PENYESUAIAN BUKU I PEDOMAN INDUK TUPRP 1994

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYESUAIAN BUKU I PEDOMAN INDUK TUPRP 1994"

Transkripsi

1 Lampiran : SE-05/PJ.9/1995 Tanggal : 8 Mei 1995 PENYESUAIAN BUKU I PEDOMAN INDUK TUPRP 1994 BAB PENDAHULUAN : Menyesuaikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 94/KMK.04/1994, maka sebalai pelaksana TUPRP adalah Seksi Penerimaan dan Keberatan. Menambahkan ketentuan pokok penatausahaan setoran penerimaan negara melalui Kantor Pos dan Giro (tercantum pada Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor : SE-73/A/51/0793 tanggal 31 Juli 1993) sebagai pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 124/KMK.03/1993 tanggal 10 Pebruari 1993 tentang Pengelolaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara melalui Perum Pos dan Giro, sebagai berikut : 1. Sentral Giro (SN / Sentral Giro Gabungan (SGG) membuka Rekening Kasa Negara Penerimaan, untuk menampung : a. Semua penerimaan negara berupa penerimaan pajak, bea masuk, cukai dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP); b. Penerimaan pemidahbukuan penerimaan PBB bagian 10% untuk Pemerintah Pusat dari Kantor Pos dan Giro Operasional V; c. Pengeluaran pemindahbukuan Saldo Rekening Kas Negara Penerimaan ke Rekening Kas Negara di Bank Tunggal / Bank Operasional (BT / BO 1) 2. Dalam hal Sentral Giro / Sentral Giro Gabungan tidak selokasi dengan suatu KPKN, maka Kantor Pos dan Giro tersebut bertindak sebagai Sentral Giro Gabungan Khusus (SGGK) yang tugasnya mengelola Rekening Kas Negara Penerimaan KPKN bersangkutan, untuk menampung setoran penerimaan negara. 3. Setiap hari kerja, SG / SGG / SGGK mengirimkan dokumen penerimaan negara ke KPKN berupa : 3.1. Surat Pengantar Setoran (sps); 3.2. Berita Saldo (Gir-52) tanggal pembukuan; 3.3. Berita Tambah (Gir-8) per Jenis Penerimaan; 3.4. Berita Kurang (Gir-9), apabila ada pemindahbukuan saldo ke Rekening Kas Negara di Bank Tunggal / Bank Operasional 1. Tanda terima setoran pajak / SSP oleh Kantor Pos dan Giro : Menurut surat edaran Direktur Operasi Perum Pos dan Giro Nomor : 44/42/GirPos/1993 tanggal 31 Maret 1993 mengenai Penghapusan Gir-5 Dalam Penyetoran Penerimaan Negara melalui Kantor Pos dan Giro (SE-08/Pj.9/1993 tanggal 5 Juli 1993), tanda terima pada SSP adalah sebagai berikut : - Resi Gir-6 ditempel pada SSP lembar ke-1 bagian bawah di tempat yang kosong, dibubuhi cap sebagian mengenai resi Gir-6 dan sebagian lagi mengenai SSP; - Pada SSP kolom bawah tengah dicantumkan : tanggal penerimaan setoran, nomor resi Gir-6, nomor KPKN, nama dan tandatangan petugas penerima setoran dan dibubuhi cap tanggal harian. BAB I SURAT SETORAN PAJAK / BUKTI PBK YANG DITATAUSAHAKAN Butir 1.2 : Penerimaan Dokumen Menyesuaikan dengan KEP-54/PJ.24/1994 tanggal 28 Desember 1994 tentang Penambahan dan Penyempurnaan Formulir Surat Setoran Pajak, maka SSP yang diterima dari KPKN / Kanwil Ditjen Pajak adalah lembar ke-2 SSP/KPPDIP (SSP "Umum") dan lembar ke-2 SSP/KPPDIP (SSP "FINAL").

2 BAB II PENYORTIRAN SSP / BUKTI PBK, KOMPUTERISASI DAN PENYALURAN SSP / BUKTI PBK Butir Sortasi Tambahan proses sortasi menyangkut pembayaran PPh Pasal 22 yang disetor oleh beberapa Wajib Pajak Industri sebagai pemungut pajak dan PPh Pasal 22 Bendaharawan, PPh Pasal "FINAL" dan pembayaran PPh Orang Pribadi yang Bertolak ke Luar Negeri ("Fiskal Luar Negeri") dimana pengelompokan dan kode rubrik pajaknya sebagai berikut : Rubrik Pajak : Kode Rubrik Pajak PPh Pasal 22 Umum (dipungut oleh bebrapa WP Industri) Setoran Masa STP SKPKB PPh Pasal 22 Bendaharawan (Orang Pribadi) PPh Pasal 22 Bendaharawan (Badan) PPh Pasal 22 FINAL : Orang Pribadi ex Penebusan Tepung Terigu/Gula Pasir Orang Pribadi ex Penebusan Migas Badan ex Penebusan Tepung Terigu/Gula Pasir Badan ex Penebusan Migas PPh Ps. 25 FINAL : Ex Pengalihan Tanah/Bangunan Ex Transaksi Sahan di Bursa Efek Ex Hadiah Undian PPh OP/LN (ex Fiskal Luar Negeri/SE-02/PJ.9/1995 tanggal 23 Februari 1995) : Orang Pribadi Ditanggung pemberi kerja (badan) Untuk keperluan tersebut di atas, perlu dilakukan penyesuaian/editing jenis setoran pada beberapa SSP : - PPh Pasal 22 Umum : SSP PPh Pasal 22 Bendaharawan supaya diedit menjadi 6 dan pada KPP yang melaksanakan aplikasi dengan kode rubrik pajak / PPh Pasal 22/25 FINAL : SSP "FINAL" diedit/disesuaikan menjadi : PPh Ps. 22 Penebusan Migas : 8 PPh atas Transaksi Saham di Bursa Efek : 8 PPh atas Hadiah Undian : 7 Pengelompokan per jenis transaksi/penghasilan, diketahui dari isian Bulan dan Tahun pada SSP "FINAL" Editing kode Jenis Setoran ini harus dilakukan oleh KPP yang menggunakan aplikasi NPCS/SIP (Sistem Informasi Perpajakan) maupun monitoring. Catatan : Dalam hal penyetoran PPh Pasal 22/25 "FINAL" disetor menggunakan SSP "Umum" (KP.PDIP ) maka pengelompokan per jenis transaksi/penghasilan supaya dilakukan dengan cara tersendiri misalnya berdasarkan penyetornya. Rubrik pajak selengkapnya yang menjadi tujuan sortasi, lihat daftar berikut ini (penyesuaian halaman 12). Halaman 12 : Rubrik Pajak dan Nomor Kode selengkapnya (Tambahan dan pengelompokan baru dicetak dengan huruf tebal)

3 PAJAK PENGHASILAN PPN / PPn BM dan Pajak Lainnya No Rubrik Pajak Kode No Rubrik Pajak Kode No Rubrik Pajak Kode No Rubrik Pajak Kode 1 PPh Ps PPh Ps. 25 Badan 1 PPN Orang 9 PPnBM Badan 1.1. Masa Masa Pribadi Swasta 1.2. Tahunan Tahunan Masa Masa STP STP STP STP SKP SKP/SKPKB SKP/SKPKB SKP/SKPKB SKPT SKPT/SKPKBT SKPT/SKPKBT SKPT/SKPKBT PPh Ps PPh Ps.25 BUMN/D 2 PPN Impor Orang PPnBM Impor Op Masa Pribadi Badan Bendhr 9.2. Tahunan Badan STP PPN Badan Swasta 11 PPnBM BUMN/D Bendhr 9.4. SKP/SKPKB Masa Masa Ex SKPT/SKPKBT STP STP Pemung SKP/SKPKB ut SKP/SKPKB STP PPh Ps.25 FINAL 3.4. SKPT/SKPKBT SKPT/SKPKBT SKPKB Ex Pengalihan SKPKBT T/B 4 PPN Impor Badan PPnBM Impor Ex Bursa Efek BUMN 3 PPh Ps Ex Hadiah 5 PPN BUMN/D Impor Undian Masa Pemungutan 3.1. Pers STP Badan PPh OP / LN 5.3. SKP/SKPKB Orang Pribadi SKPT/SKPKBT PPN PPh Ps Badan PPnBM FINAL 6 PPN Impor Op ex BUMN/D PAJAK LAINNYA Tepung 1 Bunga Penagihan Op ex PPnBM Orang PL /Gula Pribadi 2 PL Lainnya

4 Migas 7.1. Masa Bea Materai Badan ex STP Bea Lelang Tepung 7.3. SKP/SKPKB Bunga /Gula 7.4. SKPT/SKPKBT Penagihan PTL 4.4. Badan ex PTL Lainnya Migas 8 PPnBM Orang BPP Badan Pribadi Impor 8 Pemberian Bunga 151 PLB PPh Ps.23/ Masa STP SKP/SKP KB SKPT/SK PKBT PPh Bunga Deposito PPh Ps. 25 Orang Pribadi 7.1. Masa STP Tahunan SKP SKPT

5 Perhatian : - Kode rubrik pajak untuk kelompok Pajak Lainnya mengalami perubahan/penggeseran, Sesudah program baru di-load, kelompok tersebut supaya diretur untuk dibukukan dengan kode jenis setoran/rubrik pajak yang baru (daftar di atas) - Sebelum program baru di-load, PLB masih direkam dengan kode lama (39.0.0) untuk memudahkan pembuatan Bukti Pbk Koreksi ke PLB baru (selanjutnya lihat Bab IV). - SSP/Kelompok SSP "FINAL" direkam dengan kode jenis setoran 1. Sesudah program baru diload supaya diretur sesuai kode jenis setoran/kode rubrik pajak yang baru. - SPM Nihil ditatausahakan dengan kode lama dan disalurkan ke seksi yang bersangkutan. Program baru tidak akan membukukan rekaman SPM Nihil tersebut karena tidak akan dilaporkan. Butir 6.2. Pelaksanaan Penyaluran AAP/Bukti Pbk Sesuai dengan fungsi masing-masing SSP dan unit yang melakukan pengawasan, maka penyaluran SSP/Bukti Pbk dilakukan dengan prinsip-prinsip : - untuk pembayaran PPh Orang Pribadi selain STP/skp, disalurkan ke Seksi PPh Bers. - untuk pembayaran PPh Badan selain STP/skp, disalurkan ke Seksi PPh Badan - untuk menyetor PPh yang dilakukan oleh pemungut/pemotong pajak selain STP/skp, disalurkan ke Seksi Pemotongan dan Pemungutan PPh. - untuk pembayaran PPN/PTLL selain STP/skp, disalurkan ke Seksi PPN&PTLL - untuk pembayaran STP/skp (PPh/PPN/PPnBM) disalurkan ke Seksi Penagihan (Sub Seksi TUPP) Penyaluran selengkapnya sebagai berikut : Seksi PPh Peseorangan : PPh Ps.25 Orang Pribadi Angsuran PPh Ps.25 Orang Pribadi Tahunan PPh Ps.25 FINAL ex Pengalihan Tanah/Bangunan PPh Ps.22 Bendaharawan/Impor Orang Pribadi "Fiskal Luar Negeri" Orang Pribadi PPh Ps.22 ex Penebusan Tepung Terigu/Gula Pasir OP PPh Ps.22 ex Penebusan Migas OP PL Lainnya OP Seksi Pemotongan/Pemungutan PPh (KPP Type A) : PPh Ps.21 Masa PPh Ps.21 Tahunann PPh Ps.22 Masa PPh Ps.23/26 Masa PPh atas Bunga Deposito PPh Ps.25 ex Transaksi Saham PPh Ps.25 ex Hadiah Undian Seksi PPh Badan (KPP Type A) : Sub Seksi TUPP : PPh Ps.25 Badan Anggaran SSP/Bukti Pbk untuk membayar PPh Ps.25 Badan Tahunnan STP/SKP/SKPKB/SKPT/SKPKBT PPh Ps.22 Bendaharawan/Impor Orang Pribadi

6 PPh Ps.22 ex Penebusan Tepung Terigu/Gula Pasir OP PPh Ps.22 ex Penebusan Migas "FLN" yang ditanggung pemberi kerja (badan) PL Lainnya OP Seksi PPh Badan dan Sub Seksi Rekonsiliasi Pemotongan/Pemungutan (KPP Type B) Semua SSP/Bukti Pbk untuk KPP lain PPh Ps.25 Badan Anggaran PPh Ps.25 Badan Tahunnan PPh Ps.25 ex Transaksi Saham PPh Ps.25 ex Hadiah Undian Sub Seksi TUPPR : PPh Ps.22 Bendaharawan/Impor Orang Pribadi SSP - BPP PPh Ps.22 ex Penebusan Tepung Terigu/Gula Pasir PPh Ps.22 ex Penebusan Migas "FLN" yang ditanggung pemberi kerja Seksi PPN & PTLL : (badan) SSP/Bukti Pbk PPN/PPnBM Masa/Impor/ PPh Ps. 21 Masa ex Pemungut PPN PPh Ps. 21 Tahunann Bea Materai PPh Ps. 22 Masa Bea Lelang PPh Ps. 23/26 Masa PTL Lainnya PPh atas Bunga Deposito PL Lainnya Badan BAB III BAB IV SURAT PERHITUNGAN Butir 1.1. Pengertian ditambahkan SSP untuk membayar PPh Orang Pribadi yang Bertolak ke Luar Negeri yang ditanggung oleh pemberi kerja tetapi terlanjur tidak ada identitas pemberi kerja, sepanjang ada permintaan dari Wajib Pajak supaya pada SSP tersebut dituliskan NPWP Pemberi kerja. Jika pemberi kerja terdaftar di KPP lain SSP-nya di-sph-kan ke KPP tersebut (SE-02/PJ.9/1995 tanggal 23 Pebruari 1995). Butir Pengiriman ke KPP Penerima Pengiriman SSP / Bukti Pbk dengan Pengantar Sph Antar KPP (KP PDIP 5.25) dilakukan setiap minggu segera sesudah selesai diisi Buku Sph Kirim dengan benar, dan pengiriman dilakukan dengan Pos Perlakuan Khusus. PEMINDAHBUKUAN Butir 2 : Macam-macam Pemindahbukuan Dalam rangka menyesuaikan pembukuan murni dan neto dengan stelsel kas dalam arti bahwa pengertian neto adalah penerimaan murni sesudah dikurangi dengan realisasi restitusi (SPMKP/SPMIB) yang telah diuangkan) maka macam pemindahbukuan menjadi sebagai berikut : 2.1. Perhitungan Kelebihan Pembayaran Pajak dengan Utang Pajak Dalam hal ini dilakukan pemindahbukuan langsung dari Rubrik Pajak yang berkurang ke Rubrik Pajak yang bertambah/utang pajak berkurang. Berbeda dengan sistem sebelumnya maka dalam hal restitusi, pemindahbukuan diawali dengan Pbk untuk kompensasi/perhitungan dengan utang pajak lainnya. Pemindahbukuan dari Rubrik Pajak yang berkurang ke PLB sebesar jumlah pajak yang dikembalikan, dilakukan jika restitusi/pemberian imbalan bunga sudah direalisir, dan dilakukan secara otomatis oleh komputer pada waktu merekam SPMKP/SPMIB yang

7 telah diuangkan. Dengan demikian Pos PLB menunjukkan realisasi restitusi (sama dengan halaman 3 LPP II). Contoh : - SKPLB PPN atas nama PT "B" diterbitkan sebesar Rp ,- - Kompensasi ke PPh/SKPKB sebesar Rp ,- - SPMKP diterbitkan sebesar Rp ,- Pemindahbukuan : - Dibuat Bukti Pbk dari PPN Badan Masa ke PPh/SKP sebesar Rp ,- - Pada waktu merekam SPMKP Yang Telah Diuangkan, komputer mem-pbk dari PPN Badan Masa ke PLB sebesar Rp ,- Catatan : Dalam rangka perubahan stelsel pembukuan restitusi, perlu dilakukan pembetulan/koreksi dengan membuat Bukti Pbk atas pembukuan TA (Tahun Anggaran) 1994/1995 maupun TA 1995/1996 sebagaimana penjelasan di bawah ini : a. Koreksi TA 1994/1995 Koreksi diperlukan dalam hal Bukti Pbk ke PLB dan dalam rangka kompensasi dibuat/direkam dalam TA 1995/1996 (untuk diterbitkan SPMKP pengganti). Dalam hal ini, berdasarkan SPMKP TA 1994/1995 yang diterima kembali dari bank pembayar karena lewat tahun anggaran, dibuat Bukti Pbk Koreksi dari PLB (39.0.0) ke Rubrik Pajak yang semula dikurangi jumlah pajaknya sebesar tercantum pada SPMKP semula. Bukti Pbk tersebut direkam (tanpa menunggu program baru) untuk Bulan Maret b. Koreksi TA 1995/1996 Koreksi diperlukan dengan membuat Bukti Pbk Koreksi untuk memindahkan saldo Pos PLB (Lama/39.0.0) ke Pos PLB (Baru/159) dan pengurangan rubrik pajak yang bersangkutan, dengan memperhatikan keadaan pada awal "program baru" di-load sebagai berikut : Proses Restitusi Dibuat Bukti Pbk dengan program lama Dari Ke Rp. (Contoh) b.1. s/d perekaman SPMKP (Yang Telah Diuangkan) Pengganti - Kompensasi PLB (39.0.0) Utang Pajak Rp. 300,- - Terbit SPMKP Rp. 700,- - KOREKSI 1. PLB (159) PLB (39.0.0) Rp. 300,- Rubrik 2. PLB (159) Rp ,- Pajak b.2. s/d perekaman SPMKP (Yang Telah Diuangkan) ex SKPLB 1995/ Pbk ke PLB Rubrik Pajak PLB (39.0.0) Rp ,- - Kompensasi PLB (39.0.0) Utang Pajak Rp ,- - Terbit SPMKP Rp ,- - KOREKSI PLB (39.0.0) PLB (159) Rp ,- b.3. s/d pembuatan Bukti Pbk dan SPMKP sebelum penyesuaian TUPRP Pbk ke PLB Rubrik Pajak PLB (39.0.0) Rp ,- - Kompensasi PLB (39.0.0) Utang Pajak Rp. 750,- - Terbit SPMKP Rp ,- - KOREKSI 1. Tidak merekam Pbk ke PLB (39.0.0)

8 2. Mengganti PLB (39.0.0) pada Bukti Pbk ex Kompensasi menjadi Rubrik Pajak ybs. 3. Membuat Bukti Pbk : Dari Rubrik Rp ,- Pajak ke PLB (159) b.4. s/d pembuatan Bukti Pbk dan SPMKP sesudah penyesuaian TUPRP Kompensasi Rubrik Pajak Utang Pajak Rp ,- - Terbit SPMKP Rp ,- - KOREKSI Rubrik Pajak PLB (159) Rp ,- Keterangan : 1. Bukti Pbk Koreksi dapat dibuat gabungan untuk rubrik pajak/pos PLB yang sama. 2. Pada Bukti Pbk Koreksi supaya dibubuhi kata KOREKSI. Bukti Pbk Koreksi sebagaimana butir b.1. dan b.2. dapat dibuat mulai seterimanya 3. surat edaran ini. 4. Identifikasi butir b.1. dan b.2. dapat diketahui dari Daftar P8/KPL KPP 9.3 dan khusus butir b.1. memperhatikan Buku Restitusinya juga 5. Bukti Pbk Koreksi direkam dengan program baru Perhitungan bunga / imbalan bunga dengan Utang Pajak; untuk maksud ini dilakukan pemindahan dari Rubrik Pajak "Pemberian Bunga" ke Jenis Pajak / Setoran yang bertambah. Sam halnya dengan butir 2.1., maka dalam hal dilakukan pembayaran bunga, dilakukan pemindahan dari "Perhitungan Bunga" ke PLB, dan dilakukan secara otomatis oleh komputer pada waktu merekam SPMB yang telah diuangkan Adanya kejelasan SSP sebagai hasil penelusuran yang semula diadministrasikan dalam BPP; untuk maksud ini dilakukan pemindahbukuan dari BPP ke Rubrik Pajak yang benar. Jika ketidakjelasan SSP karena isian Jenis Pajak / Kode / Jenis Setoran tidak diisi, tidak perlu dilakukan Pbk; penyesuaian dilakukan dengan mencantumkan Jenis Pajak / Kode / Jenis Setoran penjelasan Wajib Pajak (lihat juga pada Bab V butir 3.2.5); 2.4. Adanya kesalahan dalam mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) baik yang menyangkut Wajib Pajak sendiri maupun Wajib Pajak lain yang dilakukan oleh WP sendiri atau Bendaharawan / Pemungut Pajak. Dalam hal ini dilakukan pemindahbukuan dari elemen yang salah ke elemen yang benar. Catatan : Setoran Pajak / SSP dapat dipindahbukukan jika statusnya "bebas" dalam arti tidak terikat atau belum diperhitungkan dalam SPT, surat ketetapan pajak atau untuk dibetulkan sesuai Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PJUD) 2.5. Adanya pemecahan surat setoran pajak dari satu SSP menjadi beberapa jenis pajak atau setoran dari beberapa Wajib Pajak, pemecahan ini diperlukan antara lain karena Bendaharawan menyetor Pasal 22 atas namanya sendiri atau SSP diisi dengan benar tetapi sifatnya hanya sementara, misalnya pembayaran PPh Pasal 25 atas nama penyelenggara hadiah undian dengan NPWP diisi nol dan kode KPP saja akan dipindahbukukan kepada pemenang. Dalam hal ini dilakukan dari WP semula ke WP Lainnya. Pemecahan PPh Ps.25 dari penyelenggara hadiah / undian kepada pemenang hanya dilakukan sampai dengan penyetoran untuk Tahun Pajak 1994 karena sejak tahun 1995, SSP diisi atas nama Penyelenggara (Kep Dirjen Pajak Nomor : KEP-

9 54/PJ.24/1994) Butir : Menyesuaikan dengan pembukuan murni dan neto (sesudah dikurangi realisasi restitusi), maka pemindahan antar rubrik pajak yang dicantumkan pada Bukti Pbk adalah sebagai berikut : a. dalam rangka restitusi : Dasar Dari Ke - Perhitungan utang pajak dengan kelabihan pembayaran pajak : PPh Ps.25 (ex SKLPB) PPh Ps. 25 Angsuran Ketetapan/Jenis Setoran ybs. PPh yang lain Jenis Pajak Masa s.d.a PPh (ex kptsn. pembetulan/ keberatan/putusan banding) - Perhitungan utang pajak dengan kelebihan pembayaran pajak : PPN PPnBM PPnBM (ex kptsn. pembetulan) /keberatan/putusan banding PPh Ps. 25 Ketetapan ybs. s.d.a PPN Masa Orang Pribadi/Badan/ BUMN-D PPnBM Masa Orang Pribadi/ Badan/BUMN-D PPN/PPnBM Ketetapan ybs. s.d.a. s.d.a. Pajak Lainnya Jenis Pajak ybs. s.d.a. - Perhitungan utang pajak dengan pemberian bunga : "Penerimaan Bunga" s.d.a. b. dalam rangka pembetulan SSP, sesuai permohonan Wajib Pajak c. dalam rangka pemecahan SSP kepada beberapa Wajib Pajak, rubrik pajaknya tetap. BAB V BAB VI BERMACAM-MACAM PENERIMAAN PAJAK (BPP) Tidak ada perubahan. TATA USAHA RESTITUSI DAN PEMBERIAN BUNGA 1. Butir 1.1. Restitusi Ditambahkan pengertian sebagaimana dimaksud Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 119/KMK.04/1995 tanggal 16 Maret 1995 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagai berikut : a. Kelebihan Pembayaran Pajak adalah kelebihan yang tercantum dalam SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 17B Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 atau kelebihan pembayaran pajak yang timbul karena keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding ataupun karena pembayaran lebih atas utang yang tercantum pada STP, SKPKB dan SKPKBT.

10 b. Utang Pajak adalah sisa utang pajak atas nama Wajib Pajak atau kantor cabangnya yang tercantum pada STP, SKPKB atau SKPKBT yang belum daluawarsa dan pajak lainnya yang sudah terutang. 2. Butir 1.3. Perhitungan dengan Utang Pajak Lain. Huruf a disesuaikan menjadi : a. Tanpa persetujuan Wajib Pajak {Ps. 11 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983}. Pengertian utang pajak disesuaikan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor :119/KMK.04/1995 sebagaimana tersebut pada Butir 1.1. huruf b di atas. Termasuk dalam pengertian utang pajak adalah sanksi administrasi berupa uang dan / atau denda kecuali utang pajak yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yaitu utang pajak yang ditatausahakan di KPP lain dan sampai saat penerbitan SPMKP tidak diketahui oleh KPP yang akan menerbitkan SPMKP. Perhitungan dapat dilakukan antar jenis pajak yang berlainan, misalnya kelebihan PPN diperhitungkan dengan utang PPh atau sebaliknya. 3. Butir 1.4. Pemberian Bunga / Imbalan Bunga Melaksanakan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, maka bagian ini disesuaikan menjadi "Pemberian Bungan/Imbalan Bunga" yang pengertiannya sebagai berikut : a. Diberikan bunga sebesar 2% per bulan karena pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu satu bulan sejak diterimanya permohonan atau diterbitkannya SKPLB {Pasal 11 ayat (3)}; b. Diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan karena SKPLB diterbitkan setelah jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan setelah dua belas buku sejak permohonan diterima {Pasal 17B ayat (3)}; c. Diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan/permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, dan selama-lamanya 24 bulan (Pasal 27A). 4. Butir 1.5. Pelaksanaan a. Menyesuaikan dengan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan Kep Menkeu Nomor : 119/KMK.04/1995 maka pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya SKPLB sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, atau sejak diterbitkannya SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, sedangkan jangka waktu satu bulan adalah jangka waktu yang sama dengan bulan takwim dimana permohonan diterima atau SKPLB diterbitkan {Pasal 3 ayat (6) Kep Menkeu Nomor : 119/KMK.04/1995}. Akhir jangka waktu tersebut tidak diundurkan sekalipun jatuh pada hari libur / bukan hari kerja. Contoh : - SKPLB PPh diterbitkan tanggal 5 April 1997 (surat permohonan / SPT Lebih Bayar tanggal 10 Pebruari 1996), penerbitan SPMKP dilakukan paling lambat tanggal 4 Mei SKPLB PPh diterbitkan tanggal 5 April 1997 (surat permohonan belum ada), permohonan diterima kemudian tanggal 16 April 1995, penerbitan SPMKP dilakukan paling lambat tanggal 15 Mei Untuk memudahkan pelaksanaan, maka hal tersebut diberlakukan juga untuk pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang menyangkut Tahun Pajak 1994 dan sebelumnya sekalipun sebenarnya untuk tahun-tahun itu masih berlaku ketentuan yang lama yaitu dalam jangka waktu satu bulan setelah diterbitkannya

11 SKPLB (SE-03/PJ.9/1995 tanggal 24 Pebruari 1995). Dengan demikian apabila SPMKP untuk Tahun Pajak 1994 atau sebelumnya yang diterbitkan satu bulan setelah diterbitkannya SKPLB, maka penerbitan itu tidak terlambat dalam arti Wajib Pajak tidak akan memperoleh imbalan bunga. b. Berkenaan dengan diterbitkannya Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP- 05/PJ.24/1995 tentang Bentuk STP dan Surat Ketetapan Pajak atas PPh, PPN Barang dan Jasa dan PPnBM, sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-03/PJ.9/1995 tanggal 24 Pebruari 1995, maka batas awal (sejak) pengembalian kelebihan pembayaran pajak berpedoman : - Apabila pada SKPLB PPh tercantum nomor atau tanggal permohonan, pengembalian dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sejak diterbitkannya SKPLB tersebut. - Apabila ada SKPLB PPh tidak tercantum nomor atau tanggal permohonan, berarti belum ada permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan oleh karenanya pengembalian dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya permohonan. - Pengembalian kelebihan pembayaran PPN atau PPnBM dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sejak diterbitkannya SKPLB karena penerbitan SKPLB didasarkan pada permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, yang tercantum pada SPT PPN atau permohonan pengembalian PPN/PPnBM yang tidak seharusnya terutang. c. Jika Wajib Pajak mempunyai cabang di KPP lain, supaya dimintakan konfirmasi mengenai utang pajak yang ditatausahakan di KPP itu. Penerbitan SPMKP dilakukan paling cepat satu minggu setelah permintaan tersebut tidak boleh lewat akhir batas waktu penerbitan SPMKP. 5. Butir 2. Dokumen Dasar Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak a. Menyesuaikan dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, maka istilah SKKPP diganti menjadi SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) b. Data utang pajak, harus diminta pada Seksi Penagihan c.q. Sub Seksi TUPP dan Seksi PPh Perseorangan, Seksi PPh Badan. 6. Butir 3. Prosedur Administrasi Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Dilakukan penyesuaian sehingga menjadi sebagai berikut : 3.1. Pencatatan Dokumen Yang Diterima - SKPLB dan PLB (KP PDIP 5.29) sebagaimana tersebut pada Butir 2, dicocokkan dengan surat pengantarnya; - Setelah cocok, dicatat pada Buku Restitusi (KP PDIP 5.22) 3.2. Penerimaan Surat Permohonan Dalam hal Wajib Pajak belum mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (pada SKPLB tidak tertera nomor / tanggal permohonan), maka Seksi Penerimaa dan Keberatan akan menerima surat permohonan dari Wajib Pajak. Surat ini dicatat pada Buku Restitusi Penerimaan Surat Permohonan Setelah menerima SKPLB, Seksi Penerimaan dan Keberatan minta data utang pajak pada Seksi Penagihan dan Seksi PPh Perseorangan / Seksi PPh Badan dengan menggunakan formulir Permintaan Data Utang Pajak KP PDIP 5.4. Formulir dibuat dua lembar, disampaikan semuanya dimana lembar pertama

12 yang diterima, dicatat pada Buku Restitusi dan Pemberian Bunga (KP PDIP 5.22). Dalam hal Wajib Pajak mempunyai cabang di KPP lain, perlu dimintakan konfirmasi apakah ada utang pajak dari Wajib Pajak tersebut yang ditatausahakan di KPP lain. Permintaan konfirmasi dilakukan per telepon atau melalui faksimili, sedangkan jawaban dari KPP lain dilakukan secara tertulis dalam waktu 7 hari sesudah menerima permintaan tersebut Berkas Restitusi dan Kartu Restitusi (KP PDIP 5.41) Dokumen tersebut pada Butir 3.1 s/d 3.3. digabung menjadi satu sebagai Berkas Restitusi. Selanjutnya restitusi diproses dengan Berkas Restitusi. Dokumen lain yang dibuat dalam rangka penyelesaian restitusi, digabung dalam berkas ini juga Dibuat Kartu Restitusi (KP PDIP 5.41) untuk setiap Wajib Pajak yang berlaku untuk selamanya. Kartu tersebut memperlihatkan proses restitusi yang pernah dilakukan. Dengan melihat kartu tersebut akan dapat dicegah jangan sampai terjadi dua kali pemindahbukuan / pemberian restitusi atas satu SKPLB. Kartu ini dilampiri Daftar Realisasi Restitusi yang merupakan print out komputer yang dihasilkan dari program baru, baik dari aplikasi NPCS maupun Monitoring, dan dicetak per tahun anggaran Pembuatan Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (NPPKPP / KP PDIP 5.28) Proses restitusi diawali dengan pembuatan NPPKPP / KP PDIP 5.29 yang isinya adalah ringkasan data-data yang diperlukan untuk memproses restitusi yaitu kelebihan pembayaran pajak, utang pajak, dan permohonan (isi Berkas Restitusi). Jika dalam Berkas Restitusi tidak ada permohonan sedang dalam SKPLB juga tidak dicantumkan adanya permohonan, restitusi belum diproses. Dalam hal dimintakan konfirmasi utang pajak ke KPP lain, proses restitusi dilakukan paling cepat 7 hari sesudah KPP lain menerima permintaan konfirmasi, tetapi tidak lewat dari jangka waktu satu bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian pajak atau diterbitkannya SKPLB Pengamanan Restitusi Pada Waktu memproses restitusi harus dicek apakah terhadap SKPLB dimaksud pernah dilakukan kompensasi (perhitungan dengan utang pajak lain) dan atau penerbitan SKPKPP dan SPMKP. Penelitian ini diperlukan agar jangan sampai KPP dua kali melakukan pemindahbukuan/menerbitkan SKPKPP/SPMKP terhadap satu SKPLB. Hal ini dilakukan dengan mengecek pada Buku Restitusi dan melampirkan Kartu Restitusi serta memperhatikan SKPLB (lihat juga butir 3.1.1). Untuk Wajib Pajak yang baru pertama kali mengajukan permohonan restitusi supaya dibuatkan Kartu Restitusi (lihat butir 3.4.2) 3.7. Pembuatan Bukti Pemindahbukuan (KP PDIP 5.3) Mengingat pembukuan pnerimaan murni dan neto adalah penerimaan murni dikurangi realisasi restirusi, maka yang langsung dilakukan pemindahbukuan menyangkut perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan utang pajak. Dalam rangka itu, dibuat Bukti Pbk dimana dilakukan pemindahan dari rubrik pajak yang lebih bayar ke rubrik pajak yang masih terutang (lihat juga Bab IV Butir 2.1 surat edaran ini) Bukti Pbk tersebut merupakan data masukan pembukuan KPP dan akan direkam (lihat Bab II)>

13 Apabila ada pemisahan Petugas Pbk dengan Petugas Restitusi, Bukti Pbk dibuat oleh Petugas Pbk berdasarkan NPPKPP (KP PDIP 5.28) 3.8. Pembuatan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP / KP PDIP 5.31) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP / KP PDIP 5.32) Jika setelah dilakukan perhitungan dengan utang pajak yang lain masih ada sisa kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan tersebut akan dikembalikan dengan menerbitkan SKPKPP dan SPMKP dalam jangka waktu satu bulan sejak permohonan diterima atau diterbitkannya SKPLB, lihat Butir 1.5. Catatan : - SKPKPP merupakan keputusan untuk mengeluarkan uang dari kas negara, sedangkan SPMKP merupakan perintah kepada Bank Tunggal / Bank Operasional untuk mengeluarkan uang sesuai jumlah yang tercantum dalam SKPKPP/SPMKP. Ketentuan mengenai SKPKPP dan SPMKP ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1121/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak Melalui Bank yang telah disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 120/KMK.04/1995. Perubahan mana menyangkut penyesuaian istilah SPMKP menjadi Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak. - Pengetikan SKPKPP dan SPMKP harus dilaksanakan dengan cermat / rapi tanpa kesalahan, untuk menghindarkan dari penolakan oleh Bank Pembayar. - Apabila utang pajak yang lain jumlahnya sama atau lebih besar daripada jumlah pajak menurut SKPLB atau Perhitungan Lebih Bayar (PLB) atau pajak disumbangkan kepada negara, maka SKPKPP dan SPMKP tidak perlu dibuat Penandatanganan SKPKPP dan SPMKP Masih sama dengan Butir 3.6 yang lama yaitu : Berkas Restitusi disertai Daftar Pengantar SKPLB disampaikan kepada Kasubsi TUPPR untuk selanjutnya diteruskan kepada Kasi Penerimaan dan Keberatan serta Kepala KPP. Restitusi diproses berurutan menurut diterimanya SKPLB kecuali dipandang perlu penelitian seperlunya. Disertakannya Daftar Pengantar SKPLB dimaksudkan agar pimpinan meyakini keabsahan SKPLB dimaksud Catatan : - Lembar ke 1 dan 2 SKPKPP ditandatangani, sedangkan lembar lainnya dipergunakan stempel tandatangan. - Lembar ke 1 s/d 4 SKPKPP ditandatangani, sedangkan lembar lainnya dipergunakan stempel tandatangan Pendistribusian Bukti Pbk, SKPKPP dan SPMKP Butir ini menggantikan Butir 3.7 lama dan materinya tidak berbeda yaitu : Setelah Bukti Pbk, SKPKPP dan SPMKP ditandatangani dan Berkas Restitusi diterima kembali oleh Sub Seksi TUPPR maka dilakukan pendistribusian dokumen sebagai berikut : Bukti Pbk : lembar ke-1 : untuk Wajib Pajak lembar ke-2 : untuk Sub Seksi Rekonsiliasi lembar ke-3 : untuk Sub Seksi Rekonsiliasi lembar ke-4 : arsip Sub Seksi TUPPR

14 SKPKPP : lembar ke-1 lembar ke-2 lembar ke-3 lembar ke-4 lembar ke-5 lembar ke-6 SPMKP : lembar ke-1 lembar ke-2 lembar ke-3 lembar ke-4 lembar ke-5 lembar ke-6 lembar ke-7 lembar ke-8 : untuk Wajib Pajak : untuk Bank Pembayar : untuk KPKN : untuk Kantor Tata Usaha Anggaran : untuk Kanwil Ditjen Pajak : arsip (berkas Restitusi) untuk Bank Pembayar, sesudah diuangkan disampaikan ke : KPKN untuk Bank Pembayar, sesudah diuangkan disampaikan ke : KPP : untuk Bank Pembayar : untuk Wajib Pajak : untuk KPKN : arsip KPP : untuk Biro Keuangan : untuk Kanwil Ditjen Pajak Penyimpanan Bukti Pbk, Berkas Restitusi dan Dokumen Lain - Sub Seksi TUPPR meneriman Lembar ke 3 Bukti Pbk dari Sub Seksi Rekonsiliasi, kemudian digabungkan dalam Berkas Restitusi. - Berkas Restitusi disimpan berurutan dan teratur dalam satu tahun. - Dokumen yang melengkapi KP PDIP 5.29 (Butir 2 b) dikempalikan ke unit yang semula menatausahakannya. - Kartu Restitusi disimpan tersendiri berurutan abjad (alphabetis lexicographis) Pengamanan SKPLB Dalam rangka mengamankan dan melancarkan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, KPP perlu melakukan koordinasi dengan Bank Pembayar (Bank Indonesia/Operasional) dan KPKN menyangkut : a. Kepala KPP menyampaikan spesimen tandatangannya dan pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangan SPMKP (jika ia berhalangan) kepada Bank Pembayar. b. Bank Pembayar ditentukan oleh Ditjen Anggaran/KPKN. c. Penyampaian SPMKP ke Bank Pembayar dan KPKN dilakukan dengan ekspedisi khusus oelh petugas yang ditunjuk (Kep Men Keu No. : 1121/KMK.04/1991). d. Penyampaian SPMKP ke Bank Pembayar dan KPKN dilakukan segera setelah ditandatangani. e. Pemberitahuan ke KPKN apabila akan menerbitkan SPMKP dalam jumlah besar dengan tujuan agar dananya tersedia; dengan demikian penguangan SPMKP tidak tertunda Penguangan / Pembayaran SPMKP Dilakukan penyesuaian pada huruf c dan d, dan keseluruhannya menjadi sebagai berikut : a. Penguangan SPMKP dilaksanakan oleh Bank Pembayar dengan cara mentransfer / memindahbukukan jumlah pembayaran kelebihan pembayaran pajak ke rekening Wajib Pajak pada Bank yang tertera dalam SPMKP, sedangkan Wajib Pajak bersangkutan tidak perlu datang / tidak perlu membubuhkan tanda tangan penerimaan.

15 b. Apabila dalam SPMKP tidak tertera Bank dan nomor rekening Wajib Pajak bersangkutan, maka pembayaran dilakukan setelah Wajib Pajak menandatangani lembar ke 1, 2,\ dan 3 SPMKP. c. Stelah SPMKP diuangkan, maka SPMKP lembar ke 2 akan diterima kembali oleh KPP dari Bank Pembayar; selanjutnya dicatat pada Buku Realisasi Restitusi (KP PDIP 5.36). d. SPMKP tersebut dicocokkan dengan Buku Restitusi. Setelah diketahui bahwa SPMKP Lembar ke 2 dimaksud benar, catat tanggal penguangan pada kolom keterangan / baris Wajib Pajak bersangkutan. Pada lembar ke 2 SPMKP (sesudah kata-kata KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK...) dibubuhkan Kode JS (Jenis Setoran) dimana penerimaannya berkurang yaitu : 1 untuk mengurangi penerimaan Angsuran/Masa 2 untuk mengurangi penerimaan Penetapan/STP 4 untuk mengurangi penerimaan Penetapan/STP 5 untuk mengurangi penerimaan Penetapan/SKPT Angka 1 dicantumkan apabila ada kelebihan pembayaran pajak dinyatakan dalam SKPLB sedangkan yang lain diidentifikasi dari PLB (KP PDIP 5.29) bersangkutan. Angka tersebut merupakan salah satu elemen yang harus direkam. Dengan merekam kode Jenis Pajak dan kode Jenis Setoran, maka komputer akan mengurangi pembukuan penerimaan rubrik pajak yang bersangkutan dan menambah Rubrik Pajak PLB (Perhitungan Lebih Bayar). Dengan tata cara ini tidak perlu lagi membuat Bukti Pbk ke PLB. e. Dilakukan perekaman atas SPMKP lembar ke 2, oleh Sub Seksi TUPPR atau Seksi Pengolahan Data dan Informasi / Pengolahan Data dan Tata Usaha Perpajakan sesuai program yang diaplikasikan pada KPP bersangkutan (lihat juga Bab II). f. SPMKP yang telah direkam, disimpan oleh Sub Seksi TUPPR berurutan tanggal penguangannya sebagaimana dicatat pada Buku Realisasi Restitusi SPMKP Lewat Waktu Ditambahkan butir : Pada waktu memproses / akan menerbitkan SKKPP / SPMKP Pengganti supaya diteliti apakah atas SKKPP / SPMKP terdahulu sudah pernah dibuatkan penggantinya. Dengan demikian agar dapat dihindari dua kali pemindahbukuan / penerbitan SKPKPP / SPMKP atas satu SKPLB SPMKP/SKPKPP Hilang Sama dengan Butir 3.10 Lama Formulir SPMKP Yang Rusak Sama dengan Butir 3.11 Lama Butir 4. Restitusi melalui BAPEKSTA Keuangan (Pembayaran Pendahuluan PPN/PPnBM) Menginformasikan bahwa restitusi / pembayaran pendahuluan PPN/PPnBM diatur dalam Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-28/PJ/1994 dan Kepala BAPEKSTA Keuangan Nomor : SE-04/BE/1994 tanggal 31 Maret Isis Surat Edaran Bersama tersebut sama dengan Butir 4 Lama. Butir 6. Restitusi melalui BAPEKSTA Keuangan ( Pembayaran Pendahuluan PPN/PPnBM)

16 Menyesuaikan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, dilakukan penyesuaian menjasi sebagai berikut : 6.1. Dimaksud Bunga / Imbalan Bunga kepada Wajib Pajak adalah Bunga / Imbalan Bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3) atau Pasal 27A Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (lihat juga Butir 1.4 Bab VI) Tata cara pemberian dan pembayaran diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 163/KMK.04/1995 tanggal 21 April 1995 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak Ringkasan pengaturannya sebagai berikut : a. Wajib Pajak yang berhak atas imbalan bunga supaya mengajukan permohonan kepada Kepala KPP terkait dengan menyebutkan nomor dan tanggal dokumen yang mendasarinya (yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak berhak atas bunga / imbalan bunga). b. Besarnya imbalan bunga dihitung dengan rumus : 2 % x Masa Bunga x Dasar Penghitungan Bunga c. Penghitungan Bunga ex Pasal 11 ayat (3) : Masa Bunga : Mulai akhir jangka waktu satu bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau diterbitkannya SKPLB Dasar Penghitungan Bunga : Kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam SPMKP. Contoh : SKPLB ex Ps. 17B (sudah ada permohonan) diterbitkan tgl. 16 Januari Ternyata SPMKP (Rp. 20 juta) diterbutkan tanggal 16 Maret Masa Bunga dihitung mulai tgl. 16 Pebruari 1995 sampai dengan tanggal 16 Maret 1995, lamanya 1 bulan 1 hari dibulatkan menjadi 2 bulan. Besarnya imbalan : 2 % x 2 x Rp. 20 juta = Rp. 800 ribu bunga d. Penghitungan Imbalan Bungan ex Pasal 17B ayat (3) Masa Bunga : sejak berakhirnya jangka waktu satu bulan setelah lewatnya dua belas bulan sejak permohonan diterima sampai dengan saat diterbitkannya SKPLB. Dasar Penghitungan Bunga : Kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam SPMKP. Contoh : SPT (Lebih Bayar) PPh Th. 1995, diterima tgl. 15 Maret 1996 (jangka waktu dua belas bulan sejak SPT diterima adalah tanggal 14 Maret 1997) debfab kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp. 75 juta.skplb diterbitkan pada tanggal 15 Mei 1997 dengan kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp 40 juta (seharusnya paling lambat tanggal 14 April 1997 / satu bulan setelah tanggal 14 Maret 1997). Masa Bunga dihitung mulai tanggal 15 April 1997 (sejak berakhirnya jangka waktu satu bulan setelah tanggal 14 Maret 1997) sampai dengan tanggal 15 Mei 1997, lamanya 1 bulan 1 hari, dibulatkan menjadi 2 bulan Besarnya imbalan : 2 % x 2 x Rp. 40 juta = Rp ,- bunga e. Penghitungan Imbalan Bunga ex Pasal 27A : Masa Bunga : Sejak satu bulan setelah tanggal penerbitan ketetapan sampai dengan saat diterbitkannya SPMKP dan /

17 dilakukan perhitungan dengan utang pajak. Dasar : Kelebihan pembayaran pajak yang timbul karena Penghitungan pengajuan keberatan / permohonan banding diterima Bunga sebagian atau seluruhnya. Contoh I : SKPKB PPh Tahun1995 diterbitkan pada tgl. 5 Agustus 1996 diminta pajak yang masih harus dibayar Rp. 5 juta. Wajib Pajak mengajukankeberatan pada tanggal 5 September Wajib Pajak membayar Rp. 4 juta pada tanggal 6 Oktober 1996 da Rp 1 juta pada tanggal 10 Desember Keberatan diterima dan pajak yang masih harus dibayar berkurang menjadi Rp. 2 juta (SK Keberatan tanggal 6 Pebruari 1997). Dengan demikian besarnya kelebihan pembayaran pajak adalah Rp. 3 juta. Atas kelebihan itu diterbitkan SPMKP tanggal 4 Maret Masa Bunga : Dihitung sejak tanggal 6 September 1996 (satu bulan setelah tanggal penerbitan SKPKB) sampai dengan tanggal 4 Maret 1997 (penerbitan SPMKP), lamanya 5 bulan 27 hari, dibulatkan menjadi 6 bulan. Besarnya imbalan : 2 % x 6 Rp. 3 juta = Rp ,- bunga Catatan : Imbalan ini harus diperhitungkan dengan bunga atas kelambatan pembayaran SKPKB (STP Bunga Penagihan). Jika STP belum ada upaya diterbitkan dahulu, kemudian perhitungan dilakukan. Contoh II: SKPLB PPh Tahun1995 diterbitkan pada tanggal 5 Agustus 1996 dimana kelebihan pembayaran pajak ditetapkan sebesar Rp. 10 juta. Wajib Pajak mengajukan keberatan tgl 5 September Keberatan diterima dan kelebihan pembayaran pajak diputuskan menjadi Rp. 17 juta. Dengan demikian ada kelabihan pembayaran sebesar Rp. 7 juta. Atas kelebihan Rp 7 juta tersebut diterbitkan SPMKP pada tgl. 14 Mei Masa Bunga dihitung sejak tgl. 5 Sptember 1996 (satu bulan setelah tgl. SKPLB) sampai dengan tgl. 14 Mei 1997 (tgl. penerbitan SPMKP), lamanya 6 bln. 10 hari, dibulatkan menjadi 7 bulan. Besarnya imbalan : 2 % x 7 x Rp. 7 juta = Rp. 980 ribu. bunga 6.4. Prosedur Pemberian dan Pembayaran Imbalan Bunga a. Surat permohonan Wajib Pajak dicatat pada Buku Restitusi dan Pemberian Bunga (KP PDIP 5.22), pada lajur pasal yang bersangkutan. b. Dilakukan penelitian kebenaran materiil atas permohonan Wajib Pajak sebagai berikut : Bunga ex Pasal 11 ayat (3) : Cek kebenaran permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak/penerbitan SKPLB dan SPMKP pada Berkas Restitusi. Imbalan Bunga ex Pasal 17B ayat (3) : Cek penerimaan SPT Lebih Bayar pada berkas Wp dan SKPLB pada Berkas Restitusi; untuk maksud tersebut supaya dipinjam SPT bersangkutan, pada Seksi TUP/Seksi PD TUP. Imbalan Bunga ex Pasal 27A : Cek pembayaran yang akan dikembalikan/skp Nihil/SKPLB dan keputusan keberatan/putusan banding pada Penghitungan Lebih Bayar (KP PDIP 5.29).

18 c. Dimintakan data utang pajak pada Seksi Penagihan dan seksi yang melakukan pengawasan atas pembayaran PPh Pasal 25. d. Dokumen tersebut pada huruf a s/d c digabung dalam Berkas Bunga. Selanjutnya pemberian dan pembayaran bunga diproses dengan Berkas Bunga. Dokumen lain yang dibuat dalam rangka pemberian dan pembayaran bunga digabung dalam berkas ini juga e. Dibuat Nota Penghitungan Pemberian Bunga (NPPB/KP PDIP 5.37) sebagai proses awal pemberian dan pembayaran bunga. Pada waktu menghitung imbalan bunga ex Pasal 27A yang semula berasal dari SKPKB, imbalan harus diperhitungkan dengan bunga atas kelambatan pembayaran SKPKB (lihat juga butir 6.3.c Contoh I) f. Dibuat bukti Pbk yang menyangkut perhitungan dengan utang pajak dari rubrik pajak "Pemberian Bunga" ke rubrik pajak yang masih terutang (lihat juga Bab IV Butir 2.2 surat edaran ini ). Bukti Pbk tersebut merupakan data masukan pembukuan penerimaan KPP dan akan direkam (lihat Bab II).

MASA LAPORAN Laporan Penerimaan Pajak (LPP) I NO JENIS FORMULIR KODE UKURAN DIKIRIM KE KPL.KPP

MASA LAPORAN Laporan Penerimaan Pajak (LPP) I NO JENIS FORMULIR KODE UKURAN DIKIRIM KE KPL.KPP Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-58/PJ.1/1996 Tanggal : 31 Mei 1996 SISTEM, BENTUK, DAN JENIS LAPORAN BIDANG OPERASIONAL DALAM LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KHUSUS MENGENAI

Lebih terperinci

BENTUK LAPORAN PENERIMAAN PAJAK (LPP) KODE FORMULIR

BENTUK LAPORAN PENERIMAAN PAJAK (LPP) KODE FORMULIR Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-54/PJ/1998 Tanggal : 25 Maret 1998 BENTUK LAPORAN PENERIMAAN PAJAK (LPP) No JENIS FORMULIR KODE FORMULIR UKURAN DIKIRIM KE MASA LAPORAN 1 2 3 4 5

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM 1... secara terinci per jenis pajak... hari Jum'at, kecuali KPP yang hari kerjanya 6 hari maka sampai hari Sabtu.

PETUNJUK UMUM 1... secara terinci per jenis pajak... hari Jum'at, kecuali KPP yang hari kerjanya 6 hari maka sampai hari Sabtu. RALAT LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-58/PJ.1/1990 TANGGAL 31 MEI 1996 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-1165/PJ.24/1993 TENTANG SISTEM, BENTUK,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :... 2) TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK... 3) KEPADA... 4) DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :... 2) TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK... 3) KEPADA... 4) DIREKTUR JENDERAL PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK... 1) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :... 2) TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK... 3) KEPADA...

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK Para Pemungut PPN yang terhormat, Setiap bulan setelah Masa Pajak berakhir, Pemungut PPN harus melaksanakan kewajiban untuk melaporkan kegiatan pemungutan PPN yang

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Nama Pemungut : Alamat : No. Telp : Usaha : SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Perhatian Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPTMasa yang Saudara sampaikan tidak ditandatangani

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 06/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 06/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 06/PJ/2012 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN, PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBERITAHUAN KEPADA WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK

TATA CARA PEMBERITAHUAN KEPADA WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK LAMPIRAN I TATA CARA PEMBERITAHUAN KEPADA WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK 1. KPP Pratama Tigaraksa agar segera mengirim surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari kerja

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

MONITORING PENERBITAN SPMKP BULAN... TAHUN... SKPKPP KONSEP SPMKP SPMKP SP2D No

MONITORING PENERBITAN SPMKP BULAN... TAHUN... SKPKPP KONSEP SPMKP SPMKP SP2D No LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-17/PJ/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENERBITAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR KELEBIHAN PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 45/PJ./2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 45/PJ./2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 45/PJ./2007 TENTANG TATA CARA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PENAMBAHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR SATU, KANTOR PELAYANAN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Bagian: 1 Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013:31) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013:31) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP) Menurut Resmi (2013:31) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan penyetoran atau pembayaran

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : 2) TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK 3)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : 2) TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK 3) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN l PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.03/2007 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

Lampiran 1 Standar Pelayanan Administrasi Perpajakan. Jenis Pelayanan Persyaratan Yang Diperlukan Waktu Penyelesaian.

Lampiran 1 Standar Pelayanan Administrasi Perpajakan. Jenis Pelayanan Persyaratan Yang Diperlukan Waktu Penyelesaian. Lampiran 1 Standar Pelayanan Administrasi Perpajakan N o Jenis Pelayanan Persyaratan Yang Diperlukan Waktu Penyelesaian A Penjelasan Umum Langsung, melalui telepon, atau melalui surat Sesegera mungkin

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) Nomor Telepon : Nomor Faksimile : Nomor Telepon Baru Kegiatan Usaha :

SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) Nomor Telepon : Nomor Faksimile : Nomor Telepon Baru Kegiatan Usaha : KEMENTERIAN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) Masa Pajak. 20 Pembetulan Masa Pajak 20 Ke- ( ) F O R M U L I R 1101 PUT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : 2) TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK 3) DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : 2) TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK 3) DIREKTUR JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 188/PMK.03/2007 TENTANG : TATA CARA PEMBAYARAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK 1) KEPUTUSAN NOMOR : 2) TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

TATA CARA PENGAWASAN DATABASE MONITORING PELAPORAN DAN PEMBAYARAN PAJAK (MP3)

TATA CARA PENGAWASAN DATABASE MONITORING PELAPORAN DAN PEMBAYARAN PAJAK (MP3) Lampiran I Kep.Dirjen Pajak No. KEP- 162/PJ./2003 Tanggal 9 Juni 2003 Tentang Pelaksanaan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) Pada Direktorat Jenderal Pajak TATA CARA PENGAWASAN DATABASE

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :...

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :... LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 226/PMK.03/2013 TENTANG : TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA FORMAT SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008 LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008 LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008 Umum : PETUNJUK

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :... (1) TENTANG PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA...

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR :... (1) TENTANG PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA... CONTOH FORMAT SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 186/PMK.03/2015 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 226/PMK.03/2013

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. 1 ALUR KUP WP SPT SKP Inkraacht 3 bulan (dikrim) Daftar Inkraacht Pemeriksaan Keberatan Inkraacht 5 tahun 3 bulan(dite rima)

Lebih terperinci

PER - 15/PJ/2008 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PE

PER - 15/PJ/2008 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PE PER - 15/PJ/2008 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PE Contributed by Administrator Tuesday, 15 April 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

DAFTAR BLANKO/FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PSL PPN & PPn BM

DAFTAR BLANKO/FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PSL PPN & PPn BM DAFTAR BLANKO/FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM PELAKSANAAN PSL PPN & PPn BM No. Urut Nama Blanko/Formulir Kode 1. Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak PSL.KAP.1 Direktur Rikpa 2. Surat Perintah Pemeriksaan

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38 /PJ/2009, TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PAJAK TABEL AKUN PAJAK DAN 1. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 100 Masa PPh Pasal

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN NOMOR SE-08/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN NOMOR SE-08/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN NOMOR SE-08/PJ/2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-05/PJ/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 72 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kesiapan Wajib Pajak saat dilakukan Pemeriksaan Pajak 1. Kelengkapan dokumen umum, dokumen perpajakan dan dokumen pembukuan. Kelengkapan dokumen umum, dokumen

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-43/PJ/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-43/PJ/2014 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-43/PJ/2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

A. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PELUNASAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK USAHA KECIL/WAJIB PAJAK DI DAERAH TERTENTU:

A. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PELUNASAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK USAHA KECIL/WAJIB PAJAK DI DAERAH TERTENTU: LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 242/PMK.03/2014 TENTANG : TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK A. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PELUNASAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN

PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN Lampiran I Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-01/PJ.7/2002 Tanggal : 19 Februari 2002 PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN PPn BM I. Pajak Keluaran 1. Dapatkan angka-angka dari pembukuan PKP untuk menghitung

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK HAK WAJIB PAJAK 1. Menunda penyampaian surat pemberitahuan 2. Pembetulan Surat Pemberitahuan 3. Mengangsur pembayaran 4. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR 1101 BM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (SPT MASA PPn BM) ( F )

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR 1101 BM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (SPT MASA PPn BM) ( F ) LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-386/PJ./2002 TANGGAL : 19 Agustus 2002 PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR 1101 BM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (SPT MASA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011 Nomor Putusan Pengadilan Pajak Put-4/PP/M.XIIA/99/2014 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap permohonan Pengurangan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2018 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2018 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2018 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-04/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-04/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-04/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN, PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH KANTOR PERBENDAHARAAN DAN

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PERSETUJUAN/PENOLAKAN PEMINDAHBUKUAN ANTAR KPP

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PERSETUJUAN/PENOLAKAN PEMINDAHBUKUAN ANTAR KPP LAMPIRAN I PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PERSETUJUAN/PENOLAKAN PEMINDAHBUKUAN ANTAR KPP 1. Permohonan Wajib Pajak Sesuai dengan ketentuan dalam TUPRP Butir 2 Bab IV, permohonan pemindahbukuan antar KPP

Lebih terperinci

2011, No.35 2 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2011, No.35 2 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Kelebihan Pembayaran Pajak. Penghitungan. Prosedur PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Nomor Pokok

Lebih terperinci

Pasal 17B UU KUP. Pasal 17D UU KUP Pasal 17E UU KUP. Pasal 9 ayat (4c) UU PPN

Pasal 17B UU KUP. Pasal 17D UU KUP Pasal 17E UU KUP. Pasal 9 ayat (4c) UU PPN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 244/PMK.03/2015 TENTANG : TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK CONTOH FORMAT NOTA PENGHITUNGAN PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM 2.1 Sejarah Berdirinya KPP Medan Polonia Berdasarkan Keputusan menteri Keuangan RI No: 443/KMK.01/2001, Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia berdiri pada tahun 2002 yang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

2013, No Menetapkan : Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 2. Peraturan Bersama Men

2013, No Menetapkan : Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 2. Peraturan Bersama Men BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.129, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengembalian Penerimaan Negara. Bea Hak Atas Tanah dan Bagunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PMK.05/2013

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I KUP PENDAFTARAN NPWP & PEMBAYARAN PAJAK. By : SUHIRMAN MADJID, SE.,MSi.,AK., CA. HP :

PERPAJAKAN I KUP PENDAFTARAN NPWP & PEMBAYARAN PAJAK. By : SUHIRMAN MADJID, SE.,MSi.,AK., CA. HP : PERPAJAKAN I Modul ke: 02 KUP PENDAFTARAN NPWP & PEMBAYARAN PAJAK Fakultas EKON0MI Program Studi S 1 AKUNTANSI By : SUHIRMAN MADJID, SE.,MSi.,AK., CA. HP : 081218888013 Email : suhirmanmadjid@ymail.com.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa guna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan hasil pengamatan ini penulis akan menyampaikan mengenai Prosedur penghapusan sanksi administrasi atas pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...(1) KANTOR PELAYANAN PAJAK...

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...(1) KANTOR PELAYANAN PAJAK... LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 185/PMK.03/2015 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 27 TAHUN 2013

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 27 TAHUN 2013 PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Instansi Pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, LEMIGAS

Lebih terperinci

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK PELAPORAN PELAPORAN PAJAK KE KPP DOMISILI MENGGUNAKAN SPT. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan dokumen yang menjadi alat kerja sama antara wajib Pajak dan administrasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisis Data 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia Mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN JALAN BINTARO UTAMA SEKTOR V BINTARO JAYA, TANGERANG SELATAN 15222 TELEPON (021) 7361654-58;

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008 SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA IMPOR, PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA EKSPOR, PENERIMAAN NEGARA ATAS

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah gugatan terhadap Keputusan Tergugat Nomor

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAL KANTOR PELAYANAN PAJAK SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAL KANTOR PELAYANAN PAJAK SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA Nomor Tanggal Penerbitan Tanggal jatuh tempo I. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No.9 tahun 1994 jo

Lebih terperinci

MAKALAH KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MAKALAH KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MAKALAH KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Pajak adalah istilah yang tidak asing lagi bagi kita, peranannyapun dalam pengembangan suatu Negara juga sangat besar. Karena

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM. 1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM. 1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia 1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan No. 443/KMK.01/2001,

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERPAJAKAN

MANAJEMEN PERPAJAKAN MANAJEMEN PERPAJAKAN MODUL 9 Dosen : Jemmi Sutiono Ruang : B-305 Hari : Minggu Jam : 13:30 16:00 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2011 Manajemen Perpajakan Jemmi Sutiono Pusat

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR PELAYANAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DAFTAR STANDAR PELAYANAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I NO DAFTAR STANDAR PELAYANAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JENIS PELAYANAN 1 Pelayanan Permohonan Legalisasi Dokumen Wajib Pajak Berupa Surat Keterangan Domisili (SKD) 2 Pelayanan Permohonan

Lebih terperinci

Jumlah Pajak yang telah dibayar (Rp) Jumlah Pajak yang masih harus dibayar (Rp)

Jumlah Pajak yang telah dibayar (Rp) Jumlah Pajak yang masih harus dibayar (Rp) Nomor : KEP -228/PJ.1999 DAFTAR PIUTANG YANG DIPERKIRAKAN TIDAK DAPAT ATAU TIDAK MUNGKIN DITAGIH LAGI UNTUK DILAKUKAN PENELITIAN SETEMPAT, ATAU PENELITIAN ADMINISTRASI TENTANG DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 16/PMK.03/2011 TENTANG : TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 16/PMK.03/2011 TENTANG : TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK... (1) LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 16/PMK.03/2011 TENTANG : TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN

Lebih terperinci

NOTA PENGHITUNGAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK. Pasal 17C. Pasal 9 ayat (4c) UU PPN

NOTA PENGHITUNGAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK. Pasal 17C. Pasal 9 ayat (4c) UU PPN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK./2010 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-40/PJ/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 91/PMK.03/2015

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS IV.1. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Satuan Kerja yang melakukan pemungutan PPh Pasal

Lebih terperinci

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK BENDAHARAWAN BERPEDOMAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 ATAUKAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2013? Oleh:

Lebih terperinci

NO. Jenis Formulir Kode Formulir Ukuran Rangkap I. PPh Badan/Orang Pribadi F F F

NO. Jenis Formulir Kode Formulir Ukuran Rangkap I. PPh Badan/Orang Pribadi F F F LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-33/PJ/2015 TENTANG : PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2012 TENTANG BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN, BENTUK

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP digilib.uns.ac.id BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari

Lebih terperinci

PER - 5/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK, SUBJEK PAJAK, DAN OBJEK PAJAK DI WILAYAH KECAMA

PER - 5/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK, SUBJEK PAJAK, DAN OBJEK PAJAK DI WILAYAH KECAMA PER - 5/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK, SUBJEK PAJAK, DAN OBJEK PAJAK DI WILAYAH KECAMA Contributed by Administrator Thursday, 18 February 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Nomor : KEP -107/PJ.1998 Tanggal : 26 Mei 1998

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Nomor : KEP -107/PJ.1998 Tanggal : 26 Mei 1998 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Nomor : KEP -107/PJ.1998 Tanggal : 26 Mei 1998 Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-107/PJ/1998 Tanggal : 26 Mei 1998 LEMBAR 1 Nama WP :...

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci