BAB I PENDAHULUAN. produksi sehingga dapat meningkatkan kualitas, kenyamanan, produktivitas, serta

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi proses produksi. Proses produksi merupakan hal yang sangat penting pada perusahaan manufaktur, oleh sebab itu perlu adanya pengaturan dan pengawasan secara terusmenerus. Penciptaan lingkungan kerja yang baik akan mempengaruhi proses produksi sehingga dapat meningkatkan kualitas, kenyamanan, produktivitas, serta keamanan kerja. Salah satu alat dari konsep lean untuk pengaturan lingkungan kerja yaitu teknik 5S yang telah secara luas diterapkan di Jepang. Saat ini 5S di Amerika telah dikembangkan menjadi 6S. 6S tersebut terdiri dari sort, set in order, shine, standardize, sustain dan safety. Tiap elemen S dilaksanakan sesuai urutan langkah 6S. Perusahaan kelas dunia yang sudah menerapkan 6S dalam visual workplace antara lain Toyota, Pepsi, Harley Davidson, Energizer, Johnson n Johnson, Nike dan General Electric. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan salah satu alat lean production ini dapat membawa suatu perusahaan menjadi world class company atau dengan kata lain unggul dalam industri dan pasar global. Para praktisi menganggap kegunaan 6S tidak hanya untuk meningkatkan lingkungan fisik, namun juga meningkatkan proses berpikir karyawan. Banyak permasalahan yang ditemui di lingkugan kerja sehari-hari dapat diminimalisir 1

2 dengan teknik 6S. Namun, tidak seperti alat lean lainnya seperti Kaizen, Value Stream Mapping, dan Just-in-time, alat dasar dan sangat kuat ini belum diterapkan banyak perusahaan. Data Badan Pusat Statistik Indonesia menunjukkan industri tekstil dan pakaian jadi adalah salah satu jenis industri yang banyak beroperasi di Indonesia setelah industri makanan, yaitu sebesar 9,33 9,82 persen dari total industri besar dan sedang. Pertumbuhan produksi manufaktur pakaian jadi pada triwulan keempat tahun 2014 mengalami penurunan 9,61 persen. Produksi manufaktur tekstil juga mengalami penurunan sebesar 1,19 persen. Lesunya produksi industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) antara lain dikarenakan karena 90 persen bahan baku impor dan adanya kendala perpajakan serta perizinan. Meski gejolak kenaikan upah pekerja mewarnai industri dimana menyebabkan biaya operasional semakin naik, namun jumlah unit usaha sektor tekstil ini terus bertambah. Penyebabnya, kebutuhan tekstil di pasar domestik dan pasar ekspor tetap tumbuh. Jumlah perusahaan tekstil sendiri menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), hingga tutup tahun 2012, mencapai unit. Jumlah ini naik menjadi unit hingga akhir Februari Sejalan dengan pertumbuhan jumlah industri tekstil tersebut, persaingan makin ketat dari tahun ketahun. Peneliti Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3EI) Ina Primiana menyatakan, sejak 2008 industri tekstil telah dimasukkan ke dalam industri prioritas nasional dan termasuk ke dalam industri padat karya yang berkontribusi cukup tinggi terhadap Produk Domestik Bruto. Berdasarkan catatan 2

3 Kementrian Perindustrian RI 2014, total nilai ekspor tekstil Indonesia makin menguat hingga USD 12,4 miliar. Lemahnya rupiah terhadap dolar Amerika terutama pada tahun 2015, juga memacu pelaku usaha tekstil untuk menggenjot produksi. Pertumbuhan nilai ekspor tersebut secara potensial dapat menjadikan Indonesia untuk merajai MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015 dalam bidang tekstil. Hal ini menjadi peringatan bagi manajemen perusahaan untuk melaksanakan operasi secara produktif sehingga dapat bertahan di tengah padatnya pesaing industri sejenis. Cara suatu industri dapat bertahan di pasar yaitu dengan mengadopsi teknik manajemen modern untuk mengurangi biaya dan kenaikan harga produk, pemborosan, serta isu kualitas. Namun sayangnya, kebanyakan industri tekstil yang terlalu sibuk pada aktivitas bisnisnya tidak melihat metode tersebut untuk dapat meraih business excellence (Shamsi, 2014). World Economic Forum (WEF) dalam laporannya tahun 2011, menempatkan Indonesia dalam urutan ke-44 berdasarkan Indeks Daya Saing Global jauh dibawah beberapa Negara ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Thailand yang masing-masing berada pada urutan ke-26 dan 38. Posisi ini lebih baik daripada tahun sebelumnya yang menempatkan Indonesia pada posisi 54. Ada tiga masalah pokok dihadapi oleh industri tekstil, yaitu umur mesin yang relatif tua, produktivitas tenaga kerja yang belum optimum, dan biaya energi yang tinggi. Berdasarkan IOSR Journal of Polymer and Textile Engineering, kondisi tersebut membuat manajemen perusahaan industri tekstil harus menerapkan teknik 3

4 reduksi pemborosan agar dapat bersaing di pasar. Bagi perusahaan tekstil yang telah menerapkan teknik tersebut seperti teknik 6S, umumnya terbukti seluruh industri tidak terlalu merasakan dampak 6S dan tidak menyadari manfaatnya. Dari observasi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa dari seluruh tata letak pabrik secara fisik dan praktiknya, banyak pemborosan yang dihasilkan pabrik karena praktik 6S yang buruk sehingga perlu dibenahi dan diadakan peningkatan (Shamsi, 2014). Salah satu perusahaan eksportir tekstil dengan kawasan pemintalan terbesar di dunia adalah PT Apac Inti Corpora (AIC) yang beroperasi di kawasan industri Bawen, Semarang. Persaingan di bisnis internasional serta permintaan produk ekspor yang besar membuat AIC harus mengedepankan konsistensi kualitas produk untuk memenuhi standar internasional. Salah satu cara untuk memenuhinya adalah dengan mewujudkan business excellence dalam perusahaan dengan menerapkan Total Quality Management dan program 6S. AIC merupakan pabrik pemintalan benang yang beroperasi dengan sebagian besar mengandalkan ketersediaan sumber bahan baku dan kinerja mesin. Manajemen persediaan yang baik sangat penting bagi keberlangsungan kegiatan operasi. Disisi lain, kehandalan mesin untuk memintal benang juga menjadi titik tumpu performa operasional perusahaan. Suatu mesin umumnya mengalami kondisi mesin mati atau breakdown. Breakdown ada yang direncanakan ada yang tidak direncanakan. Breakdown yang direncanakan biasanya dilakukan untuk tujuan pemeliharan mesin seperti scouring (pembersihan dan cek pelumas) atau overhaul (pembongkaran dan pengaturan ulang mesin), maka waktunya satu 4

5 sampai lima hari sudah dijadwalkan oleh perusahaan. Breakdown yang tidak direncanakan misalnya komponen mesin rusak atau adanya proses change lot yang memakan waktu tiga sampai lima jam. Peneliti dari hasil pra-observasi, menemukan bahwa penanganan breakdown dalam pabrik belum efisien. Hal ini diketahui dari temuan inspeksi auditor internal sebelum tahun 2013 (sebelum penerapan 6S). Temuan tersebut berisi fakta bahwa dari dua jam waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin, 1,5 jam digunakan teknisi untuk mencari-cari peralatan sedangkan untuk perbaikannya sendiri hanya memakan waktu 0,5 jam. Penyebabnya setelah dicari adalah karena tidak adanya pengaturan dalam lingkungan kerja. Peralatan, perlengkapan, serta material yang beragam dan jumlahnya banyak tidak diletakkan dan disusun secara teratur. Ruang kerja kotor dan berantakan terutama bagian mekanik, sehingga saat muncul aktivitas pemeliharaan (maintenance), karyawan harus mencari-cari dulu. Kesalahan dalam pemasangan gear mesin juga pernah terjadi karena peralatan tidak disusun secara rapi dan tidak diberi label sehingga karyawan salah mengambil gear. Aktivitas yang termasuk dalam kerugian (losses) ini akhirnya mempengaruhi produktivitas dalam lingkungan kerja karena adanya pemborosan waktu. PT Apac Inti Corpora telah menerapkan program 6S dalam kurun dua tahun terakhir (sejak Januari 2013). Berdasarkan buku pedoman 6S perusahaan, tujuan perusahaan menerapkan program ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, menciptakan lingkungan kerja yang ringkas, rapi, bersih, aman, 5

6 nyaman, ramah lingkungan dan hemat energi, meningkatkan kesadaran karyawan akan pentingnya budaya 6S dalam pekerjaan sehari-hari untuk keberlangsungan perusahaan, serta meningkatkan motivasi atau moral kerja karyawan. Berdasarkan wawancara dengan pihak audit internal 6S AIC pada Februari 2015 elemen S yang ke-enam ditambahkan sendiri oleh perusahaan, yaitu safety dan energy saving. Elemen ini dianggap AIC penting ditambahkan karena faktanya, di Indonesia permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja masih terlihat mengkhawatirkan. Berdasarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, angka kecelakaan kerja nasional mencapai kasus sejak Januari hingga April Berdasarkan keterangan Direktorat Bina Kesehatan Kerja, pada tahun 2013 jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah kasus. Fakta tersebut memperlihatkan masih rendahnya kualitas K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dalam implementasinya di perusahaan. Selain itu isu lingkungan dan kelangkaan bahan bakar membuat AIC menembahkan elemen energy saving. Meskipun AIC telah menerapkan program 6S selama dua tahun dalam pengaturan lingkungan kerja, perusahaan belum mengetahui manfaat terutama dari sisi operasional dari penerapan filosofi salah satu alat produksi ramping (lean) tersebut. Disisi lain, berdasarkan Ferdousi dan Ahmed (2009), perusahaan yang mengadopsi produksi ramping sebagai filosofi kerja dalam organisasi mereka, dapat menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam performa operasional perusahaan. 6

7 Performa perusahaan AIC hingga kini terbilang baik karena dapat menghasilkan produk dengan kualitas ekspor dan terbukti dapat bersaing di pasar internasional. Dari keterangan manajemen perusahaan, isu dalam proses produksi sejauh ini antara lain dalam pemintalan benang, kadang ada jenis benang yang tercampur sehingga benang akhirnya tidak memenuhi kualitas atau tidak bisa menyerap air secara sempurna. Pemborosan seperti defect, kelebihan produksi, sediaan yang muncul dalam proses produksi perusahaan selama ini masih dalam batas maksimal toleransi. Namun manajemen berharap suatu saat tidak menghasilkan pemborosan (zero-waste). Oleh karena itu upaya minimasi pemborosan secara berkelanjutan dilakukan salah satunya melalui penerapan 6S. Sejauh ini perusahaan AIC telah berhasil menciptakan lingkungan kerja yang ringkas, rapi, bersih, aman, nyaman, ramah lingkungan dan hemat energi. Namun belum menghitung dan dapat membuktikan secara aktual peningkatan produktivitas yang telah dicapai. Padahal, dalam pedoman 6S perusahaan AIC, tujuan pertama dari penerapan program 6S di AIC adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Selain itu, visi perusahaan sejak tahun 2014 yaitu AIC ingin menjadi perusahaan tekstil dengan kategori world class company. Misi AIC antara lain menghasilkan produk tekstil berkualitas, ramah lingkungan dan hemat energi. Hasil audit internal pabrik dari pencapaian 6S yang dilakukan beberapa bulan sekali menunjukkan penilaian tiap elemen 6S di setiap departemen hanya mencapai kelas biru/hijau (±60-80%), belum mencapai kelas gold (>91%). Ratarata nilai hasil audit pada bulan Januari 2015 adalah 80 persen dengan jumlah 7

8 diskualifikasi sebanyak empat departemen. Pada bulan Februari 2015, rata-rata meningkat menjadi 86 persen dengan satu departemen terdiskualifikasi. Departemen yang didiskualifikasi umumnya dikarenakan terjadi kecelakaan kerja di area departemen tersebut. Ini artinya pada tahun ketiga pelaksanaan 6S, masih ada hal-hal yang menyebabkan kekurangan pada implementasi program yaitu ratarata sebesar 17 persen. Terjaminnya pelaksanaan 6S yang baik paling dipengaruhi dari sikap kepemimpinan manajer produksi. Manajer berperan dalam disiplin atau tidaknya karyawan dalam menjalankan proses produksi sesuai prosedur dan ketentuan 6S. Berdasarkan hasil wawancara peneliti ke pihak perusahaan AIC, meskipun sudah diadakan inspeksi secara berkala, diberikan pelatihan dan penghargaan, karyawan juga belum memahami pentingnya program 6S. Beberapa karyawan ada yang menyatakan standarisasi dari 6S berat untuk dilaksanakan. Padahal tanpa mereka sadari, dengan menerapkan 6S yang dalam Bahasa Indonesia juga disebut ringkas, rapi, resik, rawat, rajin ini, nantinya akan mempermudah pekerjaan karyawan sendiri. Lingkungan kerja bisa menjadi lebih luas, tidak ada disfungsional barang, mengurangi alat pemindahan atau pengepakan material, mengurangi tingkat stres kerja karyawan karena mencari barang. Akhirnya tercipta lingkungan kerja yang lebih nyaman, bersih, rapi, sehingga produktivitas dan keselamatan kerja para karyawan meningkat. Penerapan 6S perusahaan perlu dianalisis sehingga nantinya dapat diadakan peningkatan. Dari analisis yang nantinya diadakan peneliti, perusahaan menjadi mengetahui manfaat yang dihasilkan dari penerapan 6S dengan 8

9 membandingkan performa perusahaan, misalnya produk cacat (defect) dan mesin mati (breakdown) yang dihasilkan sebelum dan sesudah penerapan 6S, serta dapat mengadakan peningkatan dalam pelaksanaan 6S. Hal tersebut mendorong peneliti untuk membuktikan secara komprehensif manfaat dari penerapan 6S untuk meningkatkan produktivitas pada proses produksi industri tekstil. Maka penelitian mengenai 6S dibuat dalam skripsi Analisis Produktivitas Pada Penerapan Metode 6S di Industri Tekstil. Studi dilakukan pada perusahaan tekstil PT Apac Inti Corpora di Bawen, Semarang. 1.2 Pernyataan Masalah Tujuan perusahaan menerapkan 6S adalah meningkatkan produktivitas, namun manfaat dari penerapan 6S berupa peningkatan produktivitas dalam performa operasional belum dipahami perusahaan secara komprehensif. Perusahaan belum mengadakan pengukuran performa operasional dari efek penerapan 6S. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1) Berapa persentase peningkatan produktivitas dari PT Apac Inti Corpora setelah diterapkan 6S? 2) Apa faktor yang menyebabkan penerapan 6S di PT Apac Inti Corpora belum maksimal? 9

10 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1) Menghitung persentase peningkatan produktivitas melalui perhitungan OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada periode pra dan pasca- 6S di PT Apac Inti Corpora. 2) Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan penerapan 6S belum maksimal di PT Apac Inti Corpora melalui kuantifikasi nilai pelaksanaan 6S sehingga dapat dilakukan peningkatan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Batasan : Penerapan 6S yang diteliti sebatas reduksi pemborosan untuk meningkatkan produktivitas. Asumsi : 1) Periode produksi yang diobservasi pada kondisi normal. 2) Tidak ada perubahan kebijakan secara signifikan dari periode produksi pra dan pasca-6s. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk 10

11 1) Akademisi Dalam bidang manajemen operasi dan inovasi serta bidang engineering, untuk membantu dalam hal pengaturan lingkungan kerja terutama di manufaktur dalam meningkatkan produktivitas, serta sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang melakukan studi terkait. 2) Praktisi dan Perusahaan Alternatif upaya peningkatan berkelanjutan melalui penerapan 6S digunakan sebagai salah satu metode untuk memperbaiki lingkungan kerja dengan meminimalisir pemborosan sehingga performa operasional meningkat. Perusahaan akhirnya memiliki keunggulan kompetitif. 1.7 Sistematika Penelitian Bab I : Pendahuluan Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang berisi latar belakang masalah mengenai isu konseptual dan isu kontekstual, pernyataan masalah, pertanyaan masalah, tujuan, ruang lingkup, manfaat, dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Bab ini berisi tinjauan pustaka mengenai 6S dan konsep produktivitas, serta tinjauan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait. Bab ini juga mengungkapkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian. 11

12 Bab III : Metode Penelitian Bab ini berisikan deskripsi tentang bagaimana penelitan akan dilaksanakan secara operasional, desain penelitian, populasi dan sampel yang akan dijadikan obyek penelitian, sumber-sumber data yang digunakan, metode pengumpulan data. Bab IV : Hasil dan Pembahasan Pada permulaan bab ini akan digambarkan secara singkat keadaan pabrik saat pra 6S dari gambar kondisi pabrik lalu diperbandingkan dengan pasca 6S menggunakan supplemental photo analysis, dilanjutkan dengan analisis perhitungan produktivitas menggunakan overall equipment effectiveness, analisis pencapaian performance internal perusahaan, serta kuantifikasi 6S yang dibahas dengan hasil wawancara dan observasi. Bab V : Penutup Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi simpulan dan saran atas dasar penelitian. 12