Uji Penetrasi Asam Glikolat 8% sebagai Sediaan Kosmetika Pelembab Kulit dalam Bentuk Krim O/W, Krim W/O dan Gel

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Uji Penetrasi Asam Glikolat 8% sebagai Sediaan Kosmetika Pelembab Kulit dalam Bentuk Krim O/W, Krim W/O dan Gel"

Transkripsi

1 Uji Penetrasi Asam Glikolat 8% sebagai Sediaan Kosmetika Pelembab Kulit dalam Bentuk Krim O/W, Krim W/O dan Gel Virrisya, Joshita Djadjadisastra, Hayun Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Abstrak Asam glikolat merupakan senyawa aktif yang diketahui memiliki aktivitas pelembab kulit dengan mekanisme emolient dimana senyawa ini dapat menarik air menuju lingkungannya, dalam hal ini stratum korneum, sehingga lingkungan terhidrasi dan kadar airnya meningkat. Asam glikolat sebagai pelembab umumnya dibuat dalam sediaan krim. Pada penelitian ini dilakukan uji penetrasi dari asam glikolat pada 3 jenis sediaan yang berbeda untuk dapat diketahui sediaan apa yang dapat menghantarkan asam glikolat paling baik untuk berpenetrasi melewati stratum korneum. Sediaan gel terbukti memberikan jumlah penetrasi asam glikolat yang paling besar di jam ke-8 uji penetrasi in vitro pada gel dengan besar kumulatif asam glikolat yaitu 5939,65 ± 6,96 µg/cm 2 kemudian diikuti dengan krim W/O dengan besar kumulatif 5129,83 ± 6,84 µg/cm2. Hasil penetrasi terkecil ditunjukkan oleh sediaan krim O/W dengan besar kumulatif asam glikolat terpenetrasi yaitu 2870,87 ± 0,86 µg/cm 2 Kata Kunci: asam glikolat; krim o/w; krim w/o; gel; penetrasi; sel difusi Franz Penetration Test of 8% Glycolic Acid as Moisturizer in O/W Cream, W/O Cream and Gel Dosage Form Abstract Glycolic acid is an active compund that known to have moisturizing activity by its ability to emmoliate the skin in which it can gather water to its surrounding, in this case stratum corneum, to hydrate the environment and enhancing the water amount. Glycolic acid as moisturizer usually found in cream dosage form. There are three kind of different dosage forms that has been tested their ability to penetrate by in vitro method in this study. The purpose of this research is to show the best dosage form that can deliver glycolic acid penetrated into the stratum corneum. All formulations were examined their penetration ability by Franz diffusion cell as in vitro test using Sprague Dawley rat abdomen skin as diffusion membrane. The best dosage form to deliver glycolic acid penetrated through the stratum corneum is gel form with total cumulative penetration of glycolic acid is 5939,65 ± 6,96 µg/cm 2 followed by w/o cream dosage form with 5129,83 ± 6,84 µg/cm 2 and o/w cream dosage form with 2870,87 ± 0,86 µg/cm 2 Keywords: glycolic acid; o/w cream; w/o cream; gel; penetration; Franz cell diffusion

2 Pendahuluan Kulit merupakan organ kompleks yang mengandung banyak lapisan. Struktur kulit dirancang untuk meminimalisir hilangnya kelembaban dari tubuh sekaligus menghindari masuknya benda asing ke dalam tubuh. Kelembaban alami kulit dapat turun disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya paparan sinar UV serta kelembaban udara yang rendah misalnya pada wilayah subtropis. Produk pembersih wajah yang mengikis lapisan lemak pelindung kulit, usia, serta penyakit kulit juga dapat menjadi penyebab hilangnya kelembaban alami kulit (Johnson, 2002). Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini adalah menggunakan pelembab (Lynde, 2001). Asam glikolat merupakan salah satu zat aktif yang digunakan sebagai pelembab kulit dan masuk dalam golongan humektan. Mekanisme kerja humektan adalah menarik air menuju stratum korneum sehingga kelembaban kulit tercapai (Lynde, 2001). Salah satu faktor yang mempengaruhi penetrasi bahan aktif ke dalam kulit adalah jenis basis sediaan yang digunakan sebagai pembawa zat aktif. Kosmetika dengan pembawa yang mengandung minyak, alkohol atau aseton mempunyai daya penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan kosmetika dengan pembawa air atau bahan padat (Wasitaatmadja, 1997). Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian tentang pengaruh jenis sediaan yang dipilih untuk mengaplikasikan asam glikolat sebagai pelembab kulit karena adanya perbedaan hidrofilisitas dari masing-masing jenis sediaan yang dapat mempengaruhi penetrasinya ke dalam kulit. Penelitian ini berutjuan untuk mengetahui daya penetrasi asam glikolat dengan konsentrasi 8% secara in vitro dalam berbagai jenis sediaan setengah padat yaitu krim o/w, krim w/o dan gel sebagai kosmetika pelembab yang terbaik untuk menghantarkan zat aktif asam glikolat berpenetrasi ke dalam kulit. Tinjauan Teoritis Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m 2 dengan berat kira-kira 15% dari berat badan. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh. Agar obat dapat berpenetrasi ke dalam kulit, terdapat dua tahap mekanisme, yaitu mula-mula obat harus dapat lepas dari basisnya secara difusi pasif dan menuju ke permukaan kulit, lalu berpartisi melalui lapisan-lapisan kulit untuk mencapai tempat aksinya.

3 Pada kulit kering kosmetika pelembab dapat mengurangi penguapan kulit dengan cara menutupinya. Kosmetik pelembab berisi minyak nabati atau minyak hewani terkadang bersifat komedogenik. Minyak pengganti ini tidak dapat menggantikan peran minyak alamiah yang keluar dari kelenjar palit secara keseluruhan, namun sedikit banyak dapat membantu proteksi fisik dan pelembut kulit. Kosmetika pelembab umumnya tidak diperlukan jika minyak pada wajah dirasa masih mencukupi kebutuhan kelembaban kulit (Wasitaatmadja, 1997). Zat aktif yang dapat digunakan sebagai pelembab kulit salah satunya adalah asam glikolat. Asam glikolat merupakan keluarga dari asam alfa hidroksi (AAH). Mekanisme kerja dari asam glikolat belum sepenuhnya diketahui, tetapi tampaknya mempunyai efek yang unik dan spesifik terhadap lapisan epidermis dan dermis (E.J., et al., 1996). Pada konsentrasi rendah AAH mengatur pembentukan stratum korneum baru dengan mengurangi kohesi seluler antar keratinosit (diskohesi keratinosit) sehingga sel mudah terlepas dan mengurangi ketebalan stratum korneum. Asam glikolat juga bersifat humektan atau mengikat air (Lynde, 2001). Daya penetrasi suatu zat aktif melewati stratum korneum dapat diukur secara in vitro menggunakan sel statis dan sel yang melalui aliran. Salah satu desain uji daya penetrasi statis adalah sel difusi Franz (Bosman et al., 1996). Uji penetrasi kulit secara in vitro berhubungan dengan mengukur kecepatan dan jumlah komponen yang menembus Selanjutnya diukur senyawa-senyawa yang lewat dari permukaan epidermis ke tempat cairan reseptor. Banyaknya penetrasi zat kimia dalam konsentrasi tertentu dapat ditentukan dengan menggunakan satu atau lebih teknik analisis kimia atau fisika (Lachman et al., 2008). Asam glikolat dapat dianalisis secara kuantitatif menggunakan metode sederhana titrasi asam basa. Namun, metode analisis ini memiliki spesifisitas yang rendah karena adanya gangguan zat lain seperti formaldehid, amonium, serta ion-ion nitrat dan beberapa substansi lainnya yang mungkin terdapat dalam sampel uji (NICNAS, 2000). Maka dibutuhkan metode lain yang sifatnya lebih akurat, yaitu menggunakan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). sampel adalah metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Dari hasil uji literatur didapatkan beberapa metode KCKT yang memungkinkan untuk digunakan dalam penelitian ini. Metode yang pertama menggunakan kolom C18 (Capcell PAK UG120 S-5 µm 4.6 x 250 mm) dengan asam fosfat 2% (ph 2.0) sebagai fase gerak yang dideteksi menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 210 nm (Huang, 2001).

4 Selain itu terdapat pula sistem KCKT lain yang telah divalidasi untuk menganalisis asam glikolat yakni menggunakan kolom Ultrasphere ODS dengan deteksi UV pada panjang gelombang 210 nm serta fase gerak berupa campuran metanol-dapar fosfat (2:98 v/v) yang mengandung tetrabutillamonium iodida (Scalia, 1997). Metode Penelitian Alat Sel difusi Franz dengan luas area difusi 1,5386 cm 2 dan volume kompartemen 13 ml (Bengkel Gelas ITB, Indonesia), KCKT LC-Solution detektor UV (Shimadzu, Jepang), kolom C-18 Kromasil, syringe, homogenizer Multimix CKL (Omni-Multimix Inc., Malaysia), ph meter Eutech 510 (Eutech Instrument, Singapura), viskometer Brookfield tipe HAT dan spindel tipe HA (Brookfield Engineering Laboratories Inc., Amerika), timbangan analitik Adam AFA 210-LC (Adam, Amerika Serikat), penetrometer Herz 009 (Humboldt Mfg Co., Jerman), mikroskop optik Nikon Eclipse E-200 (Nikon Instrument Inc., Amerika Serikat), alat sentrifugasi Kubota 5100 (Kubota corp., Jepang), pengaduk magnetik (USA), oven (Memmert, Jerman), lemari pendingin (Toshiba, Jepang), penangas air, gunting, silet Gillet Goal (The Gillete Company, Jerman) dan alat-alat gelas (Schott Duran, Jerman). Bahan Asam glikolat (Indonesia), asam stearat (Indonesia), gliseril monostearat (Indonesia), adeps lanae (Indonesia), setil alkohol (Indonesia), propilen glikol (Indonesia), trietanolamin (Indonesia), karbomer (Indonesia), metil paraben (Indonesia), propil paraben (Indonesia), asam fosfat (Indonesia), aquabidestilata (Indonesia), kalium dihidrogenfosfat (Indonesia), natrium hidroksida (Indonesia), tikus betina galur Sprague-Dawley berumur 2-3 bulan (Institut Pertanian Bogor, Indonesia). Pembuatan Krim O/W Bahan fase minyak dari sediaan yaitu asam stearat dan gliseril monostearat dicampurkan dalam cawan porselen lalu dipanaskan menggunakan waterbath pada suhu 70ºC hingga melebur sempurna. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam propilen glikol, lalu dicampur

5 dengan trietanolamin, air dan asam glikolat. Fase minyak dan fase air yang telah siap kemudian dihomogenkan dengan alat homogenizer pada suhu 40ºC dengan kecepatan 1200 rpm selama ±15 menit. Setelah homogen, krim didinginkan pada suhu kamar. Pembuatan Krim W/O Setil alkohol, gliseril monostearat, adeps lanae, dan asam stearat dicampurkan dalam cawan porselen dan dipanaskan di atas waterbath pada suhu 70ºC hingga melebur sempurna. Larutkan metil paraben, propil paraben dalam propilen glikol lalu dicampur dengan trietanolamin, air dan asam glikolat. Fase air dimasukkan ke dalam fase minyak lalu diaduk dengan alat homogenizer dengan kecepatan 3000 rpm selama ±15 menit. Setelah homogen, krim didinginkan pada suhu kamar. Pembuatan Gel Asam glikolat terlebih dahulu dilarutkan dalam total air yang akan digunakan kemudian ph diatur menggunakan trietanolamin hingga terbentuk ph sekitar 6. Karbomer kemudian didispersikan pada larutan tersebut hingga terbentuk basis gel. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam propilen glikol kemudian larutan tersebut di homogenasi bersama gel karbomer yang telah mengandung zat aktif menggunakan homogenizer selama ±15 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Evaluasi Sediaan Pengamatan organoleptis, pemeriksaan homogenitas serta pengukuran ph sediaan dilakukan selama 12 minggu setiap 2 minggu sekali. Pengukuran diameter globul rata-rata silakukan setiap 4 minggu selama 12 minggu. Kemudian dilakukan pengukuran viskositas dan pemeriksaan konsistensi pada minggu ke-0 dan minggu ke-12. Uji stabilita Dilakukan cycling test dimana sampel disimpan pada suhu 4ºC selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven bersuhu 40±2 o C selama 24 jam (satu siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus kemudian diamati adanya pemisahan fase. Selain itu sampel juga disimpan pada suhu kamar (28±2ºC), suhu rendah (4±2ºC), dan suhu tinggi (40±2ºC) selama 12 minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau, homogenitas), pengukuran ph serta

6 pengukuran diameter globul (Djajadisastra, 2003). Kemudian pada minggu ke-0 Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan putaran 3750 rpm selama 5 jam lalu diamati jika terjadi pemisahan atau tidak antara fase air dengan fase minyak. Uji Penetrasi secara in vitro Uji penetrasi asam glikolat menggunakan sel difusi Franz dengan luas area difusi tertentu. Tikus pada bagian abdomen dicukur bulunya dengan hati-hati menggunakan pisau cukur, lalu disayat dan lapisan subkutannya dihilangkan sehingga diperoleh membran dengan ketebalan ±0,6 mm. Kompartemen reseptor sel difusi Franz diisi dengan dapar ph 7,4 sebanyak ±13 ml kemudian kulit tikus diletakkan di antara kompartemen donor dan reseptor dengan posisi stratum korneum menghadap ke atas. Dapar fosfat ph 7,4 pada kompartemen reseptor diaduk menggunakan stirer magnetik dengan kecepatan yang konstan untuk setiap kali percobaan. Temperatur sistem difusi dijaga suhunya sekitar 32±0,5ºC dengan cara mengalirkan air bersuhu 32ºC dari thermostatic waterbath menuju water jacket pada sel difusi Franz. Sediaan uji sebanyak ±1 gram diaplikasikan pada permukaan kulit. Kemudian pada menit ke-10, 30, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 420 dan 480 diambil sampel sebanyak 0,5 ml dari kompartemen reseptor menggunakan syringe dan sejumlah volume yang terambil harus segera digantikan dengan dapar fosfat ph 7,4 sejumlah volume yang sama. Setelah itu sampel 0,5 ml dimasukkan ke labu ukur 1,0 ml, di adkan dengan dapar fosfat ph 7,4 hingga batas. Sampel diukur kadarnya dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi analisis yaitu menggunakan kolom C18, fase gerak asam fosfat ph 2, laju alir 0,4 ml/menit, dan panjang gelombang detektor UV 210 nm. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali. Jumlah kumulatif asam glikolat yang terpenetrasi per luas area difusi (µg/cm 2 ) dihitung dengan rumus:! =!!!!".!!!!!!.!! (1) Kemudian dilakukan perhitungan fluks obat berdasarkan hukum Fick I:! =!!!! (2) Selanjutnya dibuat grafik jumlah kumulatif asam glikolat yang terpenetrasi (µg) per luas area difusi (cm 2 ) terhadap waktu (jam) dan grafik fluks (µg/cm 2.jam) terhadap waktu (jam).

7 Hasil dan Pembahasan Pembuatan Krim O/W Didapatkan krim dengan ph sebesar 5,97 dengan organoleptis memiliki warna putih, berupa krim yang kaku dan homogen. Pembuatan Krim W/O Sediaan krim W/O skala kecil yang baru selesai diformulasi memiliki ph sebesar 4,76 dengan organoleptis warna putih, krim dengan konsistensi yang kaku dan homogen. Pembuatan Gel Sediaan gel yang baru selesai diformulasi memiliki ph 5,9 dengan organoleptis berupa gel yang agak berkabut (tidak transparan), tidak berbau, agak encer namun dapat diaplikasikan dengan baik pada kulit. Evaluasi dan Stabilitas Fisik Sediaan Pengamatan organoleptis menunjukkan krim O/W dan gel dari pengamatan di minggu ke-2 hingga minggu ke-12 tidak terjadi perubahan warna, bau maupun penampilan pada penyimpanan berbagai suhu. Sediaan krim W/O menunjukkan bahwa pada penyimpanan suhu rendah (4±2 o C) selama 12 minggu, krim W/O tidak menunjukkan perubahan baik warna, bau maupun penampilan. Namun, pada penyimpanan suhu kamar (28±2 o C), mulai pengamatan di minggu ke- 6 hingga ke-12, serta pada penyimpanan suhu tinggi (40±2 o C), di minggu ke-4 hingga ke-12 sediaan menunjukkan perubahan bau dimana tercium khas bau lemak yang berasal dari adeps lanae. Hal ini dapat disebabkan karena ketiadaan zat antioksidan yang peneliti gunakan dalam sediaan sehingga adeps lanae, yang jumlahnya cukup banyak dalam formulasi, sedikit demi sedikit teroksidasi menimbulkan bau yang khas.

8 Gambar 1. Pengamatan Organoleptis pada minggu ke-0 Dari hasil 12 minggu penyimpanan di berbagai suhu, ketiga sediaan menunjukkan bahwa ph berubah di tiap pemeriksaan, namun perubahan ini tidak fluktuatif. Ditunjukkan bahwa ph seluruh sediaan pada berbagai penyimpanan umumnya mengalami penurunan di setiap titik pengukuran ph pada interval waktu yang sama. Hal ini diduga terjadi karena adanya pelepasan ion hidrogen yang terdapat pada sediaan akibat adanya penguraian komponen air dalam sediaan yang disebabkan oleh kondisi penyimpanan. Gambar 2. Diagram perbandingan ph sediaan pada penyimpanan suhu rendah (4± 2 o C) (a); suhu kamar (28± 2 o C) (b); suhu tinggi (40± 2 o C) (c) Dari hasil pengukuran diameter globul,baik pada sediaan krim O/W maupun krim W/O ditemukan bahwa ukuran globul mengalami perubahan berupa kenaikan ukuran globul di setiap 4

9 minggu pemeriksaan. Namun perubahan ukuran ini tidak terlalu signifikan. Pada minggu ke-12, yaitu akhir pengamatan, ukuran diameter globul terbesar ditunjukkan oleh sediaan krim O/W pada penyimpanan suhu tinggi. Peningkatan ukuran globul ini terjadi karena adanya penggabungan dua atau lebih globul (flokulasi), semakin tinggi suhu maka kemampuan untuk memindahkan suatu molekul dari cairan akan semakin besar sehingga globul dari fase minyak maupun fase air akan berusaha untuk bergabung dengan fase sejenis. Tabel 1. Data ukuran diameter globul pada berbagai suhu penyimpanan Sediaan Krim O/W Krim W/O Suhu Diameter Globul Rata-Rata minggu ke- (µm) Penyimpanan Rendah 0,84 0,86 0,87 0,9 Kamar 0,84 0,85 0,86 0,88 Tinggi 0,84 0,88 0,94 0,97 Rendah 0,57 0,57 0,59 0,61 Kamar 0,57 0,58 0,59 0,63 Tinggi 0,57 0,59 0,62 0,7 Dari hasil pengukuran viskositas menggunakan spindel 5 dengan kecepatan putaran 20 rpm, nilai viskositas sediaan krim O/W, krim W/O dan gel berturut-turut adalah 22200, 19200, dan 7400 cps. Sediaan krim W/O memiliki viskositas yang paling besar dikarenakan adanya komponen yang dapat meningkatkan konsistensi dari sediaan, misalnya setil alkohol serta adeps lanae, sehingga krim W/O menjadi lebih besar nilai viskositasnya dibandingkan krim O/W dan gel. selama penyimpanan selama 12 minggu, ketiga sediaan baik krim O/W, krim W/O maupun gel, nilai viskositasnya meningkat dibandingkan pengukuran di minggu ke-0. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang baru selesai dibuat susunan struktur dari polimer basisnya agak renggang dikarenakan adanya tekanan geser dari pengaduk yang digunakan, hal ini menyebabkan sediaan menjadi encer ketika baru dibuat. Penyimpanan terhadap sediaan akan mengembalikan struktur dari polimer tersebut sehingga sediaan yang telah disimpan untuk beberapa saat akan menjadi lebih kental. Dari pengukuran viskositas, dapat ditentukan sifat aliran suatu sediaan. Rheogram

10 yang didapatkan dari plot tekanan geser terhadap kecepatan geser menunjukkan bahwa baik sediaan krim O/W, krim W/O maupun gel memiliki sifat aliran plastis. Gambar 3. Rheogram viskositas sediaan pada minggu ke-12 penyimpanan suhu kamar (28±2 o C) Hasil pengukuran konsistensi dari sediaan krim O/W, krim W/O dan gel pada suhu kamar menunjukkan bahwa angka penetrasi yang paling tinggi adalah pada sediaan gel. Sementara angka penetrasi yang paling rendah ditunjukkan oleh sediaan krim W/O. Hal ini berbanding lurus dengan hasil pengukuran viskositas dimana sediaan yang lebih kental, yaitu krim W/O, akan semakin sukar untuk ditembus oleh kerucut sehingga jarak tempuhnya semakin kecil. Peningkatan viskositas sediaan akan meningkatkan konsistensi sediaan sehingga menurunkan angka kedalaman penetrasinya. Begitu pula sebaliknya, dimana penurunan konsistensi sediaan akan meningkatkan angka kedalaman penetrasinya. Hal ini ditunjukkan baik oleh krim O/W, krim W/O maupun gel dimana viskositasnya meningkat pada minggu ke-12 dan angka kedalaman penetrasinya menurun seiring dengan peningkatan viskositas tersebut.

11 Tabel 2. Data pengukuran konsistensi sediaan Penetrasi (1/10 mm) Sediaan Minggu ke-0 Minggu ke-12 Krim O/W Krim W/O Gel Dari hasil uji stabilitas mekanik dengan sentrifugasi serta stabilitas menggunakan cycling test didapatkan bahwa baik krim o/w, krim w/o maupun gel bersifat stabil secara organoleptis dan tidak mengalami pemisahan antar fase. Gambar 4. Sediaan sesudah uji stabilitas mekanik (atas) dan cycling test (bawah) Uji Penetrasi Asam Glikolat Parameter yang didapat dari hasil uji penetrasi secara in vitro adalah jumlah kumulatif zat aktif yang terpenetrasi serta laju penetrasi atau fluks. Hasil uji penetrasi menunjukkan jumlah asam glikolat yang terpenetrasi selama 8 jam secara berurutan dari yang terbanyak adalah gel > krim W/O > krim O/W dengan nilai 5939,65 ± 6,96 µg/cm 2, 5129,83 ± 6,84 µg/cm 2 dan 2870,87±0,86µg/cm 2. Begitu pula fluks pada jam ke-8 yang dihasilkan menunjukkan bahwa fluks

12 terbesar di jam tersebut secara berurutan adalah gel > krim W/O > krim O/W dengan nilai fluks 742,46 ± 0,87 µg/cm 2.jam, 641,23 ± 0,85 µg/cm 2.jam dan 358,86 ± 0,11 µg/cm 2.jam. Gambar 3. Grafik Jumlah Kumulatif Asam Glikolat dalam Sediaan Krim O/W (a), Krim W/O (b), Gel (c) terhadap waktu (jam)

13 Gambar 4. Grafik Fluks Asam Glikolat dalam sediaan Krim O/W (a), Krim W/O (b), Gel (c) Gambar 5. Fluks Asam Glikolat Total

14 Dari hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa asam glikolat terpenetrasi paling besar pada sediaan gel. Sediaan gel hanya memiliki satu fase yaitu fase air sehingga konsentrasi air yang mendominasi sediaan dapat menghidrasi stratum korneum dan kulit menjadi lebih permeabel sehingga penetrasi asam glikolat akan semakin baik. Selanjutnya asam glikolat terpenetrasi secara berurutan mulai dari krim W/O kemudian penetrasi terkecil dari sediaan krim O/W. Secara teoritis, krim O/W akan lebih meningkatkan penetrasi asam glikolat karena dominasi airnya lebih banyak pada sediaan krim O/W. Namun pada penelitian ini ditunjukkan sebaliknya. Hal ini dapat disebabkan oleh ph sediaan krim W/O yang lebih asam dibandingkan krim O/W. ph sediaan yang lebih asam berperan penting dalam membantu meningkatkan laju penetrasi dari asam glikolat (Hood, 1999). Dari hasil penetrasi ketiga sediaan, selama uji penetrasi 8 jam kondisi steady state ditunjukkan pada sediaan gel dan sediaan krim O/W. Sedangkan pada krim W/O jumlah kumulatif dan fluks masih belum tercapai linieritas yang baik seperti pada gel dan krim O/W. Hal ini menunjukkan bahwa pada krim W/O tahanan asam glikolat untuk lepas dari sediaan yang didominasi oleh minyak lebih besar sehingga laju fluksnya kurang baik. Kesimpulan Hasil uji penetrasi in vitro menggunakan sel difusi Franz yang dilakukan menunjukkan bahwa asam glikolat terpenetrasi paling besar pada gel dengan besar kumulatif asam glikolat yaitu 5939,65 ± 6,96 µg/cm 2 dan fluks pada jam ke-8 sebesar 742,46 ± 0,87 µg/cm 2.jam kemudian diikuti dengan krim W/O dengan besar kumulatif 5129,83 ± 6,84 µg/cm 2 dan fluks pada jam ke-8 sebesar 641,23 ± 0,86 µg/cm 2.jam. Hasil penetrasi terkecil ditunjukkan oleh sediaan krim O/W dengan besar kumulatif asam glikolat terpenetrasi yaitu 2870,87 ± 0,86 µg/cm 2 dan fluks pada jam ke-8 sebesar 358,86 ± 0,11 µg/cm 2. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini adalah perlu dilakukan uji klinis terhadap manusia tentang aktivitas asam glikolat sebagai pelembab kulit pada berbagai

15 sediaan untuk didapatkan hasil yang lebih valid mengenai jenis sediaan apa yang dapat menghantarkan asam glikolat terpenetrasi dengan baik melewati stratum korneum. Daftar Referensi Hood, H.L., Kraeling, M. E. K., Robl, M. G., Bronaugh, R. L. (1999). The Effects of an Alpha Hydroxy Acid (Glycolic Acid) on Hairless Guinea Pig Skin Permeability. Food and Chemical Toxicology, Vol. 37, Lynde, C.W. (2001). Moisturizer: What They Are And How They Work. Diakses pada tanggal 5 Januari E.J., Van Scott. R.J., Yu. (1996). Bioavailability of alpha hydroxy acids topical formulation. Cosmetic Dermatology, 1-5 Wasitaatmaja, Syarif M. (1997). Penuntun ilmu kosmetik medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 3-10, 11-15, 22-25, 64, 70-71, NICNAS (National Industrial Chemicals Notification and Assessment Scheme). (2000). Glycolic Acid : Priority Existing Chemical Assessment Report No. 12. Australia : Commonwealth of Australia, Huang, We-Sheng. Lin, Cheng-Chin. Huang, Ming-Chuan. Wen, Kuo-Ching. (2002). Determination of α-hydroxyacids in Cosmetics. Journal of Food and Drug Analysis, Vol. 10 No. 2, Scalia, Santo. Callegari, Rosella. Villani, Slvia. (1997). Determination of glycolic acid in cosmetic products by solid-phase extraction and reversed-phase ion-pair high-performance liquid chromatography. Journal of Chromatography A, Vol 795, Bosman, I., Lawant, A., Avegaart, S., Ensing, K., & Zeeuw, R. d. (1996). A Novel Diffusion Cell for in vitro Transdermal Permeation, Compatible with Automated Dynamic Sampling. J Pharm Biomed Anal,

16 Johnson, Anthony W. (2002). Hydroxyacids. Cosmetic Science and Technology Series Volume 25 : Skin Moisturization. USA: Marcel Dekker, Inc., 323 Johnson, Anthony W. (2002). The Skin Moisturizer Marketplace. Cosmetic Science and Technology Series Volume 25 : Skin Moisturization. USA: Marcel Dekker, Inc., 1-30

17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT, DAN CARA KERJA. Aminofilin (Jilin, China), teofilin (Jilin, China), isopropil miristat (Cognis

BAB III BAHAN, ALAT, DAN CARA KERJA. Aminofilin (Jilin, China), teofilin (Jilin, China), isopropil miristat (Cognis BAB III BAHAN, ALAT, DAN CARA KERJA A. Bahan Aminofilin (Jilin, China), teofilin (Jilin, China), isopropil miristat (Cognis Oleochemicals, Malaysia), steareth-21, steareth-2 (Carechemicals, Jerman), HPMC

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasetika, Farmakologi, Kimia

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasetika, Farmakologi, Kimia BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. Lokasi Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasetika, Farmakologi, Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif, dan Farmakognosi, Departemen Farmasi fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca analitik tipe 210-LC (ADAM, Amerika Serikat), viskometer Brookfield (Brookfield Synchroectic,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK SEDIAAN KRIM, GEL, DAN SALEP TERHADAP PENETRASI AMINOFILIN SEBAGAI ANTISELULIT SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SEL DIFUSI FRANZ

PENGARUH BENTUK SEDIAAN KRIM, GEL, DAN SALEP TERHADAP PENETRASI AMINOFILIN SEBAGAI ANTISELULIT SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SEL DIFUSI FRANZ PENGARUH BENTUK SEDIAAN KRIM, GEL, DAN SALEP TERHADAP PENETRASI AMINOFILIN SEBAGAI ANTISELULIT SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SEL DIFUSI FRANZ CITRA AYU ANGGRAENI 0304050147 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

PENGARUH DIMETIL SULFOKSIDA (DMSO) TERHADAP PENETRASI KRIM ASAM KOJAT SECARA IN VITRO. Sity Muzdalifah Dali, Robert Tungadi, Dewi Rahmawaty Moo *)

PENGARUH DIMETIL SULFOKSIDA (DMSO) TERHADAP PENETRASI KRIM ASAM KOJAT SECARA IN VITRO. Sity Muzdalifah Dali, Robert Tungadi, Dewi Rahmawaty Moo *) PENGARUH DIMETIL SULFOKSIDA (DMSO) TERHADAP PENETRASI KRIM ASAM KOJAT SECARA IN VITRO Sity Muzdalifah Dali, Robert Tungadi, Dewi Rahmawaty Moo *) *) Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental 8 BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi minyak atsiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai, dimana kulit kering akan terlihat kusam, permukaan bersisik, kasar dan daerah putih kering merata

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta) BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Propolis Gold (Science&Nature ), minyak lavender (diperoleh dari PT. Martina Berto), aquadest, Crillet 4 (Trimax), Crill 4 (diperoleh dari PT. Pusaka Tradisi Ibu), setostearil

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B. Tempat Dan Waktu Penelitian ini di lakukan pada tanggal 20 Februari 2016 sampai 30 November

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC HV IN VITRO Boesro Soebagio, Dolih Gozali, Nadiyah Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai

Lebih terperinci

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN YANG MENGANDUNG ERDOSTEIN 1 Fetri Lestari, 2 Hilda Aprilia 1,2 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pengumpulan Bahan Bahan berupa minyak kemiri (Aleurites moluccana L.) diperoleh dari rumah industri minyak kemiri dengan nama dagang Minyak kemiri alami 100%, VCO diperoleh di

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.

PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L. PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) Karlina Amir Tahir 1, Sartini 2, Agnes Lidjaja 2 1 Jurusan Farmasi,

Lebih terperinci

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION Megantara, I. N. A. P. 1, Megayanti, K. 1, Wirayanti,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

Uji Stabilitas Fisik Formula Krim yang Mengandung Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine max)

Uji Stabilitas Fisik Formula Krim yang Mengandung Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine max) 194 Original Article ISSN 2407-2354 Uji Stabilitas Fisik Formula Krim yang Mengandung Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine max) Rosmala Dewi 1, Effionora Anwar 1, Yunita K S 1 1 Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi digilib.uns.ac.id 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa

Lebih terperinci

PENGARUH HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

PENGARUH HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL PENGARUH HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL STEPHANY PRATIKNYO 2443006031 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara eksperimental yang meliputi pembuatan sedian nanoemulsi dan krim mikonazol nitrat, evaluasi fisik, uji stabilitas fisik sediaan, uji penetrasi

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI TWEEN 80 YANG DIKOMBINASI DENGAN PROPILENGLIKOL SEBAGAI ENHANCER TERHADAP PENETRASI HIDROKORTISON ASETAT DALAM BASIS GEL CARBOPOL 934 SECARA IN VITRO OLEH: ARI SISWAKRISTANTINI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

Cyntia Wahyuningrum, Joshita Djajadisastra, Raditya Iswandana Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia

Cyntia Wahyuningrum, Joshita Djajadisastra, Raditya Iswandana Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, STABILITAS FISIK DAN PENGARUH KONSENTRASI DIMETIKON DAN SIKLOMETIKON TERHADAP DAYA PENETRASI EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA KRIM ANTIKERUT Cyntia

Lebih terperinci

FORMULASI GEL SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

FORMULASI GEL SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) FORMULASI GEL SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) Nursiah Hasyim 1, Faradiba 2, dan Gina Agriany Baharuddin 2 1 Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Fakultas Farmasi, Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven IOCD International Symposium and Seminar of Indonesian Medicinal Plants xxxi, Surabaya 9-11 April 2007 Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven Yudi Padmadisastra Amin Syaugi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman memicu perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup telah terbukti secara tidak langsung beresiko terhadap paparan senyawa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim.

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim. PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim. II. DASAR TEORI Definisi sediaan krim : Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF

KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF Suwarmi, Agus Suprijono Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi YAYASAN

Lebih terperinci

RONAL SIMANJUNTAK DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

RONAL SIMANJUNTAK DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI RONAL SIMANJUNTAK 10703032 DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2 0 0 7 Pada kutipan atau saduran

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Contoh si Sediaan Salep 1. sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Vaselin Putih 82,75% Ekstrak Hidroglikolik Centellae Herba 15 % Montanox 80 2 % Mentol 0,05 % Nipagin 0,15

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode faktorial desain 2 faktor 2 level. Jumlah formula yang dibuat adalah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping produksi biodiesel dari minyak goreng 1 kali penggorengan, pemurnian gliserol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY 9 SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan paparan sinar matahari yang berlebih sehingga berisiko tinggi terhadap berbagai kerusakan kulit (Misnadiarly, 2006). Salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan cairan tubuh manusia yaitu plasma secara in vitro. 3.2 Subyek Penelitian Subyek penelitian

Lebih terperinci

OPTIMASI KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM SEBAGAI MATRIKS DAN TWEEN 60 SEBAGAI ENHANCER

OPTIMASI KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM SEBAGAI MATRIKS DAN TWEEN 60 SEBAGAI ENHANCER OPTIMASI KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM SEBAGAI MATRIKS DAN TWEEN 60 SEBAGAI ENHANCER TERHADAP PENETRASI PROPRANOLOL HCL DALAM SEDIAAN PATCH TRANSDERMAL DIANA SARI 2443007058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tubuh manusia terbentuk atas banyak jaringan dan organ, salah satunya adalah kulit. Kulit adalah organ yang berfungsi sebagai barrier protektif yang dapat mencegah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata

Lebih terperinci

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO Sriwidodo, Boesro Soebagio, Ricki Maranata S Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL PHARM.DR.JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD Seminar Perkembangan Mutakhir di bidang Ilmu dan Teknologi Kosmetika PT Dwipar Loka Ayu dan PT Dwi Pardi

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memungkinkan berbagai tanaman buah tropis dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan buah tropis banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT SKRIPSI OLEH: SITI ANIROH NIM 121524159 PROGRAM EKSTENSI

Lebih terperinci

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM Stefanny Florencia Dewana 1, Sholichah Rohmani 2* 1,2 Program Studi D3 Farmasi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul 10.00 WITA sampai dengan selesai. Dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

DIFUSI NATRIUM DIKLOFENAK DALAM GEL METHOCEL 400 PADA BERBAGAI ph ABSTRAK ABSTRACT

DIFUSI NATRIUM DIKLOFENAK DALAM GEL METHOCEL 400 PADA BERBAGAI ph ABSTRAK ABSTRACT ISSN 1907-9850 DIFUSI NATRIUM DIKLOFENAK DALAM GEL METHOCEL 400 PADA BERBAGAI ph Ketut Widyani Astuti 1), Yeyet C. Sumirtapura 2), dan Ni Nyoman Wiwik S. 2) 1) Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas yang

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH TWEEN 80 DAN MINYAK INTI SAWIT TERHADAP PENETRASI ASAM ASKORBAT MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO

STUDI PENGARUH TWEEN 80 DAN MINYAK INTI SAWIT TERHADAP PENETRASI ASAM ASKORBAT MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO STUDI PENGARUH TWEEN 80 DAN MINYAK INTI SAWIT TERHADAP PENETRASI ASAM ASKORBAT MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: AGUS DERMAWAN NIM 091501043 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

Exaudi Ebennezer, Joshita Djajadisastra, Raditya Iswandana Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia

Exaudi Ebennezer, Joshita Djajadisastra, Raditya Iswandana Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia UJI STABILITAS FISIK DAN PENGARUH VITAMIN C TERHADAP AKTIVITAS DAN DAYA PENETRASI EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA SERUM ANTIKERUT Exaudi Ebennezer, Joshita Djajadisastra, Raditya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC- BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan membuat sediaan gel dari ekstrak etil asetat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 29 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Bahan baku yang digunakan pada pembuatan skin lotion meliputi polietilen glikol monooleat (HLB12,2), polietilen glikol dioleat (HLB 8,9), sorbitan monooleat

Lebih terperinci

EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO

EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO Lidia 1, Eti Anggraini 2, Sari Meisyayati 3 Sekolah Tinggi Ilmu farmasi (STIFI)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Penelitian ini bersifat penelitian eksperimental yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas gel rambut dari ekstrak seledri dan minyak kemiri terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak. kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak. kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa (Meggle), HPMC (hidroksi propil metil selulosa)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci