4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah lintah laut (Discodoris sp.) dari Perairan Tanjung Binga Kepulauan Belitung. Lokasi pengambilan lintah laut dapat dilihat pada Lampiran 1. Lintah laut dikurangi kadar airnya melalui proses pengeringan. Keuntungan dilakukannya pengeringan adalah daya awet bahan yang lebih lama, volume dan berat bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan. Pengeringan dapat berlangsung baik, jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan dan uap air dikeluarkan dari seluruh permukaan bahan tersebut (Winarno et al. 1980). Lintah laut tanpa jeroan kering memiliki tekstur yang keras, dan berwarna hitam kecoklatan. Setelah kering, lintah laut tanpa jeroan dihancurkan sehingga diperoleh bentuk serbuk. Bahan baku dalam bentuk serbuk dapat mempermudah saat analisis proksimat dan proses ekstraksi karena permukaan bahan baku yang kontak dengan pelarut lebih luas. Serbuk lintah laut tanpa jeroan disimpan dalam wadah tertutup untuk melindungi bahan baku dari lingkungan sekitarnya. Lintah laut segar, tanpa jeroan kering dan bentuk serbuknya dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Lintah laut utuh segar, tanpa jeroan kering dan serbuknya

2 Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Suatu bahan baku memiliki sifat fisik maupun kimia yang berbeda dengan yang lainnya. Karakterisasi pada penelitian ini meliputi pengukuran rendemen dan analisis kandungan gizi bahan baku (uji proksimat) Rendemen Rendemen adalah persentase bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan. Lintah laut utuh ditimbang beratnya baik sebelum maupun sesudah diambil dengan jeroannya, kemudian dijemur dengan menggunakan panas matahari. Daging dan jeroan lintah laut yang telah kering ditimbang kembali untuk mengetahui penurunan berat setelah dikeringkan. Persen rendemen merupakan perbandingan antara berat daging segar/kering dengan berat utuh lintah laut yang digunakan. Hasil pengukuran rendemen menunjukkan bahwa daging dan jeroan lintah laut segar memiliki rendemen sebesar 41,79 % dan 58,21 %, sedangkan rendemen daging dan jeroan lintah laut kering sebesar 7,20 % dan 8,64 %. Penurunan rendemen lintah laut disebabkan penguapan kandungan air dalam bahan dengan adanya energi panas matahari. Lintah laut yang berukuran besar akan memiliki rendemen yang besar pula. Nilai rendemen digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Semakin tinggi rendemen maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya sehingga lebih efektif Kandungan gizi bahan baku Senyawa kimia yang mutlak diperlukan oleh tubuh adalah zat gizi. Zat gizi berperan dalam penyediaan energi, proses pertumbuhan, perbaikan jaringan, pengaturan serta pemeliharaan proses fisiologis dan biokimiawi di dalam tubuh. Zat gizi diklasifikasikan dalam 6 kelompok besar yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air (Tejasari 2003). Kandungan zat gizi pada lintah laut dapat diketahui melalui uji proksimat. Uji proksimat dilakukan untuk memperoleh data kasar tentang komposisi kimia suatu bahan. Nurjanah (2009) melakukan uji proksimat pada lintah laut utuh kering. Hasil uji menunjukkan bahwa lintah laut utuh kering mengandung abu tidak larut asam yang dapat merusak jaringan ginjal. Abu tidak larut asam tersebut berasal dari jeroannya yang tidak dibuang. Oleh karena itu, penelitian ini

3 melakukan uji proksimat pada lintah laut yang telah dibuang jeroannya. Zat gizi lintah laut tanpa jeroan kering yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar protein, dan kadar lemak. Kadar karbohidrat diperoleh dengan perhitungan by difference. Hasil uji proksimat serbuk lintah laut tanpa jeroan kering dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh perhitungan uji proksimat lintah laut tanpa jeroan kering dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 3. Hasil uji proksimat lintah laut tanpa jeroan kering Komponen Nilai Kadar air (%) 10,45 Kadar abu (%) 11,97 Kadar abu tidak larut asam (%) 0,20 Kadar lemak (%) 1,41 Kadar protein (%) 59,11 Kadar karbohidrat (%) 17,08 Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan karena keawetan suatu bahan pangan mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air yang dikandungnya. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a w, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno 1997). Hasil uji kadar air pada lintah laut tanpa jeroan kering adalah sebesar 10,45 %. Penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan hasil uji kadar air pada lintah laut utuh kering sebesar 15,25 %. Kadar air yang lebih rendah pada penelitian ini diduga akibat pengaruh lingkungan saat penjemuran sehingga memperbesar penguapan kandungan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara, dan tekanan uap yang di udara (Winarno et al. 1980). Lintah laut tanpa jeroan kering memiliki kadar air yang lebih rendah dari lintah laut utuh kering sehingga dapat meningkatkan daya awet suatu bahan. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam

4 suatu bahan (Sudarmadji et al. 2007). Mineral memegang peranan penting dalam memelihara fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2006). Hasil uji kadar abu adalah sebesar 11,97 %, sedangkan hasil penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan uji kadar abu lintah laut utuh kering sebesar 11,74 %. Hal ini menunjukkan bahwa lintah laut kering tanpa jeroan kering mengandung mineral yang tidak berbeda jauh dengan lintah laut utuh kering. Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi menunjukkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam yang tidak dapat larut asam pada suatu produk (Basmal et al. 2003). Hasil uji kadar abu tidak larut asam adalah sebesar 0,20 %. Penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan kadar abu tidak larut asam lintah laut utuh kering sebesar 1,9 %. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi pada lintah laut utuh kering disebabkan jeroan yang tidak dibuang mengandung material-material abu yang tidak larut asam seperti pasir, lumpur, silika, dan batu. Kemungkinan ini bisa terjadi karena lintah laut termasuk anggota kelompok filum mollusca yang bersifat filter feeder dan hidup menempel pada substrat. Lintah laut tanpa jeroan kering memiliki kadar abu tidak larut asam yang lebih rendah dari lintah laut utuh kering sehingga lebih aman untuk dikonsumsi. Lemak merupakan bagian jaringan tubuh yang dapat digunakan untuk energi setelah dicerna. Menurut bobotnya, energi yang diperoleh dari lemak dua kali lebih banyak dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Helper et al. 1988). Kadar lemak yang didapatkan dari uji proksimat lintah laut tanpa jeroan adalah sebesar 1,41 %. Berdasarkan penelitian Nurjanah (2009), kandungan lemak pada lintah laut utuh adalah sebesar 4,58 %. Kadar lemak yang lebih rendah pada penelitian ini disebabkan telah dibuangnya jeroan lintah laut saat preparasi. Lemak pada tubuh umumnya disimpan sebesar 45 % di sekeliling organ dan rongga perut (Almatsier 2006). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Budiyanto 2002). Protein dibentuk oleh asam-asam

5 amino, yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), (beberapa asam amino juga mengandung fosfor, besi, dan yodium) melalui ikatan peptida (Tejasari 2003). Hasil uji kadar protein pada lintah laut tanpa jeroan kering adalah sebesar 59,11 %. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (2009) diperoleh kadar protein lintah laut utuh kering sebesar 49,60 %. Hal ini disebabkan kandungan air yang lebih rendah pada lintah laut tanpa jeroan kering sehingga secara proporsional persentase kadar protein akan naik. Semakin meningkatnya kandungan air maka kandungan protein akan menurun dan sebaliknya (Syarief dan Halid 1993). Kadar protein yang lebih tinggi pada lintah laut tanpa jeroan kering menunjukkan potensi besar sebagai pangan fungsional kaya protein. Karbohidrat adalah sumber kalori utama bagi kehidupan manusia dan hewan. Karbohidrat dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana (monosakarida, disakarida, gula alkohol, dan oligosakarida) dan karbohidrat kompleks (polisakarida dan serat) (Almatsier 2006). Hasil perhitungan by difference menunjukkan bahwa kadar karbohidrat lintah laut tanpa jeroan kering sebesar 17,08 %. Sedangkan penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan kadar karbohidrat lintah laut utuh kering sebesar 18,83 %. Hal ini menunjukkan bahwa lintah laut utuh kering memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan lintah laut tanpa jeroan kering Ekstraksi Komponen Antioksidan Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan komponen-komponen senyawa aktif dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi tunggal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2009), metode ekstraksi tunggal menghasilkan rendemen dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan metode ekstraksi bertingkat. Selain itu, hasil ekstraksi juga dipengaruhi oleh jenis pelarut, waktu, dan suhu yang digunakan dalam proses ekstraksi (Row dan Jin 2005). Penelitian ini menggunakan tiga pelarut polar untuk memperoleh komponen antioksidan melalui proses ekstraksi, yaitu etanol pro analyst (p.a), metanol pro analyst (p.a), dan aquabides. Pemilihan pelarut polar mengacu pada penelitian Nurjanah (2009) yang mengatakan bahwa rendemen ekstrak dan

6 aktivitas antioksidan lintah laut lebih banyak ditemukan pada ekstrak dengan pelarut polar sehingga diduga senyawa kimia yang terdapat di dalamnya bersifat polar. Penggunaan ketiga pelarut ini bertujuan untuk mengetahui rendemen dan sifat komponen bioaktif lintah laut pada pelarut polar dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Proses ekstraksi dengan pelarut polar menggunakan lintah laut dalam bentuk serbuk halus. Ukuran partikel yang kecil diharapkan dapat memperluas kontak sampel dengan pelarutnya sehingga semakin banyak komponen bioaktif yang dapat terekstrak. Selain itu, penghancuran akan memecah se-sel yang terdapat dalam jaringan sehingga komponen yang akan di ekstrak dapat cepat keluar dari bahan. Perbandingan antara bahan dengan pelarut yang digunakan adalah sebesar 1:3 (w/v). Hal ini dilakukan untuk memperbanyak ekstrak kasar yang dihasilkan. Semakin besar volume pelarut maka jumlah bahan yang akan terekstrak akan semakin besar sampai larutan menjadi jenuh kemudian penambahan pelarut tidak akan menambah hasil ekstraksi (Hougton dan Raman 1998). Proses maserasi dibantu dengan pengadukan dimaksudkan untuk memperbesar kemungkinan proses tumbukan antara bahan dengan pelarut sehingga senyawa bioaktif dapat terlarut dengan cepat ke dalam pelarut. Proses maserasi ini dilakukan selama 5x24 jam sampai filtrat berwarna lebih bening. Hal ini bertujuan untuk memperbanyak senyawa-senyawa kimia lintah laut yang terlarut dalam pelarut. Aquabides dipilih sebagai pelarut karena bersifat murni dan terbebas dari kontaminasi serta garam-garam anorganik sehingga dapat memperkecil peluang ekstrak kasar terkontaminasi bahan lain. Ekstraksi dengan pelarut aquabides pada suhu tinggi (suhu 100 o C) dan dalam waktu singkat (20 menit) dilakukan untuk menghindari pembusukan pada hasil filtrat selama ektraksi karena bakteri cepat tumbuh dalam media air pada suhu ruang. Suhu tinggi dapat menginaktifkan bakteri yang tidak tahan panas, walaupun akan berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan suatu bahan. Suatu bahan yang dipanaskan pada temperatur lebih dari 50 o C akan mengalami penurunan aktivitas antioksidan secara signifikan (Azizah et al. 1998).

7 Proses evaporasi dari filtrat lintah laut dengan ketiga pelarut polar menghasilkan ekstrak kasar dengan karakteristik yang berbeda-beda. Ekstrak kasar metanol dan etanol berwarna coklat pekat dalam bentuk pasta, sedangkan ekstrak kasar aquabides berwarna coklat kehijauan dalam bentuk pasta kering. Ekstrak kasar lintah laut dari ketiga pelarut dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Ekstrak kasar lintah laut Hasil ekstraksi menggunakan tiga pelarut polar dengan tingkat kepolaran yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda-beda pula. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak kasar yang dihasilkan dengan bobot awal yang digunakan. Nilai rendemen ekstrak dinyatakan dalam bentuk persen. Rendemen ekstrak kasar lintah laut dari ketiga pelarut dapat dilihat pada Gambar 6. Data rendemen ekstrak kasar lintah laut dapat dilihat pada Lampiran 3. Rendemen (%) ,75 12,54 13,21 Etanol Metanol Aquabides Jenis pelarut Gambar 6. Rendemen ekstrak kasar lintah laut

8 Ekstrak kasar etanol, metanol, dan aquabides lintah laut memiliki rata-rata persentase rendemen yaitu sebesar 12,54 %, 14,75 %, dan 13,21 %. Hasil analisis ragam terhadap rendemen ekstrak lintah laut berdasarkan jenis pelarut (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah rendemen ekstrak yang dihasilkan. Ketiga pelarut yang digunakan sama-sama bersifat polar sehingga tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap rendemen ekstrak. Nilai rendemen ekstrak metanol yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Nurjanah (2009) yang menunjukkan rendemen ekstrak kasar lintah laut tanpa jeroan sebesar 4,51 %. Hal ini disebabkan ukuran bahan yang diekstrak pada penelitian ini dalam bentuk serbuk halus, sedangkan penelitian Nurjanah (2009) dalam bentuk serbuk kasar sehingga memperluas permukaan bahan yang kontak dengan pelarut. Selain itu, pada penelitian ini dilakukan metode ekstraksi tunggal sehingga komponen bioaktifnya lebih banyak tereksrak dibandingkan dengan metode ekstraksi bertingkat Ekstrak Kasar Analisis yang dilakukan terhadap ekstrak kasar lintah laut dengan menggunakan tiga pelarut meliputi uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH dan uji fitokimia dengan pengamatan secara kualitatif Aktivitas antioksidan Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Pengujian aktivitas antioksidan dalam lintah laut dilakukan dengan menggunakan metode DPPH. DPPH (diphenylpicrylhydrazyl) adalah suatu radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk senyawa yang lebih stabil. Selain itu, DPPH juga dapat bereaksi dengan atom hidrogen membentuk DPPH tereduksi (diphenylpicrylhydrazine) yang stabil. Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah BHT. BHT dalam penelitian ini dibuat dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50 dan 100 ppm. Konsentrasi tersebut diperoleh dari hasil pengenceran stok BHT dengan konsentrasi 500 ppm. Konsentrasi ekstrak kasar yang digunakan pada metode DPPH ini adalah 100, 200, 500, 1000, 2000 dan 4000 ppm. Konsentrasi tersebut

9 diperoleh dari hasil pengenceran stok sampel ekstrak dengan konsentrasi 5000 ppm. Contoh perhitungan konsentrasi uji aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Tabel 4. Sampel BHT Ekstrak etanol Ekstrak metanol Ekstrak aquabides Tabel 4. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut % inhibisi IC50 (ppm) 5 ppm 10 ppm 25 ppm 50 ppm 100 ppm 18,57 43,30 71,51 87,31 90,14 14, ppm 200 ppm 500 ppm 1000 ppm 2000 ppm 4000 ppm 0,73 4,00 10,70 24,43 44,82 77, ,93 2,01 5,80 18,11 28,71 52,87 85, ,37 0,45 3,36 9,92 18,49 36,97 64, ,05 Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi kuning pucat (Moluneux 2004). Tingkat diskolorisasi warna ungu DPPH mengindikasi aktivitas penghambatan radikal bebas oleh sampel antioksidan (Abdille et al. 2004). Reaksi penghambatan radikal bebas DPPH oleh sampel ekstrak kasar lintah laut dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak kasar lintah laut dari pelarut etanol, metanol dan aquabides dapat menghambat aktivitas radikal bebas pada konsentrasi sebesar 4000 ppm. Reaksi penghambatan radikal bebas DPPH oleh ekstrak kasar diindikasi dengan berubahnya warna ungu menjadi kuning pada konsentrasi tersebut. Perubahan warna ini membuktikan bahwa ekstrak kasar memiliki aktivitas antioksidan walaupun pada konsentrasi yang tinggi.

10 Ektrak kasar etanol Ekstrak kasar metanol Ekstrak kasar aquabides Gambar 7. Reaksi radikal bebas DPPH dengan ekstrak kasar lintah laut BHT adalah antioksidan sintetik yang digunakan sebagai pembanding pada penelitian ini. Antioksidan sintetik ini biasa dicampurkan ke dalam bahan pangan karena efektif menghambat aktivitas radikal bebas dan bersifat sinergis dengan antioksidan lainnya. Namun penggunaan antioksidan sintetik dapat menyebabkan keracunan pada dosis tertentu. Kadar maksimum BHT dalam bahan pangan adalah 200 ppm (Ketaren 1986). Pengujian aktivitas antioksidan menghasilkan hubungan konsentrasi dengan persentase penghambatan BHT yang dapat dilihat pada Gambar 8. % inhibisi y = 24,80ln(x) - 15,45 R² = 0, Konsentrasi (ppm) Gambar 8. Hubungan konsentrasi dengan persentase penghambatan BHT

11 Hasil pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa BHT memiliki persen penghambatan radikal bebas tertinggi pada konsentrasi 100 ppm, yaitu sebesar 90,14 % dengan nilai IC 50 sebesar 14 ppm. Contoh perhitungan persentase penghambatan dan nilai IC 50 dapat dilihat pada Lampiran 6. Semakin kecil nilai IC 50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Persentase penghambatan tinggi dan nilai IC 50 yang rendah membuktikan bahwa BHT bersifat sebagai antioksidan yang kuat. Hal ini disebabkan BHT terbuat dari senyawa-senyawa kimia yang merupakan senyawa antioksidan. Aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut dinyatakan dengan persentase penghambatan (% inhibisi) dan nilai IC 50. Sampel ekstrak pada 6 konsentrasi, yaitu 100, 200, 500, 1000, 2000 dan 4000 ppm diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer. Persentase penghambatan adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Hubungan persentase penghambatan dengan konsentrasi ekstrak kasar lintah laut disajikan pada Gambar 9. % inhibisi y = 21,66ln(x) - 108,3 R² = 0,890 y = 19,76ln(x) - 101,1 R² = 0,862 y = 16,28ln(x) - 83,35 R² = 0, Konsentrasi (ppm) Gambar 9. Hubungan konsentrasi dengan rata-rata persentase penghambatan ekstrak kasar lintah laut etanol metanol aquabides

12 Hasil perhitungan rata-rata persentase penghambatan menunjukkan bahwa ekstrak kasar lintah laut memiliki rata-rata kemampuan menghambat radikal bebas terendah terdapat pada konsentrasi 100 ppm, yaitu 0,73 % untuk ekstrak etanol, 2,01 % untuk ekstrak metanol, dan 0,45 % untuk ekstrak aquabides. Sedangkan rata-rata kemampuan menghambat radikal bebas tertinggi terdapat pada konsentrasi 4000 ppm, yaitu 77,87 % untuk ekstrak etanol, 85,76 % untuk ekstrak metanol, dan 64,62 % untuk ekstrak aquabides (Lampiran 7). Semakin tingginya konsentrasi ekstrak kasar lintah laut yang digunakan menghasilkan persentase penghambatan radikal bebas yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hanani (2005) diacu dalam Prabowo (2009), yang menyatakan bahwa persentase penghambatan terhadap aktivitas radikal bebas meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. IC 50 merupakan konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50 % (Molyneux 2004). Nilai rata-rata IC 50 pada ekstrak kasar lintah laut dari ketiga pelarut dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Nilai rata-rata IC 50 ekstrak kasar lintah laut Nilai rata-rata IC 50 ekstrak kasar lintah laut menunjukkan bahwa ekstrak etanol dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50 % pada konsentrasi 2152,94 ppm, ekstrak metanol pada konsentrasi 1527,37 ppm, dan

13 ekstrak aquabides pada konsentrasi 3640,05 ppm. Nilai IC 50 yang rendah mengindikasi aktivitas antioksidan yang tinggi. Ekstrak kasar lintah laut hasil ekstraksi dengan ketiga pelarut memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong lemah karena memiliki nilai IC 50 lebih besar dari 200 ppm. Suatu bahan dapat dikatakan sebagai antioksidan kuat apabila memiliki nilai IC 50 kurang dari 200 ppm (Blois 1958 diacu dalam Molyneux 2004). Aktivitas antioksidan pada ekstrak kasar lintah laut lebih rendah apabila dibandingkan dengan antioksidan sintetik BHT. Nilai IC 50 BHT yaitu sebesar 14 ppm. Aktivitas antioksidan yang rendah pada penelitian ini diduga akibat sampel yang masih berupa ekstrak kasar. Ekstrak kasar lintah laut masih mengandung senyawa lain yang bukan senyawa antioksidan. Senyawa lain tersebut ikut terbawa dalam pelarut saat proses ekstraksi. Senyawa-senyawa lain pada ekstrak dapat meningkatkan persentase rendemennya. Oleh karena itu ekstrak lintah laut yang diperoleh melalui ekstraksi dengan pelarut etanol, metanol dan aquabides memiliki persentase rendemen yang cukup tinggi. Senyawa murni dari ekstrak kasarnya mungkin memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Hasil analisis ragam terhadap aktivitas antioksidan lintah laut berdasarkan jenis pelarut (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Ketiga pelarut yang digunakan sama-sama bersifat polar sehingga tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak. Ekstrak aquabides memiliki keunggulan apabila dilihat dari segi keamanannya. Pelarut aquabides adalah air yang telah mengalami dua kali destilasi. Air yang telah didestilasi akan terbebas dari kontaminan seperti elektrolit, substansi organik, mikroorganisme, klorin, partikel gas terlarut misalnya karbon dioksida dan oksigen. Garam anorganik di dalam air dapat terdisosiasi menbentuk ion positif dan negatif, misalnya kalsium dan magnesium sebagai pembentuk kesadahan air. Bila diuapkan melalui destilasi ion-ion ini bersama dengan ion-ion seperti karbonat akan mengendap sehingga diperoleh air yang murni (Suwandi 1993). Aquabides terbebas dari kontaminasi dan garam

14 organik sehingga dapat memperkecil peluang ekstrak kasar terkontaminasi bahan lain. Selain itu, aquabides lebih aman dikonsumsi dibandingkan dengan etanol dan metanol sehingga sangat baik apabila digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik, dan tidak mudah terbakar (Ketaren 1986). Kebanyakan pelarut organik yang biasa digunakan saat ini diketahui bersifat toksik dan berbahaya. Pada penelitian ini digunakan pelarut organik berupa etanol dan metanol. Etanol dan metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Meminum atau menghisap metanol dapat menimbulkan kebutaan bahkan kematian. Terdapat laporan yang menjelaskan bahwa terjadi kematian yang disebabkan minum metanol kurang dari 30 ml (Fessenden dan Fessenden 1986). Pelarut organik yang bersifat toksik dapat berbahaya bagi kesehatan sehingga akan lebih aman apabila proses ekstraksi menggunakan air murni yaitu aquabides Senyawa fitokimia Ekstrak kasar hasil ekstraksi lintah laut menggunakan tiga pelarut polar, yaitu etanol, metanol dan aquabides diuji fitokimia untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat dalam tubuhnya yang terlarut pada masing-masing pelarut. Komponen bioaktif berpotensi mencegah berbagai penyakit seperti penyakit degeneratif dan kardiovaskular (Harborne 1987). Uji fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, biuret dan ninhidrin. Pemilihan pelarut perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan zat kimia tertentu yang diinginkan. Ekstraksi dengan pelarut etanol dapat mengekstrak fenolik, steroid, terpenoid, alkaloid, dan glikosida (Hougton dan Raman 1998). Pelarut metanol mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid dan tanin (Harborne 1987). Selain itu, metanol juga dapat mengekstrak gula, asam amino dan glikosida. Metanol merupakan pelarut polar, namun dapat juga mengekstrak senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar, seperti lilin dan lemak. Pelarut aquabides cenderung melarutkan garam dari asam maupun

15 basa (Houghton dan Raman 1998). Komponen bioaktif yang terdapat dalam ekstrak kasar lintah laut dapat dilihat pada Tabel 5. Uji fitokimia Alkaloid: Wagner Meyer Dragendroff Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar lintah laut Jenis pelarut Etanol Metanol Aquabides Steroid Flavonoid Standar (warna) Endapan coklat Endapan putih kekuningan Endapan merah sampai jingga Perubahan merah menjadi biru/hijau Lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/hijau Saponin Terbentuk busa Fenol hidrokuinon + Warna hijau atau hijau biru Molisch Warna ungu diantara 2 lapisan Benedict Biuret ++ Warna ungu Ninhidrin Warna biru Keterangan: +++ sangat kuat ++ kuat + kurang kuat Warna hijau/kuning/endapan merah bata Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kasar lintah laut dengan ketiga pelarut polar mengandung senyawa kimia yang merupakan golongan alkaloid, flavonoid, karbohidrat, dan gula pereduksi. Senyawa kimia fenol hidrokuinon dan peptida hanya terdapat pada ekstrak kasar lintah laut dengan menggunakan pelarut aquabides. Setiap zat kimia memiliki kelarutan yang berbeda-beda terhadap suatu jenis pelarut. Pemilihan pelarut perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan zat kimia tertentu yang diinginkan. Alkaloid adalah senyawa alami amina, baik pada tanaman, hewan, ataupun jamur dan merupakan produk yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder,

16 dimana saat ini diketahui sebanyak 5500 jenis alkaloid (Harborne 1987). Pada umumnya basa bebas alkaloida hanya larut dalam pelarut organik meskipun beberapa pseudoalkaloida dan protoalkaloida larut dalam air. Garam alkaloida quarterner sangat larut dalam air (Sastrohamidjojo 1996). Penelitian Ibrahim (2001) menunjukkan bahwa senyawa kimia yang dominan dalam lintah laut adalah steroid. Pada penelitian ini tidak ditemukan senyawa kimia steroid pada lintah laut tanpa jeroan. Hormon steroid dibentuk dari jaringan tertentu di dalam tubuh dan dibagi dalam dua kelas, yaitu hormon adrenal dan hormon seks (estrogen, progesteron dan testosteron). Lintah laut yang telah dibuang jeroannya tidak ditemukan hormon steroid karena steroid secara normal diproduksi oleh organ reproduksi seperti ovari, plasenta, korteks adrenal, korpus luteus, dan testis (Wilson dan Gisvold 1982). Schmidt dan Steinhart (2001) menyatakan bahwa kandungan steroid pada ekstrak polar dan non-polar tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, dalam bentuk aglikon maupun terikat pada gula sebagai glikosida (Harborne 1987). Karena mempunyai sejumlah gugus gula, flavonoid bersifat polar maka umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham 1988). Flavonoid dapat digunakan untuk mengurangi resiko berberapa penyakit kronis dengan kemampuannya sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan anti-proliferasi (Chen dan Blumberg 2007). Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon (Pratt dan Hudson 1990). Senyawa kimia fenol hidrokuinon hanya terdeteksi pada ekstrak aquabides lintah laut. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya seyawa ini seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne 1987). Senyawa yang termasuk dalam golongan fenolik cenderung mudah larut dalam pelarut yang mempunyai polaritas tinggi (Marhusip 2006) diacu dalam Nuraini 2007). Peranan beberapa golongan fenol sudah diketahui, misalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel,

17 antosianin sebagai pigmen bunga. Selain itu, dengan mengkonsumsi fenol dipercaya dapat mengurangi resiko beberapa penyakit kronis karena bersifat sebagai antioksidan, anti-inflamansi, detoksifikasi karsinogen, dan antikolesterol (Chen dan Blumberg 2007). Karbohidrat pada hewan dan manusia diperoleh dengan cara mengkonsumsi organisme autotroph yang dapat melakukan fotosintesis. Lintah laut mendapatkan karbohidrat dari alga yang dimakannya. Karbohidrat berfungsi sebagai storing energy seperti pati, dapat juga berguna sebagai transport of energy seperti sukrosa, dan sebagai penyusun dinding sel seperti selulosa (Sirait 2007). Terbentuknya endapan kuning pada pengujian benedict ketiga pelarut menunjukkan adanya gula pereduksi dalam ekstrak kasar lintah laut. Gula pereduksi adalah monosakarida yang mereduksi senyawa lain seperti pereaksi Benedict. Bila monosakarida dioksidasi akan menghasilkan senyawa bergugus karboksil, sedangkan pada waktu yang sama ion Cu 2+ dalam pereaksi Benedict direduksi menjadi Cu + (Roswiem et al. 2006). Uji biuret pada pelarut aquabides menunjukkan warna ungu sehingga dapat diketahui terdapat peptida dalam ekstrak kasar lintah laut. Protein bersifat larut dalam air, tidak larut dalam alkohol atau ether, tidak berwarna serta dapat membentuk kristal (Sudarmadji et al. 2007). Keberadaan protein yang tinggi dalam lintah laut didukung dengan pengujian secara kuantitatif melalui analisis proksimat yang menunjukkan kadar protein sebesar 59,11 %.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Bahan baku keong pepaya (Melo sp.) merupakan bahan baku yang diambil di Perairan Cirebon Jawa Barat. Bahan baku yang digunakan merupakan keong pepaya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proksimat Semanggi Air (Marsilea crenata) Semanggi air yang digunakan dalam penelitian ini merupakan semanggi air yang berasal dari daerah Surabaya, Jawa Timur kemudian semanggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Januari sampai April 2010. Keong pepaya dibeli dari nelayan di sekitar Perairan Cirebon. Analisis proksimat keong ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina)

Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina) LAMPIRAN 74 Lampiran 1 Pohon mangrove Api-api (Avicennia marina) Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat daun Api-api (Avicennia marina) a. Kadar air % Kadar air U 1 % Kadar air U 2 Kadar air rata-rata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2010. Tempat penelitian di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstrak Kasar Petrosia nigricans dan Nilai Rendemen Proses ekstraksi meliputi penghancuran sampel, maserasi dalam pelarut dengan penggoyangan menggunakan orbital shaker, penyaringan,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011. Sampel anemon laut (Stichodactyla gigantea) diambil disekitar kawasan Pulau Pramuka, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

aktivitas enzim antioksidan, yaitu superoxide dismutase (SOD), katalase

aktivitas enzim antioksidan, yaitu superoxide dismutase (SOD), katalase 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha memperoleh komponen aktif dari suatu organisme untuk mengatasi penyakit telah dimulai sejak tahun 1970 dan mengalami kemajuan yang pesat lebih dari tiga dasawarsa

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada ektrak etanol jamur tiram dan kulit rambutan yang ditunjukkan dengan nilai IC 50 serta untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Meningkatnya kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat telah mendorong terjadinya perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada kesehatan seperti

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemanenan dan Preparasi Semanggi Air (M. crenata) Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar seperti, sawah, kolam, danau, dan sungai. Semanggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat dihambat (Suhartono,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG Oleh : Rizki Andriyanti C34050241 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN Molisch Test Uji KH secara umum Uji Molisch dinamai sesuai penemunya yaitu Hans Molisch, seorang ahli botani dari Australia. Prosedur Kerja : a. Masukkan ke dalam

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bintang Laut Culcita sp. Culcita sp. merupakan jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna bintang laut ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Anemon laut merupakan salah satu anggota Kelas Anthozoa yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian

Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perairan Lokasi Penelitian Lamun dugong merupakan salah satu kelompok tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 47 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Keong Mas Morfologi keong mas yang diambil dari areal sawah padi Desa Carang Pulang, Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA Disusun oleh Nama : Gheady Wheland Faiz Muhammad NIM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016 KADAR AIR, RENDEMEN DAN KARAKTERISTISK FISIK EKSTRAK LAMUN Halodule sp. Ace Baehaki*, Herpandi, Indah Widiastuti dan Gressty Sari Sitepu Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Makanan Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki keanekaragaman jenis biota yang tinggi, termasuk keanekaragaman jenis alganya (Atmadja, 1992).

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011. Sampel sotong diambil di Muara Angke, Jakarta. Identifikasi sotong dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat dari Didemnum sp. Langkah awal dalam penelitian ini adalah membuat sediaan ekstrak etil asetat. Disebut ekstrak etil asetat karena pelarut

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM BIOKIMIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

MODUL PRAKTIKUM BIOKIMIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA MODUL PRAKTIKUM BIOKIMIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA I. PROTEIN A. REAKSI UJI PROTEIN 1. PENGENDAPAN PROTEIN OLEH GARAM-GARAM

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini diawali dengan melakukan koleksi contoh lamun segar di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (Gambar 5). Gambar 5 Lokasi koleksi contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih elektron yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data 1. Preparasi Sampel Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk) varietas kangkung yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Uji Fitokimia (berdasarkan metode Harborne 1984) Uji fitokimia merupakan pengujian kualitatif untuk mengetahui keberadaan senyawa-senyawa fitokimia. Uji fitokimia pada penelitian

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rendemen Ekstrak Pekat Propolis Ekstraksi propolis lebah Trigona sp dilakukan dengan metode maserasi. Menurut Anggraini (2006), maserasi adalah teknik ekstraksi yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan dan sosial mulai timbul ketika usia harapan hidup bertambah. Hal ini menyebabkan adanya perubahan pola hidup pada diri manusia. Akan tetapi, perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci