PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fluks CO dari Tanah Gambar dan menunjukkan fluks CO pada plot Root Cut dan plot Control. Pada Tabel menampilkan ratarata fluks CO tiap plot pada plot Root Cut dan plot Control. Nilai rata-rata fluks CO pada plot Root Cut berkisar antara. hingga 9.0 mgcm - h - sedangkan untuk plot Control berkisar antara 9. hingga 87.8 mgcm - h -. Terdapat nilai rata-rata fluks CO pada plot Root Cut lebih tinggi dibandingkan plot Control (plot,, dan ). Ini disebabkan karena adanya perbedaan spasial saat pengambilan data atau kesalahan dalam pembuatan plot Root Cut S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN Gambar. Profil fluks CO plot Root Cut pada September 008 hingga Juli S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN Gambar. Profil fluks CO plot Control pada September 008 hingga Juli 009 Tabel. Rata-rata dan standar deviasi fluks mgcm - h - pada plot Root Cut dan plot Control. PLOT RATA-RATA ± STANDAR DEVIASI FLUKS CO (mgcm - h - ) 7.80 ± ± ± 8..9 ± ± 0.8. ± ± ± ± ± ± ±

2 . Laju Penurunan Permukaan Tanah (Subsidence) Laju penurunan permukaan tanah terjadi pada semua plot. Nilai penurunan permukaan tanah yang diperoleh berbeda setiap bulannya. Peningkatan nilai penurunan permukaan tanah mulai terjadi dari Oktober 008 hingga Juli 009. Kisaran rata-rata penurunan unan permukaan tanah antara 0.0 hingga 0.7 cm/bulan. Gambar. Penururan permukaan tanah tiap plot pada September 008 hingga Juli 009 Tabel. Rata-rata dan standar deviasi penurunan permukaan tanah tiap plot. RATA-RATA PLOT (CM/BULAN) RATA-RATA ± STÁNDAR 0. ± 0.0 DEVIASI. Suhu Tanah Suhu tanah yang diukur pada pengamatan merupakan suhu tanah pada kedalaman 0 cm. Fluktuasi suhu tanah untuk plot Root Cut dan plot Control mempunyai pola yang sama. Suhu tanah meningkat secara perlahan mulai dari Februari 009 hingga Juli 009. Nilai ratarata suhu tanah terendah diperoleh pada bulan Januari sebesar. C untuk plot Root Cut dan. C untuk plot Control. Nilai rata-rata suhu tanah tertinggi diperoleh pada bulan Juli sebesar 8.7 C untuk plot Root Cut dan 8.79 C untuk plot Control. 8

3 SUHU TANAH ( C) S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN Gambar. Profil suhu tanah kedalaman 0 cm plot Root Cut pada September 008 hingga Juli 009 SUHU TANAH ( C) S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN Gambar. Profil suhu tanah kedalaman 0 cm plot Control pada September 008 hingga Juli 009 Tabel. Rata-rata dan standar deviasi suhu tanah pada plot Root Cut dan plot Control. PLOT RATA-RATA ± STANDAR DEVIASI SUHU TANAH.7 ± ±.0.9 ± ±.7. ±.0. ±..89 ± ±.0.80 ±. 7. ±.0. ±.09. ±.0. Kelembaban Tanah Gambar dan 7 disajikan profil kelembaban tanah untuk plot Root Cut dan plot Control. Nilai rata-rata kelembaban tanah tertinggi terjadi pada bulan September 008 sebesar.8% untuk plot Root Cut dan.8% untuk plot Control, sedangkan nilai rata-rata kelembaban tanah terendah terjadi pada bulan Juli 009 dengan nilai sebesar.% untuk plot Root Cut dan.0% untuk plot Control. 9

4 KELEMBABAN TANAH (%) S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN Gambar. Profil kelembaban tanah (%) plot Root Cut pada September 008 hingga Juli 009 KELEMBABAN TANAH (%) 7 S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN Gambar 7. Profil kelembaban tanah (%) plot Control pada September 008 hingga Juli 009 Tabel. Rata-rata dan standar deviasi kelembaban tanah pada plot Root Cut dan plot Control. PLOT RATA-RATA ± STANDAR DEVIASI KELEMBABAN TANAH.9 ± ± 9..9 ± 7.9. ±.8.0 ± ±.0. ± ± ± ±..0 ±..0 ± Kedalaman Air Tanah (Water Table) dan Curah Hujan Pada Gambar 8 dapat dilihat curah hujan dan water table dari bulan September 008 hingga Juli 009. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September 008 sebesar 9 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 009 sebesar. mm. Musim penghujan terjadi pada bulan September yang kemudian curah hujan untuk bulan 0

5 berikutnya semakin menurun. Bulan Mei, Juni dan Juli 009 mempunyai curah hujan yang sangat rendah sehingga pada saat itu banyak terjadi kebakaran lahan dan hutan gambut. Tiap plot mempunyai fluktuasi pola water table yang hampir sama. Pada bulan September yang merupakan puncak tertinggi curah hujan terjadi, maka diperoleh nilai water table yang sangat rendah pada setiap plot. Bulan Juli water table yang diperoleh sangat tinggi dikarenakan pada saat itu curah hujan yang terjadi sangat rendah. Gambar 8. Pola curah hujan dan profil kedalaman air tanah pada September 008 hingga Juli 009. Kebutuhan Iklim Akasia Akasia (Acacia crassicarpa) merupakan vegetasi yang tumbuh di lokasi penelitian ini. Acacia crassicarpa umumnya tumbuh di daerah tropik dan subtropik. Akasia dapat tumbuh dengan ketinggian tempat berkisar antara 0-0 m dpl dan dengan curah hujan tahunan berkisar antara 00 mm (di Australia) hingga 00 mm (di Papua New Guinea dan Irian). Akasia dapat tumbuh pada rata-rata suhu udara minimum berkisar antara - C dan suhu udara maksimum berkisar antara - C. Acacia crassicarpa dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Panjang akar akasia dapat mencapai 0 cm, sehingga pengaturan water table pada Hutan Tanaman Industri akasia disarankan tidak kurang dari 0 cm dari permukaan tanah. Tetapi pada pengukuran ditemukan nilai water table melebihi 0 cm dari permukaan tanah pada bulan Juni dan Juli 009 dimana pada saat itu merupakan musim kemarau dengan curah hujan yang sangat kecil. Hal ini dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan tanaman akasia..7 Curah Hujan dan Kumulatif Subsidence Gambar 9 menunjukkan hubungan antara curah hujan dan kumulatif Subsidence.. Hasil regresi antara kedua faktor tersebut diperoleh nilai (R =0.9 ; p=). Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan berpengaruh terhadap terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence). Selain itu, adanya kanal-kanal kecil pada lahan juga diperkirakan sebagai penyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah.

6 Curah Hujan (mm) y = -.x +.7 R² = Kumulatif Subsidence (cm).00 Gambar 9. Hubungan curah hujan terhadap kumulatif subsidence dari September 008 hingga Juli Emisi Kumulatif Fluks CO dan Kumulatif Subsidence Pada Gambar 0 dan menyajikan regresi antara emisi kumulatif CO tanah dengan kumulatif subsidence pada plot Root Cut dan plot Control. Hasil analisis disajikan pada Tabel dimana ternyata kumulatif subsidence mempunyai hubungan yang sangat kuat terhadap kumulatif fluks CO pada tiap plot. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan kumulatif emisi CO dari tanah dengan kumulatif subsidence pengukuran tipe multy positions (Gambar ) dihasilkan (R =0.8 ; p=) untuk plot Root Cut dan (R =0.8 ; p=) untuk plot Control, dengan nilai korelasi negatif masing-masing (-0.9 ; -0.9). Kumulatif subsidence berbanding terbalik terhadap kumulatif CO. Korelasi negatif menunjukkan bahwa penurunan kumulatif subsidence akan mempengaruhi peningkatan produksi CO. Gambar 0. Hubungan emisi kumulatif CO tanah terhadap kumulatif subsidence pada plot Root Cut dari September 008 hingga Juli 009

7 Gambar. Hubungan emisi kumulatif CO tanah terhadap kumulatif subsidence pada plot Control dari September 008 hingga Juli 009 Tabel. Analisis Regresi emisi kumulatif CO tanah terhadap kumulatif subsidence pada plot Root Cut dan plot Control PLOT y = -7.x +.9 ; R = 0.97 y = -7.9x ; R = 0.9 y = -.x + 0. ; R = 0.89 y = -8.9x +. ; R = 0.79 y = -9.x + 9. ; R = 0.88 y = -8.x ; R = 0.7 y = -8.9x +.7 y = x y = -77.x +. ; R = ; R = 0.87 ; R = 0.89 y = -.07x ; R = 0.98 y = -90.0x +.8 ; R = y = -0.78x ; R = Gambar. Hubungan emisi kumulatif CO tanah terhadap kumulatif subsidence pada plot Root Cut dan plot Control dari September 008 hingga Juli 009 pengukuran multy position.9 Emisi CO dan Curah Hujan Menurut Batjes dan Bridges (99) dalam Susantie (008), distribusi periode curah hujan dan suhu dalam setahun menentukan kondisi-kondisi kelembaban tanah dan suhu tanah yang pada akhirnya mempengaruhi fluks CO. Analisis regresi antara emisi CO dan curah hujan dapat dilihat pada Tabel. Pengukuran multy

8 position (Gambar ) antara emisi CO dari tanah dengan curah hujan berkorelasi pada R =0.0 ( p=0.0) untuk plot Root Cut dan R =0.9 (p=) untuk plot Control, dengan nilai korelasi negatif masing-masing (-0.7 ; -0.79). Analisis menunjukkan hubungan yang diperoleh yaitu hubungan negatif dimana seiring meningkatnya curah hujan maka laju emisi CO akan semakin menurun.. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil yang diperoleh Takakai et. al (007) CURAH HUJAN (mm) Gambar. Hubungan emisi CO tanah dengan curah hujan pada plot Root Cut dari September 008 hingga Juli CURAH HUJAN (mm) Gambar. Hubungan emisi CO tanah dengan curah hujan pada plot Control dari September 008 hingga Juli 009 Tabel. Analisis Regresi emisi CO tanah terhadap curah hujan pada plot Root Cut dan plot Control PLOT Y = -0.9x + 9. ; R = 0.0 y = -0.7x ; R = 0.9 y = -0.x +.7 ; R = 0.00 y = -0.09x +. ; R = 0.0 y = -0.x +. ; R = y = -0.78x +.0 ; R = 0.7 y = -0.8x +.08 ; R = 0.9 y = -0.7x ; R = 0. y = -0.88x ; R = 0.99 y = x ; R = 0.7 y = -0.09x ; R = 0.00 y = -0.79x + 7. ; R = 0.0

9 y = -0.x +.9 R = 0.98 y = -0.x R = CURAH HUJAN (mm) ROOT CUT CONTROL Linear (ROOT CUT) Linear (CONTROL) Gambar. Hubungan emisi CO tanah terhadap curah hujan pada plot Root Cut dan plot Control dari September 008 hingga Juli 009 pengukuran multy position.0 Emisi CO dan Suhu Tanah Produksi CO di dalam tanah hampir seluruhnya dipengaruhi oleh respirasi akar dan dekomposisi mikrobia dari bahan organik. Seperti semua reaksi kimia dan biokimia, proses tersebut juga bergantung kepada suhu tanah (Davidson dan Janssens, 00). Hasil analisis regresi menunjukkan suhu tanah berkorelasi positif terhadap emisi CO pada tiap plot baik plot Root Cut maupun plot Control (Tabel 7). Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan laju emisi CO dari tanah dengan suhu tanah pengukuran tipe multy positions (Gambar 8) dihasilkan (R =0. ; p=0.00) untuk plot Root Cut dan (R =0. ; p=0.0) untuk plot Control, dengan nilai korelasi positif masing-masing (0.7 ; 0.). Semakin tinggi suhu tanah maka emisi CO yang dihasilkan juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Boone et.al (998) dan Schindlbacher et al ( 009) SUHU TANAH ( C) Gambar. Hubungan emisi CO tanah dengan suhu tanah pada plot Root Cut dari September 008 hingga Juli 009

10 SUHU TANAH ( C) Gambar 7. Hubungan emisi CO tanah dengan suhu tanah pada plot Control dari September 008 hingga Juli 009 Tabel 7. Analisis Regresi emisi CO tanah terhadap suhu tanah pada plot Root Cut dan plot Control PLOT y = 8.0e 0.x ; R = 0.7 y =.98e 0.7x ; R = 0.9 y =.e x ; R = 0. y =.e 0.79x ; R = 0. y = 0.09e 0.7x ; R = 0.09 y =.8e 0.7x ; R = 0. y =.8e 0.x ; R = 0. y = 0.0e 0.089x ; R = 0.90 y = 0.e 0.x ; R = 0.8 y = 0.0e 0.78x ; R = 0.0 y =.977e 0.x ; R = 0.08 y = 0.78e 0.x ; R = y =.9e 0.x R = SUHU TANAH ( C) y = 0.889e 0.07x R = 0.97 ROOT CUT CONTROL Expon. (ROOT CUT) Expon. (CONTROL) Gambar 8. Hubungan emisi CO tanah terhadap suhu tanah pada plot Root Cut dan plot Control dari September 008 hingga Juli 009 pengukuran multy position. Emisi CO dan Kelembaban Tanah Meningkatnya kelembaban tanah menyebabkan proses terjadinya fluks karbondioksida terhambat karena kondisi yang lembab menyebabkan bakteri aerob yang merombak bahan organik menjadi tidak aktif karena oksigen yang diperlukan kurang (Runting, 00 dalam Susantie, 008). Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan laju emisi CO dari tanah dengan kelembaban tanah pengukuran tipe multy positions (Gambar ) dihasilkan (R =0. ; p=0.0) untuk plot Root Cut dan

11 (R =0.9 ; p=0.09) untuk plot Control, dengan nilai korelasi positif masing-masing (-0.7 ; -0.). Korelasi negatif yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kelembaban tanah maka diikuti penurunan laju emisi CO dari tanah KELEMBABAN TANAH (%) Gambar 9. Hubungan emisi CO tanah dengan kelembaban tanah pada plot Root Cut dari September 008 hingga Juli KELEMBABAN TANAH (%) Gambar 0. Hubungan emisi CO tanah dengan kelembaban tanah pada plot Control dari September 008 hingga Juli 009 Tabel 8. Analisis Regresi emisi CO tanah terhadap kelembaban tanah pada plot Root Cut dan plot Control PLOT Y = -.x ; R = 0. y = -.07x ; R = 0.78 y = -.09x +.7 ; R = 0.98 y = -8.x ; R = 0.8 y = -.98x ; R = 0.07 y = -.09x +. ; R = 0.09 y = -.70x ; R = y = -0.8x ; R = 0.78 y = -9.99x ; R = 0.9 y = x ; R = 0.9 y = -.0x ; R = 0.8 y = -.7x + 7. ; R = 0.7 7

12 0 y = x + 9. R = y = -.88x +. R = 0.7 KELEMBABAN TANAH (%) ROOT CUT CONTROL Linear (ROOT CUT) Linear (CONTROL) Gambar. Hubungan emisi CO tanah terhadap kelembaban tanah pada plot Root Cut dan plot Control dari September 008 hingga Juli 009 pengukuran multy position. Emisi CO dan Kedalaman Air Tanah Menurut Moore dan Knowles (989) dalam Orahami (008), posisi air tanah yang berkaitan dengan zona anaerobik dan aerobik sangat mempengaruhi emisi CO dari lahan gambut, sehingga fluks CO dari permukaan tanah akan lebih tinggi pada saat kedalaman air tanah lebih dalam (jauh dari permukaan tanah). Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan laju emisi CO dari tanah dengan water table pengukuran tipe multy positions (Gambar ) dihasilkan (R =0. ; p=0.00) untuk plot Root Cut dan (R =0. ; p=0.08) untuk plot Control, dengan nilai korelasi negatif masing-masing (-0.0 ; -0.). Korelasi yang diperoleh merupakan korelasi negatif dimana seiring meningkatnya menurunnya water table maka diikuti peningkatan laju emisi CO dari tanah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Furukawa et al (00). Hasil regresi yang diperoleh menunjukan bahwa setiap terjadinyanya kenaikan water table sebesar cm maka akan terjadi peningkatan produksi CO sebesar.08 mgcm - h - untuk plot Root Cut dan.80 mgcm - h - untuk plot Control. Gambar. Hubungan emisi CO tanah terhadap water table pada plot Root Cut dari September 008 hingga Juli 009 8

13 Gambar. Hubungan emisi CO tanah terhadap water table pada plot Control dari September 008 hingga Juli 009 Tabel 9. Analisis Regresi emisi CO tanah terhadap water table pada plot Root Cut dan plot Control PLOT ROOT CUT CONTROL y = -.x +. ; R = 0.07 y = -0.0x +. ; R = y = -.x +.97 ; R = 0.08 y = -0.97x ; R = y = x +.0 ; R = 0 y = -0.89x ; R = y = -0.9x +. ; R = 0.07 y = -.7x ; R = 0.0 y = -7.08x ; R = 0.90 y = -.x +.8 ; R = 0.08 y = -0.7x + 0. ; R = y = -0.80x ; R = 0.07 Gambar. Hubungan emisi CO tanah terhadap water table pada plot Root Cut dan plot Control dari September 008 hingga Juli 009 pengukuran multy position. Perbandingan Emisi CO Pada penelitian ini diperoleh emisi CO dengan nilai pada plot Root Cut berkisar antara. hingga 9.0 mgcm - h - dengan laju emisi CO rata-rata sebesar.0 mgcm - h - sedangkan untuk plot Control berkisar antara 9. hingga 87.8 mgcm - h - dengan laju emisi CO rata-rata sebesar 9.0 mgcm - h -. Hasil 9

14 penelitian Irawan (008) diperoleh CO sebesar 99. mgco m - h - atau 8. mgcm - h - dari permukaan tanah mineral Babahaleka. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini maka emisi pada tanah Babahaleka sangat kecil dibandingkan dengan kisaran laju emisi CO rata-rata pada plot Root Cut dan Plot Control. Penelitian Melling et. al. (00) diperoleh emisi CO dengan nilai antara hingga mgcm - h - dengan laju emisi CO rata-rata sebesar 89. mgcm - h - pada lahan gambut yang difungsikan sebagai perkebunan kelapa sawit, pada ekosistem sago diperoleh nilai emisi CO antara. hingga. mgcm - h - dengan nilai laju emisi CO rata-rata sebesar 7. mgcm - h - dan pada ekosistem hutan diperoleh nilai emisi CO antara 00 hingga.9 mgcm - h - dengan nilai laju emisi CO rata-rata sebesar 9.7 mgcm - h -. Hasil penelitian kali ini mempunyai laju nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan pada ekosistem kelapa sawit dan sago (Melling, 00), sedangkan nilai emisi CO pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan pada nilai emisi CO pada ekosistem hutan baik itu pada plot Root Cut maupun Control. V. KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan Kumulatif CO yang dikeluarkan dari tanah pada September 008 hingga Juli 009 sebesar. mgcm - h - untuk plot Root Cut dan 9. mgcm - h - untuk plot Control. Faktor-faktor yang diukur seperti suhu tanah, curah hujan, subsidence, water table, serta kelembaban tanah mempunyai pengaruh terhadap produksi CO. Suhu tanah berkorelasi positif terhadap produksi CO, sedangkan curah hujan, water table, subsidence dan kelembaban tanah berkorelasi negatif terhadap produksi CO.. Saran Untuk penelitian lebih lanjut disarankan agar jumlah plot pengambilan data diperbanyak serta intenistas pengambilan data selama sebulan ditingkatkan. Selain itu, sebaiknya perlu dilakukan pengamatan terhadap faktorfaktor lain yang mempengaruhi produksi CO seperti bahan organik dan populasi mikroba dalam tanah. Pengukuran terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman akasia juga perlu dilakukan. Pengukuran daya serap CO yang diperlukan akasia selama masa pengamatan, sehingga dapat diketahui berapa jumlah nyata CO yang keluar ke atmosfer dari lahan gambut. DAFTAR PUSTAKA Boone R. D., Nadelhoffer K. J., Canary J. D. dan Kaye J. P Roots Exert a Strong Influence on the Temperature Sensitivity of Soil Respiration. Davidson dan Jansen. 00. Temperature Sensitivity of Soils Carbon Decomposition and Feedbacks to Climate Change. Nature Publishing Group, vol 0, 9 Maret 00. Furukawa Y., Inubushi K., Ali M., Itang A. M. dantsuruta H. 00. Effect of Changing Groundwater Levels caused by Land-use Changes on Greenhouse Gas Fluxes from Tropical Peatland Hanafiah Kemas A. 00. Dasar-Dasar Ilmu tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hatano R. dan Toma Y Effect of Crop Residu C:N Ratio on NO Emissions from GrayLowland Soil in Mikasa Hokkaido Japan, Soils Science and Plant Nutrition (007), 98-0 Holden, J. 00. Peatland Hydrology and Carbon Release:Why Small-scale Process Matters. University of Leeds, UK. Hooijer A., Silvius M., Wosten H. dan Page. 00. Assessment of CO Emission from Drained Peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics. Irawan, A Hubungan Iklim Mikro dan Bahan Organik Tanah dengan Emisi CO dari Permukaan Tanah. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jauhiainen, J., Limin, S. dan Vasander, H. 00. Safeguard the Tropical Peat Carbon. CIMTROP 0

EMISI CO 2 DARI HUTAN TANAMAN INDUSTRI AKASIA PADA LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU ATFRITEDY LIMIN

EMISI CO 2 DARI HUTAN TANAMAN INDUSTRI AKASIA PADA LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU ATFRITEDY LIMIN EMISI CO 2 DARI HUTAN TANAMAN INDUSTRI AKASIA PADA LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU ATFRITEDY LIMIN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Kanopi terbuka Rata-rata hasil pengukuran

Kanopi terbuka Rata-rata hasil pengukuran IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks CO 2 dari Permukaan Tanah Pada Masing-masing Tipe Kerapatan Kanopi Berdasarkan hasil pengukuran, pengamatan, serta analisis contoh udara dari permukaan tanah pada masing-masing

Lebih terperinci

FLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR

FLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Buletin Tanah dan Lahan, 1 (1) Januari 2017: 115-120 FLUKS CO2 DARI TANAH ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR CO2 Flux from Andosol on Landuse Vegetable

Lebih terperinci

Emisi Karbon Lahan Gambut pada Agroekosistem Kelapa Sawit

Emisi Karbon Lahan Gambut pada Agroekosistem Kelapa Sawit Jurnal Lahan Suboptimal ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online, www.jlsuboptimal.unsri.ac.id) Vol. 3, No.1: 83-89, April 2014 Emisi Karbon Lahan Gambut pada Agroekosistem Kelapa Sawit Peatland

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT

ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT 34 ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT Maswar Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor 16114 (maswar_bhr@yahoo.com) Abstrak.

Lebih terperinci

Sarmah 1, Nurhayati 2, Hery Widyanto 2, Ai Dariah 1

Sarmah 1, Nurhayati 2, Hery Widyanto 2, Ai Dariah 1 22 EMISI CO 2 DARI LAHAN GAMBUT BUDIDAYA KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS) DAN LAHAN SEMAK BELUKAR DI PELALAWAN, RIAU PEAT CO 2 EMISSIONS UNDER PALM OIL (ELAEIS GUINEENSIS) PLANTATION AND SHRUBLAND IN PELALAWAN,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan Juni 2011. Lokasi penelitian terletak di Desa Bantar Kambing, Kecamatan Ranca Bungur,

Lebih terperinci

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT Fahmuddin Agus Balai Penelitian Tanah, Jln. Ir H Juanda No. 98, Bogor PENDAHULUAN Dalam perdebatan mengenai perubahan iklim, peran lahan gambut

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.

PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. PENGARUH KEDALAMAN MUKA AIR TANAH DAN MULSA ORGANIK TERHADAP EMISI CO 2 PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI LAHAN GAMBUT THE EFFECT OF WATER LEVEL AND ORGANIC MULCH ON CO 2 EMISSIONS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik

Lebih terperinci

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH DAN EMISI KARBON GAMBUT TRANSISI DI DESA KANAMIT BARAT KALIMANTAN TENGAH

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH DAN EMISI KARBON GAMBUT TRANSISI DI DESA KANAMIT BARAT KALIMANTAN TENGAH DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH DAN EMISI KARBON GAMBUT TRANSISI DI DESA KANAMIT BARAT KALIMANTAN TENGAH Fengky F. Adji 1), Zafrullah Damanik 1), Nina Yulianti 1), Cakra Birawa 2),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

DAMPAK KEBAKARAN HUTAN GAMBUT TERHADAP SUBSIDENSI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI

DAMPAK KEBAKARAN HUTAN GAMBUT TERHADAP SUBSIDENSI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI DAMPAK KEBAKARAN HUTAN GAMBUT TERHADAP SUBSIDENSI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI Ambar Tri Ratnaningsih, Sri Rahayu Prastyaningsih Staff Pengajar Fakutas Kehutanan Universitas Lancang Kuning Jln. Yos Sudarso

Lebih terperinci

VARIASI TEMPORAL EMISI CO 2 DI BAWAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI RIAU

VARIASI TEMPORAL EMISI CO 2 DI BAWAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI RIAU 21 VARIASI TEMPORAL EMISI CO 2 DI BAWAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI RIAU TEMPORAL VARIATION OF CO 2 EMISSION UNDER OIL PALM PLANTATION ON PEATLAND IN RIAU Hery Widyanto 1, Nurhayati 1,

Lebih terperinci

EMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK ABSTRAK

EMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK ABSTRAK EMISI GAS RUMAH KACA DAN SIFAT MIKROBIOLOGI TANAH RAWA LEBAK Abdul Hadi Fakultas Pertanian Unlam, Banjarbaru ABSTRAK Isu mengenai emisi gas rumah kaca menarik perhatian berbagai kalangan karena pengaruhnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian Tropik E-ISSN No : Vol.4, No.1. April (8) : ABSTRACT

Jurnal Pertanian Tropik E-ISSN No : Vol.4, No.1. April (8) : ABSTRACT EMISI CO2 PADA BEBERAPA PRAKTEK KULTUR TEKNIS KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT Muhammad Arif Yusuf, Suroso Rahutomo *, Winarna Pusat Penelitian Kelapa Sawit,Jl. Brigjen Katamso No. 51 Medan *Coresponding author

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

EMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA

EMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA EMISI KARBON DIOKSIDA DARI TANAMAN KELAPA SAWIT PADA LAHAN GAMBUT DI SUMATERA FITHRA KAMELA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

EMISI CO 2 TANAH GAMBUT PADA PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN MENDAHARA, KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

EMISI CO 2 TANAH GAMBUT PADA PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN MENDAHARA, KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ISSN 1410-1939 EMISI TANAH GAMBUT PADA PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN MENDAHARA, KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR [ EMISSIONS FROM PEAT SOIL AT DIFFERENT TYPES OF LAND USE IN MENDAHARA, TANJUNG

Lebih terperinci

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11 BAB II IKLIM Climate Berau Dalam Angka 2013 Page 11 Beraua dalam Angka 2013 Page 12 Kondisi iklim di Berau sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di Samudra Pasifik. Secara umum iklim akan dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

LAHAN GAMBUT TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN DAN LAJU PENURUNAN PERMUKAAN TANAH

LAHAN GAMBUT TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN DAN LAJU PENURUNAN PERMUKAAN TANAH J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 22, No.2, Juli 2015: 179-186 DAMPAK PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Acacia crassicarpa DI LAHAN GAMBUT TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN DAN LAJU PENURUNAN PERMUKAAN TANAH

Lebih terperinci

Program Doktor Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Agro No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta

Program Doktor Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Agro No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 23, No.3, September 2016: 334-341 KEHILANGAN KARBON AKIBAT DRAINASE DAN DEGRADASI LAHAN GAMBUT TROPIKA DI TRUMON DAN SINGKIL ACEH (Carbon Loss from Drainaged and Degradation

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

Jurnal AGRIPEAT, Vol. 14 No. 2, September 2013 : ISSN :

Jurnal AGRIPEAT, Vol. 14 No. 2, September 2013 : ISSN : EMISI KARBON DIOKSIDA DAN SEKUESTRASI KARBON DARI BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN (Carbon Dioxide Emission and Carbon Sequestration of Several Land Use Types of Peatland in Kalimantan)

Lebih terperinci

Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Jl. Jakenan-Jaken Km. 5 Jakenan, Pati 59182

Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Jl. Jakenan-Jaken Km. 5 Jakenan, Pati 59182 16 PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT PROVINSI JAMBI TERHADAP EMISI CO 2 EFFECT OF AMELIORANT APPLICATION ON CO 2 EMISSION FROM PEATLAND UNDER OIL PALM PLANTATION

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT Pendahuluan Dewasa ini lahan gambut merupakan lahan alternatif yang digunakan sebagai media untuk melakukan aktivitas di bidang pertanian. Mengingat lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi Oleh Bastoni dan Tim Peneliti Balai Litbang LHK Palembang

Lebih terperinci

For optimum plant growth

For optimum plant growth Dasar-dasar Ilmu Tanah Udara dan Temperatur Tanah SOIL COMPONENTS For optimum plant growth Air 25 % Water 25 % Mineral 45% organic 5% Representative, medium-textured surface soil (by volume) 1. Aerasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, luasnya mencapai 130.609.014,98 ha (Departemen Kehutanan, 2011). Ekosistem tersebut

Lebih terperinci

RESPIRASI AUTOTROFIK DAN HETEROTROFIK HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus: Hutan Rawa Gambut PT Rimba Makmur Utama Katingan Kalimantan Tengah) LUCY PERTIWI

RESPIRASI AUTOTROFIK DAN HETEROTROFIK HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus: Hutan Rawa Gambut PT Rimba Makmur Utama Katingan Kalimantan Tengah) LUCY PERTIWI RESPIRASI AUTOTROFIK DAN HETEROTROFIK HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus: Hutan Rawa Gambut PT Rimba Makmur Utama Katingan Kalimantan Tengah) LUCY PERTIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR DAN PEMBERIAN PUPUK TERHADAP DEKOMPOSISI BAHAN GAMBUT PUTRI OKTARIANI

PENGARUH KADAR AIR DAN PEMBERIAN PUPUK TERHADAP DEKOMPOSISI BAHAN GAMBUT PUTRI OKTARIANI PENGARUH KADAR AIR DAN PEMBERIAN PUPUK TERHADAP DEKOMPOSISI BAHAN GAMBUT PUTRI OKTARIANI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2014

Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2014 Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2014 DAMPAK PENGENDALIAN AIR DALAM RANGKA MENGURANGI KECEPATAN SUBSIDEN DAN BESARAN EMISI KARBON PADA LAHAN GAMBUT DANGKAL (KAWASAN PENYANGGA BUDIDAYA TERBATAS) L.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan habitat kompleks untuk organisme. Di dalam tanah hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan habitat kompleks untuk organisme. Di dalam tanah hidup 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisme Tanah dan Bahan Organik Tanah merupakan habitat kompleks untuk organisme. Di dalam tanah hidup berbagai jenis organisme yang dapat dibedakan menjadi jenis hewan (fauna)

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manaat serta sumbangan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut.

KATA PENGANTAR. Semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manaat serta sumbangan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut. KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-nya sehingga penelitian serta laporan penelitian yang berjudul Keanekaragaman dan Aktivitas Mikroba

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI KARBON HUTAN RAWA GAMBUT MERANG KEPAYANG, PROPINSI SUMATERA SELATAN

NILAI EKONOMI KARBON HUTAN RAWA GAMBUT MERANG KEPAYANG, PROPINSI SUMATERA SELATAN J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 22, No.1, Maret 2015: 52-58 NILAI EKONOMI KARBON HUTAN RAWA GAMBUT MERANG KEPAYANG, PROPINSI SUMATERA SELATAN (Economic Value of Carbon of Merang Kepayang Peat Swamp Forest,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung

Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung NERACA KARBON : METODE PENDUGAAN EMISI CO 2 DI LAHAN GAMBUT Cahya Anggun Sasmita Sari 1), Lidya Astu Widyanti 1), Muhammad Adi Rini 1), Wahyu Isma Saputra 1) 1) Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penutupan Lahan Penutupan lahan yang terdapat di Kalimantan Tengah terdiri atas 18 jenis penutupan lahan. Tabel 1 menyajikan penutupan lahan di Kalimantan Tengah.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi kebun kelapa sawit pada bulan Agustus dan November 2008 yang kemudian dilanjutkan pada bulan Februari,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat (pedon AM1 s/d AM8), dan Kabupaten Serang Propinsi Banten (pedon AM9 dan AM10)

Lebih terperinci

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Aplikasi perhitungan grk di wilayah sumatera Aplikasi Perhitungan GRK di Wilayah Sumatera Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB. V BASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V BASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V BASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Lokasi Deskripsi lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 3. Dari tabel dapat dijelaskan bahwa sesuai dengan peruntukan lahan, maka lokasi pemukiman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG

PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG 1) Akhmad Faruq Hamdani; 2) Nelya Eka Susanti 1) 2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) a.faruqhamdani@unikama.ac.id;

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

Menyetujui, Pembimbing. Dr. Ir. Tania June, M.Sc NIP Mengetahui,

Menyetujui, Pembimbing. Dr. Ir. Tania June, M.Sc NIP Mengetahui, HUBUNGAN IKLIM MIKRO DAN BAHAN ORGANIK TANAH DENGAN EMISI CO 2 DARI PERMUKAAN TANAH (Studi Kasus Hutan Alam Babahaleka Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah) ADE IRAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

Lebih terperinci

Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK

Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK Seminar Hasil Penelitian Penguatan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik dan pada umumnya menempati cekungan di antara dua sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

EMISI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DARI BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN

EMISI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DARI BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 2 (2009) p: 95-102 EMISI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DARI BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN Nyahu Rumbang 1), Bostang Radjagukguk 2) dan Djoko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

ANALISIS DUGAAN SUBSIDEN (subsidence) DI PULAU PADANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI, PROVINSI RIAU

ANALISIS DUGAAN SUBSIDEN (subsidence) DI PULAU PADANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI, PROVINSI RIAU ANALISIS DUGAAN SUBSIDEN (subsidence) DI PULAU PADANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI, PROVINSI RIAU 1. PENDAHULUAN Tanah gambut umumnya terdiri dari 90% air dan 10% padatan vegetatif. Lahan gambut bukanlah

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah 54 II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktivitas manusia (sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

HERRY YOAN EDISON A SKRIPSI

HERRY YOAN EDISON A SKRIPSI DINAMIKA FLUKS CO 2 HUBUNGANNYA DENGAN KEDALAMAN MUKA AIR TANAH, RESPIRASI AKAR DAN DEKOMPOSISI SERASAH, SERTA UMUR TANAMAN Acacia crassicarpa PADA LAHAN GAMBUT HERRY YOAN EDISON A14070042 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci