A. Ringkasan Penemuan dan Kesimpulan
|
|
- Ratna Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VI. RINGKASAN PENEMUAN, KESIMPULAN DAN SARAN A. Ringkasan Penemuan dan Kesimpulan Penemuan penelitian dan kesimpulan spesifik telah dicantumkan dalam setiap bagian akhir dari bab-bab terdahulu. Hasil rangkuman penemuan penelitim adalah sebagai berikut : 1. Hutan alam primer (primary forest) yang telah ditebang sebelum waktunya (di luar hutan alam primer yang telah ditebang berdasarkan rencana penebangan tahunan yang disetujui pemerintah) per tahun berdasarkan 60 HPH contoh, rata-rata sebesar 2,5%. Dengan rataan umur HPH selama 13 tahun, HPH menyelesaikan tata batas hutan sebesar 49,48%, sedangkan kewajiban untuk melaksanakan perlindungan hutan diselesaikan rata-rata 33,75% dari standar kegiatan yang telah ditetapkan pemerintah. Jumlah tenaga teknis kehutanan baru dipenuhi sebesar 39,17% dari standar yang ditetapkan pemerintah. 2. Permasalahan pengusahaan hutan alain produksi berkaitan dengan dua kondisi yaitu adanya kepentingan pemerintah dan pemegang HPH untuk mernanfaatkan sumberdaya hutan alam produksi yang bersifat konflik, serta tingginya biaya yang diperlukan untuk mengontrol pelaksanaan kontrak (high transaction cost), karena organisasi pemerintah tidak marnpu mengamankan hak-hak properti (property right) akibat luas dan rendahnya aksesibilitas hutan alam produksi. Kondisi dan karakteristik hutan tersebut menimbulkan fenomena penunggangan gratis wee rider) clan perilaku pencari rente (rent seeking behavior). 3. Hasil analisis sidik lintas menunjukkan bahwa rencana pengusahaan hutan serta pelaksanaan tata batas, aktivitas rehabilitasi hutan bekas tebangan, dan aktivitas pengamanan hutan tidak memberikan implikasi terhadap keutuhan hutan., Sementara itu investasi pengusahaan hutan alam sangat rendah yaitu sebesar 1% terhadap nilai produksinya. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang HPH
2 berperilaku sebagai penunggang gratis dan tidak berorientasi usaha jangka panjang melalui upaya pelestarian produksi. lnovasi teknologi manajernen hutan tidak dilaksanakan, karena potensi insentif yang mungkin dapat diperoleh harus dibayarkan berupa biaya tidak resmi yang besamya antara 24% - 46% dari biaya variable. Biaya tidak resmi ini rnerupakan konsekuensi adanya perilaku pencari rente dalam pengusahaan hutan alam produksi. 4. Institusi tidak mengatur kayu di hutan sebagai oset pemegang HPH serta memberikan batas jurisdiksi yang se~npit bagi pemegang HPH, sehingga peme- gang HPH tidak berhak menentukan manajemen pengelolaan hutan. Kebijak- sanaan pertama mengakibatkan rendahnya kepedulian pemegang HPH terhadap pengamanan kayu di hutan, sedangkan kebijaksanaan kedua menyebabkan : a). Organisasi HPH cenderung tidak mengembangkan kemampuannya melaksana- kan pengelolaan hutan. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah tenaga kerja per ha di HPH lima kali lebih kecil daripada di Pemln Perhutani, serta prosentase investasi terhadap nilai produksi yang ditanam pemegang HPH 23 kali lebih kecil daripada Perum Perhutani. b). lnstitusi tidak dapat mengendalikan tetapi justru meningkatkan biaya transaksi dalaln pelaksanaan pengusahaan hutan. 5. Jika kayu di hutan diperhitungkan sebagai aset pelnegang HPH, dan pemegang HPH harus membayar dimuka kayu di hutan seharga Rp ,- (tarif IHH yang berlaku), profitabilitas pengusahaan hutan alam produksi tidak lagi menarik minat swasta. Hasil analisis finansial tnenunjukkan bahwa kemampuan usaha untuk mendukung pembayaran tunai atas aset hutan sangat rendah. Dengan biaya eksploitasi (tanpa overhead) rata-rata sebesar US $ 10 per m3, nilai IRR maksirnum yang dihasilkan hanya sebesar 17,55% jika produksi rata- rata kayu bulat per ha sebesar 65 m3. Sedangkan jika rata-rata biaya eksploitasi sebesar US$20 per m3 dan produksi rata-rata kayu bulat per ha sebesar 35 m3, nilai IRR tersebut nol. Dengan demikian, untuk mendukung perubahan institusi pengusahaan hutan alam produksi. pasar ekspor kayu bulat hams dibuka, agar
3 harga kayu bulat naik. Jika harga kayu bulat di dalam negeri sama dengan harga intemasional, perubahan institusi meningkatkan nilai IRR antara 35,34% sampai 53,26%, jika lainnya tetap, kecuali biaya ekspoitasi (tanpa overhead) naik rata-rata sebesar US $ 20 per m3. Kenaikan biaya tersebut untuk memenuhi spesifikasi sortimen ekspor. 6. Penyempurnaan institusi pengusahaan hutan alam yang dapat diselenggarakan dengan tetap menghasilkan profitabilitas bagi pemegang HPH, diperkirakan hanya mampu mendorong pemegang HPH melaksanakan pengamanan kayu di hutan. Permasalahan pelestarian produksi (over cutting) masih belum terpecahkan, karena pengusaha bisa mendapatkan profitabilitas lebih tinggi apabila kayu yang ada di hutan ditebang dalam waktu sesingkat-singkatnya. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pelestarian produksi kayu dalam pengusahaan hutan alam tidak dapat diwujudkan apabila dilaksanakan oleh organisasi yang perilaku ~nemaksimumkan keuntungan hanya didasarkan oleh keputusan finansial dalan~ jangka pendek. Perilaku tersebut dapat dicegah apabila keuntungan yang diperoleh dcngan mempercepat penebangan kayu lebih kecil daripada opportunity cost jika pemegang HPH hanya mengusahakan hutan dengan tanpa ada produksi kayu, karena kayu di hutan sudah habis ditebang. Sementara itu, dalam waktu yang sama, pemegang HPH harus melaksanakan rehabilitasi dan pengamanan hutan. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, kontrak pengusahaan hutan alam harus menetapkan bahwa pemegang HPH tidak diperkenankan mengundurkan diri sebelum masa kontraknya habis, dan disertai kewajiban untuk melaksanakan rehabilitasi hutan, agar pemegang HPH memperhitungkan kemungkinan terjadinya usaha tanpa produksi. Berdasarkan ringkasan penemuan penelitian, kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Dengan berlakunya institusi pengusahaan hutan alam produksi selama kurang lebih 25 tahun memberikali indikasi bahwa selama periode tersebut kerugian
4 yang disebabkan oleh penunggangan gratis dalam pengusahaan hutan alarn produksi dapat dikompensasi oleh keuntungan pemegang HPH sebagai perusahaan swasta (private firm) dan perilaku pencari rente (rent seeking behavior) yang timbul dari lemahnya institusi. Pembenaran adanya kompensasi tersebut diakibatkan karena visi pengusahaan hutan dibangun diatas suatu pengertian bahwa hutan dibawah penguasaan pemerintah dan pemegang HPH. Proses kalkulasi pengambilan keputusan kurang mengikut-sertakan kepentingan masyarakat luas yang sebenarnya juga menjadi pemilik hutan. 2. Untuk memasukkan pelaku penunggang gratis dan pencari rente ke dalam sistem kontribusi pengamanan hutan, diadopsi suatu instrumen kebijaksanaan pengusahaan hutan alam produksi dengan cara memperhitungkan kayu di hutan sebagai aset pemegang HPH. Dalam pelaksanaannya ditetapkan pemerintah melalui mekanisme transaksi administratif. Agar kemampuan organisasi HPH dapat berkembang, teknologi manajemen pengelolaan hutan ditentukan melalui mekanisme transaksi tawar-menawar antara pemerintah dan pemegang HPH. 3. Insentif untuk melestarikan produksi kayu di hutan akan efektif mempengaruhi perilaku pemegang KPH apabila pemegang HPH tidak diperkenankan mengundurkan diri sebelum masa kontraknya habis, dan disertai kewajiban untuk melaksanakan rehabilitasi hutan selama waktu kontrak. Untuk mencapai profitabilitas usaha, pemegang HPH harus dibebaskan menjual kayu bulat yang dihasilkan baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun ekspor. B. Saran Kebijaksanaan pengusahaan hutan alam produksi yang sudah berlangsung selama 25 tahun belum mampu menyelenggarakan pengusahaan hutan secara berkelanjutan. Kebijaksanaan tersebut di latar belakangi oleh suatu visi lembaga
5 I pemerintah c.q. Departemen Kehutanan yang bertindak lebih sebagai perusahaaan besar (bigjirm) daripada sebagai lembaga publik (public body). Kerangka pemikiran yang digunakan untuk merumuskan kebijaksanaan lebih berturnpu pada aspek-aspek teknis clan teknologi pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan, sebaliknya belum memperhatikan arah perilaku aktor-aktor (swasta, masyarakat, dan organisasi pemerintah) yang terlibat sebagai unit-unit pengambil keputusan. Di tingkat operasional, tugas pemerintah menjadi pengatur kegiatan pengelolaan hutan di lapangan, yang semestinya dapat mengandalkan kreativitas masyarakat. Oleh karena itu, dalam penyempurnaan kebijaksanaan pengusahaan hutan terlebih dahulu diperlukan penyempumaan strategi tentang pemanfaatan dan pelestarian fungsi hutan sebagai sumberdaya milik publik. Implementasinya dapat dilaksanakan melalui penataan hak-hak untuk mengendalikan perilaku pemegang HPH menuju pemanfaatan fungsi hutan secara berkelanjutan. Strategi tersebut diharapkan dapat dipergunakan pemerintah untuk menyempumakan berberapa instrumen kebijaksanaan pengusahaan hutan alam produksi yang kini sedang dilaksanakan, seperti pembentukan KPHP, pengelolaan hutan oleh BUMN dan penggabungan BUMN dan swasta, serta pengembangan pengusahaan hutan oleh masyarakat desa hutan. Pengembangan ilmu, pengetahuan, dan teknologi kehutanan disamping diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan hutan, juga perlu diarahkan untuk memahami adanya karakteristik atau situasi sumberdaya hutan yang berpengaruh terhadap arah dan tindakan organisasi publik maupun swasta (private) dalam pelaksanaan pengusahaan hutan. Peneliti menyadari meskipun hasil penelitian ini dapat menjawab tujuan penelitian, namun masih terdapat kelemahan karena kekurang-tepatannya (lack ofprecision). Hal ini disebabkan, pertama, dalam penelitian ini hasil hutan diasumsikan tunggal, yaitu kayu. Sumber interdependensi hanya terfokus pada satu jenis yaitu hutan alam produksi dengan situasi biaya transaksi tinggi. Kedua, hubungan antara
6 I institusi dan perilaku bersifat kompleks dan mengandung ketidak-pastian. Oleh karena itu penelitian institusi pengusahaan hutan alam produksi ini perlu diperdalam melalui penelitian lanjutan.
Sistem Bagi Hasil dan Keberlanjutan Sumber Daya Perikanan
Sistem Bagi Hasil dan Keberlanjutan Sumber Daya Perikanan Bagi Hasil Pusat-Daerah Penerimaan negara pajak: PBB: Pajak bumi dan bangunan BPHTB: Bea perolehaan hak atas tanah & bangunan Penerimaan negara
Lebih terperinciPENINGKATAN KINERJA PENGUSAHAAN HUTAN ALAM PRODUKSI MELALUI KEBIJAKSANAAN PENATAAN INSTITUSI. Oleh : Hariadi Kartodihardjo
PENINGKATAN KINERJA PENGUSAHAAN HUTAN ALAM PRODUKSI MELALUI KEBIJAKSANAAN PENATAAN INSTITUSI Oleh : Hariadi Kartodihardjo PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1998 PERFORMANCE IMPROVEMENT OF NATURAL
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
VI, RINGUSAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN DAN SARAN 1. Cara pandang masyarakat terhadap sumberdaya hutan, masih sebatas pemanfmtan kayu dari hutan. Tuntutan masyarakat untuk turut mengelola sumberdaya hutan,
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN SARAN
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dari pemaparan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk Propinsi Kalimantan Selatan secara keseluruhan realisasi tanam masih
Lebih terperinci. : (1) KUD Pra-Perusahaan, yang mencakup 19,4 persen dari seluruh KUD
VI1. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Analisa yang dilakukan terhadap Koperasi Unit Desa di Jawa Barat menunjukkan adanya keragaman perkembangan kelernbagaan* dan perilaku usaha. Berdasarkan faktor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun terakhir pengelolaan hutan di Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi politik yang masih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pembangunan sumber daya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan merupakan orientasi sistem pengelolaan hutan yang mempertahankan keberadaannya secara lestari untuk
Lebih terperinciTIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN
TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE- 14 PENDAHULUAN Instrumen ekonomi terbagi atas beberapa kategori berbeda yang masing-masing mempunyai kelebihan maupun kekurangan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dan persekutuan alam lingkungan. Hutan sebagai
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah tersebut tidak berdampak buruk secara lebih luas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Deforestasi atau penebangan hutan secara liar di Indonesia telah menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deforestasi atau penebangan hutan secara liar di Indonesia telah menimbulkan dampak ekologi yang sangat besar bagi Indonesia dan dunia. Indonesia memiliki 10% hutan
Lebih terperinciyam Idimuskan, secara uum, sejalan dangan kebijskan- 1. -
1. -. -.. I. PENDAHULUAN ' i.. -' 'r- Kongres Kehutanan Sedunia ke-8 tahun 1978 di Jakarta merumuskan salah satu deklarasinya yang berbunyi "... the world's forest must,..., be used for all people..."
Lebih terperinci(DR), Grading Fee (GF), dan Iuran Hasil Hutan (IHH) dipungut berdasarkan volume produksi kayu bulat
2- TINJAUAN UMUM 37ENIS-SENIS PUNGiJTM HASIL ]HUTAN 2.1 Jenis-Jenis Pungutan Hasil Hutan Di Indonesia dikenal beberapa jenis pungutan kayu alam oleh Pemerintah. Pungutan tersebut selalu disempurnakan baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan, khususnya perusahaan publik di Indonesia tentu saja tidak akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan ekonomi begitu pesat serta perkembangan dunia yang mengarah kepada globalisasi, akan mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap tingkat
Lebih terperinciKeputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : SK.04/VI-BRPHP/2004 Tanggal : 30 Januari 2004
Lampiran 1 Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan mor : SK.04/VI-BRPHP/2004 Tanggal : 30 Januari 2004 KRITERIA PENILAIAN UJI KELAYAKAN PENAWARAN PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang potensial untuk menopang perekonomian nasional. Usaha Kecil Menengah telah memberikan sumbangan yang nyata
Lebih terperinciBAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN
BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN 9.1. Pendapatan Perusahaan Hutan Tujuan perusahaan hutan adalah kelestarian hutan. Dalam hal ini dibatasi dalam suatu model unit perusahaan hutan dengan tujuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Bela kang. Hutan sebagai sumber kekayaan alam merupakan suatu modal dasar
PENDAHULUAN Latar Bela kang Hutan sebagai sumber kekayaan alam merupakan suatu modal dasar pembangunan nasionai yang perju dimanfaatkan secara maksimal dan lestan untuk kesejahteraan rakyat, baik materia1
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya hutan yang tidak hanya memiliki keanekaragaman hayati tinggi namun juga memiliki peranan penting dalam perlindungan dan jasa lingkungan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perubahan Institusi Kehutanan Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam perubahan undang-undang no 5 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan tanaman di Jawa, khususnya oleh Perum Perhutani merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan utama mulai dari penanaman, pemeliharaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tiga dasawarsa terakhir sektor kehutanan memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia. Selama periode tahun 1980-2005 penerimaan dari sektor kehutanan
Lebih terperinciORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i
ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i Dwi Priyo Ariyanto Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Sumberdaya air saat ini semakin sulit serta mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengamanatkan Pemerintah Daerah sebagai pelayan masyarakat untuk
i BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T) dapat dilihat sebagai upaya pemerintah untuk lebih mengoptimalkan penyelenggaraan pelayanan bagi masyarakat. Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU no.41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati, yang didominasi pepohonan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun
Lebih terperinciMENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL
MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL Sepanjang era Orde Baru praksis pembangunan kehutanan senantiasa bertolak dari pola pikir bahwa penguasaan sumberdaya hutan merupakan state property saja
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN SARAN
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Rangkuman (Sintesa) Temuan Kelembagaan KIBARHUT dicirikan kesediaan principal mendelegasikan kemampuan investasi membangun hutan kepada agents untuk memproduksi kayu sebagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Pasar modal menurut Keppres No.60 tahun 1988 ialah bursa yang merupakan
8 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Pasar Modal Pasar modal menurut Keppres No.60 tahun 1988 ialah bursa yang merupakan sarana untuk mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang dalam bentuk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, Propinsi Banten. KBM Wilayah II Bogor, dan Industri pengolahan
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum
Lebih terperinci8 KESIMPULAN DAN SARAN
8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat
Lebih terperinciKajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015
Ringkasan Eksekutif Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015 Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terluas di dunia, dan sebagian
Lebih terperinciHeirloom (V) Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan.
Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Kerja keras. Ketahanan. Kebulatan Tekad.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)
KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) Menimbang: a. Bahwa pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjaga eksistensinya, perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal
Lebih terperinciPENYEMPURNAAN UNDANG - UNDANG KEARSIPAN ( Sebuah Resume )
PENYEMPURNAAN UNDANG - UNDANG KEARSIPAN ( Sebuah Resume ) Endang Nurjati, S. Pd Arsiparis BPAD Provinsi DIY Pendahuluan Undang - undang Nomor 7 tahun 1971 tentang Pokok pokok Kearsipan merupakan payung
Lebih terperinciVI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Rangkuman (Sintesa) Temuan KBU merupakan kawasan lindung yang sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pusat pengembangan wilayah yakni Kota Bandung. Sebagai bagian dari
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI.ii I. PENDAHULUAN...1 II. KONSEP EKONOMI LINGKUNGAN.3
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR............. i DAFTAR ISI.ii I. PENDAHULUAN....1 II. KONSEP EKONOMI LINGKUNGAN.3 A. Konsep Ekternalitas... 3 B. Pembangunan yang Berkelanjutan..4 III. PEMBAHASAN 6 A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batas lagi, segala aspek kehidupan dapat saling terkait dan mempengaruhi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hubungan antar negara di dunia saat ini dapat dikatakan tidak memiliki batas lagi, segala aspek kehidupan dapat saling terkait dan mempengaruhi. Globalisasi telah
Lebih terperinciPerum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik. Negara (BUMN) berbentuk perusahaan umum bertugas menyelenggarakan
I. PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG Perum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk perusahaan umum bertugas menyelenggarakan kegiatan pengusahaan hutan di Pulau Jawa, meliputi Unit
Lebih terperinciCONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model
Lebih terperinciPELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INVESTASI, DAN PENETAPAN HARGA TRANSFER
Pert 9 PELAPORAN SEGMEN, EVALUASI PUSAT INVESTASI, DAN PENETAPAN HARGA TRANSFER HARIRI, SE., M.Ak Universitas Islam Malang 2017 DESENTRALISASI DAN PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN Sistem akuntasi pertanggung jawaban
Lebih terperinciEFEK PERILAKU KORUP BIROKRAT KEHUTANAN PADA KELESTARIAN HUTAN (Effect of Corrupt Behavior of the Forestry Bureaucrats on the Forest Sustainability)
Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 1 : 49-56 (2005) Artikel (Article) EFEK PERILAKU KORUP BIROKRAT KEHUTANAN PADA KELESTARIAN HUTAN (Effect of Corrupt Behavior of the Forestry Bureaucrats on the
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Usaha Kecil Menengah Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi. Salah satu unsur penting dalam perubahan tersebut ialah peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki Era Globalisasi, perubahan terjadi begitu cepat. Begitu juga yang terjadi pada dunia usaha, khususnya perusahaan. Perubahan kondisi ekonomi, serta perkembangan
Lebih terperinciHeirloom (V) Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan.
Heirloom (V) Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Kerja keras. Ketahanan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di
Lebih terperinciSalah satu kontribusi terbesar pada krisis ekonomi dan resesi di lndonesia
I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu kontribusi terbesar pada krisis ekonomi dan resesi di lndonesia adalah besarnya hutang swasta kepada pihak luar negeri. Keadaan ini diperparah oleh ketidakmampuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan tersebesar kas negara. Penerimaan
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sektor pemasukan tersebesar kas negara. Penerimaan negara dari sektor pajak memegang peranan yang sangat penting untuk kelangsungan sistem pemerintahan
Lebih terperinciPERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 48 PENURUNAN NILAI AKTIVA
0 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. PENURUNAN NILAI AKTIVA Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah keagenan menjadi isu sentral dalam berbagai literatur keuangan karena adanya keterbatasan dari pemilik yang tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya
Lebih terperinciVI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN
VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator
Lebih terperinciMateri 7 Bisnis, Politik dan Perekonomian. Marheni Eka Saputri ST., MBA
Materi 7 Bisnis, Politik dan Perekonomian Marheni Eka Saputri ST., MBA Contents 1 Bisnis dan Politik 2 Bisnis dan Perekonomian Bisnis dan Politik Politik: hal-hal yang berkenaan dengan masalah kenegaraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran sub sektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode Pembangunan Lima Tahun Pertama
Lebih terperinciANALISIS EFISIENSI PASAR MODAL INDONESIA PERIODE (Studi Pada PT Bursa Efek Jakarta)
ANALISIS EFISIENSI PASAR MODAL INDONESIA PERIODE 2003 2005 (Studi Pada PT Bursa Efek Jakarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Lebih terperincimesin penggergajian untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kualitas produk yang dihasilkan.
A. Latar Belakang Semua perusahaan diasumsikan mempunyai tujuan utama yang sama yaitu menghasilkan keuntungan disamping mempertahankan hidup (survive), memberikan manfaat yang besar kepada lingkungan masyarakat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.704, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Bakti Sarjana. Kehutanan. Pembangunan Hutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.30/MENHUT-II/2013 TENTANG BAKTI
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi
136 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Pengembangan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki peran yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi Sumatera Utara dan NAD
Lebih terperinciDampak dari berhentinya pembiayaan Pemerintah tersebut antara lain :
Lampiran : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 4895/Kpts-II/2002 Tanggal : 5 Juni 2002 Tentang : KRITERIA DAN INDIKATOR PENILAIAN KELANGSUNGAN PERUSAHAAN HTI PATUNGAN DAN HTI BUMN I. PENDAHULUAN A. Latar
Lebih terperinciLAMPIRAN C. Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu )
LAMPIRAN C Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu ) LAMPIRAN C Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai prosedur untuk menjadi seorang pegawai ataupun karyawan di sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dlihat dari fenomena yang ada, jumlah pencari kerja di Indonesia lebih banyak dibanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Lulusan mahasiswa dari Perguruan
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI 3.1 Perkiraan Luas Tutupan Hutan 1
VALUASI EKONOMI Dalam menentukan kontribusi suatu sektor kegiatan ekonomi terhadap pembangunan nasional pada umumnya dinyatakan dalam nilai uang yang kemudian dikonversi dalam nilai persentase. Setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pelaksanaan proses pembangunan, manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan
Lebih terperinciINDUSTRI.
INDUSTRI INDUSTRI Istilah industri mempunyai 2 arti: Himpunan perusahaan2 sejenis Suatu sektor ekonomi yg didalamnya terdapat kegiatan produktif yg mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau ½ jadi.
Lebih terperinciMencegah Kerugian Negara Di Sektor Kehutanan: Sebuah Kajian Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penatausahaan Kayu
Mencegah Kerugian Negara Di Sektor Kehutanan: Sebuah Kajian Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penatausahaan Kayu Kajian Sistem Pengelolaan PNBP Sektor Kehutanan, Tahun 2015 Direktorat Penelitian
Lebih terperinciMG-3 KONSEP PENILAIAN EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
MG-3 KONSEP PENILAIAN EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc Asti Istiqomah, SP, MS EKONOMI KEHUTANAN ESL 325 (3-0) PENTINGNYA VALUASI SDH 1. Hutan merupakan aset SDA, dimana nilai aset
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciRANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA
RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA I. UMUM Pembangunan hukum dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB 3 OBJEK PENELITIAN. IKH termuat di dalam Akte Pendirian Perseroan. Akte ini telah disahkan oleh
BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Singkat PT. IKH didirikan pada tanggal 19 Mei 1997. Anggaran dasar PT. IKH termuat di dalam Akte Pendirian Perseroan. Akte ini telah disahkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh modal tersebut adalah dengan melakukan go public. Go public
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan yang berbasis bisnis adalah perusahaan yang bertujuan untuk memaksimalisasi nilai perusahaan dan mencari keuntungan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut
Lebih terperinciKONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII)
KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 HAK KEPEMILIKAN (PROPERTY RIGHT) Rezim Hak Kepemilikan Hak Kepemilikan Tipe Hak Kepemilikan Akses Terbuka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi penjelasan tentang latar belakang dilakukannya penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan tentang latar belakang dilakukannya penelitian terkait isu diversifikasi korporasi dan biaya modal, dan alasan pentingnya penelitian tersebut khususnya dalam
Lebih terperinciTeori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory)
Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory) Resource Dependence Theory adalah studi tentang bagaimana sumber daya eksternal organisasi mempengaruhi perilaku organisasi. Teori
Lebih terperinciSISTEM PEMANTAUAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KAYU DI ERA OTONOMI DAERAH
I N F O S O S I A L E K O N O M I Vol. 2 No.1 (2001) pp. 45 54 SISTEM PEMANTAUAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KAYU DI ERA OTONOMI DAERAH Oleh: Triyono Puspitojati RINGKASAN Sistem pemantauan produksi dan peredaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) guna menjual
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu penggerak utama perekonomian dunia termasuk Indonesia, melalui pasar modal perusahaan dapat memperoleh dana untuk melakukan
Lebih terperinciEtika dan integritas. Kepatuhan: Pedoman bagi pihak ketiga
Etika dan integritas Kepatuhan: Pedoman bagi pihak ketiga i Pihak ketiga berarti orang atau perusahaan yang memasok barang atau jasa kepada Syngenta atau atas nama kami. ii pejabat publik dapat mencakup,
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. XL Axiata Tbk, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Berdasarkan analisis-analisis yang dilakukan oleh penulis atas laporan keuangan PT XL Axiata Tbk, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: V.1.1 Analisis Strategi
Lebih terperinciVII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG
VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA
PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) RI tahun 1993, mengatakan
BABI PENDAHULUAN A. Kebijaksanaan Penyelenggaraan Transmigrasi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) RI tahun 1993, mengatakan bahwa pembangunan transmigrasi diarahkan kepada pembangunan daerah, penataan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN. 5.1.Simpulan. Penelitian ini didisain untuk menguji pengaruh excess cash holdings terhadap nilai
154 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1.Simpulan Penelitian ini didisain untuk menguji pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan dan menguji peran corporate governance dalam
Lebih terperinciDesain Struktur Organisasi: Spesialisasi dan Koordinasi
Modul ke: Desain Struktur Organisasi: Spesialisasi dan Koordinasi Fakultas Pasca Sarjanan Dr. Ir. Sugiyono, Msi. Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Source: Jones, G.R.2004. Organizational
Lebih terperinciMemahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost
Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost Andree Ekadinata dan Sonya Dewi PENGENALAN METODE OPPORTUNITY COST DALAM MEKANISME PENGURANGAN EMISI DARI
Lebih terperinci6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM
48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sendiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehutanan menurut pasal 1 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 958, 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kemitraan Kehutanan. Masyarakat. Pemberdayaan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciSINTESA RPI PENGUATAN TATA KELOLA KEHUTANAN. Koordinator: Dr. Ir. Sulistya Ekawati MSi
SINTESA RPI PENGUATAN TATA KELOLA KEHUTANAN Koordinator: Dr. Ir. Sulistya Ekawati MSi TARGET OUTPUT RPI 2010-2014 SINTESA OUTPUT 1: OUTPUT 2 OUTPUT 3 OUTPUT 4 Rekomendasi kelembagaan dalam Implementasi
Lebih terperinci-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Instrumen Ekonomi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinci