Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang"

Transkripsi

1 Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang Heni Masruroh Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peningkatan suhu di Kota Malang yang semakin hari semakin meningkat. Terjadinya peningkatan suhu ini salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggal di Kota Malang. Meningkatnya jumlah penduduk ini berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim mikro terutama peningkatan suhu dan penurunan kelembapan udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah terdapat hubungan kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhadap suhu dan kelembapan dalam kajian iklim mikro di Kota Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama 2 hari diperoleh data bahwa suhu rata-rata di Kota Malang sebesar C. Rata-rata suhu terendah berada di Taman Slamet yaitu sebesar C sedangkan rata-rata suhu tertinggi berada di Lapangan Gajayana yaitu sebesar C Analisis korelasi suhu menggunakan SPSS menunjukkan hasil yang signifikan. Berdasarkan hasil pengukuran kelembapan udara selama 2 hari diperoleh data bahwa kelembapan udara rata-rata di Kota Malang sebesar 45%. Kelembapan rata-rata terendah berada di Lapangan Rampal yaitu 41% sedangkan ratarata kelembapan tertinggi berada di Taman Slamet yaitu sebesar 55%. Analisis korelasi kelembapan menggunakan SPSS menunjukkan hasil yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) Perlunya pengelolahan RTH secara lebih serius untuk mengurangi peningkatan suhu udara di Kota Malang. (2) Pengelolahan RTH sebaiknya tidak hanya memperhatikan luasnya, tetapi yang terpenting memaksimalkan RTH yang tersedia dengan memperbanyak pohon, disertai tanaman perdu dan rumput, sehingga dapat mengurangi peningkatan suhu udara di Kota Malang. Kata Kunci: Suhu, Kelembapan, RTH Kota merupakan salah satu tempat yang dalam perkembangannya relatif lebih cepat daripada desa. Perkembangan ini didukung oleh beberapa faktor pendukung seperti penyediaan fasilitas umum, sarana dan prasarana yang lainnya. Dengan adanya beberapa faktor ini menjadikan wilayah perkotaan menjadi sangat padat penduduknya. Pertambahan ini tidak diimbangi dengan pertambahan fasilitas umum, sarana dan prasarana sehingga pada wilayah perkotaan muncul ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dengan fasilitas umum, sarana dan prasarana dan daya dukung lingkungan. Selain penyediaan fasilitas umum, sarana dan prasarana faktor pendukung lain yang menyebabkan padatnya penduduk di wilayah perkotaan merupakan pusat

2 barang dan jasa. Pada saat ini wilayah perkotaan menjadi wilayah tujuan dari pengembangan bisnis bagi pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya. Salah satu bentuk dari pengembangan bisnis di wilayah perkotaan ini berupa pembangunanpembangunan ruko, pasar, mall, swalayan sehingga wilayah perkotaan dapat dikatakan sebagai mesin pertumbuhan bagi para pengusaha (Inoguchi, 2003:37). Kota Malang merupakan salah satu Kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Pada tahun 2011 perkembangan penduduk di Kota Malang mencapai jiwa (BPS, 2012). Menurut Data Badan Pusat Statistik Kota Malang , menjelaskan bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk di Kota Malang semakin meningkat (Tabel 1.1). Peningkatan penduduk yang terjadi di Kota Malang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap keberadaan RTH di Kota Malang. Sebab, pertambahan penduduk akan berbanding lurus dengan kebutuhan tempat tinggal. Semakin banyak penduduk yang berada di suatu Kota maka kebutuhan lahan untuk tempat tinggal juga akan semakin meningkat. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Malang Tahun 2005 s/d 2011 TAHUN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH Sumber: BPS Kota Malang 2006 s/d Dari hasil Tabel 1.1 menunjukkan bahwa semakin bertambahnya tahun perkembangan jumlah penduduk semakin padat. Pertambahan jumlah ini berdampak negatif pada penggunaan lahan yang berada di Kota Malang. Realitas yang terjadi saat ini di Kota Malang banyak bangunan baru di area kawasan Ruang Terbuka Hijau. Kawasan yang semestinya merupakan kawasan terbuka hijau pada saat ini telah dikonversi menjadi lahan terbangun. Berkaitan dengan berkurangnya RTH yang berada di Kota Malang akan berdampak pada kenaikan suhu di Kota Malang (Tabel 1.3). Keterkaitan antara RTH dengan kenaikan yaitu pada RTH akan tersedia banyak tumbuhan yang dapat menyerap karbondioksida (CO 2 ) (Anshori, 2008:14). Dengan memiliki Ruang

3 Terbuka Hijau (RTH) yang luas maka akan sangat berpengaruh positif terhadap kesejukan bagi suatu tempat. Tabel 1.3 Kondisi iklim Kota Malang DataSuhu Udara, Kelembapan Dan Intesitas Penyinaran Matahari Di Kota Malang. Unsur Klimatologi Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Satuan Tahun Temperatur Rata-rata 0 C 22,19 23,6 23,93 23,53 23,17 Temperatur Maksimum 0 C 31,5 30,3 29,2 29,8 30,3 Temperatur Minimum 0 C 18,4 17,6 19,8 17,0 16,7 Temperatur Maksimum 0 C 34 32,9 30,6 30,9 32,6 Absolut Temperatur Minimum Absolut 0 C 16 15, ,8 14,2 Lembab Nisbi Rata-rata % 74,92 75,33 81,5 76,42 73,93 Lembab Nisbi Maksimum % Lembab Nisbi Minimum % Radiasi Matahari Kal/cm 2 313,94 353,72 336,73 370,9 365,53 Sumber: Sumarmi (2012) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Hubungan ruang terbuka hijau terhadap suhu di Kota Malang, (2) Hubungan ruang terbuka hijau terhadap kelembapan di Kota Malang. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan metode survey. Teknik dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu dalam pengambilan sampel didasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap memiliki keterkaitan dengan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dangan kata lain pengambilan sampel didasarkan pada karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian. Subjek dalam penelitian ini yaitu kota Malang yang menggunakan teknik Purposive Sampling. Pada penelitian ini mengambil sampel 30 dengan rincian 4 berupa Lapangan, 4 Hutan dan 22 Taman. Pengambilan sampel paling banyak berupa Taman sebab dalam rincian RTH Kota Malang paling banyak berupa RTH Taman. Pengambilan sampel sebesar 30 ini didasarkan pada perbedaan kondisi karakteristik RTH yang diambil disetiap wilayah Kecamatan yang berada di Kota Malang. Analisis Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu: tabulasi, grafik, dan analisis statistik menggunakan SPSS 16. Untuk menganalisis kondisi RTH

4 menggunakan analisis luasan penutupan tajuk vegetasi dengan matode Braun- Blanquet. a. Perhitungan luasan penutup tajuk vegetasi. Kondisi RTH tidak terlepas dari luas penutupan tajuk vegetasi sehingga penelitian ini menggunakan perhitungan luas tanaman penutup permukaan yang terdapat di setiap titik pengukuran. Menurut Teori Braun-Blanque rumus yang digunakan untuk mengukur luas penutupan tajuk vegetasi yaitu: % penutupan tajuk = Jumla h luasan penutu p berupa kanopi jumla luasan keseluru han luasan yang diteliti Tabel 3.1 Kisaran Penutup Kanopi Braun-Blanquet Kelas Penutupan Kisaran Penutupan Kanopi (%) Rata-rata Kanopi <1 0.1 R <<1 * Keterangan: * Individu muncul hanya sekali, penutupan diabaikan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Suhu di Kota Malang Berdasarkan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian pengukuran suhu udara yang dimulai mulai dari pukul , diketahui bahwa suhu udara maksimal terjadi pada pukul dan minimum pada pukul Suhu rata-rata pada pukul sebesar C. Sedangkan pada pukul suhu rata-rata sebesar C. Suhu maksimal pada pukul dan suhu minimum terjadi pada pukul sesuai dengan pendapat Sudjono dalam tauhid (2008) yang menyatakan bahwa suhu maksimal udara terjadi pada pukul (jam lokal) dan mencapai titik maksimum pada pukul (jam lokal). Kondisi kenaikan suhu yang dimulai dari pukul kemudian mengalami penurunan hingga pukul ini berkaitan radiasi matahari yang

5 dipancarkan ke permukaan bumi. Pada pukul radiasi yang dipancarkan matahari mendekati garis tegak lurus dengan permukaan bumi. Menurut Tjasyono (2004) fenomena suhu yang sangat tinggi ketika tengah hari bersifat menyeluruh di seluruh permukaan bumi yang utamanya berada di sekitar khatulistiwa. Pada kawasan perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingan sub urban. Hal ini dikarenakan adanya geliat aktifitas kota dan beberapa sumber panas yang dapat memicu peningkatan suhu udara kota seperti mobilitas kendaraan, aktifitas industri, rumah tangga dan berbagai aktifitas yang melibatkan pembakaran bahan fosil. Kondisi suhu udara di Kota Malang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010 masing-masing memiliki suhu rata-rata sebesar C, C, C dan C (BPS, ). Pada tahun suhu maksimum yaitu C dan C (Sumarmi, 2012). Berdasarkan grafik suhu rata-rata harian di Kota Malang yang diukur selama 2 hari di 30 titik sampel pengamatan dengan pengukuran mulai pukul dengan rentangan waktu pengukuran selama 2 jam sekali diperoleh suhu rata-rata di Kota Malang sebesar C. Peningkatan suhu di Kota Malang yang setiap tahunnya tidak hanya disebabkan oleh mobilitas kendaraan dan adanya aktifitas lain yang melibatkan pembakaran fosil melainkan juga disebabkan oleh berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di setiap tahunnya. Berdasarkan data penggunaan lahan tahun 2011 terjadi ketidakseimbangan lahan terbangun dan tidak terbangun. Untuk lahan yang terbangun sebesar Ha sedangkan yang tidak terbangun Ha (BPS, 2012). Pada tahun 2012 persentase RTH di Kota Malang hanya sebesar 18.14% dengan luas Ha. Pada pengelolahan RTH Kota yang baik luas RTH minimal yaitu 30% dari luas kota keseluruhan. Rincian RTH kota Malang yang hanya mencapai 18.14% tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut yaitu Hutan Kota 0.35%, Taman 1.82%, Lapangan 0.61%, Makam 0.98%, Jalur Hijau Jalan 2.26%, Sempadam SUTT 0.26%, Sempadan Sungai 11.41% dan Sempadan Rel KA 0.45%. (DKP, 2012) Pada pengukuran yang dilakukan di 30 titik sampel pengamatan di Kota Malang dapat diketahui bahwa suhu terendah berada di Taman Slamet yaitu 26,7 0 C. Taman

6 Slamet memiliki jumlah tanaman sebanyak 15 pohon dengan 7 perdu dengan luas pengamatan seluas 100 M 2. Pada Taman Slamet penutup permukaan yang tertutup rumput di bawah kanopi pohon sebesar 80% sehingga dengan jumlah pohon dan perdu yang lebih banyak dan penutup permukaan tertutup rumput di bawah kanopi pohon seluas 80% dari 100 M 2 menyebabkan suhu di Taman Slamet paling rendah. Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara Ruang Terbuka Hijau dengan suhu. Adanya hubungan Kondisi Ruang Terbuka Hijau yang baik yang berada di Taman Slamet dengan dengan penurunan suhu udara disekitar Ruang Terbuka Hijau dikarenakan adanya proses fisiologis tumbuhan yang berupa transpirasi. Menurut Lakitan (1997) meyatakan bahwa dengan adanya vegetasi yang banyak maka sistem tajuk vegetasi akan memacu untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama untuk menjaga stabilitas suhu tumbuhan). Pada proses tranpirasi ini tumbuhan akan menggunakan sebagian besar air yang berhasil diserap dari tanah. Setiap gram air yang diuapkan akan menggunakan energi sebesar 580 kalori. Karena besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan air pada proses transpirasi ini, maka hanya sedikit panas yang tersisa yang akan dipancarkan ke udara sekitarnya. Hal inilah yang menyebabkan adanya pengaruh vegetasi terhadap suhu udara. Selain itu, jenis tanaman juga berpengaruh terhadap suhu. Pengaruh jenis tanaman terhadap suhu disebabkan karena setiap jenis tanaman mempunyai tingkatan yang berbeda-beda terhadap penyerapan CO 2. Jenis tanaman yang terletak di Taman Slamet termasuk dalam tingkatan jenis tanaman yang baik dalam penyerapan CO 2. Jenis tanaman di Taman Slamet antara lain beringin (Ficus Benjamina), mangga (mangifera indica), angsana (pterocarpus indicus). Selain mampu menyerap CO 2 yang baik tanaman tersebut mampu menghasilkan O 2 dan H 2 O dalam jumlah yang besar (Dephut, 2007) Adanya Ruang Terbuka Hijau juga erat kaitannya dengan banyaknya pohon yang rindang. Semakin banyak jumlah pohon yang rindang dalam suatu wilayah maka kualitas RTH nya akan baik (Prasetya, 2012). Dengan kondisi Ruang Terbuka Hijua yang baik maka suhu udara yang berada di tempat tersebut akan lebih terasa dingin. Hal ini dikarenakan tanaman mampu menyerap energi sinar matahari dan mampu

7 menyerap CO 2. Oleh karena, dengan jumlah tanaman yang banyak dan rindang mampu menyerap energi sinar matahari dan menyerap CO 2 maka suhu udara di Taman Slamet rendah. Suhu rata-rata tertinggi pada pengukuran yang dilakukan selama 2 hari yaitu berada di Lapangan Gajayana. Hal ini disebabkan di Lapangan Gajayana penutup lahan 100% berupa rumput sehingga tidak ada vegetasi yang berupa pohon yang dapat menyerap sinar matahari. Kondisi Ruang Terbuka Hijau yang kurang baik pada lokasi ini menyebabkan terjadinya peningkatan suhu. Pada siang hari di lokasi ini udara sangat tinggi sehingga udara panas dan pada malam hari suhu masih tetap tinggi. Penyebabnya dikarenakan pada kawasan ini tidak ada vegetasi yang dapat menyerap panas sehingga Lapangan Gajayana mengalami panas sepanjang hari. Dari hasil pengukuran suhu yang dimulai pukul menunjukkan terjadi peningkatan suhu dan penurunan suhu. Terjadinya peningkatan suhu berada pada kisaran pukul sedangkan penurunan suhu berada pada kisaran pukul Peningkatan dan penurunan suhu yang terjadi pada pukul tersebut karena dipengaruhi oleh radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi. Untuk mengetahui hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan suhu udara di Kota Malang analisis data menggunakan SPSS 16. Pada analisis ini mengggunakan Sig. (2-tailed) adalah 0,000 dan acuan korelasi 0,01. Ho diterima jika signifikansi >0,01, dan Ho ditolak jika besarnya signifikansi <0,01. Dari hasil uji SPSS menunjukkan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan antara variabel kondisi RTH dengan suhu udara di Kota Malang. 2. Kondisi Kelembapan Udara di Kota Malang Kondisi rata-rata kelembapan udara di Kota Malang pada pengukuran yang dilakukan selama 2 hari diketahui sebesar 47%. Berdasarkan grafik pengukuran ratarata kelembapan diperoleh data kelembapan tertinggi berada di Taman Slamet yaitu sebesar 55%. Kelembapan terendah yaitu berada di Lapangan rampal yaitu sebesar 41%. Perbedaan kelembapan tertinggi dengan terendah pada pengukuran rata-rata ini sebesar 14%. Taman Slamet memiliki kelembapan yang tinggi disebabkan pada lokasi ini memiliki kondisi RTH yang rapat. Dari 100 M 2 luas pengamatan jumlah

8 pohon dan perdu di lokasi ini masing-masing berjumlah 15 pohon dan 7 perdu, dan penutup permukaan tertutup rumput di bawah kanopi pohon sebesar 80%. Kondisi RTH pada Taman Slamet berbeda dengan di hutan Malabar. Pada luas pengamatan yang sama seluas 100 M 2 di hutan Malabar hanya terdapat 16 pohon dan 5 perdu. Selain itu, luas penutup permukaan di hutan Malabar yang tertutup rumput dibawah kanopi pohon hanya 75,4% sedangkan di Taman Slamet sebesar 80%. Perbedaan jumlah vegetasi dan penutup permukaan di bawah kanopi pohon ini yang menyebabkan kelembapan udara yang berada di Taman Slamet lebih tinggi daripada di Hutan Malabar. Hal ini terjadi karena dengan rapatnya jumlah pohon maka dapat menyerap radiasi matahari dan menghasilkan H 2 O. Dari hasil Peningkatan H 2 O dan penyerapan CO 2 ini yang mempengaruhi peningkatan kelembapan udara (Tauhid, 2008). Faktor lain yang menyebabkan di Taman Slamet memiliki kelembapan yang lebih tinggi dibandingan Hutan Malabar dikarenakan Hutan Malabar dipengaruhi oleh aktivitas kendaraan bermotor yang relatif ramai sehingga berpengaruh terhadap penurunan kelembapan udara di lokasi ini. Jenis tanaman yang berada di Taman Slamet seluas pengamatan yaitu beringin (Ficus Benjamina), mangga (mangifera indica), angsana (pterocarpus indicus) yang mana pohon ini dapat menyerap CO 2 lebih baik daripada jenis pohon yang berada di hutan malabar yaitu Jati (tectona Sp), belimbing dan flamboyant (delonix regia) (Dephut, 2007) Kelembapan terendah rata-rata yaitu berada di Lapangan rampal. Rendahnya kelembapan di Lapangan rampal disebabkan oleh kondisi RTH pada lokasi ini hanya berupa rumput seluas 100 M 2. Rumput merupakan struktur vegetasi yang biasa digunakan sebagai penutup permukaan tanah. Jika dibandingkan dengan struktur vegetasi yang lainnya, manfaat rumput sebagai pereduksi suhu termasuk dalam kategori yang paling kecil yang dapat mereduksi suhu. Oleh karena, rumput merupakan pereduksi suhu yang paling kecil maka hal ini berpengaruh terhadap kelembapan. Dengan kondisi RTH yang hanya berupa rumput dan dibandingkan dengan lokasi lain yang memiliki jumlah pohon dan perdu sekaligus penutup permukaan di bawah kanopi pohon Lapangan Rampal memiliki kelembapan yang

9 relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Perbedaan tingkat kelembapan antara Lapangan Rampal dengan Lapangan Gajayana yaitu disebabkan karena adanya pengaruh campur tangan manusia. Pada lokasi di Lapangan Gajayana pada siang hari dilakukan penyiraman di area Lapangan. Akibatnya tanah di Lapangan Gajayana akan lebih banyak menyerap air daripada di Lapangan Rampal Dari hasil pengukuran kelembapan yang dimulai pukul menunjukkan terjadi peningkatan dan penurunan kelembapan. Terjadinya peningkatan kelembapan berada pada kisaran pukul sedangkan penurunan kelembapan berada pada kisaran pukul Peningkatan dan penurunan kelembapan yang terjadi pada pukul tersebut karena dipengaruhi oleh radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi. Untuk mengetahui hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan suhu udara di Kota Malang analisis data menggunakan SPSS 16. Pada analisis ini mengggunakan Sig. (2-tailed) adalah 0,000 dan acuan korelasi 0,01. Ho diterima jika signifikansi >0,01, dan Ho ditolak jika besarnya signifikansi <0,01. Dari hasil uji SPSS menunjukkan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan antara variabel kondisi RTH dengan kelembapan udara di Kota Malang. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat hubungan antara kondisi RTH terhadap suhu udara di Kota Malang. Semakin rapat kondisi RTH maka semakin rendah suhu udara. Kondisi digambarkan dengan kerapatan vegetasi dan penutup kanopinya. Semakin rapat vegetasi dan semakin luas penutup kanopinya maka semakin rendah suhu udaranya. Rata-rata Suhu udara terendah pada 30 titik sampel pengukuran berada di Taman Slamet yaitu sebesar C. sedangkan rata-rata suhu udara tertinggi berada di Lapangan Gajayana sebesar C. 2. Terdapat hubungan antara kondisi RTH terhadap kelembapan udara di Kota Malang. Semakin rapat kondisi RTH maka semakin tinggi pula kelembapan udara

10 sehingga untuk menjaga agar kelembapan tetap baik maka harus menjaga kondisi RTH. Rata-rata kelembapan tertinggi pada 30 titik sampel pengukuran berada di Taman Slamet 55% sedangkan kelembapan terendah di Lapangan Rampal 41%. B. Saran Kondisi RTH sangat berpengaruh terhadap iklim mikro Kota Malang. Pengaruh iklim mikro yaitu dapat meningkatkan tingkat kenyamanan hidup di Kota Malang dan berpengaruh positif pula terhadap aktivitas masyarakat yang berada di Kota Malang. Adapun hal yang harus dilakukan agar kondisi RTH tetap baik dan iklim mikro bisa stabil hendaknya Pemerintah Kota Malang harus melakukan: 1. Perlunya pengelolahan RTH secara lebih serius untuk mengurangi peningkatan suhu udara di Kota Malang. 2. Pengelolahan RTH sebaiknya tidak hanya memperhatikan luasnnya, tetapi yang terpenting memaksimalkan RTH yang tersedia dengan memperbanyak pohon, disertai tanaman perdu dan rumput, sehingga dapat mengurangi peningkatan suhu udara di Kota Malang.. 3. Membuat peraturan yang tegas terhadap pengaturan RTH baik RTH public maupun private. DAFTAR RUJUKAN Anshory, Nasrudin Kearifan Lingkungan Dalam Perspektif Budaya Jawa. Penerbit yayasan obor. Jakarta Azhima Distribusi Cahaya di Hutan Muara Kuamang Jambi. Skripsi tidak DKP Kota Malang Profil Bidang Pertamanan. DKP Kota Malang Keputusan Walikota Malang Nomor /220/ /2013 Tentang Penetapan Hutan Kota. Dephut Departemen Kehutanan. 2007a. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. (Online), ( Diakses 23 Agustus 2013 Fandeli, dkk Audit Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press

11 Faruq Tingkat Kenyamanan Kawasan Permukiman Berdsarkan Kajian Iklim Mikro di Kecamatan Klojen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Geografi UM Husein, dkk Analysis of Environmental Quality and Comformity in the Urban Forest of Malang City Jurnal agritek Vol. 18 No. 2 April 2010 ISSN Inoguchi, takashi Kota dan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit LP3S Lakitan, B Dasar-dasar Klimatologi, Raja Grafindo Persada: Jakarta Prasetyo Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro di Kota Pasuruan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Geografi UM Sarwono, Jonathan Statistik Itu Mudah Panduan Lengkap Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Penerbit Andi Sumarmi Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Pemukiman Melalui Pendidikan. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: FIS UM Sumarmi Model Pengelolahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jalan Raya Untuk Mengurangi Suhu Udara dan Emisi CO 2 di Kota Malang. Penelitian tidak diterbitkan. Malang: Geografi UM Suyitno Pertukaran Zat dan Proses Hilangnya Air. (Online),( aloysius-drs-ms/pengayaan-materi-transpirasi-tumbuhan-bagi-siswa-sma- 8.pdf) Diakses 5 Juli 2013 Tjasyono, Bayong Klimatologi. Bandung: ITB Utomo, Dwiyono Hari Meteorologi Klimatologi Dalam Studi Geografi. Malang : UM Press Tauhid Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Pada Siang Hari di Perkotaan. Thesis tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Diponegoro

ESTIMASI LUASAN RTH BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN TERHADAPSUHU UDARA MIKRODI IBUKOTA KABUPATENMADIUN (Studi Kasus Perkotaan Mejayan)

ESTIMASI LUASAN RTH BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN TERHADAPSUHU UDARA MIKRODI IBUKOTA KABUPATENMADIUN (Studi Kasus Perkotaan Mejayan) ESTIMASI LUASAN RTH BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN TERHADAPSUHU UDARA MIKRODI IBUKOTA KABUPATENMADIUN (Studi Kasus Perkotaan Mejayan) Ronnawan Juniatmoko Magister Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA PASURUAN. Abstrak

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA PASURUAN. Abstrak PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA PASURUAN (The influence of Green open Space to The Micro Climate in Pasuruan City) Anugrah Teguh Prasetyo Jurusan Geografi, Program Studi

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

PENGARUH KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA MAKASSAR

PENGARUH KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA MAKASSAR PENGARUH KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA MAKASSAR Andi Muhammad Zubair [1] Prof. Dr.Eng. H.Muh.Wihardi Tjaronge, ST.M.Eng [2] Dr. Eng. M. Isran Ramli, ST.MT [1] Mahasiswa

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG

PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG 1) Akhmad Faruq Hamdani; 2) Nelya Eka Susanti 1) 2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) a.faruqhamdani@unikama.ac.id;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah dirasakan pada hampir seluruh wilayah di dunia dan salah satu dampak yang dirasakan oleh manusia adalah pemanasan global (Dipayana dkk, 2012; DNPI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengujian kenyamanan termal ruang luar di Koridor Jalan Tugu-Kraton menjadi salah satu alat ukur tingkat kenyamanan di Kota Yogyakarta. terdiri dari kenyamanan ruang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

TINGKAT KENYAMANAN LINGKUNGAN KAWASAN HUTAN KOTA BERDASARKAN KARAKTERISTIK HUTAN KOTA DI KOTA KISARAN

TINGKAT KENYAMANAN LINGKUNGAN KAWASAN HUTAN KOTA BERDASARKAN KARAKTERISTIK HUTAN KOTA DI KOTA KISARAN TINGKAT KENYAMANAN LINGKUNGAN KAWASAN HUTAN KOTA BERDASARKAN KARAKTERISTIK HUTAN KOTA DI KOTA KISARAN THE LEVEL OF ENVIRONMENTAL COMFORT OF URBAN FOREST AREA BASED ON THE CHARACTERISTICS OF URBAN FOREST

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Taman Kota Tengah, Taman Rekreasi Damai dan Taman Smart Nursery di Kota Gorontalo

Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Taman Kota Tengah, Taman Rekreasi Damai dan Taman Smart Nursery di Kota Gorontalo Nursery di Kota Gorontalo 285 Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Taman Kota Tengah, Taman Rekreasi Damai dan Taman Smart Nursery di Kota Gorontalo 1 Ekawaty Prasetya, 2 Hermawansyah,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA Muhimmatul Khoiroh 3310

Lebih terperinci

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA Darul Dana

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53 70 Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Emisi CO 2 (ton) 176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat 26 KONDISI UMUM Keadaan Geografis Keadaan geografis Kota administrasi Jakarta Pusat yaitu terletak antara 106º.22.42 BT sampai dengan 106º.58.18 BT dan 5º19,12 LS sampai dengan 6º.23 54 LS. Permukaan tanahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI PARAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Rumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat... 8 1.3.1 Tujuan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi UHI terhadap RTH dan Kenyamanan Thermal pada Taman Walikota di Kota Kendari

Identifikasi Potensi UHI terhadap RTH dan Kenyamanan Thermal pada Taman Walikota di Kota Kendari TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Identifikasi Potensi UHI terhadap RTH dan Kenyamanan Thermal pada Taman Walikota di Kota Kendari Santi (1), Siti Belinda (2), Hapsa Rianty (3) linda.amri@gmail.com (1) Kelompok Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan dari konsep ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo adalah : 1. Adanya kebutuhan masyarakat pada kawasan pusat kota Ponorogo akan ruang

Lebih terperinci

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor Nasrullah (1), Ramli Rahim (2), Baharuddin (2), Rosady Mulyadi (2), Nurul Jamala (2), Asniawaty Kusno (2) (1) Mahasiswa Pascasarjana,

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU

ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 2 September 2012 ISSN 1412-4645 ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU Relationship Analysis of Green Open Space Area and Temperature

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kenyaman termal menjadi aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan sebuah kawasan (urban development). Kegiatan manusia secara langsung dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi ANALISIS PRIORITAS PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH PERMUKIMAN MELALUI PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN KOTAGEDE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA. Abstrak

MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA. Abstrak MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA BERWAWASAN KONSERVASI DI KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO KABUPATEN SEMARANG Rahma Hayati Jurusan Geografi FIS -UNNES Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. Pembangunan pada sebuah kawasan membawa perubahan terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Lebih terperinci

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan,S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami kriteria tanaman Lanskap Kota Mengetahui berbagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci