BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan berbagai upaya mencegah hal tersebut. Menurut penelitian yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan berbagai upaya mencegah hal tersebut. Menurut penelitian yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya kejahatan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan di seluruh dunia, telah mendorong berbagai negara dan asosiasi usaha untuk melakukan berbagai upaya mencegah hal tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh CPA Australia dan Corporate Governance and Financial Reporting Centre (CGFRC), penyebab dari hal tersebut adalah lemahnya pengendalian internal dan tata kelola perusahaan (Corporate Governance) (Anonymous, 2006). Hal ini kemudian juga telah mendorong semakin tingginya tuntutan penerapan GCG (Good Corporate Governance) di sektor swasta dan sektor publik. Menurut KNKG (2008), sebenarnya tuntutan tersebut telah diwujudkan oleh beberapa negara dengan menciptakan undang-undang pencegahan korupsi dan pelaksanaan GCG, serta pedoman penerapan terbaik praktik Corporate Governance yang didasarkan pada anjuran Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO). Setelah diterbitkannya Sarbanes-Oxley pada tahun 2002 di Amerika Serikat sebagai bentuk pencegahan korupsi dan langkah untuk memastikan pelaksanaan GCG, telah mendorong perkembangan praktik-praktik terbaik baru dalam rangka menciptakan GCG, salah satunya adalah whistleblowing system. Sarbanes-Oxley Act mensyaratkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terdaftar di 1

2 United States Stock Exchange harus menerapkan jalur pelaporan yang membantu pegawainya untuk melaporkan masalah dalam hal akuntansi, keuangan, dan pelanggaran kode etik. Menanggapi hal ini, perhatian media dan publik semakin menguat dalam hal meminta para pemimpin perusahaan untuk menunjukkan komitmen yang jelas terhadap tanggung jawab etis dan hukum dalam mengelola perusahaan (Olander, 2003). Sebenarnya whistleblowing system sudah menjadi keharusan untuk diterapkan pada perusahaan di Amerika Serikat sejak masa pemerintahan Presiden Reagan pada tahun 1970, namun hal ini semakin menguat ketika mulai terkuaknya beberapa skandal yang melibatkan beberapa perusahaan besar di Amerika Serikat, yang berujung dengan diterbitkannya Sarbanes-Oxley Act pada tahun 2002 (Daher, 2005). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), dimana penelitian tersebut menyimpulkan bahwa salah satu cara paling efektif untuk mencegah dan melawan tindakan yang bertentangan dengan GCG adalah melalui mekanisme pelaporan pelanggaran atau whistleblowing system (KNKG, 2008: 1). Di Indonesia, whistleblowing system merupakan sistem pelaporan pelanggaran yang masih tergolong baru diterapkan di Indonesia. Dalam rangka mendorong terciptanya GCG dan memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas pelaksanaan Corporate Governance di Indonesia, maka KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) menerbitkan suatu pedoman yang diberi judul Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (SPP) atau Whistleblowing System (WBS) pada tahun Pedoman ini dibentuk karena terdorong hasil survei sebuah lembaga 2

3 internasional yaitu Institute of Business Ethics pada tahun Hasil survei tersebut menyimpulkan bahwa satu dari empat orang karyawan di dalam perusahaan mengetahui adanya pelanggaran dan lebih dari separuh keseluruhan karyawan lebih memilih diam dan membiarkan pelanggaran tersebut terus terjadi (KNKG, 2008: 70). Pedoman ini bukan lah hal yang wajib diikuti, namun KNKG berharap bahwa pedoman tersebut dapat dijadikan acuan oleh perusahaan di Indonesia untuk penerapan whistleblowing system dalam rangka mewujudkan GCG di Indonesia. Selain itu, KNKG berharap melalui pedoman tersebut, tingkat partisipasi karyawan dalam melaporkan pelanggaran dapat terus meningkat dan semakin mendorong hilangnya budaya diam, menuju ke arah budaya kejujuran dan keterbukaan (KNKG, 2008: iii). Namun sampai tahun 2013 ini belum terdapat undang-undang yang mengatur perlindungan whistleblower dan mekanisme penerapan whistleblowing system di Indonesia sehingga mekanisme yang ada selama ini masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban serta Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (SPP) atau Whistleblowing System (WBS) yang diterbitkan oleh KNKG. Sebagai mekanisme pengendalian internal (Patel, 2003), bagian pengendalian internal (KNKG, 2008), dan elemen corporate governance (Olander, 2004), maka seharusnya penerapan sistem ini berdampak positif terhadap efektivitas pengendalian internal. Namun yang sering tejadi di Indonesia adalah seseorang yang menjadi whistleblower sering kali pada akhirnya mengalami pembalasan oleh pihak yang dilaporkan. Pembalasan ini tidak hanya dapat berupa pembalasan dalam hal fisik dan mental, tetapi juga sering kali 3

4 seorang whistleblower justru menjadi tersangka atas tindakan yang ia laporkan dan pihak yang dilaporkan justru dapat terbebas dari jeratan hukum. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gonzales (2010) di LAPD (Los Angeles Police Department). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsekuensi menjadi whistleblower adalah seorang whistleblower dapat menjadi subjek pengasingan dan akan mengalami tindakan pengacuhan oleh rekan kerja mereka setelah melaporkan suatu tindakan kepada bagian internal di dalam organisasi. Menurut hemat penulis, hal ini kemudian dapat menjadi faktor penyebab tidak efektifnya penerapan whistleblowing system dan sebagai bagian dari pengendalian internal tidak mampu meningkatkan efektivitas pengendalian internal, dikarenakan tingkat partispasi karyawan yang sangat rendah akibat ketakutan yang berasal dari konsekuensi menjadi seorang whistleblower. Sebenarnya beberapa kasus whistleblower sudah sering terjadi di Indonesia dan cukup menyita perhatian publik. Namun kasus tersebut tidak lahir dari whistleblowing system. Adapun beberapa contoh kasus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kasus whistleblower oleh Susno Duadji. Masih segar di ingatan masyarakat Indonesia mengenai kasus Susno Duadji, seorang petinggi Kepolisian Republik Indonesia yang terjadi pada tahun Susno Duadji merupakan orang yang pertama kali mengungkapkan adanya praktik mafia hukum yang melibatkan Gayus H.P. Tambunan yang merupakan pegawai Direktorat Keberatan dan Banding pada Direktorat Jenderal Pajak. Dalam testimoninya yang membuat kaget 4

5 media massa, Susno Duadji mengungkapkan skandal rekayasa perkara yang telah beberapa kali berhasil membebaskan Gayus dari dakwaan. Kemudian hal ini berujung dengan terkuaknya keterlibatan sejumlah orang seperti, seorang hakim Pengadilan Negeri Tangerang dan beberapa petinggi Kepolisian RI (Republik Indonesia) (LPSK, 2011). Posisi Susno dalam struktur Kepolisian sebenarnya sangat berpotensi mengungkap perkara korupsi yang melibatkan dan terjadi di Kepolisian, namun akibat terlampau kuatnya tembok solidaritas di Kepolisian RI sehingga menyebabkan laporan Susno tidak berarti. Hal ini kemudian menyebabkan Susno merasa tidak dihiraukan dan pada akhirnya memilih untuk mengungkapkan kasus korupsi tersebut kepada otoritas di luar kepolisian, yaitu Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk oleh Presiden RI (LPSK, 2011). Berselang beberapa tahun pada tahun 2011, Susno Duadji didakwa atas kasus penerimaan gratifikasi atas penanganan kasus PT Salmah Arowana Lestari. Hal ini dianggap Susno sebagai salah satu bentuk pembalasan dari para petinggi Kepolisian. Hingga tahun 2013 ini, Susno Duadji yang tahun 2011 telah dijatuhi hukuman penjara belum menjalani masa hukumannya, walaupun pada akhirnya tidak mampu dilindungi oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) sehingga pada akhirnya harus menjalani hukumannya di penjara. LPSK menegaskan bahwa lembaganya hanya dapat memberikan perlindungan secara hukum, bukan perlindungan secara fisik (Tempo, 6 Mei 2013). 2. Kasus whistleblower oleh Khairiansyah 5

6 Khairiansyah Salman merupakan seorang auditor BPK yang menjadi whistleblower atas kasus penyuapan pengadaan kotak suara pemilu (LPSK, 2011). Ia bersama rekan-rekannya diminta mengeluarkan opini bebas korupsi atas pengadaan kotak suara pemilu dengan imbalan sejumlah uang dengan nominal besar yang dilakukan oleh anggota komisi pemilihan umum Mulyana W. Kusumah. Atas pelaporannya mengenai kasus penyuapan tersebut, ia telah menjerat Mulyana W. Kusumah atas dugaan korupsi. Setelah menjadi whistleblower ia kemudian mulai banyak dikenal publik dan kemudian mendapatkan sebuah penghargaan bernama Intregity Award dari lembaga Transparansi Internasional (LPSK, 2011). Berselang beberapa waktu setelah pemberian penghargaan tersebut, kemudian ia didakwa atas penyelewengan dana abadi umat oleh mantan Menteri Agama Said Agil Husen Al Munawar. Khairiansyah memang mengaku menerima uang tersebut sebagai dana transportasi dan mengeluarkan penyataan bahwa bekerja bersama sistem yang kotor akan menjadikan seseorang akan ikut menjadi kotor. Setelah Khairiansyah dinyatakan menjadi tersangka kemudian ia keluar dari BPK dan mengembalikan penghargaan Intregity Award kepada lembaga Transparansi Internasional (Tempo, 20 September 2005). Dari penjabaran singkat atas kasus-kasus whistleblower yang muncul ke publik tersebut, tidak satu pun lahir dari adanya whistleblowing system. Bahkan setelah diterbitkannya Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran atau Whistleblowing System pada tahun 2008 oleh KNKG, belum ada kasus 6

7 whistleblower seperti kasus Susno Duadji dan Khairiansyah yang berasal dari whistleblowing system. Setelah diterbitkannya Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran atau Whistleblowing System pun sebenarnya beberapa lembaga, perusahaan pemerintah dan perusahaan swasta mulai menerapkan sistem tersebut seperti Perusahaan Gas Negara (PGN), PT Telkom, PT Pertamina (Persero), Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia), Astra International, dan United Tractor (LPSK, 2011). Tidak adanya pelaporan yang muncul ke publik apakah disebabkan oleh tidak efektifnya whistleblowing system sebagai mekanisme pengendalian internal, bagian dari pengendalian internal, dan elemen corporate governance atau memang pada akhirnya pelanggaran yang terjadi bisa diselesaikan secara internal di dalam perusahaan sesuai tujuan penerapan whistleblowing system dan memang berdampak pada efektivitas pengendalian internal (KNKG, 2008). Dalam Buku Whistleblower yang diterbitkan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (2011), dalam rangka mendorong penerapan whistleblowing system maka disajikan salah satu contoh penerapan whistleblowing system yang berhasil diterapkan pada PT Pertamina (Persero). Pertamina adalah satu perusahaan yang membangun dan menerapkan whistleblowing system sebagai salah satu bentuk mekanisme pengendalian sejak tahun 2008, lebih spesifiknya sistem ini diluncurkan pada 12 Agustus Beberapa hal penting yang menjadi fokus penerapan whistleblowing system di Pertamina adalah korupsi, kecurangan, conflict of interest, code of conduct, dan peningkatan kedisiplinan. Sistem ini nantinya diharapkan akan menjadi salah satu pendukung terlaksananya Pertamina 7

8 Clean yang merupakan suatu program yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang menjunjung tinggi etika di lingkungan Pertamina (LPSK, 2011). Whistleblowing system di Pertamina dibentuk dalam rangka melengkapi mekanisme pengendalian perusahaan yang telah ada. Kasus yang telah dilaporkan sepanjang tahun 2008 hingga 2010, sebagian besar adalah fraud dan sebagian besar masih berupa analisa dan belum tentu merupakan pelanggaran. Pertamina menerapkan ukuran untuk menetapkan terjadinya pelanggaran atau tidak atas laporan yang masuk melalui whistleblowing system, berdasarkan ukuran code of conduct Pertamina. Dalam rentang waktu 2008 sejak ditetapkannya whistleblowing system hingga tahun 2010, dari 600 laporan pelanggan yang ada, hanya 7 laporan yang terbukti. (LPSK, 2011). Dari penjabaran di atas, maka dapat kita ketahui bahwa penerapan whistleblowing system dalam melaporkan pelanggaran telah berjalan dengan baik di Pertamina. Berkaitan dengan penelitian mengenai dampak dari penerapan whistleblowing system (Gonzales, 2010), kasus whistleblower yang terjadi di Indonesia, dan hasil penerapan di Pertamina (LPSK, 2011) menunjukkan hubungan yang berlawanan dimana konsekuensi yang tercermin dalam penelitian Gonzales (2010) dan kasus whistleblower di Indonesia tidak membuat whistleblowing system yang diterapkan di perusahaan tidak berjalan, contohnya di PT Pertamina (Persero). Hal ini yang menjadi salah satu alasan penulis untuk memilih PT Pertamina (Persero) sebagai objek penelitian. Adapun alasan lainnya penulis memilih PT Pertamina (Persero) sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut: 8

9 1. PT Pertamina (Persero) yang memiliki status BUMN merupakan satusatunya perusahaan yang telah dijabarkan keberhasilannya dalam menerapkan whistleblowing system pada Buku Whistleblower oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (2011). 2. Berdasarkan tinjauan awal yang penulis lakukan dengan wawancara pada pihak yang terkait dengan whistleblowing system dan perusahaanperusahaan yang tak dapat disebutkan dalam penelitian ini yang telah menerapkan whistleblowing system, umumnya masih belum bersedia untuk diteliti penerapannya. Hal ini terutama terjadi pada perusahaan yang sudah go public atau perusahaan yang telah mencatatkan sahamnya di bursa saham. Alasan yang penulis dapatkan dari tinjauan awal dari beberapa pihak dan perusahaan-perusahaan adalah sebagai berikut: a. Bagi beberapa perusahaan penerapan whistleblowing system dirasa belum cukup efektif karena tingkat partisipasi karyawan yang masih rendah. b. Beberapa perusahaan masih merasa infrastruktur penerapan whistleblowing system belum memadai. c. Laporan dari para pelapor yang kurang objektif dan dianggap kurang berpengaruh dan cenderung tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan dan penerapan whistleblowing system. d. Adanya kekhawatiran dari beberapa perusahaan bahwa kurang efektifnya penerapan whistleblowing system dapat mempengaruhi citra perusahaan. 9

10 Berkaitan dengan hal ini, maka penulis ingin mengetahui apakah dengan penerapan whistleblowing system dapat berdampak terhadap efektivitas pengendalian internal PT Pertamina (Persero). Efektivitas ini diukur berdasarkan tercapai atau tidaknya kategori tujuan pengendalian internal yang meliputi tujuan operasi, tujuan pelaporan, dan tujuan kepatuhan (COSO, 2013). Tujuan ini selaras dengan tujuan pengendalian internal yang mencerminkan tujuan dari PT Pertamina (Persero) (Laporan Tahunan Pertamina, 2012). Adapun alasan paling utama mengapa PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN akan diteliti dampak penerapan whistleblowing system terhadap pengendalian internalnya adalah penulis ingin mengetahui bahwa penerapan whistleblowing system di PT Pertamina (Persero) tidak hanya sebagai suatu sistem pelaporan pelanggaran yang kemudian dilaporkan hasil tindak lanjutnya sehingga tidak hanya dalam rangka menciptakan citra telah menerapkan lingkungan etis di mata publik, namun juga sebagai bagian dari pengendalian internal yang juga berdampak pada efektivitas pengendalian internal. Berkaitan dengan penelitian sebelumnya, penulis sulit menemukan penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam rangka mengetahui dampak penerapan whistleblowing system pada efektivitas pengendalian internal, terutama dalam bentuk studi kasus di perusahaan. Penelitian mengenai whistleblower yang sudah ada dan berasal dari luar Indonesia umumnya masih membahas seperti konsekuensi menjadi whistleblower (Gonzales, 2010), apakah faktor budaya mempengaruhi kecendrungan seseorang untuk menjadi whistleblower (Patel, 2003), apakah komitmen profesional dan sosialiasi antisipatif berpengaruh pada 10

11 kecendrungan sesorang untuk melakukan whistleblowing (Elias, 2008), dan apakah perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku secara signifikan mempengaruhi niat seseorang untuk menjadi whistleblower (Park dan Blenkinsop, 2008). Di Indonesia pun penelitian mengenai whistleblower masih membahas hal yang sama seperti Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Pengungkapan Kecurangan (Sulistomo, 2012). Berkaitan dengan penerapan suatu sistem dan dampaknya terhadap efektivitas pengendalian internal, telah ada sebuah penelitian yang meneliti dampak penerapan sistem informasi akuntansi pada efektivitas pengendalian internal yang diukur berdasarkan dampak penerapan sistem informasi akuntansi terhadap efektivitas pengendalian internal bank-bank komersial di Jordania dengan mengeksplorasi dampak penerapan sistem informasi akuntansi terhadap pengendalian akuntansi, pengendalian administratif, dan pemeriksaan internal (Al-Qudah, 2011). Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa sistem informasi akuntansi berdampak positif secara khusus terhadap efektivitas pengendalian akuntansi, pengendalian manajemen, dan pemeriksaan internal. Dari hal tersebut maka Al-Qudah menarik kesimpulan dengan didukung hasil statistik bahwa sistem informasi akuntansi berdampak positif terhadap efektivitas pengendalian internal. Dalam penelitian tersebut juga ditegaskan bahwa sistem informasi akuntansi dapat bermanfaat menjadi sistem pendeteksian dini terhadap pelanggaran yang terjadi sehingga mampu menyediakan informasi untuk departemen pengendalian mengenai pelanggaran dan kesalahan di dalam kegiatan perusahaan sehingga mampu meningkatkan efektivitas pengendalian 11

12 internal. Manfaat tersebut sesuai dengan manfaat dari whistleblowing system sebagai sistem pendeteksian dini terhadap pelanggaran (KNKG, 2008) Rumusan Masalah Berdasarkan penjabaran singkat pada bagian latar belakang masalah di atas yang ingin diteliti oleh penulis mengenai pengaruh penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian internal di PT Pertamina (Persero), maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Apakah implementasi whistleblowing system pada PT Pertamina (Persero) sudah memadai? 2. Apakah terdapat dampak positif penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian internal? Adapun rumusan masalah tersebut akan terjawab melalui rumusan masalah sebagai berikut: a. Apakah terdapat dampak positif penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian tujuan operasi? b. Apakah terdapat dampak positif penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian tujuan pelaporan? c. Apakah terdapat dampak positif penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian tujuan kepatuhan? 1.3. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 12

13 1. Untuk menganalisis apakah implementasi whistleblowing system pada PT Pertamina (Persero) sudah memadai. 2. Untuk menganalisis apakah terdapat dampak positif penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian internal. Adapun tujuan utama ini tercapai melalui sub-tujuan: a. Untuk menganalisa apakah terdapat dampak positif penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian tujuan operasi. b. Untuk menganalisa apakah terdapat dampak positif penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian tujuan pelaporan. c. Untuk menganalisa apakah terdapat dampak positif penerapan whistleblowing system terhadap efektivitas pengendalian tujuan kepatuhan Manfaat penelitian Dari penelitian skripsi yang penulis lakukan ini, diharapkan manfaat sebagai berikut: 1. Mendorong studi lebih mendalam terhadap dampak penerapan whistleblowing system yang berkaitan dengan efektivitas pengendalian internal maupun hal lain yang dapat mendorong penelitian baru.. 2. Memberi masukan terhadap perusahaan di Indonesia, khususnya BUMN, dalam hal ini PT Pertamina (Persero) dalam menjalankan whistleblowing system yang tidak hanya menjadi suatu sarana pelaporan yang kemudian 13

14 ditindaklanjuti, tapi juga memberikan dampak positif pada hal lainnya di perusahaan, misalnya efektivitas pengendalian internal Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini digunakan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Adapun bab ini berisikan pembahasan mengenai penjabaran mengenai latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan dalam penyusunan penelitian skripsi ini. BAB II: LANDASAN TEORI Adapun bab ini berisikan pembahasan mengenai uraian tinjauanb literatur, konsep, dan teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini, berkaitan dengan whistleblowing system dan pengendalian internal. BAB III: METODE PENELITIAN Adapun bab ini berisikan pembahasan mengenai definisi operasional variabel, populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data yang akan digunakan, teknik pengumpulan data, dan metode analisis data. Selain itu, dalam bab ini akan dijabarkan pula mengenai profil perusahaan yang terdiri atas sejarah singkat perusahaan, visi dan misi, tata nilai, jenis dan bidang usaha, struktur organisasi, dan anak perusahaan. BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Adapun bab ini berisikan pembahasan mengenai penjabaran sejarah penerapan whistleblowing system sebagai salah satu bentuk penerapan good 14

15 corporate governance di PT Pertamina (Persero), penerapan whistleblowing system di PT Pertamina (Persero) hingga saat ini, dan analisis kuesioner. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Adapun bab ini merupakan bab akhir dalam penelitian skripsi ini, dimana penulis menarik kesimpulan atas analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada BAB IV. Selain itu penulis juga akan memberikan saran untuk kepentingan penerapan whistleblowing system di PT Pertamina (Persero) dan kepentingan penelitian selanjutnya. 15

BAB I PENDAHULUAN. whistleblower. Beberapa dekade terakhir istilah whistleblower menjadi makin. pemukul kentongan, atau pengungkap fakta.

BAB I PENDAHULUAN. whistleblower. Beberapa dekade terakhir istilah whistleblower menjadi makin. pemukul kentongan, atau pengungkap fakta. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Profesi Akuntan dan Auditor tentunya menjadi pilihan mahasiswa Akuntansi untuk meneruskan jenjang karirnya. Maraknya kasus-kasus keuangan membuat para calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut para manajemen perusahaan agar dapat mengelola perusahaannya

BAB I PENDAHULUAN. menuntut para manajemen perusahaan agar dapat mengelola perusahaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan dunia perekonomian dalam era globalisasi membuat persaingan dunia bisnis semakin kompetitif dan kompleks. Keadaan ini menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan orang internal organisasi telah terjadi di dunia. Salah satunya adalah kasus Enron yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang auditor internal memiliki beberapa peran, salah satu peran auditor internal ialah sebagai Whistleblower, dimana Whistleblower bertugas untuk melakukan Whistleblowing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Berdasarkan penelitian Corruption Perception Index (CPI) tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. besar. Berdasarkan penelitian Corruption Perception Index (CPI) tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korupsi di Indonesia masih menjadi salah satu persoalan yang paling besar. Berdasarkan penelitian Corruption Perception Index (CPI) tahun 2015 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecurangan tersebut menjadi berita utama (Mesmer-Magnus dan. Viswesvaran, 2005). Kasus kecurangan yang menghebohkan dunia pasar

BAB I PENDAHULUAN. kecurangan tersebut menjadi berita utama (Mesmer-Magnus dan. Viswesvaran, 2005). Kasus kecurangan yang menghebohkan dunia pasar BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut (Mesmer-Magnus & Viswesvaran, 2005). Pada kasus

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut (Mesmer-Magnus & Viswesvaran, 2005). Pada kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus perusahaan Enron, WoldCom, Anderson, dan Tyco merupakan contoh kasus besar yang terungkap karena adanya laporan dari orang dalam perusahaan tersebut (Mesmer-Magnus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat akuntan publik riskan terhadap godaan-godaan dan resiko, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat akuntan publik riskan terhadap godaan-godaan dan resiko, sehingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Akuntan publik atau auditor merupakan salah satu pihak yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di dunia. Salah satu tugas penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan akan penerapan suatu bisnis yang tidak hanya mengutamakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan akan penerapan suatu bisnis yang tidak hanya mengutamakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan penerapan suatu bisnis yang tidak hanya mengutamakan profit semata, namun juga people dan planet semakin meningkat. Suatu organisasi dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Beberapa tahun belakangan perekonomian dan dunia usaha Amerika Serikat mengalami banyak tantangan yang berdampak cukup signifikan terhadap kepercayaan investor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Setiap orang dituntut untuk memiliki perilaku jujur dalam melakukan pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Setiap orang dituntut untuk memiliki perilaku jujur dalam melakukan pekerjaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang dituntut untuk memiliki perilaku jujur dalam melakukan pekerjaan yang dilakukannya. Namun pada kenyataannya, sebagian orang merasa bahwa kejujuran

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu etika dalam dunia bisnis dan profesi mulai semakin menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Isu etika dalam dunia bisnis dan profesi mulai semakin menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu etika dalam dunia bisnis dan profesi mulai semakin menjadi perhatian publik saat ini. Terungkapnya kasus-kasus pelanggaran etika yang terjadi berdampak pada menurunnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam persaingan global saat ini, banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan karena tidak memiliki tata kelola yang baik sehingga tidak ada pemisahan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan para pemegang saham (shareholder) saja dan juga menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan para pemegang saham (shareholder) saja dan juga menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan lingkungan bisnis saat ini yang memiliki tingkat kompetisi semakin tinggi menyebabkan perubahan tuntutan dan paradigma suatu perusahaan untuk menjadi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai wakil dari pemilik juga memiliki kepentingan pribadi sehingga perilaku

BAB I PENDAHULUAN. sebagai wakil dari pemilik juga memiliki kepentingan pribadi sehingga perilaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Good Corporate Governance merupakan sistem tata kelola yang diterapkan pada suatu perusahaan sebagai langkah antisipatif untuk mengatasi permasalahan keagenan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Profil PT. Telekomunkasi Indonesia, Tbk Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk ( TELKOM, Perseroan, Perusahaan, atau Kami ) merupakan Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WorldCom terkait dengan laporan adanya tindakan tidak etis yang dilaporkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. WorldCom terkait dengan laporan adanya tindakan tidak etis yang dilaporkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki abad kedua puluh, dunia dikejutkan dengan skandal Enron dan WorldCom terkait dengan laporan adanya tindakan tidak etis yang dilaporkan oleh karyawannya (Menk,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepercayaan di masyarakat menjadi hal yang penting karena melibatkan profesi dan citra dari diri akuntan. Di Indonesia masih banyak masalah yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap perusahaan agar dapat going concern demi kelangsungan usaha bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap perusahaan agar dapat going concern demi kelangsungan usaha bisnis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu dalam dunia perekonomian di era globalisasi membuat dunia bisnis semakin bersaing. Keadaan tersebut mendorong setiap perusahaan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menafsirkan catatan keuangan. Hal itu menyebabkan banyaknya kerugian

BAB I PENDAHULUAN. dalam menafsirkan catatan keuangan. Hal itu menyebabkan banyaknya kerugian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang penelitian Kecurangan dapat terjadi pada sektor swasta maupun sektor publik. Pada sektor swasta, banyak terdapat penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindak kecurangan yang dilakukan oleh aparatur sipil negara seperti perilaku

BAB I PENDAHULUAN. tindak kecurangan yang dilakukan oleh aparatur sipil negara seperti perilaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara nyata dengan mempertimbangkan sinergitas antar sektor dan arah kebijakan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang menuntut terwujudnya Good Governance. Pengertian Good

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang menuntut terwujudnya Good Governance. Pengertian Good BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis moneter pada tahun 1998, merupakan tonggak awal terjadinya reformasi yang menuntut terwujudnya Good Governance. Pengertian Good Governance menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. statistik. Deskriptif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. statistik. Deskriptif BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Metode Analisis Rothschild, J. Whistle-Blower Analisis Hasil Dengan menggunakan Miethe, T. D. Disclosures and statistik sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat. Berbagai faktor yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat. Berbagai faktor yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia masih terdapat banyak masalah yang terjadi di berbagai kasus bisnis yang melibatkan profesi dan citra seorang akuntan yang masih menimbulkan keraguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Pada sektor pemerintahan, menurut Hardjapamekas (2008), ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Pada sektor pemerintahan, menurut Hardjapamekas (2008), ada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tindakan kecurangan dapat terjadi baik di sektor swasta maupun di sektor pemerintahan. Pada sektor pemerintahan, menurut Hardjapamekas (2008), ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan dunia perekonomian dalam era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan dunia perekonomian dalam era globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan dunia perekonomian dalam era globalisasi membuat persaingan dunia bisnis semakin kompetetitif dan kompleks. Keadaan ini menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etika profesi. Adanya etika profesi maka tiap profesi memiliki aturan-aturan khusus

BAB I PENDAHULUAN. etika profesi. Adanya etika profesi maka tiap profesi memiliki aturan-aturan khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya kompetisi dan globalisasi, setiap profesi dituntut untuk bekerja secara profesional. Kemampuan dan keahlian khusus yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mulai populernya istilah tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan

Lebih terperinci

12Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

12Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 12Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan sektor publik sudah semakin kompleks, demikian halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah kecurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu organisasi dan merupakan profesi kepercayaan masyarakat.

Lebih terperinci

Analisis Whistle Blowing System pada PT ANTAM (Persero) Tbk

Analisis Whistle Blowing System pada PT ANTAM (Persero) Tbk Analisis Whistle Blowing System pada PT ANTAM (Persero) Tbk Dano Fotonni dan Siti Nurwahyuningsih Harahap Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: fotonni@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam bidang bisnis. Ada dua tanggung jawab akuntan publik dalam

BAB I PENDAHULUAN. di dalam bidang bisnis. Ada dua tanggung jawab akuntan publik dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kantor akuntan publik merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa. Akuntan dalam konteks profesi bidang bisnis, bersama-sama dengan profesinya lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan banyak perusahaan besar melakukan kecurangan seperti penipuan,

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan banyak perusahaan besar melakukan kecurangan seperti penipuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini whistleblowing telah menarik perhatian dunia. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan besar melakukan kecurangan seperti penipuan, korupsi dan tindakan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, di setiap negara pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang disebut dengan Good Corporate Governance. Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para akuntan masih buruk. Pelanggaran-pelanggaran tersebut membuat timbulnya

BAB I PENDAHULUAN. para akuntan masih buruk. Pelanggaran-pelanggaran tersebut membuat timbulnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maraknya kasus pelanggaran akuntansi yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar negeri mencerminkan bahwa sikap profesional dan perilaku etis para akuntan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di berbagai pelosok dunia termasuk di Amerika Serikat dan khususnya di Indonesia, dipercaya merupakan akibat dari tidak diterapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan reputasi akuntan menjadi sorotan banyak pihak. Cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan reputasi akuntan menjadi sorotan banyak pihak. Cukup banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejumlah masalah keuangan beberapa perusahaan terkemuka menyebabkan reputasi akuntan menjadi sorotan banyak pihak. Cukup banyak kasus pelanggaran akuntansi

Lebih terperinci

PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)

PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) 1 PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. Pedoman Kebijakan Code of Conduct sebagaimana dimaksud pada lampiran Peraturan Direksi ini terdiri dari 5 (lima) bagian, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia turut berkomitmen melaksanakan prinsip-prinsip G-20, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia turut berkomitmen melaksanakan prinsip-prinsip G-20, salah satunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia yang tergabung dalam G-20, Indonesia turut berkomitmen melaksanakan prinsip-prinsip G-20, salah satunya memperkuat

Lebih terperinci

PENERAPAN ANTIKORUPSI PADA DUNIA BISNIS PERAN KADIN DALAM MEWUJUDKAN PENGUSAHA BERINTEGRITAS

PENERAPAN ANTIKORUPSI PADA DUNIA BISNIS PERAN KADIN DALAM MEWUJUDKAN PENGUSAHA BERINTEGRITAS PENERAPAN ANTIKORUPSI PADA DUNIA BISNIS PERAN KADIN DALAM MEWUJUDKAN PENGUSAHA BERINTEGRITAS FAKTOR YANG PALING BERMASALAH DALAM BERBISNIS Sumber: World Economic Forum 2017 PERINGKAT INDEX PERSEPSI KORUPSI

Lebih terperinci

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magisster Akuntasi www.mercubuana.ac.id The System and Structure of GCG Dosen Pengampu : Mochammad

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014 SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG

Lebih terperinci

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk Pendahuluan Piagam Audit Internal ( Internal Audit Charter ) adalah dokumen formal yang berisi pengakuan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup signifikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup signifikan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup signifikan pada awal abad 21, sejak munculnya kasus Enron yang menghebohkan kalangan dunia usaha. Meskipun

Lebih terperinci

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM)

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DAFTAR ISI Daftar Isi 1 Pernyataan Komitmen 3 BAGIAN 1 : PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang 4 B. Maksud, Tujuan dan Manfaat 5 C. Landasan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG) menjadi isu yang

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG) menjadi isu yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Sejak krisis ekonomi tahun 1997 pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik atau lebih dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG) menjadi isu yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI Kebijakan Kepatuhan Global Maret 2017 Freeport-McMoRan Inc. PENDAHULUAN Tujuan Tujuan dari Kebijakan Antikorupsi ini ("Kebijakan") adalah untuk membantu memastikan kepatuhan oleh Freeport-McMoRan Inc ("FCX")

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah negara Indonesia dan negara negara di Asia Timur lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Setelah negara Indonesia dan negara negara di Asia Timur lainnya BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setelah negara Indonesia dan negara negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Enron, World Com dan Xerox, masyarakat dunia cukup terperanjat

BAB I PENDAHULUAN. seperti Enron, World Com dan Xerox, masyarakat dunia cukup terperanjat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat pada umumnya mengira bahwa akuntansi hanya sekedar pembukuan yang mencatat pemasukan dan pengeluaran uang. Setelah terjadi kasuskasus seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kecurangan akuntansi telah berkembang di berbagai Negara, termasuk di Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan kerugian yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kecurangan (fraud) di lingkungan instansi pemerintah masih sering terjadi

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kecurangan (fraud) di lingkungan instansi pemerintah masih sering terjadi BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecurangan (fraud) di lingkungan instansi pemerintah masih sering terjadi dan terkadang sulit untuk diatasi, meskipun telah diciptakan sebuah sistem

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan dari laporan penelitian yang berbentuk tesis

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan dari laporan penelitian yang berbentuk tesis BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari laporan penelitian yang berbentuk tesis dengan judul Evaluasi Sistem Pengendalian Internal atas Siklus Pendapatan PT Perdagangan Gas. Pendahuluan ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan dalam dunia bisnis, isu-isu terkait tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan dalam dunia bisnis, isu-isu terkait tata kelola BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan dalam dunia bisnis, isu-isu terkait tata kelola perusahaan semakin menarik perhatian bagi penelitian di bidang akademik. Garcia et al. (2010) menyebutkan

Lebih terperinci

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS Kode Etik Global Performance Optics adalah rangkuman harapan kami terkait dengan perilaku di tempat kerja. Kode Etik Global ini mencakup beragam jenis praktik bisnis;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjalankan suatu profesi juga dikenal adanya etika profesi.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjalankan suatu profesi juga dikenal adanya etika profesi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Kemampuan dan keahlian khusus yang dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan masalah pengelolaan perusahaan dalam pengawasan aset.

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan masalah pengelolaan perusahaan dalam pengawasan aset. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam dunia bisnis, perusahaan perusahaan baik yang bergerak di bidang jasa, perdagangan, maupun manufaktur yang telah berkembang dengan pesat akan selalu berhadapan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIII (PERSERO) NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIII (PERSERO) NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014 SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014 TENTANG PENGESAHAN DOKUMEN UNTUK IMPLEMENTASI TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE

Lebih terperinci

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero)

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero) PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero) Jakarta, 17 Januari 2017 DAFTAR ISI Halaman A. PENDAHULUAN... 1 I. Latar Belakang... 1 II. Maksud dan Tujuan Charter Satuan Pengawasan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NO.SKB.003/SKB/I/2013

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NO.SKB.003/SKB/I/2013 SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NO.SKB.003/SKB/I/2013 TENTANG INTERNAL AUDIT CHARTER (PIAGAM AUDIT INTERNAL) PT ASURANSI JASA INDONESIA (PERSERO) 1. VISI, MISI DAN STRUKTUR ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan juga harus memenuhi karakteristik kualitatif sehingga laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan juga harus memenuhi karakteristik kualitatif sehingga laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan menunjukkan kondisi keuangan suatu perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Tujuan dari laporan keuangan yaitu untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Negara Indonesia menjamin

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Negara Indonesia menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik adalah penyelenggaraan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Negara Indonesia menjamin terwujudnya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO)

KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO) KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO) KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal tersebut, maka begitu

BAB I PENDAHULUAN. sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal tersebut, maka begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara bahkan di era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menyambut implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),

BAB I PENDAHULUAN. Menyambut implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menyambut implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), korporasi-korporasi di Indonesia dituntut memberikan pelayanan terbaik, salah satunya dengan mengimplementasikan

Lebih terperinci

Babak Baru Mafia Pajak?

Babak Baru Mafia Pajak? Babak Baru Mafia Pajak? Contributed by Administrator Monday, 20 December 2010 Harian Kompas, 20 Desember 2010 Â Dugaan kasus mafia pajak yang â diledakkanâ mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparan. Oleh karena itu, baik perusahaan publik maupun tertutup harus memandang good

BAB I PENDAHULUAN. transparan. Oleh karena itu, baik perusahaan publik maupun tertutup harus memandang good BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Good corporate governance merupakan sebuah konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasional pada unit yang berkaitan dengan penjualan yaitu unit billing (pemrosesan

BAB I PENDAHULUAN. operasional pada unit yang berkaitan dengan penjualan yaitu unit billing (pemrosesan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pendirian perusahaan adalah untuk memperoleh laba sehingga poses bisnis perusahaan tersebut dapat terus berjalan. Aktivitas penjualan produk dan jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT PJB Services meyakini bahwa penerapan GCG secara konsisten dan berkesinambungan akan meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan. Oleh karena itu PT PJB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku bisnispun akan semakin ketat. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku bisnis berusaha dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar negeri (Teguh Haryono, 2012). Bank harus memberi prioritas

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar negeri (Teguh Haryono, 2012). Bank harus memberi prioritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perbankan yang semakin pesat saat ini menimbulkan persaingan bank semakin ketat. Persaingan ini mengakibatkan pasar perbankan semakin dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, tidak terkecuali BUMN. Para pelaku bisnispun dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, tidak terkecuali BUMN. Para pelaku bisnispun dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan dunia bisnis dan ekonomi sudah berkembang semakin pesat, tidak terkecuali BUMN. Para pelaku bisnispun dihadapkan pada berbagai macam

Lebih terperinci

PEDOMAN WHISTLEBLOWING SYSTEM (WBS)

PEDOMAN WHISTLEBLOWING SYSTEM (WBS) PEDOMAN WHISTLEBLOWING SYSTEM (WBS) TAHUN 2014 Kata Pengantar Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunianya, maka sampai saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit merupakan suatu proses yang sangat vital dalam dunia bisnis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit merupakan suatu proses yang sangat vital dalam dunia bisnis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Audit merupakan suatu proses yang sangat vital dalam dunia bisnis, pemerintahan, dan perekonomian. Boynton dan Johnson (2006) dalam bukunya mengutip Committee on Basic

Lebih terperinci

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk PT Astra International Tbk Agustus 2016 PIAGAM AUDIT INTERNAL I. Visi & Misi Visi Misi Visi 2020 Menjadi Kebanggaan Bangsa Grup Astra diakui memiliki standar kelas dunia dalam hal tata kelola perusahaan,

Lebih terperinci

P e d o m a n. Whistle Blowing System (WBS)

P e d o m a n. Whistle Blowing System (WBS) P e d o m a n Whistle Blowing System (WBS) A. LATAR BELAKANG Perusahaan senantiasa menerapkan prinsip-prinsip tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) secara konsisten dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015 PIAGAM KOMITE AUDIT 2015 DAFTAR ISI Halaman BAGIAN PERTAMA... 1 PENDAHULUAN... 1 1. LATAR BELAKANG... 1 2. VISI DAN MISI... 1 3. MAKSUD DAN TUJUAN... 1 BAGIAN KEDUA... 3 PEMBENTUKAN DAN KEANGGOTAAN KOMITE

Lebih terperinci

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA 2 PRINSIP DAN REKOMENDASI TATA KELOLA A. Hubungan Perusahaan Terbuka Dengan Pemegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia usaha maka akan semakin berkembang juga pengelolaan suatu perusahaan, agar dapat tetap bertahan dalam persaingan bisnis dan usaha.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior) BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan perluasan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya fraud atau kecurangan. Fraud atau kecurangan tersebut, selain memberi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya fraud atau kecurangan. Fraud atau kecurangan tersebut, selain memberi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua organisasi, apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya memiliki risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Fraud atau kecurangan tersebut, selain memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulai populernya istilah tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat dilepaskan

Lebih terperinci

BAB I INTRODUKSI. Bab ini akan menguraikan terlebih dulu tentang latar belakang topik

BAB I INTRODUKSI. Bab ini akan menguraikan terlebih dulu tentang latar belakang topik BAB I INTRODUKSI Bab ini akan menguraikan terlebih dulu tentang latar belakang topik penulisan, problem riset, pertanyaan riset, tujuan riset, kontribusi riset, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA

NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA Yth. Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Terbuka di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN - SPP (WHISTLEBLOWING SYSTEM WBS) Dikeluarkan oleh : Komite Nasional Kebijakan Governance

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN - SPP (WHISTLEBLOWING SYSTEM WBS) Dikeluarkan oleh : Komite Nasional Kebijakan Governance PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN - SPP 2008 Dikeluarkan oleh : BACK COVER PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN - SPP 2008 Dikeluarkan oleh : Gedung Bursa Efek Indonesia Tower I Lt. 2 R. 203 Jl. Jend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep Good Corporate Governance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) masih menjadi fokus utama dalam pengembangan usaha di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi di era globalisasi saat ini sudah berkembang semakin pesat, sehingga mengakibatkan persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan ekonomi. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan ekonomi. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti sekarang ini segala sesuatu berjalan dan berkembang dengan pesat. Kemajuan zaman yang tidak dapat dihindari, karena tingkat teknologi

Lebih terperinci

Mewujudkan Budaya Tata Kelola Sarinah yang Baik

Mewujudkan Budaya Tata Kelola Sarinah yang Baik Mewujudkan Budaya Tata Kelola Sarinah yang Baik Kami memiliki komitmen untuk menerapkan Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance/GCG) sebagai pedoman dalam pengelolaan Perseroan pada setiap aktivitas

Lebih terperinci

PT. BUANA FINANCE, TBK PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

PT. BUANA FINANCE, TBK PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT. BUANA FINANCE, TBK PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) JULI 2016 DAFTAR ISI Halaman BAGIAN I... 1 PENDAHULUAN... 1 1. LATAR BELAKANG... 1 2. VISI DAN MISI... 1 3. MAKSUD DAN TUJUAN... 1 BAGIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian opini merupakan hasil akhir dari pekerjaan seorang auditor.

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian opini merupakan hasil akhir dari pekerjaan seorang auditor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyampaian opini merupakan hasil akhir dari pekerjaan seorang auditor. Opini merupakan suatu pernyataan dari auditor apakah laporan keuangan yang diperiksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerbitkan Standards Australia of the world s risk management standard, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menerbitkan Standards Australia of the world s risk management standard, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kegiatan bisnis selalu mengandung risiko yang setara dengan tingkat pengembalian (return) yang akan didapatkan. Pada dasarnya risiko tidak dapat dihindari dari

Lebih terperinci

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk Piagam Audit Internal PT Astra International Tbk Desember 2010 PIAGAM AUDIT INTERNAL 1. Visi dan Misi Visi Mempertahankan keunggulan PT Astra International Tbk dan perusahaanperusahaan utama afiliasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengeluaran rutin pemerintah dibiayai oleh sumber utama penerimaan pemerintah yaitu pajak. Proses pengenaan dan pemungutan pajak ini memerlukan adanya administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam operasional usaha menyebabkan kebutuhan akan sistem pengendalian yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam operasional usaha menyebabkan kebutuhan akan sistem pengendalian yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Meningkatnya kompleksitas, ukuran perusahaan ataupun organisasi serta ekspansi dalam operasional usaha menyebabkan kebutuhan akan sistem pengendalian yang kompleks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tak perlu ditutup-tutupi lagi. Maraknya gratifikasi dikalangan birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. hingga tak perlu ditutup-tutupi lagi. Maraknya gratifikasi dikalangan birokrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gratifikasi di Indonesia nampaknya sudah menjadi rahasia umum hingga tak perlu ditutup-tutupi lagi. Maraknya gratifikasi dikalangan birokrasi negara sudah menjalar

Lebih terperinci