VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Tingkat Ketergantungan Masyarakat Musiduga terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Alam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Tingkat Ketergantungan Masyarakat Musiduga terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Alam"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Tingkat Ketergantungan Masyarakat Musiduga terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Alam Berdasarkan data pada Tabel 6 pada bab V terlihat bahwa lebih dari 80% masyarakat di desa sekitar kawasan Musiduga bekerja dengan memanfaatkan sumberdaya alam yaitu sebanyak 57,17% pada sektor pertanian dan sebanyak 27,64% pada sektor pertambangan. Hal ini disebabkan karena kondisi alam kawasan Musiduga sebagian besar berupa kawasan hutan, pegunungan, perbukitan dan dialiri oleh Sungai Kuantan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pertanian dan pertambangan. Selain di sektor pertanian dan pertambangan, masyarakat Musiduga ada pula yang bekerja di sektor pariwisata, namun masih kecil yaitu sebanyak 0,37%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat Musiduga terhadap pemanfaatan sumberdaya alam cukup tinggi. Tingkat ketergantungan masyarakat Musiduga terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang cukup tinggi ini akan dapat terlihat pada persentase pendapatan dari pemanfaatan sumberdaya alam. Mengamati persentase pendapatan tersebut maka dapat diketahui apakah dengan pemanfaatan sumberdaya alam menjadikan pendapatan masyarakat Musiduga sebagai usaha pokok, cabang usaha, atau hanya sebagai usaha sambilan bagi masyarakat. Persentase pendapatan masyarakat dari pemanfaatan sumberdaya alam (dihitung dengan menggunakan rumus 1 pada Bab.IV) dapat dilihat pada Tabel 8.

2 Tabel 8. Pendapatan Rata-rata Perbulan Masyarakat Desa Sekitar Kawasan Wisata Musiduga dari Pemanfaatan Sumberdaya Alam Sektor Mata Pencaharian (1) Pendapatan Total (Rp) (2) Pendapatan bukan dari pemanfaatan SDA (Rp) (3) Pendapatan dari pemanfaatan SDA (Rp) (4)= (2-3) Pertanian ,75 Persentase Pendapatan dari Pemanfaatan SDA (%) (5)=(4)/(2) x 100% Perkebunan ,89 Pertambangan emas ,00 Pariwisata ,01 Sumber: Data Primer, Diolah (2011) Tabel 8 memperlihatkan bahwa sebanyak 96,75% pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor pertaian berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam, untuk masyarakat yang bekerja di sektor perkebunan sebagai penyadap karet sebanyak 94,89%, sektor pertambangan emas sebanyak 100%, dan sektor pariwisata sebanyak 71,01%. Hal ini menunjukkan penghasilan yang didapat masyarakat di semua sektor mata pencaharian yang memanfaatkan sumberdaya alam merupakan usaha pokok bagi mereka karena memiliki persentase lebih dari 70% sampai 100% sebagaimana dinyatakan oleh Soehaji (1995) dalam Soetanto (2002). Mata pencaharian dari sektor pertambangan emas memiliki persentase sebanyak 100%, hal ini menunjukkan bahwa pada sektor ini masyarakat tidak memiliki pendapatan selain dari bekerja pada sektor penambangan emas. Beberapa responden memiliki pendapatan bukan dari pemanfaatan sumberdaya alam yaitu masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan memperoleh pendapatan dari berdagang kebutuhan sehari-hari di depan rumah mereka, sedangkan untuk sektor pariwisata pendapatan bukan dari pemanfaatan sumberdaya alam diperoleh dari berdagang makanan di luar kawasan wisata Musiduga karena mereka bukan merupakan pedagang tetap di Musiduga dan ada juga beberapa masyarakat yang berprofesi sebagai aparat desa.

3 6.2 Persepsi Multistakeholder terhadap Adanya Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Emas Ilegal Kerusakan lingkungan akibat penambangan emas ilegal di Sungai Kuantan-Musiduga dianalisis dengan menggunakan persepsi multistakeholder (masyarakat (50 responden), penambang emas (50 responden), dan instansi terkait (delapan responden) yaitu: Dinas Parsenibudpora, Dinas Pertambangan dan Energi, KLH, dan Wali Nagari). Berikut tabulasi persentase persepsi multistakeholder terhadap kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kuantan Musiduga. Tabel 9. Distribusi Persepsi Multistakeholder terhadap Adanya Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Emas Ilegal Jenis Kerusakan Polusi air Polusi suara Polusi udara Struktur tanah rusak Mempengaruhi kehidupan biota Stakeholder Responden yang Menjawab Ya (Orang) Persentase (%) Masyarakat 43 86,00 Penambang emas 42 84,00 Instansi terkait 8 100,00 Total 93 90,00 Masyarakat 21 42,00 Penambang emas 22 44,00 Instansi terkait 4 50,00 Total 47 45,33 Masyarakat 15 30,00 Penambang emas 18 36,00 Instansi terkait 3 37,50 Total 36 34,5 Masyarakat 43 86,00 Penambang emas 42 84,00 Instansi terkait 8 100,00 Total 93 90,00 Masyarakat 19 38,00 Penambang emas 0 0 Instansi terkait 2 25,00 Total 21 21,00 Masyarakat 6 12,00 Mempengaruhi kesehatan Penambang emas 8 16,00 Instansi terkait 2 25,00 Total 16 17,67 Sumber: Data Primer, Diolah (2011)

4 Berdasarkan tabulasi pada Tabel 9 dapat digambarkan persepsi multistakeholder terhadap adanya kerusakan lingkungan akibat penambangan emas ilegal seperti pada Gambar 3 berikut. 100% 80% 60% 40% 20% 0% 90% 45,33% 34,50% 90% Polusi air Polusi suara Polusi udara Struktur tanah rusak Sumber : Data Primer, diolah (2011) Gambar 3. Persepsi Multistakeholder terhadap adanya Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Emas Ilegal Berdasarkan Gambar 3 terlihat persepsi multistakeholder (masyarakat, penambang emas, dan instansi terkait) menyatakan bahwa secara keseluruhan terjadi kerusakan lingkungan akibat penambangan emas berupa polusi air dan struktur tanah menjadi rusak dengan persentase masing-masing sebesar 90%. Alasan multistakeholder menyatakan terjadinya polusi air karena adanya kegiatan tambang emas mengakibatkan air Sungai Kuantan menjadi keruh dan kotor, sedangkan alasan bahwa kegiatan tambang emas mengakibatkan struktur tanah rusak adalah karena kegiatan tersebut mengakibatkan tebing-tebing di pinggir sungai runtuh akibat pengerukan untuk mencari lokasi yang mengandung emas. Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa mayoritas masyarakat tidak bisa menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk mandi dan mengambil air minum. Selanjutnya Dinas Parsenibudpora menyatakan bahwa kegiatan penambangan emas ini dapat mengganggu kegiatan wisata di kawasan Musiduga. Air Sungai Kuantan yang keruh merusak pemandangan bagi pengunjung yang melakukan ataupun melihat atraksi arung jeram. 21% 17,67% Mempengaruhi Mempengaruhi kehidupan kesehatan biota

5 Persepsi multistakeholder terhadap kerusakan lingkungan akibat adanya kegiatan tambang emas berupa polusi suara dan udara relatif kecil jika dibandingkan dengan polusi air dan struktur tanah yang rusak dengan persentase masing-masingnya 45,33% dan 34,50%. Kebanyakan masyarakat yang dekat dengan lokasi kegiatan tambang emas ilegal telah merasakan dampak dari kegiatan tersebut. Mesin dan asap yang ditimbulkan kapal pengeruk emas menimbulkan kebisingan dan menjadikan udara kotor. Dampak negatif berupa polusi suara dan udara dirasakan oleh penambang emas khususnya penambang emas yang belum terbiasa berada dilokasi penambangan emas. Sementara penambang emas yang sudah lama sudah terbiasa mendengar suara bising dan menghirup udara yang berpolusi sehingga tidak dianggap sebagai gangguan lagi. Jarak yang sangat berdekatan antara penambang emas dengan sumber polusi yang berasal dari mesin kapal pengeruk emas dan hasil pembakarannya merupakan faktor utama dirasakannya dampak polusi ini bagi penambang emas. Menurut Wali Nagari dan Dinas Parsenibudpora kegiatan penambangan emas ilegal tersebut mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar lokasi tambang emas ilegal dan pengunjung wisata Musiduga. Dampak adanya kerusakan lingkungan akibat tambang emas ilegal yang merusak kehidupan biota memiliki persentase sebesar 21%. Dampak negatif tersebut dirasakan oleh masyarakat yang biasa memancing di Sungai Kuantan karena mereka kesulitan mendapatkan ikan yang semakin sedikit. Bagi penambang emas menyatakan bahwa tidak mengetahui dampak negatif berupa merusak kehidupan biota akibat penambangan emas illegal yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang dampak negatif dari kegiatan

6 penambangan emas tersebut. Menurut pihak KLH, terdapat potensi terhadap terganggunya kehidupan biota di Sungai Kuantan dimana hal ini masih dalam penelitian sehingga belum diketahui besarnya dampak tersebut terhadap kehidupan biota. Persentase persepsi multistakeholder terhadap kerusakan akibat penambangan emas berupa mempengaruhi kesehatan sebesar 17,67%. Bagi beberapa masyarakat yang masih menggunakan air Sungai Kuantan untuk kebutuhannya mengakibatkan alergi. Begitu juga bagi beberapa penambang emas juga mengalami hal yang sama akibat air sungai yang kotor. Menurut Wali Nagari, beberapa masyarakat mengeluhkan air Sungai Kuantan yang mereka konsumsi telah tercemar akibat kegiatan penambangan emas ilegal sehingga mengakibatkan peyakit kulit seperti alergi dan gatal-gatal. Berdasarkan observasi lapang, kegiatan penambangan emas ilegal ini telah mengakibatkan pencemaran air akibat bahan bakar kapal tambang emas yang digunakan untuk mengeruk emas. Selain itu, tebing-tebing di tepi sungai menjadi runtuh akibat pengerukan tanah yang dilakukan oleh penambang emas. Asap dari kapal juga menimbulkan polusi udara yang mengakibatkan udara di sekeliling lokasi tambang emas menjadi berwarna hitam dan bau. Berikut adalah gambar kerusakan lingkungan akibat penambangan emas di kawasan Musiduga: Sumber : Data Primer (2011) Gambar 4. Pencemaran Sungai Kuantan (Musiduga) Akibat Kegiatan Penambangan Emas Ilegal

7 6.3 Analisis Potensi dan Dampak Ekonomi Lingkungan Kegiatan Wisata Kawasan Musiduga Keberadaan kawasan wisata Musiduga memiliki banyak potensi yang dapat dianalisis seperti potensi obyek wisata alam dan dampak ekonomi lingkungan dari kegiatan wisata di kawasan Musiduga. Analisis pada penelitian ini seperti penetapan tarif masuk kawasan wisata, dampak ekonomi masyarakat dan lingkungan sekitar akibat adanya kegiatan wisata di musiduga Potensi Obyek Wisata Musiduga Kawasan wisata Musiduga yang terletak sekitar 12 km dari kabupaten Sijunjung terdiri dari beraneka obyek wisata alam, sejarah, dan minat khusus. Pada sepanjang kawasan ini para wisatawan dapat menikmati bentangan alam yang indah, seperti Arung jeram, Pasir Putih, Ngalau Talago, Ngalau Seribu, Air Terjun Palukahan, dan sebuah lokomotif uap peninggalan Jepang. Arena Arung Jeram Arung Jeram merupakan salah satu olahraga wisata alternatif Kabupaten Sijunjung. Arung jeram ini memanfaatkan aliran Sungai Kuantan sepanjang 23 km dengan arus yang selalu stabil dan bergelombang sedang sampai tinggi dengan tingkat kesulitan tinggi kelas IV dan V yang sangat ideal untuk wisata arung jeram. Sumber: Data Primer (2011) Gambar 5. Arung Jeram Musiduga

8 Pasir Putih Pasir Putih terletak di pinggir Sungai Kuantan. Pasirnya yang putih dan lembut menjadikan lokasi ini nyaman untuk bermain dan beristirahat bagi keluarga maupun bagi muda mudi. Selain itu, kawasan ini didukung oleh udara yang segar dan suara satwa liar sehingga menjadikan obyek wisata ini sebagai tempat favorit menikmati panorama alam Musiduga. Sumber: Data Primer, (2011) Gambar 6. Pasir Putih Musiduga Ngalau Talago Ngalau atau goa Talago terletak sekitar 2,5 km dari Nagari Silokek, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Medan untuk mencapai obyek wisata ini yang cukup berat merupakan tantangan tersendiri bagi pengunjung. Pada Ngalau ini terdapat telaga yang tak pernah kering. Selain itu, stalagtit dan stalagmit yang berkilauan dan adanya batuan yang menyerupai buaya menjadikan ngalau ini layak dikunjungi. Sumber: Dinas Parsenibudpora, (2010) Gambar 7. Ngalau Talago Musiduga

9 Ngalau seribu Selain Ngalau Talago, di kawasan Musiduga juga terdapat Ngalau Seribu. Masyarakat di sekitar daerah ini memberi nama Ngalau Seribu karena ngalau ini bisa menampung sekitar seribu orang di dalamnya. Menurut informasi yang didapat, para pejuang menggunakan ngalau ini untuk rapat dan menyusun strategi untuk melawan Belanda. Sumber: Data Primer, (2011) Air Terjun Palukahan Gambar 8. Ngalau Seribu Musiduga Air Terjun Palukahan terletak di Nagari Durian Gadang. Air terjun ini memiliki ketinggian 75 meter. Untuk mencapai lokasi air terjun ini harus berjalan sejauh satu kilometer. Kawasan air terjun ini merupakan pilihan yang tepat untuk kegiatan trekking, istirahat, dan mendapatkan sensasi segarnya air pegunungan. Air terjun Palukahan dapat dilihat pada Gambar 9.

10 Sumber: Data Primer, (2011) Gambar 9. Air Terjun Palukahan Musiduga Lokomotif Uap Peninggalan Jepang Lokomotif uap ini terletak di Nagari Durian Gadang yang berjarak 17 kilo meter dari ibu kota kabupaten. Lokomotif uap merupakan bukti sejarah terjadinya kerja paksa Romusha untuk pembuatan rel kereta api dari Muaro ke Logas Pekan Baru, Riau. Sumber: Data Primer, (2011) Gambar 10. Lokomotif Uap Peninggalan Jepang Musiduga Potensi wisata yang dimiliki oleh kawasan Musiduga menjadikan kawasan ini layak untuk dikunjungi pengunjung. Pengunjung dapat menikmati berbagai kegiatan wisata baik wisata alam, wisata sejarah, dan wisata minat khusus. Oleh

11 karena itu, diperlukan pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata Musiduga yang serius dari berbagai pihak yang terkait agar kawasan wisata ini banyak dikunjungi pengunjung Analisis Kesediaan Membayar Pengunjung Kawasan Wisata Musiduga Potensi wisata di Musiduga belum dikelola secara optimal oleh Pemerintah Daerah. Hal ini terlihat dari belum adanya penetapan tarif masuk kawasan wisata Musiduga. Diharapkan dengan penetapan tarif tersebut penyediaan fasilitas serta sarana dan prasarana pendukung kegiatan wisata di Musiduga dapat dilengkapi dan meningkatkan jumlah kunjungan sehingga keberadaan kawasan wisata dapat memberikan dampak ekonomi berupa peningkatan pendapatan bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, agar pengelolaan dan pengembangan Musiduga dapat berkelanjutan maka dibutuhkan penetapatan tarif masuk kawasan wisata ini Deskripsi Skenario Penetapan Tarif Masuk di Kawasan Wisata Musiduga Pengelolaan kawasan wisata Musiduga yang berada di bawah Dinas Parsenibudpora dan bekerja sama dengan Wali Nagari selama ini mendapatkan dana pengelolaan yang berasal dari APBD. Pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata Musiduga memerlukan dana yang banyak. Dengan demikian untuk pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata Musiduga, Dinas Parsenibudpora dan Wali Nagari memiliki suatu rencana dengan mengadakan penetapan tarif bagi para pengunjung kawasan wisata Musiduga. Dana yang diperoleh dari tarif masuk tersebut akan digunakan pengelola untuk melayani berbagai macam kebutuhan dan keinginan pengunjung. Misalnya dengan mendesain produk wisata yang baru, menetapkan strategi promosi yang baru,

12 menambah fasilitas di sekitar kawasan wisata, dan upaya pemeliharaan lingkungan sekitar kawasan wisata Musiduga. Berdasarkan perencanaan dari Pemerintah Daerah, tarif untuk dewasa sebesar Rp dan untuk anak-anak sebesar Rp Penetapan tarif tersebut didasarkan lebih kepada keadaan ekonomi masyarakat yang tergolong pada masyarakat berekonomi menengah ke bawah dimana pengunjung banyak yang berasal dari masyarakat yang dekat dengan lokasi kawasan wisata Musiduga daripada perhitungan kebutuhan biaya pengelolaan kawasan wisata tersebut. Selain itu kawasan wisata Musiduga masih pada tahap pengembangan dengan fasilitas dan sarana prasarana yang masih sedikit, sehingga diharapkan dengan adanya penetapan tarif pengunjung yang berkunjung ke kawasan wisata Musiduga semakin meningkat. Melihat potensi wisata dan tren peningkatan pengunjung yang cukup besar, maka diperlukan analisis nilai WTP yang bersedia dibayar pengunjung untuk menikmati kawasan wisata Musiduga Analisis Willingness to Pay (WTP) Pengunjung Kawasan Wisata Musiduga Analisis WTP digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar kesediaan pengunjung membayar untuk menikmati wisata di Musiduga. Hal ini terkait dengan rencana penetapan tarif masuk pada kawasan ini. Langkah awal yaitu membangun pasar hipotetik dan mendapatkan penawaran besarnya nilai WTP, selanjutnya ditanyakan apakah responden bersedia membayar atau tidak sejumlah uang tersebut dalam upaya pengembangan kawasan wisata Musiduga. Dugaan nilai rata-rata WTP responden kawasan wisata Musiduga diperoleh berdasarkan rasio jumlah nilai WTP yang diberikan responden dengan

13 jumlah responden yang bersedia membayar. Distribusi nilai WTP ditampilkan pada tabel di bawah ini. Tabel 10. Distribusi Nilai WTP Responden Kawasan Wisata Musiduga No WTP (Rp) Jumlah Persentase WTP X Jumlah Responden (%) Responden (Rp) (Orang) A B C A X B Total Rata-Rata WTP 2.990~3.000 Sumber : Data Primer, Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 10, sebanyak 100 responden yang ditanyakan kesediaannya membayar tarif masuk ke kawasan Musiduga dan semua responden tersebut menyatakan kesediaannya untuk membayar tarif tersebut. Selain itu, diperoleh nilai rata-rata WTP responden yang menunjukkan nilai maksimum yang bersedia dibayarkan oleh pengunjung sebesar Rp dibulatkan menjadi sekitar Rp Nilai rata-rata WTP responden ini lebih besar dari nilai rencana penetapan tarif oleh Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung ingin berpartisipasi aktif dalam upaya pengelolaan kawasan wisata Musiduga yang ramah lingkungan dan untuk kelengkapan fasilitas dan sarana prasarana pada kawasan ini serta meningkatkan daya tarik wisata pada tempat wisata Musiduga. Kesediaan membayar pengunjung ini dapat dijadikan acuan dengan syarat penambahan dan perbaikan sarana prasarana wisata serta pengembangan atraksi wisata yang lebih menarik dan nyaman untuk berwisata. Berdasarkan WTP dan rata-rata jumlah pengunjung Musiduga tiap tahun, dapat dihitung estimasi penerimaan dari penerapan tarif masuk di kawasan wisata pada Tabel 11 berikut:

14 Tabel 11. Estimasi Penerimaan dari Penetapan Tarif Masuk di Kawasan Wisata Musiduga WTP Kawasan Wisata Musiduga Rata-rata Jumlah Pegunjung setiap Tahun Estimasi Penerimaan/Tahun ( a ) ( b ) ( c = a x b ) Rp Rp Total Rp Sumber : Data Primer, Diolah (2011) Berdasarkan tabel estimasi penerimaan dapat dilihat bahwa total pemasukan pengelola setiap tahunnya sebesar Rp Total estimasi penerimaan tersebut masih rendah, namun bisa ditingkatkan dengan cara peningkatan pengunjung dan segmentasi tiket pada setiap obyek wisata. Peningkatan pengunjung dilakukan dengan cara peningkatan sarana prasarana dan atraksi wisata dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peningkatan promosi. Pengunjung yang bersedia membayar menginginkan perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan wisata di Musiduga. Perbaikan sarana dan prasarana yang diinginkan pengunjung adalah mushola dan tempat sampah. Selain itu pengadaan fasilitas seperti papan penunjuk jalan menuju obyek wisata, pusat informasi, dan toko cendramata. Penambahan gazebo yang lebih merata pada setiap obyek wisata juga diinginkan pengunjung sehingga pengunjung lebih nyaman untuk berekreasi di kawasan Musiduga dan pengadaan atraksi wisata seperti arung jeram, dayung perahu, dan seni budaya secara berkala di kawasan ini. Promosi juga perlu ditingkatkan melalui media cetak dan elektronik sehingga tidak hanya masyarakat sekitar yang mayoritas berekonomi menengah ke bawah yang banyak berkunjung ke kawasan wisata Musiduga namun juga pengunjung dari kalangan atas.

15 Untuk itu, perlu adanya segmentasi wisata yaitu selain penetapan tarif tiket biasa yang terjangkau oleh semua kalangan di gerbang utama, juga dibentuk tarif khusus pada obyek-obyek wisata lain di kawasan wisata Musiduga seperti wisata arung jeram, wisata goa, wisata air terjun, dan wisata budaya. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung yang berekonomi menengah ke bawah tetap dapat berkunjung ke kawasan wisata Musiduga sehingga tidak terjadi penurunan jumlah pengunjung sedangkan bagi pengunjung yang berekonomi dari kalangan atas dapat menikmati atraksi wisata yang lebih dengan membayar lebih. Masyarakat sekitar diharapkan dapat memanfaatkan peluang usaha di bidang pariwisata dengan adanya pengunjung yang memiliki daya beli lebih. Untuk itu, dalam pengembangan kawasan wisata Musiduga dibutuhkan perhatian Pemerintah Daerah dalam pengelolaan kawasan wisata untuk menyediakan lapangan pekerjaan di sektor wisata bagi masyarakat sekitar kawasan wisata Musiduga Dampak Keberadaan Kawasan Wisata Musiduga terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar Musiduga Keberadaan kawasan wisata Musiduga sedikit banyak telah memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar Musiduga. Adapun jenis pekerjaan di sektor wisata yang telah ada di kawasan Musiduga adalah pedagang makanan, tukang parkir, dan guide. Berikut jumlah pekerja dan persentasenya yang disajikan pada Tabel 12.

16 Tabel 12. Jumlah dan Persentase Jenis Pekerjaan Sektor Wisata Musiduga Jenis Pekerjaan Jumlah Pekerja (Orang) Presentase (%) Pedagang Makanan 8 61,54 Tukang Parkir 2 15,38 Guide 3 23,08 Total ,00 Sumber: Data Primer, Diolah (2011) Tabel 12 menunjukkan terdapat delapan orang yang bekerja sebagai pedagang makanan, lima orang diantaranya merupakan pedagang tetap yang menjual barang daganganannya setiap hari dan selebihnya bukan merupakan pedagang tetap karena hanya berjualan makanan di Musiduga pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur. Tukang parkir di kawasan Musiduga berjumlah dua orang yang bekerja tetap di kawasan Musiduga. Jumlah guide di kawasan Musiduga sebanyak tiga orang yaitu dua orang sebagai guide arung jeram dan satu orang sebagai guide panjat tebing. Adanya kegiatan di sektor wisata Musiduga memberikan kontribusi terhadap pendapatan yang diterima masyarakat sekitar Musiduga. Dampak ekonomi keberadaan kawasan wisata Musiduga terhadap masyarakat sekitar dianalisis dengan melihat kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan masyarakat sekitar. Kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan masyarakat sekitar dihitung dengan rumus 3 pada Bab. IV, dapat diamati pada Tabel 13. Tabel 13. Kontribusi Sektor Wisata terhadap Pendapatan Rata-rata Masyarakat Sekitar Musiduga No Pendapatan Rata-Rata / Bulan (Rupiah) Pendapatan di Luar Sektor Kelompok Pekerjaan Pendapatan Total Wisata (1) (2) (3) Kontribusi Sektor Wisata terhadap Pendapatan (Rp) (4)=(2)-(3) 1 Pedagang Makanan Tukang Parkir Guide Sumber: Data Primer, Diolah (2011)

17 Tabel 13 menunjukkan kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan ratarata masyarakat sekitar Musiduga pada kelompok pekerjaan pedagang makanan, tukang parkir, dan guide. Kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan masyarakat yang proporsinya paling banyak adalah pada kelompok pedagang makanan yaitu sebesar Rp , karena pada kelompok ini masyarakat memperoleh pendapatan yang cukup besar akibat adanya peningkatan pengunjung yang berkunjung ke kawasan wisata Musiduga. Pada kelompok pekerjaan tukang parkir kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp , karena pada kelompok ini tidak memiliki pendapatan dari sumber lain hanya dari kawasan wisata Musiduga. Selanjutnya kontribusi sektor wisata terhadap pendapatan juga terjadi pada kelompok pekerjaan sebagai guide yaitu sebesar Rp Perubahan pendapatan rata-rata masyarakat sekitar juga akan dapat terlihat perbedaannya berdasarkan proporsi pendapatan yang diperoleh dengan adanya kegiatan wisata di Musiduga terhadap pendapatan total. Dari proporsi pendapatan tersebut dapat diketahui apakah keberadaan Musiduga merupakan penghasilan utama, cabang usaha, atau hanya sebagai usaha sambilan bagi masyarakat sekitar kawasan wisata Musiduga. Persentase 70,01%-100% dari pendapatan total merupakan penghasilan utama, 30%-70% merupakan cabang usaha, dan persentase kecil dari 30% merupakan usaha sambilan (Soehaji (1995) dalam Soetanto (2002). Persentase proporsi pendapatan rata-rata masyarakat sekitar dengan adanya Musiduga (dihitung dengan menggunakan rumus 4 pada Bab.IV) dapat dilihat pada Tabel 14.

18 Tabel 14. Proporsi Pendapatan Rata-rata Masyarakat Sekitar dari Kegiatan Wisata Musiduga terhadap Pendapatan Total No Kelompok Pekerjaan Pendapatan Rata-Rata / Bulan (Rupiah) Pendapatan Total Pendapatan dari Kegiatan Wisata Musiduga (3) Peresentase Proporsi Pendapatan dari Sektor Wisata (%) (4)=(3)/(2)x100% (1) (2) 1 Pedagang Makanan ,80 2 Tukang Parkir ,00 3 Guide ,44 Sumber: Data Primer, Diolah (2011) Tabel 14 di atas dapat memperlihatkan bahwa proporsi pendapatan ratarata masyarakat sekitar dengan adanya Musiduga terhadap pendapatan total terbesar adalah kelompok pekerjaan tukang parkir sebanyak 100%. Tukang parkir yang bekerja di Musiduga adalah dua orang pria yang tidak mempunyai pekerjaan lain selain bekerja di Musiduga. Kelompok pekerjaan pedagang makanan dengan adanya Musiduga juga memberikan proporsi pendapatan yang cukup besar pada pendapatan mereka yaitu sebesar 73,80%. Sebagian besar pedagang makanan ini merupakan pedagang tetap, namun beberapa pedagang makanan merupakan pedagang yang tidak menetap di Musiduga. Penghasilan yang didapat dengan adanya Musiduga berkontribusi sebagai usaha pokok bagi kelompok pekerjaan tukang parkir dan pedagang makanan. Sementara itu, kelompok pekerjaan sebagai guide memberikan proporsi pendapatan dengan persentase sebesar 44,44%. Masyarakat yang berada pada kelompok pekerjaan ini juga memiliki penghasilan lain selain bekerja sebagai guide yaitu ada yang berprofesi sebagai aparat desa namun ada juga yang masih mahasiswa yang tergabung dalam kelompok pencinta alam. Hal ini menunjukkan

19 penghasilan yang didapat dengan adanya Musiduga berkontribusi sebagai cabang usaha bagi kelompok pekerjaan sebagai guide Dampak Keberadaan Kawasan Wisata Musiduga terhadap Lingkungan Sekitar Musiduga Dampak adanya tempat wisata Musiduga terhadap lingkungan di sekitar kawasan wisata Musiduga di analisis dengan persepsi multistakeholder (pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait seperti pihak Dinas Parsenibudpora, Kantor Lingkungan Hidup, dan Wali Nagari). Dalam pelaksanaan penelitian, para responden diberi pilihan mengenai dampak keberadaan Musiduga terhadap lingkungan. Pilihan-pilihan tersebut dibedakan menjadi dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif antara lain menambah keindahan pemandangan, menjaga keasrian lingkungan, dan membuat udara menjadi segar sedangkan pilihan dampak negatif keberadaan Musiduga adalah menimbulkan sampah. Berikut persepsi multistakeholder mengenai dampak keberadaan kawasan wisata Musiduga terhadap lingkungan sekitar: D C B A 16,67% 5,40% 7,07% 10,00% 16,67% 21,62% 23,07% 20,00% 33,33% 32,43% 23,07% 28,00% 33,33% 40,54% 46,15% 42% 0% 10% 20% 30% 40% 50% Instansi Terkait Masyarakat Sekitar Pekerja Pengunjung Sumber: Data Primer, Diolah (2011) Gambar 11. Persepsi Multistakeholder Mengenai Dampak Tempat Wisata Musiduga terhadap Lingkungan Sekitar Keterangan: A: Menambah Keindahan Pemandangan B: Menjaga Keasrian Lingkungan C: Membuat segar udara sekitar D: Menimbulkan sampah

20 Gambar 11 memperlihatkan bahwa multistakeholder (pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait) lebih memilih dampak positif daripada dampak negatif dari kegiatan wisata Musiduga terhadap lingkungan. Dampak positif yaitu menambah keindahan pemandangan dan menjaga keasrian lingkungan sedangkan dampak negatif yaitu menimbulkan sampah. Berdasarkan persepsi multistakeholder (pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait) memilih bahwa keberadaan Musiduga memberikan dampak positif paling besar terhadap lingkungan yaitu menambah keindahan pemandangan dengan persentase masing-masing pilihan 42%, 46,15%, 40,54 %, dan 33,33%. Multistakeholder juga memilih dampak positif yaitu menjaga keasrian lingkungan dengan persentase masing-masing pilihan 28%, 23,07%, 32,43%, dan 33,33%. Selain itu, multistakeholder memilih dampak positif yaitu membuat segar udara sekitar dengan persentase masing-masing pilihan 20,00%, 23,07%, 21,62%, dan 16,67%. Pihak pengunjung, pekerja, dan masyarakat sekitar memilih dampak positif karena dengan adanya kawasan wisata Musiduga menambah keindahan pemandangan dengan adanya fasilitas dan sarana prasarana yang tertata dengan baik di kawasan Musiduga, menjadikan lingkungan sekitar kawasan wisata Musiduga tetap asri, dan membuat udara sekitar kawasan wisata menjadi segar. Menurut pihak Dinas Parsenibudpora, adanya obyek wisata alam yang terdapat pada kawasan wisata Musiduga memberikan keindahan pemandangan terhadap lingkungan sekitar Musiduga sehingga menarik pengunjung untuk berkunjung ke kawasan wisata Musiduga. Selain itu, pihak pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait juga memberikan penilaian keberadaan Musiduga memberikan dampak

21 negatif terhadap lingkungan yaitu timbulnya sampah (masing-masing presentase pilihan 10,00%, 7,07%, 5,40%, dan 16,67%). Pihak pengunjung, pekerja, masyarakat sekitar, dan instansi terkait memilih dampak negatif karena dengan adanya Musiduga dapat menimbulkan sampah walaupun jumlahnya tidak terlalu besar yang dihasilkan dari kegiatan wisata di tempat tersebut. 6.4 Analisis Kemungkinan Masyarakat Penambang Emas Beralih Profesi ke Kegiatan Wisata Kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kuantan-Musiduga telah berdampak terhadap kerusakan lingkungan, sementara itu terdapat potensi wisata di kawasan Musiduga yang belum dikembangkan secara optimal dan masyarakat masih sedikit yang berusaha pada sektor tersebut. Diharapkan dengan pengembangan dan pengelolaan yang optimal oleh Pemerintah Daerah, sektor wisata dapat menjadi sebuah alternatif bagi masyarakat penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Usaha pengembangan sektor wisata secara optimal tentunya akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, dimana saat ini masyarakat yang berusaha di sektor wisata masih sedikit sehingga dapat menjadi sebuah alternatif bagi penambang emas untuk dapat beralih profesi ke sektor wisata tersebut Persepsi MultiStakeholder terhadap Kemungkinan Masyarakat Penambang Emas Beralih Profesi ke Kegiatan Wisata Analisis kemungkinan masyarakat penambang emas beralih profesi ke kegiatan wisata dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam kepada pihak Dinas Parsenibudpora, Dinas Pertambangan dan Energi, Kantor Lingkungan Hidup, dan Wali Nagari. Secara keseluruhan semua pihak menyatakan bahwa kemungkinan masyarakat untuk beralih profesi tersebut sulit dilakukan.

22 Menurut pihak Dinas Parsenibudpora, kemungkinan masyarakat untuk beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ke kegiatan wisata untuk saat ini sulit dilakukan, karena pengembangan kawasan wisata Musiduga belum optimal karena masih minimnya dana. Namun, kemungkinan penambang emas beralih ke kegiatan wisata bisa terjadi apabila obyek wisata di Musiduga lebih dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pengunjung ke Musiduga. Adanya peningkatan pengunjung yang melakukan kegiatan wisata di Musiduga dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar berupa peningkatan pendapatan. Selain itu, kemungkinan masyarakat penambang emas beralih profesi dapat dilakukan dengan menghimbau masyarakat secara bertahap oleh Pemerintah Daerah Sijunjung dengan cara membuat peraturan daerah yang berpihak untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan, menyediakan lapangan pekerjaan baru di sektor wisata, dan melakukan sosialisasi secara berkala kepada penambang emas tentang dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan emas ilegal di kawasan Musiduga. Persepsi pihak Dinas Pertambangan dan Energi bahwa kemungkinan beralih profesi sulit karena lapangan pekerjaan di sektor wisata masih rendah dan kurang menjanjikan seperti pendapatan yang didapat dengan adanya kegiatan penambangan emas oleh masyarakat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh pihak KLH dan Wali Nagari bahwa kemungkinan masyarakat untuk beralih profesi dari penambang emas ke kegiatan wisata sulit dilakukan. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sehingga mereka tidak mempedulikan dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan emas

23 tersebut. Selain itu melalui kegiatan ini mereka mendapatkan penghasilan yang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Masyarakat Penambang Emas Beralih Profesi ke Kegiatan Wisata Berdasarkan hasil wawancara kepada 50 responden penambang emas menyatakan bahwa kemungkinannya untuk beralih profesi ke kegiatan wisata, sebanyak 28% menyatakan kemungkinan mereka untuk beralih profesi. Persentase ini masih kecil, hal ini disebabkan karena melalui profesi ini penambang emas mendapatkan pendapatan per bulan yang jauh lebih tinggi yaitu sebesar Rp dibandingkan dengan pendapatan per bulan pada sektor wisata sebesar Rp sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8. Untuk itu, Pemerintah Daerah perlu membatasi kegiatan penambangan emas ilegal di Sungai Kuantan Musiduga dan perlu mencari alternatif pekerjaan selain tambang emas yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif pekerjaan yang lebih ramah lingkungan adalah sektor pariwisata. Sektor pariwisata diharapkan dapat dikembangkan dan dikelola secara optimal oleh Pemerintah Daerah sehingga sektor wisata ini layak sebagai profesi bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh penambang emas dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel independen yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah jumlah tanggungan keluarga (JTK), tingkat pendidikan (PNDDKN), lama menambang emas (LME), pendapatan (PNDPTN), pengetahuan jangka panjang tentang dampak penambangan emas ilegal (PDJPPEI), dan penyuluhan (PNYLH).

24 Variabel dependen dalam model ini adalah kemungkinan masyarakat penambang emas beralih profesi ke kegiatan wisata, nilai 0 untuk penambang emas yang tidak bersedia beralih profesi dan nilai 1 untuk penambang emas yang bersedia beralih profesi. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program Minitab 14.0 for Windows (Lampiran 2). Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Penambang Emas Beralih Profesi ke Kegiatan Wisata Predictor Coef P Odds Ratio Constant 20,6378 0,132 JTK -2, ,139* 0,10 PNDDKN 1, ,274 5,50 LME -1, ,091* 0,15 PNDPTN -0, ,098* 1,00 PDJPPEI 1, ,516 3,35 PNYLH 2, ,099* 19,60 Log-Likelihood = -6,327 Test that all slopes are zero: G = 46,641, DF = 6, P-Value = Sumber : Data Primer, Diolah (2011) Keterangan : * Signifikan pada tingkat kepercayaan 85% Model regresi logistik yang didapat dari model dapat dituliskan sebagai berikut : Z = 20,637 2,341JTK 1,911LME 0, PNDPTN + 2,975 PNYLH Pengujian keseluruhan model regresi logistik dapat dilakukan dengan melakukan uji G yang menyebar menurut sebaran Chi-Square (X 2 ). Pengujian dapat dilakukan dengan membandingan antara nilai G dengan nilai X 2 pada taraf nyata tertentu dengan derajat bebas k-1, namun jika menggunakan paket program Minitab dapat dilihat dari nilai P. Berdasarkan hasil olahan di atas didapatkan nilai Log-Likelihood sebesar -6,327 menghasilkan nilai G sebesar 46,641 dengan nilai P sebesar 0,000. Nilai P dibawah taraf nyata 15%, maka dapat disimpulkan model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan masyarakat untuk beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ke kegiatan wisata. Pada uji kebaikan model atau Goodness-of-Fit dengan melihat pada metode Pearson,

25 Deviance, dan Hosmer-Lameeeshow, nilai P untuk ketiga model tersebut adalah lebih besar dari taraf nyata 15% sehingga model layak. a) Penjelasan Variabel-Variabel Signifikan Variabel jumlah tanggungan keluarga signifikan secara statistik pada taraf nyata 15% dengan nilai P sebesar 0,139. Nilai odds ratio JTK sebesar 0,1 artinya peluang terjadinya kemungkinan beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ilegal ke kegiatan wisata 0,1 kali lebih kecil daripada peluang tidak terjadinya kemungkinan beralih profesi. Koefisien JTK bertanda negatif yang berarti bahwa semakin banyak jumlah tanggungan keluarga penambang emas maka mengurangi kemauan penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan, dimana semakin banyak JTK penambang emas, maka kemauan penambang emas beralih profesi ke kegiatan wisata semakin kecil. Hal ini dikarenakan dengan banyaknya tanggungan keluarga maka pengeluaran rumah tangga akan semakin besar, sehingga pendapatan dari hasil penambangan emas yang cukup besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Variabel lama menambang emas signifikan secara statistik pada taraf nyata (α) 15% dengan nilai P sebesar 0,091. Odds ratio LME sebesar 0,15 artinya peluang terjadinya kemungkinan beralih profesi dari kegatan penambangan emas ilegal ke kegiatan wisata 0,15 kali lebih kecil daripada peluang tidak terjadinya kemungkinan beralih profesi. Koefisien LME bertanda negatif berarti semakin lama responden berprofesi sebagai penambang emas maka akan mengurangi kemauan responden untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa semakin lama responden berprofesi sebagai penambang emas maka kemauan beralih profesi ke kegiatan

26 wisata semakin kecil karena semakin lama berprofesi sebagai penambang emas, mereka memiliki pendapatan yang lebih banyak sehingga tidak bersedia pindah ke sektor wisata. Variabel pendapatan penambang emas signifikan secara statistik pada taraf nyata (α) 15% dengan nilai P sebesar 0,098. Pendapatan penambang emas memiliki nilai odds ratio sebesar 1,00 artinya peluang terjadinya kemungkinan beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ilegal ke kegiatan wisata 1,00 kali lebih kecil daripada peluang tidak terjadinya kemungkinan beralih profesi. Koefisien pendapatan penambang emas bertanda negatif berarti semakin tinggi tingkat pendapatan penambang emas maka akan mengurangi kemauan responden untuk beralih profesi ke kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan kondisi lapangan yang menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan penambang emas maka kemauan beralih profesi semakin kecil karena melalui profesi sebagai penambang emas mereka mendapatkan pendapatan yang cukup besar dibandingkan dengan pendapatan di sektor wisata. Variabel selanjutnya signifikan secara statistik pada taraf nyata (α) 15% adalah penyuluhan dengan nilai P sebesar 0,099. Nilai odds ratio sebesar 19,60 berarti tambahan frekuensi dari penyuluh kepada penambang emas maka peluang untuk beralih profesi dari penambangan emas ke kegiatan wisata 19,60 kali lebih tinggi dibandingkan peluangnya untuk tidak beralih profesi, cateris paribus. Variabel pengaruh penyuluhan bertanda positif artinya semakin banyak penambang emas mendapatkan informasi dari penyuluh maka kemauan berpindah penambang emas ke kegiatan wisata semakin besar. Berdasarkan kondisi di lapangan telah ada upaya untuk melakukan penyuluhan kepada penambang emas

27 oleh pihak KLH, pihak Kepolisian, dan pihak Dinas Pertambangan dan Energi, walaupun belum semua penambang emas bersedia untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Namun, melalui kegitan penyuluhan tersebut, maka penambang emas mendapatkan informasi tentang pentingnya menjaga lingkungan sehingga mendorong penambang emas untuk beralih profesi ke kegiatan wisata semakin besar. b) Penjelasan Variabel-Variabel Tidak Signifikan Hasil analisis regresi logistik menunjukkan terdapat dua variabel yang tidak signifikan yaitu pendidikan (PNDDKN) dan pengetahuan jangka panjang tentang dampak penambangan emas ilegal (PDJPPEI). Variabel tingkat pendidikan tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P sebesar 0,274 yang lebih besar dari taraf nyata 15%, sehingga dapat diabaikan secara statistik. Tingkat pendidikan yang dimiliki responden secara umum yang bersedia atau tidak untuk beralih profesi ke kegiatan wisata adalah pada umumnya memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), sehingga responden yang bersedia atau tidak beralih profesi ke kegiatan wisata pada umumnya memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar. Variabel selanjutnya yang tidak signifikan adalah pengetahuan jangka panjang tentang dampak penambangan emas ilegal karena memiliki nilai P sebesar 0,516 yang lebih besar dari taraf nyata 15%, sehingga dapat diabaikan secara statistik. Hal ini disebabkan karena responden yang memiliki pengetahuan atau tidak memiliki pengetahuan tentang dampak jangka panjang penambangan emas ilegal tidak mempengaruhi kemungkinan mereka untuk beralih profesi dari kegiatan penambangan emas ke kegiatan wisata.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Musiduga terletak di tiga

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Musiduga terletak di tiga IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan wisata Musiduga terletak di tiga kenagarian (struktur pemerintahan setingkat desa) Kenagarian Muaro, Kenagarian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Kondisi Umum Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang. Kawasan Musiduga terletak di Kanagarian Muaro, Kanagarian Silokek,

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Kondisi Umum Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang. Kawasan Musiduga terletak di Kanagarian Muaro, Kanagarian Silokek, V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang Kawasan Musiduga terletak di Kanagarian Muaro, Kanagarian Silokek, Kanagarian Durian Gadang, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten

Lebih terperinci

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik. VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi mengakibatkan

Lebih terperinci

VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK

VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Logistik atau yang disebut model LOGIT untuk mengidentifikasi atribut-atribut

Lebih terperinci

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi. sebanyak 2% responden menyatakan masalah polusi suara di TWA Gunung Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat kebisingan disajikan pada Tabel 25 berikut ini. Persepsi

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Variabel Penelitian Berdasarkan hasil penelitian tentang Willingness To Pay pengunjung Umbul Ponggok didapatkan hasil berikut ini : 1. Uji Klasifikasi Model

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB Wisata merupakan salah satu bentuk kegiatan yang bermanfaat, selain bisa menghilangkan rasa jenuh juga dapat menjadi sumber

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI WISATA KAWASAN MUARO SILOKEK DURIAN GADANG SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN SUMBERDAYA BERKELANJUTAN RATIH TRIANITA

PENILAIAN POTENSI WISATA KAWASAN MUARO SILOKEK DURIAN GADANG SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN SUMBERDAYA BERKELANJUTAN RATIH TRIANITA PENILAIAN POTENSI WISATA KAWASAN MUARO SILOKEK DURIAN GADANG SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN SUMBERDAYA BERKELANJUTAN RATIH TRIANITA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Pengunjung (Wisatawan) ada pengunjung yang berasal dari luar negeri (wisatawan mancanegara)

GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Pengunjung (Wisatawan) ada pengunjung yang berasal dari luar negeri (wisatawan mancanegara) GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Gambaran Umum Pengunjung (Wisatawan) Pengunjung yang datang ke Hutan Wisata Punti Kayu Palembang, berasal dari daerah dalam dan luar Kota Palembang (wisatawan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN 7.1. Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Variabel terikat dalam analisis kesediaan rumahtangga menerima

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahapan Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar III.1 di bawah ini. Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian 28 III.2 Waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. wisata tirta. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. wisata tirta. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di obyek wisata Tirta Jangari, Waduk Cirata, Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Choice Modelling (CM) Penelitian ini dimulai pada tanggal 15 April 2016 sampai dengan tanggal 1 Mei 2016 di Hutan Mangrove Pasar Banggi, Rembang. Data diperoleh dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. A. Karakteristik Konsumen. 1. Nama :...

Lampiran 1. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern. A. Karakteristik Konsumen. 1. Nama :... LAMPIRAN 80 Lampiran 1. Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern Kuisioner Survei Konsumen Ritel Modern Responden Yth, Saya, Firdaus Sinulingga (A 14104671), Mahasiswa Program Sarjana Ekstensi, Fakultas

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1. Analisis Kesediaan Membayar Responden Analisis kesediaan membayar dilakukan untuk mengetahui apakah responden bersedia atau tidak membayar daripada paket-paket wisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kekayaan sumber daya alam. Keberagaman potensi alam, flora, fauna serta berbagai macam budaya, adat istiadat,

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

HASIL REKAP DATA. Status

HASIL REKAP DATA. Status 89 LAMPIRAN 1 HASIL REKAP DATA No. WTP Jenis Status Pendapatan Frekuensi Usia Pendidikan Kelamin Pernikahan (Juta) Kunjungan 1. 0 0 22 0 12 1,4 2 2. 1 1 28 0 12 3 3 3. 1 1 37 1 12 2 1 4. 1 1 43 1 12 2,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang pariwisata, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pembangunan, pengusahaan obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk mengisi devisa. Alasan utama pengembangan pariwisata sangat terkait dengan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dan bersifat multidimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kota Bandung merupakan kota terbesar keempat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya dan Medan. Kota Bandung memiliki udara yang sangat sejuk dengan panorama

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada obyek wisata pemandian air panas alam CV Alam Sibayak yang berlokasi di Desa Semangat Gunung Berastagi, Kabupaten Karo Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penting untuk meningkatkan devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah yang memiliki industri

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL

VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR 6.1. Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat Jalur Penataan lingkungan yang dimaksud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan (pedesaan), alam bawah laut, maupun pantai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan adat istiadat yang berbeda,yang mempunyai banyak pemandangan alam yang indah berupa pantai,danau,laut,gunung,sungai,air

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh atraksi wisata terhadap minat berkunjung wisatawan di Curug Pelangi, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. beberapa kesimpulan sebagai berikut: orang dengan total tiket masuk sebesar Rp

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. beberapa kesimpulan sebagai berikut: orang dengan total tiket masuk sebesar Rp 73 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Besaran nilai Willingness To Pay (WTP) adalah sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial. Menurut definisi pada Undang-undang no 10 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial. Menurut definisi pada Undang-undang no 10 tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat berperan dalam pertumbuhan ekonomi pada suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Pariwisata juga tidak dapat

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. kelompok responden akan dijelaskan pada sub bab di bawah ini.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. kelompok responden akan dijelaskan pada sub bab di bawah ini. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini terdiri dari empat kelompok yaitu kelompok wisatawan, kelompok unit usaha, kelompok tenaga kerja serta kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. Lautan merupakan barang sumber daya milik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat berarti terhadap pembangunan, karena melalui pariwisata dapat diperoleh dana dan jasa bagi

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY 7.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian KUR Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai sebagai suatu ekosistem yang unik memiliki berbagai fungsi yang mampu memberikan manfaat bagi manusia yang tinggal di sekitarnya. Manfaat yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai valuasi ekonomi hutan mangrove Pasar Banggi, Rembang, dapat ditarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor industri yang berpotensi untuk. dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor industri yang berpotensi untuk. dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor industri yang berpotensi untuk dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata disuatu daerah akan menarik

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM Bujur Timur dan antara Lintang Selatan. Batas wilayah. 19 sampai dengan 162 meter.

V. GAMBARAN UMUM Bujur Timur dan antara Lintang Selatan. Batas wilayah. 19 sampai dengan 162 meter. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Objek Wisata dan merupakan salah satu objek wisata yang berada di Kabupaten Pesawaran. Kabupaten Pesawaran sendiri merupakan kabupaten yang baru terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang diharapkan mampu menjadi kekuatan pembangunan, yang dapat diandalkan terutama sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang mengupayakan pengembangan kepariwisataan. Kepariwisataan merupakan perangkat yang penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Karakteristik Responden Jasa Transportasi Angkutan Umum Kota (Angkot) yang Berbahan Bakar Premium di Kota Bogor Jasa transportasi angkutan umum kota ini digunakan

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Pariwisata merupakan salah satu sektor kegiatan ekonomi yang cukup penting dan mempunyai andil yang besar dalam memacu pembangunan. Perkembangan sektor pariwisata akan membawa

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG 8.1. Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Adanya kegiatan wisata di Hutan

Lebih terperinci

VII. KEPUASAN DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK PERTANIAN SEGAR DI RITEL MODERN

VII. KEPUASAN DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK PERTANIAN SEGAR DI RITEL MODERN 65 VII. KEPUASAN DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK PERTANIAN SEGAR DI RITEL MODERN 7.1 Indeks Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction Index) Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata di Indonesia saat ini semakin mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan TMR Tahun 2011

Lampiran 1 Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan TMR Tahun 2011 LAMPIRAN 08 Lampiran Deskripsi Statistik Variabel Fungsi Permintaan TMR Tahun 20 Variabel N Rata-rata Minimum Maksimum Standar Deviasi Y 00 3,0 60 6,996 TC 00 54005 5000 400000 74965,665 I 00 25338000

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimanfaatkan dan dilestarikan. Indonesia diberikan anugerah berupa kekayaan alam yang

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI ATRAKSI WISATA RAWAPENING YANG DIMINATI PASAR WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SUSILOWATI RETNANINGSIH NIM L2D398188

STUDI IDENTIFIKASI ATRAKSI WISATA RAWAPENING YANG DIMINATI PASAR WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SUSILOWATI RETNANINGSIH NIM L2D398188 STUDI IDENTIFIKASI ATRAKSI WISATA RAWAPENING YANG DIMINATI PASAR WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SUSILOWATI RETNANINGSIH NIM L2D398188 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH & KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya mengalami perkembangan yang positif. Keselarasan antara

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya mengalami perkembangan yang positif. Keselarasan antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lombok merupakan salah satu pulau di Indonesia yang menjadi destinasi wisata. Daya tarik wisata yang dimiliki merupakan daya tarik wisata alam dan budaya. Kondisi daya

Lebih terperinci

BAB III POTENSI OBYEK WISATA BATU SERIBU. A. Lokasi Obyek Wisata Batu Seribu. Kota Sukoharjo. Secara geografis sebagian besar merupakan wilayah

BAB III POTENSI OBYEK WISATA BATU SERIBU. A. Lokasi Obyek Wisata Batu Seribu. Kota Sukoharjo. Secara geografis sebagian besar merupakan wilayah BAB III POTENSI OBYEK WISATA BATU SERIBU A. Lokasi Obyek Wisata Batu Seribu Obyek Wisata Batu Seribu terletak di Desa Gentan Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo. Letaknya sekitar 20 KM sebelah selatan Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta JUTA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi saat ini yaitu masyarakat Indonesia menunjukkan minat yang semakin besar dalam menjelajah sektor pariwisata global. Berdasarkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner untuk pengunjung KHDTK Cikampek

Lampiran 1 Kuesioner untuk pengunjung KHDTK Cikampek 68 Lampiran 1 Kuesioner untuk pengunjung KHDTK Cikampek KUESIONER UNTUK PENGUNJUNG Peneliti : Mega Haditia/E34080046 Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB Selamat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengunjung Kuesioner penelitian: Penilaian Ekonomi dan Prospek Pengembangan Wisata TWA Gunung Pancar. Oleh: Devina Marcia Rumanthy Sihombing (H44070045). Departemen

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Lokasi penelitian dilakukan di sekitar Bogor, bagi pemilik dan pengendara mobil pribadi. Lokasi yang aksidental berada di sekitar kampus IPB, Indraprasta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pertumbuhan pariwisata secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik 1. Uji Klasifikasi Model Uji klasifikasi model dapat menunjukkan kekuatan atau ketepatan prediksi dari model regresi untuk mempredikasi tingkat nilai willingness

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata alam dewasa ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan hayati dan non hayati yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1. Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu telah dikunjungi wisatawan sejak 1713. Pengelolaan

Lebih terperinci

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menarik wisatawan datang ke kota ini. Selain itu Kota Bogor

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menarik wisatawan datang ke kota ini. Selain itu Kota Bogor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bogor memiliki potensi yang baik untuk menjadi kawasan wisata yang dapat menarik wisatawan datang ke kota ini. Selain itu Kota Bogor merupakan pintu gerbang Propinsi

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Suasana di Kampoeng Kopi Banaran

Gambar 4.1 Suasana di Kampoeng Kopi Banaran 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Kampoeng Kopi Banaran adalah unit usaha milik PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang memiliki tempat berpemandangan indah, sejuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang berlapis karang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

A. JUDUL PENINGKATAN PARIWISATA DESA WANA WISATA SEGOROGUNUNG DENGAN PENGGUNAAN WEBSITE

A. JUDUL PENINGKATAN PARIWISATA DESA WANA WISATA SEGOROGUNUNG DENGAN PENGGUNAAN WEBSITE A. JUDUL PENINGKATAN PARIWISATA DESA WANA WISATA SEGOROGUNUNG DENGAN PENGGUNAAN WEBSITE www.segorogunung.com B. LATAR BELAKANG MASALAH Kabupaten Karanganyar terletak di sebelah Timur wilayah Solo. Disertai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Maret Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive), menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat.

IV. METODE PENELITIAN. Maret Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive), menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah di daerah sekitar terusan BKB Jakarta, yaitu sepanjang daerah Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat. Pengambilan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 61 LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung Pantai Paris Tigaras PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA No. Waktu Hari/Tangga A. Data Pribadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radang paru paru adalah sebuah penyakit pada paru paru dimana pulmonary alveolus yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi cairan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan keindahan alam yang beraneka ragam yang tersebar di berbagai kepulauan yang ada di Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat menghasilkan pendapatan daerah terbesar di beberapa negara dan beberapa kota. Selain sebagai

Lebih terperinci

PENGUKURAN NILAI EKONOMI OBYEK WISATA KAWASAN RAWAPENING KABUPATEN SEMARANG DENGAN PENDEKATAN BIAYA PERJALANAN, VALUASI KONTINGENSI, DAN CHOICE MODEL

PENGUKURAN NILAI EKONOMI OBYEK WISATA KAWASAN RAWAPENING KABUPATEN SEMARANG DENGAN PENDEKATAN BIAYA PERJALANAN, VALUASI KONTINGENSI, DAN CHOICE MODEL PENGUKURAN NILAI EKONOMI OBYEK WISATA KAWASAN RAWAPENING KABUPATEN SEMARANG DENGAN PENDEKATAN BIAYA PERJALANAN, VALUASI KONTINGENSI, DAN CHOICE MODEL 2013 Sri Subanti & Arif R Hakim Motivasi Studi Studi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung / Wisatawan

Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung / Wisatawan Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung / Wisatawan Tanggal wawancara : No Responden : Nama : Alamat : INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pengunjung wisata Kraton Ratu Boko di Kabupaten Sleman. B. Lokasi Penelitian Ratu Boko. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten

Lebih terperinci

PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PENGEMBANGAN OBYEK WISATA BUKIT BANAMA DI KECAMATAN BUKIT BATU KOTA PALANGKA RAYA. Dedy Norsandi

PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PENGEMBANGAN OBYEK WISATA BUKIT BANAMA DI KECAMATAN BUKIT BATU KOTA PALANGKA RAYA. Dedy Norsandi PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PENGEMBANGAN OBYEK WISATA BUKIT BANAMA DI KECAMATAN BUKIT BATU KOTA PALANGKA RAYA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Palangka Raya Jl. Hiu Putih, Tjilik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 Pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Wonosobo dengan kondisi geografis pegunungan dan panorama alam yang memukau merupakan kekayaan alam yang tak ternilai bagi potensi pariwisata. Selain itu budaya dan keseniannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan keindahan alamnya. Keindahaan alam yang terdapat di Indonesia sangat berpotensi menjadi obyek wisata yang

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi bangsa Indonesia, namun migas itu sendiri sifat nya tidak dapat diperbaharui, sehingga ketergantungan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Kabupaten Malinau adalah sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia. Ibu Kota dari Kabupaten ini adalah Malinau Kota. Berikut

Lebih terperinci