BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Deneke (1993) diacu dalam Kenney & Wassenaer (2002) menyatakan bahwa hutan kota mempunyai fungsi ekonomi, kesehatan lingkungan dan sosial bagi masyarakat. Fungsi hutan kota dapat dioptimalkan dengan cara pengembangan hutan kota. Pengembangan hutan kota UR dalam penelitian ini meliputi aspek teknis, ekologis dan sosial budaya setempat, dengan mempertimbangkan persepsi dan preferensi masyarakat kampus. 5.1 Fungsi Hutan Kota Universitas Riau Fungsi hutan kota UR disarikan dari persepsi dan preferensi masyarakat kampus mengenai manfaat, aktivitas, kelompok tanaman, tutupan tanah, fasilitas pendukung serta warna yang diharapkan di hutan kota UR Manfaat hutan kota Universitas Riau Manfaat hutan kota menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No 71 tahun 2009 yaitu untuk keperluan pariwisata alam, rekreasi, olahraga, penelitian dan pengembangan, pendidikan, pelestarian plasma nutfah dan budidaya hasil hutan bukan kayu. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat kampus, manfaat yang diharapkan dari hutan kota UR dapat dikategorikan menjadi empat (4) yaitu konservasi, kesehatan, estetika dan edukasi (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa manfaat yang paling diharapkan oleh masyarakat kampus adalah untuk kesehatan (29,2%). Tabel 2 Manfaat hutan kota UR berdasarkan persepsi dan preferensi masyarakat kampus Manfaat berdasarkan persepsi Persentase (%) Kategori manfaat Pelestarian jenis dilindungi 18,7 Konservasi Habitat burung Memberikan keteduhan 29,2 Kesehatan Penyerap CO 2 Mengurangi stres Peredam kebisingan Keindahan 28,1 Estetika Wisata Kegiatan perkuliahan 10,9 Edukasi Penelitian

2 Kesehatan merupakan salah satu manfaat dari pohon (vegetasi), sesuai dengan hasil penelitian Septiyani (2010) yang menunjukkan bahwa secara psikologis vegetasi berfungsi untuk kesehatan jiwa dan membantu mengurangi stress karena dapat menciptakan kesan alami dengan suasana yang sejuk, tenang dan indah. Didukung juga oleh Schroeder (1990) dalam pernyataannya bahwa pemulihan kesehatan pasien dapat dipercepat dengan melihat pemandangan alam yang juga merupakan salah satu manfaat dari kategori estetika. Selain itu Iksan (2008) juga menambahkan bahwa kesehatan dapat terganggu oleh logam beracun yang terkandung dalam partikel debu. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya hutan kota sebagaimana salah satu manfaatnya yaitu sebagai penyerap CO 2. Manfaat-manfaat seperti tercantum pada Tabel 2 di atas sesuai dengan nilai hutan kota Universitas Indonesia yang mempunyai manfaat sebagai proteksi terhadap tanah, pengendalian sumberdaya air, sangtuari satwa, penangkaran dan pembinaan sumberdaya plasma nutfah, keindahan, kesegaran dan kesehatan lingkungan, sarana olahraga alam, rekreasi dan wisata, sarana latihan dan pendidikan, percontohan, riset dasar dan pengembangan model hutan kota (Waryono 1997) Aktivitas yang dapat dilakukan di hutan kota Universitas Riau Aktivitas yang diinginkan masyarakat kampus di hutan kota UR (Tabel 3) didominasi oleh pilihan untuk bersantai (22,9%). Hutan kota dipilih sebagai tempat bersantai karena dapat menciptakan suasana nyaman dengan banyaknya pohon. Aktivitas tersebut didukung oleh pernyataan Irwan (1979) bahwa hutan kota berperan untuk meningkatkan kenyamanan, keindahan, dan memproduksi oksigen. Aktivitas bersantai merupakan aplikasi dari manfaat hutan kota UR, karena bersantai dapat dilakukan sambil belajar di alam, menikmati keindahan dan wisata sehingga mendapatkan manfaat kesehatan. Tabel 3 Aktivitas yang diinginkan masyarakat kampus di hutan kota UR Aktivitas Persentase (%) Bersantai 22,9 Istirahat 12,9 Belajar 7,4 Berkumpul 14,7 Main 10 Membaca 3,8 Piknik 14,7 Praktikum 12,7 Lainnya (olahraga, penelitian, foto-foto) 0,9

3 5.1.3 Kelompok tanaman di hutan kota Universitas Riau Kelompok tanaman yang diinginkan oleh masyarakat kampus di hutan kota UR (Tabel 4) didominasi oleh pohon tajuk rindang (52%). Alasan dipilihnya pohon dengan tajuk rindang karena lebih banyak menghasilkan O 2 dan dapat memberikan keteduhan dengan daun yang lebih banyak serta dapat mengundang burung. Pohon rindang cocok ditanam di hutan kota karena dapat memenuhi keinginan masyarakat kampus serta sesuai dengan manfaat yang diharapkan dari hutan kota UR sebagai estetika, kesehatan dan konservasi. Hal ini dibuktikan oleh Arifin (2011) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa pohon yang memiliki tajuk rindang dapat memberikan keteduhan, meredam polusi dan memiliki nilai estetis. Selain itu Rose (2005) juga mengatakan bahwa pohon bukan habitat tunggal tetapi puluhan habitat yang dihuni oleh ribuan spesies yang berbeda, sehingga dapat mengundang banyak jenis satwaliar seperti burung. Tabel 4 Kelompok tanaman yang diinginkan masyarakat kampus di hutan kota UR Kelompok Tanaman Persentase (%) Pohon tajuk rindang 52 Pohon tajuk sedikit 11,9 Pohon tajuk kerucut 21,5 Jenis palm 11,3 Bambu 3, Tutupan tanah hutan kota Universitas Riau Tutupan tanah juga merupakan faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan hutan kota. Jenis tutupan tanah yang diinginkan dalam hutan kota UR (Tabel 5) didominasi oleh rumput (56%). Rumput dipilih dengan alasan lebih segar, lebih indah, nyaman dan aman bagi anak-anak. Tabel 5 Tutupan lahan yang diinginkan masyarakat kampus di hutan kota UR Tutupan tanah Persentase Kerikil 10,7 Semak belukar 13,2 Rumput 56 Paving block 19,5 Lainnya (kayu) 0,6 Rumput juga memiliki nilai ekologi sebagaimana dikatakan oleh Dariah (2005) bahwa tanaman penutup berfungsi untuk menahan dan mengurangi daya rusak butir-butir hujan dan aliran permukaan, sebagai sumber pupuk organik, dan

4 untuk menghindari dilakukannya penyiangan yang intensif. Dr Menoreh Lavidis, seorang pakar Euroscientist dari University of Queensland diacu dalam Simon (2011) mengatakan bahwa aroma rumput segar dapat menenangkan dan meredakan ketegangan di kepala akibat stres, dan perasaan bahagia yang ditimbulkan setelahnya. Oleh karena itu rumput merupakan pilihan yang tepat sebagai tutupan lahan hutan kota UR yang sesuai dengan preferensi manfaat yang diharapkan yaitu kesehatan Fasilitas Tambahan Di Hutan Kota Universitas Riau a. Fasilitas utama Preferensi masyarakat kampus terkait fasilitas utama di hutan kota UR (Tabel 6) didominasi oleh fasilitas untuk kegiatan outbound (25,8%). Kegiatan ini dipilih karena banyak mempunyai nilai positif dari segi kesehatan dan kedekatan dalam keluarga. Alasan tersebut didukung oleh pernyataan Kimpraswil (2007) bahwa outbound adalah usaha olah diri (olah pikir dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja dan prestasi dalam rangka melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi secara lebih baik lagi. Sehingga fasilitas tersebut sesuai dengan manfaat dan fungsi hutan kota UR. Tabel 6 Fasilitas utama yang diinginkan masyarakat kampus di hutan kota UR Fasilitas utama Persentase (%) Lintasan sepeda 14,2 Jogging track 17,6 Outbound 25,8 Ayunan 10,3 Rumah pohon 21,2 Menara 10,9 b. Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang yang diinginkan oleh masyarakat kampus dalam kawasan hutan kota UR (Tabel 7) didominasi oleh saung/tempat duduk di tengah sungai/danau dengan penghubung sebuah jembatan (30,4%). Fasilitas ini lebih dipilih karena multi fungsi yaitu sebagai tempat beristirahat, memancing dan darmaga perahu.

5 Tabel 7 Fasilitas penunjang yang diinginkan masyarakat kampus di hutan kota UR Fasilitas penunjang Persentase (%) Jembatan unik 25,3 Tempat duduk di tepi sungai 18,4 Tempat duduk di tengah sungai/danau, penghubung jembatan 32,1 Tempat memancing 24,2 c. Ornamen Selain fasilitas, masyarakat kampus juga menginginkan ornamen tambahan (Tabel 8) yang didominasi oleh air mancur 43,2%. Ornamen tersebut dipilih karena mempunyai nilai estetika tinggi serta menyegarkan. Tabel 8 Ornamen tambahan yang diinginkan oleh masyarakat kampus di hutan kota UR Ornamen Persentase Bunga - bunga pot 24,6 Patung 10,9 Air mancur 43,2 Lampu taman 21,4 d. Penempatan tempat sampah Fasilitas umum berupa tempat sampah di areal hutan kota juga harus diperhatikan dalam hal penempatannya. Penempatan tempat sampah yang diinginkan oleh masyarakat kampus (Tabel 9) didominasi oleh penempatan tempat sampah tersebar merata (55,9%). Penempatan secara merata dianggap lebih efektif dalam menanggulangi sampah. Tabel 9 Penempatan tempat sampah di hutan kota UR Penempatan tempat sampah Persentase (%) Tersebar merata 55,9 Titik rawan sampah 27,1 Satu tempat saja 0,9 Dimana saja 16, Karakter warna untuk hutan kota Universitas Riau Warna yang dipakai untuk semua fasilitas yang ditambahkan di areal hutan kota dapat mempengaruhi kenyamanan pengunjung. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat kampus, preferensi karakter warna untuk fasilitas hutan kota UR (Tabel 10) didominasi dengan warna mencolok (42%). Warna mencolok dipilih karena lebih menarik terutama bagi anak-anak.

6 Tabel 10 Karakter warna yang dipilih untuk fasilitas di hutan kota UR Warna fasilitas Persentase (%) Sangat mencolok 6,5 Mencolok 42 Sedikit mencolok 27,1 Tidak mencolok 23,4 Lainnya (hijau) 0,9 Berdasarkan pendekatan-pendekatan dari persepsi dan preferensi masyarakat kampus terkait aktivitas bersantai, tanaman yang rindang serta tutupan tanah berupa rumput, fasilitas outbound dan warna mencolok yang mendukung manfaat kesehatan, maka fungsi hutan kota UR ditetapkan untuk memenuhi fungsi kesehatan dan estetika. Selain itu, hutan kota juga berfungsi sebagai sarana pendidikan karena lokasinya yang berada di dalam kampus. 5.2 Bentuk dan Tipe Hutan Kota Universitas Riau Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002 bentuk hutan kota UR yang akan dikembangkan (30 ha) adalah mengelompok. Hutan kota yang mengelompok merupakan satu kesatuan yang kompak, dengan fungsi hidrologi, ameliorasi iklim, produksi oksigen serta fungsi konservasi lainnya dengan vegetasi pohon berupa pohon tajuk lebar dan mempunyai luas minimal 0,25 ha (Fakultas Kehutanan IPB 1987). Fungsi hutan kota UR berdasarkan persepsi dan preferensi masyarakat kampus adalah kesehatan, namun lokasinya yang berada di dalam kawasan kampus dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan sesuai dengan hasil penelitian dari Buhler dan Kristoffersen (1958) yang menyatakan bahwa hutan kota dapat menjadi alat pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka tipe hutan kota UR ditetapkan sebagai tipe edukasi. Meskipun demikian, dalam pengembangannya tipe edukasi juga akan mengakomodir fungsi kesehatan, estetika dan konservasi. 5.3 Rencana Pengembangan Hutan Kota Universitas Riau Pengembangan hutan kota UR dilakukan melalui pengembangan blok, ruang, vegetasi dan fasilitas pendukung.

7 5.3.1 Pengembangan blok dan ruang Mengacu pada tipe pendidikan dengan fungsi kesehatan dan rekreasi, maka hutan kota UR dapat dibagi menjadi dua blok, yaitu blok intensif dan blok non intensif (Gambar 4). Blok intensif adalah blok yang dikembangkan sebagai pusat aktivitas pengunjung yang terdiri dari areal parkir, areal tanaman buah dan areal waduk. Blok non intensif adalah blok yang dikembangkan sebagai pusat pelestarian keanekaragaman hayati serta kegiatan perkuliahan dan penelitian yang terletak di areal tanaman berkayu. Gambar 4 Pembagian blok, ruang dan areal pengembangan hutan kota UR.

8 Pengembangan hutan kota UR juga akan mempertimbangkan pembagian ruang menjadi ruang pengembangan fasilitas pada blok intensif dan ruang pengembangan keanekaragaman hayati pada blok non intensif (lihat Gambar 4). Ruang pengembangan fasilitas adalah ruang yang diperuntukkan untuk berlangsungnya aktifitas pendidikan dan wisata, sedangkan ruang pengembangan keanekaragaman hayati adalah ruang yang diperuntukkan untuk pelestarian tanaman dan berlangsungnya kegiatan pendidikan yang pada umumnya merupakan tanaman berkayu Pengembangan vegetasi Saat ini jenis pohon di hutan kota UR didominasi oleh Acacia mangium dan empat (4) jenis lainnya yang masih berupa semai, yaitu pulai (Alstonia pneumatophora), mahoni (Switenia macrophylla), gaharu (Aquilaria malaccensis) dan meranti (Shorea resinosa). Pengembangan vegetasi akan disesuaikan dengan tipe edukasi serta fungsi kesehatan dan estetika. Penentuan jenis vegetasi ditetapkan berdasarkan kriteria-kriteria seperti kondisi lahan, daya tarik pengunjung dan koleksi tanaman. Dahlan (1992) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota yang maksimal, beberapa informasi yang perlu diperhatikan antara lain persyaratan edaphis (ph, jenis tanah, tekstur dan lainlain), persyaratan meteorologis (suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan lain-lain), persyaratan silvikultur (penyediaan benih dan pemeliharaan), persyaratan umum (tahan terhadap hama dan penyakit, cepat tumbuh, mempunyai bentuk yang indah dan lain-lain). Tanaman yang dipilih untuk hutan kota UR harus cocok dari jenis dan sifat tanah, keadaan lingkungan dan iklim di Riau (lihat pada kondisi umum lokasi penelitian), agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, jenis tanaman yang akan ditanam diutamakan jenis asli setempat sehingga tidak ada masalah dalam adaptasi. Mengingat hutan kota mempunyai multifungsi, maka juga akan dikembangkan jenis-jenis introduksi (dari luar daerah), yang bukan merupakan jenis asli setempat. Jenis ini dipilih yang mempunyai kemampuan rentang adaptasi yang lebar (eury) terhadap kondisi lingkungan setempat. Selain itu, juga tidak bersifat invasif yang dapat

9 menyebabkan terdesaknya jenis asli setempat dan tidak bersifat alelopati terhadap jenis tumbuhan lain. Fungsi blok juga perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis dan pola penanamannya (Gambar 5). Pada blok intensif yang merupakan pusat aktifitas pengunjung dan pusat pembangunan fasilitas, maka kriteria pemilihan jenis tanaman secara umum yaitu tanaman yang indah, berbunga/berbuah, kuat, tidak bergetah banyak, tidak berduri, serbuksari tidak menyebabkan alergi serta dengan pola tanam formal dan semi formal agar dapat menarik pengunjung. Pemilihan jenis pada blok non intensif tidak mementingkan sifat negatif terhadap manusia, sehingga kriteria pemilihan secara umum yaitu beragam/heterogen, endemik, langka, berkayu, tidak komersil serta dengan pola penanaman informal agar lebih terlihat alami. Selain fungsi blok, fungsi areal juga perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis tanaman sehingga membutuhkan kriteria berbeda-beda (Tabel 11). Gambar 5 Rencana Pengembangan Koleksi Tanaman Hutan Kota UR.

10 Tabel 11 Pengembangan vegetasi di hutan kota UR Blok Areal Kriteria pemilihan jenis vegetasi Intensif Parkir kuat, bertajuk lebat, tidak mudah gugur, dan indah Non intensif Tanaman buah kuat, tidak bergetah banyak, berbuah atau berbunga, serbuk sari tidak menyebabkan alergi dan indah Waduk transpirasi rendah, kuat dan tidak mudah gugur Tanaman berkayu beragam/heterogen, endemik, langka, berkayu, tidak komersil Blok koleksi Estetika dan populer Buah dan estetika Pola penanaman (Gambar 6) Formal (penataan tajuk pohon yang teratur) Semi formal (gabungan pola penanaman formal dan informal) Populer Semi formal (gabungan formal dan informal) Lokal (asli Indonesia), populer, rawa dan estetika Informal (penataan tajuk pohon yang tidak teratur) Tutupan tanah Paving blok Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach) Semak belukar Semak belukar a b. c Gambar 6 Pola penanaman di hutan kota UR. Ket : (a) Formal; (b) Informal; (c) Semiformal. Alternatif tanaman pengembangan vegetasi di hutan kota UR terdapat sekitar 35 jenis tanaman (Tabel 12). Adapun tutupan tanah pada setiap areal dapat

11 berbeda sesuai peruntukkannya yang terdiri dari rumput, semak belukar dan paving blok. Tabel 12 Alternatif jenis Ttanaman yang dapat dikembangkan di hutan kota UR Blok Fungsi Vegetasi Jenis Tanaman Blok Koleksi Jenis Populer Ceiba pentandra (kapuk randu) Delonix regia (flamboyan) Phaleria macrocarpa (mahkota dewa) Pometia pinnata (matoa) Shorea resinosa (meranti) Switenia mahagoni (mahoni daun kecil) Blok Koleksi Jenis Rawa Blok Koleksi Jenis lokal Blok Koleksi Jenis Buah-buahan Blok Koleksi Jenis Estetika Pengembangan fasilitas pendukung Oncosperma tigillarium (nibung) Alstonia pneumatophora (pulai) Aquilaria malaccensis (gaharu) Koompassia excelsa (kempas) Peronema canescens (sungkai) Pithecellobium occidentale (jengkol) Sandoricum koetjape (kecapi/santul) Scorodarpus borneencens (kulim) Artocarpus communis forst (sukun) Artocarpus heterophyllus (nangka) Baccaurea ianceolata (rambai hutan) Garcinia mangostana (manggis) Lansium domesticum (duku) Mangifera foetida (kueni) Mangifera indica (mangga) Nephelium lappaceum (rambutan) Nephelium ramboutan (kapulasan) Psidium guajava (jambu biji) Syzygium aquaeum (jambu air) Syzygium malaccense (jambu bol) Achras zapota (sawo) Adenanthera sp (saga) Callophyllum inophyllum (nyamplung) Cananga odorata (kenanga) Cyrtostachys renda (palem merah) Crystostachys lakka (pinang) Gnetum gnemon (melinjo) Mimusops elengi (tanjung) Manilkara kauki (sawo kecik) Fasilitas pendukung bertujuan memenuhi kebutuhan pengunjung pada setiap areal agar fungsi hutan kota UR lebih optimal (Gambar 7). Jenis fasilitas yang dipilih disesuaikan dengan tipe edukasi, lokasi pembangunan, tujuan pengembangan, kondisi lingkungan dan kenyamanan pengunjung. Jenis fasilitas pendukung untuk hutan kota UR seperti menara pengamatan, rumah kaca, rumah semai dan sebagainya.

12 Gambar 7 Rencana model pengembangan hutan kota UR.

Lampiran 1 Panduan Wawancara Kepada Pengelola Hutan Kota Universitas Riau

Lampiran 1 Panduan Wawancara Kepada Pengelola Hutan Kota Universitas Riau LAMPIRAN Lampiran 1 Panduan Wawancara Kepada Pengelola Hutan Kota Universitas Riau 1. Apa keuntungan bagi kampus Universitas Riau dengan status hutan kota tersebut? 2. Apa tujuan utama dan tujuan lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1) ; (2) (3)

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1)  ; (2)  (3) 48 PERENCANAAN LANSKAP Konsep dan Pengembangannya Konsep dasar pada perencanaan lanskap bantaran KBT ini adalah menjadikan bantaran yang memiliki fungsi untuk : (1) upaya perlindungan fungsi kanal dan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN HUTAN KOTA UNIVERSITAS RIAU BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT KAMPUS ELMILIA ALDA

STUDI PENGEMBANGAN HUTAN KOTA UNIVERSITAS RIAU BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT KAMPUS ELMILIA ALDA STUDI PENGEMBANGAN HUTAN KOTA UNIVERSITAS RIAU BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT KAMPUS ELMILIA ALDA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

PERENCANAAN Tata Hijau Penyangga Green Belt

PERENCANAAN Tata Hijau Penyangga Green Belt 68 PERENCANAAN Perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan industri mencakup perencanaan tata hijau, rencana sirkulasi, dan rencana fasilitas. Perencanaan tata hijau mencakup tata hijau penyangga (green

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan yang mempunyai fungsi perlindungan

I. PENDAHULUAN. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan yang mempunyai fungsi perlindungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan pelestarian alam adalah kawasan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA 6.1. Konsep Hutan Kota Perencanaan hutan kota ini didasarkan pada konsep hutan kota yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat kota Banjarmasin terhadap ruang publik. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan salah satu komponen penting perkotaan. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 terdiri dari 8 wilayah kecamatan dengan luas wilayah 446,5 km 2. Setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran manusia makin meningkat dalam mencapai suatu prestasi yang tinggi, maka negara-negara yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan. Lampiran 2. Nilai Biomassa dan Karbon Tersimpan Pada RTH Hutan Kota Taman Beringin a.

Lampiran 1. Perhitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan. Lampiran 2. Nilai Biomassa dan Karbon Tersimpan Pada RTH Hutan Kota Taman Beringin a. Lampiran 1. Perhitungan dan Karbon Tersimpan Contoh : Diketahui Angsana (Pterocarpus indicus) yang memiliki berat jenis 0,65 gr/cm 3 terdapat pada RTH Ahmad Yani dengan diameter 40 cm, maka nilai biomassa

Lebih terperinci

Gambar 58. Konsep ruang sebagai habitat burung

Gambar 58. Konsep ruang sebagai habitat burung 92 BAB V PERENCANAAN LANSKAP 5.1 Konsep Perencanaan Konsep dasar dalam penelitian ini adalah untuk merencanakan lanskap ruang terbuka hijau ekologis sebagai habitat burung di kawasan permukiman. Berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota identik dengan pemukiman penduduk dalam jumlah besar pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kota identik dengan pemukiman penduduk dalam jumlah besar pada suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota identik dengan pemukiman penduduk dalam jumlah besar pada suatu kawasan dengan sarana pendukung seperti perkantoran, kawasan industri, sekolah, rumah ibadah, pusat-pusat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh: Abdullah Deny Fakhriza Ferdi Ikhfazanoor M. Syamsudin Noor Nor Arifah Fitriana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan TINJAUAN PUSTAKA Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Komponen 4 PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Bimbingan Teknis Adiwiyata 2014, Jakarta 25-27 Maret 2014 Linda Krisnawati & Stien J. Matakupan 1 Lader of Participation developed by Hart (1992)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 26 BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 5.1 Konsep Pengembangan Ancol Ecopark Hingga saat ini Ancol Ecopark masih terus mengalami pengembangan dalam proses pembangunannya. Dalam pembentukan konsep awal,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadan ruang terbuka publik di dalam suatu kota semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung tinggi dan kawasan industri yang merupakan trademark dari kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat menampung aktivitas tertentu manusia, baik secara individu atau secara kelompok (Hakim,1993).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Analisis GIS dengan CITYgreen 5.4 Proses analisis dibagi menjadi analisis enam belas rumah sampel. Keenam belas rumah ini berasal dari dua kecamatan dengan kondisi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK Mohhamad Kusyanto Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Diponegoro 1B Jogoloyo Demak Telpon (0291) 681024

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di Provinsi Lampung. Padang Golf Sukarame didirikan oleh Perkumpulan Golf Lampung (PGL).

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kota dan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

Sikap Masyarakat terhadap Fungsi RTH Pekarangan untuk Mereduksi Dampak Partikel Debu (Studi Kasus Di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Bogor)

Sikap Masyarakat terhadap Fungsi RTH Pekarangan untuk Mereduksi Dampak Partikel Debu (Studi Kasus Di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Bogor) LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1 Lembar pernyataan Tanggal pengisian: Jarak dari titik acuan: Kriteria vegetasi pekarangan: Sikap Masyarakat terhadap Fungsi RTH Pekarangan untuk Mereduksi Dampak Partikel Debu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap merupakan suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk ditunjukkan pada pengunjung sekaligus sebagai pusat produksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan dari konsep ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo adalah : 1. Adanya kebutuhan masyarakat pada kawasan pusat kota Ponorogo akan ruang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP DAN PERENCANAAN

BAB VI KONSEP DAN PERENCANAAN BAB VI KONSEP DAN PERENCANAAN 6.1 Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan lanskap di desa Gedongjetis adalah menjadikan kawasan sebagai tempat wisata pertanian dengan obyek wisata utamanya kebun rambutan,

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN WISATA HUTAN KOTA BUNGKIRIT

BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN WISATA HUTAN KOTA BUNGKIRIT BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN WISATA HUTAN KOTA BUNGKIRIT 5.1 Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Kota Bungkirit Berdasarkan hasil analisis didapat hasil perhitungan proyeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan Pusat Studi dan Budidaya Tanaman Hidroponik ini adalah Arsitektur Ekologis. Adapun beberapa nilai-nilai Arsitektur Ekologis

Lebih terperinci

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan. KONSEP Konsep Dasar Street furniture berfungsi sebagai pemberi informasi tentang fasilitas kampus, rambu-rambu jalan, dan pelayanan kepada pengguna kampus. Bentuk street furniture ditampilkan memberikan

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut.

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 5 Kawasan Menteng pada tahun 1930 (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta)

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 5 Kawasan Menteng pada tahun 1930 (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta) 11 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang Kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan tak lepas dari aspek kesejarahan yang mewarnai berbagai lokasi di dalamnya.

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 2. Foto Objek Fokal Orangutan Dalam Penelitian Individu jantan dewasa Individu jantan remaja Individu betina dewasa Individu betina dewasa bersama anaknya Lampiran

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA ( Taman Nostalgia Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN DESAIN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Denah Lokasi Hutan Kota Sungkur Klaten terletak di Kelurahan Sungkur, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten. Bagian Utara Hutan Kota berbatasan dengan Jalan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci