HUBUNGAN ANTARA CAUSALITY ORIENTATION DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA CAUSALITY ORIENTATION DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA CAUSALITY ORIENTATION DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN Desyana Kurniawan, Dewa Fajar Bintamur Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara causality orientation dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa sekolah tinggi ilmu kepolisian. Pengukuran Causality Orientation menggunakan alat ukur hasil adaptasi dari alat ukur asli yang dibuat oleh Deci dan Ryan yang bernama General Causality Orientation Scale (GCOS) pada tahun 1985 dan pengukuran kesejahteraan psikologis menggunakan alat ukur hasil adaptasi Ryff Psychological Well-Being Scale (RPWBS). Responden dalam penelitian ini berjumlah 139 orang dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara autonomy orientation dengan kesejahteraan psikologis dengan skor signifikansi, sebesar 0.000, p<0.05; terdapat hubungan yang signifikan antara controlled orientation dengan kesejahteraan psikologis dengan skor signifikansi sebesar 0.012, p<0.05; terdapat hubungan yang signifikan dan bersifat negatif antara impersonal orientation dengan kesejahteraan psikologis dengan skor signifikansi sebesar 0.000, p<0.05. THE CORRELATION BETWEEN CAUSALITY ORIENTATION AND PSYCHOLOGICAL WELL-BEING OF STUDENT IN POLICE COLLEGE Abstract The purpose of this research is to study the correlation between Causality Orientation and Psychological Well-being of students enrolled in Police College The Causality Orientation was measured with an instrument that was adapted from the General Causality Orientation Scale (GCOS) that Deci and Ryan developed, while the Psychological Well-Being was measured with an instrument that was adapted from the Ryff Psychological Well-Being Scale (RPWBS). 139 people participated in this study and they were sampled using the purposive sampling method. The results of this research shows a significant correlation between autonomy orientation and Psychological Well-Being with a significance score of 0.000, p<0.05; a significant correlation between controlled orientation and Psychological Well- Being with a significance score of 0.012, p<0.05; a negative and significant correlation between impersonal orientation and Psychological Well-Being with a significance score of 0.000, p<0.05> Keywords:CausalityOrientation, Motivation, Psychological Well-Being, Self-Determination.

2 Pendahuluan Indonesia merupakan negara Demokrasi. Negara yang menekankan pentingnya penegakkan Hak Asasi Manusia dan Negara yang menjamin setiap warga negaranya merasakan dan memperoleh keamanan. Hal ini terbukti dari sudah sejak lama, Indonesia memiliki badan khusus yang dikenal dengan ABRI yang bertugas untuk menjaga keamanan Republik Indonesia. Salah satu bagian di dalamnya adalah Polri atau Polisi Repubrik Indonesia. Sejak masa orde baru pun telah ditekankan kepada Polri akan pentingnya memberikan pelayanan kepada masyarakat, perlindungan HAM dan Kepastian hukum (Djamin dalam Dwilaksana, 2009). Kenyataan menunjukkan sebaliknya. Pada masa sekarang ini, eksistensi polisi khususnya di Indonesia semakin dipertanyakan oleh masyarakat, seperti performa mereka dalam menjalankan tugas yang diberikan. Performa polisi dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Pencurian, perampokan, penculikkan, dan lainnya masih sering terjadi di kalangan kita. Selain itu ada beberapa penyimpangan lain yang dilakukan oleh polisi yang bahkan sudah menjadi hal umum bagi masyarakat seperti kasus penilangan dan kasus suap. Hal tersebut menandakan bahwa mereka masih memenangkan hal-hal yang berupa materi dibandingkan menjaga integritas mereka sebagai seorang polisi. Namun, tidak semua polisi demikian. Hal ini dibuktikan dari masih ada polisi yang dapat melakukan performa dengan baik, seperti keberhasilan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai seorang polisi. Selain itu masih ada polisi jujur dan bahkan ada beberapa polisi yang berani untuk tidak menjalankan apa yang disuruh atasannya, jika perintah yang diberikan tidak sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Mereka memilih untuk mempertahankan atau menjaga integritas mereka dengan konsekuensi tidak dapat naik jabatan karena tidak menjalankan perintah atasan. Dengan demikian performa polisi saat ini tidak melulu negatif, masih ada yang performanya negatif. Lalu, apa yang menyebabkan mereka melakukan tingkah laku demikian? Menurut Deci dan Ryan (1985), tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh tipe orientasi yang mereka miliki. Salah satu teori yang membahas tentang tipe orientasi seseorang adalah Causality Orientation Theory (COT). COT merupakan salah satu mini teori dari Self- Determiantion Theory (SDT). SDT merupakan sebuah makro teori dari teori motivasi dan kepribadian yang dibuat oleh Deci dan Ryan (2000). Pada causality orientation dijelaskan bahwa setiap orang memiliki tiga tipe orientasi yang berbeda-beda. Dari tipe orientasi tersebut dapat diketahui tipe motivasi yang dimilikinya.

3 Motivasi adalah hal yang memulai, menggerakan, mengatur, menjaga, dan mengarahkan terjadinya suatu tingkah laku sehingga kebutuhan tercapai kearah yang ditentukan (Ciccarelli, 2009). Motivasi seseorang menjadi polisi yang akan menggerakan tingkah laku mereka ke arah tujuan atau kebutuhan yang ingin dicapai. Hal ini juga yang mempengaruhi seberapa besar usaha mereka untuk mencapai tujuan tersebut, yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja mereka. Menurut Ciccarelli (2009), Ada 2 jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah alasan seseorang melakukan tingkah laku karena mendapatkan sesuatu dari dalam diri. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah alasan seseorang melakukan tingkah laku karena mendapatkan sesuatu dari luar diri. Sebagai contoh: motivasi intrinsik seseorang menjadi polisi adalah ingin mengabdi pada bangsa, ingin membela Negara, menegakkan hukum, dan sebagainya, sedangkan motivasi ekstrinsik seseorang menjadi polisi adalah punya status, memiliki kekuasaan, mendapatkan uang tambahan, dll. Berbeda dengan Ciccarelli, Deci dan Ryan membagi tipe motivasi ke dalam 3 domain besar yaitu motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan amotivation. Penjelasan mengenai motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik tidak jauh berbeda dengan yang dijelaskan oleh Ciccarelli. Namun, Deci dan Ryan menambahkan satu tipe motivasi lainnya yaitu amotivation atau tidak adanya motivasi (Deci & Ryan, 2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaan sebagai seorang polisi merupakan pekerjaan dengan tuntutan yang tinggi dengan gaji yang didapatkan tidak terlalu besar. Jika orientasi mereka adalah karena factor-faktor eksternal (controlled orientation), mereka tidak akan mendapatkan kesejahteraan menjadi seorang polisi. Namun, jika orientasi yang mereka miliki merupakan orientasi autonomi, mereka akan merasa lebih bahagia dan sejahtera. Selain mempengaruhi kinerja, tipe orientasi yang dimiliki oleh polisi dikatakan berhubungan dengan kesejahteraan psikologis polisi. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deci dan Ryan (2000). Pada penelitian mereka ditemukan bahwa tipe orientasi seseorang berhubungan dengan tercapainya kesejahteraan psikologis seseorang (dalam hal ini adalah polisi). Kesejahteraan psikologis merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu yaitu ketika individu dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti dapat memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Dengan demikian, peneliti ingin melakukan sebuah penelitian yang melihat hubungan antara causality orientation dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa Sekolah tinggi

4 ilmu kepolisian (STIK). Alasan peneliti memilih mahasiswa STIK karena mahasiswa STIK merupakan lulusan Akademi Polisi (AKPOL). Mereka merupakan calon pimpinan polisi masa depan. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia (seperti Maluku, Sumatra, Kalimantan, dan lainnya) dan dari satuan yang berbeda-beda seperti lalu lintas, reserse dan kriminal. Mereka juga berasal dari satuan yang berbeda-beda seperti lalu lintas, reskrim, dan lainnya. Sehingga diharapkan dapat lebih merepresentasikan keadaan polisi di Indonesia. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena pekerjaan sebagai seorang polisi akan berdampak langsung pada masyarakat maupun negara. Jika mereka bekerja hanya karena faktor eksternal, masyarakat dan negara dapat dirugikan. Oleh karena itu, alangkah lebih baik jika mereka yang ingin menjadi polisi dilatarbelakangi oleh motivasi intrinsik dengan orientasi otonomi. Selain itu, jika motivasi mereka adalah motivasi intrinsik mereka akan lebih merasa bahagia dan sejahtera menjadi seorang polisi meskipun dengan tuntutan yang tinggi. Namun penelitian ini masih merupakan penelitian awal dan bersifat umum, sehingga diharapkan akan ada penelitian selanjutnya. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini menjadi apakah terdapat hubungan antara Causality Orientation dan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian?. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara Causality Orientation dan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa STIK. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritisnya yaitu hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membuktikan teori yang sudah ada dan dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya. Manfaat praktikalnya yaitu hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi bagi kepolisian di Indonesia dan masukan bagi STIK untuk dapat memberikan pengetahuan pada mahasiswanya mengenai pentingnya motivasi intrinsik bagi seseorang, (dalam hal ini khususnya polisi). Tinjauan Teoritis Causality Orientation Causality orientation merupakan salah satu mini teori dari self-determination theory. Self-determination theory (SDT) merupakan sebuah teori empiris mengenai motivasi, perkembangan, dan kesejahteraan manusia (wellness) (Deci & Ryan, 2008). Causality orientation merupakan perbedaan motivasi seseorang dalam mencapai orientasi tertentu yang mengarah pada cara seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan regulasi atau pengaturan tingkah laku mereka. Mini teori ini menjelaskan bahwa terdapat 3 tipe atau jenis

5 orientasi, yaitu autonomous, Controlled, dan impersonal. Dengan mengetahui tipe orientasi seseorang dapat diketahui pula tipe motivasi dan level self-determination pada diri orang tersebut dan dapat digunakan untuk memprediksi keadaan psikologis seseorang dan tingkah laku yang dihasilkan. Ketiga tipe orientasi tersebut yaitu: 1. Autonomous Orientations Orientasi ini merupakan hasil dari pemenuhan 3 basic needs. Orientasi otonomi merupakan karakteristik dari individu yang tingkah laku atau aksi yang dilakukan atas dasar sense of volition atau atas dasar kemauannya sendiri dan sadar akan standar personal dan tujuan hidupnya. Mereka merasa bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih pilihan yang ada, memiliki inisiatif, dan pengaturan diri (selfregulated). Individu ini dapat melihat adanya kesempatan yang sesuai dengan value dan keinginan pribadi. Seseorang yang memiliki orientasi otonomi yang tinggi dibandingkan dengan kedua orientasi lainnya memilih lingkungan yang dapat menstimulasi motivasi intrinsik, memberikan tantangan, dan menyediakan umpan balik. Mereka cenderung menunjukan inisiatif, melihat aktifitas yang menyenangkan dan menantang bagi dirinya, dan berani bertanggung jawab atas tingkah laku yang dilakukan. individu dengan orientasi otonomi yang tinggi memiliki orientasi motivasi intrinsik 2. Controlled Orientations Orientasi ini merupakan hasil dari memenuhi 2 needs yaitu competence dan relatedness, namun autonomy tidak terpenuhi. Tipe orientasi ini sering kali dikorelasikan dengan tidak tercapainya well-being. Selain itu, tipe orientasi ini asosiasikan dengan tipe regulasi introjeksi. Individu yang memiliki Controlled Orientation yang tinggi biasanya merupakan individu dengan orientasi motivasi ekstrinsik karena orang dengan tipe ini melakukan tingkah laku didasarkan atas faktor eksternal. 3. Impersonal Orientations Orientasi ini merupakan hasil dari gagalnya memenuhi tiga kebutuhan psikologis dasar dan tidak memiliki motivasi (amotivation). Hal ini berkaitan dengan terjadinya ill-being dan tidak dapat berfungsi dengan baik, seperti terjadinya self-derogation dan rendahnya atau kurangnya tenaga hidup. Orang dengan tipe orientasi ini biasanya merasa bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas tingkah laku mereka. Impersonal

6 Orientation menilai sesorang yang percaya bahwa tingkah laku yang dihasilkan dibawah kendali atau kontrol dirinya dan pencapai yang berhasil dia dapatkan selama ini adalah karena faktor keberuntungan. Kesejahteraan Psikologis Ryff (1989) menjelaskan kesejahteraan psikologis merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti dapat memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Kesejahteraan psikologis terdiri atas enam dimensi psikologis dimana setiap dimensinya memiliki tantangan yang berbeda-beda untuk mecapainya (berbeda setiap orangnya) agar dengan dicapainya dimensi tersebut seseorang dapat berfungsi secara positif (Ryff, 1989; Ryff & Keyes, 1995). Berikut penejelasan mengenai keenam dimensi tersebut: 1. Penerimaan Diri (Self-acceptance) Self-acceptance atau penerimaan diri merupakan kriteria yang paling sering disebut atau diulang-ulang dalam mencapai well-being. Hal ini merupakan fitur utama dalam mencapai kesehatan mental (mental health). Self-acceptance merupakan karakteristik dari tercapainya self-actualization (aktualisasi diri), maturity (kematangan), dan dapat berfungsi dengan optimal. Dengan kata lain jika seseorang dapat menerima dirinya (self-acceptance) maka ia dapat mencapai aktualisasi diri, matang secara psikologis dan berfungsi dengan optimal. Dengan memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri, seseorang dapat berfungsi dengan lebih positif (Ryff, 1989). Seseorang yang kesejahteraan psikologisnya tinggi memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek positif dan negatif dalam dirinya, dan memiliki perasaan positif tentang kehidupan masa lalu. 2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive relations with others) Kemampuan untuk menghargai dan mencintai orang lain dilihat sebagai komponen utama dalam mencapai kesehatan mental. Seseorang yang sudah berhasil mencapai aktualisasi diri, dijelaskan bahwa, mereka memiliki empati terhadap orang lain dan kasih sayang kepada semua orang serta mampu untuk berhubungan baik dengan orang lain. Seseorang yang memiliki hubungan positif yang baik dengan orang lain ditandai dengan memiliki hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang

7 lain, memiliki perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan rasa empati, dan rasa sayang serta memiliki konsep memberi dan menerima dalam berhubungan dengan sesama manusia. Sebaliknya, seseorang yang hanya memiliki sedikit hubungan dekat dengan orang lain, susah untuk bersikap hangat, tidak terbuka dan memberikan sedikit perhatian terhadap orang lain berarti memiliki tingkatan yang kurang baik dalam dimensi ini (Ryff, 1989) 3. Penguasaan Lingkungan (Environmental mastery) Environmental mastery merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memilih atau membuat lingkungan yang cocok dengan keadaan atau kondisi fisik dirinya. Seseorang yang baik dalam dimensi ini ditandai dengan kemampuannya untuk memilih dan menciptakan sebuah lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pibadinya, memanfaatkan secara maksimal sumber-sumber peluang yang ada di lingkungan, mampu dan berkompeten mengatur lingkungan, menggunakan secara efektif kesempatan yang ada dalam lingkungan, mampu memilih serta mampu menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri (Ryff, 1989). 4. Otonomi (Autonomy) Dimensi ini menekankan tentang beberapa macam kualitas diri seperti selfdetermination, kemandirian, dll. Menurut Rogers, seseorang yang memiliki autonomi tidak melakukan suatu tindakan atas persetujuan dari orang lain melainkan karena standar personal. Otonomi sendiri merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengambil keputusan sendiri dan mandiri, mampu melawan tekanan sosial untuk berpikir dan bersikap dengan cara yang benar, dan berperilaku sesuai dengan standar personal. Sebaliknya, individu yang terlalu memikirkan ekspektasi dan evaluasi dari orang lain, bergantung pada orang lain untuk mengambil suatu keputusan serta cenderung untuk bersikap mengikuti (conform) terhadap tekanan sosial, menandakan individu tersebut belum memiliki tingkat otonomi yang tidak baik (Ryff, 1989). 5. Tujuan Hidup (Purpose in life) Seseorang dikatakan memiliki kesehatan mental apabila juga memiliki kepercayaan yang memberikan ia suatu perasaan bahwa hidup ini memiliki tujuan dan makna.

8 Seseorang yang berfungsi secara positif pasti memiliki makna hidup dan mengetahui makna hidupnya. Selain itu, seseorang yang memiliki kesehatan mental memiliki tujuan hidup yang baik seperti memiliki target dan cita-cita serta memiliki kepercayaan bahwa baik kehidupan di masa lalu maupun sekarang memiliki makna tertentu. Mereka juga percaya dan memegang teguh kepercayaan yang mereka miliki bahwa dengan kepercayaan mereka itu dapat membuat hidup mereka lebih berarti. Sebaliknya, seseorang yang kurang memaknai hidup, tidak memiliki tujuan dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dari masa lalu dan kurang memiliki target dan cita-cita, yang berarti mereka kurang memiliki dimensi tujuan hidup yang baik (Ryff, 1989). 6. Pengembangan Diri (Personal growth) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dan percaya terhadap potensi diri merupakan perspektif klinis dalam melihat pengembangan diri (personal growth) yang dapat terjadi pada diri setiap orang. Sebagai contoh adalah orang yang berani mencoba pengalaman baru merupakan salah satu ciri orang yang mau mengembangkan diri. Seseorang yang baik dalam dimensi ini memiliki perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang terus tumbuh, menyadari potensi-potensi yang dimiliki dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa ia adalah seorang yang stagnan, kurang peningkatan dalam perilaku dari waktu ke waktu, merasa bosan dengan hidup dan tidak mampu mengembangkan sikap dan perilaku yang baru (Ryff, 1989). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis, antara lain: 1. Usia Ryff dan Keyes (1995) menemukan bahwa faktor usia memiliki pengaruh pada beberapa dimensi kesejahteraan psikologis. Pada dimensi otonomi, hubungan positif dengan orang lain, dan penguasaan lingkungan mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia terutama pada usia dewasa muda hingga dewasa madya. Sedangkan dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi mengalami penurunan seiring bertambahnya usia.

9 2. Jenis Kelamin Pada faktor ini, Ryff dan Keyes (1995) menemukan bahwa wanita memiliki skor dimensi hubungan positif dengan orang lain dan pertumbuhan pribadi yang lebih tinggi dibandingkan pria. 3. Budaya Ryff juga menemukan bahwa faktor budaya berpengaruh terhadap skor pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan penerimaan diri. 4. Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Orang dengan status sosial yang lebih tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dibandingkan dengan orang dengan status sosial yang lebih rendah. Profile Mahasiswa STIK Mahasiswa STIK merupakan mahasiswa lulusan Akademi kepolisian. Pangkat yang mereka miliki minimal IPTU (Inspektur Satu). Mereka berasal dari berbagai satuan seperti Intel, Reskrim, Lantas dan berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti Kalimantan, Riau, Papua, Rote, Sumatra, Sulawesi, dan lainnya. Lulusan STIK dipastikan merupakan calon pimpinan masa depan, minimal pangkat yang akan mereka peroleh adalah perwira. Dinamika Hubungan Dinamika yang terjadi antara mahasiswa STIK, tipe orientasi yang dimiliki dengan tercapainya atau tidak tercapainya kesejahteraan psikologis adalah sebagai berikut: Pertama merupakan tipe orientasi autonomi. Polisi dengan tipe orientasi ini biasanya memiliki motivasi intrinsik. Polisi yang memiliki motivasi intrinsik seringkali memiliki kinerja yang lebih baik. Hal ini dikarenakan, orang yang memiliki motivasi intrinsik melakukan segala sesuatunya atas dasar keinginannya sendiri dan bukan karena adanya tuntutan. Sehingga pekerjaan sebagai seorang polisi sudah cukup menyenangkan bagi dirinya, karena memang ia menyukainya. Oleh karena itu, polisi dengan tipe orientasi ini biasanya akan memiliki kesejahteraan psikologis (Deci & Ryan, 1985), karena ia merasa bahwa hidupnya adalah miliknya sendiri dan semua yang dia lakukan adalah hal yang dia sukai sehingga hidupnya akan lebih bahagia/sejahtera. Tipe kedua merupakan orang dengan tipe orientasi dikontrol atau Controlled Orientation. Polisi yang memiliki tipe orientasi ini biasanya memiliki motivasi ekstrinsik.

10 Mereka mudah dikontrol ataupun terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal seperti uang dan jabatan. Sehingga orientasi mereka menjadi seorang polisi adalah karena ingin mendapatkan uang dan memperoleh jabatan yang baik. Oleh karena itu, mereka akan merasa kurang sejahtera (Deci & Ryan, 1985). Tipe yang terakhir adalah impersonal. Polisi yang memiliki tipe orientasi Impersonal merupakan polisi yang tidak memiliki motivasi (amotivation) (Deponte, 2004). Hidupnya hanya mengikuti arus dan tanpa tujuan. Mereka merasa memiliki kontrol yang rendah atau bahkan tidak memiliki kontrol atas tingkah laku yang mereka lakukan. Mereka tidak peduli dengan hasil maupun proses atas tingkah laku yang mereka lakukan. Hal ini menyebabkan tidak adanya self-determination dalam diri mereka, sehingga mereka cenderung merasa illbeing. Metode Penelitian Berdasarkan aplikasinya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pure research. Menurut Kumar (2005), pure research merupakan penelitian yang dilakukan untuk membuktikan teori. Berdasarkan tujuan penelitian, maka tipe penelitian ini adalah penelitian korelasional. Gravetter dan Forzano (2009) menjelaskan bahwa tujuan dari penelitian korelasional adalah untuk mengetahui dan menggambarkan asosiasi dan hubungan antar variabel. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara causality orientation dengan kesejahteraan psikologis, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Berdasarkan kontaknya, penelitian ini termasuk ke dalam cross sectional study karena pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti hanya satu kali. Berdasarkan periode referensi, penelitian ini termasuk ke dalam prospective study karena penelitian ini ingin melihat hubungan antara causality orientation dengan kesejahteraan psikologis pada saat ini. Desain penelitian ini jika dilihat dari sifat penelitiannya termasuk ke dalam penelitian noneksperimental, karena penelitian ini tidak melakukan manipulasi terhadap subjek penelitian. Adapun penelitian ini merupakan penelitian lapangan terhadap kejadian yang telah berlangsung. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif karena data yang didapat oleh peneliti berupa skor yang nantinya akan diolah secara statistik dan di lakukan interpretasi. Responden Penelitian Responden penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian. Karakteristik responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini merupakan

11 mahasiswa sekolah tinggi ilmu kepolisian. Teknik yang digunakan dalam memilih responden dalam penelitian ini adalah purposive sampling, karena responden yang peneliti berikan kuesioner merupakan responden yang sesuai dengan apa yang peneliti butuhkan yaitu mahasiswa sekolah tinggi ilmu kepolisian. Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam menjawab permasalahan penelitian, maka peneliti menggunakan dua alat ukur yang digabung menjadi sebuah booklet penelitian yang terdiri atas 3 bagian: 1. Alat ukur General Causality Orientation Scale 2. Alat ukur The Scale of Psychological Well-being 3. Data responden yang terdiri atas inisial, usia, jenis kelamin, dan satuan. Alat Ukur Penelitian Alat ukur yang digunakan untuk mengukur derajat orientasi seseorang dinamakan General Causality Orientation Scale (GCOS). Alat ukur ini dibuat oleh Deci dan Ryan. GCOS mengukur kekuatan dari 3 orientasi yang berbeda pada diri seseorang. Ketiga orientasi tersebut dinamakan otonomi, dikendalikan, dan impersonal. Ada dua bentuk alat ukur. Pertama, terdiri atas 12 cerita dan 36 item. Bentuk yang kedua merupakan revisi dari bentuk yang pertama. Bentuk yang kedua terdiri atas 17 cerita dan 51 item. Pada penelitian ini, peneliti mengadopsi alat ukur ini dengan menggunakan bentuk yang kedua, yaitu terdiri atas 17 cerita. Setiap cerita memiliki 3 respon (A, B, dan C) yang merupakan bentuk dari dimensi otonomi, dikendalikan, dan impersonal. Skala yang digunakan pada alat ukur ini merupakan skala likert dengan 7 pilihan jawaban mulai dari sangat tidak mungkin hingga sangat mungkin. Contoh item GCOS: Anda ditawari posisi baru di sebuah kantor dimana Anda telah bekerja untuk beberapa lama. Pertanyaan pertama yang sangat mungkin terlintas di pikiran Anda adalah Impersonal: Bagaimana bila saya tidak dapat memikul tanggung jawab yang baru Sangat Tidak mungkin Sangat Mungkin Controlled: Akankah saya mendapatkan pendapatan yang lebih besar di posisi ini Sangat Tidak mungkin Sangat Mungkin

12 Autonomy: Saya bertanya- tanya apakah posisi baru tersebut akan menarik Sangat Tidak mungkin Sangat Mungkin Setiap responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap 3 respon tersebut dengan memikirkan seberapa mungkin respon yang ada muncul dalam pikiran mereka. Alat ukur kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur kesejahteraan psikologis dibuat oleh Ryff dan dikenal dengan nama The Scales of Psychological Well-Being (Ryf, 1989). The Scales of Psychological Well-Being merupakan alat ukur self-report (lapor diri) yang di buat untuk mengukur kesejahteraan psikologis. Alat ukur ini terdiri atas 3 bentuk. Bentuk pertama yaitu, terdiri atas 84 item yang terdiri dari 6 subskala. Bentuk kedua yaitu, terdiri atas 54 item dengan masing-masing subskala 9 item. Bentuk ketiga yaitu, terdiri atas 18 item dengan masing-masing subskala terdiri atas 3 item. Pengolahan Data Untuk mengolah data yang ada, peneliti menggunakan: 1. Deskriptif untuk melihat gambaran umum atau persentase 2. Pearson Correlation untuk melihat skor korelasi antara 2 variabel 3. Reliability analysis untuk uji validitas dan reliabilitas. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for The Social Sciences untuk windows versi Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan pada 127 responden laki-laki dan 12 responden perempuan. Usia mereka berkisar antara 26 tahun hingga 32 tahun. Mereka berasal dari satuan yang berbeda-beda, yaitu Inteligen, Reskrim, Densus, Sabhara, Lantas, Brimob, Polrestabes, dan Bid. Propam. Selain itu mereka juga berasal dari wilayah yang berbeda-beda, antara lain Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Bali, Jawa, Jambi, Aceh, NTT, NTB, dan lainnya. Dari hasil pengolahan data yang dilakukan dapat dilihat bahwa orientasi otonomi memiliki nilai mean yang lebih tinggi yaitu 5.53, diurutan kedua terdapat orientasi dikendalikan dengan mean 4.70, dan terakhir orientasi impersonal dengan mean Hal ini menandakan bahwa mahasiswa STIK memiliki orientasi otonomi yang lebih besar dibandingkan kedua orientasi lainnya. Selain itu, dari hasil pengolahan data didapatkan juga bahwa dimensi penguasaan lingkungan memiliki mean tertinggi dibandingkan dengan

13 dimensi lainnya, yaitu sebesar Sedangkan, penerimaan diri memiliki mean terendah dibandingkan dengan dimensi lainnya yaitu sebesar Untuk hasil utama, berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan pada 139 responden, didapatkan 3 hasil yaitu: Pertama, didapatkan skor signifikansi sebesar 0.000, p<0.05 dengan r sebesar dan r 2 sebesar untuk korelasi antara orientasi otonomi dengan kesejahteraan psikologis. Kedua, didapatkan skor signifikansi sebesar 0.012, p<0.05 dengan r sebesar dan r 2 sebesar 4.5 untuk korelasi antara orientasi dikendalikan dengan kesejahteraan psikologis. Ketiga, didapatkan skor signifikansi sebesar 0.000, p<0.05 dengan r sebesar dan r 2 sebesar untuk korelasi antara orientasi impersonal dengan kesejahteraan psikologis. Pembahasan Dari pengolahan data yang sudah dilakukan terhadap 139 responden didapatkan skor signifikansi sebesar 0.000, p<0.05. Oleh karena nilai p yang didapat lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi otonomi dengan kesejahteraan psikologis. Hal ini berarti Ha diterima. Selain itu didapat pula skor r sebesar dan r 2 sebesar Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekitar % variabel orientasi otonomi dapat memprediksi munculnya variabel kesejahteraan psikologis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deci dan Ryan (1985) yaitu orang dengan skor orientasi otonomi yang tinggi memiliki kesejahteraan psikologis, karena ia merasa bahwa hidupnya adalah miliknya sendiri dan semua yang dia lakukan adalah hal yang dia sukai sehingga hidupnya akan lebih bahagia/sejahtera. Selain itu, menurut Ryff (1989) salah satu dimensi kesejahteraan psikologis adalah adanya otonomi. Semakin seseorang memiliki autonomy dalam hidupnya, semakin tinggi skor dimensi otonomi yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis orang tersebut. Sedangkan berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan untuk melihat hubungan antara orientasi dikendalikan dengan kesejahteraan psikologis didapatkan skor signifikansi sebesar 0.012, p<0.05. Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi dikendalikan dengan kesejahteraan psikologis, Ha diterima. Selain itu didapat juga r sebesar dan r 2 sebesar 4.5. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekitar 4.5 % variabel orientasi dikendalikan dapat memprediksi munculnya variabel kesejahteraan psikologis. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deci dan Ryan (1985) yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki tipe orientasi dikendalikan dapat mengurangi

14 kesejahteraan psikologis. Pada hasil analisis data didapatkan bahwa skor hubungan antara orientasi dikendalikan dengan kesejahteraan psikologis tidak sebesar skor hubungan antara orientasi otonomi dengan kesejahteraan psikologis yaitu sebesar Hal ini bisa saja menandakan bahwa mahasiswa sekolah tinggi ilmu kepolisian, meskipun memiliki orientasi otonomi namun faktor-faktor eksternal dari menjadi seorang polisi membuat mereka merasa sejahtera. Hasil pengolahan data yang dilakukan untuk melihat hubungan antara orientasi impersonal dengan kesejahteraan psikologis didapatkan skor signifikansi sebesar 0.000, p<0.05. Oleh karena nilai p yang didapat lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan. Hal ini berarti Ha diterima. Selain itu dapat diketahui pula skor r sebesar dan r 2 sebesar Nilai negatif disini berarti arah hubungan yang terjadi antara orientasi impersonal dengan kesejahteraan psikologis bersifat negative. Hubungan yang bersifat negatif maksudnya yaitu semakin tinggi skor orientasi Impersonal semakin rendah skor kesejahteraan psikologis. Selain itu dengan didapatnya hasil r 2 sebesar dapat dikatakan bahwa sekitar % variabel orientasi impersonal dapat memprediksi munculnya variabel kesejahteraan psikologis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deci dan Ryan (1985) yang menemukan bahwa impersonal orientation dapat mengakibatkan tidak tercapainya well-being atau tercapainya ill-being. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara causality orientation dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa STIK. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: Terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi otonomi dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa STIK. Terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi dikendalikan dengan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa STIK. Terdapat hubungan yang bersifat negatif dan signifikan antara orientasi impersonal dengan kesejahteraan psikologis. Hubungan yang bersifat negatif berarti semakin tinggi skor orientasi impersonal, semakin rendah skor kesejahteraan psikologis seseorang, begitu pula sebaliknya. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk penelitian selanjutnya, antara lain: Pertama, pada penelitian ini jumlah subjek penelitian yang laki-laki dan perempuan sangat berbeda jauh. Peneliti menyarankan agar pada penelitian selanjutnya, jumlah subjek

15 laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh atau dipilih salah satu saja. Kedua, penelitian ini merupakan studi kasus yang diambil di mahasiswa STIK. Peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya pada subjek yang berbeda atau subjek yang sama namun pada tempat yang berbeda untuk memperkaya pengetahuan mengenai hubungan antara causality orientation dengan kesejahteraan psikologis. Ketiga, pada penelitian ini tidak dilakukan uji coba alat ukur. Peneliti menyarankan agar pada penelitian selanjutnya dilakukan uji coba alat ukur terlebih dahulu, agar item yang digunakan untuk penelitian memang item yang memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Keempat, pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan dalam kelas besar. Hal ini menyebabkan ada beberapa responden yang mengerjakan sambil mengobrol, main game, berdiskusi, dan lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi data yang didapat. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar pada penelitian selanjutnya pengambilan data sebaiknya dilakukan secara personal. Daftar Referensi Ciccarelli, S. K. & White, J.N. (2009). Psychology (2nd edition). Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic motivation and self- determination in human behaviour. New York: Plenum. Deci, E., & Ryan, R. (2000). Self-Determination Theory and the Facilitation of Intrinsic Motivation, Social Development, and Well-Being. American Psychological Association, 55, No.1, Deci, E., & Ryan, R. (2000). The What and Why of Goal Pursuits: Human Needs and the Self-Determination of Behavior. Psychological Inquiry, 11, No.4, Deci, E., & Ryan, R. (2008). Self-Determination Theory: A Macrotheory of Human Motivation, Development, and Health. Canadian Psychological Association, 49, No.3, Deponte, A. (2004). Linking Motivation to Personality: Causality Orientations, Motives, dan Self-Descriptions. European Journal of Personality, No.18, Dwilaksana, C. (2009). Menjadi Polisi yang Berhati Nurani. Jakarta:YPKIK. Gravetter, F.J., & Forzano, L.B. (2009). Research Methods for the behavioural Sciences (4 th Ed). Belmont: Wadsworth Cencage Learning Gravetter, F.J., & Wallnau, L.B. (2009). Statistics for the Behavioural Sciences (8 th Ed). Belmont: Wadsworth Publishing Co Inc

16 Kumar, R. (2005). Research Methodology: a step-by-step Guide for beginners (2 nd London: SAGE Publication Ltd. Ed). Keyes, C.L.M., Shmotkin.D., Ryff, C.D. (2002). Optimizing well-being: The empirical encounter of two traditions. Journal of Personality and Social Psychology, 82, Ryff, C.D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, Ryff, C.D., dan Keyes, C.L.M. (1995). The Structure of Psychological Well-being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69,

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari Dibimbing Oleh : Dr.Ahmad Gimmy Prathama Siswandi, M.Si ABSTRAK

Lebih terperinci

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA INDIENA SARASWATI ABSTRAK Studi yang menggunakan teori kebahagiaan

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian studi deskriptif mengenai causality orientation pada karyawati di lapangan pada Perusahaan X Balikpapan dilakukan untuk mengetahui causality orientation karyawati di lapangan pada Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diuji adalah: 1. Variable (X): Materialisme

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode 56 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian & definisi operasional Variabel adalah sebuah karakteristik atau kondisi yang berubah atau memiliki nilai yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian 1. Populasi dan Sampel penelitian Sampel penelitian adalah orang tua anak tunarungu. Anak tunarungu tersebut bersekolah di kelas satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Psychological Well-Being 2. Variabel tergantung : Komitmen Organisasional B. Definisi Operasional 1. Komitmen Organisasional

Lebih terperinci

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Robert Donmoyer (Given, 2008), adalah pendekatan-pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan dilaksanakannya pendidikan formal. Dilihat berdasarkan prosesnya pendidikan formal dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan peneliti lebih menekankan pada data yang dapat dihitung untuk mendapatkan penafsiran

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 246-6448 Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung 1 Rahmadina Haturahim, 2 Lilim Halimah 1,2

Lebih terperinci

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship Sania Faradita ABSTRACT The purpose of this study, is to know the

Lebih terperinci

iv Universitas Kristen Maranatha

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Psychological Well-Being pada pensiunan bank X di Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode Accidental Sampling dan didapatkan sampel berjumlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL i. LEMBAR PENGESAHAN ii. LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN iii

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL i. LEMBAR PENGESAHAN ii. LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN iii Abstrak Pemenuhan terhadap basic needs satisfaction akan mendukung siswa untuk dapat berfungsi secara optimal dalam mencapai educational outcomes. Menggunakan teori basic need satisfaction oleh Deci &

Lebih terperinci

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai derajat Psychological Well-Being pada tunanetra dewasa awal di Panti Sosial Bina Netra X Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data mengenai Causality Orientation terhadap 192 orang mahasiswa semester I Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat strata satu (S1) dalam bidang pelayanan Kristen. Secara umum, Sekolah Tinggi Theologia lebih

Lebih terperinci

BAB 3. Metodologi Penelitian

BAB 3. Metodologi Penelitian BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan karakteristik atau fenomena yang dapat berbeda di antara organisme, situasi, atau lingkungan (Christensen, 2001). 3.1.1

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisis pada Bab IV. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi serta saransaran untuk penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Alat Ukur

LAMPIRAN A. Alat Ukur LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara

Lebih terperinci

Abstrak. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Abstrak. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Abstrak Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran gaya selfregulation prosocial pada narapidana tahap tiga Lembaga Pemasyarakan Wanita X di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriprif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak perubahan pada peningkatan kualitas hidup perawat melalui kesehatan. Dengan adanya obat-obatan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Pada bab ketiga ini akan dijelaskan mengenai permasalahan penelitian, hipotesis penelitian, subjek penelitian, tipe dan desain penelitian, alat ukur yang digunakan dan prosedur pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : 1. Variabel ( X ) : Kesepian (loneliness) 2. Variabel ( Y ) : Kesehjateraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional dengan menggunakan teknik analisa regresi berganda ( multiple regresion).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian yang dilakukan ini dapat dikatakan sebagai penelitian kuantitatif. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara locus of control dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang menempuh Usulan Penelitian di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung.

Lebih terperinci

Statistika Psikologi 2

Statistika Psikologi 2 Modul ke: Statistika Psikologi 2 Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Sampling, Sampling Distribution, Confidence Intervals, Effect Size, dan Statistical Power SAMPLING Teknik menentukan sampel dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, diharapkan sumber daya manusia semakin berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan perkembangan

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai Psychological Well-Being pada lansia di Panti Jompo X Kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel- variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Tergantung : Psychological well-being 2. Variabel Bebas : Locus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing Universitas X kota Bandung. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Self-Regulation Akademik pada siswa kelas 10 SMA X Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Populasi sasaran adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini menggunakan pendekatan korelasional

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Self-Regulation Akademik pada siswa kelas X SMA X Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Populasi sasaran adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR BAGAN.ix. DAFTAR TABEL...x. DAFTAR LAMPIRAN.xi BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR BAGAN.ix. DAFTAR TABEL...x. DAFTAR LAMPIRAN.xi BAB I PENDAHULUAN... ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dinamika dimensi-dimensi psychological well-being pada pasien kanker serviks stadium lanjut di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Maksud dan tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran Self-Regulation perilaku berhenti merokok pada mahasiswa yang masih merokok di Fakultas X Universitas Y Bandung. Sampel yang menjadi sasaran penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Masyarakat Kristen (BIMAS Kristen, 2010) Departemen Agama Propinsi

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Masyarakat Kristen (BIMAS Kristen, 2010) Departemen Agama Propinsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kristen Protestan, merupakan salah satu agama yang diakui keberadaannya oleh Departemen Agama Repubulik Indonesia. Data yang diperoleh dari Pusat Pembinaan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana.

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana. DAFTAR PUSTAKA Fransiska, M. 2009. Gambaran Psychological well-being pada Pria Gay Dewasa Muda yang telah Coming-out. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Mardiah, D. 2009. Hubungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK  Program Magister Psikologi  Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Low vision merupakan salah satu bentuk gangguan pengihatan yang tidak dapat diperbaiki meskipun telah dilakukan penanganan secara medis. Penyandang low vision hanya memiliki sisa penglihatan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 25 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari: pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. teori makna hidup adalah Victor Frankl. Menurut Victor Frankl makna hidup

BAB II LANDASAN TEORI. teori makna hidup adalah Victor Frankl. Menurut Victor Frankl makna hidup BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Makna Hidup Tokoh yang terkenal dan merupakan tokoh pelopor dari perkembangan teori makna hidup adalah Victor Frankl. Menurut Victor Frankl makna hidup merupakan proses

Lebih terperinci

DETERMINASI DIRI MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA TAHUN ANGKATAN

DETERMINASI DIRI MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA TAHUN ANGKATAN 45 DETERMINASI DIRI MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA TAHUN ANGKATAN 2009-2013 Irma Ayuning Tyas 1 Gantina Komalasari 2 Eka Wahyuni 3 Abstrak Artikel ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013 DAFTAR ISI Halaman Halaman Pernyataan... i Kata Pengantar... ii Hikmah... iii Ucapan Terima Kasih... iv Abstrak... vi Abstract... vii Daftar Isi... viii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara anxiety dalam menghadapi respon dari orang terdekat dengan masing-masing dimensi pada psychological

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A 1 HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A Rohmatul Ummah, Anita Listiara* Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH Fransisca Iriani Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta dosenpsikologi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN.. Abstrak Penelitian ini berjudul studi kasus mengenai profil Psychological Well- Being pada anak yatim piatu di Panti Asuhan Putra X Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. hubungan antara dua atau beberapa variabel. Dengan teknik korelasional seorang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. hubungan antara dua atau beberapa variabel. Dengan teknik korelasional seorang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Self Efficacy dengan pada Mahasiswa Teknik Prodi Teknik Industri Angkatan 2012 di Unisba Coralation of Self Efficacy with Adjustmen Academic to Engineering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu pengaturan individu yang sengaja dibentuk untuk

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu pengaturan individu yang sengaja dibentuk untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan suatu pengaturan individu yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa pengaturan tersebut terjadi di banyak bidang.

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran 5.1 Simpulan Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas

Lebih terperinci

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi jenis-jenis dukungan sosial terhadap dimensi-dimensi psychological well-being pada lansia di Panti X Kota Sukabumi.

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA. 5.1 Simpulan

BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA. 5.1 Simpulan 123 BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA 5.1 Simpulan Penelitian ini menemukan faktor yang mempengaruhi kontradiksi pengaruh iklim psikologis persaingan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitan Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN III.1 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel I : Pet Attachment 2. Variabel II : Well-being

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional

BAB III METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian dan definisi operasional Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah prokrastinasi akademik sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki konsep ideal dalam hidupnya, salah satunya menurut Gavin dan Mason (2004) adalah kesejahteraan. Dewasa ini, kesejahteraan tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memasuki era globalisasi ini, negara Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memasuki era globalisasi ini, negara Indonesia dihadapkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memasuki era globalisasi ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia global yang kian meningkat. Bangsa Indonesia sedang giat giatnya melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data mengenai Causality Orientations terhadap 54 orang guru SMA X di Bandar Lampung, dapat disimpulkan

Lebih terperinci

iii Universitas Kristen Maranatha

iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan antara grit dan IPK pada mahasiswa Kurikulum Berbasis KKNI angkatan 2013 di Universitas X di Kota Bandung. Subjek dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Sugiyono (2012: 14) mengemukakan bahwa:

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Sugiyono (2012: 14) mengemukakan bahwa: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2012: 14) mengemukakan bahwa: Metode penelitian kuantitatif dapat

Lebih terperinci

Berikut ini akan dijelaskan batasan variabel penelitian dan indikatornya, seperti dalam Tabel. 1, berikut ini:

Berikut ini akan dijelaskan batasan variabel penelitian dan indikatornya, seperti dalam Tabel. 1, berikut ini: METODA PENELITIAN Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada auditor internal IGE Timor Leste, alasannya bahwa IGE merupakan satu-satunya internal auditor pemerintah di Timor Leste. Desain Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai data-data deskriptif yang diperoleh dari responden. Data deskriptif yang menggambarkan

Lebih terperinci

Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet

Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet SKRIPSI Oleh : Bayhaqqi 201210515003 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa penelitian. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini ialah: Variabel

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian studi deskriptif mengenai self determination of values pada mahasiswa suku Batak Karo Universitas X Bandung dilakukan untuk mengetahui self determination of values mahasiswa suku Batak

Lebih terperinci