OPTIMASI PENGEKSTRAKSI FITUR SPACED K-MERS FREKUENSI MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA PADA PENGKLASIFIKASIAN FRAGMEN METAGENOME ARINI AHA PEKUWALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI PENGEKSTRAKSI FITUR SPACED K-MERS FREKUENSI MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA PADA PENGKLASIFIKASIAN FRAGMEN METAGENOME ARINI AHA PEKUWALI"

Transkripsi

1 OPTIMASI PENGEKSTRAKSI FITUR SPACED K-MERS FREKUENSI MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA PADA PENGKLASIFIKASIAN FRAGMEN METAGENOME ARINI AHA PEKUWALI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Pengekstraksi Fitur Spaced K-Mers frekuensi menggunakan Algoritme Genetika pada Pengklasifikasian Fragmen Metagenome adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Arini Aha Pekuwali NIM G

3 RINGKASAN ARINI AHA PEKUWALI. Optimasi Pengekstraksi Fitur Spaced K-Mers Frekuensi menggunakan Algoritme Genetika pada Pengklasifikasian Fragmen Metagenome. Dibimbing oleh WISNU ANANTA KUSUMA dan AGUS BUONO. Metagenomika adalah studi yang mempelajari keseluruhan informasi genetik tentang organisme-organisme dari sampel yang diambil langsung dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud seperti tanah, air, isi perut manusia, bangunan, limbah dan lain-lain yang merupakan tempat mikroba berkembang biak. Tahapan dalam metagenomika diawali dengan deoxyribonucleic acid (DNA) sequencing terhadap metagenome sampel. Karena diambil langsung dari lingkungan, fragmen yang dihasilkan mengandung berbagai mikroorganisme. Kondisi seperti ini memungkin terjadinya kesalahan perakitan terhadap fragmen metagenome, yaitu disambungkannya fragmen antara spesies yang satu dengan fragmen dari spesies yang lain. Permasalahan ini dapat diselesaikan menggunakan metode binning. Ada 2 pendekatan binning, yaitu homologi dan komposisi. Penelitian ini berfokus pada pendekatan komposisi. Binning berbasis komposisi mengelompokan fragmen-fragmen dari berbagai organisme berdasarkan tingkat taksonominya menggunakan teknik-teknik dalam machine learning. Ada 2 komponen penting dalam machine learning, yaitu ekstraksi fitur dan pengklasifikasian atau pengklusteran. Teknik machine learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah spaced k-mers frekuensi sebagai metode pengekstraksi fitur dan Naïve Bayesian Classifier (NBC). Penggunaan metode spaced k-mers frekuensi menghasilkan banyak model posisi match (1) dan don t care (0). Oleh karena itu, Algoritme Genetika digunakan untuk mengoptimasi model posisi yang menghasilkan akurasi pengklasifikasian tertinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model posisi yang menghasilkan akurasi pengklasifikasian tertinggi. Tujuan kedua penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan don t care pada pengekstraksi fitur k-mers frekuensi. Kromosom yang berarti [ ] dengan nilai fitness 85,42 terpilih menjadi kromosom terbaik. Don t care juga berperan dalam mereduksi jumlah fitur sehingga mempercepat waktu eksekusi 6 kali lebih cepat dibandingkan dengan k-mers frekuensi. Kata Kunci: don t care, algoritme genetika, k-mers, metagenome, naïve bayesian classifier

4 SUMMARY ARINI AHA PEKUWALI. Optimization of Spaced K-mers Frequency Feature Extraction using Genetic Algorithms for Metagenome Fragments Classification. Supervised by WISNU ANANTA KUSUMA and AGUS BUONO. Metagenomics is a study that learns the entire genetic information concerning organisms from the samples directly taken from the environment, such as from soil, water, building, waste and so on which are places of microbes to breed. The phases in metagenomics were started with sequencing on the metagenome sample. The resulting fragments contain various microorganisms. Such condition might occur errors in the assembling process of metagenome fragments, called as misassembly contigs. The misassembly process yields interspecies chimeras. To minimize the number of interspecies chimeras, we could perform binning process and assembly process simultenously. Binning is a process for grouping the various organism fragments based on the taxonomic level. There are two binning approaches including the homology and the composition approach. In the homology approach, sequence alignment is performed between metagenome fragments and sequence reference that exist in the database of National Center for Biotechnology Information (NCBI). On the other hand, in the composition approach, binning is conducted by classification using machine learning methods. This research concerns with the problem that occur while conducting k- mers frequency extraction in metagenome fragment binning. K-mers frequency feature extractions produce larger features dimensions when the value of k is increased. In this research, the concept of spaced seed in PatternHunter was adapted to modify the k-mers frequency feature, known as spaced k-mers which consists of match positions (1) and don t care positions (0). The use of spaced k- mers frequency can reduce the size of dimension of k-mers frequency feature. The Genetic Algorithms was employed to find an optimum spaced k-mers frequency model to obtain high accuracy of Naïve Bayesian Classifier (NBC). The result show that the chromosome of representing the spaced k-mers frequency model of [ ] was chosen as the best chromosome, with fitness of higher than that of using only k-mers frequency features. Moreover, this approach also could reduce execution time almost six times. Keywords: don t care, genetic algorithms, k-mers, metagenome, naïve bayesian classifier

5 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

6 OPTIMASI PENGEKSTRAKSI FITUR SPACED K-MERS FREKUENSI MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA PADA PENGKLASIFIKASIAN FRAGMEN METAGENOME ARINI AHA PEKUWALI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Irman Hermadi, SKom MS PhD

8

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa atas segala kasih karunia, hikmat dan perkenanan-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah pengklasifikasian fragmen metagenome, dengan judul Optimasi Pengekstraksi Fitur Spaced K-mers Frekuensi menggunakan Algoritme Genetika pada Pengklasifikasian Fragmen Metagenome. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah berperan dalam penelitian ini, yaitu: 1 Bapak Dr Wisnu Ananta Kusuma, ST MT dan Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi MKom selaku pembimbing, yang telah memberikan banyak ide, masukan, dan dukungan kepada penulis. 2 Bapak Irman Hermadi, SKom MS PhD yang telah bersedia menjadi penguji, dan memberikan saran yang berharga sehingga tulisan ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. 3 Ayahanda Marthen Yunus, Ibunda Adrifina Ndjurumbaha, dan adik Marvin Daniel Pekuwali, Ambu Ina, Yuni, serta Kakak Jonathan dan Frida Reese, atas kasih sayang, doa, semangat, dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 4 Mamu Dorkas, Oma Ester Djera Naha, Kakak Amos dan keluarga, Kakak Ester, Kakak Anang dan Marlin Sinaga, Kakak Emanuel dan Okta Haramburu, Kakak Salmon dan Lina, Kakak Ria dan Aten, Mama Isto, Kakak Maung, Ishak, Tante Metty, Tante Nelce, atas kasih sayang, doa, semangat, dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 5 Rekan-rekan satu bimbingan Bapak Wisnu: Om Yampi, Pak Syaif, Kakak Mulyati, Rosi, Kana yang telah memberikan dukungan dan bantuan. 6 Kakak Ichad, Rake, Basyith, Sodik dan Farino yang telah membantu mengatasi kesulitan pemrograman yang penulis hadapi. 7 Rekan-rekan llmu Komputer angkatan 15 yang saling menyemangati selama pengerjaan penelitian. 8 Teman-teman Wisma Fahmeda, Kakak Restu, Mia, Ria, Ad, Netty, Adik Kiki, Arista, Eka, Dini, dan Tini, yang telah memberikan dukungan dan bantuan. 9 Papi Peter, Mami Sarah dan rekan-rekan di UBF Depok, serta teman-teman PA Oikumene Bogor yang telah mendukung dalam doa dan memberikan bantuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2015 Arini Aha Pekuwali

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Metagenomika 3 Pendekatan berbasis Homologi dan Komposisi 4 Algoritme Genetika 5 3 METODE 7 Tahapan Penelitian 7 Pengumpulan Data Penelitian 9 Praproses Data 9 Inisialisasi 10 Evaluasi Fitness 10 Seleksi 13 Crossover 13 Mutasi 14 Lingkungan Implementasi 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 Implementasi 14 Optimasi menggunakan GA 15 Evaluasi 15 Fitur Potensial 17 Keterbatasan Penelitian 17 5 SIMPULAN DAN SARAN 18 Simpulan 18 Saran 18 Ucapan Terima Kasih 18 DAFTAR PUSTAKA 19 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 42 vi vi vi

11 DAFTAR TABEL 1 Data latih 9 2 Data uji 10 3 Matriks komposisi yang terbentuk dengan kromosom Parameter GA yang digunakan dalam penelitian 14 5 Matriks Confusion dari kromosom DAFTAR GAMBAR 1 Binning sampel metagenome 3 2 Mencari nilai similarity antar sequence dengan seed 4 3 Mencari nilai similarity antar sequence dengan spaced seed 4 4 Cara kerja k-mers frekuensi 5 5 Cara kerja spaced k-mers frekuensi 5 6 Siklus Algoritme Genetika sederhana 6 7 Ilustrasi Crossover One Cut Point 7 8 Tahapan penelitian 8 9 Proses evaluasi fitness 9 10 Kromosom k-mers yang terbentuk jika k= Ilustrasi inisialisasi kromosom menggunakan GA Ilustrasi kemungkinan yang terbentuk dari E 1, E 2, dan E Ilustrasi kromosom yang terpilih Fitur 22 sampai 27 dari kromosom Fitur 38 sampai 43 dari kromosom Percobaan GA menggunakan 9 parameter yang berbeda Perbandingan nilai fitness dari k-mers dan spaced k-mers frekuensi Perbandingan waktu eksekusi program 17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Pseudocode program optimasi pengekstraksi fitur spaced k-mers 21 2 Pseudocode prosedur Ekstraksi Fitur 25 3 Pseudocode prosedur Naïve Bayesian Classifier (NBC) 30 4 Pseudocode Fungsi pembentuk fitur 35 5 Pseudocode prosedur tukar pada operator crossover 36 6 Percobaan optimasi menggunakan Algoritme Genetika 37 7 Nilai mean dari fitur-fitur kromosom

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metagenomika adalah studi yang mempelajari keseluruhan informasi genetik tentang organisme-organisme dari sampel yang diambil langsung dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud seperti tanah, air, isi perut manusia, bangunan, limbah dan lain-lain yang merupakan tempat mikroba berkembang biak (Bouchot et al. 2013). Thomas et al. (2012) menjelaskan bahwa metagenomika bertujuan untuk mempelajari variasi spesies, memberikan kontribusi dalam penemuan keanekaragaman gen-gen baru, dan mempelajari interaksi antara mikroba dengan inangnya. Tahapan dalam metagenomika diawali dengan proses sequencing terhadap metagenome sampel menghasilkan ururtan deoxyribonucleic acid (DNA) dari masing-masing organisme. Karena diambil langsung dari lingkungan, fragmen yang dihasilkan mengandung berbagai macam mikroorganisme (Bouchot et al. 2013). Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya kesalahan perakitan (assembly) terhadap fragmen metagenome, yaitu disambungkannya fragmen antara spesies yang satu dengan fragmen dari spesies yang lain, sehingga menghasilkan interspecies chimeras (Meyerdierks & Glockner 2010). Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan melakukan proses assembly dan binning secara simultan. Binning, yaitu mengelompokan fragmen-fragmen dari berbagai organisme berdasarkan tingkat taksonomi. Ada dua pendekatan binning, yaitu homologi dan komposisi. Pada pendekatan homologi, dilakukan sequence alignment antara fragmen metagenome dengan sequence reference yang ada di basis data National Center for Biotechnology Information (NCBI). Pendekatan kedua adalah binning berbasis komposisi dengan melakukan klasifikasi atau pengelompokan terhadap fragmen metagenome menggunakan teknik-teknik dalam machine learning. BLAST atau Basic Local Alignment Search Tool (Altschul et al. 1990) dan MEGAN (Huson et al. 2007) merupakan aplikasi yang menggunakan pendekatan homologi dalam mengidentifikasi spesies. Sementara itu penelitian yang telah dilakukan menggunakan pendekatan komposisi seperti supervised learning maupun unsupervised learning antara lain adalah PhyloPythia (McHardy et al. 2007), klasifikasi menggunakan Naïve Bayesian Classifier (NBC) oleh Rosen et al. (2008), klasifikasi menggunakan Support Vector Machine (SVM) oleh Kusuma (2012), dan pengelompokan fragmen metagenome menggunakan Growing Self Organizing Map (GSOM) oleh Overbeek et al. (2013). PhyloPythia menerapkan pengekstraksi fitur k-mers frekuensi dan pengklasifikasi Support Vector Machine (SVM). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah semakin besar nilai k, maka hasil klasifikasi semakin akurat. Minimal nilai k yang digunakan adalah 5 untuk mendapatkan persentase akurasi yang tinggi. Rosen et al. (2008) juga menggunakan k-mers frekuensi sebagai pengekstraksi fitur. Nilai k yang digunakan bervariasi, yaitu 3, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15-mers. Penelitian menyimpulkan bahwa persentase akurasi tertinggi didapat saat menggunakan 12-mers untuk 250 base pair (bp) dan 100 bp, sedangkan 15-mers untuk 25 bp. Overbeek et al. (2013) menggunakan

13 2 pengekstraksi fitur k-mers frekuensi. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah GSOM dapat digunakan untuk pemetaan fragmen yang memiliki komunitas besar dan memiliki panjang fragmen yang pendek, yaitu 1 Kbp. Penelitian tersebut menghasilkan akurasi lebih dari sama dengan 80%. Ukuran dimensi fitur yang besar merupakan tantangan yang dihadapi apabila menggunakan metode pengekstraksi fitur k-mers frekuensi. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2012) menggunakan pengklasifikasi SVM dan pengekstraksi fitur k-mers frekuensi yang melibatkan don t care (0) atau yang dikenal dengan spaced k-mers frekuensi. Spaced k-mers frekuensi menghasilkan 192 fitur. Secara keseluruhan penelitian ini sudah menghasilkan akurasi yang baik bahkan untuk panjang fragmen kecil 400 bp yaitu 65,3% untuk takson genus, 72% untuk takson orde, 78,2% untuk takson kelas, dan 82,1% untuk takson filum. Pada panjang fragmen besar (10 Kbp) akurasi mencapai lebih dari 95% untuk semua level takson. Penggunaan berbagai panjang fragmen ini disimpulkan bahwa semakin panjang fragmen yang digunakan maka akan semakin besar hasil akurasi yang diperoleh dan sebaliknya. Ekstraksi fitur menggunakan spaced k-mers frekuensi menghasilkan banyak variasi model posisi dari match (1) dan don t care (0), sehingga perlu dicari model posisi yang dapat menghasilkan akurasi yang tinggi. Kusuma (2012) menggunakan metode exhaustive search untuk mencari model posisi dari match dan don t care yang dapat menghasilkan akurasi yang tinggi. Algoritme Genetika (GA) dapat digunakan untuk mengoptimasi pencarian model posisi yang dapat menghasilkan akurasi tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan GA untuk mengoptimasi model posisi match dan don t care pengekstraksi fitur k-mers frekuensi dalam pengklasifikasian metagenome. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan yang menjadi bahan analisis dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil optimasi terhadap model posisi match (1) dan don t care (0) pada spaced seed menggunakan Algoritme Genetika yang menghasilkan akurasi yang tinggi? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah melakukan optimasi model spaced k-mers terhadap posisi match (1) dan don t care (0) pada spaced seed menggunakan Algoritme Genetika yang menghasilkan akurasi yang tinggi. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan akurasi pengklasifikasian fragmen metagenome dan mempercepat waktu eksekusi program.

14 3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini, yaitu: 1. Data metagenome yang digunakan diambil dari basis data NCBI. 2. Fragmen yang digunakan dihasilkan dari perangkat lunak MetaSim yang mensimulasikan Illumina sequencer. 3. Fragmen yang dihasilkan memiliki panjang yang tetap dan tidak mengandung sequencing error. 4. Data latih berjumlah fragmen dan data uji. 5. Tingkat taksonomi yang digunakan dalam pengklasifikasian adalah genus. 6. Nilai k yang digunakan dalam proses ekstraksi fitur menggunakan spaced k- mers adalah k=12. 2 TINJAUAN PUSTAKA Metagenomika Riesenfeld et al. (2004) menyatakan bahwa metagenomika merupakan suatu teknik yang secara khusus ditujukan untuk mengumpulkan gen-gen secara langsung dari suatu lingkungan, diikuti dengan menganalisis informasi genetika yang terkandung di dalamnya. Berbeda dengan teknik analisis genom bakteri pada umumnya, teknik metagenome dilakukan dengan langsung mengekstraksi DNA genom dari lingkungan dan tidak memerlukan proses pengkulturan bakteri pada media buatan (Handelsman 2007). Hal ini dilakukan untuk mempelajari bakteri yang tidak dapat dikultur yang diperkirakan terdapat lebih dari 99% dari populasi bakteri di seluruh lingkungan (Riesenfeld et al. 2004). Tahapan pada metagenomika dimulai dengan pengambilan sampel dari lingkungan. Lingkungan dalam hal ini bisa berupa air laut, tanah, isi perut manusia, dan lain-lain. Sampel yang telah diambil selanjutnya diekstrak, kemudian hasil ekstrak dimasukkan ke dalam mesin sequencer. Mesin sequencer menghasilkan fragmen-fragmen DNA. Fragmen-fragmen DNA dirakit (assembly), namun bisa saja terjadi kesalahan pada tahap ini, seperti tersambungnya fragmen organisme A dengan fragmen dari organisme B. Kesalahan perakitan ini menghasilkan interspecies chimeras. Untuk menghindari terbentuknya interspecies chimeras, maka pada tahapan ini harus dilakukan perakitan (assembly) dan binning secara simultan. Binning adalah pengelompokan fragmenfragmen metagenome sesuai tingkat taksonominya (Meyerdierks & Glockner 2010). DNA Assembly Binning Finishing Sampel Metagenome DNA Sequencing Gambar 1 Binning sampel metagenome (Kusuma 2012)

15 4 Fragmen-fragmen yang sudah tersambung dan membentuk urutan (sequence) DNA disebut contigs (continuous sequence), adapun sequence DNA yang sudah lebih panjang contigs tapi masih mengandung gap yang disebut scaffolds. Kemudian scaffolds dianotasi, yaitu pengidentifikasian sequence DNA. Pendekatan berbasis Homologi dan Komposisi Pendekatan berbasis homologi bekerja dengan cara membandingkan data metagenome dengan data yang ada pada basis data menggunakan BLAST (Altschul et al. 1990) atau MEGAN (Huson et al. 2007). Pada dasarnya pendekatan ini digunakan untuk mencari kemiripan antar sequence DNA melalui proses pensejajaran sequence. Cara kerja BLAST adalah melakukan pensejajaran sequence secara local alignment dengan mencari daerah pendek yang berdekatan atau yang bagian nukleotida yang match antara metagenome sequence dengan sequence di basis data (Gambar 2). Pendekatan berbasis homologi terus berkembang, sehingga oleh Ma et al. (2002) mengusulkan PatternHunter. Metode ini diusulkan untuk memodifikasi aplikasi BLAST. Ide dasar dari metode ini adalah seed yang dipakai tidak perlu semua match. Kombinasi dari match dan don t care (spaced seed) dapat mempercepat proses pencarian nilai kesamaan dari 2 sequence DNA. Pada spaced seed, match disimbolkan dengan angka 1, sedangkan don t care disimbolkan dengan angka 0. Keadaan yang disebut match adalah nukleotida yang ada pada metagenome sequence wajib sama dengan nukleotida yang ada pada sequence refrence di basis data. Sedangkan keadaan don t care adalah nukleotida yang ada pada metagenome sequence tidak wajib sama dengan nukleotida yang ada pada sequence refrence di basis data (Gambar 3). * * * * * A G C G A T G A C A G T A T C T A G A C T G C G A T A G C A G T A A G C A G A T Seed: Gambar 2 Mencari nilai similarity antara sequence metagenome dengan referensi sequence menggunakan pesejajaran sequence dengan seed (Kusuma 2012) * * * * * A G C T A T G A C A A T A T C T A G A C T G C C A T A G C A T T A A G C A G A T Spaced Seed: Gambar 3 Mencari nilai similarity antara sequence metagenome dengan referensi sequence menggunakan pesejajaran sequence dengan spaced seed (Kusuma 2012)

16 Berbeda dengan pendekatan homologi, pendekatan komposisi tidak perlu mensejajarkan metagenome sequence, tetapi dengan menghitung frekuensi kemunculan fitur dari metagenome sequence. K-mers frekuensi adalah salah satu metode pengekstraksi fitur yang dapat digunakan untuk menghitung frekuensi kemunculan fitur. Nilai k pada k-mers frekuensi adalah panjang fragmen metagenome (Choi & Cho 2002). Pola kemunculan k dalam sequence dihitung menggunakan 4 basa utama, yaitu Adenine (A), Cytosine (C), Guanine (G) dan Thymine (T) yang dipangkatkan dengan rangkaian pasang basa yang ingin digunakan (pola kemunculan: 4 k, dengan k 1). Gambar 4 menampilkan cara kerja k-mers frekuensi. A A A G A A C A G A Generate all position k = 3 5 AAA AAT CAA CAT TTT Gambar 4 Cara kerja k-mers frekuensi (Kusuma 2012) Metode yang berbasis pendekatan komposisi adalah spaced k-mers frekuensi (Kusuma 2012). Spaced k-mers mengadopsi ide dasar PatternHunter ke dalam metode pengekstraksi fitur k-mers frekuensi. Gambar 5 menampilkan cara kerja spaced k-mers frekuensi. A A A G A A C A G A Generate all position k = 3 spaced k-mers = 101 A*A A*T C*A C*T T*T Gambar 5 Cara kerja spaced k-mers frekuensi (Kusuma 2012) Algoritme Genetika Goldberg (1989) adalah orang yang pertama kali memperkenalkan siklus algoritme genetika yang digambarkan seperti pada Gambar 6. Siklus dimulai dari membuat populasi awal secara acak, kemudian menghitung nilai fitness dari setiap kromosom. Proses berikutnya adalah menyeleksi kromosom terbaik, kemudian dilanjutkan oleh proses crossover dan mutasi sehingga terbentuk populasi baru.

17 6 Selanjutnya populasi baru ini mengalami siklus yang sama dengan populasi sebelumnya. Proses ini berlangsung terus hingga maksimal generasi. Populasi awal Evaluasi Fitness Seleksi Individu Populasi Baru Reproduksi : Crossover dan Mutasi Gambar 6 Siklus Algoritme Genetika sederhana (Goldberg 1989) Inisialisasi Populasi awal Proses inisialisasi kromosom diawali dengan proses encoding. Encoding (pengkodean) berguna untuk mengodekan atau menyandikan nilai gen-gen pembentuk kromosom (Gen & Cheng 1997). Dalam penelitian ini kromosom yang dibentuk berupa kromosom biner yaitu terdiri dari bit 1 dan 0. Bit 1 mewakili match, sedangkan bit 0 mewakili don t care. Seleksi Individu Proses pemilihan dua kromosom sebagai orang tua biasanya dilakukan secara proporsional berdasarkan nilai fitness. Metode roulette wheel merupakan metode seleksi yang digunakan dalam penelitian ini. Sesuai dengan namanya, metode ini menirukan permainan roulette wheel. Masing-masing kromosom menempati potongan lingkaran pada roda roulette secara proporsional sesuai dengan nilai fitness (Gen & Cheng 1997). Adapun formula yang digunakan dalam proses seleksi, yaitu: a. Total fitness untuk populasi F =, k = 1, 2,..., pop_size (2.1) b. Hitung probabilitas seleksi p k untuk setiap kromosom v k p k =, k = 1, 2,..., pop_size (2.2) c. Hitung probabilitas kumulatif q k untuk setiap kromosom v k q k =, k = 1, 2,..., pop_size (2.3) Crossover Sebuah kromosom yang mengarah pada solusi optimal bisa diperoleh melalui proses pindah silang, dengan catatan bahwa pindah silang hanya bisa dilakukan jika sebuah bilangan acak r dalam interval [0 1] yang dibangkitkan

18 nilainya lebih kecil dari probabilitas p c tertentu, dengan kata lain r < p c. Crossover dilakukan atas 2 kromosom untuk menghasilkan kromosom anak (offspring). Kromosom anak yang terbentuk akan mewarisi sebagian sifat kromosom induknya (Gen & Cheng 1997). Teknik crossover yang dipakai adalah crossover one cut point. Titik Potong 7 Orang tua Anak 1 Orang tua Anak 2 Gambar 7 Ilustrasi Crossover One Cut Point (Gen & Cheng 1997) Mutasi Mutasi dilakukan untuk semua bit yang terdapat pada kromosom, jika bilangan acak yang dibangkitkan lebih kecil dari probabilitas mutasi p m yang ditentukan. Untuk kode biner, mutasi dilakukan dengan cara menukar nilai bit 0 menjadi bit 1, sebaliknya bit 1 diubah menjadi bit 0 (Gen & Cheng 1997). Elitisme Elitisme adalah prosedur untuk menggandakan kromosom yang mempunyai nilai fitness tertinggi sebanyak satu (bila kromosom dalam suatu populasi adalah ganjil) atau dua (bila jumlah kromosom dalam suatu populasi adalah genap). Hal ini dilakukan agar kromosom ini tidak mengalami kerusakan (nilai fitness menurun) selama proses pindah silang maupun mutasi (Gen & Cheng 1997). 3 METODE Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan dalam penelitian ini dibagi dalam 4 bagian, yaitu: 1. Pengumpulan, pembagian dan praproses data 2. Optimasi pengekstraksi fitur spaced k-mers mengggunakan GA 3. Ekstraksi fitur fragmen-fragmen metagenome 4. Klasifikasi fragmen metagenome menggunakan NBC Tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 8.

19 8 Mulai Data metagenome NCBI Membagi Data Data Latih Data Uji Inisailisasi Praproses data latih Fragmen Data Latih Praproses data uji Fragmen Data Uji Tidak Evaluasi Fitness Seleksi Crossover generasi = max generasi Mutasi Ya Selesai Gambar 8 Tahapan penelitian Proses evaluasi fitness (Gambar 9) mencakup 2 bagian penting, yaitu proses ekstraksi fitur dan klasifikasi menggunakan NBC. Kromosom yang telah dibentuk pada proses inisialisasi, digunakan menjadi model pengekstraksi fitur pada proses ekstraksi fitur menggunakan spaced k-mers. Kemudian fitur-fitur yang dihasilkan diklasifikasi menggunakan NBC. Nilai akurasi yang dihasilkan oleh NBC merupakan nilai fitness dari kromosom yang dipakai.

20 9 Evaluasi Fitness Naïve Bayesian Classifier Fitur Data Latih Menghitung rata-rata dan standar deviasi dari setiap kelas Menghitung peluang prior dari setiap kelas Ekstraksi fitur Fitur Data Uji Menghitung peluang likelihood setiap fitur dari setiap data uji Mengalikan peluang likelihood setiap fitur dari setiap data uji Menghitung peluang posterior setiap data uji Menghitung Akurasi Gambar 9 Proses evaluasi fitness Pengumpulan Data Penelitian Penelitian ini menggunakan data mikroba yang diperoleh dari situs NCBI yang dapat diakses melalui ( Format data yang digunakan adalah FASTA (*.fna). Ada 19 spesies yang termasuk ke dalam 3 genus (Kusuma 2012) yang digunakan di dalam penelitian ini. Data penelitian dibagi dalam 2 bagian yaitu data latih (Tabel 1) yang terdiri atas 10 spesies dan data uji (Tabel 2) yang terdiri atas 9 spesies. Praproses Data Proses praproses pada data latih dan data uji dilakukan menggunakan MetaSim (Richter et al. 2008) yaitu perangkat lunak yang dapat mensimulasikan DNA sequencer. Hasil simulasi sequencing menggunakan MetaSim diperoleh fragmen dengan panjang fragmen 500 bp untuk data latih dan fragmen dengan panjang fragmen 500 bp untuk data uji. Tabel 1 Data latih No Species Genus Jumlah Fragmen Panjang Fragmen 1 Agrobacterium radiobacter K84 chromosome bp 2 Agrobacterium tumefaciens str. C58 Agrobacterium bp chromosome circular 3 Agrobacterium vitis S4 chromosome bp 4 Bacillus amyloliquefaciens FZB bp 5 Bacillus anthracis str. Ames Ancestor Bacillus bp 6 Bacillus cereus 03BB bp 7 Bacillus pseudofarmus OF4 chromosome bp

21 10 No Species Genus Jumlah Fragmen Panjang Fragmen 8 Staphylococcus aureus subsp. Aureus JH bp 9 Staphylococcus epidermis ATCC Staphylococcus bp 10 Staphylococcus haemolyticus JCSC bp Tabel 2 Data uji No Species Genus Jumlah Fragmen Panjang Fragmen 1 Agrobacterium radiobacter K84 chromosome bp 2 Agrobacterium tumefaciens str. C58 Agrobacterium bp chromosome linear 3 Agrobacterium vitis S4 chromosome bp 4 Bacillus thuringiensis str Al Hakam bp 5 Bacillus subtilis subsp. Subtilis str 168 Bacillus bp 6 Bacillus pumilus SAFR bp 7 Staphylococcus carnosus bp 8 Staphylococcus saprophyticus subsp. Staphylococcus bp Saprophyticus ATCC 1530S 9 Staphylococcus Lugdunensis HKU bp Inisialisasi Inisialisasi kromosom menggunakan GA dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalnya k yang digunakan 12, maka terbentuk kromosom yang terdiri atas 12 bit (Gambar 10) x 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x 6 x 7 x 8 x 9 x 10 x 11 x 12 Gambar 10 Kromosom k-mers yang terbentuk jika k=12 Saat menggunakan k-mers dengan k = 12 maka menghasilkan 4 12 fitur. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan pengekstraksi fitur spaced k- mers dengan tujuan mereduksi jumlah fitur. Kromosom yang dibentuk terdiri dari bit yang bernilai 1 (mewakili match) dan bit yang bernilai 0 (mewakili don t care). Penelitian ini menggunakan k = 12. Pemilihan nilai k = 12 berpedoman pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rosen et al. (2008), yang menyatakan bahwa semakin besar nilai k maka akurasi pengklasifikasian semakin meningkat. Dengan demikian, ruang pencarian GA berjumlah kemungkinan. Evaluasi Fitness Penelitian ini menggunakan nilai fitness yang diperoleh dari nilai akurasi pengklasifikasian fragmen metagenome. Proses untuk memperoleh nilai akurasi diawali dengan proses ekstraksi fitur. Proses ekstraksi fitur menghasilkan fiturfitur yang selanjutnya diklasifikasikan menggunakan NBC.

22 Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur dilakukan untuk data latih dan data uji. Metode yang digunakan dalam ekstraksi fitur dengan cara menghitung frekuensi kemunculan spaced k-mers. Model match (1) dan don t care (0) dibentuk dari hasil inisialisasi GA. Model posisi selanjutnya disebut kromosom. Don t care (0) berarti membolehkan pasangan basa apapun mengisi bit tersebut (Ma et al. 2002) * 1 1 * * 1 1 * * * 1 x 1 x 3 x 4 x 7 x 8 x 12 Gambar 11 Ilustrasi inisialisasi kromosom menggunakan GA Gambar 11 menunjukkan bahwa kromosom pengekstraksi fitur yang diinisilisasi terdiri atas 3 bagian. Bagian pertama E1 (Gambar 12a) terdiri atas 3 bit yang kemungkinan membentuk variasi sebanyak 2 1. Gambar 12b menunjukkan bagian kedua E2 terdiri dari 4 bit dengan kemungkinan variasi sebanyak 2 2. Bagian ketiga E3 (Gambar 12c) terdiri dari 5 bit yang membentuk variasi sebanyak 2 3. Fitur dalam proses ekstraksi fitur terbentuk dari kombinasi pasang basa nukleutida Adenine (A), Cytosine (C), Guanine (G) dan Thymine (T). (a) 1 * 1 x 1 x 3 (b) 1 * * 1 x 4 x 7 (c) 1 * * * 1 x 8 x atau Gambar 12 (a) Ilustrasi kemungkinan yang terbentuk dari E 1 (b) Ilustrasi kemungkinan yang terbentuk dari E 2 (c) Ilustrasi kemungkinan yang terbentuk dari E Gambar 13 Ilustrasi kromosom yang terpilih Kromosom pada Gambar 13 digunakan untuk mengekstraksi fitur, maka terbentuk matriks komposisi seperti pada Tabel 3. Matriks komposisi adalah matriks yang berisi frekuensi kemunculan fitur.

23 12 Tabel 3 Matriks komposisi yang terbentuk dengan kromosom Fitur AAA TTT AAAA... TTTT A***A T***T Genus Fragmen (1) (64) (65) (320) (321) (336) F Agrobacterium F Agrobacterium F Staphylococcus Pengekstraksian fitur menggunakan kromosom , menghasilkan karakteristik kelas. Karakteristik kelas didapatkan melalui nilai mean dari kemunculan fitur untuk setiap genus (Lampiran 7). Dari 336 fitur yang dihasilkan diketahui bahwa pada fitur 22 sampai fitur 27 (Gambar 14) memiliki nilai mean yang memiliki perbedaan signifikan untuk setiap genus. Pada fitur 38 sampai 43 (Gambar 15) juga menunjukkan hal yang sama. 20 Mean Frekuensi Agrobacterium Bacillus Staphylococcus Fitur ke- Gambar 14 Fitur 22 sampai 27 dari kromosom Mean Frekuensi Agrobacterium Bacillus Staphylococcus Fitur ke Gambar 15 Fitur 38 sampai 43 dari kromosom Klasifikasi menggunakan Naïve Bayesian Classifier Metode pengklasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Naïve Bayesian Classifier (NBC). Han dan Kamber (2001) mengatakan bahwa langkah pertama dalam pengklasifikasian ini adalah menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari fitur-fitur data latih pada setiap kelas. Nilai rata-rata dan standar deviasi digunakan untuk menghitung probabilitas P x C. i k

24 13 1 P xk Ci g xk, C, i C e i 2 C i ( x k Ci )2 2 2 C i dengan g x,, adalah fungsi densitas Gaussian untuk atribut A k, selama k Ci Ci adalah rata-rata dan standar deviasi, masing-masing memberikan nilai dan Ci C i atribut A k untuk data latih dari kelas C i. Setelah didapatkan probabilitas P x C untuk setiap fitur pada setiap kelas, nilai probabilitas P x C dikalikan k i P( X Ci) P( x C ) k n ( k 1) k i (3.2) sehingga didapatkan probabilitas P(X C i ) untuk setiap kelasnya. Probabilitas P(X C i ) dikalikan dengan probabilitas prior setiap kelas maka akan dihasilkan probabiltas posterior P(C i X). P ( X Ci) P( Ci) PCi X (3.3) P( x) Penentuan kelas dari data uji mengikuti aturan P(C i X) > P(C j X), untuk 1 j m, j i. Akurasi untuk hasil klasifikasi dapat dicari dengan menggunakan rumus : i (3.1) data uji benar Akurasi x 100% data uji Nilai akurasi yang didapat akan menjadi nilai fitness kromosom. (3.4) Seleksi Penelitian ini menggunakan operator seleksi Roulette Wheel. Gen dan Cheng (1997) mengatakan bahwa metode Roulette Wheel atau roda roulette ini merupakan metode yang paling sederhana, dan sering dikenal juga dengan nama stochastic sampling with replacement. Pada metode ini, kromosom-kromosom dipetakan dalam suatu segmen garis secara berurutan sedemikian hingga tiap-tiap segmen kromosom memiliki ukuran yang sama dengan ukuran fitness-nya. Sebuah bilangan random dibangkitkan dan kromosom yang memiliki segmen dalam kawasan bilangan random tersebut terseleksi. Crossover Operator crossover yang digunakan adalah penyilangan satu titik, posisi penyilangan k (k = 1, 2,, N-1) dengan N adalah panjang kromosom (Gen & Cheng 1997). Kromosom yang terpilih menjadi parent adalah kromosom yang memiliki nilai acak kurang dari probabilitas crossover (Pc). Bit-bit ditukar antar kromosom pada titik tersebut untuk menghasilkan anak (offspring).

25 14 Mutasi Proses mutasi akan mengganti bit 1 dengan 0, atau mengganti bit 0 dengan 1. Pada proses mutasi ada parameter yang sangat penting yaitu probabilitas mutasi (Pm). Peluang mutasi menunjukkan persentasi jumlah total bit pada populasi yang akan mengalami mutasi. Untuk melakukan mutasi, terlebih dahulu kita harus menghitung jumlah total bit pada populasi tersebut. Kemudian bangkitkan bilangan random yang menentukan posisi yang bit dimutasi (Gen & Cheng 1997). Bit yang termutasi adalah bit yang mempunyai nilai random kurang dari nilai peluang mutasi. Lingkungan Implementasi Sistem perangkat lunak yang digunakan adalah: a. Sistem operasi: Windows 7 Ultimate b. CodeBlocks (sebagai compiler modul pengekstraksi fitur, optimasi GA dan pengklasifikasi NBC) c. Notepad ++ Spesifikasi hardware yang digunakan adalah: a. Processor Intel (R) Core (TM) i3-3217u 1.80GHz 1.8GHz b. Memori 4,00 GB RAM c. Hardisk 500 GB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Program optimasi pengekstraksi fitur spaced k-mers frekuensi dikembangkan menggunakan bahasa C++. Implementasi Algoritme Genetika, sebagai metode pengoptimasi, dimulai dengan membuat proses inisialisasi populasi yang terdiri dari 20 kromosom dengan panjang kromosom 12 bit. Parameter GA yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 4. Menurut Angelova dan Pencheva (2011) probabilitas mutasi lebih baik berkisar pada 0,002 sampai 0,1. Nilai probabilitas mutasi tidak boleh terlalu besar agar generasi baru yang didapatkan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Tabel 4 Parameter GA yang digunakan dalam penelitian Paramater Nilai Probabilitas Crossover (Pc) 0,650 0,700 0,750 Probabilitas Mutasi (Pm) 0,050 0,075 0,100 Populasi 20 kromosom Jumlah Bit setiap kromosom 12 bit Elitisme 1

26 Tahapan berikutnya adalah evaluasi fitness dengan cara mengekstraksi fitur fragmen-fragmen data latih dan data uji (Lampiran 2 dan 4). Fitur data latih dan data uji diklasifikasikan menggunakan metode NBC (Lampiran 3). Nilai akurasi merupakan keluaran dari proses pengklasifikasian. Nilai akurasi tersebut dijadikan nilai fitness untuk kromosom-kromosom yang telah diinisialisasi. Seleksi kromosom menggunakan metode roulette wheel, nilai fitness dari setiap kromosom dijumlahkan. Total fitness tersebut digunakan untuk mendapatkan area pemilihan kromosom yang menempati posisi di generasi selanjutnya. Proses selanjutnya adalah kawin silang atau crossover, kromosomkromosom yang mempunyai nilai acak kurang dari probabilitas crossover (Pc), merupakan kandidat kromosom-kromosom yang dikawin-silangkan. Metode crossover yang dipakai adalah one-cut-point, yaitu membangkitkan satu nilai acak yang dipakai sebagai titik potong dari kromosom yang dikawin-silangkan (Lampiran 5). Metode mutasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah menukarkan bit 0 dengan 1 atau sebaliknya apabila bit tersebut memiliki nilai acak kurang dari probabilitas mutasi (Pm). Pseudocode algoritme genetika disajikan dalam Lampiran Optimasi menggunakan GA Ada 9 percobaan yang telah dilakukan dalam penelitian ini. Setiap percobaan menggunakan parameter yang berbeda (Gambar 16). 9 percobaan ini konvergen pada satu titik optimum yang sama (Lampiran 7). Namun, percobaan ke 3 lebih cepat menemukan titik optimum, karena berhasil menemukan titik optimum pada generasi ke 2 atau saat ruang pencarian sebesar 62,5%. Titik optimum yang ditemukan oleh 9 percobaan tersebut adalah kromosom dengan fitness 85,42. Kromosom berarti [ ] menghasilkan 366 fitur. Generasi Percobaan ke- Keterangan grafik Percobaan 1: Pc=0,65 dan Pm=0,050 2: Pc=0,65 dan Pm=0,075 3: Pc=0,65 dan Pm=0,100 4: Pc=0,70 dan Pm=0,050 5: Pc=0,70 dan Pm=0,075 6: Pc=0,70 dan Pm=0,100 7: Pc=0,75 dan Pm=0,050 8: Pc=0,75 dan Pm=0,075 9: Pc=0,75 dan Pm=0,100 Gambar 16 Percobaan GA menggunakan 9 parameter yang berbeda Evaluasi Evaluasi dilakukan terhadap hasil percobaan yang telah dilakukan. Evaluasi yang dilakukan, yaitu confusion matrix, menunjukkan perbandingan

27 16 fitness dan waktu eksekusi program antara kromosom yang tidak melibatkan don t care (k-mers frekuensi) dengan kromosom yang melibatkan don t care (spaced k- mers frekuensi). Confusion Matrix Evaluasi menggunakan confusion matrix. Tabel 5 menampilkan hasil pengklasifikasian fragmen data uji menggunakan kromosom Tabel 5 Confusion Matix dari kromosom Prediksi Agrobacterium Bacillus Staphylococcus Aktual Agrobacterium Bacillus Staphylococcus Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa fragmen data uji dari genus Bacillus sebanyak 344 fragmen data uji diklasifikasikan salah ke genus Staphylococcus. Hal ini disebabkan genus Bacillus dan genus Staphylococcus berasal dari order yang sama yaitu order Bacillales. Perbandingan k-mers dengan spaced k-mers Kromosom mewakili pengekstraksi fitur k-mers frekuensi. Kromosom dan mewakili pengekstraksi fitur spaced k-mers. Kromosom menghasilkan 1344 fitur, sedangkan kromosom menghasilkan 288 fitur. Gambar 17 menunjukkan perbandingan fitness dari 3 kromosom. Kromosom menghasilkan fitness yang lebih tinggi dibandingkan dengan kromosom Penggunaan don t care (0) dapat meningkatkan akurasi pengklasifikasian (ditunjukkan dengan nilai fitness). Gambar 17 Perbandingan nilai fitness dari k-mers dan spaced k-mers frekuensi

28 Selain itu, dilakukan perbandingan waktu eksekusi program dari 3 kromosom. Kromosom memerlukan waktu eksekusi yang lebih cepat yaitu 12 menit dibandingkan dengan kromosom yang memerlukan waktu eksekusi 68 menit. Oleh karena itu, don t care (0) juga berperan untuk mereduksi jumlah fitur sehingga mempercepat waktu eksekusi program. Gambar 18 menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah fitur, maka waktu eksekusi program yang diperlukan semakin sedikit waktu (menit) fitur 336 fitur 1344 fitur ( ) ( ) ( ) Gambar 18 Perbandingan waktu eksekusi program dari k-mers dan spaced k-mers frekuensi Fitur Potensial Telah dilakukan pengklasifikasian yang menggunakan fitur potensial. Fitur potensial adalah fitur yang memiliki nilai mean yang berbeda signifikan antara setiap genus. Fitur potensial dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Klasifikasi menggunakan fitur 22 sampai 27 menghasilkan akurasi sebesar 78,83%. Sedangkan saat menggunakan fitur 38 sampai 43 menghasilkan akurasi sebesar 79,67%. Pada bagian ini dapat dilihat bahwa dengan menggunakan 6 fitur menghasilkan akurasi yang tidak jauh berbeda dengan yang melibatkan 336 fitur. Hasil ini menunjukkan bahwa ada fitur yang berpengaruh dalam pengklasifikasian dan juga ada fitur yang tidak terlalu berpengaruh saat pengklasifikasian dilakukan. Sehingga dapat disimpulkan tidak semua fitur dapat mengklasifikasikan fragmen metagenome dengan akurat. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah waktu eksekusi program yang memerlukan waktu lama. Dalam penelitian ini untuk 50 generasi memerlukan waktu 10 hari. Oleh karena itu, dibutuhkan eksekusi program secara paralel sehingga dapat mempercepat waktu eksekusi. Penggunaan waktu terbanyak dalam proses penelitian ini adalah proses ekstraksi fitur. Program yang dikembangkan telah menggunakan penyeleksi kromosom, dengan tujuan menghindari pengulangan pengekstraksian fitur terhadap kromosom yang telah dibangkitkan pada generasi sebelumnya. Namun, prosedur penyeleksi yang ada hanya bisa

29 18 membandingkan kromosom pada generasi n dengan kromosom pada generasi n-1. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyeleksian terhadap kromosom generasi n dengan cara membandingkan kromosom generasi ke n dengan seluruh kromosom yang telah dibangkitkan pada generasi-generasi sebelumnya. Apabila kromosom generasi ke n telah dibangkitkan pada generasi sebelumnya, maka ekstraksi fitur dan pengklasifikasian tidak perlu dilakukan lagi. 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Algoritme Genetika berhasil menemukan titik optimum model spaced k- mers terhadap posisi match (1) dan don t care (0) pada spaced seed. Spaced seed optimum tersebut adalah kromosom dengan fitness 85,42 untuk fragmen dengan panjang 500 bp. Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan don t care dapat meningkatkan akurasi pengklasifikasian. Selain itu, don t care berperan mempercepat waktu eksekusi program. Telah dilakukan pengklasifikasian terhadap fragmen-fragmen metagenome menggunakan 12 fitur potensial yang dibagi dalam 2 kelompok. Fitur-fitur potensial diambil dari kromosom Kelompok pertama melibatkan fitur ke- 22 sampai 27. Fitur ke- 38 sampai 43 merupakan kelompok kedua. Pengklasifikasian menggunakan fitur kelompok pertama menghasilkan akurasi sebesar 78,83%, sedangkan kelompok kedua menghasilkan akurasi sebesar 79,67%. Pada bagian ini dapat dilihat bahwa dengan menggunakan 6 fitur menghasilkan akurasi yang tidak jauh berbeda dengan yang melibatkan 336 fitur. Sehingga dapat disimpulkan tidak semua fitur dapat mengklasifikasikan fragmen metagenome dengan akurat. Saran Beberapa hal yang dapat dikembangkan lebih lanjut dari penelitian ini, yaitu pemrograman paralel untuk eksekusi program dan perlu dilakukan penyeleksian terhadap kromosom generasi n dengan cara membandingkan kromosom generasi ke n dengan seluruh kromosom yang telah dibangkitkan pada generasi-generasi sebelumnya. Apabila kromosom ke n telah dibangkitkan pada generasi sebelumnya, maka ekstraksi fitur dan pengklasifikasian tidak perlu dilakukan lagi. Pembangkitan nilai random pada saat proses mutasi cukup dilakukan terhadap bit ke- 2, 5, 6, 9, 10, dan 11. Bit ke- 1, 3, 4, 7, 8, dan 12 tidak perlu dilakukan karena bit-bit tersebut harus tetap berisi biner 1. Hal ini tentunya akan mempercepat proses perbandingan probabilitas mutasi dengan nilai random untuk setiap bit. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan penelitian ini melalui beasiswa BPP-DN.

30 19 DAFTAR PUSTAKA Altschul S, Gish W, Miller W, Myers E, Lipman D Basic local alignment search tool. Journal of Molecular Biology. 215(3): doi: /s (05) Angelova M, Pencheva T Tuning Genetic Algorithm parameter to improve converge time. International Journal of Chemical Engineering. doi: /2011/ Bouchot JL, Trimble WL, Ditzler G, Lan Y, Essinger S, Rosen G Advances in machine learning for processing and comparison of metagenomic data [internet]. [diunduh 15 September 2014]. Tersedia pada: int.pdf Choi JH, Cho HG Analysis of common k-mers for whole genome sequence using SSB-tree. Genome Information. 13: Gen M, Cheng R Genetic Algorithms and Engineering Design. New York (US): John Wiley & Sons, Inc. Goldberg DE Genetic Algorithms in search, optimization & machine learning. Indiana (US): Addison Wesley Longman. Han J, Kamber M Data Mining: Concepts and Techniques. San Francisco (US): Morgan Kaufmann Publishers. Handelsman J The new science of metagenomics: Revealing the secrets of our microbial planet. Washington (US): The National Academics Press. Huson DH, Auch AF, Schuster SC MEGAN analysis of metagenomic data. Genome Research. 17(3): doi: /gr Kusuma WA Combined approaches for improving the performance of denovo DNA sequence assembly and metagenomic classification of short fragments from next generation sequencer [disertasi]. Tokyo (JP): Tokyo Institute of Technology. Ma B, Tromp J, Li M PatternHunter: faster and more sensitive homology search. Bioinformatics. 18(3): McHardy AC, Martin HG, Tsirigos A, Hugenholtz P, dan Rigoutsos I Accurate Phylogenetic Classification of Variable-Length DNA Fragments. Nature Methods. 4(1): doi: /j.mib Meyerdierks A, Glockner FO Metagenome Analysis. Advances in Marine Genomics 1. doi: / _2. Overbeek MV, Kusuma WA, Buono A Clustering metagenome fragments using growing self organizing map. Advanced Computer Science and Information Systems (ICACSIS): doi: /ICACSIS Richter DC, Ott F, Auch AF, Schmid R, Huson DH MetaSim: a sequencing simulator for genomics and metagenomics. PloS one. 3(10):1-12. doi: /journal.pone Riesenfeld CS, Schloss PD, Handelsman J Metagenomics: genomic analysis of microbial communities. Annual Review of Genetics. 38: doi: /annurev.genet

31 20 Rosen G, Garbarine E, Caseiro D, Polikar R, Sokhansanj Metagenome fragment classification using n-mer frequency profiles. Advances in Bioinformatics. doi: / 2008/ Thomas T, Gilbert J, Meyer F Metagenomics a guide from sampling to data analysis. Microbial Informatics and Experimentation. doi: /

32 21 Lampiran 1 Pseudocode program optimasi pengekstraksi fitur spaced k-mers frekuensi pada penglasifikasian fragmen metagenome num_generation = 50 num_kromosom = 20 num_gen = 12 gnrt = 0 //generation /* A. Inisialisasi for i=0 to num_kromosom for j=0 to num_gen kromosom [i][j] rand () %2 kromosom [i][0] 1 kromosom [i][2] 1 kromosom [i][3] 1 kromosom [i][6] 1 kromosom [i][7] 1 kromosom [i][11] 1 while (gnrt < num_generation) for i=0 to num_kromosom for j=0 to 3 if (kromosom [i][j] == 1) ++K3 str_kromosom str_kromosom + inttostr (kromosom [i][j]) K3 0 pola3 [i] str_kromosom str_kromosom for i=0 to num_kromosom for j=3 to 7 if (kromosom [i][j] == 1) ++K4 str_kromosom str_kromosom + inttostr (kromosom [i][j])

33 22 K4 0 pola4 [i] str_kromosom str_kromosom for i=0 to num_kromosom for j=7 to 12 if (kromosom [i][j] == 1) ++K5 str_kromosom str_kromosom + inttostr (kromosom [i][j]) K5 0 pola5 [i] str_kromosom str_kromosom /* B. Evaluasi Fitness /* 2.1 Pengecekan kromosom generation n yang sama dengan kromosom /* generation n-1 for i=0 to num_kromosom str_kromosom2 [generation] [i] = pola3 [i] + pola4 [i] + pola5 [i] for j=0 to num_kromosom if (str_kromosom2 [gnrt][i] == str_kromosom [gnrt-1][j]) str_kromosom [gnrt][i] pola3 [i] + pola4 [i] + pola5 [i] fitness_kromosom [i] simp_akurasi [gnrt-1][j] simp_akurasi [gnrt][i] fitness_kromosom [i] idx_kromosom [gnrt][i] true for i=0 to num_kromosom if (idx_kromosom [gnrt][i]!= true) ekstraksi (pola3[i], pola4[i], pola5[i], i, data, data_uji) str_kromosom [gnrt][i] pola3 [i] + pola4 [i] + pola5 [i] NBC (i, gnrt, fitness_kromosom, data, data_uji)

34 23 simp_akurasi [gnrt][i] fitness_kromosom[i] /* C. Seleksi menggunakan Roda Roullete for i=0 to num_kromosom acak_seleksi [i] rand () % 1001/ total_fitness 0 for i = 0 to num_kromosom total_fitness total_fitness + fitness_kromosom [i] for i=0 to num_kromosom rasio_fitness [i] fitness_kromosom [i] / total_fitness area_pemilihan [0] rasio_fitness [0] for i = 1 to num_kromosom area_pemilihan [i] area_pemilihan [i-1] + rasio_fitness [i] area_pemilihan [-1] = 0 for i=0 to num_kromosom for j=0 to num_kromosom if ((acak_seleksi[i] >= area_pemilihan [j-1]) and (acak_seleksi[i] <= area_pemilihan [j])) idx_k_gen [i] i idx_terpilih [i] j for i = 0 to num_kromosom for j=0 to num_gen kromosom_tamp [idx_k_gen][j] = kromosom [idx_terpilih][j]

KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOME MENGGUNAKAN OBLIQUE DECISION TREE DENGAN OPTIMASI ALGORITME GENETIKA ALFAT SAPUTRA HARUN

KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOME MENGGUNAKAN OBLIQUE DECISION TREE DENGAN OPTIMASI ALGORITME GENETIKA ALFAT SAPUTRA HARUN KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOME MENGGUNAKAN OBLIQUE DECISION TREE DENGAN OPTIMASI ALGORITME GENETIKA ALFAT SAPUTRA HARUN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN K-NEAREST NEIGHBOR VICTORIA FEBRINA ROMAULI SIMANGUNSONG

KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN K-NEAREST NEIGHBOR VICTORIA FEBRINA ROMAULI SIMANGUNSONG KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN K-NEAREST NEIGHBOR VICTORIA FEBRINA ROMAULI SIMANGUNSONG DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM MENGGUNAKAN FITUR SPACED N-MERS DAN K-NEAREST NEIGHBOUR FITRIA ELLIYANA

KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM MENGGUNAKAN FITUR SPACED N-MERS DAN K-NEAREST NEIGHBOUR FITRIA ELLIYANA KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM MENGGUNAKAN FITUR SPACED N-MERS DAN K-NEAREST NEIGHBOUR FITRIA ELLIYANA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN Optimasi Penjadwalan Mata Kuliah Dengan Algoritma Genetika Andysah Putera Utama Siahaan Universitas Pembangunan Pancabudi Jl. Gatot Subroto Km. 4,5, Medan, Sumatra Utara, Indonesia andiesiahaan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

PEMODELAN BIPLOT PADA KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM DENGAN K-MERS SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK SEBAGAI CLASSIFIER

PEMODELAN BIPLOT PADA KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM DENGAN K-MERS SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK SEBAGAI CLASSIFIER PEMODELAN BIPLOT PADA KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOM DENGAN K-MERS SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK SEBAGAI CLASSIFIER FERDINAN ANDREAS MANGASI SIMAMORA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir ini, peranan algoritma genetika terutama untuk masalah optimisasi, berkembang dengan pesat. Masalah optimisasi ini beraneka ragam tergantung dari bidangnya. Dalam

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Genetika pada Peringkasan Teks Dokumen Bahasa Indonesia

Penerapan Algoritma Genetika pada Peringkasan Teks Dokumen Bahasa Indonesia Penerapan Algoritma Genetika pada Peringkasan Teks Dokumen Bahasa Indonesia Aristoteles Jurusan Ilmu Komputer FMIPA Universitas Lampung aristoteles@unila.ac.id Abstrak.Tujuan penelitian ini adalah meringkas

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

Crossover Probability = 0.5 Mutation Probability = 0.1 Stall Generation = 5

Crossover Probability = 0.5 Mutation Probability = 0.1 Stall Generation = 5 oleh pengguna sistem adalah node awal dan node tujuan pengguna. Lingkungan Pengembangan Sistem Implementasi Algoritme Genetika dalam bentuk web client menggunakan bahasa pemrograman PHP dan DBMS MySQL.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. 5 Mulai HASIL DAN PEMBAHASAN Kromosom P = rand [0,1] Ya P < Pm R = random Gen(r) dimutasi Selesai Tidak Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. Hasil populasi baru yang terbentuk akan dievaluasi kembali dan

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN DOSEN PENGUJI SKRIPSI

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN DOSEN PENGUJI SKRIPSI Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 APLIKASI ALGORITMA GENETIKA DALAM PENENTUAN DOSEN PEMBIMBING SEMINAR HASIL PENELITIAN DAN DOSEN PENGUJI

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PADA SUPPORT VECTOR MACHINE UNTUK KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOME MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA INNA SABILY KARIMA

OPTIMASI PARAMETER PADA SUPPORT VECTOR MACHINE UNTUK KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOME MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA INNA SABILY KARIMA OPTIMASI PARAMETER PADA SUPPORT VECTOR MACHINE UNTUK KLASIFIKASI FRAGMEN METAGENOME MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA INNA SABILY KARIMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Denny Hermawanto

Denny Hermawanto Algoritma Genetika dan Contoh Aplikasinya Denny Hermawanto d_3_nny@yahoo.com http://dennyhermawanto.webhop.org Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10: BAB III PERANCANGAN Pada bagian perancangan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana mencari solusi pada persoalan pencarian rute terpendek dari n buah node dengan menggunakan algoritma genetika (AG). Dari

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA)

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Siklus RCGA 2. Alternatif Operator Reproduksi pada Pengkodean Real 3. Alternatif Operator Seleksi 4.

Lebih terperinci

PEMODELAN BIPLOT PADA KLASIFIKASI DATA METAGENOM DENGAN K-MERS SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI DAN LVQ SEBAGAI CLASSIFIER RINDI ANTIKA

PEMODELAN BIPLOT PADA KLASIFIKASI DATA METAGENOM DENGAN K-MERS SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI DAN LVQ SEBAGAI CLASSIFIER RINDI ANTIKA PEMODELAN BIPLOT PADA KLASIFIKASI DATA METAGENOM DENGAN K-MERS SEBAGAI EKSTRAKSI CIRI DAN LVQ SEBAGAI CLASSIFIER RINDI ANTIKA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN Hari Purnomo, Sri Kusumadewi Teknik Industri, Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia Jl. Kaliurang Km 4,5 Yogyakarta ha_purnomo@fti.uii.ac.id,

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN

PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN Eva Desiana, M.Kom Pascasarjana Teknik Informatika Universitas Sumatera Utara, SMP Negeri 5 Pematangsianta Jl. Universitas Medan, Jl.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

Genetic Algorithme. Perbedaan GA Genetic Algorithme Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri atas individu-individu (kromosom). Individu dilambangkan dengan sebuah nilai kebugaran (fitness) yang akan digunakan untuk mencari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Penjadwalan kegiatan belajar mengajar pada suatu lembaga pendidikan biasanya merupakan salah satu pekerjaan yang tidak mudah dan menyita waktu. Pada lembaga pendidikan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA Muhammad Arief Nugroho 1, Galih Hermawan, S.Kom., M.T. 2 1, 2 Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur No. 112-116, Bandung 40132 E-mail

Lebih terperinci

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN  Studi Pustaka Pembentukan Data Gambar 4 Proses Swap Mutation. 8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Proses evaluasi solusi ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom sampai terpenuhi kriteria

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika Algoritma Genetika Pendahuluan Struktur Umum Komponen Utama Seleksi Rekombinasi Mutasi Algoritma Genetika Sederhana Referensi Sri Kusumadewi bab 9 Luger & Subblefield bab 12.8 Algoritma Genetika 1/35 Pendahuluan

Lebih terperinci

Bab II Konsep Algoritma Genetik

Bab II Konsep Algoritma Genetik Bab II Konsep Algoritma Genetik II. Algoritma Genetik Metoda algoritma genetik adalah salah satu teknik optimasi global yang diinspirasikan oleh proses seleksi alam untuk menghasilkan individu atau solusi

Lebih terperinci

Klasifikasi Metagenom dengan Metode Naïve Bayes Classifier. Metagenome Classification Using Naïve Bayes Classifier Method

Klasifikasi Metagenom dengan Metode Naïve Bayes Classifier. Metagenome Classification Using Naïve Bayes Classifier Method Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jika Volume 3 Nomor 1 halaman 9-18 ISSN: 2089-6026 Klasifikasi Metagenom dengan Metode Naïve Bayes Classifier Metagenome Classification Using

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIK UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM (STUDI KASUS: SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA MEDAN)

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIK UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM (STUDI KASUS: SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA MEDAN) IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIK UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM (STUDI KASUS: SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KOTA MEDAN) DRAFT SKRIPSI RAJO PANANGIAN HARAHAP 111421045 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Perusahaan Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan pengadaan suku cadang computer. Dalam bidang tersebut diharuskan berbadan hukum PD,

Lebih terperinci

ISSN: X 77 IMPUTASI MISSING DATA DENGAN K-NEAREST NEIGHBOR DANALGORITMA GENETIKA

ISSN: X 77 IMPUTASI MISSING DATA DENGAN K-NEAREST NEIGHBOR DANALGORITMA GENETIKA ISSN: 2088-687X 77 IMPUTASI MISSING DATA DENGAN K-NEAREST NEIGHBOR DANALGORITMA GENETIKA Ucik Mawarsari Badan Pusat Statistik Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta, ucik@bps.go.id ABSTRAK Permasalahan yang sering

Lebih terperinci

PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X)

PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X) PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X) Ria Krisnanti 1, Andi Sudiarso 2 1 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Leonard Tambunan AMIK Mitra Gama Jl. Kayangan No. 99, Duri-Riau e-mail : leo.itcom@gmail.com Abstrak Pada saat ini proses penjadwalan kuliah

Lebih terperinci

PENCOCOKAN KATA SECARA ACAK DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL

PENCOCOKAN KATA SECARA ACAK DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 2 Hal. 1 9 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENCOCOKAN KATA SECARA ACAK DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL MULIA AFRIANI KARTIKA

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peringkasan Teks Peringkasan teks adalah proses pemampatan teks sumber ke dalam versi lebih pendek namun tetap mempertahankan informasi yang terkandung didalamnya (Barzilay & Elhadad

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 27 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terkait Penelitian terkait yang menggunakan algoritma genetika untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) JTRISTE, Vol.1, No.2, Oktober 2014, pp. 50~57 ISSN: 2355-3677 Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) STMIK Handayani Makassar najirah_stmikh@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008) ISSN 1907-5022 OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Manahan Siallagan, Mira Kania Sabariah, Malanita Sontya Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika Nia Kurnia Mawaddah Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Brawijaya, Malang 65145 Abstrak Penjadwalan

Lebih terperinci

PENJADWALAN KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA STUDI KASUS FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TESIS

PENJADWALAN KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA STUDI KASUS FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TESIS PENJADWALAN KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA STUDI KASUS FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TESIS Oleh: PURWANTO SIMAMORA 097034013/MTE FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK DISTRIBUSI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK (SHORTEST PATH) SKRIPSI RION SIBORO

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK (SHORTEST PATH) SKRIPSI RION SIBORO PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK (SHORTEST PATH) SKRIPSI RION SIBORO 060803025 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI CIRI SPACED K-MERS DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SEBAGAI CLASSIFIER CUT MALISA IRWAN

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI CIRI SPACED K-MERS DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SEBAGAI CLASSIFIER CUT MALISA IRWAN IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI CIRI SPACED K-MERS DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SEBAGAI CLASSIFIER CUT MALISA IRWAN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Genetika dalam Job Shop Scheduling Problem

Penerapan Algoritma Genetika dalam Job Shop Scheduling Problem Penerapan Algoritma Genetika dalam Job Shop Scheduling Problem Haris Sriwindono Program Studi Ilmu Komputer Universitas Sanata Dharma Paingan, Maguwoharjo, Depok Sleman Yogyakarta, Telp. 0274-883037 haris@staff.usd.ac.id

Lebih terperinci

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas.

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas. ABSTRAK Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas. Pada skripsi ini, metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan job shop scheduling

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM Anies Hannawati, Thiang, Eleazar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 18 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Optimasi Optimasi adalah salah satu ilmu dalam matematika yang fokus untuk mendapatkan nilai minimum atau maksimum secara sistematis dari suatu fungsi, peluang maupun

Lebih terperinci

MENGUKUR KINERJA ALGORITMA GENETIK PADA PEMAMPATAN MATRIKS JARANG

MENGUKUR KINERJA ALGORITMA GENETIK PADA PEMAMPATAN MATRIKS JARANG MENGUKUR KINERJA ALGORITMA GENETIK PADA PEMAMPATAN MATRIKS JARANG Nico Saputro dan Joice Aritonang Email : nico@home.unpar.ac.id, jo_aritonang@yahoo.com A matrix that has lots of zero elements is called

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK

PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK Rudy Adipranata 1) Felicia Soedjianto 2) Wahyudi Tjondro Teknik Informatika,

Lebih terperinci

KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN

KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN (Binary Genetic Algorithm Concept to Optimize Course Timetabling) Iwan Aang Soenandi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNJUK KERJA METODE DECODER DENGAN METODE PENALTY DALAM MENYELESAIKAN KNAPSACK PROBLEM 0/1 MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PERBANDINGAN UNJUK KERJA METODE DECODER DENGAN METODE PENALTY DALAM MENYELESAIKAN KNAPSACK PROBLEM 0/1 MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA J~ICON, Vol. 1 No. 1, Maret 2013, pp. 33~44 33 PERBANDINGAN UNJUK KERJA METODE DECODER DENGAN METODE PENALTY DALAM MENYELESAIKAN KNAPSACK PROBLEM 0/1 MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Arini Aha Pekuwali 1,

Lebih terperinci

METAGENOME FRAGMENT CLUSTERING MENGGUNAKAN ALGORITME PILLAR K-MEANS SECARA PARALEL DALAM MODEL MAPREDUCE FATHURROHMAN

METAGENOME FRAGMENT CLUSTERING MENGGUNAKAN ALGORITME PILLAR K-MEANS SECARA PARALEL DALAM MODEL MAPREDUCE FATHURROHMAN METAGENOME FRAGMENT CLUSTERING MENGGUNAKAN ALGORITME PILLAR K-MEANS SECARA PARALEL DALAM MODEL MAPREDUCE FATHURROHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Metode Taguchi dan Optimasi Multi Respons

Metode Taguchi dan Optimasi Multi Respons Metode Taguchi dan Optimasi Multi Respons Dr. Ir. Eko Pujiyanto, S.Si.,M.T. Materi Taguchi Multi Response Metode PCR-TOPSIS Metode Algoritma-Genetika Taguchi Multi Respon Dalam dunia nyata produk memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan algoritma pencarian heuristik ysng didasarkan atas mekanisme seleksi alami dan genetika alami (Suyanto, 2014). Adapun konsep dasar

Lebih terperinci

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA Oleh Dian Sari Reski, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT Scheduling problem is one type of allocating resources problem that exist to

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika M. Syafrizal, Luh Kesuma Wardhani, M. Irsyad Jurusan Teknik Informatika - Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka. Penelitian serupa mengenai penjadwalan matakuliah pernah dilakukan oleh penelliti yang sebelumnya dengan metode yang berbeda-neda. Berikut

Lebih terperinci

USULAN PENERAPAN PENJADWALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA DI PD BLESSING

USULAN PENERAPAN PENJADWALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA DI PD BLESSING USULAN PENERAPAN PENJADWALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA DI PD BLESSING Santoso 1*, Eldad Dufan Sopater Subito 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha

Lebih terperinci

PENERAPAN EVOLUTIONARY ALGORITHM PADA PENJADWALAN PRODUKSI (Studi Kasus di PT Brother Silver Product Indonesia)

PENERAPAN EVOLUTIONARY ALGORITHM PADA PENJADWALAN PRODUKSI (Studi Kasus di PT Brother Silver Product Indonesia) PENERAPAN EVOLUTIONARY ALGORITHM PADA PENJADWALAN PRODUKSI (Studi Kasus di PT Brother Silver Product Indonesia) I Gede Agus Widyadana Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri Universitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Bagus Priambodo Program Studi Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana e- mail : bagus.priambodo@mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek

Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek Rudy Adipranata 1, Felicia Soedjianto 2, Wahyudi Tjondro Teknik Informatika,

Lebih terperinci

PENGENALAN ALGORITMA GENETIK

PENGENALAN ALGORITMA GENETIK PENGENALAN ALGORITMA GENETIK Aries Syamsuddin ariesmipa@psyon.org Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial

Lebih terperinci

PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G

PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G PREDIKSI STATUS KEAKTIFAN STUDI MAHASISWA DENGAN ALGORITMA C5.0 DAN K-NEAREST NEIGHBOR IIN ERNAWATI G651044054 SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB

MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB Syafiul Muzid 1, Sri Kusumadewi 2 1 Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Komputer, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta e-mail: aakzid@yahoo.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Desain Algoritma Genetika Untuk Optimasi Penjadwalan Produksi Meuble Kayu Studi Kasus Pada PT. Sinar Bakti Utama (oleh Fransiska Sidharta dibawah bimbingan Prof.Kudang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK Usulan Skripsi S-1 Jurusan Matematika Diajukan oleh 1. Novandry Widyastuti M0105013 2. Astika Ratnawati M0105025 3. Rahma Nur Cahyani

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG

OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG Oleh : Ellys Kumala P (1107100040) Dosen Pembimbing Dr. Melania Suweni Muntini, MT JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION Samuel Lukas 1, Toni Anwar 1, Willi Yuliani 2 1) Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Algoritma Genetika Pada tahun 1975, John Holland, di dalam bukunya yang berjudul Adaption in Natural and Artificial Systems, mengemukakan komputasi berbasis evolusi. Tujuannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Umum Optimasi Optimasi merupakan suatu cara untuk menghasilkan suatu bentuk struktur yang aman dalam segi perencanaan dan menghasilkan struktur yang

Lebih terperinci

OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Mike Susmikanti Pusat Pengembangan Informatika Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3 Agar penelitian yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka diperlukan langkah-langkah yang tersusun secara sistematis seperti yang dijabarkan pada gambar 3.1

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan tugas akhir ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian penjadwalan, algoritma

Lebih terperinci

MODEL PENYELESAIAN JOB SHOP SCHEDULING PROBLEM MENGGUNAKAN METODE LOCAL SEARCH ALGORITHM DENGAN CROSS OVER

MODEL PENYELESAIAN JOB SHOP SCHEDULING PROBLEM MENGGUNAKAN METODE LOCAL SEARCH ALGORITHM DENGAN CROSS OVER MODEL PENYELESAIAN JOB SHOP SCHEDULING PROBLEM MENGGUNAKAN METODE LOCAL SEARCH ALGORITHM DENGAN CROSS OVER Amiluddin Zahri Dosen Universtas Bina Darma Jalan Ahmad Yani No.3 Palembang Sur-el: amiluddin@binadarma.ac.id

Lebih terperinci

Optimasi Cluster Pada Fuzzy C-Means Menggunakan Algoritma Genetika Untuk Menentukan Nilai Akhir

Optimasi Cluster Pada Fuzzy C-Means Menggunakan Algoritma Genetika Untuk Menentukan Nilai Akhir IJCCS, Vol.6, No.1, January 2012, pp. 101~110 ISSN: 1978-1520 101 Optimasi Cluster Pada Fuzzy C-Means Menggunakan Algoritma Genetika Untuk Menentukan Nilai Akhir Putri Elfa Mas`udia* 1, Retantyo Wardoyo

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANCE ATAS METODE ARITHMETIC CROSSOVER DALAM ALGORITMA GENETIKA TESIS ERIANTO ONGKO

ANALISIS PERFORMANCE ATAS METODE ARITHMETIC CROSSOVER DALAM ALGORITMA GENETIKA TESIS ERIANTO ONGKO 1 ANALISIS PERFORMANCE ATAS METODE ARITHMETIC CROSSOVER DALAM ALGORITMA GENETIKA TESIS ERIANTO ONGKO 127038063 PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA

PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA Muhammad Syadid 1, Irman Hermadi 2, Sony Hartono Wijaya 2 1 Mahasiswa Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Mohamad Subchan STMIK Muhammadiyah Banten e-mail: moh.subhan@gmail.com ABSTRAK: Permasalahan pencarian rute terpendek dapat

Lebih terperinci

PENEMPATAN MAHASISWA PESERTA MATA KULIAH UMUM DENGAN ALGORITMA GENETIK DI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

PENEMPATAN MAHASISWA PESERTA MATA KULIAH UMUM DENGAN ALGORITMA GENETIK DI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN PENEMPATAN MAHASISWA PESERTA MATA KULIAH UMUM DENGAN ALGORITMA GENETIK DI UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN Nico Saputro dan Guntur Setia Negara Jurusan Ilmu Komputer Universitas Katolik Parahyangan nico@home.unpar.ac.id

Lebih terperinci

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1 SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION Taufan Mahardhika 1 1 Prodi S1 Kimia, Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih 1 taufansensei@yahoo.com Abstrak Swarm

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan beberapa teori pendukung untuk pembahasan selanjutnya. 2.1. Distribusi Menurut Chopra dan Meindl (2010:86), distribusi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan barang

Lebih terperinci

Pencarian Rute Optimum Menggunakan Algoritma Genetika

Pencarian Rute Optimum Menggunakan Algoritma Genetika Jurnal Teknik Elektro Vol. 2, No. 2, September 2002: 78-83 Pencarian Rute Optimum Menggunakan Algoritma Genetika Anies Hannawati, Thiang, Eleazar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning Disusun oleh: Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, PENS ITS Surabaya 2003 Algoritma

Lebih terperinci

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Clustering adalah proses di dalam mencari dan mengelompokkan data yang memiliki kemiripan karakteristik (similarity) antara satu data dengan data yang lain. Clustering

Lebih terperinci

Penyelesaian Puzzle Sudoku menggunakan Algoritma Genetik

Penyelesaian Puzzle Sudoku menggunakan Algoritma Genetik Penyelesaian Puzzle Sudoku menggunakan Algoritma Genetik Afriyudi 1,Anggoro Suryo Pramudyo 2, M.Akbar 3 1,2 Program Studi Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer. Universitas Bina Darma Palembang. email

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Pada saat sekarang ini, setiap perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam persaingan dengan perusahaan lainnya, harus bisa membuat semua lini proses bisnis perusahaan tersebut

Lebih terperinci