BAB I PENDAHULUAN. Parliament of Australia, Report 145, (Canberra: Parliament of Australia, 2014), pp. 3-4.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Parliament of Australia, Report 145, (Canberra: Parliament of Australia, 2014), pp. 3-4."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik luar negeri Australia, sebagai bagian dari Asia-Pasifik, merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Riwayat Australia sebagai negara Anglo-Saxon yang sering kali dinilai tersesat di selatan Asia dalam perkembangannya memengaruhi persepsi dan orientasi politik luar negeri negara tersebut terutama dalam hal keamanan. Walaupun secara geografis Australia dapat dikatakan sebagai negara yang paling aman (karena berada di wilayah selatan Asia yang jauh dari kemungkinan pecahnya konflik), Australia selalu merasa tidak aman karena kawasan dilihat sebagai sumber ancaman yang besar bagi keamanan nasional. Dalam sejarah dan perkembangannya, Australia selalu berorientasi kepada kekuatan besar di utara; hal ini dapat dilihat dari hubungan dengan Amerika Serikat yang telah terjalin lebih dari 100 tahun lalu dan berkembang pesat sejak Perang Dunia I. 1 Selain itu, dukungan Australia dalam berbagai kebijakan terkait keamanan yang diimplementasikan oleh Amerika Serikat menunjukkan adanya penguatan hubungan antara Australia dengan Amerika Serikat terkait militer dan keamanan. Pada tahun 2011, Australia mengumumkan kerja sama Force Posture yang diinisiasi bersama Amerika Serikat sehingga menandai babak baru kerja sama kedua negara dalam bidang keamanan. Force Posture Agreement yang resmi ditandatangani oleh Australia dan Amerika Serikat pada 12 Agustus 2014 merupakan kerja sama militer dalam kurun waktu 25 tahun dalam bentuk pengerahan anggota marinir Amerika Serikat ke utara Australia (terutama Darwin) selama beberapa rotasi tahunan permanen hingga tahun 2017; peningkatan kerja sama antara tentara Amerika Serikat dengan Australian Defence Force (ADF), terutama angkatan laut serta udara milik Australia dan Amerika Serikat dengan tujuan meningkatkan interoperabilitas dan kemampuan militer kedua negara tersebut; promosi keamanan dan stabilitas di kawasan; serta peningkatan pelatihan dan persiapan untuk merespons kondisi darurat atau bencana alam di Asia-Pasifik. 2 Pernyataan Departemen Pertahanan Australia yang mengatakan bahwa Force Posture Agreement tidak dilaksanakan untuk memperkenalkan rancangan baru taktik militer Amerika Serikat di Australia, melainkan menjadi pelengkap hubungan baik dan kerja sama 1 B. Vaughn, T. Lum, Australia: Background and U.S. Relations, Congressional Research Service, 14 Desember, 2015, (diakses 28 Oktober, 2016). 2 Parliament of Australia, Report 145, (Canberra: Parliament of Australia, 2014), pp

2 dengan Amerika Serikat yang sudah ada, 3 tidak hanya mengisyaratkan dukungan penuh Australia dalam kerja sama tersebut, namun juga menunjukkan bahwa kerja sama tersebut menjadi pilihan yang diambil Australia dengan yakin. Bagi Amerika Serikat sebagai penggagas kerja sama, jelas bahwa dalam kerja sama militer tersebut terdapat muatan kepentingan terkait arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat di era kontemporer yang berusaha meningkatkan presensinya di Asia-Pasifik. 4 Tetapi, kerja sama tersebut merupakan langkah yang sangat besar bagi Australia: dalam kerja sama tersebut, untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II Australia menerima militer milik negara lain untuk masuk dan menetap di Australia secara permanen. Meskipun baru diresmikan tahun 2014, sejak berjalannya kerja sama pada tahun 2011 telah banyak persiapan dan pergerakan militer Amerika Serikat yang terjadi di utara Australia. Meskipun Force Posture Agreement diyakini oleh Australia sebagai kerja sama yang tepat untuk menghadapi masalah keamanan kontemporer, pada kenyataannya langkah Australia tersebut menemui berbagai penolakan dan tantangan dari segi ekonomi, sosial, dan politik. Dari segi pendanaan, Australia harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk implementasi Force Posture Agreement karena berdasarkan kesepakatan, pendanaan untuk infrastruktur dan pengerahan pasukan militer Amerika Serikat ke utara Australia dipastikan akan ditanggung kedua negara tersebut. Pendanaan perawatan dan pengembangan yang terjadi dalam lingkup kerja sama selama 25 tahun juga kemudian menjadi tanggung jawab Australia dan Amerika Serikat. 5 Untuk rotasi anggota US Marine Force (USMF) dibutuhkan 11 juta dollar Amerika Serikat dan untuk pembangunan fasilitas serta infrastruktur dibutuhkan dana sebesar 2,2 miliar dollar Amerika Serikat. 6 Hal tersebut jelas membuat Australia harus mengeluarkan dana yang cukup besar dan menambah anggaran untuk keperluan militer negara. Selain itu, penghasilan yang didapatkan oleh orang atau perusahaan yang bekerja dalam implementasi Force Posture Agreement harus dibayarkan pajaknya kepada Amerika Serikat. 7 Hal ini kemudian memberikan indikasi bahwa tidak ada keuntungan ekonomi yang didapatkan oleh Australia dalam kerja sama tersebut. 3 Parliament of Australia, Report 145, p R. Tanter, The US Military Presence in Australia. The Asia-Pacific Pivot and Global NATO, Global Research, 11 November, 2013, (diakses 1 Oktober, 2016). 5 DoD, Cost Sharing Negotiations for Force Posture Initiatives Conclude, Department of Defence of Australia, 6 Oktober, 2016, (diakses 7 Oktober, 2016). 6 Parliament of Australia, Report 145, p Parliament of Australia, Report 145, p

3 Selain membuat Australia mengeluarkan dana yang cukup besar untuk mempersiapkan lokasi dan hal-hal yang dibutuhkan dalam kerja sama, kerja sama militer tersebut memberikan ancaman sosial bagi penduduk Australia di bagian utara. Sementara pembagian dan kesepakatan area kerja sama belum jelas, aktivitas militer Amerika Serikat telah terjadi di atas tanah suku Aborigin seperti di Kepulauan Tiwi 8 dan bisa jadi akan terjadi pula di bagian lain wilayah utara Australia. Hal tersebut jelas menimbulkan konflik karena terdapat pelanggaran The Aboriginal Land Right Act dalam implementasi kerja sama Force Posture. Lebih lanjut, hal ini juga menimbulkan peningkatan serangkaian tindakan kriminal seperti perampokan dan pemerkosaan di wilayah implementasi Force Posture Agreement. 9 Dampak lingkungan seperti polusi suara dan air serta ancaman kerusakan lingkungan akibat penggunaan nuklir dalam aktivitas militer kerja sama tersebut juga menjadi konsekuensi sosial yang harus dihadapi Australia. 10 Force Posture Agreement yang diimplementasikan oleh Australia dan Amerika Serikat juga memberikan konsekuensi politik di dalam dan luar negeri. Dari dalam Australia, mulai bermunculan protes dan gerakan-gerakan untuk menolak kerja sama tersebut seperti penolakan dari Kepala Menteri Teritori Utara Australia, Adam Giles, yang menilai bahwa kerja sama akan membahayakan kedaulatan negara. 11 Penolakan serupa juga muncul dari berbagai gerakan seperti The Independent and Peaceful Australia Network dan BaseWatch yang menilai bahwa kerja sama tersebut menjadi kemunduran kemandirian politik Australia. 12 Hal tersebut dinilai sebagai masalah terbesar karena ditakutkan Australia akan kehilangan kontrol atas kedaulatan dan aktivitasnya. Dari luar Australia, kerja sama tersebut dinilai akan memberikan ancaman bagi negara-negara dalam kawasan dan tentu akan memengaruhi interaksi politik antara Australia dengan negara-negara di Asia-Pasifik. 8 T. Mitchell, Troubled Waters: Locals Fear Mysterious Tiwi Islands Port is Being Eyed Off by The United States Military, New Matilda, 24 Oktober, 2015, (diakses 1 Oktober 2016). 9 J. Tutty, Wawancara Terkait Force Implementasi Posture Agreement di Utara Australia, diwawancarai oleh S. M. Wardani, Yogyakarta, 10 Oktober, Noetic Solutions, Social Impact of The Joint Force Posture Initiative on The Northern Territory, (Canberra: Noetic Solutions, 2012), pp A. Dias, No support for US military base in NT from Chief Minister Adam Giles, ABC News, 27 Januari, 2016, / , (diakses 1 Oktober 2016). 12 IPAN, The IPAN Statement, IPAN, 9 Juli, 2015, (diakses 1 Oktober, 2016). 3

4 Protes dari berbagai negara di kawasan seperti Indonesia 13 dan Cina 14 menandai perkembangan kerja sama Force Posture tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut, keputusan Australia untuk menerima tawaran kerja sama militer dengan Amerika Serikat kemudian menjadi menarik untuk diteliti mengingat dalam inisiasi Force Posture, Australia seolah begitu berani menempatkan diri dalam hubungan asimetris yang tidak begitu terlihat keuntungannya bagi negara tersebut. Berbagai tantangan dan konsekuensi yang sudah dan akan terjadi dalam implementasi kerja sama membuat langkah besar Australia dalam kerja sama Force Posture menjadi menarik untuk diperhatikan. Berdasarkan hal tersebut, relevansi kerja sama terhadap strategi keamanan negara dari sudut pandang Australia menjadi penting untuk diteliti. 1.2 Pertanyaan Penelitian Sesuai dengan latar belakang yang sudah dipaparkan, dalam skripsi ini penulis ingin mengangkat sebuah pertanyaan, yakni Mengapa Australia mengimplementasikan kerja sama militer Force Posture dengan Amerika Serikat sebagai strategi keamanan meskipun kerja sama tersebut memberikan berbagai konsekuensi dan tantangan bagi Australia? 1.3 Kerangka Konseptual Dalam menjawab pertanyaan penelitian, penulis menggunakan balance of power dalam neorealisme dan middle power sebagai pisau analisis. Dengan kacamata neorealisme, penulis akan menjelaskan bagaimana sistem internasional membentuk dinamika keamanan nasional dan kawasan melalui pengaruh dan tekanan yang diberikan oleh great powers 15 sehingga menimbulkan rasionalitas Australia dalam pemilihan kerja sama Force Posture sebagai respons terhadap sistem internasional untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya yaitu bertahan hidup (survival) dengan mewujudkan balance of power. Penulis kemudian menggunakan konsep middle power untuk menggambarkan posisi Australia sebagai non-great powers yang mandiri dan memiliki kontrol akan politik luar negerinya 13 BBC Indonesia, Indonesia Protes Pangkalan AS di Pulau Cocos Australia, BBC Indonesia, 29 Maret, 2012, (diakses 28 Oktober, 2016). 14 M. Carney, China Warns Australia: Stay Out of the South China Sea or Risk Damage to Bilateral Relations, ABC, 15 Juli, 2016, (diakses 28 Oktober, 2016). 15 Ada banyak definisi great power. Namun, Kenneth Waltz melihat sebuah negara dapat disebut great power apabila negara tersebut unggul dalam hal besaran populasi dan wilayah, ketersediaan sumber daya, kemampuan ekonomi, kekuatan militer, dan stabilitas politik. Kekuatan militer menjadi komponen utama. Lihat K. N., Theory of International Politics, (Boston: McGraw-Hill, 1979), pp

5 sendiri, namun memiliki karakteristik dan kecenderungan perilaku sebagai stabilisator. Hal ini tidak hanya menempatkan Force Posture Agreement sebagai upaya mempertahankan keamanan nasional melalui usaha meningkatkan kapabilitas, tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga stabilitas kawasan dan sistem internasional yang anarki sebagai jaminan atas kepentingan nasional Australia sendiri. Dengan begitu, dapat dilihat urgensi kerja sama Force Posture sehingga membuat tantangan yang timbul akibat kerja sama tersebut tidak begitu mengganggu dan menjadi harga yang pantas dibayar oleh Australia. a. Balance of Power dalam Neorealisme Neorealisme atau realisme struktural diperkenalkan oleh Kenneth Waltz dalam bukunya yang berjudul Theory of International Politics" pada tahun Neorealisme masih berakar kuat pada pemikiran-pemikiran realis karena merupakan pengembangan dari asumsi-asumsi realisme klasik yang disesuaikan dengan kondisi sebenarnya dalam perkembangan politik internasional. 16 Setidaknya beberapa pandangan dasar yang sama antara realisme dan neorealisme, yaitu pandangan terhadap dunia dan politik internasional yang apa adanya, keberadaan negara sebagai aktor utama rasional dalam hubungan internasional yang membuat segala aktivitas serta implementasi kepentingannya merupakan wujud dari pertimbangan untung dan rugi dalam konteks self-help yang diupayakan, sistem internasional yang selalu anarki, serta power dan keamanan yang selalu menjadi hal penting dalam sistem internasional. 17 Namun, penggunaan logic of system oleh neorealis memberikan perbedaan antara realisme dan neorealisme dalam melihat politik internasional. 18 Sistem internasional yang anarki terdiri dari negara-negara dengan distribusi power dan kapabilitas yang berbeda. 19 Neorealisme melihat bahwa sistem internasional dipengaruhi oleh great powers dan politik luar negerinya karena negara selain great powers tidak dapat memberikan dampak besar pada sistem internasional dan hanya berperilaku sesuai dengan keadaan yang ada. 20 Sistem internasional digambarkan Waltz seperti meja biliar dengan bola-bola yang memiliki ukuran relatif berbeda sebagai penggambaran negara-negara di dunia dengan perbedaan 16 C. Brown, Structural Realism, Classical Realism, and Human Nature, International Relations 23, no. 2, (2009): p A. H. Pashakhanlou, Comparing and Contrasting Classical Realism and Neorealism, E-IR, 23 Juli, 2009, (diakses 11 Oktober, 2016). 18 Waltz, Theory of International Politics, pp M. Sekiguchi, Government and Politics Volume II, (Oxford: Eolss, 2009), p W. Carlsnaes, et al., Handbook of International Relations, (London: SAGE, 2013), pp

6 kapabilitasnya. 21 Hal tersebut membuat neorealisme menggunakan analisis level sistem dan unit untuk melihat politik internasional dan kaitannya dengan kecenderungan perilaku serta politik luar negeri suatu negara. 22 Dasar pemikirian tersebut kemudian membentuk asumsiasumsi neorealisme. Neorealisme menawarkan empat asumsi utama. Pertama, negara merupakan aktor tunggal yang rasional (unitary-rational actor) dan bukan aktor moral. 23 Kedua, tujuan dan kepentingan utama negara adalah untuk bertahan (survivability) dalam dinamika sistem internasional karena keberadaan negara-negara di dunia dengan kapabilitas yang berbedabeda dalam sistem internasional yang anarki membuat negara akan selalu merasa tidak aman atau terancam akibat keterbatasan negara untuk mengetahui motif di balik tindakan negara lain. Ketiga, untuk bisa bertahan, negara harus dapat beradaptasi dalam sistem internasional melalui peningkatan kapabilitas dan/atau power agar negara dapat mengantisipasi ancaman yang muncul. Keempat, keberadaan negara yang oportunis untuk mencapai tujuannya dalam sistem internasional yang melibatkan negara-negara dengan kapabilitas yang berbeda membuat kerja sama antar negara menjadi mungkin terjadi terutama bagi negara-negara yang bukan great powers untuk dapat bertahan serta meningkatkan kapabilitas atau ketahanannya dalam dinamika yang ada. 24 Asumsi-asumsi tersebut kemudian membuat neorealisme memberikan pandangan baru mengenai konsep balance of power. Dalam perkembangan kajian hubungan internasional, ada banyak definisi yang digunakan untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan balance of power. Beberapa definisi yang cukup populer melihat balance of power sebagai hukum alam, cara terbaik untuk mencapai keamanan negara serta perdamaian dunia, bahkan sebagian melihatnya sebagai penyebab perang di dunia. 25 Namun, Waltz melihat bahwa balance of power adalah ekuilibrium dalam sistem internasional yang merupakan efek dari sistem internasional yang anarki. 26 Konsep tersebut muncul dan berhasil karena dunia berisi negara-negara yang mengedepankan self-help, keuntungan relatif, dan tujuan utama untuk 21 Macat A Macat Analysis of Kenneth Waltz s Theory of International Politics, Macat, (diakses 11 Oktober, 2016). 22 S. M. Tarzi, Neorealism, Neoliberalism and the International System, International Studies 41, no. 1, (2004): p D. A. Baldwin, Neorealism and Neoliberalism: The Contemporary Debate, (New York City: Columbia University Press, 1993), p K. Dowding, Encyclopedia of Power, (Thousand Oaks: SAGE, 2011), p Waltz, Theory of International Politics, p P. Viotti dan M. Kauppi, International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism, and Beyond, (Boston: Allyn and Bacon, 1999), p

7 menjaga posisinya dalam sistem internasional. 27 Syarat utama agar balance of power dapat berhasil diterapkan dalam politik internasional adalah sistem internasional harus anarki dan adanya keinginan kuat negara-negara di dunia untuk bertahan di tengah dinamika sistem internasional tersebut sehingga dapat dilihat bahwa upaya negara-negara di dunia untuk mencapai balance of power bukanlah untuk meningkatkan kekuatan atau kuasa, namun untuk mengamankan posisinya dalam sistem internasional. 28 Hal tersebut membuat balance of power, disadari maupun tidak, pasti terjadi dan diupayakan oleh negara-negara di dunia sebagai bentuk respons terhadap sistem internasional sehingga tidak jarang negara menunjukkan perilaku yang sama meskipun kebutuhan dan kepentingannya berbeda. Namun, hal tersebut tidak membuat balance of power bisa memprediksikan rasionalitas atau langkah yang akan diambil suatu negara dalam politik internasional. Pada dasarnya, keberadaan sistem internasional yang anarki membuat kapabilitas serta power yang dimiliki suatu negara menjadi sangat penting karena sebuah negara hanya bisa benar-benar bergantung kepada dirinya sendiri untuk bertahan dalam sistem internasional dan dependensi kepada negara lain menjadi hal yang dihindari guna menjaga keadaan anarki dalam sistem internasional. Berdasarkan hal tersebut Waltz melihat bahwa ada dua acara untuk meningkatkan kapabilitas negara dalam rangka mewujudkan balance of power. Pertama adalah dengan mengimplementasikan upaya internal berupa peningkatan kapabilitas ekonomi dan militer. Cara ini cenderung lebih mudah dilakukan oleh negara dengan kapabilitas besar atau great powers karena akan menghasilkan strategi yang lebih baik dalam memberikan efek deterrence terhadap kekuatan yang mengancam 29, mewujudkan keseimbangan distribusi power, dan mengatur interaksi dalam sistem internasional. Kedua adalah dengan melakukan aliansi. Cara ini cenderung dilakukan oleh non-great powers karena adanya keterbatasan kapabilitas atau power untuk mencapai ekuilibrium. 30 Namun, dalam perkembangan era kontemporer tidak jarang sebuah negara melakukan kedua cara tersebut secara bersamaan. Hal tersebut berkaitan dengan keberadaan negara sebagai aktor rasional sehingga pilihan serta perilakunya dalam mewujudkan balance of power tidak hanya ditentukan oleh kapabilitasnya saja, namun juga persepsinya terhadap sistem internasional itu sendiri Waltz, Theory of International Politics, p Waltz, Theory of International Politics, p K. Waltz, The Origins of War in Neorealist Theory, Journal of Interdiciplinary History 18, no. 4, (1988): p R. Keohane, Neo-realism and Its Critics, (New York: Columbia University Press, 1986), p A. Tziampiris, The Emergence of Israeli-Greek Cooperation, (London: Springer, 2015), p

8 Pendekatan menggunakan logic of system (analisis top-down) melalui kacamata neorealisme kemudian dapat membantu melihat bagaimana komposisi kapabilitas atau power negara dalam sistem internasional yang memengaruhi perilaku Australia untuk mewujudkan balance of power yang dalam hal ini terkait dengan kemananan. Identifikasi poros-poros kekuatan dalam sistem internasional yang anarki memberikan rasionalitas pada kecenderungan respons Australia. Neorealisme kemudian membantu untuk melihat situasi ketika pilihan rasional yang dalam hal ini adalah kerja sama militer Force Posture diambil, yaitu bahwa strategi keamanan tersebut merupakan strategi keamanan terbaik karena kapabilitas dan upaya Australia saja tidak cukup untuk menghadapi ancaman yang muncul serta mengamankan posisinya dalam sistem internasional. Urgensi tersebut kemudian membuat konsekuensi dan berbagai tantangan yang dihadapi menjadi harga yang pantas dibayar untuk mencapai kepentingan nasional negara yaitu survival. b. Middle Power Middle power merupakan konsep yang muncul pada abad ke-15 dan diperkenalkan oleh Walikota Milan pada saat itu, Giovanni Botero. Botero melihat middle power dengan sangat sederhana yaitu merupakan negara yang memiliki kekuatan dan otoritas yang cukup untuk berdiri sendiri tanpa bantuan negara lain. 32 Dalam hubungan internasional, konsep tersebut mulai berkembang pada Perang Dunia II hingga saaat ini. Namun, tidak ada definisi middle power yang disepakati bersama dan diakui secara universal. Hal tersebut terkait dengan ambiguitas dan perbedaan parameter untuk mengukur middle power. Ada berbagai definisi dan cara mengukur middle power yang berkembang dalam kajian hubungan internasional. Pada tahun 1988, Bernard Wood menilai terdapat lima peran negara yang dapat membuatnya dinilai sebagai middle power di level regional dan global, yaitu peran sebagai pemimpin di kawasan (pertimbangan power), peran sebagai pemimpin fungsional di kawasan yang memiliki spesialisasi atau kemampuan dalam menangani isu tertentu, peran sebagai stabilisator terhadap ancaman, peran sebagai free rider atau status seeker yaitu negara yang mendulang pujian atau keuntungan dari aliansi dengan kekuatan besar, dan peran sebagai good global citizen yang merupakan gambaran negara yang aktif dan membantu negara-negara lain di kawasan atau lebih jauh dalam sistem internasional K. Rudd, Leading not Following: The Renewal of Australian Middle Power Diplomacy, Sydney Papers 19, no. 1, (2007): pp A. Patience, Imagining Middle Powers, Australian Journal of International Affairs 68, no. 2, (2014): p

9 Kemudian muncul empat kategori middle power yang disampaikan oleh Andrew F. Cooper, Richard A. Higgott, dan Kim R. Nossal pada tahun Pertama adalah negara yang disebut middle power karena letak geografisnya yang berada di antara great powers atau blok kekuatan. Kedua adalah negara yang dinilai sebagai middle power karena pertimbangan normatif atas perannya sebagai mediator di kawasan atau dalam krisis global. Ketiga adalah negara yang dikategorikan sebagai middle power karena kedekatannya dengan great powers maupun small powers. Keempat adalah negara yang dikategorikan sebagai middle power karena perilakunya yang menerapkan niche diplomacy 34 untuk menghindari atau menghadapi krisis. 35 Pendapat lain diungkapkan oleh Eduard Jordaan yang mengatakan bahwa: Middle powers are states that are neither great nor small in terms of international power, capacity and influence, and demonstrate a propensity to promote cohesion and stability in world system. Dengan melihat kapasitas sebagai kapabilitas ekonomi dan militer serta komposisi negara seperti jumlah penduduk dan luas teritorial, Jordaan melihat bagaimana sebuah middle power berperan dalam sistem internasional. 36 Secara umum, Jordaan mengatakan bahwa seluruh middle power menunjukkan perilaku politik luar negeri yang berusaha menstabilkan dan melegitimasi tatanan global melalui hubungan multilateral dan inisiasi kerja sama. Namun, Jordaan membagi middle power menjadi dua, yaitu traditional middle power dan emerging middle power. Traditional middle power digambarkan sebagai negara yang kaya, stabil, egaliter, memiliki demokrasi yang baik, dan tidak begitu berpengaruh di kawasan (terkait dengan inisiatif membentuk integrasi kawasan) sehingga menunjukkan persepsi, perilaku, dan orientasi ambivalen dalam sistem internasional. Selain itu, traditional middle power menunjukkan perilaku yang berusaha menempatkan dirinya sebagai stabilisator serta peredam tekanan dalam sistem internasional ketimbang sebagai kekuatan besar yang mendominasi kawasan. Di sisi lain, emerging middle power digambarkan sebagai negara semi-perifer, tidak egaliter, memiliki orientasi kawasan yang kuat, dan tidak stabil sehingga menunjukkan perilaku yang berusaha mewujudkan 34 Niche Diplomacy merupakan diplomasi yang diterapkan negara dengan spesialisasi atau fokus di satu area atau isu sehingga memaksimalkan keuntungan yang bisa didapatkan. Ketergantungan terhadap diplomasi dan kerja sama dalam niche diplomacy menunjukkan adanya tujuan politik luar negeri suatu negara yang terbatas karena kapabilitas dan power yang lebih rendah dari great powers atau superpowers. Baca: M. Müftüler-Baç, Middle Power, Encyclopædia Britannica, 13 Oktober, 2015, (diakses 28 Oktober, 2016). 35 Patience, Imagining Middle Powers, p E. Jordaan, The Concept of Middle Power in International Relations: Distinguishing between Emerging and Traditional Middle Powers, South African Journal of Political Studies 20, no. 1, (2003): p

10 integrasi kawasan, menjadi dominan, dan memisahkan dirinya dari identitas negara lemah. 37 Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, setidaknya hal utama yang dapat dilihat dari berbagai kajian mengenai middle power adalah pentingnya kapabilitas negara yang memberikan kecenderungan perilaku negara yang memanfaatkan interaksi dengan negara lain dalam implementasi politik luar negerinya untuk memaksimalkan keuntungan yang bisa didapatkan. Namun, hal yang membedakan middle power dengan small power adalah adanya persepsi, orientasi, dan prioritas dalam politik luar negerinya negara di mana middle powers menentukan sendiri perilakunya sehingga tidak hanya menurut dan mengikuti alur seperti yang sering terjadi pada small powers. 38 Hal tersebut membuat politik luar negeri middle power cenderung oportunis, tidak ofensif, dan berusaha menjadi stabilisator dalam sistem internasional. Berbagai parameter serta kategorisasi mengenai middle power yang telah disampaikan kemudian menjadi hal penting untuk melihat politik luar negeri dan geopolitik Australia. Kontekstualisasi Australia sebagai middle power di kawasan kemudian menurut penulis akan sangat membantu untuk menganalisis rasionalitas dalam kerja sama Force Posture. Kecenderungan perilaku dalam sistem internasional yang ditunjukkan oleh Australia sebagai middle power kemudian menjadi cerminan serta rasionalisasi dari bagaimana Australia menempatkan dirinya dengan kapabilitas yang ada di dalam sistem internasional terutama secara regional, menerjemahkan ancaman dengan perbandingan kapabilitas untuk menanganinya, dan mewujudkan kohesi serta stabilitas di dalam sistem internasional di tengah situasi yang berkembang sehingga kerja sama militer Force Posture menjadi strategi keamanan rasional yang diambil. 1.4 Argumentasi Utama Australia sebagai middle power yang menghadapi ancaman militer Cina dan ancaman peningkatan instabilitas kawasan membutuhkan strategi keamanan yang tepat untuk meningkatkan kapabilitas, mengamankan dirinya dari ancaman yang ada, serta menjaga stabilitas dan posisi di kawasan. Eskalasi urgensi untuk meningkatkan keamanan dan menjaga stabilitas kawasan serta keuntungan besar jangka panjang yang bisa didapatkan 37 Jordaan, The Concept of Middle Power in International Relations: Distinguishing between Emerging and Traditional Middle Powers, p D. Scott, Australia as a Middle Power: Ambiguities of Role and Identity, Journal of Diplomacy & International Relations 14, no. 2, (2013): p

11 membuat inisiasi Force Posture menjadi pilihan yang rasional bagi Australia meskipun terdapat berbagai konsekuensi dan tantangan yang muncul akibat kerja sama tersebut. 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode desk research dengan dua jenis data, yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data-data kualitatif primer diperoleh dengan melihat Force Posture Agreement, Buku Putih Pertahanan tahunan yang diterbitkan oleh Pemerintah Australia, dan berbagai pernyataan Pemerintah Australia di media cetak maupun digital. Wawancara dengan perwakilan BaseWatch juga dilakukan untuk mengetahui gambaran umum pengembangan militer di utara Australia secara langsung. Ditambah pula dengan sumber lainnya, seperti buku, jurnal, maupun laporan baik dari sumber digital maupun cetak yang kredibel. Sedangkan data kuantitatif dilihat dari Annual Country Overview yang diterbitkan oleh Global Fire Power (GFP), Buku Putih Pertahanan Australia, serta sumber survei lain untuk mengetahui kekuatan militer dan anggaran belanja militer Australia. Data dari berbagai sumber ini lalu digunakan untuk pembuktian dan alat bantu analisis atas pertanyaan pelitian yang kemudian akan dikaitkan dengan landasan konseptual yang digunakan. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini akan dibagi menjadi empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, kerangka konseptual, argumentasi utama, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Kemudian pada Bab II berisi pembahasan mengenai pengaruh konstelasi geopolitik yang terdiri dari aliansi keamanan antara Australia dan Amerika Serikat, keberadaan Australia sebagai middle power dalam kawasan dan sistem internasional, kebangkitan Cina sebagai great powers yang memengaruhi persepsi dan prioritas strategi keamanan Australia. Dalam Bab III, dengan menggunakan balance of power dalam neorealisme dan middle power, penulis akan menganalisis alasan implementasi Force Posture Agreement bagi Australia berdasarkan pemaparan pada Bab II dengann membahas lebih lanjut urgensi kerja sama Force Posture dan keuntungan yang bisa didapatkan oleh Australia melalui kerja sama tersebut sehingga nantinya akan terlihat bahwa Force Posture Agreement merupakan wujud politik luar negeri Australia di bidang keamanan yang difokuskan untuk menjawab tantangan serta memenuhi kepentingan nasionalnya. Bab IV adalah penutup dari skripsi ini yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian sesuai dengan pemaparan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya. 11

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Mengapa teori menjadi penting? Teori adalah pernyataan yang dibuat untuk menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni REALISM Theoretical Intrepretations of World Politics By Dewi Triwahyuni Theory in Brief REALISM & NEOREALISM Key Actors View of the individual View of the state View of the international system Beliefs

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2015 PERTAHANAN. Pertahanan Negara. 2015-2019 Kebijakan Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proyek pemberian bantuan luar negeri merupakan salah satu cara untuk mengurangi angka kemiskinan yang terjadi di banyak negara berkembang, salah satunya adalah di Papua

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer BAB V KESIMPULAN Perjalanan sejarah strategi kekuatan militer China telah memasuki babak baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer China di Djibouti, Afrika pada Tahun 2016.

Lebih terperinci

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan berbagai aspek yang telah dinilai oleh pembuat kebijakan di Montenegro untuk bergabung dalam NATO, terdapat polemik internal dan eksternal yang diakibatkan oleh kebijakan

Lebih terperinci

PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI

PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI A. Manusia, Politik dan Moral. Manusia adalah mahluk yang bermoral. Hal ini menjadi sesuatu yang mulai kabur dan berubah dalam hal keilmuan,

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992.

DAFTAR PUSTAKA. Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. DAFTAR PUSTAKA Buku: Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. Firth, Stewart. Australian in International Politics: Introduction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF?

KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF? Makalah Akhir Individu untuk Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional 1 Binar Sari Suryandari 1006664685 KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF? DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN

Lebih terperinci

Pada periode keempat ini Joint Parliamentary Commission berubah menjadi Mercosur Parliament yang secara resmi meminta delegasi dari tiap parlemen di n

Pada periode keempat ini Joint Parliamentary Commission berubah menjadi Mercosur Parliament yang secara resmi meminta delegasi dari tiap parlemen di n BAB IV KESIMPULAN Regionalisme Mercosur merupakan regionalisme yang telah mengalami proses yang panjang dan dinamis. Berbagai peristiwa dan upaya negara anggotanya terhadap organisasi ini telah menjadikannya

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang BAB V KESIMPULAN Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dihadapkan pada berbagai perubahan dan pergeseran kekuatan dalam lingkungan strategis global dan regional sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Laut Cina Selatan merupakan sengketa laut yang menjadi prioritas utama negara - negara dikawasan Asia Tenggara dan Association of South East Asia Nations (ASEAN) saat

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berakhirnya Perang Dingin, meningkatnya pengaruh soft power, kemunduran dominasi negara negara great power dan juga berkurangnya penggunaan hard power,

Lebih terperinci

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Melalui uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kerjasama internasional memiliki peranan penting dalam mendukung pencapaian nasional,

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri

Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA --------- POINTERS Dengan Tema : Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri OLEH : WAKIL KETUA MPR RI HIDAYAT NUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini merupakan sarana eksplanasi tentang perilaku organisasi internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan suatu program atau agenda yang diimplementasikan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan

Lebih terperinci

Peningkatan Kerjasama Indonesia India

Peningkatan Kerjasama Indonesia India Peningkatan Kerjasama Indonesia India Tulisan ini dimuat dalam buletin Atase Pendidikan KBRI New Delhi Edisi VI, ditampilkan di blog dengan harapan agar bisa berbagi informasi bagi teman-teman yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (narkoba) merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan transnasional. Amerika Serikat, menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 7 TAHUN 2008 TANGGAL : 26 JANUARI 2008 KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA A. UMUM. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS

Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 1 Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS Review Mata Kuliah Hubungan Luar Negeri dan Keamanan Amerika William

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keterlibatan Australia dalam Perang Irak 2003 dianggap sebagai sebuah momentum bagi kembalinya prinsip forward defence policy sebagai basis kebijakan pertahanan Australia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN BRIC. signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar.

BAB II PERKEMBANGAN BRIC. signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar. BAB II PERKEMBANGAN BRIC BRIC merupakan organisasi yang mengalami perkembangan yang signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar. Sejak saat itu BRIC mulai dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu ini penulis akan memaparkan mengenai Pendahuluan. Bab ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan penulisan judul, tujuan penulisan,

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepanjang tahun 2013, media-media internasional gencar memberitakan dinamika yang terjadi berkaitan dengan situasi politik dan keamanan di Semenanjung Korea.

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan 138 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Ideologi Posmarxisme Dalam Perkembangan Gerakan Anti Perang Masyarakat Global. Kesimpulan tersebut merujuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat dikatagorikan sebagai salah satu negara yang maju dari benua Eropa. Republik Perancis saat ini adalah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhitungkan baik dalam skala regional maupun global (Ganewati

BAB I PENDAHULUAN. diperhitungkan baik dalam skala regional maupun global (Ganewati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah China merupakan salah satu aktor hubungan internasional yang kini memiliki peran penting dalam tatanan global. Pada beberapa tahun terakhir, China telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan gas yang terkandung di Laut Timor. tertentu berdasarkan pada prinsip Landas Kontinen.

BAB I PENDAHULUAN. dan gas yang terkandung di Laut Timor. tertentu berdasarkan pada prinsip Landas Kontinen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perjanjian pembagian hasil kekayaan alam yang terdapat pada laut Timor merupakan salah satu hambatan dalam hubungan antara Australia dan Republik Demokratik

Lebih terperinci

SINGKATAN DAN ISTILAH...

SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun multilateral antar negara biasanya mengalami suatu kondisi dinamika pasangsurut yang disebabkan

Lebih terperinci

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH

Lebih terperinci