Dari kromosom terbaik dibuat populasi baru dimana populasi baru ini berasal dari kromosom terbaik. Populasi baru ini didapat dengan menukar sub kromosom ke-k dengan sub kromosom dengan ke-k+1. Dari k kromosom terbaru tersebut dipilih kromosom terbaik berdasarkan fungsi tujuannya Model Penentuan Rute Pengiriman : Travelling Salesman Problem Genetic Algorithm Tahapan prosedur yang dilakukan dalam model ini sama dengan tahapan prosedur model penjadwalan flowshop. Perbedaannya adalah kromosom yang terbentuk merupakan kumpulan gen yang terdiri dari node-node outlet yang akan dilayani untuk dipenuhi kebutuhan distribusinya. 4.4 Model Pengendalian Gangguan Model PPIC yang telah mempertimbangkan karakteristik sistem produksi pada industri pangan memiliki model keputusan seperti yang telah disampaikan pada bahasan tersebut diatas akan dikembangkan lebih lanjut menjadi model PPIC Adaptif Pada Industri Pangan dengan mengintegrasikan model pengendalian gangguan dengan model PPIC yang telah dikembangkan. Model Pengendalian Gangguan berfungsi untuk : 1. Memberikan rekomendasi aksi pengendalian atas gangguan sistem produksi yang terjadi (Sub Model Aksi Pengendalian). 2. Memberikan rekomendasi kebijakan lanjutan aksi pengendalian gangguan (Sub Model Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan). 3. Memberikan rekomendasi perubahan nilai persediaan pengaman untuk bahan baku dan perubahan nilai % persediaan pengaman untuk produk jadi dengan mempertimbangkan gangguan sistem produksi yang terjadi. (Sub Model Toleransi Persediaan).

99 64 Kerangka Pemikiran mengenai Model Pengendalian Gangguan secara global dan keterkaitan antar Sub Model Pengendalian Gangguan dapat dilihat pada gambar berikut : PPIC Normal Gangguan MODEL PENGENDALIAN GANGGUAN Sub Model 1 : Aksi Pengendalian Gangguan Sub Model 2 : Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan Sub Model 3 : Toleransi Persediaan PPIC Adaptif Gambar 13 Kerangka pemikiran model pengendalian gangguan.

100 65

101 66 Penjelasan untuk masing-masing sub model Pengendalian Gangguan sesuai dengan uraian sebagai berikut Sub Model Aksi Pengendalian Gangguan Setiap gangguan yang terjadi dan aksi pengendalian gangguan yang dilakukan akan diinventarisir dalam suatu basis data dengan nama keyword yang diinput, sehingga bila suatu saat terjadi gangguan, maka untuk mengendalikannya, apabila gangguan yang terjadi pernah tersimpan dalam database, dapat dipanggil dengan membuka keyword terkait. Dengan memanggil keyword tersebut, dapat diketahui gangguan-gangguan dengan keyword terkait yang pernah terjadi serta aksi pengendalian gangguan yang dilakukan Sub Model Kebijakan Lanjutan Secara periodik, sesuai dengan kebutuhan masing-masing industri pangan, hasil inventarisir gangguan dan aksi pengendalian gangguan yang terjadi dapat dianalisis berdasarkan rekapitulasinya untuk kebutuhan rencana kebijakan lanjutan oleh pihak perusahaan.tahap ini dilakukan setelah dilakukan aksi pengendalian gangguan. Tujuan adanya rancang bangun sub model ini adalah untuk merekomendasikan rencana kebijakan berikutnya yang harus dilakukan oleh staf PPIC ataupun staf diluar PPIC dengan mempertimbangkan sumber gangguan yang terjadi berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan nilai gangguan. Sub model Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan, kerangka pemikirannya diperjelas pada gambar berikut:

102 67

103 68 Untuk penentuan rekomendasi kebijakan lanjutan, dilakukan perhitungan Nilai Gangguan berdasarkan faktor frekuensi, faktor keparahan gangguan dan faktor dampak gangguan dengan skala tertentu sebagai berikut : Tabel 2 Faktor Penilaian Gangguan Skala Frekuensi Gangguan Keparahan Gangguan Dampak Gangguan 1 Jarang Ringan Kurang Berpotensi Mengganggu 2 Sering Parah Berpotensi Mengganggu 3 Sangat Sering Sangat Parah Sangat Berpotensi Mengganggu Penentuan rekomendasi kebijakan lanjutan didasarkan atas model pohon keputusan yang terbentuk dengan menggunakan teknik klasifikasi yang merupakan bagian dari pendekatan Data Mining. Pohon keputusan dan aturan keputusan yang terbentuk adalah sebagai berikut : FREKUENSI Sangat Sering Sering Jarang TINGKAT KEPARAHAN Tidak Tidak Sangat Parah Parah Ringan DAMPAK GANGGUAN Ya Tidak Sangat Berpotensi Berpotensi Kurang Berpotensi Ya Ya Tidak Gambar 16 Pohon keputusan penentuan perlunya kebijakan lanjutan pengendalian gangguan.

104 69 Untuk memperjelas gambar pohon keputusan di atas, dibuat tabel yang berisi aturan keputusan untuk menentukan diperlukannya kebijakan lanjutan pengendalian gangguan atau tidak. Tabel 3 Aturan keputusan penentuan kebijakan lanjutan pengendalian gangguan No Aturan Keputusan Jika frekuensi jarang atau frekuensi sering maka tidak perlu dilakukan kebijakan lanjutan Jika frekuensi sangat sering dan tingkat keparahan ringan maka tidak perlu dilakukan kebijakan lanjutan Jika frekuensi sangat sering dan tingkat keparahan biasa maka perlu dilakukan kebijakan lanjutan Jika frekuensi sangat sering dan tingkat keparahan sangat parah dan dampak gangguan tidak berpotensi maka tidak perlu dilakukan kebijakan lanjutan Jika frekuensi sangat sering dan tingkat keparahan sangat parah dan dampak gangguan sangat berpotensi maka perlu dilakukan kebijakan lanjutan Tabel 4 Pelaksana kebijakan lanjutan pengendalian gangguan berdasarkan sumber gangguan. Apabila direkomendasikan dilakukan Kebijakan Lanjutan Pelaksana Kebijakan Pemeriksaan Sumber Gangguan : Kode Sumber Lanjutan Supply : S Divisi SCM Internal Sistem Produksi Raw Material : ISP-1 Divisi PPIC Internal Sistem Produksi Mesin : ISP-2 Divisi Maintenance Internal Sistem Produksi - Operator : ISP-3 Divisi Produksi Internal Sistem Produksi - Energi : ISP-4 Manager Pabrik Internal Sistem Produksi Kebijakan/Teknologi/Budaya/Lingkungan : ISP-5 General Manager Divisi Penjualan dan Demand : D Pemasaran

105 Sub Model Toleransi Persediaan Sub model ini berisi rancang bangun model pengendalian gangguan yang berfungsi untuk memperbaharui / meng-update nilai safety stock sebagai fungsi persediaan pengaman berdasarkan pertimbangan bahwa bahan baku pada industri pangan adalah bahan baku yang potensi menimbulkan gangguan karena karakteristiknya yang perishable, musiman dan bulky. Penentuan Persediaan Pengaman (Safety Stock) Industri pangan menjadi bagian dari rantai pasok, dimana industri pangan akan menggunakan output dari agroindustri lainnya. Agroindustri tersebutjuga tergantung dari industri sebelumnya, yang juga tergantung dari kondisi alam.dengan adanya kondisi tersebut, model pengendalian persediaan yang sesuai untuk industri pangan adalah menggunakan pendekatan continuous review system dengan kondisi supply dan demand yang tidak pasti.berdasarkan pendekatan tersebut diatas, untuk mengantisipasi permintaan yang tidak pasti, ditambahkan suatu nilai persediaan pengaman (safety stock). Penentuan persediaan pengaman sesuai dengan pendekatan continuous review system yang selama ini banyak diaplikasikan, hanya mengantisipasi terjadinya ketidakpastian permintaan (demand) dengan memasukkan nilai service level dan standar deviasi permintaan selama lead time serta memasukkan pertimbangan ketidakpastian supply dengan menambahkan nilai permintaan selama lead time. Nilai persediaan pengaman (safety stock) dimasukkan dalam perhitungan Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku dalam angka persediaan pengaman bahan baku yang akan turut dipertimbangkan dalam penentuan rencana pemesanan bahan baku ke pemasok. Penentuan persediaan pengaman berdasarkan model tersebut hanya dilakukan untuk bahan baku saja dengan mengasumsikan bahwa persediaan pengaman bahan baku tersebut sudah mengantisipasi ketidakpastian permintaan (demand uncertainty) sekaligus ketidakpastian pasokan (supply uncertainty). Sesuai dengan bahasan sebelumnya mengenai identifikasi gangguan pada sistem produksi industri pangan, diketahui bahwa gangguan sistem

106 71 produksi selain mencakup gangguan pasokan (supply uncertainty) dan gangguan permintaan (demand uncertainty), juga mencakup gangguan internal sistem produksi. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model penentuan persediaan pengaman dengan menggunakan pendekatan yang berbeda dalam penentuan nilai persediaan pengaman (safety stock) baik untuk bahan baku (raw material/rm) maupun untuk produk jadi (finished good/fg). Penentuan persediaan pengaman yang diusulkan bersifat lebih adaptif karena secara periode akan disesuaikan, mempertimbangkan gangguan-gangguan sistem produksi yang terjadi (gangguan pasokan, gangguan permintaan dan gangguan internal sistem produksi).nilai persediaan pengaman yang adaptif tersebut akan menjadi nilai toleransi persediaan (% persediaan pengaman) yang juga akan mengadaptasi model PPIC. Istilah persediaan pengaman untuk pembahasan berikutnya akan dinamakan persediaan pengaman bahan baku dan persediaan pengaman produk jadi. Persediaan pengaman akan ditambahkan dikaitkan dengan ketidakpastian (yang dalam penelitian ini disebutkan sebagai gangguan) yang akan terus disesuaikan (di-update) secara periodik. Angka % persediaan pengaman akan di-update (diperbaharui ) dengan mempertimbangkan hal-hal berikut : a. Gangguan operasional sistem produksi yang terjadi b. Penyimpangan (variansi) yang terjadi karena adanya gangguan sistem produksi terkait dengan rekomendasi sub model PPIC. c. Faktor-faktor lainnya yang juga mempengaruhi perubahan % Persediaan Pengaman Bahan Baku ataupun % Persediaan Pengaman Produk Jadi. Pengaruh Variansi dalam % Persediaan Pengaman Gangguan sistem produksi menyebabkan terjadinya penyimpangan antara rencana dengan aktual produksi. Penyimpangan yang terjadi karena adanya gangguan sistem produksi,dikelompokkan dalam tujuh tipe variansi, meliputi variansi-variansi sebagai berikut :

107 72 a. Variansi a adalah penyimpangan antara Purchase Order (PO) item produk hasil prakiraan permintaan dengan penjualan aktual. b. Variansi b adalah penyimpangan antara PO bahan baku ke supplier dengan penerimaan bahan baku dari supplier aktual. c. Variansi c adalah penyimpangan antara jumlah persediaan bahan baku hasil perhitungan MRP dengan Stock Opname bahan baku aktual. d. Variansi d adalah penyimpangan antara rencana produksi output Penjadwalan Induk Produksi dengan produksi aktual. e. Variansi e adalah penyimpangan antara waktu target penyelesaian produksi output Penentuan Urutan Job Flowshop Genetic Algorithm dengan makespan produksi aktual. f. Variansi f adalah penyimpangan antara rencana distribusi sesuai pesanan dengan penerimaaan distribusi aktual. g. Variansi g penyimpangan antara waktu tempuh jalur distribusi output Genetic Algorithm dengan waktu tempuh distribusi aktual. Variansi-variansi yang terjadi akibat gangguan sistem produksi tersebut di atas berpotensi menurunkan ataupun menaikkan nilai persediaan pengaman (safety stock). Variansi a, variansi d, variansi f dan variansi g akan menentukan nilai persediaan pengaman produk jadi (% Persediaan Pengaman Produk Jadi), sedangkan variansi b dan variansi c akan menentukan nilai persediaan pengaman bahan baku ( % Persediaan Pengaman Bahan Baku) sesuai dengan gambar berikut.

108 73 Variansi a = PO Penjualan Aktual Variansi d = Rencana Produksi Produksi Aktual Variansi e = Waktu Target Makespan Aktual Penentuan Pengaruh pada % Persediaan Pengaman Produk Jadi % Persediaan Pengaman Produk Jadi Variansi f = Rencana Distribusi Distribusi Aktual Variansi g = Waktu Pengiriman Waktu Target Variansi b = Pemesanan Bahan Baku ke Supplier Penerimaan Bahan Baku Aktual Variansi c = Persediaan Bahan Baku Hasil Perhitungan Stock Opname Bahan Baku Penentuan Pengaruh pada % Persediaan Pengaman Bahan Baku % Persediaan Pegnaman Bahan Baku Gambar 17 Keterkaitan antara variansi dengan % persediaan pengaman produk jadi dan % persediaan pengaman bahan baku. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi % persediaan pengaman. Berdasarkan hasil identifikasi juga diketahui bahwa perubahan kenaikan atau penurunan nilai % persediaan pengaman dapat disebabkan oleh hal-hal lainnya (termasuk variansi) sebagai berikut : a. Peningkatan % Persediaan Pengaman Produk Jadi, disebabkan karena: 1) Permintaan yang belum terpenuhi kebutuhannya pada periode sebelumnya.

109 74 2) Perubahan selera masyarakat yang memicu permintaan produk. 3) Rencana promosi pada periode berikutnya. 4) Rencana penetrasi pasar atau penambahan pasar baru. 5) Dugaan kecenderungan peningkatan permintaan item tertentu. 6) Informasi dari customer yang menyampaikan keluhan mengenai kesulitan memperoleh item produk tertentu (suara pelanggan). 7) Kondisi internal sistem produksi dimana terjadi kecenderungan peningkatan kejadian-kejadian gangguan yang bisa menurunkan jumlah produksi. 8) Kebutuhan produk jadi yang belum terpenuhi, yang ditandai dengan adanya peningkatan angka % variansi d (penyimpangan antara rencana produksi output MPS dengan aktual produksi). 9) Kebutuhan produk jadi yang belum terpenuhi, yang ditandai dengan adanya peningkatkan angka % variansi e (penyimpangan antara waktu target penyelesaian produksi output Penjadwalan Flowshop Genetic Algorithm dengan makespan produksi aktual). b. Penurunan % Persediaan Pengaman Produk Jadi disebabkan karena : 1) % produk yang tidak terjual sehingga menyebabkan retur. 2) Kondisi internal sistem produksi dimana terjadi kecenderungan penurunan kejadian-kejadian gangguan yang bisa menurunkan jumlah produksi. 3) Permintaan yang berlebih dikarenakan adanya : peningkatan angka %variansi a (penyimpangan antara Purchase Order (PO) item produk hasil prakiraan permintaan dengan Aktual Penjualan). 4) Permintaan yang berlebih dikarenakan adanya peningkatan % variansi f (penyimpangan antara rencana distribusi sesuai pesanan dengan penerimaaan aktual distribusi). 5) Permintaan yang berlebih dikarenakan adanya peningkatan % variansi g (penyimpangan antara waktu tempuh jalur distribusi output Genetic Algorithm dengan aktual waktu tempuh distribusi).

110 75 c. Peningkatan % Persediaan Pengaman Bahan Baku disebabkan karena : 1) Kebutuhan bahan baku yang supply-nya belum terpenuhi pada periode sebelumnya diperoleh dari analisis bagian purchasing dan gudang bahan baku dengan mempertimbangkan adanya :% variansi b (penyimpangan antara PO bahan baku ke pemasok dengan aktual penerimaan bahan baku dari pemasok). 2) Kondisi internal sistem produksi yang menyebabkan terjadinya peningkatan kejadian-kejadian gangguan yang bisa menurunkan ketersediaan jumlah bahan baku. 3) Penurunan ketersediaan jumlah bahan baku yang tidak direncanakan yang ditandai dengan adanya kecenderungan peningkatan % variansi c (penyimpangan antara jumlah persediaan bahan baku hasil perhitungan MRP dengan aktual Stock Opname bahan baku). 4) Kecenderungan penurunan kualitas bahan baku terkait. 5) Kecenderungan peningkatan order mendadak atau sisipan. 6) Penurunan % service level rata-rata oleh pemasok bahan baku terkait. d. Penurunan % Persediaan Pengaman Bahan Baku disebabkan karena : 1) Kecenderungan penurunan order mendadak atau sisipan. 2) Peningkatan % service level rata-rata oleh pemasokbahan baku terkait. 3) Informasi mengenai berkurangnya keluhan adanya penurunan kualitas bahan baku terkait. 4) Kondisi internal sistem produksi yang menyebabkan terjadinya penurunan kejadian-kejadian gangguan yang bisa menurunkan ketersediaan jumlah bahan baku. 5) Peningkatan ketersediaan jumlah bahan baku yang tidak sesuai dengan rencana yang ditandai dengan adanya kecenderungan penurunan % variansi c (penyimpangan antara jumlah persediaan bahan baku hasil perhitungan MRP dengan aktual Stock Opname bahan baku.) Berdasarkan poin-poin pertimbangan diatas, dalam pengembangan sub model 3 Model Pengendalian Gangguan, selain gangguan operasional yang secara aktual terjadi, juga akan dimasukkan % variansi a,b,c,d,e,f dan g juga beberapa

111 76 faktor-faktor lainnya yang sebenarnya mempengaruhi % persediaan pengaman namun cenderung tidak dianggap gangguan namun dapat menaikkan ataupun menurunkan nilai % persediaan pengaman. Tabel 5 Faktor Lain-lain yang mempengaruhi % persediaan pengaman. No. Faktor Faktor yang mempengaruhi % persediaan pengaman 1 Permintaan pasar yang belum terpenuhi kebutuhannya pada periode sebelumnya 2 Perubahan selera masyarakat yang memicu permintaan produk 3 Rencana promosi pada periode berikutnya 4 Rencana penetrasi pasar atau pertambahan ceruk pasar yang baru 5 Kecenderungan peningkatan permintaan produk tertentu 6 Adanya informasi dari pelanggan yang menyatakan adanya kesulitan untuk memperoleh produk tertentu 7 Kebutuhan produk jadi yang belum terpenuhi, yang ditandai dengan adanya peningkatan nilai % Variansi d 8 Kebutuhan produk jadi yang belum terpenuhi, yang ditandai dengan adanya peningkatan nilai % Variansi e 9 Produk jadi yang belum terjual pada periode sebelumnya sehingga menyebabkan retur 10 Adanya kondisi internal sistem produksi dimana terjadi penurunan kejadian-kejadian gangguan yang bisa menurunukan jumlah produksi 11 Permintaan berlebih dikarenakan adanya peningkatan nilai % Variansi a 12 Permintaan berlebih dikarenakan adanya peningkatan nilai % Variansi f 13 Permintaan berlebih dikarenakan adanya peningkatan nilai % Variansi g 14 Kebutuhan bahan baku yang supply-nya belum terpenuhi pada periode sebelumnya, dengan mempertimbangkan peningkatan nilai % Variansi b 15 Adanya penurunan ketersediaan jumlah bahan baku yang tidak direncanakan, yang ditandai dengan adanya peningkatan % Variansi c 16 Penurunan kualitas bahan baku 17 Kecenderungan peningkatan pesanan mendadak atau sisipan 18 Penurunan % tingkat pelayanan rata-rata oleh pemasok

112 77 19 Kecenderungan penurunan pesanan mendadak atau sisipan 20 Peningkatan % tingkat pelayanan rata-rata oleh pemasok 21 Kondisi internal sistem produksi yang menyebabkan penurunan kejadian gangguan-gangguan yang bisa menurunkan persediaan bahan baku Pada awal periode pemanfaatan sub model ini, akan ditentukan rata-rata % persediaan pengaman yang kemudian akan diperbaharui untuk periode berikutnya. Tiap perusahaan akan menentukan batas interval % persediaan pengaman yang sesuai dengan kondisi perusahaan masing-masing. Sebagai contoh, untuk PT NIC, Tbk batas interval % persediaan pengaman Bahan Baku adalah 2% - 6%. Sehingga apabila terjadi penurunan atau peningkatan nilai % persediaan pengaman tidak diperbolehkan melewati batas interval ini. Flowchart perhitungan nilai % persediaan pengaman berdasarkan hasil rekapitulasi gangguan pada akhir periode adalah sesuai dengan gambar berikut.

113 78 Input % Persediaan Pengaman Bahan Baku (= LBH t-1) dan % Persediaan Pengaman Produk Jadi (= LPJt-1) pada periode sebelumnya Inventarisir Gangguan yang terjadi : - Gangguan operasional - Gangguan Variansi dan Lainnya - Jumlah total gangguan = n Penentuan Nilai Pengaruh pada % Persediaan Pengaman Bahan Baku : Penurunan atau Peningkatan (Skala 1 3) Penentuan Nilai Pengaruh pada % Persediaan Pengaman Produk Jadi : Penurunan atau Peningkatan (Skala 1 3) Penentuan Bahan Baku terkait Penentuan Produk Jadi terkait - Penjumlahan nilai pengaruh Penurunan pada % Persediaan Pengaman Bahan Baku = LBH(-) - Penjumlahan nilai pengaruh Peningkatan pada % Persediaan Pengaman Bahan Baku = LBH(+) - Tentukan LBH = {LBH(+) + LBH(-)}/n - Tentukan % PersediaanPengaman Bahan Baku (LBHt) = LBHt-1 + LBH - Penjumlahan nilai pengaruh Penurunan pada % Persediaan Pengaman Produk Jadi = LPJ(-) - Penjumlahan nilai pengaruh Peningkatan pada % Persediaan Pengaman Produk Jadi = LPJ(+) - Tentukan LPJ = {LPJ(+) + LPJ(-)}/n - Tentukan % Persediaan Pengman Produk Jadi (LPJt) = LPJt-1 + LPJ % Persediaan Pengaman Bahan Baku % Persediaan Pengaman Produk Jadi Gambar 18 Flowchart perhitungan % persediaan pengaman bahan baku dan % persediaan pengaman produk jadi berdasarkan metode rata-rata gangguan. 4.5 Keterkaitan Model PPIC dan Model Pengendalian Gangguan Sub model Toleransi Persediaan ini akan terkait dengan pengembangan model PPIC yang diusulkan. Keterkaitan antara model PPIC dengan sub model ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemikiran mengenai pengaruh gangguan sistem produksi terhadap besarnya persediaan pengaman yang harus disesuaikan untuk periode perencanaan berikutnya dalam kegiatan PPIC sesuai dengan penjelasan berikut ini. Pada gambar 19 berikut dapat dilihat bahwa setelah dibuat PPIC dengan menggunakan model yang diusulkan, di akhir periode secara periodik dilakukan perhitungan nilai variansi (a,b,c,d,e,f,g) sekaligus perhitungan % persediaan

114 79 pengaman Produk Jadi dan % persediaan pengaman Bahan Baku berdasarkan data produksi. Nilai % variansi a,d,e, f dan variansi g terkait dengan % persediaan pengaman Produk Jadi, sedangkan nilai % variansi b dan c terkait dengan % persediaan pengaman Bahan Baku. Hasil perhitungan ini akan memperbaharui nilai % persediaan pengaman Bahan Baku yang akan menjadi input untuk model Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Bakudan juga akan mengupdate nilai % persediaan pengaman Produk Jadi yang akan menjadi input untuk model Penjadwalan Induk Produksi. 1 PRAKIRAAN PERMINTAAN : Artificial Neural Network Jk Pendek 2 PENJADWALAN INDUK PRODUKSI : Fuzzy Multi Objective Linier Programming % Persediaan Pengaman Produk Jadi Jk Menengah 3 PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU : Material Requirement Planning (MRP) - Lotting : EOQ dan perjanjian dgn supplier - Safety Stock : % Loss Bahan Baku 4 PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU : Continuous Review System Probabilistic : - EOQ - Reorder Point - Safety Stock % Persediaan Pengaman Bahan Baku 6 PENENTUAN URUTAN JOB PRODUKSI : Flow Shop Genetic Algorithm 7 PENENTUAN RUTE PENGIRIMAN TSP Genetic Algorithm Gambar 19 Keterkaitan antara % persediaan pengaman produk jadi, % persediaan pengaman bahan baku dan model PPIC.

115 80 Tabel 5 menunjukkan keterkaitan antara model PPIC dan variansi pada model Pengendalian Gangguan. Variansi a terkait dengan model Prakiraan Permintaan. Prakiraan Permintaan menggunakan model yang cukup handal menghasilkan proyeksi permintaan yang cukup akurat dengan nilai MSE yang minimum. Hasil prakiraan permintaan yang digunakan sebagai dasar perencanaan produksi menentukan jumlah produksi yang dibuat. Pemanfaatan model Prakiraan Permintaan yang cukup akurat diharapkan dapat menghasilkan prakiraan permintaan yang tidak berbeda dengan penjualan produk jadi. Indikator keberhasilan model Prakiraan Permintaan adalah berkurangnya nilai % Variansi a karena makin akuratnya hasil prakiraan permintaan dibandingkan dengan aktual penjualan produk jadi. Besarnya nilai % Variansi a dipengaruhi oleh adanya gangguan demand. Jadi, walaupun sudah digunakan model Prakiraan Permintaan yang cukup handal, namun dengan adanya gangguan demand, % Variansi a akan terjadi. Secara periodik, nilai % Variansi a diharapkan dapat berkurang dengan pembaharuan nilai persediaan pengaman (% Persediaan Pengaman Produk Jadi) untuk periode perencanaan berikutnya. Variansi d terkait dengan model Penjadwalan Induk Produksi. Dengan menggunakan metode Fuzzy Multi Objective Linier Programming, diharapkan rencana induk produksi sudah sesuai dengan permintaan konsumen dengan mempertimbangkan keterbatasan kapasitas input produksi yang digunakan. Aktual jumlah produksi yang dihasilkan belum tentu sesuai dengan hasil rencana induk produksi disebabkan adanya gangguan internal sistem produksi yang terjadi. Rekomendasi Sub model 1 Pengendalian Gangguan - Aksi Pengendalian Gangguan Operasional diharapkan dapat mengurangi variansi d, terkait dengan tindakan koreksi yang direkomendasikan. Rekomendasi Sub model 2 Pengendalian Gangguan Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan juga turut mendukung penurunan nilai variansi d, terkait dengan rekomendasi aksi lanjutan yang harus dilakukan mempertimbangkan nilai gangguan yang tinggi sesuai dengan hasil pengembangan aturan keputusan ( Tabel 3). Variansi b dan variansi c terkait dengan model Perencanaan Persediaan Bahan Baku dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku. Variansi b dan variansi c ini timbul disebabkan karena adanya gangguan supply ataupun karena gangguan

116 81 internal sistem produksi (misalnya kesalahan/kelalaian operator produksi). Adanya pemberian persediaan pengaman (% Persediaan Pengaman Bahan Baku), diharapkan dapat mengantisipasi gangguan yang disebabkan karena ketidakpastian supply. Variansi e terkait dengan model Penentuan Urutan Job Produksi. Dengan menggunakan model penjadwalan Flowshop Genetic Algorithm dapat diperoleh urutan job produksi yang memiliki waktu penyelesaian produksi (makespan) minimum. Rencana pengurutan job produksi ini bisa saja menghasilkan waktu produksi yang berbeda dengan hasil perhitungan disebabkan terjadinya gangguan internal sistem produksi (misalnya kerusakan mesin dan kesalahan operator produksi). Dengan adanya rekomendasi Sub model 1 Pengendalian Gangguan - Aksi Pengendalian Gangguan Operasional diharapkan dapat mengurangi variansi e, terkait dengan tindakan koreksi yang direkomendasikan. Rekomendasi Sub model 2 Pengendalian Gangguan Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan juga turut mendukung penurunan nilai variansi e. Variansi f dan variansi g terkait dengan model Penentuan Rute Pengiriman : Travelling Salesman Problem berdasarkan algoritma genetika sehingga diperoleh urutan rute yang memberikan waktu pengiriman dan biaya pengiriman yang minimum. Variansi f dan variansi g terjadi karena adanya gangguan eksternal yang terjadi. Dengan adanya rekomendasi Sub model 1 Pengendalian Gangguan - Aksi Pengendalian Gangguan Operasional diharapkan dapat mengurangi variansi f dan variansi g, terkait dengan tindakan koreksi yang direkomendasikan. Rekomendasi Sub model 2 Pengendalian Gangguan Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan juga turut mendukung penurunan nilai variansi f dan variansi g.

117 82

118 83 Pada gambar 17, gambar 18 dan tabel 5 yang tertera di atas, terdapat bagian gambar atau tabel yang diwarnai abu-abu. Hal tersebut menunjukkan bahwa model dan variansi terkait pada gambar atau tabel tersebut tidak akan dibuat model operasionalnya dikarenakan keterbatasan penelitian. Walaupun tidak diikut sertakan model operasionalnya, hal tersebut tidak mengganggu keutuhan pengembangan model PPIC Adaptif. Apabila memungkinkan, SPK PPIC Adaptif dapat disempurnakan dengan melengkapi sistem tersebut dengan model operasional model Travelling Salesman Problem menggunakan metode Genetic Algorithm. Gangguan sistem produksi yang terjadi, setelah diberikan rekomendasi aksi pengendalian gangguan ataupun rekomendasi kebijakan lanjutan pengendalian gangguan akan menjadi faktor-faktor penentu perubahan nilai % Persediaan Pengaman. 4.6 Performansi Model PPIC Adaptif Operasionalisasi model PPIC Adaptif pada industri pangan akan meningkatkan performansi sistem produksi pada industri pangan berdasarkan kriteria minimasi kesalahan prakiraan permintaan (MSE), minimasi biaya produksi, maksimasi utilisasi produksi, minimasi biaya persediaan, minimasi waktu penyelesaian produksi dan minimasi waktu dan biaya pengiriman. Integrasi model pengendalian gangguan pada model PPIC Adaptif berpotensi untuk mengurangi nilai variansi. Secara totalitas, peningkatan performansi sistem produksi tersebut merupakan bukti peningkatan fungsi PPIC (efektif) dan dalam jangka panjang akan berdampak pada efisiensi dan produktivitas perusahaan pangan dan keberlangsungan bisnis perusahaan pangan.

119 85 5 RANCANG BANGUN SISTEM Pada bab ini akan diuraikan rancang bangun Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif pada industri pangan yang untuk pembahasan berikutnya akan diberi nama SPK IPRADIPA. Rancang bangun SPK IPRADIPA sesuai dengan tahapan metode System Life Cycle (SLC) yang digunakan, yaitu meliputi tahapan perencanaan, analisis, perancangan dan implementasi. Pada tahapan perencanaan, rancang bangun SPK IPRADIPA ini ditujukan untuk menunjang dan memudahkan kebutuhan pengguna hasil pengembangan model PPIC Adaptif sesuai dengan pembahasan pada bab Pemodelan Sistem sebelumnya. Berikutnya akan dilakukan tahap analisis untuk menganalisis kebutuhan sistem dan menentukan bagaimana sistem akan dirancang. Setelah itu dilakukan tahap perancangan dimana pada tahapan ini dilakukan perancangan sistem secara fisik dengan menggunakan teknik pemodelan yang dipilih meliputi pembuatan flowchart atau struktur yang dibutuhkan sistem dan dilanjutkan dengan tahap transformasi model fisik sistem menjadi program. Selanjutnya setelah tahap perancangan selesai, dapat dilakukan tahap implementasi sistem dan penggunaan sistem oleh pengguna. Tahap implementasi dibatasi hanya diuji coba oleh beberapa pakar sistem produksi hanya untuk mengetahui apakah hasil rancang bangun sudah dapat memenuhi tujuan rancang bangun PPIC Adaptif, mengingat bahwa rancangan bangun SPK IPRADIPA hanyalah berupa prototipe. Untuk tahapan penggunaan tidak dibahas dalam disertasi ini. 5.1 Analisis Kebutuhan SPK IPRADIPA Sesuai dengan pembahasan sub bab Analisis Kebutuhan Sistem pada bab Pemodelan Sistem diketahui bahwa dibutuhkan sistem informasi yang dapat mendukung aplikasi fungsi PPIC dengan model-model keputusan yakni Prakiraan Permintaan, Penjadwalan Induk Produksi, Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku dan Penentuan Urutan Job Produksi dengan keterkaitan antar model keputusan PPIC sesuai dengan gambar 11 berikut.

120 86 Gambar 11 adalah gambar keterkaitan antar model keputusan PPIC untuk mendukung kebutuhan sistem informasi serta kerangka SPK IPRADIPA. Penjelasannya adalah sesuai uraian berikut. Riwayat data penjualan dari Regular Outlet (RO) serta riwayat data penjualan Fixed Order (FO) akan menjadi masukan data untuk melakukan model Prakiraan Permintaan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan. Proses prakiraan permintaan jangka pendek dengan luaran yang akan menjadi masukan perhitungan penjadwalan induk produksi akan memanfaatkan data RO, sedangkan proses perkiraan permintaan jangka menengah dengan luaran yang akan menjadi masukan perhitungan perencanaan persediaan bahan baku akan memanfaatkan data RO dan FO sekaligus. Selanjutnya, hasil prakiraan permintaan jangka pendek RO yang dilengkapi dengan masukan lainnya berupa data item produk jadi (beberapa varian produk roti) dan data lainnya akan menjadi masukan perhitungan penjadwalan induk produksi menggunakan metode Fuzzy Multi Objective Linear Programming. Luaran model ini berupa jadwal induk produksi berbagai varian produk roti perhari, yang selanjutnya, bersama dengan data lainnya (antara lain data urutan proses dan waktu produksi) akan menjadi masukan untuk perhitungan penentuan urutan job/lot produksi menggunakan Algoritma Genetika. Hasil prakiraan permintaan jangka menengah RO dan FO bersama dengan data lainnya (antara lain data lead time, ukuran lot supply dan % persediaan pengaman bahan baku) akan menjadi masukan proses perhitungan model Perencanaan Persediaan Bahan Baku dengan luaran berupa data rencana pemesanan bahan baku ke pemasok. Lanjutnya, dengan mempertimbangkan luaran jumlah produksi dari model Penjadwalan Induk Produksi serta penggunaan bahan baku untuk tiap item produk jadi, juga hasil perhitungan stok opname bahan baku berdasarkan pengamatan secara hari-an, dapat perhitungan model Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk mengetahui apakah perlu dilakukan revisi pemesanan bahan baku ke pemasok atau tidak.

121 87 - Data Penjualan Reguler Outlet (RO) Data Penjualan Fixed Order (FO) 1 PRAKIRAAN PERMINTAAN RO dan FO : Jaringan Syaraf Tiruan - Data Item Produk Jadi - Data Biaya Produksi Item Produk Jadi - Data Utilisasi Produksi Item Produk Jadi - Data Fixed Order (FO) - Data Stock Opname Produk Jadi - Data % Persediaan Pengamans Produk Jadi - Data Fuzzy Waktu Proses Produksi - Data Fuzzy Kebutuhan Bahan Baku - Data Kapasitas Produksi Jk Menengah Jk Pendek - Data Prakiraan Permintaan RO - Data Prakiraan Permintaan FO 3 Perencanaan Persediaan Bahan Baku : Material Requirement Planning (MRP) - Data Prakiraan Permintaan Reguler Outlet (RO) - Data Lead Time - Data StokPersediaan Bahan Baku di awal perencanaan - Data % Persediaan Pengaman Bahan Baku - Data Biaya Persediaan - Data Ukuran Lot 2 Penjadwalan Induk Produksi : Fuzzy Multi Objective Linier Programming - Data Jadwal Induk Produksi Item Produk Jadi 5 Penentuan Urutan Job Produksi : Genetic Algorithm - Data Waktu penyelesaian lot produksi (makespan) - Data Pemesanan Bahan Baku - Lotting : EOQ dan perjanjian dengan pemasok 4 Pengendalian Persediaan Bahan Baku : Continuous Review System Probabilistic Revisi Pemesanan ke pemasok : ROP & Jumlah Pemesanan EOQ sesuai perjanjian pemasok - Data Proses Produksi Item Produk Jadi - Data Kapasitas Input Produksi - Data Waktu Proses Produksi Item Produk Jadi - Data Gross Requirement berdasarkan Jadwal Induk Produksi Item Produk Jadi Data Lead Time Pemesanan - Data Kebutuhan Bahan Baku selama Lead Time Pemesanan - Data Stock Opname Item Bahan Baku - Data % Persediaan Pengamans Bahan Baku Gambar 20 Keterkaitan antar model keputusan PPIC.

122 88 Mempertimbangkan bahwa aplikasi sistem pendukung tersebut juga dapat mengendalikan gangguan yang terjadi pada sistem produksi industri pangan, maka dibutuhkan rancang bangun Sistem Pendukung Keputusan PPIC Adaptif dengan kerangka sebagai berikut: Subsistem Basis Model Subsistem Basis Data : Produk Jadi : Persediaan, Receipt, Routing, Waktu Proses, Stasiun Kerja/ Mesin, Biaya Produk, Safety Stock Bahan Baku : Persediaan, Safety Stock, Supplier, Ukuran Lot Minimum, Biaya Simpan, Biaya Pesan, Harga Beli Operator Produksi : Kapasitas Mesin : Kapasitas, Waktu Proses Model PPIC : PRAKIRAAN PERMINTAAN(Artificial Neural Network ) PENJADWALAN INDUK PRODUKSI(Fuzzy Multi Objective Linier Programmng) PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU(Material Requirement Planning EOQ) PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU(Reorder Point ; Safety Stock) PENENTUAN URUTAN LOT PRODUKSI (Flow Shop Scheduling Genetic Algorithm) Model Pengendalian Gangguan : Aksi Pengendalian Gangguan Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan Perhitungan Toleransi Persediaan Subsistem Basis Kasus : Inventarisir Gangguan & Atributnya, Tindakan Pengendalian Gangguan, Aturan Keputusan Subsistem Dialog Pengguna Sistem Gambar 21 Kerangka Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Pada gambar 21 di atas, pengguna SPK IPRADIPA, yaitu General Manager Pabrik atau Manajer Supply Chain Management akan menggunakan sistem untuk menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat pada Subsistem Basis Model terdiri atas model PPIC dan model Pengendalian Gangguan. 5.2 Perancangan SPK IPRADIPA Proses rancang bangun sistem meliputi pembuatan model aliran proses berupa Diagram Konteks dan Diagram Aliran Data (Data Flow Diagram untuk tiap-tiap model yang tersedia), perancangan model aliran data berupa Entity Relationship Diagram (ERD) serta perancangan menu dialog yang memudahkan interaksi antara sistem dengan pengguna sistem. Pengguna sistem adalah manajer

123 89 atau kepala divisi Supply Chain yang membawahi Departemen PPIC, Departemen Produksi, Departemen Pembelian, Departemen Pembelian, Departemen Penjualan dan Pemasaran, Departemen Gudang serta Departemen Distribusi Pemodelan Aliran Proses Kegiatan rancang bangun model aliran data diawali dengan pembuatan Diagram Konteks SPK IPRADIPA. Berdasarkan rancang bangun Diagram Konteks terkait, dapat tergambar dengan jelas aliran proses penyampaian informasi antar Divisi yang terlibat dalam pnggunaan SPK IPRADIPA. Aliran informasi tersebut akan dimanfaatkan dalam pemrosesan yang dilakukan SPK berdasarkan basis model yang mendukung fungsi PPIC yang dilengkapi dengan basis model Pengendalian Gangguan yang akan mendukung pengguna sistem melakukan aksi pengendalian gangguan sistem produksi yang terjadi, menentukan kebijakan lanjutan berdasarkan rekapitulasi nilai gangguan serta memperbaharui nilai toleransi % persediaan pengaman Bahan Baku dan % persediaan pengaman Produk Jadi. Pembaharuan nilai toleransi % persediaan pengaman ini akan menjadi input SPK khususnya dalam pemrosesan model PPIC pada periode perencanaan berikutnya.

124 90 Pada gambar Diagram Konteks atau sering disebut sebagai Data Flow Diagaram Level 0 di atas terlihat bahwa sistem memiliki entitas Departemen PPIC, Departemen Produksi, Departemen Gudang, Departemen Pembelian, Departemen Penjualan dan Pemasaran serta Departemen Distribusi. Pada Diagram Konteks belum dicantumkan entitas eksternal seperti Supplier, Konsumen serta basis penyimpanan data, meliputi basis data Produk, basis data Bahan Baku, basis data Operator Produksi dan basis data Mesin. Aliran data yang terjadi antara

125 91 sistem dengan tiap entitas terlihat pada gambar panah yang terhubung antara entitas dengan sistem. Dekomposisi fungsi SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan meliputi 2 level fungsi seperti pada gambar 23 berikut ini.

126 92 Untuk memperjelas aliran data yang terjadi pada setiap proses akan dibuat ekstraksi Diagram Konteks dalam bentuk Data Flow Diagram Level 0 (dalam hal ini dikaitkan dengan implementasi model-model yang terdapat dalam SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan, maka digambarkan Diagram Konteks level berikutnya (level 1) atau sering disebut dengan Data Flow Diagram (DFD) Level 1 (Lihat gambar 24 berikut). Berdasarkan diagram konteks dan dekomposisi fungsi SPK Intelijen PPIC Adaptif industri pangan, model-model yang dijalankan SPK Intelijen PPIC Adaptif dibuatkan model secara lebih rinci untuk memperjelas aliran proses ataupun aliran data atau informasi antara entitas dengan pengguna sistem. Berikutnya, untuk mendukung operasional SPK Intelijen PPIC Adaptif Pada Industri Pangan, dilakukan perancangan Data Flow Diagram (DFD) Level 2 untuk memperjelas ekstraksi sistem yang terdiri atas basis model sebagai berikut : 1. Basis model Prakiraan Permintaan (Demand Management) berdasarkan metode Artificial Neural Network (ANN). 2. Basis model Penjadwalan Induk Produksi (Master Production Scheduling/MPS) berdasarkan metode Fuzzy Multi Objective Linear Programming. 3. Basis model Perencanaan Persediaan Bahan Baku berdasarkan metode Material Requirement Planning (MRP). 4. Basis model Pengendalian Persediaan Bahan Baku, 5. Basis model Penentuan Urutan Job Produksi berdasarkan metode penjadwalan Flowshop Genetic Algorithm. 6. Basis model Pengendalian Gangguan.

127 93

128 94 ini. Gambar DFD untuk masing-masing model dapat dilihat pada gambar-gambar berikut Produk Jadi Varian Departemen Penjualan dan Pemasaran Pesanan RO, FO Riwayat Penjualan 1. PRAKIRAAN PERMINTAAN : Metode ANN Prakiraan Permintaan Jk Menengah Prakiraan Permintaan Jk Pendek Departemen PPIC KONSUMEN Gambar 25 Data flow diagram level 2 Prakiraan Permintaan. Dengan memanfaatkan informasi riwayat penjualan dari Departemen Penjualan dan Pemasaran dilakukan pemrosesan SPK untuk fungsi PPIC model Manajemen Permintaan, menghasilkan output yang akan diterima oleh Departemen PPIC berupa data Prakiraan Permintaan Jangka Pendek (berikutnya akan dimanfaatkan sebagai input model Penjadwalan Induk Produksi) serta data Prakiraan Permintaan Jangka Menengah (berikutnya akan dimanfaatkan sebagai input model Perencanaan Persediaan Bahan Baku). Produk Jadi Departemen PPIC Prakiraan Permintaan Jk Pendek % Loss Produk Jadi Persediaan 2. PENJADWALAN INDUK PRODUKSI : Metode Fuzzy Multi Objective Linear Programming JIP Departemen Produksi Persediaan Kapasitas Kapasitas Bahan Baku Operator Produksi Mesin Gambar 26 Data flow diagram level 2 Penjadwalan Induk Produksi

129 95 Sistem akan menggunakan input Prakiraan Permintaan Jangka Pendek Model Penjadwalan Induk Produksi yang dimiliki Departemen PPIC sekaligus input data % persediaan pengaman Produk Jadi yang didapatkan dari pemrosesan model Pengendalian Gangguan periode sebelumnya. Untuk awal pemrosesan, sistem akan menggunakan data awal % persediaan pengaman Produk Jadi yang merupakan nilai batas minimum % persediaan pengaman yang sesuai dengan kebijakan perusahaan terkait (berdasarkan pertimbangan pengguna sistem). Bahan Baku SUPPLIER Lot Pemesanan Persediaan Departemen PPIC Prakiraan Pemintaan Jk Menengah % Persediaan Pengaman Bahan Baku 3. PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU : Metode Material Requirement Planning : Netting Lotting : EOQ Time Offsetting Waktu dan Ukuran Pemesanan Departemen Pembelian Gambar 27 Data flow diagram level 2 Perencanaan Persediaan Bahan Baku. Output model Prakiraan Permintaan berdasarkan metode Artificial Neural Network (ANN) berupa informasi Prakiraan Permintaan Jangka Menengah akan digunakan sebagai input pemrosesan model Perencanaan Persediaan Bahan Baku berdasarkan metode Material Requirement Planning (MRP) dengan tahapan proses sebagai berikut : 1. Netting, yaitu penentuan nilai bersih berdasarkan data kebutuhan bahan baku hasil konversi data prakiraan permintaan sesuai dengan receipt produk yang telah mempertimbangkan data stok persediaan pada awal periode perencanaan. 2. Lotting, yaitu penentuan ukuran pemesanan ekonomis berdasarkan optimasi antara biaya simpan dan biaya pesan untuk tiap jenis bahan baku dengan menggunakan rumus EOQ.

130 96 3. Penentuan kebutuhan ketersediaan bahan baku yang dioperasionalkan dalam penentuan Planned Order Receipt sejumlah lot tertentu yang telah disesuaikan dengan kebijakan pemasok (supplier) terkait. dengan mempertimbangkan nilai kebutuhan bersih yang nilainya nilai safety stock (% persediaan pengaman Bahan Baku). 4. Time Offsetting. Pada tahapan ini dilakukan pemesanan sejumlah ukuran pemesanan bahan baku dengan mempertimbangkan waktu ancang-ancang (Lead Time) tertentu untuk mendapatkan bahan baku. Informasi pemrosesan adalah berupa data waktu dan ukuran pemesanan bahan baku yang akan diterima oleh Departemen Pembelian untuk kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan administrasi pemesanaan kepada pemasok terkait. Berikut adalah penjelasan pemrosesan model Pengendalian Persediaan Bahan Baku yang akan memanfaatkan input data Stok Opname Bahan Baku dari Departemen Gudang, data hasil Jadwal Induk Produksi (JIP) output model Penjadwalan Induk Produksi yang dimiliki Departemen Produksi. Apabila ada perbedaan antara output model Perencanaan Persediaan Bahan Baku (informasi Planned Order Release), maka akan dilakukan revisi sesuai hasil model ini berupa data Revisi Waktu Pemesanan yang akan diterima oleh Departemen Pembelian dan berikutnya didiskusikan dengan pemasok bahan baku terkait. Departemen Gudang SUPPLIER Departemen PPIC Departemen Produksi Planned Order Release JIP Stok Opname Bahan Baku 4. PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU : Pendekatan Continuous Review System Probabilistic : EOQ Safety Stock Reorder Point (ROP) Revisi Waktu Pemesanan Revisi Waktu Pemesanan Departemen Pembelian Gambar 28 Data flow diagram level 2 Pengendalian Persediaan Bahan Baku.

131 97 Model berikut adalah pemrosesan yang dilakukan SPK PPIC Adaptif untuk mendapatkan data urutan job produksi yang memberikan nilai waktu penyelesaian seluruh job (makespan) minimum dengan menggunakan metode Penjadwalan Flowshop Genetic Algorithm. Proses pembagian job dilakukan oleh sistem berdasarkan data Jadwal Induk Produksi (JIP), output model Penjadwalan Induk Produksi, data urutan proses untuk tiap job dan waktu proses mesin yang digunakan untuk melakukan proses. Job Urutan Proses Waktu Proses Mesin Departemen PPIC Pembagian Job 5.PENENTUAN URUTAN JOB PRODUKSI : Metode FlowShop Genetic Algorithm Urutan Job Departemen Produksi Gambar 29 Data flow diagram level 2 Penentuan Urutan Job Produksi. Untuk mempermudah pengguna sistem mempelajari hasil pemrosesan, sistem juga akan memberikan output berupa diagram yang menunjukkan waktu penyelesaian untuk tiap-tiap job sesuai dengan urutan job yang sudah mendekati optimal berdasarkan running model yang memanfaatkan metode Genetic Algorithm. Hal-hal yang membedakan hasil rancang bangun SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan dengan SPK PPIC lainnya adalah adanya model Pengendalian Gangguan yang dapat memberikan output aksi pengendalian gangguan berdasarkan input gangguan yang terjadi, hasil rekomendasi kebijakan lanjutan berdasarkan rekapitulasi nilai gangguan serta informasi toleransi persediaan berupa % persediaan pengaman Bahan Baku dan % persediaan pengaman Produk Jadi hasil perhitungan % persediaan pengaman yang juga sudah mempertimbangkan gangguan sistem produksi yang terjadi.

132 98

133 99 Hasil rancang bangun SPK Intelijen PPIC Adaptif Pada Industri Pangan tidak mencakup model operasional Travelling Salesman Problem, dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya waktu yang tersedia. Apabila diinginkan, SPK Intelijen PPIC Adaptif Pada Industri Pangan ini dapat dilengkapi dengan model operasional Travelling Salesman Problem. Walaupun demikian, hasil rancang bangun SPK Intelijen PPIC Adaptif ini sudah dapat menunjukkan keefektifan fungsi PPIC dan fungsi Adaptif dari model-model yang sudah dioperasionalkan pada SPK terkait. Untuk memperjelas rancang bangun model SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan, akan dibuat dekomposisi fungsi yang akan memperjelas fungsifungsi yang akan dijalankan sistem pada SPK. Berikut adalah gambar Dekomposisi Fungsi SPK Intelijen PPIC Adaptif Pemodelan Database Setelah dilakukan rancang bangun model keputusan pada SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan, tahapan berikutnya adalah pemodelan database dengan mengembangkan Diagram Keterkaitan Entitas (Entity Relationship Diagram/ERD). Basis Data meliputi Data Master (Tabel Data) Produk, Bahan Baku, Mesin, Operator Produksi, Job, Proses, Batch Produksi, Supplier, Konsumen, Regular Order, Pemesanan Bahan Baku, Fixed Order, Gangguan serta Rekap Gangguan. Keterkaitan antar data dapat dilihat pada gambar berikut. Pada gambar terlihat hubungan antar tabel data dimana angka 1 menunjukkan data tunggal dan M menunjukkan banyak banyak. Sebagai contoh, Tabel Data Produk dan Tabel Data Bahan Baku memiliki hubungan 1 (satu ) to M (banyak) mempertimbangkan bahwa tiap produk memiliki komposisi lebih dari 1 Bahan Baku.

134 100 M 1 M 1 PK PRODUK Kode Produk Urutan Proses Receipt Ukuran Batch Spesifikasi Stok Harga Jual Biaya Produksi Waktu Proses Kode Gangguan Nama Produk No RO No FO REGULER ORDER (RO) PK PK No RO Nama Produk Jumlah Due Date ID Konsumen PK SUPPLIER Kode Supplier Nama Supplier Alamat Supplier Telepon kantor Nama staf No HP staf supplier Kode Bahan Baku 1 FIXED ORDER No FO Nama Produk Jumlah Due Date ID Konsumen 1 M 1 OPERATOR LINI PRODUKSI PK 1 ID Operator Kapasitas No Batch Shift 1 M M 1 M PK PK BAHAN BAKU Kode Bahan Baku Supplier Lead time pemesanan Biaya Simpan Biaya Pesan Harga beli Stok Kode Produk Kode Gangguan Nama Bahan Baku PEMESANAN BAHAN BAKU PK 1 M PK 1 No Order Date Jumlah Nama Bahan Baku Supplier Kode Bahan Baku Kode Supplier BATCH PRODUKSI No Batch JOB No Job Nama Job Jumlah Urutan Proses M 1 M 1 Kode Produk Jumlah Due Date Waktu Start Waktu Finish Nama Lini Kasus Ketaksesuaian No Job Urutan Job ID Operator PK PK 1 M 1 M PK PK PK KONSUMEN ID Konsumen MESIN Kode Mesin Waktu Proses Kapasitas Spesifikasi Kondisi No Job Nama Proses Kode Proses 1 PROSES GANGGUAN Kode Gangguan Nama Gangguan Aksi Pengendalian Sumber Bahan Baku Terkait Produk Jadi Terkait Kode Bahan Baku Kode Produk Jadi REKAP GANGGUAN Kode Rekap Kode Proses Nama Proses Kode Mesin Waktu Proses No Job Kode Produk Tanggal Frekuensi Keparahan Dampak Nilai Gangguan Sumber Kode Gangguan Rekomendasi Kbjkn Nilai Loss % Persediaan Bahan Pengaman Baku Bahan Baku dan Produk Jadi Nilai Loss Produk Jadi Atribut Penilaian Rekap Atribut Perhitungan Penilaian %Persed Rekap_Loss Pengaman Kode Bahan Baku Kode Produk 1 1 Nama Konsumen Alamat Konsumen Telp Konsumen Gambar 31 Diagram keterkaitan entitas SPK Intelijen PPIC Adaptif. M 1

135 Perancangan Sistem Dialog Berikut ini akan ditunjukkan menu-menu sistem yang akan menjadi fasilitas dialog antara pengguna SPK Intelijen PPIC Adaptif dengan sistem. Pengguna SPK Intelijen PPIC Adaptif Pada Industri Pangan adalah bervariasi sesuai dengan struktur organisasi pada perusahaan terkait. Sesuai dengan fungsinya, pengguna sistem adalah adalah Kepala Divisi atau Manajer Supply Chain Management atau Manajer Umum yang membawahi departemen PPIC, departemen Produksi, departemen Pembelian, departemen Gudang, departemen Penjualan dan Pemasaran juga departemen Distribusi. SPK Intelijen PPIC Adaptif ini dibutuhkan untuk membantu pihak manajemen untuk menjalankan fungsi PPIC sekaligus memberikan informasiinformasi yang mendukung keefektifan fungsi PPIC yakni fungsi Prakiraan Permintaan (Demand Management) berdasarkan metode Artificial Neural Network (ANN), fungsi Penentuan Jadwal Induk Produksi (Master Production Scheduling/MPS) berdasarkan metode Fuzzy Multi Objective Linier Programming, fungsi Perencanaan Persediaan Bahan Baku berdasarkan metode Material Requirement Planning (MRP), fungsi Pengendalian Persediaan Bahan Baku berdasarkan pendekatan Continuous Review System dengan permintaan yang tidak pasti menggunakan nilai safety stock (pada disertasi ini akan disebut % persediaan pengaman), fungsi Penentuan Urutan Job Produksi Flowshop berdasarkan Algoritma Genetika (Genetic Algorithm) dan khususnya, yang menjadi kebaruan pada disertasi ini adalah fungsi Pengendalian Gangguan yang berkolaborasi dengan fungsi PPIC untuk meningkatkan fungsi PPIC menjadi PPIC Adaptif. Output perhitungan toleransi % persediaan pengaman Bahan Baku (% persediaan pengaman RM) akan menjadi input pada model MRP, sedangkan perhitungan toleransi % persediaan pengaman Produk Jadi (% persediaan pengaman FG) akan menjadi input pada model MPS. Untuk memudahkan pengguna dalam menjalankan SPK, dirancang menu dialog sesuai dengan model-model yang tersedia. Rancangan SPK ini dibuat

136 102 dengan basis data yang tersimpan pada format Microsoft Excell dengan sofware aplikasi berdasarkan program Visual Basic dan program Mathlab. Untuk membuka Menu Utama, tampilan dijalankan dalam program Mathlab versi 2010b karena integrasi SPK akan dijalankan dengan program ini walaupun sebenarnya Program aplikasi Mathlab tidak memiliki banyak variasi perancangan tampilan. Menu utama berisi nama sistem, yaitu SPK Intelijen PPIC Adaptif Pada Industri Pangan (SPK IPRADIPA), dimana pada bagian atas Menu Utama akan ditunjukkan nama-nama model yang disediakan pada SPK ini yang akan menjadi Sub Menu pada SPK. Sub Menu yang tersedia adalah : a. Sub Menu Demand Management untuk model Prakiraan Permintaan b. Sub Menu MPS untuk model Penjadwalan Induk Produksi c. Sub Menu MRP untuk model Perencanaan Persediaan Bahan baku dan model Pengendalian Persediaan Bahan Baku d. Sub Menu Genetic Algorithm untuk model Penentuan Urutan Job e. Sub Menu Gangguan untuk model Pengendalian Gangguan Sub Menu Demand Management, Genetic Algorithm dan Gangguan akan dijalankan dengan menggunakan program Mathlab untuk menyimpan basis data dan menjalankan aplikasi sedangkan sub menu MPS dan MRP akan menggunakan Microsoft Excel untuk menyimpan data dan memanfaatkan Excel Solver untuk proses perhitungan dan optimasi dan menggunakan software Visual Basic perancangan aplikasi data. Sub menu MPS dan MRP ini akan diintegrasikan dengan sub menu yang lain dibawah menu aplikasi Mathlab. Hasil rancang bangun menu dialog SPK IPRADIPA akan ditampilkan hasilnya pada bahasan Implementasi.

137 6 IMPLEMENTASI 6.1 Implementasi SPK PPIC Adaptif Pada bab implementasi ini akan dilakukan pembahasan implementasi hasil rancang bangun SPK PPIC Adaptif (SPK IPRADIPA) dengan menggunakan data sistem produksi pada industri penghasil roti, PT NIC, Tbk. Data yang digunakan adalah data sampel untuk memudahkan penjelasan hasil rancang bangun SPK IPRADIPA. Gambar berikut adalah gambar Halaman Utama SPK IPRADIPA. Pada halaman utama terdapat text box untuk Log in ke menu yang tersedia pada SPK IPRADIPA. Proses Log in dilakukan oleh pengguna SPK IPRADIPA, yaitu Manajer Supply Chain Management atau Manajer Pabrik yang membawahi supervisor PPIC, supervisor Produksi, supervisor Penjualan dan Pemasaran, supervisor Gudang, supervisor Purchasing dan supervisor Distribusi. Gambar 32 Tampilan halaman utama SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan (IPRADIPA).

138 104 Setelah diketik password yang tepat pada text box yang tersedia, tampilan Menu Utama SPK IPRADIPA akan terbuka. Berikut adalah tampilannya. Pada tampilan Menu Utama, tersedia Menu Bar PPIC meliputi : 1. Menu Demand Management untuk menjalankan model Prakiraan Permintaan Artificial Neural Network 2. Menu MPS untuk menjalankan model Penjadwalan Induk Produksi Fuzzy Multi Objective Linier Programming 3. Menu MRP untuk menjalankan model Perencanaan Persediaan Bahan Baku MRP-EOQ dan model Pengendalian Persediaan Bahan Baku Safety Stock Reorder Point 4. Menu Gangguan untuk menjalankan model Pengendalian Gangguan 5. Menu Genetic Algorithm untuk menjalankan model Penentuan Urutan Job Produksi Flowshop Genetic Algorithm Gambar 33 Tampilan menu bar SPK IPRADIPA.

139 Implementasi Model Prakiraan Permintaan Menu Demand Management meliputi sub menu sebagai berikut : 1. Input untuk meng-input data riwayat penjualan berbagai varian produk roti, pemilihan produk roti yang akan ditentukan prakiraan permintaannya serta pengisian parameter JST. 2. Neural Network untuk menjalankan proses pelatihan, pengujian dan perhitungan prakiraan permintaan. 3. Output untuk menampilkan hasil pengujian dan output data prakiraan permintaan. Gambar 34 Tampilan sub menu Demand Management. Setelah dipilih sub menu input data sistem akan menampilkan hasil sebagai berikut: Gambar 35 Tampilan menu input Demand Management.

140 106 Keterangan Gambar 35 : Tombol Open File digunakan untuk menginputkan data dalam bentuk file excel yang akan diramalkan. Dimana setelah tombol di RUN maka file excel akan terbuka. Tipe Data, pilih tipe data yang ingin diramalkan agar ketika proses penginputan akan memilih data yang sesuai. Tombol INPUT, tombol yang digunakan untuk menyimpan data yang telah dimasukan. Hasil tampilan input data untuk perhitungan JST dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 36 Tampilan input parameter JST. Berikutnya dilakukan proses perhitungan prakiraan permintaan berdasarkan metode Artificial Neural Network / Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan input parameter JST, kemudian dilakukan proses running. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

141 107 1) Input, merupakaninformasi file data yang akandiramalkan. 2) Transfer Function, memilihfungsi transfer dalam Neural Network 3) Training Function, memilihfungsi training dalam Neural Network Kemudian dilakukan edit nilai-nilai pada text box Hidden Layer, Lr, Epochs, dan Goal jika memang diperlukan, karena nilai-nilai yang ada sudah memiliki default yang hasilnya telah sukses menyelesaikan training.tombol RUN dipilih untuk memulai proses training jika input variable yang diperlukan telah selesai diisi. Tombol Statusmenyatakan bahwa telah selesai dilakukan prosestraining dengan data hasil training yang tersimpan. Setelah selesai training maka akan muncul grafik : Target Training, Hasil Simulasi Training, Error Training, Target Testing, Hasil Simulasi Testing, Error Testing. Berikut ini adalah tampilan proses dan output yang dihasilkan sistem untuk model Demand Management berdasarkan JST (Artificial Neural Network/ANN). Gambar 37 Tampilan menu output JST produk roti.

142 108 Keberhasilan Neural Network Simulasi Gambar 38 Tampilan menu proses JST. Output ANN dapat dilihat tampilannya berikut ini. Gambar 39 Tampilan grafik MSE proses training JST setelah performansi terbaik diperoleh.

143 109 Output ANN ini menampilkan data dari hasil prakiraan permintaan yang dilakukan oleh ANN dengan keluaran yang akan menjadi masukan untuk perhitungan MPS berupa data prakiraan permintaan untuk 7 hari dan keluaran yang akan menjadi masukan perhitungan MRP untuk 35 hari. Gambar 40 Tampilan menu output model JST Implementasi Model Penjadwalan Induk Produksi Sistem memisahkan menu untuk model MPS dan model MRP. Tiap-tiap menu model juga akan memiliki sub menu input data dan proses optimasi ataupun perhitungannya.menu MPS akan menjalankan aplikasi untuk menentukan jadwal induk produksi varian produk roti selama periode perencanaan. Untuk mendapatkan jadwal induk produksi di PT NIC, Tbk.dilakukan perhitungan jadwal induk produksi (Master Production Scheduling/MPS) periode ke-1 (hari ke-1) untuk 6 item produk roti. Untuk kebutuhan perhitungan, dibutuhkan data biaya produksi untuk tiap item produk roti, data utilisasi untuk tiap item produk roti, data demand untuk ke enam item produk, data komposisi

144 110 bahan baku (recipe) untuk keenam item produk roti, data kebutuhan waktu produksi untuk pembuatan item produk roti, serta data persediaan bahan baku. Berikut ini adalah tampilan menu model Penjadwalan Induk Produksi hasil implementasi SPK PPIC Adaptif. Implementasi model dimulai dengan input datadata yang dibutuhkan meliputi data permintaan, data bahan baku yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan, data waktu produksi serta data koefisien fuzzy yang akan digunakan dalam model Fuzzy Multi Objective Linier Programming. Gambar 41 Tampilan menu MPS_Sub Menu Demand Total. Gambar 42 Tampilan menu MPS_Sub Menu Bahan Baku.

145 111 Gambar 43 Tampilan menu MPS_Sub Menu Waktu Produksi. Gambar 44 Tampilan menu MPS_Sub Menu Koefisien Fuzzy.

146 112 Gambar 45 Tampilan menu MPS_Sub Menu Linear Programming. Model Fuzzy Multi Objective Linier Programming yang memanfaatkan kurva-s termodifikasi dalam penentuan angka fuzzy merupakan model keputusan PPIC yang cukup handal untuk meningkatkan fungsi PPIC pada industri pangan. Model ini merupakan model optimasi yang sudah mengakomodir kebutuhan industri pangan dengan memungkinkan perhitungan angka fuzzy serta fungsi tujuan yang sesuai. Berikut ini adalah tampilan menu yanag menunjukkan output hasil optimasi.

147 113 Gambar 46 Tampilan menu optimasi MPS_Output Hari -1 MPS. Data output model Penjadwalan Induk Produksi adalah berupa jumlah produksi untuk tiap produk roti (RTS, RTG, ICK, IKJ, TOC dan RKJ). Output model ini akan dimanfaatkan untuk model Pengendalian Persediaan Bahan Baku. Hasil perhitungan optimasi MPS Hari- 1 berupa jumlah masing-masing varian produk yang akan diproduksi pada hari ke 1 akan mengurangi jumlah persediaan bahan baku pada awal hari ke-2. Pendekatan continuous review systemdigunakan untuk mengantisipasi kemungkinan berkurangnya jumlah stok dikarenakan karakteristik bahan baku agroindustri yang bervariasi dalam kualitas maupun kuantitas. Rancang bangun SPK menyediakan fasilitas untuk memasukkan input stok opname bahan baku hasil pengamatan kontinyu yang dilakukan Implementasi Model Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Setelah diketahui data kebutuhan bahan baku tiap varian, tahap perhitungan berikutnya adalah menentukan ukuran pemesanan ekonomis untuk tiap varian bahan baku (Economic Order Quantity/EOQ). Berikut ini adalah input data untuk perhitungan EOQ bahan baku di PT NIC.

148 114 Berdasarkan input data berupa data prakiraan permintaan jangka menengah, kemudian dilakukan perhitungan konversi data untuk mengetahui kebutuhan bahan baku untuk masing-masing bahan baku, meliputi : tepung terigu, gula pasir, filler keju, filler coklat, cheedar cheese, milk full cream, shortening dan telur ayam. Proses perhitungan kebutuhan baku dilakukan dengan mempertimbangkan komposisi/recipe untuk masing-masing produk roti. Gambar 47 Tampilan menu MRP_Sub Menu Peramalan Permintaan.

149 115 Gambar 48 Tampilan menu MRP_Sub Menu Kebutuhan Bahan. Gambar 49 Tampilan menu MRP_Sub Menu Deskripsi Bahan. Berikutnya, berdasarkan hasil konversi kebutuhan bahan baku selama periode perencanaan, dilakukan perhitungan ukuran pemesanan ekonomis berdasarkan metode EOQ

150 116 Gambar 50 Tampilan menu MRP_Sub Menu Perhitungan EOQ. Sesuai dengan hasil perhitungan EOQ yang merupakan fase Lotting dalam perhitungan MRP, data EOQ akan disesuaikan dengan ukuran pemesanan dan minimum order berdasarkan kesepakatan dengan masing-masing pemasok bahan baku. Proses perhitungan berikutnya adalah perhitungan titik pemesanan kembali (Reorder Point / ROP) berdasarkan data persediaan pengaman (safety stock) atau % persediaan pengaman Bahan Baku yang merupakan output dari model Pengendalian Gangguan. Tampilan menu perhitungan ROP dapat dilihat pada gambar 51. Selanjutnya sesuai dengan perhitungan berdasarkan metode MRP, dilakukan fase netting untuk menghitung kebutuhan bersih, dilanjutkan dengan penentuan planned order receipt dengan memasukkan nilai ukuran pemesanan EOQ yang telah disesuaikan, diakhiri dengan penentuan planned order release yang telah mempertimbangkan waktu ancang pemesanan bahan baku ke pemasok. Input data persediaan pengaman akan menjadi dasar penentuan pemesanan bahan baku ke pemasok dalam perhitungan perencanaan kebutuhan bahan baku (MRP) dalam penentuan planned order release. Proses perhitungan MRP ini dilakukan untuk tiap-tiap bahan baku untuk membuat roti yang termasuk klasifikasi A meliputi bahan baku tepung terigu, gula pasir, filler keju, filler coklat, cheedar cheese, milk full cream, shortening dan telur ayam.

151 117 Gambar 51 Tampilan menu MRP_Sub Menu Resume EOQ. Gambar 52 Tampilan menu MRP_Sub Menu Perencanaan Inventory. Gambar 52 menunjukkan contoh tampilan menu perhitungan MRP yang meliputi fase perhitungan kebutuhan bersih (netting) untuk mendapatkan Net Requirement, fase perhitungan penentuan ukuran lot (lotting) untuk penentuan

152 118 rencana pesanan harus sudah diterima (Planned Order Receipt) serta fase penyesuaian waktu (time offsetting) yang telah mempertimbangkan waktu ancang untuk penentuan jadwal pemesanan bahan baku ke pemasok berdasarkan rencana pemesanan dilakukan (Planned Order Release). Gambar 53 Tampilan menu MRP_Ketersediaan Bahan Baku mempertimbangkan output MPShari-1. Hasil perhitungan persediaan pengaman dan ROP akan menjadi dasar dalam penentuan revisi pemesanan bahan baku pada model Pengendalian Persediaan Bahan Baku. Dengan mempertimbangkan stock opname hasil perhitungan secara kontinyu (pagi hari dan sore hari) seperti yang terlihat pada gambar 53, apabila nilai stock opname mencapai titik ROP, maka dilakukan pemesanan bahan baku ke pemasok. Proses pengendalian persediaan bahan baku ini dilakukan untuk tiap bahan baku dan akan menjadi dasar pelaksanaan revisi pemesanan bahan baku ke pemasok apabila terjadi perbedaan dengan hasil perhitungan MRP Implementasi Model Penentuan Urutan Job Produksi Berikut ini akan diuraikan tampilan sistem untuk menu aplikasi metode Genetic Algorithm dalam penjadwalan rencana produksi hasil model MPS. Output

153 119 penjadwalan adalah berupa urutan job dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan job-job tersebut. Gambar 54 Tampilan menu input Genetic Algorithm. Setelah dilakukan klik untuk input data, tampilan excel data input dapat dilihat sesuai dengan tampilan berikut. Input data untuk penentuan urutan job/lot produksi memanfaatkan data yang merupakan output hasil perhitungan model penjadwalan induk produksi. Gambar 55 Tampilan input data menu Genetic Algorithm.

154 120 Setelah dilakukan input data, berikutnya dilakukan input nilai sesuai keterangan text box yang tersedia untuk perhitungan menggunakan algoritma genetika. Mula-mula dilakukan pemilihan data Lini serta Metode Reproduksi yang akan dijalankan oleh sistem. Pada menu SPK tersedia lini roti tawar dan lini roti manis yang akan menjalankan proses produksi pembuatan roti. Dalam proses perhitungan algoritma genetika, dengan memanfaatkan aplikasi yang disediakan matlab versi pelajar, dapat dilakukan pemilihan metode seleksi berdasarkan metode roulette wheel dan tournament selection serta metode Partiallly Mapped Crossover (PMX) untuk melakukan proses pindah silang/tukar silang (cross over). Setelah dilakukan pemilihan metode reproduksi, selanjutnya dilakukan pemilihan tombol Genetic Algorithm untuk menjalankan proses Genetic Algorithm. Hasil dari perhitungan algoritma genetika adalah berupa urutan job sesuai dengan tampilan hasil SPK pada gambar 56 berikut ini. Gambar 56 Tampilan output proses Genetic Algorithm.

155 121 Untuk memudahkan pengguna, SPK juga menyediakan sistem dialog berupa fasilitas tombol-tombol untuk melihat output penentuan urutan job produksi pada Lini 1, Lini 2 disertai Gantt Chart masing-masing lini. Dengan memilih tombol Lini 1 dan Lini 2 dapat diketahui urutan job yang paling optimum berdasarkan proses GA untuk ke 2 lini, sedangkan tombol Gantt Chart digunakan untuk melihat tampilan grafik urutan job nya. Gambar 57 Tampilan output urutan job produksi hasil Genetic Algorithm.

156 122 Gambar 58 Tampilan menu output Gantt Chart urutan job produksi Implementasi Model Pengendalian Gangguan Implementasi model pengendalian gangguan dilakukan dengan memilih menu bar Gangguan pada SPK IPRADIPA. Gambar 59 Tampilan Tool Bar Gangguan. Pada menu Pengendalian Gangguan, terdapat tiga sub menu, yaitu : 1. Sub Menu Aksi Pengendalian Gangguan Operasional 2. Sub Menu Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan 3. Sub Menu Toleransi Persediaan ( Update % persediaan pengaman) Aksi Pengendalian Gangguan Operasional Sub menu ini dioperasionalkan pada saat terjadi gangguan operasional dan kemudian ingin diketahui tindakan koreksi yang disarankan oleh SPK untuk

157 123 mengendalikan gangguan yang terjadi. Berikut adalah tampilan awal sub menu Aksi Pengendalian Gangguan Operasional. Gambar 60 Tampilan menu input Aksi Pengendalian Gangguan. Mula-mula dilakukan input waktu terjadinyanya gangguan. Gambar 61 Tampilan input waktu terjadinyanya gangguan.

158 124 Berikutnya dilakukan input masalah denganmengetikan masalah yang terjadi dan memilihkeyword yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Jika memilih yang lainnya maka text box akan aktif sehingga memasukan keyword yang tidak ada di pilihan. Setelah keyword dimasukkan, klik tombol check apakah ada yang sesuai. Lanjutnya, dilakukan pemilihanskala sebagai data input untuk penentuan nilai gangguan pada proses rekapitulasi yang dilakukan di akhir periode (misal akhir minggu). List Box Masalah adalah history dari permasalahan yang pernah ada. Tindakan koreksi akan muncul setelah melakukan pemilihan masalah pada list box.

159 125 Kemudian dilakukan input data sumber gangguan. Jika sumber gangguan penyebab terjadinya gangguan lebih dari satu, kita dapat menekanctrl pada keyboard. Setelah melihat tindakan koreksi dan sumber-sumber yang ada kemudian akan memilih akan kah dilakukan Tombol Simpan untuk menyimpan semua input gangguan yang telah diisikan atau tidak. Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan Menu ini menampilkan output mengenai kebutuhan kebijakan lanjutan atas hasil penilaian rekapitulasi gangguan yang terjadi selama periode pengamatan perlu di lakukan tindakan kebijakan lanjut (follow up) atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan nilai gangguan yang merupakan hasil perkalian skala frekuensi gangguan, tingkat keparahan gangguan dan dampak gangguan, SPK akan memberikan rekomendasi perlu tidaknya dilakukan kelanjutan proses pengendalian gangguan atas gangguan yang terjadi. Gambar 62 Tampilan menu output rekap nilai gangguan dan kebijakan lanjutan.

160 126 Perhitungan Toleransi Persediaan Pada sub menu yang tersedia ini, dilakukan proses perhitungan toleransi persediaan (% persediaan pengaman) dengan output % persediaan pengaman Bahan Baku dan % persediaan pengaman Produk Jadi yang akan megadaptasi model PPIC. Berikut ini adalah tampilan menu yang disediakan SPK IPRADIPA untuk perhitungan % persediaan pengaman. Gambar 63 Tampilan menu input perhitungan Toleransi Persediaan. Setelah diinput, dilakukan penekanan tekan tombol Simpan untuk menyimpan semua skala yang telah dipilih hasil perhitungan perubahan toleransi persediaan (% persediaan pengaman).

161 127 Gambar 64 Tampilan output perhitungan % persediaan pengaman. 6.2 Analisis Hasil Implementasi SPK IPRADIPA Dalam implementasi model prakiraan permintaan produk roti berdasarkan metode JST, dipilih data item produk RTG dengan grafik plot data penjualan sebagai berikut.

162 128 Gambar 65 Plot data penjualan produk RTG. Berdasarkan gambar plot data penjualan produk roti tawar gandum (RTG) di atas terlihat bahwa data memiliki kecenderungan musiman, sangat berfluktuasi bahkan ada data dengan nilai 0. Bila kita menggunakan metode peramalan time series untuk pengujian data penjualan produk RTG, maka dapat diperkirakan bahwa hasil pengujian akan memberikan nilai kesalahan yang sangat besar. Metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) memiliki kemampuan yang sangat efektif dalam mengenali pola data masa lalu untuk kebutuhan prakiraan permintaan. Dalam proses pengujian berdasarkan metode deret waktu, dilakukan perhitungan nilai kesalahan (error) untuk semua alternatif metode terpilih. Metode dengan akurasi terbaik (MAE, MSE atau MAPE terkecil) akan terpilih menjadi metode yang akan digunakan untuk melakukan prakiraan permintaan. Data prakiraan permintaan ini akan menjadi input data untuk melakukan perhitungan penjadwalan induk produksi (perhitungan Master Production Scheduling / MPS). Untuk industri pangan seperti PT NIC, Tbk yang menghasilkan produk roti, proses prakiraan permintaan juga dilakukan untuk perencanaan produksi jangka menengah, yaitu untuk mendapatkan prakiraan permintaan selama periode 1 3 bulan, sebagai input perencanaan persediaan bahan baku. Berdasarkan hasil pengujian peramalan dengan memanfaatkan beberapa metode yang berbeda, terlihat perbedaan nilai akurasi (MAE, MSE ataupun

163 129 MAPE) yang cukup signifikan. Metode Dekomposisi merupakan metode peramalan permintaan yang dianggap baik karena menggunakan pendekatan yang sudah mengantisipasi pola trend, siklis dan musiman dari data penjualan, sehingga hasil proyeksinya diharapkan sudah sesuai dengan pola data penjualan yang umumnya memiliki karakteristik trend, siklis dan musiman. Namun hasil pengolahan data menunjukkan bahwa JST memberikan hasil pengujian peramalan yang memberikan akurasi sangat baik (nilai kesalahan minimum). JST memiliki kemampuan untuk mempelajari pola data penjualan berdasarkan data input yang diberikan dengan sangat baik, sehingga mampu memproyeksikan nilai peramalan yang mendekati pola yang aktual. JST juga memiliki sejumlah besar kelebihan dibandingkan dengan metode perhitungan lainnya. antara lain adalah kemampuan untuk memproses pengetahuan secara efisien karena melakukan sistem paralel sehingga waktu yang diperlukan untuk mengoperasikannya menjadi lebih singkat. Kemampuan metode JST untuk mengenali pola data dengan sangat efektif menyebabkan JST mampu melakukan perkiraan permintaan dengan akurat (nilai kesalahan yang sangat kecil). Hal inilah yang menjadi kelebihan metode ini dibandingkan metode prakiraan permintaan yang lainnya. Keterbatasan metode JST dalam perkiraan permintaan adalah tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk mendapatkan struktur jaringan dimana dalam aplikasinya membutuhkan waktu dan usaha yang besar dalam melakukan percobaan-percobaan dan running program berbasis software Mathlab dibandingkan metode heuristik lainnya. Model Fuzzy Multi Objective Linier Programming yang memanfaatkan kurva-s termodifikasi dalam penentuan angka fuzzy merupakan model keputusan PPIC yang cukup handal untuk meningkatkan fungsi PPIC pada industri pangan. Model ini merupakan model optimasi yang sudah mengakomodir kebutuhan industri pangan dengan memungkinkan perhitungan angka fuzzy serta fungsi tujuan yang sesuai. Untuk mengendalikan persediaan bahan baku, diusulkan penggunaan model Pengendalian Bahan Baku yang telah mempertimbangkan hasil pemeriksaan persediaan secara kontinu (Continuous Review System) dengan

164 130 output Stock Opname untuk item bahan baku kelas A dimana untuk PT NIC, kegiatan ini dilakukan setiap hari. Selain itu, model ini juga mempertimbangkan output jadwal induk produksi (MPS). Apabila terjadi gangguan internal sistem produksi, dapat diketahui apakah perlu dilakukan penyesuaian atas MRP yang telah dibuat. Sesuai dengan kebutuhan tahapan model Penentuan Urutan Job Produksi berdasarkan metode Genetic Algorithm, mula-mula akan dilakukan penentuan representasi dari permasalahan sesuai dengan kebutuhan model penjadwalan untuk kasus Flowshop berdasarkan metode Genetic Algorithm atau sering disingkat dengan GAFS. Dengan menggunakan data kasus di PT NIC,Tbk. terdapat 17 job yang akan diselesaikan pada 18 mesin/stasiun kerja di Lini 1 Roti Tawar. Tiap job akan dibuat representasi kromosom yang memiliki gen sesuai dengan nomor job, yaitu no job 1 sampai dengan 17. Kriteria yang digunakan sebagai fitness function adalah waktu penyelesaian job (makespan). Output hasil yang diinginkan adalah urutan job yang memberikan nilai makespan minimum. Proses penentuan urutan job produksi berdasarkan metode Algoritma Genetika ini dalam aktual perhitungan secara manual membutuhkan tahapan pengembangan populasi awal. Populasi awal akan mengalami proses pertukaran silang (cross over dan mutasi) yang akan dievaluasi berdasarkan nilai fitness function. Untuk mempertahankan kromosom dengan fitness function terbaik, dilakukan proses yang menggunakan pendekatan elitisme, dimana dilakukan pemilihan 2 kromosom dengan nilai makespan minimum untuk tiap populasi awal pada masing-masing populasi yang tidak akan mengalami proses seleksi kromosom dalam rangka operasional cross over maupun mutasi. Urutan pengerjaan job tersebut membutuhkan makespan yang lebih kecil dibandingkan urutan pengerjaan job sebelum dilakukan proses FSGA. Model Pengendalian Gangguan yang diintegrasikan dengan model PPIC pada SPK IPRADIPA ini menjadi kebaruan dalam penelitian disertasi ini. Dalam aplikasi model, untuk mendapatkan manfaat yang cukup besar dari sistem, pengguna sistem adalah manajer pabrik yang memahami permasalahan dan gangguan sistem produksi.

165 Analisis Rancangan SPK IPRADIPA Berdasarkan hasil pemodelan sistem, rancang bangun sistem pendukung keputusan (SPK) IPRADIPA dan implementasi sistem, diketahui bahwa hasil rancang bangun SPK IPRADIPA memiliki keunggulan dan keterbatasan sesuai dengan uraian berikut ini Keunggulan SPK IPRADIPA. 1. SPK PPIC Adaptif memiliki basis model yang cukup handal yang dapat meningkatkan performansi fungsi PPIC dalam hal sebagai berikut: a. Akurasi prakiraan permintaan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan/Artificial Neural Network (ditunjukkan dengan nilai Mean Square Error (MSE) yang jauh dibawah nilai MSE berdasarkan metode Dekomposisi atau metode Time Series. b. Perencanaan jumlah produksi yang optimum menggunakan metode Fuzzy Multi Objective Linier Programming dengan mempertimbangkan tujuan minimasi biaya produksi dan maksimasi utilisasi produksi serta fungsi pembatas sumberdaya produksi (bahan baku, jam kerja mesin, kebutuhan demand). Sub model PPIC ini dapat memasukkan input persediaan pengaman (% persediaan pengaman Produk Jadi) yang merupakan hasil perhitungan model Pengendalian Gangguan yang telah diintegrasikan pada SPK IPRADIPA. c. Penentuan waktu dan jumlah pemesanan yang sudah mempertimbangkan ukuran pemesanan bahan baku yang ekonomis berdasarkan metode EOQ sekaligus sudah mempertimbangkan nilai persediaan pengaman (% persediaan pengaman Bahan Baku) yang diperbaharui nilainya secara periodic berdasarkan kebutuhan dan kondisi perusahaan. d. Penentuan revisi waktu pemesanan berdasarkan pendekatan Continuous Review System sesuai untuk diterapkan pada kondisi sistem produksi dengan permintaan yang tidak pasti. Penentuan titik pemesanan kembali (ROP) telah menambahkan nilai persediaan pengaman ( % persediaan

166 132 pengaman Bahan Baku) yang diperbaharui nilainya secara periodik berdasarkan gangguan sistem produksi yang terjadi pada perusahaan. e. Penentuan urutan penjadwalan job berdasarkan metode Algoritma Genetika yang memberikan hasil mendekati optimal memberikan hasil urutan job dengan makespan yang jauh lebih kecil dari makespan urutan job tanpa optimasi penjadwalan. 2. SPK IPRADIPA memiliki basis data dan basis kasus yang dapat diubah atau ditambahkan sehingga meningkatkan fungsi PPIC dalam hal sebagai berikut : a. Penentuan aksi pengendalian gangguan membantu perusahaan dalam menentukan tindakan aksi yang harus dilakukan apabila terjadi gangguan didukung oleh kasus data yang tersimpan dan dapat ditemukan kembali sesuai dengan kata kunci gangguan yang terjadi. b. Pemberian rekomendasi kebijakan lanjutan pengendalian gangguan membantu perusahaan dalam menentukan apakah diperlukan tindakan follow up kebijakan pengendalian gangguan dilengkapi dengan informasi mengenai pihak yang akan melakukan kebijakan lanjutan apabila gangguan terusterjadi walaupun sudah dilakukan aksi sesuai usulan sistem. c. Model pengendalian gangguan diharapkan akan membantu perusahaan untuk meningkatkan performansi sistem produksinya sekaligus memberikan solusi untuk meminimasi penyimpangan (variansi) yang terjadi yang disebabkan karena adanya gangguan sistem produksi. 3. SPK IPRADIPA memiliki menu dialog yang dilengkapi dengan informasi mengenai prosedur yang membantu mengingatkan dan memudahkan pengguna untuk menjalankan SPK Keterbatasan SPK PPIC Adaptif. Hasil rancang bangun SPK IPRADIPA memiliki keterbatasan sebagai berikut.

167 SPK IPRADIPA adalah prototipe sistem yang dirancang berdasarkan kebutuhan sistem produksi pada industri roti dengan menggunakan data sampel sistem produksi pada PT NIC, Tbk. Apabila ada industri pangan lain yang ingin memanfaatkan dan menggunakan SPK IPRADIPA, harus dilakukan modifikasi dan penyesuaian-penyesuaian tanpa harus merubah rangka, basis model serta aliran data. Modifikasi atau penyesuaian yang harus dilakukan mengikuti kebutuhan perusahaan terkait. 2. Model Pengendalian Gangguan khususnya sub model Aksi Pengendalian Gangguan pada SPK IPRADIPA dibangun dengan menggunakan mekanisme protokol atau rule base yang belum memanfaatkan sistem pakar dalam penentuan deteksi gangguan sistem produksi. 3. Rancang bangun model PPIC dan model Pengendalian Gangguan pada SPK IPRADIPA belum mempertimbangkan permasalahan kualitas bahan baku dan umur simpan bahan baku secara lebih spesifik. Pengembangan lebih lanjut model PPIC dan model Pengendalian Gangguan yang telah mempertimbangkan permasalahan kualitas bahan baku dan umur simpan bahan baku akan memberikan nilai tambah yang berarti. 4. SPK IPRADIPA dibangun atas dukungan dua sistem aplikasi yang berbeda, yaitu MATLAB dan Excell Solver Visual Basic. Hal ini terpaksa dilakukan karena kebutuhan model yang terdapat pada SPK IPRADIPA tidak dapat dirancang bangun pada satu sistem aplikasi yang sama. Hal ini mengakibatkan adanyaperbedaan tampilan menu model antar hasil rancang bangun sistem aplikasi, walaupun sudah diusahakan untuk mengintegrasikan kedua sistem aplikasi tersebut untuk memudahkan pengguna sistem. 6.4 Pemanfaatan SPK IPRADIPA Untuk Industri Pangan Lainnya Berdasarkan studi pustaka, studi lapang dan observasi industri yang dilakukan, diketahui bahwa industri pangan khususnya industri makanan memiliki

168 134 karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan input bahan baku, proses produksi dan output produk jadi yang dihasilkan. Hal ini juga terkait dengan strategi perusahaan untuk merespon permintaan konsumen (antara lain strategi make to order, assembly to order atau make to stock) yang diadopsi. Faktor lainnya yang akan membedakan pemanfaatan SPK IPRADIPA adalah karakteristik bahan baku (umur simpan), karakteristik produk jadi( umur simpan) produk jadi, kebijakan perusahaan pangan, serta perjanjian kerjasama dengan pemasok (fleksibilitas). Sesuai dengan gambar 66 berikut, faktor-faktor ini akan membedakan pemanfaatan SPK IPRADIPA dalam hal : periode perencanaan, teknik lot sizing yang diterapkan, kriteria fungsi tujuan dan fungsi pembatas yang ditetapkan, kriteria performansi yang ingin dicapai serta tingkat pemanfaatan model PPIC. FAKTOR PEMBEDA 1.Karakteristik Bahan Baku : umur simpan 2. Karakteristik Produk Jadi : umur simpan 3. Strategi Merespon Permintaan Konsumen : make to stock, assembly to order, make to order 4. Kebijakan Perusahaan 5. Perjanjian kerjasama dengan pemasok : tingkat fleksibilitas PEMANFAATAN SPK IPRADIPA PERBEDAAN : 1. Periode perencanaan 2. Teknik Lot sizing 3. Fungsi tujuan dan fungsi pembatas model optimasi 4. Kriteria performansi 5. Pemanfaatan Model PPIC Gambar 66 Faktor pembeda dalam pemanfaatan SPK IPRADIPA. Perusahaan penghasil makanan umumnya menggunakan input bahan baku yang bersifat perishable juga output produk jadi makanan yang bersifat perishable. Seperti yang terjadi pada PT NIC, Tbk misalnya, varian bahan baku di PT NIC, Tbk memiliki umur simpan bahan baku yang juga bervariasi dari hari-an hingga bulan-an, sedangkan produk jadi-nya memiliki umur simpan dalam hitungan hari (maksimum 5 hari). Umur simpan produk jadi yang relataif singkat ini menyebabkan data yang digunakan untuk model-model pada fungsi PPIC dirancang dengan periode harian. Waktu perencanaan menjadi faktor pembeda dan pertimbangan dalam proses rancang bangun SPK IPRADIPA.

169 135 Untuk perusahaan pangan yang menghasilkan produk jadi dengan umur simpan pada kisaran minggu-an atau bulan-an atau bahkan tahun-an, model prakiraan permintaan dilakukan berdasarkan periode minggu-an atau bulan-an, output model prakiraan permintaan akan menjadi input dalam model penjadwalan induk produksi dalam periode minggu-an. Berikutnya output penjadwalan induk produksi berupa jumlah produksi optimum produk jadi menjadi input untuk model perencanaan persediaan bahan baku dan selanjutnya menjadi rencana pemesanan bahan baku ke pemasok. Pendekatan Continuous Review System tetap dimanfaatkan namun dengan periode review lebih panjang (misalnya minggu-an). Pemanfaatan model penentuan urutan job produksi dan penentuan rute pengiriman sesuai dengan kebutuhan produksi dan pengiriman. Model Pengendalian Gangguan dapat dimanfaatkan dengan periode rekapitulasi untuk penilaian gangguan dan perhitungan perubahan % persediaan pengaman yang juga lebih panjang (misalnya menjadi bulan-an). Strategi untuk merespon permintaan konsumen juga menjadi faktor yang membedakan pemanfaatan model-model PPIC pada SPK IPRADIPA. Industri pangan dengan strategi make to order dengan umur produk jadi jangka menengah ( minggu bulan) akan memanfaatkan model Prakiraan Permintaan berdasarkan riwayat penjualan untuk merencanakan kebutuhan bahan baku ke pemasok. Jadwal Induk Produksi tidak perlu memanfaatkan model optimasi Fuzzy Multi Objective Linier Programming karena perusahaan lebih memprioritaskan pemenuhan pesanan konsumen dengan menjadwalkan pesanan konsumen sesuai dengan kapasitas produksi yang tersedia. Perusahaan akan memaksimumkan kapasitas produksinyamempertimbangkan bahwa produk jadi memiliki umur simpan yang relatif cukup dan tidak mengganggu kualitas produk jadi dengan melakukan kebijakan penyimpanan produk jadi untuk mengantisipasi adanya lonjakan permintaan. Faktor strategi ini juga akan membedakan kriteria performansi dalam pemanfaatan model Penentuan Urutan Job Produksi (misalnya menjadi minimasi keterlambatan). Periode perencanaan relatif tidak terpengaruh oleh faktor penentuan strategi merespon permintaan konsumen yang berbeda. Selain faktor pembeda yang telah disebutkan di atas, hal-hal yang juga menjadi pertimbangan dalam modifikasi atau penyesuaian SPK IPRADIPA

170 136 adalah ketersediaan pemasok dan perjanjian kerjasama yang dilakukan dengan pemasok akan menentukan model Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku khususnya dalam penentuan metode lot sizing yang akan diterapkan. Kebijakan perusahaan dapat membedakan fungsi tujuan dan fungsi pembatas dalam model optimasi penjadwalan induk produksi serta kriteria performansi yang digunakan dalam penentuan urutan job produksi dan penentuan rute pengiriman.

171 137 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Industri pangan menghadapi persoalan produksi disebabkan karena karakteristik bahan baku yang perishable dan musiman. Kompleksitas masalah tersebut belum dapat diantisipasi dengan menggunakan model PPIC konvensional, sehingga dibutuhkan model keputusan yang lebih handal serta mampu mengintegrasikan pengendalian gangguan. Penelitian ini menghasilkan perangkat lunak Sistem Pendukung Keputusan (SPK) IPRADIPA yang mempunyai kapasitas mengintegrasikan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan dengan pengendalian gangguan sistem produksi yang terjadi pada industri pangan. SPK IPRADIPA terdiri dari Model PPIC Adaptif dan Model Pengendalian Gangguan. Model PPIC Adaptif terdiri dari 5 sub model, yaitu : Prakiraan Permintaan, Penentuan Jadwal Induk Produksi, Perencanaan Persediaan Bahan Baku, Pengendalian Persediaan Bahan Baku dan Penentuan Urutan Job/Lot Produksi. Model Pengendalian Gangguan terdiri dari 3 sub model, yaitu : Aksi Pengendalian Gangguan, Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan dan Toleransi Persediaan. Model PPIC Adaptif dikembangkan berdasarkan metode Jaringan Syaraf Tiruan, teknik optimasi dan Algoritma Genetika. Model ini merupakan model keputusan yang cerdas dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan model PPIC konvensional, karena memiliki kemampuan intelijen yang dapat meningkatkan performansi sistem produksi dalam hal meminimalkan kesalahan prakiraan permintaan, biaya produksi, biaya persediaan, waktu penyelesaian produksi, serta memaksimalkan utilisasi produksi. Model ini juga bersifat adaptif karena dapat memperbaharui nilai persediaan pengaman untuk bahan baku dan produk jadi yang menjadi data masukan dalam model keputusan PPIC. Sub model Prakiraan Permintaan melakukan prakiraan permintaan produk dengan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan. Sub model Penentuan Jadwal Induk Produksi menghasilkan optimasi jumlah produk yang diproduksi berdasarkan minimasi biaya produksi dan maksimasi utilisasi produksi dengan menggunakan metode Fuzzy Multi Objective Linear Programming. Sub model

172 138 Perencanaan Persediaan Bahan Baku menghasilkan rencana kebutuhan bahan baku dengan menggunakan metode Material Requirement Planning dan teknik penentuan ukuran lot EOQ. Sub model Pengendalian Persediaan Bahan Baku menghasilkan revisi pemesanan bahan baku dengan menggunakan pendekatan Continuous Review System Probabilistic. Sub model Penentuan Urutan Job/Lot Produksi menghasilkan urutan job produksi dengan menggunakan Algoritma Genetika. Model Pengendalian Gangguan menghasilkan rekomendasi aksi pengendalian gangguan dan kebijakan lanjutan pengendalian gangguan, serta dapat memperbaharui nilai persediaan pengaman bahan baku dan produk jadi. Sub model Aksi Pengendalian Gangguan menghasilkan rekomendasi aksi pengendalian gangguan dengan menggunakan mekanisme protokol atau rule base. Sub model Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan menghasilkan keputusan kebijakan lanjutan pengendalian gangguan menggunakan teknik klasifikasi dengan pendekatan Data Mining. Sub model Toleransi Persediaan menghasilkan nilai persediaan pengaman dengan menggunakan metode Rata-rata Gangguan. Toleransi persediaan untuk bahan baku dan produk jadi dihitung dari nilai pengaruh gangguan operasional dan variansi yang terjadi terhadap perubahan % persediaan pengaman bahan baku ataupun % persediaan pengaman produk jadi. 7.2 Saran Untuk meningkatkan keandalan SPK IPRADIPA disarankan hal-hal berikut : 1. Model PPIC Adaptif agar dapat diperluas pemanfaatannya untuk industri pangan lainnya dengan mempertimbangkan faktor-faktor pembeda sesuai dengan karakteristik bahan baku dan sistem produksi industri pangan terkait. 2. Model PPIC Adaptif dapat dikembangkan lebih lanjut oleh pihak pengembang Enterprise Resources Planning (ERP) untuk mengatasi kelemahan modul PPIC dalam menghadapi kondisi ketidakpastian. 3. Model Pengendalian Gangguan khususnya sub model Aksi Pengendalian Gangguan dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan sistem pakar dalam penentuan deteksi gangguan sistem produksi termasuk

173 139 gangguan sistem produksi dikaitkan dengan permasalahan kualitas bahan baku. 4. Model PPIC khususnya sub model Perencanaan Persediaan Bahan Baku dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan teknik penentuan ukuran lot persediaan EOQ yang sudah mempertimbangkan umur simpan bahan baku. 5. Untuk operasionalisasi, SPK Intelijen PPIC Adaptif perlu dilengkapi dengan Model Penentuan Rute Pengiriman Produk Jadi menggunakan metode Travelling Salesman Problem (TSP) berdasarkan Algoritma Genetika.

174 DAFTAR PUSTAKA Al-Dulaimi, Buthainah and Ali, Hamza A Enhanced Traveling Salesman Problem Solving by Genetic Algorithm Technique (TSPGA). World Academy of Science, Engineering and Technology:38. Austin, J.E Agroindustrial Project Analysis.Critical Design Factor. EDI Series in Economic Development. The Johns Hopkins University Press. Bahagia, Senator Nur Sistem Inventori. Bandung: Penerbit ITB. Baroto, Teguh Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Bedworth, David D. and Bailey, James E Integrated Production Control Systems : Management, Analysis, Design 2/E. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Bonney, Maurice Reflection On Production Planning And Control (PPC). Gestao & Producao 7 (3): Boukef, Hela, Benrejeb, Mohamed and Borne, Pierre, 2007, A Proposed Genetic Algorithm Coding for Flow-Shop Scheduling Problems, International Journal of Computers, Communications & Control II (2007) 3: Connor JM, Schiek WA Food Processing. An Industrial Power-house in Transition 2 nd Edition. USA: Wiley. Daihani, Dadan Umar Komputerisasi Pengambilan Keputsuan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Datta, Partha Priya A Complex System, Agent Based Model for Studying and Improving the Resilience of Production and Distribution Networks. [Disertasi]. Cranfield University : Cranfield School of Management. Davis, Gordon B., Alih Bahasa : Andreas S. Adiwardana Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Edmund, Prater A Framework for Understanding the Interaction of Uncertainty and Information Systems on Supply Chains. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management 35. 7/8 : Fogarty, Donald W., et al Production & Inventory Management. USA: South-Western Publishing Co.

175 142 Fransoo, Jan C A Typology of Production Control Situations in Process Industries. International Journal of Operations & Production Management, Vol. 14 No. 12 : Hejazi, S.Reza and S.Saghafian Flowshop-scheduling Problems with Makespan Criterion : A Review. International Journal of Production Research 43 (14): Hermawan, Arief Jaringan Saraf Tiruan, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: ANDI. Jain, Lakhmi C and ChTee Peng Lim Handbook on Decision Making Vol 1 : Techniques and Application. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Kadarsah, Suryadi, dan Ramdhani, Ali Sistem Pendukung Keputusan : Suatu Wacana Struktural Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kendall, Keneth E. and Kendall, Julie E System Analysis and Design, Third Edition. Prentice Hall International Inc: Australia. Kilic, Onur Alper Planning and Scheduling in Process Industries Considering Industry-Specific Characteristics. Thesis. Netherlands : University of Groningen. Koh, S.C.L., Jones, M.H., Saad, S.M., Arunachalam, S. and Gunasekaran, A Measuring uncertaintiesin MRP environment. Logistics Information Management: An International Journal, Vol. 13 No. 3 : Kim, C.O., et.al., Adaptive Inventory Control Models for Supply Chain Management. International Journal Advanced Manufacturing Technology 26 : Koh, S.C.L MRP-controlled Batch-manufacturing Environment under Uncertainty. Journal of The Operational Research Society Vol. 55 No. 3 : Koh, S.C.L., M, Simpson, and Y, Lin, Y Uncertainty and Contingency Plans in ERP-Controlled Manufacturing Environments. Journal of Enterprise Information Management 19. Â6 : Kusumadewi, Sri dan Purnomo, Hari Penyelesaian Masalah Optimasi dengan Teknik-teknik Heuristik. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu..

176 143 Krajewski, Lee J., Ritzman, Larry P Operations Management : Strategy and Analysis 6th Edition. USA. Pearson Education, Inc. Mabert, Vincent A The Early Road to Material Requirements Planning. Journal of Operations Management 25 : Makridakis, S., Wheelwright, Stevan C. & McGee, Victor E Forecasting Methods and Application, 2 nd Edition, USA: John Wiley & Sons. Mansyur, Mohamad Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2000 di PT Indofood Sukses Makmur, Tbk Bogasari Flour Mills Jakarta. [Laporan Kegiatan Praktek Lapang]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Marie, Iveline Anne, Andini, Annisa Ayu and Amran, Tiena G Raw Material Inventory Control In Agroindustry : Case Study At PT X.. 4 th International Seminar On Industrial Engineering And Management Proceeding 4 : Marimin, Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Penerbit PT Grasindo. Marimin Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press. McLeod, Raymond Jr Sistem Informasi Manajemen. Jilid 1 dan 2. Alih Bahasa Hendra Teguh,SE,Ak. Jakarta: PT. Prenhallindo.. Mula, J., et.al Models for Production Planning Under Uncertainty : A Review. Int. J. Production Economics 103: Narasimhan. Seetharama L.,et. al Producion Planning and Inventory Conrol, Second Edition. USA: Prentice Hall International Inc. Nazir, Moh Metode Penelitian. Jakarta.: Ghalia Indonesia. Nieuwenhuyse, I.Van, et.al., Advanced Resources Planning as Decision Support Module to ERP. Department of Decision Sciences and Information Management. KBI Philip, Adewole A Genetic Algorithm for Solving Travelling Salesman Problem. International Journal of Advanced Computer Science and Applications 2 (1):26 Pieter van Donk, Dirk Make To Stock or Make To Order:The Decoupling Point in the Food Processing Industries. Int. J. Production Economics 69 :

177 144 Rajkumar, R dan Shahbudeen, P An Improved Genetic Algorithm for the Flowshop Scheduling Problem. International Journal of Production Research 47(1): Sekarasih, Dewi Strategi Peningkatan Kualitas Produk Sari Roti di PT. Nippon Indosari Corpindo Tahun Dengan Pendekatan TOC Thinking Process [Tesis]. Jakarta: Program Wijawiyata Manajemen LVII, Sekolah Tinggi Manajemen PPM. Shang, Guoqiang, et. al Forecasting with Artifical Neural Networks : the State of the art. International Journal of Forecasting 14: Sheikh, Khalid Manufacturing Resource Planning (MRP II) With Introduction To ERP, SCM and CRM. USA: McGraw Hill. Siang, Jong Jek Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemogramannya Menggunakan MATLAB. Yogyakarta: ANDI. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sterman, John D Business Dynamics : Systems Thinking and Modelling for a Complex World. USA: Mc Graw Hill. Suyanto Algoritma Genetika dalam Matlab. Yogyakarta: ANDI. Tan, Pang-Ning, Steinbach, Michael dan Kumar, Vipin Introduction to Data Mining. USA: Pearson Education, Inc. Tersine, R.J Principles of Inventory and Materials Management 4 th ed. USA: Prentice Hall Inc. Turban, Efraim Sistem Pendukung Keputusan dan Sistem Cerdas. Primaningrum Siska, penerjemah. Yogyakarta: ANDI. Terjemahan dari: Decision Support Systems and Intelligent Systems 7 th. Vasant, Pandian M Application of Multi Objective Fuzzy Linear Programming in Supply Production Planning Problem. Jurnal Teknologi 40: Vasant, Pandian M., et.al Fuzzy Linear Programming Using Modified Logistic Membership Function. Journal of Engineering and Applied Sciences 5(3): Vollmann, T.E., Berry, W.L. and Whybark, D.C Manufacturing Planning and Control Systems, 3rd ed., Irwin, Boston, MA.

178 145 Wazed, M.A, Ahmed, S and Nukman, Y A Review of Manufacturing Resources Planning Models Under Different Uncertainties : State-ofthe-art and Future Directions. South African Journal of Industrial Engineering Vol 21(1): Whitten, L. Jeffrey, Bentley, Lonnie D. dan Dittman, Kevin C System Analysis and Design Methods 6 th ed. New York: Mc Graw Hill. Witten, H. Ian dan Frank, Eibe Data Mining: Practical Machine Learning Tools and Techniques with Java Implementations. USA: Academic Press. Xie, Jinxing, et.al Freezing The Master Production Schedule Under Single Resource Constraint and Demand Uncertainty. International Journal of Production Economics 83: Zhao, Xiande, et.al The Impact of Forecasting Model Selection On The Value of Information Sharing in A Supply Chain. European Journal of Operational Research: Zhang, G. Peter dan Min Qi Neural Network Forecasting for Seasonal and Trend Time Series. European Journal of Operational Research 160:

179 LAMPIRAN 1 Data Proses Bisnis dan Proses Produksi PT NIC, Tbk. Industri Roti Gambaran mengenai industri roti akan dijelaskan berupa ilustrasi mengenai perusahaan, produk yang dihasilkan, proses bisnis dan proses produksi pada PT Nippon Indosari Corpindo (PT NIC. Tbk) yang akan menjadi basis perusahaan dimana rancangan sistem dan model akan dibangun. Berikut ini adalah contoh produk roti yang diproduksi pada PT NIC. Tbk.\ Keterangan gambar : Gambar 67 Produk roti trawar Sari Roti.. Berat Bersih : 370 gr Komposisi : Tepung terigu, air, gula pasir, lemak reroti, ragi, garam, susu bubuk, pengemulsi nabati, pengawet kalsium proponat Gambar 68 Produk roti isi coklat Sari Roti.

180 146 Keterangan gambar : Berat Bersih : 72 gr Komposisi : Tepung terigu, pasta coklat, air, gula pasir, margarin, telur, ragi, susu bubuk, pengganti minyak mentega, garam, pengemulsi nabati. Proses bisnis di PT Nippon Indosari Corpindo (PT NIC) diawali dari diterimanya data pesanan produk (Order To Factory/OTF) oleh Departemen Sales and Marketing. Data tersebut kemudian dikirimkan ke Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC) dan Departemen Finish Good (FG). Data yang diterima oleh Departemen PPIC mencakup nama item produk, jumlah pesanan per item produk, dan kantor penjualan (sales office) atau saluran distribusi (distribution channel) yang dituju. Sedangkan Departemen FG akan menerima data OTF tersebut dalam bentuk dokumen untuk masing-masing sales office. Dokumen ini dikenal dengan istilah Delivery Note (DN). DN bermanfaat untuk memudahkan operator di Departmen FG dalam melakukan proses picking yaitu proses pengelompokan produk sesuai pesanan masing-masing sales office. Proses ini dilakukan kurang lebih 2 jam sebelum pengiriman produk. Selain itu, DN juga digunakan sebagai media komunikasi sekaligus alat untuk memeriksa kesesuaian antara produk yang dikirimkan oleh PT NIC dengan permintaan pelanggan. Selanjutnya, planner di Departemen PPIC mengelompokan pesananpesanan untuk sales office dengan On Time Picking (OTP) yang sama, sehingga didapatkan akumulasi jumlah pesanan yang harus dipenuhi oleh bagian produksi per OTP, yaitu jam 02.00, jam 04.00, jam 09.00, jam dan jam Data itulah yang merupakan jadwal produksi. Jadwal produksi tersebut selanjutnya dikirimkan ke Departemen Produksi yaitu ke Administrasi Produksi dan checker di Bagian Pengemasan (Packing). Administrator Produksi menggunakan jadwal produksi tersebut untuk menentukan jadwal kerja di Bagian Pencampuran (Mixing), sedangkan checker menggunakan data tersebut untuk memeriksa apakah produk yang telah dihasilkan oleh Departemen Produksi telah memenuhi pesanan per OTP. Selain menghasilkan jadwal produksi, Departemen PPIC juga membuat perencanaan terhadap material yang dibutuhkan untuk memenuhi produksi,

181 147 Departemen PPIC juga membuat perencanaan terhadap material yang dibutuhkan untuk memenuhi produksi atau yang dikenal dengan Material Requirement Planning (MRP). Berdasarkan perhitungan MRP tersebut, planner PPIC mengeluarkan dokumen yang memuat jenis-jenis material dan banyaknya material yang dibutuhkan untuk memenuhi OTF, total pesanan per-item produk dan ukuran batch yang akan digunakan untuk memenuhi pesanan tersebut beserta jumlah total batch yang dibutuhkan. Dokumen tersebut dikirimkan ke bagian Raw Material (RM) dan Departemen Produksi. Bagian RM akan menggunakan data tersebut guna mempersiapkan material yang sesuai dengan kebutuhan produksi, sedangkan Departemen Produksi menggunakan data tersebut untuk menentukan ukuran batch yang akan dipakai dalam proses produksi. Setelah menerima jadwal produksi dan data mengenai jumlah dan ukuran batch yang akan digunakan, maka administrator produksi mulai menyusun jadwal kerja untuk work center mixing. Jadwal kerja dibuat dengan metode backwarding, yaitu dibuat berdasarkan perhitungan mundur terhadap waktu pengiriman yang harus dipenuhi di masa yang akan datang. Dalam jadwal produksi tersebut, ditentukan pula urutan produk yang akan diproduksi. Urutan produk dibuat dengan mengutamakan produk-produk yang harus dipenuhi pada pengiriman paling awal dengan memperhitungkan lamanya proses persiapan dan pembersihan setiap kali ada pergantian adonan dan ketersediaan jumlah pekerja di masingmasing work center. Selanjutnya proses produksi dimulai sesuai dengan jadwal kerja yang telah disusun oleh administrator produksi. Penjelasan mengenai proses produksi (sebagai contoh akan digunakan penjelasan pembuatan roti tawar).

182 148 Penerimaan Pesanan dari Pelanggan Departemen Sales and Marketing Penerimaan Data Order To Factory (OTF) Pembuatan Jadwal Produksi berdasarkan On Time Picking (OTP) Perhitungan Material Requirement Planning (MRP) berdasarkan OTF Departemen Production Planning and Inventory Control Pembuatan Jadwal Produksi Proses Produksi Pemeriksaan & Perhitungan Jumlah Produk Akhir Ya Departemen Production Memenuhi OTF? Tidak Bahan Baku Mencukupi? Tidak Ya Penyerahan Produk Jadi ke Finish Food Warehouse (FGW) Penerimaan Produk Jadi Penerimaan Dokumen OTF Picking Pengiriman Produk ke Pelanggan Departemen Finish Good Warehouse (FGW) Penarikan Return Gambar 69 Proses bisnis perusahaan penghasil roti.

183 149 Gambar 70 Lantai produksi di PT NIC, Tbk, Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, salah satu faktor yang sangat berperan adalah pemilihan bahan baku. Bahan baku yang berkualitas akan memberikan hasil dengan kualitas yang cukup baik. Dalam proses pembuatan roti, bahan baku dipilih melalui proses seleksi yang ketat sesuai standar yang telah ditetapkan di internal perusahaan. Bahan baku yang terpilih harus memenuhi syarat dapat memberikan hasil berupa roti yang berkualitas, baik dari segi penampakan, tekstur, aroma, hingga rasa. Selain itu, bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan halal agar dapat menjamin status kehalalan roti yang dihasilkan. Bahan baku yang dikirim oleh supplier (pemasok) diperiksa terlebih dahulu melalui proses yang cukup ketat, dengan tujuan agar pemasok yang telah terpilih dapat menjaga konsistensi kualitas dari bahan baku yang diterima. Bahan baku yang diterima selanjutnya disimpan di gudang bahan baku sesuai dengan persyaratan standar penyimpanan masing-masing bahan. Pada saat proses pembuatan roti akan dimulai, bahan baku ditimbang sesuai dengan standar formulasi yang telah ditetapkan. Operator yang bertugas harus memastikan bahwa masing-masing bahan baku yang digunakan telah ditimbang dengan benar agar dapat menjaga konsistensi kualitas roti yang dihasilkan. Berikut dijelaskan mengenai proses kerja pembuatan roti di setiap bagian :

184 Proses Kerja di Work Center Mixing. Proses pencampuran (mixing) adalah proses paling awal dalam pembuatan roti, dimana semua bahan baku yang akan digunakan dicampur dan diaduk menjadi satu sehingga semua unsur bahan tercampur rata. Pada proses mixing, semua adonan diproses secara batch sehingga proses berlangsung secara lebih efisien. a. Tahap Pencampuran I (Sponge Mixing) Pada proses sponge mixing, bahan yang dicampur adalah adonan utama seperti tepung, gula, air, ragi dan bread improver. Adonan hasil sponge mixing kemudian ditempatkan dalam dough box untuk dimasukkan ke Ruang Fermentasi I. b. Tahap Fermentasi Awal Adonan difermentasi pada suhu 27ºC ± 0.5ºC dengan tingkat kelembaban 75% selama kurun waktu kurang lebih 4 jam. Proses fermentasi ini bertujuan untuk mengembangkan adonan sehingga mencapai volume yang diinginkan. c. Tahap Pencampuran II (Dough Mixing) Pada proses dough mixing, adonan hasil pencampuran pertama dicampur dengan beberapa bahan tambahan untuk adonan tersebut. Setelah itu adonan diaduk hingga beberapa kali pengadukan sampai semua bahan tercampur rata. Jenis adonan yang dihasilkan dari proses ini adalah adonan yang kalis (tidak lengket). Proses setup di mesin ini juga sama seperti proses setup di sponge mixing. Proses setup dilakukan dengan mengatur tombol untuk menentukan banyaknya tepung terigu dan jumlah air yang dibutuhkan dari silo serta mengatur lamanya proses pencampuran untuk low speed dan high speed. d. Tahap Pengistirahatan Adonan (Floor Time) Tahapan ini dilakukan setelah adonan melalui proses dough mixing, dimana adonan diistirahatkan selama 15 menit dalam ruangan fermentasi awal guna menghasilkan adonan yang lebih halus.

185 Proses Kerja di Work Center Make Up. Proses di work center make up meliputi : pembagian adonan (dividing), pembulatan adonan (rounding), pengistirahatan adonan (intermediate proofing), pembentukan (moulding) adonan, peletakan adonan ke dalam loyang (panning) dan penyusunan loyang ke dalam rak (racking). a. Tahap Pembagian Adonan (Dividing) Adonan yang telah dihasilkan dari proses pencampuran, selanjutnya dimasukkan ke dalam divider yang berfungsi membagi adonan sesuai dengan berat adonan per potong (piece) untuk masing-masing jenis roti yang diproduksi. Dengan menggunakan alat ini, setiap potong adonan yang dihasilkan memiliki berat yang sama. Untuk memulai proses ini, operator harus terlebih dahulu memasukkan adonan ke dalam dough lift dan mensetup berat adonan per piece serta kecepatan divider per menit. Hal ini dikarenakan berat adonan per piece dan kecepatan divider untuk masing-masing jenis adonan berbeda. b. Tahap Pembulatan Adonan (Rounding) Setelah adonan dipotong-potong, maka selanjutnya potonganpotongan tersebut dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil dengan menggunakan rounder. Tujuannya yaitu agar pada adonan terbentuk lapisan tipis yang tidak lengket dan mudah dibentuk. c. Tahap Pengistirahatan Adonan (Intermediate Proofing) Proses ini dilakukan untuk menstabilkan adonan agar dapat dibentuk dengan mudah pada proses selanjutnya. Tujuannya adalah untuk menghilangkan gelembung yang disebabkan proses pembulatan pada adonan. Proses intermediate proofing dilakukan selama menit. d. Tahap Pembentukan Lembaran Adonan (Pressing & Sheeting) Adonan selanjutnya melalui mesin press agar dihasilkan lembaran adonan yang pipih. Proses ini bertujuan agar distribusi gas merata sehingga roti yang dihasilkan memiliki crumb yang seragam.

186 152 e. Tahap Pembentukan Adonan (Moulding) Pada tahap ini, adonan dibentuk sesuai dengan bentuk produk akhir yang telah distandarkan dengan menggunakan dough moulder. f. Tahap Pengolesan Loyang (Greasing) Loyang yang telah selesai digunakan untuk proses pemanggangan selanjutnya dikumpulkan dan ditumpuk menjadi satu lalu didinginkan. Bila telah dingin, loyang tersebut akan kembali digunakan dalam proses produksi dengan terlebih dahulu mengolesinya dengan lemak putih (white fat). Tujuannya yaitu agar adonan tidak lengket dan memudahkan pada saat roti dikeluarkan dari loyangnya. Kondisi loyang yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap bentuk dan kualitas produk yang dihasilkan. g. Tahap Peletakan Adonan ke Dalam Loyang (Panning) Adonan yang telah dibentuk kemudian dimasukkan ke dalam loyang yang telah disemprot atau diolesi lemak cair oleh operator greasing. Cara menempatkan adonan yaitu membentuk pola menyerupai huruf N agar roti yang dihasilkan memiliki bentuk akhir yang bagus. h. Tahap Penyusunan Loyang ke Rak (Racking) Setelah berisi adonan, loyang disusun ke dalam rak untuk dimasukkan ke Ruang Fermentasi II dan mengalami proses fermentasi akhir. 3. Proses Kerja di Work Center Baking. Proses kerja di work center baking meliputi : tahap fermentasi akhir (Final Proofing), pemanggangan (Baking) dan pengeluaran roti dari loyang (Depanning). a. Tahap Fermentasi Akhir (Final Proofing) Adonan yang telah selesai disusun ke dalam rak akan dimasukkan ke dalam Ruang Fermentasi II (Final Proofing). Ruang Fermentasi ini bersuhu 38ºC dengan tingkat kelembaban 82%. Tujuan dari proses ini yaitu untuk mengembangkan adonan sehingga mencapai volume yang diinginkan. Kecepatan pengembangan adonan sendiri

187 153 sangat ditentukan oleh 2 hal, yaitu kestabilan tingkat suhu dan kelembaban di Ruang Fermentasi, serta kualitas adonan itu sendiri. b. Tahap Pemanggangan (Baking) Proses pemanggangan adonan roti tawar dilakukan dengan menggunakan tunnel oven dan tray oven. Sebelum proses pemanggangan roti dimulai, operator harus terlebih dahulu mensetup oven sesuai dengan suhu yang telah ditetapkan dalam SOP untuk produk yang akan diproses. c. Tahap Pengeluaran Roti dari Loyang (Depanning) Adonan yang telah keluar dari oven berarti telah matang. Roti tersebut kemudian dikeluarkan lagi dari loyangnya dengan menggunakan alat yang disebut depanner. Setelah itu, roti diletakkan di atas cooling conveyor guna mengalami proses pendinginan. Loyang yang telah digunakan untuk memanggang roti kemudian dikumpulkan dan ditumpuk menajdi satu untuk selanjutnya diambil oleh operator make up. 4. Proses Kerja di Work Center Packing. a. Tahap Pendinginan Roti (Cooling) Roti yang telah dikeluarkan dari oven langsung mengalami proses pendinginan di atas ban berjalan (conveyor). b. Tahap Pengemasan (Packing) Proses pengemasan dilakukan setelah roti mencapai suhu yang lebih rendah akibat proses pendinginan, yaitu 33ºC - 37 ºC. Proses pertama yang dialami roti adalah pemotongan roti (slicing). Pada tahap ini, kedua pangkal roti dibuang, kemudian badan roti dipotong menjadi 30 pieces dengan menggunakan band slicer. Setelah itu, potongan-potongan roti dibagi menjadi 3 bagian (satu cetakan roti menghasilkan 3 pack roti tawar) dengan menggunakan loaf separator. Selanjutnya loaf pusher pada mesin secara otomatis akan mendorong roti masuk ke dalam pembungkus plastik (etiket) yang telah disediakan. Pada mesin juga terdapat blower yang berfungsi memberi angin pada etiket sehingga bentuk roti dalam

188 154 kemasan tetap terjaga dan tidak mudah rusak selama proses distribusi. Kemasan lalu ditutup dengan menggunakan heat sealer dan diberi segel berupa kwik lok. Warna kwik lok bervariasi disesuaikan dengan waktu (hari) dimana roti diproduksi. Selain itu, kwik lok juga dicantumkan tanggal kadaluarsa produk sehingga konsumen mengetahui batas waktu yang baik dalam mengkonsumsi produk tersebut. Pada proses pengemasan roti, berlangsung pula kegiatan pemeriksaan (inspeksi) terhadap kualitas produk. Produk-produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh Departemen PDQA akan dipisahkan dari produk-produk yang memenuhi standar kualitas. Produk yang telah dikemas selanjutnya melewati metal detector untuk mencegah terkirimnya roti yang tercemar logam kepada konsumen. Hal ini bertujuan agar roti yang akan dijual kepada konsumen bebas dari kontaminasi fisik dan tidak membahayakan konsumen. Proses metal detecting ini juga merupakan salah satu bagian implementasi sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) pada proses pembuatan roti. Roti yang terdeteksi mengandung logam akan dipisahkan dan dicatat dalam lembar periksa QC. Setelah itu, roti yang telah siap kirim disusun ke dalam krat kuning untuk diserahterimakan kepada operator di Departemen FG. Selanjutnya, dilakukan proses picking lalu didistribusikan kepada pelanggan. 5. Distribusi Proses pendistribusian produk roti berlangsung selama 24 jam. Dan untuk menjamin bahwa produk yang sampai kepada konsumen adalah produk yang fresh, roti dibuat setiap hari, sehingga setelah roti selesai diproduksi, roti akan segera dikirimkan kepada konsumen, baik melalui jalur traditional market maupun modern market

189 Gambar 71 Lini produksi pengemasan roti tawar. 155

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pangan menjadi salah satu industri terbesar di Indonesia dalam hal jumlah perusahaan dan nilai tambah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan

Lebih terperinci

5 RANCANG BANGUN SISTEM

5 RANCANG BANGUN SISTEM 85 5 RANCANG BANGUN SISTE Pada bab ini akan diuraikan rancang bangun Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif pada industri pangan yang untuk pembahasan berikutnya akan diberi nama S IPRADIPA.

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI. Gambar 32 Tampilan halaman utama SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan (IPRADIPA).

6 IMPLEMENTASI. Gambar 32 Tampilan halaman utama SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan (IPRADIPA). 6 IMPLEMENTASI 6.1 Implementasi SPK PPIC Adaptif Pada bab implementasi ini akan dilakukan pembahasan implementasi hasil rancang bangun SPK PPIC Adaptif (SPK IPRADIPA) dengan menggunakan data sistem produksi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran 1 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ketidakpastian yang mempengaruhi proses produksi seperti yang telah diutarakan oleh Mula. et al. (2006) merupakan bentuk gangguan sistem produksi yang harus

Lebih terperinci

4 PEMODELAN SISTEM 4.1 Analisis Kebutuhan

4 PEMODELAN SISTEM 4.1 Analisis Kebutuhan 39 4 PEMODELAN SISTEM 4.1 Analisis Kebutuhan Tahapan analisis kebutuhan dilakukan untuk mendukung proses identifikasi permasalahan yang terjadi pada sistem produksi industri pangan terkait dengan kelemahan

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara

Universitas Bina Nusantara Universitas Bina Nusantara Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2005/2006 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Memenuhi Kebutuhan Bahan Baku Produksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini, perkembangan bisnis dalam dunia industri mengalami pertumbuhan dengan pesat di Indonesia. Berbagai macam industri sudah banyak menunjukkan

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2. Manajemen Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan untuk

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Persediaan di sepanjang supply chain memiliki implikasi yang besar

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 126 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah 127 1 PENGUMPULAN DATA - Data spesifikasi produk - Data bahan baku - Data jumlah mesin

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) PENDAHULUAN Dimulai dari 25 s.d 30 tahun yang lalu di mana diperkenalkan mekanisme untuk menghitung material yang dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak. Konsep

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Ganda Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2005/2006 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengendalian bahan baku kayu di perusahaan manufaktur Sagitria Collection yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara

Universitas Bina Nusantara Universitas Bina Nusantara Program Ganda Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2005/2006 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Optimalisasi Produksi dan

Lebih terperinci

DENIA FADILA RUSMAN

DENIA FADILA RUSMAN Sidang Tugas Akhir INVENTORY CONTROL SYSTEM UNTUK MENENTUKAN ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT BAHAN BAKU POKOK TRANSFORMER MENGGUNAKAN METODE FUZZY (STUDI KASUS : PT BAMBANG DJAJA SURABAYA) DENIA FADILA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Keberadaan persediaan dalam suatu unit usaha perlu diatur sedemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Manajemen Persediaan Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot Dinar Nur Affini, SE., MM. Program Studi Manajemen Perencanaan Kebutuhan Material Perencanaan Kebutuhan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan. Sekarang komputer bukan

Bab 1 PENDAHULUAN. keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan. Sekarang komputer bukan Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi khususnya teknologi informasi berbasis komputer dewasa ini dirasa sangat pesat dan hal ini berpengruh terhadap aspek pekerjaan.

Lebih terperinci

PERENCANAAN AKTIVITAS DISTRIBUSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE DRP (DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING) UNTUK EFISIENSI BIAYA DISTRIBUSI TUGAS SARJANA

PERENCANAAN AKTIVITAS DISTRIBUSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE DRP (DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING) UNTUK EFISIENSI BIAYA DISTRIBUSI TUGAS SARJANA PERENCANAAN AKTIVITAS DISTRIBUSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE DRP (DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING) UNTUK EFISIENSI BIAYA DISTRIBUSI TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 3 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Studi Ganda Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2006/2007 Analisa dan Perancangan Sistem Informasi Perencanaan Produksi Agregat

Lebih terperinci

ANALISIS PENJADWALAN BAHAN BAKU KEMASAN CUP ICE CREAM PT. CAMPINA ICE CREAM INDUSTRY SURABAYA MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY

ANALISIS PENJADWALAN BAHAN BAKU KEMASAN CUP ICE CREAM PT. CAMPINA ICE CREAM INDUSTRY SURABAYA MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY TUGAS AKHIR ANALISIS PENJADWALAN BAHAN BAKU KEMASAN CUP ICE CREAM PT. CAMPINA ICE CREAM INDUSTRY SURABAYA MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirement Planning (MRP) Menurut Gaspersz (2005:177) Perencanaan kebutuhan material (material requirement planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah perusahaan manufaktur di Indonesia semakin bertambah. Pada tahun 2013 tercatat ada 349 perusahaan industri manufaktur baru yang terdaftar, sehingga totalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Di dalam melakukan suatu kegiatan dan analisis usaha atau produksi bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Skripsi Sarjana Jurusan Teknik Industri Semester Ganjil 2005/2006 ANALISIS USULAN PENERAPAN MANUFACTURING REQUIREMENT PLANNING (MRP II) DI PT. HARAPAN WIDYATAMA PERTIWI ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) Peramalan merupakan upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan digunakan untuk melihat atau memperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Untuk melakukan pemecahan masalah yang berkaitan dengan perencanaan bahan baku di PT. Mitra Manis Sentosa, maka dibawah

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Langkah-langkah dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam membuat sistem untuk menghasilkan suatu perencanaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan BAB V ANALISA HASIL Bab ini berisikan mengenai analisa hasil dari pengolahan data dalam perhitungan MRP Dolly pada satu tahun yang akan datang yang telah dibahas pada bab sebelumnya. 5.1 Analisa Peramalan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat) 102 BAB V ANALISA HASIL 5.1 Peramalan Metode peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah proyeksi trend yang terdiri dari linier trend model, quadratic trend model, exponential growth curve trend

Lebih terperinci

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 Exponential Smoothing w/ Trend and Seasonality Pemulusan level/keseluruhan Pemulusan Trend Pemulusan Seasonal Peramalan periode t : Contoh: Data kuartal untuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Studi Ganda Manjemen Teknik Industri Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Genap 2006/2007 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN ALTERNATIF STRATEGI

Lebih terperinci

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi...

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi... ABSTRAK Perusahaan Biskuit X merupakan perusahaan swasta yang berdiri pada tahun 1995 dan memproduksi biskuit marie yang dipasarkan ke beberapa kota di Pulau Jawa. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin BAB V ANALISA HASIL Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data-data yang dikumpulkan untuk pembuatan Perencanaan Kebutuhan Material (MRP). Kemudian dalam bab ini berisikan analisa berdasarkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SUSU UHT (Ultra High Temperature) PADA PT. INDOLAKTO - SUKABUMI

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SUSU UHT (Ultra High Temperature) PADA PT. INDOLAKTO - SUKABUMI PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SUSU UHT (Ultra High Temperature) PADA PT. INDOLAKTO - SUKABUMI Oleh : M I A W I D H I A S T U T I A14102009 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Pada bab ini berisikan tentang analisa hasil dari pengolahan data dalam perhitungan Forecasting dan MRP tepung terigu untuk 12 bulan yang

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Skripsi Strata 1 Semester Ganjil 2005/ 2006

Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Skripsi Strata 1 Semester Ganjil 2005/ 2006 Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Skripsi Strata 1 Semester Ganjil 2005/ 2006 USULAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DALAM MEMINIMALKAN BIAYA DAN MENGOPTIMASIKAN PERSEDIAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Nastiti (UMM:2001) judul: penerapan MRP pada perusahaan tenun Pelangi lawang. Pendekatan yang digunakan untuk pengolahan data yaitu membuat Jadwal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Pada setiap perusahaan, baik perusahaan kecil, perusahaan menengah maupun perusahaan besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N K E L O M P O K S O Y A : A H M A D M U K T I A L M A N S U R B A T A R A M A N U R U N G I K A N O V I I N D R I A T I I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N S A L I S U B A K T I T R I W U L A N D

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sering kali penelitian dengan kasus yang sama menggunakan metode yang sama dilakukan tidak hanya satu kali, baik oleh peneliti yang berbeda maupun dilakukan oleh peneliti

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN DISTRIBUSI DENGAN METODE DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING (DRP) PADA PT. SABAS INDONESIA TUGAS SARJANA

PERENCANAAN KEBUTUHAN DISTRIBUSI DENGAN METODE DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING (DRP) PADA PT. SABAS INDONESIA TUGAS SARJANA PERENCANAAN KEBUTUHAN DISTRIBUSI DENGAN METODE DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING (DRP) PADA PT. SABAS INDONESIA TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang memiliki. penyimpangan atau kesalahan dari keadaan aslinya.

BAB V ANALISA HASIL. yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang memiliki. penyimpangan atau kesalahan dari keadaan aslinya. BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Hasil Peramalan Permintaan Pada umumnya setiap metode peramalan hanya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang memiliki penyimpangan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Production Planning & Inventory Control (PPIC)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Production Planning & Inventory Control (PPIC) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Production Planning & Inventory Control (PPIC) Production Planning and Inventory Control (umumnya disingkat dengan PPIC) adalah bagian dari kegiatan manajemen produksi dan persediaan.

Lebih terperinci

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING 5.1. Pengertian Material Requirements Planning (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders

Lebih terperinci

3 BAB III LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI 3 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Bahan Baku Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah Metodologi yang dipakai dalam pemecahan masalah merupakan penerapan dari metode perbaikan proses berkesinambungan (Continuous Prosess Improvement)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirements Planning 2.1.1 Definisi MRP MRP adalah dasar komputer mengenai perencanaan produksi dan inventory control. MRP juga dikenal sebagai tahapan waktu perencanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT Klip Plastik Indonesia sejak dari Agustus-Desember 2015, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di PT Klip Plastik

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi semakin sulit untuk diperkirakan. Selama ini, manajer PT. Focus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam penyusunan tugas akhir ini dibutuhkan beberapa landasan teori sebagai acuan dalam penyusunannya. Landasan teori yang dibutuhkan antara lain teori tentang Sistem Informasi, teori

Lebih terperinci

Aplikasi Perhitungan Jumlah Pesanan Produksi dan Frekuensi Produksi per Tahun dengan Metode Economic Production Quantity

Aplikasi Perhitungan Jumlah Pesanan Produksi dan Frekuensi Produksi per Tahun dengan Metode Economic Production Quantity ISSN : 2442-5826 e-proceeding of Applied Science : Vol.2, No.2 Agustus 2016 Page 661 Aplikasi Perhitungan Jumlah Pesanan Produksi dan Frekuensi Produksi per Tahun dengan Metode Economic Production Quantity

Lebih terperinci

PENGENALAN WINQSB I KOMANG SUGIARTHA

PENGENALAN WINQSB I KOMANG SUGIARTHA PENGENALAN WINQSB I KOMANG SUGIARTHA PENGENALAN WINQSB Software QSB (Quantity System for business) atau umumnya juga dikenal dengan nama WINQSB (QSB yang berjalan pada sistem operasi Windows) merupakan

Lebih terperinci

Aplikasi Perhitungan Jumlah Pesanan Produksi dan Frekuensi Produksi per Tahun dengan Metode Economic Production Quantity

Aplikasi Perhitungan Jumlah Pesanan Produksi dan Frekuensi Produksi per Tahun dengan Metode Economic Production Quantity Aplikasi Perhitungan Jumlah Pesanan Produksi dan Frekuensi Produksi per Tahun dengan Metode Economic Production Quantity Production Order and Production Frequency Calculation Using Economic Production

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.1. Persediaan Persediaan merupakan salah satu pos modal dalam perusahaan yang melibatkan investasi yang besar. Kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan atau tidak efisien,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Pengendalian Stock Cutting Tool Dengan Metode Material Requirement Planning (MRP) Di Workshop United Can Company

TUGAS AKHIR. Pengendalian Stock Cutting Tool Dengan Metode Material Requirement Planning (MRP) Di Workshop United Can Company TUGAS AKHIR Pengendalian Stock Cutting Tool Dengan Metode Material Requirement Planning (MRP) Di Workshop United Can Company Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Kerangka Pikir Pemecahan Masalah Adapun kerangka pemikiran pemecahan masalah dalam bentuk diagram, adalah sebagai berikut: Gambar 3.1 Flow Diagram Kerangka Pikir Pemecahan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG Suriadi AS, Ulil Hamida, N. Anna Irvani STMI Jakarta, Kementerian Perindustrian RI ABSTRAK Permasalahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang ini persaingan di dunia bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang ini persaingan di dunia bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang ini persaingan di dunia bisnis semakin lama semakin tinggi dan sulit. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN ALTERNATIF STRATEGI PEMASARAN BERDASARKAN ANALISIS SWOT PADA OLT. METAL WORKS SKRIPSI.

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN ALTERNATIF STRATEGI PEMASARAN BERDASARKAN ANALISIS SWOT PADA OLT. METAL WORKS SKRIPSI. ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN ALTERNATIF STRATEGI PEMASARAN BERDASARKAN ANALISIS SWOT PADA OLT. METAL WORKS SKRIPSI Oleh Nama : Domenico Dwikada Nim : 0800750823 PROGRAM GANDA

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi Pengantar Manajemen Produksi & Operasi 1 Manajemen Operasi Manajemen Operasi bertanggung jawab untuk menghasilkan barang atau jasa dalam organisasi. Manajer operasi mengambil keputusan yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN AHLI

SISTEM MANAJEMEN AHLI 201 SISTEM MANAJEMEN AHLI Konfigurasi model Pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem berbasis pengetahuan dikenal dengan istilah sistem manajemen ahli. (Eriyatno, 2009). Didalam sistem manajemen

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Dalam perancangan sistem terlebih dahulu harus mengerti sub sistem. Sub sistem yaitu serangkaian kegiatan yang dapat ditentukan identitasnya, yang

Lebih terperinci

Objek Pembelajaran. Objek Pembelajaran. Pertemuan 2 Klasifikasi Sistem Informasi

Objek Pembelajaran. Objek Pembelajaran. Pertemuan 2 Klasifikasi Sistem Informasi Objek Pembelajaran Klasifikasi Sistem Informasi (SI) SI Berdasarkan Level Organisasi Pertemuan 2 Klasifikasi Sistem Informasi Haryono Setiadi, M.Eng STMIK Sinar Nusantara Klasifikasi Menurut Arsitektur

Lebih terperinci

USULAN MODEL SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN PIPA SNI DI PT XYZ TUGAS AKHIR

USULAN MODEL SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN PIPA SNI DI PT XYZ TUGAS AKHIR USULAN MODEL SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN PIPA SNI DI PT XYZ TUGAS AKHIR SUKARNO 1142903001 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BAKRIE JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Manajemen Permintaan Pada dasarnya manajemen permintaan (demand management) didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan semakin maju dan berkembangnya perekonomian kota Malang membuat

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan semakin maju dan berkembangnya perekonomian kota Malang membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecenderungan semakin maju dan berkembangnya perekonomian kota Malang membuat persaingan semakin ketat di seluruh sector industry dan masing-masing perusahaan dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8 PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8 Sebelum penggunaan MRP, perencanaan pengendalian persediaan biasanya dilakukan melalui pendekatan reaktif sbb : a. Reorder

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Menara Cemerlang, suatu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan karung plastik. Pada saat ini perusahaan sedang mengalami penjualan yang pesat dan mengalami

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) KONSEP DASAR Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena kebijakan persediaan

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills merupakan sebuah perusahaan penghasil kertas yang dalam kegiatan produksinya, perusahaan tersebut menerapkan

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak CV Belief Shoes merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur sepatu. Sepatu yang diproduksi terdiri dari 2 jenis, yaitu sepatu sandal dan sepatu pantofel. Dalam penelitian ini penulis

Lebih terperinci

APLIKASI SIKLUS PRODUKSI DAN SIKLUS KEUANGAN KONSEP SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

APLIKASI SIKLUS PRODUKSI DAN SIKLUS KEUANGAN KONSEP SISTEM INFORMASI AKUNTANSI APLIKASI SIKLUS PRODUKSI DAN SIKLUS KEUANGAN KONSEP SISTEM INFORMASI AKUNTANSI Tujuan Belajar 1 Menjelaskan pengendalian siklus transaksi yang digunakan dalam proses bisnis produksi. Alur Transasi pada

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH 3.1 Pengembangan Kerangka Kerja Secara garis besar terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan penelitian ini. Langkah-langkah tersebut yaitu studi

Lebih terperinci

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK Robby Hidayat, Moses L.Singih, Mahasiswa MMT ITS Manajemen Industri Email : Robbie_First@Yahoo.Com ABSTRAK PT. Siantar Top Tbk adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X. Oleh : ENY PUJIHASTUTI A

ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X. Oleh : ENY PUJIHASTUTI A ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X Oleh : ENY PUJIHASTUTI A14105541 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Ganda Teknik Informatika - Matematika Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2006/2007 PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI MINIMASI EKSPEKTASI BIAYA TOTAL TAHUNAN DENGAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. : Guntur Dwi Prakoso NIM : Program Studi Manajemen FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2016

SKRIPSI. : Guntur Dwi Prakoso NIM : Program Studi Manajemen FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2016 ANALISIS PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU CAT PADA PT. KANSAI PAINT INDONESIA MENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) DENGAN PERBANDINGAN TEKNIK LFL, EOQ, DAN PPB SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Data untuk Perhitungan Biaya Kirim Data untuk Perhitungan Biaya Simpan Pembeli Data untuk Perhitungan Biaya

Data untuk Perhitungan Biaya Kirim Data untuk Perhitungan Biaya Simpan Pembeli Data untuk Perhitungan Biaya ABSTRAK Perkembangan zaman yang semakin maju menyebabkan persaingan semakin meningkat. Namun, persaingan yang terjadi saat ini adalah bukan lagi persaingan antar perusahaan, tetapi persaingan antar rantai

Lebih terperinci

Ratih Wulandari, ST., MT

Ratih Wulandari, ST., MT 10/7/2015 Teknik IndustriIndustri-UG Ratih Wulandari, ST., MT Perencanaan dan pengendalian produksi yaitu merencanakan kegiatan-kegiatan produksi, agar apa yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Studi Ganda Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2007/2008 SKRIPSI PROGRAM GANDA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Siungowati NIM :

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) Lot for Lot. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) Lot for Lot. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen Modul ke: Manajemen Persediaan Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) Lot for Lot Fakultas FEB Christian Kuswibowo, M.Sc Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Bagian Isi Material Requirement Planning

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dibawah ini merupakan diagram alir yang menggambarkan langkahlangkah dalam melakukan penelitian di PT. Dankos Laboratorioes

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan Pengertian mengenai Production Planning and Inventory control (PPIC) akan dikemukakan berdasarkan konsep sistem. Produksi

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan Modul ke: MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ir. Rini Anggraini

Lebih terperinci

Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi

Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi TI4002-Manajemen Rekayasa Industri Teknik Industri, FTI ITB Hasil Pembelajaran Setelah menyelesaikan perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu: Menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Pustaka A.1. Teori A.1.1 Manajemen Produksi dan Operasi Menurut Haming (2011:24) Manajemen Operasional dapat diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL Variabel Penelitian di sini merupakan suatu atribut atau nilai atau sifat dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah Dalam menyelesaikan permasalah yang ditemui, metodologi yang digunakan adalah perencanaan persediaan dan tingkat persediaan pengaman.

Lebih terperinci

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA. Oleh PATAR NAIBAHO H

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA. Oleh PATAR NAIBAHO H KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA Oleh PATAR NAIBAHO H24050116 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK Patar Naibaho H24050116. Kajian Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Untuk membantu penelitian ini maka diperlukan acuan atau perbandingan dalam perencanaan agregat maka diperlukan penelitian terdahulu. Dapat dijelaskan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci