UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS SEBELAS MARET"

Transkripsi

1 MAX WEBER Tugas Untuk Memenuhi Uji KD III Mata Kuliah Teori Sosiologi Klasik Disusun oleh : Nama NIM Jurusan Fakultas : Arum Sabtorini : D : Sosiologi : ISIP UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2013

2 A. Subyek Matter Max Weber lahir di Erfurt, Jerman pada tanggal 21 April Dia dari keluarga kelas menengah, perbedaan antara orang tuanya membawa dampak besar pada orientasi intelektual dan perkembangan psikologi. Ayahnya seorang birokrat yang menduduki posisi politik yang relative penting. Ibu Max Weber adalah seorang Calvins yang sangat religius, seorang perempuan yang berusahan menjalani keidupan aksetetis yang tidak banyak terlibat dalam kenikmatan duniawi yang didambakan oleh suaminya. Perbedaan tajam antara dua orang tuanya menyebabkan ketegangan rumah tangga dan perbedaan serta ketegangan tersebut membawa damapak besar bagi Weber ( Ritzer dan Goodman, 2010:124). Weber belajar hokum di Universitas Berlin dan Universitas Heidelberg dan pada tahun1889 menilis disertasi yang berjudul A Contributing to the History of Mediival Business Organizattions. Setelah menyelesaikan studinya dia mengawali kariernya sebagai dosen ilmu hokum, mula-mula di Universitas Berlin, kemudian di Universitas Freiburg, dan setelah itu di Universitas Heidelburg. Menjelang akir masa hidupnya dia pun berperan sebagai konsulta dan peneliti, dan semasa Perang Dunia I dia mengabdi di angkatan bersenjata Jerman. Weber merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif dan dia menulis sejumlah buku dan makalah. Salah satu bukunya yang terkenal adalah The Protestan Ethic and the Spirit of Capitalism ( 1904). Dalam buku ini dia mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara Etika Protestan dengan munculnya Kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber muncul dan berkemangnya kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara bersamaan dengan berkembangnya sekte Kalvinisme dalam agama protestan. Argument Weber adalah sebagai berikut: ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur, sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras. Karena umat kalvinisme bekerja keras, antara lain dengan harapan

3 bahwa kemakmuran merupakan tanda baik yeng mereka harapkan dapat menuntun mereka kearah surge, maka mereka pu menjadi makmur. Sumbangan Weber yang tidak kalah penting adalah kajian mengenai konsep dasar Sosiologi. Dalam uraian ini Weber menyebutkan pula bahwa Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial ( Sunarto, 2000:7). Selain itu menurut Weber Sosiologi bertigas untuk melayani sejarah. Weber menjelaskan perbedaan antara Sosiologi dengan sejarah adalah Sosiologi berusaha merumuskan konsep tipe dan keseragaman umum proses-proses empiris, sedangkan sejarah lebih berorientasi pada analisis kasual dan penjelasan atas tindakan, struktur, dan kepribadian individu yang memiliki signifikansi kultural. Sosiologi lebih berorientasi pada pengembangan konsep yang jelas sehingga dia dapat melakukan analisis kausal terhadap fenomena sejarah. Pemikiran Weber tentang Sosiologi terutama dibangun oleh serangkain debat intelekyual yang berlangsu di Jerman pada masanya. Perbedaan bedat in berlangsung antara kubu postivis yang memandang sejarah tersusun berdasarkan hokum-hukum umum dengan kubu subjektivis yang menciutkan sejarah menjadi sekedar tindakan dan peristiwa idiosinkratis. Weber menolak kedua kutub ekstrem tersebut dan berusaha mengembangkan cara sendiri untuk menangani sosiologi historis, menurut Weber, sejarah terdiri dari sejumlah peristiwa empiris unik, tidak mungkin ada generalisasi pada level empiris. Dengan demikian sosiolog harus memisahkan dunia empiris dari jagat konseptual yang mereka bangun. Konsep ini tidak pernah sepenuhnya mampu memahami dunia empiris, namun yang lebih baik atas realitas ( Ritzer dan Goodma, 2010: ). Walaupun Weber berada pada posisi bertentangan, Weber secara terangterangan menyatakan bahwa dia berpegang teguh pada metode individualis. Weber mengkerdilkan konsep kolektivis menjadi sekedar pola-pola dan rehularitas tindakan individu. Pada level individu, Weber memberikan perhatiannya pada makna dan bagaimana makna terbentuk. Dalam metodologi individualis, Wener tertarik untuk mereduksi aktivitas menjadi tindakan individu.

4 Namun kebanyakan sosiologi substantifnys ( seperti akan kita ketahui), Weber memfokuskan perhatiannya pada struktur skala besar ( seperti birokrasi dan kapitalisme) dan tidak memberikan perhatiannya secara langsung pada apa yang dilakukan individu atau mengapa mereka melakukannya. Striktur-struktur tersebut oleh Weber tidak dapat dikerdilkan menjadi tindakan individu, dan tindakan-tindakan mereka yang ada didalamua ditentukan oleh struktur, bukan oleh motif mereka. Dengan latar belakang ini Weber mendefinisikan Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatiannya pada pemahaman interpresif atas tindakan sosial dan pada penjelasan kausal atas proses dan konsekuensi tindakan tersebut ( Ritzer dan Goodman, 2010: ). B. Tindakan Sosial Paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kunt. Menurut Kunt paradigma adalah suatu kerangka referensi atau pandangan dunia menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Kunt juga menjelaskan tentang perubahan paradigma, yang menurutnya displin ilmu lahir sebagai suatu proses revolusi, bisa jadi suatu pandangan teori ditumbangkan oleh pandangan teori yang baru ( Ritzer dan Goodman, 2010: 697). Sedangkan pengertian menurut Ritzer, Paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan ( disiplin ilmu). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalanpersoalan apa yang mesti dijawab, bagaimana seharusnya menjawab, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterprestasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tesebut ( Ritzer, 1985: 8) Ada tiga paradigma yang mendominasi sosiologi, dengan paradigma lain yang mengandung potensi untuk meraih status paradigmatic. Ketiga paradigma tersebut adalah paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial,

5 dan paradigma perilaku sosial. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma definisi sosial. Paradigma ini dikembangkan oleh Max Weber untuk menganalisa tindakan sosial ( social action). Bagi Weber pokok persoalan sosiologi adalah bagaimana memahami tindakan sosial antar hubungan sosial, dimana tindakan yang penuh arti itu didefinisikan untuk sampai pada penjelasan kausal. Struktur dan pranata sosial membantu untuk membentuk tindakan sosial yang penuh arti. Perkembangnnya dari suatu hubungan sosial itu dimana ketika dia mengambil manfaat dari tindakan itu sendiri dalam perjalanan waktu. Tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain dan juga sebaliknya ( Ritzer, 1985: 43-44). Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial dan antar hubungan sosial itu, Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran peneliti sosiologi, yaitu: 1. Tindakan manusia yang mengandung makna subyektif, yang meliputi berbagai tindakan nyata. 2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif. 3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam. 4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu 5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain. Keseluruhan sosiologi Weber didasarkan pada pemahamannya tentang tindakan sosial. Dia membedakan tindakan dengan perilaku yang murni reaktif.

6 Konsep perilaku maksudnya adalah perilaku otomatis yang tidak melibatkan proses pemikiran. Stimulus datang dan perilaku terjadi, dengan sedikit saja jeda antara stimulus dan respon. perilaku semacam ini menjadi minat sosiologi Weber. Dia memusatkan perhatiannya pada tindakanyang jelas-jelas melibatkan campur tangan proses pemikiran ( dan tindakan bermakna yang ditimbulkan olehnya) antara terjadinya stimulus dengan respon. secara agak berbeda tindakan dikatakan terjadi ketika individu melekatkan makna subjektif pada tindakan mereka.dalam memasukkan analisisnya ke dalam proses mental dan tindakan bermakna yang ditimbulkannya, Weber dengan hati-hati mengatakanbahwa suatu kesalahan besar memandang psikologi sebagai landasan penafsiran tindakan sosiologis. meskipunweber secara tersirat mengatakan bahwa ia memang mencurahkan perhatiannya pada proses mental, sebetulnya ia tidak banyak menghabiskan waktu membahasnya. Meskipin Weber secara tersirat mengungkapkan bahwa ia memang mencurahkan perhatian pada proses mental, sebetulnya ia tidak menghabiskan waktu membahasnya. Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah memfokuskan perhatiannya pada individu, pola, dan regularitas tindakan dan bukan pada kolektivitas. Weber menggunakan tipe idealnya untuk menjelaskan makna tindakan dengan cara mengidentifikasi emapat tipe tindakan dasar, yaitu: rasionalitas sarana atau tujuan atau tindakan yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku obyek dalam lingkungan dan perilaku manusia lain, harapan-harapan ini digunakan sebagai syarat atau sarana untuk mencapai tujuan tujuan lewat upaya dan perhitungan yang rasional. Yang kedua rasinalitas nilai atau tindakan yang ditemtukan oleh keyakinan penuh kesadara akan nilai perilaku- perilaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain yang terlepas dari prospek keberhasilannya. Yang ketiga adalah tindaka afektual ( yang hanya sedikit diperhatika Weber) ditentukan oleh kondisi emosi aktor, dan yang keempat adalah tindakan tradisional ( yang lebih mendapat tempat dalam karya Weber) ditemtukan oleh carabertindak aktor yang biasa dan telah lazim dilakukan. Meskipun Weber membedakan empat bentuk tindakan ideal-tipikal, ia

7 sepenuhnya sadar bahwa tindakan tertentu biasanya terdiri dari kombinasi dari keempat tipe tindakan ideal tersebut ( Ritzer dan Goodma, 2010: ). C. Tipe-tipe tindakan sosial Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakannya ke dalam 4 tipe, semakin rasional tindakan sosial iti maka akan semakin mudah difahami. Keempat tipe tindakan sosial itu adalah sebagai berikut: 1. Zwerk rational Zwerk rational merupakan tindakan murni. Dalam tindakan ini actor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalan zwerk rational tidak absolute. Dia dapat juga menjadi cara dari tujuan lain berikutnya. Bila actor berkelakuan dengan cara rasional maka sudah memahami tindakannya itu. 2. Werktrational artion dalam tindakan tipe ini actor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilih itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Ini menunjukan tujuan itu sendiri. Dalam tindakan ini memang antar tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah ditentukan tujuan yang diinginkan. Tindakan tipe kedua ini masih rasional meski tidak serasional yang pertama. Karena itu dapat dipertanggungjawabkan untuk difahami. 3. Affectual action Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar difahami. Kurang atau tidak rasinal. 4. Traditional action

8 Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja. Tipe tindakan yang terakir sering hanya merupakan tanggapan secara otomatis terhadap ragsangan dari luar. Karena itu tidak termasuk ke dalam jenis tindakan yang penuh arti yang menjadi sasaran penelitian sosiologi. Namun demikian pada waktu tertentu kedua tipe tindakan tersebut dapat berubah menjadi tindakan yang penuh arti sehingga dapat dipertanggungjawabkan untuk difahami. D. Stratifikasi Sosial ( Ekonomi/kelas, status, dan kekuasaan / partai) Max Weber termasuk diantara ilmuan sosial yang tidak sepakat dengan penggunaan dimensi ekonomi semata-mata untuk menentukan stratifikasi sosial. Oleh karena itu dia mengemukakan bahwa disamping stratifikasi menurut dimensi ekonomi kita akan menjumpai pula stratifikasi menurut dimensi lain. Dalam uraiannya mengenai persebaran kekuasaan dalam masyarakat Max Weber memperkenalkan perbedaan antara konsep kelas, kelompok status, dan partai ( dikutip dari Gerth dan Mils, 1958: dalam buku Sunarto, 2000: 92) yang merupakan dasar begi pembedaannya antara tiga jenis stratifikasi sosial. Menurut Weber kelas ditamdai oleh beberapa hal. Pertama kelas merupakan sejumlah orang yang mempunyai persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib ( life change): peluang untuk hidup orang tersebut ditentukan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan atas barang serta kesempatan untuke memperoleh penghasilan dalam pasaran komoditas atau pasaran kerja. Sebagai akibat dari dipunyainya persamaan peluang untuk menguasai barang dan jasa sehingga diperoleh penghasilan tertentu, maka orang yang berada dikelas yang sama mempunyai persamaan apa yang oleh Weber dinamakan situasi kelas, yaitu persamaan dalam hal peluang untuk menguasai persediaan barang, pengalaman hidup pribadi, atau cara hidup. Menurut Weber kategori dasar untuk membedakan kelas adalah kekayaan yang dimiliki dan faktor yang menciptakan kelas adalah kepentingan ekonomi. Yang kedua adalah dimensi lain yang meurut Weber

9 digunakan orang untuk membeda-bedakan anggota masyarakat adalah dimensi kehormatan ( menurut Weber manusia dikelompokkan dalam kelompok status ( status group) yang menurutnya laksana komunitas yang tidak terbentuk. Kelompok status merupakan orang yang berada dalam situasi status yang sama, yaitu orang yang peluang hidup atau nasibnya ditentukan oleh ukuran kehormatan tertentu, misalkan garis keturunan ningrat atau raja. Weber mengungkapkan bahwa persamaan kehormatan status terutama dinyatakan melalui persamaan gaya hidup (life of style). Dibidang pergaulan gaya hidup ini dapat derwujud pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang lain yang statusnya lebih rendah. Para anggota dalam suatu kelompok status, misalnya cenderung menjalankan endogamy, pernikahan dengan orang dari kelompok lebih rendah cenderung dihindari. Selain adanya pembatasan pergaulan menurut Weber kelompok status ditandai pula dengan adanya berbagai hal istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun material. Kelompok status dibeda-bedakan atas dasar gaya hidup yang tersermin dalam gaya konsumsi. Weber mengemukakan bahwa kelompok status merupakan pendukung adat, yang menciptakandan melestarikan semua adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Yang ketiga menurut Weber adalah masyarakat dapat dibeda-bedakan pula berdasarkan kekuasaan yang dipunyai. Weber mengemukakan bahwa partai merupakan suatu gejala yang melibatkan tatanan kekuasaan. Kekuasaan didefinisikan Weber sebagai peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginannya sendiri melalui suatu tindakan komunal meskipun mengalami pertentangan dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal itu (Weber, 1920: 180 dalam Sunarto, 2000: 94). Menurut Weber partai diorientasikan pada diperolehnya kekuasaan sosial yaitu pada dipengaruhinya tindakan bersama untuk mencapai tujuan yany terencana. Cara yang ditempuh partai untuk memperoleh kekuasaan berbeda-beda, ada yang menggunakan kekerasan fisik, ada yang berusaha memperoleh dukungan suara dengan memakai

10 berbagai cara seperti uang, pengaruh sosial, pemberian saran, tipu daya, dan sebagainya. Suatu hal yang ditekankan Weber adalah adanya kemingkinan adanya hubungan antara kedudukan menurut beberapa dimensi. Maksudnya seseorang mempunyai kekuasaan politik mungkin saja menduduki kehormatan dalam hirarki status dan bahkan menduduki hirarki tertinggi dalam kelas. Kebalikannya demikian pula dengam ada orang miskin yang kedudukannya tidak terpandang dan tidak memiliki kekuasaan apapun. E. Tipe-tipe otoritas Minat sosiologis Weber terhadap struktur otoritas dimotivasi, paling tidak sebagian, kepentingan politiknya. Weber mencatat bahwa struktur otoritas hadir disetiap institusi sosial dan pandangan politiknya terkait dengan analisis struktur ini pada semua setting. Weber selalu mengawali analisisnya tentang struktur otoritas dengan asumsinya tentang hakekat dan sifat dasar tindakan. Yang menarik perhatian Weber adalah bentuk dominasi yang sah, atau yang disebut dengan otoritas. Yang menjadi pokok perhatian Weber, yang sangat penting dalam sebagian besar pemikiran sosiologisnya adalah tiga dasar yang digunakan para pengikutnya untuk melegitimiasi sebuah otoritas ( Ritzer dan Goodman, 2010: ). Ketiga dasa atau tipe-tipe otoritas yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Otoritas rasional atau legal Otoritas legal dapat memiliki beragam bentuk structural, namun bentuk yang paling menarik perhatian Weber adalah birolkrasi yang dia pandang sebagai tipe paling murni dari dijalankannya otoritas legal. Tipe-tipe ideal birokrasi menurut Weber adalah : dari sudut pandang teknis murni, birokrasi mampu mencapai tingkat efesiensi tertinggi dan dalam hal ini secara formal dikenal sebagai sarana paling rasional untuk menjalankan otoritas terhadap manusia. Borikrasi lebih tinggi dari bentuk lain dalam sosial presisi, stabilitas, dan kerataan disiplin, dan

11 kepercayaannya. Birokrasi membuka kemungkinan bagi tingginya tingkat kalkulabilitas hasil bagi kepala organisasi dan bagi mereka yang bertindak dalam Kaitan dengan ini. Akirnya birokrasi lebih tinggi dalam hal efesiensi intensif dan cakupan operasinya dan secara formal dapat diterapkan pada segala macam tugas administrative. Dalam bahasanya tentang karakteristik positif birokrasi dibeberapa karyannya terdapat kerancuan mendasar dalam bersikap terhadap karakteristik-karakteristik tersebut. Weber tercengang oleh efek birokrasi dan lebih umum lagi, efek rasionalisasi dunia dimana birokrasi menjadi satu-satunya komponen, namun dia tidak melihat jalan lain. Dia menggambarkan birokrasi sebagai butki jalan keluar, praktil tidak dapat dihancurkan, dan disalah satu institusi yang menghancurkan begitu dia terbangun. Seiring dengan itu dia merasa bahwa birokrat idnividu tidak mungkin lari dari birokrasi begitu mereka terkekang. 2. Otoritas tradisional Otoritas tradisional didasarkan pada klaim pemimpin dan keyakinan para pengikutnya bahwa terdapat kelebihan dalam kesucian aturan dan kekuasaan yang telah berusia tua. Pemimpin dalam sistem semacam itu bukan penguasa superior, namun terutama merupakan pemegang jabatan pribadi. Meskipun staff birokrasi patuh dan taat pada aturan tertulis dan pada pemimpin, yang bertindak atas nama meraka staff pemimpin tradisional patuh karena pemimpin memikul beban tradisi, dia tela terpilih menduduki posisi tersebut secara tradisional. Weber tertarik pada staff pemimpin tradisional dan bagaimana dia sesuai dengan tipe ideal staff birokrasi. Dia menyimpulkan bahwa hal ini tidak cocok dalam beberapa hal, karena staff tradisional tidak memiliki jabatan dengan ranah kompetensi yang didefinisikan secara jelas, yang teikat pada tatanan impersonal. Weber memilih dua bentuk awal otoritas tradisional, yaitu: Gerontokrasi melibatkan kekuasaan yang dijalankan oleh orang

12 yang lebih tua, sementara itu patriarkalisme primer adalah kepemimpinan yang diperoleh karena pewarisan. Weber menyatakan bahwa struktur dan pratik otoritas tradisional menjadi penghambat bagi kelahiran struktur ekonomi rasinal, khususnya kapitalisme maupun bagi beberapa komponen lain masyarakat rasional. 3. Otoritas karismatik Karismatik adalah konsep yang mulai digunakan secara sangat luas. Media baru dan public secaraumum begitu cepat menunjuk pada politisi, bintang film, atau musisi rock sebagai individu karismatik. Maksudnya adalah mereka adah orang yang ditopang dengan kualitas luar biasa. Konsep karisma memainkan peran penting dalam karya Weber, namun konsepsi ini sangat berbeda dengan yang dipegang oleh kebanyakan orang awam saat ini. Menurut garis besar pendapat Weber tentang hal ini, jika para pengikut mendefinisikan pemimpin mereka sebagai oramg yang berkarisma, maka ia cenderung sebagai pemimpin karismatik terlepas dari benar tidaknya ia memiliki cirri yang menonjol. Yang krusial dalam proses ini adalah ketika seorang pemimpin dipisahkan dari orang biasa dan diperlakukan seolah-olah ia memiliki kekuatan atau kualitas supranatural atau sekurang-kurangnya kekuatan tidak lazim yang tidak dapat dimiliki oleh orang biasa ( Miyahara, 1983 dalam Ritzer dan Goodman, 2010: ) F. Kepercayaan protestan dan Perkembangan kapitalisme Weber menghabiskan sebagian umurnya untuk mengungkap agam terlepas dari atau justru mungkin ketidak religiusannya, atau sebagaimana yang dia akui sendiri, karena dia sama sekali tidak tersentuh dengan soal-soal religius. Salah satu perhatian utamanya adalah hubungan antar berbagai agama di dunia dengan perkembangan sistem ekonomi kapitalis yang hanya terjadi di Barat ( Schluchter, 1996, dalam Ritzer dan Goodman, 2010: 159). Karya Weber tentang agam dan kapitalisme mencakup penelitian-penelitian sejarah lintas budaya, di sisni

13 sebagaimana ditempat lain, dia memakai sosiolog historis komparatif. Freund meringkas kesalingketerkaitan rumit dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Kekuatan ekonomi mempengaruhi agama Protestan 2. Kekuatan ekonomi mempengaruhi agama selaian Protestan ( misalnya Hinduisme, Konfusianisme, dan Taoisme) 3. Gagasan-gagasan agama mempengaruhi pikiran dan tindakan individu khususnya pikiran dan tindakan ekonomi 4. Sistem gagasan agama meninggalkan pengaruh yang tidak sedikit di seluruh dunia 5. Sistem gagasan agama ( khusunya agama Protestan) melahirkan akibat yang unik di Barat dalam membantu merasionalkan sektor ekonomi dan hampir dalam institusi lain 6. Sistem gagasan di dunia luar Barat menciptakan kendala structural yang begitu besar bagi rasionalisasi. Dalam karya terkenal Max Weber The Protestan and the Spirit of Capitalism, dia melacak dampak Protestanisme aksetis, terutama Calvinisme terhadap kelahiran semangat kapitalisme. Dalam hal ini Weber tidak secara langsung mengkaitkan sistem gagasan etika Protestan dengan struktur sistem kapitalis, namun dia cukup puas dengan mengkaitkan sistem ekonomi kapitalis dengan sistem gagasan lain. Weber mengawalinya dengan menelaah dan menolak penjelasan alternatif tentang mengapa kapitalisme tumbuh di Barat pada abad ke- 16 dan 17. Weber berargumen sejumlah kondisi material juga mulai pada masa lain namun kapitalisme tidak tumbuh kala itu. Bukti yang mendukung pandangan Weber tentang signifikansi Protestan dapat ditemukan dalam kajiannya atas Negara-negara dengan sistem keagamaan majemuk. Ketika menelaah Negaranegata tersebut, dia menemukan bahwa para pemimpin sistem ekonomi adalah pemimpin yang memiliki modal, pemimpin ekonomi, pekerja berketrampilan tinggi, dan orang-orang yang memiliki keunggulan teknis dan mendapatkan pendidikan komersial semua beragama Protestan. Ini menunjukan bahwa

14 Protestanisme sebab signifikan dalam pilihan, sebaliknya bahwa agama-agama lain ( misalnya katolik Roma) gagal menghasilkan sistem gagasan yang mendorong individu menekuni pekerjaan-pekerjaan ini. Menurut Weber semangat kapitalisme tidak dapat didefinisikan begitu saja berdasarkan kerakusan ekonomi, dalam banyak hal, justru sebaliknya. Dia adalah sistem etika dan etos yang memang jadi salah satu pendorong terjadinya kesuskesan ekonomi. Dalam masyarakat lain upaya mengejar keuntungan dipandang sebagai perbuatan individu yang sekurang-kurangnya pasti dimotivasi oleh kerakusan. Namun Protestanisme berhasil mengalihkan upaya mencari keuntungan menjadi semacam jihad moral. Topangan sistem moral inilah yang secara tak terduga mendorong terjadinya ekspansi besar-besaran dalam mencari keuntungan dan pada hakekatnya melahirkan sistem kapitalis( Ritzer dan Goodman, 2010: ). Weber tidak hanya tertarik mendekripsikan sistem etis ini, namun juga ingin menjelaskan penyimpangan-penyimpanganya. Dia pernah mengatakan bahwa Protestanisme khususnya Calvinisme sangat penting bagi kelahiran kapitasmen, namun Calvinisme tidak lagi diperlukan dalam keberlanjutan ekonomi sistem tersebut. dalam bahasa Durkheim kapitalisme telah menjadi fakta sosial yang bersifat eksternal dan memiliki daya paksa terhadap individu, seperti dikemukakan Weber: kini kapitalisme adalah kosmos yang begitu luas tempat individu-individu lahir dan yang menyajikan dirinya dihadapan mereka, paling tidak sebagai individu sebagai wahana tempat mereka harus hidup. Dia memaksa individu,.selama dia terlibat dalam sistem hubungan pasar, menyesuaikan diri dengan aturan tindakan kapitalis. Poin krusial lain adalah bahwa para penganut Calvinis tidak dengan sadar menyiptakan sistem kapitalis. Menurut Weber kapitalisme adalah konsekuensi tak terduga dari etika Protestan. Karena dia percaya bahwa apa yang ingin dilakukan individu dan kelompok dalam tindakan mereka sering kali mengakibatkan berbagai konsekuensi sesuai dengan ragam maksud mereka( Ritzer dan Goodman, 2010: 162).

15 Calvinisme adalah aliran Protestan yang paling menarik perhatian Weber, karena salah satu cirri Calvinisme adalah gagasan bahwa hanya sejumlah kecil orang terpilih yang memperoleh keselamatan. Calvinis mengembangkan gagasan bahwa tandap dapat digunakan sebagai indicator apakah seseorang diselamatkan atau tidak. Orang diserukan untuk bekerja keras, karena jika mereka jeli, mereka dapat menyingkap tanda-tanda keselamatan, yang dapat ditemukan dalam kesuksesam ekonomi. Singkat kata Calvinis diserukan untuk terlibat dalam aktivitas intens dan duniawi dan menjadi manusia pekerja. Calvinisme sebagai suatu etika, memerlukan control diri khususnya aktivitas bisnis. Ini bertentang dengan gagasan Kriten pada zaman Pertengahan, dimana indivisu hanya sekedar terlibat dalam aktivitas terisolasi ketika ada kesempatan untuk menghapus dosa tertentu dan meningkatkan kesempatan mereka diselamatkan. Tuhan Calvinisme tidak meminta para pengikutnya melakukan suatu pekerjaan yang baik melainkan kehidupan kerja yang baik yang dikombinasikan ke dalam satu sistem terpadu ( Weber, 1904: 117, dalam Ritzer dan Goodman, 2010: 163). Calvinnisme menghasilkan sistem etis dan sekelompom orang yang mulai menumbuhkan kapitalis. Weber secara jeli meringkat pendapatnya tentang Calvinisme dan hubungannya dengan kapitalisme adalah: pengahargaan religius terhadap kerja yang dilakukan tenpa henti, terus menerus, dan sistematis dalam panggilan hidup duniawi, sebagai sarana tertinggi untuk mencapai asketisisme, dan pada saat yang sama bukti terkuat dan paling nyata begi kelahitan kembali dan iman asli, pasti menjadi cara terbain untuk ekspansi. Semangat kapitalisme. Selain kaitan umu dengan semangat kapitalisme, Calvinisme juga memiliki yang jauh lebih spesifik, yaitu: pertama seperti yang telah disebutkan diatas, tanpa kenal lelah kapitalis bisa mengejar kepentingan ekonomi mereka dan merasa bahwa hal ini bukan sekedar kepentingan sendiri melainkan tugas etis mereka. Yang kedua Calvinisme membekali kapitalis yang tengah tumbuh dengan manusia pekerja giat, penuh semangat dan biasanya rajin yang menjalani pekerjaannya dengan tekun sebagai tujuan hidup yang dikehendaki oleh tuhan. Yang ketiga adalah Calvinisme

16 melegitimasiketimpangan sistem stratifikasi dengan memberikan kapitalis jaminan rasa nyaman bahwa timpangnya distribusi barang dunia ini merupakan kemurahan special dari san Khalik ( Weber, /1958: 117 dala Ritzer dan Goodman, 2010: 163). Jadi, lahirnya capitalism sangat berkaitan sekali dengan ajaran atau gagasan dari Protestanisme atau Calvinisme. Karena dalam gagasannya penganut Calvinicme dianjurkan untuk bekerja keras dalam bidang ekonomi sebagai bentuk hormat kepada Tuhan mereka. Dan juga hal itu dilakukan untuk mencapai keselamatan duniawi. Sehingga dengan adanya gagasan manusia sebagai makluk pekerja keras, tekun dan dan penuh semangat dalam bidang bisnis ekonomi yang menyebabkan lahirnya kapitalisme.

17 Daftar Pustaka Ritzer, George Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadifma Ganda. CV. Rajawali : Jakarta Ritzer Goerge dan Goodman J. Douglas Teori Sosiologi Klasik dari Teori Sosiologi Klasi sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosiologi Postmodern. Kreasi Wacana: Yogyakarta Sunarto Kamanto Pengatar Sosiologi Edisi Kedua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER Prof. Dr. Farida Hanum DISUSUN OLEH : 1. Rahma Dewi Agustin 12413244006 2. Nurrizal Ikrar L 12413244013 3. Suhendra Lumban R 12413249006 JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER Max Weber (1864-1920), ia dilahirkan di Jerman dan merupakan anak dari seorang penganut protestan Liberal berhaluan sayap kanan. Weber berpendidikan ekonomi, sejarah,

Lebih terperinci

KONSEP EKONOMI DAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS (MAX WEBER ) a. Struktur Ekonomi dan Masyarakat b. tindakan social c.

KONSEP EKONOMI DAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS (MAX WEBER ) a. Struktur Ekonomi dan Masyarakat b. tindakan social c. KONSEP EKONOMI DAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS (MAX WEBER ) a. Struktur Ekonomi dan Masyarakat b. tindakan social c. agama,hukum, birokrasi Reference Weber, Max. 1968. Economy and Society: Part

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER A. Paradigma Definisi Sosial Sejarah suatu ilmu pengetahuan adalah sejarah bangun dan jatuhnya paradigma-paradigma. Untuk suatu masa mungkin hanya satu paradigma yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER A.Kajian Teori Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan dengan temapembahasan dalam penelitian ini dengan menggunakan teori tindakan sosial

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN MAX WEBER. Ayahnya adalah seorang birokrat yang menduduki posisi yang relatif penting

BAB II TEORI TINDAKAN MAX WEBER. Ayahnya adalah seorang birokrat yang menduduki posisi yang relatif penting 32 BAB II TEORI TINDAKAN MAX WEBER A. Biografi Max Weber Max Weber lahir di Erfurt Jerman, pada tanggal 21 April 1864. Pemikiran dan psikologis seorang Max Weber banyak dipengaruhi oleh perbedaan antara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.2 Peran serta Masyarakat dalam mengelola Lingkungan hidup

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.2 Peran serta Masyarakat dalam mengelola Lingkungan hidup BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Peran serta Masyarakat dalam mengelola Lingkungan hidup Pembangunan pada dasarnya adalah merupakan suatu proses perubahan, dan salah satunya adalah perubahan sikap dan perilaku.

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. paradigma yang ada yakni Fakta Sosial (Emile Durkheim) dan Perilaku

BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. paradigma yang ada yakni Fakta Sosial (Emile Durkheim) dan Perilaku BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. Tindakan Sosial Max Weber Teori tindakan sosial merupakan salah satu teori yang dikemukakan oleh Max Weber, dan terdapat pada paradigma Definisi Sosial

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. Peneliti menggunakan pemikiran dari Max Weber tentang Teori tindakan.

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. Peneliti menggunakan pemikiran dari Max Weber tentang Teori tindakan. 51 BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER A. Tindakan sosial Skripsi yang berjudul Peran Bank Sampah Gading Resik dalam meningkatkan Ekonomi Masyarakat di kelurahan Menanggal Kecamatan Gayungan surabaya, Peneliti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan judul penelitian ini, Motivasi Individu Bergabung dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan judul penelitian ini, Motivasi Individu Bergabung dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan judul penelitian ini, Motivasi Individu Bergabung dalam Komunitas Penggemar Tim Sepakbola (studi kasus: Lima Anggota Fansclub United Indonesia chapter

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai 37 BAB II KERANGKA TEORITIK A. Teori Tindakan sosial Max Weber Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai mana Paradigma definisi sosial tidak berangkat dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat yang tercakup atas aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB 1V ANALISIS DATA. A. Pengaruh Regresi tentang Individu Bergelar Haji terhadap Interaksi. dikonsultasikan dengan r tabel dengan jumlah responden 96

BAB 1V ANALISIS DATA. A. Pengaruh Regresi tentang Individu Bergelar Haji terhadap Interaksi. dikonsultasikan dengan r tabel dengan jumlah responden 96 BAB 1V ANALISIS DATA A. Pengaruh Regresi tentang Individu Bergelar Haji terhadap Interaksi Sosial Masyarakat Setelah data berhasil di uji dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pada bab sebelumnya, maka berbagai kesimpulan yang diberikan penulis antara

BAB V PENUTUP. pada bab sebelumnya, maka berbagai kesimpulan yang diberikan penulis antara BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka berbagai kesimpulan yang diberikan penulis antara sebagai berikut: 1. Faktor-faktor

Lebih terperinci

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein Mengapa Sosialisme? Albert Einstein Apakah pantas bagi seseorang yang bukan merupakan pakar di bidang persoalan sosial dan ekonomi mengemukakan pandangannya berkaitan dengan sosialisme? Karena berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Tindakan Sosial Max Weber Dalam hal ini kaitanya antara teori tindakan sosial dengan persepsi masyarakat tentang calon bupati mantan koruptor adalah termasuk relevan. Yang mana

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS Walaupun teori adalah suatu abstraksi dari realitas, penting disadari akan hubungan antara keduanya. Teori bukanlah murni abstrak, tanpa berdasarkan pengalaman yang nyata.

Lebih terperinci

TINDAKAN SOSIAL MENURUT MAX WEBER. dalam Masyarakat Multikultural

TINDAKAN SOSIAL MENURUT MAX WEBER. dalam Masyarakat Multikultural TINDAKAN SOSIAL MENURUT MAX WEBER. dalam Masyarakat Multikultural Max Weber adalah salah satu ahli sosiologi dan sejarah bangsa Jerman, lahir di Erfurt, 21 April 1864 dan meninggal dunia di Munchen, 14

Lebih terperinci

Facebook :

Facebook : 1 Nama : Dian Silvia Ardasari Tetala : Baso, 4 Desember 1983 Pendidikan : Sarjana Sosial dari Universitas Indonesia Status : Istri dari Chairul Hudaya Ibu dari Naufal Ghazy Chairian (3,5 th) dan Naveena

Lebih terperinci

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme Ada tiga hal penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita; Yakni: Apa yang perlu kita ketahui dan pahami tentang Sosiologi dan Politik? Mengapa kita perlu mengetahui dan memahami Sosiologi dan Politik?

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN DAN TEORI. KEBUTUHAN PRESTASI DAVID McCLELLAND. dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan tersebut.

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN DAN TEORI. KEBUTUHAN PRESTASI DAVID McCLELLAND. dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan tersebut. BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN DAN TEORI KEBUTUHAN PRESTASI DAVID McCLELLAND A. Konsep Rasional Untuk menjelaskan permasalahan yang diangkat oleh peneliti, yaitu strategi bertahan hidup

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial

BAB II KERANGKA TEORI. Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial BAB II KERANGKA TEORI II.1. Teori Modernisasi Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial dalam mengembangkan teori untuk memahami negara Dunia Ketiga yang baru lahir,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan kajian fenomenologi

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro KEMITRAAN SEKOLAH Workshop Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak P A R A D I G M A (Penelitian Sosial) I Paradigma Merton universalisme, komunalisme, pasang jarak/ tanpa keterlibatan emosional, skeptisisme

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat disemua bidang

Lebih terperinci

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN A. Rasonalitas Manusia Modern Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya sampai mengenai tipe tipe tindakan

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economicts and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etos kerja mendeskripsikan segi-segi kualitas akhlak yang baik pada manusia, bersumber dari kualitas diri, diwujudkan berdasarkan tata nilai sebagai implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain

BAB I PENDAHULUAN. yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dunia merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sosial Ekonomi Masyarakat Kehidupan sosial ekonomi adalah hal-hal yang didasarkan atas kriteria tempat tinggal dan pendapatan. Tempat tinggal yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI

TEORI DAN METODOLOGI TEORI DAN METODOLOGI MEMBANGUN PARADIGMA DALAM TEORI SOSIOLOGI 3 PARADIGMA FAKTA SOSIAL DEFINISI SOSIAL PERILAKU SOSIAL Sudut pandang sistem sosial sebagai keseluruhan Sudut pandang struktur sosial Tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial 1 Positivistik (Value free) Fenomenologi (Value Bound) Perbedaan Paradigma dalam Sosiologi 2 3 Ilmu-ilmu sosial (seperti Sosiologi) telah

Lebih terperinci

TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN

TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN Oleh Nurcholish Madjid Agama merupakan suatu cara manusia menemukan makna hidup dan dunia yang menjadi lingkungannya. Tapi, hidup kita dan ling kungan abad modern

Lebih terperinci

CONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA

CONTOH BAHAN AJAR. A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA CONTOH BAHAN AJAR A. TOPIK : PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP SOSIOLOGI AGAMA 1. Pengantar Pemahaman Sosiologi tentang masyarakat bagaimanapun juga dalamnya dan detailnya tidak akan lengkat tanpa mengikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si Pendahuluan Saat ini, dimanapun di dunia ini, klien berjuang di dalam berbagai lembaga untuk menemui pekerja sosial. Barangkali

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI PENDAHULUAN Model organisasi birokratis diperkenalkan pertama kali oleh Max Weber. Dia membahas peran organisasi dalam suatu masyarakat dan mencoba menjawab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

bekerja yang dimiliki seseorang atau golongan atau suatu bangsa (Tasmara 1995). Sinamo (2002) menata tiga elemen tesis Schumacher menjadi etos kerja,

bekerja yang dimiliki seseorang atau golongan atau suatu bangsa (Tasmara 1995). Sinamo (2002) menata tiga elemen tesis Schumacher menjadi etos kerja, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dan disertai persaingan yang ketat membuat organisasi membenahi manajemennya dan harus mampu menawarkan

Lebih terperinci

3. Berbagai Pergeseran Pekerjaan Pertanyaan Diskusi

3. Berbagai Pergeseran Pekerjaan Pertanyaan Diskusi SOSIOLOGI PERTANIAN: Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan Jawa Timur Lambang Triyono Lab. Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Email : dl@ub.ac.id Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Fokus utama penelitian ini yaitu mengenai strategi kelangsungan industri kripik tempe yang ada di Desa Karangtengah

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Fokus utama penelitian ini yaitu mengenai strategi kelangsungan industri kripik tempe yang ada di Desa Karangtengah BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Fokus utama penelitian ini yaitu mengenai strategi kelangsungan industri kripik tempe yang ada di Desa Karangtengah Prandon. Peneliti mengkaji strategi produksi dan strategi

Lebih terperinci

teguhfp.wordpress.com HP : Flexi:

teguhfp.wordpress.com   HP : Flexi: teguhfp.wordpress.com email: kismantoroadji@gmail.com HP : 081-328089202 Flexi: 0274-7801029 A. PENDAHULUAN Dalam setiap membicarakan ORGANISASI, perlu pemahaman adanya TEORI ORGANISASI yang selalu membahas

Lebih terperinci

Perkembangan Teori Manajemen. Ima Yudha Perwira, SPi, MP

Perkembangan Teori Manajemen. Ima Yudha Perwira, SPi, MP Perkembangan Teori Manajemen Ima Yudha Perwira, SPi, MP Tiga Aliran Ilmu Manajemen Seperti disiplin ilmu lainnya, manajemen juga mengalami perkembangan dan dialektika pemikiran dari para ahli arus utama.

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN Modul ke: Fakultas FEB INDONESIA Sistem Ekonomi Indonesia a. Perbandingan sistem (Kapitalis, Sosialis dan campuran) b. Sistem perekonomian Indonesia Sitti Rakhman, SP., MM Program Studi Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada akhir abad 19, mulai berkembang sebuah disiplin ilmu baru yang terpisah dari disiplin ilmu lainnya. Pada awal perkembangannya ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan akan menentukan kelangsungan hidup manusia. Seorang manusia tidak cukup dengan tumbuh

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data. 219 BAB VI PENUTUP Dari hasil analisa terhadap ulos dalam konsep nilai inti berdasarkan konteks sosio-historis dan perkawinan adat Batak bagi orang Batak Toba di Jakarta. Juga analisa terhadap ulos dalam

Lebih terperinci

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 Agama adalah salah satu bentuk kontruksi sosial. Tuhan, ritual, nilai, hierarki keyakinankeyakinan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB II CHYNE, O BRIEN DAN BELGRAVE: TEORI SOSIAL DEMOKRAT

BAB II CHYNE, O BRIEN DAN BELGRAVE: TEORI SOSIAL DEMOKRAT BAB II CHYNE, O BRIEN DAN BELGRAVE: TEORI SOSIAL DEMOKRAT A. Teori Sosial Demokrat Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu POTRET KEMISKINAN MASYARAKAT DESA Studi Kasus Masyarakat

Lebih terperinci

HMI dan Golongan Menengah Ekonomi

HMI dan Golongan Menengah Ekonomi Sumber : Opini Harian Yogya Post Selasa Pon 26 Agustus 1997 HMI dan Golongan Menengah Ekonomi Oleh ANAS URBANINGRUM PEMBANGUNAN nasional yang tegak di atas dua pilar, stabilitas politik dan pertumbuhan,

Lebih terperinci

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) Tujuan utama buku ini adalah untuk menjawab tentang peran teori terkait permasalahan administrasi publik. Sebagaimana diketahui, tujuan utama

Lebih terperinci

Prinsip Kepemimpinan Ul.1:9-18 Ev. Gito T.W.

Prinsip Kepemimpinan Ul.1:9-18 Ev. Gito T.W. Prinsip Kepemimpinan Ul.1:9-18 Ev. Gito T.W. Bulan Oktober kita merayakan hari Reformasi. Reformasi ini tidak hanya di dalam gereja, tetapi juga di dunia. Reformasi tidak terjadi di bidang tertentu saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG 1. Hakekat Perilaku Menyimpang Sebelum masuk ke dalam materi perubahan sosial budaya, saudara dapat menyaksikan video terkait dengan perilaku menyimpang di masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya 36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat

Lebih terperinci

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I PERKEMBANGAN ILMU POLITIK CARA MEMANDANG ILMU POLITIK Ilmu yang masih muda jika kita memandang Ilmu Politik semata-mata sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan tujuan nasional yaitu mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan tujuan nasional yaitu mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang, Negara Republik Indonesia sampai saat ini masih giat melaksanakan pembangunan di berbagi sektor. Pembangunan pada hakikatnya

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 3 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 3 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 3 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang: Teori system, teori struktural fungsional, teori konflik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oktober 2011 PADA MULANYA...WEBER ZWECKRATIONALITÄT RASIONALITAS BERTUJUAN WERTRATIONALITÄT RASIONALITAS

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 7 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 7 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 7 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI MODERNISASI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Hasil Kajian Klasik Teori Modernisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun perusahaan maka hasil kerja yang ia selesaikan akan mempengaruhi terhadap tingkat produktivitas

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci