IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HAL DAN PEMBAHAAN A. KARAKTERTK MNYAK KAN Karakterisasi minyak ikan meliputi karakteristik fisiko-kimia dan analisa komponen-komponen yang terkandung dalam minyak ikan. Karakteristik fisikokimia dilakukan melalui analisa bilangan asam, bilangan penyabunan, dan penentuan kadar asam lemak bebas. ementara analisa komponen yang terkandung dalam minyak ikan dilakukan melalui analisa Gas Chromatography Mass pectrometry (GC-M). 1. ifat fisiko kimia minyak ikan Hasil analisa karakterisasi minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakterisasi bahan baku minyak ikan Karakterisasi Nilai Rujukan Bilangan asam 3,29 10,15 a Kadar asam lemak bebas (%) 1,49 4,6 a Bilangan penyabunan 204,81 187,4 a umber : a Celik (2002) Berdasarkan Tabel 7 diatas, minyak ikan yang digunakan memiliki kualitas yang cukup baik, karena memiliki bilangan asam yang kurang dari 5. Menurut Wallace (1935), bilangan asam minyak ikan yang dapat digunakan proses pemurnian lebih lanjut harus kurang dari 5. Berdasarkan analisa yang dilakukan Celik (2002), minyak ikan komersial memiliki bilangan asam 10,15 dengan kadar asam lemak bebasnya sebesar 4,6%. Berdasarkan hasil pengukuran analisa sifat fisiko kimia minyak ikan, bahan baku minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bilangan asam sebesar 3,29 dengan kadar asam lemak bebasnya sebesar 1,49%. Dengan demikian, minyak ikan yang digunakan dalam penelitian memiliki kualitas yang baik dan layak digunakan sebagai bahan baku untuk hidrolisis enzimatik. Hal ini dikarenakan bahan baku minyak ikan masih berada dalam batas maksimal kandungan bilangan asam dan kadar asam lemak bebas pada minyak ikan komersial. 31

2 Menurut Ketaren (1996), bilangan asam menunjukkan ukuran jumlah asam lemak bebas. Menurut Ketaren (1986), kandungan asam lemak bebas terbaik adalah serendah mungkin (± 2 %). Tingginya bilangan asam pada minyak ikan mempengaruhi aktivitas katalitik enzim lipase pada reaksi hidrolisis. Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya total asam lemak yang dapat dinetralkan oleh sejumlah alkali. Menurut Celik (2002), bilangan penyabunan minyak ikan komersial adalah 187,4. Namun, analisa bilangan penyabunan menunjukkan bahwa minyak mengandung total asam lemak sejumlah 204,81. Hal ini menunjukkan bahwa, minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini telah mulai teroksidasi. Hasil dari reaksi oksidasi minyak adalah senyawa keton atau aldehid. Kandungan senyawa lain dalam minyak seperti aldehid atau keton dalam minyak diduga dapat menyebabkan nilai bilangan penyabunan meningkat. Menurut Ketaren (1996), minyak yang memiliki bobot molekul tinggi akan memiliki jumlah bilangan penyabunan yang lebih rendah daripada minyak yang berbobot molekul rendah. Minyak ikan memiliki bobot molekul 903,01g/mol (Roberto et al., 2007) dengan bilangan penyabunan yang rendah yaitu 187,4 (Celik, 2002). 2. Komponen kimia di dalam minyak ikan Asam lemak tak jenuh dalam minyak ikan merupakan komponen terbesar dalam minyak ikan. Asam lemak tak jenuh berkisar antara 75-90% dari total asam lemak yang ada dalam minyak (Celik, 2002). Komponen yang terkandung dalam minyak dapat diketahui melalui analisa Gas Chromatography Mass pectrometry (GC-M). Analisa GC M yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi asam lemak dalam minyak ikan serta komponen lain yang terlarut dalam minyak ikan dari ikan sarden. Hasil dari analisa GC-M dapat dilihat pada Tabel 8. 32

3 Tabel 8. Komponen kimia bahan baku minyak ikan No Jenis Komponen Golongan Rumus Bobot Empiris Molekul 1 Pentadecana Hidrokarbon C 14 H 28 O Heptadecana Hidrokarbon C 17 H ,6,10,14-tetrametil Hidrokarbon Pentadecane C 19 H Asam lemak Tetradecanoic acid jenuh (Asam Miristat) Hexadecenoic acid (Asam Palmitoleat) n-hexadecenoic acid (Asam Palmitat) 5,8,11,14,17- Eicosapentaenoic acid 9-Octadecenoic acid (Asam Oleat) Octadecanoic acid 9 (Asam tearat) 11 9-Octadecenal 12 (oleicaldehyde) 2,6,10,14,18,22- Tetracosahexaene (qualene) 13 Cholesta-3,5-diene (qualene) 14 Lanosterol C 14 H 28 O Asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap C 16 H 30 O Asam lemak jenuh C 16 H 32 O Asam lemak tak jenuh dengan banyak ikatan rangkap C 21 H 32 O Asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap C 18 H 34 O Asam lemak jenuh C 18 H 36 O Aldehid C 18 H 24 O 266 Hidrokarbon Hidrokarbon terol C 30 H C 27 H C 27 H 46 O 386 Jumlah (%) 2,9 2,9 5,39 4,18 6,8 16,81 1,81 26,37 1,77 0,88 2,25 2,55 24,96 Berdasarkan tabel data hasil analisa GC-M, komponen terbesar minyak ikan sebagai bahan baku penelitian ini adalah asam oleat. Asam lemak tak jenuh yang terdapat pada minyak ikan sebesar 34,98% dimana sebagian besar merupakan asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap (monounsaturated fatty acid) dengan presentase 33,17%, sedangkan asam lemak jenuh (saturated fatty acid) sebesar 22,76%, sisanya adalah 33

4 alkana (11,19%), aldehid (0,88%), squalene (4,8%), dan lanosterol (24,96%). Persentase perbandingan jumlah asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh menunjukkan bahwa minyak ikan sebagian besar tersusun dari asam lemak tak jenuh. Tingginya jumlah asam lemah tak jenuh, memungkinkan adanya oksidasi terhadap asam lemak tersebut. Komponen lain seperti oktadecenal yang terdapat dalam minyak ikan ini kemungkinan berasal dari oksidasi asam lemak tersebut. Hasil oksidasi tersebut adalah golongan aldehid, atau keton yang bereaksi dengan basa yang dapat meningkatkan bilangan penyabunan. B. AKTVTA ENZM Aktitas enzim dinyatakan dalam Unit per gram enzim (U/g). Unit tersebut menunjukkan banyaknya mikromol asam lemak yang dihasilkan atau mikromol substrat yang digunakan dalam waktu 30 menit pada kondisi standar. Kondisi standar untuk pengukuran aktivitas enzim berdasarkan igma aldrich adalah suhu 35 o C dan ph 7. Pengukuran aktivitas enzim dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan metode spektrofotometri. Pada metode spektrofotometri tersebut digunakan substrat paranitrofenil butirat. Pada dasarnya, substrat untuk perhitungan aktivitas lipase dengan metode spektrofotometri adalah paranitrofenil asil ester. Dasar dari prosedur ini adalah lipase mempengaruhi secara umum aktivitas katalitik ikatan ester terhadap berbagai macam substrat karboksil ester. ubstrat paranitrofenil asil ester dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak dan paranitrofenol. Paranitrofenol yang dihasilkan membawa warna kekuningan yang dapat terbaca pada panjang gelombang λ 400 nm sampai 410 nm. Menurut hirai et al. (1982) prinsip kerja katalitik enzim lipase terhadap substrat dapat dilihat pada Gambar Paranitrofenil butirat + H 2 O Enzim Paranitrofenol + Lipase Asam Butirat Gambar 9. Mekanisme katalitik enzim lipase pada paranitrofenil butirat (hirai et al., 1982) 34

5 Metode perhitungan aktivitas enzim lipase Aspergillus niger pada penelitian ini menghitung banyaknya paranitrofenol yang dilepaskan setelah hidrolisis paranitrofenil butirat oleh lipase. Paranitrofenol yang dibebaskan akan berwarna kuning dan dapat terbaca pada spektrofotometer. Aktivitas lipase dihitung dengan membandingkan paranitrofenol yang dihasilkan dari pengukuran aktivitas enzim dengan kurva paranitrofenol standar pada nilai absorbansi sampel pada λ 410 nm. Berdasarkan perhitungan aktivitas lipase dengan metode spektrofotometri tersebut, diperoleh aktivitas lipase Aspergillus niger Amano Pharmaceutical Manufacturing Co sebesar 7939,98 Unit/gram. Menurut Amano Pharmaceutical Manufacturing Co aktivitas enzim lipase Aspergillus niger yang tertera pada label kemasan adalah 12000U/g. Lebih rendahnya hasil pengukuran aktivitas enzim lipase Aspergillus niger pada penelitian ini diduga dikarenakan kondisi lingkungan yang kurang sesuai selama penyimpanan atau pada saat distribusi sehingga mempengaruhi nilai aktivitasnya. C. HUBUNGAN DERAJAT KEAAMAN DAN UHU TERHADAP TNGKAT HDROL ENZMATK MNYAK KAN Reaksi hidrolisis merupakan yaitu pembentukan gliserol dan asam lemak bebas melalui pemecahan molekul trigliserida dengan penambahan air. Pada reaksi hidrolisis trigliserida, satu molekul trigliserida bereaksi dengan tiga molekul air untuk memproduksi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak bebas. elama ini, proses produksi asam lemak dilakukan dengan metode kimia atau fisik. Kamarudin et al. (2008) menyatakan, industri yang telah ada menghidrolisis minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol pada suhu 250 o C dan tekanan 50 bar. Pada kondisi ini, polimerisasi lemak akan terjadi. Dengan demikian asam lemak akan berwarna gelap dan terjadi pemucatan larutan gliserol. elain itu, penerapan proses ini untuk aplikasi industri memerlukan biaya yang cukup besar dan investasi peralatan yang mahal. Reaksi hidrolisis dapat dikatalisasi oleh asam, basa, dan enzim. Pemilihan katalis enzim pada reaksi hidrolisis lebih diutamakan untuk industri 35

6 pangan karena aman, membutuhkan peralatan yang sederhana, dan hanya mengkonsumsi energi yang relatif rendah (Kamarudin et al., 2008). Reaksi hidrolisis minyak atau lemak dapat menggunakan katalis enzim lipase. Mekanisme pengikatan enzim terhadap substrat minyak diawali dengan pembentukan kompleks substrat-enzim. Hal ini dikemukakan oleh Michaelis Menten (Lehninger, 1982). Enzim bergabung dengan molekul substrat sebagai tahap yang harus dilalui dalam katalitik enzim. Enzim pertama-tama bergabung dengan molekul substrat dalam reaksi yang reversibel membentuk kompleks enzim-substrat (E) dimana reaksi ini berlangsung dengan cepat. Kompleks E kemudian terurai dalam reaksi reversibel kedua menghasilkan produk dan enzim dibebaskan. Mekanisme tersebut ditunjukkan pada Gambar 15. E + E E P + E Gambar 10. Mekanisme pembentukan kompleks substrat-enzim (Lehninger, 1982) Aktivitas enzim dapat dilihat dari tinggi rendahnya tingkat hidrolisis enzim terhadap substrat minyak ikan untuk menghasilkan asam lemak bebas. Aktivitas enzim lipase dipengaruhi oleh faktor suhu dan derajat keasaman atau ph (Handayani, 2005). Faktor pengaruh suhu dan ph tersebut akan dibahas lebih lanjut karena berpengaruh pada tingkat hidrolisis enzim lipase terhadap minyak ikan. 1. Hubungan Derajat Keasaman (ph) dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan derajat keasaman dengan tingkat hidrolisis minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 11. Pola pembentukan kurva seperti pada Gambar 11 membuktikan bahwa terdapat adanya pengaruh ph terhadap aktivitas hidrolisis enzim lipase terhadap substrat minyak ikan. Pada substrat minyak ikan, enzim lipase Aspergillus niger menunjukkan aktivitas katalisis optimum di ph 5. Hal ini menunjukkan bahwa, lingkungan asam sesuai untuk aktivitas enzim lipase Aspergillus niger. Enzim lipase dari kapang Aspergillus niger memiliki titik isoelektrik 4,3 (axena et al., 2009). Pada titik isoelektrik, kelarutan enzim dalam air sangat kecil. Hal ini menyebabkan aktivitas katalitiknya rendah, karena enzim dalam melakukan 36

7 aktivitas katalitik, membutuhkan air secukupnya. Air yang dibutuhkan digunakan sebagai pembentuk fleksibilitas struktur tiga dimensinya. % 30,00 H D R O L 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0, ph KONTROL HDROL HDROL ENZMAT Gambar 11. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan ph pada reaksi hidrolisis enzimatik, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), suhu reaksi (45 o C), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dimana enzim lipase Aspergillus niger memiliki aktivitas katalitik tertinggi pada ph asam didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Menurut axena et al. (2009), optimasi produksi enzim lipase secara ekstraseluler oleh kapang Aspergillus niger pada substrat minyak sawit adalah pada kondisi ph 5,6 dan suhu 25 o C. Pada kondisi tersebut enzim lipase yang dihasilkan memiliki aktivitas spesifik 19 Unit/mg. Menurut hahidi dan Wanasundara. (1998), enzim lipase Aspergillus niger melakukan katalitik pada ph optimum 5-7 pada substrat minyak sawit. Pada penelitian dengan substrat minyak ikan, enzim lipase melakukan katalitik optimal pada ph 5. Pada penelitian ini, dimana reaksi hidrolisis dilakukan pada kondisi asam dan pada suhu 45 o C, menunjukkan aktivitas katalitis yang rendah. Hal ini dikarenakan enzim mengalami denaturasi. Denaturasi sisi aktif enzim dikarenakan ion H + berikatan dengan NH3 + pada struktur asam amino protein membentuk NH 4. Proses pengikatan tersebut menyebabkan ikatan antara atom nitrogen dengan atom hidrogen lainnya terputus, sehingga 37

8 enzim terdenaturasi. Disisi lain, pada kondisi basa atau mendekati basa, enzim juga akan inaktif. Rusaknya struktur enzim ini dikarenakan pada kondisi tersebut gugus OH- dari lingkungan akan berikatan dengan ion H dari gugus COO- sisi aktif enzim membentuk H 2 O. Hal ini akan menyebabkan struktur enzim mengalami kerusakan. 2. Hubungan uhu dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan suhu reaksi dengan tingkat hidrolisis minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 12. % H D R O L 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0, UHU O C HDROL ENZMAT MNYAK KAN KONTROL HDROL Gambar 12. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu reaksi pada reaksi hidrolisis enzimatik, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) ph 7 Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 12 membuktikan bahwa enzim lipase dapat melakukan katalitik optimum pada suhu 45 o C. emakin rendah suhu reaksi, semakin kecil asam lemak yang dihasilkan yang berdampak pada semakin rendahnya tingkat hidrolisis. Hal ini dikarenakan reaksi yang terjadi tidak berjalan optimal. emakin tinggi suhu reaksi, asam lemak bebas yang dihasilkan setelah reaksi semakin kecil juga. Hal ini berakibat semakin rendah tingkat hidrolisis enzim lipase tersebut terhadap minyak ikan. 38

9 uhu dapat berpengaruh positif terhadap reaksi hidrolisis maupun sebaliknya. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Pada reaksi hidrolisis enzimatik, menurut Kamarudin et al. (2008), pada reaksi menggunakan suhu tinggi struktur tersier enzim terganggu akibat terjadi denaturasi. Padahal struktur tersier, sekunder, dan struktur primer enzim mempengaruhi aktivitas katalitiknya. Berdasarkan data, pada suhu 55 o C dan 65 o C nilai tingkat konversinya berubah menjadi lebih rendah, sedangkan suhu 45 o C merupakan suhu dimana tingkat hidrolisis tertinggi enzim lipase terhadap ikatan ester terjadi. Pada suhu diatas 45 o C tingkat konversi minyak menjadi asam lemak turun secara tiba-tiba dikarenakan enzim mengalami denaturasi. uhu berpengaruh terhadap kecepatan reaksi pembentukan produk (asam lemak bebas) dalam reaksi hidrolisis. Peningkatan suhu reaksi pada reaksi hidrolisis akan mempercepat kenaikan konsentrasi asam lemak bebas, memperbesar penurunan konsentrasi air, atau dengan kata lain menaikan hasil konversi. Hal ini disebabkan karena dengan naiknya suhu reaksi, maka suplai energi untuk mengaktifkan katalis dan tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi juga akan bertambah, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) meningkat dengan kenaikan suhu reaksi. Hal ini sesuai dengan teori Arrhenius bahwa kenaikan suhu akan menaikkan nilai konstanta kecepatan reaksi, di mana kenaikan 10 C suhu reaksi menaikan konstanta kecepatan reaksi sebanyak 2 kali dari nilai awal. Pada penelitian hidrolisis minyak ikan, setiap peningkatan suhu 10 o C akan meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas. Apabila suhu reaksi yang digunakan terlalu rendah maka laju reaksi berjalan lambat akibatnya tumbukan antar pereaksi rendah dan minyak tidak terhidrolisis secara sempurna. Dengan demikian, asam lemak bebas yang terbentuk juga rendah. Peningkatan suhu dari 25 o C menjadi 35 o C, akan meningkatkan nilai persentase hidrolisis sebesar 1,37%. Nilai persentase kenaikan tersebut adalah sebesar 49% dari persentase hidrolisis pada kondisi suhu 25 o C. Pada peningkatan suhu dari 35 o C menjadi 45 o C akan meningkatkan nilai 39

10 persentase hidrolisis sebesar 2,64%. Nilai persentase kenaikan tersebut sebesar 63,7% terhadap nilai persentase hidrolisis pada kondisi suhu 35 o C. Peningkatan persentase hidrolisis terjadi pada setiap kenaikan suhu. Persentase hidrolisis tersebut mencapai titik maksimum pada suhu 45 o C reaksi. Pada hidrolisis enzimatik dengan substrat minyak ikan, suhu reaksi 45 o C merupakan suhu optimal. Pada suhu diatas suhu optimal, tingkat konversi asam lemak menjadi lebih rendah. emakin tinggi suhu reaksi, semakin rendah pula tingkat konversi asam lemak yang terjadi. Pada kenaikan 10 o C diatas suhu optimum yaitu pada suhu 55 o C, tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan turun sebesar 2,1%. Persentase penurunan tersebut sebesar 45% dari nilai persentase hidrolisis pada suhu optimum. Pada kenaikan 10 o C berikutnya yaitu suhu 65 o C, tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan turun menjadi 1,54%. Persentase penurunan tersebut sebesar 49% dari nilai persentase hidrolisis pada kondisi suhu 55 o C. emakin rendahnya tingkat hidrolisis disebabkan karena terjadi denaturasi enzim pada suhu tinggi. Enzim merupakan polipetida yang tersusun dari asam amino melalui ikatan kovalen membentuk struktur tiga dimensi. uhu yang tinggi akan merusak struktur tiga dimensi dari enzim tersebut melalui pemutusan ikatan peptida yang membentuk struktur tiga dimensinya. ementara, aktivitas katalitik enzim dipengaruhi oleh bentuk primer, sekunder, dan tersier dari enzim. Pada penelitian reaksi hidrolisis enzimatik pada suhu 55 o C dan suhu 65 o C, penurunan tingkat hidrolisis disebabkan karena denaturasi enzim oleh panas. Denaturasi ini dikarenakan berubahnya struktur tersier atau struktur tiga dimensi dari enzim lipase Aspergillus niger. Perubahan ini semakin berlanjut dengan semakin tingginya suhu reaksi hidrolisis. Oleh sebab itu, aktivitas katalitiknya semakin rendah pada setiap peningkatan suhu. 40

11 D. HUBUNGAN PENAMBAHAN AR, DERAJAT KEAAMAN, DAN UHU, TERHADAP TNGKAT HDROL ENZMATK MNYAK KAN PADA MEDA YANG DTAMBAHKAN HEPTANA Enzim tersusun dari protein dimana pada suhu tinggi akan terdenaturasi. Termostabilitas enzim merupakan faktor utama dalam aplikasi enzim di ndustri karena sifat thermo degradation yang dimiliki oleh enzim. Penelitian mengenai penggunaan enzim sebagai biokatalis berkembang, terutama dalam rangka peningkatan aktivitas atau stabilitas serta kemudahannya dalam hal pemisahan. Hal ini berhubungan dengan penurunan biaya produksi pada penggunaan enzim di industri. Oleh karena itu, dikembangkan rekayasa enzim untuk peningkatan aktivitas atau stabilitasnya dengan penambahan pelarut hidrofobik. Menurut Kim et al. (2004) penggunaan pelarut akan meningkatkan migrasi alkil pada sistem reaksi sekitar 18% selama selang waktu 24 jam. Penggunaan pelarut juga akan memudahkan proses pemisahan konsentrat dengan by productnya. Migrasi alkil ini terjadi dengan katalis enzim lipase dan dipengaruhi oleh banyaknya air, suhu, waktu reaksi, jumlah enzim, sistem reaksi, dan jenis reaktor. Menurut Zaverucke dan Wimmer (2008), hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh suhu, ph, konsentrasi subsrat, dan adanya senyawa penghambat, dan penambahan air. 1. Hubungan Penambahan Air dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan penambahan air dengan tingkat hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada Gambar 13. Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 13 membuktikan bahwa enzim lipase dapat melakukan katalitik optimum pada penambahan air 1% terhadap volume larutan. Jumlah air tersebut menunjukkan banyakya air yang dibutuhkan untuk melapisi satu layer molekul enzim. Dengan demikian, air yang dapat melapisi secara optimum membentuk satu layer melingkupi molekul enzim sebesar 1%. 41

12 % H D R O L 28,00 26,00 24,00 22,00 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, PENAMBAHAN AR (%) HDROL MNYAK KAN KONTROL HDROL Gambar 13. Kurva hubungan tingkat hidrolisis enzimatik dengan persentase penambahan air pada media yang ditambahkan pelarut heptana, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) ph 7, suhu reaksi (45 o C) O CH 2 -O-C-RR O CH-O-C-RR O CH 2 -O-C-RR + LPAE- O- CH 2 -O-C-R OH O CH-O-C-R O CH 2 -O-C-R CH 2 -OH O CH-O-C-R O CH 2 -O-C-R DGLERD H 2 O RCOOH + LPAE- Gambar 14. Mekanisme katalisis enzim lipase regioselektif Aspergillus niger pada media organik 42

13 chneider dan Berger (1991) menyatakan bahwa monoasilgliserol dan diasilgliserol cukup stabil terhadap migrasi alkil pada media organik dengan kadar air kurang dari 2%. Mekanisme katalitik enzim lipase regioselektif Aspergillus niger pada reaksi hidrolisis ditunjukkan oleh Gambar Hubungan Derajat Keasaman (ph) dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan derajat keasaman dengan tingkat hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada Gambar 15. % H D R O L 30,00 28,00 26,00 24,00 22,00 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, ph HDROL ENZMAT DENGAN PENAMBAHAN HEPTANA HDROL ENZMAT TANPA PENAMBAHAN HEPTANA Gambar 15. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan ph pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana dan reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M), suhu reaksi (45 o C), kadar air (1%) Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 15, titik ph yang menghasilkan tingkat hidrolisis tertinggi pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana adalah ph 5. Hal ini sesuai dengan pernyataan axena et al. (2009) yang menyebutkan bahwa aktivitas katalitik enzim Aspergillus niger adalah pada kondisi asam pada substrat minyak. 43

14 Lingkungan asam sesuai untuk siklus hidup kapang Aspergillus niger serta sesuai untuk aktivitas katalitiknya. Terlihat juga pada percobaan axena et al. (2009) dimana enzim lipase ekstraseluler dihasilkan pada kondisi asam pada suhu mendekati suhu ruang. Pada ph 7, enzim mengalami peningkatan aktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kestabilan sisi katalitik enzim lipase pada ph 7 apabila media reaksi ditambah heptana. tauffer, E.D (1989) menyatakan bahwa perubahan ph akan mempengaruhi enzim. Perubahan ini dikarenakan protonasi atau deprotonasi grup ion pada sisi aktif atau pada kompleks substrat-enzim. Data pada Gambar 15 membandingkan aktivitas enzim lipase Aspergillus niger yang direpresentasikan melalui tingkat hidrolisis antara hidrolisis enzimatik dengan hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana. Berdasarkan pola pembentukan kurva, pada setiap perlakuan ph yaitu pada ph 5, 6, 8, dan 9, aktivitas katalitik enzim lipase mengalami penurunan. Namun, pada ph 7, aktivitas katalitik enzim pada reaksi hidrolisis enzimatik minyak ikan yang ditambahkan heptana tidak mengalami perubahan dari hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana. Penurunan tingkat hidrolisis ini disebabkan karena terjadi perubahan status ionisasi ketika heptana ditambahkan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pelarut heptana yang cenderung hidrofobik akan menghambat sisi aktif enzim untuk melakukan katalitik ikatan ester pada triasilgliserol. Penghambatan terjadi karena perubahan status ionisasi enzim yang membuat salah satu asam amino enzim inaktivasi. Tingginya kepolaran suatu pelarut organik tidak mempengaruhi tingginya aktivitas katalitik enzim. Hal ini terlihat pada data percobaan hidrolisis enzimatik pada substrat minyak ikan, penggunaan heptana sebagai media akan menurunkan tingkat hidrolisis dimana tingkat hidrolisis ini merepresentasikan aktivitas katalitik enzim terhadap substrat minyak ikan. emakin tingginya kepolaran suatu media tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas katalitik enzim. Hal ini didukung oleh percobaan Kim et al. (2000) yang menyatakan bahwa pada reaksi esterifikasi trikaprilat dengan asam linoleat dengan menggunakan enzim lipase Rhizomucor miehei sebagai 44

15 katalis menghasilkan tingkat esterifikasi 57% pada media n-heksana dan 52% pada media isooktana. Padahal, kepolaran isooktana lebih tinggi daripada n-heksana. sooktana memiliki nilai kepolaran 4,2 sedangkan n- heksana memiliki nilai kepolaran 3,5. Kurva diatas juga menunjukkan tidak adanya perubahan aktivitas katalisis enzim pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada ph 7 bila dibandingkan dengan hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana. Dengan demikian, pada ph netral, enzim tidak akan mengalami penurunan aktivitas karena tidak terjadi perubahan status ionisasi pada struktur enzim. Hal ini sesuai dengan Medina et al. (2003) yang menyebutkan bahwa penambahan pelarut organik tidak mengubah stabilitas enzim terhadap berbagai ph. 3. Hubungan uhu dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan suhu dengan tingkat hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada Gambar 16. % H D R O L 26,00 24,00 22,00 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, UHU ( o C) HDROL ENZM DENGAN PENAMBAHAN HEPTANA HDROL ENZM TANPA PENAMBAHAN HEPTANA Gambar 16. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana dan pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) ph 7, kadar air (1%) 45

16 Berdasarkan data pada Gambar 16, diperoleh tingkat hidrolisis minyak ikan tertinggi untuk enzim lipase Aspergillus niger terhadap substrat minyak ikan dengan penambahan pelarut heptana adalah pada suhu 25 o C. Pada suhu reaksi hidrolisis yang semakin meningkat, asam lemak bebas yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan pada pelarut organik semakin rendah seiring dengan peningkatan suhu reaksi. Pelarut organik khususnya pelarut dengan nilai hidrofobitas yang tinggi (Log p>4) dapat mempertahankan konformitas bentuk enzim khususnya pada media non akueous. Penambahan pelarut organik merupakan salah satu cara dalam merekayasa enzim. Rekayasa enzim meliputi mengubah aktivitas dan stabilitasnya. Rekayasa enzim melalui media reaksi dapat meningkatkan termostabilitas enzim lipase. Hal ini terbukti dari perubahan sifat enzim lipase Candida cylindracea dari mesofilik menjadi termofilik (Gubicza, 2000). Penggunaan pelarut organik juga dapat mengubah aktivitas katalitik dari enzim lipase karena akan meningkatkan migrasi alkil. Migrasi alkil akan meningkat dengan penggunaan pelarut organik sebagai media (Kim et al., 2004) Berdasarkan pembentukan pola kurva hidrolisis pada Gambar 16, terlihat bahwa penambahan pelarut heptana dapat meningkatkan stabilitas enzim dan meningkatkan aktivitas enzim. Aktivitas enzim lipase Aspergillus niger pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan pelarut heptana memiliki tingkat hidrolisis tertinggi pada suhu 45 o C. Namun, pada penambahan pelarut heptana sebagai media reaksi, suhu yang menghasilkan tingkat hidrolisis tertinggi berubah menjadi 25 o C. Hal ini membuktikan bahwa dengan penambahan pelarut organik, terjadi pergeseran stabilitas enzim. Hal ini sesuai dengan Medina et al.,2003 yang menunjukkan bahwa stabilitas suhu meningkat dengan penambahan pelarut organik sebagai media reaksi. Pada penelitian hidrolisis enzimatik minyak ikan, penambahan heptana sebagai media reaksi meningkatkan stabilitas enzim terhadap suhu rendah. 46

17 Berdasarkan pola pembentukan kurva dan dengan membandingkan antara kurva hidrolisis enzimatik dengan kurva hidrolisis enzimatik dengan penambahan pelarut heptana, diketahui bahwa tingkat hidrolisis enzim pada media yang ditambahkan pelarut heptana memiliki aktivitas yang lebih tinggi. Hal ini diketahui dari tingkat hidrolisis yang lebih tinggi pada setiap perlakuan suhu. Pada perlakuan suhu 25 o C, aktivitas enzim pada media yang ditambahkan pelarut heptana mengalami peningkatan 80% terhadap aktivitas enzim pada reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut. Pada perlakuan suhu 35 o C, penambahan pelarut heptana meningkatkan aktivitas sebesar 30%. Pada suhu 45 o C dan 55 o C, hidrolisis enzimatik dengan penambahan pelarut heptana meningkatkan aktivitas enzim sebesar 17% dan 16%. Namun, pada suhu 65 o C, penambahan pelarut heptana tidak mengubah aktivitas. Hal ini dikarenakan pada suhu 65 o C enzim telah terdenaturasi. Denaturasi enzim disebabkan suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan terputusnya ikatan antar asam amino yang membentuk molekul tiga dimensi. Oleh sebab itu, dengan terputusnya ikatan tersebut, membuat struktur tiga dimensi enzim berubah. Berubahnya struktur tiga dimensi akan menyebabkan perubahan pada aktivitas katalitiknya. Berdasarkan fenomena ini, dapat dikatakan bahwa enzim lipase yang diproduksi oleh kapang Aspergillus niger mampu melakukan katalitik dan meningkatkan aktivitas katalitiknya dengan toleransi suhu hingga 65 o C pada media reaksi yang ditambahkan pelarut heptana. E. HUBUNGAN TNGKAT HDROL DENGAN KANDUNGAN TOTAL OMEGA-3 Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak jenuh rantai panjang dengan ikatan rangkap pada atom karbon ketiga dan keempat dari gugus metil omega. Asam lemak omega-3 terdiri dari asam eikosapentanoat, asam eikosatetranoat, asam eikosatrienoat, asam dokosaheksanoat, asam heksadekatrienoat, asam oktadekatetranoat, asam oktadekatrienoat, asam dokosapentanoat, asam tetrakosanoat, asam tetrakosapentanoat. 47

18 Pengkayaan asam lemak omega-3 dapat dilakukan dengan hidrolisis enzimatik. Enzim lipase yang diproduksi dari kapang Aspergillus niger merupakan enzim yang selektif terhadap ikatan ester sn-1 atau sn-33 gliserol. Pada reaksi hidrolisis, enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol pada posisi tersebut secara parsial menjadi monoasilgliserol, diasilgliserol, dan asam lemak. Penggunaann enzim yang bersifat regioselektif terhadap sn-1 dan sn-3 dikarenakan menurut Roberto et al. (2007), asam lemak jenuh berada pada posisi sn-1 dan sn-3 gliserol. Oleh sebab itu, digunakan enzim lipase tersebut untuk mengkatalitik ikatan ester pada sn-1 dan sn-3 gliserol yang mengandung asam lemak jenuh sehingga diperoleh asilgliserol yang kaya asam lemak tidak jenuh omega-3 pada sn-22 gliserol. Kemampuan enzim dalam memecah triasilgliserol menjadi monoasilgliserol, diasilgliserol dan asam lemak dinyatakan dalam tingkat hidrolisis. Pada pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan tingkat hidrolisis dengan persentase total omega-3 hasil reaksi hidrolisis. Hubungan tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan persentase total Omega-3 dibuat berdasarkan data pada Gambar 17. P E R E N T A E ,81 0 minyak awal 6,79 10,37 H1 ph 7 T 45 28,07 12,68 H1 ph 5 T 45 PERLAKUAN 22,56 7,14 H2 ph 5 T 45 23,94 10,23 H2 ph 5 T 25 TNGKAT HDROL ENZMAT MNYAK KAN EPA Gambar 17. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam eikosapentanoat pada reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimumm faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) 48

19 Analisa GC M dilakukan pada kondisi optimum pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana dan pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan pelarut heptana. Pada penelitian ini diambil titik optimum faktor reaksi dari hasil reaksi hidrolisis dengan parameter optimum adalah tingkat hidrolisis yang tertinggi. Pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, titik optimum tersebut yaitu titik ph 5 dan suhu 45 o C yang diperoleh dari perlakuan ph pada reaksi hidrolisis enzimatik dan ph 7 dan suhu 45 o C yang diperoleh dari perlakuan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik. Kode H1 ph5 T45 menunjukkan perlakuan ph 5 dan suhu 45 o C, sedangkan kode H1pH7 T45menunjukkan perlakuan ph 7 dan suhu 45 o C. Analisa GC-M untuk reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana juga mengambil titik optimum faktor reaksi dengan parameter optimum adalah tingkat hidrolisis. Titik optimum tersebut yaitu titik ph 5, penambahan air 1%, dan suhu 25 o C yang diperoleh dari perlakuan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik serta ph 5, penambahan air 1%, dan suhu 45 o C yang diperoleh dari perlakuan ph pada reaksi hidrolisis enzimatik tersebut. Kode H2 ph5 T45 menunjukkan perlakuan ph 5, penambahan air 1%, dan suhu 45 o C, sedangkan kode H2 ph5 T25 menunjukkan perlakuan ph 5, penambahan air 1%, dan suhu 25 o C. Berdasarkan data Gambar 17, diketahui minyak awal telah mengandung EPA sebesar 1,81%. Reaksi hidrolisis sebagai salah satu upaya pengkayaan komponen omega-3 telah terbukti meningkatkan kandungan EPA pada konsentrat hasil reaksi. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 22, bahwa perlakuan suhu 45 o C dan ph 5 dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan EPA meningkat menjadi 12,68%. Peningkatan EPA pada perlakuan ini sebesar 10,87% dari kandungan asam eikosapentanoat minyak awal. ementara itu, pada perlakuan suhu 45 o C dan ph 7 dengan tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan EPA sebesar 10,37%. Pada perlakuan ini, peningkatan omega-3 yang terjadi sebesar 8,56% dari kandungan minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi tingkat hidrolisis, tidak menunjukkan peningkatan total asam eikosapentanoat 49

20 yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, pengkayaan EPA lebih baik dilakukan pada ph 5. P E R E N T A E minyak awal 6,79 0,85 H1 ph 7 T 45 28,07 3,06 H1 ph 5 T 45 22,56 0 H2 ph 5 T 45 23,94 H2 1,87 ph 5 T 25 PERLAKUAN TNGKATT HDROL ENZMAT MNYAK KAN DHA Gambar 18. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam dokosaheksanoat pada reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimumm faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) Berdasarkan data Gambar 18, diketahui minyak awal tidak mengandung DHA. Peningkatan kandungan DHA terjadi setelah minyak ikan dihidrolisis. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 18, bahwa perlakuan suhu 45 o C dan ph 5 dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan DHA meningkat menjadi 3,06%. ementara itu, pada perlakuan suhu 45 o C dan ph 7 dengan tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan DHA sebesar 0,85%. 50

21 P E R E N T A E ,81 0 minyak awal 6,79 H1 ph 7 T 45 28,07 16,89 17,51 H1 ph 5 T 45 22,56 7,14 H2 ph 5 T 45 23,94 10,48 H2 ph 5 T 25 PERLAKUAN TNGKAT HDROL ENZMAT MNYAK KAN TOTAL OMEGA 3 Gambar 19. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan total omega-3 enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi pada reaksi hidrolisis optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U) ), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) Berdasarkan data Gambar 19, diketahui minyak awal dengan tingkat hidrolisis 0% telah mengandung komponen omega-3 sebesar 1,81%. Reaksi hidrolisis sebagai salah satu upaya pengkayaan omega-3 telah terbukti meningkatkan kandungan total omega-3 pada konsentrat hasil reaksi. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 19, bahwa perlakuan suhu 45 o C dan ph 5, kandungan omega-sebesar 28,07%. Peningkatan omega-3 pada perlakuan ini sebesar 15,7% dari meningkat menjadi 17,51% dengan tingkat hidrolisis kandungan omega-33 minyak awal. ementara itu, pada perlakuan suhu 45 o C dan ph 7, kandungan omega-3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada perlakuan ini, peningkatan omega-3 sebesar 15,08% dari kandungan omega-3 minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi tingkat hidrolisis, semakin besar pula pengkayaan omega-3 yang terjadi. Pada data yang ditunjukkan oleh Lampiran 7 yaitu pada data hasil analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimumm faktor reaksi 51

22 menggunakan GC-M, terlihat asam lemak omega-3 yang terkandung dalam minyak awal adalah asam eikosapentanoat. Namun, pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik asam lemak omega-3 meliputi metil heksadekatrienoat, metil dokosaheksanoat, metil eikosapentanoat, metil eikosatetranoat, dan metil oktadekatrienoat. enyawa asam lemak tersebut merupakan bentuk turunan dari asam linoleat. Menurut Zaverucke dan Wimmer (2008), asam linoleat dapat berubah menjadi asam lemak C 18 ω3 dan ω6, asam α-linolenat (ALA), asam γ- linolenat, sampai C 20 (asam arachidonat, AA) dan asam dihomo-γ-linolenat melalui biosintetis pathway. Asam α-linolenat sendiri dapat berubah menjadi asam lemak omega-3 seperti asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA). Mekanisme pathway metabolisme Polyunsaturated Fatty Acids ditunjukkan oleh Gambar 20. Gambar 20. Pathway metabolisme polyunsaturated fatty acid (Zaverucke dan Wimmer, 2008) Berdasarkan data pada Gambar 17, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45 o C dan ph 5, kandungan EPA sebesar 7,14% dari total jumlah asam lemak dalam konsentrat, dengan tingkat hidrolisis pada perlakuan ini sebesar 22,56%. Peningkatan EPA pada perlakuan ini sebesar 5,33% dari 52

23 kandungan EPA minyak awal. ementara itu, pada perlakuan suhu 25 o C dan ph 5, kandungan EPA sebesar 10,23% pada tingkat hidrolisis 23,94%. Pada perlakuan ini, peningkatan EPA sebesar 8,42% dari kandungan EPA minyak awal. Reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana terbukti mampu memperkaya kandungan asam eikosapentanoat. Berdasarkan data pada Gambar 18, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45 o C dan ph 5 dengan tingkat hidrolisis 22,56%, konsentrat hasil reaksi tidak mengandung DHA. ementara itu, pada perlakuan suhu 25 o C dan ph 5, dengan tingkat hidrolisis 23,94%, konsentrat mengandung DHA sebesar 1,87%. Berdasarkan data pada Gambar 19, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45 o C dan ph 5, kandungan omega-3 sebesar 7,14%, dengan tingkat hidrolisis pada perlakuan ini sebesar 22,56%. Peningkatan omega-3 pada perlakuan ini sebesar 5,33% dari kandungan omega-3 minyak awal. ementara itu, pada perlakuan suhu 25 o C dan ph 5, kandungan omega-3 sebesar 10,48% pada tingkat hidrolisis 23,94%. Pada perlakuan ini, peningkatan omega-3 sebesar 8,42% dari kandungan omega-3 minyak awal. Reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana terbukti mampu memperkaya kandungan omega-3. Namun, penambahan heptana sebagai media reaksi untuk reaksi hidrolisis enzimatik tidak meningkatkan persentase hidrolisis dan kandungan total omega- 3 pada konsentrat hasil reaksi bila dibandingkan pada reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut heptana. Berdasarkan data pada Lampiran 7 yaitu pada data hasil analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GC-M, dan dengan membandingkan kandungan omega-3 hasil reaksi hidrolisis pada kondisi yang sama yaitu suhu 45 o C dan ph 5 antara reaksi dengan penambahan pelarut heptana dan tanpa penambahan pelarut heptana, diperoleh konsentrat hasil hidrolisis untuk konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana memiliki kandungan omega-3 yang lebih rendah daripada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media 53

24 yang ditambahkan pelarut heptana. Perbedaan kandungan total omega-3 pada kondisi ph 5 dan suhu 45 o C tersebut sebesar 10,37%. Tingginya kandungan omega-3 pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut heptana disebabkan karena tingkat hidrolisis yang lebih tinggi pula. Penambahan pelarut heptana pada reaksi hidrolisis enzimatik tidak meningkatkan aktivitas katalitik enzim. Hal ini kemungkinan dikarenakan kepolaran heptana yang terlalu besar (log p=4) tidak mendukung stabilitas enzim lipase tersebut pada reaksi hidrolisis. Pelarut heptana membuat struktur tiga dimensi enzim lipase berubah. Namun perubahan yang terjadi membuat aktivitas katalitik enzim lipase menurun. emakin tinggi kepolaran media hidrofobik yang digunakan untuk media reaksi secara enzimatik tidak menentukan tingginya aktivitas lipolitik yang terjadi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kim et al. (2000) yang menunjukkan bahwa aktivitas lipolitik pada media n-heksana ternyata lebih tinggi daripada pada media isooktana. Padahal kepolaran isooktana lebih tinggi daripada n-heksana. 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI MINYAK IKAN Minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak ikan hasil samping industri pengalengan ikan lemuru (Sardinella sp.) yang telah melalui proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Ikan Minyak ikan adalah minyak yang diperoleh dari jaringan-jaringan tubuh ikan. Minyak ikan dianjurkan untuk diet kesehatan karena banyak mengandung omega-3 asam eikosapentanoat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Mutu Minyak Ikan Sebelum Ekstraksi dengan Fluida CO 2 Superkritik Minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan minyak ikan hasil samping industri pengalengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses hidrolisis minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol secara komersial yang sampai kini digunakan, beroperasi pada suhu 240-250 o C dan tekanan 45-50 bar.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK IKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK IKAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK IKAN Minyak ikan diproduksi melalui pengirisan, pemotogan, serta pemasakan pada suhu 90 o C selama 15 menit. Minyak ikan diperoleh dari organ tubuh ikan seperti kepala ikan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman. 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

OPTIMASI TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 DENGAN METODE RESPON PERMUKAAN SKRIPSI IDA NUR RAKHMI F

OPTIMASI TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 DENGAN METODE RESPON PERMUKAAN SKRIPSI IDA NUR RAKHMI F OPTIMASI TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 DENGAN METODE RESPON PERMUKAAN SKRIPSI IDA NUR RAKHMI F34080135 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK IKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK IKAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK IKAN Minyak ikan merupakan fraksi lemak yang diperoleh dari ekstraksi ikan atau sebagai salah satu hasil samping dari industri pengalengan ikan yang dihasilkan karena pemanasan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol ) JENIS LIPID 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol ) Lipid Definisi Lipid adalah Senyawa organik yang dibentuk terutama dari alkohol dan asam lemak yang digabungkan

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 POLA PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS BEKATUL PASCA PENGGILINGAN Kerusakan hidrolitik pada bekatul mulai terjadi ketika proses penyosohan beras berlangsung, dimana terjadi

Lebih terperinci

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik E N Z I M Sukarti Moeljopawiro Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik ENZIM

Lebih terperinci

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P Lipid Dr. Ir. Astuti,, M.P Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipid bukan merupakan suatu polimer Suatu molekul dikategorikan dalam lipid karena : mempunyai kelarutan yg rendah di dlm air larut dalam

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel dapat dibuat dengan empat cara utama, yaitu secara langsung dengan pencampuran, mikroemulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Metode yang paling umum digunakan

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus niger PADA MEDIA DITAMBAHKAN HEPTANA. Oleh Zulfatun Najah F

OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus niger PADA MEDIA DITAMBAHKAN HEPTANA. Oleh Zulfatun Najah F KAJIAN HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus niger PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA Oleh Zulfatun Najah F 34052594 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN HIDROKARBON (BAGIAN II) Gugus fungsional adalah sekelompok atom dalam suatu molekul yang memiliki karakteristik khusus. Gugus fungsional adalah bagian

Lebih terperinci

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng 4. PEMBAHASAN 4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng Berdasarkan survey yang telah dilaksanakan, sebanyak 75% responden berasumsi bahwa minyak goreng yang warnanya lebih bening berarti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengambilan dan Determinasi Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan ikan teri galer (Stolephorus indicus Van Hasselt) yang diperoleh dari Pasar Induk Caringin Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati

Lebih terperinci

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak A. Pengertian Lemak Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam lemak (asam karboksilat pada suku tinggi) dan dapat larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) DASAR TEORI Penggolongan lipida, dibagi golongan besar : 1. Lipid sederhana : lemak/ gliserida,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katalis Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis digunakan secara luas baik di alam, laboratorium dan

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katalis Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis meningkatkan laju reaksi dengan energi aktivasi Gibbs

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi enzim lipase ekstraseluler dari Aspergillus niger dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis strain yang digunakan, proses fermentasi yang dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis Contoh : Hidrolisis sukrosa dalam air Suhu kamar lama (bisa beberapa bulan) Namun jika hidrolisis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BIOPROSES KINETIKA REAKSI ENZIMATIS KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KINETIKA REAKSI ENZIMATIS 1. Pendahuluan Amilase

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK 8 LEMAK DAN MINYAK A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK Lipid berasal dari kata Lipos (bahasa Yunani) yang berarti lemak. Lipid didefinisikan

Lebih terperinci

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari 2310 030 003 2. Arina Nurlaili R 2310 030 081 24 juni 2013 Latar Belakang Penggunaan minyak goreng secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN. Kalibrasi Termokopel Pada tahap awal penelitian dilakukan kalibrasi terhadap termokopel yang akan digunakan. Kalibrasi termokopel bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

PENAMBAHAN PELARUT ORGANIK PADA MEDIA UNTUK HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN MENGGUNAKAN LIPASE DARI Aspergillus niger

PENAMBAHAN PELARUT ORGANIK PADA MEDIA UNTUK HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN MENGGUNAKAN LIPASE DARI Aspergillus niger Penambahan Jurnal Teknologi Pelarut Industri Organik Pertanian pada Media. 22 (3):14-15 (12) PENAMBAHAN PELARUT ORGANIK PADA MEDIA UNTUK HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN MENGGUNAKAN LIPASE DARI Aspergillus

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

SMA Negeri 1 Nunukan Selatan METABOLISME. Pertemuan 2. Oleh. SUPARMUJI, S.Pd

SMA Negeri 1 Nunukan Selatan  METABOLISME. Pertemuan 2. Oleh. SUPARMUJI, S.Pd SMA Negeri 1 Nunukan Selatan www.sman1nusa.com METABOLISME Pertemuan 2 Oleh SUPARMUJI, S.Pd moejie01@gmail.com TUJUAN BELAJAR Mengetahui Sifat-Sifat Enzim Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO VCO diproduksi dengan menggunakan metode pengasaman, oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan ph optimum dari krim kelapa.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN DAN SARAN V.1. KESIMPULAN Lipase Rhizomucor miehei, Candida antartica, Chromobacterium viscosum dan Pseudomonas sp. memiliki kemampuan menginkorporasi asam lemak EPA dan DHA pada minyak ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas minyak mentah dunia semakin mengalami penurunan. Penurunan kualitas minyak mentah ditandai dengan peningkatan densitas, kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minyak Jarak (castor oil) dihasilkan dari biji tanaman jarak (Ricinus Communis) yang dengan mudah tumbuh di daerah tropis dan sub tropis salah satunya seperti di

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses

BAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses hidrolisis triasilgliserol menjadi di- dan mono-asilgliserol, asam lemak dan gliserol pada interfase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri leokimia leokimia adalah bahan kimia yang dihasilkan dari minyak dan lemak, yaitu yang diturunkan dari trigliserida menjadi bahan oleokimia. Secara industri, sebagian

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang disuplai dari makanan pokok tidak terpenuhi. Suplemen di pasaran dapat dibedakan berdasarkan kategori penggunaannya,

Lebih terperinci

TRY OUT SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2010 TIM OLIMPIADE KIMIA INDONESIA 2011 Waktu: 150 Menit PUSAT KLINIK PENDIDIKAN INDONESIA (PKPI) bekerjasama dengan LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SSCIntersolusi

Lebih terperinci

HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI ASAM LEMAK OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE DARI Aspergillus niger

HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI ASAM LEMAK OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE DARI Aspergillus niger Hasil Penelitian J. Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XXII No.1 Th. 211 HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI ASAM LEMAK OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE DARI Aspergillus niger [Enzymatic Hydrolysis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Gugus Fungsi Senyawa Karbon

Gugus Fungsi Senyawa Karbon Gugus Fungsi Senyawa Karbon Gugus fungsi merupakan bagian aktif dari senyawa karbon yang menentukan sifat-sifat senyawa karbon. Gugus fungsi tersebut berupa ikatan karbon rangkap dua, ikatan karbon rangkap

Lebih terperinci

SENYAWA KARBON. Indriana Lestari

SENYAWA KARBON. Indriana Lestari SENYAWA KARBON Indriana Lestari A. Keunikan Atom Karbon ( C ) Atom Karbon ( C ) memiliki 4 elektron valensi. Dengan nomor atom 6, atom C memiliki 4 elektron valensi, sehingga untuk mencapai kestabilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pembuatan homogenat hati tikus dan proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4 o C untuk menghindari kerusakan atau denaturasi enzim karena pengaruh panas. Kebanyakan

Lebih terperinci

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Pada suhu kamar : - lemak

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil Kuantitas bio oil ini menunjukkan bahwa banyaknya dari massa bio oil, massa arang dan massa gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil & Pembahasan 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp Pada penelitian ini, digunakan mikroalga Chlorella Sp sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penelitian ini

Lebih terperinci

Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT

Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT Pengantar Gugus fungsi dari asam karboksilat terdiri atas ikatan C=O dengan OH pada karbon yang sama. Gugus karboksil biasanya ditulis -COOH. Asam alifatik memiliki gugus alkil

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Lipid, ester gliserol dengan asam lemak, berdasarkan titik lelehnya dikelompokkan menjadi lemak atau minyak. Lipid pada suhu kamar berwujud padat disebut lemak sedangkan lipid berwujud cair

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar dari PT Rajawali Nusantara ini dikemas dalam kemasan karung, masing-masing karung berisi kurang lebih 30 kg. Hasil

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun. Selama

Lebih terperinci