BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengembangan Produk Produk merupakan sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada pembeli. Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari analisa persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan tahap produksi, penjualan dan pengiriman produk. Pengembangan produk merupakan aktivitas lintas disiplin yang membutuhkan kontribusi dari hampir semua fungsi yang ada di perusahaan, namun tiga fungsi yang selalu paling penting bagi proyek pengembangan produk, yaitu : 1. Pemasaran Fungsi pemasaran menjembatani interaksi antara perusahaan dengan pelanggan. Peranan lainnya adalah memfasilitasi proses identifikasi peluang produk, pendefinisian segmen pasar, dan identifikasi kebutuhan pelanggan. Bagian pemasaran juga secara khusus merancang komunikasi antara perusahaan dengan pelanggan, menetapkan target harga dan merancang peluncuran serta promosi produk. 2. Perancangan ( Design ) Fungsi perancangan memainkan peranan penting dalam mendefinisikan bentuk fisik produk agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam konteks tersebut tugas

2 8 bagian perancangan mencakup desain engineering ( mekanik, elektrik, software, dan lain-lain ) dan desain industri ( estetika, ergonomi, user interface ). 3. Manufaktur Fungsi manufaktur terutama bertanggung jawab untuk merancang dan mengoperasikan sistem produksi pada proses produksi produk. Secara luas, fungsi manufaktur seringkali mencakup pembelian, distribusi, dan instalasi. Kumpulan aktivitas-aktivitas ini disebut juga sebagai rantai pemasok. Proses Pengembangan produk secara umum terdiri dari tahapan-tahapan atau sering juga disebut sebagai fase. Menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppinger dalam bukunya yang berjudul Perancangan dan Pengembangan Produk, proses pengembangan produk secara keseluruhan terdiri dari 6 fase, yaitu : Gambar 2.1 Fase Pengembangan Produk Menurut Ulrich-Eppinger (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Fase 0. Perencanaan : Kegiatan ini disebut sebagai zerofase karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual. Fase 1. Pengembangan Konsep : Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar target diidentifikasi, alternatif konsep-konsep produk

3 9 dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh. Dimana yang dimaksud dengan konsep di sini adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan tampilan suatu produk dan biasanya disertai dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek. Fase 2. Perancangan Tingkatan Sistem : Fase Perancangan Tingkatan Sistem mencakup definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir untuk sistem produksi biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses rakitan akhir. Fase 3. Perancangan Detail : Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unit pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok. Rencana proses dinyatakan dan peralatan dirancang untuk tiap komponen yang dibuat, dalam sistem produksi. Output dari fase ini adalah pencatatan pengendalian untuk produk, gambar untuk tiap komponen produk dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen yang dapat dibeli, serta rencana untuk proses pabrikasi dan perakitan produk.

4 10 Fase 4. Pengujian dan Perbaikan : Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototipe awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponenkomponen dengan bentuk dan jenis material pada produksi sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada proses pabrikasi sesungguhnya. Prototipe alpha diuji untuk menentukan apakah produk akan bekerja sesuai dengan apa yang direncanakan dan apakah produk memuaskan kebutuhan konsumen utama. Prototipe berikutnya (beta) biasanya dibuat dengan komponen-komponen yang dibutuhkan pada produksi namun tidak dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir seperti pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta dievaluasi secara internal dan juga diuji oleh konsumen dengan menggunakannya secara langsung. Sasaran dari prototipe beta biasanya adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai kinerja dan keandalan dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan perubahan-perubahan secara teknik untuk produk akhir. Fase 5. Produksi awal : Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuaikan dengan

5 11 keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang timbul. Peralihan dari produksi awal menjadi produksi sesungguhnya harus melewati tahap demi tahap. Pada beberapa titik pada masa peralihan ini, produk diluncurkan dan mulai disediakan untuk didistribusikan. Total keseluruhan fase adalah 6 fase yakni : dari fase 0 sampai dengan fase 5, dan pemahaman dari tiap tahapan dapat dimengerti dan diterapkan secara terpisah ( Ulrich-Eppinger, 2001). Sementara itu menurut C. Merle Crawford dan C. Anthony Di Benedetto dalam buku mereka yang berjudul New Products Management, dikatakan bahwa tahapan pengembangan produk terdiri atas 5 fase yaitu : Gambar 2.2 Fase Pengembangan Produk Menurut Crawford-Benedetto (Sumber : New Products Management, Crawford-Benedetto)

6 12 Fase 1. Identifikasi peluang dan Seleksi ( Opportunity Identification and Selection) : menghasilkan sebuah peluang dari produk baru menjadi peluang bisnis, mengadakan perubahan pada rencana pemasaran, sumber daya, dan kebutuhan yang terdapat pada pasar. Mengadakan riset pasar untuk kemudian dievaluasi, divalidasi dan keluarannya adalah pernyataan strategic untuk menuntun lebih jauh ke tahap selanjutnya. Fase 2. Pengembangan Konsep (concept generation) : Memilih peluang yang paling berpotensi untuk dikembangkan dan mulai dengan keterlibatan konsumen dalam tahap identifikasi kebutuhan. Mulai menyusun konsep produk baru yang dapat menjawab kesempatan atau peluang yang ada. Fase 3. Evaluasi Konsep (Concept Evaluation) : Mengevaluasi konsep produk tersebut (seperti pada saat mereka mulai masuk) pada kriteria teknis, pemasaran dan keuangan. Beri bobot dan pilih yang terbaik kedua atau ketiga. Fase 4. Pengembangan (Development) : Pada fase ini merupakan tahap pengujian konsep yang sudah matang dengan pembuatan prototipe yang langsung diujikan kepada konsumen, desain pembuatan dan peralatan yang dibutuhkan sudah mulai disusun, sambil tidak lupa mempersiapkan strategi pemasaran dan persiapan peluncuran produk tersebut dengan memperhatikan jalur distribusi dan biaya-biaya yang dibutuhkan melalui sebuah business plan.

7 13 Fase 5. Peluncuran (Launch) : mulai produksi awal dan pemasaran dengan ruang lingkup yang kecil dulu sambil memantapkan sistem produksi pembuatan produk tersebut, dan mulai menjalankan program peluncuran sesuai yang direncanakan secara bertahap. Kelima fase ini lebih difokuskan untuk pengembangan produk yang betulbetul merupakan produk baru (Crawford-Benedetto, 2000). Satu lagi pendapat dari ahli pengembangan produk di USA yaitu R. Cooper dalam bukunya yang berjudul Winning at New Products, Cooper menyebutkan tahapan pengembangan produk yang dikenal sebagai Stage-Gate Process yaitu sebuah tahapan pergerakan suatu proyek produk baru dari sebuah ide hingga ke tahap peluncuran. Stage merupakan tahapan sebenarnya dimana diwujudkan dalam tindakan nyata. Sedangkan gate merupakan point pengambilan keputusan untuk dilanjutkan atau tidak ke tahap atau stage selanjutnya. Berikut penjelasan singkat mengenai Stage-Gate Process : Gambar 2.3 Stage-Gate Process Menurut R. Cooper (Sumber : Winning at New Products, R. Cooper)

8 14 Discovery Stage. Tahap pemilihan ide : dalam tahapan ini, munculnya ide-ide tentang produk apa yang akan dikembangkan dan apa jenis pengembangannya semuanya pasti muncul dari suatu ide atau gagasan. Gate 1. Idea screen : merupakan tahapan pengelompokan ide-ide yang telah didapatkan. Stage 1. Scooping : merupakan tahapan perkiraan akan keberhasilan produk yang akan dikembangkan, dapatkah produk itu dibuat, serta bagaimana respon pasar terhadap produk tersebut nantinya. Gate 2. Second screen : dalam tahap ini diadakan penyaringan konsep produk mana yang akan dilanjukan untuk dikembangkan. Stage 2. Building the business case : merupakan tahap yang paling menentukan bagi tim pengembangan produk, disini akan dibuat definisi dari produk dan proyek tersebut, rencana proyek dan pembenaran dari proyek tersebut di masa-masa mendatang. Gate 3. Go to Development : pada tahap ini ditentukan apakah diteruskan ke tahap pengembangan atau tidak berdasarkan hasil dari tahapan sebelumnya dan konsep yang telah terpilih. Stage 3. Development : Tahap ini yang disebut tahapan pengembangan, pada tahap ini dilakukan seperti yang dilakukan pada tahap pengembangan konsep, persiapan peluncuran, rencana sistem produksi, dan pengujian untuk ke tahap selanjutnya.

9 15 Gate 4. Go to Testing : Merupakan tahapan awal dari pengujian konsep produk yang sudah dikembangkan. Stage 4. Testing and Validation : Merupakan tahapan final dari pengujian dan validasi data pengujian dari seluruh proyek, perkiraan rencana proses produksi, analisa ekonomi produk, respon dari konsumen, dan pembuatan prototipe. Gate 5. Go to launch : Tahapan persiapan peluncuran awal dari produk yang sudah diuji. Stage 5. Launching : produksi awal sudah mulai dilakukan, beserta perbaikan-perbaikan sistem produksi dan peralatan untuk efisiensi proses, jalur distribusi dan komersialisasi mulai dibangun dan diperluas secara bertahap. Review dari peluncuran produk : Setelah produk diluncurkan secara komersialisasi, dilakukan review untuk memastikan bahwa hambatanhambatan yang ada bisa teratasi, serta memastikan apakah produksi tetap dilanjutkan beserta pemasarannya, atau tetap memasarkan sisa stok barang (bila produksi dihentikan karena tidak dapat dilanjutkan), atau mendaur ulang produk tersebut sehingga dapat dimanfaatkan menjadi barang lain ( Winning at New Products, R.Cooper, 2001).

10 Perencanaan Produk (Product Planning) Setiap proses pengembangan produk diawali dengan fase perencanaan, yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pengembangan teknologi dan penelitian tingkat lanjut. Output fase perencanaan ini adalah pernyataan misi proyek yang nantinya akan digunakan sebagai input yang dibutuhkan untuk memulai tahapan pengembangan konsep dan merupakan suatu petunjuk utuk tim pengembangan. Untuk mengembangkan suatu rencana produk dan pernyataan misi proyek, ada lima tahapan proses berikut : Mengidentifikasi peluang Langkah ini dapat dibayangkan sebagai terowongan peluang karena membawa bersama-sama input berupa ide-ide untuk produk baru yang dikumpulkan secara pasif, atau bisa juga dikumpulkan melalui proses identifikasi kebtuhan pelanggan yang mencatat kelemahan produk yang sudah ada, kecenderungan gaya hidup, studi para pesaing, dan status teknologi. Bila ditelusuri secara aktif, maka terowongan peluang dapat menampung ide-ide secara kontinu dan peluang-peluang produk baru mungkin dapat dihasilkan setiap waktu. Mengevaluasi dan Memprioritaskan proyek Langkah kedua dalam proses perencanaan produk adalah memilih proyek yang paling menjanjikan untuk diikuti. Empat perspektif dasar yang berguna dalam mengevaluasi dan memprioritaskan peluang-peluang bagi produk baru dalam kategori produk yang sudah ada adalah strategi bersaing, segmentasi pasar, mengikuti

11 17 perkembangan teknologi, dan platform produk yang merupakan sekumpulan aset yang dibagi dalam sekumpulan produk. Mengalokasikan Sumberdaya dan rencana waktu Penentuan waktu dan alokasi sumber daya ditentukan untuk proyek-proyek yang lebih menjanjikan, terlalu banyak proyek akan menimbulkan persaingan untuk beberapa sumber daya. Sebagai hasilnya, usaha untuk merancang sumber daya dan merencanakan waktu hampir selalu menghasilkan suatu tingkat pengembalian untuk evaluasi sebelumnya dan penentuan prioritas langkah untuk memendekkan sekumpulan proyek yang akan diikuti. Melengkapi perencanaan pendahuluan proyek Setelah proyek disetujui, maka diadakan kegiatan perencanaan proyek pendahuluan, dibentuk sebuah tim inti yang terdiri dari ahli teknik, pemasaran, manufaktur dan fungsi pelayanan untuk menghasilkan suatu pernyataan visi dan pernyataan misi produk yang isinya memformulasikan suatu definisi yang lebih detil dari pasar target dan asumsi-asumsi yang mendasari operasional tim pengembangan. Merefleksikan kembali hasil dan proses Pada tahap ini dilakukan reality check terhadap pernyataan misi yang merupakan pegangan untuk tim pengembangan. Langkah awal untuk ini adalah waktu untuk memperbaiki apakah pengembangan ini bisa berjalan dan konsisten.

12 Pernyataan Misi Dalam melakukan pengembangan suatu produk kita perlu memiliki Pernyataan Misi (Mission Statement). Pernyataan misi adalah arah dari suatu pengembangan produk, dimana mencakup beberapa dari keseluruhan informasi berikut : Uraian Produk Ringkas Uraian ini mencakup manfaat produk utama untuk pelanggan namun menghindari penggunaan konsep produk secara spesifik. Mungkin saja berupa pernyataan visi produk. Sasaran Bisnis Utama Sebagai tambahan sasaran proyek yang mendukung strategi perusahaan, sasaran ini biasanya mencakup waktu, biaya, dan kualitas (contoh penentuan waktu pengenalan produk, performasi finansial yang diinginkan, target pangsa pasar). Pasar Target Untuk Produk Terdapat beberapa pangsa pasar target untuk produk. Bagian ini mengidentifikasi pasar utama dan pasar kedua yang perlu dipertimbangkan dalam usaha pengembangan Asumsi asumsi dan batasan batasan untuk mengarahkan usaha pengembangan

13 19 Asumsi asumsi harus dibuat dengan hati hati, meskipun mereka membatasi kemungkinan jangkauan konsep produk, mereka membantu untuk menjaga lingkup proyek yang terkelola, sehingga diperlukan informasi informasi untuk pencatatan keputusan mengenai asumsi dan batasan. Stakeholder Satu cara untuk menjamin bahwa banyak permasalahan pengembangan ditujukan untuk mendaftar secara eksplisit seluruh stakeholder dari produk, yaitu sekumpulan orang yang dipengaruhi oleh keberhasilan dan kegagalan produk. Daftar stakeholder dimulai dari pengguna akhir (pelanggan eksternal akhir) dan pelanggan eksternal yang membuat keputusan tentang produk. Stakeholder juga mencakup pelanggan produk yang mendampingi perusahaan, seperti tenaga penjual, organisasi pelayanan, dan departemen produksi. Daftar stakeholder menyediakan suatu bayangan bagi tim untuk mempertimbangkan kebutuhan setiap orang yang akan dipengaruhi oleh produk. Dalam membuat pernyataan misi, tim mempertimbangkan strategi-strategi dari beberapa area fungsi pada perusahaan. Dengan banyaknya kemungkinan strategi fungsional yang harus dipertimbangkan, strategi manufaktur, pelayanan dan lingkungan telah memiliki pengaruh yang besar pada proyek. Seseorang dapat

14 20 menanyakan mengapa strategi manufaktur, pelayanan dan lingkungan (sebagai contoh) seharusnya menjadi bagian dari pernyataan misi untuk suatu produk baru. Oleh karena itu, pernyataan misi seharusnya mencerminkan sasaran perusahaan dan batasnya. Dalam menyatakan asumsi-asumsi dan batasan-batasan sebagai bagian dari pernyataan misi, beberapa permasalahan yang perlu dipertimbangkan yaitu : Manufaktur Pelayanan Lingkungan Karena pernyataan misi merupakan pegangan untuk tim pengembangan, suatu reality check harus dilakukan sebelum melalui proses pengembangan. Langkah awal ini adalah waktu untuk memperbaiki, paling tidak mereka menjadi lebih hebat dan bernilai sesuai dengan kemajuan proses pengembangan. Pernyataan misi : (nama produk) Deskripsi produk : * Sasaran Bisnis Utama : * Pasar Utama : * Pasar Sekunder : * * Asumsi-asumsi : * Stakeholder : * * Gambar 2.4 Contoh Format Pernyataan Misi (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)

15 Identifikasi Kebutuhan Pelanggan Identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian yang integral dari proses pengembangan produk, dan merupakan tahap yang mempunyai hubungan paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep, benchmark dengan pesaing dan menetapkan spesifikasi produk. Filosofi yang mendukung metode ini adalah menciptakan jalur informasi yang berkualitas antara pelanggan sebagai target pasar dengan perusahaan pengembang produk. Filosofi ini dibangun berdasarkan anggapan bahwa siapapun yang secara langsung mengatur detail-detail produk, apakah seorang ahli teknik maupun desainer industri, harus berinteraksi dengan pelanggan dan memiliki pengalaman dengan lingkungan pengguna. Tujuan dari mengidentifikasi kebutuhan pelanggan adalah : Meyakinkan bahwa produk telah difokuskan kepada kebutuhan pelanggan Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang tersembunyi dan tidak terucapkan (latent needs) seperti halnya kebutuhan yang ekplisit. Menjadi basis untuk menyusun spesifikasi produk Memudahkan pembuatan arsip dari aktivitas identifikasi kebutuhan untuk proses pengembangan produk Menjamin tidak ada kebutuhan pelanggan penting yang terlupakan

16 22 Menanamkan pemahaman bersama mengenai kebutuhan pelanggan di antara anggota tim pengembangan Lima tahap proses identifikasi kebutuhan pelanggan adalah : Mengumpulkan data mentah dari pelanggan, proses pengumpulan data mentah dari pelanggan akan mencakup kontak dengan pelanggan dan mengumpulkan pengalaman dari lingkungan pengguna produk. Tiga metode yang biasa digunakan adalah wawancara, kelompok fokus, dan observasi pada saat produk sedang digunakan. Sebelum dilakukan wawancara atau lainnya harus dibuat dahulu matriks seleksi pelanggan untuk memilih pelanggan yang akan digali kebutuhannya dan mempunyai pengalaman dengan penggunaan produk tersebut. Tabel 2.1 Contoh Format Matriks Seleksi Pelanggan Pengguna utama Pengguna Pemasok atau penjual Pusat pelayanan Jarang menggunakan Sering menggunakan Sangat sering menggunakan (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)

17 23 Sementara itu hasil dari wawancara atau pengumpulan data mentah didokumentasikan dan dikumpulkan, dapat dengan rekaman suara, video, catatan ataupun foto, berikut ini contoh hasil wawancara. Tabel 2.2 Contoh Format Wawancara Nama Responden : Pekerjaan : Alamat wilayah : Pertanyaan Penggunaan tertentu Hal-hal yang disukai dari alat sekarang Hal-hal yang tidak disukai Usulan perbaikan Pernyataan Pelanggan Sekarang Menggunakan : Interpretasi Kebutuhan (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Menginterpretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan, kebutuhan pelanggan diekspresikan sebagai pernyataan tertulis dan merupakan hasil interpretasi kebutuhan yang merupakan data mentah setiap pernyataan atau hasil observasi dapat diterjemahkan sebagai kebutuhan pelanggan. Mengorganisasikan kebutuhan menjadi beberapa hierarki, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan jika perlu tertier, daftar kebutuhan yang didapatkan sebelumnya beberapa diantaranya merupakan kebutuhan primer, dimana kebutuhan primer dapat tersusun dari beberapa kebutuhan sekunder.

18 24 Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling umum sifatnya, sementara kebutuhan sekunder dan tertier diekspresikan secara lebih terperinci. Menetapkan derajat kepentingan relatif setiap kebutuhan, dalam menetapkan derajat kepentingan relatif setiap kebutuhan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara pertama tim pengembang mendiskusikan secara bersama untuk menentukan langsung derajat kepentingan setiap kebutuhan secara bersama-sama. Atau cara kedua adalah dengan melakukan survey lanjutan dengan memilih variabel yang dianggap penting. Menganalisa hasil dan proses, langkah terakhir pada metode identifikasi kebutuhan pelanggan adalah menguji hasil dan meyakinkan bahwa hasil tersebut konsisten dengan pengetahuan dan intuisi yang telah dikembangkan melalui interaksi yang cukup lama dengan pelanggan. Beberapa pertanyaan dapat dijadikan acuan : Sudahkah interaksi dilakukan dengan semua tipe pelanggan penting dalam target pasar? Apakah sudah sanggup untuk menangkap kebutuhan tersembunyi dari pelanggan? Masihkah ada wilayah penyelidikan yang harus dikejar? Mana pelanggan partisipan yang baik yang dapat membantu untuk lanjutan proses pengembangan produk selanjutnya? Apakah didapatkan kejutan dengan kebutuhan yang terkumpul?

19 25 Bagaimana perbaikan untuk pengembangan yang akan datang? Arsitektur Produk Semua produk terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja keseluruhan produk. Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian, komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi produk. Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut. Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks utama yang disebut chunks. Setiap Chunk terdiri dari sekumpulan komponen yang mengimplementasikan fungsi dari produk.. Arsitektur produk adalah skema elemenelemen fungsional dari produk disusun menjadi chunk yang bersifat fisik. Dan menjelaskan bagaimana setiap chunk berinteraksi. Karakter arsitektur produk yang terpenting adalah modularitas. Ciri-ciri arsitektur modular adalah : Chunk melaksanakan atau mengimplementasikan satu atau sedikit elemen fungsional pada keseluruhan fisiknya, dan interaksi antar chunk dapat dijelaskan dengan baik, dan umumnya penting untuk menjelaskan fungsi-fungsi utama produk. Keputusan mengenai cara membagi produk menjadi chunk dan tentang berapa banyak modularitas akan diterapkan pada arsitektur sangat terkait dengan beberapa

20 26 isu yang menyangkut kepentingan seluruh perusahaan seperti : perubahan produk, variasi produk, standarisasi komponen, kinerja produk, kemampuan manufaktur, dan manajemen pengembangan produk. Langkah-langkah dalam menetapkan arsitektur produk adalah dengan : 1. Membuat skema produk, yaitu diagram yang menggambarkan pengertian terhadap elemen-elemen penyusun produk, yakni berupa elemen fisik, komponen kritis dan elemen fungsional. Gambar 2.5 Contoh Skema Produk (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) 2. Mengelompokkan elemen-elemen pada skema, yaitu menugaskan setiap elemen yang ada pada skema menjadi chunk. Setiap chunk memiliki satu fungsi. Elemen yang memiliki fungsi yang sama dapat digabungkan dalam satu chunk. Kondisi ekstrim yang mungkin terjadi adalah semua komponen memiliki chunk

21 27 sendiri sehingga jumlah elemen sama dengan jumlah chunk. Atau sebaliknya mengintegrasikan semua komponen ke dalam satu fungsi yang sifatnya akan lebih kompleks. Gambar 2.6 Contoh Function Diagram (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) 3. Membuat susunan Geometris yang masih kasar, Susunan geometris dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model fisik yang terdiri dari 2 atau 3 dimensi. Penyusunan Geometris yang masih berbentuk kotak dapat memberikan beberapa alternatif penyusunan sehingga tidak ada hubungan antar

22 28 chunk yang saling bertentangan. Pembuatan susunan geometris harus memperhatikan aspek estetika, keamanan dan kenyamanan dari sebuah produk Design For Manufacturing (DFM) Biaya manufaktur merupakan penentu utama dalam keberhasilan ekonomis dari suatu produk. Keberhasilan ekonomis tergantung dari marjin keuntungan dari tiap penjualan produk dan berapa banyak yang dapat dijual oleh perusahaan. Jadi secara keseluruhan DFM memiliki sasaran jaminan kualitas produk yang tinggi, sambil meminimasi biaya manufaktur. DFM mengarahkan untuk meminimasi biaya manufaktur tanpa harus mengurangi kualitas dari produk tersebut. Metode itu terdiri dari lima langkah : - Memperkirakan biaya manufaktur - Mengurangi biaya komponen - Mengurangi biaya perakitan - Mengurangi biaya pendukung produksi - Mempertimbangkan pengaruh keputusan DFM pada faktor lainnya.

23 29 Gambar 2.7 Metode dalam DFM (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Biaya manufaktur secara keseluruhan dapat diperkirakan dengan memperhatikan variabel-variabel komponen seperti yang terdapat pada contoh format tabel di bawah yang secara sistematis memperlihatkan cara memperkirakan biaya manufaktur secara keseluruhan.

24 30 Pemrosesan Total Biaya Peralatan & Umur pakai Total Biaya Komponen Material (mesin + Perakitan Variabel Biaya tidak peralatan biaya tetap Total Yang dibeli T. kerja) (T.Kerja) per unit berulang lain per unit Badan wiper Plastik casing Dynamo Bantalan baterai Saklar ON / OFF Baterai Tutup Baterai Sekrup Lengan Wiper Lengan lengkung Penjepit karet Karet Pengait Pelat pengait Bantalan doubletip Total Biaya Langsung Beban Overhead Gambar 2.8 Contoh Format Perkiraan Biaya Manufaktur (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Setelah biaya manufaktur secara keseluruhan diperkirakan, maka biaya-biaya tersebut dapat diperkirakan secara terpisah untuk dianalisis manakah biaya yang dapat dikurangi dengan tanpa mengurangi kualitas produk. Perkiraan biaya tersebut dibagi ke dalam tiga bagian yaitu biaya komponen, biaya perakitan serta biaya overhead.

25 31 bawah ini : Perkiraan-perkiraan biaya tersebut dapat dipisah dengan tampilan seperti di Tabel 2.3 Contoh Format Perkiraan Biaya Langsung Biaya Variabel Material 1 Material 2 Perakitan Pemrosesan (machining) Biaya Tetap Peralatan dan alat bantu mesin Total biaya langsung Beban overhead Biaya Total per Unit Perincian Biaya (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Seperti dilihat di atas perkiraan biaya komponen dengan cara memperhitungkan jumlah material yang digunakan, beserta biaya overhead yang merupakan 10% dari bahan yang dibeli, dan 80% dari upah perakitan. Tabel 2.4 Contoh Format Perkiraan Biaya Perakitan Komponen Kuantitas Waktu Penanganan Waktu Penyisipan Waktu total Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Total waktu (detik) Biaya rakitan dengan Rp.../jam (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) Selanjutnya memperkirakan biaya perakitan dengan melihat jumlah proses perakitan, untuk kemudian dihitung waktu perakitan. Setelah itu total biaya perakitan

26 32 didapatkan dengan mengalikan total waktu perakitan dengan biaya perakitan dalam satuan rupiah/jam. Bila pengurangan-pengurangan biaya sudah dilakukan, maka tahap akhir dari DFM adalah memperkirakan ulang biaya manufaktur secara keseluruhan dengan menggunakan format yang sama seperti yang dilakukan di awal tahapan ini. Keputusan untuk menerima desain dapat diteruskan jika sasaran dari DFM terpenuhi, yaitu apabila minimasi biaya tidak mempengaruhi kualitas dan fungsi dari produk tersebut Analisis Ekonomi Analisis Ekonomi membantu tim pengembangan produk untuk mengambil keputusan, proses ini memuat dua jenis analisis, kuantitatif dan kualitatif. 1. Analisis kuantitatif, adalah analisis yang melihat dari segi aliran kas masuk (pendapatan) dan kas keluar (biaya). Kas masuk berasal dari hasil penjualan produk. Kas keluar terdiri atas biaya proses pengembangan, biaya produksi seperti pembelian perlengkapan, dan alat-alat, biaya pemasaran dan penyokong produk dan biaya produksi yang terus-menerus seperti bahan mentah, komponen dan pekerja. Produk yang menguntungkan adalah produk yang menghasilkan jumlah kumulatif kas yang masuk lebih banyak dibandingkan yang keluar. Metode ini menggunakan metode nilai bersih saat ini (Net Present Value / NPV), karena metode ini lebih mudah dimengerti dan digunakan secara luas dalam bidang bisnis. Metode analisis NPV menggunakan rumus :

27 33 PV C = 1+ ( r) t Dimana : PV = Nilai saat ini C = Nilai pada periode t R = Suku bunga t = Periode Penggunaan rumus tersebut untuk menghitung aliran kas masuk dan keluar yang untuk mempermudah biasanya disajikan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini. Nilai dalam ribuan (Rp) Biaya Pengembangan Biaya Perakitan Biaya Pemasaran dan penunjang Biaya Produksi Volume produksi Biaya Produksi/unit Pendapatan Penjualan Volume Penjualan Harga / unit Thn Thn Thn Thn Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Aliran kas / periode Nilai saat ini tahun 1, r+10% Nilai bersih Proyek saat ini Gambar 2.9 Contoh Format Aliran Kas (Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger) 2. Analisis kualitatif, adalah analisis yang lebih memperhatikan masalah lingkungan proyek, yakni menangkap persoalan-persoalan dan mempertimbangkan interaksi antara proyek dengan perusahaan, pasar dan lingkungan ekonomi makro. Analisis ini menggunakan analisis kuantitatif, hanya saja disesuaikan dengan keadaan faktor perusahaan, pasar dan lingkungan ekonomi makro tadi. Analisis

28 34 kualitatif dilaksanakan untuk menangkap lingkungan yang lebih kompetitif dan dinamik. Setelah mengenal kedua jenis analisis yang umumnya dipakai pada analisis ekonomi suatu produk, maka perlu diketahui kapan seharusnya analisis tersebut ditampilkan. Analisis ekonomi yang mencakup kedua pendekatan kuantitatif dan kualitatif, berguna paling tidak dalam kedua keadaan yang berbeda, yakni : - Melaksanakan / tidak kejadian penting : Yaitu biasanya pada setiap fase akhir pengembangan dimana perlu diambil keputusan untuk meneruskan atau tidak peluncuran dari produk tersebut. - Keputusan bentuk operasional dan pengembangan : Keputusan operasional berkaitan dengan, memperkirakan jumlah biaya pengembangan yang paling ideal, atau menunda peluncuran dikaitkan dengan faktor lingkungan pasar dan keadaan ekonomi makro, dengan mengharapkan penurunan harga bahan baku pada periode tersebut. 2.2 Analisis Konjoin (Conjoint Analysis) Conjoint analysis atau yang disebut juga dengan analisis konjoin merupakan teknik untuk mengukur preferensi konsumen tentang atribut sebuah produk atau jasa. Conjoint analysis merupakan suatu teknik multivariate yang digunakan secara khusus untuk mengetahui bagaimana responden membangun preferensi bagi suatu produk atau jasa. Conjoint analysis didasarkan atas premis sederhana bahwa konsumen

29 35 mengevaluasi nilai suatu produk/jasa/ide dengan mengkombinasi jumlah-jumlah yang terpisah dari nilai yang disediakan oleh masing-masing faktor. Menurut Bilson Simamora (2005), analisis konjoin merupakan teknik yang sangat baik untuk menjawab dua pertanyaan. Pertama, bagaimana tingkat kepentingan sekumpulan atribut merek?. Kedua, dalam pengembangan produk, model produk mana yang paling disukai konsumen?. Utilitas yang merupakan konsep dasar untuk mengukur nilai dalam conjoint analysis, adalah suatu penilaian subjektif akan preferensi yang unik bagi setiap individu. Utilitas didasarkan pada nilai yang dimiliki setiap taraf dari atribut. Penjumlahan nilai utilitas yang diasosiasikan dengan setiap atribut dari suatu produk atau jasa menghasilkan utilitas keseluruhan. Kekuatan dari conjoint analysis adalah kemampuannya dalam mendisagregatkan harga produk menjadi nilai yang diberikan konsumen pada setiap atribut. Konsekuensinya conjoint analysis bisa membantu perusahaan mengidentifikasi nilai diferensiasi dari atribut produk yang unik dan yang lebih penting lagi, conjoint analysis mampu merancang produk baru yang hanya memasukkan atribut-atribut yang disukai oleh konsumen. Data dasar untuk conjoint analysis adalah jawaban konsumen terhadap pertanyaan yang mengungkapan bukan keinginan pembeliannya, tetapi preferensi mendasar yang mengarahkan pembeliannya. Hasil sebuah penelitian menunjukkan pengeluaran dari kuesioner adalah beberapa atribut yang mungkin dianggap penting oleh subjek dan tidak membiaskan respons subjek.

30 36 Setelah menentukan kontribusi dari atribut terhadap evaluasi keseluruhan konsumen, peneliti pemasaran dapat : 1. Mendefinisikan objek atau konsep dengan kombinasi fitur yang optimal. 2. Menunjukkan kontribusi relatif dari setiap atribut dan setiap taraf atribut terhadap evaluasi keseluruhan dari objek. 3. Menggunakan perkiraan dari keputusan pembeli untuk memprediksi pangsa pasar. 4. Mengisolasikan grup dari konsumen potensial yang menempatkan kepentingan yang membedakan fitur-fitur untuk mendefinisikan segmen. 5. Mengidentifikasi peluang pasar dengan menggali potensial pasar untuk kombinasi fitur yang belum tersedia saat ini. Conjoint analysis, diwakilkan dengan rumus : i U ( X ) = α. χ i= 1 j= 1 Dimana, U(X) = Keseluruhan utilitas dari alternatif m k ij ij α ij = Utilitas diasosiasikan dengan tingkat ke-j (j = 1,2,... k i ) k i = Jumlah tingkat dari atribut ke i yang ada m χ ij = Jumlah atribut = 1 dari tingkat ke i dari faktor ke i yang ada = 0 selainnya

31 37 Tingkat kepentingan atribut dari sebuah atribut, I i, didefinisikan dalam range utilitas, α ij untuk semua tingkat atribut tersebut : I i = { max( α ) min( α )}, untuk _ setiap _ i ij ij Tingkat kepentingan atribut dinormalkan untuk menentukan tingkat kepentingan relatif terhadap atribut lainnya, W i : m I i i= 1 Sehingga = 1 W i I i = m i= 1 I i Conjoint analysis digunakan untuk mengukur pertimbangan psikologis atau preferensi (pilihan) konsumen. Analisis ini akan menghasilkan pendugaan tingkat kegunaan (utilitas) dan nilai relatif penting dari tiap atribut. Utilitas merupakan konsep dasar untuk mengukur penilaian subjektif akan preferensi yang unik bagi setiap individu. Utilitas diasumsikan pada nilai yang dimiliki setiap taraf dari atribut. Penjumlahan nilai utilitas yang diasosiasikan dengan setiap atribut dari suatu produk atau jasa menghasilkan utilitas keseluruhan (Joseph F Hair, et al. 1998). Secara umum tahapan yang dilakukan dalam conjoint analysis adalah sebagai berikut. 1. Tujuan Conjoint Analysis Dalam conjoint analysis, perancangan eksperimen dalam analisis keputusan konsumen mempunyai dua tujuan:

32 38 1. Menetapkan kontribusi dari variabel penduga dan atribut-atribut dalam penentuan preferensi konsumen. Misalnya seberapa besar kontribusi harga bagi keinginan membeli suatu produk. 2. Menetapkan model keputusan konsumen yang valid. Model yang valid memungkinkan untuk memprediksi penerimaan konsumen akan kombinasi atribut apapun, bahkan yang awalnya tidak dievaluasi oleh konsumen. Langkah-langkah conjoint analysis pada tahap pertama, yaitu: 1. Mendefinisikan Nilai Kegunaan Total Obyek Untuk mendapatkan proses keputusan responden yang akurat, semua atribut yang mempunyai pengaruh terhadap nilai keseluruhan produk atau jasa harus diikutsertakan. Hal yang penting adalah kedua atribut positif dan negatif dipertimbangkan karena: a. Jika hanya berfokus pada atribut positif dapat mendistorsi keputusan responden. b. Responden dapat secara tidak sadar menggunakan atribut negatif, walaupun tidak disediakan, maka dapat menyebabkan penelitian menjadi tidak valid. 2. Menetapkan Atribut Penentu Peneliti harus yakin untuk memasukkan semua atribut penentu. Tujuannya adalah untuk memasukkan atribut-atribut yang membedakan paling baik antara objek-objek. Banyak atribut yang dapat dianggap penting, tetapi tidak membedakan dalam membuat pilihan karena atribut tersebut tidak bervariasi banyak antara objek-objek.

33 39 2. Perancangan Conjoint Analysis Perancangan conjoint analysis, meliputi: 1. Merancang Stimuli Dasar perancangan dari conjoint analysis sangat mementingkan perancangan stimuli yang dievaluasi oleh responden. Stimuli adalah kumpulan dari taraf atribut yang spesifik yang akan dievaluasi oleh responden. Perancangan ini melibatkan penetapan atribut dan taraf atribut yang akan dimasukkan dalam membuat stimuli. Perancangan ini penting karena mempengaruhi efektivitas stimuli dalam proses, keakuratan hasil dan relevansi manajerial. 2. Menetapkan Atribut dan Taraf Atribut Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan tipe dan karakter dari atribut dan taraf atribut yang dipilih: a. Actionable Measure Atribut dan taraf atribut harus bisa ditetapkan dalam praktek, artinya atribut harus berbeda dan mewakili suatu konsep yang dapat diterapkan. Atribut tidak boleh samar. Taraf atribut juga seharusnya tidak di spesifikasikan dalam istilah tidak jelas seperti rendah, moderat atau tinggi. Spesifikasi seperti ini tidak jelas karena perbedaan persepsi antara individu. Jika atribut yang samar tidak dapat didefinisikan lebih tepat, peneliti bisa menggunakan proses dua tahap. Studi pendahuluan conjoint analysis mendefinisikan apa yang menentukan penilaian dari atribut yang samar. Kemudian atribut yang dianggap penting dalam studi

34 40 pendahuluan dimasukkan dalam penelitian yang lebih besar dengan istilah yang lebih jelas. b. Communicable Measure Atribut dan taraf atribut harus dapat dikomunikasikan dengan mudah. Sebagai contoh, sulit untuk menggambarkan keharuman dari suatu minyak wangi atau rasa dari suatu krim tangan. Gambaran tertulis tidak menangkap efek penginderaan dengan baik, kecuali responden melihat langsung produk, menciun aroma minyak wangi atau menggunakan krim tangan tersebut. c. Jumlah Atribut Atribut dan taraf aribut yang digunakan secara langsung mempengaruhi efisiensi statistik dan reliabilitas dari hasil penelitian. Dengan bertambahnya atribut dan taraf atribut, jumlah parameter yang akan diestimasi meningkat membutuhkan jumlah stimuli yang lebih besar atau pengurangan reliabilitas dari parameter. d. Jumlah Taraf Atribut yang Seimbang Dalam merancang stimuli, keseimbangan jumlah dari atribut dan taraf atribut harus dijaga sebaik mungkin. Jika suatu atribut memiliki jumlah kategori yang terlalu banyak, maka akan menyebabkan konsumen terlalu berfokus pada atribut tersebut dibandingkan dengan atribut lainnya. e. Range dari Taraf Atribut Jarak dari taraf ditetapkan sedikit diluar nilai yang ada sekarang ini, tetapi masih taraf yang memungkinkan. Kriteria dari taraf atribut yang relevan dan feasible

35 41 juga harus ditetapkan karena taraf yang tidak dapat digunakan dalam kenyataanya dapat mempengaruhi hasil. 3. Menetapkan Model Dasar Dalam conjoint analysis, terdapat dua aturan penyusunan dasar yang akan mempengaruhi perancangan stimuli dan analisis evaluasi responden, yaitu Model Aditif dan Model Interaktif. Pada model aditif, untuk mendapatkan nilai total dari kombinasi atribut diperoleh dengan menjumlahkan nilai untuk masing-masing atribut, sedangkan pada model interaktif, diperbolehkan adanya kombinasi tertentu dari level yang lebih besar atau lebih kecil dari pada hasil penjumlahannya. 4. Pengumpulan Data Setelah menentukan atribut dan taraf atribut, maka tahap berikutnya adalah menentukan metode presentasi, yaitu: a. Metode Trade-Off Pada dasarnya metode ini membandingkan dua buah atribut pada saat yang bersamaan dengan merangking semua kombinasi dari taraf atribut. Keuntungannya adalah responden mudah untuk melakukannya dan menghindari beban informasi yang berlebihan. Akan tetapi, penggunaan metode ini mulai jarang dilakukan karena beberapa keterbatasan, yaitu: a. Mengorbankan kenyataan dengan menggunakan hanya dua atribut pada saat yang bersamaan b. Jumlah penilaian yang banyak, walaupun untuk taraf atribut yang sedikit.

36 42 c. Responden cenderung menjadi bingung atau mengikuti suatu pola respon karena kelelahan. d. Tidak dapat memberikan gambaran stimuli lainnya. e. Data hanya berupa respon nonmetrik. f. Tidak dapat menggunakan fractional factorial design untuk mereduksi banyaknya kombinasi. Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa metode pairwise comparison telah menggeser metode trade-off sebagai metode kedua dalam aplikasi komersial. b. Metode Full-Profile Metode ini paling popular karena kemampuannya mengurangi jumlah perbandingan dengan menggunakan fractional factorial design. Dalam metode ini, setiap stimulus dijelaskan secara terpisah dan biasanya dalam bentuk kartu. Penilaian untuk metode ini dapat dilakukan dengan rangking maupun nilai. Metode ini juga memiliki dua keterbatasan utama, yaitu: a. Semakin banyak atribut, maka akan semakin banyak informasi yang dibebankan kepada responden sehingga responden mempunyai kecendrungan untuk mempermudah keputusannya dengan hanya memperhatikan beberapa atribut saja, padahal mereka seharusnya mempertimbangkan semua atribut.

37 43 b. Urutan atribut-atribut yang berada pada kartu stimulus dapat mempengaruhi evaluasi. Jadi, peneliti perlu mengubah urutan atribut antar responden untuk meminimasi pengaruhnya. Metode ini direkomendasikan untuk atribut yang berjumlah enam atau kurang. Jika atribut antara tujuh sampai sepuluh maka lebih baik mengggunakan pendekatan trade-off. Jika jumlah atribut lebih dari sepuluh, maka lebih disarankan untuk menggunakan metode lain. c. Metode Pairwise Comparison Metode ini membandingkan dua kombinasi faktor (profile), dimana umumnya responden menggunakan skala penilaian untuk menjelaskan tingkat preferensi suatu profile dibanding lainnya. Keuntungannya, profile yang ditampilkan tidak berisi semua faktor, seperti halnya metode full profile, tetapi hanya beberapa faktor yang dipilih dalam membentuk profile. Metode ini juga mirip dengan metode trade-off, dimana sepasang faktor dibandingkan, tetapi jika dalam metode tradeoff, yang dievaluasi adalah pasangan faktor, pada metode pairwise comparison yang dibandingkan adalah profil dengan berbagai faktor. 5. Menciptakan Stimuli Setelah menentukan atribut dan tarafnya, serta metode presentasi yang digunakan, selanjutnya menciptakan stimuli yang akan dievaluasi oleh responden. Untuk metode trade-off, digunakan semua kombinasi yang muncul. Jika terdapat lima atribut, maka sepuluh matrik akan mewakili seluruh kemungkinan kombinasi atribut yang akan dievaluasi oleh responden.

38 44 Dua metode lainnya, full-profile dan pairwise comparison, evaluasi stimuli dilakukan secara satu per satu (untuk full-profile) dan secara berpasangan (untuk pairwise comparison). Jika jumlah atribut dan taraf atribut yang akan diteliti tidak terlalu banyak, maka responden akan mengevaluasi semua kombinasi stimuli yang muncul. Pendekatan ini di sebut fractional factorial design, dimana semua kombinasi digunakan. Semakin banyak atribut dan taraf atribut, menjadikan pendekatan ini semakin tidak praktis. Jika terdapat empat atribut dan empat taraf atribut, 256 stimuli (4 x 4 x 4 x 4) akan dihasilkan desain factorial penuh untuk metode full-profile. Dalam menetapkan rangkaian stimuli yang akan digunakan pada metode fullprofile dan pairwise comparison, dapat menggunakan fractional factorial design. Desain ini akan memilih beberapa sampel dari stimuli yang mungkin, dengan jumlah stimuli bergantung pada tipe aturan penyusunan dasar yang digunakan. Menggunakan model aditif, yang mengasumsikan hanya ada efek utama untuk setiap faktor tanpa adanya interaksi, penelitian menggunakan metode full-profile dengan empat faktor pada empat taraf membutuhkan hanya 16 stimuli untuk mengestimasi efek utama. Keenambelas stimuli harus dibuat dengan hati-hati untuk menjamin estimasi yang benar dari efek utama. 6. Memilih Ukuran Preferensi Konsumen Tahap berikutnya adalah memilih skala pengukuran yang diinginkan, yakni urutan rangking atau penilaian. Metode trade-off hanya dapat mengukur rangking, metode pairwise comparison dapat mengevaluasi pilihan dengan rating maupun

39 45 dengan ukuran biner. Metode full-profile dapat menggunakan skala rangking maupun penilaian. Setiap ukuran preferensi memiliki keuntungan dan batasan. Pengukuran dengan urutan rangking (mengurutkan stimuli dari yang paling disukai sampai paling tidak disukai) memiliki dua keuntungan, yaitu: a. Lebih terpercaya, karena rangking lebih mudah dibandingkan penilaian jika stimuli yang digunakan sedikit (kurang dari 20 stimuli) b. Lebih fleksibel dalam menetapkan aturan komposisi yang berbeda jenis. 3. Asumsi Dalam Analisis Pada dasarnya dalam penggunaan conjoint analysis tidak memiliki asumsi yang bersifat khusus dalam kaitannya dengan penggunaan model. Hal yang harus diperhatikan adalah pada pemilihan modelnya, apakah model interaktif atau model pengaruh utama. Hal ini akan menentukan dalam melakukan pengambilan data. 4. Evaluasi Hasil Hasil conjoint analysis dinilai akurasinya baik pada taraf individu maupun agregat. Tujuannya adalah untuk memastikan seberapa konsisten model memprediksi susunan evaluasi preferensi yang diberikan setiap orang. Untuk data urutan rangking, korelasi didasarkan pada rangking aktual dan rangking yang diprediksi (Kendall s tau). Dalam kasus prediksi pada taraf individu, preferensi aktual dan yang diprediksi dikorelasikan untuk setiap orang dan diuji untuk signifikansi statistik.

40 46 5. Interpretasi Hasil Interpretasi yang dihasilkan dalam perhitungan conjoint analysis adalah: 1. Analisis Agregat dan Disagregat Pada interpretasi conjoint analysis secara disagregat, penetapan model dijelaskan untuk masing-masing responden. Sedangkan pada interpretasi secara agregat, analisis menetapkan suatu model untuk agregat dari respon-respon. 2. Penilaian Tingkat Kepentingan Relatif Faktor Semakin besar perbedaan nilai kegunaan, semakin tinggi tingkat kepentingan atribut tersebut. Untuk memberikan dasar pembanding yang konsisten antar responden, perbedaan nilai distandarisasikan dengan membagi tiap perbedaan nilai dengan jumlah dari seluruh perbedaan nilai. Hasilnya adalah tingkat kepentingan untuk tiap atribut yang berjumlah 100% untuk tiap individu untuk seluruh atribut. Jika ada suatu tingkat kepentingan yang mempunyai perbedaan ekstrim atau tidak mungkin ada dalam keadaan sebenarnya, sebaiknya atribut tersebut dihilangkan dari analisis atau tingkat kepentingan tersebut dikurangi untuk memproyeksikan perbedaan tingkat yang fisibel. 6. Validasi Hasil Validasi hasil conjoint analysis dilakukan secara internal dan eksternal. Validasi internal melibatkan konfirmasi bahwa aturan komposisi (aditif atau interaktif) yang dipilih sesuai. Validasi eksternal melibatkan perwakilan dari sampel. Walau tidak ada evaluasi kesalahan sampling pada taraf individual, analis harus menjamin bahwa sampel mewakili populasi yang diteliti.

41 47 7. Kegunaan Hasil Conjoint Analysis Beberapa kegunaan yang mungkin dari hasil simulasi preferensi konsumen adalah untuk mengetahui: 1. Dampak dari persembahan suatu produk pada pasar yang sudah ada. 2. Peningkatan potensial dari strategi multi produk dan multibrand, termasuk memperkirakan kanibalisme. 3. Dampak dari hilangnya suatu produk atau brand dari pasar. Untuk tiap kasus, harus dibuat rancangan kombinasi yang paling mewakili keadaan pasar untuk disimulasi berdasarkan preferensi konsumen. Umumnya metode yang digunakan untuk memprediksi probabilitas memilih profil produk adalah BTL (Bradley-Terry-Luce). Untuk perhitungan manual, terdapat langkah-langkah untuk melakukan perhitungan teknis dari conjoint analysis adalah sebagai berikut: 1. Transformasi Data Ordinal menjadi Skala Interval Data mentah penelitian yang berupa urutan kartu penelitian responden yang berskala ordinal (urutan) diubah menjadi skala interval dengan menghitung nilai deviasinya. Jika sebelumnya data yang berbentuk ordinal menggunakan deskriptif statistik median, maka dengan data yang berbentuk interval, statistik deskriptif yang digunakan adalah nilai mean. Nilai deviasi diperoleh dengan membandingkan rata-rata rangking tiap atribut dengan rata-rata rangking penelitian untuk setiap taraf atribut. Rata-rata rangking untuk penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus:

42 48 K = n +1 2 Dimana n adalah banyaknya kombinasi. 2. Menghitung Nilai Kegunaan Taraf Atribut Untuk menghitung nilai kegunaan dari taraf atribut, maka terlebih dahulu diperiksa ulang bagaimana cara penilaian kartu yang dilakukan. Jika nilai yang kecil mengindikasikan nilai rangking yang lebih baik dan menyatakan stimulus yang lebih disukai, maka untuk menghitung nilai kegunaannya dengan membalik semua tanda (dengan mengalikannya dengan minus 1) sehingga nilai bagian yang positif sekarang akan mengindikasikan nilai yang lebih disukai. Jika nilai besar menyatakan hasil yang lebih disukai (jika digunakan skala Likert, dimana semakin besar semakin disukai) maka tidak perlu membalik tandanya untuk mengetahui nilai kegunaannya. 3. Menghitung Tingkat Kepentingan Atribut Untuk mengetahui tingkat kepentingan setiap atribut, maka sebelumnya harus dilakukan perhitungan nilai koefisien dengan tahapan sebagai berikut: 1. Jumlahkan nilai deviasi setiap taraf atribut yang telah dikuadratkan (JDK) 2. Menghitung Nilai Standar/Baku (NB) dengan membagi jumlah taraf atribut dengan penjumlahan nialai deviasi yang telah dikuadratkan. 3. Menghitung nilai koefisien taraf atribut dengan mengakarkan nilai deviasi yang telah dikuadratkan dengan nilai baku. Jika nilai yang kecil

43 49 mengindikasikan nilai rangking yang lebih baik dan menyatakan stimulus yang lebih disukai, maka nilai koefisien taraf atribut harus dibalik. Untuk mengetahui tingkat peranan suatu atribut terhadap keputusan responden dalam memberikan peringkat dapat dilihat dengan Nilai Penting Relatif (NPR) dengan rumus sebagai berikut: dimana i = 1,2,...k dengan: NPR i = k i= 1 UT UR i ( UT UR ) i i i NPR i = Tingkat kepentingan atribut ke-i UT i = Nilai kegunaan tertinggi taraf atribut ke-i UR i = Nilai kegunaan terendah taraf atribut ke-i k = Jumlah atribut 4. Menghitung Nilai Skor Kombinasi Skor kombinasi adalah skor preferensi responden terhadap kombinasi (kartu) atribut produk yang diuji. Perhitungan skor kombinasi diperoleh dengan menjumlahkan nilai kegunaan taraf atribut yang diikut sertakan dengan nilai ratarata rangking.

44 50 Perhitungan preferensi responden untuk setiap kombinasi atribut adalah dimana, i = 1,2,...j dengan: P = Skor Kombinasi ke-i i U = Nilai kegunaan taraf atribut i P = K + U + U i 1 2 U j K = Nilai rata-rata rangking keseluruhan atau konstanta j = Banyaknya atribut 5. Menghitung Probabilitas Memilih Profil Produk Salah satu informasi yang dapat dihasilkan dengan conjoint analysis adalah perhitungan probabilitas atas pemilihan suatu produk secara simulasi. Probabilitas memilih profil produk dihitung dengan menggunakan metode BTL (Bradley- Terry-Luce). Metode ini menghitung probabilitas profil produk dengan membagi skor simulasi produk dengan total skor simulasi produk yang diuji. 6. Menghitung Nilai Asosiasi Nilai asosiasi yang akan digunakan untuk mengidentifikasi kecocokan antara nilai dugaan dengan nilai observasi (sebenarnya) adalah koefisien korelasi Pearson dan Kendall (τ ). a. Koefisien Korelasi Pearson Koefisien korelasi Pearson merupakan suatu besaran yang dapat digunakan untuk mengukur rataan hubungan antara 2 variabel. Dalam hal ini

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Proses pengembangan produk secara umum dibagi kedalam beberapa tahap yang biasanya disebut fase. Menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppinger dalam bukunya yang berjudul Perancngan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Adapun Proses Pengembangan Produk secara umum terdiri dari beberapa tingkatan atau biasa disebut fase. Dari buku Perancangan dan Pengembangan Produk karangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam proses pengembangan produk ada tiga Departement yang ada diperusahaan, yang diperlukan kontribusinya dan peranannya dalam menjalankan suatu proyek atau proses

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengembangan Produk Proses Pengembangan produk secara umum terdiri dari tahapan-tahapan atau sering juga disebut sebagai fase. Menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppinger dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di

BAB II LANDASAN TEORI. skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di BAB II LANDASAN TEORI Perdagangan Internasional Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 2. Gasal 2014

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 2. Gasal 2014 PERANCANGAN PRODUK Chapter 2 Gasal 2014 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 22/09/2014 Perancangan Produk -

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tahapan Proses Perancangan dan Pengembangan Produk Proses perancangan dan pengembangan produk terdiri dari 6 tahapan seperti yang ditunjukkan dalam gambar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Perancangan dan Pengembangan Produk Perancangan dan pengembangan produk adalah serangkaian aktivitas yang dimulai dari analisis persepsi dan peluang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Produk merupakan sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada pembeli. Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari analisa persepsi dan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KONJOIN. Dalam upaya untuk memprediksi preferensi warga mengenai sistem

BAB III ANALISIS KONJOIN. Dalam upaya untuk memprediksi preferensi warga mengenai sistem BAB III ANALISIS KONJOIN Dalam upaya untuk memprediksi preferensi warga mengenai sistem pengelolaan air yang paling diminati, penelitian secara langsung penulisan ini telah mengarah kepada studi kasus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Fase Pengembangan Produk Proses Pengembangan produk secara umum terdiri dari tahapan-tahapan atau sering juga disebut sebagai fase. Menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppinger

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kesuksesan ekonomi suatu perusahaan manufaktur tergantung kepada kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, kemudian secara cepat menciptakan produk

Lebih terperinci

Bab 3. Metodologi Penelitian

Bab 3. Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Penelitian dimulai dengan melakukan studi pendahuluan untuk dapat merumuskan permasalahan berdasarkan pengamatan terhadap kondisi obyek yang diamati. Berdasarkan permasalahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Alur Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Alur Pemecahan Masalah 87 Studi kepustakaan dilakukan yakni dengan mempelajari pengetahuan teoritis dan non teoritis yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya dibatasi di kalangan konsumen teh kemasan dengan umur antara 15 22 tahun di wilayah Jakarta saja. Hal

Lebih terperinci

PERENCANAAN PRODUK PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK

PERENCANAAN PRODUK PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK PERENCANAAN PRODUK PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK ENAM FASE PROSES PENGEMBANGAN GENERIK Fase 0 Perencanaan Fase 1 Pengembangan Konsep Fase 2 Perancangan tingkat Sistem Fase 3 Perancangan rinci Fase

Lebih terperinci

ANALISIS KONJOIN FULL-PROFILE UNTUK MENGETAHUI FEATURE TELEPON SELULAR YANG IDEAL DIPASARKAN DI KECAMATAN BANYUMANIK SEMARANG

ANALISIS KONJOIN FULL-PROFILE UNTUK MENGETAHUI FEATURE TELEPON SELULAR YANG IDEAL DIPASARKAN DI KECAMATAN BANYUMANIK SEMARANG ANALISIS KONJOIN FULL-PROFILE UNTUK MENGETAHUI FEATURE TELEPON SELULAR YANG IDEAL DIPASARKAN DI KECAMATAN BANYUMANIK SEMARANG Ayu Anastasia Adhi 1, Diah Safitri 2 1) Alumni Program Studi Statistika, Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah Produk merupakan sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada pembeli. Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari analisa

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALISIS KONJOIN PADA PREFERENSI MAHASISWA TERHADAP PEKERJAAN

PENERAPAN ANALISIS KONJOIN PADA PREFERENSI MAHASISWA TERHADAP PEKERJAAN Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 2, No. 2 (2014), pp. 189 200. PENERAPAN ANALISIS KONJOIN PADA PREFERENSI MAHASISWA TERHADAP PEKERJAAN Wiwit Widyawati Rachmad Sitepu, Normalina Napitupulu Abstrak.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tahapan Proses Perancangan Dan Pengembangan Produk Proses Pengembangan produk secara umum terdiri dari tahapan-tahapan atau sering juga disebut sebagai fase.

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 4. Gasal 2014

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 4. Gasal 2014 PERANCANGAN PRODUK Chapter 4 Gasal 2014 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 6/10/2014 Perancangan Produk - Gasal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian ini merupakan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan langkah-langkah yang akan ditempuh harus relevan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi dan Konsep Bimbingan Belajar Masalah belajar merupakan inti dari masalah pendidikan, karena belajar merupakan kegiatan utama dalam pendidikan dan pengajaran. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan dan Pengembangan Konsep Produk 2.1.1 Desain Adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa, menilai, dan menyusun suatu sistem (fisik/ nonfisik) yang optimum

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Preferensi Konsumen Menurut Kotler dan Armstrong (2006), preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Preferensi konsumen berhubungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Konjoin 2.1.1 Pengertian Analisis Konjoin Kata conjoint menurut para praktisi riset diambil dari kata CONsidered JOINTly. Dalam kenyataannya kata sifat conjoint diturunkan

Lebih terperinci

TIN305 - Perancangan dan Pengembangan Produk Materi #1 Genap 2014/2015. TIN305 - Perancangan dan Pengembangan Produk

TIN305 - Perancangan dan Pengembangan Produk Materi #1 Genap 2014/2015. TIN305 - Perancangan dan Pengembangan Produk Materi #1 TIN305 Perancangan dan Pengembangan Produk Deskripsi Mata Kuliah 2 Mata kuliah Perencanaan dan Perancangan Produk memuat tentang tahapan dalam perancangan produk dengan aplikasinya pada dunia

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Tinjauan Pustaka Perancangan dan pengembangan produk secara garis besar adalah rangkaian aktivitas yang dimulai dengan analisis dan peluang dan kemudian diakhiri dengan tahap produksi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memerlukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peranan pekerjaan sangatlah besar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernyataan Misi Produk merupakan sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada pembeli. Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari analisa persepsi dan

Lebih terperinci

PRODUCT ARCHITECTURE. Ir. Erlinda Muslim, MEE

PRODUCT ARCHITECTURE. Ir. Erlinda Muslim, MEE 1 PRODUCT ARCHITECTURE Arsitektur produk adalah penugasan elemen elemen fungsional dari produk terhadap kumpulkan bangunan fisik. Tujuan arsitektur produk adalah menguraikan komponen fisik dasar dari produk,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 3. Gasal 2014

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 3. Gasal 2014 PERANCANGAN PRODUK Chapter 3 Gasal 2014 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 29/09/2014 Perancangan Produk -

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Product Bundling Product bundling adalah strategi penjualan yang diterapkan di pemasaran. Product bundling mempunyai tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dalam berbagai macam

Lebih terperinci

BAB III DISAIN PRODUK

BAB III DISAIN PRODUK BAB III DISAIN PRODUK 3.1. Pendahuluan Salah satu karakteristik manusia adalah mereka selalu berusaha mencitakan sesuatu, baik alat atau benda lainnya untuk membantu kehidupan mereka. Untuk mewejudkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Anthropometri Tubuh Manusia 2.1.1 Pengertian dan Tujuan Anthropometri Anthropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan data numeric yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengembangan dan Perancangan Produk Baru Pengembangan produk baru (New Product Development) adalah suatu bagian yang penting dalam dunia bisnis. Produk-produk baru dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB VII PRODUK Apa itu produk? Barang dan Jasa

BAB VII PRODUK Apa itu produk? Barang dan Jasa BAB VII PRODUK Apa itu produk? Produk adalah sesuatu yang diciptakan untuk tujuan transaksi. Produk memuaskan kebutuhan dan keinginan tertentu dari pelanggan dan memberikan pendapatan pada penjual atau

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian 3.1. Flow Chart Metodologi Penelitian Penelitian merupakan kegiatan sistematis dengan serangkaian proses yang dilakukan secara terstruktur. Setiap tahapan proses tersebut akan

Lebih terperinci

A. Tujuan dan Ruang Lingkup Proyek Perancangan Rekayasa Perangkat Lunak

A. Tujuan dan Ruang Lingkup Proyek Perancangan Rekayasa Perangkat Lunak A. Tujuan dan Ruang Lingkup Proyek Perancangan Rekayasa Perangkat Lunak Secara umum tujuan RPL tidak berbeda dengan bidang rekayasa yang lain. Bidang rekayasa akan selalu berusaha menghasilkan output yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3.1 Desain Penelitian. T-2 Survey & Analisis Deskriptif Individu -> konsumen Cross-sectional

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3.1 Desain Penelitian. T-2 Survey & Analisis Deskriptif Individu -> konsumen Cross-sectional BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan Jenis dan Metode Analisis Unit Analisis Time Horizon T-1 Survey & Importance Performance Analysis serta Analisis Deskriptif

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) Kode / Nama Mata Kuliah : E124402/ Perancangan Produk Revisi 4 Satuan Kredit Semester : 2 SKS Tgl revisi : 16 Juli 2015 Jml Jam kuliah dalam seminggu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 70 Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian (lanjutan) 71 2 Penentuan spesifikasi target Penyusunan dan Seleksi Konsep Pembuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keinginan konsumen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi satu alasan yang kuat untuk membeli suatu produk atau jasa. Sampo merupakan salah satu barang kebutuhan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING

PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING PERANCANGAN KONSEP KURSI KANTOR BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN DAN STUDI PERBANDINGAN PRODUK PESAING Oleh: I Wayan Sukania iwayansukania@tarumanagara.ac.id iwayansukania@yahoo.com Staf Pengajar Program

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007 PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN KONSEP PAC PUZZLE ALARM CLOCK Indra Julianto Tjakra NIM: 0700678396 Abstrak

Lebih terperinci

MENINGKATKAN MUTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN UNTUK PERUSAHAAN DIGITAL

MENINGKATKAN MUTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN UNTUK PERUSAHAAN DIGITAL MENINGKATKAN MUTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN UNTUK PERUSAHAAN DIGITAL PENDAHULUAN Salah satu kegiatan manajemen yang penting adalah memahami sistem sepenuhnya untuk mengambil keputusan-keputusan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mempertimbangkan portofolio dari proyek pengembangan produk untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mempertimbangkan portofolio dari proyek pengembangan produk untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perencanaan Produk Menurut Ulrich (2001) perencanaan produk adalah proses periodik yang mempertimbangkan portofolio dari proyek pengembangan produk untuk dijalankan. Rencana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan dilakukan pada konsumen tetap santika hotel, khususnya terhadap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan dilakukan pada konsumen tetap santika hotel, khususnya terhadap BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Metode Penelitian 3.1.1 Desain Penelitian Pengamatan dilakukan pada konsumen tetap santika hotel, khususnya terhadap pemegang kartu Santika Important Person

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metodologi 3.1.1 Pendekatan Objektif Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menganggap perilaku manusia disebabkan oleh kekuatan kekuatan di luar kemauan

Lebih terperinci

n = n = BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sampel Dan Teknik Pengambilan sampel

n = n = BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sampel Dan Teknik Pengambilan sampel BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sampel Dan Teknik Pengambilan sampel Responden penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 14 Medan. Data jumlah siswa yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini menggunakan penelitian survey. Metode survey menurut

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini menggunakan penelitian survey. Metode survey menurut BAB III METODE PENELITIAN 3. Metode Yang Digunakan Metode penelitian ini menggunakan penelitian survey. Metode survey menurut Sugiyono (008 : ), yaitu : Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti yang melakukan penelitian sebelumnya harus menentukan metode penelitian yang akan digunakan pada penelitiannya, karena hal tersebut akan membantu

Lebih terperinci

Analisis dan Perancangan Sistem Hanif Al Fatta M.kom

Analisis dan Perancangan Sistem Hanif Al Fatta M.kom Analisis dan Perancangan Sistem Hanif Al Fatta M.kom Abstraks System informasi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan bisnis suatu perusahaan atau organisasi modern. Sehingga system informasi

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Kebutuhan Penelitian preferensi konsumen terhadap produk pra bayar CDMA didapatkan dengan menyebarkan kuisioner pada mahasiswa Universitas Bina Nusantara jurusan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 25 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di PPI Muara Angke Jakarta karena PPI Muara angke berperan penting dalam pemasaran hasil tangkapan di Jakarta (Gambar 1).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Metode penelitian menunjukan bagaimana penelitian dilakukan dari identifikasi masalah sampai dengan analisis dan kesimpulan. Tahapan metode dari penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses untuk merencanakan dan melaksanakan perancangan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide, barang, dan layanan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Proses Pengembangan produk secara umum terdiri dari tahapan-tahapan atau sering juga disebut sebagai fase. Menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppinger dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Fungsi Bank Secara umum, Fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 METODE PERANCANGAN SISTEM 20 BAB 3 METODE PERANCANGAN SISTEM Studi pendahuluan Studi kepustakaan Pengumpulan data: * kuesioner *wawancara *observasi lapangan Data cukup, data reliabel, data valid? Ya tidak Identifikasi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Desain Industri Desain industri merupakan salah satu elemen penting dalam proses pengembangan produk dimana kegiatan desain industri ini memiliki peranan cukup penting

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS A. TUJUAN PEMBELAJARAN. Adapun tujuan pembelajaran dalam bab ini, antara lain : 9.1. Mahasiswa mengetahui tentang sistem pertanggungjawaban

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis penelitian yang

III. METODE PENELITIAN. Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis penelitian yang III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian Untuk membatasi permasalahan dan penelitian maka ditetapkan jenis dan lokasi penelitian yang akan dilakukan. 1. Jenis Penelitian Berdasarkan perumusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. KONSEP DAN DEFINISI JASA Keanekaragaman makna dalam hal pemakaian istilah service dijumpai dalam literatur manajemen. Namun demikian, secara garis besar konsep service mengacu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Eppinger dalam bukunya yang berjudul Perancangan dan Pengembangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Eppinger dalam bukunya yang berjudul Perancangan dan Pengembangan 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Fase Pengembangan Produk Proses pengembangan produk menurut Karl T. Urich dan Steven D. Eppinger dalam bukunya yang berjudul Perancangan dan Pengembangan Produk (2001, p14) secara

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN

III. METODE PELAKSANAAN III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan tugas akhir dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus di PT Agricon yang berkantor pusat di Bogor, Provinsi Jawa Barat. Perusahaan ini bergerak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pegawai merupakan asset utama perusahaan yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai pikiran, perasaan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode survey untuk mengetahui pengaruh antara citra merek, harga dan kualitas produk speedy

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian yang dibahas pada karya akhir ini. Metodologi ini terbagi menjadi beberapa bagian yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Nilai Utilitas Teori nilai guna (utilitas) yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-barang. Kalau

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perencanaan Produk Perencanaan produk sering disebut sebagai zerofase karena mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah kerangka kerja atau rencana untuk studi, digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data. (Churchill dan Lacobucci, 2005, p74).

Lebih terperinci

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 04 September 2015

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 04 September 2015 SILABUS MATAKULIAH Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 04 September 2015 A. Identitas 1. Nama Matakuliah : Perancangan Produk 2. Program Studi : Teknik Industri 3. Fakultas : Teknik 4. Bobot sks : 2 SKS 5. Elemen

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Lopez (2010). Rancangan penelitian ini menggunakan metode hypothesis testing,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Lopez (2010). Rancangan penelitian ini menggunakan metode hypothesis testing, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Camison dan Lopez (2010). Rancangan penelitian ini menggunakan metode hypothesis testing,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Abstrak Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007 PENGEMBANGAN PRODUK REMOTE PRESENTASI Bayunanda NIM: 0700703611 Dilihat dari banyaknya banyaknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendahuluan Bagian ini membahas jenis dan sumber data, kerangka sampel, teknik pengumpulan data, definisi operasional, teknik pengujian dan pengukuran instrument penelitian,

Lebih terperinci

Bab 3 METODE PENELITIAN

Bab 3 METODE PENELITIAN Bab 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Metodologi Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai perilaku

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan jenis penelitian eksplanatif dan metode penelitian kuantitatif.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan jenis penelitian eksplanatif dan metode penelitian kuantitatif. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan jenis penelitian eksplanatif dan metode penelitian kuantitatif.

Lebih terperinci

Ir. Erlinda Muslim, MEE

Ir. Erlinda Muslim, MEE 1 2 3 4 5 Identifying Customer Needs Memastikan bahwa produk terfokus pada kebutuhan customer Mengidentifikasikan kebutuhan laten/tersembunyi dan kebutuhan eksplisitnya Memberikan dasar fakta untuk membenarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang

Lebih terperinci

APLIKASI ANALISIS KONJOIN UNTUK MENGUKUR PREFERENSI MAHASISWA FMIPA USU DALAM MEMILIH PRODUK PASTA GIGI

APLIKASI ANALISIS KONJOIN UNTUK MENGUKUR PREFERENSI MAHASISWA FMIPA USU DALAM MEMILIH PRODUK PASTA GIGI Saintia Matematika Vol. 1, No. 1 (2013), pp. 63 71. APLIKASI ANALISIS KONJOIN UNTUK MENGUKUR PREFERENSI MAHASISWA FMIPA USU DALAM MEMILIH PRODUK PASTA GIGI Syahfitriani Gim Tarigan, Pengarapen Bangun Abstrak.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap fase pembelajaran organisasi dengan mekanisme pembelajaran organisasi sebagai mediator, menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pernyataan Misi Pada tahapan awal perancangan dan pengembangan produk dilakukan proses perencanaan produk yang berupa pernyataan misi proyek yang nantinya

Lebih terperinci

4. Kriteria IDE PRODUK :

4. Kriteria IDE PRODUK : 1. Tugas Besar Perpro dikerjakan secara berkelompok (4-5 orang) sesuai daftar. 2. Tugas Besar dilaksanakan selama 2 bulan sesuai dengan Jadwal Pelaksanaan. 3. Ide produk di-submit ke : http://tinyurl.com/q4699a4

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN 3.. Metode yang digunakan Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari

BAB II LANDASAN TEORI. Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari BAB II LANDASAN TEORI A. Ekspor 1. Pengertian Ekspor Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam negeri ke wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian assosiatif. Menurut Sugiyono (2008:

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian assosiatif. Menurut Sugiyono (2008: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian assosiatif. Menurut Sugiyono (2008: p55), penelitian assosiatif adalah suatu pertanyaan penelitian yang bersifat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Wisata Agro Tambi yang terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Suatu sistem dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Suatu sistem

Lebih terperinci

III. METODE KONVENS IONAL 11. REKAYASA SISTEM BERBASIS KOMPUTER

III. METODE KONVENS IONAL 11. REKAYASA SISTEM BERBASIS KOMPUTER III. METODE KONVENS IONAL 11. REKAYASA SISTEM BERBASIS KOMPUTER 11.1 Sistem Berbasis Komputer (Computer-based System) Sistem berbasis komputer bertujuan untuk mendukung berbagai fungsi bisnis atau untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. elemen. Elemen sistem menjelaskan unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut, sedangkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. elemen. Elemen sistem menjelaskan unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut, sedangkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Sistem dapat didefinisikan berdasarkan cara pendekatannya, yaitu berdasarkan prosedur dan elemen. Elemen sistem menjelaskan unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut,

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini mengenai pengaruh keragaman tenaga kerja (workforce diversity) terhadap kinerja karyawan bagian pemeliharaan (maintenance section)

Lebih terperinci

RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI

RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI VOLUME 1 No. 2, 22 Juni 2012 Halaman 71-143 RESENSI BERMULA DARI MIMPI MEWUJUDKAN INOVASI Muhammad Kusumawan Herliansyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perancangan Mesin Perancangan secara umum dapat didefinisikan sebagai formulasi suatu rencana untuk memenuhi kebutuhan manusia, sehingga secara sederhana perancangan dapat diartikan

Lebih terperinci

di masa yang akan datang dilihat dari aspek demografi dan kepuasannya. PENDAHULUAN

di masa yang akan datang dilihat dari aspek demografi dan kepuasannya. PENDAHULUAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini ada dua teknologi yang diusung oleh perusahaan-perusahaan telekomunikasi Indonesia yaitu teknologi Global System for Mobile communication (GSM) dan teknologi Code

Lebih terperinci