PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR MARLINA ACHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Marka Molekuler DNA dalam Identifikasi Sel Gonad Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan PCR adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 Marlina Achmad NIM C

3 ABSTRACT MARLINA ACHMAD. Establishment of DNA Molecular Marker in Gonad Cell Identification of Gouramy (Osphronemus gouramy) and Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) Using PCR. Under direction of ODANG CARMAN, and ALIMUDDIN The technology of fish germ cell transplantation had been established to create broodstock systems by which a target offspring can be produced from a surrogate parent. This technique successfully applied in salmonid. Donor cell for transplantation is derived from transgenic fish carrying green fluorescent protein gene functions as a marker to distinguish the donor from recipient cell. In this study, we developed an alternative technique for identifying gouramy-derived donor cell and nile tilapia as recipient by PCR amplification method using growth hormone (GH) and vasa genes as a molecular marker. Beta actin gene was used as an internal control of DNA loading. The result showed that a specific PCR amplification product of 340 and 300 bp in length was obtained for GH and vasa, respectively. Both of evaluated molecular markers could be used to distinguish the donor cell, and GH marker showed higher sensitivity than vasa marker. Keywords: transplantation, GH, vasa, marker, gouramy.

4 RINGKASAN MARLINA ACHMAD. Pengembangan Marka Molekuler DNA dalam Identifikasi Sel Gonad Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan PCR. Dibimbing oleh ODANG CARMAN, dan ALIMUDDIN. Teknologi transplantasi sel germinal ikan telah dikembangkan baru-baru ini untuk merekayasa produksi benih ikan melalui induk semang (surrogate broodstock. Teknologi induk semang tersebut dilakukan dengan cara mentransplantasikan primordial germ cells (PGC) atau sel spermatogonia di dalam rongga perut larva ikan resipien, selanjutnya sel transplan berdiferensiasi menjadi telur atau sperma. Pemijahan ikan resipien yang membawa sperma dan telur yang berkembang dari sel donor, akan menghasilkan ikan target. Transplantasi sel germinal dari ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) pada ikan salmon masu (Oncorhynchus masou) menghasilkan anak berupa ikan rainbow trout. Teknik ini berpotensi digunakan untuk merekayasa produksi benih ikan-ikan di Indonesia, khususnya ikan yang matang gonad relatif lambat seperti ikan gurame. Identifikasi sel donor atau sel tranplan dalam individu ikan resipien umumnya dilakukan dengan cara mengamati pendaran sel transplan yang mengekspresikan gen GFP (Green Fluorescent Protein) mengunakan mikroskop fluorescent. Sel tranplan tersebut diperoleh dari ikan transgenik. Akan tetapi, produksi ikan transgenik membutuhkan waktu yang cukup lama, dan ketersediaan mikroskop fluorescent masih terbatas di Indonesia. Selain dengan GFP, marka PKH26 juga telah digunakan untuk mengidentifikasi sel donor. Akan tetapi, karena harga PKH26 yang relatif mahal, sehingga metode ini kurang efisien diaplikasikan di Indonesia. Dengan demikian, pada penelitian ini ingin dikembangkan metode alternatif yang, yakni menggunakan marka mlebih aplikatifolekuler berupa primer spesifik, yang diamplifikasi dengan PCR. Primer spesifik tersebut didisain dari sekuen gen sebagai marka molekuler untuk ikan donor. Pada ikan gurame, sekuen gen yang tersedia adalah growth hormone (GH) dan vasa. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi cara alternatif pendeteksi sel gonad donor dalam individu resipien pada proses transplantasi menggunakan PCR. Tahapan penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian, dilakukan dengan empat kegiatan yaitu disain primer, eksraksi DNA, amplifikasi DNA dengan PCR, uji spesivitas primer, dan uji sensitivitas PCR dalam membedakan ikan gurame dan ikan nila. Disain primer spesifik untuk marka GH dan vasa dilakukan dengan menyejajarkan sekuen GH dan vasa gurame dan nila menggunakan program GENETYX versi 7.0. Sebagai kontrol internal loading DNA untuk kedua primer spesifik ikan gurame digunakan beta aktin yang bersifat universal dan dapat mengikat sekuen DNA gurame maupun nila. Primer forward dan reverse β-aktin adalah F (5 -GTGCCCATCTACGAGGGTTA-3 ) dan R (5 -TTTGATGTCACGCACGATT-3 ). DNA diekstraksi dari potongan sirip ikan gurame, menggunakan KIT (Gentra, Minneapolis, USA) yang dilakukan sesuai prosedur manual KIT. Setelah DNA genom diperoleh, dilanjutkan dengan proses

5 PCR. Dalam proses PCR, dilakukan optimasi beberapa kombinasi suhu annealing dan durasi ekstensi untuk memperoleh kondisi PCR yang optimal bagi masingmasing primer hasil disain. Suhu annealing yang dicobakan adalah untuk primer GH adalah 58 dan 59 o C, sedangkan vasa adalah 59, 60, dan 61 o C. Lama waktu ekstensi yang diujikan untuk sama untuk masing-masing primer yaitu 30 dan 45 detik. Setelah kondisi optimal diperoleh, dilanjutkan pada tahap pengujian spesivitas primer hasil disain. Tahap ini dilakukan dengan masing-masing DNA gurame dan nila di PCR, selanjutnya di elektroforesis, dengan harapan hasil amplifikasi menunjukkan pita produk PCR secara spesifik hanya pada ikan gurame. Setelah dilakukan pengujian spesivitas, dilanjutkan pada tahap akhir yakni pengujian sensitivitas PCR dalam membedakan DNA ikan gurame dan DNA ikan nila. Pengujian sensitivitas dilakukan dengan menghitung konsentrasi masing-masing DNA menggunakan GENEQUANT,selanjutnya membuat pencampuran DNA gurame dan nila dengan berbagai rasio secara gradual. Pencampuran DNA dari berbagai rasio di PCR, kemudian di elektroforesis, dengan harapan sensitivitas PCR dapat menunjukkan konsentrasi terendah DNA gurame di dalam DNA nila dengan primer spesifik yang berbeda. Hasil penyejajaran primer GH diperoleh sepasang primer forward dan reverse spesifik ikan gurame dengan sekuen masing-masing F1GH (5 -TGTTC- TCTGACGGCGTGGTT-3 ) dan R1GH (5 -GCAACAAAAAACCACCAGAA- AGAG-3 ). Sama halnya GH, dari penyejajaran vasa juga diperoleh sepasang primer forward dan reverse spesifik ikan gurame yakni F2VSGR (5 -TGAAGA- AGAGTGGGAGTAGAAGG-3 ) dan R3VSGR (5 -ACGTTCTGTCTGTCAG- ACACATTG-3). Untuk kondisi yang optimal, primer GH menggunakan suhu annealing 58 o C dengan durasi ekstensi 45 detik, sedangkan vasa dengan suhu annealing 61 o C dan lama waktu ekstensi 45 detik. Berdasarkan uji spesivitas primer, baik primer GH maupun vasa menunjukkan spesifik hanya bagi DNA ikan gurame saja. Hal ini ditunjukkan dengan pita yang jelas dan konsisten pada masing-masing sampel DNA gurame. Dengan demikian, membuktikan bahwa bahwa primer GH dan vasa hasil disain hanya dapat mengikat sekuen DNA gurame secara spesifik, tidak dapat mengikat sekuen DNA nila. Primer beta aktin tidak bersifat spesifik karena dapat mengikat kedua sekuen DNA baik gurame maupun nila. Hasil sensitivitas PCR menunjukkan bahwa primer GH dapat mendeteksi sampai konsentrasi terendah DNA gurame 1 ng/μl, sedangkan vasa hanya mendeteksi sampai 50 ng/μl masing-masing di dalam konsentrasi DNA nila 700 ng/μl. Hal ini mengindikasikan bahwa primer GH lebih sensitif dibanding vasa dalam membedakan DNA gurame setelah terinkorporasi di dalam DNA nila. Berdasarkan penyetaraan konsentrasi DNA dan jumlah sel, diduga bahwa dengan marka molekuler GH dapat mendeteksi 1 sel gurame di dalam 10 4 sel nila Kata kunci : Ikan gurame, GH, vasa, marka, transplantasi.

6

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8 PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR MARLINA ACHMAD Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si, M.Si

10 Judul Tesis : Pengembangan Marka Molekuler DNA dalam Identifikasi Sel Gonad Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan PCR Nama : Marlina Achmad NIM : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc Ketua Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian: 20 Agustus 2009 Tanggal Lulus:

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah TESIS ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juli 2009 adalah genetika reproduksi ikan, dengan judul Pengembangan Marka Moleuler DNA dalam Identifikasi Sel Gonad Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan PCR. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini tidak semata didapatkan sendiri, melainkan didukung dengan bantuan semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Odang Carman selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama penelitian sampai dengan penyusunan karya ilmiah ini. 2. Bapak Dr. Alimuddin selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan penelitian sampai dengan penyusunan karya ilmiah ini. 3. Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku dosen Penguji Luar Komisi yang telah memberikan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini. 4. Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan beasiswa melalui Program BPPS. 5. Suami tercinta, Fahrul, S.Pi, M.Si atas doa, cinta dan kasih sayang, serta kesabaran dalam menunggu dan memberi dukungan baik moril maupun material buat penulis. 6. Ibunda Radiah Abubakar, SH, Kakak Rahmat Achmad, dan adik-adikku Mardiana, S.Hut, Wahyuningsih, SP, dan Nurul Chaerani, dan keluarga besar yang telah memberi kasih sayang dan doa tanpa henti serta dukungan moril dan material. 7. Khusus untuk Anna Octavera S.Pi yang telah banyak membantu selama pengerjaan di Laboratorium, sharing ilmu, maupun sebagai pendengar setia curahan hati penulis.

12 8. Khusus untuk Nuril Farizah, S.Pi, M.Si atas dukungan, kebersamaan, persahabatan, serta pengertiannya terhadap penulis mulai dari kuliah S1 sampai kuliah S2. 9. Mba Lina Mulyani, Aliah Hidayani, Mauluddin, Dwi, Radi, Ade, Ibu Irmawati, Ibu Sri Pudji, Pak Andi, Pak Ilyas, Indra, dan Demin, atas kebersamaan dan persaudaraan selama di Laboratorium. 10. Teman-teman seperjuangan Ilmu Perairan (AIR) angkatan 2006 atas kebersamaan, kekeluargaan, dan pengalaman indah selama kuliah. 11. Teman-teman WACANA SULSEL, Pak Ridwan, Ibu Nadiarti, Ibu Hasni, Pak Hamzah, Nurmila, Fifi, Pak Jaya, atas dukungan moril yang diberikan. 12. Pak Am, Pak Ranta, Mba Yuli, Kang Asep atas kemudahan yang diberikan selama penelitian dan dalam pengurusan administrasi. 13. Teman-Teman di Wisma Ar-Riyadh, Twin House, dan Gardena, atas persahabatan, kebersamaan, dan pengertiannya selama penulis berada di Bogor. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Dengan harapan, karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Bogor, Agustus 2009 Penulis

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 6 April 1983 dari ayah Alm. Achmad Sadarang dan Ibu Radiah Abubakar, SH. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 5 Makasar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin (UNHAS) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP). Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar pada Jurusan Perikanan, FIKP, UNHAS, sejak tahun Tahun 2006 penulis melanjutkan studi untuk Program Magister, mengambil Program Studi Ilmu Perairan (AIR), Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama studi, penulis juga aktif dalam organisasi pascasarjana WACANA SULSEL, sebagai Bendahara Umum periode

14 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perumusan masalah Tujuan dan manfaat... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan biologi ikan gurame Klasifikasi dan biologi ikan nila Transplantasi sel germinal Marka molekuler PCR III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat penelitian Metode penelitian Disain primer marka molekuler Ekstraksi DNA Amplifikasi DNA dengan PCR Uji spesivitas primer Uji sensitivitas PCR dalam membedakan DNA gurama dan nila. 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Primer marka molekuler Ekstraksi DNA Amplifikasi DNA dengan PCR Uji spesivitas primer Uji sensitivitas PCR dalam membedakan DNA gurame dan nila Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

15 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kuantifikasi DNA genom hasil ekstraksi Progam PCR berdasarkan kandidat primer yang dihasilkan... 18

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan gurame Ikan nila Tahapan kerja PCR Posisi primer forward dan reverse dari hasil pensejajaran, (A) GH, (B) Vasa F2VSGR, (C) Vasa F1VSGR, dan β-aktin Elektroforegram ketidakberhasilan proses amplifikasi dengan primer marka molekuler vasa F1VSGR Eletroforegram spesivitas primer GH dan vasa, serta β-aktin sebagai kontrol Elektroforegram sensitivitas marka molekuler GH dan vasa... 20

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Ekstraksi DNA Penentuan suhu annealing berdasarkan jumlah basa nukleotida dan persentase GC berdasarkan tabel Tm ( o C)... 32

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Teknologi transplantasi sel germinal ikan telah dikembangkan baru-baru ini untuk merekayasa produksi benih ikan melalui induk semang (surrogate broodstock) (Okutsu et al. 2006a). Teknologi induk semang tersebut dilakukan dengan cara mentransplantasikan sel germinal berupa primordial germ cells (PGC) (Takeuchi et al. 2003) atau sel spermatogonia (Okutsu et al. 2006b) ke dalam rongga perut larva ikan resipien, selanjutnya sel donor berdiferensiasi menjadi telur atau sperma. Pemijahan ikan semang/resipien yang membawa sperma dan telur yang berkembang dari sel donor, akan menghasilkan ikan target (Okutsu et al. 2006a). Keberhasilan teknologi ini telah ditunjukkan pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) menggunakan induk semang ikan salmon masu (Oncorhynchus masou) (Takeuchi et al. 2004). Teknik ini berpotensi digunakan untuk merekayasa produksi benih ikan budidaya di Indonesia, khususnya ikan yang matang gonad relatif lambat seperti ikan gurame. Ikan gurame (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki harga jual relatif tinggi dan pengembangan usaha budidayanya telah menjadi salah satu fokus revitalisasi perikanan budidaya (DKP 2005, diacu dalam Nugroho et al. 2008). Namun demikian, waktu pencapaian matang gonad pertama kali pada ikan gurame cukup lama, yakni sekitar 3-4 tahun, sehingga dibutuhkan waktu relatif panjang untuk memproduksi induk ikan gurame. Aplikasi teknologi transplantasi sel germinal ikan gurame pada ikan semang yang cepat matang gonad diduga dapat mengatasi keterlambatan ikan gurame matang gonad dan selanjutnya dapat mendukung peningkatan produksi benih ikan gurame secara signifikan di masa mendatang. Salah satu penentu keberhasilan transplantasi sel germinal adalah pemilihan ikan resipien yang kompeten; yang dapat mendukung perkembangan sel gonad ikan gurame. Dengan pertimbangan karakter telur yang relatif mirip dengan ikan gurame, diduga ikan yang potensial digunakan sebagai resipien adalah ikan nila. Selain itu, ikan nila dapat mencapai matang awal pada umur sekitar 4-6 bulan. Spermatozoa ikan nila pertama kali terlihat di dalam testes

19 sekitar 100 hari setelah penetasan (Kobayashi et al. 2000). Ikan nila juga dapat dipijahkan dengan mudah secara buatan di wadah terkontrol, sehingga mendukung kegiatan rekayasa genetik di masa mendatang (Alimuddin et al. 2009). Selanjutnya, transplantasi sel germinal pada ikan nila telah dilakukan dengan sel donor dari ikan sejenisnya (Lacerda et al. 2006; Zaparta 2009). Identifikasi sel donor dalam individu ikan resipien umumnya dilakukan dengan cara mengamati pendaran sel yang mengekspresikan gen GFP (Green Fluorescent Protein) menggunakan mikroskop fluoresen. Sel donor tersebut diperoleh dari ikan transgenik (Yoshizaki et al. 2000). Saat ini, ikan gurame transgenik yang memiliki sel germinal mengeksrepsikan gen GFP belum tersedia. Karena waktu matang gonad ikan gurame secara alamiah cukup lama, maka waktu yang dibutuhkan untuk membuat ikan gurame transgenik juga panjang. Selain itu, metode efektif untuk pembuatan ikan gurame transgenik juga belum diketahui. Ketersediaan mikroskop fluoresen yang masih terbatas di Indonesia juga menjadi salah satu kendala penggunaan sel berpendar sebagai donor. Oleh karena itu, pada penelitian ini dikembangkan metode alternatif untuk identifikasi sel donor menggunakan ikan gurame bukan transgenik. Sistem penanda sel germinal donor yang berasal dari ikan bukan transgenik telah dikembangkan meggunakan PKH26. Sel donor akan berpendar merah bila terpapar dengan sinar UV, sehingga dapat dibedakan dengan sel endogenus ikan resipien (Alimuddin et al. 2009). PKH26 telah digunakan dalam penelitian transplantasi sel testikular ikan mulloway (Argyrosomus hololepidotus) pada ikan nibe Jepang (Nibea mitsukurii) (Yoshizaki et al. 2008). Seperti halnya pada sel donor mengekspresikan gen GFP, identifikasi sel donor yang ditandai dengan PKH26 juga membutuhkan mikroskop fluoresen. Dengan demikian, penggunaan PKH26 juga belum efisien diaplikasikan di Indonesia. Pada penelitian ini dikembangkan metode alternatif yang lebih aplikatif yang didukung oleh ketersediaan fasilitas. Metode alternatif yang memungkinkan diaplikasikan saat ini di Indonesia adalah marka molekuler DNA, yang dapat dideteksi dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer spesifik bagi ikan donor. Mesin PCR sudah tersebar di seluruh Indonesia. Primer spesifik didisain dari sekuen gen target ikan donor. Pada ikan gurame, sekuen gen

20 yang tersedia adalah gen penyandi hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) (Nugroho et al. 2008) dan vasa (Alimuddin et al. 2009). Pada penelitian ini kedua gen tersebut dikembangkan sebagai marka molekuler pendeteksi sel gonad donor dalam individu resipien Perumusan masalah Pertumbuhan dan waktu matang gonad yang lambat diduga menjadi suatu masalah dalam ketersedian benih ikan gurame yang tidak dapat mencukupi untuk mendukung pencapaian target produksi nasional. Hingga saat ini, penelitian yang telah dilakukan dalam upaya peningkatan produksi ikan gurame terbatas pada komposisi pakan yang memberi pertumbuhan tinggi. Rekayasa produksi benih ikan gurame melalui aplikasi metode teknologi surrogate broodstock atau teknologi induk semang diduga dapat mendukung pengembangan budidaya ikan gurame untuk mencapai target produksi nasional di masa datang. Aplikasi teknologi induk semang dilakukan dengan mentransplantasikan sel germinal ikan donor (ikan gurame) ke rongga perut larva resipien. Ikan yang dapat matang gonad lebih cepat daripada ikan gurame menjadi salah satu pertimbangan pemilihan ikan resipien. Pada penelitian Takeuchi et al. (2004), aplikasi teknologi induk semang ikan rainbow trout berhasil dilakukan pada ikan salmon masu. Sel donor yang digunakan berasal dari ikan rainbow trout transgenik yang membawa gen berpendar GFP (Green Fluorescent Protein). Pendaran GFP bergatung pada aktivitas promoter yang digunakan. GFP yang dikendalikan oleh aktivitas gen vasa, hanya dapat mencapai puncak pendaran pada sel germinal ikan rainbow trout tahap meiosis (Yano et al. 2008), pendaran sangat kuat pada tahap spermatogonia A dan melemah pada tahap spermatogonia B. Berbeda dengan vasa, pendaran GFP yang dikendalikan oleh promoter β-aktin dapat mencapai puncak pendaran sampai pada tahap spermatozoa ikan nila (Zaparta 2009). Pendaran GFP dengan kedua promoter tersebut, vasa dan GFP dapat dilihat di bawah mikroskop fluoresen. Kerersediaan mikroskop fluoresen masih sangat terbatas di Indonesia. Selain itu, metode efektif untuk membuat dan ketersediaan ikan gurame transgenik dengan sel germinal mengekspresikan gen GFP juga menjadi penghambat dalam penyediaan sel donor yang berpendar.

21 Pada penelitian ini digunakan sel donor alami yang berasal dari ikan gurame bukan transgenik, dan menggunakan marka molekuler sebagai primer spesifik untuk membedakan sel germinal ikan gurame dan ikan nila sebagai calon resipien. Marka molekuler dianalisis menggunakan metode PCR dengan primer spesifik ikan donor. Pengembangan marka molekuler didukung oleh ketersediaan mesin PCR yang tersebar luas di Indonesia. Hingga saat ini, gen ikan gurame yang sudah diketahui sekuennya adalah gen GH dan vasa. Oleh karena itu, kedua gen tersebut digunakan sebagai marka pembeda antara donor (ikan gurame) dan resipien (ikan nila). PCR dengan primer spesifik yang didisain berdasarkan marka GH dan vasa hanya akan menghasilkan produk amplifikasi pada ikan donor Tujuan dan manfaat Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi cara alternatif pendeteksi sel gonad donor dalam individu semang pada proses transplantasi. Pengembangan marka molekuler ini sangat bermanfaat untuk mendukung aplikasi teknologi transplantasi sel germinal donor pada individu semang dalam rangka merekayasa produksi benih ikan-ikan budidaya di Indonesia, khususnya yang membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai matang gonad pertama kali.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan biologi ikan gurame Ikan gurame (Osphronemus gouramy) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi di Indonesia khususnya di daerah Jawa Barat. Taksonomi ikan gurame adalah sebagai berikut: Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Labyrinthici Sub Ordo : Anabantoidae Famili : Anabantidae Genus : Osphronemus Species : Osphronemus gouramy (Lacepede) Gambar 1. Ikan gurame Panjang dan bobot tubuh ikan gurame konsumsi sangat bergantung terhadap lamanya waktu pembesaran. Pemanenan hasil pembesaran ikan gurame minimal mencapai umur dua tahun. Ikan gurame yang berumur dua tahun memiliki panjang dan bobot tubuh yaitu 25 cm dan 0,3 kg/ekor, umur tiga tahun memiliki panjang dan bobot tubuh yaitu 35 cm dan 0,7 kg/ekor, empat tahun mencapai panjang dan bobot tubuh yaitu 40 cm dan 1,5 kg/ekor. Pertumbuhan yang lambat ini merupakan salah satu masalah besar dalam usaha pembesaran gurame, di samping pencapaian matang gonad pertama kali yang relatif lama, yakni sekitar 3-4 tahun.

23 2.2. Klasifikasi dan biologi ikan nila Berdasarkan klasifikasi, ikan nila (Gambar 2) adalah ikan yang tergolong ke dalam famili Cichlidae, genus Oreochromis dan memiliki nama ilmiah Oreochromis niloticus (Trewavas 1983). Secara lengkap, klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Percomorphi Sub ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus Gambar 2. Ikan nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) juga merupakan salah satu ikan yang banyak ditemukan di sungai dan telah dibudidaya lebih dari tiga ratus tahun. Sekarang ini, ikan nila merupakan salah satu ikan air tawar yang cukup penting, dikarenakan telah banyak digunakan sebagai model pada berbagai penelitian budidaya, di antaranya aplikasi metode molekuler untuk mendeteksi evolusi struktur dan taksonomi dari berbagai jenis, studi diferensiasi seks, dan kinetik sel germinal (Nóbrega et al. 2009). Selain itu, ikan nila memiliki rasa dan daging yang enak, sehingga menjadi ikan air tawar ekonomis penting. Pertumbuhan ikan nila yang cepat, resisten terhadap kondisi perubahan air, dapat mencapai kematangan gonad pertama kali sekitar 4-6 bulan, dan bereproduksi pada umur dua bulan jika kondisi air sekitar 25 o C (Stickney 2000). Karakteristik-karakteristik inilah yang menjadikan ikan nila sebagai model ikan yang menarik untuk studi biologi perkembangan (developmental biology) pada kondisi laboratorium, termasuk yang berhubungan dengan biologi reproduksi (Lacerda et al. 2006). Di

24 samping itu, ikan nila juga banyak digunakan untuk penelitian fisiologi (Wright & Land 1998), endokrinologi (Melamed et al. 1998), genetika molekuler, dan transgenik (Fujimura & Okada 2007; Kobayashi et al. 2007). Ikan nila memiliki ciri-ciri seperti adanya garis vertikal yang berwarna gelap pada sirip ekornya sebanyak 6 buah. Selain pada sirip ekor, garis tersebut juga terdapat pada sirip punggung dan sirip anal. Keunikan lain dari ikan nila ditunjukkan dari bentuk telurnya yang lonjong serta perkembangan embrionya yang mencapai jam pasca pembuahan, seperti yang dilaporkan oleh Fujimura & Okada (2007) Transplantasi sel germinal Transplantasi merupakan suatu proses pemindahan organ, jaringan, atau sel dari spesies donor ke spesies resipien. Teknologi transplantasi telah digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan biologi reproduksi dan preservasi organisme yang memiliki ekonomis tinggi atau terancam punah. Dalam hubungannya dengan reproduksi, transplantasi dilakukan menggunakan sel germinal. Sel germinal yang memindahkan informasi genetik dari generasi ke generasi berikutnya, berdiferensiasi pada awal embriogenesis dari sejumlah kecil sel yakni sel bakal gonad (Primordial Germ Cells, PGCs). PGC merupakan sel germinal awal diferensiasi seksual gonad, yang memiliki kemampuan menjadi oogonia dan spermatogonia di dalam masing-masing ovari dan testis (Yoshizaki et al. 2002). Teknlogi transplantasi sel germinal pertama kali dikembangkan pada ikan rainbow trout oleh Yoshizaki dan kolega di Tokyo University of Marine Science and Technology. Sebagai tahap awal, aplikasi teknologi ini menggunakan sel PGC sebagai materialnya. Sel PGC rainbow trout ditransplantasikan ke ikan salmon masu sebagai resipien (induk semang ), dan ternyata sel tersebut mengalami gametogenesis secara normal pada gonad ikan salmon masu (Takeuchi et al. 2004). Akan tetapi, jumlah sel PGC pada ikan relatif sedikit misalnya hanya berkisar sel per embrio ikan rainbow trout, dan pengambilan sel PGC pada larva yang baru menetas umumnya relatif sulit (Yoshizaki et al. 2008). Untuk menanggulangi masalah pengadaan sel PGC, pengembangan teknologi

25 transplantasi selanjutnya adalah menggunakan sel testikular yang di dalamnya mengandung sel stem spermatogonia (spermatogonial tipe A). Transplantasi sel testikular telah dilakukan pada ikan rainbow trout (Okutsu et al. 2006) dan pada ikan nila (Lacerda et al. 2006). Berdasarkan penelitian Okutsu et al. (2006) bahwa sekitar sel testikular ikan rainbow trout yang ditransplantasikan dapat terinkorporasi di dalam genital ridge resipien dalam waktu 20 hari setelah transplantasi. Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa sel testikular dapat berkolonisasi dalam gonad embrio dan dapat berdiferensiasi menjadi sel germinal jantan atau betina Marka molekuler Sel germinal donor yang terinkorporasi pada gonad resipien, diidentifikasi dengan suatu marka/penanda. Pada awalnya, marka sebagai sistem visualisasi sel germinal dikembangkan secara biokimia. Pada mamalia, PGC dapat dibedakan dari sel somatik menggunakan fosfat alkalin, sedangkan pada burung menggunakan kandungan glycogen (Eddy 1975, diacu dalam Yoshizaki et al. 2000). Akan tetapi, pada ikan, tidak ada indikator biokimia yang bisa membedakan PGC. Awalnya, PGC ikan dapat dikenali dengan histologi berdasarkan karakter morfologinya, seperti ukuran, rasio nukleositoplasmik, granular nuclear chromatin (Patino & Takashima 1995, diacu dalam Yoshizaki et al. 2000). Berdasarkan penelitian Moore (1937, diacu dalam Yoshizaki et al. 2000) bahwa secara histologi, PGC ikan rainbow trout dapat diidentifikasi pada tahap mesoderm ketika mendekati blastopore, sembilan hari setelah fertilisasi. Akan tetapi, tidak diketahui mekanisme molekuler yang mengatur penentuan dan perkembangan PGC ikan tersebut, sehingga diperlukan analisa secara molekuler untuk mengidentifikasi sel germinal ikan. Pengembangan marka molekuler untuk identifikasi sel germinal ikan diawali dengan penelitian kloning dan isolasi gen vasa (RtVLG) pada ikan rainbow trout (Yoshizaki et al. 2000). Penelitian tersebut menghasilkan RtVLG, yang dapat digunakan sebagai marka untuk PGC embrio ikan rainbow trout karena ekspresi gen tersebut hanya pada sel germinal. Selanjutnya, Wolke et al. (2002, diacu dalam Takeuchi et al. 2002) menyimpulkan bahwa dengan

26 menggunakan gen GFP sebagai reporter, diketahui daerah pengatur ekspresi gen RtVLG. Pengatur ekspresi (promoter) gen yang terletak di ujung 5 dan sekuens ujung 3 serta intron pertama gen RtVLG yang mengandung cis-element yang esensial bagi vasa disambungkan dengan gen GFP untuk mengetahui pola ekspresinya pada PGC secara spesifik dan ikan rainbow trout hidup. Ekspresi RtVLG hanya dideteksi pada populasi sel/pgc yang mengandung gen GFP. Gen GFP adalah gen yang mengkodekan protein berpendar hijau. Gen GFP dapat terekspresi apabila PGC diisolasi dari ikan transgenik. Takeuchi et al. (2002) menyimpulkan bahwa beberapa strain ikan rainbow trout transgenik yang membawa pvasa-gfp, dapat mengekspresikan sel sama baiknya dengan distribusi mrna RtVLG (Yoshizaki et al. 2000); dan morfologi sel dengan pewarnaan antibodi spesifik GFP konsisten dengan PGC ikan rainbow trout transgenik. Aplikasi GFP menggunakan ikan transgenik dapat memberi hasil yang cukup baik dalam perkembangan sistem transplantasi sel germinal ikan, akan tetapi dikarenakan keterbatasan ikan transgenik, yakni tidak dapat dilepaskan secara bebas di alam, sehingga diperlukan visualisasi sel germinal menggunakan ikan bukan transgenik. Dengan demikian, Yoshizaki et al. (2005) mengembangkan sistem visualisasi sel germinal menggunakan RNA GFP-vasa dengan metode injeksi kimera mrna. Metode visualisasi ini memiliki keuntungan yakni durasi waktu pendek dalam memproduksi benih melalui teknologi induk semang (Takeuchi et al. 2003). Namun demikian, sifat mrna yang mudah terdegradasi sehingga injeksi kimera mrna untuk melabeli PGC bersifat sementara (Yoshizaki et al. 2005). Baru-baru ini telah dikembangkan sistem identifikasi sel germinal transplan gen tertentu menggunakan metode PCR dengan primer spesifik. Dari penelitian Okutsu et al. (2008) dilaporkan bahwa sel germinal donor ikan rainbow trout dapat diidentifikasi menggunakan primer spesifik berdasarkan sekuen gen vasa, yang diamplifikasi dengan metode PCR, sehingga hanya DNA dari sel germinal ikan rainbow trout saja yang dideteksi oleh primer tersebut.

27 2.5 PCR PCR merupakan salah satu teknik amplifikasi daerah spesifik DNA, ditetapkan oleh dua primer, pada saat sintesis DNA yang dimulai dengan penstabilan suhu DNA polimerase. Biasanya, paling sedikit bagian spesifik molekul DNA yang dapat dihasilkan adalah sampai satu juta copy dan produk PCR dapat dideteksi dalam gel agarosa menggunakan etidium bromida. Daerah yang diamplifikasi biasanya mencapai panjang antara pasang basa (bp) (McPherson et al. 1991, diacu dalam Altinok & Kurt 2003). Proses amplifikasi DNA secara cepat merupakan metode trial and error dengan optimalisasi PCR (Rasmussen 1992). Optimalisasi suatu amplifikasi dipengaruhi oleh tiga kondisi penting yaitu templet, suhu annealing bagi primer, dan suhu dan waktu yang cukup untuk ekstensi. Kesalahan saat penggabungan kondisi-kondisi tersebut merupakan penyebab kegagalan saat amplifikasi, khususnya pada suhu annealing dan konsentrasi garam akan mempengaruhi kestabilan DNA duplex. Komponen-komponen yang mendukung reaksi amplifikasi adalah primer, DNA templet, dntp, konsentrasi Mg, buffer, enzim, volume reaksi, waktu siklus dan suhu (Rasmussen 1992). Primer merupakan hal yang penting untuk mencapai sensitivitas dan spesivitasnya yang lebih tinggi. Reaksi PCR termasuk DNA templet yang bentuknya dapat beragam, primer, buffer, enzim polimerase untuk mengkatalis copy DNA baru, dan dntp untuk membentuk copy DNA yang baru. Proses yang berlangsung dari reaksi thermocycling adalah DNA templet didenaturasi, primer menempel pada daerah komplemennya dan enzim polimerase mengkatalis penambahan nukleotida pada masing-masing primer, kemudian membuat copy baru dari daerah targetnya (Dale & Schantz 2002). Disain primer sangat mempengaruhi keberhasilan amplifikasi. Primer yang memiliki fleksibilitas saat seleksi primer, adalah primer terbaik yang dapat mengoptimalisasi dan memaksimalkan hasil dan spesifisitas produk amplifikasi. Agar primer dapat bekerja secara optimal, maka primer yang didisain sebaiknya memiliki panjang nukleotida dengan kandungan GC sekitar 30-70%. Pembentukan primer dimer terjadi apabila ujung basa 3 merupakan komplemen (Rasmussen 1992). Primer akan mengikat pada untai DNA yang berlawanan,

28 dengan ujung titik 3 pada ujung 5. Penambahan enzim polimerase pada primer, dan proses polimerisasi bolak-balik dari belakang ke depan, membentuk suatu jumlah pertambahan secara eksponensial dari molekul untai ganda DNA (Griffith et al. 2005). Awal PCR ini dimulai dengan suatu pembuatan larutan yang mengandung DNA templet, primer, keempat basa deoksiribonukleat trifosfat (dntp), dan DNA polimerase (Griffith et al. 2005). Proses PCR dimulai dengan tahap denaturasi, yaitu pemisahan untai ganda (double strand) DNA templet menjadi untai tunggal (single strand), yang dilakukan pada suhu 94 C. Kemudian dilanjutkan dengan annealing, yaitu penempelan primer pada sekuen target yang dilakukan dengan menurunkan suhu sekitar 54 o C sehingga kedua primer dapat berikatan pada untai DNA yang berlawanan/komplemennya. Diakhiri dengan proses ekstensi yaitu pemanjangan sekuen nukleotida yang berlangsung pada suhu sekitar 72 o C. Ketiga tahap proses tersebut merupakan satu siklus PCR yang akan terjadi berulangulang hingga siklus, bergantung pada target produk PCR yang diharapkan. (Gambar 3) Gambar 3. Tahapan kerja PCR; 1. Tahap denaturasi; 2. Tahap annealing; 3.Tahap ekstensi (P: Polimerase); 4. Perkembangan pada siklus selanjutnya (Erlich, 1989)

29 Komponen primer pada pereaksi PCR sangat menentukan keberhasilan suatu reaksi amplifikasi, yang pada dasarnya merupakan DNA atau RNA untai tunggal pendek yang berfungsi sebagai titik inisiasi proses amplifikasi DNA target. Menurut Erlich (1989) bahwa primer dapat didisain dengan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: a. Distribusi basa acak dan kandungan GC yang mirip dengan fragmen-fragmen yang akan diamplifikasi. Menghindari primer dengan sekuen polipurin, polipirimidin, atau sekuen lain yang unusual seperti palindrome. b. Menghindari sekuen dengan struktur kedua (secondary structure) dalam bentuk loop, khususnya pada ujung 3 primer. c. Sekuen primer tidak saling complemen. Kebanyakan primer memiliki panjang basa, yang disintesis sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Primer akan bekerja dengan tingkatan suhu yang berbeda-beda berdasarkan target yang diharapkan (Erlich 1989). Penempelan primer pada sekuen-sekuen komplemennya yakni pada molekul DNA untai tunggal terjadi pada suhu sekitar 54 o C. Proses ini dikenal dengan annealing. Enzim polimerase yang digunakan dalam proses PCR biasanya dikenal dengan sebutan Taq polimerase. Enzim ini berperan sebagai katalis dalam reaksi reaksi penambahan mononukleotida pada primer sesuai dengan sekuen DNA yang berada di sebelahnya. Proses ini dikenal dengan ekstensi yang terjadi umumnya pada suhu 72 o C

30 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Juli 2009 bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB) Metode penelitian Penelitian mengenai pengembangan marka molekuler DNA dalam identifikasi sel gonad ikan nila dan ikan gurame dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu disain primer marka molekuler, ekstraksi DNA (Lampiran 1), proses amplifikasi PCR, uji spesitivitas primer, dan uji sensitivitas PCR untuk membedakan DNA ikan gurame dan ikan nila, dengan membuat rasio pencampuran DNA gurame dan nila secara gradual Disain primer marka molekuler Pada tahap ini dilakukan disain beberapa primer yang akan dijadikan kandidat sebagai marka molekuler dalam identifikasi sel gonad ikan gurame. Primer yang didisain adalah berdasarkan sekuen GH, vasa, dan β-aktin. Primer GH yang dirancang dengan menyejajarkan (alignment) sekuen GH gurame (Nugroho et al. 2008) dan sekuen GH nila (Bank Gen No. M26916), sedangkan vasa didisain dengan menyejajarkan sekuen vasa gurame (Alimuddin et al. 2009). Sama halnya GH dan vasa, β-aktin juga dirancang dengan menyejajarkan β-aktin gurame dan nila. Penyejajaran sekuen dilakukan menggunakan program GENETYX versi 7.0, dengan tujuan untuk memperoleh area potensial forward dan reverse bagi primer kandidat sebagai marka molekuler penanda sel gonad ikan gurame. Khusus untuk β-aktin dirancang sebagai primer kontrol internal yang dapat mengidentifikasi sel gonad ikan gurame dan ikan nila.

31 Ekstraksi DNA DNA diekstraksi dari sirip dan sel gonad menggunakan 200 μl Cell Lysis Solution (Gentra, Minneapolis, USA) dan 1,5 μl Proteinase K (20 mg/ml). Inkubasi dilakukan pada suhu 55 C selama semalam. Setelah sel terlisis sempurna, ditambahkan 1,5 μl RNase (4 mg/ml) dan diinkubasi 37 o C selama 60 menit. Kemudian ke dalam tabung sampel ditambahkan 100 μl Protein Precipitation Solution (Gentra, Minneapolis, USA), disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam mikrotub yang berisikan 300 μl isopropanol. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, kemudian ditambahkan 300 μl etanol 70% dingin ke dalam mikrotub berisi pellet DNA. Sampel disentrifugasi kembali dengan kecepatan rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, pellet DNA dikeringudarakan dan ditambahkan 30 μl Sterille Destillate Water(SDW). DNA disimpan dalam freezer suhu -20 o C hingga akan digunakan. Analisa kemurnian dan kandungan DNA dilakukan melalui dua cara yaitu secara kuantitatif dengan spektrofotometer GeneQuant dan kualitatif menggunakan elektroforesis. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 (λ 260 ) nm. Kemurnian DNA diketahui dengan melihat rasio DNA pada perbandingan absorbansi panjang gelombang 260 nm dengan panjang gelombang 280 nm. Kandungan DNA ditentukan dari pengukuran pada λ Amplifikasi DNA dengan PCR Total volume untuk pereaksi PCR yaitu 10 µl, mengandung 1 µl 10x Ex Taq buffer; 1 µl dntps mix; 0,05 µl Ex Taq polimerase (Takara Bio, Shiga, Japan); 1 µl DNA templet; dan 1 µl masing-masing primer forward dan reverse; sisanya adalah SDW. Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1%. Program PCR disesuaikan dengan suhu lebur primer yang digunakan terutama pada proses annealing dan lama waktu ekstensi. Primer yang digunakan adalah GH, β-aktin, dan vasa. Suhu annealing dan lama waktu ekstensi untuk primer GH dan β-aktin masing-masing adalah 58 o C dan 45 detik untuk primer GH; 63 o C dan 30 detik untuk primer β-

32 aktin. Khusus untuk primer vasa, dua pasang primer yang berbeda telah digunakan (F1VSGR - R3VSGR dan F2VSGR-R3VSGR) dan untuk program suhu annealing dan durasi ekstensi dibuat dengan kondisi masing-masing adalah 58 o C dan 45 detik bagi primer vasa F1VSGR; 61 o C dan 45 detik bagi primer vasa F2VSGR. Sedangkan, pre dentaturasi, denaturasi. dan ekstensi akhir sama untuk keempat primer tersebut yakni masing-masing 94 o C selama 3 menit, 94 o C selama 30 detik, dan 72 o C selama 3 menit Uji spesivitas primer Uji spesivitas primer dilakukan dengan mengevaluasi hasil amplifikasi DNA GH dan vasa dari ikan gurame dan ikan nila menggunakan primer hasil yang telah didisain. PAda pengujian ini, hasil amplifikasi dari GH dan vasa, dan beta aktin yang program PCRnya mengacu pada poin , divisualisasikan dengan elektroforesis yang menggunakan gel agarosa konsentrasi 1 %. Primer bersifat spesifik apabila hanya menempel (annealing) ke sekuen DNA dari ikan donor dan menghasilkan pita DNA produk amplifikasi Uji sensitivitas PCR dalam mendeteksi DNA gurame dan nila Untuk menguji sensitivitas PCR dalam mendeteksi DNA gurame dan nila, dilakukan dengan cara membuat campuran DNA gurame dan nila dengan rasio yang berbeda yaitu 700:700; 600:700; 500:700; 400:700; 300:700; 200:700; 100:700; 50:700; 10:700; 1:700; 0,1: 700 ng/μl. Selanjutnya, pada masingmasing campuran DNA dilakukan amplifikasi menggunakan primer GH dan vasa yang program PCRnya mengacu pada poin Sebagai kontrol internal, pada masing-masing campuran DNA tersebut dilakukan juga proses amplifikasi menggunakan primer beta aktin. Hasil amplifikasi selanjutnya dielektroforesis menggunakan gel agarosa konsentrasi 1%. Sensitivitas PCR selanjutnya ditentukan dengan cara melihat pita DNA yang tervisualisasi pada hasil elektroforesis.

33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Primer marka molekuler Kandidat primer marka molekuler ditentukan berdasarkan homologi yang rendah, dan perbedaan basa nukleotida di ujung 3 khususnya guanin (G) dan sitosin (C). Hasil penyejajaran menunjukkan daerah dengan homologi rendah dan ujung 3 berbeda pada gen GH (Gambar 3A) dan vasa (Gambar 3B) yang dijadikan sebagai tempat disain sepasang primer forward dan reverse. Sepasang primer untuk GH, dan dua pasang primer untuk vasa yaitu F2VSGR (Gambar 3B), F1VSGR (Gambar 3C), dan sepasang primer untuk β-aktin (Gambar 3D) telah didisain. Sekuen nukleotida primer GH ikan gurame adalah F1GH (5 -TGTTCT- CTGACGGCGTGGTT-3 ) dan R1GH (5 -GCAACAAAAAACCACCAGAAA- GAG-3 ), sedangkan sekuen primer vasa ikan gurame adalah F2VSGR (5 -TGA- AGAAGAGTGGGAGTAGAAGG-3 ) dan R3VSGR (5 -ACGTTCTGTCTGT- CAGACACATTG-3); vasa kedua F1VSGR (5 -CAGGTGTTCAGCTTGTTGT- TGGAG-3 ) dan R3VSGR. Untuk sekuen primer β-aktin adalah F (5 -GTGCCC- ATCTACGAGGGTTA-3 ) dan R (5 -TTTGATGTCACGCACGATTT-3 ) Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA genom dari sirip ikan gurame dan ikan nila telah berhasil dilakukan dengan nila kuantifikasi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kuantifikasi DNA genom hasil ektraksi Purity Sampel DNA ABS Rasio DNA (μg/ml) Protein (%) Nila (N1) 0,212 1,948 10,6 0,0 86 Nila (N2) 0,379 1,996 19,0 0,0 90 Nila (N3) 0,036 2,550 18,0 0,0 74 Gurame (G1) 0,194 1,887 9,7 0,0 94 Gurame (G2) 0,712 1,941 35,6 0,0 97 Gurame (G3) 0,089 2,166 44,5 0,0 79 Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa konsentrasi DNA ikan nila tertinggi adalah N2 = 19 μg/ml, sedangkan konsentrasi DNA tertinggi pada ikan gurame adalah G3 = 44,5 μg/ml. Dari nilai purity tertinggi untuk masing-masing DNA

34 (A) (B) (C) (D) Gambar 3. Posisi primer forward dan revese dari hasil pensejajaran, (A) GH (B) vasa F2VSGR, (C) vasa F1VSGR, dan (D) β-aktin

35 ikan nila dan ikan gurame adalah N2 = 90% dan G2 = 97%. Kisaran rasio bagi masing-masing DNA adalah 1,948-2,550 untuk ikan nila dan 1,887-2,166 untuk ikan gurame. Berdasarkan standar Brown (1995), rasio yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil ekstraksi DNA ikan nila dan ikan gurame tidak terkontaminasi oleh protein atau pun fenol Amplifikasi DNA dengan PCR Berdasarkan suhu annealing dan lama waktu ekstensi dari kandidat primer marka molekuler yang digunakan, diperoleh kondisi untuk proses amplifikasi PCR seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Program PCR berdasarkan kandidat primer yang dihasilkan Program PCR Pre- Denaturasi Denaturasi Annealing Ekstensi Ekstensi akhir Jumlah siklus Primer GH ikan gurame 94 o C selama 3 menit 94 o C selama 30 detik 58 o C selama 30 detik 72 o C selama 45 detik 72 o C selama 3 menit Primer vasa ikan gurame F2VSGR F1VSGR 94 o C selama 94 o C selama 3 menit 3 menit 94 o C selama 94 o C selama 30 detik 30 detik 61 o C selama 58 o C selama 30 detik 30 detik 72 o C selama 72 o C selama 45 detik 45 detik 72 o C selama 72 o C selama 3 3 menit menit Primer Beta-aktin 94 o C selama 3 menit 94 o C selama 30 detik 63 o C selama 30 detik 72 o C selama 30 detik 72 o C selama 3 menit Berdasarkan Tabel 2, bahwa primer untuk marka molekuler GH dapat anneal pada sekuen DNA ikan gurame pada suhu 58 o C dan durasi ekstensi 45 detik, sedangkan marka vasa dengan kombinasi suhu annealing 61 o C dan lama waktu ekstensi 45 detik. Kombinasi suhu annealing 63 o C dan lama waktu ekstensi 30 detik adalah kondisi standar yang digunakan bagi primer β-aktin. Suhu annealing ditentukan berdasarkan persentase basa nukleotida G dan C, serta jumlah total basa nukleotida masing-masing primer marka molekuler. Untuk primer marka molekuler vasa kedua (F1VSGR), kondisi PCR yang digunakan yakni suhu annealing 58 o C dan durasi ekstensi 45 detik, tidak dihasilkan produk PCR (Gambar 5), sehingga primer tersebut tidak dapat digunakan sebagai marka molekuler untuk mengidentifikasi sel gonad ikan gurame. Hal ini diduga karena

36 adanya intron yang memotong tepat pada sekuen target vasa (F1VSGR). Analisis sekuen DNA genomik vasa diperlukan untuk membuktikan adanya intron. Gambar 5. Elektroforegram ketidakberhasilan proses amplifikasi dengan primer marka molekuler vasa F1VSGR (M= marker; G1-G2=sampel DNA gurame; N1-N2=sampel DNA nila) Uji spesivitas primer Kandidat primer marka molekuler yang dihasilkan pada poin 4.1, diuji spesivitasnya berdasarkan kondisi program PCR yang dibuat pada Tabel 1. Spesitivitas primer GH dan vasa pertama (F2VSGR) ditunjukkan dengan pita produk PCR yang jelas dan konsisten (Gambar 6), dengan panjang produk masing-masing adalah 340 dan 300 bp. Produk PCR hanya diperoleh menggunakan templet DNA ikan gurame, artinya kedua primer tersebut hanya mengikat secara spesifik sekuen DNA gurame. Hal ini mengindikasikan bahwa primer GH dan vasa pertama bersifat spesifik dan dapat dijadikan sebagai marka molekuler untuk mengidentifikasi sel gonad ikan gurame. Sebagai kontrol internal loading DNA, primer β-aktin didisain untuk bisa anneal pada DNA ikan gurame dan ikan nila. Hasil PCR menunjukkan bahwa primer tersebut menghasilkan pita produk PCR dari cetakan DNA gurame dan nila (Gambar 6).

37 Gambar 6. Eletroforegram spesivitas primer GH dan vasa, serta β-aktin sebagai kontrol internal (M = marker; N1-N3=sampel DNA ikan nila; G1-G4 = sampel DNA ikan gurame) Uji sensitivitas PCR dalam membedakan DNA gurame dan nila Hasil pengujian sensitivitas PCR dalam membedakan DNA gurame dan nila ditunjukkan pada Gambar 7. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sensitivitas PCR dalam mendeteksi rasio terendah DNA gurame pada saat tercampur dengan DNA nila. Dari hasil ekstraksi DNA genom diperoleh konsentrasi DNA total gurame dan nila masing-masing 1424 dan 760 ng/μl. Konsentrasi terendah DNA ikan gurame yang dideteksi menggunakan marka molekuler spesifik GH dan vasa masing-masing adalah 1 dan 50 ng/μl (Gambar 7) di dalam 700 ng/μl DNA ikan nila. Dengan kata lain, marka molekuler GH mampu mendeteksi DNA gurame pada rasio 1:700, sedangkan marka molekuler vasa hanya mampu mendeteksi pada rasio 1:14. Hasil ini menunjukkan sensitivitas PCR pada masing-masing primer spesifik berbeda, dan membuktikan GH lebih sensitif dibanding vasa dalam mendeteksi ikan gurame pada saat tercampur dengan DNA ikan nila. Gambar 7. Elektroforegram sensitivitas marka molekuler GH dan vasa (M = marker; 700-0,1= rasio DNA gurame dan nila; - = kontrol negatif)

38 Analisis kuantifikasi lebih lanjut pada marka molekuler yang sensitiv yaitu GH, dengan memperhitungkan kesetaraan jumlah sel yang diekstraksi dengan konsentrasi DNA, menujukkan bahwa primer GH dapat mendeteksi 1 sel gurame diantara 10 4 sel nila Pembahasan Marka sangat penting untuk membedakan sel donor dengan sel resipien. Pada penelitian ini dikembangkan marka molekuler sebagai alternatif sistem identifikasi sel germinal yang aplikatif dalam rangka pengembangan teknologi transplantasi pada ikan gurame di Indonesia. Primer yang dikembangkan sebagai marka molekuler pada penelitian ini didisain berdasarkan sekuen gen GH (Nugroho et al. 2008) dan vasa ikan gurame (Alimuddin et al. 2009). Marka molekuler yang digunakan dalam penelitian ini bisa membedakan sel germinal ikan gurame dan ikan nila. Metode marka molekuler ini juga telah dibuktikan mampu membedakan sel germinal immature dan spermatozoa donor pada ikan Japanese charr resipien (Okutsu et al. 2008). Dengan demikian, diduga bahwa marka molekuler yang dikembangkan dalam penelitian ini juga bisa mendeteksi sel gonad mulai dari spermatogonia sampai tahap spermatozoa ikan donor ikan gurame. Pada penelitian ini, marka molekuler yang dikembangkan dianalisis menggunakan PCR. Apabila dibandingkan dengan metode identifikasi sel germinal sebelumnya seperti GFP, metode PCR jauh lebih praktis diaplikasikan di Indonesia. Identifikasi sel germinal dengan mengamati pendaran hijau GFP ditentukan oleh aktivitas promoter yang mengendalikannya. Umumnya, promoter untuk gen vasa digunakan sebagai regulator untuk ekspresi gen GFP secara spesifik pada sel germinal. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa gen vasa merupakan gen spesifik yang terekspresi hanya pada sel germinal ikan zebra (Olsen et al. 1997; Yoon et al. 1997, diacu dalam Yoshizaki et al. 2000), dan ikan rainbow trout (Yoshizaki et al. 2000). Pada faktanya, dengan promoter vasa rainbow trout-gfp, ekspresi GFP tidak terdeteksi pada ikan rainbow trout jantan ketika sel germinal masuk pada tahap meiosis (Yano et al. 2008). Untuk menanggulangi kelemahan dari sistem pendaran GFP dengan promoter vasa, telah dikembangkan juga sistem GFP dengan promoter β-aktin dalam mengidentifikasi

39 sel germinal ikan nila (Zaparta 2009). Pendaran GFP dengan promoter β-aktin bisa terdeteksi pada ikan nila sampai tahap spermatozoa. Meskipun demikian, pendaran GFP dalam sistem identifikasi sel germinal donor dapat dihasilkan apabila ikan donor berasal dari ikan transgenik, dan menggunakan mikroskop fluoresen sebagai alat detektornya. Dikarenakan produksi ikan transgenik membutuhkan waktu yang relatif lama, dan keterbatasan alat serta harga mikroskop fluoresen cukup mahal, sehingga metode GFP belum aplikatif diterapkan di Indonesia saat ini. Metode PCR yang dikembangkan pada penelitian ini dapat menjadi solusi untuk sistem identifikasi sel germinal donor ikan gurame. Berdasarkan hasil penyejajaran menggunakan GENETYX versi 7.0 pada penelitian ini, diperoleh beberapa sekuen primer kandidat marka molekuler untuk identifikasi sel germinal transplan yakni GH, vasa F2VSGR, vasa F1VSGR, dan β-aktin (Gambar 4). Penentuan sekuen primer dilakukan dengan melihat perbedaan basa nukleotida pada ujung 3 (Gambar 4). Pembacaan sekuen di ujung 3 sangat penting saat ekstensi primer dengan DNA polimerase pada awal PCR (Onodera 2007). Apabila pembacaan sekuen salah di awal PCR, maka proses amplifikasi tidak bisa berlangsung. Dengan demikian, untuk membuat primer spesifik harus mempertimbangkan basa nukleotida yang berbeda di ujung 3. Umumnya, nukleotida pada ujung 3 dianjurkan adalah G dan C. Basa nukleotida G dan C merupakan basa yang memiliki tiga ikatan hidrogen, sehingga lebih stabil dibanding basa adenin (A) dan timin (T) dengan dua ikatan hidrogen (Graffiths et al. 2005). Primer β-aktin yang digunakan pada penelitian ini merupakan kontrol internal. Penggunaan β-aktin sebagai kontrol internal telah diaplikasikan pada beberapa penelitian seperti produksi kimera ikan dengan transplantasi PGC yang dilabeli GFP (Takeuchi et al. 2003), ekspresi protein gonadal soma-derived growth factor (GSDF) selama perkembangan sel germinal (Sawatari et al. 2006), dan transplantasi sel germinal donor rainbow trout pada ikan Japanese charr (Okutsu et al. 2008). β-aktin memiliki beberapa sifat yang terkait dengan aktivitas elemen-elemennya yaitu contitutive, ubiquitous dan house keeping (Liu 1990, diacu dalam Volckaert 1994). Constitutive berarti gen ini dapat aktif tanpa diberikan rangsangan dari luar seperti suhu dan hormon. β-actin bersifat

40 ubiquitous artinya dapat aktif pada semua jaringan otot. Sedangkan bersifat house keeping berarti β-actin dapat aktif kapan saja bila diperlukan. Kemampuan PCR mendeteksi sel donor dalam individu resipien ditentukan oleh suhu annealing penempelan primer dan lama waktu ekstensi. Pada penelitian ini penempelan primer dipengaruhi oleh suhu annealing yang ditentukan oleh panjang dan persentase GC (Lampiran 2) primer. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu annealing (Tabel 2) untuk masing-masing kandidat primer marka molekuler GH, vasa (F2VSGR), dan vasa (F1VSGR) adalah 58, 61, dan 58 o C. Pada penelitian ini, persentase GC masing-masing primer, GH, vasa (F2VSGR), dan vasa (F1VSGR) adalah 55%, 47%, dan 50%. Kisaran suhu annealing yang digunakan dalam penelitian ini berbeda jauh dari suhu annealing yang dilaporkan oleh Okutsu et al. (2008) yakni 64 o C dan 60 o C dengan persentase masing-masing GC 60% dan 42%. Suhu annealing yang diharapkan dan terbaik untuk suatu primer adalah o C (Walker & Rapley 2002). Kestabilan suhu lebur dari sepasang primer ditentukan oleh persentase GC dalam sekues primer, dan disarankan persentase GC adalah sebesar 30-70% (Rasmussen 1992). Selain dari persentase GC, suhu annealing juga bisa didapatkan dengan rumus Wallace rule Tm = 4(G+C)+2(A+T) (Wallace et al. 1979). Lama waktu ekstensi ditentukan dari panjang target produk PCR. Dari disain primer, diperoleh panjang produk PCR bagi primer spesifik GH 300 bp dan vasa F2VSGR 340 bp (Gambar 6), sehingga durasi waktu ekstensi yang direkomendasikan adalah 45 detik. Pada penelitian lain, lama waktu ekstensi 3 menit digunakan untuk mencapai target produk PCR 1800 bp (Okutsu et al. 2008). Secara umum, untuk setiap 1 kilobasa (kb) panjang produk PCR dibutuhkan lama waktu ekstensi 1 menit (Erlich 1989). Spesivitas primer adalah penempelan primer secara spesifik pada sekuen DNA tertentu. Spesivitas primer bergantung pada faktor krusial dari primer seperti suhu annealing. Pada penelitian ini, disimpulkan bahwa suhu annealing sudah optimal bagi primer GH maupun vasa F2VSGR, sehingga mampu anneal pada sekuen DNA ikan gurame secara spesifik (Gambar 6). Apabila suhu annealing tidak optimal atau tidak spesifik, maka sebagai konsekuensi tidak ada produk PCR yang dihasilkan (Gambar 5). Untuk mencapai spesivitas primer,

41 perlu dipertimbangkan beberapa faktor seperti disain primer, dan suhu annealing. Primer yang didisain sebagai primer spesifik harus mempertimbangkan perbedaan basa nukleotida di ujung 3 dan homolog yang rendah. Apabila basa di ujung 3 tidak berbeda dan homologinya tinggi, maka primer yang didisain mungkin menjadi tidak spesifik. Selain itu, primer yang tidak spesifik kemungkinan disebabkan suhu annealing primer terlalu rendah, sehingga suhu annealing perlu ditingkatkan 2 o C sampai 5 o C (Dalgleish 2007). Suhu annealing yang optimal dipengaruhi oleh jumlah basa nukleotida. Panjang primer GH adalah 20 nukleotida, sedangkan vasa F2VSGR adalah 23 nukleotida. Jumlah basa nukleotida yang diharapkan untuk menghasilkan suhu annealing yang optimal adalah nukleotida (Butler & John 2005). Sebagai contoh, primer random amplification polymorphism DNA (RAPD) dengan jumlah basa nukleotida yang pendek sekitar 8-12 bp mengamplifikasi DNA tidak spesifik atau secara random, sehingga primer dapat anneal pada beberapa daerah genom selama tahap annealing PCR (Liu et al. 1999). Sama halnya dengan konsekuensi primer yang jumlah basanya kurang 18 bp, primer dengan panjang lebih dari 30 basa juga tidak dapat menunjukkan spesivitas yang tinggi, karena adanya primer dimer. Amplifikasi panjang akan memudahkan hibrid silang/dimer dengan primer dan sekuen lainnya di dalam campuran reaksi dan ini dapat menyebabkan polimerasi DNA berhenti (Newton & Graham 1994, diacu dalam Subject04/pdi_s04_m01_02_f.htm). Pengujian sensitivitas PCR dilakukan untuk mengetahui kemampuan primer spesifik yang dijadikan sebagai marka molekuler, dalam mendeteksi konsentrasi terendah DNA gurame di dalam DNA nila. Hasil pengujian sensitivitas PCR diketahui bahwa GH dapat mendeteksi konsentrasi terendah DNA ikan gurame 1 ng/μl (Gambar 7), sedangkan sensitivitas PCR pada vasa hanya sampai pada konsentrasi DNA ikan gurame 50 ng/μl (Gambar 7) masingmasing di dalam konsentrasi DNA 700 ng/μl ikan nila. Sensitivitas PCR dapat mencapai 4 ng/μl pada pendeteksian oosit Cryptosporidium (Karanis et al. 2007) Penentuan sensitivitas PCR dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni disain primer, konsentrasi cetakan, suhu annealing, dan konsentrasi primer. Berdasarkan Gambar 7, bahwa primer GH lebih sensitif dibanding vasa dalam mendeteksi sel

42 gonad ikan gurame di dalam sel ikan nila. Pada penelitian lain, sensitivitas primer yang direkomendasikan adalah 4 ng/μl. Hal ini diduga, pertama GH memiliki beda basa homolog di ujung 3 lebih banyak, dan suhu annealing yang digunakan lebih rendah dibanding vasa. Makin banyak beda basa di ujung 3 maka makin spesifik primer yang dirancang. Untuk konsentrasi cetakan dan primer yang digunakan masing-masing primer spesifik pada penelitian ini adalah sama. Jika konsentrasi DNA yang diperoleh dikonversi dengan jumlah sel donor, maka perhitungan menunjukkan bahwa 10 6 sel setara dengan konsentrasi DNA ikan gurame 700 ng/μl, nilai ini setara dengan jumlah sel ikan nila yakni 10 7 sel. Dengan demikian, sensitivitas marka molekuler GH dapat mendeteksi 1 sel ikan gurame di dalam 10 4 sel ikan nila. Pendugaan ini masih relatif kasar, membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya. Namun demikian, pendugaan ini mendekati nilai sensitivitas PCR secara umum. PCR mampu mengamplifkasi konsentrasi terendah yang setara dengan 10 5 oosit Cryptosporidium (Karanis et al. 2007). Pada penelitian lain diperoleh persentase sel germinal yang terkolonisasi pada ikan rainbow trout adalah 37% dengan ratarata jumlah sel donor yang berasal dari spermatozoa testis resipien adalah 20,1 x 10 7 (Okutsu et al. 2006b).

43 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Marka molekuler GH dan vasa dapat dijadikan sebagai penanda untuk mengidentifikasi sel germinal donor (ikan gurame) di dalam gonad resipien (ikan nila) 2. Marka molekuler GH lebih sensitif dibanding vasa dalam identifikasi sel donor ikan gurame, dengan kemampuan mendeteksi 1 sel gurame diantara 10 4 sel nila Saran Dari hasil penelitian marka molekuler ini akan dikembangkan dengan beberapa penelitian selanjutnya yaitu: 1. Aplikasi sistem marka molekuler dapat diujikan pada berbagai jenis ikan lainnya. 2. Marka molekuler, GH dan vasa akan diaplikasikan untuk menguji kolonisasi sel donor ikan gurame.

44 DAFTAR PUSTAKA Alimuddin Teknik baru menyelamatkan ikan langka. [Diakses tanggal 28 Desember 2008]. Alimuddin, Junior MZ, dan Arfah H Teknologi transplantasi sel testikular dalam rekayasa produksi benih ikan gurame (Osphronemus gouramy). Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 32 p. Brown TA Gene cloning and introduction. London: Chapman & Hall. Dale JW, and Schantz MV From genes to genomes: concepts and applications of DNA technology. John Wiley & Sons Ltd, England. Dalgleish R The Polymerase Chain Reaction (PCR). resources/bs2060/the20polymerase%20chain%20reaction%20(pcr). pdf [Diakses tanggal17 April 2009]. DKP Revitalisasi: perikanan budidaya p. Erlich HA PCR Technology. M Stocton Press. 246 p. Fujimura K, and Okada N Development of embryo, larva and early juvenile of Nile tilapia Oreochromis niloticus (pisces: chiclidae) developmental staging system. Develop Growth Differ. 49: Griffith AJF, Wessler SR, Lewontin RC, Gelbart WM, Suzuki DT, and Miller JH An Introduction to Genetic Analysis. W.H. Freeman and Company. America Hill JR, and Dobrinski I Male germ cell transplantation in livestock. Reproduction, Fertility and Development. 18: Karanis P, Thekisoe O, Kiouptsi K, Ongerth J, Igarashi I, and Inoue N Development and preliminary evaluation of a loop-mediated isothermal amplification procedure for sensitive detection of Cryptosporidium oocysts in fecal and water samples. Applied and Environmental Microbiology. 73 (17): Kobayashi S, Alimuddin, Morita T, Miwa M, Lu J, Endo M, Takeuchi T, and Yoshizaki G Transgenic Nile tilapia Oreochromis niloticus overexpressing growth hormone show reduced ammonia excretion. Aquaculture. 270: Lacerda SMSN, Batlouni SR, Silva SBG, Homem CSP, and Franca LR Germ cells transplantation in fish: the Nile-tilapia model. Anim. Reprod. 3:

45 Liu ZJ, Li P, Argue BJ, and Dunham RA Random amplified polymorphic DNA markers: usefulness for gene mapping and analysis of genetic variation of catfish. Aquaculture. 174: Melamed P, Rosenfelt, Elizur A, and Yaron Z Endocrin regulation of gonadotrophin and growth hormone gene transcription in fish. Comp Biochem Physiol C Pharmacol Toxicol Endocrinol. 119: Newton CR & Graham A PCR. Oxford, U.K.: BIOS Scientific Publishers. diacu dalam [Diakses tanggal 21 Juli 2009] Nichole DST An introduction to genetic engineering second edition. Cambridge University Press. 287 p. Nóbrega RH, Batlouni ASR, and França ALR An overview of functional and stereological evaluation of spermatogenesis and germ cell transplantation in fish. Fish Physiol Biochem. 35: Nugroho E, Alimuddin, Kristanto AH, Carman O, Megawati N, Sumantadinata K Kloning cdna hormon pertumbuhan dari ikan gurame (Osphronemus gouramy). J. Ris. Akuakultur. 3: Okutsu T, Yano A, Nagasawa K, Shikina S, Kobayashi T, Takeuchi K, and Yoshizaki G. 2006a. Manipulation of fish germ cell: visualization, cryopservation and tranplantation. J. Reprod. Dev. 52:685 Okutsu T, Suzuki K, Takeuchi, Y, Tekeuchi T, and Yoshizaki G. 2006b. Testicular germ cells can colonize sexually undifferentiated embryonic gonad and produce functional egg in fish. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 103: Okutsu T, Takeuchi Y, and Yoshizaki G Spermatogonial transplantation in fish: Production of trout offspring from salmon parents. In: Fisheries for global Welfare and environment, 5 th World Fisheries Congress. Tsukamoto K, Kawamura T, Takeuchi T, Beard TD, Kaiser MD.(Ed.), Terrapub, p Olsen LC, Aasland R, and Fjose A A vasa-like gene in zebrafish identifies putative primordial germ cells. Mech. Dev. 66: Onodera K Selection for 3-End Triplets for Polymerase Chain Reaction Primers. in Yuryev A. (editor) Methods in Molecular Biology: PCR Primer Design. Humana Press, Totowa, NJ. 402: 415 p. Rasmussen R Optimizing Rapid Cycle DNA Amplification Reactions. The RapidCylist Newsletter.1(1):77-83AT SETTING UP SAMPLE

46 Sawatari E, Shikina S, Takeuchi T, and Yoshizaki G A novel ransforming growth factor-β super family member expressed in gonadal somatic cells enhances primordial germ cell and spermatogonial proliferation in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Developmental Biology. 301: Stickney RR Tilapia culture. In Stickney RR (Ed.). Encyclopedia of aquaculture. New York, USA: John Wiley & Sons. pp Takeuchi Y, Yoshizaki G, Kobayashi T, and Takeuchi T Mass isolation of primordial germ cells from transgenic rainbow trout carrying the green fluorescent protein gene driven by the vasa gene promoter. Biologi of Reproduction. 67: Takeuchi Y, Yoshizaki G, and Takeuchi T Generation of live fry from intraperitonally transplanted primordial germ cells in rainbow trout. Biologi of Reproduction. 6: Takeuchi Y, Yoshizaki G, and Takeuchi T Surrogate broodstock produces salmonids. Nature. 430: Trewavas E Tilapiine fishes of the genera Sarotherodon, Oreochromis and Danakilia. British Mus. Nat. Hist. 583 p Volckaert FA, Hellemans BA, Galbusera P, and Ollevier F Replication, expression and fate of foreign DNA during embryonic and larval development of the African catfish Clarias gariepinus. Molecular Marine Biology and Biotechnology 3: Wright PA, and Land MD Urea production and transport in teleost fishes. Comp Biochem Physiol. Physiol A: Mol Integr Physiol. 119:47-54 Walker JM and Rapley R Molecular Biology and Bio technology Fourth Edition. The Royal Society of Chemistry. 555 p. Wallace RB, Shaffer J, Murphy RF, Bonner J, Hirose T, and Itakura K Hybridization of synthetic oligodeoxynucleotides to fx174 DNA: the effect of single base pair mismatch. Nucleic Acids Res. 6: Yano A, Suzuki K, Yoshizaki G Flow-cytometric isolation of testicular germ cells from rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) carrying the green fluorescent protein gene driven by trout vasa regulatory regions. Biol Reproduction. 78: Yoon C, Kawakami K, and Hopkins N Zebrafish vasa homologue RNA is localized to the cleavage planes of 2- and 4-cell-stages embryos and is expressed in the primordial germ cells. Development. 124:

47 Yoshizaki G, Takeuchi Y, Sakatani S, and Takeuchi T Germ cell-specific expression of green fluorescent protein in transgenic rainbow trout under control of the rainbow trout vasa-like gene promoter. Int. J. Dev. Biol. 44: Yoshizaki G, Takeuchi Y, Kobayashi T, Ihara S, Takuchi T Primordial germ cells: the blueprint for a piscine life. Fish Physiology and Biochemistry. 26: Yoshizaki G, Tago Y, Takeuchi Y, Sawatari E, Kobayashi T, and Takeuchi T Green fluorescent protein labeling of primordial germ cells using a nontrangenik method and its application for germ cell transplantation in salmonidae. Biology of Reproduction. 73: Zapata RF Expression of GFP in transgenic tilapia under the control of the medaka β-actin promoter: establishment of a model system for germ cell transplantation. [THESIS]. Tokyo University of Marine Science and Technology. 45 p.

48

49 Lampiran 1. Ekstraksi DNA

50 Lampiran 2. Penentuan suhu annealing berdasarkan jumlah basa nukleotida dan persentase GC berdasarkan tabel Tm ( o C)

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR MARLINA ACHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia

Lebih terperinci

V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA

V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan proliferasi sel spermatogonia ikan gurami yang terkolonisasi pada

Lebih terperinci

DETEKSI SEL DONOR IKAN GURAME Osphronemus gouramy PADA LARVA IKAN NILA Oreochromis niloticus

DETEKSI SEL DONOR IKAN GURAME Osphronemus gouramy PADA LARVA IKAN NILA Oreochromis niloticus DETEKSI SEL DONOR IKAN GURAME Osphronemus gouramy PADA LARVA IKAN NILA Oreochromis niloticus SEBAGAI RESIPIEN DENGAN TEKNIK PCR ADE HERMAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG Paralichthys olivaceus DAN PROMOTER HEATSHOCK IKAN RAINBOW TROUT Oncorhynchus mykiss PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus ARIEF EKO PRASETIYO SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE IKAN NILA HITAM TRIPLOID ANNA OCTAVERA

KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE IKAN NILA HITAM TRIPLOID ANNA OCTAVERA KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE IKAN NILA HITAM TRIPLOID ANNA OCTAVERA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 1 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TRANSPLANTASI SEL. Testicular cell transplantation technology in manipulation of giant gouramy fry production

TEKNOLOGI TRANSPLANTASI SEL. Testicular cell transplantation technology in manipulation of giant gouramy fry production TEKNOLOGI TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR DALAM REKAYASA PRODUKSI BENIH IKAN GURAME (Osphronemus gouramy ) Testicular cell transplantation technology in manipulation of giant gouramy fry production Alimuddin,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

OPTIMASI TRANSPLANTASI MENGGUNAKAN SEL DONOR DARI IKAN GURAME MUDA DAN IKAN NILA TRIPLOID SEBAGAI RESIPIEN

OPTIMASI TRANSPLANTASI MENGGUNAKAN SEL DONOR DARI IKAN GURAME MUDA DAN IKAN NILA TRIPLOID SEBAGAI RESIPIEN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2010, hlm. 186-191 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.3 OPTIMASI TRANSPLANTASI MENGGUNAKAN SEL DONOR DARI IKAN GURAME MUDA DAN IKAN NILA TRIPLOID SEBAGAI RESIPIEN (OPTIMIZATION

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) tiap promoter (perlakuan)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila

Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 187 192 (2013) Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila Electroporation and green fluorescent protein-labelled

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Februari 2010. Tempat penelitian adalah di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

Seminar Nasional Biologi 2010 SB/P/BF/08 GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA UBUR-UBUR LOKAL SEBAGAI ALTERNATIF MARKA DNA Cahya Kurnia Fusianto 1, Zulfikar Achmad Tanjung 1,Nugroho Aminjoyo 1, dan Endang Semiarti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Disusun oleh : Vallery Athalia Priyanka NPM : 130801398 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

OPTIMASI ELEKTROPORASI DENGAN GEN GREEN FLUORESCENT PROTEIN UNTUK TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA EPRO BARADES

OPTIMASI ELEKTROPORASI DENGAN GEN GREEN FLUORESCENT PROTEIN UNTUK TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA EPRO BARADES OPTIMASI ELEKTROPORASI DENGAN GEN GREEN FLUORESCENT PROTEIN UNTUK TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA EPRO BARADES SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG 110302045 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar

Lebih terperinci

Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label GFP pada ikan nila

Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label GFP pada ikan nila Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 186 192 (2013) Artikel Orisinal Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label GFP pada ikan nila Electroporation and GFP-labelled transplantation of testicular

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perhitungan Kepadatan Artemia dan Kutu Air serta Jumlah Koloni Bakteri Sebanyak 1,2 x 10 8 sel bakteri hasil kultur yang membawa konstruksi gen keratin-gfp ditambahkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada benih ikan mas

Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada benih ikan mas Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 113 120 (2013) Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada benih ikan mas Testicular cell transplantation of neon tetra Paracheirodon innesi

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA REKAYASA PRODUKSI IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DENGAN TEKNOLOGI TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR KE IKAN NILA (Oreochromis niloticus) UMUR BERBEDA BIDANG KEGIATAN: PKM-AI

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN: PKM-AI

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN: PKM-AI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus BIDANG KEGIATAN: PKM-AI Diusulkan oleh: Yadi Apriadi C14080090 2008 Darmawan

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi.

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi. 66 VI. PEMBAHASAN UMUM Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dalam mengatasi masalah rendahnya produksi, karena dengan teknik ini kita dapat mengintroduksi gen unggul

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK 50 VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci