4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Anemon laut merupakan salah satu anggota Kelas Anthozoa yang bentuk tubuhnya bervariasi dengan kombinasi warna yang indah dipandang. Bentuk tubuh anemon seperti bunga sehingga juga disebut mawar laut. Hidupnya soliter dan tidak mempunyai percabangan dan mempunyai tentakel yang berisi udara. Biasanya di sela-sela tentakel ini merupakan tempat yang ideal bagi ikanikan hias (Hadi dan Sumadiyo 1992). Morfologi anemon laut yang diambil dari perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKS), DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Anemon laut yang diambil dari perairan Pulau Pramuka Anemon laut yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tentakel berwarna coklat, tentakel berukuran besar dan pendek, bentuk tubuh menyerupai karpet, serta melekat pada substrat perairan. Keping mulut bentuknya datar, melingkar, kadang-kadang mengkerut dan dilengkapi dengan tentakel. Lubang mulut terletak pada daerah yang lunak. Tentakel mengandung nematoksis, jumlahnya barvariasi dan umumnya menutupi oral disk. Jumlah tentakel biasanya merupakan kelipatan dari enam dan tersusun dalam dua deret lingkaran yang paling dalam. Kelipatan yang dimaksud adalah 6 tentakel pertama (paling dalam

2 28 dan paling tua), 6 bagian tentakel kedua, 12 bagian tentakel ketiga, 24 bagian tentakel keempat dan seterusnya (Collin dan Arnesson 1995). 4.2 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi ektraksi senyawa bioaktif dan penentuan ekstrak terbaik berdasarkan ukuran tubuh anemon laut dengan metode DPPH yang selanjutnya akan digunakan pada penelitian utama. Hasil ekstraksi anemon laut (Stichodactyla gigantea) dinyatakan dalam persentase rendemen Ekstraksi senyawa bioaktif Tahap ekstraksi merupakan tahap awal penapisan komponen bioaktif dari sampel anemon laut. Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah (Winarno et al. 1973). Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Proses ekstraksi pada penelitian ini meliputi penghancuran sampel sampai menjadi halus, maserasi dengan pelarut, penyaringan dan evaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi tunggal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2009), metode ekstraksi tunggal menghasilkan rendemen dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan metode ekstraksi bertingkat. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah metanol (pelarut polar). Metanol merupakan pelarut alkohol paling sederhana yang dapat membentuk ikatan hidrogen dan dapat bercampur dengan air hingga kelarutan tak terhingga, sehingga metanol sering digunakan sebagai pelarut dalam proses isolasi senyawa-senyawa organik (Fessenden dan Fessenden 1986). Disamping itu, metanol juga dapat melarutkan alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino, glikosida serta beberapa senyawa non polar seperti lilin, minyak dan lemak (Harborne 1987). Kondisi sampel pada saat akan dipreparasi adalah masih hidup, sehingga ekstraksi yang dilakukan adalah terhadap sampel segar. Sampel dihancurkan menggunakan blender hingga menjadi pasta halus. Ukuran partikel yang kecil

3 29 diharapkan dapat memperluas kontak sampel dengan pelarutnya sehingga semakin banyak komponen bioaktif yang dapat terekstrak. Selain itu, penghancuran akan memecah sel-sel yang terdapat dalam jaringan sehingga komponen yang akan diekstrak dapat cepat keluar dari bahan. Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel dengan pelarut dengan perbandingan 1:3 (w/v). Hal ini dilakukan untuk memperbanyak ekstrak kasar yang dihasilkan. Semakin besar volume pelarut maka jumlah bahan yang akan terekstrak akan semakin besar sampai larutan menjadi jenuh kemudian penambahan pelarut tidak akan menambah hasil ekstraksi (Houghton dan Raman 1998). Waktu maserasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu 2 x 24 jam. Waktu maserasi dilakukan lebih lama agar dapat meningkatkan hasil rendemen ekstrak kasar dari anemon laut ini. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil ekstrak kasar yaitu lama waktu ekstraksi (Darusman et al. 1995). Proses maserasi dilakukan dengan pengadukan menggunakan orbital shaker. Hal ini bertujuan agar terjadi tumbukan antara partikel yang dapat memperbesar kemungkinan pengikatan dan pemecahan sel sehingga komponen bioaktif dapat keluar dari jaringan dan larut dalam pelarut. Tahap selanjutnya, yaitu tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel anemon laut dari pelarut yang telah mengandung bahan aktif, sedangkan evaporasi dilakukan untuk memisahkan pelarut dari senyawa bioaktif yang terikat pada suhu 37 C. Penggunaan suhu vacum rotary evaporator dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (30-40 C) bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa bioaktif (Harborne 1987). Proses evaporasi dari filtrat anemon laut dengan ukuran tubuh yang berbeda menghasilkan ekstrak kasar dengan karakteristik yang hampir sama. Ketiga ekstrak tersebut memiliki warna coklat tua berbentuk pasta kental dan memiliki bau yang khas. Ekstrak kasar anemon laut dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil ekstraksi dari ketiga kelompok ukuran tubuh anemon ini menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda-beda pula. Perbedaan ukuran tubuh mempengaruhi hasil ekstrak kasar rendemen anemon laut. Nilai rendemen ekstrak ini merupakan perbandingan jumlah ekstrak yang dihasilkan dengan jumlah

4 30 sampel awal yang diekstrak dan dinyatakan dalam persen. Nilai rendemen ekstrak dari masing-masing ukuran disajikan pada Gambar 6. Data rendemen ekstrak anemon laut dapat dilihat pada Lampiran ,45 5 4,4 Rendemen (%) , Kecil Sedang Besar Gambar 6 Diagram batang rendemen anemon laut Gambar 6 menunjukkan bahwa rendemen terbesar ekstrak anemon laut adalah ekstrak dengan ukuran tubuh besar, yaitu sebesar 5,45% dan ekstrak terkecil adalah ekstrak dengan ukuran tubuh kecil, yaitu sebesar 2,83%, sedangkan ekstrak dengan ukuran tubuh sedang yang dihasilkan sebesar 4,4%. Data tersebut menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang paling banyak terkandung dalam ekstrak adalah anemon laut dengan ukuran tubuh besar. Semakin besar rendemennya dapat diasumsikan banyaknya kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada sampel tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Nurhayati et al. (2009) bahwa nilai rendemen yang tinggi menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya. Anemon laut dengan ukuran tubuh besar memiliki rendemen yang tinggi dikarenakan adanya hasil metabolit sekunder pada hewan yang telah dewasa (lebih besar) sehingga komponen bioaktif lebih banyak terekstrak pada anemon ukuran besar. Anemon laut menghasilkan dua jenis metabolit selama masa pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan digunakan dalam proses-proses metabolisme esensial bagi

5 31 organisme. Sementara itu, metabolit sekunder adalah komponen senyawa yang diproduksi pada saat kebutuhan metabolit primer sudah terpenuhi dan bukanlah senyawa yang esensial bagi pertumbuhan dan reproduksi (Handojo 2006). Perbedaan rendemen ekstrak kasar yang diperoleh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, perbandingan jumlah sampel terhadap jumlah pelarut yang digunakan dan jenis pelarut yang digunakan (Salamah et al. 2008) Aktivitas antioksidan berdasarkan ukuran tubuh Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada ekstrak anemon laut dengan tingkat ukuran yang berbeda dilakukan dengan menggunakan metode uji DPPH. Prinsip kerja dari metode ini yaitu berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas. Radikal bebas yang digunakan adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Selain itu radikal bebas DPPH juga stabil pada suhu kamar dan larut dalam pelarut polar yaitu metanol dan etanol (Molyneux 2004). Metode DPPH ini dipilih karena metode ini sederhana, mudah, waktu pengujian singkat dan sampel yang digunakan sedikit serta tidak membutuhkan banyak reagen (Juniarti et al. 2009). Pengujian antioksidan dengan DPPH akan menghasilkan nilai IC 50 (Inhibitor Concentration) yang menyatakan seberapa besar konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas (DPPH) sebanyak 50%. Perhitungan nilai IC 50 diperoleh dari penghambatan radikal bebas pada berbagai konsentrasi ekstrak. Larutan ekstrak diencerkan dengan etanol ditambah dengan DPPH. Warna awal larutan DPPH adalah ungu gelap. Penambahan ekstrak yang mempunyai sifat antioksidan akan menghasilkan perubahan warna menjadi kuning cerah. Perubahan warna ekstrak anemon laut setelah penambahan DPPH dapat dilhat pada Lampiran 5.

6 32 Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya pada radikal DPPH, yang ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi kuning pucat (Molyneux 2004). Larutan tersebut kemudian dilihat intensitas warnanya menggunakan Elisa Reader yang akan menghasilkan nilai absorbansi. Nilai absorbansi tersebut yang digunakan untuk menghasilkan persen penghambatan yang dapat ditampilkan dalam bentuk kurva untuk menghasilkan suatu nilai IC 50. Nilai rata-rata IC 50 pada ekstrak kasar anemon laut dari ketiga ukuran tubuh dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil perhitungan uji antioksidan dengan metode DPPH dapat dilihat pada Lampiran 6. 2,500 2,000 2, Rata-rata IC 50 (ppm) 1,500 1, , kecil sedang besar Gambar 7 Nilai rata-rata IC 50 ekstrak kasar anemon laut Nilai rata-rata IC 50 ekstrak kasar anemon laut menunjukkan bahwa ekstrak metanol pada ukuran kecil dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50% pada konsentrasi 916,94 ppm, ekstrak ukuran sedang pada konsentrasi 1,505,31 ppm, dan ekstrak ukuran besar pada konsentrasi 2,073,13 ppm. Hasil terbaik adalah ekstrak anemon laut dengan ukuran tubuh besar karena menghasilkan nilai IC 50 paling kecil. Hal ini sesuai dengan Molyneux (2004) yang menyebutkan bahwa sifat antioksidan lebih baik bila nilai IC 50 lebih kecil. Hasil ini selanjutnya digunakan pada penelitian utama untuk memperoleh ekstrak yang lebih baik dengan ukuran tubuh yang besar.

7 33 Hasil dari Gambar 7 memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan semakin besar ukuran tubuh anemon makan semakin kecil nilai IC 50. Pertumbuhan anemon ditandai dengan perubahan ukuran tubuh yang semakin besar sehingga ketika anemon telah mencapai ukuran maksimalnya maka pertumbuhan telah berhenti. Di fase stasionernya ini, anemon tidak lagi menghasilkan metabolit primer untuk pertumbuhan melainkan menghasilkan metabolit sekunder sebagai respon terhadap lingkungannya seperti sistem pertahanan diri. Metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme evolusi atau strategi adaptasi lingkungan (fungsi penting dalam ekologi) (Muniarsih 2005). Metabolit sekunder inilah yang kemudian menghasilkan senyawa bioaktif melalui jalur biosintetiknya dan diantaranya ada yang bersifat sebagai antioksidan. Hasil ekstrak kasar anemon laut dari ketiga ukuran tubuh memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong lemah karena memiliki nilai IC 50 lebih besar dari 200 ppm. Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC 50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC 50 yang diperoleh berkisar antara ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan. 4.3 Penelitian Utama Penelitian utama yang dilakukan berupa penentuan kandungan gizi dari anemon laut, penentuan komponen bioaktif dengan uji fitokimia, dan penentuan ekstrak terbaik dari hasil penelitian pendahuluan yang dilanjutkan dengan perlakuan tingkat kesegaran yang berbeda dengan uji antioksidan menggunakan metode DPPH Kandungan gizi anemon laut (Stichodactyla gigantea) Kandungan gizi pada anemon laut dapat ditentukan dengan analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk mengindentifikasi kandungan nutrisi seperti kandungan air, protein, karbohidrat, lemak dan abu pada suatu bahan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai

8 34 penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya. Analisis proksimat yang dilakukan pada anemon laut meliputi uji kadar air, abu, abu tidak larut asam, protein, lemak sedangkan karbohidrat dihitung dengan by difference. Pengujian kadar abu tidak larut asam dilakukan karena habitat anemon laut hidup di perairan yang dangkal dengan substrat pasir, lumpur, atau campuran dari keduanya. Oleh karena itu, adanya dugaan bahwa anemon laut mengandung abu tidak larut asam yang berasal dari mineral-mineral yang terkandung dalam lumpur atau pasir yang masuk ke dalam tubuhnya. Hasil analisis proksimat anemon laut ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji proksimat anemon laut Parameter Anemon laut (%) Kadar air 83,61 Lemak 0,58 Protein 0,4 Kadar abu 3,43 Kadar abu tidak larut asam 0,75 Karbohidrat 11,23 Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh kepada penampakan, tekstur serta cita rasa. Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah air yang terkandung dalam anemon laut. Kadar air berpengaruh terhadap keawetan suatu bahan. Apabila kadar air tinggi maka bahan tersebut akan cepat mengalami penurunan mutu. Hal ini dikarenakan kandungan air mempengaruhi penampakan, karakteristik maupun daya awet suatu bahan yang mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang sehingga mempercepat kebusukan (Winarno 2008). Hasil analisa kadar air pada anemon laut menunjukkan bahwa kadar air yang terkandung pada anemon laut sebesar 83,61%. Kandungan air yang tinggi tersebut dapat disebabkan karena habitat anemon laut seluruh hidupnya terdapat di perairan. Selain itu, anemon laut merupakan hewan berongga sehingga hampir di seluruh tubuhnya dipenuhi oleh air. Jika bandingkan dengan kadar air dari ubur-ubur segar sebesar 87,50% (Aji 2011) maka hasil kadar air ini tidak jauh berbeda.

9 35 Lemak merupakan zat yang penting dan merupakan sumber energi yang lebih efektif bagi tubuh dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak memberi cira rasa dan memperbaiki tekstur pada makanan juga sebagai sumber pelarut bagi vitamin A, D, E dan K. Selain itu, lemak merupakan cadangan makanan dalam tubuh, karena kelebihan karbihidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa (Winarno 2008). Menurut bobotnya, energi yang diperoleh dari lemak dua kali lebih banyak dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Kadar lemak yang diperoleh dari uji proksimat anemon laut adalah sebesar 0,58%. Hasil ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan kadar lemak dari ubur-ubur segar sebesar 2,03% (Aji 2011). Perbedaan kadar lemak ini diduga karena pengaruh beberapa faktor yaitu umur, ukuran, dan habitat. Lemak akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, karena sifat fisiologis hewan yang akan menuju fase perkembangbiakan. Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi yang disimpan dalam bentuk lemak untuk berkembang biak. Adanya variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies dan antar individu dalam satu spesies (Suzuki 1981). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Budiyanto 2002). Protein merupakan makromolekul yang dibentuk dari asam-asam amino yang berikatan peptida. Selain itu, protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada pula jenis protein yang mengandung unsur logam yaitu besi dan tembaga (Winarno 2008). Kandungan protein yang terdapat pada anemon laut adalah sebesar 0,4% sangatlah rendah jika dibandingkan dengan kandungan protein ubur-ubur segar yaitu sebesar 5,31% (Aji 2011). Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Mineral memegang peranan penting dalam memelihara fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2006). Kadar abu yang terdapat pada anemon laut adalah sebesar

10 36 3,43%. Kadar abu ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu ubur-ubur segar sebesar 1,76% (Aji 2011). Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup didalamnya. Selain itu juga, masing masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbansi mineral, sehingga hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing masing bahan (Susanto 2010). Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam, yang sebagian merupakan garam-garam logam berat dan silika. Hasil uji kadar abu tidak larut asam pada anemon laut sebesar 0,75%. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi menunjukkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam yang tidak dapat larut asam pada suatu produk. Kadar abu tidak larut asam dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses penanganan dan pengolahan suatu produk (Basmal et al. 2003). Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia. Karbohidrat berfungsi untuk mencegah terjadinya pemecahan protein yang berlebihan, kehilangan mineral dan membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Kadar karbohidrat pada anemon laut sebesar 11,23%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat dari ubur-ubur segar sebesar 3,40% (Aji 2011). Karbohidrat yang tinggi dapat disebabkan adanya perbedaan kandungan air yang terdapat pada bahan. Penurunan kadar air yang terdapat pada bahan akan diikuti oleh peningkatan kandungan gizi lainnya secara proporsional. Selain itu, kadar karbohidrat yang tinggi juga dipengaruhi oleh ketersediaan bahan pangan di alam Senyawa fitokimia Ekstrak terbaik hasil ekstraksi anemon laut adalah ekstrak dengan ukuran tubuh besar diuji fitokimia untuk mengetahui senyawa bioaktif yang terdapat dalam tubuhnya. Senyawa bioaktif adalah senyawa aktif yang dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit sekunder (Khatab et al. 2008). Anemon laut menghasilkan senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk

11 37 menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi, dan mencegah sengatan sinar ultra violet (Harper et al. 2001). Uji fitokimia adalah analisis yang mencakup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara alamiah, dan fungsi biologisnya. Alasan dilakukannya analisis fitokimia adalah untuk menentukan ciri senyawa yang terdapat pada suatu bahan yang mempunyai efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diiuji dengan sistem biologi (Harborne 1987). Uji fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji alkaloid, steroid, triterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon, tanin, dan saponin. Pemilihan pelarut perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan zat kimia tertentu yang diinginkan. Ekstraksi dengan pelarut metanol mampu mengekstrak senywa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid dan tanin (Harborne 1987). Metanol merupakan pelarut polar, namun dapat juga mengekstrak senyawasenyawa yang bersifat nonpolar seperti lilin dan lemak (Houghton dan Raman 1998). Hasil uji fitokimia dari ekstrak anemon laut dengan ukuran tubuh besar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil uji fikomia hasil ektrak kasar terbaik anemon laut Uji Fitokimia Anemon laut besar Standar (warna) Alkaloid a. Dragendroff ++ Endapan merah atau jingga b. Meyer + Endapan putih kekuningan c. Wagner ++ Endapan coklat Steroid ++ Perubahan dari merah menjadi biru/hijau Perubahan dari merah menjadi Triterpenoid ++ biru/hijau Lapisan amil alkohol Flavonoid + berwarna merah/kuning/hijau Fenol hidrokuinon ++ Warna hijau atau hijau biru Perubahan warna dari hijau menjadi biru hingga hitam Tanin - Saponin ++ Terbentuk busa Keterangan: +++ sangat kuat, ++ kuat, + lemah, -tidak terdeteksi

12 38 Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kasar terbaik anemon laut dengan ukuran tubuh besar mengandung senyawa kimia yang merupakan golongan alkaloid, steroid, triterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon, dan saponin. Diantara organisme yang hidup di laut bangsa Cnidaria termasuk organisme penghasil komponen bioaktif yang terbesar. Menurut Baker (2001), anemon laut menghasilkan 26 asam amino (peptida dan alkaloid) sebesar 60%, 13 isoprenoid (terpenoid, steroid, karotenoid, hidrokuinon) sebesar 30%, 2 acetogenin (asam lemak, polifenol, prostaglandins), dan 2 turunan asam nukleat. Selain anemon laut, salah satu organisme yang termasuk dalam bangsa Cnidaria yang kaya akan senyawa kimia adalah karang lunak (soft coral). Elyakov dan Stonik (2003) melaporkan bahwa karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, steroid, flavonoid, fenol, saponin dan peptida. Alkaloid pada umumnya mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan fisiologis sehingga secara luas digunakan dalam bidang pengobatan (Harbone 1987). Alkaloid memiliki efek farmakologi sebagai analgesik (pereda nyeri) dan anestesi (pembius) (Hardiningtyas 2009). Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kasar anemon laut ukuran besar mengandung senyawa alkaloid. Hanani et al. (2005) menyatakan bahwa senyawa kimia dalam spons yang mempunyai aktivitas antioksidan secara kualitatif dan lanjutan yaitu alkaloid. Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dapat diprediksi dari golongan fenolat, flavonoid dan alkaloid, yang merupakan senyawa-senyawa polar (Suratmo 2009). Steroid/triterpenoid pada ekstrak anemon laut terdekteksi dengan terbentuknya warna biru-hijau pada larutan. Triterpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis dan terdistribusi secara luas dalam dunia tumbuhan dan hewan (Sirait 2007). Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang umumnya berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa

13 39 tersebut tidak berwarna, kristalin, memiliki titik lebur yang tinggi, dan umumya sulit untuk dikarakterisasi karena secara kimia tidak reaktif. Steroid merupakan golongan golongan senyawa triterpenoid. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia dua triterpena yaitu, lanosterol dan sikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harbone 1987). Beberapa steroid, seperti fukosterol, diisolasi dari sumber daya hayati laut bersifat non toksik dan mempunyai khasiat menurunkan kolesterol dalam darah dan mendorong aktivitas antidiabetes. Selain itu, sterol dapat mengurangi kecenderungan pembentukan dan penumpukan lemak yang berlebihan dalam hati (Bhakuni dan Rawat 2005). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang larut dalam air. Flavonoid memiliki kerangka dasar yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene terikat pada suatu rantai propane membentuk susunan C 6 -C 3 -C 6. Flavonoid diklasifikasikan menjadi sebelas golongan yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin, dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007). Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kasar anemon laut ukuran besar mengandung komponen flavonoid walaupun tergolong lemah, yakni dengan terbentuknya warna kuning pada lapisan amil alkohol. Flavonoid dapat digunakan untuk mengurangi resiko berberapa penyakit kronis dengan kemampuannya sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan anti-proliferasi (Chen dan Blumberg 2007). Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon (Pratt dan Hudson 1990). Flavonoid diketahui sebagai antioksidan yang baik karena mempunyai sedikitnya dua gugus hidroksil pada posisi orto dan para (Winarno1996). Senyawa flavonoid pada umumnya bersifat aromatik, sehingga dapat menyerap spektrum ultraviolet (UV) secara intensif. Gugus fungsi pada senyawa flavonoid dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksi (OH) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein, dan DNA dalam sel. Kemampuan flavonoid dalam menangkap radikal bebas 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan vitamin E (Harborne 1987). Mekanisme antioksidan oleh flavonoid sendiri sebelumnya masih belum terlalu jelas. Namun

14 40 secara umum, antioksidan mempunyai struktur inti yang sama, yaitu cincin benzen tidak jenuh disertai gugus hidroksil (-OH), asam amino (-NH2), ataupun hidrogen (-H). Gugus-gugus inilah yang bertugas untuk berikatan dengan radikal bebas sehingga menghasilkan komponen yang tidak reaktif lagi (Winarno 1996). Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Harborne 1987). Kuinon dapat diidentifikasikan berdasarkan tujuannya menjadi empat kelompok yaitu, benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid (Suradikusumah 1989). Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak anemon laut ukuran besar mengandung komponen fenol hidrokuinon. Hal ini ditandai dengan adanya warna hijau atau hijau biru pada ekstrak anemon laut. Peranan beberapa golongan fenol sudah diketahui, misalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen bunga. Selain itu, dengan mengkonsumsi fenol dipercaya dapat mengurangi resiko beberapa penyakit kronis karena bersifat sebagai antioksidan, anti-inflamansi, detoksifikasi karsinogen, dan antikolesterol (Chen dan Blumberg 2007). Tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari Senyawa ini memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat antirayap dan jamur (Shut 2002). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak anemon laut ukuran besar tidak mengandung komponen ini. Ini dapat terlihat dari hasil uji yang menunjukkan hasil yang negatif. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa. Saponin termasuk golongan triterpenoid yang mempunyai kerangka karbon berdasarkan isoprena. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, dan sering mempunyai titik lebur tinggi (Harborne 1987). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak anemon laut ukuran besar mengandung komponen saponin. Hal ini ditandai dengan terbentuknya busa pada ekstrak anemon laut. Saponin bersifat toksik terhadap

15 41 ikan dan binatang berdarah dingin lainnya. Hal inilah yang menyebabkan saponin banyak dimanfaatkan sebagai racun ikan. Saponin yang beracun disebut sapotoksin (Sirait 2007). Selain itu, saponin merupakan golongan senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi dengan membran sterol (Zoblowics et al. 2002) Aktivitas antioksidan berdasarkan tingkat kesegaran Perlakuan yang dilakukan pada tahap penelitian utama adalah tingkat kesegaran yang berbeda dengan ukuran tubuh anemon yang didasarkan pada hasil penelitian pendahulun. Ukuran terbaik hasil dari penelitian pendahuluan adalah anemon dengan ukuran tubuh besar. Tingkat kesegaran yang digunakan pada tahap ini adalah anemon dalam keadaan segar dan anemon dalam keadaan mati. Anemon dalam keadaan segar dalam penelitian ini adalah anemon dalam keadaan segar atau hidup langsung dihaluskan kemudian diekstrak untuk mendapatkan rendemennya. Anemon dalam keadaan segar memiliki ciri-ciri fisik seperti tidak adanya mucus yang keluar, keadaan tentakel yang mengembang, warna yang cerah, dan kondisi mesenterial filaments yang normal (tidak mengembung pada bagian mulut). Anemon dalam keadaan mati yang digunakan dalam penelitian ini adalah anemon hidup dengan ukuran tubuh besar yang didiamkan tanpa air selama 2-3 hari hingga tubuhnya menunjukkan tanda kematian yakni tidak bergerak dan menunjukkan ciri-ciri fisik seperti cukup banyaknya (sedang) keluarnya mucus, keadaan tentakel yang mengembang, warna agak pucat, dan abnormalnya mesenterial filaments. Keadaan tersebut terus berlanjut hingga mengakibatkan kematian. Setelah itu, anemon tersebut dihaluskan kemudian dilakukan proses ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak kasarnya. Proses ekstraksi yang digunakan untuk anemon mati sama seperti yang dilakukan pada penelitian pendahuluan yakni ekstraksi tunggal dengan pelarut metanol. Rendemen ekstrak yang diperoleh dari anemon mati sebesar 5,05% dan anemon segar sebesar 5,45%. Ekstrak anemon laut mati kemudian di uji aktivitas antioksidannya dengan menggunakan metode uji DPPH seperti yang dilakukan pada penelitian pendahuluan. Data yang dihasilkan berupa nilai IC 50 yang menunjukkan reduksi radikal bebas (DPPH) oleh ekstrak sebesar 50%. Hasil

16 42 antioksidan anemon segar dan mati dibandingkan dengan permbanding dari antioksidan alami lainnya yaitu vitamin C. Vitamin C dalam penelitian ini dibuat dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Vitamin C merupakan vitamin yang penting dalam diet manusia. Vitamin ini banyak ditemukan pada jaringan tanaman. Vitamin C berbentuk kristal putih, merupakan suatu asam organik dan terasa asam, tetapi tidak berbau. Vitamin C (asam askorbat) merupakan salah satu antioksidan yang larut dalam air. Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Antioksidan vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas kemudian mengubahnya menjadi radikal askorbil. Senyawa radikal terakhir ini akan segera berubah menjadi askorbat dan dehidroaskorbat (Lesser 2006). Kebutuhan vitamin C yang dianjurkan adalah sebesar mg per hari. Pengujian aktvitas antioksidan terhadap vitamin C yang dilakukan oleh Hanani et al. (2005) memiliki nilai IC 50 sebesar 3,81 ppm, sedangkan pada penelitian ini dihasilkan nilai IC 50 sebesar 1,95 ppm. Hasil ini membuktikan bahwa aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh vitamin C sangat tinggi. Pengujian antioksidan vitamin C menghasilkan hubungan antara konsentrasi vitamin C dan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 8. % Inhibisi y = 7.209x R² = Konsentrasi (ppm) Gambar 8 Grafik hubungan konsentrasi vitamin C dengan persen inhibisinya; n=2 Aktivitas antioksidan ekstrak anemon laut dinyatakan dengan presentase penghambatan (% inhibisi) dan nilai IC 50. Sampel ekstrak anemon besar segar dan mati dibuat menjadi 4 konsentrasi yaitu 200, 400, 600 dan 800 ppm diiukur nilai

17 43 absorbansinya menggunakan Elisa Reader. Presentase penghambatan adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Hubungan persentase penghambatan dengan konsentrasi ekstrak kasar anemon laut disajikan pada Gambar 9. % Inhibisi y = 0.048x R² = y = 0.023x R² = Konsentrasi (ppm) Gambar 9 Grafik hubungan antara ekstrak anemon laut dengan rata-rata persen inhibisnya ( ) anemon segar, ( ) anemon mati; n=2 Gambar 9 menunjukkan hubungan antara ekstrak daging dan jeroan anemon laut dengan persen inhibisinya. Persen inhibisi adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata kemampuan menghambat radikal bebas terendah terdapat pada konsentrasi 200 ppm, yaitu 17,41% untuk ekstrak anemon besar segar dan 2,41% untuk ekstrak anemon besar mati. Ratarata kemampuan menghambat radikal bebas tertinggi terdapat pada konsentrasi 800 ppm, yaitu 46,79% untuk ekstrak anemon besar segar dan 15,79% untuk ekstrak anemon besar mati. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasinya maka semakin tinggi pula tingkat penghambatan suatu bahan terhadap aktivitas radikal bebas. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Hanani et al. (2005) yang menyatakan bahwa penghambatan ekstrak terhadap aktivitas radikal bebas meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Nilai IC 50 merupakan parameter konsentrasi dari senyawa antioksidan yang dapat menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Secara spesifik suatu

18 44 senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC 50 kurang dari 0,05 mg/ml, kuat untuk IC 50 antara 0,05-0,10 mg/ml, sedang jika IC 50 bernilai 0,10-0,15 mg/ml, dan lemah jika IC 50 bernilai 0,15-0,20 mg/ml (Molyneux 2004). Nilai rata-rata IC 50 pada ekstrak kasar anemon laut dari tingkat kesegaran yang berbeda, dapat dilihat pada Gambar 10. 2,500 2, Rata-rata IC50 (ppm) 2,000 1,500 1, ,94 0 Segar Mati Gambar 10 Nilai rata-rata IC 50 anemon laut dengan tingkat kesegaran berbeda Gambar 10 menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi pada anemon laut terdapat pada ekstrak kasar anemon segar dengan nilai IC 50 sebesar 916,94% yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH dapat dihambat aktivitasnya pada konsentrasi 916,94 ppm. Aktivitas antioksidan terendah anemon laut terdapat pada ekstrak anemon mati dengan nilai IC 50 sebesar 2.316,91% yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH dapat dihambat aktivitasnya pada konsentrasi 2.316,91 ppm. Aktivitas antioksidan menunjukkan hasil yang berbeda antara anemon segar dengan anemon mati. Adanya dugaan senyawa bioaktif yang terdapat anemon mati hilang atau berkurang seiiring dengan adanya proses penguraian atau pembusukan dari anemon laut. Hal ini dapat dikarenakan ketika anemon laut memasuki fase kematian maka fungsi dari bagian tubuh anemon tidak lagi melakukan proses metabolisme baik metabolisme primer maupun sekunder. Dari data yang dihasilkan dapat dilihat bahwa semakin segar kondisi anemon laut maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi.

19 45 Aktivitas antioksidan kedua ekstrak kasar anemon laut dapat digolongkan lemah, karena nilai IC 50 lebih besar dari 0,20 mg/ml atau 200 ppm. Aktivitas antioksidan ini jauh berbeda dengan antioksidan alami viamin C karena ekstrak anemon laut yang digunakan pada pengujian masih berupa ekstrak kasar (crude). Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Senyawa lain tersebut ikut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi. Senyawa-senyawa ini dapat meningkatkan nilai rendemen ekstrak, tetapi tidak dapat meningkatkan aktivitas antioksidan ekstrak tersebut. Senyawa murni dari ekstrak kasar ini diduga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi karena memiliki komponen bioaktif yang merupakan senyawa yang mengandung aktivitas antioksidan, yaitu alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid, dan fenol hidrokuinon. Perbedaan kondisi lingkungan seperti tingginya kekuatan ionik pada air laut, intensitas cahaya yang kecil, rendahnya temperatur, dapat juga memungkinkan anemon laut menghasilkan metabolit yang mempunyai sruktur kimia yang spesifik dan bervariasi yang sangat berpengaruh terhadap bioaktifitasnya (Muniarsih 2005). Senyawa bioaktif anemon laut berbeda baik intra spesies maupun inter spesiesnya. Faktor ekologis turut pula menentukan produksi senyawa biokatif sehingga dapat dikatakan bahwa anemon laut yang tumbuh pada lingkungan yang sangat tinggi tingkat kompetisi alaminya akan memiliki kandungan toksin atau hasil metabolit sekunder yang lebih tinggi daripada anemon laut yang ditumbuhkan pada lingkungan buatan contoh di dalam akuarium (Dykens et al. 1992). Kelemahan dari antioksidan diantaranya adalah sifatnya yang mudah rusak bila terpapar oksigen, cahaya, suhu tinggi dan pengeringan. Penggunaan bahan pelarut yang tidak tepat dapat merusak aktivitas antioksidan yang ada. Jan et al. (2001) diacu dalam Suryaningrum et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan pelarut yang sama dapat memberikan hasil yang sangat berbeda walaupun partikel dan stabilitas substrat yang diekstraksi hampir sama.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Bahan baku keong pepaya (Melo sp.) merupakan bahan baku yang diambil di Perairan Cirebon Jawa Barat. Bahan baku yang digunakan merupakan keong pepaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proksimat Semanggi Air (Marsilea crenata) Semanggi air yang digunakan dalam penelitian ini merupakan semanggi air yang berasal dari daerah Surabaya, Jawa Timur kemudian semanggi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah lintah laut (Discodoris sp.) dari Perairan Tanjung Binga Kepulauan Belitung. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstrak Kasar Petrosia nigricans dan Nilai Rendemen Proses ekstraksi meliputi penghancuran sampel, maserasi dalam pelarut dengan penggoyangan menggunakan orbital shaker, penyaringan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan

3 METODOLOGI. Desikator. H 2 SO 4 p.a. pekat Tanur pengabuan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011. Sampel anemon laut (Stichodactyla gigantea) diambil disekitar kawasan Pulau Pramuka, Taman Nasional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makhluk hidup atau organisme akan sampai pada proses menjadi tua secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila datangnya tepat waktu. Proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian

Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perairan Lokasi Penelitian Lamun dugong merupakan salah satu kelompok tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rendemen Ekstrak Pekat Propolis Ekstraksi propolis lebah Trigona sp dilakukan dengan metode maserasi. Menurut Anggraini (2006), maserasi adalah teknik ekstraksi yang dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 1 Anemon Laut (Stichodactyla gigantea) Sumber : Collin & Arneson (1995)

Gambar 1 Anemon Laut (Stichodactyla gigantea) Sumber : Collin & Arneson (1995) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Anemon Laut (Stichodactyla gigantea) Anemon laut merupakan salah satu jenis karang dari Filum Cnidaria. Karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bintang Laut Culcita sp. Culcita sp. merupakan jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna bintang laut ini

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih elektron yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Januari sampai April 2010. Keong pepaya dibeli dari nelayan di sekitar Perairan Cirebon. Analisis proksimat keong ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat dari Didemnum sp. Langkah awal dalam penelitian ini adalah membuat sediaan ekstrak etil asetat. Disebut ekstrak etil asetat karena pelarut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemanenan dan Preparasi Semanggi Air (M. crenata) Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar seperti, sawah, kolam, danau, dan sungai. Semanggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada ektrak etanol jamur tiram dan kulit rambutan yang ditunjukkan dengan nilai IC 50 serta untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode fitokimia yang digunakan setelah dilakukan metode

BAB I PENDAHULUAN. Metode fitokimia yang digunakan setelah dilakukan metode BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Metode fitokimia yang digunakan setelah dilakukan metode kromatografi kolom dan vakum adalah fraksinasi dan idnetifikasi dari suatu sampel dalam hal ini yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2014 yang sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penyakit dalam tubuh disebabkan oleh adanya radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul berbasis oksigen atau nitrogen dengan elektron tidak berpasangan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 %

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman yang banyak disukai anak-anak hingga dewasa. Hal ini dikarenakan es lilin memiliki rasa yang manis dan dingin sehingga memberikan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2010. Tempat penelitian di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat dan Abu Tak Larut Asam E. acoroides Lamun memiliki kandungan nutrisi seperti protein, lemak, mineral dan karbohidrat. Kandungan nutrisi awal lamun Enhalus

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

DAFTAR LAMPIRAN. xvii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Ubi jalar ungu... 4 Gambar 2. Struktur DPPH... 8 Gambar 3. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan... 10 Gambar 4. Formulasi lipstik ubi jalar ungu... 21 Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016 KADAR AIR, RENDEMEN DAN KARAKTERISTISK FISIK EKSTRAK LAMUN Halodule sp. Ace Baehaki*, Herpandi, Indah Widiastuti dan Gressty Sari Sitepu Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data 1. Preparasi Sampel Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk) varietas kangkung yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

aktivitas enzim antioksidan, yaitu superoxide dismutase (SOD), katalase

aktivitas enzim antioksidan, yaitu superoxide dismutase (SOD), katalase 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha memperoleh komponen aktif dari suatu organisme untuk mengatasi penyakit telah dimulai sejak tahun 1970 dan mengalami kemajuan yang pesat lebih dari tiga dasawarsa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat dihambat (Suhartono,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN Banyak sekali faktor yang menentukan kualitas produk akhir. Kualitas bahan pangan juga ditentukan oleh faktor sensoris (warna, kenampakan, citarasa, dan tekstur) dan yang

Lebih terperinci

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2 Kehidupan 7 karakteristik kehidupan Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi Aspek kimia dalam tubuh - 2 Aspek kimia dalam tubuh - 3 REPRODUKSI: Penting untuk kelangsungan hidup spesies.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, tingkat kematian akibat penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, kencing manis dan lain-lain mengalami peningkatan cukup signifikan di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat anatara lain terbentuknya radikal bebas. Asap kendaraan bermotor, asap rokok dan asap dari industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M.0304067 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antioksidan memiliki arti penting bagi tubuh manusia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak kekayaan alamnya terutama laut. Berbagai macam spesies sudah teridentifikasi dan bahkan terdapat beberapa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Klasifikasi Tanaman...

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, setiap makhluk hidup atau organisme akan sampai pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, setiap makhluk hidup atau organisme akan sampai pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Secara alamiah, setiap makhluk hidup atau organisme akan sampai pada proses menjadi tua. Proses tua tersebut memang normal terjadi dan tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci