BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan fonem dalam suatu bahasa merupakan hal yang umum, hampir semua bahasa di dunia ini memiliki konsep mengenai perubahan fonem tersebut. Begitu juga bahasa Jawa yang memiliki konsep perubahan fonem, dalam hal ini tampak dalam majalah Panjebar Semangat. Panjebar Semangat merupakan jenis majalah mingguan kalawarti yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya. Majalah Panjebar Semangat sudah ada sejak 23 September Penggunaan bahasa Jawa dalam majalah Panjebar Semangat, memberikan warna tersendiri di tengah arus media cetak negara ini yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Dalam bahasa Jawa cukup produktif kasus perubahan bunyi ataupun fonem suatu kata yang terjadi akibat adanya proses morfologi. Perubahan bunyi yang terjadi akibat adanya proses morfologi tersebut dalam ilmu linguistik disebut sebagai morfofonemik. Morfofonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi (Chaer, 2008:43). Kata ana [ɔnɔ] dapat diidentifikasi kapan fonem /a/ dibaca [ɔ] dan kapan pula dibaca [a]. Ketika kata ana mendapat imbuhan sufiks {-ne} 1

2 2 maka secara otomatis akan terjadi perubahan bunyi. Identifikasi morfofonemik ini akan menghasilkan sebuah rumusan pola-pola baku, yang dapat dijadikan sebagai dasar kapan harus menggunakan [ɔnɔ], kapan pula bentuk [anane] harus dipakai. Perubahan bunyi yang diakibatkan oleh proses morfologi ini ada kalanya berbentuk pemunculan fonem, perubahan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem ataupun pergeseran fonem (Samsuri, 1987:201). Seperti contoh [ɔnɔ] dan [anane], terjadi perubahan fonem /ɔ/ menjadi fonem /a/. Perubahan fonem tersebut selain diakibatkan oleh adanya proses morfologi, faktor kehomorganan bunyi juga sangat berpengaruh. Hal ini sejalan dengan definisi morfofonemik yang diutarakan oleh Soepomo Poedjosoedarmo dkk bahwa morfofonemik adalah perubahan fonemis yang diakibatkan oleh fonem yang ada di sekitarnya (1979:186). Pada kasus [ɔnɔ] dan [anane] di atas, fonem /e/ dalam morfem {-ne} yang tergolong sebagai vokal tidak bulat mempengaruhi fonem /ɔ/ [ɔnɔ] yang tergolong vokal bulat, menjadi vokal tidak bulat berupa fonem /a/ [anane]. Selanjutnya muncul pertanyaan apakah setiap proses morfologi akan menyebabkan perubahan bunyi atau fonem? Apabila iya, apakah wujud dari perubahan tersebut, apakah pemunculan, pelesapan, peluluhan, perubahan atau justru pergeseran. Jika tidak, proses morfologi seperti apakah yang mengakibatkan adanya perubahan bunyi. Inilah yang mendasari mengapa penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penulis tertarik untuk meneliti apa saja proses morfologi yang mengakibatkan perubahan bunyi dan juga hasil dari proses morfologi

3 3 tersebut kaitannya dengan bunyi yang ada di cerkak majalah Panjebar Semangat. Penelitian ini menggunakan majalah Panjebar Semangat sebagai sumber data utamanya. Hal ini didasari karena Panjebar Semangat merupakan salah satu majalah berbahasa Jawa yang sampai sekarang masih ada, sehingga untuk masalah praktis, tidak akan sulit untuk mencari majalah tersebut. Selain itu, penulis ingin memanfaatkan majalah Panjebar Semangat yang jumlahnya cukup banyak yang terdapat di Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rubrik yang dipilih dalam majalah Panjebar Semangat adalah cerkak. Cerkak merupakan akronim dari cerita cekak cerita pendek. Rubrik cerkak dipilih karena rubrik ini adalah satu dari beberapa rubrik yang ada di dalam majalah Panjebar Semangat, yang penggunaan bahasa Jawanya masih sangat kuat. Berbeda misalnya dengan rubrik sariwarta, walaupun tetap menggunakan bahasa Jawa, namun kontennya bersifat umum, sehingga penggunaan bahasanya akan banyak mengandung diksi dari bahasa Indonesia ataupun bahasa selain Jawa. Telah ada sebelumnya beberapa penelitian yang terkait dengan morfofonemik, yaitu tesis dari mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Surabaya, Yani Paryono. Tesis ini berjudul Morfofonemik Bahasa Jawa Dialek Banyumas, tahun Tesis ini mengkaji mengenai morfofonemik bahasa Jawa dialek Banyumas yang meliputi afiksasi, reduplikasi, klitiksasi, komposisi dan modifikasi intern. Ada juga skripsi berjudul Morfofonemik Bahasa Jawa

4 4 Dialek Cirebon (Studi Kasus di Bringin Cirebon), karya Sigit Hardadi mahasiswa Ilmu Budaya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman. Ada dua poin yang dikaji dalam skripsi ini, pertama mengenai proses morfofonermik bahasa Jawa dialek Cirebon yang terdapat di Desa Bringin Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Poin kedua mengenai jenis morfofonemik bahasa Jawa dialek Cirebon di Desa Bringin Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Analisis Morfofonemik pada Cerita Bersambung Pak Guru dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2012 Karya Suhindriyo, merupakan karya ilmiah lain yang juga mengkaji mengenai morfofonemik bahasa Jawa. Penulisnya adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo, Heru Tafiyanto, tahun Heru Tafiyanto mengangkat dua rumusan masalah dalam penelitiannya, pertama mengenai proses morfofonemik pada cerita bersambung Pak Guru, dan kedua mengenai bentuk morfofonemik yang terdapat pada cerita bersambung Pak Guru. B. Batasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian terkait dengan sumber data penelitian. Hanya cerkak majalah Panjebar Semangat yang terbit pada tanggal 2 Januari-5Maret 2016 dan 12 Maret-14 Mei 2016 yang dipakai sebagai sumber data penelitian. Pemilihan cerkak dengan tanggal 2 Januari-5 Maret 2016 dan 12 Maret-14 Mei 2016 terkait dengan alasan kebaruan dari cerkak yang terbit paling baru, sehingga kemungkinan cerkak tersebut telah dikaji oleh peneliti lain sangatlah kecil.

5 5 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. 1. Proses morfologi apakah yang terdapat pada morfofonemik bahasa Jawa dalam cerkak majalah Panjebar Semangat? 2. Bagaimanakah bentuk morfofonemik bahasa Jawa dalam cerkak majalah Panjebar Semangat? D. Tujuan Pembahasan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan proses morfologi pada morfofonemik bahasa Jawa dalam cerkak majalah Panjebar Semangat. 2. Mendeskripsikan bentuk morfofonemik bahasa Jawa dalam cerkak majalah Panjebar Semangat. E. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini ada dua, manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat teoretis, manfaat teoretis yang dimaksud yakni penelitian ini semoga dapat melengkapi teori tentang morfofonemik bahasa Jawa. 2. Manfaat praktis, manfaat praktis yang dimaksud yakni diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan bacaan bagi para mahasiswa ataupun siapa saja yang ingin mengetahui masalah morfofonemik bahasa Jawa..

6 6 F. Landasan Teori Teori yang dipakai dalam penelitian ini sehubungan dengan masalah yang telah ditetapkan adalah (1) fonem (2) proses morfologi, (3) morfofonemik, dan (4) bentuk morfofonemik. Teori-teori tersebut dipakai karena relevan dengan rumusan masalah, selain itu dengan adanya teori-teori yang telah ditetapkan akan menjadikan penelitian ini semakin terarah, karena adanya landasan yang jelas mengenai konsep keilmuan yang menjadi penghubung menuju pembahasan masalah. 1. Fonem Fonem adalah satuan terkecil yang terdiri atas bunyi-bunyi ujaran yang dapat membedakan arti (Keraf, 1991:20). Chaer menyebut fonem sebagai bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata (2007:125). Fonem bahasa Jawa dibagi menjadi, fonem vokal dan fonem konsonan (Sasangka, 2013:2). Sasangka (2013:2) mengartikan vokal iku swara kang duwe uni, utawa swara sing muni jalaran pametune angin saka paru-paru kang kawedhar saka jroning tutuk ora ana kang ngalangngalangi, artinya vokal adalah suara yang memiliki bunyi, atau suara yang berbunyi karena keluarnya angin dari paru-paru yang keluar melalui mulut tanpa mendapat halangan. Fonem vokal bahasa Jawa jumlahnya ada tujuh, yaitu /a/, /ɔ/, /o/, /i/, /u/, /e/, dan /ə/ (Sasangka, 2013:3).

7 7 a. Fonem vokal /a/ Fonem vokal /a/ termasuk vokal rendah, terbuka, depan dan tidak bulat (Marsono, 1989:45). Fonem vokal /a/ dalam bahasa Jawa disebut a swara miring, vokal /a/ bisa berposisi di awal, tengah dan juga akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:3). b. Fonem vokal /ɔ/ Fonem vokal /ɔ/ termasuk vokal tengah, belakang, semi terbuka, dan bulat (Marsono, 1989:45). Fonem vokal /ɔ/ dalam bahasa Jawa disebut a swara jejeg, vokal /ɔ/ dapat berposisi di awal, tengah dan juga akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:3). c. Fonem vokal /o/ Fonem vokal /o/ termasuk vokal tengah, belakang, semi tertutup, dan bulat (Marsono, 1989:45). Fonem vokal /o/ dapat berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:3) d. Fonem vokal /i/ Fonem vokal /i/ bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua, [i] i swara jejeg dan [I] i swara miring (Sasangka, 2013:4). Vokal i swara jejeg termasuk vokal tinggi, depan, tertutup dan tidak bulat, sedangkan vokal i swara miring termasuk vokal tinggi, depan, tertutup dan tidak bulat (Marsono, 1989:45). Vokal i swara jejeg dapat berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata, sedangkan vokal i swara miring hanya dapat berposisi di tengah.

8 8 e. Fonem vokal /u/ Fonem vokal /u/ bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu vokal [u] disebut u swara jejeg, dan vokal [U] disebut u swara miring (Sasangka, 2013:4). Vokal u swara jejeg tergolong vokal tinggi, belakang, tertutup dan bulat, sedangkan vokal u swara miring tergolong vokal tinggi, belakang, semi tertutup, dan bulat (Marsono, 1989:46). Vokal u swara jejeg dapat berposisi di awal, tengah dan akhir, sedangkan vokal u swara miring hanya dapat berposisi di tengah kata (Sasangka, 2013:4). f. Fonem vokal /e/ Fonem vokal /e/ bahasa Jawa dibedakan menjadi dua, yaitu [e] disebut e swara jejeg, dan [ɛ] disebut e swara miring (Sasangka, 2013:5). Vokal e swara jejeg tergolong vokal tengah, depan, tertutup, dan tidak bulat, sedangkan vokal e swara miring tergolong vokal tengah, depan, semi terbuka, dan tidak bulat (Marsono, 1989:45). Vokal e swara jejeg dapat berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata, sedangkang vokal e swara miring hanya dapat berposisi di awal dan tengah kata (Sasangka, 2013:5). g. Fonem vokal /ə/ Fonem vokal /ə/ bahasa Jawa disebut e pepet, vokal /ə/ ini hanya dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:5). Fonem vokal /ə/ tergolong vokal tengah, semi terbuka dan tidak bulat (Marsono, 1989:45). Sasangka (2013:11) menyebut konsonan iku swara kang tanpa uni, utawa swara sing durung muni yen durung sumambung karo vokal, artinya konsonan adalah suara yang tanpa bunyi, atau suara yang belum berbunyi

9 9 apabila tidak bergabung dengan vokal. Marsono (1989:16) menyatakan bahwa bunyi disebut konsonan, apabila terjadinya dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat bicara. Berikut fonem konsonan pada bahasa Jawa. a. Fonem konsonan /b/ Fonem konsonan /b/ tergolong konsonan hambat letup bilabial bersuara (Marsono, 1989:61). Konsonan /b/ dalam bahasa Jawa dapat berposisi di awal, tengah, dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11). b. Fonem konsonan /p/ Fonem konsonan /p/ tergolong konsonan hambat letup bilabial tidak bersuara (Marsono, 1989:61). Konsonan /p/ dalam bahasa Jawa dapat berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11). c. Fonem konsonan /m/ Fonem konsonan /m/ tergolong konsonan nasal (sengau) bilabial bersuara (Marsono, 1989:74). Fonem konsonan /m/ dalam bahasa Jawa dapat berposisi di awal, tengah dan juga akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11). d. Fonem konsonan semi vokal /w/ Fonem semi vokal /w/ tergolong konsonan semi vokal bilabial bersuara (Marsono, 1989:97). Konsonan semi vokal merupakan jenis konsonan yang saat diartikulasikan belum membentuk konsonan murni (Verhaar dalam Marsono, 1989:96). Dalam bahasa Jawa konsonan semi vokal /w/ hanya dapat berposisi pada awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:11).

10 10 e. Fonem konsonan semi vokal /y/ Fonem konsonan semi vokal /y/ tergolong konsonan semi vokal mediopalatal bersuara (Marsono, 1989:99). Dalam bahasa Jawa konsonan semi vokal /y/ hanya dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12). f. Fonem konsonan /t/ Fonem konsonan /t/ tergolong konsonan hambat letup apiko-dental tidak bersuara (Marsono, 1989:63). Dalam bahasa Jawa fonem konsonan /t/ dapat berposisi di awal, tengah dan juga akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11). g. Fonem konsonan /d/ Fonem konsonan /d/ tergolong konsonan hambat letup apiko-dental bersuara (Marsono, 1989:65). Dalam bahasa Jawa fonem konsonan /d/ dapat berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11). h. Fonem konsonan /n/ Fonem konsonan /n/ tergolong konsonan nasal apiko-alveolar bersuara (Marsono, 1989:65). Fonem konsonan /n/ dalam bahasa Jawa dapat berposisi di awal, tengah, dan akhir sebuah kata (sasangka, 2013:11) i. Fonem konsonan /r/ Fonem konsonan /r/ tergolong konsonan getar apiko-alveolar (Marsono, 1989:93). Dalam bahasa jawa konsonan /r/ dapat berposisi di awal, tengah, dan juga akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11). j. Fonem konsonan /l/

11 11 Fonem konsonan /l/ tergolong konsonan sampingan (lateral) apikoalveolar bersuara (Marsono, 1989:80). Dalam bahasa Jawa konsonan /l/ dapat berposisi di awal, tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11). k. Fonem konsonan /s/ Fonem konsonan /s/ tergolong konsonan geseran lamino-alveolar tidak bersuara (Marsono, 1989:87). Dalam bahasa Jawa konsonan /s/ dapat berposisi di awal, tengah, dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:11). l. Fonem konsonan /ṭ/ Fonem konsonan /ṭ/ tergolong konsonan hambat letup apiko-palatal tidak bersuara (Marsono, 1989:66). Dalam bahasa Jawa konsonan /ṭ/ hanya dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12). m. Fonem konsonan /ḍ/ Fonem konsonan /ḍ/ tergolong konsonan hambat letup apiko-palatal bersuara (Marsono, 1989:67). Dalam bahasa Jawa konsonan /ḍ/ hanya dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12). n. Fonem konsonan /j/ Fonem konsonan /j/ tergolong konsonan hambat letup medio-palatal bersuara (Marsono, 1989:68). Dalam bahasa Jawa konsonan /j/ hanya dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12). o. Fonem konsonan /c/ Fonem konsonan /c/ tergolong konsonan hambat letup medio-palatal tidak bersuara (Marsono, 1989:68). Dalam bahasa Jawa konsonan /c/ hanya dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

12 12 p. Fonem konsonan /ñ/ Fonem konsonan /ñ/ tergolong konsonan nasal medio-palatal bersuara (Marsono, 1989:76). Dalam bahasa Jawa konsonan /ñ/ hanya dapat berposisi di awal dan tengah sebuah kata (Sasangka, 2013:12). q. Fonem konsonan /g/ Fonem konsonan /g/ tergolong konsonan hambat letup dorso-velar bersuara (Marsono, 1989:70). Dalam bahasa Jawa konsonan /g/ dapat berposisi di awal, tengah maupun akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12). r. Fonem konsonan /k/ Fonem konsonan /k/ tergolong konsonan hambat letup dorso-velar tidak bersuara (Marsono, 1989:70). Dalam bahasa Jawa konsonan /k/ dapat berposisi di awal, tengah maupun akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12). s. Fonem konsonan /ŋ/ Fonem konsonan /ŋ/ tergolong konsonan nasal dorso-velar bersuara (Marsono, 1989:77). Dalam bahasa Jawa konsonan /ŋ/ dapat berposisi di awal, tengah maupun akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12). t. Fonem konsonan /h/ Fonem konsonan /h/ tergolong konsonan geseran laringal tidak bersuara (Marsono, 1989:92). Dalam bahasa Jawa konsonan /h/ dapat berposisi di awal, tengah maupun akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12). u. Fonem konsonan /?/ Fonem konsonan /?/ tergolong konsonan hambat letup glotal tidak bersuara (Marsono, 1989:72). Dalam bahasa jawa konsonan /?/ hanya dapat berposisi di tengah dan akhir sebuah kata (Sasangka, 2013:12).

13 13 2. Proses Morfologi Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan perubahan status (dalam proses konversi) (Chaer, 2008:25). Morfofonemik terjadi akibat adanya proses morfologi, baik itu afiksasi, komposisi maupun reduplikasi. Proses morfologi inilah yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem konsonan maupun vokal dalam suatu kata. a. Afiksasi Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar (Chaer, 2007:177). Afiks adalah sebuah bentuk berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah bentuk dasar dalam proses pembentukan kata (Keraf, 1991:121). Afiksasi yang ditemukan dalam penelitian ini ada lima yaitu prefiks (awalan), sufiks (akhiran), konfiks dan simulfiks. Berikut penjelasan mengenai kelima bentuk afiks tersebut. 1) Prefiks Prefiks atau dalam bahasa Jawa disebut ater-ater, merupakan imbuhan yang diletakkan pada awal atau kiri sebuah bentuk dasar (Keraf, 1991:122). Sasangka menyebut bahwa ater-ater dalam bahasa Jawa ada banyak, yaitu ater-ater anuswara nasal (n-, m-, ny-, dan ng-.), ater-ater a- atau bawa ha (a-, ma, dan mer-), man-, ka-, ke, di-, sa-, pa anuswara-, pi-, pri-, pra-, tar- atau ter-, kuma-, kami-, dan kapi- (20013:41). Berikut

14 14 merupakan salah satu contoh morfofonemik yang terjadi karena adanya proses afiksasi berupa prefiks. Data (30) Sawijining bengi aku kasil nyopet tas ing sepur malam (PS:C11, hlm. 23, p 11). Suatu malam saya berhasil mencuri tas di sebuah kereta malam. Pada data di atas terdapat kata nyopet yang merupakan bentuk morfofonemik yang berasal dari proses prefiksasi sebagai berikut: ny- + copet nyopet Kata nyopet berasal dari bentuk dasar copet yang mendapat imbuhan morfem ater-ater anuswara berupa {-ny}. Kata copet yang diawali dengan konsonan /c/, karena mendapat prefiks nasal berupa {ny-}, maka konsonan /c/ tadi mengalami peluluhan, sehingga berubah menjadi nyopet. Luluhnya fonem konsonan /c/ ini karena adanya proses morfologi berupa prefiksasi nasal {ny-} 2) Sufiks Sufiks adalah morfem terikat yang diletakkan dibelakang suatu morfem dasar (Keraf, 1989:110). Sufiks dalam bahasa Jawa disebut panambang. Sasangka menyebut sufiks bahasa Jawa di antaranya -i, -a, -e atau -ne, -en, -an, -na, -ana, -ane, dan -ake (2013:62). Berikut merupakan salah satu contoh kasus morfofonemik dari adanya sufiksasi. Data (31) Kersane Sing Gawe Lakon, Kang, wong sing bayine dakcopet iku pegatan, njur kenal aku ing proyek, akhire dadi bojoku (PS:C11, hlm. 23, p 12). Inginnya Yang Membuat Hidup, Kang, orang yang bayinya saya copet itu cerai, lalu kenal saya di proyek, akhirnya menjadi istriku.

15 15 Pada data di atas terdapat kata kersane yang merupakan bentuk morfofonemik yang berasal dari proses sufiksasi sebagai berikut. kersa + -ne kersane Kata kersane berasal dari bentuk dasar kersa yang mendapat imbuhan morfem sufiks {-ne}. Kersa memiliki vokal akhir berupa /ɔ/, namun saat kata kersa mendapat morfem sufiks {-ne} maka vokal yang tadinya berupa /ɔ/ berubah menjadi vokal /a/. Berubahnya vokal /ɔ/ pada suku akhir kata kersa menjadi vokal /a/ terjadi karena adanya proses morfologi berupa sufiksasi morfem {-ne}. 3) Konfiks Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar (Chaer, 2007:179). Perlu diperhatikan pula bahwa dua morfem pada konfiks ini haruslah datang secara serentak, bukan satu per satu. Sasangka (2013:82) menyebut imbuhan konfiks dalam bahasa Jawa jenisnya yaitu ka-an atau ke- -an, ke- -en, pa- -an, paa- -an, dan pra- -an. Berikut merupakan salah satu contoh kasus morfofonemik dari adanya konfiksasi: Data (42) keakraban padha dirasakake kaya jaman iseh padha amor (PS:C13, hlm. 23, p 2). Keakraban pada dirasakan seperti jaman masih pada bersama. Pada data di atas terdapat kata keakraban yang merupakan bentuk morfofonemik yang berasal dari adanya proses konfiks sebagai berikut. ke- + akrab + -an keakraban

16 16 Kata keakraban terjadi dari penambahan afiks {ke- -an} yang datang secara serentak atau bersamaan, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya kata keakrab ataupun akraban. Kata keakraban dalam bahasa Jawa lazim diucapkan [kəkrapan], seolah-olah bunyi konsonan /b/ berubah menjadi bunyi konsonan /p/. Berubahnya vokal /b/ ini terjadi karena adanya proses pengimbuhan afiks {ke- -an}. Bunyi konsonan /b/ masih jelas terdengar pada bentuk dasar akrab [akrab]. Berubahnya fonem konsonan /b/ menjadi konsonan /p/ baru terasa tampak saat adanya proses konfiksasi berupa morfem {ke- -an}, [kəakrapan]. 4) Simulfiks Simulfiks merupakan dua imbuhan (depan dan belakang) yang hadir secara bertahap (Materi kuliah pengantar linguistik jurusan Sastra Jawa UNS 2012, oleh Dyah Padminingsih pada tanggal 12 September 2012). Wujud simulfiks dalam bahasa Jawa yaitu A- -i, A- -a, A- -ake, A- - ana, di- -i, di- -a, di- -ake, di- -ana, -in- -i, -in- -ake, -in- -ana, dan sa- -e (Sasangka, 2013:88). Berikut merupakan salah satu contoh kasus morfofonemik dari adanya proses simulfiks: Data (32) Nanging akhire aku kecekel, digebugi wong akeh (PS:C11, hlm. 23, p 17). Namun akhirnya saya tertangkap, dipukuli orang banyak. Pada data di atas terdapat kata digebugi yang merupakan bentuk morfofonemik dari adanya proses simulfiks. Proses simulfiks kata digebugi diawali dari bentuk dasar gebug yang mendapat imbuhan morfem {di-}. di + gebug digebug

17 17 Kemudian, kata digebugi mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {-i} digebug + -i digebugi Proses simulfiks pada kata dasar gebug merubah bunyi fonem vokal /U/ menjadi fonem vokal /u/. Hal ini tampak ketika kata gebug belum mendapat imbuhan, bunyi vokal /U/ tidak mengalami perubahan sama sekali [gəbug]. Bunyi vokal /u/ baru muncul ketika kata gebug mengalami proses simulfiks dengan mendapat imbuhan {di- -i} menjadi [digəbugi] di- + [gəbug] + -i [digəbugi] b. Reduplikasi Reduplikasi atau kata ulang adalah proses morfologi yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian, maupun disertai dengan perubahan bunyi (Abdullah dan Ahmad, 2012:64). Sasangka menyebut reduplikasi dalam bahasa Jawa jenisnya ada tiga, yaitu dwipurwa, dwilingga, dan dwiwasana. Dwilingga dibagi menjadi dua, dwilingga wutuh dan dwilingga salin swara (2013:97). Dwipurwa iku tembung kang dumadi saka pangrangkepe purwane tembung lingga utawa pangrangkepe wanda kawitaning tembung (Sasangka, 2013:97). Dwipurwa yaitu kata yang terjadi dari penggabungan suku awal sebuah kata. Dwilingga yaiku tembung lingga kang dirangkep (Sasangka, 2013:100). Dwilingga adalah kata dasar yang diulang. Apabila kata dasar yang diulang tidak mengalami perubahan bunyi maka disebut dwilingga wutuh, secara sederhana kata dasar tadi diulang apa adanya. Namun jika

18 18 pengulannya juga disertai dengan perubahan bunyi maka disebut sebagai dwilingga salin swara. Dwiwasana iku tembung kang ngrangkep wanda wekasan utawa ngrangkep wasanane tembung (Sasangka, 2013:104). Dwiwasaana adalah pengulangan pada suku akhir sebuah kata. Berikut merupakan salah satu contoh kasus morfofonemik dari adanya proses reduplikasi: Data (59) Banjur ngalih klepat tanpa tolah-toleh (PS:C17, hlm. 23, p 1) Lalu berpindah tanpa tengak-tengok. Kata tolah-toleh pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses pengulangan. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar toleh yang diulang sacara keseluruhan dengan perubahan bunyi. Kemudian, pengulangan kata toleh membentuk kata jadian tolah-toleh. toleh tolah-toleh Tampak pada proses penggabungan di atas, kata toleh yang terletak di sebelah kiri tanda panah suku akhirnya berupa fonem vokal /ɛ/. Bandingkan dengan kata tolah-toleh yang terletak di sebelah kanan tanda panah. Fonem vokal /ɛ/ tadi berubah menjadi fonem vokal /a/ pada bentuk ulangannya. toleh tolah-toleh proses pengulangan di atas menghasilkan bentuk ulangan dengan jenis dwilingga salin swara, sebab bentuk dasar toleh tidak hanya diulang secara keseluruhan, namun juga ada perubahan vokal pada hasil pengulangannya.

19 19 Data (45) Pungkasaning jejagongan wong loro padha.(ps:c13, hlm. 23, p4). Selesai kumpul-kumpul dua orang pada Kata jejagongan pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses pengulangan. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar jagong yang mendapat imbuhan morfem {-an}, membentuk kata jadian jagongan. Kemudian, kata jagongan diulang secara sebagian (suku awal), menjadi jejagongan. jagong + -an jagongan jagongan jejagongan Tampak pada proses pengulangan di atas, kata jagongan yang terletak di sebelah kiri tanda panah, suku awalnya berupa fonem vokal /a/. Bandingkan dengan jejagongan yang terletak di sebelah kanan tanda panah. Fonem vokal /a/ tadi berubah menjadi fonem vokal /ə/ pada bentuk ulangannya. jagongan jejagongan Proses pengulangan di atas menghasilkan bentuk ulangan dengan jenis dwipurwa. Sebab yang diulang hanya suku awal dari kata jagong yaitu ja. Kemudian, fonem vokal /a/ pada ja berubah menjadi fonem vokal /ə/. jagong jajagong jejagong 3. Morfofonemik Morfonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem

20 20 sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi (Chaer, 2008:43). Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain (Ramlan dalam Tarigan, 1985:27). Selanjutnya Alwi (2003,31) memberi pengertian bahwa morfofonemik merupakan proses perubahan bentuk yang disyaratkan oleh jenis fonem atau morfem yang digabungkan. Lebih lanjut Soepomo Poedjosoedarmo dkk menyatakan bahwa morfofonemik adalah perubahan fonemis yang diakibatkan oleh fonem yang ada disekitarnya (1979:186). Jadi, perubahan morfofonemik tidak hanya semata-mata dipengaruhi oleh proses morfologi, namun juga pengaruh bunyi ataupun fonem yang ada disekitarnya. Berdasarkan pengertian para ahli di atas, morfofonemik akan terjadi ketika ada proses morfologi atau bertemunya morfem satu dengan morfem lainnya, sehingga ada perbedaan antara morfofonemik dengan perubahan bunyi lain seperti asimilasi, disimilasi, netralisasi. 4. Bentuk Morfofonemik Bentuk morfofonemik menurut Chaer (2008:43) ada lima, yaitu pemunculan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem. Berikut bentuk morfofonemik yang ditemukan dalam penelitian ini. a. Pemunculan Fonem Pemunculan fonem yaitu munculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologi yang pada mulanya tidak ada (Chaer, 2008:43). Misalnya dalam

21 21 proses pengimbuhan morfem sufiks {-an} pada kata gage, menghasilkan bunyi baru yaitu fonem konsonan /y/ yang sebelumnya tidak ada. Fonem semi vokal /y/ ini terletak setelah bunyi konsonan /e/. Data (39) gageyan mencolot saka colt brondhol (PS:C12, hlm. 24, p 13) cepat melompat dari colt brondhol. b. Peluluhan Fonem gage + -an gageyan Peluluhan fonem yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain (Chaer, 2008:44). Misalnya, luluhnya fonem konsonan /c/ pada kata copet ketika dibubuhi prefiks nasal {ny-}. Data (36) sawijining bengi aku kasil nyopet tas ing sepur malam (PS:C11, hlm. 23, p 11). Suatu malam saya berhasil mencopet tas di kereta malam. ny- + copet + nyopet c. Perubahan Fonem Perubahan fonem yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat terjadinya proses morfologi (Chaer, 2008:43). Misalnya, proses pengimbuhan sufiks {-e} pada kata seda, mengakibatkan berubahnya vokal /ɔ/ menjadi vokal /a/. Data (29) ing dina sedane Ki Sura.(PS:C11, hlm. 23, p 3). di hari meninggalnya Ki Sura. [sedɔ] + -e [sedane]

22 22 G. Metode dan Teknik Penelitian Metode menurut Nawawi dan Martini diartikan sebagai prosedur atau rangkaian cara yang sistematik dalam menggali kebenaran ilmiah (2005:71). Lebih lanjut Djajasudarma (2010:1) menerangkan metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb.); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Dapat dipahami dari uraian di atas bahwa metode merupakan prosedur atau serangkaian cara yang dilakukan guna mencapai hasil yang telah ditentukan. Metode penelitian ini akan membahas mengenai (1) sifat penelitian, (2) data dan sumber data, (3) alat penelitian, (4) metode pengumpulan data, (5) metode analisis data, (6) teknik penyajian hasil analisis data. 1. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, Sutopo (2006:40) menjelaskan sifat deskripstif ini, data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dan dideskripsikan menggunakan kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang menggambarkan situasi sebenarnya. Selanjutnya Subroto (1992:7) menerangkan bahwa sifat deskriptif maksudnya peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar-gambar/foto, catatan harian, memorandum, video-tape.

23 23 Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, yaitu sebuah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010:6). Berdasarkan uraian di atas maka diketehui bahwa penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, sebab penelitian ini mendeskripsikan data kebahasaan secara rinci pada konteks tertentu yang bersifat alamiah. 2. Data dan Sumber Data Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Subroto, 1992:34). Data di sini dimengerti sebagai fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:6). Sudaryanto (1990:14) lebih jelas lagi menyatakan bahwa data adalah objek plus konteks. Objek sendiri dipahami sebagai pokok atau topik penelitian (Sudaryanto, 1990:9). Objek dalam penelitian ini adalah kata yang mengandung unsur proses morfofonemik, seperti gonta-ganti, ditabuhi dan jejodhoan. Data dalam penelitian ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud adalah data tulis berupa kata yang tergolong proses morfofonemik, yang terdapat pada cerkak majalah

24 24 Panjebar Semangat edisi 2 Januari-5 Maret 2016 dan edisi 12 Maret-14 Mei Data tersebut salah satunya adalah. Data (4) Jambret sing ketaton iku banjur digawa menyang rumah sakit saperlu ngetokake mimis saka kentole (PS:C2, hlm. 43, p 69) Data (17) Wagito wiwit ngempakake rayuwan gombal (PS:C6, hlm. 24, p 17) Wagito mulai melancarkan rayuan gombal. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau karya ilmiah yang ada kaitannya dengan proses morfofonemik, seperti skripsi, thesis dan jurnal. Data mempunyai sumber; ada asalnya, dari sumber itu peneliti dapat memperoleh data sesuai dengan yang diinginkan (Sudaryanto, 1990: 33). Sumber data dapat dipahami dari masalah yang akan dikaji, seperti penelitian ini yang akan mengkaji mengenai morfofonemik bahasa Jawa yang terdapat pada cerkak majalah Panjebar Semangat. Sumber data dalam penelitian ini ada dua, sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu cerkak majalah Panjebar Semangat edisi 2 Januari-5 Maret 2016 dan edisi 12 Maret-14Mei Sedangkan sumber data sekundernya yaitu bukubuku, artikel, jurnal, karya ilmiah yang ada kaitannya dengan morfofonemik bahasa Jawa.

25 25 3. Alat Penelitan Alat yang digunakan untuk penelitian ini terbagi menjadi dua, alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti menjadi instrumen yang vital dalam penelitian ini, sebab posisinya tidak dapat diganti dengan instrumen lain. Hanya peneliti atau manusialah yang mampu untuk menentukan objek penelitian sesuai dengan permasalahan ataupun tema yang akan diangkat. Alat utama dalam penelitian ini terlibat langsung secara aktif dalam penentuan judul, objek kajian, dan juga perumusan masalah. Adapun alat bantu yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu bolpoin, kertas, flashdisk serta netbook. Alat bantu dalam penelitian ini fungsinya hanya sebatas membantu untuk mempermudah jalannya kerja seorang peneliti ataupun instrumen utama. Seperti saat pengumpulan data, seorang peneliti akan mudah untuk mengelompokkan data jika dicatat menggunakan kertas dan bolpoin. Setiap data yang ditemukan pada majalah Panjebar Semangat diberi tanda underline menggunakan bolpoin, untuk kemudian diketik ulang pada netbook. Di sinilah letak posisi alat bantu dalam sebuah penelitian, tanpa bermaksud untuk membandingbandingkan antara alat utama dan alat bantu, sebuah penelitian akan berjalan dengan lancar jika antara kedua alat tersebut dapat melaksanakan fungsinya masing-masing sesuai dengan porsi dan kadar kemampuannya.

26 26 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah serangkaian cara yang dipakai oleh peneliti dalam usahanya untuk meng-umpulkan data. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode simak. Mahsun (2005:90) menyatakan metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Penyimakan dilakukan pada data tulis. Jadi setelah menentukan objek penelitian, penulis melakukan penyimakan terhadap data yang ada pada cerkak majalah Panjebar Semangat. Teknik lanjutan yang dipakai setelah tahap penyimakan selesai adalah catat. Pencatatan dilakukan untuk mempermudah di dalam pengklasifikasian data. Selain itu, agar lebih mudah dalam pencatatan, maka sebelumnya perlu ditandai terlebih dahulu data mana saja yang perlu untuk dicatat dengan memberi underline menggunakan bolpoin. Teknik catat ini memakai alat bantu bagan yang dibuat pada aplikasi microsoft word. Bentuk bagannya sendiri telah disesuaikan dengan kebutuhan dalam penelitian ini, seperti dibuat adanya kolom bentuk perubahan morfofonemik dan juga baris yang berisi mengenai macam-macam proses morfologi. Setiap data yang telah diberi underline dicatat pada bagan

27 27 penentuan objek penyimakan pencatatan data menandai data 5. Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah metode proses (name and process model). Dalam metode proses setiap bentuk kompleks diakui terjadi sebagai hasil dari suatu proses yang melibatkan dua buah komponen, yaitu komponen dasar dan juga komponen proses (Chaer, 2008:10). Sebagaimana diketahui, bahwa morfofonemik terjadi akibat adanya proses morfologi, sehingga pendekatan analisis morfologi dengan model metode proses, menurut penulis tepat. Model analisis morfologi sendiri sebenarnya cukup bervariasi, Chaer (2008:9) menyebut setidaknya ada 4 model analisis morfologi, yaitu (1) teknik analisis unsur bawahan langsung; (2) model kata dan paradigma; (3) model tata nama dan (4) model proses. Metode proses ini dipakai untuk mengetahui proses morfologi apakah yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem dalam penelitian ini. Melalui metode analisis proses, akan diketahui bentuk

28 28 morfofonemik seperti pemunculan fonem, perubahan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem dan pergeseran fonem. Berikut disajikan contoh penggunaan model (name and process model) analisis morfologi yang diterapakan pada penelitian ini, baik untuk mengetahui proses morfologi dari morfofonemik, maupun untuk mengetahui bentuk dari morfofonemik itu sendiri. Data (36)..didandhani karo mlaku anut kemampuane awake dhewe (PS:C11, hlm. 24, p 31)...diperbaiki sambil jalan sesuai kemampuan kita. Proses morfologi Kata kemampuane pada data di atas, merupakan bentuk morfofonemik mengenai jenis morfofonemiknya akan dibahas setelah ini yang mengalami dua tahap proses afiksasi. Mula-mula bentuk dasar mampu mendapat imbuhan {ke- -an}, dengan proses konfiksasi. ke- + mampu + -an kemampuan Imbuhan {ke- -an} ini datang secara bersamaan bukan bertahap, sebab dalam bahasa Jawa tidak lazim adanya kata kemampu ataupun mampuan. Selanjutnya, bentuk kemampuan mendapat imbuhan lagi yaitu morfem {-e} melalui proses sufiksasi. Bentuk morfofonemik kemampuan + -e kemampuane Kemampuane merupakan bentuk morfofonemik berupa pemunculan fonem. Fonem yang dimaksud yaitu fonem semi vokal /w/. Fonem /w/ ini muncul di antara fonem /u/ dan fonem /a/ yang sebelumnya tidak ada pada

29 29 bentuk dasar mampu. Kemunculan fonem /w/ ini baru tampak saat ada proses konfiksasi berupa morfem {ke- -an}. ke- + mampu + -an kemampuwan Jadi, kata kemampuane merupakan morfofonemik dengan bentuk pemunculan fonem. H. Sistematika Penyajian Penyajian hasil analisis data pada penelitian ini menggunakan metode formal dan informal. Metode formal yaitu perumusan data dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Tanda yang dimaksud di antara-nya, tanda kurung siku ([ ]), tanda panah ( ), dan tanda tambah (+). Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145).

30 30 BAB II ANALISIS DATA A. Proses Morfologi Proses morfologi dalam konteks ini yakni proses morfologi yang menyebabkan terjadinya perubahan bunyi atau fonem vokal maupun konsonan pada sebuah kata. Seperti yang telah dijelaskan pada landasan teori, morfofonemik terjadi akibat adanya proses morfologi. Proses morfologi yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua, pertama penambahan afiks, kedua reduplikasi (pengulangan). Berikut pembahasan mengenai proses morfologi yang mengakibatkan terjadinya perubahan bunyi atau fonem. 1. Prefiksasi Berikut analisis proses morfologi dari bentuk prefiks yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem vokal maupun konsonan pada penelitian ini. a. Ater-ater anuswara Wujud ater-ater anuswara yaitu m-, n-, ng-, ny- (Sasangka, 2013:41). Berikut analisis prefiksasi dari ater-ater anuswara yang mengakibatkan terjadinya perubahan bunyi atau fonem pada penelitian ini. 1) Ater-ater anuswara ny- Data (30) Sawijining bengi aku kasil nyopet tas ing sepur malam (PS:C11, hlm. 23, p 11)

31 31 Suatu malam saya berhasil mencopet tas di kereta malam. Kata nyopet pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata nyopet terbentuk dari kata dasar copet yang mendapat imbuhan morfem {ny-}. ny- + copet nyopet Fonem konsonan /c/ pada kata copet mengalami peluluhan ketika bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem anuswara {ny-}. Dapat dilihat pada proses di atas, kata copet yang berada di sebelah kiri tanda panah masih tampak adanya fonem konsonan /c/, namun bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem konsonan /c/ tampak luluh serta disenyawakan dengan morfem {-ny}. Luluhnya fonem konsonan /c/ terjadi sebagai hasil dari penggabungan kata copet dengan morfem anuswara {ny-} dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi. ny- + copet nyopet 2) Ater-ater anuswara m- Data (21) Kabeh mung padha mrentah, ora jelas sapa sing dikongkon (PS:C9, hlm. 23, p 2) semua cuma saling menyuruh, tidak jelas siapa yang disuruh. Kata mrentah pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata mrentah terbentuk dari kata dasar prentah yang mendapat imbuhan morfem anuswara {m-}. m- + prentah mrentah

32 32 Fonem konsonan /p/ pada kata prentah mengalami peluluhan ketika bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem anuswara {m-}. Dapat dilihat pada proses di atas, kata prentah yang berada di sebelah kiri tanda panah masih tampak adanya fonem konsonan /p/, namun bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem konsonan /p/ tampak luluh. Lesapnya fonem konsonan /p/ terjadi sebagai hasil dari penggabungan kata prentah dengan morfem anuswara {m-} dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi. m- + prentah mrentah 3) Ater-ater anuswara n- Data (52) Ninggal kanca-kanca sing wis akrab wiwit cilik, ninggal desa lan pesawahan asri kang wis nggedhekake aku (PS:C14, hlm. 24, p 14) Meninggalkan teman-teman yang sudah akrab sejak kecil, meninggalkan desa dan persawahan asri yang sudah membesarkan saya. Kata ninggal pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata ninggal terbentuk dari kata dasar tinggal yang mendapat imbuhan morfem anuswara {n-}. n- + tinggal ninggal Fonem konsonan /t/ pada kata tinggal mengalami peluluhan ketika bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem anuswara {n-}. Dapat dilihat pada proses di atas, kata tinggal yang berada di sebelah kiri tanda panah masih tampak adanya fonem konsonan /t/, namun bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem konsonan /t/ tampak luluh. Luluhnya fonem konsonan /t/ terjadi sebagai

33 33 hasil dari penggabungan kata tinggal dengan morfem anuswara {n-} dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi. n- + tinggal ninggal 4) Ater-ater anuswara ng- Data (37) Ing bengi mbruwah kuwi murid-muride kudu adus kramas terus ngumpul ing omahe sang guru saperlu padha slametan (PS:C13, hlm. 23, p 2) Di malam yang bahagia itu murid-muridnya harus mandi kramas kemudian berkumpul di rumah sang guru guna untuk syukuran. Kata ngumpul pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata ngumpul terbentuk dari kata dasar kumpul yang mendapat imbuhan morfem anuswara {ng-}. ng- + kumpul ngumpul Fonem konsonan /k/ pada kata kumpul mengalami peluluhan ketika bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem anuswara {ng-}. Dapat dilihat pada proses di atas, kata kumpul yang berada di sebelah kiri tanda panah masih tampak adanya fonem konsonan /k/, namun bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang berada di sebelah kanan tanda panah, fonem konsonan /k/ tampak luluh. Luluhnya fonem konsonan /k/ terjadi sebagai hasil dari penggabungan kata kumpul dengan morfem anuswara {ng-} dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi ng- + kumpul ngumpul

34 34 b. Pa anuswara (paa- atau pa-n) Wujud ater-ater pa anuswara yaitu pa-, pam-, pan-, pang-, dan pany- (Sasangka, 2013:52). Berikut analisis proses morfologi dari prefiksasi ater-ater pa anuswara yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem vokal maupun konsonan pada penelitian ini. 1) Pany- Data (11) tolak balak panyebaring tenung jengges (PS:C4, hlm. 23, p 2) menolak bahaya penyebaran santet jengges. Kata penyebaring pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata panyebaring berasal dari bentuk dasar sebar yang mendapat imbuhan morfem pa-n {pany-}. pany- + sebar + ing panyebaring Fonem konsonan /s/ pada kata sebar mengalami peluluhan ketika bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem {pany-}. Dapat dilihat pada proses di atas, kata sebar yang berada di sebelah kiri tanda panah masih tampak adanya fonem konsonan /s/, namun bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem konsonan /s/ sudah tidak tampak. Luluhnya fonem konsonan /s/ terjadi sebagai hasil dari penggabungan morfem {pany-} dengan kata sebar dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi. pany- + sebar + ing panyebaring

35 35 2) Pang- Data (24) Jeksa pangarsaning tim pelaksanaan eksekusi, menganggo seragam soklat donker mawa tandha bintang mercy traju telu ing pundhak sarta badge gambar pedhang lan timbangan ing lengen, ngunclug maju (PS:C9, hlm. 24, p 13) Jaksa pemimpin tim pelaksana eksekusi, memakai seragam coklat dongker dan tanda bintang mercy traju tiga di pundak serta badge gambar pedang dan neraca di lengan, maju berjalan tanpa bergeming. Kata pangarsaning pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata pangarsaning berasal dari bentuk karsaning yang mendapat imbuhan morfem pa-n {pang-} pang- + karsa + -ing pangarsaning Fonem konsonan /k/ pada kata karsa mengalami peluluhan ketika bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem pa-n {pang-}. Dapat dilihat pada proses di atas, kata karsaning yang berada di sebelah kiri tanda panah masih tampak adanya fonem konsonan /k/, namun bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem konsonan /k/ sudah tidak tampak. Luluhnya fonem konsonan /k/ terjadi sebagai hasil dari penggabungan kata karsa dengan morfem {pang-} dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi. pang- + karsa + - ing pangarsaning 3) Pan- Data (58) Yen panemuku diundhakake selawe persen wae (PS:C16, hlm. 24, p 31) Jika pendapatku dinaikkan dua puluh lima persen saja.

36 36 Kata panemuku pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Kata panemuku berasal dari bentuk dasar temu yang mendapat imbuhan morfem pa-n {pan}. pan- + temu + ku panemuku Fonem konsonan /t/ pada kata temu mengalami peluluhan ketika bergabung ataupun mendapat imbuhan morfem {pan-}. Dapat dilihat pada proses di atas, kata temu yang berada di sebelah kiri tanda panah masih tampak adanya fonem konsonan /t/, namun bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang berada di kanan tanda panah, fonem konsonan /t/ sudah tidak tampak. Luluhnya fonem konsonan /t/ terjadi sebagai hasil dari penggabungan kata temu dengan morfem {pan-} dengan proses yang disebut sebagai prefiksasi. c. Ater-ater pi- Data (5) Yen aseme pinuju awoh nuli diundhuh lan diedol menyang pasar (PS:C3, hlm. 23, p 5) Jika pohon asemnya menuju berbuah, lalu diunduh dan dijual ke pasar. Kata pinuju pada data (10) di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks. Proses itu diawali dari bentuk dasar tuju yang mendapat ater-ater morfem {pi-}. Selanjutnya, gabungan antara kata tuju dengan morfem {pi} membentuk kata jadian yaitu pinuju. pi- + tuju pinuju

37 37 Proses penggabungan afiks pada kata pinuju mengakibatkan berubahnya fonem konsonan /t/ pada kata tuju menjadi fonem konsonan /n/. Perhatikan proses perubahan fonem tersebut di bawah ini dan penjelasannya. pi- + tuju pinuju Tampak pada proses penggabungan di atas, kata tuju yang terletak di sebelah kiri tanda panah diawali dengan fonem konsonan /t/, bandingkan dengan kata pinuju yang terletak di sebelah kanan tanda panah. Fonem konsonan /t/ pada kata tuju berubah menjadi fonem konsonan /n/. Hal itu terjadi karena adanya proses prefiksasi morfem {pi-} yang terletak di sebelah kiri tanda panah dengan kata tuju. 2. Sufiksasi Wujud sufiks atau panambang dalam bahasa Jawa di antaranya -i, -a, -e atau -ne, -en, -an, -na, - ana, -ane, dan ake (Sasangka, 2013:62). Berikut analisis proses morfologi dari bentuk sufiks yang mengakibatkan berubahnya bunyi atau fonem vokal maupun konsonan pada penelitian ini. 1) Panambang -an Data (56) Sing dirembug kanca-kanca diarani wigati ya wigati, diarani ora wong nyatane gaweyan ajeg neng protelon iki pikolehe uga dienteni wong ngomah (PS:C16, hlm. 23, p 4) yang dibahas teman-teman dianggap penting ya penting, dianggap tidak kenyataannya kerjaan konsisten di pertigaan ini hasilnya juga ditunggu keluarga. Kata gaweyan pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik yang terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar gawe yang mendapat morfem akhiran {-an}.

38 38 gawe + -an gaweyan Perhatikan kata gaweyan yang terletak di sebelah kanan tanda panah, di antara fonem vokal /e/ dan fonem vokal /a/ terdapat fonem semi vokal /y/. Bandingkan dengan bagian yang berada di kiri tanda panah, tidak tampak adanya fonem semivokal /y/. Fonem semi vokal ini baru muncul sebagai hasil dari penggabungan kata gawe dengan morfem sufiks {-an} dengan proses yang disebut sebagai sufiksasi. gawe + -an gaweyan 2) Panambang -ane Data (77) Bageyane anak-bojo trus apa lek awak dipadhakne mesin ngene iki? (PS:C20, hlm. 24, p 17) Bagiannya anak istri terus apa jika tubuh disamakan dengan mesin seperti ini? Kata bageyane pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan morfem. Awalnya bentuk dasar bagi mendapat akhiran morfem {-ane}. Kemudian gabungan antara kata bagi dengan morfem sufiks {-ane} membentuk kata jadian yaitu bageyane. bagi + -ane [bagɛyane] Perhatikan fonem vokal /i/ pada kata bagi dan fonem vokal /a/ pada morfem {-ane} yang terletak di sebelah kiri tanda panah. Bandingkan dengan kata bageyane yang terletak di sebelah kanan tanda panah sebagai hasil dari proses yang terletak disebelah kiri. Tampak fonem vokal /i/ dan fonem vokal /a/ berubah menjadi fonem vokal /ɛ/. Hal itu terjadi akibat

39 39 adanya proses sufiksasi morfem {-ane} dengan bentuk dasar bagi. Proses sufiksasi ini juga yang menyebabkan munculnya fonem baru yaitu fonem semi vokal /y/. bagi + -ane [bagɛyane] 3) Panambang -e Data (33) Mbok menawa aku sing paling siyal nasibe (PS:C1, hlm. 23, p 17) Siapa tahu saya yang paling sial nasibnya. Kata nasibe pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan afiks. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar nasib yang mendapat akhiran morfem {-e}. Kemudian, gabungan antara kata nasib dengan morfem sufiks {-e} membentuk kata jadian yaitu nasibe. nasib + -e nasibe Proses afiksasi pada kata nasibe mengakibatkan berubahnya fonem konsonan /b/ menjadi fonem konsonan /p/. Perhatikan proses perubahan fonem tersebut di bawah ini dan penjelasannya. [nasib] + -e [nasipe] Tampak pada proses sufiksasi di atas kata nasib yang terletak di sebelah kiri tanda panah diakhiri dengan fonem konsonan /b/. Bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang terletak di kanan tanda panah, tampak adanya perubahan. Perubahan itu adalah hilangnya fonem konsonan /b/ yang diganti dengan fonem konsosnan /p/. Fonem konsonan /p/ ini muncul

40 40 sebagai hasil dari proses yang terletak di sebelah kiri tanda panah, yakni proses sufiksasi berupa morfem {e-}. 4) Panambang -na Data (74) Rungokna dhisik kandhaku (PS:C17, hlm. 24, p 38) Dengarkan dahulu ucapanku. Kata rungokna pada data di atas merupakan bentuk morfofonemik. Bentuk morfofonemik tersebut terjadi akibat adanya proses penggabungan morfem. Proses tersebut diawali dari bentuk dasar rungu yang mendapat akhiran morfem {-na}. Kemudian, gabungan antara kata rungu dengan morfem sufiks {-na} ini membentuk kata jadian yaitu rungokna. rungu + -na rungo?na Proses afiksasi pada kata rungokna mengakibatkan berubahnya fonem vokal /u/ menjadi fonem vokal /ɔ/. Perhatikan proses perubahan fonem tersebut di bawah ini dan penjelasannya. rungu + -na rungo?na Tampak pada proses penggabungan morfem di atas, kata rungu yang terletak di sebelah kiri tanda panah diakhiri dengan fonem vokal /u/. Bandingkan dengan hasil proses afiksasi yang terletak di kanan tanda panah, tampak adanya perubahan. Perubahan itu adalah hilangnya fonem vokal /u/ yang diganti dengan fonem vokal /ɔ/. Fonem vokal /ɔ/ ini muncul sebagai hasil dari proses yang terletak di sebelah kiri tanda panah yakni proses sufiksasi berbentuk morfem {-na}. Selain itu, proses sufiksasi ini juga mengakibatkan munculnya fonem baru yaitu fonem konsonan /?/.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan 94 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses morfologi yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua yaitu afiksasi dan reduplikasi. Afiksasi yang ditemukan berupa prefiksasi, sufiksasi, konfiksasi dan simulfiksasi.

Lebih terperinci

Oleh:Nur Aini Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Oleh:Nur Aini Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Afiksasi, Reduplikasi, dan Komposisi Bahasa Jawa dalam Cerbung Getih Sri Panggung karya Kukuh S. Wibowo pada Majalah Panjebar Semangat Edisi 12 Bulan Maret Sampai Edisi 26 Bulan Juni Tahun 2013 Oleh:Nur

Lebih terperinci

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Analisis Kontrastis Bahasa Jawa Dengan Bahasa Indonesia Riris Tiani

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Analisis Kontrastis Bahasa Jawa Dengan Bahasa Indonesia Riris Tiani HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN 1412-9418 ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA Oleh : Fakultas Ilmu Budaya Undip ABSTRACT Dari pemaparan dalam bagian pembahasan di atas, dapat disimpulkan

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip tiani.riris@gmail.com Abstrak Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dapat diketahui struktur fonologi, morfologi,

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Bahasa Jawa dalam Wacan Bocah pada Majalah Djaka Lodang Tahun 2015

Analisis Morfologi Bahasa Jawa dalam Wacan Bocah pada Majalah Djaka Lodang Tahun 2015 Analisis Morfologi Bahasa Jawa dalam Wacan Bocah pada Majalah Djaka Lodang Tahun 2015 Oleh: Khilyatus Shiyam Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa khilyashiyam@gmail.com Abstrak: Penelitian ini

Lebih terperinci

SKRIPSI. oleh. Nama. : Elok Wahyuni. : Bahasa dan Sastra Jawa NIM. Program. Jurusan FAKULTAS

SKRIPSI. oleh. Nama. : Elok Wahyuni. : Bahasa dan Sastra Jawa NIM. Program. Jurusan FAKULTAS PEROLEHAN BAHASAA JAWA ANAK PLAYGROUP AULIYAA KENDAL USIA 3-4 TAHUN SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama NIM : Elok Wahyuni : 2102407065 Program studi :Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOFONEMIK PADA CERITA BERSAMBUNG PAK GURU DALAM MAJALAH DJAKA LODANG TAHUN 2012 KARYA SUHINDRIYO

ANALISIS MORFOFONEMIK PADA CERITA BERSAMBUNG PAK GURU DALAM MAJALAH DJAKA LODANG TAHUN 2012 KARYA SUHINDRIYO ANALISIS MORFOFONEMIK PADA CERITA BERSAMBUNG PAK GURU DALAM MAJALAH DJAKA LODANG TAHUN 2012 KARYA SUHINDRIYO Oleh: Heru Tafiyanto program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Heruponyoel@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

DAFTAR LAMBANG. 1. Tanda tambah (+) : menyatakan dengan. 2. Tanda kurung siku ([...]) : menyatakan unsur fonetis

DAFTAR LAMBANG. 1. Tanda tambah (+) : menyatakan dengan. 2. Tanda kurung siku ([...]) : menyatakan unsur fonetis DAFTAR LAMBANG Tanda-tanda yang digunakan penyajian hasil analisis data dalam penelitian, yaitu : 1. Tanda tambah (+) : menyatakan dengan 2. Tanda kurung siku ([...]) : menyatakan unsur fonetis 3. Tanda

Lebih terperinci

PERNYATAAN : C

PERNYATAAN : C i ii PERNYATAAN Nama NIM : Muhammad Musadat : C0112040 Skripsi dengan judul Morfofonemik Bahasa Jawa dalam CerkakMajalah Panjebar Semangat adalah benar-benar karya penulis sendiri, bukan hasil jiplakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan 191 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap verba berafiks bahasa Jawa dalam rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

Kata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik.

Kata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik. ABSTRAK Penelitian yang berjudul Pembentukan Prokem dalam Komunikasi Masyarakat Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik: Kajian Sosiolonguistik bertujuan untuk mendeskripsikan pola pembentukan prokem

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seperti pendapat Kridalaksana (1982: 17) bahwa bahasa (language)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seperti pendapat Kridalaksana (1982: 17) bahwa bahasa (language) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi utama dalam kehidupan sosial. Dengan bahasa anggota masyarakat menyampaikan pikiran untuk melakukan kontak sosial.

Lebih terperinci

Analisis Morfofonemik Cerita Bersambung Pedhalangan Aswatama Anglandhak dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2012 Karya Mulyantara

Analisis Morfofonemik Cerita Bersambung Pedhalangan Aswatama Anglandhak dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2012 Karya Mulyantara Analisis Morfofonemik Cerita Bersambung Pedhalangan Aswatama Anglandhak dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2012 Karya Mulyantara Oleh: Ani Rahayu program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anirahayu758@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Morfologi Morfologi merupakan suatu cabang linguistik yang mempelajari tentang susunan kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya

BAB I PENDAHULUAN. kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata kerja (verba) dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah tembung kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya merupakan kata yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat 47 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Edi Subroto (1992:7) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut. 1. Nada tertinggi penutur

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses

Lebih terperinci

Bentuk dan Makna Verba Denominal Bahasa Jawa dalam Rubrik Sariwarta pada Panjebar Semangat Edisi Juli-Desember Tahun 2014

Bentuk dan Makna Verba Denominal Bahasa Jawa dalam Rubrik Sariwarta pada Panjebar Semangat Edisi Juli-Desember Tahun 2014 Bentuk dan Makna Verba Denominal Bahasa Jawa dalam Rubrik Sariwarta pada Panjebar Semangat Edisi Juli-Desember Tahun 2014 Oleh: Menik Marisawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa menik_marisawati@yahoo.com

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh LISDA OKTAVIANTINA

Lebih terperinci

Adverbia Verba Bahasa Jawa pada Cerbung Ngonceki Impen pada Majalah Panjebar Semangat Edisi Maret Agustus 2014

Adverbia Verba Bahasa Jawa pada Cerbung Ngonceki Impen pada Majalah Panjebar Semangat Edisi Maret Agustus 2014 Adverbia Verba Bahasa Jawa pada Cerbung Ngonceki Impen pada Majalah Panjebar Semangat Edisi Maret Agustus 2014 Oleh: Siti Mudrikah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa sitimudrikah645@gmail.com

Lebih terperinci

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 Zuly Qurniawati, Santi Ratna Dewi S. Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Majalah merupakan bagian dari

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011

BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011 BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011 Oleh: Dwi Cahyaningsih program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa cuwy_cahyu79@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR 1 THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR Siti Andriana 1, Mangatur Sinaga 2, Hj. Hasnah Faizah 3. Sitiandriana94@gmail.com.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOFONEMIK NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

ANALISIS MORFOFONEMIK NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA ANALISIS MORFOFONEMIK NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA Oleh: Desi Fatmawati Program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa dessy.fatmawaty@yahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Kesalahan Menulis Karangan Pengalaman Pribadi Berbahasa Jawa Siswa Kelas V SD Muhammadiyah Purworejo

Kesalahan Menulis Karangan Pengalaman Pribadi Berbahasa Jawa Siswa Kelas V SD Muhammadiyah Purworejo Kesalahan Menulis Karangan Pengalaman Pribadi Berbahasa Jawa Siswa Kelas V SD Muhammadiyah Purworejo Oleh : Febry Puspita Sari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrypuspita08@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015

Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015 Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015 Oleh : Mujilestari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa moedjilestari09@gmail.com

Lebih terperinci

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) Debby Yuwanita Anggraeni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI peacoy@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pembahasan dalam bab V terbagi menjadi dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan dan saran berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV sebelumnya. 5.1 Simpulan Tujuan utama penelitian

Lebih terperinci

Analisis Morfologis dalam Antologi Geguritan Sapu (Antologi Geguritan Lan Esai Bengkel Dan Sastra Jawa 2012)

Analisis Morfologis dalam Antologi Geguritan Sapu (Antologi Geguritan Lan Esai Bengkel Dan Sastra Jawa 2012) Analisis Morfologis dalam Antologi Geguritan Sapu (Antologi Geguritan Lan Esai Bengkel Dan Sastra Jawa 2012) Oleh: Rindiantika Fresti Apriliana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rindydayra@gmail.com

Lebih terperinci

KATA CINTA DALAM BAHASA INDONESIA KAJIAN MORFOLOGI DAN SEMANTIK

KATA CINTA DALAM BAHASA INDONESIA KAJIAN MORFOLOGI DAN SEMANTIK KATA CINTA DALAM BAHASA INDONESIA KAJIAN MORFOLOGI DAN SEMANTIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Oleh:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

MORFOFONEMIK BAHASA JAWA DIALEK BANYUMAS

MORFOFONEMIK BAHASA JAWA DIALEK BANYUMAS MORFOFONEMIK BAHASA JAWA DIALEK BANYUMAS Yani Paryono Balai Bahasa Surabaya Jln. Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo e-mail: yani_coll@ymail.com ABSTRACT The study of Morphophonemic on Javanese of Banyumas

Lebih terperinci

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Muhamad Romli, S.S. 1 M. Wildan, S.S., M.A. 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tentang persamaan dan perbedaan afikasasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang 49 BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Pengantar Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang digunakan. Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI

AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI AMBIGUITAS FRASA NOMINA PADA JUDUL ARTIKEL SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS SEPTEMBER-OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Kebahasaan pada Lembar Kerja Siswa Kuncaraning Widya Bagelen Kelas X SMA Kabupaten Purworejo

Analisis Kesalahan Kebahasaan pada Lembar Kerja Siswa Kuncaraning Widya Bagelen Kelas X SMA Kabupaten Purworejo Analisis Kesalahan Kebahasaan pada Lembar Kerja Siswa Kuncaraning Widya Bagelen Kelas X SMA Kabupaten Purworejo Oleh: Mahasih Hesti Rochayati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa mahesti0509@gmail.com

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM CERITA PENDEK PADA SURAT KABAR JAWA POS EDISI JANUARI PEBRUARI 2012

PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM CERITA PENDEK PADA SURAT KABAR JAWA POS EDISI JANUARI PEBRUARI 2012 PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM CERITA PENDEK PADA SURAT KABAR JAWA POS EDISI JANUARI PEBRUARI 2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

AFIKS GABUNG DALAM NOVEL GROMBOLAN GAGAK MATARAM KARYA ANY ASMARA SKRIPSI

AFIKS GABUNG DALAM NOVEL GROMBOLAN GAGAK MATARAM KARYA ANY ASMARA SKRIPSI AFIKS GABUNG DALAM NOVEL GROMBOLAN GAGAK MATARAM KARYA ANY ASMARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Banyumas Desa Serang-Purbalingga Tahun 2016 (Kajian Proses Morfologis dan

BAB II LANDASAN TEORI. Banyumas Desa Serang-Purbalingga Tahun 2016 (Kajian Proses Morfologis dan 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian mengenai Perbedaan Dialek Pemalang Desa Pulosari dengan Dialek Banyumas Desa Serang-Purbalingga Tahun 2016 (Kajian Proses Morfologis dan Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan suatu kehidupan, peristiwa, serta fenomena-fenomena hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan suatu kehidupan, peristiwa, serta fenomena-fenomena hidup dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerkak atau cerpen merupakan salah satu bentuk karya sastra sederhana yang diminati pembaca, sekaligus merupakan salah satu bentuk wacana yang mengungkapkan

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

KAJIAN BENTUK-BENTUK AKRONIM BAHASA INDONESIA DAN KAJIAN FONOTAKTIKNYA DALAM BERITA LIPUTAN KHUSUS PEMILU 2009 PADA SURAT KABAR SOLOPOS SKRIPSI

KAJIAN BENTUK-BENTUK AKRONIM BAHASA INDONESIA DAN KAJIAN FONOTAKTIKNYA DALAM BERITA LIPUTAN KHUSUS PEMILU 2009 PADA SURAT KABAR SOLOPOS SKRIPSI KAJIAN BENTUK-BENTUK AKRONIM BAHASA INDONESIA DAN KAJIAN FONOTAKTIKNYA DALAM BERITA LIPUTAN KHUSUS PEMILU 2009 PADA SURAT KABAR SOLOPOS SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifakasikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kridalaksana (1984:106), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selain untuk komunikasi bahasa juga dapat sebagai alat menggambarkan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, karena dengan bahasa kita bisa berkomunikasi satu dengan yang lain. Keraf (2001:1) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang

Lebih terperinci

Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata

Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata Oleh: Yuliana Wardani program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa y.adinda@ymail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan:

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Analisis Kalimat Majemuk dalam Cerita Bersambung Ngoyak Lintang Karya Al Aris Purnomo

Analisis Kalimat Majemuk dalam Cerita Bersambung Ngoyak Lintang Karya Al Aris Purnomo Analisis Kalimat Majemuk dalam Cerita Bersambung Ngoyak Lintang Karya Al Aris Purnomo Oleh: Feni Astuti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa fenia228@gmail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

VERBA RESIPROKAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODANG TAHUN 2011 SKRIPSI

VERBA RESIPROKAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODANG TAHUN 2011 SKRIPSI VERBA RESIPROKAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODANG TAHUN 2011 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian akan dibahas enam hal yaitu jenis penelitian, data dan sumber data, populasi, sampel, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang

Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang Oleh: Amelinda Putri Widya Sony Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Indonesia pada rubrik SMS 24 Jam Radar Banyumas edisi Januari - Mei 2016.

BAB II LANDASAN TEORI. Indonesia pada rubrik SMS 24 Jam Radar Banyumas edisi Januari - Mei 2016. 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai interferensi morfologik bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada rubrik SMS 24 Jam Radar Banyumas edisi Januari - Mei 2016. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Sarana paling utama. utama adalah sebagai sarana komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Sarana paling utama. utama adalah sebagai sarana komunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena dengan bahasalah manusia berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis. Di dalam komunikasi manusia

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) Oleh : Fitria Dwi Apriliawati pendidikan bahasa dan sastra jawa Fitria_Dwi97@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan Kosakata Bahasa Jawa Baku Tahun 2016 berbeda dengan penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. dengan Kosakata Bahasa Jawa Baku Tahun 2016 berbeda dengan penelitian BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian dengan judul Perubahan Bunyi dan Relasi Makna antara Kosakata Bahasa Jawa Dialek Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan Kosakata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk suku Jawa di antaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian wilayah Indonesia lainnya.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah / Penggunaan Segmental Melalui Penerapan Teknik 515 PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Analisis Nilai Moral Rubrik Wacan Bocah dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang

Analisis Nilai Moral Rubrik Wacan Bocah dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang Analisis Nilai Moral Rubrik Wacan Bocah dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang Oleh: Imroati Hasanah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi EKUIVALENSI LEKSIKAL DALAM WACANA NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI DEE LESTARI: SUATU KAJIAN WACANA Ayu Ashari Abstrak. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemunculan ekuivalensi leksikal dalam wacana

Lebih terperinci

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575 Telp. (0274) 882481 Email: hermanuny@yahoo.com atau hermansp@uny.ac.id 1 ORGAN ARTIKULASI Bibir atas (labium superior) Bibir bawah (labium imperior)

Lebih terperinci

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya Manusia dalam hidupnya selalu berkomumkasi dengan manusia yang lain lewat bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dengan pendengar berupa bunyi-bunyi.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 153 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap perubahan fonem pelafalan lirik lagu berbahasa Indonesia dengan menggunakan karakter suara scream dan growl

Lebih terperinci

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat Oleh: Anis Cahyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa namakuaniscahyani@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas NAMA-NAMA PENGGEMAR GRUP BAND DI INDONESIA TINJAUAN MORFOLOGI SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra Universitas Andalas Oleh Muhammad Fadlan BP

Lebih terperinci

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA Muh. Faisal P ada unit IV dalam bahan ajar cetak mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia SD ini dibahas mengenai Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015 KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi ini diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Oleh:

Lebih terperinci

ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA

ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA i ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama : Nila Haryu Kurniawati NIM : 2102407144 Prodi : Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci