PENGARUH BERBAGI PENGETAHUAN DALAM PERENCANAAN KARIR TERHADAP EFIKASI DIRI PARA PENCARI KERJA DALAM MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH BERBAGI PENGETAHUAN DALAM PERENCANAAN KARIR TERHADAP EFIKASI DIRI PARA PENCARI KERJA DALAM MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR"

Transkripsi

1 1 PENGARUH BERBAGI PENGETAHUAN DALAM PERENCANAAN KARIR TERHADAP EFIKASI DIRI PARA PENCARI KERJA DALAM MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR Eko Imam Santosa Universitas Gadjah Mada Setiap tahun semakin banyak lulusan universitas yang menjadi pencari kerja, tidak jarang seorang lulusan universitas menjadi pengangguran. Kesulitan dalam mencari kerja seringkali terjadi karena para lulusan tidak memiliki perencanaan karir yang baik sehingga individu tidak memiliki arah karir yang jelas.tujuan utama dari penelitian eksperimen ini adalah untuk mengetahui efektivitas berbagi pengetahuan dalam perencanaan karir terhadap peningkatan efikasi diri para pencari kerja dalam membuat keputusan karir. Subjek penelitian adalah 57 orang subjek dengan 30 subjek di kelompok eksperimen dan 27 orang di kelompok kontrol. Kriteria subjek adalah sarjana dengan rentang kelulusan 0 hingga 3 tahun yang memiliki skor CDSE rendah, sedang dan tinggi. Kelompok eksperimen akan mendapat manipulasi sedang kelompok kontrol menjadi waiting list setelah penelitian selesai. Analisis data dilakukan dengan menggunakan anava campuran. Hasil analisis data menunjukkan bahwa perencanaan karir dengan menggunakan metode berbagi pengetahuan terbukti secara efektif mampu meningkatkan efikasi diri dalam membuat keputusan karir para pencari kerja (F=22,736; p<0,00) dengan sumbangan efektif sebesar 38,8%. Temuan penelitian dan saran bagi peneliti lain didiskusikan lebih lanjut. Kata kunci : berbagi pengetahuan, perencanaan karir, keputusan karir Pengantar Penelitian dari Greenbank dan Hepworth (2008a) menjadi salah satu alasan dilakukannya penelitian ini. Hasil dari penelitian tersebut terkait dengan perencanaan karir para lulusan universitas, dimana kebanyakan lulusan tidak memiliki rencana setelah lulus, mereka kurang memiliki orientasi terhadap masa depannya. Penelitian di Australia juga menunjukkan bahwa meskipun para lulusan dan pusat karir universitas terkait mengetahui bahwa ada ketidaksejalanan antara tingginya harapan para lulusan dengan kenyataan dalam proses pencarian kerja, namun mereka kurang aktif untuk memperbaiki keadaan tersebut. Penelitian terbaru dilakukan oleh Greenbank (2011) menyebutkan bahwa mahasiswa dengan dengan latar belakang keluarga kelas menengah dan kelas pekerja cenderung tidak memiliki arah karir yang jelas, lebih banyak bergantung pada informasi yang didapat secara informal dan lebih banyak

2 2 menggunakan intuisinya untuk membuat keputusan karir, menunjukan keengganan mencari penunjang karir dan enggan berperan aktif dalam mencapai karirnya. Hasilnya adalah banyak lulusan mendapat pekerjaan dengan belajar dari kesulitan yang dialami sendiri dan ketekunan dalam menyelesaikan kesulitan tersebut dibandingkan karena adanya manajemen karir yang baik (McKeown & Lindorf, 2011). Sebagai gambaran, saat ini di Indonesia sendiri pengangguran masih menjadi masalah yang masih belum dapat terpecahkan, hal ini dapat diketahui dari tingginya angka pengangguran tersebut. Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) menunjukkan bahwa per Agustus 2011 terdapat 7,700,086 orang pengangguran terbuka yang terdiri atas orang-orang yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan maupun sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Berdasarkan angka total tersebut terdapat pengangguran terbuka yang berasal dari para sarjana sejumlah 492,343 dan dari diploma (I/II/III/Akademi) tercatat 244,687 pengangguran terbuka. Data diatas menunjukkan kenyataan bahwa saat ini lapangan pekerjaan yang ada masih belum dapat menyerap para pencari kerja khususnya yang berasal dari lulusan universitas (9,57% dari total pengangguran terbuka di Indonesia). Penelitian oleh Suryadarma, Suryahadi dan Sumarto (2007) memberi gambaran fenomena yang menarik, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mayoritas pengangguran terdidik adalah berasal dari angkatan muda yang belum memiliki pengalaman yang tinggal bersama orang tuanya. Greenbank dan Hepworth (2008b) menganggap tingginya angka pengangguran sebagai salah satu indikator lemahnya perencanaan karir lulusan dari universitas-universitas baik diploma maupun sarjana. Idealnya, pihak pengelola pendidikan mampu memfasilitasi anak didiknya untuk dapat lebih mempersiapkan diri sebelum lulus, yaitu melalui adanya kurikulum untuk menjawab tantangan dunia kerja. Persiapan yang matang minimal akan memberikan gambaran tentang dunia kerja sehingga akan mempermudah melakukan penyesuaian-penyesuaian pekerjaannya kelak. Pada penelitian sebelumnya, Mulyana (2009) melakukan wawancara preliminary dengan lima orang sarjana baru dan karyawan yang baru memasuki dunia kerja dalam suatu perusahaan atau organisasi dengan latar belakang pendidikan dan profesi yang berbeda. Hasil wawancara menunjukkan bahwa individu-individu tersebut

3 3 mengalami permasalahan-permasalahan karir yang dimulai dari pencarian awal karir sampai ketika individu tersebut memasuki suatu organisasi atau perusahaan. Beberapa diantaranya antara lain kesulitan dalam mendapatkan karir pilihan, ketidaksesuaian pekerjaan yang dijalani dengan latar belakang pendidikan, minat dan keahlian. Banyaknya kesulitan yang muncul selama proses pencarian pekerjaan seringkali terjadi karena individu tidak memiliki arah karir yang jelas. Selain itu, saat ini para penyedia pekerjaan juga lebih selektif dalam mencari dan memilih calon karyawannya, pilihannya adalah pada individu yang memiliki satu set ketrampilan yang berguna untuk dapat beradaptasi dalam berbagai lingkungan yang kerap berubah (Ballout, 2009). Konsekuensinya adalah kenyataan bahwa para pencari kerja dituntut untuk mampu mengembangkan strategi dan perilaku baru agar dapat membantunya mengembangkan karir. Tarigan (2009) menambahkan bahwa seseorang yang telah memiliki perencanaan karir yang baik terbukti mampu menunjukkan tingkat efikasi diri yang baik dalam mencari karir yang diinginkan. Karir dapat didefinisikan secara berbeda tergantung dari sudut pandang yang dipakai, Baruch (2004) memandang karir sebagai bagian dari seorang individu namun lain halnya bagi seorang karyawan karena karir adalah hal yang telah direncanakan dan diatur oleh organisasi atau perusahaan. Hal ini menunjukkan bagaimana kaitan konsep karir dengan posisi hierarki yang telah diduduki seseorang dalam kehidupan bisnis serta sikap dan perilaku yang berkaitan dengan posisi tersebut (Aytac, 2005). Secara umum para psikolog mendefinisikan karir sebagai sebagai pola kerja terkait pengalaman dalam rentang perjalanan hidup seseorang. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Kitapci dan Sezen (2002) dimana karir didefinisikan sebagai perwujudan pencapaian seseorang dalam pekerjaan atau akumulasi semua pekerjaan yang telah dilakukan selama hidup. Wuthnow (2003) menambahkan bahwa karir memiliki arti dan fungsi yang penting bagi individu karena merupakan perpanjangan identitas diri dan bukan semata-mata hanya sebagai sebuah pengaman finansial (Resse & Miller, 2006). Pentingnya karir bagi seseorang menuntut adanya persiapan yang baik sehingga individu tidak akan mengalami berbagai kesulitan yang berarti, dalam hal ini pengetahuan yang relevan dengan karir menjadi hal yang penting. Sebelum melakukan pencarian informasi karir, seseorang perlu membenahi keyakinannya dalam pengambilan keputusan karir, akan tetapi banyak kesulitan terjadi dalam

4 4 pengambilan keputusan karir karena harus mempertimbangkan berbagai perubahan yang terjadi didunia kerja. Perubahan tersebut antara lain seperti perubahan teknologi dan ekonomi global (Tansley, Jore, Haase & Martens, 2007). Banyaknya tantangan semakin mempersulit seseorang untuk membuat keputusan karir, kesulitan dalam membuat keputusan karir ini berhubungan dengan bagaimana seseorang menilai kemampuan dirinya dalam menghadapi tantangan tersebut. Bandura (1997) mengistilahkannya sebagai efikasi diri (self-efficacy) yang merupakan penilaian atas kemampuan diri dalam mengatur dan melaksanakan berbagai jenis perilaku berkinerja atas suatu hal tertentu, sedangkan harapan atas hasil adalah penilaian atas konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku berkinerja atau dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu penyelesaian dan hasil adalah sesuatu yang mengikuti kinerja (Bandura, 1997). Bandura melanjutkan bahwa bila kinerja menentukan sebuah hasil maka tingkat keyakinan terhadap efikasi memberi kontribusi atas berbagai perbedaan hasil yang diinginkan. Saat keyakinan atas efikasi dikendalikan, harapan atas hasil menjadi tidak atau sedikit berpengaruh secara independen untuk memprediksi perilaku (Bandura, 1997). Teori efikasi dapat menjelaskan perilaku seseorang yang cenderung menghindari pengejaran suatu hal, atau menghindari tugas-tugas tertentu bila mereka percaya bahwa mereka tidak akan sukses melakukannya. Bentuk antisipasi ini akan mengundang masalah bagi mereka karena dengan tidak melakukan apa-apa tentu mereka tidak akan mendapat apa-apa dari perilaku ini. Sebaliknya seseorang cenderung aktif mengejar berbagai aktivitas, saat mereka percaya bahwa mereka mampu secara sukses mengatur suatu aktivitas dan mendapatkan imbalan yang pantas atas apa yang dilakukannya. Secara singkat, seseorang akan mau melakukan aktivitas saat mereka memiliki keyakinan dan harapan atas hasil yang membuat hal tersebut menjadi bermanfaat (Bandura, 1997). Berdasarkan Bandura orang yang memiliki efikasi diri yang tinggi menganggap tugas-tugas sulit sebagai tantangan yang harus dilalui dibandingkan sebagai ancaman yang harus dihindari (Krapp, 2005). Mereka juga menetapkan tujuan yang menantang bagi mereka sendiri, serta menjaga komitmen yang kuat untuk mencapainya dan ketika mengalami kemunduran atau kegagalan maka mereka dapat memperbaiki kepercayaan diri secara cepat dan kemudian melipatgandakan usahanya. Apabila

5 5 dikaitkan dengan penentuan keputusan karir maka dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan efikasi diri yang tinggi dapat lebih yakin dalam menentukan karir yang diinginkan meskipun banyak terjadi perubahan di lingkungan sekitarnya. Tingkah laku yang diperlihatkan seseorang menurut Bandura (1997) dipengaruhi oleh tingkat efikasi dirinya dan perubahan tingkah laku dapat dilakukan dengan cara mengubah efikasi diri seseorang. Menurut Bandura, efikasi diri berasal dari empat sumber efikasi dimana pengaruhnya dapat berasal sari salah satu atau lebih sumber efikasi. Keempat sumber efikasi diri tersebut antara lain (Bandura, 1997): 1. Pengalaman Berhasil (Enactive Mastery Experience) Sumber efikasi terkuat yang berasal dari pengalaman sukses yang pernah dicapai. Prestasi yang baik dimasa lalu akan meningkatkan efikasi diri namun jika yang ada adalah pengalaman kegagalan maka hal ini dapat menurunkan efikasi diri. Jika prestasi didapatkan dengan mudah maka dapat membuat seseorang mengharapkan hasil yang cepat namun juga mudah dipengaruhi oleh kegagalan. Tingkat efikasi yang dihasilkan sumber ini juga bervariasi, tergantung pada: a. Tingkat kesulitan tugas, keberhasilan seseorang pada tugas yang sulit membuat efikasi diri semakin tinggi. b. Peran dalam keberhasilan, bila dikerjakan sendiri maka efikasi menjadi lebih tinggi dibandingkan saat dikerjakan dalam kelompok. c. Kegagalan menurunkan efikasi bila seseorang telah merasa berusaha sebaik mungkin. d. Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk dibandingkan saat dalam kondisi optimal. e. Kegagalan pada orang dengan keyakinan efikasi yang kuat dampaknya tidak seburuk dibandingkan dengan orang yang keyakinan efikasinya lemah. f. Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi. 2. Pengalaman terwakilkan (Vicarious Experience) Sumber efikasi yang berasal dari mengamati keberhasilan seorang teladan atau orang lain yang memiliki kesamaan dengannya, sebaliknya

6 6 efikasi akan menurun saat mengamati orang yang dengan kemampuan yang sama dengan dirinya mengalami kegagalan. Pengalaman vikarius tidak akan berpengaruh besar pada seseorang bila orang yang diamati berbeda dengan dirinya namun jika yang diamati setara dengan dirinya maka seseorang cenderung tidak mengerjakan aktivitas yang pernah gagal dilakukan oleh orang yang diamati. Penekanannya adalah bagaimana seseorang belajar melalui model dimana hal ini menyediakan sarana evaluasi pencapaian dibandingkan dengan model yang diamati. Saat seseorang mampu melampaui teman sejawatnya ataupun saingannya maka efikasi dirinya akan semakin naik sedangkan saat performansinya lebih buruk maka akan menurunkan efikasi diri. 3. Persuasi Verbal (Verbal Persuasion) Sumber efikasi yang berasal dari penguatan secara verbal dari orang yang dipercayai. Efikasi diri dapat diperoleh, diperkuat ataupun dilemahkan dengan persuasi sosial. Meski dampaknya terbatas, namun dalam kondisi yang tepat akan dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi ini melibatkan rasa percaya pada pemberi persuasi dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan. Persuasi yang positif dapat sangat membantu seseorang untuk tetap tegar dalam kesulitan yang tengah dihadapi. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan evaluasi umpan balik yang secara positif difokuskan pada kemampuan seseorang untuk meningkatkan efikasinya. 4. Kondisi Fisik dan Psikologis (Physiological and Affective States) Sumber efikasi diri berasal dari kondisi fisik dan psikologis yang merupakan efek dari stimulustertentu. Seseorang cenderung menilai bagaimana reaksi fisiologisnya saat berhadapan dengan situasi yang menekan dan menganggapmnya sebagai tanda kelemahan hingga ketidakmampuan. Seseorang cenderung mengharapkan kesuksesan saat mereka tidak merasakan gangguan atas reaksi fisiologis dibandingkan saat mereka merasa tegang dan terganggu secara mendalam. Peran reaksi fisiologis lebih banyak mempengaruhi fungsi kesehatan dan aktifitas yang memerlukan kekuatan dan stamina.

7 7 Sedang untuk keadaan psikologis lebih luas perannya pada keyakinan seseorang pada berbagai fungsi dalam berbagai keadaan. Hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efikasi adalah dengan meningkatkan keadaan fisik, menurunkan stress dan berbagai emosi negatif serta memperbaiki persepsi atas kondisi jasmani. Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk meningkatkan efikasi diri dalam berbagai bidang dan kuncinya adalah dengan melakukan manipulasi pada sumbersumber efikasi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana dampak manipulasi berbagai sumber efikasi diri dalam membuat keputusan karir, cara yang ditempuh peneliti adalah dengan mengembangkan suatu intervensi yang dapat meningkatkan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir. Para ahli telah membuat sebuah konstruk yang utuh untuk menjelaskan efikasi diri dalam membuat keputusan karir atau career decision-making self-efficacy (CDMSE) dan Taylor dan Betz (1983) adalah yang pertama membuat konstruk tersebut. Taylor dan Betz mendefinisikan efikasi diri dalam membuat keputusan karir sebagai sebuah keyakinan individu untuk dapat dengan sukses menyelesaikan tugas-tugas yang dibutuhkan untuk membuat keputusan karir (Paulsen & Betz, 2004). Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa siswa yang mengalami kebimbangan karir atau rendahnya efikasi diri dalam membuat keputusan karir juga menunjukan adanya rasa tidak percaya diri dalam kemampuan dasar secara akademik (Paulsen & Betz, 2004). Merujuk pada formulasi Bandura serta pendapat Paulsen dan Betz, dapat digeneralisasikan dua pendapat tersebut dalam konteks berbeda yaitu konteks pekerja didalam perusahaan. Seorang pekerja yang memiliki kebimbangan karir akan cenderung merasa tidak percaya diri dengan kemampuan dasarnya dalam karir atau pekerjaan yang ia miliki. Hal ini didukung dengan pendapat Betz dan Hacket (1981) bahwa orang-orang dengan efikasi diri yang tinggi dalam membuat keputusan karir cenderung memiliki partisipasi yang tinggi dalam tugas-tugas dan perilaku sesuai dengan karir yang dipilih, sebaliknya bila rendah maka ia akan cenderung menghindari tugas-tugas terkait karir. Lunenburg (2011) menguatkan pendapat diatas bahwa dengan memiliki efikasi yang tinggi maka akan dapat mempengaruhi tingkat usaha dan kegigihan saat mempelajari atau mengerjakan tugas-tugas yang sulit. Tentu hal ini membawa konsekuensi pada perusahaan untuk meningkatkan efikasi diri karyawan

8 8 dalam membuat keputusan karirnya sehingga kelak perusahaan memiliki aset yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan karyawan dengan efikasi diri yang tinggi tidak akan segan untuk mengerjakan pekerjaan yang sulit dan mampu menunjukkan kegigihan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan asalkan hal tersebut masih relevan dengan karirnya. Kesimpulan peneliti ini membawa konsekuensi bagi para penyedia lapangan pekerjaan maupun Pusat Karir Universitas untuk mengembangkan metode yang mampu meningkatkan efikasi diri dalam membuat keputusan karir karena menurut Bandura hal ini akan menentukan bagaimana tingkat efikasi diri seseorang pada kemampuan dasarnya sehingga mampu meningkatkan performansi seseorang dalam berbagai area (Foltz & Luzzo, 1998). Hal ini diperkuat oleh Hayne dan Shepherd (2011), dimana menurut mereka seseorang yang mampu memperbaiki asumsinya tentang dunia sekitar dan dirinya sendiri dapat lebih memposisikan diri untuk mengejar impiannya melalui karir dan secara terstruktur dapat menghubungkan masa lalunya (terkait kompetensi karir dan coping-nya ) dengan masa depan (terkait kompetensi yang dibutuhkan untuk karir yang baru). George dan Cristiani (1990) telah membuktikan bahwa ketrampilan untuk membuat keputusan karir adalah suatu hal yang dapat dipelajari secara sistematis, artinya dimungkinkan bagi para praktisi untuk mengembangkan program-program pengembangan karir individu. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bagaimana pelatihan, konseling (Koivisto, Vinokur & Vuori, 2011; Mulyana, 2009), kursus karir (Scott & Ciani, 2008; Fouad, Cotter & Kantamneni, 2009) terbukti mampu meningkatkan efikasi diri dalam membuat keputusan karir. Penelitian lain juga sejalan antara lain O Brien, Bikos, Epstein, Flores, Dokstein & Kamatuka (2000) yang menyarankan bahwa perlu adanya program eksplorasi karir untuk meningkatkan rasa percaya diri seseorang, didalam program tersebut diharapkan ada proses mencari tahu, menyeleksi dan mengimplementasikan karir yang telah dipilih. Penelitian ini mencoba memperkuat metode sebelumnya dengan memberikan ruang bagi para peserta untuk belajar dari pengalaman orang lain dan saling berbagi pengetahuan agar dapat memunculkan inovasi dan solusi yang lebih baik atas hambatan yang mungkin dialami dalam membuat keputusan karir. Metode yang peneliti tawarkan salah satunya didasari oleh hasil penelitian Greenbank dan Hepworth (2008a) yang menunjukkan

9 9 bahwa aktivitas yang melibatkan studi kasus, analogical coding (membandingkan dua hal untuk memahami kesamaannya) dan kerja kelompok merupakan cara terbaik untuk mendorong seseorang agar dapat secara kritis mengevaluasi cara mereka dalam mengambil keputusan karir. Nawaz dan Gilani (2011) menambahkan bahwa selain adanya dukungan teman sebaya, faktor dukungan orang tua juga dapat berpengaruh secara positif pada keyakinan seseorang dalam membuat keputusan karir. Berdasarkan hal tersebut maka intervensi yang dibuat harus mampu mengakomodir ketersediaan dukungan teman sebaya yaitu dengan menyediakan kelompok yang dikondisikan untuk saling mendukung satu sama lain. Pentingnya menyediakan kelompok dalam intervensi karir juga diperkuat dengan hasil penelitian Wang, Zhang & Shao (2010) dimana training kelompok dapat secara efektif meningkatkan keyakinan seseorang dalam membuat keputusan karir serta dapat membantu seseorang dalam merencanakan pengembangan karir. Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas peneliti mencoba menggunakan metode berbagi pengetahuan sebagai metode intervensi. Berbagi pengetahuan dalam perencanaan karir dimungkinkan dapat dilakukan karena menurut King (2006) pengetahuan adalah sesuatu yang dapat dibagi antar individu dan diantara individuindividu, dalam kelompok dan antar kelompok serta unit organisasi dan antar organisasi. Pengetahuan sendiri didefinisikan oleh Davenport dan Prusak (1998) sebagai percampuran antara kerangka pengalaman, nilai-nilai, informasi kontekstual, dan wawasan keahlian yang menyediakan sebuah kerangka kerja untuk melakukan evaluasi dan menghubungkan dengan pengalaman dan informasi baru. Sedangkan Nonaka dan Takeuci (1995) menjelaskan pengetahuan sebagai sebuah proses dinamis manusia dalam membenarkan keyakinan diri kearah kebenaran. Pengetahuan pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu tacit dan eksplisit. Pengetahuan tacit diartikan sebagai pengetahuan yang menyediakan respon yang tepat untuk stimulus tertentu yang berasal dari akumulasi pengalaman pribadi seseorang (Nonaka, 1994). Jenis pengetahuan ini sangat sulit untuk disusun dan sulit dikomunikasikan atau digunakan tanpa adanya orang yang benar-benar mengerti (Ipe, 2003). Sedangkan Lam (2000) menjelaskan pengetahuan eksplisit sebagai jenis pengetahuan yang mudah untuk disusun, dapat disimpan dalam satu lokasi, dan dapat disebarkan lintas ruang dan waktu secara mandiri oleh individu (Liu & Chang, 2007).

10 10 Contoh pengetahuan eksplisit ini antara lain berbagai hasil penelitian, laporan-laporan kegiatan, laporan tahunan ataupun hal lainnya yang dapat dengan mudah didokumentasikan dan dibagi. Penggunaan pengetahuan secara tepat akan memberikan manfaat yang maksimal terhadap penggunanya dan salah satu cara untuk mendapatkan manfaat dari pengetahuan adalah dengan membaginya dengan orang lain. Manfaat berbagi pengetahuan ini dijelaskan Argote dan Ingrame, dimana dengan adanya kegiatan berbagi ini maka akan terjadi peningkatan baik dari sisi pengalaman pembelajaran individu maupun kinerja organisasi (Alajmi, 2008). Untuk membagi pengetahuan, menurut Wasko dan Faraj (2005), seorang individu harus merasa bahwa pengetahuan yang dibaginya dapat memberi manfaat bagi orang lain. Terkait dengan definisi berbagi pengetahuan, Lee dan Al-Hawamdeh (2002) mengartikannya sebagai tindakan disengaja agar pengetahuan dapat digunakan kembali dengan memindahkan pengetahuan dari kelompok satu kekelompok yang lain. Sejalan dengan penjelasan tersebut Davenport juga mendefinisikan berbagi pengetahuan sebagai tindakan sukarela individu untuk ikut bertukar pengetahuan dimana didalamnya tidak terdapat unsur paksaan untuk melakukannya (Ipe, 2003). Definisi lain diajukan oleh Bartol dan Srivastava (2002) yang mengartikan berbagi pengetahuan sebagai kegiatan berbaginya individu secara organisasi terkait informasi yang relevan, ide, saran, dan keahlian dengan orang lain. Berbagi pengetahuan yang efektif dalam konteks pekerjaan akan meningkatkan akumulasi pengetahuan perusahaan dan mengembangkan kapabilitas para pekerjanya untuk berkinerja dengan lebih baik. Terdapat keyakinan yang luas bahwa saling berbagi informasi dapat mendorong kolaborasi, memungkinkan koordinasi, meningkatkan kemampuan dan memfasilitasi pertumbuhan (Buckley & Giannakopoulos,2011). Hendriks (1999) mengemukakan pendapat bahwa dalam berbagi pengetahuan terdapat dua sub proses, yang pertama adalah eksternalisasi oleh orang yang memiliki pengetahuan dimana individu yang memiliki pengetahuan harus mengkomunikasikannya baik secara sadar atau tidak dan dengan keinginan sendiri ataupun tidak. Hal tersebut dapat muncul dalam beragam bentuk misalnya dengan tindakan, perkataan, tulisan ataupun yang lainnya. Sub proses yang kedua adalah internalisasi yang dilakukan oleh individu yang membutuhkan pengetahuan dengan

11 11 memperhatikan dan memahami pengetahuan tersebuidu yang membutuhkan pengetahuan dengan memperhatikan dan memahami pengetahuan tersebt. Hal ini dilakukan dengan cara meniru tindakan, mendengarkan, membaca buku dan lainnya. Kedua sub proses ini oleh Davenport dan Prusak (1998) diformulasikan menjadi: pemindahan (atau berbagi) = penyebaran + penyerapan, dimana pemindahan pengetahuan atau berbagi pengetahuan adalah perpaduan antara penyebaran pengetahuan dan penyerapan pengetahuan. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting yang harus ada dalam berbagi pengetahuan yaitu adanya pengetahuan dan adanya dua kelompok yang saling berinteraksi yaitu kelompok yang memiliki pengetahuan dan kelompok yang membutuhkan pengetahuan. Kemudian untuk kepentingan penelitian ini peneliti membuat definisi berbagi pengetahuan berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan sebelumnya. Berbagi pengetahuan adalah tindakan disengaja yang melibatkan pengetahuan relevan dari pihak yang memiliki pengetahuan dan yang membutuhkan pengetahuan, dimana keduanya saling menyebarkan pengetahuan dan menyerap pengetahuan melalui berbagai media serta metode untuk dapat saling meningkatkan kemampuan dan memfasilitasi pertumbuhan pihak-pihak yang terlibat sehingga dapat memunculkan pengetahuan baru yang berguna. Efektifitas berbagi pengetahuan ini ditandai dengan adanya peningkatan pengetahuan dari anggotanya. Terbentuknya pengetahuan baru menjadi efektif saat mampu menciptakan sebuah inovasi dan menurut Krathwohl (2002) sebuah penciptaan membutuhkan kemampuan untuk menyatukan berbagai elemen menjadi sesuatu yang baru namun masih terkait ataupun membuat sesuatu yang sama sekali baru. Krathwohl juga menambahkan bahwa penciptaan ini melibatkan tiga proses kognitif, antara lain: 1. Pembangkitan, membuat hipotesa alternatif berdasarkan kriteria yang ada seperti saat seorang siswa yang diberi sebuah permasalahan maka ia harus membuat solusi alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. 2. Perencanaan, yaitu merencanakan metode yang paling tepat untuk menyelesaikan tugas tertentu dalam hal ini adalah membuat

12 12 perencanaan yang tepat untuk mengeksekusi solusi alternatif yang telah dibuat. 3. Penciptaan, proses ini adalah proses akhir dimana sebuah produk baru dihasilkan. Didalam proses ini pula sebuah solusi yang telah dibuat dan direncanakan dieksekusi secara nyata sehingga produk dari solusi yang dihasilkan akan benar-benar terlihat. Berdasarkan penjelasan diatas hal diatas, jelas bahwa kegiatan berbagi pengetahuan yang efektif harus mampu membuat pengetahuan baru dimana hal tersebut dimungkinkan terjadi apabila dalam berbagi pengetahuan melibatkan tiga proses kognitif antara lain pembangkitan, perencanaan dan penciptaan. Oleh karena itu ketiga hal diatas peneliti jadikan sebagai tolok ukur keberhasilan berbagi pengetahuan dalam intervensi yang peneliti lakukan. Berdasarkan Bock, Zmud, Kim dan Lee (2005) berbagi pengetahuan tidak dapat dipaksakan atau diperintahkan namun perilaku ini harus difasilitasi dan didukung sehingga penelitian ini dibuat untuk memfasilitasi hal tersebut. Pengetahuan dapat dibagi kepada setiap peserta dengan tujuan menciptakan meningkatkan pemahaman peserta dan menciptakan berbagai solusi. Denning (2004) juga menyatakan pendapatnya bahwa menangkap apa yang sudah diketahui oleh orang lain dalam kelompok dan menambahkan pengetahuan sendiri seringkali lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan menciptakan kembali solusi-solusi sendirian. Selain itu banyak penulis dan ahli pendidikan menyetujui bahwa belajar adalah sebuah aktivitas sosial dan tempat terbaik untuk belajar adalah didalam kelompok (Buckley & Giannakopoulos,2011). Sesuai dengan pendapat diatas bahwa belajar adalah aktivitas sosial dan proses belajar yang paling baik adalah dalam kelompok maka penelitian ini menggunakan prinsip-prinsip dalam kelompok praktek atau community of practice (CoP) sebagai dasar pembuatan kelompok untuk saling berbagi pengetahuan. Istilah kelompok praktek dalam dunia industri telah dipakai secara luas namun masih belum ada definisi yang secara pasti dapat menggambarkan CoP dengan jelas. Kelompok praktek pertama digunakan oleh Lave dan Wenger (1991) untuk menggambarkan pembelajaran melalui praktek dan partisipasi, yang mereka sebut sebagai situated learning. Mereka menegaskan bahwa situated learning bukanlah bentuk institusi

13 13 pendidikan namun lebih pada bentuk strategi pendidikan. CoP selain lazim digunakan juga merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kerjasama antar pekerja pengetahuan (Yang & Wei, 2010) dan Retna (2010) telah membuktikan bahwa CoP mampu memfasilitasi kreasi, kegiatan berbagi (Goel, Junglases & Ives, 2009) dan penggunaan pengetahuan dalam organisasi yang secara positif mempengaruhi strategi, operasi dan bottom line. Goel dan kawan-kawan. (2009) menjelaskan bahwa CoP menjadi salah satu media yang mampu memfasilitasi berbagi pengetahuan. Atas dasar inilah peneliti mengajukan intervensi yang menggunakan prinsip-prinsip dalam CoP sehingga kegiatan berbagi pengetahuan dapat difasilitasi dengan maksimal untuk meningkatkan efikasi diri dalam membuat keputusan karir. Sebelumnya Wenger, McDermot dan Snyder (2002) telah mendefinisikan CoP sebagai suatu set kumpulan orang yang saling berbagi kepedulian terkait permasalahan ataupun ketertarikan yang tinggi tentang suatu topik, yang saling memperdalam pengetahuan dan keahlian dibidang tertentu dengan cara berinteraksi secara terus-menerus. Wenger (2010) berpendapat bahwa pembelajaran yang berada dalam batas sistem haruslah memiliki keseimbangan antara kompetensi dan pengalaman yang sama diantara anggotanya. Orang-orang dalam CoP dapat saling berbagi pengetahuan dan belajar banyak hal dari anggota yang lain sehingga semakin paham dengan pengetahuan yang dimiliki. Hal ini diperkuat dengan pendapat Lesser dan Storck (2001) bahwa salah satu fungsi CoP adalah untuk mengurangi kurva belajar karyawan baru (artinya belajar dapat menjadi lebih efisien). Berdasarkan penelitian Jeon, Kim dan Koh (2011) diketahui bahwa berbagi pengetahuan dipengaruhi oleh faktor motivasi internal maupun eksternal namun lebih jauh dikemukakan bahwa motivasi internal akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Hal ini sejalan dengan Choi, Kang dan Lee (2008) yang menemukan bahwa kegiatan berbagi pengetahuan dapat difasilitasi dengan mengoptimalkan pengungkit sosial seperti rasa percaya dan mekanisme pengupahan karena hal ini lebih penting dibandingkan dukungan teknis lainnya. Sedangkan perilaku berbagi pengetahuan dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi sedangkan untuk negatif atau positifnya tergantung dari tipe budaya yang dianut (Suppiah & Sandhu, 2011). Sejalan dengan penelitian diatas Lee, Gillespie, Mann dan Wearing (2010) menemukan bahwa dengan membangun keahlian tim, seorang pemimpin akan dapat meningkatkan kesediaan

14 14 anggotanya untuk saling percaya dan membagi informasi dalam tim yang pada akhirnya mampu meningkatkan intensitas berbagi pengetahuan antar anggota tim. Berdasarkan Nickols (2000) ada dua jenis CoP, yaitu yang diorganisir sendiri dan yang disponsori (Buckley & Giannakopoulos, 2011). Pada dasarnya keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu memfasilitasi berbagi pengetahuan. Jenis yang paling cocok untuk kepentingan penelitian ini adalah CoP yang disponsori dan tujuan utama dari CoP ini peneliti adaptasi dari Buckley dan Giannakopoulos (2011), antara lain: 1. Memberi ruang kepada para peserta untuk dapat belajar satu sama lain melalui berbagi topik, ide, hasil pembelajaran,masalah dan solusi, temuan penelitian dan aspek lain yang terkait untuk kepentingan bersama. 2. Menyediakan media untuk dapat lebih menyebarluaskan dan memanfaatkan pembelajaran yang didapat dalam kelompok dengan rekan lainnya. 3. Menghasilkan hasil nyata yang terukur, memberi manfaat dan nilai tambah pada setiap peserta. Berdasarkan beberapa hal diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang dapat dirubah dengan menggunakan metode berbagi pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip dalam CoP. Terkait dengan pperilaku yang ingin dirubah, berikut konsep yang diajukan oleh Bandura untuk menjelaskan tingkah laku manusia tersebut. Bandura menyebutnya determinis resiprokal, yang menekankan interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan pribadi, lingkungan dan tingkah laku. Perilaku seseorang atas kondisi tertentu, dalam sistem Bandura tergantung pada interaksi timbal balik antara lingkungan dengan kondisi kognitif seseorang, terutama terkait dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu dalam melakukan tindakan tertentu secara memuaskan atau dengan kata lain tinggi rendahnya efikasi diri pada suatu hal. Efikasi diri adalah penilaian atas kemampuan diri untuk mengatur dan melaksanakan berbagai bentuk performansi yang relevan sedangkan harapan akibat adalah penilaian atas akibat yang meungkin muncul dari performansi yang yang dilakukan. Akibat merupakan hasil dari performansi seseorang yang berasal dari perilakunya dan besar kecilnya dipengaruhi oleh harapan atas akibat. Formulasi ini peneliti gambarkan dalam bagan berikut:

15 15 Individu Perilaku Akibat Efikasi Diri Level Kekuatan Keumuman Harapan Akibat Fisik Sosial Evaluasi diri Gambar 1. Hubungan antara efikasi diri dengan harapan akibat. Bagan diatas menunjukkan bagaimana efikasi dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Efikasi diri berbeda-beda untuk berbagai area baik dari level, kekuatan dan tingkat keumumannya. Akibat yang didapatkan muncul dalam bentuk efek fisik, sosial maupun evaluasi diri baik secara positif maupun negatif. Seperti dijelaskan sebelumnya perilaku seseorang dipengaruhi oleh efikasi yang dimiliki sehingga usaha mengubah perilaku dapat dilakukan dengan cara mengubah efikasi diri seseorang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengubah efikasi diri seseorang dalam membuat keputusan karir sehingga manipulasi ditujukan untuk membantu peserta meningkatkan efikasi diri dalam membuat keputusan karir. Menurut Bandura (1997), efikasi diri dapat diperoleh dari empat sumber efikasi, antara lain: Pengalaman berhasil, pengalaman terwakilkan, persuasi verbal, kondisi fisik dan psikologis. Efikasi diri dapat disebabkan atas kombinasi keempatnya ataupun karena masing-masing sumber. Sesuai dengan konsep Bandura bahwa sebuah konsekuensi atas sebuah perilaku dapat dipelajari dengan melakukan pengamatan diluar dirinya sehingga seseorang tidak perlu belajar dari pengalaman sendiri untuk mengetahui berbagai konsekuensi atas sebuah perilaku hal ini disebut juga sebagai modelling. Sejalan dengan Bandura, Amstrong (2008) menyatakan bahwa modelling dapat membantu seseorang untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan serta pengadopsian perilaku tertentu namun efekltifitasnya tergantung bagaimana karakteristik dan konsekuensi tindakan model dalam menghadapi stimulus tertentu. Individu dapat belajar dari model dengan mengamati orang lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan dirinya dan dapat belajar dari pengalaman orang tersebut untuk meningkatkan efikasi diri. Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh

16 16 peneliti untuk meningkatkan efikasi diri adalah dengan menyediakan media yang didalamnya seseorang dapat belajar dari orang lain, baik dengan cara saling mengamati, saling berinteraksi ataupun saling bertukar ide untuk memperdalam pengetahuan dan keahlian masing-masing. Media yang dibutuhkan untuk meningkatkan efikasi ini dapat difasilitasi melalui kegiatan berbagi pengetahuan sehingga setiap anggota dapat saling berbagi kepedulian terkait suatu topik dan dapat saling belajar dari orang lain sehingga dapat meningkatkan pemahaman atas suatu hal. Pembuatan Keputusan Karir Perilaku Akibat 1. Melakukan penilaian diri secara akurat 2. Pengumpulan informasi tentang pekerjaan, 3. Menyeleksi tujuan, 4. Membuat rencana untuk masa depan, 5. Pemecahan masalah. (Crites, 1978) Berbagi Pengetahuan dalam Perencanaan Karir Efikasi Diri: 1. Pengalaman Berhasil, 2. Pengalaman Terwakilkan, 3. Persuasi Verbal, 4. Kondisi Fisik dan Psikologis Gambar 2. Hubungan pembuatan keputusan karir dengan perilaku dan intervensi untuk mengubah perilaku dengan berbagi pengetahuan dalam perencanaan karir. Seseorang mengalami kesulitan dalam membuat keputusan karir saat mereka tidak memiliki efikasi diri yang baik. Individu dengan efikasi diri yang rendah dalam membuat keputusan karir perlu ditingkatkan efikasi dirinya melalui intervensi perencanaan karir. Metodenya adalah dengan memanipulasi sumber efikasi diri dengan menyediakan ruang untuk berbagi pengetahuan sehingga individu dapat belajar dari pengalaman orang lain. Berdasarkan asumsi diatas peneliti ingin mengaplikasikan kegiatan berbagi pengetahuan dalam konteks yang berbeda yaitu dalam hal perencanaan karir, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagi pengetahuan dalam perencanaan karir terhadap efikasi diri dalam membuat keputusan karir para pencari kerja. Peneliti berasumsi bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan individu terhadap dirinya dan dapat menyediakan informasi yang memadai terkait karir sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam menentukan keputusan karir. Materi yang disajikan dalam kegiatan ini menekankan pada penguasaan aspek aspek pembuatan keputusan karir dari Crites (1978) melalui manipulasi atau intervensi

17 17 terhadap sumber-sumber efikasi. Selain itu proses intervensi ini menekankan adanya praktek individu ditiap materi karena proses praktek ini sering kali hilang dalam banyak program karir (Preston & Biddle,1994). Individu seharusnya didorong untuk mengaplikasikan informasi yang didapat dalam kegiatan aktif. Melalui intervensi ini diharapkan peserta dapat menjadi lebih percaya diri karena telah memiliki pemahaman yang cukup untuk menentukan karir yang diinginkannya serta dapat belajar dari pengalaman orang lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan dirinya yang telah berhasil meniti karirnya. Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih jauh bagaimana pengaruh berbagi pengetahuan dalam perencanaan karir terhadap efikasi diri dalam membuat keputusan karir para pencari kerja. Hipotesis penelitian ini adalah bahwa dengan melakukan berbagi pengetahuan dalam perencanaan karir akan dapat meningkatkan efikasi diri dalam membuat keputusan karir para pencari kerja. Subjek Penelitian Metode Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah lulusan S1 perguruan tinggi baik lulusan baru ataupun sudah bekerja kurang dari 3 tahun yang sedang mencari pekerjaan ataupun ingin berganti pekerjaan. Peserta yang berminat untuk mengikuti kegiatan ini diminta untuk melakukan registrasi secara online sekaligus melakukan pengisian pretes. Hasil skor pretes dikategorisasi untuk menentukan partisipan sesuai kriteria. Sebelum penelitian dijalankan, peneliti mengundang 40 orang calon peserta kelompok eksperimen dan 40 orang calon kelompok eksperimen pada waktu yang berbeda untuk memberi penjelasan teknis penelitian. Penentuan calon peserta dilakukan secara purposive sampling dan jumlah orang didalam tiap kelompok ditentukan dengan memperhatikan komposisi peserta dengan skor rendah, sedang dan tinggi serta ketersediaan waktu subjek. Peserta yang berkenan datang memenuhi undangan adalah 38 orang untuk kelompok eksperimen dan 27 orang untuk kelompok kontrol. Selama proses intervensi berlangsung, 8 orang peserta dinyatakan tidak dapat dianalisis datanya karena gugur karena beberapa alasan antara lain harus mengikuti seleksi kerja di perusahaan serta tidak mengikuti sesi-sesi intervensi secara penuh. Pada akhirnya peserta penelitian ini berjumlah 57 orang yang terdiri atas 30 orang kelompok eksperimen dan 27 orang kelompok kontrol.

PENGARUH BERBAGI PENGETAHUAN PERENCANAAN KARIR TERHADAP EFIKASI DIRI DALAM MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR

PENGARUH BERBAGI PENGETAHUAN PERENCANAAN KARIR TERHADAP EFIKASI DIRI DALAM MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR Pengaruh Berbagi Pengetahuan Perencanaan Karir terhadap Efikasi Diri... PENGARUH BERBAGI PENGETAHUAN PERENCANAAN KARIR TERHADAP EFIKASI DIRI DALAM MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR EFFECT OF KNOWLEDGE SHARING IN

Lebih terperinci

karir dengan eksplorasi dan mencari informasi karir yang diminati serta mulai

karir dengan eksplorasi dan mencari informasi karir yang diminati serta mulai 2 Masa remaja merupakan masa bagi individu untuk mulai membuat rencana karir dengan eksplorasi dan mencari informasi karir yang diminati serta mulai membuat keputusan karir (Bardick, Bernes, Magnusson,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah

Lebih terperinci

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian dari Scapinello (1989) menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelajaran matematika merupakan pengetahuan dasar, dan kompetensi penunjang bagi pelajaran lainnya yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Undang undang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus informasi mengalir cepat seolah tanpa hambatan, jarak dan ruang yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin ketat. Dunia perekonomian berjalan dengan sangat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan mempunyai peranan penting dalam kemajuan suatu organisasi, khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak organisasi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pertumbuhan di berbagai aspek pun ikut terjadi seperti kemajuan teknologi, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karir berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karir berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karir berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karir menjadi titik penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri guna memasuki masa dewasa. Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin, kooperatif adalah suatu pembelajaran dimana siswa belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian meningkat. Pertumbuhan pesat ini menciptakan persaingan yang ketat antara berbagai pihak. Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan tantangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Universitas merupakan salah satu institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kedokteran merupakan ilmu yang mempelajari penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta

Lebih terperinci

yang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional

yang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional yang merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pemecahan Masalah Matematika Pemecahan masalah berarti keikutsertaan dalam suatu tugas yang metode pemecahannya tidak diketahui sebelumnya. Masalah merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan tempat di mana dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, baik menghasilkan suatu barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia perlu untuk bekerja. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai prestasi dalam pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penting individu untuk mencapai kesiapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin bertambah, teknologi semakin canggih, serta ilmu pengetahuan semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai bidang. Salah satu bidang yang ikut mengalami perubahan adalah pendidikan. Dewasa ini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini didukung pula dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era globalisasi dan hingga saat ini belum ada definisi yang pasti bagi globalisasi. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan yang terjadi juga semakin banyak. Salah satunya dalam bidang teknologi, banyaknya teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Efikasi Pengambilan Keputusan Karir. dalam berbagai keadaan (Bandura,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Efikasi Pengambilan Keputusan Karir. dalam berbagai keadaan (Bandura,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karir 1. Pengertian Efikasi Pengambilan Keputusan Karir Bandura (1997) merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan konsep efikasi diri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ruggiero (1998)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah ditetapkannya standar kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang mengakibatkan banyak orang tidak mendapatkan kesempatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M. PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.Pd ABSTRAK Banyak peserta didik yang masih belum percaya dengan kemampuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan era globalisasi, setiap orang diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkenaan dengan tahap-tahap perkembangan, Papalia (Pinasti,2011,

BAB I PENDAHULUAN. Berkenaan dengan tahap-tahap perkembangan, Papalia (Pinasti,2011, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini peran, tugas, dan tanggung jawab mahasiswa bukan hanya sekedar untuk mencapai keberhasilan dalam bidang akademik saja, namun juga mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja dan keberlanjutan sebuah organisasi adalah tantangan terbesar yang

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja dan keberlanjutan sebuah organisasi adalah tantangan terbesar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja dan keberlanjutan sebuah organisasi adalah tantangan terbesar yang dihadapi oleh seorang pemimpin (Emmons, 2013). Kesuksesan tidak hanya berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan tinggi di Indonesia mengalami pergantian bentuk kurikulum, seperti di Fakultas psikologi yang berubah dari ajaran kurikulum tahun 2008 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan untuk studi serta mulai memikirkan masa depannya dengan lebih serius.

remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan untuk studi serta mulai memikirkan masa depannya dengan lebih serius. I. Pendahuluan Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2002). Hurlock (2004) menyatakan bahwa remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja, dalam hal ini pelajar dipandang sebagai generasi muda yang memegang peranan penting sebagai generasi penerus dalam pembangunan masyarakat, bangsa,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Judul Penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Derajat Self- Efficacy Guru-Guru SMA X Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai Self-Efficacy pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad ke 21 persaingan dan tantangan di semua aspek kehidupan semakin besar. Teknologi yang semakin maju dan pasar bebas yang semakin pesat berkembang mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia global yang kian meningkat. Bangsa Indonesia sedang giat giatnya melakukan pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Learning Model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa ketika pengambilan keputusan meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa ketika pengambilan keputusan meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa ketika pengambilan keputusan meningkat. Keputusan-keputusan yang diambil remaja adalah keputusan mengenai masa depannya. Akan tetapi kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi 16 II. LANDASAN TEORI A. Definisi Iklim Organisasi Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti 70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti PAL. 2. Mahasiswa yang mengikuti PAL mempunyai persepsi yang baik tentang PAL. 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang belajar di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana (Budiman, 2006). Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan primer. Dunia pendidikan terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan perubahan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Univariat Usia responden merupakan salah satu karakteristik responden yang berkaitan dengan pengalaman dan daya berpikir seseorang, Semakin bertambah umur seseorang cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia bukan sekedar untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan namun juga untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini, dari tahun ke tahun menunjukkan fenomena yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan tak terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya, dan prestasi akhir itulah yang dikenal dengan performance atau

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya, dan prestasi akhir itulah yang dikenal dengan performance atau BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah Kekuatan setiap organisasi terletak pada sumber daya manusia, sehingga prestasi organisasi tidak terlepas dari prestasi setiap individu yang terlibat didalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi dan modernisasi, banyak terjadi perubahanperubahan dalam berbagai sisi kehidupan yang mengharuskan setiap manusia tanpa terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membekali setiap sumber daya manusia dengan pengetahuan, kecakapan dan

BAB I PENDAHULUAN. membekali setiap sumber daya manusia dengan pengetahuan, kecakapan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan suatu tuntutan bagi setiap warga negara, baik yang tua maupun yang masih muda. Penyelenggaraan pendidikan diharapkan dapat membekali

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King Imogene M. King mengawali teori ini melalui studi literatur dalam keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa

Lebih terperinci