HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Beras Gambar 2. Kerapatan enam varietas beras

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Beras Gambar 2. Kerapatan enam varietas beras"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Beras Kerapatan (gram/cm3) Varietas Beras Gambar 2. Kerapatan enam varietas beras Berdasarkan hasil pengukuran massa dan volume setiap varietas beras (data massa dan volume setiap varietas beras dapat dilihat pada lampiran), beras ketonggo merupakan beras ketan putih yang memiliki volume paling besar dibandingkan dengan varietas beras lainnya yaitu. cm 3. Sementara itu, varietas beras pulen yaitu cimelati dan ciherang memiliki volume yang cukup besar dibandingkan dengan volume beras setail, HIPA 4 dan IR 42. Beras cimelati dan ciherang memiliki volume.2 cm 3, sedangkan setail, HIPA 4 dan IR 42 memiliki volume.1 cm 3. Beras setail memiliki volume yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan beras ketonggo. Sementara, kedua varietas itu termasuk dalam kategori yang sama yaitu kategori beras ketan. Diasumsikan bahwa kedua varietas tersebut mendapat perlakuan penanaman yang sama, maka dapat dipastikan bahwa perbedaan ukuran volume beras ketonggo dan setail lebih disebabkan oleh faktor genetik. Secara umum, semakin pulen varietas beras maka ukuran volumenya semakin besar. Berdasarkan hasil pengukuran kerapatan (Gambar 2), varietas beras pera (HIPA - 4 dan IR 42) memiliki kerapatan paling besar dibandingkan dengan varietas beras lainnya yaitu 1.14 gram/cm 3 untuk HIPA - 4 dan gram/cm 3 untuk IR 42. Sementara itu, beras ketonggo merupakan varietas beras yang memiliki kerapatan paling kecil yakni.93 gram/cm 3. Setail, cimelati dan ciherang memiliki kerapatan yang hampir sama yaitu 1.69 gram/cm 3 untuk setail, 1.1 gram/cm 3 untuk cimelati dan 1.64 gram/cm 3 untuk ciherang. Berkaitan dengan hasil pengukuran kuat tekan (sifat mekanik), beras setail dan IR 42 memiliki nilai kuat tekan paling besar, masing-masing : 4.69x1 6 N/m 2 dan 44.89x1 6 N/m 2. Beras cimelati dan ciherang (pulen) memiliki nilai kuat tekan lebih kecil, yaitu 38.3x1 6 N/m 2 untuk cimelati dan 38.62x1 6 N/m 2 untuk ciherang. Sedangkan beras ketonggo memiliki nilai kuat tekan paling kecil, yaitu 26.4 x1 6 N/m 2. Pada pengamatan nilai kuat tekan, dua varietas beras ketan yaitu setail dan ketonggo memiliki perbedaan nilai kuat tekan yang sangat besar (Gambar 3). Berdasarkan teori yang telah disampaikan pada tinjauan pustaka, yang menyatakan bahwa perbedaan sifat fisik disebabkan oleh genetik beras dan perlakuan pra dan pasca panen beras. Diasumsikan bahwa perlakuan pra maupun pasca panen pada kedua jenis beras ketan adalah sama, maka penyebab perbedaan nilai tersebut adalah faktor genetik yakni dengan adanya selaput luar pada kulit beras setail (yang berwarna hitam) yang secara genetik membuat beras ketan hitam menjadi lebih elastis. Nilai kuat tekan di atas dapat digunakan sebagai landasan pada teknik penyimpanan pasca panen. Beras ketan putih (ketonggo) bersifat mudah pecah sehingga jangan ditumpuk terlalu banyak. Sementara itu, beras HIPA 4 dan IR 42 (pera) dapat ditumpuk lebih banyak sampai batas tertentu untuk mengefektifkan ruang penyimpanan. Kuat tekan (x 1 6 N/m 2 ) Varietas Beras Gambar 3. Kuat tekan enam varietas beras

2 7 Namun demikian, perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui batas penumpukan minimum dan maksimum sehingga pemanfaatan ruang penyimpanan lebih efektif akan tetapi tidak merusak biji beras. Struktur mikro Beras Berdasarkan hasil karakterisasi struktur mikro dengan Tabletop Microscope, semua varietas beras menunjukan struktur mikro biji yang berbentuk bongkahan-bongkahan tidak beraturan. Pada Gambar 4, dapat dilihat secara mikro bahwa ternyata bongkahan-bongkahan beras yang besar tersusun dari bongkahan-bongkahan yang lebih kecil. Setiap bongkahan terbungkus oleh selaput bening yang menyusun bongkahan-bongkahan menjadi lebih rapat dan rapi sehingga bongkahan yang sudah diselaputi, terlihat halus. Hasil penelitian pada perbesaran 4X dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Struktur mikro beras pada perbesaran X, 1X dan 2X dapat dilihat pada lampiran), Cimelati Ciherang Ketonggo HIPA - 4 Setail IR 42 Gambar 4. Struktur mikro enam varietas beras dengan menggunakan Tabletop Microscope pada perbesaran 4x

3 8 Setiap varietas beras memiliki ukuran bongkahan yang berbeda-beda. Hasil pengamatan struktur mikro yang disertai pengukuran bongkahan, ukuran bongkahan terkecil yang masih bisa di ukur berkisar antara 1-2 µm. Varietas beras ketonggo merupakan varietas beras yang memiliki ukuran bongkahan paling kecil (pada pengukuran bongkahan-bongkahan terkecil) yaitu.87 µm, selanjutnya, setail (1.7 µm), IR 42 (1.87 µm), ciherang (2.21 µm), cimelati (2.22 µm), dan HIPA 4 (2.67 µm). Dengan demikian, secara umum (pada pengukuran bongkahan-bongkahan terkecil), varietas beras pera memiliki ukuran bongkahan paling besar, sedangkan, varietas beras ketan memiliki ukuran bongkahan paling kecil. Pada penelitian ini juga, didapatkan data ukuran bongkahan yang lebih besar, ukuran bongkahan tersebut berkisar antara 3-6 µm. Semetara itu, Ukuran bongkahan terbesar yang terukur berkisar pada 3-4 µm. -pori dari setiap varietas beras terlihat dengan sangat jelas pada Gambar 4. tersebut berfungsi sebagai saluran untuk absorpsi cairan dari lingkungan ke dalam beras, semakin kecil pori pada suatu varietas beras, maka kecepatan absorpsi cairan ke dalam beras akan semakin besar. Selain itu, ukuran pori suatu varietas beras dapat menentukan nilai kuat tekannya, semakin besar ruang pori dan semakin besar nilai porositas suatu varietas beras maka varietas beras tersebut akan semakin rapuh sehingga nilai kuat tekannya akan semakin kecil. Pada penelitian ini, ukuran pori setiap varietas beras belum bisa di nyatakan dengan pasti. Namun demikian, dengan pengamatan langsung pada gambar yang ditampilkan di atas, kerenggangan struktur bongkahan pada setiap kategori beras dapat dibedakan dengan baik. Varietas beras ketan (ketonggo dan setail) memiliki struktur paling renggang dibandingkan dengan struktur beras lainnya, sedangkan varietas beras pulen (cimelati dan ciherang) lebih renggang dibandingkan varietas beras pera (HIPA 4 dan IR 42). Hasil pengamatan struktur mikro ini diperkuat dengan hasil pengukuran kerapatan beras seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa semakin pulen suatu varietas beras maka nilai kerapatannya semakin kecil. Absorpsi air ke dalam beras Tabel 1. Karakterisasi absorpsi air enam varietas beras pada suhu 26 C Varietas Beras Massa air beras jenuh (M e ), Waktu penyerapan air jenuh (menit) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang.9 8 HIPA IR Tabel 2. Karakterisasi absorpsi air enam varietas beras pada suhu C Varietas Beras Massa air beras jenuh (M e ), Waktu penyerapan air jenuh (menit) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang.63 6 HIPA IR Pada suhu 26 C, beras ketonggo memiliki massa air beras jenuh paling besar, yaitu 8.99 mg. Sementara itu, beras setail, cimelati, dan ciherang menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang, masing-masing : 6.29 mg, 7. mg dan.9 mg. Sedangkan HIPA 4 dan IR 42 menunjukan massa air beras jenuh paling kecil, yaitu.46 mg untuk HIPA 4 dan.1 mg untuk IR 42. Seperti karakterisasi absorpsi air pada suhu 26 C, pengamatan absorpsi air pada suhu C menunjukan bahwa varietas beras ketonggo merupakan varietas beras dengan nilai massa air beras jenuh paling besar, yaitu 9.7 mg. Varietas beras yang memiliki massa air beras jenuh yang cukup besar juga adalah beras setail, yaitu varietas beras yang termasuk dalam satu kategori dengan beras ketonggo, kategori beras ketan. Nilai massa air beras jenuhnya adalah 8.8 mg. Varietas beras pulen (cimelati dan ciherang) menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang, cimelati (6.8 mg) dan ciherang (.63 mg). Sedangkan varietas

4 9 beras pera (HIPA 4 dan IR 42) menunjukan nilai massa air beras jenuh paling kecil yaitu HIPA - 4 (.23 mg) dan IR 42 (.33 mg). Nilai massa air beras jenuh setiap varietas beras ditentukan oleh struktur mikronya. Oleh karena itu, massa air beras jenuh yang berbeda-beda ini sesuai dan dapat dibenarkan karena berdasarkan pengamatan sebelumnya, setiap varietas beras menunjukan struktur mikro yang berbeda-beda juga. Beras ketan memiliki struktur mikro yang renggang, sehingga nilai massa air beras jenuhnya juga tinggi, sementara beras pera memiliki struktur mikro yang paling rapat dibandingkan dengan beras lainnya sehingga massa air beras jenuhnya paling kecil. Sementara itu, hasil pengukuran absorpsi air beras pada suhu 7 C tidak dapat dianalisis dengan sempurna karena pada pengukuran absorpsi air suhu 7 C, beras matang secara beruntun pada waktu 2-4 menit, setelah 6 menit ternyata beberapa butir beras sudah menjadi bubur. Struktur-struktur beras menjadi rusak sehingga pengukuran dihentikan pada waktu 6 menit. Oleh sebab itu, untuk analisis absorpsi pada suhu 7 C tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Perlakuan suhu yang lebih tinggi ( C) pada varietas beras ketonggo, setail, dan IR 42 memperbesar nilai massa air beras jenuh. Besar persentase kenaikannya : ketonggo (8.4 %), setail (39.9 %), dan IR 42 (4. %). Sedangkan pada varietas beras cimelati, ciherang, dan HIPA 4, perlakuan suhu yang lebih tinggi menyebabkan penurunan massa air beras jenuh. Besar persentase penurunannya : cimelati (9.33 %), ciherang (4.7 %), dan HIPA - 4 (4.21 %). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa temperatur cukup berpengaruh pada massa air beras jenuh. Berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan untuk proses penyerapan air sampai kondisi jenuh (waktu penyerapan air jenuh) pada suhu 26 C, beras setail dan cimelati membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar di bandingkan beras lainnya, kedua beras tersebut mencapai kondisi jenuh setelah perendaman selama 22 menit pada setail dan 14 menit pada cimelati. Sementara itu, beras ketonggo dan HIPA 4 membutuhkan waktu penyerapan air jenuh yang sama yaitu 1 menit dan beras lainnya (ciherang dan IR 42) merupakan beras yang waktu penyerapan air jenuhnya paling kecil, yaitu ciherang (8 menit) dan IR 42 (6 menit). Pada Pengukuran waktu penyerapan air jenuh, suhu C menunjukan bahwa beras setail membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar yaitu 14 menit. Selanjutnya, ketan putih (ketonggo) 6 menit. Beras pulen (cimelati dan ciherang) juga membutuhkan waktu penyerapan air yang sama yaitu 6 menit. Sedangkan beras pera (HIPA 4 dan IR 42) hanya membutuhkan waktu penyerapan air jenuh sebesar 4 menit. Berdasarkan hasil analisis tersebut, perlakuan temperatur yang lebih besar berpengaruh dalam mempercepat proses penyerapan air jenuh. Pada beras ketonggo, perlakuan temperatur yang lebih tinggi ( C) mempercepat waktu penyerapan air jenuh sebesar 4 % dari waktu semula, pada beras setail mempercepat %, pada beras cimelati mempercepat 7.14 %, pada beras ciherang mempercepat %, pada beras HIPA 4 mempercepat 6 %, dan pada beras IR 42 mempercepat %. Karakteristik absorpsi air ke dalam beras (massa air beras jenuh, waktu penyerapan air jenuh dan lainnya) dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar (-8), Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42 Gambar. Massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air 26 C

5 y = -.41x Ln MR y = -.11x y = -.33x -.14 y = -.46x -.24 y = -.44x -.16 y = -.686x Ln MR y = -.916x y = -.289x y = -.66x y = -.823x y = -.119x +.78 y = x Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Cimelati Setail Ciherang HIPA - 4 IR 42-6 Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42 Gambar 6. Rasio massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air 26 C Waktu Perendaman (menit) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA - 4 IR 42 Gambar 7. Massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air C Gambar 8. Rasio massa air di dalam enam varietas beras selama proses perendaman, suhu air C Jika diasumsikan bahwa beras berbentuk silinder ( ) maka berdasarkan grafik ln MR terhadap waktu (Gambar 6 dan 8), didapatkan nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras untuk setiap varietas dengan menggunakan persamaan (1). Pada suhu 26 C, beras IR 42 dan ciherang merupakan beras yang memiliki kecepatan absorpsi paling tinggi yaitu IR 42 (1.643x1-6 g/s) dan ciherang (1.111x1-6 g/s). Sedangkan varietas beras yang kecepatan absorpsinya paling kecil adalah beras setail yaitu.266x1-6 g/s. Kecepatan absorpsi beras ketonggo adalah 1.87x1-6 g/s. Kecepatan absorpsi air ke dalam beras ketonggo seharusnya mendekati kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail (yang merupakan varietas beras ketan), karena kedua varietas beras tersebut termasuk dalam kategori yang sama, yakni kategori beras ketan. Kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail dan ketonggo sangat jauh berbeda, dengan selisih nilai.821x1-6 g/s. Berdasarkan analisis sebelumnya, yakni analisis struktur mikro, varietas beras setail dan ketonggo merupakan dua varietas yang pori-porinya hampir sama (renggang) dibandingkan varietas beras lainnya sehingga kemampuan

6 11 menyerap dan menyimpan air juga akan sama. Dengan demikian, penyebab perbedaan nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras setail dan ketonggo bukan karena perbedaan struktur mikro dalam biji beras, akan tetapi lebih disebabkan oleh sifat mekanik dari kulit biji beras, yakni perbedaan kerapatan pada lapisan pembungkus biji beras. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beras setail merupakan beras yang memiliki pembungkus biji berwarna hitam yang menyebabkan beras setail lebih rapat dan elastis. Seperti pada pengamatan suhu 26 C, kecepatan absorpsi air ke dalam beras pada suhu C menunjukan bahwa varietas beras IR 42 merupakan varietas beras yang memiliki kecepatan absorpsi air paling besar, yaitu 3.213x1-6 g/s. Sedangkan varietas beras setail memiliki kecepatan absorpsi air paling kecil, yakni.676x1-6 g/s. Secara umum, hasil pengamatan kecepatan absorpsi air ke dalam beras sesuai dengan teori kontinuitas, dimana beras yang memiliki kerenggangan besar (pori besar) maka kecepatan absorpsi air ke dalam beras akan lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan absorpsi air pada varietas beras yang strukturnya rapat (pori kecil). Perlakuan temperatur yang lebih tinggi ( C) dalam pengukuran absorpsi air ke dalam beras berpengaruh dalam memperbesar kecepatan absorpsi air ke dalam beras. Namun demikian, persentase kenaikan kecepatan absorpsi setiap varietas beras berbeda-beda. Pada suhu 26 C, varietas beras ciherang memiliki nilai kecepatan absorpsi kedua terbesar, akan tetapi nilai kecepatan absorpsi air pada suhu C lebih kecil dari IR 42, HIPA 4 dan ketonggo. Kenaikan kecepatan absorpsi air ke dalam beras pada suhu C dibandingkan dengan kecepatan absorpsi air pada suhu 26 C : % pada beras ketonggo, % pada beras setail, 1 % pada beras cimelati, % pada beras ciherang, % pada beras HIPA 4 dan 9.6 % pada beras IR 42. Nilai kecepatan absorpsi air ke dalam beras untuk setiap varietas beras dapat dilihat pada tabel (3). Tabel 3. Kecepatan absorpsi air ke dalam enam varietas beras Varietas beras Kecepatan absorpsi air ke dalam beras, suhu 26 C (x1-6 g/s) Kecepatan absorpsi air ke dalam beras, suhu C (x1-6 g/s) Ketonggo Setail Cimelati Ciherang HIPA IR Terlepas dari analisis perbandingan massa air beras jenuh, waktu yang dibutuhkan hingga penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, ada beberapa butir biji beras ketonggo (ketan) yang pecah, baik pada suhu air 26 C maupun C ketika selang waktu 8 menit. Hal ini memberi penjelasan atas suatu kebiasan masyarakat yang merendam beras ketan sebelum dimasak. Peristiwa pecahnya beras ketan setelah direndam menunjukan bahwa penyerapan air oleh beras ketan mengakibatkan struktur-struktur beras menjadi rapuh sehingga setelah dimasak dan diolah, maka hasil olahannya menjadi rapuh atau renyah. Hal tersebut sesuai dengan tujuan perendaman beras pada kebiasaan masyarakat, dimana diharapkan agar hasil olahannya menjadi rapuh atau renyah. Berdasarkan penelitian ini, dapat direkomendasikan bahwa masyarakat cukup merendam beras ketan (ketan putih atau ketonggo) dengan waktu 1 menit saja karena hasil yang didapatkan sudah maksimal. Pengaruh temperatur terhadap massa air beras jenuh, waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air (yang semuanya telah dijelaskan di atas) dapat dilihat dengan lebih jelas, pada Gambar 9-14.

7 Suhu 26 C Suhu C Suhu 7 C Suhu 26 C Suhu C Suhu 7 C Gambar 9. Massa air di dalam beras ketonggo selama proses perendaman, suhu air 26 C, C, dan 7 C Gambar 11. Massa air di dalam beras cimelati selama proses perendaman, suhu air 26 C, C, dan 7 C Suhu 26 C Suhu 7 C Suhu C Suhu 26 C Suhu 7 C Suhu C Gambar 1. Massa air di dalam beras setail selama proses perendaman, suhu air 26 C, C, dan 7 C Gambar 12. Massa air di dalam beras ciherang selama proses perendaman, suhu air 26 C, C, dan 7 C

8 13 Gambar 13. Massa air di dalam beras HIPA - 4 selama proses perendaman, suhu air 26 C, C, dan 7 C Suhu 26 C Suhu 7 C Suhu C Suhu 26 C Suhu 7 C Suhu C Gambar 14. Massa air di dalam beras IR 42 selama proses perendaman, suhu air 26 C, C, dan 7 C Pengaruh dari perlakuan suhu yang berbeda pada suatu varietas beras yang sama terlihat jelas pada pengukuran karakteristik absorpsi air ke dalam beras setail. Beras setail merupakan satu-satunya varietas beras yang tidak terlalu rusak pada perlakuan suhu 7 C. Berdasarkan grafik tersebut dapat dipastikan bahwa perlakuan suhu yang lebih tinggi memang mempercepat proses penyerapan air ke dalam beras dan meningkatkan kecepatan absorpsi airnya. Secara umum hasil perlakuan suhu 7 C tidak dapat dianalisis dengan sempurna seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, perlakuan pada suhu 7 C memberi penjelasan penting untuk sistem penanakan nasi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada perlakuan absorpsi air suhu 7 C, beras matang secara beruntun pada waktu 2-4 menit, setelah 6 menit ternyata beberapa nasi sudah menjadi bubur sedangkan pada perlakuan suhu 26 C dan C, tidak ada satu varietas beras pun yang matang. Oleh karena itu, maka dapat dinyatakan bahwa beras yang dimasak akan lebih cepat matang jika suhu perlakuan sekitar 7 C. Pada perlakuan suhu 7 C tersebut, beras ketan matang paling awal dibandingkan dengan beras lainnya, kemudian disusul oleh beras pulen dan pera. Proses beras menjadi matang pada perendaman suhu 7 C sesuai dengan teori karena dengan suhu yang lebih besar, air untuk penanakan akan cepat mendidih, akibatnya beras akan semakin cepat matang. Terkait dengan analisis tersebut maka semakin besar suhu yang dipakai, beras akan semakin cepat matang, tentunya ada temperatur maksimum yang harus diperhatikan. Selain itu juga, harus memperhatikan faktor lainnya yakni banyaknya air yang digunakan dalam memasak dan lamanya penanakan. Pada penelitian ini, faktor banyaknya air yang digunakan dan lamanya penanakan teramati dengan jelas pada perendaman suhu 7 C (catatan : pada setiap perlakuan suhu memakai air yang cukup banyak), beras menjadi bubur pada selang waktu 6 menit. Hal itu mengindikasikan bahwa dalam penanakan beras memang harus diperhatikan lamanya penanakan dan banyaknya air yang digunakan agar hasilnya lebih baik. Hubungan sifat mekanik (kuat tekan), struktur mikro dan absorpsi air ke dalam beras Kuat tekan, struktur mikro dan absorpsi air kedalam beras sangat berkaitan. Beras yang memiliki nilai kuat tekan yang besar, pada umumnya memiliki struktur mikro yang rapat. Perihal tersebut logis secara teori, karena dengan struktur yang renggang maka bongkahan menjadi lebih rapuh dan sangat mudah pecah jika diberi

9 14 beban. Misalnya, ketonggo dan IR 42, ketonggo memiliki struktur yang renggang maka nilai kuat tekannya paling kecil dibandingkan beras lainnya, yaitu 26.4x1 6 N/m 2. Sementara IR 42 yang memiliki struktur rapat, maka nilai kuat tekannya cukup tinggi, yaitu 44.89x1 6 N/m 2. Sementara itu, massa air beras jenuh sangat berhubungan dengan struktur mikro beras yang diukur. Beras dengan struktur yang renggang akan memiliki ruang untuk menampung air cukup besar, akibatnya massa air beras jenuh akan besar. Misalnya, ketonggo dan IR 42 pada perlakuan suhu 26 C. Ketonggo yang memiliki struktur renggang, memiliki massa air beras jenuh sebesar 8.99 mg, sedangkan IR 42 yang memiliki struktur rapat menyerap massa air jenuh hanya sebesar.1 mg. Terkait dengan waktu penyerapan air jenuh dan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, beras dengan struktur renggang (pori besar) maka kecepatan absorpsi air kedalam berasnya bernilai kecil (sesuai dengan teori kontinuitas), sehingga waktu yang dibutuhkan untuk penyerapan air jenuh cukup lama. Misalnya pada suhu 26 C, beras ketonggo yang memiliki struktur renggang memiliki kecepatan absorpsi air ke dalam beras sebesar : 1.87x1-6 g/s dengan waktu penyerapan air jenuh : 1 menit sementara, IR 42 yang memiliki struktur rapat memiliki kecepatan absorpsi air ke dalam beras sebesar : 1.64x1-6 g/s dengan waktu penyerapan air jenuh : 6 menit. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin pera suatu varietas beras maka sifat mekaniknya (kuat tekan) semakin besar. Nilai kuat tekan beras berturut-turut : ketonggo (26.4x1 6 N/m 2 ), setail (4.69x1 6 N/m 2 ), cimelati (38.3x1 6 N/m 2 ), ciherang (38.62x1 6 N/m 2 ), HIPA - 4 (37.71x1 6 N/m 2 ), dan IR 42 (44.89x1 6 N/m 2 ). Beras merupakan struktur bongkahan-bongkahan kecil, berpori, yang membentuk bongkahan besar. Setiap bongkahan diselimuti dengan selaput bening. Beras-beras ketan (ketonggo dan setail) memiliki struktur yang renggang, semakin pera suatu varietas beras maka strukturnya akan semakin rapat. Pada perlakuan suhu 26 C, varietas beras ketan memiliki massa air beras jenuh cukup besar (ketonggo : 8.99 mg, setail : 6.29 mg). Beras-beras pulen menunjukan nilai massa air beras jenuh yang sedang (cimelati : 7. mg, ciherang :.9 gram), sedangkan varietas-varietas beras pera menunjukan massa penyerapan air jenuh paling kecil (HIPA 4 :.46 mg, IR 42 :.1 mg). kecepatan absorpsi air ke dalam beras yang paling besar adalah IR 42 : 1.64x1-6 g/s, sedangkan varietas beras yang memiliki kecepatan absorpsi paling kecil adalah beras setail :.266x1-6 g/s. Ketonggo dan Setail merupakan jenis beras yang membutuhkan waktu penyerapan air jenuh paling besar (pada perlakuan suhu 26 C, ketonggo : 1 menit, setail : 22 menit). Temperatur berpengaruh positip dalam mempercepat proses absorpsi air. Dibandingkan dengan suhu 26 C, suhu C memperkecil waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh, dan meningkatkan kecepatan absorpsi air ke dalam beras. Besar penurunan waktu yang dibutuhkan sampai penyerapan air jenuh, ketonggo (4 %), setail (36.36 %), cimelati (7.14 %), ciherang ( %), HIPA - 4 (6 %), IR 42 (33.33 %). Besar kenaikan kecepatan absorpsi air ke dalam beras, % pada beras ketonggo, % pada beras setail, 1 % pada beras cimelati, % pada beras ciherang, % pada beras HIPA 4 dan 9.6 % pada beras IR 42. Saran Penelitian ini merupakan penelitian dasar untuk mengetahui absorpsi air dan informasi struktur dari enam varietas beras. Penelitian ini belum cukup untuk digunakan dalam pemodelan difusi air dari setiap kategori beras. Oleh karena itu, disarankan agar penelitian ini dapat dilanjutkan untuk mencari karakteristik air yang ke luar dari beras selama pengeringan. Sehingga diharapkan dapat dipakai dalam pemodelan difusi air beras untuk model waktu, temperatur dan banyaknya air penanakan yang efektif pada proses penanakan beras. Selanjutnya, kuat tekan beras pada posisi yang berbeda dapat diukur lagi untuk informasi tambahan bagi sistem

Analisis Sifat Mekanik, Struktur mikro, dan Karakteristik Absorpsi Air Pada Beberapa Varietas Beras

Analisis Sifat Mekanik, Struktur mikro, dan Karakteristik Absorpsi Air Pada Beberapa Varietas Beras Analisis Sifat Mekanik, Struktur mikro, dan Karakteristik Absorpsi Air Pada Beberapa Varietas Beras AHMAD FUADI Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Tugas Akhir Program

Lebih terperinci

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian Ade Santika dan Rozakurniati: Evaluasi mutu beras ketan dan beras merah pada beberapa galur padi gogo 1 Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 1-5 TEKNIK EVALUASI MUTU BERAS KETAN DAN BERAS MERAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan

Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan TEKNIK PENGUJIAN TAMPILAN BERAS UNTUK PADI SAWAH, PADI GOGO, DAN PADI PASANG SURUT Ade Santika 1 dan Gusnimar Aliawati 2 Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan varietas unggul padi. Perbaikan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Pengamatan Praktikum pengeringan jagung dengan menggunakan rotary dryer dilakukan mengunakan variabel suhu dan waktu perendaman. Variabel suhu operasi yang berbeda,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penanganan Awal Kacang Tanah Proses pengupasan kulit merupakan salah satu proses penting dalam dalam rangkaian proses penanganan kacang tanah dan dilakukan dengan maksud untuk

Lebih terperinci

KALOR. Kelas 7 SMP. Nama : NIS : PILIHAN GANDA. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!

KALOR. Kelas 7 SMP. Nama : NIS : PILIHAN GANDA. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! KALOR Kelas 7 SMP Nama : NIS : PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! 1. Suatu bentuk energi yang berpindah karena adanya perbedaan suhu disebut... a. Kalorimeter b. Kalor c. Kalori

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil

BAB 3 METODOLOGI. berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Dikarenakan belum adanya buku peraturan dan penetapan standard untuk beton berpori di Indonesia, maka referensi yang digunakan lebih banyak diperoleh dari hasil

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Mutu Mentimun Jepang Mentimun jepang yang akan dipasarkan harus memenuhi karakteristik yang ditentukan oleh konsumen. Parameter mutu untuk mentimun jepang meliputi

Lebih terperinci

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN FIRMAN SANTHY GALUNG Email : firman_galung@yahoo.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan komoditas strategis yang secara langsung mempengaruhi kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM 4.1. Proses Perlakuan Panas pada Aluminium Proses perlakuan panas merupakan suatu proses yang mengacu pada proses pemanasan dan pendinginan, dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Proses penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu; proses pengujian keadaan fisik bahan-bahan beton ( cth : specific gravity, absorpsi, dan kadar air ) serta preparasi benda

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN. 3.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri dari Biji Pala. Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan ke dalam labu didih.

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN. 3.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri dari Biji Pala. Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan ke dalam labu didih. BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri dari Biji Pala 3.1.1 Prinsip Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan ke dalam labu didih. Tambahkan air dan didihkan. Selanjutnya disambung

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN SIFAT KEKEKALAN BENTUK AGREGAT TERHADAP LARUTAN NATRIUM SULFAT DAN MAGNESIUM SULFAT

METODE PENGUJIAN SIFAT KEKEKALAN BENTUK AGREGAT TERHADAP LARUTAN NATRIUM SULFAT DAN MAGNESIUM SULFAT METODE PENGUJIAN SIFAT KEKEKALAN BENTUK AGREGAT TERHADAP LARUTAN NATRIUM SULFAT DAN MAGNESIUM SULFAT BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

Berat Tertahan (gram)

Berat Tertahan (gram) BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 PERANAN TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TAPIOKA DALAM PEMBUATAN KERAMIK ALUMINA BERPORI DENGAN PROSES SLIP CASTING Soejono Tjitro, Juliana Anggono dan Dian Perdana Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA 3.6 Proses Pengambilan Serat Kapuk Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang waktu 2 atau 3 pekan, yang pertama kalinya biasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Fabrikasi Membran PES Fabrikasi membran menggunakan bahan baku polimer PES dengan berat molekul 5200. Membran PES dibuat dengan metode inversi fasa basah yaitu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di 10 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di Laboratorium Daya Alat dan Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume tanah ini termasuk butiran padat dan pori-pori tanah diantara partikel tanah.

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Sampel tanah yang disiapkan adalah tanah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian serta Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus) Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina.

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Persen Lolos Agregat (%) A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Alat-alat yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari pemeriksaan bahan susun beton, pembuatan benda uji, perawatan benda uji, dan sampai dengan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit.

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Anodizing Hasil anodizing spesimen aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit yang dijaga antara 40-45 o C dan waktu pencelupan anodizing selama 5, 10 dan 15 menit dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5..Pemeriksaan Sifat-Sifat Fisik Agregat Kertas 5..2.Berat Jenis Agregat Kertas Data berat jenis agregat yang berasal dari kertas didapatkan dari pengujian sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan penyusun beton yang telah dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan dan Konstruksi, Teknik Sipil UMY meliputi: pemeriksaan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KADAR AIR SAMPEL Pengukuran kadar air sampel dilakukan sebelum pengeringan osmotik, selama pengeringan osmotik dan setelah pengeringan osmotik. Pengukuran kadar air sampel sebelum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Blok Bahan Pasangan Dinding, Agregat bekas, Aspal emulsi sisa, Kuat tekan

Kata Kunci: Blok Bahan Pasangan Dinding, Agregat bekas, Aspal emulsi sisa, Kuat tekan ABSTRAK Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, secara berkelanjutan diperlukan material untuk perumahan berupa bahan dinding. Bahan dinding yang umum dipergunakan: bata tanah liat dan blok bahan pasangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Tingkat Waktu : SMP/SEDERAJAT : 100 menit 1. Jika cepat rambat gelombang longitudinal dalam zat padat adalah = y/ dengan y modulus

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland Composite Cement) Merek Holcim, didapatkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 DESAIN ALAT CETAK PUFFED Desain yang dihasilkan untuk membuat alat cetak puffred agar mampu menghasilkan produk akhir yang tidak bergelombang dan flat dari hasil perhitungan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN BERAT JENIS NYATA CAMPURAN BERASPAL DIPADATKAN MENGGUNAKAN BENDA UJI KERING PERMUKAAN JENUH

METODE PENGUJIAN BERAT JENIS NYATA CAMPURAN BERASPAL DIPADATKAN MENGGUNAKAN BENDA UJI KERING PERMUKAAN JENUH METODE PENGUJIAN BERAT JENIS NYATA CAMPURAN BERASPAL DIPADATKAN MENGGUNAKAN BENDA UJI KERING PERMUKAAN JENUH BAB I DESKRIPSI 1.1. Ruang Lingkup Metode pengujian ini meliputi : a. penentuan berat jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian dan Analisa Bahan Polyethylene Terepthalate (PET) Gambar 4.1 Alat Pelebur Alat ini melebur plastik dengan suhu mencapai 100 C - 300 C. Kapasitas produksi

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY Oleh : Willy Chandra K. 2108 030 085 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di Laboratorium Daya dan Alat, Mesin Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

MODUL 2 APROKSIMASI. Disusun oleh: Ani Ismayani S.Pd

MODUL 2 APROKSIMASI. Disusun oleh: Ani Ismayani S.Pd MODUL 2 APROKSIMASI Disusun oleh: Ani Ismayani S.Pd KEGIATAN BELAJAR a. Tujuan Kegiatan Belajar Setelah mempelajari uraian kegiatan belajar ini, diharapkan Anda dapat: 1) Menerapkan konsep kesalahan pengukuran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di III. METODE PENELITIAN Pekerjaan Lapangan Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di lapangan. Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi pengambilan sampel, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan, S (%) 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengembangan Tanah Lempung Ekspansif tanpa Metode Elektrokinetik Pengujian pengembangan berikut dilakukan untuk mengetahui pengembangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah bahan homogen yang didapatkan dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Campuran ini akan mengeras akibat reaksi kimia dari air dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BB III LNDSN TEORI. Metode Pengujian gregat dapun dasar perhitungan yang menjadi acuan dalam pengujian material yaitu mengacu pada spesifikasi Bina Marga Edisi 2010 (Revisi 3) sebagai berikut: 1. gregat

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan diuraikan analisis terhadap hasil pengolahan data. Pembahasan mengenai analisis hasil pengujian konduktivitas panas, pengujian bending, perhitungan

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Agregat Halus Agregat halus adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil olahan sesuai dengan SNI 03-6820-2002. Riyadi (2013) pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Material Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran beton dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Agregat halus yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Bahan Penyusun Pemeriksaan bahan penyusun beton dilakukan di laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan

Lebih terperinci

c. Suhu atau Temperatur

c. Suhu atau Temperatur Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang. diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang. diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. 24 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. 2. Abu ampas tebu (baggase ash)

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci