LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II"

Transkripsi

1 LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II PERCOBAAN V UJI PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS DALAM FARMAKOKINETIKA Disusun oleh : Kelas : C Golongan/Kelompok : IV / 3 Nama NIM Tanda Tangan Nur Ainin Sofia Mohd Zailani FA/09761 Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 10 November 2014 Dosen Jaga : Asisten Jaga : Asisten Koreksi : LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014

2 PERCOBAAN V PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI MODEL KOMPARTMEN SERTA PEMILIHAN DOSIS DALAM FARMAKOKINETIKA I. TUJUAN Agar mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan untuk pengukuran parameter farmakokinetik berdasarkan model kompartmen suatu obat. Agar mahasiswa mampu menggunakan dosis yang tepat untuk subyek uji. Agar mahasiswa mampu memperkirakan model kompartmen berdasarkan kurva semilogaritmatik kadar obat dalam plasma/darah lawan waktu. II. DASAR TEORI Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari penyerapan, penyaluran dan pengurangan obat. Deskripsi tentang penyaluran dan pengurangan obat sangat penting untuk merubah permintaan dosis pada individu dan kelompok pasien. Pada fase farmakokinetika, obat mengalami proses ADME yaitu absorpsi, distribusi, biotransformasi (metabolisme) dan ekskresi yang berjalan secara stimulant langsung atau tak langsung meliputi perjalanan suatu obat melintasi sel membrane (Shargel & Yu, 1988). Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bidang farmasi dan kedokteran, seperti untuk bidang farmakologi. Pertama kali, dengan penelitian farmakokinetika dapat dibantu diterangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya atau kedua-duanya. Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat penting artinya untuk menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan farmasetika, farmasi klinik, toksikologi dan kimia medisinal. Obat berada dalam suatu keadaan dinamik dalam tubuh. Dalam suatu sistem biologik peristiwa-peristiwa yang dialami obat sering terjadi secara serentak. Dalam menggambarkan sistem biologik yang kompleks tersebut, dibuat penyederhanaan anggapan mengenai pergerakan obat itu (Sriwidodo, 1985). Model farmakokinetik berguna untuk (Shargel & Yu, 1988): a) Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada berbagai pengaturan dosis b) Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual

3 c) Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dngan aktivitas farmakologi atau metabolit metabolit d) Menghibungakan kemungkinan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau toksikologik e) Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi f) Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi, distribusi dan eliminasi g) Menjelaskan interaksi obat Pada model dua kompartemen, tubuh dianggap terdiri atas dua kompartemen yaitu kompartemen sentral dan kompartemen perifer. Kompartemen sentral meliputi darah dan berbagai jaringan yang banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal dan kelenjarkelenjar endokrin. Obat tersebar dan mencapai kesetimbangan dengan cepat dalam kompartemen ini. Kompartemen perifer adalah berbagai jaringan yang kurang dialiri darah misalnya otot, kulit, dan jaringan lemak sehingga obat lambat masuk kedalamnya. Model dua kompartemen ini pada prinsipnya sama dengan model satu kompartemen, bedanya terdapat dalam proses distribusi karena adanya kompartemen perifer; eliminasi tetap dari kompartemen sentral (Oktavia, 2009). Model Farmakokinetik merupakan suatu hubungan matematik yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diperiksa.metode analisis kompartemental digunakan untuk memperkirakan dan menentukan secara kuantitatif apa yang terjadi terhadap obat sebagai fungsi waktu dari saat diberikan sampai waktu dimana obat tersebut sudah tidak ada lagi di dalam tubuh. Variabel dalam farmakokinetik terdapat dua macam, yaitu variabel tergantung dan variabel bebas. Dalam praktek parameter farmakokinetik tidak ditentukan secara langsung, tetapi ditentukan melalui percobaan dari sejumlah variabel tergantung dan bebas, yang secara bersama dikenal sebagai data. Melalui data dapat diperkirakan model farmakokinetik yang kemudian diuji kebenarannya dan selanjutnya diperoleh parameter-parameter farmakokinetiknya. Variabel bebas meliputi variabel interval dan variabel eksternal. Kedua variabel ini secara langsung mempengaruhi parameter primer, yang terdiri dari Ka (kecepatan absorpsi), Vd (volume distribusi) dan Cl (clearance). Parameter primer mempengaruhi parameter sekunder dan parameter turunan. Parameter sekunder terdiri dari T 1/2 (waktu paruh eliminasi) dan F eliminasi. Parameter turunan terdiri dari AUC (Area Under Curve), F oral dan Css (kadar obat dalam darah). Sehingga parameter primer, parameter sekunder dan parameter turunan merupakan variabel tergantung.

4 Parameter primer meliputi : 1. Ka (kecepatan absorpsi) Merupakan tetapan kecepatan absorpsi yang ditentukan oleh : a. Variabel internal Meliputi surface area (luas permukaan absorpsi), perfusi darah, kecepatan peristaltik usus dan kecepatan pengososngan lambung. b. Variable eksternal Meliputi sifat obat itu sendiri (lipofilik atau hidrofilik) dan makanan/minuman. 2. Vd (volume distribusi) Merupakan parameter yang menerangkan seberapa luas suatu obat terdistribusi dalam tubuh. Volume ini tidak bermakna faal atau tidak ada kaitannya dengan faal. Volume distribusi dipengaruhi oleh : a. Perfusi darah Yaitu seberapa cepat dan banyak obat masuk dalam darah. b. Lipofilitas obat c. Seberapa kuat obat terikat oleh protein plasma, protein darah maupun protein jaringan. 3. Cl (clearance/klirens) Merupakan parameter yang menerangkan pembersihan kandungan obat dalam suatu volume distribusi dalam satuan volume atau waktu (ml/menit, ml/jam, liter/jam). Parameter ini menunjukkan kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat. Cl = Cl hepar + Cl renal + Cl lain-lain Cl dapat berubah yang dapat disebabkan oleh : a. Kegagalan ginjal, b. Perubahan enzim, c. Aliran darah yang masuk organ eliminasi, d. Kekuatan organ/kapasitas organ eliminasi. Parameter sekunder meliputi : 1. T 1/2 eliminasi (waktu paruh eliminasi) Adalah waktu yang diperlukan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh menjadi separuhnya selama eliminasi dan merupakan parameter kedua setelah klirens.

5 2. F el (fraksi eliminasi) Merupakan fraksi dari dosis obat yang mencapai peredaran darah dalam bentuk aktif setelah eliminasi (bioavailibilitas). Jumlah parameter yang diperlukan untuk menggambarkan model bergantung pada kerumitan proses dan rute pemberian obat. Dalam praktek, terdapat suatu batasan pada jumlah data yang mungkin diperoleh. Bila jumlah parameter yang dinilai bertambah maka ketelitian penghitungan parameter ini menjadi lebih sulit. Agar parameter-parameter menjadi sahih, jumlah titik-titik data seharusnya selalu melebihi jumlah parameter dalam model. (Shargel & Yu, 1988). Macam-macam model kompartemen : a. Model Mammillary Model Mammillary merupakan model kompartemen yang paling umum digunakan dalam farmakokinetika. Model terdiri atas satu atau lebih kompartemen perifer yang dihubungkan ke suatu kompartemen sentral. Kompartemen sentral mewakili plasma dan jaringan-jaringan yang perfusinya tinggi dan secara cepat berkesetimbangan dengan obat. Model Mammillary dapat dianggap sebagai suatu sistem yang berhubungan secara erat, karena jumlah obat dalam setiap kompartemen dalam sistem tersebut dapat diperkirakan setelah obat dimasukkan ke dalam suatu kompartemen tertentu. Bila suatu obat diberikan secara IV, obat secara langsung masuk ke dalam kompartemen sentral. Eliminasi obat dari kompartemen sentral terjadi oleh karena organ-organ yang terlibat dalam eliminasi obat terutama ginjal dan hati, merupakan jaringan yang diperfusi secara baik. Tetapan laju dari farmakokinetika dinyatakan dengan huruf K. Kompartemen satu mewakili plasma atau kompartemen sentral, sedamgkan kompartemen dua mewakili kompartemen jaringan. Penggambaran model ini mempunyai tiga kegunaan, yaitu : o memungkinkan ahli farmakokinetika merumuskan persaman diferensial untuk menggambarkan perubahan konsentrasi obat dalam masing-masing kompartemen, o memberikan suatu gambaran nyata dari laju proses, dan o menunjukkan berapa banyak tetapan farmakokinetik yang diperlukan untuk menggambarkan proses secara memadai. 1 k Model 1. Model kompartemen satu terbuka, injeksi IV

6 Ka 1 K Model 2. Model kompartemen satu terbuka denagn absorpsi order kesatu 1 K12 2 K K21 Model 3. Model kompartemen dua terbuka, injeksi IV Ka K K K21 Model 4. Model kompartemen dua terbuka dengan absorpsi order kesatu B. Model Catenary Dalam farmakokinetika model mammillary harus dibedakan dengan macam model kompartemen yang lain yang disebut model catenary. Model Catenary terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain menjadi satu deretan kompartemen. Sebaliknya, model mammillary terdiri atas satu atau lebih kompartemen yang mengelilingi suatu kompartemen sentral seperti satelit. Oleh karena itu model catenary tidak dapat dipakai pada sebagia besar organ yang fungsional dalam tubuh yang secara langsung berhubungan dengan plasma, model ini digunakan tidak sesering model mammillary. Ka K12 K21 K K32

7 C. Model Fisiologi Model fisiologi juga dikenal sebagai model aliran darah atau model perfusi, merupakan model farmakokinetik yang didasarkan atas data anatomik dan fisiologik yang diketahui. Perbedaan utama antara model perfusi dan model kompartemen yang lazim adalah sebagai berikut. - Ia tidak dibutuhkan data yang tepat dalam model perfusi. Konsentrasi obat dalam berbagai jaringan diperkirakan melalui ukuran jaringan organ, aliran darah, dan melalui percobaan ditentukan perbandingan obat dalam jaringan darah (yakni partisi obat antara jaringan dan darah). - Aliran darah, ukuran jaringan dan perbandingan obat dalam jaringan darah dapat berbeda sehubungan dengan kondisi patofisiologik tertentu. Oleh karena itu, dalam model fisiologik pengaruh perubahan-perubahan ini terhadap distribusi obat harus diperhitungkan. - Model farmakokinetik dengan dasar fisiologik dapat diterapkan pada beberapa spesies, dan dengan beberapa data obat pada manusia dapat diekstrapolasikan. Jumlah kompartemen jaringan dalam suatu model perfusi berbeda-beda bergantung obatnya. Sebagai ciri khas, jaringan atau organ yang tidak ditembus obat dikeluarkan dari model ini. Dengan demikian organ-organ seperti otak, tulang-tulang, dan bagian-bagian lain sistem saraf pusat sering tidak dimasukkan dalam model karena hampir semua obat mempunyai daya tembus yang kecil ke dalam organ-organ tersebut. Makna yang nyata dari model fisiologik adalah dapat digunakannya model ini dalam memprakirakan farmakokinetik pada manusia dari data hewan. Besarnya berbagai organ tubuh atau jaringan, tingkat ikatan protein, kapasitas metaboisme obat, dan aliran darah pada manusia dan spesies lain seringkali telah diketahui atau dapat ditentukan. Jadi, parameterparameter, fisiologik dan anatomik dapat digunakan untuk memprakirakan efek obat pada manusia berdasar efek obat pada hewan. Waktu pengambilan obat dalam media cairan hayati (waktu sampling) dan perkiraan model kompartemen memiliki hubungan keterkaitan. Keterkaitan kedua faktor ini sedemikian rupa sehingga apabila terjadi kesalahan waktu pengambilan cuplikan, maka dapat menyebabkan kesalahan pula pada penentuan model kompartemen. Untuk menghindari kesalahan dalam penetapan model farmakokinetik, terutama untuk obat yang diberikan secara intravena, waktu sampling hendaknya dilakukan sedini mungkin sesudah pemberian obat. Untuk percobaan pendahuluan lama pengambilan cuplikan perlu diperhatikan. Jika sebagai cuplikan digunakan darah, pencuplikan dilakukan 3-5 kali T 1/2 eliminasi obat karena diasumsikan kadar obat yang dapat dianalisis pada waktu tersebut mencapai 90-95% kadar obat total. Jika digunakan urin, pencuplikan dilakukan 7-10 kali

8 T 1/2 eliminasi obat berdasarkan asumsi bahwa pada waktu tersebut kadar obat yang diekskresikan sudah mencapai 99% kadar obat total. Sedangkan pada percobaan pendahuluan sebaiknya waktu sampling dicari setelah pemberian intravena. Dalam waktu sampling perlu ditetapkan interval pengambilan dan lamanya waktu pengambilan sampling. Untuk hasil terbaik pada ektravaskuler, perlu diambil pada dua belas titik, yaitu tiga titik pada tiap tahap absorpsi, sekitar puncak, distribusi dan eliminasi, untuk model dua kompartemen. Sedangkan untuk model satu kompartemen, diambil pada sembilan titik yaitu tiga titik pada tiap tahap absorpsi, sekitar puncak dan eliminasi. Data yang diperoleh dari hasil percobaan pendahuluan tersebut selanjutnya digunakan untuk memperkirakan model kompartemen suatu obat dalam farmakokinetiknya, yaitu dengan memplotkan kadar obat dalam darah vs waktu pada kertas semilogaritma atau plot log kecepatan ekskresi (dde/dt) vs waktu pada kertas grafik normal jika digunakan data urin. Satu kompartemen Dua kompartemen INTRA VASKULER EKSTRA VASKULER

9 1.Model 1 kompartemen Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen tempat obat menyebar dengan seketika dan merata ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Model ini terlalu disederhanakan sehingga untuk kebanyakan obat kurang tepat. 2. Model 2 kompartemen Tubuh dianggap terdiri atas kompartemen sentral dan perifer. Kompartemen sentral terdiri dari darah dan berbagai jaringan yang banyak dialiri darah seperti jantung, hati ginjal dan kelenjar-kelenjar endokrin. Obat tersebar dan mencapai kesetimbangan dengan cepat. Komponen perifer adalah berbagai jaringan yang kurang dialiri darah misalnya otot, kulit, dan jaringan lemak, sehingga obat lambat masuk ke dalamnya. Model ini prinsipnya sama dengan model 1 kompartemen, bedanya hanya dalam proses distribusi karena adanya kompartemen perifer; eliminasi tetap dari kompartemen sentral. Model ini cocok untuk banyak obat. 3. Model 3 kompartemen Kompartemen perifer dibagi atas kompartemen perifer yang dangkal (kompartemen 2) dan kompartemen perifer yang dalam (kompartemen 3). Untuk perhitungan regimen dosis klinik, biasanya digunakan model 1 kompartemen untuk pemberian peroral dan kompartemen 2 untuk pemberian intravena. Pada pemberian bolus intravena, biasanya fase distribusi terlihat jelas (menandakan 2 kompartemen), sedangkan pada pemberian oral, fase distribusinya sering tertutup oleh fase absorpsi. Dalam model kompartemen terbuka, tubuh diasumsikan sebagai kompartemen terbuka, seluruh kompartemen badan dianggap sebagai kompartemen sentral. Dalam hal ini kompartemen sentral didefinisikan sebagai jumlah seluruh bagian tubuh (organ dan jaringan atau bagian lainnya) dimana kadar obat segera berada dalam kesetimbangan dengan yang ada dalam plasma/darah. Model dua kompartemen terbuka berarti badan diasumsikan terbagi menjadi dua bagian kompartemen yaitu kompartemen sentral dan kompartemen perifer. Kompartemen perifer merupakan jumlah seluruh bagian tubuh (organ dan jaringan atau bagian lainnya) kemana obat akhirnya akan menyebar tetapi tidak segera dalam kesetimbangan. Pemberian dosis harus diperhatikan karena berkaitan dengan salah satu syarat metode yaitu sensitifitas metode. Hal ini disebabkan karena besarnya dosis yang digunakan harus memungkinkan obat dapat terdeteksi. Di samping itu ada juga beberapa obat yang kinetikanya tergantung dari dosis sehingga harus ditetapkan jumlah dosis yang akan diberikan agar memperoleh efek terapeutik.

10 Pemilihan dosis dapat mengacu pada LD 50 obat yang akan diuji. Perbandingan harga LD 50 oral lawan intravena dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang absorbabilitas obat sebagai fungsi dari pemberian peroral. Jika informasi ini tidak tersedia dapat digunakan dosis awal 5-10 % dari LD 50 intravena.hal yang perlu diperhatikan adalah apakah metode analisis mendukung besaran dosis tersebut sehingga fase eliminasi kadar obat masih dapat dimonitor. Dosis awal ini kemudian dinaikkan menurut besaran tertentu untuk mendeteksi timbulnya kinetika tergantung dosis (dose dependent farmacocinetic). Untuk obat-obat yang mudah mengalami saturasi dalam sistem transportasi dan eliminasinya (misalnya fenitoin, warfarin, dan seftriakson), kenaikan nilai-nilai parameter kinetiknya (misalnya AUC, T 1/2 ) tidak sebanding dengan kenaikan dosis. Pemilihan dosis juga harus memperhatikan adanya fenomena kinetika yang tergantung dosis, yaitu fenomena yang menunjukkan adanya perubahan parameter farmakokinetika obat bila dosisnya berubah. Keadaan ini berkaitan dengan asumsi orde kinetika obat tersebut. Kinetika diasumsikan mengikuti orde nol bila menunjukkan fenomena tergantung dosis (dependent dose). Tapi bila parameter farmakokinetik obat tidak dipengaruhi oleh perubahan dosis (independent dose), maka dianggap mengikuti orde pertama. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan harga waktu paruh eliminasi (T 1/2 ) obat setelah pemberian beberapa dosis yang berbeda. Jika harga T 1/2 yang diperoleh berbeda akibat perbedaan dosis yang diberikan, maka kinetik obat tersebut menunjukkan fenomena tergantung dosis (dependent dose).

11 III. ALAT DAN BAHAN Alat Tabung reaksi/flakon Labu takar 5 ml Pipet volume 0,1; 0,2; 1; 2ml Mikropipet Pipet Tetes Spektrofotometer dan kuvet Skalpel/silet Sarung Tangan Tabung eppendorf Sentrifuge Stopwatch Vortex Alat Timbang Alat Injeksi Bahan Asan Trikloroasetat (TCA) Sulfametoksazol Akuades Heparin Darah tikus Darah kelinci Natrium Nitrit 0,1% Amonium Sulfamat 0,5% N(1-naftil)etilendiamin 0,1%

12 IV.CARA KERJA 1. Pembuatan kurva baku darah Dibuat seri kadar baku SMZ yaitu : 5,10,25,50,100 dan 200 g/ml dengan mengencerkan larutan SMZ 1,0 mg/ml menggunakan aquadest Diambillah masing-masing kadar SMZ diatas sebanyak 0,25 ml kemudian masukkan dalam tabung reaksi. Ditambah aquadest dan Tambahkan TCA 10% 0,2 ml lalu vortex dan disentifugasi 10 menit 2500rpm Ditambahkan nano 2 0,1% 0,1 ml dan diamkan selama 3 menit Ditambahkan ammonium sulfamat 0,5% 0,2 ml dan diamkan selama 2 menit Ditambahkan NED 0,1% 0,2 ml dan diamkan selama 5 menit Dibaca absorbansinya pada 545 nm pada spektrofotometer Dibuat persamaan kurva baku : absorbansi terkoreksi vs kadar Y=Bx + A 2. Penentuan Model Kompartemen Sulfametoksazol (SMZ) Kelinci ditimbang Dibersihkan bulu disekitar ekor Diambil 0,2 ml darah dari vena pada telinga kelinci untuk blangko Disuntuikkan SMZ secara peroral dengan dosis 75 mg/kg BB dan 150 mg/kgbb Diambil cuplikan (0,2 ml darah) 2 jam setelah penyuntikkan, yaitu : 5, 10,15, , 60, 75, 90, 120 Kadar SMZ diukur (metode Bratton-Marshall) yaitu: sampel + TCA 10% 0,2 ml, lalu divortex 30 detik kemudian sentrifuge 2500 rpm selama 10 menit Beningan diambil 0,2 ml, dimasukkan ke flakon bersih Ditambah NaNO 2 0,1% 0,5 ml lalu diamkan selama 3 menit Ditambah Ammonium sulfamat 0,5 % 0,5 ml lalu diamkan selama 2 menit Ditambah NED 0,1 % sebanyak 2 ml lalu diamkan selama 5 menit Dibaca absorbansi pada 545 nm dengan spektrofotometer Dibuat kurva waktu vs kadar ( dari persamaan kurva baku) dan dihitung parameter-parameter farmakokinetiknya Tentukan model kompartemen dan jadwal pencuplikan yang tepat

13 3. Analisa Data Dihitung kadar sulfametoksazol dalam tiap menit cuplikan menggunakan persamaan kurva baku Dibuat regresi linier ln Cp vs t fase eliminasi dan fase absorbsi Ditentukan model kompartemen menggunakan persamaan notary Dihitung parameter-parameter farmakokinetik = tmax, t 1/2, Cp max, Keliminasi, K absorbsi, Vd, Cl, AUC 0- Oktavia, RW., 2009, Pengaruh Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) Terhadap Farmakokinetika Parasetamol Yang Diberikan Bersama Secara Oral Pada Kelinci Jantan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah: Surakarta. Shargel, L., dan Yu, AB., 1988, Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan, Airlangga University Press: Surabaya.

TUGAS FARMAKOKINETIKA

TUGAS FARMAKOKINETIKA TUGAS FARMAKOKINETIKA Model Kompartemen, Orde Reaksi & Parameter Farmakokinetik OLEH : NURIA ACIS (F1F1 1O O26) EKY PUTRI PRAMESHWARI (F1F1 10 046) YUNITA DWI PRATIWI (F1F1 10 090) SITI NURNITA SALEH (F1F1

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II PERCOBAAN II UJI PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA SUATU OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA URIN DAN DARAH Disusun oleh : Kelas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1 SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA) Disusun oleh : Kelompok 2 Suci Baitul Sodiqomah Feby Fitria Noor Diyana Puspa Rini

Lebih terperinci

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T

SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T SISTEMATIKA STUDI FARMAKOKINETIK Y E N I F A R I D A S. F A R M., M. S C., A P T Studi farmakokinetik Profil ADME obat baru Bentuk sediaan, besar dosis, interval pemberian dan rute pemberian HEWAN UJI

Lebih terperinci

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Oleh Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh Isnaini Definisi: Farmakologi: Kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI

Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI Lampiran.Hasil Orientasi Menentukan Eluen (Fase Gerak) dengan Menggunakan Alat KCKT.1. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium Diklofenak

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PROFIL FARMAKOKINETIKA

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PROFIL FARMAKOKINETIKA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA DESKRIPSI MATA KULIAH Bab ini menguraikan secara singkat tentang ilmu farmakokinetik dasar yang meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang

Lebih terperinci

By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt.

By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt. By: Dr. Fatma Sri Wahyuni, Apt. 1. Bidang farmakologi a. Mekanisme kerja obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian eksperimental sederhana (posttest only control group

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL KOMPARTEMEN SATU TERBUKA : PEMBERIAN INTRAVENA BOLUS

BAB 3 MODEL KOMPARTEMEN SATU TERBUKA : PEMBERIAN INTRAVENA BOLUS Nama : Putri Windasari NIM : 12330083 BAB 3 MODEL KOMPARTEMEN SATU TERBUKA : PEMBERIAN INTRAVENA BOLUS PERTANYAAN PEMBELAJARAN 1. Seorang sukarelawan dengan berat badan 70 kg diberi antibiotika dosis intravena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan

Lebih terperinci

Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda

Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda Teuku Reza Auliandra Isma (13507035) 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv LEMBAR PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

PERCOBAAN II ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

PERCOBAAN II ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL PERCOBAAN II ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI Disusun oleh : 1. Jessica Anindita (FA/09178) ( ) 2. Farah Dwi Ningtyas (FA/09181) ( ) 3. Annis Iffa Majid

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan 4 Lampiran. Sertifikat Analisis Natrium diklofenak (PT. Dexa Medika) 43 Lampiran 3. Kerangka Pikir Penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter Simplisia

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

Pharmacokinetika for Oral Absorption. Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt

Pharmacokinetika for Oral Absorption. Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt Pharmacokinetika for Oral Absorption Nani Kartinah, S.Farm, M.Sc, Apt Introduction Pemberian obat secara ekstravaskular lebih rumit dibandingkan pemberian obat secara intravaskular. Terutama dalam pengaturan

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU ( Camellia sinensis ) TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU ( Camellia sinensis ) TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PENGARUH SEDUHAN TEH HIJAU ( Camellia sinensis ) TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI Oleh : RIRIN WULAN OKTAVIA K. 100 040 134 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Sertifikat analisis natrium diklofenak (PT. Dexa Medica) Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Sertifikat analisis natrium diklofenak (PT. Dexa Medica) Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat analisis natrium diklofenak (PT. Dexa Medica) 47 Lampiran 2. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan 48 Lampiran 3. Bunga, simplisia bunga pepaya jantan dan Serbuk simplisia bunga

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR PERCOBAAN 3 ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR PERCOBAAN 3 ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR PERCOBAAN 3 ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI Disusun Oleh: Suci Baitul Sodiqomah (G1F013010) Feby Fitria Noor (G1F013012) Diyana Puspa Rini (G1F013014) Aliyah (G1F013016)

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini

FARMAKOKINETIKA. Farmakologi. Oleh: Isnaini FARMAKOKINETIKA Oleh: Isnaini Farmakologi Interaksi bahan dgn sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses tubuh yang normal

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan 44 Lampiran 2. Bunga, simplisia bunga pepaya jantan dan Serbuk simplisia bunga pepaya jantan a. Bunga Pepaya Jantan b. Simplisia bunga pepaya jantan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI KOMPUTER DALAM STUDI PEMODELAN PARAMETER FARMAKOKINETIK

PENGEMBANGAN APLIKASI KOMPUTER DALAM STUDI PEMODELAN PARAMETER FARMAKOKINETIK PENGEMBANGAN APLIKASI KOMPUTER DALAM STUDI PEMODELAN PARAMETER FARMAKOKINETIK 1. Pendahuluan Aplikasi computer jenis ini merupakan aplikasi computer dalam penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia, terutama broiler saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa pemeliharaan broiler untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jambu Biji ( Psidium guajava L. ) a. Sistematika tanaman : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga :

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A AMINOGLIKOSIDA Senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat

Lebih terperinci

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya

Lebih terperinci

Pengaruh air kencur terhadap kinetika eliminasi kinidin pada kelinci

Pengaruh air kencur terhadap kinetika eliminasi kinidin pada kelinci Majalah Farmasi Indonesia, 14(4), 177 181, 2003 Pengaruh air kencur terhadap kinetika eliminasi kinidin pada kelinci The effect of extract Kaempferia galanga rhizomes on the elimination kinetics of quinidine

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIKA FA

FARMAKOKINETIKA FA FARMAKOKINETIKA FA 532520 BGPP - SAP disusun oleh Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt. Dewa Ayu Swastini, S.Farm., Apt. Rasmaya Niruri, S.Si., Apt. JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

PROFIL FARMAKOKINETIKA ASPIRIN PADA PLASMA TIKUS PUTIH JANTAN. Vidia Prajna Lakhsita, Islamudin Ahmad, Rolan Rusli

PROFIL FARMAKOKINETIKA ASPIRIN PADA PLASMA TIKUS PUTIH JANTAN. Vidia Prajna Lakhsita, Islamudin Ahmad, Rolan Rusli PROFIL FARMAKOKINETIKA ASPIRIN PADA PLASMA TIKUS PUTIH JANTAN Vidia Prajna Lakhsita, Islamudin Ahmad, Rolan Rusli 1 Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian Farmaka Tropis, Fakultas Farmasi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN CARA KERJA Serbuk teofilina anhidrida,

BAHAN DAN CARA KERJA Serbuk teofilina anhidrida, BAB I I BAHAN DAN CARA KERJA 1. BAHAN DAN ALAT. 1.1. Bahan. 1.1.1. Serbuk teofilina anhidrida, Sebagai baku digunakan serbuk teofilina anhidrida murni yang didapat dari P.T. Pharos Indonesia (dari Byk

Lebih terperinci

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin Tujuan Umum Menentukan parameter farmakokinetikasuatu obat dengan menggunakan data Turin Tujuan Khusus - Mahasiswa mampu menerapkan cara mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN YANG DIBERIKAN SECARA BERSAMAAN DENGAN JUS JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI Oleh: RETNO WULANDARI K 100050119 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari ketepatan rancangan aturan dosis yang diberikan. Rancangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

Lebih terperinci

PENGARUH PERASAN BUAH MANGGA TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PENGARUH PERASAN BUAH MANGGA TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PENGARUH PERASAN BUAH MANGGA TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI oleh : AMINARY WAHYU PAKARTI K 100 040 118 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang

Lebih terperinci

PENENTUAN PROFIL FARMAKOKINETIKA DEKSAMETASON PADA KELINCI (Oryctolagus cuniculus)

PENENTUAN PROFIL FARMAKOKINETIKA DEKSAMETASON PADA KELINCI (Oryctolagus cuniculus) PENENTUAN PROFIL FARMAKOKINETIKA DEKSAMETASON PADA KELINCI (Oryctolagus cuniculus) SKRIPSI OLEH: MIRNAWATY NIM 091524071 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan 43 Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan Furosemida Sifat Fisikokimia Serbuk hablur berwarna putih s/d kekuningan dan tidak berbau Praktis tidak larut dalam air pka 3,9 Log P 0,74 Kelarutan 0,01 (mg/ml)

Lebih terperinci

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika) Apa yang terjadi pada obat setelah masuk ke tubuh kita? Pharmacokinetics: science that studies routes of administration, absorption* and distribution*, bioavailability,

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH Biofarmasetika & Oleh : Dr. Muslim Suardi, MSi, Apt Prof. Dr. Henny Lucida, Apt Drs. Salman, MSi, Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetik Sulfametoksazol Oral Dengan Data Darah Kelinci

Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetik Sulfametoksazol Oral Dengan Data Darah Kelinci Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetik Majalah Farmasi Airlangga, Vol.7 No.1, April 2009 19 Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetik Sulfametoksazol Oral Dengan Data Darah Kelinci Aniek Setiya B, Toetik

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN JUS PISANG AMBON (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN JUS PISANG AMBON (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN JUS PISANG AMBON (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK TEOFILIN PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI Oleh : LISA YULIANA HANDAYANI K 100.050.136 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT

PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT PENDAHULUAN YENI FARIDA M.SC., APT KONTRAK BELAJAR Mahasiswa 4S (Senyum Semangat Sopan SAntun) Pakaian sopan dan rapi, kemeja berkerah, dan bersepatu HP silent, tidak diperkenankan smsan ato OL saat kelas

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

Farmakokinetika Klinis. Azizah Nasution

Farmakokinetika Klinis. Azizah Nasution Farmakokinetika Klinis Azizah Nasution 2015 USU Press Art Design, Publishing & Printing Gedung F Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan, Indonesia Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737 Kunjungi kami di:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan metode rancangan eksperimental sederhana (posttest only control group design)

Lebih terperinci

PENGARUH JUS BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK SIMETIDIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

PENGARUH JUS BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK SIMETIDIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) PENGARUH JUS BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK SIMETIDIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) Siti Julaicha, Adam M. Ramadhan, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

SKRIPSI. oleh : MARLIA NURITA K

SKRIPSI. oleh : MARLIA NURITA K PENGARUH SEDIAAN MADU BUNGA KELENGKENG (Nephelium longata L) TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI oleh : MARLIA NURITA K 100 040 117 FAKULTAS

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50)

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) 1. Tujuan percobaan Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah : a. Untuk mengetahui dosis suatu obat yang menimbulkan kematian 50% dari hewan percobaan. b. Untuk

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : NOVIANA WULANSARI K

SKRIPSI. Oleh : NOVIANA WULANSARI K PENGARUH PERASAN BUAH APEL (Maulus domestica Borkh) FUJI RRC TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN SKRIPSI Oleh : NOVIANA WULANSARI K.100.040.122 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

PENGARUH PRAPERLAKUAN PREDNISON TERHADAP BIOAVAILABILITAS TEOFILIN PADA TIKUS WISTAR JANTAN

PENGARUH PRAPERLAKUAN PREDNISON TERHADAP BIOAVAILABILITAS TEOFILIN PADA TIKUS WISTAR JANTAN PENGARUH PRAPERLAKUAN PREDNISON TERHADAP BIOAVAILABILITAS TEOFILIN PADA TIKUS WISTAR JANTAN Dimas Adhi Pradana*, Farida Hayati, Elok Atiqoh Farmasi Universitas Islam Indonesia *email : adhi_pradana85@yahoo.com

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Mesrida Simarmata (147008011) Islah Wahyuni (14700811) Tanggal Praktikum : 17 Maret 2015 Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI CARA PEMBERIAN OBAT DISUSUN UNTUK MEMENUHI LAPORAN MATA KULIAH FARMAKOLOGI Disusun oleh : Bella Sakti Oktora (12010012) Darma Wijaya (120100 ) Fuji Rahayu (12010030) S-1 FARMASI

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK FKK (SEMESTER GENAP 2010)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK FKK (SEMESTER GENAP 2010) Tanggal : 05 Maret 2010 LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK FKK (SEMESTER GENAP 2010) Golongan : III Nama/NIM : 1. Hivo Grashia Leony FA/08103 2. Candra Dwipayana H FA/08104 3. Amelinda Nurjayanti FA/08123

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK PERCOBAAN I PENETAPAN KADAR KREATININ

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK PERCOBAAN I PENETAPAN KADAR KREATININ LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS KLINIK PERCOBAAN I PENETAPAN KADAR KREATININ Hari/ Tanggal Percobaan : Selasa/ 02 Maret 2010 Golongan/ Kelas : I/ FKK 2008 Dosen Jaga : Dr. Edy Meiyanto, M.Si, Apt Asisten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar Superoksida Dismutase (SOD) dan Malondialdehide (MDA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi BAB V PEMBAHASAN A. Uji Tekanan Darah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi larutan NaCl 8%, didapatkan hasil berupa penurunan rerata tekanan darah sebelum dan sesudah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Mesrida Simarmata (147008011) Islah Wahyuni (14700824) Tanggal Praktikum : 17 Maret 2015 Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri)

LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri) LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri) Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 17 Oktober 2013 Nama Mahasiswa : 1. Nita Andriani Lubis 2. Maya Anjelir Antika Tujuan

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji BAB 3 PERCOBAAN Alat, bahan, dan hewan uji yang diperlukan dalam percobaan dijelaskan dalam bab ini. Prosedur yang dilakukan meliputi penyiapan bahan tanaman, pembuatan jus, orientasi pembuatan model tikus

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL 2015 2016 PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT Hari / Jam Praktikum : Selasa, Pukul 13.00 16.00 WIB Tanggal Praktikum : Selasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

PENGARUH PROPILENGLIKOL DALAM SEDIAAN GEL TERHADAP ABSORPSI PERKUTAN SULFASOMIDINA

PENGARUH PROPILENGLIKOL DALAM SEDIAAN GEL TERHADAP ABSORPSI PERKUTAN SULFASOMIDINA fovita r T ' V _ 3 P i f SKRIPSI SUSY SUZANNA MAKARE PENGARUH PROPILENGLIKOL DALAM SEDIAAN GEL TERHADAP ABSORPSI PERKUTAN SULFASOMIDINA f f f q o FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 1990 PENGARUH PROPILENGLIKOL

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( ) DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI (12330713) PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan sampel ini dilaksanakan di Pasar modern Kota Gorontalo dan

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan sampel ini dilaksanakan di Pasar modern Kota Gorontalo dan 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi penelitian BAB III METODE PENELITIAN Pengambilan sampel ini dilaksanakan di Pasar modern Kota Gorontalo dan pengujiannya di laksanakan di Labaoratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PENGARUH JUS BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) TERHADAP PROFIL FARMAKOKINETIK PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR OLEH : EKA ELDHA YUNANDA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI/TERAPI KEDOKTERAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI Oleh Nina Puspitasari NIM I1A003009 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2005 Halaman Pengesahan ABSORBSI

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu merepresentasikan aktivitas hipoglikemik yang dimiliki buah tin (Ficus carica L.) melalui penurunan kadar glukosa

Lebih terperinci

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN Tanggal Praktikum : Jumat, Oktober 010 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat, 9 Oktober 010 Disusun oleh Nama : Annisa Hijriani Nim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona Muricata L.) terhadap kadar enzim transaminase (SGPT dan SGOT) pada mencit (Mus musculus)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian pre and post test with control group

Lebih terperinci