LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE JUNI 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE JUNI 2013"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE JUNI 2013 DEBIE PUSPA TARI, S. Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTeK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker DEBIE PUSPA TARI, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

3

4 iv

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi ; 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. Sebagai Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi sampai dengan tanggal 20 Desember Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat yang begitu bermanfaat. 4. Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., sebagai Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman dan pembimbing dari Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA. 5. Bapak dr. Safaruddin, MARS sebagai Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. 6. drg. Margaretha (Koordinator Tenaga Kesehatan) sebagai pembimbing teknis di Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. 7. Para staf di Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur (Ibu Yohana dan Bapak Wagimin) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. v

6 vi 8. Ibu Mety Puspita, Apt. sebagai apoteker di Puskesmas Kecamatan Makasar yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan arahan kepada penulis selama di Puskesmas Kecamatan Makasar. 9. Para tenaga kerja di Puskesmas Kecamatan Jatinegara atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 10. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. 11. Keluarga tercinta atas kesabarannya, kasih sayang, dukungan, perhatian dan doanya untuk menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin. 12. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker 77 Fakultas Farmasi sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Penulis 2014

7 vii

8 ABSTRAK Nama : Debie Puspa Tari, S. Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No.218 Periode Juni 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Timur dan juga memahami tugas pokok dan fungsi dari bagian tenaga kesehatan, bagian standarisasi mutu kesehatan dan bagian farmasi, makanan dan minuman yang termasuk di dalam seksi sumber daya kesehatan (SDK). Tugas khusus yang diberikan berjudul Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Jatinegara yang bertujuan untuk mengetahui tugas pokok dan fungsi bagian farmasi, alur pengelolaan obat, PIO dan konseling serta monitoring penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Kata kunci : Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, Farmasi, pengelolaan obat, penggunaan obat rasional, Puskesmas Kecamatan Pasar Jatinegara Tugas umum : xi + 53 halaman; 2 lampiran Tugas khusus : iv + 51 halaman; 2 tabel; 4 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 20 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 ( ) viii

9 ABSTRACT Name : Debie Puspa Tari, S. Farm NPM : Study Program: Apothecary Title : Pharmacist Internship Report at Regional Health Department of East Jakarta Jl. Matraman Raya No.218 Period of June Pharmacist Internship Program at Regional Health Department of East Jakarta is purposed to understand the duty and function of Regional Health Department of East Jakarta and also to understand the main duty and function of Health Resources Division, Sub-Division of Health Workers, Sub-Division of Health Quality Standardization, and Sub-Division of Pharmacy, Food and Drink which are included to the Health Resources Division. The special assignment given is Pharmaceutical Care in The Health Center of District Jatinegara that is purposed to know the duty and function of pharmacy division, drug management flow, drug information and counseling service and also monitoring of rational drug use in the Health Center of District Jatinegara. Keywords : Regional Health Department of East Jakarta, Pharmacy, Drug Management, Rational Drug Use, Health Center of District Jatinegara General Assignment : xi + 53 pages; 2 attachments Special Assignment : iv + 51 pages; 2 tables; 4 attachments General Assignment s Reference List : 20 ( ) Special Assignment s Reference List : 10 ( ) ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM Instansi Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administratif Jakarta Timur... 4 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS Seksi Sumber Daya Kesehatan Koordinator Tenaga Kesehatan Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman BAB 4. PEMBAHASAN Koordinator Tenaga Kesehatan Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN x

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Lampiran 2. Bagan Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. 53 xi

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spirital maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial maupun ekonomis (Republik Indonesia, 2009). Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan di bidang kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya lebih efisien, efektif serta terjangkau oleh masyarakat. Namun, walaupun sudah mencapai banyak kemajuan, sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun perkotaan, masih sulit mendapatkan pelayanan kesehatan meskipun dalam skala minimum. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan ini sebenarnya membutuhkan peran aktif dari seluruh anggota masyarakat dan pemerintah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2003) Sistem otonomi daerah menjadikan Pemerintah Pusat melakukan pendelegasian wewenang kepada Pemerintah Daerah (Republik Indonesia, 1999). Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. Salah satu pendelegasian wewenang adalah dalam hal pengelolaan kesehatan (Pemerintah Republik Indonesia, 2000). Pembangunan Kesehatan yang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diatur dalam suatu aturan, yaitu Sistem Kesehatan Daerah (Gubernur DKI Jakarta, 2009). Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) di setiap Kota Administrasi yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur merupakan perpanjangan 1

13 2 tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI untuk mempermudah tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian dimana dalam hal ini Puskesmas termasuk di dalamnya. Sebagai sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan, apoteker memiliki peran dan fungsi dalam Suku Dinas Kesehatan. Peran dan fungsi tersebut berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi cara perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari pelayanan kesehatan, termasuk sarana dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, Fakultas Farmasi bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dalam mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Kegiatan PKPA dilaksanakan pada tanggal Juni 2013 dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran profesi apoteker di Suku Dinas Kesehatan, serta memberikan pengalaman. 1.2 Tujuan Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur bertujuan agar mahasiswa calon Apoteker: a. Mengetahui tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. b. Mengetahui bagian Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administasi Jakarta Timur. c. Mengetahui tugas dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administasi Jakarta Timur.

14 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Instansi Kesehatan Instansi kesehatan merupakan instansi pemerintahan yang khusus menangani bidang kesehatan. Secara hirarki instansi tersebut dapat dibagi menjadi: a. Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian Kesehatan berada di bawah Presiden, bertanggung jawab kepada Presiden, dan bertugas membantu Presiden serta menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yaitu berfungsi sebagai regulator di tingkat nasional. b. Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI Jakarta (Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2009). c. Suku Dinas Kesehatan Suku Dinas Kesehatan adalah Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi/ Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada tingkat kota administrasi/ kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional kepada Walikota Administrasi yang berfungsi sebagai auditor di wilayahnya. 3

15 4 d. Puskesmas Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 puskesmas adalah unit pelayanan teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima, dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai Tahun 2012 sekitar unit Puskesmas dengan jumlah puskesmas perawatan sebanyak dan puskesmas non perawatan sebanyak Jumlah puskesmas pembantu yang ada sebanyak unit (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Di wilayah Jakarta Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 78 Puskesmas Kelurahan. 2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Perubahan sistem pemerintahan tahun 2009 dari sistem sentralisasi menjadi sistem otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang pemerintah pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang mengawali berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat ditingkat Kotamadya, dan pada tahun 2009 dengan Peraturan Pemerintah DKI Jakarta No.10 Tahun 2008 tentang Perubahan Organisasi Suku Dinas Kesehatan pasca restrukturisasi perihal peningkatan efisiensi Suku Dinas

16 5 Pelayanan Kesehatan dengan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat dilebur menjadi satu, yakni Suku Dinas Kesehatan. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan unit kerja Dinas Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi berfungsi dalam: a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan khusus, tradisional dan keahlian. d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana, dan Kejadian Luar Biasa (KLB). e. Pengendalian, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular atau tidak menular. f. Pengawasan dan pengendalian kesediaan kefarmasian. g. Pelaksanaan surveilan kesehatan. h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan. i. Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. j. Pelaksanaan pemungutan, penatausahaan, peyetoran, pelaporan dan pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku Dinas. k. Pemberian, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi perizinan atau rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.

17 6 l. Penegakkan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup kota administrasi. m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat. n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan, dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana, dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi. o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. p. Pengelolaan, kepegawaian, keuangan, dan barang. q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan. r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas. s. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas. t. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas Visi dan Misi Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu Jakarta Timur Sehat, Mandiri, dan Bermutu untuk semua. Misi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2012): a. Meningkatkan kemampuan manajerial dan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM). b. Meningkatkan kinerja organisasi dengan pendekatan tim. c. Mengembangkan sistem informasi kesehatan sesuai dengan perkembangan teknologi. d. Menggalang kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta organisasi terkait. e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.

18 Sasaran Mutu Sasaran mutu yang ingin dicapai oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2012): a. Binwasdal (pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) SDM Sudinkes 100% terlaksana dengan baik, benar, dan tepat waktu. b. Binwasdal program 100% terlaksana dengan baik, benar dan tepat waktu. c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan dan sarana kesehatan 12 hari kerja, kecuali sarana kesehatan lingkungan 25 hari kerja. d. Keluhan pelanggan 100% ditindaklanjuti. e. Kepuasan pelanggan dengan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) minimal 2,51 atau dalam kategori baik Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari: a. Kepala Suku Dinas b. Sub Bagian Tata Usaha c. Seksi Kesehatan Mayarakat d. Seksi Pelayanan Kesehatan e. Seksi Sumber Daya Kesehatan f. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan g. Subkelompok Jabatan Fungsional a. Kepala Suku Dinas Kepala suku dinas mempunyai tugas: 1) Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 2) Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Sub Bagian, seksi dan subkelompok jabatan fungsional. 3) Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau instalasi

19 8 pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 4) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. b. Sub Bagian Tata Usaha Sub bagian Tata Usaha merupakan satuan kerja staf Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Sub bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Sub Bagian Tata Usaha bertugas dalam: 1) Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3) Pengkoordinasian penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. 4) Pelaksanaan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. 5) Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Suku Dinas. 6) Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas. 7) Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. 8) Pemeliharaan kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor. 9) Pelaksanaan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas. 10) Pelaksanaan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas. 11) Penerimaan, pencatatan, pembukuan, penyetoran, dan pelaporan penerimaan retribusi Suku Dinas Kesehatan. 12) Penyiapan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Sub Bagian Tata Usaha. 13) Pengkoordinasian penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan akuntabilitas Suku Dinas.

20 9 14) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata Usaha. c. Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat bertugas dalam: 1) Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3) Pelaksanaan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita dan asuhan keperawatan. 4) Pengkoordinasian sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat. 5) Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan dan informasi. 6) Pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat. 7) Pelaksanaan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat Kota Administrasi. 8) Pelaksanaan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi. 9) Pelaksanaan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM. 10) Penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). 11) Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat. 12) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat.

21 10 d. Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan Kesehatan bertugas dalam: 1) Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3) Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. 4) Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan, pemanfaatan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan. 5) Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan. 6) Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan akreditasi sarana pelayanan kesehatan. 7) Pemberian rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan. 8) Pemberian tanda daftar kepada pengobat tradisional. 9) Pelaksanaan siaga 24 jam atau Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan (Pusdaldukkes). 10) Pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan. 11) Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan. 12) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan.

22 11 e. Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan bertugas dalam: 1) Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3) Pelaksanaan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. 4) Pemberian rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. 5) Pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan. 6) Penyusunan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan. 7) Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan. 8) Pelaksanaan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu. 9) Pelaksanaan survey kepuasan pelanggan kesehatan. 10) Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penetapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas. 11) Pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator. 12) Pelaksanaan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur, assessor dan auditor mutu pelayanan kesehatan. 13) Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga.

23 12 14) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial. 15) Pelaksanaan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi. 16) Pelaksanaan monitoring dan pemetaan Sumber Daya Kesehatan. 17) Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan. 18) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas seksi Sumber Daya Kesehatan. f. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan bertugas dalam: 1) Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 3) Pelaksanaan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan. 4) Pelaksanaan kegiatan pembinan pelaksanaan kesehatan haji. 5) Penyiapan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat. 6) Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.

24 13 7) Pelaksanaan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Dearah (UKPD) dan atau instansi pemerintah/ swasta/ masyarakat. 8) Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan imunisasi. 9) Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan dan pemanfaatan data dan informasi surveilens epidemiologi sebagai Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota Administrasi. 10) Pelaksanaan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan. 11) Peningkatan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. 12) Pelaksanaan kegiatan pengendalian surveilans kematian. 13) Pelaksanaan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. 14) Pelaksanaan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air minum/ air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan lingkungan/ upaya pemantauan lingkungan. 15) Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan. 16) Penyiapan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja. 17) Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. 18) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.

25 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR 3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi, 2012): a. Menyusun rencana kerja program: Standarisasi Mutu Kesehatan, Tenaga Kesehatan dan Farmasi, Makanan dan Minuman selama 1 tahun. b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standarisasi Mutu Kesehatan. c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan. d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan dan Minuman. e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. f. Pemantauan pemberantasan sarang nyamuk di wilayah kecamatan binaan Dasar Hukum a. Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan minuman adalah sebagai berikut: 1) Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2) Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 3) Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 4) Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. 5) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 6) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. 14

26 15 7) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. 8) Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. 9) Kepmenkes No. 1331/ MenKes/ SK/ X/ 2002 tentang Pedagang Eceran Obat. 10) Kepmenkes No. 246/ MenKes/ Per/ V/ 1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. 11) Permenkes No. 1191/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. 12) Kepmenkes No. 1332/ Menkes/ SK/ X/ 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek. 13) Kepmenkes No. 184/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker. 14) Kepmenkes No. 149/ MenKes/ Per/ II/ 1998 tentang Perubahan Atas PerMenKes No. 182/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker. 15) Keputusan Menteri Kesehatan No. 149/ MenKes/ Per/ II/ 1998 tentang Perubahan Atas PerMenKes No.184/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker. 16) Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 970 tahun 1990 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di wilayah DKI Jakarta. b. Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut: 1) Permenkes No. 1796/ MenKes/ Per/ VIII/ 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. 2) Kepmenkes No. 889/ MenKes/ Per/ V/ 2011 tentang Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 3) Kepmenkes No. 2052/ MenKes/ Per/ X/ 2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

27 16 4) Kepmenkes No. H.K 02.02/ MenKes/ 148/ I/ 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. 5) Kepmenkes No. 1392/ MenKes/ SK/ XII/ 2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi. 6) Kepmenkes No. H.K 02.02/ MenKes/ 149/ I/ 2001 tentang Registrasi dan Praktik Bidan. 7) Kepmenkes No. 357/ MenKes/ Per/ 2006 tentang Registrasi dan Izin Radiografer. 8) Kepmenkes No. 544/ MenKes/ VI/ 2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien. 9) Kepmenkes No. 1363/ MenKes/ SK/ XII/ 2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis. 10) Kepmenkes No. 867/ MenKes/ Per/ VIII/ 2004 tentang Registrasi dan Praktik Terapis Wicara. c. Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan Dasar hukum mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan menyangkut Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan di negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Menurut undangundang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik tersebut adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen, yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Pelayanan administratif yang dimaksud oleh undang-undang ini meliputi:

28 17 a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara. b. Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan. Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk yang paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar pelayanan publik yang diberikan dan hal ini diatur lagi oleh Peraturan Pemerintah. Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya pelayanan publik yang berkualitas bagi seluruh masyarakat Ruang Lingkup Seksi ini membawahi tiga bagian, yaitu: a. Koordinator Tenaga Kesehatan b. Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan c. Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman 3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan Ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi antara lain : a. Surat Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian b. Surat Izin Praktik Dokter (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis) Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian dapat berupa Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker. Setiap tenaga

29 18 kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja/ praktik. Sebelumnya, Apoteker dan Asisten Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan atau Surat Izin Kerja bagi Apoteker atau SIAA dan SIKAA bagi Asisten Apoteker. Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/ Menkes/ PerV/ 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat Tanda Registrasi tersebut berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian. Setelah memiliki STRA atau STRTTK, Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut dapat berupa SIPA atau SIKA bagi Apoteker dan SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a). Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA/ SIKA dengan cara mendaftar melalui website KFN (Komite Farmasi Nasional). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Sementara bagi Asisten Apoteker yang telah memiliki SIAA dan/ atau SIKAA harus menggantinya dengan STRTTK dengan cara mendaftar melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah mendapat STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite Farmasi Nasional dan STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. STRA dan STRTTK berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat permohonan STRTTK harus melampirkan: a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker;

30 19 b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP; c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian; d. Surat rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak dua lembar. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut berupa SIPA bagi Apoteker penanggung jawab atau Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian, SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/ penyaluran, atau SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. SIPA bagi apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk satu tempat fasilitas kefarmasian. Sementara SIPA bagi apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas kefarmasian. SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN; b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/ penyaluran; c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar.

31 20 Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Permohonan SIKTTK harus melampirkan: a. Fotokopi STRTTK; b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian; c. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan d. Pas foto berwarna berukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan permintaan SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama dua puluh hari sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap Izin Praktik Dokter Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan dokter gigi yang dimaksud meliputi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dan dokter gigi dengan kebutuhan pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011b). Dokter atau dokter gigi mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan untuk

32 21 memperoleh SIP. Dokumen yang harus terlampir dalam permohonan SIP tersebut meliputi: a. Fotokopi STR yang diterbitkan dan dilegalisasi asli oleh KKI; b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan dari fasilitas pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya; c. Surat persetujuan dari atasan langsung bagi Dokter dan Dokter Gigi yang bekerja pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna waktu; d. Surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik; dan e. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar. Selain dokumen tersebut, Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur menambahkan persyaratan dokumen sebagai berikut: a. Fotokopi SIP yang telah dimiliki; b. Surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung; dan c. Fotokopi KTP. Fotokopi KTP ditambahkan untuk menghindari kesalahan penulisan nama pada SIP karena terkadang tulisan dari para dokter sulit untuk dibaca oleh petugas. Fotokopi SIP yang telah dimiliki dan surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung ditambahkan sebagai tambahan pertimbangan bagi Suku Dinas Administrasi Kota Administrasi Jakarta Timur dalam pengambilan keputusan apakah izin akan dibuatkan atau tidak. Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan tersebut diberikan SIP untuk satu tempat praktik. SIP dokter atau dokter gigi diberikan paling banyak untuk tiga tempat praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik perorangan. Oleh karena itu, dalam pengajuan permohonan SIP harus dinyatakan permintaan SIP tersebut untuk tempat praktik pertama, kedua, atau ketiga. SIP yang diberikan berlaku selama lima tahun sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.

33 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan Ruang lingkup kebijakan mutu Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur adalah sebagai berikut (Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2009): a. Orientasi pada kepuasan pelanggan. b. Perbaikan/ peningkatan terus menerus dan berkesinambungan (continous and sustainable improvement). c. Mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. d. Memberikan jasa pelayanan dan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) bidang kesehatan yang profesional dan responsif. Adapun sasaran mutu yang ingin dicapai dalam jasa pelayanan dan Binwasdal yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur adalah sebagai berikut. a. Binwasdal Sumber Daya Manusia (SDM) Sudinkes 100 % terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu. b. Binwasdal program 100 % terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu. c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja, kecuali sarana kesehatan lingkungan 25 hari kerja. d. Keluhan pelanggan 100 % ditindaklanjuti. e. Kepuasan pelanggan dengan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) minimal 2,51 atau dalam kategori baik. Dokumen mutu merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Sudinkes Jaktim sebagai bentuk penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Berdasarkan tingkatan penggunaannya di lingkungan Sudinkes Jaktim, terdapat beberapa level dokumen mutu (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2012) : a. Dokumen level pertama (I), yaitu manual mutu (quality manual) yang merupakan dokumen mutu induk yang menjadi dasar dan rujukan bagi semua dokumen mutu lainnya dan berlaku bagi seluruh bagian Sudinkes Jaktim. b. Dokumen level kedua (II), yaitu prosedur mutu (quality procedure) yang merupakan penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal tertentu yang disebutkan dalam manual mutu serta terbagi atas prosedur yang berlaku bersama untuk

34 23 seluruh bagian Sudinkes Jaktim dan prosedur yang hanya berlaku untuk satu seksi/ subbagian saja. c. Dokumen level ketiga (III), yaitu instruksi kerja merupakan penjelasan mendetail mengenai hal-hal tertentu dalam prosedur mutu yang perlu dijelaskan lebih lanjut. d. Dokumen level keempat (IV), yaitu format gambar dan dokumen pendukung lainnya yang dipakai dalam sistem manajemen mutu dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan kendali mutu. Manual mutu Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan suatu dokumen mutu yang menjadi pedoman dan acuan dasar pelaksanaan sistem manajemen mutu di lingkungan Sudinkes Jaktim. Hal-hal pokok yang tercantum dalam Manual Mutu Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut: a. Pengantar Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Jaktim b. Profil Organisasi Sudin c. Sistem Manajemen Mutu Sudin d. Persyaratan Umum Sistem Manajemen Mutu e. Komitmen Mutu f. Manajemen Sumber Daya g. Realisasi Pelayanan h. Pengukuran, Analisa, dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu Beberapa kegiatan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut: a. Audit Mutu Internal, yaitu suatu kegiatan pemeriksaan/ audit yang dilakukan oleh bagian Standarisasi Mutu Kesehatan dari Seksi Sumber Daya Kesehatan untuk memastikan tercapainya sasaran mutu yang telah ditetapkan untuk dicapai oleh Sudinkes Jaktim. Audit ini dilakukan minimal dua kali dalam setahun. b. Audit Surveilans, yaitu suatu kegiatan pemeriksaaan/ audit yang dilakukan oleh pihak luar, yakni badan sertifikasi independen yang memberikan sertifikat terhadap implementasi Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO 9001:2008 kepada Sudinkes Jaktim, untuk memastikan terpeliharanya implementasi

35 24 Sistem Manajemen Mutu tersebut. Audit ini dilakukan minimal satu kali dalam setahun. c. Tinjauan Manajemen, yaitu suatu kegiatan rapat seluruh bagian Sudinkes Jaktim guna membahas hasil evaluasi pemeliharaan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim sehingga dapat dilakukan langkahlangkah yang diperlukan untuk memperbaiki hal tersebut sehingga implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim dapat lebih baik lagi. Tinjauan manajemen dilakukan minimal satu kali dalam setahun. d. Survei Kepuasan Pelanggan, yaitu survei untuk menilai terpenuhinya kepuasan pelanggan Sudinkes terhadap pelayanan yang diberikan oleh semua bagian (Seksi dan Subbagian) Sudinkes Jaktim. Survei ini dilaksanakan melalui pengisian angket oleh pelanggan yang datang dan menerima pelayanan Sudinkes, misalnya pihak yang mengurus sarana perizinan seperti apotek dan toko obat. Selanjutnya, hasil pengisian angket ini dianalisis sehingga nilai pemenuhan kepuasan pelanggan dapat diperoleh dan dapat ditingkatkan lagi apabila hasil analisis menunjukkan kekurangan. e. Pelatihan-pelatihan, misalnya pelatihan auditor pemimpin (lead auditor) dan pelatihan kepuasan pelanggan, yang berguna untuk membantu implementasi sistem manajemen mutu oleh segenap karyawan Sudinkes Jaktim. 3.4 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas: a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga. c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial. d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi.

36 25 Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan minuman di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah: a. Apotek (apotek kerja sama, apotek profesi, apotek rakyat dari toko obat dan depo obat/ farmasi) b. Toko Obat c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) e. Sertifikasi kelayakan olahan/ produksi makanan minuman rumah tangga/ Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan Kepmenkes No. 1332/ MenKes/ SK/ X/ 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/ MenKes/ Per/ X/ 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik, apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Khusus di DKI Jakarta perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu : a. Apotek Kerja sama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA), sedangkan Pemilik Sarana Apotek (PSA) adalah dari pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain). b. Apotek Profesi, adalah apotek yang Apoteker Pengelola Apotek (APA) juga sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA). c. Depo Farmasi/ Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya boleh menerima resep dari klinik tersebut. d. Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual obat golongan narkotika dan psikotropika, dimana terhitung sejak

37 26 ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 284/ MenKes/ PER/ III/ 2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek rakyat. Secara umum persyaratan perizinan apotek adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002). a. Apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah: 1) Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp ,00; 2) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/ terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI; 3) Fotokopi KTP DKI dari APA; 4) Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri; 5) Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/ sewa; 6) Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG); 7) Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB); 8) Surat keterangan domisili dari Kelurahan setempat; 9) Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp ,00; 10) Peta lokasi dan denah ruangan; 11) Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/ obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp ,00; 12) Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp ,00;

38 27 13) Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00; 14) Struktur organisasi dan tata kerja/ tata laksana (dalam bentuk Organogram); 15) Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan; 16) SIK Asisten Apoteker/ D3 farmasi; 17) Rencana jadwal buka apotek; 18) Daftar peralatan peracikan obat; 19) Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi; 20) Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika; 21) Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/ legalisir); dan 22) Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil. b. Apotek praktek profesi: 1) Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6.000,00; 2) Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali; 3) Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktek profesi; 4) Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun; 5) Denah bangunan beserta peta lokasi; 6) Daftar peralatan peracikan, etiket, dll; 7) Fotokopi NPWP apoteker; 8) SIK/ SP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker; 9) Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup); dan

39 28 10) Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/ apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta. c. Depo obat/ farmasi: 1) Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6.000,00; 2) Fotokopi izin klinik yang masih berlaku; 3) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum; 4) Fotokopi KTP DKI APA; 5) Ijasah/ SIK/ SP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker; 6) Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/ penanggung jawab depo obat/ farmasi; 7) Proposal untuk mendirikan depo obat/ farmasi; 8) Ijazah/ SIK asisten apoteker; 9) Peta lokasi dan denah bangunan seatap/ sepekarangan dengan klinik serta denah bangunan tertutup; 10) NPWP perusahaan; 11) UUG; 12) Status gedung/ sertifikat gedung sewa minimal dua tahun; dan 13) Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya (bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan. d. Apotek Rakyat 1) Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6.000,00;

40 29 2) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT; 3) Salinan/ fotokopi KTP DKI dari APA; 4) Fotokopi izin domisili dari Lurah; 5) Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, fotokopi perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal 2 (dua) tahun; 6) Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat toko obat dan tidak pindah d iluar pasar diatas materai Rp.6000,00; 7) Surat pernyataan Kepala Pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00; 8) Surat keterangan domisili dari Lurah atau Kepala Pasar; 9) Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp.6000,00; 10) Peta lokasi dan denah bangunan; 11) Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/ obat di atas materai Rp.6000,00; 12) Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/ toko obat di atas materai Rp.6000,00; 13) Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan penjualan obat narkotik, OKT baik dengan resep dokter maupun tanpa resep dari pemilik dan apoteker di atas materai Rp.6000,00; 14) Struktur organisasi apotek dan tata kerja/ tata laksana; 15) Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan dilampiri dengan SK pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik dan tenaga kerja tersebut diatas materai Rp.6000,00; 16) Surat izin kerja/ surat penugasan apoteker; 17) Surat izin kerja AA/ D3 Farmasi; 18) Rencana jadwal buka apotek; 19) Daftar peralatan lainnya; 20) Daftar buku wajib peraturan per UU di bidang Farmasi; dan

41 30 21) Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp.6.000, Pedagang Eceran Obat Pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/ badan hukum di Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau) dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker. Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko obat antara lain : a. Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp ,00; b. Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat; c. Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM; d. Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan; e. Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 sebanyak 2 lembar; f. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis pada toko obat di atas materai Rp ,00; g. Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik; h. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); dan i. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

42 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) Menurut Permenkes No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional menjelaskan Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri Kesehatan, kecuali untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Dalam memberikan izin obat tradisional, Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Selain wajib memiliki izin, industri dan usaha obat tradisional juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penanaman modal (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin UMOT terdiri dari: a. Surat Permohonan; b. Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Susunan Direksi/ Pengurus dan Komisaris/ Badan Pengawas dalam hal permohonan bukan perseorangan; d. Fotokopi KTP/ identitas pemohon dan/ atau Direksi/ Pengurus dan Komisaris/ Badan Pengawas; e. Pernyataan pemohon dan/ atau Direksi/ Pengurus dan Komisaris/ Badan Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi; f. Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan; g. Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan; h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan perseorangan; i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan

43 32 j. Fotokopi Surat Keterangan Domisili Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) Cabang Penyalur Alat Kesehatan adalah badan hukum atau badan usaha yang telah memperoleh izin usaha untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) merupakan sarana yang legal yang dapat menyalurkan alkes berbeda fungsi dari Penyalur Alkes (PAK) dimana perusahaan yang sama namanya yang telah mendapat izin dari Depkes RI. Izin Cabang Penyalur Alkes belaku sesuai dengan penunjukkan yang diberikan oleh PAK pusat dan paling lama adalah 3 (tiga) tahun. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), antara lain (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) a. Surat permohonan dari direktur/ pimpinan Usaha Penyalur Alat Kesehatan (UPAK), bukan dari CPAK, yang ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak tiga rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00; b. Surat penunjukkan dari UPAK sebagai CPAK di atas materai Rp ,00; c. Fotokopi izin UPAK; d. Akte perusahaan CPAK bila bentuk PT dan terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM; e. Denah bangunan/ ruangan dari CPAK; f. Peta lokasi CPAK; g. SIUP CPAK; h. NPWP CPAK; i. UUG; j. Domisili perusahaan; k. Status bangunan bila milik sendiri, lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik; dan l. Penanggung jawab teknis (AA atau SMU yang mempunyai sertifikat pengelolaan alat kesehatan).

44 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia No. 28 tahun 2004, perusahaan Industri Rumah Tangga Pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK tanggal 30 April 2003 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk: a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan. b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen. c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan PIRT. Syarat- syarat Sertifiasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, antara lain: a. Surat permohonan dari direktur/ pimpinan perusahaan/ perorangan yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) rangkap di atas materai Rp ,00; b. Data perusahan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya; c. Peta lokasi, IMB; d. Denah ruangan produksi; e. Rancangan etiket; f. Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta); g. Pasfoto pemilik berwarna 3x4 cm sebanyak 2 lembar; h. Surat izin perindustrian dari Dinas/ Sudin Perindustrian; i. Data produk makanan yang akan diproduksi; j. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dnegan surat keterangan dari asal produk; dan

45 34 k. Status bangunan (sewa/ milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat, dan bila sewa lampirkan surat sewa minimal 2 (dua) tahun beserta fotokopi KTP pemilik.

46 BAB 4 PEMBAHASAN Sistem pemerintahan berubah dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang diatur oleh Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Aturan tentang otonomi daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih mandiri untuk mengembangkan dan mengelola daerahnya masing-masing. Otonomi yang diberikan diaplikasikan dalam bentuk pengalihan sebagian kewenangan dan tugas Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan pada Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Propinsi DKI Jakarta. Sebagai implementasi Peraturan Daerah tersebut maka dibentuklah perangkat daerah, dengan Dinas Kesehatan sebagai salah satu perangkat daerah yang mengurusi masalah kesehatan. Penjelasan lebih lanjut mengenai peran dan fungsi Dinas Kesehatan sebagai Perangkat Daerah diatur oleh Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 tahun Suku Dinas Kesehatan merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dibentuk di setiap Kabupaten/Kota Administrasi dan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas Kesehatan. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan baik berupa pelayanan kepada masyarakat maupun pembinaan kepada sarana kesehatan harus diketahui dan dipertanggungjawabkan kepada Kepala Dinas Kesehatan. Sedangkan segala bentuk pembiayaan atau anggaran yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan harus dilaporkan kepada Walikota. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan terdiri dari Kepala Suku Dinas, Subbagian Tata Usaha, Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan, dan Subkelompok Jabatan Fungsional. Pada laporan ini akan dibatasi pada pemaparan Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK). Seksi SDK memiliki tiga koordinator yaitu 35

47 36 Koordinator Tenaga Kesehatan, Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan, serta Koordinator Pelayanan Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin). 4.1 Koordinator Tenaga Kesehatan Koordinator Tenaga Kesehatan memiliki tugas: a. Memberikan rekomendasi/perizinan praktek tenaga kesehatan b. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan c. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan d. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan e. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga kesehatan. Koordinator Tenaga Kesahatan melakukan analisis ketersediaan serta analisis distribusi dan pemetaan tenaga kesehatan di Puskesmas yang berada di wilayah Jakarta Timur. Analisis ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas dilakukan berdasarkan jumlah minimal tenaga kesehatan yang harus tersedia di Puskesmas tingkat Kecamatan dan Kelurahan. Perhitungan rasio dilakukan untuk melihat kecukupan dan penyebaran tenaga kesehatan di masing-masing Kecamatan dan Kelurahan dilihat dari jumlah penduduk di setiap Kecamatan dan Kelurahan. Analisis distribusi dan pemetaan tenaga kesehatan pada Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan untuk melihat ketersediaan tenaga kesehatan di puskemas. Berdasarkan data kepegawaian dari Tata Usaha (TU) dari 10 Puskesmas Kecamatan di Jakarta Timur didapatkan distribusi dan jumlah dari tenaga kesehatan yang tersedia di masing-masing Puskesmas. Tenaga kesehatan yang dianalisis adalah tenaga medis (dokter dan dokter gigi), keperawatan, bidan, kefarmasian, ahli gizi, sanitarian, dan keteknisan medis. Setiap tenaga kesehatan wajib memiliki izin kewenangan dan izin kerja atau praktek. Dengan adanya otonomi daerah ada beberapa izin kerja yang menjadi wewenang Suku Dinas Kesehatan, yaitu Surat Izin Kerja Asisten Apoteker, Surat / Sertifikat Penanggung Jawab Industri Rumah Tangga Pangan, dan Surat izin praktek tenaga medis (SIPTM), seperti Surat Izin Praktek Dokter Umum, Surat

48 37 Izin Praktek Dokter Gigi, Surat Izin Praktek Bidan, Surat Izin Praktek Perawat, dan Surat Izin Praktek Refraksi Optisian. 4.2 Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan Sejak 9 Agustus 2011, diberlakukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 74 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pada Kota Administrasi yang menerangkan bahwa kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat melalui satu pintu, yaitu di kantor Walikota. PTSP ini merupakan sistem dimana seluruh berkas permohonan perizinan masuk melalui customer service yang berada di Walikota, kemudian diteruskan ke seksi atau bagian yang bersangkutan. Sistem PTSP ini menjadikan seluruh proses perizinan terpusat di satu tempat dan diharapkan dapat mengurangi lamanya proses perizinan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Jakarta Timur sedang dalam peralihan atau percobaan menuju sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 114 tahun Oleh karena itu instruksi kerja dan prosedur mutu perlu mengalami perubahan atau dilakukan revisi. Penyelenggaraan PTSP saat ini pada pelayanan perizinan masih belum sepenuhnya dilakukan. Perizinan tenaga kesehatan bidan serta sarana farmasi, makanan dan minuman, berkas permohonan dilakukan melalui customer service unit PTSP kantor walikota, selanjutnya diserahkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur untuk diproses lebih lanjut sampai surat izin disahkan atau diterbitkan. Surat izin yang telah diterbitkan akan diserahkan ke kantor Walikota untuk selanjutnya diambil oleh pemohon. Salah satu tugas Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan adalah mengevaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan. Evaluasi tersebut bertujuan untuk menjamin kualitas pelayanan publik dalam bidang kesehatan dengan cara mengevaluasi pelayanan perizinan. Standar pelayanan perizinan yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah 12 hari kerja, terhitung dari lengkapnya berkas. Pemeliharaan

49 38 implementasi Sistem Manajemen Mutu di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dilakukan dengan pelaksanaan audit internal dan surveilans, survei kepuasan pelanggan, dan tinjauan manajemen, serta berbagai pelatihan seperti pelatihan lead auditor dan pelatihan manajemen kepuasan pelanggan. Revisi instruksi kerja perizinan dilakukan terhadap referensi yang digunakan, dengan cara membandingkan peraturan yang sudah ada dan menambahkan peraturan baru yang belum ada ke dalam instruksi kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu juga ditambahkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan perizinan baik untuk tenaga kesehatan maupun sarana kesehatan. Revisi quality procedure pelayanan perizinan dan sertifikasi dilakukan terhadap referensi yang digunakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Revisi dilakukan dengan cara menambahkan peraturan baru yang belum tercantum serta mengganti peraturan yang lama dengan peraturan baru ke dalam quality procedure tersebut. Peraturan-peraturan baru tersebut melengkapi peraturan lama yang telah ada pada referensi sebelumnya. Selain itu, revisi juga dilakukan terhadap definisi, rincian prosedur, dan alur pelayanan perizinan yang mengacu pada manual prosedur. 4.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas: a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman. b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga. c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial. d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi.

50 39 Salah satu kegiatan Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman dalam pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah dengan melakukan rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari puskesmas di wilayah Jakarta Timur. LPLPO merupakan media yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi, dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga bermanfaat untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat. Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Suku Dinas Kesehatan melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditandatangani oleh kepala Dinas Suku Kesehatan, satu rangkap untuk Kepala Suku Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke Puskesmas. LPLPO sudah harus diterima paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Selain LPLPO, penggunaan Narkotik dan psikotropik juga harus dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan. Sejak Januari 2013 diberlakukan sistem pelaporan SIPNAP secara online. Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan paling lambat tanggal 10 tiap bulannya secara online dan juga dikirim ke Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan dalam bentuk hard copy 1 rangkap dan 1 rangkap disimpan sebagai arsip Farmasi di Puskesmas. Namun, pelaksanaan pelaporan penggunaan narkotik dan psikotropik dengan menggunakan sistem ini belum berjalan dengan baik di seluruh Puskesmas Kecamatan yang berada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Hal ini disebabkan karena kendala pada sistem SIPNAP dan kendala pada user. Kendala pada sistem SIPNAP yang sering dihadapi berupa kesulitan dalam melakukan pendaftaran akun, atau akun yang sudah terdaftar belum menerima kata sandi (password) sehingga tidak dapat masuk ke sistem untuk melakukan pengunggahan dokumen laporan narkotika dan psikotropika. Kendala pada user yang umumnya terjadi adalah kurangnya pemahaman user mengenai sistem pelaporan secara online akibat kurangnya sosialisasi. Selain itu tidak semua

51 40 puskesmas dilengkapi dengan fasilitas internet. Hal ini menyebabkan petugas puskesmas masih melakukan pelaporan narkotika dan psikotropika secaramanual ke Suku Dinas Kesehatan. Tugas dari Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman berikutnya adalah melaksanakan pelayanan perizinan. Perizinan yang diurus di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu apotek, toko obat, Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) dan sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/ Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). a. Apotek Pemberian izin apotek dilakukan dengan cara mengajukan surat permohonan izin ke Suku Dinas Kesehatan dengan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan. Permohonan izin apotek diajukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Selain itu SIPA juga wajib dimiliki apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker pendamping. Untuk mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA), APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat dan toilet/wc. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat apotek.

52 41 Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI Jakarta sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun sekali. Apabila permohonan telah memenuhi persyaratan, maka Suku Dinas Kesehatan akan mengeluarkan SIA yang berlaku seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama apotek, terjadi perubahan alamat apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau terjadi karena surat izin apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah apotek dan terjadi perubahan lokasi apotek. SIA dapat dicabut jika terdapat pelanggaran-pelanggaran: 1) Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA). 2) Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. 3) APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus. 4) Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan, dan ketentuan perundang-undangan yang lain. 5) Surat izin kerja APA dicabut. 6) Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan

53 42 Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor, dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti, sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1 3 bulan, maka harus menunjuk apoteker supervisor. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masingmasing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selamalamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila apotek merupakan apotek rakyat, maka apotek rakyat tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat generik. 2) Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas, dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3) Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.

54 43 4) Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung jawab, dan dapat dibantu oleh asisten apoteker. 5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan pencabutan izin. 6) Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana dianggap telah menjadi apotek rakyat. b. Toko Obat Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker. Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan. Perubahan non fisik yang terjadi pada toko obat antara lain: pergantian asisten apoteker penanggung jawab teknis toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), pergantian nama toko obat, perubahan alamat toko obat tanpa pemindahan lokasi, pergantian pemilik toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), dan surat izin toko obat hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik pada toko obat yaitu terjadi pemindahan lokasi toko obat dan terjadi perpanjangan izin toko obat. Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.

55 44 c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) Permohonan izin UMOT oleh pemohon diajukan kepada Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 18. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Suku Dinas Kesehatan menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 19. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Suku Dinas Kesehatan menyetujui, menunda atau menolak permohonan untuk izin UMOT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat, dengan menggunakan Formulir 20a, Formulir 20b, atau Formulir 20c. Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi persyaratan. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan, tidak dilakukan pemeriksaan/verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 21. Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan. UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan nama, alamat, Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab, kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan. Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan, melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/ manfaat dan mutu dari peredaran, memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Industri dan usaha obat

56 45 tradisional yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) wajib melapor dan mendapat persetujuan dari Kepala Badan. Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat, obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir, obat tradisioanal dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen); d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) Perizinan CPAK dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Perubahan fisik maupun non fisik pada sarana CPAK harus dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan. Perubahan non fisik meliputi: terjadi pergantian pemilik sarana CPAK (baik meninggal dunia maupun lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan CPAK, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan lokasi, terjadi karena surat izin sara kesehatan CPAK hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi: terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK, terjadi perluasan sarana kesehatan CPAK. Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi e. Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Tata cara penyelenggaraan Sertifikasi Produk Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yaitu dengan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah atau Kepala Suku Dinas Kesehatan. Pengajuan permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa susu dan hasil olahan, daging, ikan, unggas yang hasil olahannya memerlukan proses dan atau penyimpanan beku, pangan kaleng, pangan bayi, minuman beralkohol, air minum dalam kemasan, pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh: SL, coklat bubuk, garam yodium, AMDK, dan tepung), dan pangan lain yang ditetapkan oleh BPOM. Untuk mendapatkan SPP-IRT, pemohon harus telah mengikuti

57 46 Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan memenuhi pemeriksaan sarana produksi oleh Suku Dinas Kesehatan. Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP- IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa Suku Dinas Kesehatan. Materi penyuluhan keamanan pangan yang diberikan, meliputi: berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari dan memusnahkannya serta pengawetan pangan; higienitas dan sanitasi sarana dan perusahaan pangan industri rumah tangga; Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB); peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan pangan industri rumah tangga, misalnya pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah tangga, pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk etika bisnis. Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan. Laporan pemeriksaan sarana produksi IRT dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT. Sertifikasi produk pangan yang diterbitkan ada 2 jenis yakni sertifikasi penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan. Sertifikasi penyuluhan keamanan pangan diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti penyuluhan keamanan pangan, dimana semua PIRT harus mempunyai minimal satu orang tenaga yang telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan. Apabila PIRT tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai dengan tugasnya untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Sertifikasi produksi pangan diberikan pada IRT yang mempunyai tenaga yang lulus Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk satu jenis pangan produk IRT. IRT berlaku untuk selamanya selama IRT tersebut masih tetap

58 47 beroperasi. Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi setempat dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Badan POM atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT yang selambat-lambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan.

59 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dapat disimpulkan: a. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat dan memiliki fungsi antara lain menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas; melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas; membina, mengawasi, dan mengendalikan penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan khusus, tradisional dan keahlian; mengendalikan dan menanggulangi kegawatdaruratan, bencana, dan Kejadian Luar Biasa (KLB); mengendalikan, mencegah, dan memberantas penyakit menular atau tidak menular; mengawasi dan mengendalikan kesediaan kefarmasian; melaksanakan surveilan kesehatan; melaksanakan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan; mengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta; melaksanakan pemungutan, penatausahaan, peyetoran, pelaporan dan pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku Dinas; memberikan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi perizinan atau rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan; menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup kota administrasi; melaksanakan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat; menghimpun, mengolah, memelihara, menyajikan, mengembangkan, dan memanfaatkan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana, dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi; menyediakan, menatausaha, menggunakan, memelihara dan merawata prasarana dan sarana kerja Suku 48

60 49 Dinas; mengelola kepegawaian, keuangan, dan barang; melaksanakan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan; melaksanakan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas; menyiapkan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas; melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. b. Seksi Sumber Daya Kesehatan membawahi tiga koordinator yakni Koordinator Tenaga Kesehatan, Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan, dan Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman. c. Tugas dan tanggung jawab Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman adalah melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman; melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga; melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial; melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi. 5.2 Saran a. Sebaiknya dilakukan sosialisasi kembali sistem pelaporan narkotika dan psikotropika terbaru secara online yaitu dengan SIPNAP agar penanggung jawab di Puskesmas masing-masing Kecamatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur memahami alur pelaporan dan juga penanganan jika terjadi kendala dalam memasukkan data. b. Segera menyempurnakan program SIPNAP sehingga dapat meminimalisir terjadinya gangguan dalam sistem ini.

61 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2009). Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332 Tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202 Tahun 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284 Tahun 2007 tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889 Tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2025 Tahun 2011 tentang Izin 50

62 51 Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Data Dasar Puskesmas Kondisi Desember Tahun Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2002). Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2008). Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun (2008). Organisasi Perangkat Daerah. Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. (2012). Quality Manual Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.

63 52 Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan

64 53 Lampiran 2. Bagan Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

65 UNIVERSITAS INDONESIA PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 220 PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEBIE PUSPA TARI, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

66 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Pengadaan Obat di Puskesmas Pengelolaan Obat di Puskesmas Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Puskesmas Kecamatan Jatinegara BAB 3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Metode Pengumpulan Data BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas Pekerjaan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Monitoring Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Kecamatan Jatinegara BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

67 DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar Jumlah Kunjungan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Periode Januari-Mei Tabel 2. Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Januari Mei iii

68 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Jatinegara Lampiran 2. Data Tenaga Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Lampiran 3. Form Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat 50 (LPLPO)... Lampiran 4. Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara iv

69 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat,baik secara fisik, mental, spirital maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial maupun ekonomis (Undang-Undang No.36 Tahun 2009,2009). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, sistem pemerintahan yang dianut saat ini adalah sistem desentralisasi. Hal ini bermakna bahwa pemerintah daerah wajb mengembangkan dan mengelola daerahnya secara mandiri, termasuk bidang kesehatan dimana pengembangan dan pengelolaan tersebut diterapkan untuk memajukan tingkat kesehatan masyarakat di daerahnya. Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) di setiap Kota Administrasi yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur sebagai perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, merupakan perangkat daerah tingkat kota administrasi (kotamadya) yang salah satu fungsinya yaitu sebagai pembinaan, pengawasan dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian dimana dalam hal ini puskesmas termasuk di dalamnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, puskesmas termasuk fasilitas pelayanan kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan 1

70 2 bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian yang bermutu perlu diterapkan oleh puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan demi terbentuknya kecamatan yang sehat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Aspek-aspek pelayanan kefarmasian dalam lingkup puskesmas melipuuti pengelolaan sumber daya (SDM, sarana dan prasarana, sediaan farmasi, dan pernekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat, dan pencatatan/penyimpanan resep) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006) Untuk mengetahui peran dan fungsi apoteker dalam hal sistem pengelolaan obat dan pelayanan kefarmasian di puskesmas, maka Fakultas Farmasi bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan Puskesmas Kecamatan Jatinegara mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung dari tanggal 17 Juni 2013 hingga 28 Juni Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur adalah agar mahasiswa program profesi apoteker Fakultas Farmasi UI dapat: a. Mengetahui tugas pokok dan fungsi bagian farmasi di puskesmas b. Mengetahui alur pekerjaan kefarmasian di puskesmas mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, pelayanan resep, dan penyerahan berikut pelayanan informasi obat c. Mengetahui persentase obat generik dalam pengadaan obat melalui sumber dana APBD d. Mengetahui jumlah kunjungan periode Januari-Mei 2013 di puskesmas e. Mengetahui tentang kegiatan PIO dan konseling di puskesmas

71 3 f. Mengetahui dan menganalisa data tentang penggunaan obat rasional (POR) di puskesmas

72 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pengertian Puskesmas Berdasarkan KEPMENKES RI No. 128/MENKES/SK/II/2004 mengenai Kebijakan Pusat Dasar Masyarakat, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas merupakan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Visi dan Misi Puskesmas Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 (empat) indikator utama yakni lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk kecamatan. 4

73 5 Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah: a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat. c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat. d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan Tujuan dan Fungsi Puskesmas Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat

74 6 kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat Puskesmas memiliki fungsi sebagai berikut : a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. b. Pusat pemberdayaan masyarakat. Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi: 1) Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

75 7 2) Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. 2.2 Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Upaya Kesehatan Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni: a. Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta upaya pengobatan. b. Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yaitu upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olah raga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya

76 8 kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut serta upaya pembinaan pengobatan tradisional Pelayanan di Puskesmas Penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat dibidang kesehatan yaitu puskesmas diukur kinerjanya sesuai dengan standar yang ada yang disebut Standar Pelayanan Minimal. Fungsi standar pelayanan minimal puskesmas: a. Menjamin terselenggaranya mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata. b. Menjamin tercapainya kondisi rata-rata minimal yang harus dicapai pemerintah sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat. c. Pedoman pengukuran kinerja penyelenggaraan bidang kesehatan. d. Acuan prioritas perencanaan daerah dan pembiayaan APBD bidang kesehatan dalam melakukan pengevaluasian dan monitoring pelaksanaan pelayanan kesehatan. e. Pedoman bagi Puskesmas dalam penyelenggaraan layanan kepada masyarakat. f. Terjaminnya hak masyarakat dalam menerima suatu layanan. g. Dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan alokasi anggaran yang dibutuhkan. h. Alat akuntabilitas Puskesmas dalam penyelenggaraan layanannya. i. Mendorong terwujudnya checks and balances. j. Terciptanya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan puskesmas. Standar Pelayanan Minimal di Puskesmas meliputi kegiatan dibawah ini: a. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Dasar 1) Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Pelayanan kesehatan di puskesmas pada ibu termasuk pada ibu hamil yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit empat kali hingga triwulan semester ketiga kehamilan. Selain itu, komplikasi kebidanan pada kehamilan, persalinan, dan nifas juga dapat dilayani di Puskesmas. Proses pelayanan persalinan di Puskesmas dimulai pada saat persalinan serta pelayanan kepada ibu

77 9 nifas sedikitnya 3 kali yaitu pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan tiga hari pada minggu ke-2. Selain itu Puskesmas juga menyiapkan pelayanan dan pada minggu ke VI termasuk persiapan dan/atau pemasangan KB Pasca Persalinan untuk ibu yang baru saja melahirkan. Pada bayi baru lahir yaitu pada umur 0 28 hari dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan, dan kematian dapat ditemukan pelayanannya di Puskesmas. 2) Pelayanan Kesehatan Bayi dan Anak Pra Sekolah Pelayanan keshatan pada bayi di Puskesmas yaitu pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari-3 bulan, 1 kali pada umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11 bulan serta imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan). Selain itu pelayanan di Puskesmas lainnya adalah pemantauan pertumbuhan dan pemantauan perkembangan setiap anak usia bulan dilaksanakan minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 24 bulan dari keluarga miskin selama 90 hari. Balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas sesuai dengan kondisi gizi buruk yang terjadi pada wilayah puskesmas itu sendiri pada kurun waktu tertentu. 3) Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja Pemeriksaan pada pelayanan di Puskesmas termasuk kesehatan umum, kesehatan gigi dan mulut siswa kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama guru, dokter kecil. 4) Pelayanan Kesehatan Usia Subur Pelayanan di Puskesmas diperuntukkan pada pasangan suami isteri, yang istrinya berusia tahun. Angka cakupan peserta KB aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan kontrasepsi di antara para Pasangan Usia Subur (PUS). 5) Pelayanan Kesehatan Kerja 6) Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut 7) Pelayanan Imunisasi 8) Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat 9) Pelayanan Pengobatan / Perawatan

78 10 b. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Penunjang 1) Pelayanan kesehatan dengan 4 kompetensi dasar (Kebidanan, Bedah, Penyakit Dalam, Anak). 2) Pelayanan kegawat daruratan. 3) Pelayanan laboratorium kesehatan yang mendukung upaya kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat. 4) Penyediaan pembiayaan dan jaminan kesehatan c. Penyelenggaraan Pemberantasan Penyakit Menular 1) Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) 2) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio 3) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TB Paru 4) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Malaria 5) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta 6) Pencegahan & Pemberantasan Penyakit ISPA 7) Pencegahan & Pemberantasan Penyakit HIV-AIDS 8) Pencegahan & Pemberantasan Penyakit DBD 9) Pencegahan & Pemberantasan Penyakit Diare 10) Pencegahan & Pemberantasan Penyakit Filariasis d. Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat 1) Pemantauan pertumbuhan balita 2) Pemberian suplemen gizi 3) Pelayanan gizi 4) Penyuluhan gizi seimbang 5) Penyelenggaraan kewaspadaan gizi e. Penyelenggaraan Promosi Kesehatan 1) Penyuluhan perilaku sehat 2) Penyuluhan pemberdayaan masyarakat dalam upaya kesehatan f. Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar 1) Pemeliharaan kualitas lingkungan fisik, kimia dan biologi

79 11 2) Pengendalian vektor 3) Pelayanan Hygiene Sanitasi di tempat umum g. Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain 1) Penyuluhan P3 NAPZA (Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Napza) yang Berbasis Masyarakat h. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian dan Pengamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan serta Makanan dan Minuman 1) Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar. 2) Penyediaan dan pemerataan pelayanan kefarmasian di sarana pelayanan kesehatan. 3) Pelayanan Pengamanan Farmasi Alat Kesehatan. 2.3 Pengadaan Obat di Puskesmas Perencanaan Obat di Puskesmas Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan di puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO. Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya. Ketepatan dan kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota. Tujuan dilakukan perencanaan obat adalah untuk : a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan b. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat c. Meningkatkan penggunaaan obat rasional

80 12 Dalam melakukan proses perencanaan obat, terdapat tiga tahapan yang perlu dipertimbangkan agarproses perencanaan obat berjalan dengan baik. Ketiga tahapan tersebut yaitu : a. Menentukan Jenis Permintaan Obat Terdapat dua jenis permintaan obat dalam proses perencanaaan obat di puskesmas, yaitu permintaan rutin dan permintaan khusus. Pada permintaan rutin, kegiatannya dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh Dinas Kesehatan Kabuoaten/Kota untuk masing-masing puskesmas. Permintaan ini tidak mengalami banyak perubahan dikarenakan jumlah dan jenis obat yang akan disediakan berdasarkan laporan penggunaan obat periode sebelumnya. Sedangkan pada permintaan khusus, kegiatannya dilakukan diluar jadwal distribusi rutin dimana hal ini dikarenakan antara lain : 1) Kebutuhan meningkat 2) Terjadi kekosongan 3) Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/bencana) b. Menentukan Jumlah Permintaan Obat Dalam menentukan jumlah permintaan obat, diperlukan data-data yang diperlukan dalam rangka menentukan jumlah permintaan obat antara lain : 1) Data pemakaian obat periode sebelumnya 2) Jumlah kunjungan resep 3) Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabuoaten/Kota 4) Sisa stok c. Menentukan Kebutuhan Obat Kebutuhan obat di suatu puskesmas dapat dilihat dari dua indikator, yaitu stok optimum dan jumlah. Jika diasumsikan jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya maka dapat dilakukan perhitungan stok optimum dengan rumus dibawah ini : SO = SK + SWK + SWT + SP Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus : Permintaan = SO SS Keterangan : SO = Stok Optimum

81 13 SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan) SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada periode waktu kekosongan obat SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time) SP = Stok penyangga SS = Sisa stok Permintaan Obat di Puskesmas Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk oada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu, sesuai dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 85 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI No.HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang yang diperkenankan tersedia di puskesmas. Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah : a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar pengobatan c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik. Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit.

82 Pengelolaan Obat di Puskesmas Penerimaan dan Penyimpanan Obat di Puskesmas Penerimaan merupakan suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Penerimaan juga dapat didefinisikan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian,melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Proses penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Dalam penerimaan perbekalan farmasi, pertama dilakukan pemeriksaan sesuai pesanan. Jika tidak sesuai, dapat dikembalikan atau diganti. Setelah sesuai, diberikan Faktur/Surat Penyerahan Barang. Lalu mengurus administrasi dan didokumentasikan pada Kartu Persediaan & Buku Pembelian. Petugas gudang obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan, dan penggunaan obat berikut kelengkapan keamanan yang menyertainya. Petugas gudang obat mencatat setiap penambahan obat dan membukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok. Kartu stok yang ideal harus mencantumkan nomor batch dan waktu kadaluwarsa. Setelah proses penerimaan selesai, obat akan disimpan di gudang induk. Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Penyimpanan juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan pengaturan perbekalan farmasi yang menurut persyaratannya dibedakan berdasarkan: a. bentuk sediaan dan jenisnya b. suhunya, kestabilannya c. mudah tidaknya meledak/terbakar d. tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban, serta ventilasi untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang terdiri dari kondisi umum

83 15 ruang penyimpanan dan kondisi khusus ruang penyimpanan misalnya untuk obat termolabil. Fasilitas penyimpanan dan pengiriman merupakan salah satu bagian dari sistem suplai obat. Gudang merupakan tempat pemberhentian sementara barang sebelum dialirkan, dan berfungsi mendekatkan barang kepada pemakai hingga menjamin kelancaran permintaan dan keamanan persediaan. Prinsip utama pada perancangan pembuatan atau pemakaian gudang adalah adanya ketentuan parameter dan prasyarat untuk mencapai indeks efisiensi dan efektifitas yang optimum, terjaminnya mutu dan jumlah obat untuk pelayanan distribusi. Faktor yang mempengaruhi desain gudang adalah : kebebasan dan efisiensi gerakan, sistematika penyusunan dan ukuran ruangan, kapasitas, kebutuhan ruangan/luas dan volume gedung, sistem sirkulasi obat, penyimpanan khusus, sirkulasi udara/cahaya, pemeliharaan serta keamanan. a. Kebebasan dan Efisiensi Gerakan Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas gudang diperlukan : 1) penggunaan ruangan yang ada secara optimal untuk penyimpanan dan mengurangi penggunaan ruangan untuk barang yang seharusnya tidak disimpan di gudang. 2) mengurangi kemungkinan adanya gerakan ataupun arus manusia/barang yang tidak berguna selama proses penyimpanan, pelayanan distribusi atau kegiatan lain. 3) meningkatkan kenyamanan bagi karyawan selama bekerja di gudang 4) mengurangi kegiatan dan biaya pemeliharaan yang tidak perlu, mengingat biaya pengelolaan yang tersedia terbatas 5) gunakan sistem satu lantai 6) adanya sekat akan membatasi pengaturan barang. Jika digunakan sekat harus diperhatikan posisi dinding dan pintu untuk memudahkan gerakan 7) luas jalan/gang perlu diperhatikan untuk memudahkan pengambilan obat dan untuk menjamin sirkulasi udara yang baik 8) memanfaatkan penggunaan ruang gudang yang tersedia dan ruangan lain secara maksimum

84 16 9) memanfaatkan volume ruang yang ada secara optimum dengan memanfaatkan tinggi ruangan dengan tetap memperhatikan ketentuan penumpukan barang 10) pengaturan rak, pallet dan jarak antara rak dan pallet sedemikian rupa sehingga arus barang / karyawan menjadi lebih cepat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mutasi barang menjadi lebih singkat. 11) Kondisi kerja Untuk meningkatkan kinerja perlu diperhatikan hal berikut : a) ventilasi yang cukup merupakan faktor penting dalam merancang gudang agar kondisi kerja dapat lebih baik b) kebersihan ruang kerja c) fasilitas kebersihan d) ruang istirahat 12) Pedoman kerja yang rinci dan mudah dipahami serta uraian tugas untuk masing-masing petugas yang baik merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan efisiensi kerja 13) Supervisi yang berkesinambungan sehingga semua karyawan mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi 14) Pelatihan baik bersifat manajerial maupun fungsional yang berkesinambungan Rancangan pembuatan atau pendayagunaan gudang dimaksudkan untuk mengoptimalkan fasilitas penyimpanan. Hal ini tergantung pada keputusan yang diambil pada kegiatan lainnya dalam sistem suplai obat, perencanaan biaya serta distribusi. b. Sistematika Penyusunan dan Ukuran Ruang Penyusunan obat dan perbekalan farmasi lainnya merupakan faktor yang menentukan bagaimana gudang dirancang, termasuk bagaimana pengelompokan dilakukan. Pengelompokan berbagai jenis, jumlah, volume dan kondisi penyimpanan khusus, dapat dilakukan berdasarkan farmakologi, kelompok farmasetika, atau hal-hal lain. Misalnya pengaturan dilakukan berdasarkan kelas terapi, indikasi klinis, urutan abjad, dan atau tingkat pemakaian. Pengelompokan

85 17 apapun yang dipakai, harus diperhitungkan dan diupayakan seoptimum mungkin persentase pemakaian luas dan persentase pemakaian volume ruangan yang terpakai. Pencapaian angka maksimal dari indeks tersebut dilakukan dengan pengaturan dan penempatan rak dan penggunaan pallet yang tepat sekaligus akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan gerakan barang. c. Kapasitas Setiap gudang mempunyai kapasitas penyimpanan yang maksimum yang dipengaruhi oleh seberapa besar ruangan yang digunakan untuk kepentingan lain seperti ruang administrasi, ruang karantina, ruang pelayanan dan lain sebagainya. Setiap gudang mempunyai kondisi dan kegiatan yang berbeda, tergantung pada lokasi dan pengelolaan gudang atau distribusi di wilayah tersebut. Keadaan ini berpengaruh terhadap kapasitas yang dapat dimanfaatkan untuk penyimpanan obat. d. Kebutuhan Luas dan Volume Gudang Jumlah obat yang akan disimpan tergantung pada rencana pengadaan, rencana kedatangan, rencana distribusi dan kemungkinan adanya pengembalian perbekalan dari unit pelayanan karena rusak atau alasan lainnya. e. First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) Prinsip FIFO/FEFO dalam penerimaan dan pengeluaran obat dan perbekalan farmasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendesain gudang. Gudang yang disusun untuk memudahkan proses FIFO/FEFO, harus disesuaikan dengan cara penyimpanan yang memungkinkan dilaksanakannya proses FIFO/FEFO. Jika prinsip FIFO yang digunakan pada desain gudang adalah dengan menggunakan sistem rak (masuk belakang, keluar di depan; masuk di kanan keluar di kiri) yang akan berbeda dengan sistem FIFO yang menggunakan sistem blok (barang ditumpuk pada waktu penerimaan, kemudian dibalik atau ditumpuk ulang dengan cara menempatkan barang yang di atas menjadi di bawah). Kebijakan mengenai FIFO akan menentukan desain ruangan dan juga perlengkapan penyimpanan yang digunakan seperti rak dan pallet serta fasilitas lainnya seperti ventilasi, cahaya dan sumber daya manusia.sedangkan mengenai prinsip FEFO, hampir serupa dengan sistem FIFO. Dengan sistem rak, barang yang masa daluwarsanya sebentar lagi, diletakan pada bagian depan dan

86 18 jika dengan sistem blok, tumpukan teratas untuk barang dengan masa daluwarsanya sebentar lagi. f. Penyimpanan Khusus Beberapa jenis obat memerlukan tempat penyimpanan khusus, termasuk diantaranya vaksin, narkotika dan bahan obat yang mudah terbakar. Vaksin memerlukan pharmaceutical refrigerator dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik, selain itu terdapat produk yang memerlukan kondisi penyimpanan dengan akses terkontrol seperti narkotik dan psikotropik. Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dengan kunci ganda dan selalu dalam keadaan terkunci. Kunci harus disimpan oleh APA dan petugas yang diberikan tanggung jawab oleh APA. g. Sirkulasi Udara dan Cahaya Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam gudang. Sirkulasi udara yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat. Idealnya dalam gudang terdapat AC, alternatifnya adalah penggunaan kipas angin yang apabila tidak mencukupi perlu dibuat ventilasi melalui atap. Lampu yang dipasang harus diperhatikan, baik kekuatan cahaya maupun letak. Lampu harus ditempatkan di atas gang atau jalan sehingga tidak terhalang oleh rak/lemari penyimpanan. h. Pemeliharaan Ruangan harus dirancang agar mudah dibersihkan. i. Aspek Keamanan 1) Gudang harus dilengkapi dengan akses kontrol yang baik untuk menghindari pencurian. 2) Tersedianya sistem penjagaan 24 jam. 3) Adanya CCTV (Close Circuit Television) pada tempat-tempat strategis. 4) Adanya peralatan dan system pengamanan terhadap kebakaran seperti detektor asap dan APAR Distribusi Obat di Puskesmas Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan

87 19 kesehatan antara lain ke sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan polindes. Dalam melakukan kegiatan distribusi obat, terdapat tiga hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan, dan melaksanakan penyerahan obat dan penerimaan sisa obat dari sub-sub unit. Pada tahapan menentukan frekuensi distribusi, yang perlu dipertimbangkan adalah jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut diharapkan mampu menentukan frekuensi pendistribusian obat yang efektif dan efisien. Tahapan selanjutnya setelah menentukan frekuensi distribusi yaitu menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan. Dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan : a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat. b. Sisa stok c. Pola penyakit d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kesehatan. Tahapan terakhir dalam proses distribusi obat di puskesmas yaitu melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari sub-sub unit. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara: a. Puskesmas menyerahkan atau mengirimkan obat dan diterima di sub unit pelayanan. b. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersamasama dengan formulir LPLPO sub unit yang ditandatangani oleh penanggung jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala puskesmas sebagai penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat Pencatatan dan Pelaporan Obat di Puskesmas Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obatobatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan peleporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk

88 20 mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat. Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah: a. Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian c. Sumber data untuk perencanaan kebutuhan d. Sumber data untuk pembuatan laporan a. Sarana Pencatatan dan Pelaporan Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas adalah laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisi penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat. Terdapat tempat-tempat atau lokasi yang menyelenggarakan pencatatan baik di dalam puskesmas itu sendiri maupun di luar puskesmas, yaitu: 1) Gudang puskesmas Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di dalam buku penerimaan dan kartu stok. Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat berdasarkan kartu stok obat dan catatan harian penggunaan obat. Data yang ada pada LPLPO merupakan laporan puskesmas ke dinas kesesahatan kabupaten/kota. 2) Kamar obat Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok. 3) Kamar suntik Obat yang akan digunakan diminta ke gudang obat. Pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk permintaan obat. 4) Puskesmas keliling, puskemas pembantu, dan puskesdes Pencatatan diselenggarakan seperti pada kamar obat, yaitu setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian

89 21 obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok. b. Alur dan Periode Pelaporan Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkess Kabupaten/Kota melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, satu rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke puskesmas. LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Narkotika dan Psikotropika merupakan golongan obat yang harus diawasi secara ketat dikarenakan efek sedasi yang ditimbulkannya yang banyak menyebabkan terjadinya penyalahgunaan. Untuk itu sarana distribusi maupun sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan pemasukan dan pengeluaran Narkotika dan Psikotropika beserta bukti pengeluarannya. Untuk mempermudah pelaporan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengembangkan Aplikasi Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Aplikasi ini diperuntukan bagi seluruh sarana distribusi, Unit Pelayanan, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi Seluruh Indonesia. Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan pada tanggal 10 setiap bulannya. 2.5 Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas Deskripsi Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia).

90 Tujuan PIO bertujuan untuk menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak lain untuk menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Sasaran Sasaran pelayanan informasi obat di puskesmas antara lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Pasien dan/atau keluarga pasien b. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dll c. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitian klinik, dll Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana PIO disesuaikan dengan kondisi sarana pelayanan kesehatan. Jenis dan dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan PIO. Sarana ideal untuk PIO sebaiknya disediakan antara lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Ruang pelayanan b. Kepustakaan c. Komputer dan jaringan internet d. Telepon dan faksimili Kegiatan Pelayanan Informasi Obat Kegiatan PIO yang dapat dilaksanakan di puskesmas, meliputi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Menjawab pertanyaan b. Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan c. Menyiapkan materi dan membuat bulletin, brosur, leaflet, dll Informasi obat yang lazim diperlukan pasien (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

91 23 a. Waktu penggunaan obat; misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Sebagia contoh, antibiotik harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, obat salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, obat tetes telinga, suppositoria, dank rim/salep rektal, dan tablet vagina. d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat; misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna, dsb. Hal-hal lain yang mungkin timbul; misalnya interaksi obat dengan obat lain atau makanan tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak dikehendaki Sumber informasi obat Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu semua pustaka yang dijadikan sebagai sumber informasi diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Pustaka digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu : a. Pustaka Primer. Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer : laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan laporan deskriptif. b. Pustaka Sekunder. Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu

92 24 dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai database. c. Pustaka Tersier. Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami, seperti IONI, ISO, DOEN, DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan Kefarmasian, dll. Selain sumber informasi diatas, informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi : a. Nama dagang obat jadi. b. Komposisi. c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah. d. Dosis pemakaian. e. Cara pemakaian. f. Indikasi atau khasiat atau kegunaan. g. Kontra indikasi (bila ada). h. Tanggal kadaluarsa. i. Nomor ijin edar/nomor registrasi. j. Nomor kode produksi. k. Nama dan alamat industri Dokumentasi Semua kegiatan pelayanan informasi obat harus didokumentasikan. Manfaat dokumentasi adalah sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa, untuk memprioritaskan penyediaan sumber informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan, sebagai media pelatihan tenaga farmasi, dan sebagai basis data pencapaian kinerja, penelitian, analisis, evaluasi perencanaan layanan. Hal-hal yang perlu dimuat dalam kegiatan dokumentasi adalah: a. Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan. b. Nama dan umur pasien. c. Informasi yang diberikan

93 Evaluasi Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat, harus dilakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala. Evaluasi ini digunakan untuk menilai/mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari awal dan mendokumentasikan pertanyaan pertanyaan yang diajukan, serta jawaban dan pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan. Laporan ini dievaluasi dan berguna untuk memberikan masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Untuk mengukur tingkat keberhasilan tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator tersebut bersifat dapat diukur dan valid (tidak cacat). Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat mengarah kepada pencapaian penggunaan obat secara rasional di Puskesmas itu sendiri. Indikator dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat antara lain : a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan. b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab. c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan. d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin, ceramah). e. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan. f. Menurunnya keluhan atas pelayanan. 2.6 Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Penggunaan obat secara rasional menurut WHO (1985) adalah jika pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya untuk periode yang adekuat dengan harga yang terjangkau untuknya dan masyarakat. Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah penting yang dapat menimbulkan dampak cukup besar dalam penurunan mutu pelayanan kesehatan, misalnya peningkatan resistensi akibat penggunaan antibiotic yang tidak rasional. Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medik (medically inappropriate), baik

94 26 menyangkut ketepan jenis, dosis, dan cara pemberian obat. Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi persyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai konsekuensi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan diagnosis akan memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis pengobatan. Pengertian Penggunaan Obat Rasional (POR) Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1985 adalah Penggunaan obat rasional bila : a. Pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya b. Periode waktu yang adekuat c. Harga yang terjangkau Kriteria Penggunaan Obat Rasional Batasan POR terkait erat dengan kriteria dalam penggunaan obat agar rasional ketika dikonsumsi oleh pasien. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kriteria penggunaan obat rasional yaitu meliputi: a. Tepat diagnosis Obat yang tepat diagnosis adalah obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis penyakit yang diderita pasien tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat pun dapat salah. b. Tepat indikasi penyakit Obat yang tepat indikasi penyakit adalah obat yang diberikan harus yang tepat atau sesuai bagi suatu penyakit yang diderita oleh pasien. c. Tepat pemilihan obat Pemilihan obat yang tepat yaitu jika obat yang dipilih memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit. d. Tepat dosis Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak tercapai. 1) Tepat Jumlah Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup. 2) Tepat cara pemberian

95 27 Cara pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tetrasiklin tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektifitasnya 3) Tepat interval waktu pemberian Cara Pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam. 4) Tepat lama pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing. Untuk Tuberkulosis lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan, sedangkan untuk kusta paling singkat 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah hari. 5) Tepat penilaian kondisi pasien Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien yaitu antara lain harus memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia atau bayi. 6) Waspada terhadap efek samping Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya. 7) Mutu obat baik dan terjangkau Obat yang efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau dapat dicapai misalnya dengan membeli obat melalui jalur resmi. 8) Tepat tindak lanjut (follow up) Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke dokter. 9) Tepat penyerahan obat (dispensing) Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di

96 28 Puskesmas akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien dengan informasi yang tepat. 10) Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional Salah satu cara untuk melakukan evaluasi penerapan penggunaan obat rasional adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional. Terdapat dua subjek yang menjadi fokus dalam membicarakan manfaat pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional, yaitu: a. Dokter/pelaku pengobatan Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu pelayanan kesehatan. Dengan pemantauan ini maka dideteksi adanya kemungkinan penggunaan obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun tidak tepat (incorrect prescribing). b. Apoteker dalam hal perencanaan obat Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat secara teratur dapat mendukung perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai penggunaan obat rasional Cara Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat a. Pemantauan Secara Langsung Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan metode pemantauan secara langsung, alur pemantauan dimulai dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu. Komponen yang dijadikan objek untuk dilakukan pemantauan pada penggunaan obat yaitu:

97 29 1) Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptons/signs), diagnosis, dan jenis pengobatan yang diberikan. 2) Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan pedoman pengobatan yang ada 3) Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotic untuk ISPA non pneumonia) 4) Praktik polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup hanya diberikan satu atau 2 jenis obat. 5) Ketepatan indikasi 6) Ketepatan jenis, jumlah, cara, dan lama pemberian (didasarkan pada pedoman pengobatan yang ada) 7) Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian injeksi pada diare) b. Pemantauan Secara Tidak Langsung Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan metode pemantauan secara tidak langsung, proses pemantauan dapat dilakuakan melalui: 1) Kartu Status Pasien Berdasarkan kartu status pasien, dapat dilihat kecocokan dan ketepatan antara gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemerikasaan dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita serta pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian obat) 2) Buku Registrasi Pasien Berdasarkan buku registrasi pasien, data yang dapat diamati yaitu: a) Jumlah kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar b) Over prescribing dari antibiotic dan pemakaian sediaan injeksi Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Terdapat tiga tahap dalam melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional. Tahap pertama yaitu melakukan pencatatan terhadap status pasien dan pelaporan terhadap register harian setiap pasien. Hal ini dilakukan agar mendapatkan data awal pasien mengenai data awal pasien mengenai data demogrfi pasien, kondisi pasien saat ini, dan riwayat pengobatan

98 30 yang pernah didapat pasien. Tahap kedua yaitu memonitoring dan evaluasi indikator peresepan. Pada saat ini, dilakukan penilaian terhadap empat indikator peresepan dari resep yang masuk. Tahap ketiga yaitu melakukan pengumpulan data peresepan. Setelah informasi pasien telah didapat dan telah dilakukan penilaian terhadap resep dari pasien yang bersangkutan maka pada tahap ini dilakukan rekapitulasi data format yang dijadikan acuan yaitu format formulir indikator peresepan. Empat indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah: a. Rata-rata jumlah obat per pasien b. Persentase penggunaan antibiotic c. Persentase penggunaan injeksi d. Persentase penggunaan obat generik Berdasarkan keempat indikator tersebut dapat dilakukan evaluasi dan ditarik suatu kesimpulan mengenai pola peresepan yang telah ada. a. Pengumpulan Data Peresepan Pengumpulan data persepan dilakukan oleh petugas puskesmas/pustu, 1 kasus setiap hari untuk diagnosis yang telah ditetapkan di tingkat Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir indikator peresepan. Pengumpulan data yang dilakukan setiap hari akan memudahkan pengisisan dan tidak menimbulkan beban dibandingkan dengan pengisian yang ditunda sampai satu minggu atau satu bulan. Pengisian kolom 1 sampai dengan 9 digunakan untuk keperluan monitoring, sedangkan kolom 10 sampai dengan 13 yang menilai kesesuaian pereseoan dengan pedoman pengobatan, digunakan pada saat supervise oleh supervisior dari dinas kesehatan Kabupaten/Kota. Kasus yang dimaksud ke dalam kolom formulir monitoring indikator peresepan adalah pasien yang berobat ke puskesmas/pustu dengan diagnosis berupa: 1) ISPA non pneumonia (batuk-pilek) 2) Diare akut non spesifik 3) Penyakit system otot dan jaringan (Myalgia) Dasar pemilihan ketiga diagnosis di atas adalah:

99 31 1) Termasuk 10 penyakit terbanyak 2) Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang 3) Pedoman terpai untuk ketiga diagnosis jelas 4) Tidak memerlukan antibiotika/injeksi 5) Selama ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak rasional. Pengisian formulir monitoring indikator peresepan dapat dilakukan dengan mengikuti petunjuk pengisian di bawah ini: 1) Pasien diambil dari register harian. 1 kasus per hari untuk setiap diagnosis terpilih. Dengan demikian dalan 1 bulan diharapkan terkumpul sekitar 25 kasus per diagnosis terpilih. 2) Bila pada hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tersebut, kolom dikosongkan, dan diisi dengan diagnosis yang sama, yang diambil pada hari-hari berikutnya. 3) Untuk masing-masing diagnosis tersebut, diambil pasien dengan urutan pertama pada hari pencatatan. Diagnosis diambil yang tunggal, tidak ganda atau disertai penyakit. 4) Puyer dan obat kombinasi ditulis rincian jenis obatnya. 5) Jenis obat termasuk obat minum, injeksi, dan obat luar 6) Imunisasi tidak dimasukan ke dalam kategori injeksi 7) Istilah antibiotic termasuk kemoterapi dan anti amoeba Kolom kesesuaian dengan pedoman dikosongkan. Kolom ini akan diisi oleh Pembina pada saat kunjungan supervise (diambil 10 sampel peresepan secara acak untuk diskusi) 2.7 Puskesmas Kecamatan Jatinegara Puskesmas Kecamatan Jatinegara didirikan pada tahun 1950 sebagai ouskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat, yang terletak di Jalan Matraman No 220 Jakarta Timur. Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No 1573 Tahun 1992 menjadi Puskesmas Pembina yang membantu 11 puskesmas kelurahan. Berdasarkan SK Gubernur No.39 Tahun 2000 Puskesmas Kecamatan Jatinegara diberikan kepercayaan dan wewenang dalam mengelola

100 32 keuangan dalam seluruh kegiatannya dan berjalan sejak tahun Sejak tahun 2005 sampai sekarang Puskesmas Kecamatan Jatinegara sudah memenuhi standart dan mendapatkan pengakuan secara internasional lewat ISO No 9001/2000 atas pelayanan yang diberikan. (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2013) Struktur Organisasi dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dapat dilihat pada lampiran Visi Puskesmas Kecamatan Jatinegara Visi Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu Terwujudnya Puskesmas Sebagai Pusat Layanan Kesehatan Berkualitas yang Berorientasi Pada Kepuasan Pelanggan (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2013) Misi Puskesmas Kecamatan Jatinegara Misi Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2013) : a. Memberikan pelayanan keseahatan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif b. Mengembangkan kualitas dan kuantitas SDM yang profesional c. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sesuai standar mutu d. Meningkatkan internal manajemen e. Meningkatkan sarana penunjang pelayanan kesehatan f. Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat di bidang kesehatan g. Menjalin kerjasama dengan mitra strategis Kebijakan Mutu Puskesmas Kebijakan nutu Puskesmas Kecamatn Jatinegara adalah memberikan pelayanan kesehatan profesional yang berorientasi pada peningkatan kepuasan pelanggan secaraterus menerus. (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2013) : Motto Puskesmas Kecamatan Jatinegara Puskesmas Kecamatan Jatinegara memiliki motto yaitu PELAYANAN ITU PASTI, SENYUM ITU IBADAH (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2011).

101 Gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara Bangunan Puskesmas Kecamatan Jatinegara memiliki luas sebesar 1.130,76 m 2 dan terdiri atas 3 lantai. Lantain 1 dari gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimanfaatkan sebagai rumah bersalin, gudang obat, loket pendaftaran, unit pelayanan kesehatan 24 jam, poliklinik lansia, dan klinik rumatan metadon. Lantai 2 dari gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimanfaatkan sebagai gudang obat dan alat kesehatan, poliklinik spesialis anak, poliklinik umum, poliklinik IMS, poliklinik gigi, poliklinik KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) yang meliputi poliklinik MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), poliklinik peserta ASKES dan JAMSOSTEK, poliklinik TB dan MH (melayani penderita TB dan kusta), poliklinik gizi dan poliklinik jiwa, poliklinik KB (Keluarga Berencana), poliklinik PAL, pojok ASKES, kamar tindakan dan suntik, laboratorium, dan apotek. Lantai 3 dari gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimanfaatkan sebagai ruanng kepala puskesmas, ruang sub bagian tata usaha, ruang sub bagian keuangan, ruang seksi kesmas,ruang quality management representative (QMR), ruang subseksi penyakit menular dan subseksi kesling, ruang marketing dan seksi yankes, unit pelayanan radiologi dan aula.

102 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara yang beralamat di Jalan Matraman Raya No.220 Jakarta Timur pada tanggal Juni Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode observasional deskriptif, dimana observasional berarti tidak dilakukan intervensi terhadap subyek penelitian, sedangkan diskriptif artinya, penelitian hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, disajikan secara apa adanya dan tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi. 3.3 Pengumpulan Data Data diperoleh dari Unit Farmasi Puskesmas Kecamatan Jatinegara 34

103 BAB 4 PEMBAHASAN Kecamatan Jatinegara memiliki fasilitas pelayanan kesehatan dasar berupa puskesmas sebanyak 12 puskesmas yang terdiri dari 1 puskesmas tingkat kecamatan dan 11 puskesmas tingkat kelurahan. Adapun puskesmas-puskesmas yang terdapat di wilayah Kecamatan Jatinegara antara lain: a. Puskesmas Kecamatan Jatinegara b. Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu c. Puskesmas Kelurahan Bidaracina I d. Puskesmas Kelurahan Bidaracina II e. Puskesmas Kelurahan Bidaracina III f. Puskesmas Kelurahan Balimester g. Puskesmas Kelurahan Cipinang Cempedak h. Puskesmas Kelurahan Rawa Bunga i. Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Selatan I j. Puskesmas Kelurahan Cipinang Bsar Selatan II k. Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara l. Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal, Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam Pergub No.4 Tahun 2011 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Puskesmas telah menetapkan standar ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas., Kecamatan Jatinegara secara keseluruhan memiliki tenaga kefarmasian 1 apoteker yang berstatus PNS, 3 asisten apoteker yang berstatus PNS dan 2 asisten apoteker berstatus non-pns yang bertugas di Puskesmas Kecamatan Jatinegara serta 11 asisten apoteker berstatus non-pns yang bertugas 11 puskesmas tingkat kelurahan. Berdasarkan peraturan yang berlaku, terdapat kelebihan tenaga asisten apoteker di Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimana Pergub DKI No.4 Tahun 2011 menetapkan jumlah asisten apoteker di Puskesmas Kecamatan adalah sebanyak 2 orang sedangkan Puskesmas Kecamatan Jatinegara memiliki lebih dari 2 orang asisten apoteker. Namum mengingat banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani setiap harinya dan beban kerja yang tinggi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, maka 35

104 36 ketersediaan tenaga asisten apoteker ini dirasa sudah tepat untuk menjamin pelayanan farmasi yang optimal di Puskesmas Kecamatan Jatinegara berjalan. 4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan termasuk pengobatan. Bagian farmasi tentunya memegang peranan yang penting terkait dengan pelayanan kesehatan di puskesmas terutama dalam hal pengadaan dan pengelolaan obat yang digunakan dalam pelayanan kesehatan. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) farmasi di puskesmas antara lain : a. Menyusun rencana kebutuhan obat secara efektif dan efisien b. Melaksanakan permintaan obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan c. Melaksanakan penyimpanaan obat dan perbekalan kesehatan dengan baik dan benar d. Melakukan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan sesuai kebutuhan dan jadwal yang telah ditentukan e. Melakukan pencatatan dan pelaporaan secara akurat melalui LPLPO setiap bulan 4.2 Pekerjaan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Pengelolaan Obat a. Perencanaan Perencanaan pengadaan perbekalan farmasi di Puskesmas Kecematan Jatinegara dilakukan untuk memastikan agar perbekalan farmasi yang nantinya akan disediakan sesuai jenis dan jumlahnya dengan kebutuhan nyata di pelayanan kesehatan. Metode yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan pengadaan perbekalan farmasi di puskesmas yaitu : 1) Metode Konsumsi Rata-Rata Data konsumsi rata-rata perbekalan farmasi di puskesmas diperlukan dalam perencanaan untuk menentukan jumlah perbekalan farmasi yang harus disediakan. Untuk mengetahui data konsumsi rata-rata perbekalan farmasi di

105 37 puskesmas dapat dilihat melalui LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). Dengan adanya data konsumsi rata-rata maka dapat ditentukan obat mana yang perlu diadakan dalam jumlah besar dan obat mana yang perlu diaakan dalam jumlah kecil. 2) Metode Pola Penyakit Data mengenai pola penyakit di puskesmas penting untuk diketahui untuk menentukan jenis obat yang perlu diadakan di puskesmas. Dengan adanya data mengenai pola penyakit maka jenis-jenis obat atau perbekalan farmasi yang akan diadakan akan menjadi lebih akurat dan sesuai dengan kebutuhan di puskesmas sehingga dapat meminimalisir obat yang tidak terpakai. b. Pengadaan Obat Pengadaan obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara dilakukan melalui proses pelelangan terbuka yang diadakan sekali dalam setahun dimana dalam proses pelelangan, tidak hanya mencakup pengadaan obat saja namun juga termasuk pengadaan alat-alat kesehatan. Pengadaan dan pelelangan dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Jatinegara tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan obat dan alat kesehatan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara saja melainkan untuk memenuhi kebutuhan keseluruhan 12 puskesmas yang berada di wilayah Kecamatan Jatinegara baik puskesmas kecamatan maupun puskesmas kelurahan. Dalam pengadaan obat dan alat kesehatan, Puskesmas Kecamatan Jatinegara melakukan pengajuan anggaran kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Tujuan pengadaan dilakukan oleh puskesmas kecamatan adalah untuk memastikan bahwa obat yang disediakan dalam pengadaan benar-benar sesuai dengan kebutuhan di pelayanan kesehatan masyarakat. Selain melalui proses pelelangan, Puskesmas Kecamatan Jatinegara juga melakukan pengadaan diluar lelang yakni pengadaan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Pengadaan BLUD dikhususkan untuk obat-obatan sebagai berikut: 1) Obat-obat dengan nama dagang (obat non-generik) 2) Obat-obat untuk pelayanan kesehatan gigi 3) Obat-obat yang telah habis sebelum periode pengadaan berikutnya Dalam pengadaan obat, jumlah dan jenis obat yang dipesan disesuaikan dengan kebutuhan puskesmas-puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan

106 38 Jatinegara. Kebutuhan dan persediaan obat dari tiap-tiap puskesmas dapat diketahui melalui LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) yang dibuat setiap bulan oleh masing-masing puskesmas. Jenis obat yang diadakan berdasarkan permintaan rutin di Puskesmas Kecamatan Jatinegara didominasi oleh obat generik, dimana persentase permintaan obat generik mencapai 153 item dari total 180 item yang direncanakan dalam pengadaan atau sekitar 85%. c. Penerimaan dan Penyimpanan Obat-obat yang telah diadakan melalui pelelangan kemudian akan dikirimkan oleh PBF ke Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimana obat-obat yang diterima haruslah sesuai spesifikasi dan jumlahnya dengan obat yang dipesan dalam proposal pengadaan. Obat-obat yang telah diterima tersebut kemudian disimpan di gudang obat Puskesmas Kecamatan Jatinegara sebelum kemudian didistribusikan ke puskesmas-puskesmas kelurahan di wilayah Kecamatan Jatinegara. Obat-obat yang disimpan didalam gudang dilengkapi dengan kartu stok yang mencantumkan nomor batch dan tanggak kadaluwarsa obat. Obat didalam gudang disimpan berdasarkan sistem FEFO dimana obat yang tanggal kadaluwarsa nya lebih dekat disimpan di bagian depan dan yang tanggal kadaluwarsa nya lebih lama disimpan dibelakang. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir obat kadaluwarsa tersimpan didalam gudang dan juga memastikan bahwa obat yang didistribusikan masih berada dalam masa edar yang aman. Untuk menandakan masa kadaluwarsa obat yang disimpan di gudang Puskesmas Kecamatan Jatinegara, dilakukan penandaan dengan menggunakan kode warna sebagai berikut :

107 39 Penyimpanan obat di gudang Puskesmas Kecamatan Jatinegara dapat dikatakan sudah cukup baik dimana gudang obat Puskesmas Jatinegar sudah dilengkapi dengan pendingin udara dan suhunya senantiasa dipantau dengan termometer ruangan. Untuk obat-obatan yang perlu disimpan dalam suhu yang sangat rendah misalnya vaksin dan serum disimpan dalam cold chain terpisah dari gudang obat, untuk menjaga sediaan tersebut tetap stabil. d. Distribusi Obat Obat yang disimpan di gudang obat Puskesmas Kecamatan Jatinegara didistribusikan ke puskesmas-puskesmas kelurahan di wilayah Kecamatan Jatinegara. Obat-obat yang didistribusikan ke puskesmas kelurahan disesuaikan jenis dan jumlahnya dengan LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) yang dikirimkan oleh puskesmas tersebut. Jumlah dan jenis obat yang didistribusikan disesuaikan dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan kebutuhan rata-rata perbulan dan sisa stok obat di masing-masing puskesmas. Pendistribusian obat dilakukan dengan 2 sistem yakni sistem dropping dan sistem bon obat/permintaan khusus. Pada sistem dropping, pendistribusian obat dilakukan setiap 2 bulan sekali setelah LPLPO diserahkan oleh puskesmas tersebut ke Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Dari LPLPO yang masuk ke Puskesmas Kecamatan Jatinegara tersebu pengelola perbekalan farmasi dapat menentukan jenis dan jumlah obat yang akan didistribusikan ke puskesmas kelurahan. Pendistribusian obat dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap 2 bulan sekali. Sedaangkan pada sistem distribusi permintaan khusus, permintaan obat dilakukan diluar jadwal dropping dimana pada umumnya permintaan melalui bon obat dilakukan apabila puskesmas kelurahan kehabisan obat-obat tertentu sebelum periode permintaan obat berikutnya. Setiap puskesmas yang melakukan permintaan diluar jadwal dropping atau melakukan permintaan khusus wajib mengisi bon permintaan obat sehingga sistem permintaan khusus juga dikenal sebagai sistem bon obat. Untuk pendistribusian alat-alat kesehatan dari puskesmas kecamatan ke puskesmas-puskesmas kelurahan hanya berlaku satu sistem yaitu sistem permintaan khusus. Setiap puskesmas yang membutuhkan alat-alat kesehatan harus membuat bon permintaan alat kesehatan yang ditujukan kepada bagian

108 40 pengelola gudang alat kesehatan di puskesmas kecamatan untuk kemudian alatalat kesehatan tersebut didistribusikan ke puskesmas kelurahan yang membutuhkan. e. Pelaporan Pelaporan obat yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara yang pertama adalah LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) yang berisi data konsumsi obat di puskesmas setiap bulannya beserta jumlah stok akhir yang tersisa. Selain membuat LPLPO internal, Puskesmas Kecamatan Jatinegara juga bertugas menerima LPLPO dari 11 puskesmas kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Jatinegara dimana LPLPO dari keseluruhan 12 puskesmas inilah yang nantinya akan menjadi dasar dalam perencanaan untuk pengadaan obat di Puskesmas Jatinegara periode berikutnya. Penyerahan LPLPO oleh puskesmas kelurahan ke puskesmas kecamatan dilakukan maksimal tanggal 5 setiap bulannya untuk pelaporan bulan sebelumnya. Pelaporan berikutnya yang harus dilakukan oleh bagian farmasi di puskesmas adalah pelaporan indikator peresepan yag berisi data penggunaan obat rasional (POR). Pelaporan indikator peresepan tentang penggunaan obat rasional digambarkan melalui penggunaan antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia, penggunaan antibiotik pada Diare Non-Spesifik dan penggunaan sediaan injeksi pada Myalgia. Selain itu pelaporan lain yang harus dilakukan adalah pelaporan obat narkotika dan psikotropika. Pelaporan narkotika di Puskesmas Jatinegara sejauh ini sudah terdokumentasi dengan baik, hanya saja belum mengikuti sistem pelaporan narkotika dan psikotropika terbaru yang dikenal sebagai SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotik dan Psikotropik) dimana seharusnya pelaporan dilakukan secara online. Berdasarkan sistem SIPNAP, pelaporan narkotika dan psikotropika cukup dilakukan dengan cara mengunggah (upload) formulir penggunaan narkotika dan psikotropika yang terlebih dahulu diunduh dari situs resmi SIPNAP. Belum berjalannya sistem ini di Puskesmas Kecamatan Jatinegara disebabkan karena beberapa hal seperti kesalahan pada sistem SIPNAP tersebut dimana akun Puskesmas Kecamatan Jatinegara telah melakukan pendaftaran namun belum menerima kata sandi (password) sehingga tidak dapat melakukan

109 41 pengunggahan dokumen laporan narkotika dan psikotropika, kurangnya sosialisasi mengenai sistem beserta cara mengatasi masalah apabila terjadi kendala teknis seperti kesalahan ataupun gangguan pada sistem, serta petugas kesehatan di puskesmas belum terbiasa dengan sistem pelaporan yang baru dan masih menggunakan sistem pelaporan lama Pelayanan Resep Bagian Farmasi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara terdiri atas 1 orang apoteker penanggung jawab, 5 asisten apoteker (3 orang sisten apoteker merupakan PNS dan 2 asisten apoteker merupakan tenaga honorer lepas) serta 1 juru racik. Pada pelayanan resep, pertama-tama pasien mengambil nomor antrian dan menuliskan nomor antrian pada kertas resep dan diserahkan ke loket penyerahan resep di kamar obat. Pada loket kamar obat terdapat seorang bertugas yang bertugas menerima resep yang masuk dari pasien. Resep yang masuk kemudian diserahkan kemudian diterjemahkan dan disiapkan obat-obatnya oleh seorang asisten apoteker yang bertugas menyiapkan obat yang diresepkan. Obat yang telah disiapkan kemudian diberi etiket oleh asisten apoteker yang bertugas menulis etiket. Bila resep membutuhkan obat racikan, maka juru resep akan meracikkan obat sesuai dengan resep. Pada umumnya, obat racikan yang diresepkan telah disiapkan sebelumnya dalam jumlah banyak untuk menghemat waktu dalam peracikan mengingat tingginya permintaan atas obat-obat racikan/puyer tersebut sehingga pasien yang datang tidak perlu menunggu terlalu lama. Setelah obat siap, obat kemudian diserahkan kepada pasien oleh petugas yang bertugas di bagian loket untuk kemudian diserahkan kepada pasien bersama dengan pemberian informasi obat. Setiap harinya kamar obat Puskesmas Kecamatan Jatinegara melayani rata-rata 190 lembar resep, dengan jumlah kunjungan total periode Januari-Mei 2013 sebanyak kunjungan dengan rata-rata kunjungan 3907 kunjungan perbulan dengan rincian sebagai berikut :

110 42 Tabel 1. Daftar Jumlah Kunjungan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Periode Januari-Mei 2013 No. Bulan Jumlah Kunjungan Resep 1 Januari Februari Maret 3272 Jumlah Rata-rata 3783 Selain di kamar obat, petugas farmasi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara juga bertanngung jawab dalam pelayanan obat di PTRM (Pelayanan Terapi Rumatan Metadon). Pelayanan Terapi Rumatan Metadon merupakan salah satu pelayanan khusus yang tersedia di Puskesma Kecamatan Jatinegara bagi pasien yang mengalami ketergantungan obat-obatan terlarang. Pada PTRM (Pelayanan Terapi Rumatan Metadon) ini juga terdapat seorang tenaga farmasi yang bertugas menyiapkan obat-obatan yang digunakan untuk terapi ketergantungan narkotika dan obat-obatan terlarang. Sebagaimana namanya, obat yang digunakan dalam terapi pasien ketergantungan obat ini adalah Metadon HCl, dimana Metadon HCl diberikan dalam bentuk sirup yang telah dicampur dengan syrupus simplex sesuai dengan dosis yang telah ditentukan oleh dokter. Sirup obat yang telah disiapkan oleh petugas farmasi ini kemudian diserahkan kepada pasien untuk diminum langsung di ruang PTRM. Pada terapi ini, obat hanya dapat dibawa pulang apabila ada persetujuan dari dokter Pelayanan Informasi Obat (PIO) Kegiatan PIO yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara baru berupa PIO dasar yang diberikan setiap penyerahan obat kepada pasien. Informasi dasar yang diberikan meliputi nama obat, jenis dan fungsi obat (misalnya obat batuk, obat penurun panas, obat anti-hipertensi dan lain-lain) serta waktu dan cara penggunaan obat (terutama untuk obat yang memerlukan teknik penggunaan khusus seperti suppositoria). Untuk informasi lainnya yang lebih mendalam hanya diberikan apabila ada pertanyaan dari pasien. Kegiatan PIO ini dilakukan pada semua pasien yang menerima obat dari kamar obat Puskesmas Kecamatan Jatinegara, namun untuk pencatatan kegiatan PIO hanya dilakukan

111 43 sampling dimana dipilih 2 pasien tiap harinya yang didokumentasikan. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya jumlah pasien yang menerima obat dari kamar obat Puskesmas Kecaamatan Jatinegara sehingga tidak memungkinkan untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan PIO yang dilakukan. 4.3 Monitoring Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara bertujuan untuk memberikan gambaran pola peresepan di puskesmas atas pasien dengan diagnosa tertentu. Dalam hal ini ada 3 penggunaan obat yang didata antara lain penggunaan antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia, penggunaan antibiotik pada Diare Non-Spesifik, dan penggunaan sediaan injeksi pada pengobatan myalgia. Pada kasus pasien yang mengalami ISPA Non-Pneumonia, pengobatan dianggap tidak rasional bila pasien menerima antibiotik karena ISPA non-pneumonia dapat pula disebabkan oleh virus, sama halnya dengan kasus Diare Non-Spesifik yang dapat disebabkan oleh faktor lain selain mikroba sehingga penggunaan antibiotik dirasa kurang tepat. Demikian pula dengan penggunaan sediaan injeksi pada pasien yang mengalami myalgia. Pengumpulan data monitoring penggunaan obat rasional dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak dari tiap-tiap penyakit baik ISPA, Diare dan Myalgia sebanyak 1 atau lebih sampel untuk tiap penyakit setiap harinya, sehingga dalam satu bulan diperoleh 25 sampel untuk tiap-tiap penyakit.

112 44 Adapun persentase penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Jatinegara periode Januari Mei 2013 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Januari Maret 2013 % % Rerata item atau / lembar resep Penggunaan Penggunaan % antibiotik antibiotik Penggunaan Bulan Ratarata pada ISPA pada Diare injeksi pada ISPA Diare Myalgia Non- Non- Myalgia Pneumonia Pneumonia Januari ,38 4,5 3,00 3,96 Februari ,80 4,00 3,00 3,60 Maret ,67 4,00 2,85 3,51 Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada kenyataannya, masih dapat ditemui beberapa resep yang dianggap tidak rasional karena mencantumkan antibiotik pada pengobatan pasien ISPA Non-Pneumonia dan Diare Non-Spesifik di Puskesmas Kecamatan Jatinegara pada periode Januari-Mei Sedangkan untuk penggunaan injeksi pada pasien yang mengalami myalgia, seluruh pengobatan dianggap sudah rasional karena tidak terdapat resep yang mencantumkan obat injeksi untuk pasien yang mengalami myalgia.

113 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP Berdasarkan pengamatan selama kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, dapat disimpulkan bahwa : a. Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas antara lain: 1) Menyusun rencana kebutuhan obat secara efektif dan efisien 2) Melaksanakan permintaan obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan 3) Melaksanakan penyimpanaan obat dan perbekalan kesehatan dengan baik dan benar 4) Melakukan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan sesuai kebutuhan dan jadwal yang telah ditentukan 5) Melakukan pencatatan dan pelaporaan secara akurat melalui LPLPO setiap bulan b. Alur pelayanan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian serta pelaporan yang secara garis besar sama dengan puskesmas pada umumnya, hanya saja Puskesmas Kecamatan Jatinegara melakukan pengadaan secara mandiri melalui APBD dan juga BLUD c. Obat generik yang diadakan melalui dana APBD berjumlah 153 item dari total 180 item atau sebesar 85% d. Jumlah total kunjungan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara periode Januari- Maret 2013 sebanyak kunjungan dengan rata-rata kunjungan 3783 kunjungan perbulan e. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara belum beerjalan dengan baik dimana PIO yang dilaksanakan baru berupa informasi dasar yang diberikan setiap penyerahan obat kepada pasien, sementara PIO yang didokumentasikan dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak sebanyak 2 pasien perhari f. Monitoring penggunaan obat rasional di Puskemas Kecamatan Jatinegara mencakup penggunaan antibiotik pada ISPA non-pneumonia, penggunaan 45

114 46 antibiotik pada Diare non-spesifik serta penggunaan injeksi pada Myalgia sudah berjalan dengan baik, namun masih tercatat adanya penggunaan obat yang tidak rasional pada kasus ISPA non-pneumonia dan Diare non-spesifik sedangkan pengobatan Myalgia dianggap sudah rasional. 5.2 Saran a. Melengkapi fasilitas di kamar obat dengan fasilitas pendukung berupa jaringan internet b. Meningkatkan Pelayanan Informasi Obat c. Melaksanakan kegiatan konseling d. Memperbaiki sistem pencatatan, penyimpanan dokumen dan pelaporan pelayanan kefarmasian di Puskesmas

115 DAFTAR ACUAN Undang-undang Nomor 36 Tahun (2009). Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peratuan Pemerintah Nomor 10 Tahun (2008). Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK /MENKES/068/I/2010. (2010). Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 85 Tahun (1989). Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah. Jakarta. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 4 Tahun (2011). Pembentukkan Organisasi Dan Tata Kerja Puskesmas. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 95 Tahun (2011). Tenaga Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 Tahun (2009). Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Puskesmas Kecamatan Jatinegara. (2013). Laporan Tahunan Puskesmmas Kecamatan Jatinegara Tahun Jakarta. Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 58 Tahun (2002). Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 47

116 48 Lampiran 1. Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Jatinegara

117 49 Lampiran 2. Data Tenaga Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Jatinegara

118 50 Lampiran 3. Form Laporan Pemakaian dan Lembar Pemakaian Obat

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PERIODE JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PERIODE JUNI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PERIODE 17 28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EMMA RACHMANISA S, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER DISUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 17-28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 7 JANUARI - 28 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 13 FEBRUARI - 2 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN PERIODE 7 JANUARI 25 JANUARI 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN PERIODE 08 MARET 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 54 TAHUN 2016 Menimbang TENTANG TUGAS POKOK DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 3 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO.218 PERIODE 15 MEI 1 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO.218 PERIODE 15 MEI 1 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO.218 PERIODE 15 MEI 1 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 11-28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JALAN MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 16 JANUARI 2 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN PERIODE 16 JANUARI - 3 FEBRUARI 2012 LAPORAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 3 MARET-28 MARET 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 3 MARET-28 MARET 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 3 MARET-28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Benny Ismayandi,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WULAN PERMATA

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 5 30 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 5 30 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 5 30 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LUCKY, S.Farm. 1306343776

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO PERIODE 7 JANUARI 18 JANUARI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO PERIODE 7 JANUARI 18 JANUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO 27-29 PERIODE 7 JANUARI 18 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRI WULANDAH

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 6 24 OKTOBER 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 6 24 OKTOBER 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 6 24 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MARITA KURNIATI, S.Farm.

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 16 JANUARI-2 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA PUSAT PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA PUSAT PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA PUSAT PERIODE 12 MARET 5 APRIL 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEGA DEWI SURYANI, S. Farm. 1106047171

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA . UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA PERIODE 16 JANUARI 10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SANNY SUSANTI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 21 OKTOBER 1 NOVEMBER 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 21 OKTOBER 1 NOVEMBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 21 OKTOBER 1 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINSTRASI JAKARTA BARAT 4-28 MARET 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINSTRASI JAKARTA BARAT 4-28 MARET 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINSTRASI JAKARTA BARAT 4-28 MARET 2014 Disusun oleh : Trie Gusti Lingling, S. Farm (1306344343)

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO NO. 27-29 PERIODE 19 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA PERIODE 11 MARET - 22 MARET 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA PERIODE 11 MARET - 22 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA PERIODE 11 MARET - 22 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VANY PRISKILA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN TIPE A KABUPATEN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 11-28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 6-30 JANUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR A. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 7 JANUARI 30 JANUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 7 JANUARI 30 JANUARI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 7 JANUARI 30 JANUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ASVINASTUTI

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN PERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KOTA BALIKPAPAN WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 60 ayat (6),

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO NO. 27-29 PERIODE 7 18 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE AGUSTUS 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 19-30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 7 JANUARI 30 JANUARI 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 7 JANUARI 30 JANUARI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 7 JANUARI 30 JANUARI 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ULINAFIAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 17 JUNI - 28 JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 17 JUNI - 28 JUNI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 17 JUNI - 28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 6 MEI 28 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 6 MEI 28 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 6 MEI 28 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NISA YULIANTI SUPRAHMAN,

Lebih terperinci

Kepala Dinas mempunyai tugas :

Kepala Dinas mempunyai tugas : Kepala Dinas mempunyai tugas : a. menyelenggarakan perumusan dan penetapan program kerja Dinas; d. menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan; e. menyelenggarakan urusan pemerintahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WULAN PANDUWI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN KOORDINATOR FARMASI MAKANAN DAN MINUMAN PERIODE 7 JANUARI 25 JANUARI 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 6-30 JANUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Lokasi Perusahaan Penulis dalam menyususn skripsi ini melakukan penelitian pada Kantor Suku Dinas Jakarta Barat sebagai objek penelitian yang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 NOMOR 26 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 NOMOR 26 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 71 Peraturan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 4-29 JULI 2011

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 4-29 JULI 2011 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 4-29 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRI RAHMAWATI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 3 MARET-28 MARET 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 3 MARET-28 MARET 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 3 MARET-28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FEBRIANI, S.Far

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS DAERAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA HALAMAN SAMPUL

UNIVERSITAS INDONESIA HALAMAN SAMPUL UNIVERSITAS INDONESIA HALAMAN SAMPUL LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 8 SEPTEMBER 26 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 86 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA PERIODE 16 JANUARI - 10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SONYA APRIANI

Lebih terperinci

Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 62 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 17 JUNI - 28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 17 JUNI - 28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE 17 JUNI - 28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVI ASRIRANI,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 56 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 56 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 56 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN BUPATI KABUPATEN JEMBER NOMOR TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013 1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI 28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FITRI PAUZIAH,

Lebih terperinci

PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1

PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1 PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1 PENDAHULUAN Bab I. Ketentuan Umum Bab II. Registrasi Bab III. Izin Praktik dan Izin Kerja

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 93 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA JL. YOS SUDARSO NO. 27-29 PERIODE 19 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REGISTRASI TENAGA KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REGISTRASI TENAGA KESEHATAN REGISTRASI TENAGA KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 161/MENKES/PER/I/2010 PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 161/MENKES/PER/I/2010 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci