DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI.ii I. PENDAHULUAN...1 II. KONSEP EKONOMI LINGKUNGAN.3

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI.ii I. PENDAHULUAN...1 II. KONSEP EKONOMI LINGKUNGAN.3"

Transkripsi

1

2 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI.ii I. PENDAHULUAN....1 II. KONSEP EKONOMI LINGKUNGAN.3 A. Konsep Ekternalitas... 3 B. Pembangunan yang Berkelanjutan..4 III. PEMBAHASAN 6 A. Memperkirakan Biaya Pencemaran...6 B. Pembatasan secara Sah terhadap Hak Penguasaan... 6 G. Harga sebagai Refleksi dari Struktur Insentif... 7 D. Gontoh Kasus HTI : Sebuah Ilusi Kebijakan yang Mendukung Keberlanjutan....8 IV. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA ii

3 I. PENDAHULUAN Pembangunan dalam kacamata ekonomi berarti peningkatan kesejahteraan material manusia melalui peningkatan konsumsi berbagai barang dan jasa. Peningkatan kesejahteraan non-material yang juga merupakan bagian dari konsep pembangunan Indonesia berada di luar jangkauan teori ekonomi konvensional. Untuk dapat meningkatkan konsumsi material manusia harus meningkatkan pendapatannya melalui peningkatan produksi, yaitu memanfaatkan segala sumberdaya seperti tenaga kerja, keahlian, tanah, modal, dan kewirausahaan (entrepreneurship) untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa. Sedangkan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (WCED. 1988) Oleh karena itu, kemampuan sumberdaya-sumberdaya alam dan lingkungan dalam meneropong proses masa depan perlu dilestarikan. Dalam kegiatan ekonomi suatu masyarakat yaitu kegiatan mengkonsumsi dan memproduksi barang dan jasa, teori ekonomi menempatkan manusia pada dua peran. Pertama, sebagai aktor atau pelaku kegiatan ekonomi, yaitu pihak yang melakukan kegiatan konsumsi atau kegiatan produksi. Kedua sebagai incident atau pihak yang terkena pengaruh kegiatan ekonomi. Pengaruh ini dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Dari sisi lain, kedua pengaruh tadi, baik yang langsung maupun tidak langsung dapat bersifat positif atau negatif. Positif, jika meningkatkan kesejahteraan manusia yang terkena dampak negatif, jika menurunkan kesejahteraan pihak yang terkena ( Ahmad. 1992) Karena ekonomi merupakan sistem terbuka, maka ketiga proses dasarnya (ekstraksi, prosesing/fabrikasi, dan konsumsi) masing-masing menghasilkan residual (limbah) yang akhirnya kembali ke lingkungan. Terlalu banyak di tempat dan pada waktu yang salah (terlalu lama) akan menyebabkan perubahan biologis dan perubahan lainnya (kontaminasi.), yang selanjutnya dapat mengganggu atau merusak tanaman/hewan dan ekosistemnya (pencemaran). Jika kerusakan tersebut selanjutnya berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan manusia, maka hal ini memenuhi batasan ekonomi pencemaran. Batasan ekonomi dari pencemaran, 1

4 mensyaratkan dua hal, yaitu terjadinya pengaruh fisik terhadap lingkungan dan reaksi manusia terhadap pengaruh fisik yang bersangkutan. Dalam bahasa ekonomi, telah terjadi kerugian (berkurang kesejahteraan) yang tidak dikompensasi, karena adanya biaya eksternal yang berkaitan dengan disposal limbah ke media lingkungan, yang melahirkan biaya sosial yang harus ditanggung masyarakat (Turner. Pearce & Bateman, 1994) 2

5 II. KONSEP EKONOMI LINGKUNGAN A. Konsep Eksternalitas (Biaya Sosial) Eksternalitas terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan manfaat atau biaya bagi kegiatan atau pihak di luar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas dalam biaya inilah yang disebut pula sebagai biaya sosial. Perbincangan mengenai biaya sosial ini sesungguhnya berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan yang sebagai akibatnya adalah kerusakan lingkungan hidup yang dapat dianggap sebagai biaya pembangunan ekonomi (Soeparmoko, 1989). Biaya ekternalitas juga timbul dengan adanya penebangan hutan, karena banyak pengusaha telah menebang tanpa memperhatikan aturan main yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga membahayakan kelangsungan pembangunan berhubungan dengan jumlah kayu yang dipasok ke industri kayu dikhawatirkan semakin menurun jumlahnya. Dengan penebangan hutan akan hancur pula sumber plasma nutfah dan meningkatkan laju erosi dan resiko banjir. Pada gilirannya erosi dan banjir akan menghancurkan kesuburan tanah, memperpendek umur waduk, mendangkalkan saluran irigasi, dan merusak tanaman. Setiap kegiatan itu memiliki biaya yang harus dibayar sendiri (internal cost.), ternyata juga menciptakan biaya yang harus dipikul orang lain (external cost). Oleh sebab itu biaya lingkungan itu nyata dan harus dipertimbangkan dalam kegiatan pembangunan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Saemarwoto (1989) bahwa dalam dunia yang fana ini tidak ada yang gratis. Apabila seseorang ingin memperoleh sesuatu tanpa membayar, pasti ada prang lain yang harus membayar biaya yang diperlukan untuk memperoleh sesuatu yang dianggap menguntungkan. Contohnya bila ada orang yang membuang limbah ke sungai; pada hakekatnya ia menggunakan sungai untuk mengangkut limbah secara gratis. Namun orang lain yang harus memikul biaya pengangkutan limbah yaitu dalam bentuk penurunan hasil ikan atau biaya penjernihan air minum yang lebih tinggi yang harus dikeluarkan oleh PAM. Dampak yang dituju oleh kegiatan ekonomi tetapi dirasakan pihak selain pelaku disebut eksternalitas (externalities). Konsumen dan produsen tidak memasukkan eksternalitas ini, baik yang positif maupun yang negatif, sebagai 3

6 keuntungan atau biaya dari kegiatan ekonomi yang dilakukannya. Di dalam konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) dikenal istilah eksternalitas ekonomi (economic externalities), eksternalitas ekologi (ecological externalities) dan eksternalitas sosial (Social externalities) (Ahmad, 1992). Selain itu, teori ekonomi juga menawarkan alternatif bagi pengelolaan imbas-pengaruh kegiatan ekonomi (impact ad incident), juga mencakup bahkan menekankan peran manusia sebagai aktor atau pelaku kegiatan ekonomi (Ahmad. 1992). B. Pembangunan yang Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan sebagai proses peningkatan kesejahteraan masyarakat luas suatu bangsa secara terus-menerus dan dalam kurun waktu yang mencakup antar generasi. Dalam ekonomi, keberlanjutan pembangunan menunjuk pada kemampuan untuk tumbuh dan berubah secara terus-menerus agar masyarakat dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang sekurang-kurangnya sama dari waktu ke waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam upaya mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, sedikitnya ada tiga komponen keberlanjutan yang harus dicapai secara simultan untuk mewujudkan kondisi keberlanjutan yang harus dicapai secara simultan untuk mewujudkan kondisi pembangunan yang berkelanjutan. Ketiga komponen itu ialah keberlanjutan ekonomi (economic sustainability), berkelanjutan ekonomi (ecological sustainability) dan keberlanjutan sosial (social sustainability) (Ahmad, 1992). Secara ringkas, pendekatan kebijaksanaan yang sistemik bagi pembangunan berkelanjutan bertumpu pada empat unsur kebijaksanaan berikut: 1. Menetapkan harga yang benar (get tire priceright) untuk memberikan insentif yang sesuai bagi pelaksanaan ekonomi untuk mengarahkan kegiatannya ke tujuan economic sustainability yang diinginkan. 2. Menetapkan regulasi yang benar (get tire regulation tight) untuk menghentikan perusakan lingkungan dan sumberdaya tanpa menimbulkan distorsi dalam bidang lain. 3. Menetapkan instalasi yang benar (get tire instalation right) untuk meneraskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab antar lembaga dan anggota masyarakat. 4

7 4. Menetapkan dasar hukum dan pelaksanaannya yang benar (get the law and its enforcement right) untuk memastikan bahwa ketiga unsur lain dijalankan dengan cara yang sah (legitimate). 5

8 III. PEMBAHASAN A. Memperkirakan Biaya Pencemaran Biaya pencemaran yang tidak dapat diukur dengan mudah disebut intangible cost atau non pecuniary cost, seperti asap yang memedaskan mata, limbah I sungai yang mematikan banyak ikan. Salah satu cara untuk menentukan biaya pencemaran adalah dengan melihat tingkat harga, tetapi bila tidak dapat secara langsung mengetahui harga pasar untuk kerugian karena polusi, maka harus ditemukan cara lain, yakni menggunakan harga barang lain seperti berapa nilai udara bersih dan nilai air yang bersih dengan cara melihat kesediaan membayar bagi pengurangan pencemaran itu. Apabila kita telah mengetahui berapa nilai hilangnya pencemaran untuk setiap orang, maka kita dapat menjumlahkannya untuk memperoleh perkiraan biaya marginal dari pencemaran itu. Cara lain adalah dengan pemberian subsidi terhadap penekanan jumlah pencemaran apakah dengan mensubsidi pembelian alat-alat penanggulangan pencemaran atau subsidi untuk mengganti kerugian bila diadakan penekanan volume pencemaran di bawah standar yang diijinkan. B. Pembatasan Secara Sah Terhadap Hak Penguasaan Dalam hal ini Siapa yang bertanggung jawab terhadap biaya sosial akhirnya dilimpahkan kepada pemerintah untuk mengaturnya secara legal, contoh : sebuah pabrik yang membuang limbah ke udara, air, lautan dan pabrik tersebut tidak mengeluarkan biaya apa-apa untuk pembuangan limbah tersebut dan bila limbah yang dibuang tersebut tidak menimbulkan dampak yang merugikan kepada siapapun berarti biaya swasta dan biaya sosial identik dengan nol dan keputusan produsen secara perorangan (swasta) tidak efisien secara sosial. Namun, bila pembuangan limbah tidak sama dengan nol maka biaya sosial tidak lama dengan nol Biaya swsata dan biaya sosial tidak sama dengan dengan keputusan swasta untuk memaksimumkan keuntungan menjadi tidak efisien dalam arti sosial. Misalnya, pabrik semen yang menghamburkan debu ke udara dan mengganggu penduduk sekitarnya, tetapi produsen tersebut tidak membayar apa-apa ke penduduk maupun pemerintah dalam bentuk pajak, maka akan timbul kecendrungan 6

9 masyarakat akan menghadapi harga semen terlalu rendah dan menggunakannya secara berlebihan karena tidak memasukkan biaya sosial dalam perhitungan biaya perusahaan. C. Harga Sebagai Refleksi dari Struktur Intensif Aplikasi mekanisme pasar dalam konsep pembangunan berkelanjutan menuntut perubahan dalam sistem penetapan harga. Perubahan ini mensyaratkan perhitungan eksternalitas dalam negatif dari suatu kegiatan ekonomi dimasukkan sebagai biaya dalam perhitungan bisnis. Penggunaan konsep ini juga menuntut konsumen untuk dapat menerima biaya ekternalitas itu sebagai bagian dari harga barang yang harus dibayar, serta meminta konsumen untuk menghargai rente ekonomi yang mencerminkan nilai kelangkaan sumberdaya yang dihasilkan melalui proses akumulasi alami. Rente ekonomi itu sendiri harus direinvestasikan untuk pemeliharaan keberlanjutan sumberdaya alam, atau untuk menghasilkan suatu kapasitas produktif baru yang euivalen dengan jenis nilai yang hilang dari suatu sumberdaya tak terbarukan (unrenwable) yang terpakai. Karena itu stategi penetapan harga yang ideal untuk mendukung pembangunan berkelanjutan harus memasukkan nilai kelangkaan alami dan nilai ekternalitas dari suatu harga sebagai tambahan biaya faktor produksi. Kekeliruan dalam penetapan harga sumberdaya alam dan kegiatan-kegiatan ekonomi yang menurunkan kualitas lingkungan akan menjadi insentif yang menyesatkan dan mengarahkan manusia pada pemborosan sumberdaya dan perusakan lingkungan. Dalam perspektif untung rugi ini, pajak dan subsidi merupakan dua instrumen yang paling tidak distortif sifatnya untuk memperbaiki harga (to get the price right). Dan sudut ekonomi, penggunaan pendekatan sistemik dalam pembangunan berkelanjutan menjadi konsep intervensi kebijakan yang optimal. Pasar tidak dapat diandalkan mengoreksi masalah ketidaksempurnaan sendiri. Adanya fenomena eksternalitas dan barang publik, misalnya fungsi ekologis lingkungan; karena inheren menyebabkan kegagalan mekanisme pasar bebas. Karena itulah kita memerlukan intervensi kebijakan untuk mengoreksi ketidaksempurnaan itu melalui mekanisme pajak dan subsidi. 7

10 D. Contuh Kasus HTI : Sebuah ilusi tentang Kebijakan yang Mendukung Keberlanjutan Semua pihak tentu sepakat dan mendukung kebijakan pemerintah dalam pembangunan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang bertujuan mendukung industri kayu dan kertas, serta menunjang kelestarian hutan alam Indonesia. Agaknya karena itulah pemerintah mensponsori pembangunan HTI dengan memberikan berbagai insentif. Jika dicermati, benarkah kebijakan itu dapat mendukung kelestarian hutan alam atau bersifat pro-sustainable? Teori ekonomi mengungkapkan bahwa produsen akan mencari substitusi jika bahan baku yang biasa dipergunakan menjadi lebih mahal. Tidak masuk akal bagi perusahaan untuk mencari bahan baku alternatif selama bahan baku yang biasa dipergunakan masih sangat murah harganya. Prinsip ini berlaku juga pada kayu alam menjadi bahan baku utama industri kayu. Selama harga kayu alam masih sangat murah, tidak terdapat insentif ekonomi yang murni untuk memproduksi bahan baku alternatif dengan membangun HTI. Bagi pengusaha, kayu dari HTI pasti lebih mahal dibanding dari kayu hutan alam, karena harus dihasilkan dari proses investasi jangka panjang. Karena itu sukar mengharapkan HTI terwujud seperti yang dicita-citakan pemerintah, betapapun banyak insentif yang ditawarkan untuk pengembangannya. Teori ekonomi menyebutkan, jika ada pengusaha yang membangun HTI mungkin saja untuk tujuan lobi, public relation, dan menikmati insentif yang ditawarkan terutama dana murah yang tentu saja selalu dapat dialihkan dan dimanfaatkan untuk keperluan lain. Untuk pembangunan dan mengembangkan HTI, pemerintah memberikan tiga macam insentif yang sangat memikat. Pertama, penyertaan dana pemerintah dalam unit HTI dan kesempatan memperoleh pinjaman dengan suku bunga 0 %. Secara keseluruhan sebuah HTI berhak mendapatkan dana gratis sebesar 46 % dari total aset perusahaan tersebut. Kedua, rabat dari jumlah kewajiban pajak bumi dan bangunan yang dikenakan atas wilayah HTI yang luas ekonominya ditentukan secara resmi sebesar ha untuk HTI pulp dan ha untuk HTI kayu gelondongan. Untuk memenuhi skala ekonomis resmi wilayah HTI seperti ini memberi kemungkinan bagi perusahaan status atau konversi dari berbagai kategori hutan non produksi (termasuk hutan lindung dan suaka alam) menjadi wilayah HTI. 8

11 Kasus perubahan status sebagian kawasan Taman Nasional Plehairi menjadi kawasan HTI merupakan salah satu contoh implementasi peraturan pemerintah ini. Ketiga, dalam pelaksanaan pemberian HPHTI (Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri) pemerintah juga memberi kesempatan bagi konversi kawasan HPH yang sudah rusak menjadi HPHTI. Dengan praktek ini, pengusaha HPH yang tidak menjalankan kewajibannya melakukan penanaman kembali (replanting) dan pengayaan kembali (enrichment planting) atas biaya sendiri di samping kewajiban membayar Dana Reboisasi mendapat kesempatan untuk mengkonversi wilayahnya menjadi HTI dan menanaminya kembali atas biaya negara. Berdasrkan hal tersebut, menurut perhitungan pengusaha HPH yang rasional akan mengarahkannya untuk mempercepat pengundulan HPH-nya, berusaha mengubah statusnya menjadi HTI, memenuhi kewajiban minimum dan mencairkan dana gratis yang ditawarkan. Bahkan hutan lindung yang ada dapat dikonversi menjadi HTI. Skenario lainnya yang sangat mungkin adalah pengusaha akan meminta HPHTI di kawasan hutan alam yang masih perawan (Irian Jaya misalnya) dengan mengatakan bahwa tujuannya adalah membangun pabrik kertas. Kemudiaan, pengusaha tersebut akan membabat hutan alam yang ada untuk meperoleh keuntungan dari kayu yang sudah tersedia dan hanya akan membangun pabriknya jika pelaksanaan untuk itu tidak lagi dapat dihindarkan. Bahkan jika izin investasinya dicabut pun, pengusaha tersebut telah menikmati keuntungan dari penebangan kayu alam dari kawasan HPHTI-nya plus dana gratis 46 % dari modal HTI yang mungkin sudah dicairkan. Studi kasus di atas menunjukkan bahwa insentif yang tidak tepat bukan hanya menghambat pencapaian tujuan keberlanjutan, bahkan memperkuat ancaman terjadinya ketidak-berlanjutan dalam proses pembangunan. Hal ini menunjukkan bagaimana harga dan insentif yang salah mendorong terjadinya pemborosan sumberdaya dan bagaimana insentif yang benar tapi dalam setting pasar yang salah bekerja melawan tujuan kesinambungan pembangunan. Dalam kasus HTI, seluruh insentif yang secara resmi ditunjukkan untuk mendukung keberlanjutan hutan alam berubah menjadi insentif untuk mempercepat kemusnahannya. 9

12 IV. KESIMPULAN Masalah biaya eksternal yang selalu ada dalam perekonomian dan pembangunan memerlukan perhatian khusus dari pemerintah karena umumnya pihak produsen tidak mampu atau tidak mau memikirkannya dan memasukannya dalam biaya proses produksi dan usahanya, sehingga pihak masyarakatlah seringkali yang dirugikan. Keinginan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dimulai dari ketulusan melakukan komitmen (political will) yang murni dan kemauan untuk melaksanakan prinsip-prinslp ekonomi lingkungan serta konsistensi untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. 10

13 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, M Ekologi Manusia den Konsep Ekonomi Kebijaksanaan Industrialisasi Dalam Prosiding Seminar Pendekatan Ekologi Manusia dalam Menyongsong Era Industrialisasi Menjelang PJPT II, Jakarta. Desember Komphalindo. Jakarta. Salim. E Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Jakarta. Soemarwoto, O Ekonomi Berwawasan Lingkungan. Kompas 12 Juni Halaman 4-5. Soerjani, M.,R. Ahmad & R. Munir (editor) Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. UI-Press. Jakarta. Suparmoko, M Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PAU-Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Turner. R.K., D. Pearce & I. Bateman Environmental Economics An Elementary Introduction. Harvester Wheatsheaf. New York. WCEG Hari Depan kita Bersama (B. Sumantri, Penerjemah). Gramedia. Jakarta. 11

EKSTERNALITAS POSITIF DAN NEGATIF PRODUSEN L Suparto LM

EKSTERNALITAS POSITIF DAN NEGATIF PRODUSEN L Suparto LM EKSTERNALITAS POSITIF DAN NEGATIF PRODUSEN L Suparto LM PENGANTAR Dalam suatu perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai keterkaitan antara aktifitas satu dengan aktivitas lainnya. Keterkaitan ini

Lebih terperinci

. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan oleh pasar (market)

. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan oleh pasar (market) EKSTERNALITAS EKSTERNALITAS Manfaat (Benefit) dan/atau Biaya (Cost) yang tidak dapat diperhitungkan secara langsung dalam proses produksi barang/jasa. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan

Lebih terperinci

Fenomena Eksternalitas:

Fenomena Eksternalitas: Fenomena : adalah fenomena yang pervasif (selalu terjadi di mana mana) Fenomena ini terjadi karena tindakan satu pihak tidak memperhitungkan akibatnya pada pihak lain. Eskternalitas terjadi manakala melibatkan

Lebih terperinci

Fenomena Eksternalitas:

Fenomena Eksternalitas: Beberapa contoh negatif lingkungan sungai Eksternlitas sampah di pantai Akibat penambangan kebisingan Fenomena : adalah fenomena yang pervasif (selalu terjadi di mana-mana) Fenomena ini terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1

ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1 ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN (1) Ahli ekonomi, philosophy dan lingkungan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE 13 2015 2016 PENDAHULUAN (1) Permintaan akan pembangunan berkelanjutan serta kebutuhan akan

Lebih terperinci

A. Ringkasan Penemuan dan Kesimpulan

A. Ringkasan Penemuan dan Kesimpulan VI. RINGKASAN PENEMUAN, KESIMPULAN DAN SARAN A. Ringkasan Penemuan dan Kesimpulan Penemuan penelitian dan kesimpulan spesifik telah dicantumkan dalam setiap bagian akhir dari bab-bab terdahulu. Hasil rangkuman

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI (Studi Kasus: PT Coca Cola Bottling Indonesia Divisi Jawa Tengah, PT. Leo Agung Raya, PT Djarum Kudus, dan Sentra Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang

Lebih terperinci

P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N

P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N K O N S E P P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi seringkali menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada

Lebih terperinci

KONFLIK ANTARA TUJUAN PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN

KONFLIK ANTARA TUJUAN PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN KONFLIK ANTARA TUJUAN PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN Elly Rusmalia Abstrak Konflik antar tujuan pertumbuhan ekonomi dengan kualitas lingkungan selalu terjadi dan perlu disikapi oleh pelaku

Lebih terperinci

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan,

Lebih terperinci

EFISIENSI EKONOMI dan PASAR

EFISIENSI EKONOMI dan PASAR EFISIENSI EKONOMI dan PASAR Kuliah Ekonomi Lingkungan Sesi 5 Efisiensi Ekonomi (1) Efisiensi Ekonomi keseimbangan antara nilai produk dengan nilai dari input yang digunakan untuk memproduksinya (dgn kata

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi 136 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Pengembangan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki peran yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi Sumatera Utara dan NAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

Sustainable Development Lingkungan Hidup dan Pembangunan. SEPNB Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia 2015

Sustainable Development Lingkungan Hidup dan Pembangunan. SEPNB Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia 2015 Sustainable Development Lingkungan Hidup dan Pembangunan SEPNB Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia 2015 Kerusakan lingkungan hidup hampir selalu membawa dampak paling parah bagi orang-orang

Lebih terperinci

SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus , Ilmu Ekonomi

SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus , Ilmu Ekonomi SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus 20100430019, Ilmu Ekonomi Hutan adalah asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia. Dalam sistem tata lingkungan, air merupakan unsur utama. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Peran Pemerintah dalam Perekonomian

Peran Pemerintah dalam Perekonomian Peran Pemerintah dalam Perekonomian 1. Sistem ekonomi atau Politik Negara 2. Pasar dan peran Pemerintah 3. Jenis Sistem Ekonomi 4. Peran Pemerintah 5. Sumber Penerimaan Negara week-2 ekmakro08-ittelkom-mna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang dewasa ini, dalam kondisi kompetensi yang kuat untuk memenangkan persaingan ekonomi dunia. Bangsa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa air merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa dilingkungan hidup adalah merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Program dan Kegiatan Strategis

Program dan Kegiatan Strategis Program dan Kegiatan Strategis 4.3.1. Air Minum Kebijakan strategis Pengembangan program, regulasi, political will dan law enforcement dalam melestraikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki keleluasaan untuk mengelola daerah dan sumberdaya alam yang ada di daerahnya. Dengan keleluasaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan permasalahan yang cukup pelik dan sulit untuk dihindari. Jika tidak ada kesadaran dari berbagai pihak dalam pengelolaan lingkungan,

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan Hidup

Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan Hidup Modul 1 Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan Hidup Ir. Ari Saptari, M.E.S. P PENDAHULUAN elaksanaan program pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup sangatlah mempengaruhi kualitas kehidupan kita.

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup sangatlah mempengaruhi kualitas kehidupan kita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup sangatlah mempengaruhi kualitas kehidupan kita. Beberapa komponen yang sangat erat dalam kehidupan ialah udara yang dihirup setiap saat dan

Lebih terperinci

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup manusia. Alam memang disediakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air vii B Tinjauan Mata Kuliah uku ajar pengelolaan sumber daya air ini ditujukan untuk menjadi bahan ajar kuliah di tingkat sarjana (S1). Dalam buku ini akan dijelaskan beberapa pokok materi yang berhubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN

TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE- 14 PENDAHULUAN Instrumen ekonomi terbagi atas beberapa kategori berbeda yang masing-masing mempunyai kelebihan maupun kekurangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PEDAHULUA 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-ya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

Tujuan Penyediaan Prasarana

Tujuan Penyediaan Prasarana PERTEMUAN III Karakteristik Komponen yang memberi input kepada penduduk meliputi prasarana air minum dan listrik Komponen yang mengambil output dari penduduk meliputi prasarana drainase/ pengendalian banjir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK PENGANTAR RIVAL NON-RIVAL KHUSUS TIDAK-KHUSUS 1 RIVALRY (PERSAINGAN) TINGKAT PERSAINGAN ANTAR INDIVIDU UNTUK MEMPEROLEH MANFAAT DARI SUATU EXCLUDABILITY (PENGKHUSUSAN) TINGKAT PENGKHUSUSAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

Pembangunan Industri Tambang Yang Berwawasan Lingkungan Di Indonesia. Rosmini ABSTRAK PENDAHULUAN

Pembangunan Industri Tambang Yang Berwawasan Lingkungan Di Indonesia. Rosmini ABSTRAK PENDAHULUAN YURISKA, VOL 1, NO 2, FEBRUARI 2010 117 Pembangunan Industri Tambang Yang Berwawasan Lingkungan Di Indonesia Rosmini Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Memaknai filosofi, menghendaki

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF AS AT SUPRIYANTO.

RINGKASAN EKSEKUTIF AS AT SUPRIYANTO. RINGKASAN EKSEKUTIF AS AT SUPRIYANTO. 2005. Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Value Chain dalam Perusahaan Hutan Tanaman (Studi Kasus di PT. Musi Hutan Persada). Di bawah bimbingan BUNASOR SANIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicetuskannya konsep social responsibility yang merupakan kelanjutan konsep

BAB I PENDAHULUAN. dicetuskannya konsep social responsibility yang merupakan kelanjutan konsep BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep tentang tanggung jawab sosial perusahaan lahir dan makin berkembang menjadi isu penting dalam menjamin kelangsungan hidup dunia usaha sejak dicetuskannya konsep

Lebih terperinci

ASPEK LINGKUNGAN 12/12/ rosyzandra/skb/unira

ASPEK LINGKUNGAN 12/12/ rosyzandra/skb/unira ASPEK LINGKUNGAN http://m.merdeka.com/peristiwa/sungai-tercemar-limbah-tahu-puluhan-wargapamekasan-gatal-gatal.html 1 Aspek Lingkungan Lingkungan tempat bisnis akan dijalankan haruslah dianalisis dengan

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA MANFAAT PENGELOLAAN LINGKUNGAN SENTRA INDUSTRI KECIL TAHU JOMBLANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS BIAYA MANFAAT PENGELOLAAN LINGKUNGAN SENTRA INDUSTRI KECIL TAHU JOMBLANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR ANALISIS BIAYA MANFAAT PENGELOLAAN LINGKUNGAN SENTRA INDUSTRI KECIL TAHU JOMBLANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: ERY DYAH WULANDARI L2D 002 404 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D.

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D. DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D. Sehubungan dengan rencana Departemen Kehutanan untuk membuka keran ekspor kayu bulat di tengah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemberdayaan Masyarakat Konsep Perhutanan Sosial secara keseluruhan menempatkan posisi masyarakat sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 3. Sebagai penghalang sampainya air ke bumi melalui proses intersepsi.

TINJAUAN PUSTAKA. 3. Sebagai penghalang sampainya air ke bumi melalui proses intersepsi. TINJAUAN PUSTAKA Fungsi Hutan Sebagai Pengatur Tata Air Menurut fungsinya hutan mempunyai fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan yang mempunyai fungsi konservasi adalah kawasan hutan

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan perusahaan pun pada umumnya cenderung berorientasi ke arah bisnis

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan perusahaan pun pada umumnya cenderung berorientasi ke arah bisnis BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan ingin memperoleh profit yang sebesar-besarnya. Kegiatan yang dilakukan perusahaan pun pada umumnya cenderung berorientasi ke arah bisnis

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

Kegagalan Pasar Dan Peran Sektor Publik. Wahyudi Kumorotomo

Kegagalan Pasar Dan Peran Sektor Publik. Wahyudi Kumorotomo Kegagalan Pasar Dan Peran Sektor Publik Wahyudi Kumorotomo Jenis Kegagalan Pasar 1. Eksternalitas negatif 2. Barang publik 3. Monopoli 4. Ketiadaan jaminan & skala ekonomi yg tepat 5. Informasi asimetris.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Rangkuman (Sintesa) Temuan KBU merupakan kawasan lindung yang sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pusat pengembangan wilayah yakni Kota Bandung. Sebagai bagian dari

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 21 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21 TAHUN 20162016 TENTANG PENGURANGAN PENGGUNAAN KANTONG PLASTIK DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Kesejahteraan masyarakat pesisir secara langsung terkait dengan kondisi habitat alami seperti pantai, terumbu karang, muara, hutan mangrove

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG Menimbang : a. bahwa dalam penjelasan pasal 11 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan hidup merupakan suatu tempat berlangsungnya kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan hidup merupakan suatu tempat berlangsungnya kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan suatu tempat berlangsungnya kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kehidupan yang berlangsung memiliki suatu hubungan yang erat baik

Lebih terperinci

Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan? Bramantyo Djohanputro, PhD

Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan? Bramantyo Djohanputro, PhD Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan? Bramantyo Djohanputro, PhD Penulis: Dosen dan konsultan manajemen bidang keuangan, investasi, dan risiko Lecturer and consultant of management in finance, investment,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi

Lebih terperinci