DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KABUPATEN BOGOR RAHMI FAJARINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KABUPATEN BOGOR RAHMI FAJARINI"

Transkripsi

1 DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KABUPATEN BOGOR RAHMI FAJARINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3

4

5 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Rahmi Fajarini A

6 ii

7 iii RINGKASAN RAHMI FAJARINI. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BABA BARUS dan DYAH RETNO PANUJU. Kebutuhan akan lahan meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh pertumbuhan penduduk, perkembangan struktur masyarakat dan perekonomian. Peningkatan kebutuhan akan lahan tersebut merupakan kondisi lazim sebagai konsekuensi logis dari pembangunan. Di sisi lain, penawaran terhadap lahan tidak pernah bertambah, sehingga cepat atau lambat kondisi tersebut akan menimbulkan alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan akan menjadi masalah apabila lahan yang dirubah penggunaannya merupakan lahan dengan fungsi lindung maupun lahan pertanian produktif karena akan menyebabkan penurunan produksi pangan dan kerugian lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan dan pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun , menentukan faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor, memprediksi penggunaan lahan tahun 2025 dan menguji akurasinya, serta mengevaluasi keselarasan prediksi penggunaan lahan tahun 2025 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dari tahun 1989 hingga 2013 mengalami dinamika yang cukup tinggi. Lahan yang paling banyak berubah adalah lahan pertanian baik lahan pertanian basah (sawah) maupun lahan pertanian kering (kebun dan tegalan). Total areal pertanian yang berubah menjadi lahan terbangun sebesar 47,953 ha atau 16.04% dari luas Kabupaten Bogor. Pola perubahan yang signifikan terjadi pada rentang tahun Faktor-faktor yang meningkatkan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian adalah izin lokasi tahun 2005, penetapan kawasan industri dalam kebijakan tata ruang, semakin dekat jarak ke/dari jalan kolektor, dan semakin dekat jarak ke/dari pusat aktivias ekonomi. Faktor-faktor menurunkan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian adalah adalah kelas lereng (16 25%), jenis tanah podsolik, dan semakin dekat jarak ke/dari pusat pemerintahan kabupaten Prediksi penggunaan lahan tahun 2013 memiliki nilai ketepatan 80.49% sehingga model digunakan dalam prediksi penggunaan lahan tahun Hasil analisis keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan aktual 2013 menunjukkan adanya ketidakselarasan yang dapat menjadi masalah tata ruang di Kabupaten Bogor sebesar 63,822 ha atau 21.36%, dimana kawasan hutan hilang sebesar 64.90%, kawasan pertanian lahan basah hilang sebesar 20.68% serta tubuh air hilang sebesar 6.49%. Hasil analisis keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2025 menunjukkan adanya ketidakselarasan dengan alokasi ruang yang berpotensi menjadi permasalahan tata ruang sebesar 75,577 ha atau 25.29%, dimana terdapat potensi berkurangnya fungsi hutan, fungsi pertanian lahan basah dan fungsi tubuh air masing-masing sebesar 72.41%, 33,62%, 24.64%. Nilai tersebut menunjukkan adanya kenaikan ketidakselarasan dari tahun 2013 sebesar 11,856 ha atau 3.96%, yang mengindikasikan adanya kecenderungan potensi masalah tata ruang pada tahuntahun mendatang. Kata kunci: Markov chain, perubahan penggunaan lahan, pemodelan penggunaan lahan, regresi logistik biner

8 iv SUMMARY RAHMI FAJARINI. The Dinamics of Landuse Change and Spatial Planning in Bogor Regency. Supervised by BABA BARUS and DYAH RETNO PANUJU. The demand for land increases triggered by population growth, development of community structures and economy. Increasing The demand of land is a logical consequence of the development. On the other hand, the supply of land is somewhat constant, thus it will lead to land conversion. Conversion of land would be problematic if it occurs in productive agricultural land, since it will decrease food production and rise environmental issues. This study aims to identify changes and land use patterns in Bogor Regency in to determine factor affecting land use change in Bogor Regency to predict land use in 2025 and to assess its accuracy, and to evaluate the conformity of predicted land use with the Spatial Plan of Bogor Regency The analysis showed that the change of land use in the Bogor District from 1989 to 2013 were highly dynamics. The highest rate of change was in cropland including wet agricultural land (paddy fields) and dry agricultural land (garden and upland). The total change of agricultural uses into the built-up area was 47,953 ha or 16.04%. The significant changes occurred in Factors increasing the change of agricultural land into non-agricultural uses are location permits in 2005, areal allocated for industrial area, and the distance of land to road. Factors decreasing the change is slope (16 25%), type of soil particularly Podzolik, and the distance of land to the center of government. Markov analysis generated prediction of land use in 2013 with an accuracy at 80.49%. The result of conformity analysis between actual landuse in 2013 and Spatial Plan Bogor Regency indicates a problem in an area as much as 63,822 ha (21.36%), where the forest area reduced by 64.90% and paddy field lowered by 20.68% and also waterbody declined by 6.49%. The result of conformity analysis between predicted landuse in 2025 and Spatial Plan Bogor Regency indicates potential problem related to spatial planning in Bogor Regency as much as 75,577 ha (25.29%), where the forest area potentially reduced by 72.41%, paddy field potentially lowered by 33,62%, and waterbody potentially declined by 24.64%. The result indicates an increase of unconformity from 2013 amounted to ha (3.96%). It explains that unless a measure is the dynamics of land conversion in Bogor Regency would likely taken to be a potential problem of spatial planning in the coming years. Therefore, governments are expected to change spatial policy, both in the planning, utilization and control so that the actual land use can be aligned with the spatial planning. Keywords: Markov Chain, landuse change, landuse modelling, binary logistic regression

9 v Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10 vi

11 vii DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KABUPATEN BOGOR RAHMI FAJARINI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

12 viii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr

13 ix Judul Tesis : Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang di Kabupaten Bogor Nama : Rahmi Fajarini NIM : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Dyah Retno Panuju, SP, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 12 September 2014 Tanggal Lulus:

14 x

15 xi PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustust 2010 ini ialah perubahan penggunaan lahan, dengan judul Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Tata Ruang di Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Baba Barus, MSc dan Ibu Ir Dyah Retno Panuju, MSi selaku pembimbing dan Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr selaku penguji luar komisi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, suami, anak serta seluruh keluarga, atas segala bantuan, doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2014 Rahmi Fajarini

16 xii

17 xiii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv 1 PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA... 3 Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan... 3 Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan... 3 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Perubahan... 4 Regresi Logistik untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan... 5 Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan menggunakan Markov Chain... 6 Pengaruh Perencanaan Penataan Ruang Wilayah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan METODE... 8 Lokasi dan Waktu Penelitian... 8 Jenis Data dan Sumber Data... 8 Prosedur Analisis Data... 9 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Faktor-Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2025 serta Evaluasi Keselarasannya dengan RTRW Kabupaten Bogor tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Sekuen Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun terkait Aksesibilitas, Kemiringan Lereng, Jenis Tanah dan Kebijakan Alokasi Ruang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Tahun Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2013 dan tahun Keselarasan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun dengan Penggunaan Lahan Aktual 2013 dan Prediksi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP... 49

18 xiv DAFTAR TABEL Tabel 1. Data, Sumber Data, Serta Teknik Analisis Berdasarkan Tujuan Penelitian... 9 Tabel 2. Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan Tabel 3. Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Tabel 4. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun Tabel 5. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas Lereng Tabel 6. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Jenis Tanah Tabel 7. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas Pola Ruang Tabel 8. Ringkasan koefisien hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian tahun Tabel 9. Nilai Ketepatan Prediksi penggunaan lahan tahun Tabel 10. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2013 dan Penggunaan Lahan Aktual Tabel 11. Luas Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun Tabel 12. Luas masing-masing kawasan dalam RTRW Kabupaten Bogor Tabel 13. Matriks keselarasan RTRW Kabupaten Bogor tahun dengan prediksi penggunaan lahan Tabel 14. Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun Tabel 15. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2025 dengan RTRW Kabupaten Bogor Tabel 16. Potensi Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor... 8 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 3. Diagram Alir Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Gambar 4. Diagram Alir Analisis Faktor Perubahan Penggunaan Lahan Gambar 5. Diagram alir Pengujian Prediksi Markov 2013 dan 2025 serta keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2013 dan 2025 dengan RTRW Gambar 6. Kenampakan Penggunaan Lahan pada Citra Landsat Gambar 7. Kenampakan Penggunaan Lahan di lapang tahun Gambar 8. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun Gambar 9. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun

19 xv Gambar 10. Pola Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Gambar 11. Sebaran Spasial Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor tahun Gambar 12. Sekuen Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Gambar 13. Perubahan penggunaan lahan hutan dan pertanian menjadi lahan terbangun Gambar 14. Keterkaitan Akses Jalan terhadap Perubahan Penggunaan Lahan tahun Gambar 15. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun Terkait Kemiringan Lereng Gambar 16. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun Terkait Jenis Tanah Gambar 17. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun Terkait Kebijakan Alokasi Ruang Gambar 18. Peta Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun Gambar 19. Grafik perbandingan penggunaan lahan tahun 2013 hasil prediksi dengan penggunaan lahan aktual tahun Gambar 20. Peta prediksi penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun Gambar 21. Sebaran kawasan RTRW Kabupaten Bogor tahun Gambar 22. Sebaran Potensi Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Luas dan Persentase Perubahan Penggunaan Lahan tahun Lampiran 2. Perubahan Penggunaan Lahan Lampiran 3. Perubahan Penggunaan Lahan Lampiran 4. Perubahan Penggunaan Lahan Lampiran 5. Perubahan Penggunaan Lahan Lampiran 6. Perubahan Penggunaan Lahan Lampiran 7. Keterkaitan Aksesibilitas terhadap Perubahan Penggunaan Lahan.. 47

20 xvi

21 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan lahan meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh pertumbuhan penduduk, perkembangan struktur masyarakat dan perekonomian. Peningkatan kebutuhan tersebut merupakan kondisi lazim sebagai konsekuensi logis dari pembangunan. Di sisi lain, lahan tersedia relatif tidak bertambah, sehingga kondisi tersebut berakibat pada alih fungsi lahan. Alih fungsi atau konversi lahan akan menjadi masalah apabila terjadi di lahan pertanian produktif. Konversi lahan pertanian akan menyebabkan penurunan produksi pangan dan kerugian lingkungan seperti berkurangnya ruang-ruang dengan fungsi konservasi (Pribadi et al., 2006). Sebagai salah satu wilayah yang dengan Jakarta, Kabupaten Bogor mengalami perubahan yang sangat dinamis, baik dalam pemanfaatan ruang maupun sosial ekonomi dan kelembagaannya. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Trisasongko et al. (2009) yang menyatakan bahwa konversi lahan pertanian di wilayah Jabodetabek terjadi akibat adanya introduksi pembangunan jalan tol, sehingga memudahkan akses masyarakat dari Jakarta menuju wilayah sekeliling Jakarta. Mudahnya akses menuju Jakarta memunculkan fenomena komutasi yaitu bekerja di Jakarta namun tinggal di wilayah sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Berdasarkan fakta tersebut, Kabupaten Bogor sangat berpotensi mengalami perubahan penggunaan lahan, khususnya perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor seharusnya sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor, karena RTRW merupakan panduan alokasi ruang agar pembangunan suatu wilayah tidak melampaui daya dukungnya (Rustiadi, Panuju dan Trisasongko, 2008). Apabila pembangunan wilayah dilakukan dengan melampaui daya dukung wilayah tersebut akan mengalami kerusakan secara ekologis sehingga prinsip pembangunan berkelanjutan tidak akan terwujud (Dewan dan Yamaguchi, 2009). Oleh karena itu dalam penelitian ini juga dilakukan analisis kesesuaian penggunaan lahan saat ini dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dimana Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah resapan air terbesar untuk wilayah-wilayah yang berada di bawahnya seperti Kota Bogor, Depok dan Jakarta. Diharapkan dengan analisis kesesuaian ini, pengendalian alokasi ruang dapat dilakukan lebih baik agar senantiasa mengikuti rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dalam penelitian Hadi (2012), perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dilihat dalam tiga titik tahun pengamatan yakni 1989, 2000 dan 2010 dan menggunakan model prediksi Clue-S, sementara dalam penelitian ini pengamatan dilakukan dalam enam titik tahun yakni 1989, 1995, 2001, 2006, 2009 dan 2013 dengan menggunakan model prediksi Markov sehingga diharapkan pola dinamika perubahan penggunaan lahannya terlihat lebih detil.

22 2 Perumusan Masalah Sebagai salah satu wilayah penyangga DKI Jakarta, Kabupaten Bogor mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat selama kurang lebih 20 tahun terakhir. Data BPS menyebutkan bahwa sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1998 terjadi pengurangan lahan sawah di Kabupaten Bogor sebesar ha (Irawan et al., 2002). Pengurangan lahan sawah tersebut apabila terjadi terus menerus dapat mengakibatkan penurunan produksi pangan untuk wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Selain itu, perubahan fungsi hutan menjadi non hutan yang banyak terjadi pada hulu Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan Cisadane berpotensi menyebabkan banjir, longsor dan erosi di wilayah-wilayah di bawah Kabupaten Bogor seperti Kota Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Jakarta. Oleh karena itu, dalam penanganannya memerlukan arahan dan perencaaan tata ruang yang diawali dengan penelitian. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dari tahun 1989 hingga 2013? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor? 3. Berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan yang telah lampau, bagaimana prediksi penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2025? 4. RTRW merupakan pedoman pokok bagi penataan ruang suatu daerah. Berdasarkan hasil prediksi yang dilakukan dalam penelitian ini dan telah diuji akurasinya, bagaimana keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013 dan keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan hasil prediksi tahun? Apa potensi masalah tata rauang dari ketidakselarasan RTRW dan penggunaan lahan tersebut? Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan melihat pola dinamika penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor dalam rentang tahun 1989 sampai tahun 2013, sehingga kita dapat memprediksi penggunaan lahan yang akan datang dengan harapan dapat dijadikan acuan dalam kebijakan penataan ruang. Secara spesifik tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi perubahan dan pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun Menentukan faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor. 3. Memprediksi penggunaan lahan tahun Mengevaluasi keselarasan penggunaan lahan tahun 2013 dan 2025 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor serta melihat potensi masalahnya. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui pola dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor pada rentang tahun Pola tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pemanfaatan lahan untuk masa yang akan datang berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

23 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering digunakan secara bersama-sama, namun kedua terminologi tersebut berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979), penutupan lahan berkaitan dengan jesis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada obyek tersebut. Townshend dan Justice (1981) juga berpendapat bahwa penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Sedangkan Barret dan Curtis (1982), mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya, serta sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan). Dari beberapa tinjauan pustaka tersebut di atas tersirat bahwa penggunaan lahan adalah klasifikasi lahan berdasarkan aktifitas manusia, sedangkan penutupan lahan adalah karakteristik alamiah dari lahan tersebut. Penutupan lahan bisa dianggap sebagai kondisi saat ini, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan status lahan. Penekanan di sini adalah bahwa analisis lahan seperti hidrologi, lanskap, dll harus menggunakan penutupan lahan. Namun, penutupan lahan itu sendiri akan dipengaruhi oleh status penggunaan. Contohnya, suatu lahan berhutan jika berada dalam penggunaan lahan pertambangan akan tidak tepat dianalisis menggunakan penutupan lahan jika rentang studi cukup lebar karena aktifitas pertambangan akan mengubah penutupan lahan berhutan tersebut dalam kisaran waktu analisis. Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan Menurut Trisasongko (2009), perubahan penggunaan lahan dapat ditelaah dari data penginderaan jauh melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama merupakan pendekatan yang umum digunakan yaitu pembandingan peta tematik. Berbagai teknik klasifikasi dapat dimanfaatkan dalam pendekatan ini, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dua atau lebih data tematik dalam suatu proses analisis, umumnya dikenal dengan analisis Land Use/Cover Change (LUCC). Pendekatan kedua tidak melibatkan prosedur klasifikasi, sehingga tidak ada data tematik yang dihasilkan sebagai data intermedier. Pendekatan kedua ini umumnya dikenal dengan deteksi perubahan (Change Detection). Berbagai prosedur statistika dapat digunakan pada pendekatan ini, diantaranya adalah Multivariate Alteration Detection (MAD) yang diperkenalkan oleh Nielsen et al. (1998). Secara umum, penelitian ini menggunakan pendekatan pertama mengingat tujuan utama dari kegiatan ini adalah mengkaji dan memodelkan perubahan penggunaan lahan (Land Use Modeling).

24 4 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Perubahan Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya diikuti dengan berkurangnya penggunaan lahan yang lain pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al., 2001). Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Munibah et al., (2010) melakukan penelitian di DAS Cidanau Banten tentang erosi yang diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan sekitar wilayah DAS. Perubahan penggunaan lahan yang diprediksi menggunakan Celluler Automata (CA) dapat menunjukkan erosi yang terjadi di masa datang. Munibah et al., (2010) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya, dan mata pencaharian masyarakat. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali juga dapat menjadi penyebab bahaya kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor, erosi. Banjir dapat disebabkan oleh luapan air sungai atau danau. Luapan air permukaan ini dapat diminimalisir dengan adanya perencanaan penggunaan lahan (Tang et al., 2005). Faktor-faktor yang secara nyata menentukan perubahan penggunaan lahan menurut Saefulhakim et al., (1999) dengan menggunakan alat analisis multinomial logit model adalah tipe penggunaan lahan pada masa sebelumnya, status kawasan dalam kebijakan tata ruang, hak penguasaan dan kepemilikan lahan, karakteristik fisik lahan, karakteristik sosial ekonomi wilayah, dan karakteristik interaksi spasial antara aktivitas sosial ekonomi internal dan eksternal suatu wilayah. Dinamika alih fungsi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun daerah perdesaan. Pada wilayah perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang cepat, umumnya dalam upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Deng et al, 2009). Di Bangladesh, proses urbanisasi menjadi penyebab berkurangnya luasan badan air, tumbuh-tumbuhan, lahan pertanian dan lahan kering/lahan basah (Dewan dan Yamaguchi, 2009). Di Indonesia, proses urbanisasi juga ditengarai menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Studi yang dilakukan Rustiadi dan Panuju (2002) menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara proses urbanisasi dengan perkembangan wilayah urban yang tidak teratur. Selanjutnya, menurut Rustiadi (2008) dinamika perubahan penggunaan lahan di Jakarta mempengaruhi berbagai aspek lingkungan, dan dampak terbesar dari perkembangan ini banyak dijumpai di kawasan lahan pertanian yang banyak terdapat di wilayah sekitar Jakarta. Pada umumnya, studi dinamika perubahan penggunaan lahan tidak terlepas dari pemanfaatan data spasial. Data tersebut dapat diturunkan dari data peta atau dari data penginderaan jauh secara langsung. Batisani dan Yarnal (2009) menunjukkan kelayakan citra optik Landsat dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan. Dalam konteks teknologi geospasial, telaah literatur menunjukkan bahwa

25 5 terdapat dua pendekatan dalam mempelajari dinamika perubahan tersebut. Pendekatan pertama adalah deteksi perubahan (change detection). Pendekatan ini tidak menggunakan data tematik sebagai masukan data, tetapi memanfaatkan data penginderaan jauh asli dalam mendeteksi perubahan. Nielsen et al (1998) mengusulkan teknik Multivariate Alteration Detection (MAD) dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan menggunakan data multispektral dan bitemporal. Alternatif lain dalam studi dinamika perubahan adalah dengan pemanfaatan data tematik yang dapat diturunkan dari data penginderaan jauh ataupun menggunakan peta sebagai data masukannya. Regresi Logistik untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Metode Regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kategori atau interval. Peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Pendekatan model persamaan logistik digunakan karena dapat menjelaskan hubungan antara X dan π (x) yang bersifat tidak linear, ketidaknormalan sebaran dari Y, keragaman respon yang tidak konstan dan tidak dapat dijelaskan oleh model regresi linear biasa (Agresti, 1990). Peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal. Jika data hasil pengamatan p peubah bebas yaitu x1, x2,..., xp dengan peubah respon Y, dengan Y mempunyai dua kemungkinan nilai 0 dan 1, Y=1 menyatakan bahwa respon memiliki kriteria yang ditentukan dan sebaliknya Y = 0 tidak memiliki kriteria, maka peubah respon Y mengikuti sebaran Bernoulli dengan parameter π (xi) sehingga fungsi sebaran peluang: Model umum regresi logistik dengan p peubah jenis adalah: Dimana = Peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan jika, dan tidak terjadi perubahan jika = Peubah tak bebas = Peubah tak bebas = Peubah bebas Dengan melakukan transformasi logit diperoleh: Sehingga diperoleh: Konstanta setara dengan peubah respons ketika peubah penduga bernilai 0 (nol) atau parameter intersep,,... dan adalah parameter-parameter

26 6 koefisien regresi untuk peubah,..., dan adalah error atau sering disebut residual (Hosmer dan Lemeshow, 1998). G merupakan fungsi transformasi atau penduga logit s, karena fungsi penghubung yang digunakan adalah fungsi penghubung logit maka sebaran peluang yang digunakan disebut sebaran logistik. Ada beberapa metode pendugaan parameter dalam regresi, salah satunya yaitu metode maximum likelihood. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa metode ini berusaha mencari nilai koefisien yang memaksimumkan fungsi likelihood. Analisis regresi juga bisa digunakan untuk melihat hubungan perubahan penggunaan lahan dengan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan (Lopez et al., 2001). Sementara Tarnama dan Sarasanti (2009) memanfaatkan model logit untuk menduga peluang terjadinya hujandi Banjarbaru. Kombinasi metode regresi logistik dan SCS guna mengestimasi limpasan permukaan untuk beberapa tahun ke depan telah dilakukan oleh Apria (2005). Lokasi kajian adalah DAS Ciliwung Hulu dan variabel bebas (prediktor) yang digunakan adalah jarak ke jalan (X1), jarak ke sungai (X2), jarak ke permukiman (X3), jarak suatu penggunaan lahan terhadap penggunaan lahan yang lain (X4), kepadatan penduduk (X5) dan pendapatan penduduk (X6). Alasan dipilihnya 6 prediktor tersebut terkait dengan peluang berubahnya suatu penggunaan lahan. Misalnya, kepadatan penduduk yang tinggi diperkirakan sebagai salah-satu pendorong adanya perubahan penggunaan lahan tertentu jadi penggunaan lahan lain. Prediktor lain yang juga mendorong hal tersebut adalah jarak ke jalan raya atau sungai besar, maksudnya semakin dekat dengan jalan raya dan sungai besar maka peluang perubahan penggunaan lahan juga semakin besar. Penelitian lain dilakukan oleh Putra (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan lahan di Kota Mataram adalah fasilitas umum, fasilitas ekonomi, usaha produktif di luar sektor pertanian, dan faktor kekuatan/kemampuan pelaku ekonomi. Kemampuan pelaku ekonomi dalam hal ini diwakili oleh jumlah penduduk, pendapatan per kapita, tingkat pendidikan masyarakat dan pendapatan asli daerah. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan menggunakan Markov Chain Metode Markov Chain merupakan salah satu model yang paling tua dan telah diaplikasikan dalam berbagai penelitian khususnya di bidang pertanian tidak hanya untuk menduga perubahan penggunaan lahan. Vandeveer dan Drummond (1976) menggunakannya untuk mengkaji dampak konstruksi sebuah reservoir. Lalu Judge dan Swanson (1981) juga menggunakan teknik ini untuk memprediksi besarnya produksi babi di negara bagian Illinois, USA. Teknik prediksi Markov tersebut juga menjadi teknik yang banyak digunakan dalam menduga perubahan penggunaan lahan. Teknik Markov digunakan dalam penelitian Lopez et al. (2001) untuk memprediksi tutupan lahan dan perubahan penggunaan lahan di pinggiran perkotaan Morelia, Meksiko. Selain itu Weng (2001) juga menggunakan teknik yang sama dalam menganalisis perubahan penggunaan lahan di Delta Zhujiang. Menurut Trisasongko et al. (2009), persamaan Markov Chain dibangun menggunakan distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan yang terepresentasikan dalam suatu vektor (matriks satu kolom), serta sebuah matriks transisi (transition matrix). Hubungan ketiga matriks tersebut adalah sebagai berikut:

27 7 Keterangan: U t = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas U pada waktu t LC ua = Peluang suatu kelas u menjadi kelas lainnya pada rentang waktu tertentu M LC = Peluang M t = Peluang tahun ke t M t+1 = Peluang tahun t+1 Dari hasil penelitian Trisasongko et al. (2009) mengenai dampak pembangunan jalan tol Cikampek terhadap perubahan penggunaan lahan di sekitarnya menunjukkan bahwa estimasi Markov Chain dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk kegiatan forecasting, karena penelitian ini memperoleh nilai Kappa sekitar 0,9355, dimana tingkat akurasi yang ditetapkan paling rendah yaitu akurasi sebesar 85%. Sementara pada penelitian Suryani (2012), tingkat ketepatan prediksi metode Markov untuk menduga luas penggunaan lahan tahun 2011 di Kabupaten Bungo adalah sebesar 98,5%. Pengaruh Perencanaan Penataan Ruang Wilayah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Menurut Rustiadi et al. (2009), perencanaan tata ruang merupakan suatu visi bentuk konfigurasi ruang masa depan yang menggambarkan wujud sistematis dari aspek fisik, sosial, dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan ruang untuk meningkatkan produktivitas agar dapat memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Namun seringkali penataan ruang yang terjadi di lapangan menyimpang atau bahkan jauh dari koridor perencanaan tata ruang yang telah dibuat. Penyimpangan struktur dan pemanfaatan ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) umumnya terjadi karena tekanan tingginya pertumbuhan penduduk, terutama akibat arus urbanisasi (Dardak, 2006). Perkembangan spasial yang tidak terkendali tersebut bukan berarti suatu wilayah tidak mempunyai konsep/perencanaan tata ruang/tata spasialnya. Formulasi tata spasial dan aplikasinya kalah cepat berpacu dengan proses perubahan spasial yang ada di lapangan, karena permasalahan yang berkaitan dengan aplikasi peraturan tidak dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (Yunus, 2005). Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang/lahan belum seluruhnya mengacu pada RTRW karena beberapa kendala, salah satunya pelaksanaan atau pengarahan kesesuaian lahan hanya terbatas pada perorangan atau badan hukum yang mengajukan izin lokasi atau hak atas tanah, sementara sebagian besar masyarakat lainnya belum banyak berpartisipasi bahkan banyak yang tidak mengetahui keberadaan dan fungsi RTRW (Junaedi, 2008).

28 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º º BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten Bogor merupakan wilayah penyangga DKI Jakarta dan sekitarnya, sehingga diperkirakan akan mengalami perubahan penggunaan lahan yang nyata. Batas administrasi Kabupaten Bogor meliputi: Utara : Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi, Kota Depok Timur : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang Selatan : Kabupaten Sukabumi dan Cianjur Barat : Kabupaten Lebak (Provinsi Banten) Tengah : Kota Bogor Wilayah administrasi Kabupaten Bogor terbagi dalam 40 kecamatan dan 430 desa dengan luas wilayah ha. Lokasi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010 hingga Juli Gambar 1. Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor Jenis Data dan Sumber Data Data utama dalam penelitian ini adalah citra Landsat Kabupaten Bogor tahun 1989, 1995, 2001, 2006, 2009 dan Sementara data pendukung untuk mengkaji faktor penentu perubahan penggunaan lahan terdiri dari data Potensi

29 9 Desa, Kabupaten Bogor Dalam Angka, Peta Tanah, Peta Lereng, Peta Pola Ruang dan Peta Hak Ijin Usaha. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan wilayah (P4W), Lab Pengembangan Wilayah ITSL dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan berdasarkan tujuan penelitian secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data, Sumber Data, Serta Teknik Analisis Berdasarkan Tujuan Penelitian No Tujuan Penelitian Jenis Data Teknik Analisis Output yang diharapkan 1 Mengidentifikasi perubahan dan pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989, 1995, 2001, 2006, 2009, Menentukan faktorfaktor penentu perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor 3 Memprediksi penggunaan lahan tahun 2025 dan menguji akurasinya dengan hasil prediksi tahun Mengevaluasi kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dengan penggunaan lahan tahun 2025 Peta RBI 1989, Citra Landsat 1995, 2001, 2006, 2009, Landsat , Peta Administrasi Kabupaten Bogor, Peta Dasar (jalan dan sungai) Hasil Analisis Tujuan 1, Peta RTRW , Peta Tanah, Peta Lereng, Peta Hak Ijin Usaha 2005 dan 2011, Peta Jalan, Laju pertumbuhan penduduk, Laju Pertumbuhan Fasilitas Koreksi geometri, klasifikasi visual penggunaan lahan, serta validasi dengan citra resolusi tinggi dan cek lapang Calculate center of mass, Distance matrix, Regresi logistik biner Jarak terhadap jalan terdekat, jarak ke pusat kabupaten dan kota, faktor penyebab perubahan penggunaan lahan Hasil Analisis tujuan 1 Markov Chain Prediksi penggunaan lahan tahun 2025 berdasarkan prediksi tahun 2013 yang telah diuji akurasinya Hasil Analisis tujuan 3, Peta RTRW Combine, Matriks Transisi Proporsi kesesuaian RTRW dengan Estimasi Penggunaan Lahan 2025 Prosedur Analisis Data Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi empat, yaitu: 1) Analisis perubahan penggunaan lahan, 2) Analisis regresi logistic biner, 3) Analisis Prediksi Penggunaan Lahan Markov Chain, 4) Evaluasi keselarasan prediksi penggunaan lahan 2025 dengan RTRW Kabupaten Bogor Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.

30 10 Citra Landsat Kab Bogor tahun Interpretasi & Digitasi Peta Landuse Data Sosek, Fisik, Ijin Lokasi, RTRW Analisis Regresi Logistic Biner Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Prediksi Markov Chain 2 1 Faktor-Faktor Penentu Perubahan Dinamika & Pola Perubahan Penggunaan Lahan 3 Prediksi Landuse 2025 Evaluasi Keselarasan Landuse 2025 dengan RTRW RTRW Rekomendasi Arahan Pemanfaatan Ruang Potensi Masalah 2025 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dinamika perubahan dan pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun 1989, 1995, 2001, 2006, 2009 dan Adapun tahap yang dilakukan meliputi aktivitas pengunduhan citra landsat, penggabungan kanal citra (layer stack), pemotongan citra, koreksi geometri, klasifikasi visual dan pengecekan lapang: 1. Pengunduhan citra Landsat Citra Landsat tahun 1995, 2001, 2006, 2009 dan 2013 diunduh dari Citra yang diunduh adalah citra Landsat yang berada pada path/row 122/64 dan 122/65 dengan liputan awan yang minimum pada tahun yang bersesuaian. Jumlah citra yang diunduh adalah 10 scene. Penggunaan lahan tahun 1989 diambil dari Peta Rupa Bumi Indonesia yang diperoleh dari Bakosurtanal. 2. Penggabungan kanal citra (Layer Stack) Pada tahap ini dilakukan penggabungan seluruh band kanal tampak dan infra merah pada setiap scene agar mempermudah pembuatan citra komposit warna alami (natural color) sesuai dengan kenampakan yang diharapkan. 3. Pemotongan Citra sesuai lokasi penelitian Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan batas luar Peta Administrasi Kabupaten Bogor. hal ini bertujuan untuk memfokuskan pada lokasi penelitian dan agar output peta penggunaan lahan memiliki luas yang konsisten 4. Koreksi Geometri Tahap ini bertujuan agar citra Landsat yang akan digunakan memiliki spesifikasi koordinat yang sama dengan koordinat yang digunakan pada peta

31 11 dasar dan GPS (Global Positioning System). Koreksi geometri dilakukan dengan menggunakan acuan dari peta dasar (sungai dan jalan)yang juga dikenali pada citra Landsat. Berdasarkan 4 acuan titik kontrol GCP (Ground Control Point) tersebut, rektifikasi citra dilakukan dengan sistem proyeksi WGS Klasifikasi Visual Kegiatan klasifikasi ini dimulai dengan mengkompositkan citra Landsat dengan spesifikasi RGB agar mempermudah proses interpretasi penggunaan lahan. Pada tahap selanjutnya, dilakukan interpretasi citra visual dengan memperhatikan unsur-unsur interpretasi seperti: ukuran, pola, rona, tekstur dan warna. Hasil dari interpretasi ini adalah peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 1995, 2001, 2006, 2009 dan Jenis penggunaan lahan yang diamati adalah hutan, kebun, lahan terbangun, sawah, tegalan, tubuh air dan lain-lain. Untuk membantu proses interpretasi visual, penelitian ini juga memanfaatkan citra resolusi tinggi Quickbird tahun 2013 sebagai sumber data sekunder. Hasil dari analisis ini selanjutnya dibuat matriks transisi untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan di wilayah kajian. Matriks transisi dibuat setiap periode pengamatan, yaitu tahun , , , dan Pengecekan Lapang Survei lapang dilakukan untuk mengklarifikasi penggunaan lahan tahun akhir (2013) hasil interpretasi citra yang tidak clear (meragukan). Klarifikasi dilakukan dalam dua cara: pertama melakukan cek pada citra dengan resolusi tinggi (Quickbird), kedua dengan cek kondisi lapangan secara langsung. Kerangka analisis perubahan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 3. Pengunduhan Citra Landsat RBI 1989 Landsat 1995 Landsat 2001 Landsat 2006 Landsat 2009 Landsat 2013 Reklasifikasi Agregasi Band, Pemotongan Citra sesuai Administrasi Kab Bogor, Koreksi Geometrik Digitasi & Klasifikasi Quickbird 2013 Landuse 1989 Landuse 1995 Landuse 2001 Landuse 2006 Landuse 2009 Landuse 2013 Overlay Landuse 2013 terkonfirmasi Cek Lapang Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Gambar 3. Diagram Alir Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

32 12 Analisis Faktor-Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Berdasarkan beberapa literatur, faktor-faktor yang secara nyata menentukan perubahan penggunaan lahan adalah tipe penggunaan lahan pada masa sebelumnya, status kawasan dalam kebijakan tata ruang, hak penguasaan dan kepemilikan lahan, karakteristik fisik lahan, karakteristik sosial ekonomi wilayah, dan karakteristik interaksi spasial antara aktivitas sosial ekonomi internal dan eksternal suatu wilayah (Saefulhakim et al., 1999). Selain itu menurut Munibah et al., (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya dan mata pencaharian masyarakat. Dalam penelitian ini, juga akan diuji variabel-variabel terkait karakteristik fisik lahan berupa peta jenis tanah dan peta kemiringan lereng. Karakteristik sosial ekonomi berupa kepadatan penduduk dan laju pertumbuhan fasilitas. Hak penguasaan dan kepemilikan lahan berupa peta hak ijin usaha. Status kawasan dalam kebijakan tata ruang berpa peta RTRW kabupaten bogor , serta jarak ke lokasi-lokasi strategis meliputi jarak ke jalan tol, jarak ke pusat aktifitas ekonomi, dan jarak ke pusat pemerintahan kota dan kabupaten. Ke 12 variabelvariabel terkait tersebut disajikan pada Tabel 2. Perubahan penggunaan lahan yang dianalisis yaitu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian pada periode 1989 sampai Analisis dilakukan dengan menggunakan metode regresi logistik biner menggunakan perangkat lunak SPSS yang dapat menganalisis nilai kategori dan non kategori. Persamaan regresi logistik yang digunakan adalah: dimana n = Nilai peluang untuk peubah tetap ke 1 = Konstanta = Nilai koefisien untuk peubah bebas ke 1 sampai n = Peubah bebas ke 1 sampai n, pada peubah tetap ke 1 = Jumlah variebel = Faktor yang diduga mempengaruhi proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (Tabel 2) Metode regresi logistik dilakukan dengan metode forward stepwise, yang berarti melakukan pemodelan regresi secara berulang dan memasukkan peubah bebas satu persatu kemudian mempertahankannya dalam model apabila peubah bebas tersebut signifikan. Peubah bebas yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari model, sehingga peubah yang terdapat dalam model semuanya signifikan terhadap penggunaan lahan. Hal ini juga diharapkan dapat menghilangkan multikolinearitas yang mungkin ada diantara peubah. Secara sistematis proses kerja dalam mencari faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yang dihubungkan dengan teknik spasial disajikan pada Gambar 4.

33 13 Tabel 2. Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan Peubah Respon (Y) Y = Perubahan Lahan Pertanian menjadi Lahan Non-pertanian Peubah Penjelas (X) X1: Kepadatan Penduduk (jumlah orang/km 2 ) X2: Laju Pertumbuhan Fasilitas (Jumlah dan Jenis Fasilitas ekonomi) X3: Ijin Tahun 2005 X4: Ijin Tahun 2011 X5: Kelas Lereng (1=(0-8)%, 2=(9-15)%, 3=(16-25)% ), 4=(> 40)% X6: Kelas Pola Ruang (1=Kawasan Lindung, 2=Kawasan Perkebunan, 3=Kawasan Pertanian, 4=Kawasan Industri, 5=Kawasan Permukiman) X7: Kelas Tanah (1= Aluvial & Latosol; 2= Andosol; 3= Grumusoli; 4= Podsolik; 5= Regosol) X8: Jarak ke Jalan Kolektor X9: Jarak ke Jalan Tol X10: Jarak ke Pusat Aktivitas Ekonomi X11: Jarak ke Pusat Pemerintahan Kabupaten X12: Jarak ke Pusat Pemerintahan Kota RTRW Kab Bogor Peta Izin Usaha 2005, 2011 Landuse 1989,1995, 2001, 2006, 2009, 2013 Peta Jenis Tanah Peta Kemringan Lereng 1.Overlay Jarak ke Jalan tol Jarak ke Pst Aktiv. Eko& Pemerintahan Keluaran 1 Kepadatan Penduduk 2006,2011 Keragaman Fasilitas 2006, Join Keluaran 2 Analisis Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Gambar 4. Diagram Alir Analisis Faktor Perubahan Penggunaan Lahan

34 14 Sebelum melakukan analisis regresi logistik biner terlebih dahulu dilakukan perhitungan data yang akan dijadikan variabel penjelas. Untuk menghitung jarak suatu poligon terhadap jalan terdekat dan jarak ke pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan dilakukan dengan menentukan titik tengah (center of mass) masingmasing poligon penggunaan lahan, kemudian dilakukan perhitungan jarak terhadap jalan terdekat (kolektor dan tol) dan jarak terhadap pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan. Variabel Kepadatan penduduk diperoleh dari nilai rata-rata kepadatan penduduk tahun 2006 dan 2011 dari data Potensi Desa (Podes) per poligon dibagi dengan luas poligon perubahannya sehingga didapat nilai kepadatan per poligon perubahan. Dalam memasukkan variabel kepadatan ini digunakan asumsi bahwa kepadatan hanya terjadi pada poligon-poligon yang berubah menjadi lahan terbangun saja, sementara untuk poligon-poligon yang tidak berubah menjadi lahan terbangun diberikan nilai nol pada kolom kepadatannya. Asumsi ini berdasarkan pemikiran bahwa kepadatan yang melambangkan aktivitas manusia hanya terjadi pada penggunaan lahan terbangun. Untuk menghitung laju pertumbuhan fasilitas didapat dari rumus matematika sebagai berikut: Dimana: = Laju Pertumbuhan Fasilitas Ekonomi antara tahun = Jumlah Fasilitas per desa tahun 2011 = Jumlah Fasilitas per desa tahun 2006 = Selisis antara tahun awal dan tahun akhir Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2025 serta Evaluasi Keselarasannya dengan RTRW Kabupaten Bogor tahun Analisis prediksi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi ketidakselarasan dengan kebijakan ruang di Kabupaten Bogor, sehingga dapat diketahui juga potensi permasalahan tata ruang di Kabupaten Bogor pada tahun Diharapkan dengan mengetahui potensi masalah tata ruang yang akan datang, semua pihak yang terlibat dapat meningkatkan tindakan pencegahan agar potensi masalah tersebut tidak terjadi. Teknik yang digunakan dalam analisis ini adalah teknik Markov Chain. Taknik ini mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi di masa mendatang memiliki pola dan peluang serupa dengan pola perubahan pada periode data yang digunakan. Data yang digunakan dan dianalisis dalam teknik Markov adalah dalam bentuk format raster (pixel), dengan menggunakan perangkat lunak IDRISI Taiga. Teknik Markov sebelumnya telah digunakan oleh Lopez et al., (2001) untuk memprediksi tutupan lahan dan perubahan penggunaan lahan di pinggiran perkotaan Morelia, Meksiko. Penelitian lain yang dilakukan oleh Weng (2001) menggunakan teknik Markov untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan di Delta Zhujiang, China. Di Indonesia, Trisasongko et al., (2009) memanfaatkan Markov Chain untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan sebagai

35 rangkaian dari kajian identifikasi pengaruh jalur tol terhadap intensitas perubahan penggunaan lahan di wilayah sekitarnya. Analisis ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap simulasi dalam menentukan penggunaan lahan dua titik tahun yang akan dijadikan dasar prediksi dalam analisis Markov. Berdasarkan asumsi Markov bahwa pola perubahan penggunaan lahan di masa yang akan datang serupa dengan pola perubahan penggunaan lahan masa yang telah lalu (Deng et al, 2009). Untuk mencapai tujuan tersebut kita perlu melakukan beberapa tahap analisis simulasi agar model yang digunakan untuk prediksi penggunaan lahan tahun 2025 memiliki nilai akurasi yang baik. Berdasarkan data titik tahun yang tersedia menghasilkan lima simulasi yang mungkin dilakukan. Dari kelima simulasi tersebut akan menghasilkan lima prediksi penggunaan lahan tahun 2013 yang kemudian masing-masing divalidasi dan menghasilkan nilai Kappa/ketepatan. Kelima nilai Kappa yang dihasilkan cukup tinggi dan konsisten, sehingga produk estimasi yang dihasilkan dapat dikatakan cukup baik. Dari kelima simulasi tersebut, dipilih simulasi pertama yang akan dijadikan model prediksi, yakni penggunaan lahan tahun 1989 dan penggunaan lahan tahun 2009 dengan alasan karena rentang waktunya yang paling panjang. Tahap kedua adalah memprediksi penggunaan lahan tahun 2013 berdasarkan penggunaan lahan 1989 dan 2009 dengan analisis Markov sehingga didapat prediksi penggunaan lahan tahun Hasil prediksi tersebut diuji akurasinya dengan membandingkan terhadap penggunaan lahan 2013 yang terkonfirmasi, karena penggunaan lahan tahun 2013 yang terkonfirmasi ini dianggap sebagai penggunaan lahan aktual tahun Tahap ketiga adalah memprediksi penggunaan lahan tahun 2025 berdasarkan penggunaan lahan tahun 1989 dan penggunaan lahan tahun Hasil prediksi penggunaan lahan tersebut dikonfirmasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor sehingga didapat nilai keselarasannya dan dapat diidentifikasi potensi permasalahan tata ruang tahun 2025 berdasarkan hasil prediksi Markov. Ketiga tahap dalam proses analisis ini disajikan pada Gambar 5. 15

36 Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Validasi Landuse Landuse 1989 Landuse 1995 Landuse 2001 Landuse 2006 Landuse 2009 Prediksi Landuse tahun 4 tahun 17 tahun 7 tahun 12 tahun 12 tahun tahun 4 tahun 11 tahun 7 tahun Landuse 1989 Landuse 2009 Analisis Markov Chain Prediksi Landuse 2013 Akurasi Prediksi Landuse 2013 dengan Landuse terkonfirmasi % Landuse 2013 Terkonfirmasi ketidakselarsan Masalah Tata Ruang 2013 RTRW Landuse 1989 Analisis Markov Chain Prediksi Landuse 2025 Overlay RTRW Landuse 2013 Keselarasan Prediksi Landuse 2013 dan 2025 dengan RTRW 2025 Ketidakselarasan Kecenderungan Kenaikan/penurunan potensi masalah penataan ruang Potensi Masalah Tata Ruang 2025 Gambar 5. Diagram alir Pengujian Prediksi Markov 2013 dan 2025 serta keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2013 dan 2025 dengan RTRW

37 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat Interpretasi citra merupakan upaya untuk menafsirkan citra sehingga mendapatkan informasi yang akurat dan sesuai mengenai obyek yang terekam. Unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar analisis meliputi: ukuran, rona (tone), warna, tekstur, pola dan resolusi (Lillesand dan Keifer, 1994). Dalam penelitian ini interpretasi citra menghasilkan tujuh penggunaan lahan yakni: hutan, kebun, lahan terbangun, sawah, tegalan, tubuh air dan lain-lain. Hutan pada citra Landsat dicirikan dengan warna hijau tua dengan tekstur halus dan berlereng curam. Interpretasi penggunaan lahan hutan pada citra Landsat relatif mudah karena warna dan tekstur berbeda dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya serta lokasi hutan umumnya berada pada wilayahwilayah dengan lereng yang terjal. Hutan di Kabupaten Bogor banyak terdapat di Kecamatan Caringin, Kecamatan Cigombong dan Kecamatan Nanggung. Kebun merupakan kelompok vegetasi campuran antara tanaman tahunan (buah-buahan) dengan tanaman semusim. Kenampakan kebun pada citra ditandai dengan warna hijau terang dengan tekstur kasar dan bergerombol. Kebun menyebar di Kecamatan Jasinga dan Kecamatan Rumpin. Sementara tegalan merupakan kelompok vegetasi campuran dimana lebih banyak tanaman rendah seperti palawija dan sayuran. Kenampakan tegalan pada citra kadang-kadang sulit dibedakan dengan kebun, namun tegalan memiliki ciri khas warna hijau terang kecoklatan dengan tekstur kasar dan lokasinya biasanya dekat dengan permukiman. Tegalan banyak dijumpai di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Babakan Madang, Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Sukajaya. Sawah pada citra Landsat memiliki beberapa kenampakan tergantung pada fase penanamannya. Pada fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan. Sementara pada saat diberakan warna sawah akan menjadi kecoklatan. Dari sekian macam warna sawah pada kenampakan citra tersebut, unsur yang memudahkan klasifikasi adalah tekstur halus dan pola kotak-kotak yang mencirikan petakan lahan. Lahan terbangun (built-up area) meliputi permukiman baik padat maupun jarang, kawasan industri dan perkantoran serta sarana prasarana sosial ekonomi lainnya. Kenampakan lahan terbangun pada citra Landsat dicirikan dengan warna merah muda hingga keungu-unguan dengan tekstur kasar dan bergerombol dan polanya mengikuti jaringan jalan. Tubuh air meliputi sungai dan danau/situ. Kenampakannya pada citra dicirikan dengan warna biru tua dan keberadaannya menyebar di seluruh wilayah dengan luasan yang sangat kecil. Dari keenam kelas penggunaan lahan hasil interpretasi, ada sebagian kecil penggunaan lahan yang tidak dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi tersebut, misalnya tanah terbuka, semak belukar, empang. Oleh karena itu dalam penelitian ini ketiga penggunaan lahan tersebut dikelompokkan ke dalam kelas lain-lain. Kenampakan enam jenis penggunaan lahan pada citra Landsat tahun 2013 dan visualisasi di lapangan tahun 2014 disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

38 18 Gambar 6. Kenampakan Penggunaan Lahan pada Citra Landsat 2013 Gambar 7. Kenampakan Penggunaan Lahan di lapang tahun 2014

39 19 Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor dari titik tahun 1989, 1995, 2001, 2006, 2009 hingga 2013 mengalami perubahan penggunaan lahan yang sangat dinamis. Penggunaan lahan yang paling besar perubahannya adalah lahan terbangun dimana jumlahnya bertambah 48,232 ha. Pertambahan luas lahan terbangun yang signifikan ini merupakan hasil konversi lahan sawah, kebun, dan hutan dimana sawah mengalami penurunan sebesar 24,180 ha, kebun mengalami penurunan sebesar 22,081 ha. dan hutan mengalami penurunan sebesar 5,825 ha. Untuk tubuh air dan lain-lain tidak akan banyak dibahas karena luasnya yang yang sangat kecil dibandingkan dengan luas Kabupaten Bogor secara keseluruhan. Dinamika perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun disajikan pada Gambar 8, dan sebaran spasial hasil interpretasi penggunaan lahan Kabupaten Bogor disajikan pada Gambar 9. 60,000 50,000 48,233 40,000 30,000 Luas (Ha) 20,000 10, ,416 1,441-10,000-20,000-30,000 Hutan -5,825 Kebun -22,081 Lahan Terbangun Sawah -24,180 Tegalan Penggunaan Lahan Tubuh Air -3 Lain-lain Gambar 8. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun Salah satu alasan banyaknya titik tahun yang diambil dalam penelitian ini adalah supaya dapat melihat pola dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Untuk perubahan penggunaan lahan hutan, pola yang terlihat tidak menunjukkan perubahan yang mencolok meskipun jumlahnya berkurang dari tahun ke tahun. Pola perubahan lahan kebun nyata menurun terutama pada rentang titik tahun , dan Lahan terbangun cenderung meluas pada rentang titik tahun , sementara luas sawah secara umum menurun dari tahun ke tahun.

40 20 a) Tahun 1989 b) Tahun 1995 c) Tahun 2001 d) Tahun 2006 e) Tahun 2009 f) Tahun 2013 Legenda Hutan Kebun Lahan Terbangun Sawah Tegalan Tubuh Air Lain-lain µ Kilometers Gambar 9. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun

41 21 Luas tegalan relatif konstan, namun pada rentang tahun terjadi sedikit penurunan dan cenderung kembali ke luas awal lima tahun kemudian. Pola dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada enam titik tahun pengamatan dapat dilihat pada Gambar Persentase Luas (%) Tahun Hutan Kebun Lahan Terbangun Sawah Tegalan Tubuh Air Lain-lain Gambar 10. Pola Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan yang muncul diantara enam titik tahun pengamatan, pola perubahan yang signifikan selalu terjadi pada rentang tahun di setiap penggunaan lahannya. Hal ini diduga berkaitan dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada rentang tahun tersebut. Krisis moneter tersebut menyebabkan fenomena penjualan aset properti yang dimiliki baik berupa rumah maupun tanah dengan harga murah, di sisi lain sekelompok kecil pemilik modal membeli properti sebanyak-banyaknya. Oleh sebab itu pada rentang titik tahun terjadi konversi penggunaan lahan sawah, kebun dan lahan terbangun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ilham et al (2003) yang menyatakan bahwa tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi menyebabkan banyak petani menjual sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya secara umum meningkatkan konversi lahan sawah dan memusatnya penguasaan lahan pada pihak-pihak tertentu. Setelah mengetahui pola dinamika perubahan penggunaan lahan, matriks transisi perubahan penggunaan lahan dapat dibangun untuk mengetahui penggunaan lahan tahun awal dan penggunaan lahan tahun akhir, apakah mengalami perubahan atau tetap. Matriks transisi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor tahun disajikan pada Tabel 3. Dari matriks transisi dapat dilihat bahwa perubahan lahan pertanian yang meliputi kebun, sawah dan tegalan di tahun 1989 menjadi lahan terbangun di tahun 2013 merupakan alih fungsi lahan yang paling dominan yakni sebesar 47,953 ha atau 16.05% dari total luas Kabupaten Bogor.

42 22 Tabel 3. Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Penggunaan Lahan 2013 Penggunaan Lahan 1989 Hutan Kebun Lahan Terbangun Lainlain Sawah Tegalan Tubuh Air Total Hutan 32,066 1, ,584-37,903 Kebun 1 52,966 9, ,662-76,861 Lahan Terbangun - 27, ,005 Lain-lain Sawah , ,545 3,865-71,995 Tegalan , ,858-81,553 Tubuh Air ,338 3,340 Total 32,077 54,780 75,238 1,581 47,815 83,969 3, ,797 Konversi lahan sawah dan tegalan menjadi lahan terbangun merupakan yang terbesar diantara jenis perubahan penggunaan lahan (pada periode ) di Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan kebanyakan sawah dan tegalan berada pada lokasi dengan lereng yang landai serta berada dekat dengan permukiman dan pusat fasilitas, mudah dijangkau sehingga lebih disukai sebagai lokasi pengembangan aktifitas. Konversi kedua penggunaan lahan ini perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah baik pusat maupun daerah terkait dengan isu ketahanan pangan. Salah satu bentuk perlindungan pemerintah terhadap lahan pertanian adalah lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Dalam undangundang tersebut dijelaskan bahwa lahan sawah atau hortikultura dilindungi peruntukannya, sehingga keberadaannya tidak boleh diganggu gugat sejak ditetapkan menjadi lahan pertanian dalam Rencana Tata Rang Wilayah hingga 20 tahun ke depan (jangka waktu RTRW). Sebaran perubahan penggunaan lahan dari tahun ke tahun pengamatan disajikan pada Gambar 11. Dari gambar tersebut dapat dilihat perubahan paling nyata terjadi pada rentang waktu dan dan pola sebarannya merata hampir di semua wilayah Kabupaten Bogor. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa lahan yang paling banyak berubah adalah tegalan dan sawah menjadi penggunaan lahan lain khususnya lahan terbangun. Sekuen Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Sekuen perubahan penggunaan lahan adalah gambaran pola perubahan penggunaan lahan dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini, sekuen perubahan penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui gambaran arah perubahan dari tiga periode pengamatan, yakni periode tahun , periode tahun dan periode Sekuen perubahan penggunaan lahan dibuat dari ekstraksi nilai atribut peta perubahan penggunaan lahan pada Gambar 11. Dari peta tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten Bogor mengalami perubahan yang signifikan antara tahun , sementara dari perubahannya tidak banyak. Untuk mempermudah menggambarkan sekuen perubahan penggunaan lahan dibuat matriks perubahan seperti disajikan pada Tabel 4.

43 23 a) b) c) d) Tegalan --> Hutan e) f) Hutan --> Lahan Terbangun µ Kebun --> Lahan Terbangun Sawah --> Lahan Terbangun Legenda Tegalan --> Lahan Terbangun Kebun --> Hutan Hutan --> Kebun Tegalan --> Hutan Sawah --> Kebun Hutan --> Lahan Terbangun Kilometers Kebun --> Lahan Terbangun Tegalan --> Kebun Sawah --> Lahan Terbangun Hutan --> Sawah Tegalan --> Lahan Terbangun Kebun --> Sawah Hutan --> Kebun Hutan --> Tegalan Sawah --> Kebun Kebun --> Tegalan Tegalan --> Kebun Sawah --> Tegalan Hutan --> Sawah Kebun --> Sawah Gambar 11. Sebaran Hutan --> Tegalan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Kebun --> Tegalan Bogor tahun Sawah --> Tegalan Legenda Kebun --> Hutan

44 24 Tabel 4. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun Penggunan Lahan Hutan Kebun Hutan --> Kebun 1,737 Penggunaan Lahan 2001 (Ha) Lahan Terbangun Hutan --> Lahan Terbangun 18 Sawah Hutan --> Sawah Tegalan Hutan --> Tegalan 66 2,106 Kebun --> Kebun 65,725 1, Kebun --> Lahan Terbangun 4,504 Kebun --> Tegalan ,155 Sawah --> Kebun 8 Sawah --> Lahan Terbangun 3,793 Sawah --> Sawah 8,109 56, Sawah --> Tegalan ,977 Tegalan --> Lahan Terbangun 6,014 Tegalan --> Tegalan ,373 67,413 Penggunan Lahan Hutan Kebun Penggunaan Lahan 2006 (Ha) Lahan Terbangun Sawah Tegalan Hutan --> Hutan 33, Kebun --> Kebun 1 55,494 2, ,562 Kebun --> Lahan Terbangun 1,253 Kebun --> Tegalan 6 73 Sawah --> LahanTerbangun 8,116 Sawah --> Sawah 17 5,130 50, Sawah --> Tegalan Tegalan --> Hutan 10 Tegalan --> Kebun 34 1 Tegalan --> Lahan Terbangun 7,714 Tegalan --> Tegalan 217 4,613 71,722 Penggunaan Lahan 2013 Penggunaan Lahan Lahan Hutan Kebun Terbangun Sawah Tegalan Hutan --> Hutan 32, ,232 Hutan --> Lahan Terbangun 83 Hutan --> Sawah 80 Hutan --> Tegalan 246 Kebun --> Hutan 1 Kebun --> Kebun 54, Kebun --> Lahan Terbangun 2,412 Kebun --> Sawah 1 Kebun --> Tegalan 100 9,462 Lahan Terbangun --> Lahan Terbangun 59,045

45 25 Tabel 4. (lanjutan) Penggunaan Lahan Hutan Sawah --> Kebun 17 Sawah --> Lahan Terbangun 5,130 Penggunaan Lahan 2013 Lahan Kebun Terbangun Sawah Tegalan Sawah --> Sawah 34 2,502 47, Sawah --> Tegalan Tegalan --> Kebun 217 Tegalan --> Lahan Terbangun 4,646 Tegalan --> Tegalan ,362 Dari Tabel 4 dapat dilihat pola dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor sejak tahun 1989 hingga tahun Pada periode hutan dapat berubah menjadi kebun, lahan terbangun, sawah dan tegalan secara langsung, namun perubahan hutan juga terjadi secara tidak langsung, yakni melalui perubahan hutan menjadi sawah, tegalan dan akhirnya berubah menjadi lahan terbangun. Kebun dapat berubah menjadi lahan terbangun dan tegalan lalu dapat berubah kembali menjadi kebun. Sawah dapat berubah menjadi kebun, lahan terbangun dan tegalan. Pada periode ini perubahan sawah menjadi lahan terbangun dapat terjadi secara langsung maupun melalui perubahan menjadi tegalan terlebih dahulu. Sementara penggunaan lahan tegalan yang tidak berubah pada tahun dapat berubah menjadi hutan, kebun dan lahan terbangun pada periode tahun Pada periode tahun , lahan-lahan yang berubah juga didominasi oleh lahan-lahan yang pada periode tidak berubah seperti kebun, sawah dan tegalan. Jenis penggunaan lahan tersebut berubah menjadi lahan terbangun. Selain perubahan menjadi lahan terbangun, pada periode juga terjadi perubahan lahan kebun menjadi tegalan yakni sebesar 9,562 ha. Selain itu pada periode juga terlihat perubahan hutan menjadi tegalan, sawah dan lahan terbangun. Hal ini terjadi karena kebutuhan akan lahan baik sebagai lahan tempat tinggal akibat pertumbuhan penduduk maupun lahan pertanian karena peningkatan kebutuhan pangan meningkat setiap tahunnya. Pada periode tahun terjadi perubahan lahan hutan menjadi lahan terbangun dan tegalan. Disamping itu juga terjadi perubahan lahan kebun menjadi lahan terbangun dan tegalan. Sebagian kecil kebun yang berubah menjadi sawah berubah kembali mejadi kebun. Kebun yang berubah menjadi tegalan pada periode sebelumnya dapat berubah menjadi lahan terbangun. Sawah yang pada periode sebelumnya tidak mengalami perubahan dapat berubah menjadi kebun, lahan terbangun dan tegalan. Sawah yang berubah menjadi tegalan pada periode dapat berubah menjadi lahan terbangun. tegalan yang pada periode sebelumnya tidak mengalami perubahan dapat berubah menjadi kebun dan lahan terbangun. Penggunaan lahan yang beralih fungsi menjadi lahan terbangun pada setiap periode, tidak lagi beralih fungsi menjadi penggunaan lahan lain di periode berikutnya. Namun demikian, perubahan penggunaan lahan hutan, kebun, sawah dan tegalan dapat berubah menjadi lahan terbangun baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan luas penggunaan lahan pada periode secara luasan tidak terlalu signifikan dibanding dengan perubahan yang terjadi pada

46 26 periode dan Hal ini membuktikan bahwa perubahan yang terjadi pada periode merupakan kelanjutan dari perubahan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Ringkasan sekuen pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor berdasarkan hasil interpretasi Tabel 4 disajikan pada Gambar 12. Hutan Kebun Sawah Tegalan Lahan Terbangun Gambar 12. Sekuen Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Berdasarkan sekuen perubahan penggunaan lahan tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan lahan hutan dan pertanian (kebun, sawah dan tegalan) sebagian berubah menjadi lahan terbangun (permukiman) yakni sebesar 48,198 ha atau 16.13% dari luas Kabupaten Bogor. Perubahan menjadi lahan terbangun didominasi oleh penggunaan lahan sawah dan tegalan. Hal ini dikarenakan sawah dan tegalan lokasinya cenderung dekat dengan lahan terbangun (yang diasumsikan berpenghuni) dibandingkan dengan hutan dan kebun sehingga meningkatkan kemungkinan dikonversi menjadi lahan terbangun oleh pemilik lahan. Secara spasial, sebaran perubahan sawah dan tegalan menjadi lahan terbangun umumnya terjadi di wilayah yang berbatasan atau dekat dengan Kota Bogor seperti Ciomas, Dramaga, Ciampea, Citeureup, Bojong Gede, Cibinong, Sukaraja dan sebagian Babakan Madang. Sebaran spasial masing-masing perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun disajikan pada Gambar 13.

47 27 Gambar 13. Perubahan penggunaan lahan hutan dan pertanian menjadi lahan terbangun Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun terkait Aksesibilitas, Kemiringan Lereng, Jenis Tanah dan Kebijakan Alokasi Ruang Dari hasil analisis dapat dilihat keterkaitan akses jalan terhadap dinamika perubahan penggunaan lahan yang dominan pada tahun Perubahan penggunaan lahan yang dominan meliputi lima perubahan, yakni (1) Kebun berubah menjadi Lahan Terbangun, (2) Kebun berubah menjadi Tegalan, (3) Sawah berubah menjadi Lahan Terbangun, (4) Sawah berubah menjadi Tegalan, dan (5) Tegalan berubah menjadi Lahan Terbangun. Adapun jalan yang dipakai adalah jalan kereta, jalan kolektor dan jalan tol, karena merupakan moda utama yang digunakan masyarakat Kabupaten Bogor. Jalan-jalan tersebut diberi buffer 100 m, 200 m, 300 m, 400 m, dan 500 m. Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun umumnya terjadi pada jarak m dari pinggir jalan. Hal ini menegaskan bahwa semakin dekat dari jalan, perubahan lahan menjadi lahan terbangun akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin jauh dari jalan perubahan lahan menjadi lahan terbangun akan semakin sedikit. Grafik keterkaitan akses jalan dengan perubahan penggunaan lahan tahun disajikan pada Gambar 14.

48 28 14, , , , , , , TG-->LT SW-->LT SW-->TG KB-->TG KB-->LT m 200 m 300 m 400 m Keterangan: KB=Kebun; SW=Sawah; TG=Tegalan; LT=Lahan Terbangun Gambar 14. Keterkaitan Akses Jalan terhadap Perubahan Penggunaan Lahan tahun Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan kelas lereng disajikan pada Tabel 5. Perubahan penggunaan lahan terluas di Kabupaten Bogor terjadi pada kemiringan lereng 0-8% dengan luas 41,551 ha atau 13.99% dari total luas Kabupaten Bogor. Hal ini dapat karena aksesibilitas lebih baik umumnya pada lahan berkemiringan lereng landai, sehingga aktifitas cenderung memusat di sekitar lokasi tersebut. Sebaran perubahan penggunaan lahan terkait dengan kelas lereng disajikan pada Gambar 15. Tabel 5. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas Lereng Luas Lereng Luas Perubahan Kelas Lereng Ha % Ha % (0-8)% 135, , (8-15)% 54, , (15-25)% 54, , (25-40)% 34, , (> 40)% 18, ,

49 29 Gambar 15. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun Terkait Kemiringan Lereng Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan jenis tanah disajikan pada Tabel 6. Kabupaten Bogor didominasi oleh jenis tanah tipe Aluvial dan Latosol. Kedua jenis tanah tersebut termasuk jenis tanah subur karena terbentuk dari endapan lumpur sungai dan umumnya jenis tanah tersebut berada pada dataran rendah dan digunakan untuk pertanian. Dari peta sebaran jenis tanah di Kabupaten Bogor, perubahan penggunaan lahan terluas terjadi pada jenis tanah Aluvial, Grumusol, Podsolik dan Regosol. Sebaran perubahan penggunaan lahan terkait dengan jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 16. Tabel 6. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Jenis Tanah Luas Jenis Tanah Luas Perubahan Jenis Tanah Ha % Ha % I= Aluvial dan Latosol 207, , II= Andosol 6, III= Grumusol 15, , IV= Podsolik 59, , V= Regosol 7, ,

50 30 Gambar 16. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun Terkait Jenis Tanah Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan kebijakan alokasi ruang disajikan pada Tabel 7. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor paling banyak terjadi pada kawasan pertanian dan kawasan permukiman. Peningkatan luas kawasan permukiman karena alokasi kawasan tersebut terus berkembang mengikuti pertumbuhan penduduk, sementara perubahan pada kawasan pertanian disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor kedekatan lokasi dengan pusat aktivitas dan faktor kepemilikan lahan, dimana para petani yang memiliki lahan kecil cenderung menjual lahannya atau mengkonversinya menjadi lahan terbangun (seperti ruko) sebagai tempat usahanya. Kebijakan alokasi ruang sering diabaikan dalam faktor penentu perubahan penggunaan lahan, namun beberapa literatur menunjukkan bahwa faktor ini mempengaruhi kecenderungan perubahan penggunaan lahan sebagaimana dinyatakan oleh Saefulhakim et al., (1999). Sebaran alih fungsi lahan terkait kelas pola ruang dapat dilihat pada Gambar 17. Tabel 7. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas Pola Ruang Luas Pola Ruang Luas Perubahan Kelas Pola Ruang Ha % Ha % I= Kawasan Lindung 52, , II= Kawasan Perkebunan 24, , III= Kawasan Pertanian 111, , IV= Kawasan Industri 4, , V= Kawasan Permukiman 103, ,

51 31 Gambar 17. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun Terkait Kebijakan Alokasi Ruang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Tahun Hasil analisis regresi logistik biner perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian (Y) menghasilkan model regresi dengan nilai Pseudo-R 2 (Nagelkerke R 2 ) sebesar Hal ini menunjukkan bahwa 95% variabilitas sebaran perubahan penggunaan lahan dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebas yang digunakan, sedangkan 5% lainnya dijelaskan oleh variabelvariabel lain yang tidak dimodelkan. Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian (Y) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menjelaskan faktor yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (yang memiliki nilai sig < 0.05) yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, dikelompokkan atas variabel yang berperan meningkatkan (+) peluang perubahan penggunaan lahan dan menurunkan (-) peluang perubahan penggunaan lahan. Faktor-faktor yang berpeluang meningkatkan konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian adalah izin lokasi tahun 2005, penetapan kawasan industri dalan RTRW, jarak ke jalan kolektor, dan jarak ke pusat aktivias ekonomi. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bogor pada tahun 2005 mengeluarkan ijin lokasi untuk pembangunan kawasan industri. Hasil analisis ini diperkuat dengan tulisan Firman (2004) yang menyatakan bahwa pajak tanah bersama-sama dengan izin lokasi dan izin bangunan dianggap tidak efektif dalam mengendalikan konversi lahan, karena dianggap sebagai instrumen untuk memperoleh tambahan pendapatan negara. Akibatnya justru menjadi aspek legal yang mendorong terjadinya konversi lahan.

52 32 Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kebijakan investasi dan pemanfaatan lahan selama ini belum memprioritaskan kepentingan umum. Tabel 8. Ringkasan koefisien hasil analisis regresi logistik biner penentu perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian tahun Variabel B Statistik Odds Sig Wald Ratio Kepadatan Laju Pertumbuhan Fasilitas E+52 Izin Lokasi tahun * 1.63 Kelas Lereng (0-8)% (8-16)% (16-25)% * 0.15 Kelas Pola Ruang Kasawan Lindung Kawasan Perkebunan Kawasan Pertanian Kawasan Industri * 2.02 Jenis Tanah Aluvial dan Latosol Andosol Grumusol Podsolik * 0.18 Jarak ke Jalan Kolektor * 1.12 Jarak ke Pusat Aktivitas Ekonomi * 1.07 Jarak ke Pusat Pemerintahan Kabupaten * 0.92 Faktor kedua yang signifikan meningkatkan perubahan penggunaan lahan adalah kebijakan tata ruang kawasan industri dalam RTRW Kabupaten Bogor Hal ini dapat dimengerti karena perkembangan suatu kawasan perkotan dan industri memerlukan lahan yang luas. Hasil ini juga ditunjang oleh penelitian Firman (2004) yang menyatakan bahwa kebijakan investasi yang dipicu oleh pertumbuhan ekonomi pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an telah mendorong investor asing dan domestik menanamkan usahanya sehingga meningkatkan permintaan lahan untuk industri. Kemudahan yang diberikan kepada para pengembang sering mengabaikan hak-hak pemilik tanah dan mendorong terjadinya spekulasi dalam jual beli tanah. Hal ini merupakan salah satu alasan tidak terkendalinya konversi lahan pertanian menjadi lahan perkotaan dan industri. Faktor berikutnya yang berpengaruh signifikan terhadap meningkatnya perubahan penggunaan lahan adalah jarak dari/ke jalan kolektor dan jarak dari/ke pusat aktivitas ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dekat jarak dari/ke jalan kolektor dan pusat aktivitas ekonomi, maka semakin tinggi peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan. Peningkatan peluang

53 33 perubahan lahan tersebut diduga terkait dengan nilai lahan yang tinggi di lokasi tersebut sehingga mendorong pemilik lahan merubah fungsi lahan menjadi penggunaan lahan yang lebih komersil. Faktor-faktor yang berpeluang menurunkan konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian adalah kelas lereng (16 25%), jenis tanah Podsolik, dan jarak ke pusat pemerintahan kabupaten. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa lahan yang memiliki kemiringan lereng (16 25%) memiliki kecenderungan menurunkan perubahan penggunaan lahan. Lahan dengan kemiringan lereng tersebut termasuk dataran curam yang membuat penggunaan lahannya terbatas, sehingga menurunkan keinginan pemilik lahan mengubah penggunaan lahan untuk kegiatan produktif. Jenis tanah podsolik memiliki karakteristik kesuburan hingga sedang, warna merah atau kuning, memiliki tekstur lempung atau berpasir, memiliki ph rendah, serta memiliki kandungan unsur aluminium dan besi yang tinggi. Dari beberapa karakteristik tersebut tanah Podsolik dapat dikategorikan sebagai tanah yang memiliki kesuburan rendah, sehingga penggunaannya untuk pertanian harus memerlukan perlakuan khusus. Disamping memiliki kesuburan yang rendah, tanah Podsolik juga memiliki tekstur berpasir atau lempung dengan daya simpan air sangat rendah sehingga mudah mengalami kekeringan. Oleh sebab itu, Keterbatasan penggunaan lahan pada jenis tanah Podsolik tersebut cenderung menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan seperti ditunjukkan dalam hasil analisis statistik. Faktor yang berpengaruh menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian selanjutnya adalah jarak ke pusat pemerintahan kabupaten. Hal ini menjelaskan bahwa semakin dekat jarak ke pusat pemerintahan kabupaten, potensi luas pertanian yang terkonversi semakin kecil. Hal ini terjadi karena pusat pemerintahan memiliki daya tarik aglomeratif. Namun ada kecenderungan arus konversi lahan pertanian di sekitar pusat pemerintahan relatif jenuh karena sudah terjadi pada periode sebelumnya. Di sisi lain, berkembangnya isu kota hijau dan berkelanjutan menggeser cara pandang pembangunan yang ekspansif di perkotaan. Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2013 dan tahun 2025 Dari hasil lima simulasi yang dilakukan diperoleh nilai persen ketepatan yang baik dan konsisten. Hal ini membuktikan bahwa model tersebut dapat digunakan dalam memprediksi penggunaan lahan masa mendatang. Dari kelima simulasi tersebut dipilih penggunaan lahan tahun 1989 dan 2009 sebagai dasar dalam memprediksi penggunaan lahan tahun 2013 karena rentang waktu yang paling panjang. Adapun nilai ketepatan kelima simulasi disajikan pada Tabel 9 sementara hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2013 disajikan pada Gambar 18. Tabel 9. Nilai Ketepatan Prediksi penggunaan lahan tahun 2013 No Tahun Ketepatan (%)

54 34 Gambar 18. Peta Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 2013 Untuk mengetahui akurasi penggunaan lahan hasil prediksi Markov, dalam penelitian ini akan dibandingkan dengan penggunaan lahan tahun 2013 yang terkonfirmasi karena dianggap sebagai penggunaan lahan aktual tahun Perbandingan kedua penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 19. Grafik tersebut menjelaskan bahwa penggunaan lahan tahun 2013 hasil prediksi Markov relatif sama dengan penggunaan lahan aktual tahun Selisih terbesar pada kelas penggunaan lahan terbangun, yakni 4.43% yang lebih kecil dari penggunaan lahan aktual. Selain berdasarkan nilai selisih antara luas penggunaan lahan hasil prediksi dengan luas penggunaan lahan aktual, nilai akurasi juga dapat dilihat dengan menggunakan matriks transisi keselarasan antara penggunaan lahan hasil prediksi dengan penggunaan lahan aktual seperti disajikan pada Tabel 10.

55 Penggunaan Lahan Aktual 2013 Penggunaan Lahan Prediksi 2013 Gambar 19. Grafik perbandingan penggunaan lahan tahun 2013 hasil prediksi dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013 Tabel 10. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2013 dan Penggunaan Lahan Aktual 2013 Penggunaan Lahan hasil Prediksi Markov 2013 Penggunaan Lahan Aktual 2013 Hutan Kebun Lahan Terbangun Sawah Tegalan Tubuh Air Hutan Kebun Lahan Terbangun Sawah Tegalan Tubuh Air Lain-lain Total Akurasi (%) Lainlain Matriks pada Tabel 10 menunjukkan bahwa keselarasan penggunaan lahan tahun 2013 hasil prediksi Markov dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013 memiliki nilai yang baik berada pada rentang 77.44% hingga 84.98%. Hal ini dikarenakan pada tahun 1989 hingga tahun 2009 Kabupaten Bogor mengalami perubahan lahan yang cukup signifikan, sehingga berdampak pada nilai akurasi yang dihasilkan. Nilai Kappa yang cukup tinggi mengijinkan analisis lanjutan yaitu prediksi penggunaan lahan pada tahun-tahun mendatang, sehingga dapat langsung diaplikasikan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun Hasil analisis disajikan pada Tabel 11 dan sebaran spasialnya dapat dilihat pada Gambar 20.

56 36 Tabel 11. Luas Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 2025 No Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2025 Luas ha % 1 Hutan 26, Kebun 42, Lahan Terbangun 102, Sawah 34, Tegalan 82, Tubuh Air 4, Lain-lain 4, Jumlah 298, Gambar 20. Peta prediksi penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2025 Keselarasan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun dengan Penggunaan Lahan Aktual 2013 dan Prediksi 2025 Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun yang telah direvisi pada tahun 2009 ditetapkan 18 alokasi ruang yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Ke 18 alokasi ruang tersebut meliputi kawasan hutan konservasi, kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, kawasan industri, zona industri, kawasan perkebunan, kawasan tanaman tahunan, kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering,

57 37 kawasan permukiman perkotaan (hunian padat), kawasan permukiman perkotaan (hunian sedang), kawasan permukiman perkotaan (hunian rendah), kawasan permukiman perdesaan (hunian rendah), kawasan permukiman perdesaan (hunian jarang), rencana waduk, setu, dan tubuh air. Keseluruhan alokasi ruang dalam RTRW tersebut dirangkum menjadi 8 kawasan agar klasifikasinya selaras atau mendekati klasifikasi penggunaan lahan. Kelas alokasi ruang tersebut disajikan pada Tabel 12 dan sebaran spasialnya dapat dilihat pada Gambar 21. Tabel 12. Luas masing-masing kawasan dalam RTRW Kabupaten Bogor No RTRW Kab Bogor Luas ha % 1 Kawasan Hutan Lindung & Konservasi 51, Kawasan Hutan Produksi 34, Kawasan Industri 4, Kawasan Perkebunan 9, Kawasan Permukiman 103, Kawasan Pertanian Lahan Basah 40, Kawasan Pertanian Lahan Kering 52, Tubuh Air 1, Jumlah 298, Gambar 21. Sebaran kawasan RTRW Kabupaten Bogor tahun Analisis keselarasan RTRW dilakukan pada dua penggunaan lahan berbeda, yaitu pada penggunaan lahan aktual tahun 2013 serta pada penggunaan lahan hasil prediksi Markov tahun Tujuannya adalah untuk mengetahui dinamika

58 38 ketidakselarasan yang menyebabkan masalah tata ruang. Hasil analisis keselarasan RTRW dengan panggunaan lahan aktual tahun 2013 disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13. Matriks keselarasan RTRW Kabupaten Bogor tahun dengan prediksi penggunaan lahan 2013 Penggunaan Lahan Aktual 2013 No RTRW Kawasan Hutan Lindung & Konservasi 2 Kawasan Hutan Produksi Lahan Tubuh Lainlain Hutan Kebun Sawah Tegalan Terbangun Air 25,887 5,925 1,025 1,585 16, ,854 4,118 3,181 3,154 19, Kawasan Industri 269 3, Kawasan 214 4,396 1, , Perkebunan 5 Kawasan ,694 48,162 17,940 17,768 1,180 1,001 Permukiman 6 Kawasan Pertanian ,095 8,435 14,658 6, Lahan Basah 7 Kawasan Pertanian 1,142 12,902 10,235 8,617 19, Lahan Kering 8 Tubuh Air Tabel 14. Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun 2013 No Ketidakselarasan Luas ha % 1 Hutan --> Kebun 10, Hutan --> Lahan Terbangun 4, Hutan --> Sawah 4, Hutan --> Tegalan 36, Hutan --> Lain-lain Pertanian Lahan Basah --> Lahan Terbangun 8, Tubuh Air --> Lahan Terbangun Jumlah 63, Dari hasil analisis keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013 diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat masalah penataan ruang sebesar 63,721 ha atau 21.33% dari total luas Kabupaten Bogor. Permasalahan tata ruang tersebut meliputi penggunaan lahan non hutan seperti kebun, lahan terbangun, sawah, tegalan dan lain-lain yang terdapat di lokasi kawasan hutan sebesar 55,265 ha. Hal ini berarti pada tahun 2013 Kabupaten Bogor tidak mampu mewujudkan areal hutan seluas alokasi ruang yang direncanakan dengan selisih perbedaan sebesar 64.90%. Masalah penataan ruang berikutnya yang diakibatkan oleh ketidakselarasan RTRW dengan penggunaan lahan tahun 2013 adalah dimanfaatkannya kawasan pertanian lahan basah untuk pengembangan permukiman sebesar 8,435ha atau 2.82% dari total luas Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan

59 39 kawasan pertanian lahan basah tidak cukup berhasil sehingga kawasan yang dialokasikan sebagai areal pertanian lahan basah digunakan sebagai kawasan pertanian dengan perbedaan kondisi riil dan alokasinya sebesar 20.68%. Kondisi ini akan berpeluang menurunkan target produksi pangan di wilayah Kabupaten Bogor. Masalah penataan ruang berikutnya adalah areal yang dialokasikan untuk kawasan tubuh air digunakan sebagai lahan terbangun sebesar 122 ha atau 0.04%. Hal ini akan berdampak pada berbagai aktifitas yang terkait dengan keberadaan tubuh air antara lain pertanian, perikanan, dst. Hasil analisis keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan hasil prediksi Markov tahun 2025 disajikan pada Tabel 15 dan Tabel 16. Tabel 15. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2025 dengan RTRW Kabupaten Bogor No RTRW Hutan Kebun Prediksi Penggunaan Lahan 2025 Lahan Terbangun Sawah Tegalan Tubuh Air Lainlain 1 Kawasan Hutan 20,105 6,098 5,808 1,360 16, Lindung & Konservasi 2 Kawasan Hutan 3,117 3,112 8,722 2,173 16, Produksi 3 Kawasan Industri , Kawasan 203 3,073 2, , Perkebunan 5 Kawasan 1,476 13,194 52,449 13,615 18,663 2,328 2,405 Permukiman 6 Kawasan Pertanian 363 7,347 13,412 10,169 7, Lahan Basah 7 Kawasan Pertanian 1,142 9,119 17,188 6,089 18, Lahan Kering 8 Tubuh Air Tabel 16. Potensi Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun 2025 No Potensi Masalah Penataan Ruang tahun 2025 Luas ha % 1 Hutan --> Kebun 9, Hutan --> Lahan Terbangun 14, Hutan --> Sawah 3, Hutan --> Tegalan 33, Hutan --> Lain-lain Pertanian Lahan Basah --> Lahan Terbangun 13, Tubuh Air --> Lahan Terbangun Jumlah 75, Tabel 15 dan Tabel 16 menejelaskan dari hasil prediksi Markov terdapat 75,577 ha atau 25.29% ketidakselarasan RTRW dengan prediksi penggunaan lahan tahun 2025 yang berpotensi menjadi permasalahan tata ruang di Kabupaten Bogor pada tahun Adapun potensi masalah tersebut meliputi potensi konflik

60 40 penguasaan lahan di kawasan hutan karena teridentifikasinya penggunaan lahan non hutan pada kawasan hutan. Penggunaan lahan non hutan tersebut berupa kebun (3.08%), lahan terbangun (4.86%), sawah (1.18%), tegalan (11.22%) dan lain-lain (0.30%). Hal tersebut melanggar peraturan tata ruang mengenai kawasan hutan, dimana kawasan hutan merupakan suatu wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap yang terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap. Hal ini didukung aspek legal berupa Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 33 tahun 2010 yang menyatakan bahwa satu-satunya hutan yang dapat dialihfungsikan menjadi kegiatan pembangunan diluar kehutanan adalah kawasan hutan produksi konversi (HPK), sementara RTRW Kabupaten Bogor tidak mengalokasikan kawasan hutan produksi konversi (HPK). Oleh sebab itu, pada tahun 2025 terdapat potensi kehilangan fungsi hutan sebesar 61,671 ha atau 72.41% dari total luas kawasan hutan dalam RTRW. Kehilangan fungsi hutan tersebut terdiri dari berkurangnya kawasan hutan lindung dan konservasi sebesar 30,574 ha atau 35.90% serta berkurangnya kawasan hutan produksi (terbatas dan tetap) sebesar 31,097 ha atau 36.51%. Kondisi ini mengancam fungsi hutan sebagai kawasan lindung dan konservasi dan sebagai daerah resapan air yang menaungi dan melindungi wilayah-wilayah di bawah Kabupaten Bogor seperti Kota Bogor, Tangerang, Depok dan DKI Jakarta. Akibatnya dapat meningkatkan peluang terjadinya bencana banjir saat musim hujan dan bencana kekeringan saat musim kemarau. Selain kawasan hutan, potensi masalah tata ruang di Kabupaten Bogor pada tahun 2025 adalah ketidakselarasan pada kawasan lahan pertanian basah yang dalam penggunaan lahannya diduga akan terkonversi menjadi lahan terbangun sebesar 13,412 ha atau 4.49% dari total luas Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor berpotensi kehilangan lahan sawah sebesar 33,62% dari alokasi yang ditetapkan dalam RTRW. Jika prediksi tersebut benar, maka dapat mengancam ketahanan pangan sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2005). Ketidakselarasan yang menyebabkan potensi masalah tata ruang berikutnya adalah lahan yang dialokasikan sebaai tubuh air akan dimanfaatkan sebagai lahan terbangun yakni sebesar 494 ha atau 0.17% dari total luas Kabupaten Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun % dari total luas kawasan tubuh air yang dialokasikan akan digunakan untuk lahan terbangun. Seperti halnya hutan, tubuh air memiliki fungsi ekologis bagi suatu wilayah, yakni sebagai tempat penampung air sehingga dapat menjaga ketersediaan air tanah, baik di wilayah-wilayah sekitar lokasi tubuh air maupun wilayah-wilayah yang lebih jauh. Adapun sebaran spasial dari potensi permasalahan di Kabupaten Bogor tahun 2025 dapat dilihat pada Gambar 22. Ketidakselarasan yang terjadi antara RTRW tahun dengan penggunaan lahan tahun 2013 sangat signifikan (21.36%). Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar penggunaan lahan penggunaan lahan yang tidak selaras dengan RTRW sudah ada jauh sebelum dibuatnya RTRW Kabupaten Bogor. Potensi ketidakselarasan naik sebesar 11,856 ha atau 3.96% dari total wilayah Kabupaten Bogor di tahun Hal ini menjelaskan bahwa dinamika alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor memiliki kecenderungan menjadi potensi masalah tata ruang pada tahun-tahun mendatang.

61 41 Gambar 22. Sebaran Potensi Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun 2025 Gambar 20 memperlihatkan sebaran spasial potensi permasalahan penataan ruang di Kabupaten Bogor tahun Hasil prediksi Markov tersebut merupakan potensi masalah yang akan terjadi apabila tidak ada perubahan kebijakan tata ruang yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Tanpa ada induksi kebijakan dari pemerintah setempat, peluang terjadinya berbagai isu terkait penataan ruang tersebut cukup tinggi. Oleh sebab itu untuk menghindari potensi permasalahan di masa mendatang diharapkan pemerintahan Kabupaten Bogor dapat merubah kebijakan tata ruang, baik dalam tahap perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian. Hal tersebut akan lebih menjamin terwujudnya pemanfaatan ruang aktual dapat sejalan dengan rencana tata ruang wilayah dengan tetap mempertimbangkan fungsi ekologis wilayahnya.

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering digunakan secara bersama-sama, namun kedua terminologi tersebut berbeda. Menurut

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PREDIKSINYA UNTUK TAHUN 2025 SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KABUPATEN BOGOR

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PREDIKSINYA UNTUK TAHUN 2025 SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KABUPATEN BOGOR J. Tanah Lingk., 17 (1) April 2015: 8-15 ISSN 1410-7333 DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PREDIKSINYA UNTUK TAHUN 2025 SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PERENCANAAN TATA RUANG 2005-2025 DI KABUPATEN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penutupandan Penggunaan Lahan Penutupan lahan (land cover) menurut Lillesand et al., (2004) terkait dengan segala jenis dan kenampakan terkini dari permukaan bumi atau perwujudan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012 dengan memilih Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai studi kasus penelitian.

Lebih terperinci

INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA

INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA DAN REGRESI LOGISTIK BINER UNTUK PEMODELAN DINAMIKA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( Studi Kasus Kota Salatiga) Muhammad Sufwandika Wijaya sufwandika.geo@gmail.com

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG An Analysis of Land Use Change and Regional Land Use Planning in Bandung Regency Rani Nuraeni 1), Santun Risma

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan 10 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelititan Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Pengolahan citra digital dan analisis data statistik dilakukan di Bagian Perencanaan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT NINA RESTINA 1i SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KECUKUPAN USAHATANI DI KABUPATEN SUBANG KARINA ANDALUSIA

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KECUKUPAN USAHATANI DI KABUPATEN SUBANG KARINA ANDALUSIA DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KECUKUPAN USAHATANI DI KABUPATEN SUBANG KARINA ANDALUSIA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 17 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan masa lalu dan penggunaan lahan masa kini sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang saling berhubungan antara lain peningkatan jumlah penduduk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai bulan November 2009. Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi Kota Jakarta Timur.

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Cakupan Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 165 desa. Beberapa kecamatan terbentuk melalui proses pemekaran. Kecamatan yang

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (UU No. 26 tahun

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N

DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH N I I N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Definisi lahan menurut Sitorus (2004) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) Oleh : ROSNILA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 4 ABSTRAK Rosnila. Perubahan Penggunaan

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi dan kegiatan analisis data dilakukan di studio bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal Oleh : Fidiyawati 3507 100 046 Pembimbing : 1. M. Nur Cahyadi, ST, MSc 2. Danang Surya Chandra,

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

MODEL SIG-BINARY LOGISTIC REGRESSION UNTUK PREDIKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS DI DAERAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA) TESIS

MODEL SIG-BINARY LOGISTIC REGRESSION UNTUK PREDIKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS DI DAERAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA) TESIS MODEL SIG-BINARY LOGISTIC REGRESSION UNTUK PREDIKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS DI DAERAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL Teguh Hariyanto Program Studi Teknik Geodesi FTSP-ITS Surabaya email: teguh_hr@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

DINAMIKA POLA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGENDALIAN PERUBAHANNYA DI KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH NUR ETIKA KARYATI

DINAMIKA POLA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGENDALIAN PERUBAHANNYA DI KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH NUR ETIKA KARYATI DINAMIKA POLA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGENDALIAN PERUBAHANNYA DI KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH NUR ETIKA KARYATI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Gambar 3.16 Peta RTRW Kota Bogor

Gambar 3.16 Peta RTRW Kota Bogor Gambar 3.16 Peta RTRW Kota Bogor 39 Gambar 3.17 Peta RTRW Kabupaten Bogor 40 Gambar 3.18 Peta RTRW Kota Depok 41 Gambar 3.19 Peta RTRW Kota Tangerang 42 Gambar 3.20 Peta RTRW Kabupaten Tengarang 43 Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah Dinamika perubahan penggunaan lahan merupakan obyek kajian yang penting dan selalu menarik untuk diteliti karena

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Diajukan Oleh : YOGA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga September 2010 dan mengambil lokasi di wilayah DAS Ciliwung Hulu, Bogor. Pengolahan data dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

PREDIKSI PERUBAHAN LAHAN PERTANIAN SAWAH SEBAGIAN KABUPATEN KLATEN DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN DATA PENGINDERAAN JAUH

PREDIKSI PERUBAHAN LAHAN PERTANIAN SAWAH SEBAGIAN KABUPATEN KLATEN DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN DATA PENGINDERAAN JAUH PREDIKSI PERUBAHAN LAHAN PERTANIAN SAWAH SEBAGIAN KABUPATEN KLATEN DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN DATA PENGINDERAAN JAUH Dicky Setiady dicky.setiady.geo@gmail.com Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN ZONASI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN ZONASI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan... (Ilyas dkk.) ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN ZONASI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK (Spatial Analysis

Lebih terperinci