2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Production Planning & Inventory Control (PPIC)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Production Planning & Inventory Control (PPIC)"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Production Planning & Inventory Control (PPIC) Production Planning and Inventory Control (umumnya disingkat dengan PPIC) adalah bagian dari kegiatan manajemen produksi dan persediaan. Tujuan dari kegiatan PPIC adalah untuk dapat melakukan perencanaan produksi dan persediaan. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan sumber secara efektif serta dapat melakukan pengendalian produksi dan persediaan dengan melakukan penyesuaian dari perencanaan yang telah dibuat dengan kegiatan produksi sehari-hari. Permasalahan yang harus dihadapi dalam PPIC antara lain adalah : penyesuaian apa (dilakukan pada level sistem manufaktur), berapa banyak, kapan, siapa serta bagaimana penyesuaian harus dilakukan. Dalam arah pengembangan sistem perencanaan dan pengendalian produksi, Bedworth menggambarkan PPIC sebagai aliran material dan informasi fungsi pengendalian produksi dalam kegiatan perencanaan sumber daya manufaktur pada perusahaan. Perkembangan fungsi perencanaan produksi dan pengendalian persediaan diawali oleh Oliver Wigth dan Joseph Orlicky pada tahun 1960 yang memperkenalkan Material Requirement Planning (MRP) untuk membantu menyediakan bahan baku yang tepat untuk menghasilkan produk jadi yang tepat dengan jumlah yang sesuai sehingga produsen dapat mengirimkan produk sesuai dengan permintaan konsumen (Koh, 2006). Pada tahun 1975, sistem MRP diperluas menjadi sistem Manufacturing Resources Planning yang sering disebut dengan MRP II, dimana MRP merupakan fungsi utama sistem MRP II. MRP II mengintegrasikan informasi, teknologi manufaktur, rencana dan sumber daya untuk perbaikan efisiensi pada perusahaan manufaktur. MRP II berisi berbagai fungsi yang saling terkait meliputi : perencanaan bisnis, perencanaan penjualan dan operasional, perencanaan produksi, Master Production Scheduling (MPS), MRP, perencanaan kebutuhan kapasitas serta sistem pendukung untuk operasionalisasi kapasitas dan bahan baku. Output dari sistem ini terintegrasi dengan laporan finansial seperti rencana bisnis, laporan pembelian, anggaran pengiriman dan proyeksi persediaan dalam nilai finansial.

2 8 Konsep Enterprise Resource Planning (ERP) mulai dikembangkan pada sekitar tahun 1990 dan makin berkembang menjadi versi lengkap MRP II (Davenport, 2000 dalam Koh, 2006). Sistem ini mengintegrasikan sejumlah fungsi bisnis seperti penjualan, pemasaran, akuntansi, pembelian, logistik dan sumber daya manusia. Terkait dengan sistem ERP, dinyatakan oleh Berchat & Habechi (2005) bahwa perencanaan produksi merupakan modul terpenting yang mendukung sistem Enterprise Resources Planning (ERP). Dalam makalah tersebut, dinyatakan oleh Stadtler (2005) bahwa kekuatan ERP bukan berada pada area perencanaan, melainkan cenderung untuk fokus pada aspek integrasi. Fogarty (1991) memperjelas kegiatan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan dengan menggambarkan secara detil kegiatan PPIC dalam framework Manufacturing Resources Planning (MRP II) sesuai dengan gambar 1 berikut. Sesuai dengan konsep MRP II yang telah dikembangkan oleh Fogarty (1991), diketahui bahwa lingkup kegiatan Production Planning & Inventory Control (PPIC) pada industri manufaktur meliputi kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang bersifat jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek, tergantung dari waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelaksanaan produksi. Perencanaan jangka panjang mencakup kegiatan : Business Forecasting, Product & Sales Planning, Resources Requirement Planning dan Financial Planning. Kegiatan yang termasuk dalam perencanaan jangka menengah meliputi : Distribution Resources Planning (DRP), Demand Management, Master Production Scheduling (MPS), Rough Cut Capacity Planning (RCCP), Material Requirement Planning (MRP) dan Capacity Requirement Planning (CRP). Perencanaan jangka pendek terdiri atas : Final Assembly Scheduling (FAS) dan Input/Output Planning & Control (meliputi kegiatan Production Activity Control / PAC dan Purchase Planning & Control). Kegiatan PPIC dimulai dari kegiatan Perencanaan Produksi yang telah mempertimbangkan Perencanaan Produk dan Penjualan, Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya dan Perencanaan Finansial. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada awal perusahaan mulai melakukan kegiatannya dalam berproduksi untuk mengetahui strategi berproduksi yang sesuai untuk diterapkan perusahaan dengan mempertimbangkan keterbatasan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki

3 9 perusahaan termasuk rencana penjualan dan produk yang dilakukan perusahaan. Kegiatan Perencanaan Produksi ini akan dilakukan peninjauan kembali apabila terjadi perubahan cukup radikal dari rencana produk dan penjualan perusahaan ataupun kondisi finansial dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. JANGKA PANJANG Sasaran Organisasi Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Peramalan Bisnis Perencanaan Produk dan Penjualan Perencanaan Finansial JANGKA MENENGAH Perencanaan Produksi Perencanaan Sumberdaya Distribusi Kegiatan Production Planning & Inventory Control (PPIC) Manajemen Permintaan Penjadwalan Induk Produksi Perencanaan Kapasitas Kasar JANGKA PENDEK Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Penjadwalan Perakitan Akhir Pengendalian Kegiatan Produksi Pengendalian dan Perencanaan Pembelian PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MASUKAN/LUARAN Gambar 1 Lingkup kegiatan Production Planning & Inventory Control (PPIC) sebagai bagian dari Manufacturing Resources Planning (MRP II) (Fogarty, 1991).

4 10 Setelah diketahui strategi berproduksi yang diterapkan perusahaan, dengan mempertimbangkan permintaan produk, dilakukan kegiatan manajemen permintaan dengan melakukan prakiraan permintaan, dilanjutkan dengan kegiatan penjadwalan induk produksi yang juga telah mempertimbangkan rencana sumberdaya distribusi. Kegiatan penjadwalan induk produksi yang telah mempertimbangkan kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan menghasilkan rencana jadwal induk produksi dan berikutnya dapat dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku. Rencana jadwal induk produksi ini akan menjadi dasar dalam kegiatan penjadwalan produksi. Kegiatan perencanaan bahan baku menjadi masukan dalam kegiatan pengendalian kegiatan produksi serta perencanaan dan pengendalian kegiatan pembelian. 2.2 Ketidakpastian dalam PPIC Bonney (2000) dalam makalahnya yang berjudul : Deflection on Production Planning & Control (PPC) telah mengidentifikasi beberapa perubahan sistem PPC untuk mengantisipasi kebutuhan pasar. PPC diharapkan menjadi lebih fleksibel untuk dapat merespon secara efektif perubahan internal dan eksternal. Untuk menjalankan sistem PPC dibutuhkan perbaikan prosedur perencanaan serta perbaikan pengendalian operasional pada lantai produksi sedemikian sehingga dapat merespon ketidakpastian dalam lingkungan produksi dan pasar. Koh dan Saad (2003) mendukung yang disampaikan oleh Bonney dan menyatakan bahwa performansi ERP kurang baik dalam menghadapi ketidakpastian. Untuk itu dibutuhkan tambahan fasilitas pendukung keputusan dalam area perencanaan ERP. Mula, J. et al. (2006) dalam makalahnya mengatakan bahwa Galbraith (1973) mendefinisikan ketidakpastian sebagai perbedaan antara kebutuhan informasi untuk melakukan kegiatan dengan informasi yang telah dimiliki. Terdapat berbagai bentuk ketidakpastian yang mempengaruhi proses produksi yang dikategorikan oleh Ho (1989) menjadi 2 kelompok besar yaitu : a. Environmental uncertainty : meliputi demand uncertainty dansupply uncertainty

5 11 b. System uncertainty, meliputi antara lain : operation yield uncertainty danproduction lead time uncertainty. Dalam makalah tersebut, Yano dan Lee (1995) juga Sethi, et.al. (2002) memformalisasikan berbagai model ketidakpastian dalam sistem manufaktur yang memanfaatkan antara lain konsep safety stocks dan safety lead time dengan menggunakan pendekatan berbasis intelijensia buatan maupun model analitis. Berikutnya dinyatakan oleh Koh et al. (2002) bahwa ketidakpastian dalam lingkungan ERP belum dipelajari secara sistematis sehingga banyak peneliti berusaha menemukan cara untuk menghadapi ketidakpastian dan bukannya mendiagnosa penyebab terjadinya ketidakpastian tersebut. Menurut Koh et al. (2000), terdapat asumsi-asumsi yang mendasari MRP sehingga menjadi keterbatasan MRP, yaitu : waktu ancang yang tetap dalam pembelian bahan baku dan produksi, urutan proses dan aliran material yang tetap yang tidak memungkinkan adanya terhentinya mesin atau terjadinya keterlambatan waktu proses, serta jumlah produk dengan prosentase cacat yang tetap sehingga tidak memungkinkan terjadinya kejadian tak terduga yang sebenarnya dapat menambah jumlah produk cacat. Asumsi-asumsi ini menyebabkan ketidakmampuan MRP dalam mengantisipasi ketidakpastian yang terjadi pada lingkungan nyata manufaktur, sehingga perencana harus menggunakan beberapa teknik lain seperti penjadwalan ulang, subkontrak atau teknik lainnya untuk mengantisipasi ketidakpastian yang terjadi (Mandal dan Gunasekaran, 2003). Vollman et al. (1999) mengkategorikan 4 tipe ketidakpastian yang terjadi disebabkan karena kebutuhan pergantian antar periode, kekurangan atau kelebihan bahan baku dari yang direncanakan, pemasok tidak mengirimkan pesanan bahan baku tepat waktu serta adanya ketidaksesuaian jumlah pesanan yang diterima dari pemasok. Koh et al. (2002) juga mengkategorikan ketidakpastian menjadi ketidakpastian input dan ketidakpastian proses meliputi : kekurangan/ketidaktersediaan bahan baku, kekurangan/ketidaktersediaan operator produksi, kekurangan/ketidaktersediaan kapasitas mesin, produk rusak/cacat dan keterlambatan pengiriman produk.

6 12 Mengantisipasi permasalahan ketidakpastian yang terjadi dalam lingkungan manufakatur tersebut, Koh dan Saad telah mengembangkan rencana kontingensi yang dapat memudahkan proses diagnosa dan antisipasi ketidakpastian yang terjadi dalam lingkungan manufaktur MRP/MRP II/ERP dengan merekomendasikan pemberian persediaan penyangga (buffering) atau penambahan waktu ancang (dampening). Edmund (2005) dalam penelitiannya berjudul A framework for Understanding the Interaction of Uncertainty and Information System on Supply Chains menyatakan adanya ketidakpastian dalam rantai pasok dan menyampaikan pemikirannya mengenai alternatif pemecahan dan metode yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan ketidakpastian pada rantai pasok. Datta, Partha Priya (2007) dalam penelitiannya yang berjudul : A Complex System, Agen Based Model for Studying and Improving the Resiliance of Production and Distribution Networks, mengupas berbagai permasalahan mengenai resiliansi dalam rantai pasok dengan berbagai pendekatan dan metode penyelesaiannya lengkap dengan ulasan mengenai kelebihan dan keterbatasannya. Peneliti sekaligus memberikan ulasan teoritis untuk penelitian lanjutan dalam resiliansi rantai pasok yang membantu dalam mengembangkan prosedur yang efektif untuk mengelola berbagai situasi ketidakpastian dengan kasus pada rantai pasok manufaktur kertas tissue. Pada penelitian tersebut juga diuraikan beberapa penelitian yang juga dikembangkan berdasarkan pendekatan sistem agen, antara lain oleh Parunak et al. (1998) yang mengeksplorasi kemampuan model berbasis agen dalam permasalahan jaringan pasokan manufaktur. Schicritz dan Grobler (2003) mencoba mengintegrasikan pemodelan dinamika sistem dan pemodelan berbasis agen, juga Ahn et al. (2003) yang mengusulkan sistem agen yang fleksibel yang dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan dinamis pada transaksi di suatu rantai pasok.

7 Industri Pangan Industri pangan adalah bagian dari sistem pangan yang mencakup kegiatan produksi, pemrosesan, distribusi dan konsumsi produk-produk pangan dalam agroindustri. Bahan baku untuk industri pangan mencakup hasil-hasil pertanian, peternakan, produk-produk laut, bahan pengemas, perasa makanan dan bahan kimia untuk makanan. Industri ini umumnya memiliki karakteristik yang membutuhkan perhatian khusus dibandingkan agroindustri yang lainnya dalam hal tingkat variabilitas dan sensitivitas bahan baku utamanya disamping adanya kebutuhan perhatian untuk masalah kualitas dan standard produk yang harus mempertimbangkan masalah kesehatan dan keselamatan konsumennya. Salah satu industri di sektor pangan yang mengalami pertumbuhan cukup pesat adalah industri yang berbasis tepung terigu. Pertumbuhan industri ini di Indonesia dipacu oleh beberapa faktor, antara lain adalah adanya peningkatan kesadaran bahwa tepung terigu adalah makanan yang sehat dan bergizi serta peningkatan kesadaran makanan berbasis tepung terigu sebagai alternatif diversifikasi pangan. Industri roti adalah contoh industri pangan berbasis tepung terigu. Berdasarkan data yang bersumber dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) tahun 2001 diketahui bahwa 25% dari industri berbasis tepung terigu adalah industri roti. Tingkat persaingan industri ini dari tahun ke tahun semakin ramai dengan makin banyaknya industri yang bergerak pada bidang ini. Bersumber dari Bisnis Indonesia Online, diketahui bahwa hingga akhir tahun 2007, terdapat lebih dari UKM di tingkat nasional dan unit industri menengah besar dan modern yang masuk dalam persaingan industri roti ini (Sekarasih, 2008). Kebanyakan perusahaan besar pada industri pangan menghasilkan produkproduk makanan setengah jadi atau produk jadi yang akan dikonsumsi langsung dalam suatu kegiatan operasional produksi yang memiliki aliran produksi kontinyu yang sesuai dengan karakteristik industri proses. Industri-industri ini membutuhkan investasi modal yang besar untuk melakukan produksi dan mengendalikan peralatan yang akan digunakan secara kontinyu. Untuk itu,

8 14 aplikasi komputer akan membantu kegiatan pemrosesan dan meningkatkan efisiensi dalam operasional pabrik (Connor, 1997). Dengan karakteristik sistem produksi yang bersifat kontinyu, dibutuhkan ketersediaan yang kontinyu pula dari input-input sistem produksinya (seperti mesin/peralatan dan material). Sehingga terhentinya kegiatan produksi yang diakibatkan adanya gangguan yang menyebabkan ketidaktersediaan input pendukung kegiatan produksi akan menyebabkan kerugian ekonomis yang sangat besar bagi perusahaan. APICS mendefinisikan industri proses sebagai bisnis yang menambah nilai pada materia melalui proses pencampuran, pemisahan, pembentukan ataupun reaksi kimia. (Fransoo, 1994). Proses-proses tersebut dapat bersifat kontinyu atau batch dan umumnya membutuhkan pengendalian proses yang ketat dan investasi modal yang tinggi. Proses-proses tersebut juga sulit untuk dikendalikan dan sering menyebabkan dihasilkannya output yang bervariasi. Burt dan Kraemer dalam Fransoo (1994) menunjukkan strategi untuk mengantisipasi output yang bervariasi, antara lain dengan menyediakan persediaan pengaman (safety stock) untuk bahan baku yang paling banyak menyebabkan terjadinya variasi output. Bahan baku pada industri proses juga bervariasi dalam kualitas mengakibatkan output ataupun potensi kerusakan kualitas umumnya tidak diketahui ataupun tidak terukur hingga dimulainya proses. Variabilitas dari kualitas bahan baku juga sering digunakan sebagai informasi untuk menentukan produk yang akan dihasilkan. Bila didapatkan kualitas yang tidak standard, maka dapat dilakukan pemesanan kembali atau proses daur ulang yang menyebabkan terjadinya kekurangan persediaan. Terjadinya kekurangan persediaan ini dapat dikendalikan dengan adanya persediaan pengaman. Berikutnya disampaikan oleh Rutten dalam Fransoo (1994) bahwa variasi dalam kualitas bahan baku dapat menyebabkan timbulnya variasi dalam struktur produk (recipes). Pada industri proses, umumnya digunakan lini produksi yang akan menghasilkan berbagai varian produk dengan variasi yang rendah diantara produk. Variasi yang rendah, kompleksitas produk yang rendah dan tahapan proses yang

9 15 relatif tidak banyak menyebabkan seluruh produk memiliki urutan proses (routing) yang sama. Berikutnya disampaikan bahwa dengan penggunaan lini produksi pada industri proses secara kontinyu, maka perhitungan penentuan ketersediaan kapasitas produksi untuk industri proses menjadi lebih sederhana. Metode penjadwalan produksi yang dikembangkan untuk industri proses adalah metode yang sesuai untuk permasalahan penjadwalan mesin tunggal - banyak produk (single machine multiproduct). Leachman dan Gascon dalam Fransoo (1994) telah melakukan investigasi mengenai aplikasi model-model deterministik pada situasi stokastik dan mengusulkan pendekatan heuristik untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian. 2.4 Persediaan (Inventory) Persediaan adalah sumber daya menganggur yang dipandang sebagai pemborosan karena dapat menimbulkan biaya persediaan yang tinggi jika terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Keberadaan persediaan harus diminimalkan, dengan tetap menjamin terpenuhinya permintaan produk dari pelanggan. Efisiensi produksi (salah satu muaranya adalah penurunan biaya produksi) dapat ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan. Menurut Baroto (2002 ) terdapat beberapa fungsi persediaan sebagai berikut : 1. Fungsi independensi. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diduga dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok. 2. Fungsi ekonomis. Seringkali dalam kondisi tertentu, memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atau sesuai permintaan. Pada beberapa kasus, membeli dengan jumlah tertentu juga akan lebih ekonomis daripada membeli sesuai kebutuhan. 3. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau pasokan.

10 16 4. Fungsi fleksibilitas. Bila dalam proses produksi terdiri atas beberapa tahapan proses operasi dan kemudian terjadi kerusakan pada satu tahapan proses operasi, maka akan diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Persediaan barang setengah jadi (work in process) pada situasi ini akan merupakan faktor penolong untuk kelancaran proses operasi. Untuk mengatur persediaan permintaan (demand) diperlukan strategi yang tepat mempertimbangkan bahwa permintaan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang sulit dikendalikan. Dalam sistem pengendalian persediaan terdapat dua pendekatan yaitu : Continuous Review System (sering disebut dengan Q system) dan Periodic Review System (sering disebut dengan P system). Sistem persediaan berdasarkan pendekatan Continuous Review System sering disebut dengan sistem Reorder Point (sistem ROP atau sistem Fixed Order Quantity/FOQ). Dalam prakteknya, pengamatan (review) dilakukan secara berkala (misalnya hari-an) dan kontinyu. Dalam setiap pengamatan, dilakukan pengambilan keputusan berdasarkan posisi persediaan item. Jika jumlah persediaan dipertimbangkan terlalu rendah, sistem merekomendasikan dilakukannya pemesanan (order baru). Pada saat posisi persediaan mencapai tingkat minimum persediaan yang telah ditentukan (ROP), dilakukan pemesanan item sejumlah kuantitas tertentu (Q). Q dapat ditentukan berdasarkan rumus Economic Order Quantity (EOQ), ukuran lot minimum, ukuran kontainer atau kuantitas lainnya sesuai dengan pertimbangan pihak manajemen (Krajewski, 2002). Kim C.O., et.al (2005) dalam makalahnya yang berjudul Adaptive Inventory Control Models for Supply Chain Management mengamati permasalahan pengendalian persediaan pada sistem rantai pasok yang terdiri dari pemasok tunggal dan banyak retailer. Untuk menghadapi situasi permintaan yang dinamis, mereka mengusulkan dua model pengendalian persediaan adaptif dengan asumsi bahwa supplier mampu mengakses informasi mengenai permintaan pelanggan dan posisi persediaan tiap retailer secara on line. Dengan menggunakan teknik reinforcement-learning, parameter pengendali dari kedua model pengendalian persediaan dirancang untuk dapat berubah secara adaptif sesuai dengan perubahan pola permintaan pelanggan.

11 17 Tersine dalam bukunya Principles of Inventory and Materials Management (1994) menyatakan bahwa resiko dan ketidakpastian termasuk dalam analisis persediaan yang melibatkan banyak peubah(variable). Namun yang paling berperan sebagai resiko dan ketidakpastian adalah variasi dalam permintaan dan waktu ancang-ancang (lead time). Variasi tersebut diserap dalam bentuk persediaan pengaman (safety stock) atau buffer stock atau fluctuation stock. Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang disimpan sebagai penyangga untuk mencegah terjadinya kekurangan persediaan (stockout) disebabkan adanya gangguan acak dari alam atau lingkungan. Persediaan pengaman dibutuhkan untuk menangani permintaan selama waktu ancang-ancang pemesanan pada saat permintaan aktual melebihi permintaan yang diharapkan atau dapat juga disebabkan waktu ancang-ancang (lead time) aktual melampaui waktu ancang-ancang yang diharapkan. Di samping itu, persediaan pengaman dibutuhkan karena prakiraan permintaan kurang sempurna dan supplier kadang-kadang gagal untuk mengirimkan barang tepat waktu. Dalam kenyataannya, permintaan dan waktu ancang-ancang tidak selalu dapat diprediksi. Situasi ini mendukung kebutuhan adanya persediaan pengaman. Dalam upaya mempertahankan pelayanan terhadap permintaan yang tidak pasti (uncertain) diperlukan tingkat pelayanan (service level).tingkat pelayanan adalah kemungkinan bahwa kekurangan persediaan tidak akan terjadi selama waktu ancang-ancang. Jika permintaan bervariasi kecil di sekitar rata-rata permintaan, persediaan pengaman adalah kecil, dan berlaku sebaliknya. Variabilitas diukur berdasarkan distribusi probabilitas yang ditunjukkan berdasarkan nilai rata-rata (mean) dan variansinya (variance). Menurut Tersine (1994), persediaan pengaman ditentukan oleh pihak manajemen dengan mempertimbangkan kebijakan tingkat pelayanan (service level) yang logis. 2.5 Manajemen Permintaan Fungsinya adalah untuk menentukan permintaan produk. Penentuan ini mencerminkan prakiraan permintaan (forecast) dan mencakup pesanan pelanggan yang diterima, pesanan dari outlet gudang, promosi khusus, kebutuhan persediaan pengaman serta komponen-komponen pelayanan dan persediaan untuk

12 18 mengantisipasi kebutuhan permintaan yang tinggi. Output dari kegiatan ini adalah penjumlahan dari permintaan produk per-periode (Fogarty, 1991). Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi dimulai dengan fungsi prakiraan permintaan berdasarkan plot data riwayat penjualan produk. Analisis plot data akan merujuk beberapa metode pengujian prakiraan permintaan yang sesuai dengan hasil analisis plot data permintaan. Metode prakiraan permintaan yang akurat adalah metode yang memberikan nilai kesalahan minimum. Terdapat berbagai alternatif metode prakiraan permintaan yang layak untuk digunakan dalam pengujian prakiraan permintaan. Metode deret waktu, regresi linier, dan dekomposisi adalah beberapa metode yang banyak diaplikasikan oleh industri karena kesederhanaannya dalam perhitungan. Metode Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) menjadi metode yang mulai banyak diaplikasikan untuk pengenalan pola data karena dapat menghasilkan prakiraan permintaan dengan nilai akurasi yang baik. Pada model deret waktu ini permintaan merupakan fungsi dari waktu. Pola permintaan pada masa yang akan datang diperkirakan identik dengan pola data masa lalu. Model ini dikembangkan berdasarkan informasi masa lalu, dengan variabel tidak bebas dan asumsi, bahwa variabel tidak bebas ini akan memiliki pola yang sama dengan masa lalu. Metode deret waktu yang banyak diaplikasikan industri antara lain adalah metode rata-rata bergerak (moving average) dan metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing). Salah satu bentuk peramalan yang paling sederhana adalah regresi linier. Dalam aplikasi regresi linier diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang ingin diramalkan (variabel dependen) dengan variabel lain (variabel independen). Selanjutnya, peramalan ini didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historis bersifat linier. Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan. Metode dekomposisi merupakan metode peramalan time series dengan pendekatan yang digunakan bila data historis memiliki pola kecenderungan(trend), siklis atau musiman. Metode dekomposisi mencoba memisahkan faktor trend (kecenderungan) dan faktor musiman dari pola dasar. Faktor kecenderungan

13 19 menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang yang dapat meningkat, menurun atau tidak berubah. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan yang disebabkan oleh hal-hal seperti curah hujan, saat liburan dan lain-lain (Fogarty, 1991). Menurut Makridakis (1983), dalam melakukan prakiraan permintaan, hasil prakiraan permintaan yang diperoleh tidak mungkin benar-benar tepat. Selisih yang terjadi antara nilai prakiraan permintaan dengan nilai aktual disebut sebagai galat atau kesalahan (error). Melalui nilai kesalahan ini dilakukan beberapa analisa sehingga dapat ditentukan metode prakiraan permintaan yang paling sesuai dengan data yang dimiliki serta seberapa baik metode yang digunakan tersebut. Metode yang terbaik adalah metode yang memberikan nilai prakiraan permintaan paling sesuai dengan data aktual, berarti memiliki nilai kesalahan prakiraan permintaan yang paling kecil. 2.6 Metode Jaringan Syaraf Tiruan Metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan metode prakiraan permintaan yang banyak diaplikasikan karena memiliki hasil prakiraan permintaan yang optimal dan akurat. JST atau Artificial Neural Network (ANN) merupakan salah satu representasi buatan otak manusia yang selalu mencoba mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Keunggulan utama metode ini adalah kemampuan untuk belajar dari contoh yang diberikan. Selain itu, dalam proses belajarnya metode JST dapat melakukan pengolahan terhadap data yang non-linier (Siang, 2009). Bakhary (2004) dalam makalahnya menyampaikan bahwa JST mampu memberikan model terbaik dibandingkan dengan model regresi dan multi-regresi. Kemampuan untuk menggeneralisasi memungkinkan jaringan syaraf tiruan untuk belajar bahkan dalam kasus data pencilan ataupun tidak adanya data. Zhang (2005) menyatakan bahwa variasi musiman dan kecenderungan (trend) merupakan dua gejala yang selalu terjadi dan harus dihadapi dalam berbagai sektor ekonomi dan bisnis. Bagaimana memodelkan dan melakukan prakiraan permintaan variasi-variasi yang terjadi merupakan hal yang penting dalam kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan. JST merupakan metode

14 20 yang sesuai untuk digunakan dalam peramalan data yang sifatnya musiman dan kecenderungan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Dinyatakan dalam makalah terkait oleh Zhang (1998) bahwa meskipun JST merupakan model non linier, namun JST memiliki kemampuan untuk memodelkan proses-proses yang linier juga. Gorr (1994) bahkan menyatakan bahwa JST mampu secara simultan mendeteksi kecenderungan maupun musiman data yang tidak linier. Sharda dan Patil (1992) mendapatkan hasil pengujian bahwa JST dapat memodelkan data musiman secara efektif. Hansen dan Nelson (2003) berikutnya menemukan bahwa kombinasi transformasi dan jaringan syaraf melalui konsep generalisasi sehingga memberikan hasil prakiraan permintaan yang lebih akurat dibandingkan model Dekomposisi maupun ARIMA. Propagasi Balik (Backpropagation) Seperti halnya model JST lain, Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tetapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Arsitektur propagasi balik memiliki beberapa unit tersembunyi. Gambar 2 adalah contoh gambar arsitektur propagasi balik dengan 3 buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah lapisan tersembunyi yang terdiri dari 2 unit (ditambah sebuah bias), serta 1 buah unit keluaran. v ji merupakan bobot garis dari unit masukan x i ke unit lapisan tersembunyi z j (v j0 merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit lapisan tersembunyi z j ). W kj merupakan bobot dari unit lapisan tersembunyi z j ke unit keluaran y k ( w k0 merupakan bobot dari bias di lapisan tersembunyi ke unit keluaran y k ) (Siang,2009).

15 21 Nilai Input x1 x2 x3 Input v11 v12 v21 v22 v31 v32 Matriks Bobot Input ke Lapisan Tersembunyi z1 z2 Lapisan Tersembunyi wi w2 Matriks Bobot Lapisan Tersembunyi ke Output y Output Nilai Output Gambar 2 Struktur jaringan syaraf tiruan (Hermawan, 2006). Dalam propagasi balik, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinyu, terdiferensial dengan mudah dan tidak menurun secara monoton. Salah satu fungsi yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner yang memiliki range (0,1) (Siang,2009). Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan untuk aplikasi JST dalam prakiraan permintaan. Kisaran nilai yang digunakan pada fungsi ini adalah (0,1) dan didefinisikan sebagai f1(x) dengan fungsi turunan f 1(x). 1 f1 ( x)...(1) 1 x e f ' 1 ( 1 1 x x) f ( x)(1 f ( ))...(2) f(x) 1 0 X Gambar 3 Fungsi sigmoid biner.

16 Penentuan Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedulling / MPS) Jadwal induk produksi merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi produk berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Fogarty, 1991). Vasant (2004) dalam makalahnya berjudul Application of Multi Objective Fuzzy Linear Programming in Supply Production Planning Problem menyatakan bahwa terdapat beberapa kesulitan dalam pemilihan solusi dalam menyatakan permasalahan dalam suatu fungsi keanggotaan linier. Untuk itu, pada makalahnya diusulkan suatu fungsi keanggotaan kurva-s dimodifikasi untuk mengatasi defisiensi yang dihadapi fungsi keanggotaan linier. Dinyatakan juga oleh peneliti bahwa fungsi keanggotaan kurva-s lebih fleksibel untuk menggambarkan kesamaran dalam parameter fuzzy untuk permasalahan penyediaan untuk kebutuhan perencanaan produksi Model Fuzzy Multi Objective Linear Programming Dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan model Fuzzy Linear Programming (FLP), variable sumber daya mungkin saja tidak pasti (fuzzy), walaupun dalam model linier programming non fuzzy (crisp Linear Programming), angka yang digunakan sudah merupakan angka yang mendekati kenyataannya ; karena pada kondisi nyata bisa saja terdapat potensi ketidaklengkapan informasi dan ketidakpastian pada berbagai lingkungan dan pemasok. Itu sebabnya angka tersebut sebaiknya dipertimbangkan sebagai angka sumber daya fuzzy. Permasalahan ini dapat dijadikan permasalahan FLP yang akan diselesaikan dengan menggunakan teori himpunan fuzzy (Vasant, 2004). Permasalahan FLP diformulasikan sebagai : Max z = c ~ x...(3) s/t : A ~ x b ~...(4) x 0...(5) dimana : x adalah vektor variabel keputusan A ~, b ~ dan c ~ adalah angka fuzzy

17 23 Dalam persamaan tersebut, operasional penjumlahan dan perkalian angka fuzzy dinyatakan dengan berdasarkan prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Zadeh (1975). Berikutnya, hubungan pertidaksamaan (<) dinyatakan oleh hubungan fuzzy tertentu dan fungsi obyektif z disesuaikan dengan fungsi tujuan berdasarkan permasalahan Crisp Linier Programming Fungsi Keanggotan Kurva-S Termodifikasi Fungsi keanggotan kurva-s yang termodifikasi adalah sebagian kasus dari fungsi logistik dengan parameter khusus. Nilai parameter ini telah diketahui. Fungsi logistik ini sesuai dengan persamaan (6) dan sesuai dengan gambar 4 yang merupakan gambar fungsi keanggotaan kurva-s yang dikembangkan oleh Gonguen (1969) dan Zadeh (1971). Vasant mendefinisikan fungsi keanggotaan kurva-s termodifikasi sebagai berikut : B ( x) x 1 Ce x a x x x x x x x x x x a a b b b... (6) Nilai μ adalah fungsi keanggotaan. Nilai α menentukan bentuk fungsi keanggotaan μ(x) dimana α>0. Makin besar nilai parameter α, makin kecil nilai ketidakjelasan (vagueness). Parameter α seharusnya ditentukan oleh pakar berdasarkan hasil percobaan secara heuristic. Menurut Watada dalam Vasant (2004), fungsi keanggotan triangular atau trapezoidal menunjukkan batas bawah dan batas atas untuk μ pada tingkat 0-1. Disamping itu, dengan mempertimbangkan fungsi keanggotaan non linier seperti fungsi logistic, batas bawah dan batas atas mungkin didekati dengan nilai dan Untuk itu, kurva dimodifikasi dengan menentukan skala sumbu x sebagai x a = 0dan x b = 1 untuk menemukan nilai B, C dan α, Novakowska dalam Vasant (2004) juga telah menunjukkan hasil yang sama dalam penelitiannya di area sosial. Berdasarkan persamaan di atas diperoleh nilai-nilai sebagai berikut : B = 1 ; C = dan adalah konstanta dan α =

18 24 Fungsi keanggotaan kurva-s termodifikasi memiliki bentuk yang sama dengan fungsi logistik sesuai dengan yang disampaikan pada penelitian Watada dan juga sama dengan fungsi hiperbolik tangent seperti yang disampaikan pada penelitian Leberling. Disamping itu, fungsi keanggotaan trapezoidal dan triangular merupakan pendekatan dari fungsi logistic, sehingga fungsi sigmoid lebih sesuai untuk digunakan pada penyelesaian masalah dengan sasaran yang tidak jelas (vague). Disamping itu dalam hal ini fungsi keanggotaan kurva s mungkin untuk merubah bentuknya sesuai dengan nilai parameternya. Dengan menggunakan fungsi keanggotan non-linear sesuai dengan fungsi kurva-s (Bells, 1999) dalam Vasant (2004), fungsi keanggotaan μ bi dan interval fuzzy, b a i hingga b b i adalah sesuai dengan gambar berikut : Gambar 4 Fungsi keanggotaan μ bi dan interval fuzzy b i. Untuk variabel sumber daya b ~ i ; untuk interval b a i < b i < b b i,, berlaku : bi 1 Ce B a bibi b a bi bi...(7) Berikutnya persamaan diatas dapat diselesaikan hingga diperoleh nilai b i sebagai berikut :

19 25 b a i b i bi 1 B bi b ln 1 a...(8) C bi Karena bi adalah variabel fuzzy yang dituliskan sebagai b ~ i, maka persamaan diatas dapat dituliskan menjadi : b a ~ i b i bi 1 B b ln 1 i ba...(9) C bi 2.8 Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku / Material Requirement Planning (MRP) Fogarty dan Hoffman (1983) dalam tesis yang disusun oleh Scott Wright (2007) menyatakan bahwa Material Requirement Planning (MRP) menjadi hasil pengembangan metode yang paling berarti dalam kegiatan pengendalian produksi dan persediaan dalam lima hingga 20 tahun. MRP menjadi pendukung yang sangat penting dalam kegiatan pengendalian produksi dan persediaan untuk bisnis manufaktur. Konsep ini dikembangkan pada area bisnis yang lain yang disebut dengan MRP II. Mabert (2007) juga menyampaikan bahwa sistem MRP telah menjadi pendekatan yang menonjol performansinya untuk mengatur aliran bahan baku maupun komponen pada lantai produksi hingga akhir abad ke-20. Sistem perencanaan kebutuhan bahan baku (Material Requirement Planning/MRP) umum dilakukan pada industri, khususnya industri manufaktur yang menghasilkan produk jadi yang memiliki struktur berjenjang. MRP (Material Requirement Planning) menjadi teknik perencanaan dan pengendalian produksi dengan memanfaatkan data Jadwal Induk Produksi, data status persediaan dan struktur produk,untuk membuat atau membeli material/ item permintaan yang bersifat tidak memiliki ketergantungan. Sistem MRP bermanfaat dalam mengatur kebutuhan bahan baku dan komponen-komponen supaya dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat (Fogarty, 1991). Menurut Jonsson, perencanaan bahan baku dapat dilihat sebagai tingkat perencanaan taktis yang fokus pada penyeimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand). Fungsi ini berkaitan dengan kegiatan persiapan, pengendalian, pengawasan manufaktur dan order pembelian dalam rangka

20 26 menjaga aliran material serta kegiatan yang memberikan nilai tambah dalam pelaksanaan proses manufaktur tanpa interupsi. Menurut Jonsson, Material Requirement Planning (MRP) dan sistem Re Order Point (ROP) merupakan metode-metode yang paling banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat industri. Selanjutnya disampaikan bahwa ketidakpastian dalam pasokan dan permintaan pada dasarnya dapat dikelola dengan menggunakan dua cara yang berbeda, yakni dengan menambah persediaan pengaman (safety stock) atau dengan menambah penyangga waktu (time buffers) berupa waktu pengaman (safety lead time). Ketidakpastian waktu biasanya dikelola secara efisien dengan mekanisme berdasarkan waktu, sedangkan ketidakpastian dalam jumlah lebih efisien bila dikelola dengan mekanisme berdasarkan jumlah. Berdasarkan hasil survai, cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan safety stock dan safety lead times masih menggunakan pertimbangan pengalaman. Menurut Tersine (1994), dunia nyata kadang digambarkan sebagai model deterministik dengan menganggap beberapa hal bersifat probabilistik (contohnya model stokastik yang beberapa atau seluruh variabelnya adalah probabilistik). Model deterministik/tertentu dapat menjadi pendekatan yang berhasil dengan menjadi titik awal yang baik untuk menggambarkan fenomena persediaan. Berikutnya disampaikan oleh Tersine (1994) mengenai alasan utama dibutuhkannya persediaan adalah karena perusahaan mampu membeli atau memproduksi persediaan dalam ukuran yang ekonomis. Model penentuan ukuran lot (lot sizing) berdasarkan rumus Economic Order Quantity (EOQ )merupakan model persediaan yang sudah banyak diaplikasikan untuk mendapatkan ukuran pemesanan yang ekonomis dalam perencanaan kebutuhan bahan baku. Model persediaan klasik ini merupakan model deterministik yang mengasumsikan bahwa untuk memenuhi permintaan produk yang konstan dan tertentu, akan dilakukan pengambilan bahan baku dari persediaan dan mengurangi jumlah persediaan. Bila jumlah persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali (reorder point), harus dilakukan pemesanan sejumlah EOQ dan pada waktunya akan diterima bahan baku sejumlah EOQ sekaligus yang akan menambah kembali jumlah persediaan.

21 Penjadwalan Flow Shop Genetic Algorithm Baker (1974) mengatakan bahwa penentuan urutan job produksi atau sering disebut dengan penjadwalan merupakan alokasi dari sumber daya terhadap waktu untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan (job). Penjadwalan dibutuhkan untuk memproduksi pesanan dengan pengalokasian sumber daya yang tepat, seperti mesin yang digunakan, jumlah operator yang bekerja, urutan pengerjaan part, dan kebutuhan material. Penjadwalan yang baik akan memaksimumkan efektivitas pemanfaatan setiap sumber daya yang ada, sehingga penjadwalan merupakan kegiatan yang penting dalam perencanaan dan pengendalian produksi (Bedworth, 1987). Permasalahan penjadwalan flowshop fokus pada pemrosesan sejumlah job berupa lot produksi pada sejumlah mesin. Permasalahan ini memiliki keterbatasan tambahan bahwa pemrosesan setiap job haruslah kontinyu. Tujuan yang biasanya digunakan untuk mendapatkan urutan job terbaik adalah minimasi waktu penyelesaian (makespan) (Baker 1974, Nawaz et.al dalam Rajkumar, 2009). Rajkumar (2009) dalam makalah yang berjudul An Improved Genetic Algorithm for the Flowshop Scheduling Problem mencoba mempertimbangkan permutasi dalam permasalahan penjadwalan flowshop dengan tujuan untuk meminimasi waktu penyelesaian pekerjaan (makespan). Genetic Algorithm (GA) merupakan salah satu penelitian heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan global dalam area penelitian yang rumit. Berdasarkan observasi yang dilakukan diketahui bahwa efisiensi GA dalam menyelesaikan permasalahan flowshop dapat diperbaiki secara signifikan dengan mencoba berbagai operator GA untuk menyesuaikan struktur permasalahan. Algoritma Genetika (Genetic Algorithm) adalah algoritma pencarian yang didasarkan atas mekanisme seleksi alam dan proses genetika secara alamiah. Algoritma ini dilakukan atas dasar populasi dari solusi dan berusaha untuk mengarahkan pencarian menuju perbaikan dengan menggunakan kemampuan bertahan berdasarkan fungsi kebugaran (fitness function). Menurut Goldberg 1989 dalam Rajkumar (2009), algoritma genetika terdiri atas tahapan berikut : Tahap 1 : Penentuan populasi awal dari sejumlah kromosom.

22 28 Tahap 2 : Evaluasi nilai kebugaran (fitness) untuk tiap kromosom. Tahap 3 : Kembangkan kromosom-kromosom baru dengan menggunakan operator genetika yakni pertukaran silang (crossover) dan proses mutasi untuk kromosom yang tersedia. Tahap 4 : Evaluasi nilai kebugaran untuk populasi baru dari kromosomkromosom. Tahap 5: Bila kondisi penghentian telah terpenuhi, berhenti dan kembali pada kromosom terbaik, bila tidak kembali ke tahap 3. Secara tradisional, penentuan populasi awal dibangkitkan secara acak. Berikutnya dalam fungsi evaluasi kebugaran (fitness), untuk mengikuti proses alamiah dari kemampuan bertahan, fungsi evaluasi kebugaran dihitung untuk tiap anggota populasi. Fungsi evaluasi ini adalah nilai yang merefleksikan superioritas relatif yang dimiliki. Setiap kromosom memiliki kriteria evaluasi berdasarkan fungsi obyektif. Permasalahan minimasi dapat dikonversi menjadi permasalahan maksimasi dengan menggunakan fungsi kebugaran. Fungsi kebugaran dinyatakan sebagai :...(10) Dimana Cmax(makespan ) merupakan waktu penyelesaian seluruh pekerjaan (job) yang harus diminimasi. Rumus untuk menghitung makespan menurut Bedworth (1987) adalah sebagai berikut : n Ms ti i1...(11) M s t i adalah Makespan untuk n pekerjaan dalam jadwal S adalah waktu proses pekerjaan i Boukef (2007) dengan makalah yang berjudul A Proposed Genetic Algorithm Coding for Flow-Shop Scheduling Problems mengusulkan proses pengkodean GA yang baru untuk menyelesaikan permasalahan penjadwalan flowhop. Diusulkan penggunaan optimasi dengan fungsi jamak untuk

23 29 menunjukkan efisiensi dari pendekatan yang digunakan pada industri makanan dan farmasi. Hejazi (2005) menyampaikan bahwa kebanyakan penelitian dalam penjadwalan flowshop menggunakan kriteria makespan. Berdasarkan hasil ulasan berbagai makalah dengan permasalahan dan kriteria yang sama diketahui bahwa dikarenakan permasalahan penjadwalan flowshop n-job m-mesin merupakan permasalahan yang termasuk kelompok NP-hard (Ronnooy Kan 1976, Lentra et al. 1977, Gonzales dan Sahni 1978), kebutuhan komputasi untuk mendapatkan solusi optimal meningkat secara eksponensial linier dengan peningkatan ukuran permasalahan. Akibatnya adalah beberapa pendekatan heurisik konstruktif dikembangkan untuk permasalahan tersebut. Sebagai tambahan, disampaikan bahwa beberapa pendekatan heuristik modern atau sering disebut dengan meta heuristik dan beberapa algoritma evolutionary telah diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan flowshop pada banyak penelitian, meliputi pendekatan Simulated Annealing (SA), Genetic Algorithm (GA), Tabu Search (TS), Ant Colony System (ACS), Artificial Neural Network (ANN) serta berbagai pendekatan penelitian terdekat lainnya. Selanjutnya disampaikan juga dalam makalah terkait bahwa selama beberapa dekade terakhir, GA telah banyak digunakan secara luas untuk berbagai area optimasi (antara lain permasalahan Travelling Salesman Problem /TSP dan penjadwalan). Implementasi dari GA untuk permasalahan penjadwalan flowshop makin banyak dilakukan di berbagai makalah ( antara lain Reeves 1995, Murata et al. 1996, Reeves dan Yamada 1998, Ponnambalam et al. 2001, Wang dan Zheng 2003). Reeves, 1998 dalam Hejazi (2005) telah membandingkan performansi SA dan GA untuk menguji permasalahan flowshop dengan kisaran 20 job dan 5 mesin hingga 500 job dan 20 mesin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa GA unggul sebagai solusi untuk permasalahan dengan kasus yang besar. Murata et al. (1996) dalam Hejazi (2005) juga mendapatkan hasil yang sama. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan algoritma genetika untuk permasalahan penentuan rute pengiriman (Travelling Salesman Problem/TSP), Al-Dulaimi (2008) menyampaikan dalam makalahnya bahwa banyak pendekatan yang telah digunakan untuk penyelesaian permasalahan TSP. Pendekatan yang

24 30 digunakan antara lain dengan menggunakan Simulated Annealing, Genetic Algorithm (GA) dan Neural Network. Dalam perkembangan pemanfaatan GA, banyak pencapaian yang telah diperoleh peneliti untuk permasalahan TSP. Philip (2011) dalam makalahnya berjudul A Genetic Algorithm for Solving Travelling Salesman Problem menunjukkan bahwa GA merupakan algoritma penelitian lokal yang sangat baik untuk digunakan untuk menyelesaikan permasalahan TSP dengan membangkitkan sejumlah angka acak dan berikutnya memperbaiki populasi hingga kondisi penghentiannya terpenuhi dan terpilih kromosom terbaik sebagai solusi Sistem Pendukung Keputusan Intelijen Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan yang merupakan hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh/tersedia dengan menggunakan model-model pengambilan keputusan. Ciri utama sekaligus keunggulan dari Sistem Pendukung Keputusan/SPK adalah kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur (Kadarsah, 1998). SPK mulai melibatkan banyak teknik-teknik baru seperti data warehouse, OLAP, data mining dan teknologi web dalam perancangan dan pengembangan SPK sejak awal tahun Pada tahun 1980, model-model optimasi Operation Research dan Management Science telah banyak dimasukkan dalam rancangan SPK. Di tahun 1990, teknik-teknik Artificial Intelligence dan Statistik banyak dimanfaatkan dalam aplikasi SPK. Holsapple (2008) mendeskripsikan SPK sebagai teknologi mendapatkan pengetahuan bagi pengambil keputusan secara tepat, pada waktu yang tepat dalam representasi yang tepat dengan biaya yang tepat Perkembangan teknik-teknik pemrosesan informasi dan teknologi digital dalam mendukung kegiatan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan makin mendorong munculnya sistem pendukung keputusan yang cerdas. Menurut Power, 2004 dalam Jain, 2010, terdapat 5 tipe Sistem Pendukung Keputusan (SPK), yaitu : 1) SPK berbasis Komunikasi untuk mendapatkan kolaborasi yang efisien, 2) SPK berbasis Data yang berguna untuk mencari basis

25 31 data atau gudang data untuk mendapatkan jawaban khusus suatu tujuan tertentu, 3) SPK berbasis dokumen yang digunakan untuk mencari halaman web dan menemukan dokumen berdasarkan sekumpulan kata kunci atau istilah penelitian tertentu. 4) SPK berbasis Pengetahuan untuk membantu mengambil keputusan berdasarkan berbagai paradigma dalam intelijensia buatan, serta 5) SPK berbasis Model yang merupakan pengembangan sistem kompleks berdasarkan beberapa model (model matematis atau model analitis) untuk membantu menganalisis keputusan atau memilih diantara alternatif yang berbeda. SPK menggunakan sistem informasi berbasis komputer yang fleksibel, interaktif, dan dapat diadaptasi yang dikembangkan untuk mendukung solusi untuk masalah manajemen spesifik yang tidak terstruktur. Sistem ini memiliki tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis sistem tersebut, yaitu : subsistem manajemen data, subsistem manajemen model, dan subsistem perangkat lunak penyelenggara dialog untuk antar muka pengguna. Selain itu, SPK dapat memiliki subsistem manajemen berbasis pengetahuan sebagai opsional, yang dapat memberikan manfaat karena memberikan intelijensia bagi ketiga subsistem utama tersebut, mengingat banyak masalah tak terstruktur dan semi terstruktur yang sangat kompleks sehingga solusinya memerlukan keahlian (Turban, 2005). Dalam kaitannya dengan SPK berbasis Pengetahuan dan SPK berbasis Model, sejumlah teknik intelijensia buatan seperti Jaringan Syaraf Tiruan, Algoritma Genetika, sistem Fuzzy, Case base reasoning, dan sistem berbasis agen dapat diaplikasikan untuk merancang dan mengembangkan SPK Intelijen. Dalam pemanfaatan SPK Intelijen untuk menyelesaikan permasalahan dunia nyata, direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi beberapa teknik intelijensia buatan tersebut supaya diperoleh solusi yang efektif (Jain, 2010) Teknik Klasifikasi dalam Data Mining Data mining adalah sebuah proses percarian secara otomatis informasi yang berguna dalam tempat penyimpanan data berukuran besar. Teknik data mining digunakan untuk memeriksa basis data berukuran besar sebagai cara untuk

26 32 menemukan pola yang baru dan berguna. Teknik-teknik data mining dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan sistem-sistem dalam menemukan informasi (information retrieval). Klasifikasi adalah proses menemukan model (fungsi) yang menjelaskan dan membedakan kelas-kelas atau konsep, dengan tujuan agar model yang diperoleh dapat digunakan untuk memprediksikan kelas atau objek yang memiliki label kelas tidak diketahui. Model yang diturunkan didasarkan pada analisis dari pelatihan data (yaitu objek data yang memiliki label kelas yang diketahui serta dapat direpresentasikan dalam berbagai bentuk seperti aturan IF-THEN, pohon keputusan, formula matematika atau jaringan syaraf (Tan, 2006).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pangan menjadi salah satu industri terbesar di Indonesia dalam hal jumlah perusahaan dan nilai tambah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan

Lebih terperinci

5 RANCANG BANGUN SISTEM

5 RANCANG BANGUN SISTEM 85 5 RANCANG BANGUN SISTE Pada bab ini akan diuraikan rancang bangun Sistem Pendukung Keputusan Intelijen PPIC Adaptif pada industri pangan yang untuk pembahasan berikutnya akan diberi nama S IPRADIPA.

Lebih terperinci

4 PEMODELAN SISTEM 4.1 Analisis Kebutuhan

4 PEMODELAN SISTEM 4.1 Analisis Kebutuhan 39 4 PEMODELAN SISTEM 4.1 Analisis Kebutuhan Tahapan analisis kebutuhan dilakukan untuk mendukung proses identifikasi permasalahan yang terjadi pada sistem produksi industri pangan terkait dengan kelemahan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi 2.1.1 Sistem Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 Exponential Smoothing w/ Trend and Seasonality Pemulusan level/keseluruhan Pemulusan Trend Pemulusan Seasonal Peramalan periode t : Contoh: Data kuartal untuk

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI. Gambar 32 Tampilan halaman utama SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan (IPRADIPA).

6 IMPLEMENTASI. Gambar 32 Tampilan halaman utama SPK Intelijen PPIC Adaptif Industri Pangan (IPRADIPA). 6 IMPLEMENTASI 6.1 Implementasi SPK PPIC Adaptif Pada bab implementasi ini akan dilakukan pembahasan implementasi hasil rancang bangun SPK PPIC Adaptif (SPK IPRADIPA) dengan menggunakan data sistem produksi

Lebih terperinci

PENGENALAN WINQSB I KOMANG SUGIARTHA

PENGENALAN WINQSB I KOMANG SUGIARTHA PENGENALAN WINQSB I KOMANG SUGIARTHA PENGENALAN WINQSB Software QSB (Quantity System for business) atau umumnya juga dikenal dengan nama WINQSB (QSB yang berjalan pada sistem operasi Windows) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Manajemen inventory merupakan suatu faktor yang penting dalam upaya untuk mencukupi ketersediaan stok suatu barang pada distribusi dan

Lebih terperinci

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK Robby Hidayat, Moses L.Singih, Mahasiswa MMT ITS Manajemen Industri Email : Robbie_First@Yahoo.Com ABSTRAK PT. Siantar Top Tbk adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 126 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah 127 1 PENGUMPULAN DATA - Data spesifikasi produk - Data bahan baku - Data jumlah mesin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Nastiti (UMM:2001) judul: penerapan MRP pada perusahaan tenun Pelangi lawang. Pendekatan yang digunakan untuk pengolahan data yaitu membuat Jadwal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun waktu terakhir, persaingan dalam bidang ekonomi semakin kuat. Dipengaruhi dengan adanya perdagangan bebas, tingkat kompetisi menjadi semakin ketat. Hal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2. Manajemen Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan untuk

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin BAB V ANALISA HASIL Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data-data yang dikumpulkan untuk pembuatan Perencanaan Kebutuhan Material (MRP). Kemudian dalam bab ini berisikan analisa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2009:7) manajemen adalah aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi semakin sulit untuk diperkirakan. Selama ini, manajer PT. Focus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured

Lebih terperinci

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES JURNAL GAUSSIAN, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 65-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) PENDAHULUAN Dimulai dari 25 s.d 30 tahun yang lalu di mana diperkenalkan mekanisme untuk menghitung material yang dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak. Konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Pada setiap perusahaan, baik perusahaan kecil, perusahaan menengah maupun perusahaan besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirement Planning (MRP) Menurut Gaspersz (2005:177) Perencanaan kebutuhan material (material requirement planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.1. Persediaan Persediaan merupakan salah satu pos modal dalam perusahaan yang melibatkan investasi yang besar. Kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan atau tidak efisien,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Keberadaan persediaan dalam suatu unit usaha perlu diatur sedemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya perusahaan di dunia industri saat ini menuntut setiap perusahaan untuk terus berusaha mencari cara terbaik agar memiliki daya saing yang lebih tinggi daripada

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Teori Dunia industri biasanya tak lepas dari suatu peramalan, hal ini disebabkan bahwa peramalan dapat memprediksi kejadian di masa yang akan datang untuk mengambil keputusan

Lebih terperinci

USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Abdul Hakim Halim, M.Sc Oleh:

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Koperasi Niaga Abadi Ridhotullah (KNAR) adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang distributor makanan dan minuman ringan (snack). Koperasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Di dalam melakukan suatu kegiatan dan analisis usaha atau produksi bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

Ratih Wulandari, ST., MT

Ratih Wulandari, ST., MT 10/7/2015 Teknik IndustriIndustri-UG Ratih Wulandari, ST., MT Perencanaan dan pengendalian produksi yaitu merencanakan kegiatan-kegiatan produksi, agar apa yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Operasi Menurut Mahadevan (2010 : 3) manajemen operasi adalah kunci untuk mencapai keunggulan kompetitif bagi organisasi, apakah mereka berada di industri manufaktur

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah Dalam menyelesaikan permasalah yang ditemui, metodologi yang digunakan adalah perencanaan persediaan dan tingkat persediaan pengaman.

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP)

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) Rezki Susan Ardyati dan Dida D. Damayanti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) Peramalan merupakan upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan digunakan untuk melihat atau memperkirakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG Suriadi AS, Ulil Hamida, N. Anna Irvani STMI Jakarta, Kementerian Perindustrian RI ABSTRAK Permasalahan yang terjadi

Lebih terperinci

PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI

PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI KOMPETENSI MATA KULIAH Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu: Memahami pengembangan sistem pengendalian produksi dan umpan balik informasi perkembangan

Lebih terperinci

Indeks Produksi Industri Sedang Besar

Indeks Produksi Industri Sedang Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang semakin banyak mengakibatkan semakin banyaknya peluang usaha. Semakin banyaknya penduduk semakin banyak pula kebutuhan yang perlu dipenuhi. Industri-industri

Lebih terperinci

3 BAB III LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI 3 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Bahan Baku Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi, Analisis, dan Evaluasi Sistem Pengendalian Bahan Baku Tahun 2011 Bahan baku merupakan suatu material yang memiliki peranan penting dalam proses produksi. Ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Inventory atau Persediaan Inventory adalah item atau material yang dipakai oleh suatu organisasi atau perusahaan untuk menjalankan bisnisnya[10]. Persediaan adalah

Lebih terperinci

Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi

Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi TI4002-Manajemen Rekayasa Industri Teknik Industri, FTI ITB Hasil Pembelajaran Setelah menyelesaikan perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu: Menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LADASA TEORI Pendistribusian merupakan salah satu bagian daripada manajemen logistik. Manajemen logistik dapat didefinisikan sebagai suatu bagian dari proses rantai penyediaan yang berupa rencana,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Pada bab ini berisikan tentang analisa hasil dari pengolahan data dalam perhitungan Forecasting dan MRP tepung terigu untuk 12 bulan yang

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wolsey dan Pochet (2006) menyatakan bahwa perencanaan produksi dapat dilihat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wolsey dan Pochet (2006) menyatakan bahwa perencanaan produksi dapat dilihat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Produksi Wolsey dan Pochet (2006) menyatakan bahwa perencanaan produksi dapat dilihat sebagai perencanaan sumber daya dan bahan baku (komponen), serta perencanaan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Model Perumusan Masalah Metodologi penelitian penting dilakukan untuk menentukan pola pikir dalam mengindentifikasi masalah dan melakukan pemecahannya. Untuk melakukan pemecahan

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan produksi

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan produksi BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan produksi pada PT. Sebastian Citra Indonesia terkait dengan jumlah penjualan

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Persediaan di sepanjang supply chain memiliki implikasi yang besar

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES Perjanjian No. III/LPPM/2017-01/19-P LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES Disusun oleh: Y.M. Kinley Aritonang,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Untuk membantu penelitian ini maka diperlukan acuan atau perbandingan dalam perencanaan agregat maka diperlukan penelitian terdahulu. Dapat dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan BAB 3 METODOLOGI Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan beberapa metode yang masuk dalam kategori praktek terbaik untuk melakukan pengurangan jumlah persediaan barang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Jurnal POROS TEKNIK, Volume 6, No. 2, Desember 2014 : 55-10 PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Nurmahaludin (1) (1) Staff Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Menara Cemerlang, suatu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan karung plastik. Pada saat ini perusahaan sedang mengalami penjualan yang pesat dan mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari bahasa kata to manage yang artinya mengatur atau mengelola. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA Nurmahaludin (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin Ringkasan Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan dari dokumen perusahaan. Data yang di perlukan meliputi data penjualan produk Jamur Shiitake,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tidak dapat lepas dari persoalan transportasi, baik untuk pengadaan bahan baku ataupun dalam mengalokasikan barang jadinya. Salah satu metode yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

Optimasi Persediaan Multi-item Fuzzy EOQ Di PT UWBM dengan Algoritma Genetika

Optimasi Persediaan Multi-item Fuzzy EOQ Di PT UWBM dengan Algoritma Genetika Optimasi Persediaan Multi-item Fuzzy EOQ Di PT UWBM dengan Algoritma Genetika Disusun Oleh : Ainy Mahmudah 1307 100 002 Pembimbing I Pembimbing II : Dr. Irhamah, S.Si., M.Si : Dra. Sri Mumpuni R, M.Si

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Produksi 2.1.1 Pengertian Manajemen Produksi Dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan rumah, sekolah maupun lingkungan kerja sering kita dengar mengenai apa yang

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung 89 6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Industri Kertas Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kertas yang besar. Sampai tahun 2011 terdapat 84 pabrik pulp dan kertas. Pabrik-pabrik tersebut

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN M A N A J E M E N O P E R A S I O N A L M I N G G U K E S E P U L U H B Y. M U H A M M A D W A D U D, S E., M. S I. F A K U L T A S E K O N O M I U N I V.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Persediaan (Inventory) Persediaan adalah sumber daya menganggur (idle resources) yang menunggu proses selanjutnya, yang dimaksud dengan proses yang lebih lanjut tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua negara mempunyai mata uang sebagai alat tukar. Pertukaran uang dengan barang yang terjadi disetiap negara tidak akan menimbulkan masalah mengingat nilai uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan persaingan industri baik industri manufaktur maupun industri jasa akibat adanya perdagangan bebas menyebabkan seluruh industri berusaha untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirements Planning 2.1.1 Definisi MRP MRP adalah dasar komputer mengenai perencanaan produksi dan inventory control. MRP juga dikenal sebagai tahapan waktu perencanaan

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan konsumen pada PT. Aneka Indofoil terkait dengan jumlah persediaan adalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Persediaan Menurut Jacob, Chase, Aquilo (2009: 547) persediaan merupakan stok dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk produksi. Sedangkan

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II Tinjauan Pustaka ini berisi tentang konsep aktivitas supply chain, Inventory Raw material, Inventory Cost, dan formulasi Basnet dan Leung. 2.1 Supply Chain Semua perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT Klip Plastik Indonesia sejak dari Agustus-Desember 2015, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di PT Klip Plastik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Mulai Identifikasi Masalah Pengumpulan Data : - data penjualan - data kebutuhan bahan baku - data IM F - data biaya pesan - data biaya simpan Pengolahan Data : - Peramalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melihat dan mengkaji situasi dan kondisi di masa mendatang. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI DI LINE B MENGGUNAKAN METODE CAMPBELL-DUDEK-SMITH (CDS)

PENJADWALAN PRODUKSI DI LINE B MENGGUNAKAN METODE CAMPBELL-DUDEK-SMITH (CDS) 11 Dinamika Teknik Juli PENJADWALAN PRODUKSI DI LINE B MENGGUNAKAN METODE CAMPBELL-DUDEK-SMITH (CDS) Antoni Yohanes Dosen Fakultas Teknik Universitas Stikubank Semarang DINAMIKA TEKNIK Vol. VII, No. 2

Lebih terperinci

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN Perusahaan memiliki persediaan dengan tujuan untuk menjaga kelancaran usahanya. Bagi perusahaan dagang persediaan barang dagang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH 3.1 Pengembangan Kerangka Kerja Secara garis besar terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan penelitian ini. Langkah-langkah tersebut yaitu studi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 64 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PT. Surya Toto Indonesia bergerak di bidang ceramic sanitary wares and plumbing hardware., salah satu produknya yaitu kloset tipe

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasar valuta asing telah mengalami perkembangan yang tak terduga selama beberapa dekade terakhir, dunia bergerak ke konsep "desa global" dan telah menjadi salah satu pasar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

PENERAPAN DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) UNTUK PERENCANAAN PENGIRIMAN PAKAN TERNAK SKRIPSI

PENERAPAN DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) UNTUK PERENCANAAN PENGIRIMAN PAKAN TERNAK SKRIPSI PENERAPAN DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) UNTUK PERENCANAAN PENGIRIMAN PAKAN TERNAK (Studi Kasus di PT. Bintang Terang Gemilang Gedangan - Sidoarjo) SKRIPSI DISUSUN OLEH : TRI ATMAJA WICAKSONO

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Dasar Penjadwalan Produksi Secara umum, penjadwalan merupakan suatu proses dalam perencanaan dan pengendalian produksi yang merencanakan produksi

Lebih terperinci

Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model

Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2015 STMIK STIKOM Bali, 9 10 Oktober 2015 Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model Ni Kadek Sukerti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya Puputan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan berkembangnya teknologi yang semakin canggih banyak sekali perusahaan yang bergerak di bidang jasa maupun manufaktur yang menyebabkan persaingan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai peneltian terdahulu, penelitian sekarang, dan landasan teori sebagai dasar penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai peneltian terdahulu, penelitian sekarang, dan landasan teori sebagai dasar penelitian. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai peneltian terdahulu, penelitian sekarang, dan landasan teori sebagai dasar penelitian. 2.1. Tinjauan Pustaka Berikut ini merupakan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Dalam perancangan sistem terlebih dahulu harus mengerti sub sistem. Sub sistem yaitu serangkaian kegiatan yang dapat ditentukan identitasnya, yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 26 BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Dalam pembuatan Tugas Akhir diperlukan tahapan yang terstruktur yaitu tahapan metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan penggambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Manajemen Logistik Menurut Bowersox (2000: 13), manajemen logistik dapat didefinisikan sebagai proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pentingnya Persediaan Bagi Perusahaan Suatu perusahaan akan selalu mempunyai persediaan, baik persediaan berupa persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi ataupun persediaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Peramalan Peramalan (forecasting) merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang. Pada hakekatnya peramalan hanya merupakan suatu perkiraan (guess),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjadwalan diperlukan ketika beberapa pekerjaan harus diproses pada suatu mesin tertentu yang tidak bisa memproses lebih dari satu pekerjaan pada saat yang sama. Penjadwalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Pengertian Persediaan Persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Dari sudut pandang sebuah perusahaan

Lebih terperinci