BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Umur Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut. Menurut Kammaluddin (1994) umur individu digolongkan kedalam tiga golongan usia kerja produktif, yaitu : (1) usia tidak produktif, yaitu umur < 25 tahun dan > 65 tahun, (2) usia produktif, yaitu umur > 45 tahun sampai dengan umur 65 tahun, dan (3) usia sangat produktif, yaitu umur 25 tahun sampai dengan 45 tahun. Pengasuh pohon dalam program pohon asuh ini rata-rata berumur 43 tahun. Pada kisaran umur seperti ini, responden termasuk golongan usia sangat produktif dan potensial dalam bekerja, mereka biasa melakukan kegiatan bertani dan berladang, berdagang setiap hari, menjadi buruh ataupun pegawai negeri. Sebagian besar responden di Desa Karang Tengah berada pada rentang umur tahun yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 42,11% dan termasuk dalam kategori usia sangat produktif. Semakin besar persentase usia responden dalam kategori sangat produktif, akan semakin besar potensi dan peluang mengembangkan usaha, karena pada usia ini seseorang berada dalam kondisi yang dinamis. Sementara pada rentang umur 30 tahun sebanyak 2 orang yaitu 10,53%. Responden dengan rentang umur tahun dan tahun memiliki jumlah berturut - turut sebanyak 5 orang dan 4 orang dengan persentase 26,31% dan 21,05 %. Sebaran umur pengasuh pohon dalan program Pohon Asuh dijelaskan di bawah ini pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran umur responden Umur Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N No % (Thn) (3) (4) (5) (6) (7) total (1) (2) N N N N N (8) (9) , , , , ,00 Total

2 Persentase ( % ) Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD 30 tahun tahun tahun tahun 61 tahun Umur (tahun) Gambar 7 Umur pengasuh pohon antar blok pohon asuh. Pengasuh pohon yang menjadi responden dalam penelitian ini berumur minimal 18 tahun dan maksimal 60 tahun, sehingga untuk rentang umur 61 tahun persentasenya adalah 0,00%. Hal ini dikarenakan pada umur 61 tahun penduduk sudah kurang produktif artinya sudah tidak bisa bekerja lagi sehingga mereka lebih mempercayakan kepada anak-anaknya untuk bekerja atau mengolah lahan Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu modal dasar yang diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia serta peningkatan kualitas SDM. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam melakukan suatu kegiatan, karena pendidikan dapat membentuk pola pikir, pandangan dan sikap masyarakat yang positif akan usaha rehabilitasi kondisi daerah yang kritis, dalam hal ini melalui program Pohon Asuh. Tingkat pendidikan ini tentunya sangat berpengaruh dalam hal penyerapan informasi dan tingkat pengetahuan serta yang terpenting adalah kesadaran responden akan kegiatan Pohon Asuh ini. Kebutuhan pendidikan merupakan suatu hal yang diperlukan pertimbangan cukup matang bagi setiap keluarga petani. Pendidikan yang dijalani akan sesuai dengan pendapatan yang diperoleh petani. Tingkat pendidikan sebagian besar responden yang masih rendah merupakan salah satu hal

3 41 penting yang harus diperhatikan oleh instansi terkait dalam menentukan kebijakan program rehabilitasi hutan kedepannya. Pada umumnya tingkat pendidikan formal pengasuh pohon dalam program Pohon Asuh ini masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari adanya responden yang sama sekali tidak pernah mengenyang bangku sekolah. Pendidikan tertinggi responden yaitu tingkat SMA. Sebagian besar responden hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD yaitu sebanyak 16 orang atau sebesar 84,21%. Sementara untuk responden yang menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SMP sebanyak 1 orang dan tingkat SMA sebanyak 1 orang dengan presentase masing-masing sebesar 5,26%. Responden yang tidak pernah bersekolah sebanyak 1 orang atau 5,26 %. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan pengasuh pohon dalam program Pohon Asuh ini dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Tingkat pendidikan responden Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N No Pendidikan (3) (4) (5) (6) (7) total % (1) (2) N N N N N (8) (9) 1 Tidak Sekolah ,26 2 SD ,21 3 SMP ,26 4 SMA ,26 Total Persentase tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada gambar di bawah ini Persentase ( % ) Tidak Sekolah SD SMP SMA Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD Tingkat Pendidikan Gambar 8 Tingkat pendidikan pengasuh pohon perblok.

4 42 Tingkat pendidikan formal seseorang berpengaruh besar terhadap kapasitas belajarnya, karena ada kegiatan tertentu yang memerlukan tingkat pengetahuan tertentu agar ia dapat memahaminya. Rendahnya tingkat pendidikan responden di daerah penelitian disebabkan beberapa faktor, antara lain karena aksesibilitas yang rendah, kondisi perekonomian responden yang umumnya berpenghasilan rendah, masih kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan serta kurangnya dukungan dan motivasi dari orang tua terhadap anak-anaknya Mata Pencaharian Utama Mata pencaharian utama sebagai pekerjaan yang menjadi pokok penghidupan masyarakat (sumbu atau pokok), yang dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kesempatan untuk memperoleh suatu pekerjaan dan kemampuan untuk memanfaatkan potensi diri yang dimiliki seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Selain itu penguasaan teknologi dan penerapannya pada berbagai kegiatan sehari-hari juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Saat ini penerapan teknologi pada berbagai kegiatan pertanian secara tidak langsung akan meningkatkan efisiensi pengolahan (memperkecil biaya pengolahan) dan dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Kondisi lahan dan ketersediaan sumber daya alam di suatu tempat akan berpengaruh besar terhadap kehidupan sehari-hari responden. Berdasarkan hasil observasi langsung di lokasi penelitian, Desa Karang Tengah memiliki potensi sumber daya lahan yang melimpah baik berupa lahan pertanian maupun lahan kehutananan. Sehingga berdasarkan hal tersebut sebagian besar mata pencaharian utama responden di lokasi penelitian adalah sebagai petani. Tanaman yang diusahakan pada lahan pertanian adalah padi, singkong, jagung, pisang, kacangkacangan, pandan dan jenis sayuran lainnya dengan pola tanam campuran. Sedangkan tanaman yang diusahakan pada lahan kehutananan adalah Pinus merkusii (Pinus), Paraserianthes falcataria (Sengon), Swietenia mahagoni (mahoni), bambu dan jenis lainnya. Karakteristik mata pencaharian utama responden dapat dilihat pada Tabel 18.

5 43 Tabel 18 Karakteristik mata pencaharian utama responden Pekerjaan Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N No Utama (3) (4) (5) (6) (7) total (1) (2) N N N N N (8) (9) 1 Buruh Tani ,26 2 Petani ,37 3 Penyadap Pinus ,26 4 Kuli ,26 5 Perhutani ,26 6 Pedagang ,58 Total Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar mata pencaharian utama responden adalah sebagai petani, baik sebagai petani ladang, sawah maupun petani hutan dengan jumlah sebanyak 9 orang atau 47,37%. Rata-rata lamanya pekerjaan tersebut telah mereka lakukan selama 26 tahun, responden telah melakukan kegiatan bertani sejak usia masih kecil untuk membantu pekerjaan orang tuanya sehingga responden memiliki banyak pengalaman pekerjaan dalam hal bertani. Selain tersedianya potensi lahan yang baik untuk bertani, responden lebih banyak memilih pekerjaan ini karena untuk bertani tidak memerlukan modal besar dan hasil dari kegiatan bertani ladang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari sehingga tidak perlu membeli. Meskipun hasil yang diperoleh dari bertani ini relatif masih kecil dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. % Persentase ( % ) Buruh Tani Petani Penyadap Pinus Kuli Perhutani Pedagang Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD Mata Pencaharian Utama Gambar 9 Mata pencaharian utama pengasuh pohon perblok.

6 44 Selain petani, mata pencaharian utama lain yang banyak dilakukan oleh responden adalah sebagai pedagang yaitu sebanyak 6 orang dengan presentase 31,58%. Di Desa Karang Tengah peluang untuk menjadi seorang pedagang cukup besar karena meskipun desa ini dekat dengan kota Bogor dan ibukota Jakarta, akan tetapi tempat-tempat untuk berbelanja kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder masyarakat masih jarang serta sebagian besar masyarakat tidak memiliki alat transportasi, hal ini menyebabkan akses masyarakat untuk berbelanja ke pasar lebih sulit. Sehingga baru-baru ini, sebagian dari responden banyak yang lebih memilih untuk menjadi pedagang keliling di Desa Karang Tengah. Responden yang menjadi pedagang rata-rata masih berusia muda, yaitu 39 tahun dan pengalaman mereka dalam berdagang masih dikatakan relatif baru yaitu 5 tahun. Jenis mata pencaharian utama lainnya yang dilakukan responden untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari adalah penyadap pinus, buruh tani, kuli dan karyawan Perhutani yang masing-masing sebanyak 1 orang atau 5,26% dari total responden. Pekerjaan utama responden yang relatif lebih baik adalah pegawai perhutani, akan tetapi dalam proses pemeliharaan pohon asuh di lapangan pegawai perhutani tersebut menggunakan jasa buruh tani Mata Pencaharian Sampingan Mata pencaharian sampingan dilakukan apabila pendapatan dari mata pencaharian utama tidak mencukupi. Artinya kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh tambahan pendapatan sehingga kebutuhan untuk hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Selain untuk menambah pendapatan, mata pencaharian sampingan juga dilakukan manakala tersedianya waktu luang di luar mata pencaharian utama. Sehingga untuk memanfaatkan waktu luang tersebut supaya epektif maka dilakukanlah pekerjaan-pekerjaan lain yang sifatnya hanya sebagai pelengkap. Sebagian besar responden di lokasi penelitian memiliki mata pencaharian sampingan. Namun, bagi beberapa responden lainnya mata pencaharian sampingan tidaklah begitu diperlukan, hal ini dapat dilihat dari adanya responden yang tidak memiliki mata pencaharian sampingan. Untuk lebih jelasnya,

7 45 karakteristik mata pencaharian sampingan di Desa Karang Tengah dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Karakteristik mata pencaharian sampingan responden Pekerjaan Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N No Sampingan (3) (4) (5) (6) (7) total (1) (2) N N N N N (8) (9) 1 Buruh Listrik ,26 2 Tukang Ojek ,26 3 Petani ,84 4 Kuli ,79 5 Pedagang ,79 6 Peternak ,26 7 Tidak Ada ,79 Total Sebagian besar mata pencaharian sampingan responden adalah petani yaitu sebanyak 7 orang dengan presentase 36,84% dengan rata-rata lamanya bekerja adalah 11 tahun. Responden yang memiliki mata pencaharian utama di luar sektor pertanian memanfaatkan waktu luangnya untuk menggarap lahan yang dimilikinya sehingga mata pencaharian sampingan mereka sebagian besar adalah sebagai petani. Mata pencaharian sampingan lainnya yaitu buruh listrik, tukang ojek, kuli, peternak dan pedagang. Sebagian responden ada yang tidak memiliki mata pencaharian sampingan yaitu sebanyak 3 orang atau 15,79%. Hal ini disebabkan waktu responden habis untuk menggarap lahan pertanian serta pendapatan dari mata pencaharian utama sudah melebihi cukup untuk keperluan sehari-hari dan pendidikan keluarga. % Persentase ( % ) Buruh Listrik Tukang Ojek Petani Kuli Pedagang Peternak Tidak Ada Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD Mata Pencaharian Sampingan Gambar 10 Mata pencaharian sampingan pengasuh pohon perblok.

8 46 Selain responden memiliki mata pencaharian sampingan, adanya anggota keluarga lain atau istri yang bekerja dan membantu responden bekerja di lahan juga akan menambah pendapatan dan mengepektifkan waktu kerja Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang secara ekonomi (biaya hidup, biaya pendidikan dan keperluan sehari-harinya) masih dibebankan kepada kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga ini akan mempengaruhi pendapatan dan tingkat produksi dalam bekerja. Jumlah tanggungan keluarga berbanding lurus dengan pendapatan artinya semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka pendapatan pun harus semakin meningkat. Jumlah Tanggungan Keluarga (JTK) responden di lokasi penelitian paling banyak adalah 9 orang, sementara jumlah tanggungan keluarga paling sedikit adalah 1 orang. Sebagian besar responden memiliki JTK dengan kisaran 6 sampai dengan 8 orang yaitu sebanyak 14 orang dengan presentase 73,68%. Responden yang memiliki JTK 0 sampai dengan 2 orang yaitu sebanyak 1 orang atau 5,26%. Sedangkan responden yang memiliki JTK 9 sampai dengan 11 orang yaitu sebanyak 2 orang atau 10,53%. Sementara itu, responden yang memiliki JTK 3 sampai dengan 5 orang sebanyak 2 orang dengan persentase 10,53%. Untuk lebih jelasnya jumlah tanggungan keluarga responen dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Jumlah tanggungan keluarga responden JTK Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N No (orang) (3) (4) (5) (6) (7) total % (1) (2) N N N N N (8) (9) , , , ,53 Total Secara umum JTK responden lebih dari 2 orang, bahkan ada yang mencapai 9 orang. Hal ini disebabkan banyaknya keluarga yang enggan untuk menggunakan program KB, sehingga menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi di desa penelitian. Banyaknya JTK responden membuat mereka bekerja lebih

9 47 keras untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya. Namun selain menjadi beban ekonomi, jumlah anggota keluarga yang banyak dapat pula menjadi modal tenaga kerja dalam meningkatkan pendapatan keluarga yaitu dengan cara memberdayakan anggota keluarganya untuk menggarap lahan Persentase ( % ) orang 3 5 orang 6 8 orang 9 11 orang Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD Jumlah Tanggungan Keluarga Gambar 11 Jumlah tanggungan keluarga pengasuh pohon perblok Pendapatan Bertani merupakan mata pencaharian utama bagi sebagian besar responden di lokasi penelitian, akan tetapi pekerjaan ini masih belum dapat meningkatkan pendapatan petani dari masa ke masa. Karena sektor pertanian masih bersifat subsisten artinya suatu sistem bertani dimana tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari petani dan keluarga saja, bukan bersifat komersil (mencari keuntungan). Tingkat pendapatan ini dilihat dari besarnya pendapatan yang diterima oleh responden dari mata pencaharian utama, karena untuk pendapatan dari mata pencaharian sampingan besarnya tidak menentu setiap bulan. Pendapatan minimal responden di lokasi penelitian adalah sebesar Rp ,00 perbulannya dengan mata pencaharian utama sebagai petani, sedangkan pendapatan responden yang paling tinggi adalah sebesar Rp ,00/bulan bermata pencaharian utama sebagai Pedagang. Sebagian besar tingkat pendapatan responden masih berkisar antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 dan sebagian besar bermata

10 48 pencaharian utama sebagai petani yaitu sebanyak 8 orang atau 42,11%. Tingkat pendapatan ini masih berada di bawah upah minimum regional (UMR) Kabupaten Bogor tahun 2010 yaitu sebesar Rp ,00. Sementara itu, tingkat pendapatan responden yang lebih dari Rp ,00 yaitu sebanyak 2 orang dengan presentase 10,53%. Tingkat pendapatan responden yang berada di atas UMR kabupaten Bogor tahun 2010 rata-rata bermata pencaharian utama sebagai pedagang, pegawai dan petani yang menggarap lahan dengan luasan lebih dari 20 Ha. Tingkat pendapatan responden yang kurang dari atau sama dengan Rp ,00 sebanyak 3 orang, sama halnya dengan banyaknya responden yang memperoleh pendapatan antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 dan antara Rp ,00 sampai denganrp ,00 dengan persentase masing masing sebesar 15,79%. Untuk lebih jelasnya, tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel 21 dan persentase tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 12. Tabel 21 Tingkat pendapatan responden Pendapatan per Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N No bulan (Rupiah) (3) (4) (5) (6) (7) total % (1) (2) N N N N N (8) (9) , , , , ,79 6 > ,53 Total Tingkat pendapatan responden yang relatif rendah ini disebabkan oleh mata pencaharian utama responden yang sebagian besar hanya mangandalkan pada sektor pertanian dengan orientasi non komersil. Secara umum tingkat pendapatan tersebut bagi responden dirasakan sudah mencukupi untuk kebutuhan primer sehari-hari, namun untuk kebutuhan sekunder perlu adanya tambahan pendapatan lain seperti dari mata pencaharian sampingan.

11 persentase ( % ) Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD Pendapatan per Bulan (Rupiah) Gambar 12 Tingkat pendapatan per bulan pengasuh pohon perblok Luas Lahan Luas lahan responden terdiri dari lahan yang dimiliki sendiri (hak milik) dan lahan yang digarap oleh responden. Responden yang memiliki lahan sendiri sebanyak 89, 47%, sedangkan responden yang tidak mempunyai lahan sendiri yaitu sebanyak 2 orang atau 10,53%. Luas kepemilikan lahan terbesar responden adalah 2,134 Ha. Responden yang mempunyai lahan sendiri sebagian besar (78,85%) luas lahannya kurang dari sama dengan 0,5 Ha. Luas kepemilikan lahan responden dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini. Tabel 22 Luas kepemilikan lahan responden No Luas Lahan Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N Hak Milik total (Ha) (3) (4) (5) (6) (7) % (1) (2) N % N % N % N % N % (8) (9) 1 0-0, ,47 2 0,51-1, ,26 3 1,01-1, ,00 4 1,51-2, ,00 5 > 2, ,26 Total

12 50 Berdasarkan pada tabel 20, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden di Desa Karang Tengah memiliki lahan kurang dari 0,50 Ha yaitu 89,47% atau sebanyak 17 orang. Sedangkan 52,6 % responden memiliki lahan dengan kisaran luas 0,51 Ha - 1,00 Ha atau sebanyak 1 orang. Hanya sebagian kecil responden yang memiliki lahan lebih dari 2 Ha yaitu sebesar 52,6 %. Selain lahan yang dimiliki sendiri (hak milik), responden juga memiliki lahan garapan yang digunakan untuk sektor pertanian. Lahan garapan ini berarti lahan milik orang lain maupun lahan milik Perhutani yang digunakan atau diolah oleh responden untuk bertani dengan pembagian hasil tani berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang bersangkutan. Luas lahan garapan responden dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Luas lahan garapan responden Luas Lahan Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N No Garapan (Ha) (3) (4) (5) (6) (7) total % (1) (2) N % N % N % N % N % (8) (9) 1 0-1, , , ,63 2 1,01-2, , , ,32 3 2,01-3, , ,26 4 3,0-4, ,00 5 4,01-5, ,26 6 > 5, ,53 Total Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, luas lahan minimum yang digarap oleh responden adalah seluas 0,005 Ha sedangkan luas lahan terbesar yang digarap yaitu seluas 27 Ha. Sebagian besar (52,63%) luas lahan yang digarap oleh responden tidaklah terlalu luas, respondenhanya menggarap lahan seluas 0 sampai dengan 1,00 Ha yaitu sebanyak 10 orang. Responden yang menggarap lahan seluas 1,01 Ha sampai dengan 2 Ha sebesar 26,32%. Hanya sebagian kecil responden yang menggarap lahan lebih dari 5 Ha yaitu sebanyak 2 orang atau 10,53 Ha. Data yang diperoleh di lapangan menunjukan bahwa luas lahan yang dimiliki sebagian besar responden baik itu lahan milik sendiri maupun lahan garapan yang digunakan untuk bertani tidaklah terlalu luas, hal ini merupakan salah satu penyebab minimnya pendapatan responden dari sektor pertanian.

13 Jarak Tempuh Aksesibilitas responden ke lahan lokasi penanaman Program Pohon Asuh ditentukan oleh jarak tempuh. Jarak tempuh adalah jarak yang dilalui pengasuh pohon dari tempat tinggal (rumah) menuju lokasi Program Pohon Asuh. Aksesibilitas responden ke lahan lokasi penanaman Program Pohon Asuh memiliki jarak tempuh yang tidak terlalu jauh, karena dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Namun yang menjadi kendala yaitu jembatan untuk menyebrangi sungai pada saat ini dalam keadaan rusak berat dan sudah tidak layak digunakan lagi untuk lalu lintas pejalan kaki. Sehingga untuk menuju lokasi lahan Pohon Asuh, responden harus turun langsung menyebrangi sungai. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini. Gambar 13 Sungai dan jembatan menuju lokasi pohon asuh. Secara umum, jarak yang ditempuh responden untuk menuju lokasi Program Pohon Asuh kurang dari 1 km. Jarak tempuh responden paling dekat berjarak 0,10 km dan jarak tempuh paling jauh adalah 0,70 km. Sebagian besar responden (42,11%) di lokasi penelitian memiliki jarak tempuh ke lokasi Pohon Asuh dengan kisaran jarak tempuh antara 0,11 km sampai dengan 0,20 km yaitu sebanyak 8 orang. Jarak tempuh ini relatif dekat, karena sebagian besar pengasuh pohon berasal dari Dusun Sukamantri yang merupakan dusun paling dekat dan berbatasan langsung dengan Gunung Hambalang lokasi penanaman Program Pohon Asuh. Hanya sebagian kecil responden di lokasi penelitian yang memiliki jarak tempuh lebih dari 0,5 km yaitu sebanyak 1 orang atau sebesar 5,26%,

14 52 berasal dari Dusun Lewi Goong yang merupakan dusun kedua terdekat dari lokasi Pohon Asuh. Jarak tempuh responden ke lahan lokasi Pohon Asuh dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Jarak tempuh responden ke lokasi pohon asuh No Jarak Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD N Tempuh total (km) (3) (4) (5) (6) (7) % (1) (2) N N N N N (8) (9) 1 0, ,53 2 0,11-0, ,11 3 0,21-0, ,05 4 0,31-0, ,26 5 0,41-0, ,79 6 > 0, ,26 Total Persentase jarak tempuh responden terhadap lokasi pohon asuh dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah ini Persentase ( % ) Blok SR Blok A Blok B Blok C Blok AD ,10 0,11 0,20 0,21 0,30 0,31 0,40 0,41 0,50 > 0,50 Jarak Tempuh (Km) Gambar 14 Jarak tempuh pengasuh pohon perblok. Jarak tempuh sebagian besar responden yang kurang dari 1 km ini menggambarkan bahwa lokasi penanaman Pohon Asuh cukup dekat dengan tempat tinggal pengasuh pohon, dengan demikian diharapkan tingkat produktifitas responden dalam memelihara pohon asuh dapat terjaga dengan baik.

15 Pengelolaan Program Pohon Asuh Pengelolaan Dana Pada Program Pohon Asuh, ketersediaan dana merupakan faktor penting yang sangat diperlukan dalam pelaksanaannya, karena pemeliharaan tanaman asuh ini memerlukan dana yang tidak sedikit untuk jangka waktu 3 tahun. Sumber dana dalam program Pohon Asuh berasal dari para donatur yang selanjutnya disebut sebagai orang tua asuh. Para orang tua asuh masing-masing menyumbangkan dana sebesar Rp ,00/pohon untuk 3 tahun. Dana tersebut dipergunakan untuk penyediaan bibit pohon, pembuatan lubang tanam, penanaman, pembuatan dan penempelan papan nama (tree tag), serta pemeliharaan pohon asuh selama 3 tahun sejak pohon ditanam. Selain itu dana juga dialokasikan untuk upah pengasuh lapangan yang memelihara pohon asuh. Berdasarkan hasil survey dan wawancara di lokasi penelitian, terdapat 33 orang pengasuh lapangan. Pada awalnya pembagian upah kerja pengasuh lapangan dilakukan tiga bulan sekali sebesar Rp ,00 per orangnya, sistem pembagian upah tersebut kemudian berubah yaitu dilakukan satu bulan sekali sebesar Rp ,00 per orangnya. Namun cara pembagian upah secara merata tersebut dirasakan kurang epektif dan berdampak kecemburuan sosial diantara pengasuh lapang yang rajin memelihara pohon asuh. Oleh karena itu, pada awal bulan Juni 2011 dilakukan perubahan sistem pembagian upah yaitu dengan sistem absensi pekerjaan. Upah diberikan setiap bulan sekali, besarnya upah perorang tidak sama rata karena ditentukan berdasarkan pekerjaannya. Rata-rata upah terbesar yang diterima pengasuh lapang sebesar Rp ,00/bulan namun terkadang ada juga pengasuh lapangan yang tidak memperoleh upah sama sekali karena tidak turut serta dalam pemeliharaan tanaman asuh. Secara keseluruhan, besarnya dana pemeliharaan yang diberikan kepada LMDH adalah Rp ,00/bulan. Adapun mekanisme pembagian upah kerja kepada pengasuh lapangan yaitu dana yang telah terkumpul dipegang oleh bendahara kegiatan Pohon Asuh, kemudian petugas lapangan KAHMI akan memberikan dana upah tersebut kepada LMDH dan LMDH akan membagikan upah kerja dengan cara mengumpulkan pengasuh lapangan atau dengan membagikan ke rumah masing-masing tentunya

16 54 upah berdasarkan pekerjaan yang dilakukannya. Selain itu, pihak KAHMI dan Perhutani pun memperoleh dana sebagai honor pengelola dan pengawas yaitu masing-masing Rp ,00/bulan. Pada awalnya, Perhutani memperoleh dana sebesar Rp ,00/3bulan. Namun, pada kenyataannya di lapangan dana honor tersebut dipergunakan untuk kas Perhutani dan pembelian bibit sulaman Pembagian Kerja Sistem pembagian kerja dalam Program Pohon Asuh ini pada awalnya berdasarkan kepemilikan lahan garapan Perhutani yang lahannya dijadikan areal penanaman pohon asuh. Namun cara ini dirasakan kurang epektif, karena adanya beberapa areal penanaman pohon asuh yang kurang terpelihara dengan baik. Oleh karena itu, sekarang ini sistem pembagian kerja berdasarkan berapa banyak orang yang aktif akan disebar ke seluruh areal penanaman pohon asuh kemudian menggunakan sistem absensi. Adapun peran Perhutani disini adalah sebagai pengawas dan mandor jalannya pemeliharaan tanaman asuh. Selain itu, Perhutani juga berperan sebagai perantara pengasuh lapangan atau LMDH dalam menyampaikan aspirasi dan kekurangan lainnya kepada KAHMI. Dalam pelaksanaan pemeliharaan pohon asuh, tidak hanya laki-laki yang turut berpartisipasi aktif. Keterlibatan perempuan dalam pemeliharaan pohon asuh ini diperkirakan mencapai 15%, namun yang tercatat secara resmi sebagai pengasuh lapangan hanya seorang sisanya terkadang hanya menggantikan atau membantu pekerjaan suami untuk memelihara tanaman. Kegiatan pemeliharaan tanaman asuh yang biasanya dikerjakan oleh perempuan seperti pendangiran dan pemupukan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Keterlibatan perempuan dalam kegiatan pemupukan.

17 55 Besarnya upah untuk perempuan agak sedikit berbeda dengan laki-laki, karena beban pekerjaan antara laki-laki dan perempuan pun sedikit berbeda. Pemberian upah kerja berdasarkan sistem upah harian yaitu sekitar Rp ,00/ hari untuk perempuan sedangkan untuk laki-laki sekitar Rp25.000,00/ hari Pemeliharaan Tanaman Kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan dalam Program Pohon Asuh ini diantaranya penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan serta babat bersih jalur antar tanaman. Intensitas pemeliharaan masing-masing kegiatan berbeda, diantaranya kegiatan penyulaman dilakukan kondisional apabila terdapat tanaman asuh yang mati namun biasanya dilakukan 3 bulan sekali. Kegiatan penyiangan, pendangiran serta babat bersih jalur antar tanaman dilakukan 3 bulan sekali. Sedangkan kegiatan pemupukan dilakukan 6 bulan sekali. Pada blok SR (Seremonial) semua kegiatan pemeliharaan tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan waktu intensitas pemeliharaannya, namun pada blok penanaman lainnya bersifat kondisional. Pada kegiatan penyulaman tanaman asuh yang mati, pihak yang bertanggung jawab menyediakan bibit adalah KAHMI dan Perhutani. Pada bulan Desember 2010, KAHMI dan Perhutani menyediakan 200 bibit tanaman untuk mengganti tanaman mati. Namun yang menjadi kendala yaitu sulitnya memperoleh kondisi bibit yang sama dengan tanaman asuh yang mati serta terdapat beberapa bibit tanaman yang kurang cocok dengan daerah Gunung Hambalang sehingga menimbulkan banyak tanaman yang mati. Dengan demikian jenis pohon yang mati diganti dengan bibit yang tersedia dan cocok di Gunung Hambalang. Kegiatan penyiangan dan babat bersih jalur antar tanaman, awalnya masih menggunakan peralatan sederhana. Namun dikarenakan gulma di areal penanaman pohon asuh sangat cepat tumbuh maka sejak awal Mei 2011 KAHMI menyediakan alat berupa mesin pemotong rumput. Dengan adanya bantuan mesin tersebut pekerjaan lebih cepat selesai. Sistem pembagian kerja penyiangan dan pembabat bersih jalur antar tanaman dengan menggunakan mesin yaitu dilakukan secara bergiliran oleh 4 sampai 5 orang membersihkan seluruh gulma di areal

18 56 penanaman pohon asuh. Berikut dapat dilihat gambar kegiatan membersihkan gulma dengan menggunakan mesin pemotong rumput. Gambar 16 Kegiatan membersihkan gulma dengan mesin pemotong rumput oleh laki-laki. 5.3 Tingkat Partisipasi Pengasuh Pohon dalam Program Pohon Asuh Partisipasi Tahap PerencanaanProgram Pohon Asuh Pada tahap perencanaan Program Pohon Asuh, pihak-pihak yang ikut terlibat adalah KAHMI dan Perhutani. Selain itu, pengasuh pohon juga turut diikutsertakan pada beberapa kegiatan tahap perencanaan. Kegiatan tersebut diantaranya: 1. Penandatanganan kontrak kerja sebagai pengasuh pohon dengan pihak Perhutani dan KAHMI 2. Penentuan jenis tanaman 3. Pembuatan papan nama pohon (tree tag) 4. Mengikuti kegiatan LMDH 5. Melakukan diskusi dengan Perhutani dan KAHMI. Keterlibatan pengasuh pohon dalam lima kegiatan tahap perencanaan ini merupakan dasar pemberian nilai (score) tingkat partisipasi pengasuh pohon. Berdasarkan pencapaian indeks skor, tingkat partisipasi responden sebagai pengasuh pohon pada tahap perencanaan progran Pohon Asuh dapat dilihat pada Tabel 25.

19 57 Tabel 25 Tingkat partisipasi pengasuh pohon tahap perencanaan No Lokasi N Skor Minimum Maksimum Skor Rata - Rata Kategori (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Blok SR ,75 Sedang 2 Blok A ,50 Sedang 3 Blok B ,25 Rendah 4 Blok C ,33 Sedang 5 Blok AD ,00 Rendah Total dan Rata - Rata 19 1,2 3 2,17 Sedang Tingkat partisipasi pengasuh pohon tahap perencanaan memiliki nilai (score) minimum 0 artinya tidak terlibat sama sekali pada kegiatan tahap perencanaan dan nilai (score) maksimum 4 dengan kisaran kategori tingkat partisipasi antara sangat rendah sampai sedang. Namun secara umum, seperti yang terlihat pada Tabel 25 tingkat partisipasi pengasuh pohon tahap perencanaan pada kelima blok penanaman Pohon Asuh termasuk kategori sedang dengan nilai (score) rata-rata 2,17. Hal ini dikarenakan adanya pengasuh pohon yang memiliki kegiatan usaha lain di luar Program Pohon Asuh sehingga menyita sebagian waktu dan tenaga responden serta jarak tempat tinggal sebagian pengasuh pohon dengan sekertariat LMDH yang relatif jauh membuat beberapa pengasuh pohon enggan untuk ikut berpartisipasi. Pada tahap perencanaan Program Pohon Asuh ini, hanya 3 kegiatan yang banyak melibatkan pengasuh pohon dari kelima blok penananam Pohon Asuh. Kegiatan-kegiatan tersebut yaitu penandatanganan kontrak kerja sebagai pengasuh pohon dengan pihak Perhutani dan KAHMI, pembuatan papan nama pohon (tree tag) dan mengikuti kegiatan LMDH. Pada kegiatan penandatanganan kontrak kerja sebagai pengasuh pohon,anggota LMDH diwakili oleh satu orang yaitu ketua LMDH sesuai dengan surat kuasa yang ditandatangani oleh para anggota LMDH. Pengasuh pohon yang terlibat dalam kegiatan ini yaitu pengasuh pohon yang turut serta menandatangani surat kuasa kuasa tersebut. Sehingga secara tidak langsung pengasuh pohon turut terlibat dalam kegiatan ini. Salah satu kriteria penentuan pengasuh pohon dalam program ini yaitu masyarakat yang sering mengikuti kegiatan-kegiatan LMDH.Sebagian besar responden aktif dalam kegiatan-kegiatan LMDH karena banyak manfaat yang dapat mereka peroleh.

20 58 Manfaat yang dirasakan responden diantaranya peluang untuk memperoleh pelatihan pertanian dan kehutanan lebih besar dibandingkan masyarakat lainnya, terjalinnya kerjasama dan kebersamaan antar petani, menambah wawasan tentang pertanian dan kehutanan, dan dapat menggarap lahan-lahan di Perhutani dan program lainnya. Untuk kegiatan melakukan diskusi dengan Perhutani dan KAHMI mengenai pengelolaan hutan partisipasi hanya dilakukan oleh sebagian kecil pengasuh pohon. Sedangkan untuk kegiatan penentuan jenis tanaman sama sekali tidak melibatkan pengasuh pohon karena penentuan jenis tanaman hanya dilakukan oleh pihak Perhutani sementara untuk pengadaan bibitnya dilakukan oleh pihak Perhutani dan LMDH. Untuk mengetahui sebaran tingkat partisipasi tahap perencanaan dapat dilihat pada distribusi pengasuh pohon berdasarkan tingkat partisipasinya pada tahap perencanaan Program Pohon Asuh seperti yang terlihat pada Tabel 26 di bawah ini. Tabel 26 Distribusi pengasuh pohon menurut tingkat partisipasi pada tahap perencanaan program pohon asuh Tingkat Partisipasi Tahap Perencanaan No Lokasi N Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi N % N % N % N % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Blok SR Blok A , , , Blok B Blok C , , ,33 5 Blok AD Total dan Rata - Rata , ,67 Berdasarkan distribusinya pada tahap perencanaan program, kebanyakan pengasuh pohon berada pada kategori tingkat partisipasi rendah yaitu sebesar 50% (8 orang). Pada tahap ini, tidak ada pengasuh pohon yang mencapai tingkat partisipasi sangat tinggi, hanya sebagian kecil pengasuh pohon (11,67%) yang mencapai pada kategori tingkat partisipasi tinggi yaitu sebanyak 2 orang. Namun secara keseluruhan, pada tahap ini penentuan tingkat partisipasi pengasuh pohon berdasarkan skoring termasuk kategori sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 17.

21 59 12% 20% Sangat Rendah (0,00 1,00) 18% Rendah (1,01 2,00) Sedang (2,01 3,00) 50% Tinggi (3,01 4,00) Gambar 17 Presentase distribusi pengasuh pohon menurut tingkat partisipasinya pada tahap perenacanaan. Partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan akan melahirkan sense of identification (kemampuan untuk mengidentifikasi) dalam tubuh masyarakat (Kadir dan Jusuf 2008). Dengan partisipasi pengasuh pohon dalam tahap perencanaan ini, kapasitas untuk mengidentifikasi kebutuhan, permasalahan, alternatif dan skenario pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah akan dimiliki oleh pengasuh pohon. Namun karena tingkat partisipasi pengasuh pohon pada tahap ini termasuk sedang, sehingga sense of identification yang dimiliki oleh pengasuh pohon pun termasuk sedang. Hal ini menggambarkan bahwa keterlibatan pengasuh pohon dalam kegiatan-kegiatan tahap perencanaan program ini masih kurang, karena sebagian besar peserta hanya terlibat pada kegiatankegiatan teknis di lapangan seperti pembuatan papan nama pohon (tree tag) Partisipasi Tahap Pelaksanaan Program Pohon Asuh Tingkat partisipasi pengasuh pohon pada tahap palaksanaan ini dapat dilihat dari seberapa besar keterlibatan mereka pada proses pemeliharaan pohon asuh tersebut, karena salah satu inti dari program ini yaitu bagaimana menghasilkan pohon yang terpelihara baik secara kualitas maupun kuantitas, disamping masyarakat sekitar hutan mendapatkan kompensasi finasial secara langsung ketika tanaman telah ditanam selama masa periode tertentu. Pada tahap

22 60 pelaksanaan program ini terdapat beberapa kegiatan yang berdasarkan pada konsep pemeliharaan tanaman, diantaranya : 1. Penanaman pohon 2. Penyulaman 3. Penyiangan 4. Pendangiran 5. Pemupukan 6. Pemberantasan hama dan penyakit 7. Pembabatan bersih jalur anatar tanaman 8. Pengairan atau penyiraman Berdasarkan pencapaian indeks skor, tingkat partisipasi pengasuh pohon pada tahap pelaksanaan Program Pohon Asuh dapat dilihat pada Tabel 27 di bawah ini. Tabel 27 Tingkat partisipasi pengasuh pohon tahap pelaksanaan No Lokasi N Skor Minimum Maksimum Skor Rata - Rata Kategori (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Blok SR ,00 Tinggi 2 Blok A ,83 Tinggi 3 Blok B ,50 Tinggi 4 Blok C ,00 Tinggi 5 Blok AD ,00 Tinggi Total dan Rata - Rata 19 5,2 6 5,67 Tinggi Pada tahap pelaksanaan program, sebagian besar pengasuh pohon memang benar-benar dilibatkan secara langsung di lapangan untuk memelihara pohon asuh tersebut. Pengasuh pohon yang memiliki nilai skor tingkat partisipasi paling minimum adalah 4 yaitu terdapat pada blok C dengan kategori sedang. Sedangkan skor paling maksimum tingkat partisipasi pengasuh pohon adalah 6 dengan kategori tinggi dan terdapat pada semua blok penanaman Pohon Asuh. Tingkat partisipasi pengasuh pohon tahap pelaksanaan pada blok SR, blok A, blok B, blok C dan blok AD termasuk dalam kategori tinggi dengan kisaran skor rata-rata antara 5 sampai 6. Namun, tingkat partisipasi pengasuh pohon yang memiliki skor rata-rata tertinggi adalah blok AD dan blok SR dengan skor rata-rata 6. Salah satu faktor yang mendukung tingginya tingkat partisipasi pengasuh pohon pada blok

23 61 AD dan blok SR yaitu lokasi blok AD dan blok SR yang dekat dan berada di pinggir jalan sehingga memudahkan akses pengasuh pohon dalam pemeliharaan pohon setiap harinya. Lain halnya dengan pengasuh pohon pada blok C yang memiliki skor rata-rata tingkat partisipasi paling kecil yaitu sebesar 5 namun masih termasuk kategori tinggi. Hal ini dikarenakan lokasi blok C yang jauh dan topografi yang relatif bergelombang serta untuk menuju lokasi tersebut harus melewati bukit sehingga akses menuju blok C lebih sulit. Secara umum, skor minimum tingkat partisipasi pengasuh pohon pada tahap ini adalah 5,2 dan skor maksimumnya adalah 6 dengan kategori tinggi. Tingkat partisipasi pengasuh pohon pada tahap pelaksanaan program di lima blok penanaman Pohon Asuh umumnya termasuk kategori tinggi dengan skor rata- rata 5,67. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Distribusi pengasuh pohon menurut tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan program pohon asuh Tingkat Partisipasi Tahap Pelaksanaan No Lokasi N Sedang Tinggi N % N % (1) (2) (3) (6) (7) (8) (9) 1 Blok SR Blok A Blok B Blok C , ,67 5 Blok AD Total dan Rata - Rata , ,33 Berdasarkan data yang diperoleh seperti pada Tabel 28, terlihat bahwa tingkat partisipasi sebagian besar pengasuh pohon tahap pelaksanaan pada kelima blok penanaman Pohon Asuh tergolong tinggi yaitu sebesar 93,33% (18 pengasuh pohon). Sedangkan hanya sebagian kecil pengasuh pohon yang tergolong kategori sedang yaitu 6,67% atau 1 pengasuh pohon, sementara tidak ada pengasuh pohon yang tergolong tingkat partisipasinya rendah. Dengan demikian rata-rata skor partisipasi pengasuh pohon pada tahap pelaksanaan termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini memberikan gambaran bahwa keterlibatan pengasuh pohon pada tahap pelaksanaan program Pohon Asuh sudah baik, sebagian besar peserta

24 62 terlibat pada hampir semua kegiatan meskipun kegiatan yang diikuti tidak seragam antara satu pengasuh dengan pengasuh pohon lainnya. Pada tahap pelaksanaan program Pohon Asuh ini, terdapat 5 sampai 6 kegiatan yang banyak melibatkan sebagian besar pengasuh pohon yaitu penanaman, penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pembabatan bersih jalur antar tanaman. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18 Kegiatan pemupukan saat pemeliharaan pohon asuh. Kegiatan pemupukan ini dilaksanakan dua kali dalam setahun, dengan menggunakan pupuk sintesis atau pupuk kimia. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea dan SP-36. Jumlah total pupuk sintesis yang digunakan untuk pemupukan pohon asuh sebanyak 3 kuintal atau 6 sak pupuk. Penggunaan pupuk jenis tersebut bertujuan untuk memacu pertumbuhan tanaman yang sementara ini banyak mengalami pertumbuhan yang kurang baik. Kegiatan penyiangan, pendangiran dan pembabatan antar jalur dilakukan tiga kali dalam setahun. Sedangkan penyulaman dilakukan apabila terdapat pohon asuh yang mati. Kegiatan-kegiatan yang tidak banyak diikuti oleh pengasuh pohon saat pemeliharaan tanaman hanya 2 kegiatan yaitu pemberantasan hama dan penyakit serta pengairan atau penyiraman. Kegiatan pemberantasan hama dan penyakit sampai saat ini memang belum pernah dilakukan karena belum tersedianya dana khusus untuk kegiatan ini. Pengairan atau penyiraman tanaman dilakukan secara alami yaitu dengan air hujan, karena di desa lokasi penelitian ini memiliki curah hujan yang cukup tinggi sehingga pengasuh pohon tidak perlu melakukan penyiraman tanaman.

25 63 Partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan akan melahirkan sense of integrity (kepekaan integritas) yaitu rasa kesatuan, rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan dan rasa kegotongroyongan (Kadir dan Jusuf 2008). Banyaknya pengasuh pohon yang mengikuti kegiatan-kegiatan pemeliharaan tanaman pohon asuh ini dapat melahirkan sense of integrity yang tinggi pada pengasuh pohon. Tingginya partisipasi pengasuh pohon juga memberikan gambaran bahwa motivasi dan kepedulian pengasuh pohon pada Program Pohon Asuh ini tergolong tinggi. Selain itu, tingkat keberhasilan tanaman yang dipelihara juga sangat ditentukan oleh kegiatan-kegiatan pemeliharaan di lapangan yang terlaksana secara baik dan teratur Tingkat Partisipasi Pengasuh Pohon dalam Program Pohon Asuh Tingkat partisipasi pengasuh pohon secara umum merupakan kegiatankegiatan yang diikuti oleh responden sebagai pengasuh pohon dari mulai tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan. Dengan demikian tingkat partisipasi dalam Program Pohon Asuh ini diperoleh dari akumulasi indeks skor tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Berdasarkan pencapaian indeks skor, tingkat partisipasi pengasuh pohon dalam Program Pohon Asuh dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Tingkat partisipasi pengasuh pohon dalam program pohon asuh No Lokasi N Skor Minimum Maksimum Skor Rata Rata Kategori (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Blok SR ,75 Tinggi 2 Blok A ,33 Tinggi 3 Blok B ,75 Sedang 4 Blok C ,33 Sedang 5 Blok AD Tinggi Total dan Rata - Rata 19 6,6 8,8 7,83 Tinggi Berdasarkan data pada Tabel 29, dapat dilihat bahwa rata-rata skor minimum partisipasi pengasuh pohon dari kelima blok penanaman pohon asuh adalah 6,6 termasuk kategori sedang dan rata-rata skor maksimumnya sebesar 8,8 dengan kategori tinggi. Banyaknya kegiatan yang diikuti pengasuh pohon dari

26 64 tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan berkisar antara 5 kegiatan sampai 10 kegiatan. Tingkat partisipasi pengasuh pohon pada blok SR, blok A dan blok AD termasuk kategori tinggi dengan skor rata-rata tertinggi pada blok SR yaitu 8,75. Sementara itu, partisipasi pengasuh pohon pada blok B dan blok C tergolong sedang dengan skor rata-rata terendah pada blok B yaitu 6,75. Hal ini dikarenakan akses untuk menuju blok SR lebih mudah dibandingkan akses menuju blok B yang relatif jauh dari jalan serta topografi yang lebih bergelombang. Namun secara umum, tingkat partisipasi pengasuh pohon dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan termasuk kategori tinggi dengan skor rata - rata 7,83. Distribusi pengasuh pohon berdasarkan tingkat partisipasinya dalam program Pohon Asuh dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Distribusi pengasuh pohon menurut tingkat partisipasi dalam program pohon asuh Tingkat Partisipasi Program Pohon Asuh No Lokasi N Rendah Sedang Tinggi N % N % N % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 Blok SR ,00 2 Blok A , ,67 3 Blok B ,00 4 Blok C , ,67 5 Blok AD ,00 Total dan Rata - Rata , , ,67 Tingkat partisipasi pengasuh pohon dalam program ini berkisar antara rendah sampai dengan tinggi. Pengasuh pohon yang tingkat partisipasinya rendah sebanyak 2 orang yaitu 11,67% dan pengasuh pohon dengan tingkat partisipasi sedang sebanyak 4 orang atau 16,67%. Sebagian besar partisipasi pengasuh pohon dalam Program Pohon Asuh di lima blok penanaman tergolong tinggi, yaitu blok SR sebesar 75%, blok A sebesar 66,67%, blok B sebesar 50%, blok C sebesar 66,67% dan blok AD sebesar 100%. Secara keseluruhan pengasuh pohon yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi yaitu sebesar 71,67% atau sebanyak 13 orang. Terdapat beberapa faktor yang mendorong tingginya partisipasi pengasuh pohon tersebut yaitu mulai timbulnya kesadaran akan pentingnya keberadaan hutan sebagai penyangga kehidupan di sekitar tempat tinggal dan adanya

27 65 kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih baik. Hal ini menggambarkan bahwa pengelolaan hutan partisipatif yang melibatkan masyarakat akan sangat berperan penting dalam pembangunan hutan. 5.4 Perkembangan Tanaman Pohon Asuh Jumlah Tanaman Hidup Pohon Asuh Setelah melakukan survey langsung ke blok-blok penanaman pohon asuh di Gunung Hambalang, diperoleh data bahwa setiap pengasuh pohon dalam Program Pohon Asuh ini rata-rata memelihara tanaman sebanyak 72 sampai dengan 75 pohon asuh, dengan komposisi jenis tanaman yang berbeda-beda antara pengasuh pohon. Namun pengasuh pohon yang menjadi responden dalam penelitian ini paling sedikit memelihara tanaman sebanyak 45 pohon asuh dan responden yang paling banyak memelihara tanaman yaitu sebanyak 84 pohon asuh. Tanaman tersebut merupakan sumbangan dari donatur atau disebut juga sebagai orang tua asuh. Jenis tanaman dalam program pohon asuh ini sebagian besar terdiri dari jenis buah-buahan dan terdapat pula beberapa jenis tanaman kayu-kayuan, mengingat bahwa Gunung Hambalang ini termasuk jalur hijau serta merupakan kawasan hutan dengan fungsi produksi terbatas maka jenis buahbuahan akan lebih cocok ditanam di kawasan hutan ini. Selain itu dengan ditanamnya jenis buah-buahan akan sedikit mengurangi penebangan liar yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan, lain halnya jika ditanami dengan jenis kayu-kayuan serta manfaat lainnya yaitu pengasuh pohon yang memelihara tanaman dapat merasakan langsung manfaat dari tanaman buah-buahan tersebut. Jenis-jenis tanaman pohon asuh tersebut antara lain Mahoni (Swietenia mahagoni), Khaya (Khaya senegalensis), Pinus ( Pinus merkusii), Damar (Agathis dammara), Gmelina (Gmelina arborea), Rasamala (Altingia excelsa), Jambu bol (Syzygium malaccense), Sukun (Arthocarpus communis), Akasia (Acacia mangium), Jati (Tectona grandis), Durian (Durio zibethinus), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Kayu Afrika (Maesopsis eminii), Jabon (Anthocephalus cadamba), Sengon (Paraserianthes falcataria), Petai (Parkia speciosa), Manggis (Garcinia mangostana), Rambutan (Nephelium lappaceum), Mangga (Mangifera indica), Suren (Toona sureni), Ki sampang, Karet (Hevea brasiliensis), Kecapi

28 66 (Sandoricum koetjape), dan Melinjo (Gnetum gnemon). Pada Tabel 31 akan dijelaskan mengenai perkembangan jenis tanaman pohon asuh yang dipelihara oleh responden pada setiap blok sejak awal penanaman pada bulan Februari 2010 sampai pada saat dilaksanakannya penelitian ini yaitu bulan Februari Tabel 31 Data jumlah tanaman hidup pohon asuh No Lokasi Jenis Tanaman Awal Penanaman Tanaman Hidup (Februari 2011) Tanaman Mati (Februari 2011) (Februari 2010) Tanaman % Tanaman % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Blok SR Mahoni ,35 1 0,65 Kaya ,00 0 0,00 Pinus ,00 0 0,00 Damar , ,11 Gmelina ,00 0 0,00 Rasamala ,00 0 0,00 Jambu Bol ,00 0 0,00 Sukun , ,00 Akasia ,00 0 0,00 Jati ,44 2 5,56 Durian ,00 0 0,00 Nangka , ,00 Kayu Afrika ,00 0 0,00 2 Blok A Mahoni ,83 6 5,17 Pinus ,57 7 3,43 Damar ,00 0 0,00 Gmelina ,00 0 0,00 Rasamala ,00 0 0,00 Sukun ,00 0 0,00 Akasia ,00 0 0,00 Durian , ,11 Nangka ,00 0 0,00 Jabon ,00 0 0,00 Sengon ,00 0 0,00 Petai ,00 0 0,00 Manggis ,00 0 0,00 Rambutan ,00 0 0,00 Mangga ,00 0 0,00 Suren , ,3 Ki Sampang ,00 0 0,00 3 Blok B Mahoni ,20 7 6,80 Pinus ,83 2 2,17 Gmelina ,75 1 6,25 Rasamala ,00 0 0,00

29 67 Tabel 31 (Lanjutan) No Lokasi Jenis Tanaman Awal Penanaman Tanaman Hidup (Februari 2011) Tanaman Mati (Februari 2011) (Februari 2010) Tanaman % Tanaman % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Jambu Bol ,00 0 0,00 Sukun , ,00 Durian ,74 1 5,26 Nangka ,00 0 0,00 Sengon , ,08 Petai ,00 0 0,00 Mangga ,00 0 0,00 Suren , ,48 Karet ,00 0 0,00 Kecapi ,00 0 0,00 4 Blok C Mahoni , ,11 Pinus ,86 2 7,14 Gmelina , ,52 Akasia ,00 0 0,00 Durian ,00 0 0,00 Jabon , ,33 Sengon ,00 0 0,00 Suren , ,11 5 Blok AD Mahoni , ,20 Rasamala ,00 0 0,00 Jambu Bol ,00 0 0,00 Durian , Nangka , ,00 Sengon ,00 0 0,00 Petai ,00 0 0,00 Rambutan ,00 0 0,00 Mangga ,00 0 0,00 Melinjo ,00 0 0,00 Jumlah Total Pohon , ,05 Pada Tabel 31 dapat dilihat persen tumbuh tanaman dari setiap jenis pada umumnya sangat tinggi yaitu rata-rata lebih dari 90%. Pada penelitian ini, tidak terdapat tanaman yang kelas tumbuhnya rendah atau sangat rendah. Namun terdapat pula beberapa tanaman yang kelas tumbuhnya termasuk sedang yaitu tanaman yang memiliki persen tumbuh dari 41% hingga 60%. Jenis-jenis tanaman tersebut antara lain Nangka, Sukun dan Suren.

30 68 Pada blok SR persen tumbuh Nangka sebesar 50% dan termasuk kelas tumbuh sedang. Berdasarkan karakter tempat tumbuhnya, Nangka dapat tumbuh baik dan maksimal pada ketinggian m dpl dengan ph 6 7,5 dan suhu rata-rata 25ºC serta pada daerah dengan curah hujan mm/tahun (Nakasone 1988). Jika melihat curah hujan Gunung Hambalang yaitu mm/tahun dan suhu rata-ratanya yaitu 20ºC - 32ºC tanaman nangka cocok tumbuh di daerah ini. Namun berdasarkan ketinggiannya Nangka kurang cocok di daerah ini, karena Gunung Hambalang ini memiliki ketinggian tempat yang lebih rendah dari karakteristik tempat tumbuhnya yaitu hanya m dpl. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persen hidup tanaman nangka termasuk kelas sedang. Jenis tanaman Sukun pada blok B memiliki persen tumbuh sebesar 50% dan termasuk kelas tumbuh sedang. Karakter tempat tumbuh Sukun yaitu mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik di tanah subur maupun kurang subur, pada ketinggian lahan dekat pantai hingga 1000 m dpl, serta tanah podzolik merah kuning tanah berkapur maupun tanah berpasir. Secara umum tanaman Sukun mampu tumbuh lebih bagus, berbuah lebat dan bermutu baik pada tanah subur, gembur, berpasir, permukaan air tanah dangkal dan di tempat terbuka dengan iklim yang panas (Dephut 2003). Sebenarnya ketinggian tempat lokasi penelitian yang berada pada m dpl sangat cocok untuk tempat tumbuh tanaman ini. Namun jenis tanah di Gunung Hambalang yaitu asosiasi latosol coklat kurang cocok untuk tempat tumbuh Sukun. Ini menjadi salah satu penghambat bagi tumbuhnya tanaman Sukun sehingga persen tumbuhnya dibawah 60%. Pada blok B jenis Suren juga termasuk kelas tumbuh sedang dengan persen tumbuh tanamannya adalah 56,52%. Jika dilihat karakter tempat tumbuhnya, Suren akan tumbuh pada tanah kering dan lembab yang subur di daerah pegunungan pada ketinggian di bawah m dpl. Jenis ini menghendaki iklim agak kering dengan tipe curah hujan A dan C (Martawijaya 1995). Berdasarkan kondisi fisik gunung Hambalang yang memiliki ketinggian tempat m dpl dan curah hujan tipe A, sebenarnya tanaman ini cocok untuk tumbuh di daerah ini. Hanya saja kondisi bibit tanaman yang kurang baik serta kurangnya pemeliharaan tanaman di lapangan.

31 69 Berdasarkan hasil pengamatan di lima blok penanaman pohon asuh, secara umum dari 1334 pohon asuh yang dipelihara responden terdapat lebih dari 60 % jumlah tanaman yang hidup yaitu sebanyak 1240 pohon asuh atau persen tanaman hidupnya adalah 92,95%. Sangat tingginya jumlah tanaman hidup ini didukung oleh beberapa faktor antara lain penanaman dilakukan saat musim hujan sehingga kemungkinan tanaman untuk mati lebih kecil, penilaian kinerja pemeliharaan dan evaluasi dilakukan secara berkala dan teratur setiap tahun, perhutani dan LMDH sigap apabila terdapat tanaman yang mati yaitu dengan cara sesegera mungkin perhutani menyediakan bibit tanaman. Salah satu masalah yang dihadapi yaitu sulitnya memperoleh bibit tertentu yang keberadaannya jarang, namun perhutani dan LMDH tetap melaksanakan sulaman meskipun bibit tanaman tidak sama dengan tanaman sebelumnya yang mati Kondisi Kesehatan Tanaman Pohon Asuh Selain tumbuhnya tanaman pada pohon asuh, faktor kesehatan tanaman pada pohon yang tumbuh ini juga perlu diperhatikan dengan baik. Berdasarkan hasil pengamatan kesehatan tanaman pada kelima blok penanaman pohon asuh, data kesehatan tanaman dapat dilihat pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32 Data kesehatan tanaman pohon asuh No Lokasi Jenis Tanaman Tanaman Hidup Kesehatan Tanaman Tanaman Sehat Sehat Tidak Sehat (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Blok SR Mahoni ,50 Kaya ,86 Pinus ,00 Damar ,00 Gmelina ,00 Rasamala ,00 Jambu Bol ,00 Sukun ,00 Akasia ,00 Jati ,24 Durian ,00 Nangka ,00 Kayu Afrika ,00 2 Blok A Mahoni ,64 Pinus ,40

32 Tabel 32 (Lanjutan) No Lokasi Jenis Tanaman Tanaman Hidup Kesehatan Tanaman Tanaman Sehat Sehat Tidak Sehat (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Damar ,00 Gmelina ,00 Rasamala ,00 Sukun ,00 Akasia ,00 Durian ,88 Nangka ,00 Jabon ,00 Sengon ,00 Petai ,67 Manggis ,00 Rambutan ,00 Mangga ,00 Suren ,00 Ki Sampang ,00 3 Blok B Mahoni ,96 Pinus ,89 Gmelina ,00 Rasamala ,00 Jambu Bol ,00 Sukun ,00 Durian ,89 Nangka ,00 Sengon ,00 Petai ,00 Mangga ,00 Suren ,62 Karet ,00 Kecapi ,00 4 Blok C Mahoni ,62 Pinus ,46 Gmelina ,00 Akasia ,00 Durian ,00 Jabon ,00 Sengon ,00 Suren ,00 5 Blok AD Mahoni ,42 Rasamala ,00 Jambu Bol ,00 70

33 71 Tabel 32 (Lanjutan) No Lokasi Jenis Tanaman Tanaman Hidup Kesehatan Tanaman Tanaman Sehat Sehat Tidak Sehat (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Durian ,00 Nangka ,67 Sengon ,00 Petai ,00 Rambutan ,00 Mangga ,00 Melinjo ,00 Jumlah Total Pohon ,77 Pada Tabel 32 dapat dilihat dari 1240 tanaman pohon asuh yang hidup, terdapat 1138 tanaman sehat. Secara keseluruhan, persen tanaman sehat pohon asuh sebesar 91,77% dengan kategori kelas kesehatan tanaman termasuk sehat sekali. Namun terdapat 102 tanaman pohon asuh yang termasuk kategori kelas kesehatan tanaman tidak sehat dan sedang. Pada blok SR terdapat dua jenis tanaman dengan kategori kelas kesehatan sedang yaitu jenis Kaya dengan persen tanaman sehat sebesar 42, 86% dan jenis Gmelina (Gmelina arborea) sebesar 50%. Pada blok A terdapat dua jenis tanaman yang termasuk kelas kesehatan tanaman tidak sehat dengan persentase masingmasing tanaman sebesar 0 % yaitu jenis Jabon (Anthocephalus cadamba) dan Suren (Toona sureni). Pada blok B, jenis Sukun (Arthocarpus communis) memiliki persen kesehatan tanaman sebesar 0% dan termasuk kategori tanaman tidak sehat. Pada blok C dan blok AD terdapat kategori tanaman tidak sehat dengan persen kesehatan tanaman masing-masing 0%, jenis tanaman tersebut secara berurutan adalah Durian (Durio zibethinus) dan Mangga (Mangifera indica). Adanya jenis tanaman pohon asuh tidak sehat ini disebabkan karena serangan hama dan penyakit pada blok penanaman pohon asuh. Setelah dilakukan identifikasi terhadap tanaman tidak sehat, dapat diidentifikasi beberapa serangan hama diantaranya berupa hama penggerek kulit dan kayu yang menyebabkan tanaman mengeluarkan getah atau lendir dari lubang gereknya, gejala ini salah satunya menyerang tanaman Mahoni (Swietenia magahoni). Jenis serangan hama

34 72 lainnya adalah hama penggerek pucuk yang menyebabkan pucuk tanaman menjadi layu serta berubah warna menjadi coklat tua, gejala ini menyerang tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni). Sedangkan serangan penyakit yang dapat diidentifikasi pada tanaman tidak sehat diantaranya berupa penyakit oleh bakteri yang menyebabkan pertumbuhan tanaman abnormal, kredil serta bagian daun mengerut, gejala ini menyerang tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni). Jenis serangan penyakit lainnya adalah penyakit oleh jamur atau cendawan yang menyebabkan daun berbercak dimana warna bercak dimulai dengan warna agak kekuningan dan berubah menjadi warna coklat hingga cokla tua. Gejala ini diantaranya menyerang tanaman Sukun (Arthocarpus communis) dan Mahoni (Swietenia mahagoni). Untuk lebih jelasnya serangan hama dan penyakit dapat dilihat pada Gambar 19. Hama penggerek kulit dan kayu Hama penggerek pucuk Penyakit berupa bakteri Penyakit oleh jamur/cendawan Gambar 19 Kondisi tanaman pohon asuh yang terserang hama dan penyakit. Berdasarkan nilai yang diperoleh dari persen tumbuh tanaman pohon asuh serta kondisi kesehatan tanaman pohon asuh, maka dapat ditentukan keberhasilan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Babakan Madang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bogor, Kesatuan Pemangkuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 15 III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Lokasi dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografi dan Iklim Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan komponen alam yang memiliki banyak fungsi, baik dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41 tahun 1999, hutan didefinisikan

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam berupa hutan merupakan salah satu kekayaan alam yang memiliki nilai sangat strategis. Meskipun sumberdaya alam ini termasuk kategori potensi alam

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Karacak 1. Letak dan Luas Desa Karacak Desa Karacak secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dengan orbitasi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.51/MENHUT-II/2006 TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU) UNTUK PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat Desa Hutan Gambaran mengenai karakteristik masyarakat sekitar hutan di Desa Buniwangi dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Jumlah responden

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Negeri Baru yang merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Banjarsari terletak di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT Oleh: Ridwan A. Pasaribu & Han Roliadi 1) ABSTRAK Departemen Kehutanan telah menetapkan salah satu kebijakan yaitu

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI 29 DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI Deskripsi Karakteristik Individu Petani Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa umur petani anggota

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi Desa Sipak merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 558 194 ha. Desa Sipak secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 29 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Gunung Hambalang 4.1.1 Sejarah Gunung Hambalang Gunung Hambalang merupakan salah satu hutan peninggalan Belanda yang berupa plat dan kelompok hutan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Berdasrkan Tim Studi PES RMI (2007) program Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) DAS Brantas melibatkan beberapa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 5.1 Kecamatan Leuwiliang Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah serbuk gergaji. Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki empat unit usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Randublatung, Kecamatan

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT PENDAHULUAN

MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT PENDAHULUAN MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT Tri Sulistyati Widyaningsih, Dian Diniyati, dan Eva Fauziyah BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI AGROFORESTRY CIAMIS, JAWA BARAT PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Gambaran Umum Desa Ciaruten Ilir Desa Ciaruten Ilir merupakan bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah

Lebih terperinci

AN TERNAK D m. Oleh : Diana Rurp *)

AN TERNAK D m. Oleh : Diana Rurp *) AN TERNAK D m PENINGUTAN PENDAPATAN PETANI TERNAK Oleh : Diana Rurp *) Salah satu penyebab gagalnya reboasasi pada hutan jati dikarenakan tingginya tingkat penggembalaan liar, khususnya pada daerah-daerah

Lebih terperinci

HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo PENDAHULUAN

HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo PENDAHULUAN 1 HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo PENDAHULUAN Sebuah terobosan baru belum lama ini dimunculkan pemerintah dalam upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui program Hutan Tanaman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat Data Badan Pengelola HPGW tahun 2012 menunjukkan bahwa kawasan HPGW sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia)

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

I. METODE VEGETATIF FUNGSI Kanopi tanaman dapat menahan pukulan langsung butiran hujan terhadap permukaan tanah. Batang,perakaran dan serasah tanaman

I. METODE VEGETATIF FUNGSI Kanopi tanaman dapat menahan pukulan langsung butiran hujan terhadap permukaan tanah. Batang,perakaran dan serasah tanaman METODE VEGETATIF I. METODE VEGETATIF FUNGSI Kanopi tanaman dapat menahan pukulan langsung butiran hujan terhadap permukaan tanah. Batang,perakaran dan serasah tanaman dapat menahan atau mengurangi aliran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Tanaman Agroforestri Komposisi tanaman yang menjadi penyusun kebun campuran ini terdiri dari tanaman pertanian (padi, kakao, kopi, cengkeh), tanaman kayu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak

Lebih terperinci

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN Isi Materi Teknik Tk ikpenanaman Teknik Pemeliharaan Tanaman Evaluasi Hasil Penanaman Faktor Keberhasilan Penanaman Kesesuaian Tempat Tumbuh/Jenis Kesesuaian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Desa Margosari Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Desa Margosari dibuka pada tahun 1953 berdasarkan

Lebih terperinci

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti Kelompok Tani Hutan (KTH) Rimba Mas berada di Desa Gerbo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas III. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimum 0,25 ha. Hutan rakyat ini merupakan suatu pengembangan pengelolaan hutan yang

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN Agus Yadi Ismail, Oding Syafrudin, Yudi Yutika Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat Pengusahaan hutan rakyat di Desa Burat dapat diuraikan berdasarkan beberapa aspek seperti status lahan, modal, SDM, pelaksanaan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH 5.1. Kondisi Umum Kecamatan Leuwisadeng Kecamatan Leuwi Sadeng merupakan kecamatan yang terletak di Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor. Kecamatan Leuwi Sadeng terdiri dari 8

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci