Kanopi terbuka Rata-rata hasil pengukuran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kanopi terbuka Rata-rata hasil pengukuran"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks CO 2 dari Permukaan Tanah Pada Masing-masing Tipe Kerapatan Kanopi Berdasarkan hasil pengukuran, pengamatan, serta analisis contoh udara dari permukaan tanah pada masing-masing tipe kerapatan kanopi yang berbeda kerapatannya, diperoleh rata-rata fluks CO 2 yang dilepaskan tanah hutan Babahaleka sebesar mgco 2 m -2 h -1 atau 7.14 tonc ha -1 yr -1. Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan emisi CO 2 yang dilepaskan permukaan tanah pada masing-masing kerapatan kanopi (Tabel 4). Pada kerapatan emisi CO 2 dari permukaan tanah lebih tinggi ( mgco 2 m -2 h -1 ) jika dibandingkan dengan ( mgco 2 m -2 h -1 ) dan kanopi tertutup ( mgco 2 m -2 h -1 ). Perbedaan emisi CO 2 yang dilepaskan ini dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim mikro dan bahan organik tanah pada masingmasing tipe kerapatan kanopinya. Tabel 4. Rata-rata fluks CO 2 hasil pengukuran Tipe Pengukuran Tipe kerapatan Fluks CO 2 (mgco 2 m -2 h -1 ) Kanopi tertutup 1, high altitude Multy position Kanopi tertutup 2, low altitude Kanopi menengah Kanopi terbuka jam Kanopi tertutup Kanopi terbuka Kanopi tertutup jam (1) Kanopi menengah Kanopi terbuka Kanopi tertutup jam (2) Kanopi menengah Kanopi terbuka Rata-rata hasil pengukuran Besarnya rata-rata fluks CO 2 dari permukaan tanah yang terukur ini lebih kecil jika dibandingkan fluks CO 2 dari tanah hutan primer Peninsula Malaysia sebesar mgco 2 m -2 h -1 (Adachi et al. 2005) dan hutan sekunder Taman Nasional Lore Lindu mgco 2 m -2 h -1 (Taufik M 2003), serta berada pada kisaran yang sama dengan hasil pengukuran fluks CO 2 pada tanah hutan primer Kuamang Kuning Jambi sebesar mgco 2 m -2 h -1 (Tsuruta et al. 2002), hutan subtropis di Skotlandia (Chapman & Thurlow 1996 diacu dalam Taufik M 2003), hutan subtropis di Ottawa, kanada (Lessard et al diacu dalam Taufik M 2003), hutan hujan tropis di Kenya dan hutan primer di barat daya China (Werner et al. 2006). Tabel 5. Fluks CO 2 pada beberapa lahan hutan Tipe Lahan Lokasi Fluks CO 2 (mgco 2 m -2 h -1 ) Sumber Pustaka Hutan subtropis Skotlandia Chapman dan Thurlow (1996) Hutan subtropis Ottawa, Kanada Lessard et al. (1994) Hutan primer Peninsula, Malaysia Adachi et al. (2005) Hutan primer Kuamang kuning, Jambi, Indonesia Tsuruta et al. (2002) Hutan hujan tropis Kenya Werner et al. (2006) Hutan primer Barat Daya China Werner et al. (2006) Hutan sekunder TNLL, Palu Taufik M (2003) 8

2 4.1. Pola Fluks CO 2 dari Permukaan Tanah Pada Masing-masing Tipe Kerapatan Kanopi Pengukuran 12 jam dan 24 jam dilakukan untuk melihat profil diurnal fluks CO 2 dari permukaan tanah (Gambar 7 dan Gambar 8). Hasil pengukuran dan pengamatan diurnal menunjukkan profil fluks CO 2 akan naik pada hari dan turun pada saat dan pagi hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang Dugas (1993) diacu dalam Taufik M (2003) yang menyatakan laju emisi CO 2 cenderung turun pada saat pagi hari dan setelah matahari terbenam, serta tinggi pada saat hari pada saat suhu maksimum yang dicapai oleh tanah atau 1-2 jam setelah puncak radiasi maksimum dicapai (Tjasyono B 2006). Pada pengamatan 12 jam fluks CO 2 dari permukaan tanah terendah tercatat sebesar mgco 2 m -2 h -1 (pk ) dan tertinggi sebesar mgco 2 m -2 h -1 (pk.13.50). Sedangkan pada pengamatan 24 jam, fluks CO 2 dari permukaan tanah terendah sebesar mgco 2 m -2 h -1 (pk ) dan tertinggi sebesar mgco 2 m -2 h -1 (pk ). 70. pagi sore Gambar 7. Profil diurnal fluks CO 2, pengukuran 12 jam Gambar 8. Profil diurnal fluks CO 2, pengukuran 24 jam Kondisi Iklim Mikro dan Bahan Organik Tanah Hasil Pengukuran Suhu Tanah dan Suhu Permukaan tanah Variasi suhu tanah harian menurut kedalaman ditentukan oleh kondisi cuaca dan variasi penerimaan radiasi surya. Panas yang diterima oleh permukaan tanah akan diteruskan pada lapisan tanah yang lebih dalam melalui proses konduksi. Panas yang dijalarkan akan memerlukan, akibatnya suhu maksimum dan minimum di dalam tanah akan mengalami keterlambatan (Tjasyono B 2006). Suhu rata-rata tanah selama pengukuran diurnal 12 jam sebesar 18.9 o C, dengan suhu tanah tertinggi 19.7 o C (pk ) dan terendah 18.1 o C (pk ). Suhu rata-rata permukaan tanah selama pengukuran diurnal 12 jam sebesar 20.7 o C, dengan suhu permukaan tanah tertinggi 23.1 o C (pk ) dan terendah 17.6 o C (pk ). Suhu rata-rata tanah hasil pengukuran diurnal 24 jam sebesar 18.8 o C, dengan suhu tanah tertinggi 20.7 o C (pk ) dan terendah 17.8 o C (pk ). Fluktuasi suhu tanah hasil pengukuran pada kedalaman 10 cm (Gambar 9 dan Gambar 10) terlihat kecil. Hal ini terlihat dari perubahan suhu terhadap pada masing-masing kerapatan kanopi tidak berubah jauh, berkisar antara o C. Pada suhu rata-rata tanah dan suhu rata-rata permukaan tanah yang terukur lebih kecil dibandingkan dan. Hal ini disebabkan pada energi panas yang dipancarkan matahari terlebih dahulu diserap oleh tanaman untuk kegiatan transpirasi, sehingga panas yang diterima oleh permukaan tanah akan berkurang. Sebaliknya, pada kanopi sedang dan kanopi terbuka, energi panas dari matahari dapat langsung diserap oleh permukaan tanah Suhu Udara Suhu udara berfluktuasi pada setiap perubahan pada masing-masing kerapatan kanopi (Gambar 11). Perubahan suhu ini terlihat sangat jelas dimana suhu udara cenderung naik pada hari dan turun menjelang sampai pagi hari. Suhu udara rata-rata selama pengamatan sebesar 19.8 o C dengan suhu udara terendah 9

3 suhu tanah (oc) tercatat pada pk sebesar 15.3 o C dan tertinggi pada pk sebesar 27.2 o C Kelembaban Tanah Kelembaban tanah berfluktuasi sangat kecil dan cenderung konstan terhadap perubahan pada masing-masing kerapatan kanopi (Gambar 12). Kelembaban tanah pada lebih tinggi pagi Tss Tss Ts Ts sore Gambar 9. Profil diurnal suhu tanah kedalaman 10 cm, dan suhu permukaan tanah, pengukuran 12 jam suhu permukaan tanah (oc) suhu tanah (oc) dibandingkan kelembaban tanah pada kanopi menengah dan terbuka. Hal ini disebabkan kondisi tanah pada lebih lembab dibandingkan dan. Pada saat pengukuran, terjadi hujan yang mengakibatkan kelembaban tanah meningkat pada kanopi terbuka dan Gambar 10. Profil diurnal suhu tanah kedalaman 10 cm, pengukuran 24 jam t suhu udara (oc) Kelembaban tanah (%) t kanopi tetutup 14.0 Gambar 11. Profil diurnal suhu udara, pengukuran 24 jam Bahan Organik Tanah Kandungan rata-rata bahan organik dan C-organik pada tanah mineral hutan Babahaleka (Tabel 6) sebesar 3.90 % dan 1.06 %. Rendahnya kandungan rata-rata bahan organik ini sesuai dengan Soedarsono et al. (2006) yang menyatakan bahwa pada tanah mineral kandungan bahan organiknya < 5%. Kandungan bahan organik yang rendah ini dapat dipengaruhi oleh Gambar 12. Profil diurnal kelembaban tanah, pengukuran 24 jam karakteristik iklim, vegetasi, topografi, dan bahan induk pada hutan. Hasil pengukuran dan pengujian bahan organik pada contoh tanah masingmasing tipe kerapatan kanopi dan tipe pengukuran menunjukkan bahwa kandungan rata-rata bahan organik tanah lebih besar dibandingkan dan. Tabel 6. Kandungan bahan organik dan C-Organik hasil pengukuran Tipe Bahan organik Tipe Kerapatan Pengukuran (%) Kanopi tertutup Multy position high altitude Kanopi tertutup low altitude C-Organik (%) 4.39* 2.5* 2.73* 1.6* Kanopi menengah 3.59* 2.1* 10

4 12 jam 24 jam Kanopi terbuka 4.20* 2.4* Kanopi tertutup 4.39* 2.5* Kanopi terbuka 4.20* 2.4* Kanopi tertutup Kanopi menengah Kanopi terbuka Rata-rata hasil pengukuran Ket : * = rata-rata 4.2. Hubungan Emisi CO 2 dengan Iklim Mikro dan Bahan Organik Tanah Emisi CO 2 dari tanah dipengaruhi oleh proses produksi dan transpor CO 2 (Moren dan Lindroth 2000). Produksi CO 2 ini dipengaruhi oleh proses dan laju dekomposisi bahan organik, kelembaban dan suhu tanah (Lessard et al. 1994) Emisi CO 2, Suhu Tanah dan Suhu Permukaan Tanah Lessard et al. (1994) menyatakan suhu tanah dan suhu permukaan tanah berhubungan secara exponensial dengan laju emisi CO 2 dari tanah. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi eksponensial, hubungan laju emisi CO 2 dari tanah dengan suhu tanah pengukuran tipe multy positions (Gambar 13) dihasilkan (r 2 =0.09, p=0.43) pada high altitude, (r 2 =0.12, 0.08) low altitude, (r 2 =0.64, p=0.05), dan (r 2 =0.41, p=0.17) pada, dengan nilai korelasi positif masing-masing (0.40; 0.75; 0.81; 0.64). Hasil analisis laju emisi CO 2 dari tanah dengan suhu permukaan tanah pengukuran multy positions (Gambar 14) menghasilkan (r 2 =0.73, p<0.05) pada kanopi tertutup high altitude, (r 2 =0.49, p=0.12) low altitude, (r 2 =0.56, p=0.09), (r 2 =0.54, p=0.08), dengan nilai korelasi positif masing-masing (0.84; 0.70; 0.74; 0.75). Koefisien determinasi (r 2 ) hasil analisis regresi menunjukkan adanya pengaruh yang diberikan suhu tanah dan suhu permukaan tanah terhadap laju emisi CO 2 dari permukaan tanah. Pada tutupan dan, terlihat jelas pengaruh suhu tanah dan suhu permukaan tanah yang mengikuti laju peningkatan CO 2 yang dilepaskan permukaan tanah. Korelasi positif hasil analisis pada semua kerapatan kanopi menunjukkan bahwa laju emisi CO 2 dari permukaan tanah berbanding lurus terhadap suhu tanah, dan suhu permukaan tanah. Semakin tinggi suhu tanah dan suhu permukaan tanah semakin besar emisi CO 2 yang dilepaskan oleh permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan (Lessard et al. 1994; Nakadai et al diacu dalam Taufik M 2003; dan Raich & Schlesinger 1992) yang menyatakan emisi CO 2 dalam tanah berkorelasi positif terhadap suhu tanah dan suhu permukaan tanah. Nilai korelasi dan regresi hasil analisis pada high altitude menghasilkan analisis yang lebih baik jika dibandingkan pada low altitude. Hal ini mengindikasikan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi besarnya emisi CO 2 yang dilepaskan oleh permukaan tanah. Raich & Schlesinger (1992) menyatakan respirasi pada tanah bervariasi terhadap garis lintang, dari 80 gcm -2 y -1 pada gurun pasir sampai gcm -2 y -1 pada hutan tropis. Hubungan laju emisi CO 2 dari tanah dengan suhu tanah pada pengukuran multy positions menghasilkan nilai r 2 yang lebih besar dan korelasi yang lebih positif jika dibandingkan pada pengukuran diurnal 24 jam (Gambar 15). Hal ini disebabkan karena pengambilan contoh udara dan pengukuran emisi CO 2 dari permukaan tanah pada pengukuran multy position dilakukan hari pk , dimana profil suhu udara dan suhu tanah pada hari meningkat mengikuti energi panas yang dipancarkan matahari. Pada hubungan laju emisi CO 2 dari tanah dengan suhu tanah pengukuran diurnal 24 jam didapatkan nilai r 2 yang kecil dan korelasi negatif. Suhu tanah yang tidak berkorelasi terhadap besarnya laju emisi CO 2 dari tanah ini disebabkan fluktuasi diurnal suhu tanah yang kecil dimana perubahannya berkisar C. Akibatnya, peningkatan laju emisi CO 2 dari tanah tidak mengikuti peningkatan suhu tanah. Fluktuasi suhu tanah yang kecil ini dapat berpengaharuh terhadap proses dekomposisi serasah dan aktivitas 11

5 mikroorganisme tanah dalam memproduksi CO 2. Laju optimum aktivitas mikroorganisme tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu C (Hanafiah KA 2004). Fluks CO2 tanah (mgco2/m2/h Expon. (Kanopi tertutup high altitude) Expon. ( low altitude) Expon. () Expon. () y = e x R 2 = 0.09 y = e x R 2 = 0.12 y = e 0.204x R 2 = 0.41 y = e x R 2 = suhu tanah (oc) Gambar 13. Hubungan fluks CO 2 dari tanah dengan suhu tanah, pengukuran multy position Expon. ( high altitude) Expon. (kanopi tetutup low altitude) Expon. () Expon. () y = e x R 2 = 0.49 y = e x R 2 = 0.73 Gambar 14. Hubungan fluks CO 2 dari tanah dengan suhu permukaan tanah, pengukuran multy position y = e x R 2 = 0.54 y = e x R 2 = suhu permukaan tanah (oc) Expon. () Linear () 70 Expon. () Expon. () y = x R = 0.50 y = x R 2 = 0.07 y = 55.99e x R 2 = 0.05 y = e x y = x y = e x R 2 = 4 R 2 = 0.22 R 2 = suhu tanah (oc) suhu udara (oc) Fluks CO2 (m gco2/m 2 /h ) Gambar 15. Hubungan fluks CO 2 dari tanah dengan suhu tanah diurnal 24 jam Gambar 16. Hubungan fluks CO 2 dari tanah dengan suhu udara diurnal 24 jam Fluks CO2 (mgco2/m2/h) y = x R 2 = 0.18 Linear () y = x R 2 = 0.02 y = x R 2 = 0.15 Fluks CO2 (mgco2/m2/h) y = x R 2 = 0.02 y = x Linear () R 2 = 0.18 y = x R 2 = kelembaban tanah (%) Gambar 17. Hubungan fluks CO 2 dari tanah dengan kelembaban tanah diurnal 24 jam Bahan Organik (%) Gambar 18. Hubungan fluks CO 2 dari tanah dengan bahan organik tanah 12

6 Emisi CO 2 dan Suhu Udara Gambar 16 menunjukkan hubungan laju emisi CO 2 dari tanah dengan suhu udara pada berbagai tipe kerapatan kanopi. Hasil analisis menunjukkan suhu udara berkorelasi positif terhadap laju emisi CO 2 dari permukaan tanah pada setiap tipe kerapatan kanopi. Pada tipe kerapatan terlihat korelasi yang cukup kuat (r 2 =0.50, p<0.05), (r 2 =0.07, p=0.08), dan (r 2 =0.22, p<0.05) dengan nilai korelasi positif masingmasing (0.71; 0.26; 0.47). Korelasi positif ini menunjukkan peningkatan laju emisi CO 2 dari permukaan tanah dapat mengikuti peningkatan suhu udara Emisi CO 2 dan Kelembaban Tanah Kelembaban tanah dan suhu tanah merupakan unsur iklim mikro yang berpengaruh terhadap aktifitas mikroorganisme tanah dalam proses dekomposisi bahan organik menjadi CO 2 melalui proses oksidasi melalui respirasi akar tanaman (Hanafiah KA 2004). Menurut Werner et al. (2006) kelembaban udara berhubungan linier dengan besarnya fluks CO 2 yang dilepaskan dari tanah. Hasil analisis regresi dihasilkan (r 2 =0.18, p=0.01; r 2 =0.02, p=0.27; dan r 2 =0.15, p<0.05) dengan nilai korelasi negatif masing-masing (-0.39; -0.17; -0.43) untuk, dan. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan (Nakadai et al diacu dalam Taufik M 2003) yang menyatakan respirasi dalam tanah berkorelasi negatif dengan kelembaban dan kadar air tanah. Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa peningkatan emisi CO 2 mengikuti penurunan kelembaban tanah. Bunnell et al. (1977); Xu & Qi (2001) diacu dalam Ma Siyan et al. (2004) menyatakan hubungan antara respirasi dalam tanah sangat kecil dan negatif pada saaat kondisi kelembaban tanah yang sangat tinggi Emisi CO 2 dan Bahan Organik Tanah Bahan organik merupakan sumber energi karbon bagi mikroorganisme dalam memproduksi CO 2, dan berpengaruh langsung terhadap ketersediaan unsur hara dalam tanah (Hanafiah KA 2004). Hasil analisis menunjukkan kandungan bahan organik tidak terlihat berpengaruh terhadap besarnya emisi CO 2 dari permukaan tanah Fluks CO2/Bahan Organik (mgco2/m2/h) (Gambar 18). Hal ini terlihat dari koefisien determinasi (r 2 ) yang kecil dan nilai korelasi yang negatif pada masing-masing kerapatan kanopinya y = x R 2 = Gambar 19. Hubungan fluks CO 2 dari tanah/bahan organik tanah dengan suhu tanah Korelasi negatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah berbanding terbalik dengan besarnya emisi CO 2 dari tanah mineral hutan alam Babahaleka. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan hasil pengamatan (Kaur K, Jalouta KR, Midmore D 2007; Rochette et al. 2000; Tufekciogul A & Kucuk M 2004) yang menyatakan emisi CO 2 dalam tanah berkorelasi positif dengan kandungan bahan organik tanah. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Rata-rata fluks CO 2 yang dilepaskan permukaan tanah hutan Babahaleka sebesar mgco 2 m -2 h -1 atau 7.14 tonc ha -1 yr -1. Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan emisi CO 2 yang dilepaskan permukaan tanah pada masing-masing kerapatan kanopi. Hasil analisis menunjukkan faktor lingkungan iklim mikro: suhu tanah, suhu permukaan tanah, kelembaban tanah dan suhu udara berpengaruh terhadap laju emisi CO 2 dari permukaan tanah pada masing-masing kerapatan kanopinya. Faktor kandungan bahan organik tanah tidak terlalu berpengaruh terhadap laju emisi CO 2, hal ini terlihat dari rendahnya koefisien determinasi (r 2 ) dan nilai korelasinya. 5.2 Saran Untuk penelitian lebih lanjut akan sangat baik apabila pengukuran emisi CO 2 y = x R 2 = y = x R 2 = suhu tanah (%) Linear () 13

7 dari permukaan tanah dilakukan pada plot pengamatan yang lebih banyak dengan intensitas pengamatan yang panjang, sehingga dapat diketahui laju dan pola emisi CO 2 dari permukaan tanah pada kondisi musim kemarau dan musim hujan. Pengukuran iklim mikro tanah dengan intensitas kedalaman yang berbedabeda dapat dilakukan untuk melihat profil tanah setiap kedalamannya. Pengukuran kondisi tanah lebih lanjut meliputi: bulk density, C:N, aktifitas mikroorganisme dan kondisi fisik serta kimia tanah lainnya perlu dilakukan untuk melihat korelasinya terhadap laju emisi CO 2 pada permukaan tanah. DAFTAR PUSTAKA Adachi M et al Required Contoh Size for estimating Soil respiration Rates in Large Areas of Two Tropical Forest and of Two Types of Plantation in Malaysia [abstrak]. Di dalam : forest Ecology and Management. Volume 210, Issues 1-3, 16 May 2005, Pages Adachi M et al Differences in Soil respiration between Different Tropical Ecosystems. [abstrak]. Di dalam : Applied Soil Ecology. Volume 34, Issues 2-3, December 2006, Pages Hanafiah K A Dasar-Dasar Ilmu tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta. ion=com_content&task=view&id=3629 &Itemid=1504 (4 mei 2008). 20INDOENGLISH/tn_lorelindu.htm (4 mei 2008). Ibrom A et al Large Net CO 2 Uptake by a Tropical Upland Rain Forest in Central Sulawesi, Indonesia x / (4 mei 2008). Ishizuka S, Murdiarso M, Tsurata H An Intensive Study on CO 2, CH 4, and NO 2 Emissions from Soils at Four Land-Use in Sumatra, Indonesia. Global Biogeochemical cycles, Vol. 16, No. 3, 1049,doi: /2001GB001614,2002 Jyasjono B Klimatologi. Bandung: ITB Press. Kaur K, Jalouta KR, Midmore David Impact of temperature and defoliation (simulated grazing) on soil respiration of pasture grass (Cenchrus ciliaris L.) in a controlled experiment. Journal of Agricultural, food, and environment sciences, Volume 1, Issue 1, 2007 Lessard R et al Methane and carbon dioxide fluxes from poorly drained adjacent cultivated and forest sites. Canadian Journal of Soil Science [CAN. J. SOIL SCI./REV. CAN. SCI. SOL]. Vol. 74, no. 2, pp ecid= &q=lessard+r ca nadian+journal+of+soil+science+74%3 A &uid= &setcookie=y es (4 mei 2008). Ma Siyan et al Soil Respiration and Carbon Sequestration of an Oak-grass Savanna in California: Roles of temperature, soil moisture, rain events and photosynthesis. SSION/2002%20Final%20Reports/ Baldocchi_FINALkms.pdf (4mei 2008). Moren A.S dan Lindroth A Carbon Dioxide Exchange at The Forest Floor in a Boreal Black Spruce Ecosystem. Agricultural and Forest meteorology. ob=articleurl&_udi=b6v8w43495g S1&_user=10&_coverDate=06%2F25 %2F2001&_alid= &_rdoc=1 &_fmt=summary&_orig=search&_cdi= 5881&_sort=d&_docanchor=&view=c &_ct=2&_acct=c &_version =1&_urlVersion=0&_userid=10&md5= 5b0ed9cba1c05edb95ab4227c397a182 (4 mei 2008). Raich J.W dan Schlesinger The global carbon dioxide flux in soil respiration and its relationship to vegetation and climate. Tellus 44b: ellb r (4 mei 2008). 14

Menyetujui, Pembimbing. Dr. Ir. Tania June, M.Sc NIP Mengetahui,

Menyetujui, Pembimbing. Dr. Ir. Tania June, M.Sc NIP Mengetahui, HUBUNGAN IKLIM MIKRO DAN BAHAN ORGANIK TANAH DENGAN EMISI CO 2 DARI PERMUKAAN TANAH (Studi Kasus Hutan Alam Babahaleka Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah) ADE IRAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

Lebih terperinci

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fluks CO dari Tanah Gambar dan menunjukkan fluks CO pada plot Root Cut dan plot Control. Pada Tabel menampilkan ratarata fluks CO tiap plot pada plot Root Cut dan plot Control.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan berperan penting dalam menjaga kestabilan iklim global. Secara fisiologis, vegetasi hutan akan menyerap gas karbon melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

Ira Hidayati Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru

Ira Hidayati Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru PENGUKURAN FAKTOR IKLIM ( IKLIM MIKRO ), FISIKA DAN KIMIA TANAH PADA TIGA DAERAH ( TERNAUNG, TRANSISI DAN TERBUKA ) DI LABORATORIUM PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNIVERSITAS RIAU Ira Hidayati Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

Kajian Pertukaran Gas Karbon Dioksida (CO 2 ) Antara Laut dan Udara di Perairan Indonesia dan Sekitarnya

Kajian Pertukaran Gas Karbon Dioksida (CO 2 ) Antara Laut dan Udara di Perairan Indonesia dan Sekitarnya Kajian Pertukaran Gas Karbon Dioksida (CO 2 ) Antara Laut dan Udara di Perairan Indonesia dan Sekitarnya Armi Susandi 1, Ahmad Subki 2, dan Ivonne M. Radjawane 2 1 Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, Institut

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

FLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR

FLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Buletin Tanah dan Lahan, 1 (1) Januari 2017: 115-120 FLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR CO2 Flux from Andosol on Landuse Vegetable

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

For optimum plant growth

For optimum plant growth Dasar-dasar Ilmu Tanah Udara dan Temperatur Tanah SOIL COMPONENTS For optimum plant growth Air 25 % Water 25 % Mineral 45% organic 5% Representative, medium-textured surface soil (by volume) 1. Aerasi

Lebih terperinci

Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang

Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang Heni Masruroh Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang E-mail: henimasruroh@rocketmail.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT 5. Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu A. Penyebaran Suhu Vertikal Pada lapisan troposfer,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Karakterisasi Morfologi Tanah di Lapang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Karakterisasi Morfologi Tanah di Lapang 21 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Kegiatan penambangan menyebabkan perubahan sifat morfologi tanah seperti tekstur, konsistensi, struktur, batas antar lapisan

Lebih terperinci

VARIASI HEAT FLUKS TERHADAP SUHU TANAH AKIBAT PERUBAHAN INTENSITAS CURAH HUJAN

VARIASI HEAT FLUKS TERHADAP SUHU TANAH AKIBAT PERUBAHAN INTENSITAS CURAH HUJAN VARIASI HEAT FLUKS TERHADAP SUHU TANAH AKIBAT PERUBAHAN INTENSITAS CURAH HUJAN Meli Fitriani Saragi, Asep Firman Ilahi, Muh. Arbiyansyah Nur, Diana Hertanti Program Studi Klimatologi Terapan, Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, luasnya mencapai 130.609.014,98 ha (Departemen Kehutanan, 2011). Ekosistem tersebut

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira Udara & Atmosfir Angga Yuhistira Udara Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Drainase Menurut Suripin (2004), drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS Disusun oleh Nama : Muhammad Darussalam Teguh NIM : 12696 Golongan : B4 Asisten Koreksi :

Lebih terperinci

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.

PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI LAHAN GAMBUT THE EFFECT OF WATER LEVEL AND ORGANIC MULCH ON CO 2 EMISSIONS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan Juni 2011. Lokasi penelitian terletak di Desa Bantar Kambing, Kecamatan Ranca Bungur,

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo J. Agrotek Tropika. ISSN 233-4993 60 Jurnal Agrotek Tropika 3():60-64, 205 Vol. 3, No. : 60 64, Januari 205 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

EMISI CO 2 TANAH GAMBUT PADA PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN MENDAHARA, KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

EMISI CO 2 TANAH GAMBUT PADA PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN MENDAHARA, KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ISSN 1410-1939 EMISI TANAH GAMBUT PADA PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN MENDAHARA, KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR [ EMISSIONS FROM PEAT SOIL AT DIFFERENT TYPES OF LAND USE IN MENDAHARA, TANJUNG

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG Oleh: ANDITIAS RAMADHAN 07113013 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus) Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina.

Lebih terperinci

EMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK ABSTRAK

EMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK ABSTRAK EMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK Abdul Hadi Fakultas Pertanian Unlam, Banjarbaru ABSTRAK Isu mengenai emisi gas rumah kaca menarik perhatian berbagai kalangan karena pengaruhnya

Lebih terperinci

EMISI CO 2 DARI HUTAN TANAMAN INDUSTRI AKASIA PADA LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU ATFRITEDY LIMIN

EMISI CO 2 DARI HUTAN TANAMAN INDUSTRI AKASIA PADA LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU ATFRITEDY LIMIN EMISI CO 2 DARI HUTAN TANAMAN INDUSTRI AKASIA PADA LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU ATFRITEDY LIMIN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis

Lebih terperinci

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim Balai Penelitian Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Kenampakan Bentuklahan Karst

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Kenampakan Bentuklahan Karst BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karst merupakan bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses pelarutan. Bentuklahan karst tergolong dalam bentuklahan yang unik dimana di dalamnya memiliki kondisi

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi kebun kelapa sawit pada bulan Agustus dan November 2008 yang kemudian dilanjutkan pada bulan Februari,

Lebih terperinci

PENGUKURAN EMISI CO₂ DARI TANAH PEKARANGAN UNTUK WILAYAH PERKOTAAN ANNA FARIDA

PENGUKURAN EMISI CO₂ DARI TANAH PEKARANGAN UNTUK WILAYAH PERKOTAAN ANNA FARIDA PENGUKURAN EMISI CO₂ DARI TANAH PEKARANGAN UNTUK WILAYAH PERKOTAAN ANNA FARIDA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Dinamika Kadar Air Tanah di Bawah Tegakan Kakao pada Berbagai Kondisi Soil Moisture Dynamics under Cacao Tree at the Different Conditions

Dinamika Kadar Air Tanah di Bawah Tegakan Kakao pada Berbagai Kondisi Soil Moisture Dynamics under Cacao Tree at the Different Conditions SAL-17 Dinamika Kadar Air Tanah di Bawah Tegakan Kakao pada Berbagai Kondisi Soil Moisture Dynamics under Cacao Tree at the Different Conditions Suhardi*, Ahmad Munir, Sitti Nur Faridah dan Inge Scorpi

Lebih terperinci

BENY HARJADI-BPTKPDAS-SOLO Peneliti bidang Pedologi dan Inderaja

BENY HARJADI-BPTKPDAS-SOLO Peneliti bidang Pedologi dan Inderaja 1 PENDAHULUAN BENY HARJADI-BPTKPDAS-SOLO Perubahan iklim dapat diartikan sebagai perbedaan yang nyata secara statistik pada nilai rata-rata iklim maupun variabilitas yang terjadi secara luas pada periode

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

MAKALAH MIKROMETEOROLOGI (GFM 344) TEKHNIK PENGUKURAN FLUKS ENERGI DAN MASSA UDARA. Oleh : Kelompok 2

MAKALAH MIKROMETEOROLOGI (GFM 344) TEKHNIK PENGUKURAN FLUKS ENERGI DAN MASSA UDARA. Oleh : Kelompok 2 MAKALAH MIKROMETEOROLOGI (GFM 344) TEKHNIK PENGUKURAN FLUKS ENERGI DAN MASSA UDARA Oleh : Kelompok 2 Hotber Joy S Dewa Putu A M Dila Peracitra S Arridha Dara K (G24080014) (G24080017) (G24080026) (G24080043)

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci