PERCOBAAN II ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERCOBAAN II ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI"

Transkripsi

1 LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL PERCOBAAN II ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI Disusun oleh : 1. Jessica Anindita (FA/09178) ( ) 2. Farah Dwi Ningtyas (FA/09181) ( ) 3. Annis Iffa Majid (FA/09184) ( ) 4. Amalia Mufida (FA/09187) ( ) 5. Ezra Sarira (FA/09190) ( ) Kelas/Golongan/Kel. : B/II/2 Tanggal Praktikum : 4 April 2013 Dosen jaga : Asisten Jaga : Nindi dan LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2013

2 PERCOBAAN II ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI I. TUJUAN Agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati. II. DASAR TEORI Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan makhluk hidup. Berdasarkan interaksi tersebut, maka farmakologi dibagi menjadi dua yaitu farmakodinamik dan farmakokinetik. Dalam farmakodinamik dipelajari mengenai pengaruh (efek) obat terhadap makhluk hidup. Sedangkan farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari tentang kinetika absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat dalam tubuh. Farmakokinetik menentukan kecepatan mulai kerja obat, lama kerja dan intensitas efek obat. Farmakokinetik sangat tergantung pada usia, seks, genetik, dan kondisi kesehatan seseorang.ada 4 fase dalam proses farmakokinetik: 1. Penyerapan (absorbsi) obat Absorbsi ditentukan oleh bentuk sediaan, bahan pencampur obat, cara pemberian obat. Absorbsi obat sudah dimulai sejak di mulut, kemudian lambung, usus halus, dan usus besar. Tapi terjadi terutama di usus halus karena permukaannya yang luas, dan lapisan dinding mukosanya lebih permeabel. Bioavailability artinya jumlah dan kecepatan bahan obat aktif masuk ke dalam pembuluh darah, dan terutama ditentukan oleh dosis dari obat 2. Distribusi obat Distribusi artinya setelah obat masuk ke dalam sirkulasi darah, kemudian obat diditribusikan ke dalama jaringan tubuh.distribusi obat ini tergantung pada rata-rata aliran darah pada organ target, massa dari organ target, dan karakteristik dinding pemisah diantara darah dan jaringan. Di dalam darah obat berada dalam bentuk

3 bebas atau terikat dengan komponen darah albumin, glikoprotein dan lipoprotein, sebelum mencapai organ target. Apabila obat telah terikat dengan protein maka secara farmakologi obat tersebut tidak mempunyai efek terapetik dan ditibusinya terbatas. Selain itu obat tidak dapat menembus membran sel karena merupakan suatu komplek yang besar. 3. Metabolisme Tempat utama metabolism obat terjadi di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuk tidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentuk aktif sampai di hati. Obat-obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerisasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin dan empedu. Kecepatan metabolisme pada tiap orang berbeda tergantung faktor genetik, penyakit yang menyertai(terutama penyakit hati dan gagal jantung), dan adanya interaksi diantara obat-obatan. Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati menurun sampai lebih dari 30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke hati. 4. Eksresi Tempat utama terjadinya eksresi adalah di ginjal. Sedangkan sistem billier membantu ekskresi untuk obat-obatan yang tidak diabsorbsi kembali dari sistem pencernaan. Sedangkan kontribusi dari intestine (usus), ludah, keringat, air susu ibu, dan lewat paru-paru kecil, kecuali untuk obat-obat anestesi yang dikeluarkan waktu ekshalasi. Metabolisme oleh hati membuat obat lebih polar dan larut air sehingga mudah di ekskresi oleh ginjal. Obat-obatan dengan berat lebih dari 300 g/mol yang termasuk grup polar dan lipophilic di ekskresikan lewat empedu. Secara lebih jelasnya Farmakodinamik menggambarkan bagaimana obat bekerja dan mempengaruhi tubuh, melibatkan reseptor, post-reseptor dan interaksi kimia. Farmakokinetik dan farmakodinamik membantu menjelaskan hubungan antara dosis dan efek dari obat.respon farmakologis tergantung pada ikatan obat pada target.konsentrasi obat pada reseptor mempengaruhi efek obat.farmakodinamik dipengaruhi oleh perubahan fisiologis tubuh seperti proses penuaan, penyakit atau adanya obat lain.

4 Penyakit-penyakit yang mempengaruhi farmakodinamik contohnya adalah mutasi genetik, tirotoksikosis (penyakit gondok), malnutrisi (salah gizi) dll. Pada hakekatnya supaya bisa diserap oleh tubuh obat harus diubah menjadi metabolit aktifnya. Biasanya obat-obat yang demikian disebut dengan Pro drug (Pra obat). Prodrug bersifat labil, tidak mempunyai aktivitas farmakologis, tapi dalam tubuh akan diubah menjadi aktif. Contoh: Bioavailabilitas parasetamol ditingkatkan oleh ester propacetamol dan sumacetamol. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi obat dieksresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut proses farmakokinetik dan berjalan serentak di dalam tubuh. Darah merupakan tumpuan proses absorbsi,distribusi,dan eliminasi. Artinya tanpa darah, obat tidak dapat menyebar ke lingkungan badan dan dikeluarkan dari badan. Karena itu, logis bila adanya proses absorbsi dapat ditunjukkan dengan peningkatan kadar obat dalam darah dan adanya proses distribusi serta eliminasi ditunjukkan dnegan pengurangan kadar obat dalam darah. Dengan kata lain, besarnya obat yang ada dalam darah mencerminkan besarnya kadar obat di tempat absorbsi, distribusi, dan tempat eliminasi. Penetapan kadar obat di dalam badan dapat dianalisis dari cairan hayati lain seperti urin,saliva atau lainya. Namun, dalam praktik, uji dengan darah paling banyak dilakukan. Di samping tempat dominan yang dilalui obat seperti yang dijelaskan di atas, darah juga menjadi tempat yang paling cepat dicapai oleh obat. Sedangkan urin merupakan cairan hayati yang biasanya digunakan dalam uji fase farmakokinetik untuk mempelajari disposisi suatu obat dan menentukan kadar suatu obat untuk obat-obatan yang dieksresikan lewat urin, minimal 10% nya terdapat dalam urin dalam bentuk utuh yang belum dimetabolisme. Hasil analisis dalam farmakokinetika dinyatakan dalam parameter farmakokinetika. Parameter farmakokinetika didefinisikan sebagai besaran yang diturunkan secara matematis dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin,saliva dan lainnya). Parameter farmakokinetika obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan metabolitnya.

5 Terdapat tiga jenis parameter farmakokinetik yaitu parameter primer, sekunder, dan turunan. Parameter farmakokinetik primer meliputi kecepatan absorbsi, Vd (volume distribusi), Cl (klirens). Parameter farmakokinetik sekunder antara lain adalah t 1 / 2 eliminasi (waktu paruh eliminasi), Ke (konstanta kecepatan eliminasi). Sedangkan parameter farmakokinetik turunan harganya tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian obat Parameter farmakokinetik meliputi : 1. Parameter pokok Tetapan kecepatan absorbsi (Ka) Menggambarkan kecepatan absorbsi, yaitu masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari absorbsinya (saluran cerna pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian intramuskular). Cl (Klirens) Klirens adalah volume darah yang dibersihkan dari kandungan obat persatuan waktu (Neal, 2006). Volume distribusi (Vd) Volume distribusi adalah volume yang menunjukkan distribusi obat (Neal, 2006). 2. Parameter Sekunder Waktu paro eliminasi (t 1 / 2 ) Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat di dalam tubuh menjadi seperdua selama eliminasi (atau selama infus yang konstan) (Katzung, 2001). Tetapan kecepatan eliminasi ( Kel ) Kecepatan eliminasi adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yangakan tereliminasi dalam satu satuan waktu. Tetapan kecepatan eliminasimenunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapaikeseimbangan (Neal, 2006). 3. Parameter Turunan Waktu mencapai kadar puncak ( tmak )

6 Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemikmencapai puncak. Kadar puncak (Cp mak) Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau plasma. Nilai ini merupakan hasil dari proses absorbsi, distribusi dan eliminasi dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak proses-proses tersebut berada dalam keadaan seimbang. Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam sirkulasi sistemik vs waktu (AUC) Nilai ini menggambarkan derajad absorbsi, yakni berapa banyak obatdiabsorbsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Area dibawah kurva konsentrasi obat-waktu (AUC) berguna sebagai ukuran dari jumlah total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik. Parameter farmakokinetika sangat penting karena dapat menggambarkan seberapa besar obat diabsorbsi, seberapa tepat obat dieliminasi, seberapa besar efek terapeutik dan ketoksisikan suatu obat. Oleh karena itu agar parameter dapat dipercaya, metode yang digunakan dalam menentukan kadar obat yang digunakan harus memenuhi criteria sebagai berikut: 1. Selektif atau spesifik Selektifitas metode adalah kemampuan suatu metode untuk membedakan suatu obat dari metabolitnya, obat lahir(dalam kasus tertentu yang berkaitan) dan kandungan endogen cuplikan hayati. Selektifitas metode menempati prioritas utama karena bentuk obat yang akan ditetapkan dalam cuplikan hayati adalah dalam bentuk tak berubah atau metabolitnya. Metode analisis yang digunakan harus memiliki spesifitas yang tinggi terhadap salah satu obat yang akan ditetapkan tersebut. Spesifik hendaknya diterapkan dengan percobaan melalui bukti kromatografi bahwa metode spesfik untuk obat.sebagai tambahan, standar internal hendaknya dapat dipisahkan secara lengkap dan menunjukkan tidak adanya gangguan senyawa-senyawa lain. Penetapan kadar secara kalorimetrik dan spektrofotometrik biasanya kurang spesifik. Gangguan dari zat lain dapat memperbesar kesalahan hasil (Shargel, 1998).

7 2. Sensitif atau peka Sensitifitas metode berkaiatan dengan kadar terendah yang dapat diukur oleh suatu metode analisis yang digunakan. Pemilihan metode analisis tergantung pada tingkat sensitifitas yang dimiliki oleh metode tersebut. Hal ini dapat dipahami karena dalam menghitung parameter farmakokinetika suatu obat, diperlukan sederetan kadar dari waktu ke waktu. Sehingga metode analisis yang dipilih harus dapat mengukur kadar obat tertimggi sampai yang terendah yang ada dalam badan. Perlu diperhatikan bahwa terdapat keterkaitan antara kespesifikan dan kepekaan suatu metode analisis. Dalam berbagai kasus,kespesifikan suatu metode dapat ditingkatkan dengan menurunkan kepekaan, karena dengan cara gangguan komponen lain dalam sampel dapat ditekan. Akan tetapi, penurunan kepekaan kadang-kadang mengakibatkan kekeliruan negative yang merugikan dalam analissi kualitatif. Oleh karena itu, sebelum memilih suatu metode, perlu dipertimbangkan dengan seksama manakah yang lebih dibutuhkan,kepekaan yang maksimum atau kespesifikan yang tinggi. 3. Ketelitian (accuracy) dan ketepatan(precision) Ketelitian(accuracy) ditunjukan oleh kemampuan suatu metode untuk memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan true value (nilai sesungguhnya). Ketelitian suatu metode dapat dilihat dari perbedaan anatara harga penetapan kadar rata-rata dengan harga sebenarnya atau konsentrasi yang diketahui. Jika tidak ada data nilai sebenarnya atau nilai yang dianggap benar tersebut maka tidak mungkin untuk menentukan berapa akurasi pengukuran tersebut.presisi menyatakan seberapa dekat nilai hasil dua kali atau lebih pengulangan pengukuran. Semakin dekat nilai nilai hasil pengulangan pengukuran maka semakin presisi pengukuran tersebut.

8 Metode yang baik memberikan hasil recovery yang tinggi yaitu 75-90% atau lebih. Ketelitian berkaian dengan purata. Bila suatu hasil itu teliti (accurate) berarti purata sama dengan harga sebenarnya, walaupun penyebarannya lebar (luas). Dalam hubungan ini, adalah lebih baik hasil yang kurang teliti tapi tepat daripada teliti namun kurang tepat. Ketepatan(precision) menggambarkan hasil yang berulang-ulang tidak mengalami perbedaan hasil (reprodusibilitas data). Dengan kata lain, ketepatan menunjukkan kedekatan hasil-hasil pengukuran berulang. Ketepatan pengukuran hendaknya diperoleh melalui pengukuran ulang(replikasi) dari berbagai konsentrasi obat dan melalui pengukuran ulang kurva konsentrasi standar yang disiapkan secara terpisah pada hari yang sama. Ketepatan berhubungan dengan penyebaran harga terhadapa purata kecil meskipun karena kesalahan sistematik, purata berbeda agak besar dengan harga sebenarnya. Kemudian dilakukan perhitungan statistik yang sesuai dengan penyebaran data, sperti datndar deviasi atau koefisien variasi. ( ) 4. Cepat Kecepatan berkaitan dengan banyaknya cuplikan hayati yang harus dianalisis dalam suatu macam penelitian farmakokinetika 5. Efisien Metode tidak terlalu panjang karena dikhawatirkan akan menimbulkan suatu kesalahan sistematik. III. ALAT DAN BAHAN Alat : Bahan:

9 1. Labu takar 5,0 ml 1.Stok Sulfametoksazol 1 mg/ml 2. Pipet volume 0,1;0,2;1;2 ml 2. Asam trikloroasetat (TCA) 3. Tabung reaksi (15 buah) 3.Natrium nitrit (NaNO 2 )0,1% 4. Mikropipet dan tips 4. Amonium Sulfamat 0,5% 5. Skalpel 5. Heparin 6. Eppendorf 6. Darah tikus 7. Alat Vortex 7. N-(1-naftil)etilendiamin 0,1% 8. Spektrofotometer dan kuvet 8. Aquadest 9. Beaker glass 10. Sentrifuge Hewan uji : Tikus (putih). IV. CARA KERJA 1. Pengambilan darah tikus Tetesi microcup dengan 5 tetes heparin Masukkan pipa kapiler ke dalam kelopak mata kelinci, tunggu hingga darah mengalir Tampung darah dengan microcup hingga volume nya ±3 ml 2. Pembuatan kurva baku Masukkan darah tikus ke dalam 6 tabung 250 µl Masukkan sulfametoksasol dengan kadar 25, 50, 100, 200, dan 400 µg/ml ke dalam 5 tabung reaksi berisi darah yang 250 µl Masukkan 250 µl aqquadest ke dalam 1 sampel darah dalam tabung reaksi yang tersisa sebagai blangko

10 Ke dalam tiap tabung reaksi tambahkan 2 ml TCA 5%, vortex selama 30 detik Sentrifugasi selama 5 menit (2500 rpm) Ambil 1,5 ml supernatan, encerkan dengan 2 ml aquadest, vortex selama 30 detik Tambahkan 0,1 ml larutan NaNO 2 0,1 %, vortex 30 detik, diamkan 3 menit Tambahkan 0,2 ml larutan Ammonium sulfamat 0,5 %, vortex 30 detik, diamkan selama 2 menit Tambahkan 0,2 ml larutan N(1-naftil) etilendiamin 0,1 %, vortex 30 detik Ukur absorbansi pada 545 nm Hitung regresi linear konsentrasi sulfametoksazol vs absorbansi Tentukan persamaan kurva baku 3. Perhitungan validasi Masukkan darah tikus ke dalam 9 tabung 250 µl Masukkan sulfametoksasol dengan kadar 50, 100, dan 300 µg/ml ke dalam 9 tabung reaksi berisi darah yang 250 µl, 3 tabung reaksi untuk tiap konsentrasi sulfametoksazol tambahkan ke dalam tiap tabung reaksi 2 ml TCA 5%, vortex selama 30 detik

11 Sentrifugasi selama 5 menit (2500 rpm) Ambil 1,5 ml supernatan, encerkan dengan 2 ml aquadest, vortex selama 30 detik Tambahkan 0,1 ml larutan NaNO 2 0,1 %, vortex 30 detik, diamkan 3 menit Tambahkan 0,2 ml larutan Ammonium sulfamat 0,5 %, vortex 30 detik, diamkan selama 2 menit Tambahkan 0,2 ml larutan N(1-naftil) etilendiamin 0,1 %, vortex 30 detik Ukur absorbansi pada 545 nm Hitung kadar sulfametoksazol terukur dengan persamaan kurva baku yang telah ditentukan Analisis Data Menentukan perolehan kembali, keslahan acak, dan kesalahan sistematik. Perolehan kembali (recovery) Hitung perolehan kembali dan keslahan sistematik untuk tiap besaran kadar Kesalahan acak V. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN a. Data Kurva Baku

12 Data Sampel Kadar Obat ( g/ml) Absorbansi Kurva Baku (y=bx+a) 0 0,176 Darah Tikus 25 0, , , , ,864 a = 0,195 b =1, r =0,8063 y= 1, x + 0,195 Keterangan: kadar 25 tidak terdeteksi (LOD) bisa diabaikan. Data Absorbansi Sampel Darah (Validasi) Data Sampel Darah tikus Kadar ( g/ml) Absorbansi Replikasi I Replikasi II Replikasi III 75 0,526 0,365 0, ,245 0,365 0, ,870 0,860 0,661 Perhitungan Larutan Stok V 1.M 1 =V 2.M 2 Keterangan: V 1 = Volume sulfametoksazol yang diambil (ml) V 2 = Volume labu takar (ml) M 1 = Konsentrasi/kadar sulfametoksazol stok ( g/ml) M 2 = Konsentrasi/kadar yang diinginkan ( g/ml)

13 Kadar stok sulfametoksasol= 1 mg/ml = 1000 g/ml a. Kadar 25 g/ml V 1.M 1 = V 2.M 2 V g/ml V 1 b. Kadar 50 g/ml = 5 ml. 25 g/ml = 0,125 ml = 125 l V 1.M 1 = V 2.M 2 V g/ml V 1 c. Kadar 100 g/ml = 5 ml. 50 g/ml = 0,25 ml = 250 l V 1.M 1 = V 2.M 2 V g/ml V 1 d. Kadar 200 g/ml = 5 ml. 100 g/ml = 0,5 ml = 500 l V 1.M 1 = V 2.M 2 V g/ml V 1 e. Kadar 400 g/ml = 5 ml. 200 g/ml = 1 ml V 1.M 1 = V 2.M 2 V g/ml V 1 = 5 ml. 400 g/ml = 2 ml Perhitungan Kadar Sampel Darah Tikus Kurva baku :y= 1, x + 0,195 a. Kadar 75 µg/ml Replikasi 1 y = 0,526 0,526 = 1, x + 0,195 0,331 = 1, x

14 x = 178,9189 g/ml Replikasi 2 y = 0,365 0,365 = 1, x + 0,195 0,17 = 1, x x = 91,8919 g/ml Replikasi 3 y = 0,389 0,389 = 1, x + 0,195 0,194 = 1, x x = 104,8649 g/ml Kadar Rata-Rata = (178, , ,8649) g/ml 3 = 125,2252 g/ml SD = 46,9503 Kesalahan acak(cv) = 46,9503 x 100% = 37,4927 % 125,2252 Perolehan Kembali (Recovery) = kadar terukur x 100% kadar diketahui Replikasi 1 = 178,9189 x 100% = 238,5585 % 75 Replikasi 2 = 91,8919 x 100% = 122,5225 % 75 Replikasi 3 = 104,8649 x 100% = 139,8199 % 75 Rata-Rata Recovery= (238,5585 % + 122,5225 %+ 139,8199 %)= 166,9670 % 3

15 Kesalahan Sistemik = 100% - recovery Replikasi 1 = 100% - 238,5585 % = -138,5585 % Replikasi 2 = 100% - 122,5225 % = -22,5225 % Replikasi 3 = 100% - 139,8199 % = -39,8199 % Rata-rata kesalahan sistemik = -(138,5585 % + 22,5225 % + 39,8199 %) 3 = -66,9670 % b. Kadar 150 µg/ml Replikasi 1 y = 0,245 0,245 = 1, x + 0,195 0,05 = 1, x x = 27,0270 g/ml Replikasi 2 y = 0,365 0,365 = 1, x + 0,195 0,17 = 1, x x = 91,8919 g/ml Replikasi 3 y = 0,391 0,391 = 1, x + 0,195 0,196 = 1, x x = 105,9459 g/ml Kadar Rata-Rata = (27, , ,9459) g/ml 3 = 74,9549 g/ml SD = 42,0974 Kesalahan acak (CV) = 42,0974 x 100% = 56,1636 % 74,9549

16 Perolehan Kembali (Recovery) = kadar terukur x 100% kadar diketahui Replikasi 1 = 27,0270 x 100% = 18,0180 % 150 Replikasi 2 = 91,8919 x 100% = 61,2613 % 150 Replikasi 3 = 105,9459 x 100% = 70,6306 % 150 Rata-Rata Recovery= (18,0180 % + 61,2613 % + 70,6306 %) = 49,9700 % 3 Kesalahan Sistemik = 100% - recovery Replikasi 1 = 100% - 18,0180 % = 81,9820 % Replikasi 2 = 100% - 61,2613 %= 38,7387 % Replikasi 3 = 100% - 70,6306 % = 29,3694 % Rata-rata kesalahan sistemik = 81,9820 % + 38,7387 % + 29,3694% 3 = 50,0300 % c. Kadar 300 µg/ml Replikasi 1 y = 0,870 0,870 = 1, x + 0,195 0,675 = 1, x x = 364,8649 g/ml Replikasi 2 y = 0,860 0,860 = 1, x + 0,195 0,665 = 1, x x = 359,4595 g/ml

17 Replikasi 3 y = 0,661 0,661 = 1, x + 0,195 0,466 = 1, x x = 251,8919 g/ml Kadar Rata-Rata = (364, , ,8919) g/ml 3 = 325,4054 g/ml SD = 63,7219 kesalahan acak (CV) = 63,7219 x 100% = 19,5823 % 325,4054 Perolehan Kembali (Recovery) = kadar terukur x 100% kadar diketahui Replikasi 1 = 364,8649 x 100 % = 121,6216 % 300 Replikasi 2 = 359,4595 x 100 % = 119,8198 % 300 Replikasi 3 = 251,8919 x 100 % = 83,9640 % 300 Rata-Rata Recovery= (121, , ,9640) % 3 = 108,4685 % Kesalahan Sistemik = 100% - recovery Replikasi 1 = 100% - 121,6216 % = -21,6216 % Replikasi 2 = 100% - 119,8198 % = -19,8198 % Replikasi 3 = 100% - 83,9640 % = 16,0360 % Rata-rata kesalahan sistemik = -21,6216 % + (-19,8198%) + 16,0360 %

18 3 VI. PEMBAHASAN = -8,4685 % Pada praktikum ini bertujuan untuk memahami langkah-langkah analisis obat dalam caiiran hayati. Cairan hayati yang digunakan adalah darah. Darah yang digunakan adalah darah tikus. Dan obat yang digunakan adalah sulfametoksazol. Metode yang digunakan adalah metode Bratton-Marshall. Untuk menguji ketepatan dan ketelitian metode yang digunakan, ditetapkan beberapa parameter statistika yaitu recovery dan kesalahan sistematik sebagai parameter ketelitian, serta standar deviasi dan kesalahan acak sebagai parameter ketepatan. Cairan hayati yang digunakan sebagai media obat adalah darah. Digunakan darahkarena darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai dalam proses absorpsi dan distribusi baik ke jaringan target maupun ke organ eliminasi, sehingga kadar obat di dalam sirkulasi sistemik ini paling mencerminkan kadar obat sebenarnya di dalam badan. Selain itu, bentuk obat pada umumnya tidak berubah, merupakan senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi. Karena itu, penetapan kadar obat pada cuplikan darah akan memberikan suatu indikasi langsung berapa kadarnya yang mencapai sirkulasi. Obat yang dianalisis dalam praktikum ini ialah sulfametoksazol. Struktur sulfametoksazol : C 10 H 11 N 3 O 3 S BM 253,28 Nama lain Pemerian : N 1 -(5-metil-3-isoksazolil)sulfanilamida : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih; praktis tidak berbau.

19 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam kloroform; mudah larut dalam aseton dan dalam larutan natrium hidroksida encer; agak sukar larut dalam etanol (Anonim, 1995) Sulfametoksazol merupakan derivat dari Sulfisoxasol yang mempunyai absorbsi dan ekskresi yang lebih lambat. Bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam NaOH encer. Dari sifat-sifat itu, larutan obat ini dibuat dengan melarutkan terlebih dahulu SMZ dalam NaOH kemudian diencerkan dengan menggunakan aquadest hingga konsentrasi yang dikehendaki. Obat ini biasa digunakan dalam bentuk sediaan tablet, injeksi, suspensi, tetes mata, dan salep mata. Waktu paruh plasma Sulfametoksazol adalah 11 jam. Sulfametoksazol: absorbsi dalam saluran cerna cepat dan sempurna dan ± 20 G terikat oleh protein plasma. Dalam darah, obat terdapat dalam bentuk terasetilasi. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 4 jam setelah pemberian secara oral, dengan waktu paro jam. Dosis oral awal 2 g diikuti lagi 2-3 dd sampai infeksi terjadi. Fungsi: untuk infeksi sistemik, untuk infeksi saluran seni. Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini ialah metode Bratton-Marshall. Metode ini didasarkan pada prinsip kalorimetri yaitu terbentuknya senyawa berwarna yang intensitasnya dapat ditentukan secara spektrofotometri visibel. Metode ini melalui 3 tahap yaitu : 1. Pembentukan Senyawa Diazo Salah satu syarat reaksi diazotasi adalah senyawa harus memiliki gugus amina aromatik primer. Sulfametoksazol memiliki struktur standar amina aromatik primer, sehingga reaksi diazotasi dapat berlangsung. Dengan reaksi sebagai berikut:

20 + NaNO2 TCA + H 2 O (garam diazonum dari sulfametoksazol) 2. Penghilangan sisa asam nitrit dengan penambahan asam sulfamat Pada proses terbentuknya garam diazonium yang dihasilkan dari reaksi antara amina aromatik primer dengan asam Nitrit (HNO 2 ) yang berasal dari natrium nitrit, pada tahap ini terjadi kelebihan asam nitrit yang harus di hilangkan dengan penambahan asam sulfamat, karena kalau tidak dihilangkan, senyawa yang sudahberwarna akan dirusak (dioksidasi) oleh asam nitritsehingga kembali lagi menjadi tidak berwarna. Reaksi penghilangan sisa asma nitrit sebagai berikut: HNO 2 + HSO3NH2 N 2 + H2SO4 + H2O 3. Pengkoplingan garam diazonium-ned Pada proses ini, garam diazonium yang sudah terbentuk segera direaksikan dengan reagen kopling membentuk senyawa kopling yang memiliki gugus kromofor yang lebih panjang sehingga dapat dideteksi oleh spektrofotometri UV-Vis. Reagen kopling yang khas dalam metode Bratton-Marshall adalah N-(1- Naftil) etilen diamin (NED).Dengan demikian pergeseran bathokromik sehingga λ lebih panjang, sementara intensitas warnanya lebih tajam. Hasilnya senyawa menjadi lebih mudah dideteksi oleh spektrofotometriuv-vis. Penetapan kadar obat dalam darah tikus Sebelum memulai penetapan, dilakukan pengambilan sampel darah. Sampel darah yang diambil adalah sampel darah tikus. Saat pengambilan, tikus dimasukkan ke dalam penahan

21 gerak. Darah diambil dari vena ophtalmicus yang terletak di sudut mata tikus. Daerah yang keluar segera ditampung dalam eppendorf. Sebelumnya eppendorf telah diberi sedikit heparin (5 tetes). Heparin digunakan untuk mencegah koagulasi darah tikus. Apabila terjadi koagulasi, pada saat disentrifugasi maka yang keluar adalah serum bukan plasma darah. Plasma darah adalah sampel yang dibutuhkan karena sulfametoksazol berikatan dengan protein plasma bukan serum di dalam darah. Langkah pertama dalam penetapan kadar obat dalam darah tikus adalah dilakukan pembuatan kurva baku dari darah tikus. Untuk itu, dibuat seri kadar larutan sulfametoksazol kadar 0, 25, 50, 100, 200, dan 400 μg/ml. Seri kadar ini dibuat dengan cara mengencerkan larutan stok (sulfametoksazol) dengan aquadest hingga 100 ml. Pengenceran dilakukan sesuai rumus V 1 M 1 = V 2 M 2. Setelah larutan siap, masing masing larutan sulfametoksazol berbagai kadar diambil 250 μl dan ditempatkan pada tabung reaksi. Pada masing masing tabung reaksi berisi sulfametoksazol ditambahkan 250 μl darah tikus. Tabung lalu digojog ringan agar homogen. Setelah merata, ke dalam tabung reaksi ditambahkan asam TCA (Trikloroasetat) 10% sebanyak 2 ml. Tujuan dari penambahan TCA ini adalah untuk mendenaturasi protein dalam darah tanpa memecah protein menjadi asam amino penyusunnya. Dengan pemberian TCA, maka protein akan mengendap dan memisah dengan plasma darah. TCA juga digunakan untuk memberikan suasana asam yang dibutuhkan untuk proses reaksi kimia diazotasi sehingga dapat diketahui kadar sulfametoksazol sebenarnya. Kondisi asam yang diberikan TCA juga mampu menghentikan enzim pemetabolisme obat dalam darah. Untuk memaksimalkan kerja TCA, TCA perlu dihomogenkan ke seluruh campuran. Untuk menghomogenkannya, dilakukan vortexing selama kurang lebih 30 detik. Langkah selanjutnya adalah melakukan sentrifugasi campuran. Seluruh campuran, disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Proses sentrifugasi ini akan memisahkan bagian padat (protein) darah dengan plasma darah yang berupa cairan. Plasma darah akan tampak sebagai supernatan bening di bagian atas tabung reaksi. Supernatan bening ini mengandung sejumlah sulfametoksazol yang tidak ikut mengendap bersama protein darah. Setelah itu, diambil 1, 5 ml supernatan secara hati hati, agar tidak ada endapan yang ikut

22 terambil. Supernatan yang bebas endapan merupakan obat bebas dari protein plasma, sedangkan obat yang terikat pada protein plasma tidak aktif secara farmakologis dan tidak memiliki efek terapetik. Supernatan lalu dimasukkan ke tabung reaksi bersih dan diencerkan dengan 2 ml akuades. Supernatan yang telah diencerkan kemudian ditambahkan larutan NaNO 2 0,1 % sebanyak 0,1 ml, lalu didiamkan selama 3 menit. Dengan adanya ion NO - 2 dari NaNO 2 dan ion H + dari TCA maka terbentuklah asam hipotetik HNO 2. HNO 2 akan bereaksi dengan amina aromatis yang dimiliki oleh sulfametoksazol sehingga membentuk garam diazonium dan memnyebabkan perpanjangan ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) sehingga dapat dibaca absorbansinya. Selanjutnya, ditambahkan 0,2 ml larutan ammonium sulfamat 0,5 % ke masing masing tabung reaksi. Ammonium sulfamat akan menghilangkan kelebihan HNO 2, karena HNO 2 berlebih akan merusak senyawa yang terbentuk. Hilangnya HNO 2, ditandai dengan tidak adanya gelembung N 2 yang dapat mengganggu analisis. Reaksinya adalah HNO 2 + H 2 NSO 3 H H 2 SO 4 + H 2 O + N 2 Setelah 2 menit, campuran ditambahkan N(1-naftil)etilendiamin (NED) 0,1% sebanyak 0,2 ml. Penambahan NED ini ditujukan untuk menimbulkan reaksi kopling yang menyempurnakan reaksi diazotasi sebelumnya. Campuran ini lalu diletakkan di tempat gelap selama 5 menit untuk menyempurnakan reaksi. Setelah 5 menit, absorbansi masing masing campuran dibaca menggunakan spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan adalah 525 nm dan digunakan blangko darah dengan kadar 0. Panjang gelombang 545 nm dipilih karena memiiki sensitivitas tinggi, dimana dengan perubahan sedikit kadar dapat menyebabkan perubahan absorbansi yang besar. Setelah semua campuran dibaca aborbansinya, dibuat persamaan kurva baku menggunakan regresi linier. Berdasarkan daa yang diperoleh, maka persamaan kurva bakunya adalah: y = 1, x + 0,195 Dalam percobaan ini juga dibutukan validasi data. Untuk itu, dibuat larutan sulfametoksazol dengan kadar 75, 100 dan 300 μg/ml. Cara pembuatan dan perlakuan larutan seri sama dengan pembuatan larutan untuk kurva baku. Setelah larutan siap, larutan dibaca absorbansinya pada λ = 525 nm. Proses validasi ini direplikasi sebanyak 2 kali. Data absorbansi

23 hasil pembacaan kemudiaan dimasukkan kembali ke persamaan kurva baku dan didaptkan hasil kadar terukur sebagai berikut. Kadar Diketahui(μg/ml) Replikasi Absorbansi Kadar Terukur I 0, ,9189 II 0,365 91,8919 III 0, ,8649 I 0,245 27,0270 II 0,365 91,8919 III 0, ,9459 I 0, ,8649 II 0, ,4595 III 0, ,8919 Kadar Rata - Rata (μg/ml) 125, , ,4054 Nilai Perolehan Kembali (PK) / Recovery Nilai perolehan kembali menunjukkan efisiensi dari analisis yang dilakukan. Semakin tinggi nilai recovery maka semakin tinggi akurasi dan efisiensi analisis. Recovery yang baik berada dalam rentang kadar 75 90%. Nilai perolehan kembali sampel darah tikus: Kadar 75 μg/ml = 166,9670 % Kadar 150 μg/ml = 49,9700 % Kadar 300 μg/ml = 108,4685 % Dari hasil diatas, dapat terlihat bahwa nilai Recovery dari kadar 150 μg/ml kurang dari 75% (<75%), menunjukkan bahwa nilai akurasi dan efisiensi analisisnya rendah. Recovery dari kadar 75 μg/ml dan 300 μg/ml melebihi 90% (> 90%), hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: senyawa endogen atau metabolit yang ikut terukur. Kemungkinan disebabkan karena terdapat molekul-molekul pengganggu atau protein dalam darah yang dapat meningkatkan nilai absorbansi pada saat pengambilan supernatan ketidaktelitian praktikan dalam penambahan analit ataupun larutan pereaksi. kesalahan praktikan dalam penetapan blanko saat pembacaan absorbansi

24 Untuk menghindari kesalahan dalam parameter nilai perolehan kembali / recovery dapat dilakukan : Sentrifugasi yang dilakukan harus mampu mengendapkan protein plasma dan tidak menyebabkan hemolisis, untuk sampel darah, yaitu pecahnya sel darah merah sehingga komponen-komponen intrasel keluar tercampur dalam plasma sehingga tidak menggangu proses absorbansi sampel. Saat pengambilan supernatan hasil sentrifugasi, jangan sampai endapan ikut terambil. Pengukuran sampel ataupun larutan harus tepat. Nilai Kesalahan Sistematik Nilai kesalahan sistematik menunjukkan ketelitian atau akurasi metode yang digunakan. Nilai kesalahan sistematik seharusnya < 10% agar hasil dapat dikatakan teliti atau akurat. Kesalahan ini bersifat konstan dan mengakibatkan penyimpangan tertentu dari rata-rata. Nilai kesalahan sistematik pada percobaan sampel darah tikus: Kadar 75 μg/ml = -66,9670 % Kadar 150 μg/ml = 50,0300 % Kadar 300 μg/ml = -8,4685 % Dari hasil perhitungan, nilai kesalahan sistematik tidak ada yang < 10%, sehingga dapat dikatakan hasil percobaan tidak teliti atau tidak akurat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesalahan sistemik antara lain: Kesalahan personel dan operasi. Dalam percobaan ini kemunkinan kesalahan pada ketidaktelitian praktikan dalam pengukuran volume sampel maupun reagen. Dapat diminimalisir dengan peningkatan ketrampilan analisis. Makin terampil, makin kecil kesalahan personel. Kesalahan alat dan pereaksi, dapat disebabkan oleh pereaksi yang kurang valid atau telah terkontaminasi atau pemakaian alat yang kurang tepat walaupun alatnya baik. Kesalahan metode, dapat disebabkan kesalahan pengambilan sampel dan kesalahan reaksi kimia yang tidak sempurna. Kemungkinan dalam percobaan ini reaksi diazotasi

25 belum sempurna, yaitu masih adanya gelembung udara saat pengukuran absorbansi sehingga mempengaruhi serapan. Nilai Kesalahan Acak / Coefficient Varian (CV) Kesalahan acak merupakan tolok ukur inprecision suatu analisis, dan dapat bersifat positif atau negative. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi. Kesalahan acak menunjukkan presisi atau ketepatan suatu analisis. Kesalahan acak pada percobaan seharusnya kurang dari 10 % agar dapat dikatakan presisi atau akurat. Nilai kesalahan acak pada percobaan sampel darah tikus: Kadar 75 μg/ml = 37,4927 % Kadar 150 μg/ml = 56,1636 % Kadar 300 μg/ml = 19,5823 % Dari hasil diatas, dapat terlihat bahwa nilai kesalahan acak semua kadar melebihi 10%. Dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa percobaan pada semua kadar yang dilakukan tidak presisi dan tidak memenuhi syarat. Kesalahan ini umumnya disebabkan masalah pengukuran berulang dan alat yang digunakan kurang sensitif. Selain itu pada pengukuran saat praktikum juga terjadi kesalahpahaman saat penetapan blangko spektrofotometri sehingga mempengaruhi nilai pembacaan absorbansi. Dari keseluruhan nilai parameter yang diujikan, sensitivitas, akurasi maupun presisinya rendah. Banyak kemungkinan faktor penyebabnya baik dari praktikan, cara pengerjaan, alat maupun metode yang digunakan. Untuk menghindari kesalahan dalam parameter nilai perolehan kembali / recovery dapat dilakukan : Sentrifugasi yang dilakukan harus mampu mengendapkan protein plasma dan tidak menyebabkan hemolisis, untuk sampel darah, yaitu pecahnya sel darah merah sehingga komponen-komponen intrasel keluar tercampur dalam plasma sehingga tidak menggangu proses absorbansi sampel. Saat pengambilan supernatan hasil sentrifugasi, jangan sampai endapan ikut terambil.

26 Pengukuran sampel ataupun larutan harus tepat. VII. KESIMPULAN 1. Cairan hayati yang digunakan dalam percobaan ini adalah darah tikus. 2. Obat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sulfametoksazol. 3. Metode yang digunakan yaitu prosedur penetapan kadar Brattan Marshall yang telah dimodifikasi. 4. Data yang di peroleh dari percobaan Analisis Obat dalam Cairan Hayati adalah sebagai berikut : CAIRAN HAYATI KADAR rata-rata RECOVERY (%) KESALAHAN ACAK (%) rata-rata KESALAHAN SISTEMATIK (%) 75,0 37,4927 % Darah Tikus 150,0 56,1636 % 300,0 19,5823 % 5. Berdasarkan percobaan, metode Bratton-Marshal yang telah dimodifikasi, secara keseluruhan belum memenuhi persyaratan accuracy, presition dan efficiency, serta alat yang digunakan kurang memenuhi syarat sensitivitas. 6. Kesalahan yang terjadi pada percobaan kemungkinan disebabkan karena kesalahan metodik,kesalahan operatif, maupun kesalahan instrumental. VIII. DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh, 2002, Perjalanan dan Nasib Obat Dalam Badan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Anief, Moh., 2002, Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

27 Anonim, 1979, Farmakope Indonesia,Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Donatus, Drs., Apt., 1989, Analisis Farmakokinetika, Bagian I, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Katzung Bertram, G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 8, Salemba Medika, Jakarta. Neal, M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta. Shargel, Leon, 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press, Surabaya. Siswandono, 2000, Kimia Medisinal, Airlangga University Press, Surabaya. Yogyakarta, 24 April 2013 Praktikan, 1. Jessica Anindita (FA/09178) 2. Farah Dwi Ningtyas (FA/09181) 3. Annis Iffa Majid (FA/09184) 4. Amalia Mufida (FA/09187) 5. Ezra Sarira (FA/09190)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR PERCOBAAN 3 ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR PERCOBAAN 3 ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR PERCOBAAN 3 ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI Disusun Oleh: Suci Baitul Sodiqomah (G1F013010) Feby Fitria Noor (G1F013012) Diyana Puspa Rini (G1F013014) Aliyah (G1F013016)

Lebih terperinci

TUGAS FARMAKOKINETIKA

TUGAS FARMAKOKINETIKA TUGAS FARMAKOKINETIKA Model Kompartemen, Orde Reaksi & Parameter Farmakokinetik OLEH : NURIA ACIS (F1F1 1O O26) EKY PUTRI PRAMESHWARI (F1F1 10 046) YUNITA DWI PRATIWI (F1F1 10 090) SITI NURNITA SALEH (F1F1

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 Suci Baitul Sodiqomah Feby Fitria Noor Diyana Puspa Rini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II PERCOBAAN V UJI PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS DALAM FARMAKOKINETIKA Disusun oleh : Kelas :

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II UJI PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SUATU OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA URIN DAN DARAH Disusun oleh : Kelas

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PROFIL FARMAKOKINETIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh Isnaini Definisi: Farmakologi: Kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PROFIL FARMAKOKINETIKA

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan nitrit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan nitrit digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan nitrit dan juga untuk menetapkan kadar nitrit dalam sosis bermerek yang beredar di Surakarta.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) NAMA PRODI : IKA WARAZTUTY DAN IRA ASTUTI : MAGISTER ILMU BIOMEDIK TGL PRATIKUM : 17 MARET 2015 TUJUAN

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Mesrida Simarmata (147008011) Islah Wahyuni (14700811) Tanggal Praktikum : 17 Maret 2015 Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Mesrida Simarmata (147008011) Islah Wahyuni (14700824) Tanggal Praktikum : 17 Maret 2015 Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jambu Biji ( Psidium guajava L. ) a. Sistematika tanaman : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga :

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri)

LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri) LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri) Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 17 Oktober 2013 Nama Mahasiswa : 1. Nita Andriani Lubis 2. Maya Anjelir Antika Tujuan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : T.M. Reza Syahputra Henny Gusvina Batubara Tgl Praktikum : 14 April 2016 Tujuan Praktikum : 1. Mengerti prinsip-prinsip

Lebih terperinci

1. Dapat mengerti prinsip-prinsip dasar mengenai teknik spektrofotometri (yaitu prinsip dasar

1. Dapat mengerti prinsip-prinsip dasar mengenai teknik spektrofotometri (yaitu prinsip dasar LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) NAMA PRODI : IKA WARAZTUTY DAN IRA ASTUTI : MAGISTER ILMU BIOMEDIK TGL PRATIKUM : 17 MARET 2015 TUJUAN

Lebih terperinci

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv LEMBAR PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin Tujuan Umum Menentukan parameter farmakokinetikasuatu obat dengan menggunakan data Turin Tujuan Khusus - Mahasiswa mampu menerapkan cara mendapatkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) BINAYANTI NAINGGOLAN ( )

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) BINAYANTI NAINGGOLAN ( ) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) NAMA : RAHMIWITA (157008005) Tanggal Praktikum : 14 April 2016 BINAYANTI NAINGGOLAN (157008008) Tujuan Praktikum 1. Mampu

Lebih terperinci

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). Lampiran 1. Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel Gambar 1. Sampel Brokoli Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). 45 Lampiran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 3 METABOLISME GLUKOSA TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI SISKA MULYANI (NIM: ) HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS / 4 Agustus 2016

LAPORAN PRAKTIKUM 3 METABOLISME GLUKOSA TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI SISKA MULYANI (NIM: ) HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS / 4 Agustus 2016 LAPORAN PRAKTIKUM 3 METABOLISME GLUKOSA TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI SISKA MULYANI (NIM: 157008009) HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS / 4 Agustus 2016 TEMPAT : LABORATORIUM TERPADU LANTAI 2 UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit utama di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi, yaitu 25,8% untuk usia 18 tahun (Riset Kesehatan Dasar, 2013), meskipun

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T Studi farmakokinetik Profil ADME obat baru Bentuk sediaan, besar dosis, interval pemberian dan rute pemberian HEWAN UJI

Lebih terperinci

A. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Glukosa Darah. B. Mulai Percobaan : Senin, 11 November 2013 C. Selesai Percobaan : Senin, 11 November 2013

A. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Glukosa Darah. B. Mulai Percobaan : Senin, 11 November 2013 C. Selesai Percobaan : Senin, 11 November 2013 A. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Glukosa Darah B. Mulai Percobaan : Senin, 11 November 2013 C. Selesai Percobaan : Senin, 11 November 2013 D. Tujuan : Menentukan kadar glukosa dalam darah. E. Dasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan 43 Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan Furosemida Sifat Fisikokimia Serbuk hablur berwarna putih s/d kekuningan dan tidak berbau Praktis tidak larut dalam air pka 3,9 Log P 0,74 Kelarutan 0,01 (mg/ml)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI Oleh Nina Puspitasari NIM I1A003009 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2005 Halaman Pengesahan ABSORBSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAHAN DAN CARA KERJA Serbuk teofilina anhidrida,

BAHAN DAN CARA KERJA Serbuk teofilina anhidrida, BAB I I BAHAN DAN CARA KERJA 1. BAHAN DAN ALAT. 1.1. Bahan. 1.1.1. Serbuk teofilina anhidrida, Sebagai baku digunakan serbuk teofilina anhidrida murni yang didapat dari P.T. Pharos Indonesia (dari Byk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI K E L O M P O K 4 PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI L/O/G/O www.themegallery.com Pend. Kimia Rombel 3 1 2 Vepy Iandasari 46 Gustiyani Eka. S 48 3 4 Anggun Dwi Astiningsih 49 Nurul Anggi Ayuningtias

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK PRAKTIKUM V PENETAPAN KADAR PROTEIN.

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK PRAKTIKUM V PENETAPAN KADAR PROTEIN. LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK PRAKTIKUM V PENETAPAN KADAR PROTEIN Hari/ Tanggal Percobaan : Selasa / 18 Mei 2010 Golongan/ Kelas : I / FKK 2010 Dosen Pembimbing : Muthi Ikawati,M,Sc.,Apt Asisten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase Plasma a. Kurva kalibrasi Persamaan garis hasil pengukuran yaitu : Dengan nilai koefisien relasi (r) = 0,998.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Parasetamol Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai parasetamol adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 2.1 Rumus Struktur Parasetamol Nama Kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI

Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI Lampiran.Hasil Orientasi Menentukan Eluen (Fase Gerak) dengan Menggunakan Alat KCKT.1. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium Diklofenak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Spektrofotometer UV-visibel (Genesys 10), cawan conway dengan penutupnya, pipet ukur, termometer, neraca analitik elektrik C-200D (Inaba Susakusho),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetik Sulfametoksazol Oral Dengan Data Darah Kelinci

Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetik Sulfametoksazol Oral Dengan Data Darah Kelinci Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetik Majalah Farmasi Airlangga, Vol.7 No.1, April 2009 19 Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetik Sulfametoksazol Oral Dengan Data Darah Kelinci Aniek Setiya B, Toetik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA DESKRIPSI MATA KULIAH Bab ini menguraikan secara singkat tentang ilmu farmakokinetik dasar yang meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Yuliandriani Wannur ( )

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Yuliandriani Wannur ( ) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Dinno Rilando (157008006) Tanggal Praktikum : 14 April 2016 Tujuan Praktikum : Yuliandriani Wannur (157008004)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Meutia Atika Faradilla ( )

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Meutia Atika Faradilla ( ) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Hadiyatur Rahma (147008004) Tanggal Praktikum : 10 Maret 2015 Tujuan Praktikum : Meutia Atika Faradilla (147008014)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UJI SENSITIVITAS PEREAKSI PENDETEKSI KUNING METANIL DI DALAM SIRUP SECARA SPEKTROFOTOMETRI CAHAYA TAMPAK Oleh: Novi Yantih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN. a. Nama Alat : Alat ukur nitrit untuk air bersih dan air minum berbasis

BAB IV PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN. a. Nama Alat : Alat ukur nitrit untuk air bersih dan air minum berbasis 41 BAB IV PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab 4 akan diuraikan pengujian dan pembahasan serta hasil dari percobaan alat dengan sampel. 4.1. Spesifikasi alat a. Nama Alat : Alat ukur nitrit untuk air bersih

Lebih terperinci

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI Oleh: RETNO WULANDARI K 100050119 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO

ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO Rifani Hutami Supardi 1), Sri Sudewi 1), Defny S. Wewengkang 1) 1) Program Studi Farmasi FMIPA

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu: PENDAHULUAN Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorbans suatu sampel yang dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai

Lebih terperinci

EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL

EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL Edy Suwarso 1, dan Dewi Nur Anggraeni 2 1) Departemen Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan 2) Fakultas

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan cairan tubuh manusia yaitu plasma secara in vitro. 3.2 Subyek Penelitian Subyek penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Validasi merupakan proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan metode rancangan eksperimental sederhana (posttest only control group design)

Lebih terperinci

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik)

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik) I. NOMOR PERCOBAAN : 6 II. NAMA PERCOBAAN : Penentuan Kadar Protein Secara Biuret III. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan jumlah absorban protein secara biuret dalam spektroskopi IV. LANDASAN TEORI : Protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan buku Martindale (Sweetman, 2009) sediaan tablet domperidone merupakan sediaan yang mengandung

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS I. Tujuan : 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar parasetamol dalam tablet menggunakan spektrofotometri uv-vis

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL. Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami

KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL. Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

Laporan Praktikum METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

Laporan Praktikum METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Laporan Praktikum METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 11 Oktober 2012 Nama Praktikan : Rica Vera Br. Tarigan dan Yulia Fitri Djaribun

Lebih terperinci