Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian"

Transkripsi

1 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perairan Lokasi Penelitian Lamun dugong merupakan salah satu kelompok tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal dengan subtrat pasir berlumpur yang berbeda, pasir bermedium kasar, dan pecahan koral kasar (Dahuri 2003). Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan sampai kedalaman 8-15 meter dan 40 meter. Lamun memiliki jumlah yang berlimpah serta sering membentuk padang yang lebat dan luas di perairan tropik. Sifat-sifat lingkungan pantai cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan lamun ini. Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun yaitu kecerahan, temperatur, salinitas, substrat dan kecepatan arus. Pengaruh gelombang, sedimentasi, pemanasan air, pergantian pasang dan surut serta curah hujan menyebabkan lamun harus melakukan penyesuaian morfologik terhadap kondisi habitat tersebut (Romimohtarto dan Juwana 2007). Kondisi perairan lamun dugong yang terdapat di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian Lamun dugong mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang

2 30 baik, dan mampu melakukan penyerbukan serta daur generatif dalam keadaan terbenam (Dahuri 2003). Lamun dugong sering dominan pada padang lamun campuran dan biasa terbentuk di daerah intertidal yang lebih rendah dan subtidal yang dangkal. Padang lamun tumbuh dengan baik di daerah yang terlindung dan bersubstrat pasir, stabil serta dekat sedimen yang bergerak secara horizontal. Padang lamun yang tumbuh pada sedimen karbonat yang berasal dari patahan terumbu kurang dipengaruhi oleh faktor run off daratan yang berkaitan dengan kekeruhan, suplai nutrien pada musim hujan, dan fluktuasi salinitas (Dahuri 2003; Romimohtarto dan Juwana 2007). 4.2 Komposisi Proksimat dan Abu Tidak Larut Asam Lamun Dugong Kandungan gizi pada lamun dugong dapat diketahui dengan analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya kandungan air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat dalam lamun dugong diperoleh melalui perhitungan by difference. Selain analisis proksimat (kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat), pengujian abu tidak larut asam juga dilakukan. Pengujian ini dilakukan karena lamun dugong tumbuh di perairan yang dangkal dengan substrat pasir, lumpur, atau campuran dari keduanya. Sehingga lamun dugong diduga mengandung abu tidak larut asam yang berasal dari mineral-mineral dalam lumpur yang masih menempel pada tubuhnya akibat penanganan yang kurang baik. Hasil analisis proksimat lamun dugong dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil uji proksimat dan abu tidak larut asam lamun dugong Komponen Nilai (%) Air 86,26 ± 0,59 Abu 2,34 ± 0,49 Lemak 0,78 ± 0,08 Protein Karbohidrat (by difference) 0,81 ±0,04 9,81 ± 0,68 Abu tidak larut asam 0,39± 0,28

3 31 Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citra rasa makanan. Semua bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno 2008). Lamun dugong memiliki kadar air yang cukup tinggi sebesar yaitu 86,26%. Tingginya kadar air ini menyebabkan kadar protein dan lemaknya rendah. Kadar air merupakan komponen terbesar dari sayuran dan kadarnya bervariasi berkisar antara 81,0% sampai 96,1% (Muchtadi 2001). Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu (Winarno 2008). Kadar abu lamun dugong basis basah sebesar 2,34%. Nilai kadar abu lamun dugong basis kering yang diteliti (16,94%) memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu lamun dugong yang diteliti oleh Setyati et al. (2003), yaitu sebesar 62,43%. Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Selain itu juga, masing-masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral, hal inilah yang nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing-masing bahan. Lemak merupakan energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Lemak nabati mengandung fitosterol dan asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Berdasarkan hasil análisis yang dilakukan, didapatkan kadar lemak lamun dugong basis basah sebesar 0,78%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Setyati et al. (2003),

4 32 kadar lemak lamun dugong (5,56 % bk) lebih rendah dibandingkan dengan lamun dugong yang terdapat di Pantai Bandengan, Jepara yaitu sebesar 7,38% bk. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air lamun dugong sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun secara drastis. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak. Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino yang berikatan péptida dan mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein memiliki bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut, dan lain-lain (Winarno 2008). Hasil análisis menunjukkan kadar protein lamun dugong basis kering sebesar 5,91%. Hasil protein yang rendah ini juga ditemukan pada lamun dugong lainnya yaitu sebesar 8,35% (Setyati et al. 2003). Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam, yang sebagian merupakan garam-garam logam berat dan silika. Berdasarkan hasil pengujian kadar abu tidak larut asam dapat diketahui bahwa lamun dugong mengandung abu tidak larut asam sebesar 0,39%. Hal ini diduga masih terdapatnya kontaminasi material-material abu tidak larut asam seperti pasir, lumpur, silika dan batu yang berasal dari hábitat lamun dugong. Kadar abu tidak larut asam dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses penanganan dan pengolahan suatu produk (Basmal et al. 2003). Karbohidrat merupakan konstituen yang paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan kandungan kimia lainnya yang terdapat dalam tanaman atau hewan (Sirait 2007). Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia. Karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah dan dapat menghasilkan seratserat (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan. Pada tanaman, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO 2 dan H 2 O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman yang berklorofil (Dewick 2002). Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference menunjukkan bahwa lamun dugong mengandung karbohidrat sebesar 9,81%. Karbohidrat banyak terdapat

5 33 dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Selulosa dan lignin berfungsi sebagai penyusun dinding sel tanaman. 4.2 Serat Pangan Lamun Dugong Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi, dan mucilage. Karena itu dietary fiber pada umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarida. Berbagai jenis makanan nabati pada umumnya banyak mengandung dietary fiber (Winarno 2008). Komponen serat pangan total, serat pangan larut dan serat pangan tidak larut pada lamun dugong telah ditentukan dengan menggunakan metode multi enzim (Asp et al. 1983). Metode ini dapat memisahkan serat pangan larut (soluble dietary fiber atau SDF) dan serat makan tidak larut (insoluble dietary fiber atau IDF) dalam satu filtrasi tunggal, dimana SDF didapat dengan mengendapkan filtrat menggunakan etanol. Nilai SDF dan IDF diperoleh sebagai residu yang dikoreksi dengan residu protein dan abu. Nilai serat pangan total (total dietary fiber atau TDF) merupakan penjumlahan SDF dan IDF. Hasil analisis serat pangan lamun dugong dapat dilihat pada Gambar 5. 15,38 7,55 7,83 Gambar 5 Kandungan serat pangan lamun dugong

6 34 Berdasarkan analisis serat pangan diketahui bahwa nilai serat pangan larut (7,55 g/100g) tidak berbeda jauh dengan serat pangan tidak larut (7,83 g/100g). Fraksi SDF sebagian besar terdapat buah, sayuran, kacang-kacangan; sedangkan IDF paling banyak terkandung dalam sereal dan kacang-kacangan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa secara fisiologis, SDF lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL), dan membuat perut merasa cepat kenyang, dan mereduksi absorpsi glukosa dalam usus. Serat pangan tidak larut (IDF) tidak terlalu signifikan sebagai agen hipokolesterolemik, tetapi peranannya sangat penting dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan. Total serat pangan lamun dugong yang diuji memiliki nilai sebesar 15,38 g/100g. Komponen serat pangan yang terkandung dalam suatu bahan dipengaruhi oleh spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman, dan perlakuan terhadap bahan tersebut seperti perebusan, pengukusan, dan penumisan (Muchtadi 2001). 4.3 Rendemen Ekstrak Lamun Dugong Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif (Harborne 1987). Metode ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu maserasi tipe pelarut tunggal. Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda yaitu n-heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan metanol (polar). Penggunaan ketiga pelarut tersebut bertujuan untuk mengetahui rendemen dan identifikasi komponen aktif dari lamun dugong yang masih belum diketahui kepolarannya. Ekstrak kasar masing-masing pelarut yang dihasilkan dari proses evaporasi menghasilkan karakteristik yang berbeda. Ekstrak n-heksana berwarna coklat kekuningan, ekstrak etil asetat memiliki warna coklat tua, sedangkan ekstrak metanol memiliki warna coklat kehijauan. Ekstrak dari ketiga jenis pelarut ini berbentuk pasta dan memiliki aroma khas. Hasil ekstrak lamun dugong dengan menggunakan tiga pelarut dengan tingkat kepolaran berbeda yaitu pelarut metanol

7 35 (polar), etil asetat (semipolar) dan n-heksana (nonpolar) dapat dilihat pada Gambar 6. (a) (b) (c) Gambar 6 Ekstrak kasar metanol (a), etil asetat (b) dan n-heksana (c) Rendemen ekstrak hasil ekstrasi tiga pelarut berbeda menmberikan nilai yang berbeda pula. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan jumlah ekstrak yang dihasilkan dengan jumlah sampel awal yang diekstrak dan hasilnya dinyatakan dalam persen. Nilai rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Gambar 7. 17,11 (b) 0,74 (a) 0,64 (a) Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen Gambar 7 Nilai rendemen ekstrak kasar lamun dugong. Rendemen ekstrak lamun dugong dipengaruhi secara nyata oleh jenis pelarut. Rendemen ekstrak tertinggi dari sampel lamun dugong terdapat pada

8 36 ekstrak metanol (17,11%), diikuti oleh ekstrak n-heksana (0,74%), dan ekstrak etil asetat (0,64%). Data tersebut menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang bersifat polar banyak terkandung pada jaringan lamun dugong, karena dapat larut dalam pelarut polar yaitu metanol sedangkan komponen bioaktif yang bersifat semipolar dan nonpolar terdapat dalam jumlah yang lebih kecil pada lamun dugong. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun dugong mengandung senyawasenyawa fenol yang cenderung larut dalam pelarut polar dan sangat banyak terdapat dalam tanaman (Harborne 1987). 4.4 Kandungan Total Fenol Ekstrak Lamun Dugong Fenol merupakan senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan satu lebih gugus hidroksil. Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan ini memiliki aktivitas antioksidan karena senyawa ini dapat menangkap radikalradikal peroksida dan dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus OH dan OR (Andayani et al. 2008). Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar dan umumnya terdapat pada semua tumbuhan hijau sebagai glikosida dan terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Komponen bioaktif ini berperan terhadap warna dalam organ tumbuhan seperti bunga, buah, daun, atau warna pada pigmen (Sirait 2007). Selain itu flavonoid dapat juga menangkap spesies oksigen reaktif (ROS) yang terbentuk selama proses pencernaan makanan di dalam tubuh (Pietta et al dalam Muchtadi 2001). Penentuan kandungan fenol total pada lamun dugong menggunakan pelarut Folin-Ciocalteu dan sebagai pembanding digunakan asam galat. Kadar total fenol dalam lamun dugong dihitung menggunakan persamaan regresi linier dengan terlebih dahulu menentukan konsentrasi larutan sampel dengan cara mengukur absorban sampel kemudian menggunakan kurva kalibrasi. Kandungan total fenol pada ekstrak kasar lamun dugong dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol dapat dilihat pada Gambar 8.

9 ,58 (b) 5,23 (a) 36,19 (b) Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen Gambar 8 Nilai total fenol lamun dugong Ekstrak lamun dugong dalam pelarut metanol memiliki kandungan total fenol tertinggi yaitu sebesar 1022,58 mg GAE/1000g ekstrak, diikuti oleh ekstrak etil asetat sebesar 36,19 mg GAE/1000g ekstrak dan ekstrak n-heksan sebesar 5,23 mg GAE/1000g ekstrak. Senyawa fenol cenderung larut dalam pelarut polar namun kelarutannya dapat berbeda pada setiap jenis pelarut dan sumbernya (Harborne 1987). Muchtadi (2001) juga menyebutkan bahwa kadar total fenol pada tumbuhan dipengaruhi oleh perbedaan komposisi sel, ketebalan dinding sel, dan permeabilitas membran plasma. 4.5 Komponen Fitokimia Pengujian komponen bioaktif pada ekstrak kasar n-heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan metanol (polar) dilakukan dengan menggunakan uji fitokimia. Fitokimia memiliki peran penting dalam penelitian obat yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat pada masing-masing ekstrak kasar lamun dugong. Uji fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid, steroid, triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tannin. Hasil uji fitokimia ekstrak lamun dugong dapat dilihat pada Tabel 3.

10 38 Tabel 3 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar lamun dugong Jenis Pelarut Uji Fitokimia Etil Standar (warna) N-heksan asetat Metanol Alkaloid: a. Dragenford Endapan merah atau jingga b. Meyer Endapan putih kekuningan c. Wagner Endapan coklat Steroid Perubahan dari merah menjadi biru/hijau Triterpenoid Perubahan dari merah menjadi biru/hijau Flavonoid Lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/hijau Fenol hidrokuinon Warna hijau atau hijau biru Tanin Perubahan warna dari hijau menjadi biru hingga hitam Saponin Terbentuk busa Keterangan: - = tidak terdeteksi + = lemah ++ = kuat +++ = sangat kuat Secara umum, komponen fitokimia yang terdapat dalam lamun dugong yang diamati meliputi steroid, triterpenoid, flavonoid, dan fenol hidrokuinon. Ketiga ekstrak dengan pelarut yang berbeda mengandung keempat komponen bioaktif tersebut kecuali ekstrak dengan pelarut metanol tidak mengandung komponen steroid. Hal ini dikarenakan proses ekstraksi dengan pelarut yang memiliki kepolaran yang berbeda akan mengekstrak senyawa yang berbeda pula. Steroid/triterpenoid pada ekstrak lamun dugong diuji dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard, yang memberikan warna biruhijau. Triterpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis dan terdistribusi secara luas dalam dunia tumbuhan dan hewan (Sirait 2007). Berbeda dengan steroid yang pada mulanya dipertimbangkan hanya sebagai komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormon seks, homon adrenal, asam empedu, dan lain sebagainya), akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan pada substansi tumbuhan (Harborne 1987).

11 39 Hasil pengujian fitokimia pada lamun dugong menunjukkan bahwa komponen steroid/triterpenoid ini terdeteksi pada ekstrak kasar lamun dugong dalam pelarut etil asetat dan n-heksana, sedangkan triterpenoid terdeteksi pada ketiga jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Prekursor dari pembentukan triterpenoid/steroid adalah kolesterol yang bersifat nonpolar (Harborne 1987), sehingga diduga triterpenoid/steroid dapat larut pada pelarut organik (nonpolar). Hal ini terbukti pada penelitian yang telah dilakukan bahwa komponen triterpenoid/steroid terdeteksi pada ekstrak kasar lamun dugong dengan pelarut n-heksana (non polar) dan etil asetat (semipolar). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa triterpenoid/steroid juga terdeteksi pada ekstrak kasar dengan pelarut metanol (polar). Hal ini dapat terjadi mengingat metanol merupakan pelarut polar, yang juga dapat mengekstrak komponen lainnya yang bersifat non polar ataupun semipolar. Hasil uji steroid/triterpenoid ekstrak lamun dugong dapat dilihat pada Gambar Uji Triterpenoid Uji Steroid (a) (b) (c) Gambar 9 Hasil uji steroid/triterpenoid ekstrak n-heksan (a), etil asetat (b), dan metanol (c) Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida dan terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari, dan akar (Sirait 2007). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga ekstrak lamun dugong mengandung komponen flavonoid dan ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning pada lapisan amil alkohol yang dapat dilihat pada Gambar 10. Flavonoid

12 40 sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan karena komponen bioaktif ini merupakan komponen fenol terbesar. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan mampu menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Efektivitas sebagai antioksidan tergantung pada jumlah dan posisi OH, senyawa flavonoid ini banyak terdapat pada bagian daun tanaman. Selain itu sebagai antioksidan, senyawa ini dapat juga menangkap spesies oksigen reaktif (ROS) yang terbentuk selama proses penceraan makanan di dalam tubuh (Muchtadi 2001) (a) (b) (c) Gambar 10 Hasil uji flavonoid ekstrak n-heksan (a), etil asetat (b), dan metanol (c) Kuinon adalah senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar. Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu, benzokuinon, naftokuinon. antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida sedikit larut dalam air, kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terekstraksi dalam tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Hasil pengujian menunjukkan bahwa lamun dugong mengandung komponen fenol hidrokuinon. Hal ini ditandai dengan adanya warna hijau atau hijau biru pada ketiga ekstrak dengan pelarut berbeda. Hasil uji fenol hidrokuinon ditunjukkan pada Gambar 11.

13 (a) (b) (c) Gambar 11 Hasil uji fenolhidrokuinon ekstrak metanol (a), etil asetat (b), dan n-heksan (c) 4.5 Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH Aktioksidan alami banyak terdapat pada berbagai macam jenis tumbuhan baik dalam buah-buahan maupun sayuran. Keberadaan senyawa antioksidan ini dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada tiga ekstrak kasar lamun dugong yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, dilakukan dengan menggunakan metode uji DPPH. Metode uji DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil (Kuncahyo dan Sunardi 2007). Radikal bebas yang digunakan adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Prinsip kerja dari metode ini yaitu berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas. Metode serapan radikal bebas DPPH dipilih karena metode ini sederhana, mudah, waktu pengujian singkat dan sampel yang digunakan sedikit serta tidak membutuhkan banyak reagen seperti halnya uji xantin-xantin oksidase, tiosianat, antioksidan total (Juniarti et al. 2009). Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah antioksidan sintetik butylated hydroxytoluene (BHT) dengan beberapa konsentrasi. Begitu pula dengan konsentrasi larutan ekstrak lamun dugong pada ketiga jenis pelarut. Konsentrasi tersebut diperoleh melalui pengenceran dari masing-masing larutan stok ekstrak kasar lamun dugong dengan pelarut metanol dan etil asetat 500 ppm serta 1000 ppm untuk pelarut n-heksana. Menurut Andayani et al. (2008) menyatakan bahwa pengujian aktivitas antioksidan pada

14 42 berbagai konsentrasi dimana semakin tinggi konsentrasi yang diuji maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya. Aktivitas antioksidan yang terdapat pada sampel dinyatakan dalam persentase inhibisinya terhadap radikal DPPH. Persentase inhibisi ini didapatkan dari serapan antara absorban DPPH dengan absorban sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Salah satu parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah efficient concentration 50 value (EC 50 value) atau biasa disebut dengan inhibition concentration 50 value (IC 50 value). Nilai ini dapat didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang dapat menyebabkan berkurangnya 50% aktivitas DPPH (Molyneux 2004). Antioksidan BHT sebagai antioksidan pembanding yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai IC 50 sebesar 15,92 ppm. Presentase penghambatan yang tinggi dan nilai IC 50 yang rendah membuktikan bahwa BHT bersifat antioksidan yang sangat kuat (<50 ppm) menurut klasifikasi Blois (1958) dalam Molyneux (2004). BHT memiliki nilai IC 50 yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak metanol, etil asetat, dan n-heksana. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak lamun dugong yang digunakan pada penelitian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar. Sehingga masih diperlukan proses pemurnian pada ekstrak kasar tersebut. Karena pada ekstrak kasar ini diduga masih terkandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Hasil pengujian antioksidan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak kasar lamun dugong memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda. Nilai rata-rata IC 50 ekstrak kasar lamun dugong, dapat dilihat pada Gambar 12. Aktivitas antioksidan lamun dugong terbaik berturut-turut dimiliki oleh ekstrak metanol (73,72 ppm), ekstrak etil asetat (250,72 ppm), dan ekstrak n-heksana (8134,70 ppm). Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC 50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC 50 antara ppm, sedang jika IC 50 bernilai ppm dan lemah jika IC 50 bernilai ppm (Molyneux 2004). Dari ketiga ekstrak yang diamati, ekstrak lamun dugong dengan pelarut metanol termasuk ke dalam antioksidan kuat, karena nilai IC 50 berada diantara ppm. Jumlah komponen bioaktif yang terlarut pada

15 43 masing-masing pelarut akan berbeda sehingga akan berpengaruh pula pada nilai IC 50 yang dihasilkan. Nilai IC 50 akan semakin besar jika ekstrak yang terlarut pada pelarut yang digunakan semakin sedikit. 8134,70 (a) 250,72 (b) 73,72 (b) Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen Gambar 12 Nilai rata-rata IC 50 ekstrak kasar lamun dugong Ekstrak metanol memiliki nilai antioksidan yang kuat bila dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan n-heksana dengan menggunakan metode pengujian DPPH. Hal ini dikarenakan metode pengujian ini cocok bagi komponen antioksidan yang bersifat polar, karena kristal DPPH hanya dapat larut dan memberikan absorbansi maksimum pada pelarut metanol (Febryanti 2010). Hal ini mengisyaratkan bahwa perlu dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode pengujian lainnya yang universal, baik untuk komponen yang bersifat polar, semipolar, ataupun nonpolar. Bila dilihat dari faktor lainnya, kadar total fenol dalam ekstrak metanol juga memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan dua ekstrak lainnya. Menurut Andayani et al. (2008), senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan memiliki aktivitas antioksidan karena senyawa ini dapat menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara aktivitas antioksidan dan kandungan total fenol memiliki kolerasi yang positif.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat dan Abu Tak Larut Asam E. acoroides Lamun memiliki kandungan nutrisi seperti protein, lemak, mineral dan karbohidrat. Kandungan nutrisi awal lamun Enhalus

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proksimat Semanggi Air (Marsilea crenata) Semanggi air yang digunakan dalam penelitian ini merupakan semanggi air yang berasal dari daerah Surabaya, Jawa Timur kemudian semanggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Bahan baku keong pepaya (Melo sp.) merupakan bahan baku yang diambil di Perairan Cirebon Jawa Barat. Bahan baku yang digunakan merupakan keong pepaya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina)

Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina) LAMPIRAN 74 Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina) a. Kadar air % Kadar air U 1 % Kadar air U 2 Kadar air rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

2.7 Serat Pangan (Dietary Fibre) 3 METODOLOGI

2.7 Serat Pangan (Dietary Fibre) 3 METODOLOGI Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne 1987). Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perairan Ekosistem Lamun di Kepulauan Seribu Perairan Kepulauan Seribu merupakan bagian dari wilayah perairan DKI Jakarta yang terletak di sebelah luar perairan Teluk

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Januari sampai April 2010. Keong pepaya dibeli dari nelayan di sekitar Perairan Cirebon. Analisis proksimat keong ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah lintah laut (Discodoris sp.) dari Perairan Tanjung Binga Kepulauan Belitung. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016 KADAR AIR, RENDEMEN DAN KARAKTERISTISK FISIK EKSTRAK LAMUN Halodule sp. Ace Baehaki*, Herpandi, Indah Widiastuti dan Gressty Sari Sitepu Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan sampel Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam keadaan basah yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. Kulit buah naga merah

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Abad 20 merupakan era dimana teknologi berkembang sangat pesat yang disebut pula sebagai era digital. Kemajuan teknologi membuat perubahan besar bagi peradaban

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah pesisir Teluk Kupang cukup luas, agak tertutup dan relatif terlindung dari pengaruh gelombang yang besar karena terhalang oleh Pulau

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Mei 2011. Sampel lamun diambil dari Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu. Proses preparasi sampel

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) Nazmy Maulidha*, Aditya Fridayanti, Muhammad Amir Masruhim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2010. Tempat penelitian di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data dan perhitungan analisis proksimat Padina australis

Lampiran 1. Data dan perhitungan analisis proksimat Padina australis LMPIRN 35 36 Lampiran 1. Data dan perhitungan analisis proksimat Padina australis a. Kadar air Ulangan (gram) B (gram) C (gram) Kadar air (%) Rata-rata 1 5,03 7,09 7,57 90,46 90,57 5,37 4,69 5,19 90,69

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011. Sampel anemon laut (Stichodactyla gigantea) diambil disekitar kawasan Pulau Pramuka, Taman Nasional

Lebih terperinci

Sampel basah. Dikeringkan dan dihaluskan. Disaring

Sampel basah. Dikeringkan dan dihaluskan. Disaring 34 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Sampel basah Determinasi Dikeringkan dan dihaluskan Serbuk kering Kadar air & kadar abu Maserasi dengan n-heksana Disaring Diuapkan Ekstrak n-heksana Residu Maserasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Energi dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktiftasnya. Energi didapatkan dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi. Sebagai sumber energi, lemak memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M.0304067 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antioksidan memiliki arti penting bagi tubuh manusia,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011. Sampel lamun (Syringodium isoetifolium) diambil dari kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur tahunan (Perennial), tingginya dapat mencapai 7m dan akar sedalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Cyclea barbata Meer), cincau hitam (Mesona palustris), cincau minyak

BAB I PENDAHULUAN. (Cyclea barbata Meer), cincau hitam (Mesona palustris), cincau minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beragam tanaman yang dapat digunakan sebagai obat. Seiring dengan kemajuan ilmu teknologi, para ilmuwan terus melakukan penelitian tentang khasiat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Padina australis

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Padina australis 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Padina australis Padina australis dikenal sebagai kuping gajah oleh masyarakat yang tinggal di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Geraldino et al. (2005)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Meningkatnya kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat telah mendorong terjadinya perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada kesehatan seperti

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Lamun dugong (Thalassia hemprichii) (Sumber: koleksi pribadi)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Lamun dugong (Thalassia hemprichii) (Sumber: koleksi pribadi) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Lamun Dugong (Thalassia hemprichii) Lamun dugong (Thalassia hemprichii) merupakan salah satu tumbuhan dari kelas Angiospermae dan termasuk ke dalam kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... PRAKATA...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... PRAKATA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR SINGKATAN... xii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Anemon laut merupakan salah satu anggota Kelas Anthozoa yang

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Program Studi : Pendidikan Tata Boga Pokok Bahasan : Karbohidrat Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian karbohidrat : hasil dari fotosintesis CO 2 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan akibat radikal bebas terhadap sel normal pada tubuh yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi pada

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 11 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai Mei 2011. Sampel Padina australis diambil dari perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sinar matahari berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat tertentu, racun

I. PENDAHULUAN. sinar matahari berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat tertentu, racun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terbebas dari senyawa radikal bebas. Asap rokok, makanan yang digoreng, dibakar, paparan sinar matahari berlebih, asap

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2012 sampai Juli 2012. Proses preparasi sampel dan ekstraksi (maserasi) dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan.

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data 1. Preparasi Sampel Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk) varietas kangkung yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Jengkol (Archidendron jiringa (Jeck) Nielsen Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Jengkol (Archidendron jiringa (Jeck) Nielsen Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH Prosiding Farmasi ISSN: 2460-6472 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Jengkol (Archidendron jiringa (Jeck) Nielsen Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH 1 Maziatul ilma, 2 Endah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Makanan tersebut dikenal baik di segala usia maupun tingkat sosial masyarakat.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstrak Kasar Petrosia nigricans dan Nilai Rendemen Proses ekstraksi meliputi penghancuran sampel, maserasi dalam pelarut dengan penggoyangan menggunakan orbital shaker, penyaringan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci