HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 35 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Sekolah Ragunan adalah satu dari lima sekolah khusus atlet di Indonesia yang didirikan pada tanggal 15 Januari Sekolah Ragunan ini sebenarnya terdiri atas SMP Negeri dan SMA Negeri Ragunan. SMP/SMA Negeri Ragunan atau yang lebih dikenal dengan Sekolah Atlet, berada di dalam area Gelanggang Olahraga Ragunan, Jalan H.M. Harsono, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. SMA Negeri Ragunan dikepalai oleh Drs. Didih Hartaya dengan staf dan guru berjumlah 20 orang. Jumlah siswa di SMA Negeri Ragunan sebanyak 323 orang. Tabel 2 menunjukkan bahwa lebih dari separuh jumlah siswa berjenis kelamin laki-laki (55.1%) dan siswa perempuan sekitar 44.9 persen. Tabel 2 Sebaran siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin n % Laki-laki Perempuan Total Sumber: Profil SMA Negeri Ragunan. 2009/2010. Luas kompleks SMP/SMA Ragunan dan fasilitas olahraga mencapai 17 hektar yang merupakan aset Pemda DKI. Kompleks SMP/SMA Ragunan terdiri dari gedung sekolah, gedung asrama putra dan putri, ruang makan dan dapur, ruang fitnes, dan perumahan guru serta pelatih. Secara keseluruhan, SMA Negeri Ragunan terdiri dari delapan kelas, yaitu dua kelas untuk kelas X dan untuk kelas XI, XII masing-masing tiga kelas (IPA, IPS1 dan IPS2). Fasilitas olahraga mencakup lapangan bulutangkis, tenis meja, bola voli, gulat dan judo, kolam renang, gedung senam, lapangan basket, sepak bola, lapangan tenis, angkat besi, panahan, dan track atau lapangan untuk cabang atletik. Fasilitas lain yang berada di komplek Gelanggang Olahraga Ragunan berupa gedung serbaguna, gedung auditorium, poliklinik, masjid, aula, kantin, wisma tamu, serta perkantoran dan Graha Wisma Pemuda. SMA Negeri Ragunan yang merupakan sekolah umum formal untuk para atlet menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar layaknya SMA pada umumnya. Beban belajar yang diberikan oleh pihak sekolah terdiri dari pelajaran inti, muatan lokal dan pengembangan diri dengan alokasi waktu satu jam

2 36 pelajaran adalah 40 menit. Pengembangan diri adalah pelajaran utama bagi siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta, sedangkan pelajaran inti dan muatan lokal merupakan pelajaran tambahan. Hal ini menyebabkan SMA Negeri Ragunan berbeda dengan SMA pada umumnya. Pelajaran inti di SMA Ragunan tidak jauh berbeda dengan SMA pada umumnya. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang materinya tidak dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Mata pelajaran muatan lokal kelas X, XI dan XII adalah English for Special Purpose. Pengembangan diri adalah beban belajar terjadwal utama yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya. Dengan kata lain, pengembangan diri adalah jadwal latihan terpadu sesuai dengan cabang olahraga yang digeluti siswa. Rincian alokasi waktu pembelajaran dan beban pelajaran yang diberikan oleh SMAN Ragunan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Beban belajar per minggu siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta Kelas Beban Belajar (jam) Inti Muatan Lokal Pengembangan diri Jumlah X XI XII Sumber: Profil SMA Negeri Ragunan. 2009/2010. Karakteristik Contoh Usia dan Jenis Kelamin Contoh dalam penelitian ini berjumlah 85 orang. Persentase terbesar contoh berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 50,6 persen dan sisanya adalah laki-laki sebesar 49,4 persen (Tabel 5). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin, rata-rata, dan standar deviasi usia contoh Jenis Kelamin Usia Laki-laki Perempuan Total n % n % n % 15 tahun tahun tahun tahun tahun Total Rata-rata±SD 17.6± ± ±16 p-value 0.00

3 37 Menurut Hurlock (1980), periode masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu remaja awal padaa umur (10-14 tahun), remaja tengah (14-17 tahun), dan remaja akhir pada umur tahun. Secara keseluruhan usia contoh pada penelitian ini dapat dikategorikan sebagai remaja tengah dan akhir, yaitu antara dengan persentase terbesar adalah usia 17 dan 18 tahun, masing-masing sebesar 36.5 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase usia tertinggi contoh laki-lakii adalah 17 dan 18 tahun (16.5% dan 27.1%). Sementara itu, persentase usia tertinggi contoh perempuan adalah 16 dan 17 tahun (16.5% dan 20.0%) (Tabel 4). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan usia contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05) yang mana rata-rata usia contoh laki-laki lebih tinggi daripada contoh perempuan. Urutan Kelahiran Penelitian terhadap anak-anak, remaja, dan orang dewasa dari berbagai urutan kelahiran, menunjukkan urutan kelahiran dapat menjadi faktor yang kuat dalam menentukan jenis penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang harus dilakukan individu sepanjang rentang kehidupan (Hurlock 1980). Schiller (2006) menyebutkan bahwa urutan kelahiran berhubungan erat dengan kepribadian seseorang. Gambar 3 menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh adalah anak tengah dan anak sulung (37.6% dan 32.9%), sedangkan persentase terendah adalah anak tunggal sebesar 4.7 persen. Tunggal Sulung Tengah Bungsu 24,8% 36,7% 4,7% 32,9% Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran Menurut Santrock (2007), anak kedua (anak tengah) akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan lebih percaya diri bila dibandingkan dengan anak pertama atau anak tunggal. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Schiller (2006) menunjukkan bahwa anak kedua

4 38 cenderung lebih tenang, lebih mudah bersosialisasi dan lebih sedikit mengalami masalah dibandingkan anak sulung dan bungsu. Namun, anak kedua juga memiliki rasa iri yang lebih besar terhadap saudaranya. Anak sulung sering dikenal sebagai experimental child yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman orangtua dalam merawat anak sehingga mengakibatkan orangtua cenderung terlalu cemas dan melindungi berlebihan (Gunarsa S & Gunarsa Y 2009). Menurut Santrock (2007), orangtua memiliki harapan yang besar kepada anak pertama dibanding adik-adiknya, tuntutan orangtua dan standar yang tinggi membuat anak pertama diliputi kecemasan dan rasa bersalah. Berdasarkan beberapa literatur yang telah dibahas tersebut, dapat digambarkan bahwa sebagian besar contoh penelitian ini merupakan kelompok anak-anak yang lebih mudah bersosialisasi (anak kedua). Cabang olahraga dan Tipe olahraga Menurut Moelok (1984), cabang olahraga dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu cabang olahraga ringan, sedang, berat, dan berat sekali. Cabang olahraga yang paling banyak digeluti oleh contoh adalah olahraga sedang yang terdiri dari bulutangkis, senam, atletik, selancar, squash, tenis lapangan, tenis meja, sepak takraw, dan sepak bola. Sementara itu, jenis olahraga individu yang paling banyak digeluti oleh contoh penelitian adalah renang, bulu tangkis, squash, dan senam. Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh menggeluti cabang olahraga sedang (70.6%) dan hanya sekitar 1,2 persen contoh yang menggeluti olahraga berat sekali, yaitu jenis olahraga angkat besi. Sementara itu, sebagian besar contoh menggeluti tipe olahraga individu (88.2%) seperti tenis meja, tenis lapangan, squash, bulutangkis, senam, dan atletik. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan cabang olahraga dan tipe olahraga Karakteristik n % Cabang Olahraga Olahraga ringan Olahraga sedang Olahraga berat Olahraga berat sekali Total Tipe Olahraga Individu Beregu Total

5 39 Karakteristik Keluarga Usia dan Status Orangtua Tingkat umur dapat mempengaruhi cara berpikir serta bertindak dan emosi seseorang, karena seseorang yang mempunyai umur lebih dewasa relatif lebih stabil emosinya dibanding dengan orang yang lebih muda (Hurlock 1980). Usia orangtua contoh dikelompokkan ke dalam usia dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kategori usia orangtua Usia Ayah Ibu n % N % Dewasa muda (20-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) Almarhum Total Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar ayah contoh berada pada kategori dewasa madyaa (84.7%). Persentase ayah contoh yang berada dalam tahapan dewasa akhir dan sudah meninggal masing-masing sebesar 2.4 persen. Sama halnya dengan ayah, lebih dari setengah ibu contoh (57.7%) juga berusia tahun (dewasa madya). Sementara itu, sekitar 3.5 persen ibu contoh sudah meninggal. Berdasarkan Gambar 4, sebagian besar status orangtua contoh adalah utuh (92.9%) dan hanya sekitar 7.1 persen orangtua contoh yang berstatus sebagai orangtua tunggal (single parent) karena salah satu orangtua telah meninggal dunia. Menurut Eccles dan Kalil (1994), ibu yang berstatus sebagai orangtua tunggal menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan anak remaja dibanding ibu yang masih terikat hubungan perkawinan. Utuh Tunggal 7,1% 92,9% Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan status orangtua

6 40 Suku Bangsa Suku bangsa orangtua contoh cukup bervariasi. Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase suku bangsa orangtua contoh yang terbesar adalah suku Jawa dan kemudian diikuti dengan suku Sunda, Betawi, Minang dan suku lain (Makasar, Bugis, Batak, Bima, Papua, Tionghoa, Arab, Melayu, Manado, Bali, Palembang, Ambon, Banjar, Lampung dan Timor). Persentase terbesar suku ayah adalah Jawa sebanyak 37.7 persen dan persentase terendah adalah suku Betawi sebanyak 7.1 persen. Seperti halnya suku bangsa ayah, persentase suku bangsa ibu contoh yang terbesar adalah suku Jawa (40.0%), sedangkan persentase terendah adalah suku Minang sebanyak 5,9 persen. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan suku bangsa Suku Bangsa Ayah Ibu n % n % Jawa Sunda Betawi Minang Lain-lain Total Meskipun lokasi penelitian berada di daerah Jakarta dengan suku Betawi sebagai suku aslinya, suku orangtua contoh yang paling banyak adalah suku Jawa. Hal ini disebabkan oleh suku Jawa memang merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia (41.7%) yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Barat (Kazenov 2010). Pendidikan dan Pekerjaan Orangtua Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orangtua cukup bervariasi. Berdasarkan Tabel 8, persentase terbesar pendidikan ayah dan ibu adalah pada kelompok Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat yaitu sebesar 50.6 persen untuk ayah dan 52.9 persen untuk ibu. Akan tetapi, masih terdapat 1.2 persen ayah contoh yang memiliki pendidikan tidak tamat SD dan masing-masing 1.2 persen ibu contoh yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD dan tamat SD.

7 41 Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua Karakteristik Ayah Ibu n % n % Tidak tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat D S1/S2/S Almarhum Total Apabila ditinjau dari sisi pekerjaan orangtua, ayah contoh paling banyak berprofesi sebagai wiraswasta (37.7%), PNS (20.0%), dan pegawai swasta (16.5%). Sementara itu, lebih dari separuh ibu contoh tidak bekerja (ibu rumah tangga) (54.1%), PNS (18.8%) dan wiraswasta (15.3%). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua Karakteristik Ayah Ibu n % n % Almarhum Tidak bekerja Buruh Petani Wiraswasta Pensiunan BUMN PNS TNI/POLRI Pegawai swasta Rohaniawan Total Pendapatan Orangtua Keadaan ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap tingkah laku anak. Keadaan ekonomi yang baik tentunya akan memberi kesempatan luas pada anak untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan dan kesempatan pendidikan yang lebih baik (Gerungan 1999). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua contoh memiliki pendapatan yang cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp Rp (45.9%). Hanya sekitar 7.1 persen yang memiliki pendapatan terendah yaitu pada kelompok <Rp Sementara itu, persentase terendah pendapatan orangtua contoh berada pada kelompok Rp Rp (4.7%) (Tabel 10).

8 42 Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori pendapatan orangtua Pendapatan orangtua n % < Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp > Rp Total Jumlah Teman Sebaya Karakteristik Teman Sebaya Hasil penelitian menunjukkan bahwa di setiap lokasi pertemanan yang dianalisis (sekolah, asrama, dan tempat lain), rata-rata jumlah teman sebaya yang dimiliki oleh contoh baik laki-laki maupun perempuan adalah antara 4 sampai 7 orang. Jumlah ini lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa remaja biasanya mempunyai 2-3 orang teman dekat atau sahabat karib. Contoh memiliki teman sebaya paling banyak di sekolah dan di asrama. Hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 42.4 persen contoh tidak memiliki teman sebaya di tempat lain (Tabel 11). Banyaknya jumlah contoh yang tidak memiliki teman sebaya di ketiga lokasi pertemanan yang diuji disebabkan oleh kesibukan contoh sebagai atlet dan remaja yang selalu harus mempersiapkan diri untuk pertandingan dan juga belajar. Persentase contoh laki-laki yang memiliki teman sebaya lebih dari 10 orang di tempat lain adalah sebesar 11.8 persen dan contoh perempuan 8.2 persen. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa pada usia remaja, anak laki-laki cenderung memiliki kelompok yang lebih besar daripada perempuan. Namun, pendapat ini tidak terbukti pada teman sebaya di sekolah dan asrama karena persentase contoh perempuan yang memiliki teman sebaya lebih dari 10 orang di sekolah dan asrama cukup tinggi (12.9% dan 14.1%). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah teman sebaya di sekolah dan asrama antara contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). Sementara itu, untuk teman sebaya yang berada di tempat lain, terdapat perbedaan yang nyata antara contoh perempuan dan lakilaki (p<0.05) yang mana rata-rata jumlah teman sebaya contoh laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan contoh perempuan.

9 43 Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori jumlah teman sebaya dan jenis kelamin, rata-rata, dan standar deviasi jumlah teman sebaya Jumlah teman Laki-laki Perempuan Total sebaya n (%) n (%) n (%) Sekolah 1-3 orang orang orang >10 orang Tidak ada Total Rata-rata±SD 7.9± ± ±6.6 p-value 0.58 Asrama 1-3 orang orang orang >10 orang Tidak ada Total Rata-rata±SD 6.4± ± ±5.9 p-value 0.94 Tempat lain 1-3 orang orang orang >10 orang Tidak ada , Total Rata-rata±SD 5.4± ± ±7.3 p-value 0.04 Usia Teman Sebaya Berdasarkan hasil penelitian, usia teman sebaya contoh yang tersebar di sekolah, asrama, maupun tempat lain cukup bervariasi. Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh memiliki teman sebaya yang seusia dengan contoh di sekolah (56.0%). Sementara itu, di asrama persentase usia teman sebaya yang terbesar bervariasi mulai dari yang lebih muda, seusia hingga yang lebih tua (42.9%). Hal ini disebabkan oleh latar belakang contoh yang tinggal di asrama dimana setiap kamar asrama diisi oleh tiga sampai empat siswa mulai dari siswa kelas VII hingga siswa kelas XII. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sekolah dan asrama, persentase teman sebaya yang berusia lebih tua cenderung rendah bila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (8.0% untuk teman sebaya di sekolah dan 11.6% untuk teman sebaya di asrama) (Tabel 12).

10 44 Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan usia teman sebaya menurut lokasi pertemanan Usia teman sebaya Sekolah Asrama Tempat lain n % n % n % Lebih muda Seusia Lebih tua Campuran Tidak ada Total Ciri utama dan Alasan Pertemanan Tabel 13 menunjukkan bahwa ciri utama pertemanan contoh dengan kelompok teman sebaya di sekolah adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk belajar bersama (54.7%), sama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah (36.0%), dan sama-sama memiliki prestasi olahraga atau akademik (38.7%). Sementara itu di asrama, ciri utama pertemanan contoh adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk belajar bersama (27.1%) dan untuk bersamasama melakukan aktivitas di luar sekolah (20.0%). Ciri utama pertemanan contoh dengan kelompok teman sebaya di tempat lain adalah sebagai kelompok teman sebaya untuk bersama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah (32.7%), seperti jalan-jalan ke mal. Apabila dikaitkan dengan pengelompokkan teman sebaya menurut Martin dan Stendler dalam Ruhidawati (2005) maka, kelompok teman sebaya yang dimiliki oleh contoh bisa dimasukkan dalam kelompok elite. Bentuk elite adalah kelompok teman sebaya yang selain melakukan kegiatan sekolah juga melakukan kegiatan di luar sekolah dan terkadang dipimpin oleh orang yang berusia lebih tua. Pengelompokkan contoh menjadi kelompok elite dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) diketiga lokasi pertemanan yang dianalisis, ciri utama pertemanan contoh dengan teman sebaya adalah bersama-sama melakukan aktivitas di luar sekolah; 2) jika ditinjau dari segi usia teman sebaya diketiga lokasi pertemanan, persentase contoh yang memiliki teman sebaya berusia campuran cukup besar; 3) kebijakan dari pihak sekolah yang lebih mengutamakan bidang olahraga (pengembangan diri) dibandingkan dengan bidang akademik sehingga siswa diijinkan untuk tidak datang kesekolah dengan alasan latihan. Kondisi ini menyebabkan hilangnya minat belajar siswa Persentase terbesar alasan pertemanan contoh dengan teman sebaya baik di sekolah, asrama, maupun tempat lain adalah karena alasan prinsip, gaya hidup (26.7% untuk teman sebaya di sekolah, 31.4% untuk teman sebaya di

11 45 asrama dan 42.9% untuk teman sebaya di tempat lain). Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa alasan pertemanan dengan teman sebaya bukan lagi hanya karena alasan kemudahan dalam bertemu, hobi atau alasan mendasar lainnya melainkan lebih karena persamaan minat, prinsip, dan gaya hidup. Alasan pertemanan dengan teman sebaya yang berada di asrama selain karena alasan prinsip juga dilandasi alasan hobi (15.7%), bahasa (10.0%), dan cabang olahraga (18.6%). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan ciri utama dan alasan pertemanan Karakterisitik teman sebaya Sekolah (%) Asrama (%) Tempat Lain (%) Ciri Utama Belajar bersama Salah satu anggota berusia lebih muda/seusia/lebih tua Bersama melakukan aktivitas luar sekolah Sama-sama memiliki prestasi olahraga dan akademik Alasan Pertemanan Suku Hobi Agama Ras Pakaian Bahasa Status orangtua Status sosial ekonomi Cabang olahraga Prinsip dan gaya hidup Pola Hubungan Pertemanan dengan Teman Sebaya Frekuensi Pertemuan dan Lama Usia Pertemanan Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi pertemuan contoh dengan kelompok teman sebayanya cukup bervariasi (Tabel 14). Persentase terbesar contoh bertemu setiap hari dengan teman sebaya yang berada di sekolah (44.0%) dan untuk teman sebaya yang berada di asrama (77.1%). Hal ini sesuai dengan pendapat Desmita (2009) yang menyebutkan bahwa sebagian waktu pada usia remaja akan dihabiskan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya. Sementara itu, untuk kelompok teman sebaya yang berada di tempat lain, frekuensi pertemuan dengan responden cukup jarang yaitu sekitar 1-2 kali seminggu (38.7%). Frekuensi pertemuan yang cukup jarang ini dilatarbelakangi aturan yang mengharuskan siswa tinggal di asrama dan juga kesibukan sebagai atlet dan pelajar yang digeluti oleh contoh.

12 46 Menurut lama usia pertemanan, sebagian besar contoh telah berteman dengan kelompok teman sebaya selama lebih dari 12 bulan untuk setiap lokasi pertemanan (69.4% di sekolah, 80.0% di asrama dan 75.5% di tempat lain). Usia pertemanan contoh dengan teman sebaya yang cukup lama di sekolah dan di asrama disebabkan karena contoh telah bersekolah di sekolah Ragunan sejak SMP. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi pertemuan dan lama usia pertemanan dengan teman sebaya menurut lokasi pertemanan Sekolah (%) Asrama (%) Tempat lain (%) Frekuensi pertemuan 1-2 kali seminggu kali seminggu kali seminggu Setiap hari Lain-lain Total Lama Usia Pertemanan < 6 bulan bulan >12 bulan Total Kualitas Hubungan Pertemanan Contoh dengan Teman Sebaya Masa remaja merupakan masa dimana seseorang belajar bersosialisasi dengan sebayanya secara lebih mendalam dan melepaskan diri dari pengaruh orang dewasa sebagai salah satu cara untuk mencari jati diri 4. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan hanya 1.2 persen contoh yang memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori rendah dengan teman sebayanya. Sementara itu, 57.7 persen contoh memiliki kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada kategori cukup (Tabel 15). Menurut Tanen dalam Santrock (2007) terdapat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam hubungan antar teman sebaya. Perempuan memiliki ketertarikan yang lebih dengan hubungan interpersonal dan mengutamakan keintiman dibanding laki-laki. Keintiman yang dimaksud adalah keinginan untuk membangun hubungan yang dekat dan akrab dengan orang lain. Lebih lanjut, Santrock (2007) menjelaskan bahwa pada usia remaja, perempuan memiliki ketertarikan yang besar terhadap perilaku sosioemosional. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada contoh 4 Anonim Perilaku Hubungan Sosial dan Solidaritas Antar Teman pada Perilaku Gaya Hidup Remaja.[terhubung berkala]. [28 Oktober 2010].

13 47 perempuan yang memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori rendah dan sebesar 23.5 persen contoh perempuan memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori tinggi dengan teman sebaya. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan antara contoh laki-laki dan perempuan dalam hal kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya (p<0.05). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori kualitas hubungan pertemanan dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Jenis Kelamin Kategori kualitas hubungan pertemanan Total Laki-laki Perempuan dengan teman sebaya n % n % n % Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±sd 45.9± ± ±4.7 p-value Berdasarkan Tabel 16, sebanyak 62.3 persen contoh mengaku tidak setuju jika diajak melakukan hal yang bertentangan dengan aturan oleh teman sebayanya, 51.8 persen contoh sangat tidak setuju melakukan apapun hanya untuk diterima oleh teman sebaya dan sebesar 83.5 persen contoh tetap merasa membutuhkan teman lain meskipun telah memiliki teman sebaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Papalia, Olds dan Feldman (2009) yang menyebutkan bahwa interaksi dengan teman sebaya cenderung meningkat pada masa remaja dan akan menurun pada masa remaja tengah dan akhir. Berdasarkan literatur tersebut, contoh yang berada pada rentang remaja tengah dan akhir memiliki interaksi yang cenderung menurun dengan teman sebaya terutama interaksi yang berhubungan dengan hal-hal negatif. Sementara itu, sebanyak 83.5 persen contoh mengaku mau berteman dengan siapa saja tanpa membedakan agama, ras, suku, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Interaksi dengan teman sebaya dapat membawa remaja pada arah yang positif maupun negatif. Desmita (2009) menyebutkan bahwa, teman sebaya dapat membantu remaja mengurangi sikap agresif, memberikan dorongan emosional dan sosial, membantu remaja dalam menempatkan diri sesuai dengan jenis kelamin, dan meningkatkan self-esteem karena penerimaan yang positif dari teman sebaya. Kuatnya dorongan dari teman sebaya dapat terlihat dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa teman sebaya mendukung

14 48 prestasi contoh (61.2%) dan contoh lebih toleran dengan pendapat lain setelah memiliki teman sebaya (83.5%). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jawaban tehadap pertanyaan kualitas hubungan pertemanan contoh dengan teman sebaya No Pernyataan Saya bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan.* Saya merasa takut jika diasingkan dari kelompok teman sebaya saya Saya lebih senang menceritakan masalah kepada kelompok teman sebaya daripada orang tua Saya rela melakukan apa saja asal bisa diterima kelompok teman baik saya.* Pengaruh teman sebaya saya sangat besar terhadap diri saya Sejak memiliki kelompok teman sebaya saya menjadi lebih ekspresif Saya merasa memperoleh dorongan sosial dan emosional dari kelompok teman sebaya saya (mis: selalu memberikan dukungan saat saya sedih atau kalah dalam pertandingan) 8. Jika teman dalam kelompok teman baik saya berkelahi, maka saya akan ikut berkelahi* Kelompok teman sebaya sangat perduli dengan saya Saya lebih memilih nasihat orang tua daripada kelompok teman sebaya.* Saya mau berteman dengan siapa saja tanpa memandang agama, ras, suku, status sosial ekonomi,dan sebagainya 12. Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan kelompok teman sebaya saya Kelompok teman sebaya membuat saya lebih mandiri Saya menjadi lebih toleran dengan pendapat atau pikiran yang berbeda setelah bergaul dengan kelompok teman sebaya saya. 15. Teman sebaya saya selalu mendukung prestasi saya Setelah memiliki kelompok teman sebaya, saya tidak memerlukan teman yang lain.* Keterangan: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju *) pertanyaan negatif, skor dibalik Karakteristik dan Pola Hubungan dengan Media Massa Jenis, Lama Penggunaan, dan Frekuensi Penggunaan Media Massa Berdasarkan hasil penelitian, persentase contoh yang menggunakan televisi tidak berbeda jauh dengan persentase contoh yang menggunakan

15 49 internet (40.0% untuk televisi dan 41.2% untuk internet). Sementara itu, jumlah persentase contoh yang menggunakan kedua media massa (televisi dan internet) secara bersamaan sebesar 18.8 persen. Dalam satu hari, sebagian besar contoh menggunakan media massa 4-5 jam (42.4%) dengan frekuensi penggunaan setiap hari (71.8%). Hal ini perlu menjadi perhatian lebih lanjut karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brook et al. (2002), penggunaan televisi yang tergolong sering pada masa remaja berhubungan positif dengan perilaku agresif. Sementara itu, menurut Louge (2006) penggunaan internet yang semakin sering akan menyebabkan remaja terpapar berbagai perilaku seksual dan bentuk-bentuk kejahatan seksual (sex trafficking dan sex crimes). Tabel 17 Sebaran contoh bedasarkan jenis, lama penggunaan dan frekuensi penggunaan media massa Karakteristik media massa n % Jenis media massa Televisi Internet Televisi dan internet Total Pola hubungan dengan media massa n % Lama Penggunaan dalam sehari < 1 jam jam jam jam >7 jam Total Frekuensi penggunaan Setiap hari kali seminggu kali seminggu Total Banyaknya contoh yang menggunakan internet disebabkan oleh kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh internet seperti, search engines yang dapat menambah pengetahuan tanpa harus membeli buku, facebook yang menawarkan forum diskusi yang melintasi antar negara, antar benua. Adanya televisi online yang ditawarkan internet juga menjadi alasan tingginya jumlah peminat pengguna internet (Bungin, 2009). Hal senada juga disampaikan oleh Louge (2006) yang menyebutkan bahwa internet telah menyediakan kemudahan dalam proses sosialisasi remaja yang memungkinkan remaja untuk berhubungan dengan teman sebaya dari berbagai belahan dunia. Sumber informasi yang berlimpah dari internet juga dapat dimanfaatkan oleh remaja di Accra, Ghana

16 50 sebagai sumber informasi mengenai kesehatan dan informasi mengenai seks yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sosial lain (Cassell et al. dalam Louge 2006). Sementara itu, tingginya penggunaan televisi pada contoh penelitian dilatarbelakangi oleh fasilitas televisi untuk setiap kamar yang disediakan asrama. Pemanfaatan Media Massa Media massa memegang peranan yang sangat penting di tengah arus globalisasi seperti saat ini. Berdasarkan hasil-hasil studi kontemporer diketahui bahwa interaksi remaja dan media massa cenderung meningkat seiring dengan kemajuan teknologi yang ditawarkan (Santock 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (80.0%) pemanfaatan media massa oleh contoh berada pada kategori cukup dan sebesar 1.2 persen berada pada kategori (Tabel 18). Hasil uji beda t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan pemanfaatan media massa antar jenis kelamin. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa baik contoh laki-laki dan perempuan memiliki interaksi dengan media pada kategori cukup dan tinggi. Tingginya pemanfaatan media massa oleh contoh juga dapat dilihat dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa contoh tidak membatasi waktunya dalam menggunakan televisi (47.1%) (Tabel 19). Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori pemanfaatan media massa dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Jenis Kelamin Kategori interaksi dengan media massa Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±sd 47.4± ± ±5.1 p-value 0.48 Pemanfaatan media massa yang cukup tinggi disebabkan oleh kesibukan contoh sebagai atlet dan pelajar sehingga tidak memungkinkan untuk selalu bertemu dengan teman sebaya setiap saat. Oleh karena itu, media massa kemudian dianggap sebagai alternatif lain yang dapat membantu remaja agar dapat membangun hubungan sosial dengan teman sebaya. Menurut Greenfield

17 51 dan Yan (2006) media massa telah menyediakan ruang baru bagi remaja untuk dapat besosialisasi dengan lingkungan sosialnya. Remaja yang pemalu dapat bersosialisasi dengan orang lain tanpa harus bertatap muka dengan lawan bicaranya (face to face). Selain untuk bersosialisasi, remaja juga dapat memanfaatkan internet sebagai sumber informasi mengenai hal-hal yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sosial (keluarga dan sekolah). Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan contoh mengenai pemanfaatan media massa No Pernyataan % % % % 1. Melalui televisi saya memperoleh banyak pengetahuan. 2. Saya menggunakan internet di waktu senggang Saya memiliki banyak teman di dunia maya Saya membatasi waktu saya dalam menggunakan televisi. 5. Saya suka diam-diam membuka situs porno di internet.* 6. Saya tidak dapat hidup tanpa internet Acara televisi yang saya saksikan biasanya berhubungan dengan bidang saya. 8. Saya mengetahui banyak perkembangan olah raga dari internet 9. Dalam sehari, saya harus menyisihkan waktu untuk membuka internet 10. Saya tidak dapat hidup tanpa televisi Saya membatasi waktu saya dalam menggunakan internet 12. Situs Internet yang saya saksikan biasanya berhubungan dengan bidang saya. 13. Melalui internet saya memperoleh banyak pengetahuan. 14. Saya menonton televisi di waktu senggang saya Saya suka melihat adegan kekerasan yang dipertontonkan di televisi.* 16. Internet mempermudah saya dalam mengerjakan tugas-tugas 17. Saya lebih suka berhubungan dengan teman lewat dunia maya dari teman sebenarnya Keterangan: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju *) pertanyaan negatif, skor dibalik. Berdasarkan Tabel 19, sebanyak 42.4 persen contoh menyatakan bahwa mereka menggunakan internet di waktu senggang, membatasi waktu penggunaan (40.0%) dan dalam sehari tidak harus menyisihkan waktu untuk membuka internet (41.2%). Namun, sebanyak 40.0 persen contoh menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui perkembangan olahraga dari internet, tidak

18 52 membuka situs internet yang berhubungan dengan bidangnya sebagai pelajar maupun atlet (41.2%). Sama halnya dengan interaksi dengan internet, contoh juga mampu memanfaatkan penggunaan televisi dengan baik yang tercemin dari penggunaan televisi di waktu senggang (41.2%), membatasi penggunaan (47.1%) dan bisa hidup tanpa televisi (42.4%). Namun, sebanyak 50.6 persen contoh menyatakan tidak menonton acara televisi yang berhubungan dengan bidang yang digeluti. Selain itu, sebanyak 45.9 persen contoh juga mengaku tidak setuju jika lebih menyukai pertemanan dunia maya. Hal ini berarti bahwa contoh lebih menyukai jenis pertemanan yang nyata dengan teman sebaya. Keterampilan Sosial Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu, setiap individu dituntut untuk menguasai keterampilanketerampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya (Mu tadin 2002). Pada masa remaja, individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan perkembangan seseorang. Oleh karena itu, keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal serta tindakan kekerasan (Mu tadin 2002). Pada masa remaja, ada delapan aspek yang menuntut keterampilan sosial, yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan atau sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok, serta lapangan kerja (Davis dan Forsythe dalam Mu tadin 2002). Keterampilan sosial dalam penelitian ini meliputi kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Lebih dari separuh contoh memiliki keterampilan sosial dengan kategori cukup (56.4%) dan 43.6 persen contoh memiliki keterampilan sosial pada

19 53 kategori tinggi. Tidak ada contoh yang memiliki keterampilan sosial pada kategori rendah (Tabel 20). Hasil uji t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara contoh laki-laki dan perempuan pada keterampilan sosial. Berdasarkan persentasenya, contoh perempuan yang berada pada kategori tinggi lebih besar (22.4%) daripada laki-laki (21.2%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) yang menyebutkan bahwa perempuan memiliki keterampilan sosial yang lebih baik dari laki-laki. Saputri (2010) juga menyebutkan bahwa perempuan memiliki seni membina hubungan yang sedikit lebih baik dari laki-laki. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori keterampilan sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Jenis Kelamin Kategori keterampilan sosial Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±sd 122.5± ± ±10.4 p-value Kesadaran Sosial Kesadaran sosial merupakan dimensi pertama dari keterampilan sosial. Kesadaran sosial adalah apa yang kita rasakan mengenai orang lain. Berdasarkan Tabel 21, sebagian besar contoh (67.1%) memiliki kesadaran sosial pada kategori tinggi. Kemampuan untuk menyadari perasaan orang lain juga tercermin dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa bersama teman adalah saat yang menyenangkan (64.7%) dan merasa bahwa teman sebaya juga terlihat nyaman bersama contoh (68.2%) (Tabel 22). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara contoh laki-laki dan perempuan dalam hal kesadaran sosial. Sama halnya dengan keterampilan sosial, berdasarkan persentasenya contoh perempuan yang memiliki kesadaran sosial pada kategori tinggi lebih besar (37.7%) dari pada contoh laki-laki (29.4%). Tidak adanya perbedaan antara contoh laki-laki maupun perempuan dalam hal kesadaran sosial sesuai dengan hasil penelitian Cavins (2005) yang menyebutkan bahwa pada remaja akhir, perempuan dan laki-laki tidak memiliki perbedaan dalam hal empati. Namun, dalam hal tanggung jawab sosial, perempuan jauh lebih baik daripada laki-laki.

20 54 Goleman (2007) dalam bukunya yang berjudul Social Intelligence menyebutkan bahwa kesadaran sosial meliputi empati, penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial. Empati berhubungan dengan perasaan dan isyarat non verbal orang lain. Berdasarkan empati yang dimiliki, maka seseorang dituntut untuk dapat menempatkan diri sama dengan orang lain dan mampu mendengarkan orang lain (penyelarasan). Kemampuan untuk menyelaraskan diri dengan kondisi orang lain akan mengakibatkan timbulnya ketepatan empatik dalam diri yang tercermin dari kemampuan untuk mengerti perasaan, pikiran dan maksud orang lain. Pada akhirnya, empati, penyelarasan dan ketepatan empatik akan mengantarkan seseorang pada satu bentuk kesadaran sosial yang paling kompleks berupa kemampuan untuk menerima lingkungan sosial beserta segala aspek yang ada didalamnya (pengertian sosial). Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi kesadaran sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Jenis Kelamin Kategori kesadaran sosial Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±sd 62.3± ± ±4.9 p-value Selain berdasarkan persentase, kesadaran sosial yang baik juga dapat diamati dari keempat sub dimensi kesadaran sosial (empati, penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial) yang terangkum dalam jawaban pernyataan kuesioner contoh. Kemampuan untuk berempati sekaligus penyelarasan tercemin dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa contoh merasa sedih saat teman sebaya sedih (67.1%). Penyelarasan yang baik juga tercermin dari pernyataan contoh yang mengaku dapat menjadi pendengar yang baik (70.5%), senang menjadi tempat curahan hati saat teman sebayanya menghadapi masalah (54.1%), dan mampu mendengarkan curahan hati teman dengan fokus (64.7%). Ketepatan empatik contoh tercermin dari pernyataan yang menyebutkan bahwa contoh mengetahui jika teman sebaya sedang marah (76.5%) dan dapat menduga apa yang dirasakan atau dipikirkan oleh teman sebaya (69.4%). Sementara itu, kesadaran bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda

21 55 (70.6%), memiliki banyak teman (55.3%), senang mendapatkan teman baru (57.6%), dapat berteman dengan siapa saja (65.9%), dan bersedia menerima keputusan yang tidak sesuai dengan keinginannya (68.2%) mencerminkan tingginya pengertian sosial contoh. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan beberapa pertanyaan dimensi kesadaran sosial No Pernyataan % % % % 1. Saya merasa sedih jika teman saya sedih 7,1 16,5 67,1 9,3 2. Saya mampu menjadi pendengar yang baik bagi orang disekitar saya. 1,2 2,4 70,5 25,9 3. Saya dapat menduga apa yang dipikirkan/dirasakan teman bicara saya 1,2 17,6 69,4 11,8 5. Saya dapat berteman dengan siapa saja 2,4 1,2 30,6 65,9 6. Saya memahami bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda 2,4 2,4 24,7 70,6 7. Bersama teman-teman adalah saat yang membosankan bagi saya*. 64,7 31,8 3,5 0,0 10. Saya senang bisa menjadi tempat curhat teman. 1,2 3,5 54,1 41,2 14. Saya merasa senang jika mendapat teman baru 0,0 1,2 57,6 41,2 15. Saya mengetahui jika teman saya marah 0,0 7,1 76,5 16,5 16. Saya dapat mendengarkan curhat teman dengan fokus. 2,4 10,6 64,7 22,4 17. Saya memiliki banyak teman 1,2 2,4 41,2 55,3 19. Teman-teman terlihat nyaman bersama saya 2,4 8,2 68,2 21,2 20. Saya bersedia menerima suatu keputusan yang tidak sesuai dengan keinginan saya 2,4 8,2 68,2 21,2 (Keterangan: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju) Fasilitas Sosial Dimensi kedua dari keterampilan sosial adalah fasilitas sosial. Fasilitas sosial adalah tindakan dan perilaku yang kita berikan kepada orang lain sehubungan dengan kesadaran sosial yang kita miliki. Fasilitas sosial meliputi sinkroni, presentasi diri, pengaruh dan kepedulian. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan dimensi fasilitas sosial dan jenis kelamin, rata-rata skor serta standar deviasi Jenis Kelamin Kategori fasilitas sosial Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Rendah Cukup Tinggi Rata-rata skor±sd 60.2± ± ±7.5 p-value 0.576

22 56 Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari separuh contoh memiliki fasilitas sosial pada ketegori cukup (61.2%) dengan persentase contoh perempuan lebih besar (31.8%) daripada laki-laki (29.4%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cavins (2005) yang menyebutkan bahwa perempuan lebih mampu membangun hubungan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki. Namun, berdasarkan hasil uji beda t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara contoh perempuan dan laki-laki dalam hal fasilitas sosial (Tabel 23). Sinkroni adalah kemampuan untuk menyampaikan perasaan secara nonverbal. Sementara presentasi diri adalah kemampuan mempresentasikan diri secara efektif. Sinkroni dan presentasi diri kemudian akan menimbulkan pengaruh dalam dunia sosial. Pengaruh ini kemudian akan menciptakan kepedulian sosial dalam diri seseorang (Goleman 2007). Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pada beberapa pertanyaan dimensi fasilitas sosial No Pernyataan % % % % 2. Saya mampu menahan emosi saya Saya mampu mendengarkan keluh kesah teman Saya siap membantu ketika teman membutuhkan bantuan. 6. Saya selalu menjaga perasaan teman Saya merasa mudah untuk bekerja sama dengan orang lain. 9. Saya berupaya memahami orang lain Saya mampu membawa diri untuk menunjukkan jati diri saya secara efektif 16. Saya selalu berbagi makanan dengan teman saya. 17. Saya sering mendamaikan teman yang bermusuhan 18. Saya berusaha membantu teman yang sedang kesulitan (Keterangan: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju) Keterkaitan antara keempat sub dimensi fasilitas sosial tersebut dapat diamati melalui jawaban contoh mengenai beberapa pertanyaan mengenai fasilitas sosial yang disajikan pada Tabel 24. Kemampuan untuk menahan emosi (60.0%), memahami orang lain (61.2%), dan menjaga perasaan teman (67.1%) menunjukkan telah munculnya sinkroni dalam keterampilan sosial contoh. Presentasi diri contoh yang efektif terlihat dari pernyataan contoh yang menyebutkan bahwa contoh mampu menunjukkan jati diri secara efektif (71.7%).

23 57 Pengaruh sosial yang muncul akibat adanya sinkroni dan presentasi diri yang efektif tercermin dari pengakuan bahwa contoh sering mendamaikan teman yang bermusuhan (56.4%) dan mudah dalam bekerja sama dengan orang lain (63.5%). Sementara itu, tingakat kepedulian terhadap orang lain akibat adanya pengaruh sosial tercermin dari pernyataan yang menyebutkan bahwa contoh berusaha membantu teman yang sedang kesulitan (55.3%), berbagi makanan dengan teman (64.7%), mendengarkan keluh kesah teman (75.3%) dan siap membantu teman yang membutuhkan bantuan (65.9%) (Tabel 24). Hubungan antara Karakteristik Contoh, Karakteristik Keluarga, Teman Sebaya dan Media Massa Karakteristik Contoh, Teman Sebaya dan Media Massa Jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, cabang olahraga dan tipe olahraga tidak memiliki hubungan yang nyata dengan pola hubungan dan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya (Lampiran 4 dan 5). Hal ini berarti jenis kelamin tidak berhubungan dengan pemilihan maupun dalam melakukan interaksi dengan teman sebaya. Hasil temuan ini bebrbeda dengan pendapat Bester (2007) yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal hubungan dengan teman sebaya. Perempuan lebih mengutamakan masalah emosi dalam membangun hubungan pertemanan dengan teman sebaya. Pada laki-laki, hubungan dengan teman sebaya berhubungan positif dengan kestabilan emosional (kematangan emosi, realistis, dan dapat dipercaya). Pada perempuan, hubungan dengan teman sebaya berhubungan dengan partisipasi, kegembiraan diri dan kegembiraan teman sebaya. Sementara itu, urutan kelahiran (sulung, tengah, bungsu, tunggal) dan usia contoh juga tidak berhubungan dengan pola hubungan dan kualitas hubungan pertemanan (Lampiran 5). Hal ini disebabkan karena latar belakang siswa SMA Negeri Ragunan yang sangat beragam baik dari segi suku, usia (seluruh contoh penelitian tidak memiliki kategori usia yang sama), dan latar belakang keluarga. Latar belakang sekolah yang merupakan sekolah atlet dan adanya sistem asrama yang memungkinkan siswa memiliki teman dengan beragam usia juga diduga melatarbelakangi hal ini. Sementara itu, banyaknya siswa SMA Negeri Ragunan yang sebelumnya juga sudah bersekolah di SMP

24 58 Negeri Ragunan juga menjadi salah satu penyebab status dan usia contoh tidak berhubungan dengan karakteristik dan kualitas hubungan dengan teman sebaya. Cabang olahraga dan tipe olahraga tidak berhubungan dengan pola hubungan maupun dengan kualitas hubungan pertemanan (Lampiran 4). Temuan ini kemungkinan karena terdapat beragam karakteristik teman sebaya dan kategori interaksi teman sebaya pada satu cabang olahraga dan tipe olahraga, mengingat sebagian besar (70.6%) contoh menggeluti cabang olahraga sedang dan menggeluti olahraga individu (88.2%). Tipe olahraga berhubungan nyata dan positif dengan pemanfaatan media massa (Lampiran 4). Hal ini berarti contoh yang menggeluti olahraga beregu akan memiliki frekuensi penggunaan media massa yang tinggi pula. Hubungan yang positif antara tipe olahraga dengan pemanfaatan media massa mengindikasikan kuatnya pengaruh media massa bagi remaja yang berprofesi sebagai atlet. Tipe olahraga individu membuat remaja yang berprofesi sebagai atlet memilih menggunakan media massa di waktu senggangnya. Berdasarkan hasil observasi, jenis media massa yang paling banyak digunakan oleh contoh adalah blackberry. Contoh memanfaatkan fasilitas blackberry messanger (BBM) untuk dapat berkomunikasi dengan teman sebayanya. Menurut Louge (2006), internet memberikan kesempatan untuk membangun hubungan sosial melalui berbagai jejaring sosial yang disediakan. Remaja kini masih dapat berhubungan dengan teman sebayanya tanpa perlu harus bertatap muka. Bagi remaja yang sibuk seperti remaja yang berprofesi sebagai atlet, kesempatan yang disediakan oleh internet ini merupakan alternatif yang bisa diambil agar terus dapat berhubungan dengan teman sebaya meskipun harus bertanding atau disibukkan dengan latihan. Karakteristik Keluarga, Teman Sebaya dan Media Massa Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik keluarga (status orangtua, status kerja ayah dan ibu), kualitas hubungan pertemanan dan media massa (Lampiran 4). Sementara itu, hasil uji korelasi Pearson antara karakteristik keluarga (usia, pendidikan, dan pendapatan orangtua) dengan pemanfaatan media massa menunjukkan adanya hubungan yang nyata dan positif antara usia ibu dengan pemanfaatan media massa (r=0.215, p<0.05). Hubungan yang nyata dan positif antara umur ibu dengan jumlah teman sebaya di sekolah. Hal ini berarti, semakin tinggi usia ibu maka jumlah teman di

25 59 sekolah juga akan semakin banyak. Santrock (2007) menjelaskan bahwa ibu yang menghargai kemampuan sosial anak dengan baik seperti kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya akan memiliki anak yang lebih asertif, prososial dan mampu memecahkan masalah dibandingkan dengan ibu yang kurang menghargai kemampuan sosial anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia ibu berhubungan dengan pemanfaatan media massa. Hal ini berarti semakin tinggi usia ibu maka pemanfaatan media massa juga akan semakin tinggi. Santrock (2007) mengemukakan bahwa bersamaan dengan berkembangnya aspek kognitif, sering muncul perbedaan pendapat antara remaja dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Mereka tidak lagi memandang orang tua sebagai sosok manusia yang mengetahui segalanya, sehingga banyak orang berpikir bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan pertentangan dan menolak nilai-nilai yang digariskan oleh orang tuanya. Selain itu, kebanyakan dari remaja juga tidak ingin diperintah, dicampuri dan mendengarkan banyak nasehat. Kerenggangan hubungan dengan orangtua akan menyebabkan anak memanfaatkan fungsi social learning dan penyampaian informasi dari media massa (Bungin 2009). Menurut Greenfield dan Yan (2006) media massa telah menyediakan ruang baru bagi remaja untuk dapat besosialisasi dan sebagai sumber informasi mengenai hal-hal yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sosial (keluarga dan sekolah). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keterampilan Sosial Usia Ibu Hasil uji korelasi Pearson pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa usia ibu berhubungan nyata dan positif dengan keterampilan sosial pada taraf 0.05 dengan koefisien korelasi Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi usia ibu maka keterampilan sosial remaja akan semakin tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 67.6 persen contoh memiliki keterampilan sosial pada kategori tinggi dengan ibu yang berusia dewasa madya (41-60 tahun)(tabel 25). Sayogyo dalam Harisudin (1997) mengatakan bahwa ibu memiliki waktu yang lebih banyak dalam mengalokasikan sumberdaya waktunya untuk urusan keluarga terutama dalam hal pengasuhan. Menurut Gunarsa S dan Gunarsa Y (2009), pertambahan usia akan seiring dengan kedewasaan seseorang. Dengan

METODE PENELITIAN. Dengan menggunakan rumus dan margin error 0,1 diperoleh jumlah contoh sebagai berikut:

METODE PENELITIAN. Dengan menggunakan rumus dan margin error 0,1 diperoleh jumlah contoh sebagai berikut: METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan metode survei. Penelitian dengan desain cross sectional study adalah penelitian yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB)-IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala]. [3 April 2009]. 2

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala].  [3 April 2009]. 2 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus suatu bangsa dan merupakan ujung tombak yang akan berperan dalam pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, suatu bangsa membutuhkan remaja

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. N 1+ Ne 2. n =

METODE PENELITIAN. N 1+ Ne 2. n = 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan metode survei. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran Umum Sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran Umum Sekolah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran Umum Sekolah SMA Negeri Ragunan Jakarta merupakan sekolah yang didirikan untuk atlet, dimana mereka tidak hanya mendalami bidang yang mereka

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK Negeri contoh terletak di Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor. Sekolah ini berdiri dan diresmikan pada tanggal 12 Juni 1980 dengan

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 37 HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua sekolah berbeda di Kota Bogor dan melibatkan tiga kelas yaitu kelas akselerasi, SBI dan reguler Kelas akselerasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB VII OPINI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VII OPINI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB VII OPINI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Opini Khalayak Langsung Acara Musik Derings Opini responden sebagai khalayak langsung acara musik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai wadah dari mahasiswa untuk menyalurkan bakat dibidang olahraga. Mahasiswa juga dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan sosial 2.1.1 Definisi kecerdasan sosial Kecerdasan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN Dewi Sartika Panjaitan*, Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan 18 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan pada interaksi antara ibu dengan anak. Desain yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja 7 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal dari bahasa Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Periode

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS DI TRANS TV

BAB V PROFIL KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS DI TRANS TV BAB V PROFIL KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS DI TRANS TV 5.1 Profil Khalayak Langsung Acara Musik Derings Khalayak langsung acara musik Derings adalah khalayak yang berada dilokasi penayangan acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

Gaya Hidup - aktivitas - minat - opini

Gaya Hidup - aktivitas - minat - opini 15 KERANGKA PEMIKIRAN Gaya hidup merupakan aktivitas, minat, dan pendapat individu dalam kehidupan sehari-hari yang diukur menggunakan teknik psikografik. Berbagai faktor dapat memengaruhi terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harga diri adalah penilaian seseorang mengenai gambaran dirinya sendiri yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, sosial dan perilakunya secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu dengan masalah, dan tanpa disadari pula berulang kali individu menemukan jalan keluar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan. 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengumpulan data hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan, serta retrospektif karena

Lebih terperinci

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1.

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1. 20 KERANGKA PEMIKIRAN Menurut seorang pakar ekologi keluarga yaitu Bronfenbrener menyatakan bahwa anak adalah salah sebuah unsur dalam lingkungan. Hal tersebut ditinjau dari sudut pandang dalam perpsektif

Lebih terperinci

BAB VI MOTIVASI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI MOTIVASI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB VI MOTIVASI KHALAYAK LANGSUNG ACARA MUSIK DERINGS TRANS TV DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Motivasi Khalayak Langsung Acara Musik Derings Motivasi merupakan suatu alasan atau dorongan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa. Melalui kegiatan olahraga

BAB I PENDAHULUAN. minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa. Melalui kegiatan olahraga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan siswa di luar kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstrakurikuler dapat memberikan pengaruh terhadap minat, bakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masih banyak sekolah yang menerapkan betapa pentingnya kecerdasan IQ (Intelligence Question) sebagai standar dalam kegiatan belajar mengajar. Biasanya, kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap tergantung ke arah kemandirian. Pada mulanya seorang anak akan bergantung kepada orang-orang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 17 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pola penggunaan jejaring sosial terhadap motivasi dan alokasi waktu belajar siswa SMPN 1 Dramaga, menggunakan desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perubahan pola hidup manusia adalah akibat dari dampak era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perubahan pola hidup manusia adalah akibat dari dampak era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan pola hidup manusia adalah akibat dari dampak era globalisasi yang semakin dapat dirasakan dalam kehidupan seharihari, pola hidup dari dampak tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross-Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cepat, lengkap serta dalam satu waktu dan tidak berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON Motivasi menonton menurut McQuail ada empat jenis, yaitu motivasi informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, dan motivasi hiburan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan ataupun kasus tawuran dan keributan antara pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB V DESKRIPSI DATA KARAKTERISTIK PENDENGAR, PENGGUNAAN MEDIA RADIO, DAN KESENJANGAN KEPUASAN (GRATIFICATION DISCREPANCY)

BAB V DESKRIPSI DATA KARAKTERISTIK PENDENGAR, PENGGUNAAN MEDIA RADIO, DAN KESENJANGAN KEPUASAN (GRATIFICATION DISCREPANCY) BAB V DESKRIPSI DATA KARAKTERISTIK PENDENGAR, PENGGUNAAN MEDIA RADIO, DAN KESENJANGAN KEPUASAN (GRATIFICATION DISCREPANCY) 5.1 Karakteristik Karakteristik pendengar merupakan salah satu faktor yang diduga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Cara Pemilihan Contoh 25 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study dan restrospective. Cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu tertentu, desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Lampiran 1 SURAT PERMOHONAN SURVEI PENDAHULUAN

Lampiran 1 SURAT PERMOHONAN SURVEI PENDAHULUAN Lampiran SURAT PERMOHONAN SURVEI PENDAHULUAN Lampiran a SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran b SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran SURAT KETERANGAN PENELITIAN Lampiran LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Saya yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FTV BERTEMAKAN CINTA DAN INTENSITAS

BAB II GAMBARAN UMUM RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FTV BERTEMAKAN CINTA DAN INTENSITAS BAB II GAMBARAN UMUM RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FTV BERTEMAKAN CINTA DAN INTENSITAS KOMUNIKASI ORANG TUA & ANAK DENGAN PERILAKU PACARAN REMAJA Pada masa perkembangan teknologi seperti

Lebih terperinci

METODE Desain, Lokasi dan Waktu Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

METODE Desain, Lokasi dan Waktu Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 29 METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Bogor, terdiri dari tiga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan individu dan sudah pasti tidak dapat dipisahkan. Secara umum, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Responden Dalam penelitian ini, responden yang digunakan adalah mahasiswa atau mahasiswi di Universitas X Jakarta yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sumba Barat beribukota Waikabubak, mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 62 BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Terpaan Tayangan Jika Aku Menjadi Berdasarkan hasil full enumeration survey, diketahui sebanyak 113 (49,6 persen)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada siswa kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada populasi atau sampel yang diambil adalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada populasi atau sampel yang diambil adalah 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada populasi atau sampel yang diambil adalah seluruh subjek yang menjadi anggota populasi, oleh karena itu metode analisis yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Usia contoh berkisar antara 14 sampai 18 tahun dan dikategorikan ke dalam kelompok remaja awal (14 sampai 16 tahun) dan remaja akhir (17 sampai 18 tahun). Dari jenis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas LAMPIRAN I KATA PENGANTAR KUESIONER Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, maka tugas yang harus dilaksanakan adalah mengadakan

Lebih terperinci

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada 68 BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008 5.1 Karakteristik Individu 5.1.1 Jenis Kelamin Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 7.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan membahas tentang sampel penelitian, hasil

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan membahas tentang sampel penelitian, hasil BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti akan membahas tentang sampel penelitian, hasil pengolahan data, dan analisa data hasil penelitian. Hasil ini diperoleh berdasarkan kuesioner yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, serta masa dimana seseorang mulai mengembangkan dan memperluas kehidupan sosialnya.

Lebih terperinci