BAB II LANDASAN TEORI. dengan Kosakata Bahasa Jawa Baku Tahun 2016 berbeda dengan penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. dengan Kosakata Bahasa Jawa Baku Tahun 2016 berbeda dengan penelitian"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian dengan judul Perubahan Bunyi dan Relasi Makna antara Kosakata Bahasa Jawa Dialek Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan Kosakata Bahasa Jawa Baku Tahun 2016 berbeda dengan penelitian sejenis yang telah ada. Untuk membuktikannya, peneliti meninjau dua penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Mahasiswa tersebut adalah Yeni Arsita dan Puthut Arif Widyanto. Penelitian Yeni Arsita dilakukan pada tahun 2015 dan penelitian Puthut Arif Widyanto pada tahun 2014, sedangkan penelitian dengan judul Perubahan Bunyi dan Relasi Makna antara Kosakata Bahasa Jawa Dialek Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan Kosakata Bahasa Jawa Baku Tahun 2016 dilakukan pada tahun Perbedaan pada penelitian sebelumnya dapat dilihat sebagai berikut. 1. Perbedaan Fonologis dan Semantis Dialek Perbatasan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas Penelitian tersebut dilakukan oleh Yeni Arsita pada tahun 2015 dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hasilnya adalah perbedaan fonologis yang terjadi meliputi: (a) penambahan fonem, meliputi: penambahan fonem di depan kata disebut protesis, penambahan fonem di tengah kata disebut epentesis, dan penambahan fonem pada akhir kata disebut paragog; (b) penghilangan fonem, meliputi: penghilangan fonem pada awal kata disebut afaresis, penghilangan fonem di tengah kata disebut sinkop, dan penghilangan fonem di akhir kata disebut 6

2 7 apokop; dan (c) gejala penggantian fonem disebut suplisi. Sedangkan perbedaan semantis yang terjadi adalah sinonimi dan homonimi. Perbedaan penelitian Yeni Arsita dengan penelitian ini terletak pada sumber data. Sumber data penelitian Yeni Arsita adalah penduduk asli warga Desa Kranggan, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas dan penduduk asli warga Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes. Sedangkan penelitian yang berjudul Perubahan Bunyi dan Relasi Makna antara Kosakata Bahasa Jawa Dialek Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan Kosakata Bahasa Jawa Baku Tahun 2016 ini sumber datanya adalah penduduk asli warga Desa Mentasan, Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap dan kamus Jawa-Indonesia, Indonesia-Jawa oleh Purwadi (2005 a). 2. Dialek Perbatasan Kabupaten Kebumen, Purworejo, dan Magelang (Kajian Fonologi dan Semantik) Penelitian tersebut dilakukan oleh Puthut Arif Widyanto pada tahun 2014 dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hasilnya adalah perbedaan fonologis yang terjadi meliputi: (a) penambahan fonem, meliputi: penambahan fonem di depan kata disebut protesis, penambahan fonem di tengah kata disebut epentesis, dan penambahan fonem pada akhir kata disebut paragog; (b) penghilangan fonem, meliputi: penghilangan fonem pada awal kata disebut afaresis, penghilangan fonem di tengah kata disebut sinkop, dan penghilangan fonem di akhir kata disebut apokop; dan (c) gejala penggantian fonem disebut replasif (gejala penggantian di awal kata, gejala penggantian di tengah kata, dan gejala penggantian di akhir kata). Sedangkan perbedaan semantis yang terjadi adalah sinonimi dan homonimi. Perbedaan penelitian Puthut Arif Widyanto dengan penelitian ini terletak pada

3 8 sumber data. Sumber data penelitian Puthut Arif Widyanto adalah penduduk asli warga Desa Tunggal Roso Kabupaten Kebumen, Desa Butuh Kabupaten Purworejo, dan Desa Margoyoso Kabupaten Magelang. Sedangkan penelitian yang berjudul Perubahan Bunyi dan Relasi Makna antara Kosakata Bahasa Jawa Dialek Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan Kosakata Bahasa Jawa Baku Tahun 2016 ini sumber datanya adalah penduduk asli warga Desa Mentasan, Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap dan kamus Jawa- Indonesia, Indonesia-Jawa oleh Purwadi (2005 a). Berdasarkan peninjauan dua penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto tersebut, peneliti meyakini bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut membuat peneliti semakin yakin bahwa penelitian tentang perubahan bunyi dan relasi makna antara kosakata bahasa Jawa dialek Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan kosakata bahasa Jawa aku tahun 2016 perlu dilakukan. Sumber data dan tempat penelitian yang dilakukan Yeni Arsita dan Puthut Arif Widyanto berbeda dengan penelitian ini. Sumber data dan tempat penelitian ini adalah penduduk asli warga Desa Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap. Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini masih original dan belum ada penulis yang menelitinya. B. Perubahan Bunyi 1. Pengertian Perubahan Bunyi Perubahan bunyi merupakan proses perbedaan pengucapan dalam fonologi. Menurut Muslich (2010: 1) fonologi adalah cabang linguistik yang mengkaji bunyi ujar. Pernyataan tersebut sependapat dengan Chaer (2012: 102) bahwa fonologi adalah

4 9 bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, membicarakan runtutan bunyibunyi bahasa. Kemudian Sasangka (2008: 1) juga menuturkan: Widyaswara iku ilmu kang ngrembug lan nyinau bab swara utawa uni. Ing ilmu basa, widyaswara uga sinebut fonologi. Artinya: Widyaswara merupakan ilmu yang membahas dan mempelajari tentang suara atau bunyi. Dalam ilmu bahasa, widyaswara disebut fonologi. Jadi dapat disimpulkan fonologi ialah ilmu bahasa yang mempelajari dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa. Objek kajian fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap atau alat bicara manusia. Chaer (2013: 10) menjelaskan bahwa fonologi dibagi menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik merupakan kajian linguistik yang meneliti bunyi-bunyi bahasa tanpa melihat apakah bunyi-bunyi tersebut dapat membedakan makna kata atau tidak. Sedangkan fonemik meneliti bunyi-bunyi bahasa dengan melihat bunyi tersebut sebagai satuan yang dapat membedakan makna kata. Penelitian ini merupakan penelitian tentang perbandingan antara kosakata bahasa Jawa dialek Mentasan dengan kosakata bahasa Jawa baku yang memperhatikan bunyi dan makna, jadi peneliti menganalisis perbandingan dari segi fonemik. Dalam praktik bertutur fonem atau bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri. Bunyi bahasa tersebut saling berkaitan dalam suatu runtutan bunyi. Oleh karena itu, secara fonetis maupun fonemis akibat saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi bunyi-bunyi itu bisa saja berubah. Jika perubahan itu tidak menyebabkan identitas fonemnya berubah, maka perubahan itu hanya bersifat fonetis, tetapi jika perubahan itu sampai menyebabkan identitas fonemnya berubah

5 10 maka perubahan itu bersifat fonemis. Muslich (2009: 101) menjelaskan bahwa perubahan-perubahan bentuk kata dalam suatu bahasa lazim disebut gejala bahasa. Chaer (2013: 89) menjelaskan secara umum fonem dapat berada pada posisi awal kata, di tengah kata, maupun di akhir kata. Secara khusus, ada fonem yang dapat berada pada ketiga posisi itu, tetapi ada pula yang tidak. Fonem vokal memang selalu dapat menduduki posisi pada semua tempat, berkenaan dengan posisinya sebagai puncak kenyaringan pada setiap silabel. Sedangkan fonem konsonan tidak selalu demikian, mungkin dapat menduduki awal dan akhir, tetapi mungkin juga hanya menduduki posisi awal. Menurut Wedhawati, dkk. (2010: 55-57) bunyi disebut vokal bila terjadinya tidak ada hambatan pada alat bicara. Jadi tidak ada artikulasi. Sedangkan bunyi disebut konsonan jika terjadinya dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat bicara. Jadi ada artikulasi. Sasangka (2008: 20-25) menuturkan jenis-jenis perubahan bunyi dalam proses fonologis antara lain: (a) penambahan fonem, (b) penghilangan fonem, (c) pergeseran fonem, dan (d) variasi bebas. 2. Jenis Perubahan Bunyi a. Penambahan Fonem Gejala penambahan fonem dalam bahasa Jawa disebut panambahing swara. Penambahan fonem dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) penambahan fonem di depan kata disebut protesis, (2) penambahan fonem di tengah kata disebut epentesis, dan (3) penambahan fonem di akhir kata disebut paragog. Seperti pernyataan Sasangka (2008: 21) Panambahing swara ing sawijining tembung bisa dibedakake dadi telu, yaiku protesis, epentesis, lan paragog. Artinya adalah

6 11 penambahan fonem di salah satu kata dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu, protesis, epentesis, dan paragog. Berikut contoh gejala penambahan fonem: (1) Gejala Penambahan Fonem di Depan Kata (Protesis) [jarε] [ujarε] katanya [niŋ] di [iŋ] [naŋiŋ] [anaŋiŋ] tetapi (2) Gejala Penambahan Fonem di Tengah Kata (Epentesis) [kambil] [krambil] kelapa [akᴐ sᴐ ] [aŋkᴐ sᴐ ] angkasa [upᴐ mᴐ ] [umpᴐ mᴐ ] ibarat (3) Gejala Penambahan Fonem di Akhir Kata (Paragog) [aḍ i] [aḍ ik] adik [ora] [orak] tidak [ibu] [ibuk] ibu b. Penghilangan Fonem Gejala penghilangan atau penanggalan fonem dalam bahasa Jawa disebut panyudaning swara. Penghilangan fonem dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni: (1) penghilangan fonem pada awal kata disebut afaresis, (2) penghilangan fonem pada tengah kata disebut sinkop, dan (3) penghilangan fonem pada akhir kata disebut apokop. Seperti pernyataan Sasangka (2008: 22) Panyudaning swara utawa abreviasi ing sawijining tembung bisa dibedakake dadi telu, yaiku afaresis, sinkop, lan apokop. Artinya adalah penghilangan fonem atau abreviasi di salah satu kata dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu afaresis, sinkop, dan apokop. Berikut contoh gejala penghilangan fonem: (1) Gejala Penghilangan Fonem pada Awal Kata (Afaresis) [kakaŋ] [kaŋ] kakak [uwᴐ ŋ] [wᴐ ŋ] orang [bapak] [pak] bapak (2) Gejala Penghilangan Fonem pada Tengah Kata (Sinkop)

7 12 [səṭ iṭ ik] [təmənan] [wεnεh] [siṭ ik] [tənan] [wεh] sedikit benar beri (3) Gejala Penghilangan Fonem pada Akhir Kata (Apokop) [bakyu] [bak] panggilan untuk gadis remaja [təmənan] [təmən] benar [ḍ imas] [ḍ i] panggilan untuk adik laki-laki c. Pergeseran Fonem Gejala pergeseran fonem dalam bahasa Jawa disebut gesehing swara. Pergeseran fonem dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni: metatesis dan disimilasi. Metatesis merupakan proses perubahan urutan fonem pada kata tanpa mengubah arti kata, sedangkan disimilasi adalah proses perubahan fonem pada kata karena ada fonem yang sama. Fonem yang sama pada kata tersebut, salah satunya akan diubah menjadi fonem lain. Berikut contoh gejala pergeseran fonem: (1) Metatesis [təpəs] [bəjad] [wira-wiri] [səpət] [jəbad] [riwa-riwi] kulit kelapa rusak mondar-mandir (2) Disimilasi [sajjana] [citta] [lara-lara] [sarjana] [cipta] [lara-lapa] sarjana cipta menderita d. Variasi Bebas Variasi bebas adalah perbedaan pengucapan fonem pada kata tanpa mengubah arti kata. Perbedaan tersebut terjadi karena pengaruh dialek pada setiap daerah. Seperti pernyataan Sasangka (2008: 24) Variasi bebas iku mujudake lira-liruning swara tanpa ngowahi surasaning tembung. Artinya adalah variasi bebas itu mewujudkan perbedaan suara tanpa mengubah makna kata. Variasi bebas tersebut seperti fonem

8 13 vokal [a] dengan [ε], fonem konsonan [b] dengan [w], [d] dengan [t], [k] dengan [g], dan [n] dengan [?]. Berikut contoh variasi bebas: (1) Variasi vokal [takᴐ n] [səgᴐ ] [lanaŋ] [tεkᴐ n] [səga] [lənaŋ] bertanya nasi laki-laki (2) Variasi konsonan [wulan] bulan [bulan] [daktuku] [taktuku] saya beli [kəgəḍ εn] [gəgəḍ εn] terlalu besar C. Relasi Makna 1. Pengertian Relasi Makna Relasi makna merupakan hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan yang lainnya. Semantik adalah ilmu bahasa yang membahas mengenai makna kata, kalimat, dan wacana. Pada tata bahasa Jawa, semantik disebut widyamakna. Sasangka (2008: 221) menjelaskan: Widyamakna iku ing ilmu basa uga sinebut semantik. Widyamakna dumadi saka tembung widya lan makna. Tembung widya ngemu teges ilmu lan makna ngemu teges surasa, teges, utawa arti. Dadi, widyamakna iku kalebu perangane ilmu basa kang ngrembug bab teges lan bab-bab kang magepokan utawa ana gandheng cenenge karo ilmu teges. Makna utawa teges kang disinau utawa kang dirembug widyamakna ora mung teges ing tembung, nanging teges ing frasa lan teges ing ukara uga melu karembug. Artinya yaitu: dalam ilmu bahasa widyamakna disebut semantik. Widyamakna berasal dari kata widya dan makna. Widya berarti ilmu sedangkan makna berarti arti. Jadi, widyamakna adalah ilmu bahasa yang membahas tentang makna atau arti kata. Makna atau arti yang dipelajari atau dibahas dalam widyamakna tidak hanya makna kata, melainkan makna frasa dan makna kalimat. Sasangka (2008: 222) menjelaskan semantik berhubungan dengan satuan bahasa yang satu dengan

9 14 satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa yang berhubungan dengan proses semantis adalah: (1) sinonim, (2) antonim, (3) homonim (4) hiponimi, (5) polisemi, (6) ambiguitas, (7) jenis makna, dan (8) aspek, kala, dan modhus. Namun, peneliti hanya meneliti relasi makna antara kosakata bahasa Jawa dialek Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan kosakata bahasa Jawa baku dari aspek semantik yang meliputi sinonim dan homonim. 2. Jenis Relasi Makna a. Sinonim Sinonim adalah ilmu bahasa yang mempelajari dan membahas tentang makna kata yang sama namun berbeda bentuk dan penulisannya. Seperti pernyataan Sasangka (2008: ) bahwa Sinonim yaiku rong tembung utawa luwih kang wujud lan panulise beda, nanging duwe teges padha, utawa meh padha. Kang kalebu sinonim, ing antarane, yaiku jeneng lan aran, cepet lan rikat, langka lan arang. Artinya yaitu: sinonim adalah dua kata atau lebih yang bentuk dan penulisannya berbeda, tetapi memiliki arti yang sama atau hampir sama. Beberapa kata yang termasuk sinonim di antaranya: jeneng dengan aran, cepet dengan rikat, dan langka dengan arang. Berikut contoh kosakata yang termasuk dalam sinonim: (1) a. Bocah kuwi jenenge sapa? Anak itu namanya siapa? b. Bocah kuwi arane sapa? Anak itu namanya siapa? (2) a. Mas Mahmud yen mangan cepet banget. Kak Mahmud kalau makan cepat sekali. b. Mas Mahmud yen mangan rikat banget. Kak Mahmud kalau makan cepat sekali. (3) a. Kursi kaya ngene iki kalebu barang langka. Kursi seperti ini termasuk barang langka.

10 15 b. Kursi kaya ngene iki kalebu barang arang. Kursi seperti ini termasuk barang langka. Berdasarkan ketiga contoh tersebut, dapat dilihat sinonim yang bersubstitusi tanpa mengubah arti kalimat. Pada contoh kalimat nomor (1.a) kata jenenge bersinonim dengan kata aran pada kalimat (1.b) yang artinya nama. Kemudian pada contoh nomor (2.a) kata cepet bersinonim dengan kata rikat pada kalimat (2.b) yang artinya cepat. Selanjutnya contoh pada nomor (3.a) kata langka bersinonim dengan kata arang pada kalimat (3.b) yang artinya jarang. Bentuk dan pengucapan kata yang bersinonim pada contoh di atas memang berbeda, namun perbedaan tersebut tidak mengubah arti pada setiap kalimat. b. Homonim Homonim adalah ungkapan (kata atau frasa, atau kalimat). Bentuk dari ungkapan tersebut yaitu sama-sama penulisan dan pengucapannya namun berbeda maknanya. Sasangka (2008: ) menyatakan: Homonim yaiku tembung siji kang tulisan lan pangucapane sarwa padha. Sanadyan mengkono ora ateges maknane uga melu padha, nanging maknane malah beda jalaran asale saka tembung kang beda. Dadi, cethane bae homonim iku tembung kang padha pangucape lan panulise, nanging beda surasane. Artinya: Homonim adalah kata yang penulisan dan pengucapannya sama. Walaupun demikian tidak berarti maknanya sama, namun maknanya justru berbeda karena berasal dari kata yang berbeda. Jadi, dapat disimpulkan homonim adalah satuan bahasa yang berkaitan dengan semantik untuk mencari kata yang sama pengucapan dan penulisannya, namun berbeda artinya. Berikut contoh homonim: (1) Wong kuwi wingi sing ngukuri lemah ing desaku. Orang itu kemarin yang mengukur tanah di desaku.

11 16 (2) Kowe aja ngukuri weteng bae, mengko malah gudhigen. Kamu jangan menggaruk perut terus, nanti palah terkena penyakit kulit. Kata ngukuri pada kedua contoh kalimat tersebut dapat dikatakan homonim. Hal tersebut karena penulisan dan pengucapannya kata ngukuri sama namun berbeda dengan maknanya. Pada kalimat (1) kata ngukuri bermakna mengukur. Sedangkan pada kalimat (2) kata ngukuri bermakna menggaruk. Berdasarkan pernyataan dan contoh di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa homonim merupakan suatu ungkapan (kata atau frasa, atau kalimat) dalam bentuk yang sama, namun memiliki makna atau arti yang berbeda. D. Bahasa Jawa 1. Pengertian Bahasa Jawa Wedhawati. dkk. (2010: 1-2) menjelaskan bahwa bahasa Jawa merupakan bahasa pertama penduduk Jawa yang tingga di Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, sekitar Medan, daerahdaerah transmigrasi di Indonesia (sebagian Provinsi Riau, Jambi, dan Kalimantan Tengah) dan beberapa tempat di luar negri yaitu Suriname, Belanda, New Caledonia, dan Pantai Barat Johor. Menurut Chaer (2011: 1-2) bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Sebagai sebuah sistem, bahasa terbentuk oleh suatu aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat. Lambang yang digunakan dalam sistem bahasa berupa bunyi, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Lambang-lambang bahasa yang berupa bunyi bersifat arbitrer, maksudnya tidak ada ketentuan atau hubungan antara suatu lambang bunyi dengan benda atau konsep yang dilambangkannya. Contoh antara kata atau

12 17 lambang yang berupa bunyi [kuda] dengan bendanya, yaitu sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai atau untuk menarik beban. Jika memang ada hubungan antara lambang bunyi [kuda] dengan binatang itu, tentu orang di Jawa Tengah juga akan menyebutnya kuda, bukan jaran. Namun, walaupun lambanglambang bahasa bersifat arbitrer, jika terjadi penyimpangan terhadap penggunaan lambang pasti akan terjadi kesalahan berkomunikasi. Komunikasi akan terganggu jika aturan-aturan sistem lambang tidak dipatuhi. Pernyataan Chaer sependapat dengan Tarigan (2009: 5) bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi dalam hidup ini. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Aslinda dan Leni Syafyahya (2010: 8) menambahkan pendapat Chaer dan Tarigan bahwa bahasa termasuk dalam kategori kebahasaan yang terdiri dari dialek tiap-tiap penuturnya saling mengerti atau mutual inteligibility dan dianggap oleh penuturnya sebagai suatu kelompok kebahasaan yang sama. Dengan kata lain, bahasa terdiri dari dialek yang dimiliki oleh sekelompok penutur tertentu yang sewaktu berkomunikasi satu sama lain dapat saling mengerti. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahasa merupakan sistem lambang berupa bunyi yang bersifat arbitrer, digunakan oleh masyarakat tutur dalam kelompok atau daerahnya masing-masing untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri. 2. Dialek Bahasa Jawa Wedhawati. dkk. (2010: 13) menjelaskan bahasa Jawa tergolong bahasa dengan jumlah penutur yang besar. Pada tahun 2001 penutur bahasa Jawa diperkirakan berjumlah 75,5 juta. Penutur bahasa Jawa tersebut tersebar di Jawa

13 18 Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Lampung, sekitar Medan, sekitar Riau, daerah-daerah transmigrasi, termasuk di beberapa tempat di luar negri (Suriname, Belanda, New Caledonia, dan Pantai Barat Johor). Penyebaran bahasa Jawa tersebut menyebabkan adanya cirikhas pada setiap daerah pemakai bahasa Jawa. Sebagai bahasa dengan jumlah penutur yang besar dan persebaran yang luas, bahasa Jawa memperlihatkan variasi pemakaian yang lazim disebut dialek. Zulaeha (2010: 1) menyatakan dialek berasal dari kata Yunani dialektos yang berpadanan dengan logat. Kata ini mula-mula digunakan untuk menyatakan sistem kebahasaan yang digunakan oleh suatu masyarakat yang berbeda dari masyarakat lainnya yang bertetangga, tetapi menggunakan sistem yang erat hubungannya. Sementara itu, dialektologi berasal dari paduan kata dialek yang berarti variasi bahasa dan logi berarti ilmu. Berdasarkan etimologi kata, dialektologi adalah ilmu yang mempelajari dialek atau ilmu yang mempelajari variasi bahasa. Sedangkan menurut Chaer (2012: 55) dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Aslinda dan Leni Syafyahya (2010: 7) menyatakan dialek adalah ciri khas sekelompok individu atau masyarakat dalam menggunakan bahasa. Dialek juga dibedakan atas dua bagian, yaitu dialek geografi dan dialek sosial. Dialek geografi adalah persamaan bahasa yang disebabkan oleh letak geografi yang berdekatan sehingga memungkinkan komunikasi yang sering di antara penutur-penutur idiolek. Sedangkan dialek sosial merupakan persamaan yang disebabkan oleh kedekatan sosial, yaitu penutur-penutur idiolek itu termasuk dalam satu golongan masyarakat yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa dialek adalah sistem kebahasaan yang

14 19 bervariasi, digunakan oleh suatu masyarakat yang berbeda dari masyarakat lainnya pada suatu tempat atau suatu waktu. 3. Ragam Dialek Bahasa Jawa Sebagai bahasa dengan jumlah penutur yang besar dan persebaran yang luas, bahasa Jawa memperlihatkan variasi pemakaian dialek. Menurut Chaer (2011: 3-4) setiap bahasa sebenarnya memiliki ketetapan atau kesamaan dalam hal tata bunyi, tata bentuk, tata kata, tata kalimat, dan tata makna. Namun karena berbagai faktor yang terdapat di dalam masyarakat pemakai bahasa itu seperti: usia, pendidikan, agama, bidang kegiatan, profesi, dan latar belakang budaya daerah, maka bahasa itu menjadi tidak seragam. Mungkin karena tata bunyinya menjadi tidak sama persis, mungkin tata bentuk dan tata katanya, dan mungkin juga tata kalimatnya. Bahasa memiliki sistem dan subsistem yang dipahami oleh semua penutur bahasa. Namun karena penutur bahasa tersebut berada dalam masyarakat tutur yang bukan termasuk kumpulan manusia yang homogen maka wujud bahasa yang konkret menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Chaer dan Leonie Agustina (2004: 62) menyatakan dalam hal variasi atau ragam bahasa ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya

15 20 keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Apabila penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial, maupun lapangan pekerjaannya, maka variasi atau keragaman itu tidak akan ada artinya, bahasa itu menjadi seragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Chaer dan Leonie Agustina (2004: 62-72) membagi variasi bahasa menjadi beberapa segi, yaitu: (1) variasi bahasa dari segi penutur, (2) variasi bahasa dari segi pemakaian, (3) variasi bahasa dari segi keformalan, dan (4) variasi bahasa dari segi sarana. Dalam pembahasan kali ini, penulis hanya membatasi mengenai variasi bahasa dari segi penutur. Variasi bahasa dari segi penutur dibagi menjadi beberapa macam. Pembagian tersebut yaitu: (a) idiolek, (b) dialek, (c) kronolek, dan (d) sosiolek. Dalam pembahasan ini, penulis hanya membatasi mengenai dialek. Wedhawati. dkk. (2010: 13) menjelaskan secara umum dialek dapat dibagi menjadi dialek geografi dan dialek sosial. Dialek geografi adalah variasi penggunaan bahasa yang ditentukan oleh perbedaan wilayah penggunaan itu sendiri. Sebaliknya, dialek sosial adalah variasi penggunaan bahasa yang disebabkan oleh perbedaan kelompok sosial penutur. Dialek geografi bahasa Jawa, misalnya tercermin melalui perbedaan penggunaan bahasa Jawa di wilayah Yogya- Solo dengan penggunaan di Kabupaten Cilacap atau daerah lain. Dialek sosial bahasa Jawa misalnya terlihat pada penggunaan tingkat tutur. Penggunaan bahasa Jawa yang peneliti perbandingkan adalah antara penggunaan dialek bahasa Jawa di Desa Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan penggunaan dialek bahasa Jawa baku.

16 21 a. Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Cilacap Desa Mentasan Kecamatan Kawunganten 1) Pengertian Dialek Bahasa Jawa Desa Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap Bahasa Jawa yang digunakan di Desa Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap adalah bahasa Jawa dialek Mentasan. Sama seperti bahasa Jawa di daerah lain, bahasa Jawa dialek Mentasan juga mengenal tingkat penggunaan yaitu ngoko, madya, dan krama. Namun ragam bahasa Jawa yang sering digunakan adalah ngoko dan krama inggil. Ragam bahasa Jawa ngoko biasa digunakan oleh orang yang lebih tua pada orang yang lebih muda dan orang yang sudah akrab. Sedangkan ragam bahasa Jawa krama inggil digunakan oleh penduduk Desa Mentasan sebagai bentuk penghormatan dengan lawan bicara yang lebih tua. Hal ini dapat terjadi karena Desa Mentasan, Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap jauh dari lingkungan keraton Jogja dan Solo yang mengakibatkan sedikit pengaruh keraton. Bahasa Jawa dialek Mentasan lebih cenderung menyerupai Bahasa Jawa dialek Banyumas karena Kabupaten Cilacap merupakan satu dari empat daerah eks-karesidenan Banyumas, yaitu: Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap. 2) Ciri Dialek Bahasa Jawa Desa Mentasan Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap Bahasa Jawa dialek Mentasan memiliki 6 fonem vokal dan 19 fonem konsonan. Masing-masing fonem vokal tersebut yaitu: [a], [ᴐ ], [i], [u], [ε], dan [ə], sedangkan fonem konsonannya: [b], [c], [d], [ḍ ], [g], [h], [j], [k], [l], [m], [n], [ŋ], [p], [r], [s], [t], [ṭ ], [w], dan [y]. Suku kata pada bahasa Jawa dialek Mentasan memiliki ciri yang lebih panjang jika dibandingkan dengan bahasa Jawa baku.

17 22 Seperti pengucapan kata endhok [ənḍ ᴐ?] bahasa Jawa baku menjadi endhok [ənḍ ᴐ k] bahasa Jawa dialek Mentasan yang artinya telur. Perbedaan kosakata bahasa Jawa dialek Mentasan dengan kosakata bahasa Jawa baku yang lain adalah pada pemakaian bahasa Jawa ngoko yang lebih cenderung melafalkan fonem [a] dilafalkan tetap dalam fonem [a] baik posisi awal kata maupun akhir kata, namun untuk pemakaian bahasa Jawa krama, fonem [a] dilafalkan menjadi fonem [ᴐ ] pada posisi tengah kata dan akhir kata. b. Dialek Bahasa Jawa Baku 1) Pengertian Dialek Bahasa Jawa Baku Dialek bahasa Jawa baku merupakan bahasa Jawa yang sudah sesuai dengan pedoman atau kaidah bahasa Jawa yang telah ditentukan. Kridalaksana, dkk. (2001: xxx) menjelaskan bahasa Jawa baku adalah bahasa Jawa yang digunakan di wilayah Yogyakarta dan Surakarta. Bahasa Jawa yang berada di luar kedua wilayah tersebut merupakan dialek-dialek dari bahasa Jawa baku tersebut. Ciri utama yang menandai bahasa Jawa baku adalah hadirnya seluruh ragam tutur ngoko, madya, dan krama dalam percakapan sehari-hari, baik dalam situasi formal maupun informal. Pada dialek-dialek yang lain, ragam krama biasanya hanya digunakan dalam situasi yang formal. Dengan kata lain, ragam formal yang digunakan oleh penutur bahasa Jawa dialek nonbaku adalah ragam krama yang ada pada bahasa Jawa baku. Menurut Wedhawati, dkk. (2010: 13) bahasa Jawa baku atau bahasa Jawa standar mencakup daerah Yogyakarta dan Solo. Oleh karena itu, biasa disebut dialek Yogya Solo. Dengan berbagai perubahan isolek, bahasa Jawa baku juga

18 23 digunakan di daerah sekitar Yogyakarta, seperti Purworejo, Magelang, Temanggung, dan beberapa Kabupaten di sekitar Surakarta seperti Klaten, Karanganyar, Sukoharjo, dan Wonogiri. Dialek bahasa Jawa baku memiliki dua wilayah peralihan. Wilayah peralihan yang pertama adalah wilayah peralihan bagian timur berada di sekitar Pacitan, Madiun, dan Grobogan. Wilayah peralihan yang kedua adalah wilayah peralihan bagian barat yang berada di sekitar Prembun, Wonosobo, dan Banjarnegara. 2) Ciri Dialek Bahasa Jawa baku Bahasa Jawa baku memiliki enam fonem vokal dan duapuluh tiga fonem konsonan. Fonem vokal tersebut yaitu: [i], [e], [ə], [a], [u], dan [o], sedangkan duapuluh tiga fonem konsonan tersebut dapat dikelompokkan menjadi sepuluh jenis, di antaranya: bilabial [p], [b], dan [m]; labio dental [f] dan [w]; apiko-dental [t] dan [d]; apiko-alveolar [n], [l], dan [r]; apiko-palatal [ṭ ] dan [ḍ ]; laminoalveolar [s] dan [z]; medio-palatal [c], [j], [ñ], dan [y]; dorso-velar [k], [g], dan [ŋ]; laringal [h]; dan glotal stop [?]. Fonem vokal dan fonem konsonan sebagai pembeda makna bersifat abstrak. Yang terucap dan terdengar oleh telinga adalah bunyi. Bunyi tersebut disebut alofon atau varian. Alofon fonem vokal yang berada pada suku kata tertutup tidak sama dengan alofon fonem vokal yang berada pada suku kata terbuka. Sedangkan sebuah fonem konsonan yang berdistribusi pada awal, tengah, maupun akhir kata memiliki alofon yang tidak sama. Ragam tutur dalam bahasa Jawa baku disebut unggah-ungguhing basa, oleh para ahli bahasa disebut tingkat tutur. Menurut Setiyanto (2007: 1) unggah-

19 24 ungguhing basa merupakan alat untuk menciptakan jarak sosial. Namun di sisi lain unggah-ungguhing basa juga merupakan produk dari kehidupan sosial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa struktur masyarakat merupakan faktor pembentuk struktur bahasa. Secara garis besar, unggah-ungguhing basa ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni: ngoko, krama, dan madya. Ragam ngoko menunjukkan tingkat ketakziman yang paling rendah, ragam krama menunjukkan tingkat ketakziman yang paling tinggi, sedangkan ragam madya menunjukkan tingkat ketakziman di antara krama dan ngoko. Dalam ragam krama terdapat dua subragam, yakni krama inggil dan krama andhap. Krama andhap digunakan pembicara (penutur) untuk mengacu pada dirinya sendiri, sedangkan krama inggil digunakan untuk mengacu pada lawan bicara yang dihormatinya. Pada ragam madya lebih banyak ditandai oleh hadirnya bentuk akhiran ngoko pada kata dari ragam krama, dan bentuk-bentuk singkat dari kata ragam krama. Purwadi, dkk. (2005 b: 29) menjelaskan bahwa basa madya krama dibentuk dari kata-kata madya dicampur dengan kata-kata krama yang tidak memiliki kata madya. Basa madya krama adalah bahasa yang digunakan oleh orang desa satu dengan yang lain yang dianggap lebih tua atau yang dihormati. Pemilihan ragam ngoko, madya, atau krama juga ditentukan oleh situasi tuturan. Misalnya pada acara rapat dan pidato pada upacara perkawinan, ragam yang biasanya digunakan adalah ragam krama. Ragam ngoko maupun ragam madya dianggap tidak pantas digunakan di dalam situasi yang formal atau resmi.

BAB I PENDAHULUAN. satu ciri pembeda utama antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Selain

BAB I PENDAHULUAN. satu ciri pembeda utama antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi dalam hidup ini. Bahasa merupakan sebuah lambang dalam berkomunikasi. Bahasa menjadi salah satu ciri pembeda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang terdapat di Indonesia. Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Jawa memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO Pramu Tri Kurniawan Universitas Muhammadiyah Purworejo e-mail: Pramukurniawan@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

SKRIPSI. oleh. Nama. : Elok Wahyuni. : Bahasa dan Sastra Jawa NIM. Program. Jurusan FAKULTAS

SKRIPSI. oleh. Nama. : Elok Wahyuni. : Bahasa dan Sastra Jawa NIM. Program. Jurusan FAKULTAS PEROLEHAN BAHASAA JAWA ANAK PLAYGROUP AULIYAA KENDAL USIA 3-4 TAHUN SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama NIM : Elok Wahyuni : 2102407065 Program studi :Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dialek Cirebon di Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan leksikal dengan memanfaatkan tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia (Chaer dan Agustina,2010:11). Bahasa Jawa (BJ) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN

BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Asih Kurniawati pendidikan bahasa dan sastra jawa acih_kurnia@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian dialek yang pernah dilakukan sudah cukup banyak. Penelitian tersebut

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian dialek yang pernah dilakukan sudah cukup banyak. Penelitian tersebut BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian dialek yang pernah dilakukan sudah cukup banyak. Penelitian tersebut membandingkan bentuk kosakata dasar dari daerah penelitian. Penelitian yang

Lebih terperinci

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) Debby Yuwanita Anggraeni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI peacoy@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian campur kode dalam tuturan yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Resti Wahyu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasai untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Ada dua cara untuk dapat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu dari unsur kebudayaan yang juga sebagai alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh masyarakat, dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan

Lebih terperinci

KAJIAN FONOLOGI DAN LEKSIKON BAHASA JAWA DI DESA WANAYASA KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA

KAJIAN FONOLOGI DAN LEKSIKON BAHASA JAWA DI DESA WANAYASA KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA KAJIAN FONOLOGI DAN LEKSIKON BAHASA JAWA DI DESA WANAYASA KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh: Fita Andriyani Eka Kusuma pendidikan bahasa dan sastra jawa phitaandriyani@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kridalaksana (1984:106), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang

Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang Oleh: Amelinda Putri Widya Sony Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. 1. Variasi kedaerahan bahasa Jawa yang

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK. PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK Leli Triana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Disadari bahwa penelitian ini bukanlah kajian pertama yang mengangkat masalah ini. Telah banyak penelitian yang relevan sebelumnya. Berikut adalah uraian singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

اللغة هي اصوات يعب ر بها كل قوم عن اغراضهم

اللغة هي اصوات يعب ر بها كل قوم عن اغراضهم BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,

Lebih terperinci

Kata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik.

Kata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik. ABSTRAK Penelitian yang berjudul Pembentukan Prokem dalam Komunikasi Masyarakat Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik: Kajian Sosiolonguistik bertujuan untuk mendeskripsikan pola pembentukan prokem

Lebih terperinci

Analisis Kalimat Majemuk dalam Cerita Bersambung Ngoyak Lintang Karya Al Aris Purnomo

Analisis Kalimat Majemuk dalam Cerita Bersambung Ngoyak Lintang Karya Al Aris Purnomo Analisis Kalimat Majemuk dalam Cerita Bersambung Ngoyak Lintang Karya Al Aris Purnomo Oleh: Feni Astuti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa fenia228@gmail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno

BAB I PENDAHULUAN. pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Demikian pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno berkembang menjadi bahasa Jawa tengahan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penelitian yang membahas tentang dialek sudah sudah ada beberapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penelitian yang membahas tentang dialek sudah sudah ada beberapa 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian yang Relevan Dalam penelitian yang membahas tentang dialek sudah sudah ada beberapa tahun yang lalu. Penelitian yang dimaksud ialah penelitian yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki jumlah penutur yang cukup besar, bahkan dapat dikatakan paling

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki jumlah penutur yang cukup besar, bahkan dapat dikatakan paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang terdapat di Indonesia. Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Jawa memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut. 1. Nada tertinggi penutur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna,

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, bahasa digunakan

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA DINI DI LINGKUNGAN PENUTUR MULTIBAHASA SERTA STRATEGI PEMERTAHANANNYA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BUDAYA BANGSA

PEMEROLEHAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA DINI DI LINGKUNGAN PENUTUR MULTIBAHASA SERTA STRATEGI PEMERTAHANANNYA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BUDAYA BANGSA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- 78 PEMEROLEHAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA DINI DI LINGKUNGAN PENUTUR MULTIBAHASA SERTA STRATEGI PEMERTAHANANNYA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BUDAYA BANGSA Favorita

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH 47-51 ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH Asriani, Harunnun Rasyid dan Erfinawati Universitas Serambi Mekkah Email : asrianiusm82@gmail.com Diterima 14 Oktober 2017/Disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh suku, daerah dan bangsa dalam bersosial. Tanpa adanya bahasa, komunikasi antar manusia akan terhambat. Manusia

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA JAWA MAHASISWA PENUTUR NGAPAK DI LINGKUNGAN FBS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

PEMAKAIAN BAHASA JAWA MAHASISWA PENUTUR NGAPAK DI LINGKUNGAN FBS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG PEMAKAIAN BAHASA JAWA MAHASISWA PENUTUR NGAPAK DI LINGKUNGAN FBS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama : Anggraita Dyah Tantri NIM : 2102407090 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa bervariasi karena anggota masyarakat penutur itu pun beragam. Banyak faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan bahasa yang memiliki jumlah penutur paling banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bentuk komunikasi masyarakat untuk saling berinteraksi sosial. Berbagai macam kelas sosial memengaruhi perkembangan bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. 1. Pengertian Bahasa Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) Oleh : Fitria Dwi Apriliawati pendidikan bahasa dan sastra jawa Fitria_Dwi97@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 8 DAN 9 TAHUN DI DESA LUNDONG KECAMATAN KUTOWINANGUN KABUPATEN KEBUMEN

PENGGUNAAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 8 DAN 9 TAHUN DI DESA LUNDONG KECAMATAN KUTOWINANGUN KABUPATEN KEBUMEN PENGGUNAAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 8 DAN 9 TAHUN DI DESA LUNDONG KECAMATAN KUTOWINANGUN KABUPATEN KEBUMEN Oleh : Ani Lestari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anisetiyawan27@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama yang lain, interaksi sosial merupakan suatu hal yang harus dilakukan manusia dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pembahasan dalam bab V terbagi menjadi dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan dan saran berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV sebelumnya. 5.1 Simpulan Tujuan utama penelitian

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Ortografi dalam Karangan Narasi Berbahasa Jawa Siswa Kelas XI di SMA N 6 Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013

Analisis Kesalahan Ortografi dalam Karangan Narasi Berbahasa Jawa Siswa Kelas XI di SMA N 6 Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013 Analisis Kesalahan Ortografi dalam Karangan Narasi Berbahasa Jawa Siswa Kelas XI di SMA N 6 Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013 Oleh : Nur Muslimah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa nmuslimah20@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam bentuk

Lebih terperinci

Pemerolehan Bahasa Jawa Pada Kelompok Bermain Islam Terpadu Di Desa Karangmaja Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen

Pemerolehan Bahasa Jawa Pada Kelompok Bermain Islam Terpadu Di Desa Karangmaja Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Pemerolehan Bahasa Jawa Pada Kelompok Bermain Islam Terpadu Di Oleh : Prastiti Setyaningrum Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Prastitiningrum@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Televisi adalah media komunikasi jarak jauh dengan penayangan gambar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Televisi adalah media komunikasi jarak jauh dengan penayangan gambar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Televisi adalah media komunikasi jarak jauh dengan penayangan gambar dan pendengaran suara, baik melalui kawat maupun secara elektromagnetik tanpa kawat (Palapah,1983:

Lebih terperinci

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : 1402408303 BAB 4 FONOLOGI Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang runtutan bunyibunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi dua berdasarkan objek studinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Nama : Nugraheni Widyapangesti NIM : 1402408207 TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Runtutan bunyi dalam bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Banyumas Desa Serang-Purbalingga Tahun 2016 (Kajian Proses Morfologis dan

BAB II LANDASAN TEORI. Banyumas Desa Serang-Purbalingga Tahun 2016 (Kajian Proses Morfologis dan 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian mengenai Perbedaan Dialek Pemalang Desa Pulosari dengan Dialek Banyumas Desa Serang-Purbalingga Tahun 2016 (Kajian Proses Morfologis dan Struktur

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KELUHAN DALAM BAHASA JAWA STUDI KASUS WARGA DESA BANGSRI KECAMATAN PURWANTORO KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS WACANA KELUHAN DALAM BAHASA JAWA STUDI KASUS WARGA DESA BANGSRI KECAMATAN PURWANTORO KABUPATEN WONOGIRI ANALISIS WACANA KELUHAN DALAM BAHASA JAWA STUDI KASUS WARGA DESA BANGSRI KECAMATAN PURWANTORO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

KESALAHAN BERBAHASA JAWA PADA PAPAN NAMA PERTOKOAN DI KABUPATEN PEMALANG

KESALAHAN BERBAHASA JAWA PADA PAPAN NAMA PERTOKOAN DI KABUPATEN PEMALANG KESALAHAN BERBAHASA JAWA PADA PAPAN NAMA PERTOKOAN DI KABUPATEN PEMALANG SKRIPSI disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama : Nopita Ika Rahmawati NIM : 2102406677 Prodi : Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat SARJANA S-1. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat SARJANA S-1. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia REALISASI PENGUCAPAN FONEM BAHASA INDONESIA PADA MAHASISWA THAILAND Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat SARJANA S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI DATARAN TINGGI DIENG: KAJIAN SOSIODIALEKTOLOGI

PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI DATARAN TINGGI DIENG: KAJIAN SOSIODIALEKTOLOGI PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI DATARAN TINGGI DIENG: KAJIAN SOSIODIALEKTOLOGI SKRIPSI untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Oleh Nama : Hersy Ardianty A NIM : 2111412032 Program Studi Jurusan : Sastra Indonesia

Lebih terperinci

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN BAB I PENDAHULUAN Dalam bab 1 diuraikan bagian pendahuluan penelitian. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI BAB 4 Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi terbentuk dari kata fon = bunyi dan logi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dapat digunakan manusia dalam menyampaikan ide, gagasan,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dapat digunakan manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa dapat digunakan manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan serta pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini termasuk dalam penelitian lapangan (field study) baik penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu yang dikenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan

Lebih terperinci

Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata

Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata Oleh: Yuliana Wardani program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa y.adinda@ymail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai kesopanan, sehingga mudah dipahami oleh lawan bicara.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai kesopanan, sehingga mudah dipahami oleh lawan bicara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia hidup tidak akan lepas dari bahasa. Bahasa adalah alat komunikasi yang paling mudah cara penyampaiannya. Untuk menyampaikan komunikasi, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah terlepas dari bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa bagaikan udara bagi manusia untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedudukan bahasa sangat penting untuk manusia. Bahasa juga mencerminkan identitas suatu negara. Masalah kebahasaan di Indonesia tidak terlepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan

Lebih terperinci

Dialek Bahasa Jawa Masyarakat Desa Ayamputih Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen Jawa Tengah

Dialek Bahasa Jawa Masyarakat Desa Ayamputih Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen Jawa Tengah Dialek Bahasa Jawa Masyarakat Desa Ayamputih Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen Jawa Tengah Oleh: Cicilia Nur Utami Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa cicilianurutami@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

2 pelajaran bahasa Jawa diajarkan secara terpisah sebagai mata pelakaran muatan lokal wajib diseluruh sekolah/madrasah. Pembelajaran bahasa Jawa harus

2 pelajaran bahasa Jawa diajarkan secara terpisah sebagai mata pelakaran muatan lokal wajib diseluruh sekolah/madrasah. Pembelajaran bahasa Jawa harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain (Sunarto dan Hartono, 2008:136). Bahasa memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna

Lebih terperinci

Modul ke: BAHASA INDONESIA RAGAM BAHASA. Fakultas EKONOMI DAN BSNIS. Drs. SUMARDI, M. Pd. Program Studi MANAJEMEN

Modul ke: BAHASA INDONESIA RAGAM BAHASA. Fakultas EKONOMI DAN BSNIS. Drs. SUMARDI, M. Pd. Program Studi MANAJEMEN Modul ke: BAHASA INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BSNIS Drs. SUMARDI, M. Pd. RAGAM BAHASA Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN Ragam bahasa diartikan sebagai variasi bahasa menurut pemakaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan penduduk asli suatu daerah, biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa persatuan, bahasa nasional,

Lebih terperinci

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA TUGAS KELOMPOK CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA MATA KULIAH : FONOLOGI DOSEN : Yuyun Safitri, S.Pd DISUSUN OLEH: ANSHORY ARIFIN ( 511000228 ) FRANSISKA B.B ( 511000092 ) HAPPY

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN DAN PERGESERAN BAHASA JAWA DALAM PERCAKAPAN MEDIA SOSIAL JEJARING FACEBOOK

PEMERTAHANAN DAN PERGESERAN BAHASA JAWA DALAM PERCAKAPAN MEDIA SOSIAL JEJARING FACEBOOK PEMERTAHANAN DAN PERGESERAN BAHASA JAWA DALAM PERCAKAPAN MEDIA SOSIAL JEJARING FACEBOOK Oleh: Nita Sulistya Wati program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa niech_chan@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan hakikat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan hakikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang sangat membutuhkan sebuah sarana untuk berinteraksi satu sama lain. Meskipun terdapat begitu banyak sarana yang dapat digunakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam masa perjuangan kemerdekaan, bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa. Melalui bahasa seseorang dapat mengetahui hakikat manusia. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa. Melalui bahasa seseorang dapat mengetahui hakikat manusia. Dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sekaligus menjadi alat pemersatu bangsa. Melalui bahasa seseorang dapat mengetahui hakikat manusia. Dengan demikian bahasa

Lebih terperinci

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN > Pengertian Filsafat Bahasa Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat.ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu ciri paling khas yang manusiawi yang membedakannya dari makhlukmakhluk

BAB I PENDAHULUAN. satu ciri paling khas yang manusiawi yang membedakannya dari makhlukmakhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Bahasa adalah salah satu ciri paling khas yang manusiawi yang membedakannya dari makhlukmakhluk lain (Nababan, 1984:1).

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan 94 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses morfologi yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua yaitu afiksasi dan reduplikasi. Afiksasi yang ditemukan berupa prefiksasi, sufiksasi, konfiksasi dan simulfiksasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi ujaran adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia baik berupa huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya mengalami stroke (Afasia

Lebih terperinci