UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH"

Transkripsi

1 UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 Arief Saleh. F Uji Performansi dan Kenyamanan Modifikasi Alat Pengebor Tanah Mekanis untuk Membuat Lubang Tanam. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Frans Jusuf Daywin, MSAE RINGKASAN Pembuatan lubang tanam di Indonesia terutama pada perkebunan rakyat umumnya masih di dominasi dengan penggunaan alat-alat sederhana. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian rancang bangun alat pengebor tanah mekanis (Kurniawati, 2005 dan Widyastuti, 2005). Alat pengebor yang telah dirancang masih memiliki kekurangan terutama pada rangka dan mata bor sehingga masih perlu dilakukan modifikasi. Tujuan dari proses modifikasi adalah untuk mendisain, membuat dan menguji alat pengebor tanah mekanis yang telah dimodifikasi. Dalam pengujian akan diukur kinerja dari alat pengebor tanah dan menganalisa parameter getaran dan kebisingan untuk mengetahui batas aman waktu dari penggunaan alat pengebor tanah mekanis. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2006 sampai dengan bulan November Tempat penelitian di laboratorium Perbengkelan dan laboratorium Lapangan Teknik Pertanian Leuwi Kopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan utama yang digunakan untuk memodifikasi alat pengebor tanah yaitu: besi pipa, besi plat, besi siku, besi silinder pejal, motor bensin, worm gear dan komponen pengencang, Modifikasi alat pengebor tanah untuk membuat lubang tanam didasarkan pada metode yang dirancang oleh Pahl dan Beintz (1976). Metode ini merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan permasalahan dan mengoptimalkan penggunaan material, teknologi dan keadaan ekonomi yang dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : klasifikasi tugas, perancangan konsep, perancangan bentuk dan perancangan detail. Dengan didasarkan pada tahapan-tahapan tersebut diperoleh suatu varian yang paling sesuai untuk memodifikasi alat pengebor tanah. Kriteria dalam varian tersebut meliputi: sumber tenaga, rangka, sistem penyalur daya, sistem transmisi, jenis mata bor dan bahan untuk ujung mata bor. Motor bensin yang digunakan adalah motor bensin dua tak merk Robin E086H yang memiliki daya 3.25 HP dan kecepatan putar maksimum 5000 rpm. Sistem penyaluran gaya yang digunakan adalah kopling sentrifugal yang secara otomatis akan menyalurkan daya dari motor ke sistem transmisi jika putaran motor telah mencapai rpm tertentu. Sistem transmisi yang digunakan adalah roda gigi cacing silindris dengan perbandingan 10:1. Modifikasi pada rangka yaitu dengan merubah bentuk rangka yang berbentuk sejajar menjadi seperti bentuk huruf U dengan bagian ujungnya memanjang ke samping luar. Pada cekungan merupakan tempat dudukan motor dan sistem transmisi sedangkan bagian ujung yang memanjang adalah tempat batang kendali operator. Untuk menyangga rangka pada saat alat pengebor tidak digunakan maka dibuat penyangga rangka yang bagian alasnya diberi roda sehingga memudahkan dalam transportasi. Lebar alat pengebor adalah 46 cm, tinggi keseluruhan 98.5 cm dan panjang 81 cm. iii

3 Modifikasi pada mata bor yaitu dengan merubah sudut kenaikan ulir yang sebelumnya 9º menjadi 12º dan jarak antar pitch yang sebelumnya 15 cm menjadi 20 cm. Diameter mata bor adalah 30 cm dan panjang ulir 40 cm, sehingga direncanakan dapat membuat lubang tanam dengan diameter 30 cm dan kedalaman 60 cm. Pengujian kapasitas lapang bertujuan untuk mengetahui besarnya kinerja dari alat pengebor. Dari hasil pengujian kinerja alat didapat kapasitas alat teoritis pada 3000, 4000 dan 5000 rpm sebesar 121.2, dan lubang/jam sedangkan kapasitas lapang efektif sebesar 12.9, 12.5, 11.4 lubang/jam sehingga di dapat efisiensi sebesar %, % dan 10.26% pada putaran motor 3000, 4000 dan 5000 rpm dengan kedalaman rata-rata 50 cm dan diameter lubang ratarata 35 cm. Perbedaan antara kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif cukup besar, hal ini dikarenakan adanya tahanan yang diberikan tanah pada saat pengeboran. Putaran motor yang optimum untuk pengoperasian alat pengebor tanah adalah pada kisaran rpm rpm Berdasarkan parameter getaran waktu kerja yang aman pada putaran motor yang optimum ( rpm) yaitu selama 4-5 jam perhari. Sedangkan berdasarkan parameter kebisingan waktu kerja yang aman pada putaran motor rpm adalah 4-8 jam. Sehingga batas waktu operasional alat pengebor tanah yang aman berdasarkan parameter getaran dan kebisingan yaitu 4-5 jam per hari. Batas waktu penggunaan alat pengebor mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan batas waktu penggunaan alat sebelum dimodifikasi sebesar jam. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pemasangan isolator getaran dan besarnya tahanan tanah terhadap torsi mata bor masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. iv

4 UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ARIEF SALEH F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ARIEF SALEH F Dilahirkan pada tanggal 10 Juni 1984 di Bogor Tanggal Lulus : 17 Januari 2007 Menyetujui, Bogor, 20 Februari 2007 Dr. Ir. Frans J. Daywin, MSAE Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Juni Penullis merupakan anak pertama dari pasangan suami istri dengan ayah bernama Maram dan ibu Arnih serta memiliki seorang adik bernama Aulia Mawarnih. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari pendidikan dasar di Sekolah Dasar Sukatani 3 pada tahun , setelah lulus penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan tingat pertama di SLTPN 3 Cimanggis pada tahun Setelah lulus dari sekolah lanjutan tingkat pertama penulis meneruskan kejenjang yang lebih tinggi yaitu ke Sekolah Menengah Umum 4 Depok dan lulus pada tahun Penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2002 dan diteima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 2005 penulis melakukan praktek lapangan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Subang, Jawa Barat. Pada praktek lapangan ini penulis mengambil judul Aspek Keteknikan Pertanian pada Budidaya Tebu Khususnya pada Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman di PG Subang, Jawa Barat. Selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan judul Uji Performansi dan Kenyamanan Modifikasi Alat Pengebor Tanah Mekanis untuk Membuat Lubang Tanam dan dinyatakan lulus pada tanggal 17 Januari vi

7 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan November 2006 dengan judul Uji Performansi dan Kenyamanan Modifikasi Alat Pengebor Tanah Mekanis untuk Membuat Lubang Tanam di bawah bimbingan Dr. Ir. Frans Jusuf Daywin, MSAE. Pada Skripsi ini akan dibahas mengenai proses modifikasi alat pengebor tanah sehingga menghasilkan alat pengebor yang memiliki performansi dan kenyamanan yang lebih baik dibandingkan dengan hasil perancangan sebelumnya. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Frans Jusuf Daywin, MSAE selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan nasehatnya kepada penulis. 2. Ir. Imam Hidayat, MEng dan Ir. Mad Yamin, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik serta saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Kedua orang tua dan adik Penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat baik moral maupun materiil. 4. Rekan-rekan TEP angkatan 39, Diah Estiningrum yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungannya. 5. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis akan dengan senang hati menerima segala saran dan koreksi demi perbaikan karena segala sesuatu tidak luput dari kesalahan. Penulis berharap, skripsi ini dapat bermanfaat dan memenuhi tujuan sesuai yang diharapkan. Amien. Bogor, Februari 2007 Penulis vii

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG TUJUAN... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERANCANGAN Klasifikasi Tugas Perancangan Konsep Perancangan Wujud Perancangan Detail SIFAT MEKANIS TANAH Kadar Air Tanah Tahanan Gesek dan Tahanan Geser LUBANG TANAM ALAT PENGEBOR TANAH ERGONOMIKA Anthropometri Getaran Kebisingan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT BAHAN DAN ALAT Bahan Peralatan Subyek PROSEDUR PENELITIAN viii

9 Modifikasi Modifikasi rangka Modifikasi mata bor Uji Performasi Persiapan alat dan lahan Pengujian kinerja alat Pengukuran getaran Pengukuran kebisingan BAB 4 ANALISIS RANCANGAN 4.1. DAFTAR KEHENDAK PERANCANGAN ABTRAKSI DAN PERUMUSAN MASALAH STRUKTUR FUNGSI PRINSIP SOLUSI UNTUK SUB FUNGSI KOMBINASI PRINSIP SOLUSI PEMILIHAN KOMBINASI TERBAIK EVALUASI RANCANGAN FUNGSIONAL Rangka Motor penggerak Penyalur Daya Sistem transmisi Mata Bor Ujung Mata Bor RANCANGAN STRUKTURAL Rangka Motor Penggerak Penyalur Daya Sistem Transmisi Mata Bor Ujung Mata Bor BAB 5 ANALISIS TEKNIK 5.1. RANGKA ix

10 Lebar Rangka Optimum Tinggi Rangka Optimum ULIR MOTOR PENGGERAK POROS MATA BOR BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH KINERJA ALAT PENGEBOR TANAH GETARAN Pengukuran Getaran Analisa Getaran KEBISINGAN Pengukuran Kebisingan Analisa Kebisingan BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Daftar periksa untuk penyusunan spesifikasi... 6 Tabel 2.2. Contoh kombinasi prinsip solusi Tabel 2.3. Daftar Nilai Parameter Tabel 2.4. Anthropometri persentil ke-50 petani pria di Bogor, Indramayu, Subang dan Karawang (Nasution, 2004) Tabel 2.5. Lama mendengar yang diijinkan pada tingkat kebisingan tertentu (Wilson,1989) Tabel 4.1. Daftar kehendak Tabel 4.2. Abstraksi pada daftar kehendak Tabel 4.3. Prinsip Solusi sub fungsi Tabel 4.4.(a). Kombinasi prinsip solusi sub fungsi Tabel 4.4.(b). Kombinasi prinsip solusi sub fungsi Tabel 4.5. Pemilihan varian konsep Tabel 4.6. Evaluasi varian konsep Tabel 5.1. Lebar rangka minimum dan maksimum operator di Jawa Barat pada persentil ke Tabel 5.2. Tinggi rangka minimum dan maksimum operator di Jawa Barat pada persentil ke Tabel 5.3. Faktor-faktor daya yang akan ditransmisikan Tabel 6.1. Kecepatan putar mata bor pada rpm motor yang berbeda Tabel 6.2. Rangkuman data hasil pengeboran dengan alat pengebor tanah Tabel 6.3. Hasil pengukuran percepatan getaran pada batang kendali alat pengebor tanah saat pembuatan lubang tanam Tabel 6.4. Nilai percepatan getaran pada batang kendali alat pengebor tanah setelah dikalikan faktor keselamatan Tabel 6.5. Hasil pengukuran kebisingan rata-rata alat pengebor tanah Tabel 6.6. Lama mendengar yang diijinkan bagi operator 1 alat pengebor tanah Tabel 6.7. Lama mendengar yang diijinkan bagi operator 2 alat pengebor xi

12 tanah Tabel 6.8. Nilai ambang batas kebisingan xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Diagram alir proses perancangan (Harsokoesoemo, 1999)... 3 Gambar 2.2. Langkah umum perancangan menurut Pahl dan Beintz (1976). 4 Gambar 2.3. Tahapan perancangan konsep (Pahl dan beintz, 1976)... 7 Gambar 3.1. Letak sumbu x, y dan z pada tangan Gambar 4.1. Fungsi keseluruhan Gambar 4.2. Sub struktur fungsi alat pengebor tanah Gambar 4.3. Diagram pohon objektif Gambar 4.4. Profil nilai untuk mendeteksi titik lemah Gambar 4.5. Desain rangka alat pengebor tanah Kurniawati,2005) Gambar 4.6. Desain rangka modifikasi alat engebor tanah Gambar 4.7. Roda gigi cacing silindris Gambar 5.1. Gaya keliling untuk mengangkat beban Gambar 6.1. Rangka alat pengebor tanah Gambar 6.2. Rangka dan kaki penyangga alat pengebor tanah Gambar 6.3. Grafik hubungan antara putaran mesin dengan kapasitas lapang 66 Gambar 6.4. Lubang hasil pengeboran dengan alat pengebor tanah Gambar 6.5. Grafik hubungan antara putaran mesin dengan percepatan getaran pada tangan kanan operator Gambar 6.6. Grafik hubungan antara putaran mesin dengan percepatan getaran pada tangan kiri operator Gambar 6.7. Grafik hubungan antara putaran mesin dengan percepatan getaran pada tangan kanan operator Gambar 6.8. Grafik hubungan antara putaran mesin dengan percepatan getaran pada tangan kiri operator Gambar 6.9. Grafik perbandingan tingkat kebisingan yang diterima oleh operator Gambar Grafik perbandingan tingkat kebisingan yang diterima oleh operator xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar teknik rangka alat pengebor tanah Lampiran 2. Gambar teknik fiktorial rangka alat pengebor tanah Lampiran 3. Gambar teknik detail rangka alat pengebor tanah Lampiran 4. Gambar teknik fiktorial kaki penyangga rangka alat pengebor tanah Lampiran 5. Gambar teknik detail kaki penyangga rangka alat pengebor Tanah Lampiran 6. Gambar teknik mata bor Lampiran 7. Diagram alir perencanaan poros Lampiran 8. Data hasil pengujian putar mata bor (Kurniawati, 2005) Lampiran 9. Pengukuran kapasitas lapang alat pengebor tanah mekanis pada putaran mesin 3000 rpm Lampiran 10. Pengukuran kapasitas lapang alat pengebor tanah mekanis pada putaran mesin 4000 rpm Lampiran 11. Pengukuran kapasitas lapang alat pengebor tanah mekanis pada putaran mesin 5000 rpm Lampiran 12. Data hasil pengukuran getaran alat pengebor tanah Lampiran 13. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kanan operator 1 pada putaran motor 3000 rpm (50 Hz) Lampiran 14. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kanan operator 1 pada putaran motor 4000 rpm (66.67 Hz) Lampiran 15. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kanan operator 1 pada putaran motor 5000 rpm (83.33 Hz) xiv

15 Lampiran 16. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kiri operator 1 pada putaran motor 3000 rpm (50 Hz) Lampiran 17. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kiri operator 1 pada putaran motor 4000 rpm (66.67 Hz) Lampiran 18. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kiri operator 1 pada putaran motor 5000 rpm (83.33 Hz) Lampiran 19. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kanan operator 2 pada putaran motor 3000 rpm (50 Hz) Lampiran 20. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kanan operator 2 pada putaran motor 4000 rpm (66.67 Hz) Lampiran 21. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kanan operator 2 pada putaran motor 5000 rpm (83.33 Hz) Lampiran 22. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kiri operator 2 pada putaran motor 3000 rpm (50 Hz) Lampiran 23. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kiri operator 2 pada putaran motor 4000 rpm (66.67 Hz) xv

16 Lampiran 24. Hubungan percepatan getaran dengan frekuensi getaran untuk mengetahui batas aman penggunaan alat pengebor tanah mekanis untuk tangan kiri operator 2 pada putaran motor 5000 rpm (83.33 Hz) Lampiran 25. Data hasil pengukuran kebisingan alat pengebor tanah xvi

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam rangka peningkatan produksi perkebunan, faktor sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan tersebut perlu diperhatikan. Salah satunya adalah pada proses penanaman yaitu kegiatan pembuatan lubang tanam. Lubang tanam yang sesuai dengan ukuran tanaman bertujuan agar pertumbuhan tanaman dapat berlangsung secara optimum dan meningkatkan daya hasil tanaman. Mekanisasi pertanian bertujuan untuk menerapkan teknologi dan prinsipprinsip teknik dalam bidang pertanian. Penggunaan alat dan mesin pada bidang pertanian yang tepat akan mempercepat, mempermudah dan menghemat dalam menyelesaikan kegiatan-kegiatan pertanian tersebut. Pembuatan lubang tanam di Indonesia terutama pada perkebunan rakyat umumnya masih didominasi dengan penggunaan alat-alat sederhana seperti cangkul, alat bor manual dan lain-lain. Sedangkan penggunaan alat-alat berat seperti post hole digger hanya digunakan oleh perusahan-perusahaan besar yang bergerak di bidang perkebunan. Kendala yang dihadapi pada penggunaan alat berat tersebut yaitu penggunaan alat yang tidak praktis karena ukurannya yang besar dan tidak dapat digunakan untuk lahan yang sempit karena penggeraknya menggunakan traktor empat roda, serta tidak dapat digunakan untuk lahan miring. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian rancang bangun alat pengebor tanah mekanis menggunakan metode Pahl dan Beintz (Kurniawati, 2005 dan Widyastuti, 2005). Pada penelitian rancang bangun tersebut telah berhasil dibuat alat pengebor tanah mekanis yang kemudian dilakukan pengujian kinerja alat dan analisa getaran dan kebisingan (Ramadhan, 2005). Alat pengebor yang telah dirancang masih memiliki kekurangan terutama pada rangka dan mata bor. Bagian rangka yang bentuknya sejajar menyulitkan operator dalam pengoperasian alat, selain itu getaran yang terjadi juga cukup besar karena dudukan mesin dan sistem 1

18 transmisi berada sejajar dengan batang kendali operator. Bagian mata bor yang mimiliki sudut kenaikan ulir sebesar 9 masih cenderung rata dengan permukaan tanah sehingga menyulitkan mata bor untuk memotong tanah dan menghambat kinerja dari alat pengebor mekanis ini. Karena kekurangan tersebut maka alat pengebor tanah mekanis yang telah dirancang oleh Kurniawati dan Widiastuti (2005) masih perlu dimodifikasi TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai dari modifikasi alat pengebor tanah mekanis adalah untuk mendesain, membuat dan menguji alat pengebor tanah mekanis yang telah dimodifikasi. Dalam pengujian akan diukur kinerja dari alat pengebor dan menganalisa parameter getaran dan kebisingan untuk mengetahui batas aman waktu dari penggunaan alat pengebor tanah mekanis. 2

19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERANCANGAN (DESAIN) Menurut Harsokoesoemo (1999) perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya. Perancangan itu sendiri terdiri dari serangkaian kegiatan yang berurutan, oleh karena itu perancangan kemudian disebut sebagai proses perancangan yang mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan tersebut. Kegiatan-kegiatan dalam proses perancangan disebut fase. Salah satu deskripsi proses perancangan adalah deskripsi yang menyebutkan bahwa proses perancangan terdiri dari fase-fase seperti terlihat pada gambar 2.1. Kebutuhan Analisis masalah, spesifikasi produk dan perancangan proyek Perancangan konsep produk Perancangan produk Evaluasi produk hasil rancangan Dokumen untuk pembuatan produk Gambar 2.1. Diagram alir proses perancangan (Harsokoesoemo, 1999). Perancangan dengan menggunakan metode Pahl dan Beintz (1976) merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan permasalahan dan 3

20 mengoptimalkan penggunaan material, teknologi dan keadaan ekonomi. Langkah umum perancangan menurut Pahl dan Beintz (1976) dapat dilihat pada gambar 2.2. Langkah Kerja Hasil Kerja Fase Tugas 1. Perjelas dan pertegas tugas I Daftar kehendak 2. Menentukan fungsi dan strukturnya II Struktur fungsi 2. Menentukan fungsi dan strukturnya Prinsip solusi 4. Menguraikan menjadi modul yang dapat direalisasi Struktur modul III 5. Memberi bentuk pada modul Lay out awal 6. Memberi bentuk pada seluruh modul Lay out keseluruhan 7. Memperinci pembuatan dan cara pembuatan IV Dokumentasi produk Realisasi selanjutnya Gambar 2.2. Langkah umum perancangan menurut Pahl dan Beintz (1976). 4

21 Pahl dan Beintz (1976), membuat metode dalam perancangan mesin. Metode tersebut dikenal dengan sebutan metode VDI 2221 (Verein Deutcher Ingenieure)yang dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu: klasifikasi tugas (Clasification of the Task), perancangan konsep (Conceptual Design), perancangan bentuk (Embodiment Design), dan perancangan detail (Detail Design) Klasifikasi Tugas (Clasification of the Task) Pada tahap ini dilakukan suatu pengumpulan informasi dan menguraikanya kedalam bentuk yang sejenis dan bentuk daftar spesifikasi (requierment list) serta mengidentifikasikan semua kendala yang dihadapi untuk mencapai solusi yang optimal. Hal yang harus diperhatikan dalam membuat daftar spesifikasi adalah membedakan persyaratan-persyaratan, apakah termasuk kedalam keharusan (demand) atau keinginan (wishes). Demand merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam sebuah perancangan, dengan kata lain apabila ada persyaratan yang tidak terpenuhi maka solusi yang sudah dicapai tidak dapat diterima. Dan segala persyaratanpersyaratan tersebut minimal harus diformulasikan secara jelas. Wishes merupakan persyaratan dalam bentuk keinginan dan apabila nantinya memungkinkan maka dimasukan melalui pertimbanganpertimbangan. Dalam rangka memudahkan penyusunan daftar spesifikasi, maka digunakan suatu daftar periksa (check list) yang merupakan daftar parameter yang berisi tentang produk teknik yang berfungsi sebagai sumber kata kunci dalam membantu mendefinisikan penyusunan fungsi atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh alat yang nantinya akan dirancang. Pada tabel 2.1 diperlihatkan daftar periksa yang merupakan pedoman untuk pembuatan spesifikasi. 5

22 Tabel 2.1. Daftar periksa untuk penyusunan spesifikasi Parameter Spesifikasi Geometri Panjang, lebar, tinggi, diameter, jumlah dan susunan letak Material Pemilihan material yang akan digunakan, aliran dan transportasi material, pengaruh fisik dan kimia dari material pada awal dan akhir proses produksi, material pembantu dan bahan material Gaya Berat, beban, resonansi, gaya inersia, arah gaya, besar gaya, kekuatan, frekuensi, elastisitas dan deformasi Energi Output, efisiensi, kerugian, gesekan, tekanan, temperatur, konversi, pemanasan, pendinginan Kinematik Tipe gerakan, arah gerakan, kecepatan dan percepatan Sinyal Input dan output, bentuk, tampilan, peralatan, kontrol Rakitan Aturan khusus, instalasi, penyetelan dan pondasi Ergonomis Hubungan operator dengan mesin, tipe pengoperasian, penerangan, tinggi pengoperasian, keberhasilan baik, keserasian bentuk Produksi Bentuk pabrik, kemungkinan dimensi maksimum, produksi yang dipilih, kualitas dan toleransi kerusakan Kontrol kualitas Kemungkinan dilakukan kalibrasi, aplikasi dari aturan tertentu dan standar Pengoperasian Kebisingan, pemakaian khusus, daerah pemasaran dan lingkungan pengoperasian Perawatan Jangka waktu dilakukan service, pemeriksaan, penggantian dan perbaikan, pengecetan dan pembersihan Kesehatan Sistem proteksi langsung, keselamatan opersional dan kesehtan lingkungan Biaya Biaya maksimum dalam pembuatan, biaya peralatan dan investasi Jadwal Tanggal penyerahan, rencana dan kontrol serta hari pengantaran 6

23 Perencanaan Konsep (Conceptual Design) Pada perancangan konsep dibahas tentang permasalahan abstraksi, pembuatan struktur fungsi, kemudian dilakukan pencarian prinsip pemecahan masalah yang cocok dan kombinasi dari prinsip pemecahan masalah tersebut. Pemecahan masalah dari konsep ini terdiri dari bagian-bagian dasar solusi yang rumit. Perancangan konsep mencakup tahap-tahap yang ditunjukan pada gambar 2.3. Spesifikasi Penentuan masalah utama Pembuatan struktur utama Penentuan prinsip pemecahan masalah Kombinasi pemecahan masalah Pemilihan kombinasi yang sesuai Pembuatan varian konsep Pengecekan varian teknik yang bertentangan Konsep Gambar Tahapan perancangan konsep (Pahl dan Beintz, 1976) a. Abstraksi Abstraksi digunakan untuk memecahkan masalah utama yang berdasarkan pada pendapat dan ide yang dituangkan dalam perancangan dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat khusus dan menekankan pada hal-hal yang bersifat umum. Langkah pertama dalam penyusunan abstraksi adalah 7

24 dengan menganalisis daftar spesifikasi lalu menghubungkannya dengan fungsi yang dinginkan serta memfokuskan secara jelas dan sesuai dengan urutan daftar spesifikasi tersebut. Untuk lebih jelasnya abstraksi dilakukan dengan langkah-langkah berikut: - Menghilangkan pilihan-pilihan pribadi - Mengabaikan syarat-syarat yang tidak ada hubungannya dengan fungsi - Mengubah data kuantitatif menjadi data kualitatif - menyamakan hasil dari langkah sebelumnya - Merumuskan masalah agar menjadi bebas (solution-neutral terms) b. Pembuatan Struktur Fungsi Dibagi menjadi dua bagian, yaitu: - Fungsi keseluruhan Setelah masalah utama dirumuskan, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan struktur fungsi berdasarkan aliran energi dan material dengan menggunakan diagram blok yang menunjukan hubungan antara input dan output. Hubungan tersebut harus dapat dijelaskan setepat mungkin. - Pembagian menjadi sub fungsi Hasil dari struktur fungsi akan menjadi rumit, tergantung dari masalah yang dihadapi. Kerumitan ini tergantung dari hubungan antara input dan output yang kurang jelas, proses-proses yang relatif rumit dan banyaknya komponen-konponen yang terlibat. Namun hubungan antara input dan output dapat diperjelas dengan adanya analisa logika. Oleh karena rumitnya struktur fungsi yang ada, maka dibuat beberapa sub fungsi agar masing-masing sub fungsi dapat menggambarkan struktur fungsi secara keseluruhan. Adapun tujuan dari pembagian menjadi sub fungsi adalah: 1. Penentuan dari masing-masing sub fungsi akan memudahkan untuk mencari solusi lebih lanjut. 2. Kombinasi dari masing-masing sub fungsi akan menghasilkan struktur fungsi yang sederhana dan jelas. 8

25 c. Pencarian dan kombinasi prinsip solusi Dalam pencarian prinsip solusi dari masing-masing sub fungsi ditekankan bahwa pemecahan masalah yang diperoleh bertujuan untuk mendapatkan sebanyak mungkin variasi solusi. Menurut Pahl dan Beintz (1976), metode pencarian prinsip pemecahan masalah dibagi menjadi tiga macam, yaitu: - Metode konvensional Perincian data yang up to date sangat penting untuk mendapatkan informasi yang terbaru. Data-data tersebut dapat dicari melalui literatur, teks book, jurnal dan brosur-brosur. Menganalisa gejala-gejala yang terjadi seperti gejala alam atau tingkah laku makhluk hidup sangat berguna dalam pencarian solusi. Di samping itu pembuatan model dan eksperimen sangat membantu untuk mencari solusi-solusi yang akurat. - Metode intuisi Solusi dengan intuisi biasanya datang dengan sekejap, tetapi melalui proses yang cukup lama. Solusi ini datang secara tiba-tiba dalam pikiran yang sadar tanpa diketahui asal usulnya. Ada beberapa hal yang mendorong proses intuisi ini, antara lain adalah dengan melakukan diskusi dengan orang lain. - Metode kombinasi Pada metode ini dilakukan pengkombinasian beberapa solusi yang telah dihasilkan. Untuk mendapatkan kombinasi secara sistematik, maka perlu dibuat skema atau matriks. Dalam rangka memperoleh solusi keseluruhan, setidaknya satu prinsip solusi harus dipilih dari setiap sub fungsi dan untuk setiap prinsip solusi dan sub fungsi harus dikombinasikan secara sistematik kedalam solusi keseluruhan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tebel 2.2. jika ada m 1 prinsip solusi untuk F1 sub fungsi, m 2 prinsip solusi untuk F2 sub fungsi dan seterusnya, setelah dilakukan kombinasi akan didapatkan secara teoritis N variasi solusi keseluruhannya, dimana N = m 1.m 2.m 3..m n 9

26 Tabel 2.2. Contoh kombinasi prinsip solusi Sub fungsi j... m 1 F 1 S 11 S 12 S 1 j S 1 m 2 F 2 S 21 S 22 S 2 j S 2 m I Fi Si 1 Si 2 Sij Sim N Fn Sn 1 Sn 2 Snj Snm 1 2 d. Pemilihan kombinasi yang sesuai Untuk mendapatkam kombinasi yang terbaik harus dilakukan pengeliminasian dan pemilihan, karena kombinasi yang didapat terlalu banyak dan untuk memilihnya memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu kombinasi tersebut harus dapat dikurangi. Kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih kombinasi: - Sesuai dengan fungsi keseluruhan - Memenuhi demand dari daftar kehendak - Dapat diwujudkan - Sesuai dengan biaya yang diijinkan Apabila kombinasi masih cukup banyak, maka dalam memilih kombinasi yang terbaik ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perancang, yaitu: - Segi keamanan dan kenyamanan - Ada kemungkinan pengembangan Penambahan kriteria dalam suatu pemilihan dapat dilakukan apabila kriteria tersebut dapat membantu menentukan kombinasi yang terbaik. 10

27 e. Pembuatan varian konsep Sebuah varian konsep harus dapat memenuhi beberapa persyaratan seperti keamanan, kenyamanan, kemudahan dalam produksi, kemudahan dalam perakitan, kemudahan dalam perawatan dan sebagainya. Oleh karena itu untuk membuat varian konsep diperlukan informasi lebih lanjut yang diperoleh dari: - Perhitungan kasar sesuai dengan asumsi yang sederhana - Sketsa atau gambar lay out, bentuk dan lain-lain - Eksperimen atau pengujian model - Konstruksi dari model untuk dianalisis - Analogi model dan simulasi sistem, biasanya dilakukan dengan komputer - Penelitian lebih lanjut f. Evaluasi Evaluasi berarti menentukan nilai, kegunaan atau kekuatan dari solusi dan membandingkan dengan solusi tersebut secara ideal. Evaluasi meliputi penilaian teknis, keamanan, lingkungan, nilai-nilai ekonomis. Secara garis besar langkah-langkah untuk mengevaluasi menurut metode Pahl dan Beintz (1976) adalah sebagai berikut: - Menggunakan kriteria evaluasi (Identifying evaluation criteria) Kriteria evaluasi didasarkan pada spesifikasi yang telah dibuat. - Memberikan bobot kriteria evaluasi (weighting evaluation criteria) Kriteria evaluasi yang dipilih mempunyai tingkat pengaruh yang berbeda dan untuk memudahkan kemudian dibuatlah pohon obyektif. - Mengumpulkan parameter (Compiling parameter) Agar perbandingan setiap variasi konsep dapat dilihat dengan jelas, maka dipilih suatu parameter atau besaran yang dipakai oleh setiap varian. - Menilai (Assessung values) Sebaiknya harga yang dimasukan adalah harga nominal seperti pada tabel

28 Tabel 2.3. Daftar nilai parameter SKALA NILAI Analisis nilai yang digunakan Petunjuk VDI 2221 Nilai Arti Nilai Arti 0 Solusi yang sangat tidak berguna Tidak 0 1 Solusi yang sangat tidak memadai memuaskan 2 Solusi yang lemah 1 Agak baik 3 Solusi yang agak baik 4 Solusi yang memadai 2 Memadai 5 Solusi yang memuaskan 6 Solusi yang baik dengan sedikit kekurangan 3 Baik 7 Solusi yang baik 8 Solusi yang sangat baik 4 Sangat baik 9 Solusi yang melebihi persyaratan - Menentukan nilai keseluruhan ( Determining overall values) Nilai keseluruhan untuk varian konsep dihitung dengan rumus: OWV = n i= 1 WV i ij = n i= 1 WV ij...(2.1) Dimana: Wi = bobot kriteria evaluasi I Vij = nilai kriteria evaluasi varian Vij - Memperkirakan ketidakpastian dari evaluasi (Estimating evaluation uncertainties) Kesalahan evaluasi bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: - Kesalah subyektif, seperti kurangnya informasi - Kesalahan perhitungan parameter - Evaluasi terhadap titik lemah (Searching for weak spots) Apabila terdapat OWV yang berdekatan dari dua varian konsep, maka akan dilakukan evaluasi titik lemah. Dengan menggunakan metode 12

29 evaluasi diatas diharapkan akan diperoleh konsep sosial yang cukup memuaskan Perancangan Wujud (Embodiment Design) Tahap perancangan wujud meliputi beberapa langkah perancangan, yaitu: - Langkah penguraian kedalam modul (Module strukture) - Pembentukan lay out awal (Preliminary layout) - Penentuan lay out jadi (Defenitive layout) Perancangan wujud dimulai dari konsep produk teknik, kemudian dengan menggunakan kriteria teknik dan ekonomi, perancangan dikembangkan dengan menguraikan struktur fungsi kedalam struktur modul untuk memperoleh elemen-elemen pembangunan struktur fungsi yang memungkinkan dimulainya perancangan yang lebih rinci. Hasil dari tahap ini berupa tata letak, gambaran yang jelas, rangkaian dan bentuk elemen suatu produk dan bahannya, pembuatan prosedur produksi dan pembuatan solusi untuk fungsi tambahan. Hasil kemudian dianalisa untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kekuatan, getaran, kinematika, dinamika, pemilihan material, proses produksi dan sebagainya. Langkah ini dapat menjadi umpan balik pada langkah sintesis untuk pencarian alternatif solusi yang lebuh baik. Analisa diikuti evaluasi dimana kemudian dapat timbul kemungkinan mengenai perlunya dibuat suatu model atau prototipe untuk mengukur kinerja, kualitas, kemudahan dan beberapa kriteria lain dari hasil perancangan Perancangan Detail (Detail Design) Tahap ini merupakan tahap akhir dari perancangan. Perancangan detail ini berupa presentasi mengenai hasil perancangan dalam bentuk gambar teknik lengkap, daftar komponen, spesifikasi bahan, toleransi, perlakuan panas dan perlakuan permukaan pada bahan (heat and surface treatment) yang secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan dalam pembuatan mesin atau sistem. 13

30 Kemudian dilakukan evaluasi kembali terhadap produk, apakah sudah benarbenar memenuhi spesifikasi yang telah diberikan SIFAT MEKANIS TANAH Sifat mekanik tanah sangat diperlukan untuk menentukan besarnya tahanan yang diberikan oleh tanah pada saat pengeboran. Besarnya tahanan tersebut juga dipengaruhi oleh kadar air tanah. Untuk itu, perlu diketahui nilai kadar air tanah, tahanan geser dan tahanan gesek Kadar Air Tanah Kadar air tanah merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering), atau nisbah antara berat air dengan berat tanah basah (basis basah), atau nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh (basis volume). Kadar air tanah dinyatakan dalam persen berat atau persen volume (Sapei et. al., 1990). Menurut Hillel (1980), perhitungan kadar air tanah secara gravimetrik dapat digunakan rumus: Wa KAT b = 100%...(2.2) Wk Atau Va KAT b = 100%...(2.3) Vt Menurut Wilde et. al. (1978) dalam Ishak (1991) menyatakan bahwa pengukuran kadar air tanah tradisional (gravimetrik) dilakukan dengan mengambil contoh tanah dan menentukan kelembaban serta berat keringnya. Kesalahan dalam metode gravimetrik dapat diperkecil dengan menambah jumlah contoh tanah. Di dalam tanah mineral jenuh, kadar air tanah basis berat dapat mencapai 25 sampai 60 persen tergantung pada berat isi tanah (Hillel, 1980) Tahanan Gesek dan Tahanan Geser Kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah pada kondisi tertentu untuk melawan gaya yang bekerja. Kekuatan tanah dapat juga 14

31 dikatakan sebagai kemampuan suatu tanah untuk mempertahankan diri dari deformasi atau suatu regangan. Hal ini dimungkinkan karena kekuatan tanah tidak nyata tanpa adanya regangan. Kekuatan tanah biasanya dinyatakan sebagai parameter dari tahanan yang harus diatasi yang menyebabkan terjadinya deformasi suatu satuan tanah. Kekuatan tanah tergantung pada gaya-gaya yang bekerja antara butirnya. Kekuatan geser tanah dapat dianggap terdiri dari atas bagian yang bersifat kohesi yang tergantung pada macam tanah dan kepadatan butirannya, serta bagian yang mempunyai gesekan (frictional) yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser (Wesley, 1973). Lebih lanjut Baver et. al. (1973) menyatakan bahwa kekuatan tanah terhadap geseran partikelnya, yaitu tahanan tanah untuk meluncur di atas tanah. Gaya yang menghasilkan geseran adalah gesekan dan kohesi sesuai dengan hukum Coloumb: τ = c + σ tan Ф... (2.4) di mana: τ = kekuatan tanah terhadap geseran (kg/cm 2 ) c = kohesi tanah (kg/cm 2 ) σ = tegangan normal terhadap bidang geser (kg/cm 2 ) Ф = sudut gesekan dalam ( ) Tahanan gesek merupakan salah satu komponen dari beban tarik (draft) pada alat pengolah tanah. Untuk memperkecil draft ini, sedapat mungkin tahanan gesek antara badan alat dengan tanah di perkecil. Untuk memperkecil tahanan gesek tanah dengan bahan lainnya dan untuk merancang bangun alatalat pengolahan tanah atau alat traksi yang lebih efisien, diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme gesekan tanah dengan bahan lain. Nilai tahanan gesek antara tanah dengan material lainnya seperti plastik, karet dan baja sangat penting untuk diketahui karena banyak jenis material yang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan alat-alat pengolahan tanah pertanian. Dengan diketahuinya nilai tahanan gesek antara tanah dengan berbagai jenis material dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan 15

32 bahan yang memiliki tahanan gesek paling efisien untuk digunakan pada alat yang akan dibuat LUBANG TANAM Menurut Smyth (1966), lubang tanam bertujuan untuk membuat perakaran (root room) dan kedalaman fisiologis yang cukup yaitu volume tanah yang beraerasi baik dan strukturnya memungkinkan sistem perakaran berkembang optimum. Persiapan pembuatan lubang tanam yang besar apabila diikuti dengan pemberian bahan organik kedalam lubang tanam akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Karsono,1997). Lubang tanam pada tanaman perkebunanannya umumnya berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm, 60 cm x 60 cm x 60 cm dan 80 cm x 80 cm x 80 cm (Nazaruddin et.al, 1999). Praktek pembuatan lubang tanam untuk tanaman tahunan pada prinsipnya serupa dengan pengolahan tanah lapis dalam (deep tillage) pada tanaman semusim. Usaha-usaha ini akan sangat bermanfaat terutama pada tanah dengan sifat-sifat fisik tanah yang jelek dan kemudian dapat berakibat pada meningkatnya hasil tanaman (Wegger et. al., 1992). Pengolahan tanah pada tanah yang terdapat lapisan penghambat pertumbuhan akar, ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, sebagai akibat membaiknya lengas tanah (Kamprath et.al, 1979). Pembuatan lubang tanam dapat dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Setelah lubang tanam dibuat kemudian dimasukan pupuk organik maupun pupuk anorganik kedalam lubang tanam tersebut. Pembuatan lubang tanam lebih dari satu minggu sebelum penanaman akan menyebabkan lubang tanam akan kembali tertutup oleh tanah sehingga pekerja akan mengulangi lagi penggalian lubang yang telah tertimbun. 16

33 2.4. ALAT PENGEBOR TANAH Bor merupakan alat mekanik yang pertama kali ditemukan dan digunakan untuk pembuatan lubang pada benda kerja dengan cara pengikisan putar (Krar et. al., 1990). Bor terdiri dari bermacam-macam ukuran dari yang berukuran kecil sampai yang besar dan dari yang sangat sederhana sampai yang kompleks. Alat pengebor tanah berdasarkan sumber tenaganya terdiri dari alat pengebor tanah mekanis dan alat pengebor tanah manual. Alat pengebor tanah mekanis terdiri dari rangka utama, sistem transmisi, sumber tenaga, kaki penyangga dan mata bor (Kurniawati, 2005). Hasil rancangan alat pengebor mekanis yang didesain oleh Kurniawati dan Widiastuti (2005) adalah alat pengebor mekanis sederhana dengan sumber penggerak dari motor bensin dengan sistem transmisi yang digunakan untuk menyalurkan daya adalah tipe worm gear dengan perbandingan 1 : 10 dan dapat membuat lubang tanam dengan diameter 30 cm ERGONOMIKA Ergonomika adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai suatu penyelesaian satu dengan yang lainnya secara optimal dari manusia terhadap pekerjaanya, yang manfaatnya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja (Suma mur, 1984). Aplikasi dari ergonomika digunakan untuk menambah tingkat keamanan, keselamatan, dan kenyamanan manusia dalam penggunaan alat dan mesin. Perubahan-perubahan yang terjadi pada alat-alat dan mesin yang digunakan manusia akan berpengaruh terhadap pemakaian energi, resiko kecelakaan dan efek terhadap kesehatan (Mc Cormick, 1987). Ergonomika sangat diperlukan dalam menentukan ukuran lebar dan tinggi rangka dari alat pengebor tanah. Untuk itu perlu diketahui data mengenai ukuran-ukuran statis tubuh atau anggota tubuh manusia yang dikenal dengan istilah anthropometri. Dalam mendisain suatu mesin agar dapat dioperasikan dengan nyaman, efisien, dan aman. Seorang perancang 17

34 perlu mengetahui data fisik pengguna peralatan tersebut, tingkat kenyamanan serta lingkungan tempat mesin dan operator bekerja (Kusen,1989) Anthropometri Anthropometri adalah suatu bidang ergonomika yang menyangkut masalah pengukuran statis tubuh manusia, atau dengan kata lain yang berhubungan dengan dimensi atau ukuran tubuh manusia. Pengukuran anthropometri dibedakan menjadi dua yaitu pengukuran statik dan dinamik. Tipe statik menghasilkan data dimensi tubuh manusia dalam keadaan diam, seperti tinggi bada atau tinggi bahu. Sedangkan tipe dinamik adalah, pengukuran lebih memperhatikan kemampuan gerak manusia dalam melakukan aktifitas (Sanders, 1987 dalam Ramadhan, 2005). Dalam mendesain suatu alat terutama alat yang berhubungan dengan manusia (operator), maka peninjauan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan operator tersebut adalah sangat penting. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah data-data tentang anthropometri manusia (operator). Dengan bantuan anthropometri dapat dirancang area kerja yang optimum pada posisi tubuh yang baik yang dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan beban kerja serta dapat meningkatkan kemampuan kerja atau produktivitas (Zander, 1972). Dalam aplikasinya data anthropometri dibuat dalam bentuk gambar atau pola, untuk menunjukan area kerja yang ergonomis dibagi menjadi dua yaitu : 1. Area kerja optimum (normal area) yaitu area kerja yang dapat dijangkau dengan tepat oleh lengan bawah. Dan lengan atas tetap pada posisi menggantung alami (posisi rileks). 2. Area kerja maksimum yaitu area kerja yang dapat dijangkau dengan memanjangkan lengan tanpa melakukan perpindahan tempat atau pergeseran (posisi tubuh tetap alami). Pada tabel 2.4 dapat dilihat data anthropometri petani di daerah Jawa Barat yang akan digunakan untuk menentukan lebar rangka optimum dan tinggi rangka optimum alat pengebor tanah sehingga alat pengebor tanah tersebut sesuai dengan ukuran tubuh orang Indonesia. 18

35 Tabel 2.4. Anthropometri persentil ke-50 petani pria di Bogor, Indramayu, Subang dan Karawang (Nasution, 2004) Dimensi Tubuh Pria (cm) Bogor Karawang Subang Darmaga Indramayu Tinggi badan Panjang lengan bagian atas Panjang lengan bagian bawah Jangkauan tangan kedepan Lebar bahu Tinggi bahu Tinggi siku Panjang lengan Getaran Getaran adalah gerakan bolak-balik atau periodik melalui suatu titik kesetimbangan. Getaran pada dasarnya dibagi menjadi dua tipe yaitu getaran sinusoidal dan getaran random. Getaran sinusoidal digambarkan sebagai gerak satu partikel pada satu sumbu dengan frekuensi dan amplitudo tertentu, tipe ini biasanya dijadikan sebagai patokan dalam percobaan di laboratorium. Getaran random adalah getaran yang tidak beraturan dan tidak dapat diprediksi, jenis ini biasanya terjadi di alam (Sanders, 1987 dalam Ramadhan, 2005). Getaran umumnya terjadi karena adanya efek-efek dinamis dari toleransi-toleransi pembuatan, kerenggangan, kontak-kontak berputar dan bergesek antara elemen-elemen mesin serta gaya-gaya yang menimbulkan suatu momen yang tidak seimbang pada bagian-bagian yang berputar. Osilasi yang kecil dapat memacu pada frekuensi resonansi dari beberapa bagian sturuktur dan di perkuat menjadi sumber-sumber kebisingan (noise) dan getaran yang utama. Menurut Gell Miller dalam Mc Cormick (1972) pengaruh getaran dalam waktu singkat hanya memberikan sedikit efek psikologis dan tidak terjadi perubahan nyata secara kimiawi dalam darah dan kelenjar endokrin tubuh. Akan tetapi dalam jangka panjang efek getaran menimbulkan masalah dalam spinal disolder, hemoroid, hernia dan kesulitan pembuangan air kemih. Carson dalam Mc. Cormick (1972) menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang hubungan getaran dengan kesehatan belum nyata, tetapi terlihat bahwa getaran 19

36 meningkatkan tensi otot. Salah satu fenomena yang tampak akibat getaran mekanis adalah yang disebut Vibration induced finger atau pemucatan telapak tangan karena pengecilan pembuluh darah. Menurut Wilson dalam Mahmudah (2005) getaran dengan tingkat tinggi dapat menyebabkan kerusakan tulang-tulang sendi, sistem peredaran darah dan organ-organ lain. Masa getaran yang lama pada semua bagian tubuh atau getaran pada lengan tangan dapat menyebabkan kelumpuhan atau cacat, masa getaran yang pendek dapat menyebabkan kehilangan rasa, ketajaman penglihatan dan lain-lain yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Getaran pada seluruh tubuh dapat memberikan efek yang lebih kompleks mulai dari jantung, peredaran darah hingga penurunan daya lihat dan konsentrasi seseorang. Batas getaran mekanis yang boleh diterima operator dibedakan pada titik kontak subyek dengan getaran tersebut Kebisingan Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri sehingga menggangu dan membahayakan kesehatan (Wilson, 1989 dalam Mahmudah, 2005). Pada umumnya kebisingan sangat menggangu dan mempengaruhi kerja operator, bahkan pada taraf yang sangat buruk bisa menimbulkan ketulian. Lama mendengar ditentukan oleh beban bising yaitu jumlah perbandingan antara waktu mendengar pada tingkat bising tertentu dengan waktu mendengar pada tingkat bising bersangkutan sesuai dengan tabel 2.5. untuk menghitung beban bising digunakan persamaan : Beban bising = Σ (Cn/Tn)<1...(2.5) Dimana : Cn = lama mendengar pada tingkat kebisingan tertentu (jam) Tn = lama mendengar yang diijinkan pada tingkat bising bersangkutan sesuai tabel

37 Tabel 2.5. Lama mendengar yang diijinkan pada tingkat kebisingan tertentu (Wilson, 1989) Tingkat kebisingan Suara (db) Lama mendengar per hari (jam) Perhitungan lama mendengar yang diijinkan dapat dihutung dengan menggunakan beberapa standar, diantaranya The U.S Departement Defense Standart (DOD) dan occuptional Safety and Health Administration Standart (OSHA). Persamaan yang digunakan pada kedua standar tersebut adalah : 8 Waktu (jam) = DOD...(2.6) ( L 84) / Waktu (jam) = OSHA...(2.7) ( L 90) / 5 2 Dimana : L = Tingkat kebisingan (db) Tingkat kebisingan akan semakin berkurang jika jarak dengan sumber bising semakin jauh. Perambatan atau pengurangan tingkat bising dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan matematis geometris seperti berikut ini : - untuk sumber diam : SL 1 -SL 2 = 20 Log r 2 /r 1...(2.8) - untuk sumber bergerak : SL 1 -SL 2 = 10 Log r 2 /r 1...(2.9) 21

38 Dimana : SL 1 = intensitas suara pada alat pengukur dengan jarak r 1 (db) SL 2 = intensitas suara pada pendengar dengan jarak r 2 (db) r 1 r 2 = jarak kesumber bising yang pertama (cm) = jarak kesumber bising yang kedua (cm) Pengaruh kebisingan yang utama pada manusia adalah menurunnya atau hilangnya fungsi pendengaran (Suma mur, 1982), dengan efek kebisingan pada pendengaran mula-mula bersifat sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah kebisingan berhenti, tetapi jika bekerja secara terus-menerus di tempat bising dapat berakibat kehilangan daya dengar yang tetap dan tidak dapat pulih kembali. Kehilangan pendengaran berbanding lurus dengan lama kebisingan pada tingkat tertentu. Beberapa upaya pengendalian kebisingan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pengendalian keteknikan yaitu memodifikasi peralatan penyebab kebisingan, memodifikasi proses dan memodifikasi lingkungan dimana peralatan dan proses tersebut berjalan. 2. Pengendalian sumber kebisingan yang akan dilakukan dengan subtitusi antar mesin, proses dan material terutama penambahan penggunaan spesifikasi kebisingan pada peralatan baru. 3. Perlindungan diri yaitu dengan menggunakan sumbat telinga atau penutup telinga. Alat-alat tersebut dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar db. Pengendalian dengan modifikasi lingkungan, bila radiasi kebisingan dari bagian-bagian peralatan tidak dapat dikurangi maka dapat digunakan : a. Peredam getaran b. Rongga resonansi c. Peredam suara 22

39 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2006 sampai dengan bulan November Tempat penelitian di laboratorium Perbengkelan dan laboratorium Lapangan Teknik Pertanian Leuwi Kopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor BAHAN DAN ALAT Bahan Bahan yang dibutuhkan untuk perancangan rangka alat pengebor mekanis ini adalah : 1. Besi pipa berlubang dengan diameter 2.54 cm sebagai pemegang dan rangka untuk penyangga mesin. 2. Besi plat dengan lebar 3 cm sebagai dudukan motor bakar. 3. Besi plat dengan ketebalan 0.4 cm sebagai bahan daun mata bor. 4. Besi pipa berlubang dengan diameter 5 cm untuk batang poros mata bor. 5. Besi pejal dengan diameter 5 cm untuk bahan penitik. 6. Besi siku dengan tebal 0.4 cm dan lebar 4 cm untuk dudukan sistem transmisi dan penyangga rangka. 7. Besi pipa berlubang dengan diameter 3.79 cm sebagai kaki penyangga rangka. 8. Besi plat dengan ketebalan 0.2 cm untuk alas penyangga rangka. 8. Sistem transmisi worm gear dengan perbandingan 1: Motor bensin 2 tak merk Robin E086H dengan daya 3.25 HP. 10. Roda karet dengan diameter 15 cm untuk alas kaki penyangga rangka. 11. Karet dan busa peredam dengan tebal 0.4 cm. 23

40 Peralatan Peralatan yang akan digunakan untuk perancangan dan pengujian alat adalah : 1. Fasilitas bengkel Fasilitas bengkel yang akan digunakan adalah las listik, elektroda, mesin bor, mesin gerinda, gergaji besi, kunci pas, penggaris, ragum, penekuk besi dan peralatan bengkel lainya. 2. Tachometer Tachometer digunakan untuk mengukur kecepatan putar motor dan mata bor. 3. Vibrationmeter Alat ini digunakan untuk mengukur getaran yang dihasilkan oleh alat pengebor tanah. 4. Sound level meter Alat ini digunakan untuk mengukur kebisingan yang dihasilkan alat pengebor tanah. 5. Stop watch Alat ini digunakan untuk mengukur waktu dari suatu pengamatan. 6. Kamera Alat ini digunakan untuk mendokumentasikan hasil-hasil dari proses penelitian Subyek 1. Operator Operator berfungsi untuk mengoperasikan alat pengebor tanah untuk mendapatkan data-data pada pengukuran kapasitas kerja, getaran mekanis dan beban kerja saat pengoperasian alat. 2. Alat Pengebor Tanah Mekanis Alat pengebor tanah mekanis yang digunakan adalah alat pengebor tanah mekanis yang dirancang oleh Kurniawati dan Widiastuti (2005) yang telah dimodifikasi. 24

41 3.3. PROSEDUR PENELITIAN Modifikasi Dari hasil pengujian performansi alat pengebor tanah hasil rancangan Kurniawati dan Widiastuti, 2005 yang telah dilakukan oleh Ramadhan (2005) didapatkan beberapa permasalahan yang terjadi saat alat pengebor tanah mekanis dioperasikan. Beberapa permasalahan yang terjadi yaitu: a. motor penggerak yang sulit dinyalakan akibat terjadi kerusakan pada starter motor b. penyetelan gas pada motor yang sulit dilakukan c. desain mata bor yang cenderung rata dengan tanah mengakibatkan mata bor sering kali tidak dapat memotong tanah sehingga mata bor diam d. terjadi kerusakan pada spy (pasak) yang terdapat pada sambungan antara gear box dan motor e. rangka pada alat pengebor mekanis masih menggangu operator pada saat pengoperasian, karena rangka terlalu sempit dan terlalu dekat dengan mata bor dan kegunaan rangka belum berfungsi dengan baik f. pengunci pada sambungan antara gear box dan mata bor kurang baik sehingga ketika mata bor tidak dapat memotong tanah sering kali mata bor terlepas dari sambungan g. berat alat pengebor yang tidak merata antara operator 1 dan 2 dan cenderung lebih berat ke operator 2, mengakibatkan rasa pegal dan lelah yang lebih cepat dibandingkan dengan operator 1. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan, untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik dari alat pengebor mekanis ini maka perlu dilakukan beberapa perbaikan dan modifikasi pada alat tersebut. Pada proses modifikasi yang akan dilakukan hanya terbatas pada modifikasi rangka dan desain mata bor. Modifikasi rangka bertujuan untuk lebih memudahkan operator dalam mengoperasikan alat dan mengurangi getaran yang terjadi saat 25

42 alat dioperasikan. Sedangkan desain mata bor untuk memperbaiki kinerja dari alat tersebut pada saat mata bor memotong tanah. Dalam proses modifikasi juga dilakukan analisis perancangan, yang terdiri dari analisis fungsional dan analisis struktural. Dalam analisis fungsional dilakukan penentuan komponen dan bahan komponen untuk memodifikasi alat tersebut. Sedangkan analisi struktural menentukan bentuk dan ukuran dari komponen yang sesuai dengan kebutuhan setelah dianalisis melalui pendekatan-pendekatan teoritis Modifikasi Rangka Rangka merupakan tempat dudukan untuk motor bakar dan sistem transmisi. Rangka dibuat dari besi pipa berlubang dengan diameter 2.54 cm yang ditekuk sehingga membentuk seperti huruf U yang bagian ujungnya memanjang kesamping luar. Pada cekungan besi merupakan tempat untuk menempatkan motor bakar dan transmisi sedangkan kedua ujungnya merupakan batang kendali untuk operator. Pada desain rangka alat pengebor mekanis sebelumnya (Kurniawati, 2005), bentuk rangka sejajar antara batang kendali, dudukan sistem transmisi dan dudukan motor sehingga menyulitkan operator dalam berkomunikasi dan beban yang tidak merata sehingga sulit dalam pengoperasian. Untuk tempat dudukan motor bakar dan sistem transmisi digunakan besi plat dengan tebal 0.3 cm dan besi siku dengan tebal 0.4 cm yang disambung dengan besi pipa utama. Penyambungan dilakukan dengan cara pengelasan. Untuk menyangga rangka pada saat alat pengebor tidak dioperasikan dan untuk memudahkan dalam transportasi maka dibuat penyangga rangka. Bahan yang digunakan adalah besi pipa dengan dimeter 3.79 cm dan besi siku dengan tebal 0.4 sebagai pengokoh. Pada alas kaki penyangga tersebut dipasang roda karet dengan diameter roda 15 cm Modifikasi Mata Bor Mata bor yang digunakan berbentuk spiral, dibuat dari besi plat dengan ketebalan 0.4 cm yang dibentuk menjadi lingkaran berlubang dengan diameter 26

43 luar 30 cm dan diameter dalam untuk poros mata bor 5 cm. Panjang ulir adalah 40 cm dengan jarak antar pitch 20 cm. Sedangkan pada perancangan sebelumnya (Kurniawati, 2005) panjang ulir adalah 30 cm dengan jarak antar pitch 15 cm. Mata bor direncanakan dapat membuat lubang tanam dengan diameter lubang 30 cm dan kedalaman 60 cm. Sehingga jika lubang tanam pada tanaman perkebunan yang umumnya menggunakan ukuran lubang tanam 60 cm x 60 cm x 60 cm, maka dengan menggunakan alat pengebor tanah ini diperlukan pengeboran sebanyak 4 kali pengeboran. Untuk bagian poros dibuat dari besi pipa dengan diameter 5 cm. Poros tersebut kemudian disatukan dengan spiral dengan cara pengelasan. Pada ujung mata bor dibuat penitik yang terbuat dari besi pejal dengan diameter 5 cm yang disambungkan dengan poros mata bor dengan cara pengelasan Uji Performasi Pengujian alat pengebor yang telah dimodifikasi bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan dari kinerja alat dan perbaikan permasalahan yang dihadapi saat alat dioperasikan dan akan dibandingkan dengan hasil pengujian sebelumnya. Pengujian meliputi pengujian kinerja alat, pengujian getaran dan pengujian kebisingan Persiapan alat dan lahan Alat yang akan diuji dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Persiapan meliputi pengecekan bahan bakar, oli motor, pelumas untuk gear box dan pemeriksaan keadaan alat secara keseluruhan untuk menghindari masalah yang tidak diinginkan. Pengujian dilakukan dilahan yang telah diolah yang tersedia di Laboratorium Lapang, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Persiapan lahan diperlukan untuk mempermudah proses pengeboran luasan lahan dan penentuan titik pengeboran. Lahan yang akan digunakan adalah berukuran 0.6 x 0.6 m yang ditandai dengan patok. Kemudian dilakukan penentuan titik pengeboran. 27

44 Lubang tanam yang akan dibuat dengan alat pengebor tanah mekanis sebanyak 4 lubang pada masing-masing putaran mesin, yaitu 3000, 4000 dan 5000 rpm. Lahan yang telah ditandai tersebut kemudian dibersihkan dari tanaman penggangu, sampah dan bebatuan. Apabila lahan terlalu keras dan kering maka harus diberi air secukupnya. Tujuannya untuk menghindari kerusakan pada mata bor dan memudahkan pengoperasian alat pengebor Pengujian kinerja alat Pengujian kinerja alat adalah untuk mengetahui kapasitas kerja dari alat yang telah di modifikasi. Kapasitas kerja dibagi menjadi dua yaitu, kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Kapasitas lapang teoritis didapat dengan dengan mengukur waktu yang diperlukan alat pengebor untuk masuk ke lubang tanam dengan kedalaman 60 cm dan diameter 30 cm tanpa adanya beban pengeboran. Kapasitas lapang teoritis dihitung dengan menggunakan rumus : Jumlah lubang Kapasitas lapang teoritis (KLT) =...(3.1) Waktu pengeboran Sedangkan kapasitas lapang efektif didapat dengan mengukur jumlah lubang yang dibuat dan waktu pengeboran dengan adanya beban pengeboran. Kapasitas lapang efektif dihitung dnngan menggunakan rumus : Kapasitas lapang efektif (KLE) = Jumlah lubang...(3.2) Waktu pengeboran Dari hasil perhitungan kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif maka kita dapat menghitung besarnya efisiensi yang didapat selama proses pengujian. Efisiensi pengeboran dihitung dengan menggunakan rumus : KLE Efisiensi pengeboran = 100%...(3.3) KLT Dimana : KLE = kapasitas lapang efektif (lubang/jam) KLT = kapasitas lapang teoritis (lubang/jam) 28

45 Pengukuran Getaran Pengujian dilakukan pada saat motor dihidupkan dan pada saat alat beroperasi. Putaran motor diukur dengan menggunakan tachometer untuk membandingkan getaran yang terjadi pada beberapa tingkat rpm. Tingkat getaran mekanis diukur dengan menggunakan vibrationmeter untuk mengetahui percepatan getaran. Pengukuran dilakukan dengan tiga dimensi,yaitu pada sumbu X, Y dan Z. Bagian yang akan diukur tingkat getarannya adalah batang kendali. Gambar 3.1. Letak sumbu x, y dan z pada tangan Pengukuran Kebisingan Tingkat kebisingan diukur dengan menggunakan sound level meter pada saat pengoperasian alat. Pengukuran dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan yaitu pada 10 cm dari telinga kanan dan kiri kedua operator dan pada knalpot motor penggerak dengan putaran mesin yang berbeda-beda. 29

46 BAB 4 ANALISIS RANCANGAN 4.1. DAFTAR KEHENDAK PERANCANGAN Alat pengebor yang akan dimodifikasi adalah alat pengebor yang telah dirancang oleh Kurniawati dan Widiastuti (2005). Untuk mendapatkan performa alat yang lebih baik maka perlu dilakukan proses modifikasi. Modifikasi yang akan dilakukan hanya pada komponen tertentu, terutama pada komponen yang memiliki banyak masalah pada saat alat dioperasikan. Komponen yang akan dimodifikasi adalah rangka dan mata bor. Berdasarkan pengkajian mengenai kebutuhan untuk membuat lubang tanam, terdapat beberapa kriteria perancangan, yaitu: a. Dimensi alat pengebor: Panjang 100 cm Lebar cm Tinggi cm b. Motor penggerak yang digunakan adalah motor bensin dengan daya 3.25 HP dan memiliki kecepatan putar maksimum 5000 rpm. c. Sistem transmisi yang digunakan adalah worm gear. d. Jenis tanah yang akan dibor adalah jenis tanah gembur. e. Mata bor berbentuk spiral dengan diameter 30 cm. f. Dapat dioperasikan dengan kedua tangan. g. Mekanisme yang digunakan mudah dan murah Berdasarkan kriteria di atas maka dibuat spesifikasi dari alat yang akan dirancang dalam bentuk daftar kehendak. Spesifikasi merupakan daftar persyaratan dan sifat yang harus dimiliki oleh alat yang akan dirancang. Persyaratan yang ada dalam spesifikasi dibagi menjadi dua yaitu demand dan wishes. Spesifikasi dari alat pengebor yang akan dimodifikasi dapat dilihat pada tabel

47 Tabel 4.1. Daftar kehendak Demand and wishes Spesifikasi alat pengebor Geometri D Dimensi alat pengebor: Panjang 100 cm Lebar cm Tinggi cm Kinematika D Mekanismenya mudah dioperasikan D Mengubah arah gerakan rotasi horisontal menjadi vertikal Gaya D Dapat mengebor tanah dengan baik D Tidak mudah terjadi slip Energi D Mudah didapat D Murah W Memiliki efisiensi yang tinggi Material D Bahan rangka memiliki struktur yang kokoh dan tahan karat W Bahan dan komponen mudah didapat W Rangka terbuat dari baja biasa W Ringan Ergonomika D Pengoperasian mudah D Sesuai dengan tubuh orang Indonesia W Mudah dipindahkan W Dapat meredam getaran W Nyaman dalam penggunaan Keselamatan D Aman dalam penggunaan 31

48 D W D D D D W D D W D W W Bagian yang berbahaya diberi pelindung Aman bagi manusia dan lingkungan Fungsi Dapat mengebor dengan baik Dapat membuat lubang tanam dengan diameter 30 cm Produksi Memiliki kualitas yang baik Bentuk sederhana Dapat dibuat oleh bengkel biasa Estetika Memiliki bentuk konstruksi yang menarik dan proposional Perawatan Komponen-komponen pengganti mudah didapat Mudah dalam perawatan Biaya Biaya pembuatan yang murah Harga komponen pengganti yang murah Murah dalam perawatannya 4.2. ABSTRAKSI DAN PERUMUSAN MASALAH Setelah dibuat daftar kehendak, yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan analisis ulang terhadap daftar kehendak diatas (spesifikasi). Hal ini penting dilakukan karena dengan analisis ini dapat ditentukan tugas utama perancangan yang akan dilakukan. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam analisis adalah sebagai berikut: a. Abstraksi 1 dan 2 Pada abstraksi 1 dan 2 ini yang dilakukan adalah dengan mengabaikan keinginan-keinginan dan kehendak-kehendak pribadi yang 32

49 tidak berarti secara langsung terhadap fungsi dan kendala yang lebih penting. Hasil dari abstraksi 1 dan 2 dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Abstraksi pada daftar kehendak Demand and wishes Spesifikasi alat pengebor Geometri D Dimensi alat pengebor: Panjang 100 cm Lebar cm Tinggi cm Kinematika D Mekanismenya mudah dioperasikan D Mengubah arah gerakan rotasi horisontal menjadi vertikal Gaya D Dapat mengebor tanah dengan baik D Tidak mudah terjadi slip Energi D Mudah didapat D Murah W Memiliki efisiensi yang tinggi Material D Bahan rangka memiliki struktur yang kokoh dan tahan karat W Bahan dan komponen mudah didapat W Rangka terbuat dari baja biasa W Ringan Ergonomika D Pengoperasian mudah D Sesuai dengan tubuh orang Indonesia W Mudah dipindahkan W Dapat meredam getaran W Nyaman dalam penggunaan 33

50 D D W D D D D W D D W D W W Keselamatan Aman dalam penggunaan Bagian yang berbahaya diberi pelindung Aman bagi manusia dan lingkungan Fungsi Dapat mengebor dengan baik Dapat membuat lubang tanam dengan diameter 30 cm Produksi Memiliki kualitas yang baik Bentuk sederhana Dapat dibuat oleh bengkel biasa Estetika Memiliki bentuk konstruksi yang menarik dan proposional Perawatan Komponen-komponen pengganti mudah didapat Mudah dalam perawatan Biaya Biaya pembuatan yang murah Harga komponen pengganti yang murah Murah dalam perawatannya b. Abstraksi 3 Pada abstraksi ini yang dilakukan adalah mentransformasikan data kuantitatif menjadi kualitatif serta mereduksinya menjadi persyaratan yang penting. Hasil yang didapat adalah: 1. Dimensi alat pengebor: Panjang 100 cm Lebar cm Tinggi cm 2. Mekanismenya mudah dioperasikan 3. Mengubah arah gerakan rotasi horisontal menjadi vertikal 34

51 4. Dapat mengebor tanah dengan baik 5. Tidak mudah terjadi slip 6. Mudah didapat 7. Murah 8. Bahan rangka memiliki struktur yang kokoh dan tahan karat 9. Bahan dan komponen mudah didapat 10. Pengoperasian mudah 11. Sesuai dengan tubuh orang Indonesia 12. Mudah dipindahkan 13. Dapat meredam getaran 14. Aman dalam penggunaan 15. Bagian yang berbahaya diberi pelindung 16. Dapat mengebor dengan baik 17. Dapat membuat lubang tanam dengan diameter 30 cm 18. Memiliki kualitas yang baik 19. Bentuk sederhana 20. Dapat dibuat oleh bengkel biasa 21. Memiliki bentuk konstruksi yang menarik dan proposional 22. Komponen-komponen pengganti mudah didapat 23. Mudah dalam perawatan 24. Biaya pembuatan yang murah 25. Harga komponen pengganti yang murah c. Abstraksi 4 Pada langkah ini dilakukan formulasi dari abstraksi menjadi bentuk yang lebih umum. Hasil yang diperoleh adalah modifikasi alat pengebor tanah sederhana yang dapat mengebor tanah dengan diameter 30 cm dengan performansi yang baik dan konstruksi yang kokoh dan nyaman dalam penggunaan. 35

52 d. Abstraksi 5 Hasil yang diperoleh dari proses perancangan diatas telah sesuai dengan kebutuhan, yaitu: modifikasi alat pengebor tanah yang memiliki performansi yang lebih baik dan nyaman dalam penggunaan STRUKTUR FUNGSI Struktur fungsi ini didefinisikan sebagai hubungan secara umum antara input dan output dari suatu sistem teknik yang akan menjalankan suatu tugas tertentu. Sedangkan fungsi keseluruhan adalah kegunaan dari alat tersebut. Lalu fungsi keseluruhan ini kemudian akan diuraikan menjadi beberapa sub fungsi yang mempuyai tingkat kesulitan yang lebih rendah. Sehingga sub fungsi merupakan suatu tugas yang harus dijalankan oleh komponenkomponen yang menyusun alat tersebut. Rangkaian dari beberapa sub fungsi untuk menjalankan suatu tugas keseluruhan disebut struktur fungsi. Adapun tujuan dari menetapkan struktur fungsi adalah untuk memperoleh satu definisi yang sangat jelas dari sub sistem yang baru dikembangkan sehingga keduanya dapat diuraikan secara terpisah. a. Fungsi Keseluruhan Pada bagian ini fungsi akan digambarkan dengan menggunakan diagram balok yang akan memperlihatkan hubungan antara input dengan output, dimana input dan output tersebut akan berupa aliran energi, material dan sinyal. E 1 M 1 S 1 Alat Pengebor Tanah E 0 M 0 S 0 Gambar 4.1. Fungsi keseluruhan. Di mana: Aliran energi E 1 : Energi input E 0 : Energi output 36

53 Aliran material M 1 : Material input M 0 : Material output Aliran sinyal S 1 : Sinyal input S 0 : Sinyal output b. Sub Struktur Fungsi Tugas utama yang terdapat pada fungsi keseluruhan kemudian diuraikan menjadi fungsi bagian. Dengan demikian didapat sub struktur fungsi dari alat pengebor tanah. Untuk memudahkan dalam penggabungan dari berbagai prinsip pemecahan masalah untuk sub fungsi-sub fungsi yang terdapat pada struktur fungsi, maka prinsip pemecahan masalah yang akan dicari terlebih dahulu adalah yang berhubungan langsung dengan kegiatan pengeboran. Pada gambar 4.2 diperlihatkan diagram sub struktur fungsi dari alat pengebor tanah. E 1 S 1 Pengubahan energi panas Perubahan energi mekanik E 1 M 1 Obyek pengeboran Hasil pengeboran M 1 Sisa pengeboran M s Gambar 4.2. Sub struktur fungsi alat pengebor tanah. 37

54 4.4. PRINSIP SOLUSI UNTUK SUB FUNGSI Setelah dibuat struktur fungsi keseluruhan dan sub fungsinya, maka selanjutnya dicari prinsip-prinsip solusi untuk memecahkan masalah yang dapat memenuhi sub fungsi tersebut. Metode yang digunakan dalam mencari prinsip solusi yaitu metode yang mengkombinasikan semua solusi yang ada dalam bentuk matriks. Didalam matriks tersebut berisi sub-sub fungsi dari struktur fungsi dimana setiap sub-sub fungsi terdiri dari satu atau lebih solusi-solusi yang dapat dipilih dan dikombinasikan sehingga dapat diperoleh prinsip-prinsip solusi. Prinsip solusi diusahakan sebanyak mungkin, tetapi prinsip-prinsip tersebut perlu dianalisa kembali, dimana prinsip solusi yang kurang bermanfaat dapat dihilangkan atau diabaikan dengan tujuan agar tahap perancangan konsep selanjutnya tidak terlalu banyak dievaluasi. Prinsip solusi yang akan dikombinasikan dapat dilihat pada tabel 4.3. Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam mengkombinasikan prinsip solusi yaitu: a. Kesesuain dengan prinsip keseluruhan b. Terpenuhinya keinginan yang tercantum dalam daftar spesifikasi c. Dapat dibuat atau diwujudkan d. Pengetahuan tenang konsep yang memadai e. Biaya memadai f. Faktor keamanan alat 38

55 Tabel 4.3. Prinsip solusi sub fungsi Prinsip solusi Sub fungsi A B C D Motor penggerak Motor bensin Rangka - - Pipa baja berlubang Pipa baja pejal Penyalur daya Kopling sentrifugal Pengubah putaran Roda gigi cacing silindris Penyambung - - Pin Cak Jenis mata bor Tipe helikal Tipe spiral Tipe iwan besar Tipe iwan kecil Ujung mata bor - - Besi berlubang Besi pejal 39

56 4.5. KOMBINASI PRINSIP SOLUSI Setelah prinsip solusi sub fungsi dibuat langkah selanjutnya dilakukan kombinasi sehingga terbentuk suatu sistem yang paling menunjang. Kombinasi tersebut akan dibagi dalam bebrapa varian-varian yang dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4.(a). Kombinasi prinsip solusi sub fungsi Prinsip solusi A B C D Sub fungsi 1. Motor penggerak 2. Rangka 3. Penyalur daya 4. Pengubah putaran 5. Penyambung 6. Jenis mata bor 7. Ujung mata bor

57 Tabel 4.4.(b). Kombinasi prinsip solusi sub fungsi Prinsip solusi Sub fungsi 1. Motor penggerak A B C D 2. Rangka 3. Penyalur daya 4. Pengubah putaran 5. Penyambung 6. Jenis mata bor 7. Ujung mata bor Dari hasil kombinasi prinsip solusi yang terdapat pada tabel 4.4 dihasilkan varian-varian sebagai berikut: - Varian 1 : 1A, 2A, 3A, 4A, 5A, 6A, 7A - Varian 2 : 1A, 2A, 3A, 4A, 5B, 6B, 7B - Varian 3 : 1A, 2B, 3A, 4A, 5A, 6C, 7A - Varian 4 : 1A, 2A, 3A, 4A, 5A, 6C, 7A - Varian 5 : 1A, 2A, 3A, 4A, 5B, 6A, 7A - Varian 6 : 1A, 2B, 3A, 4A, 5A, 6B, 7B - Varian 7 : 1A, 2B, 3A, 4A, 5B, 6C, 7A - Varian 8 : 1A, 2A, 3A, 4A, 5A, 6B, 7B 41

58 4.6. PEMILIHAN KOMBINASI TERBAIK Pada langkah ini akan dilakukan penyeleksian terhadap varian-varian yang terdapat pada tabel 4.4 dengan menggunakan tujuh kriteria sebagai tolak ukurnya. Pada tabel 4.5 dapat dilihat tabel seleksi yang digunakan untuk melakukan penyeleksian varian-varian. Tabel 4.5. Pemilihan varian konsep TABEL SELEKSI Varian dievaluasi dengan kriteria solusi Keputusan tanda solusi varian (+) Ya (+) Ya (-) Tidak (-) Tidak (?) Kekurangan informasi (?) Kekurangan informasi (!) Periksa spesifikasi (!) Periksa spesifikasi Sesuai dengan fungsi keseluruhan Sesuai dengan daftar kehendak Secara prinsip dapat diwujudkan Dalam batasan biaya produksi Pengetahuan tentang konsep memadai Sesuai dengan keinginan pembuat Memenuhi syarat keamanan A B C D E F G Penjelasan SV V Tidak sesuai - V Sesuai + V Tidak sesuai - V Tidak sesuai - V Tidak sesuai - V Tidak sesuai - V Tidak sesuai - V Sesuai + 42

59 Penyeleksian dilakukan dengan cara mengeliminasi dan memilih berdasarkan tujuh kriteria seperti diatas. Dengan mempertimbangkan ketujuh kriteria itu, varian-varian yang mampu memenuhi kriteria adalah varian 2 dan EVALUASI Setelah ditentukan varian-varian yang terbaik, maka dilakukan evaluasi pada kedua varian tersebut. Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh nilai kegunaan atau kekuatan dari solusi yang berkenaan dengan obyek yang diberikan. Evaluasi meliputi penilaian teknis, keamanan, lingkungan, dan nilai-nilai ekonomis dengan bobot nilai kriteria evaluasi berdasarkan tingkat pengaruh yang berbeda-beda yang terlihat jelas dengan membuat diagram pohon obyektif pada gambar 4.3 yang dilengkapi dengan faktor pertimbangan dan bobot nilai dari tiap kriteria. Nilai yang dicetak tebal merupakan bobot nilai berdasarkan tingkat pengaruhnya pada rancangan secara keseluruhan yang dibuat dalam kriteria-kriteria evaluasi yang mengacu pada parameter-parameter dari tiap-tiap kriteria tersebut Evaluasi dilanjutkan dengan memasukan kriteria-kriteria evaluasi, bobot kriteria-kriteria evaluasi dan parameter-parameternya kedalam tabel evaluasi varian konsep seperti pada tabel 4.6. Besarnya nilai setiap parameter dari masing-masing varian sebaiknya adalah harga nominal dengan menggunakan pedoman penilaian pada tabel 2.3 dan menghitung nilai keseluruhan dari tiap varian menggunakan persamaan

60 Efektifitas pemotongan Pemaksimalan hasil pemotongan Kelancaran proses pemotongan Kemudahan operasi Kemudahan perawatan Mekanisme sederhana Komponen mudah diganti Mudah dibersihkan Alat pengebor tanah 1 1 Keamanan Kemudahan operator Aman untuk operator Ramah lingkungan Kesederhanaan konstruksi Kemudahan dirakit Komponen sederhana Mudah didapat Komponen mudah dibuat Gambar 4.3. Diagram pohon objektif 44

61 45

62 Setelah nilai keseluruhan (OWP) untuk masing-masing varian konsep telah diperoleh, langkah selanjutnya adalah dilakukannya evaluasi titik lemah dari masing-masing varian karena kedua varian tersebut memiliki OWP yang berdekatan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh konsep solusi yang memuaskan. Evaluasi titik lemah merupakan penjabaran dari tabel 4.6 dimana nilai dari setiap kriteria evaluasi untuk masing-masing varian digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti pada gambar 4.4. Urutan batang berdasarkan urutan kriteria evaluasi pada tabel 4.6 dan besarnya tergantung pada nilai bobotnya. Sedangkan panjang batang tergantung pada nilai yang diberikan perancang umtuk masing-masing kriteria evaluasi. Semakin panjang batang maka semakin baik, demikian pula sebaliknya. Varian 2:OVW 2 =6.9 Varian 8: OVW 8 = Gambar 4.4. Profil nilai untuk mendeteksi titik lemah. 46

63 Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa varian 2 memenuhi syarat-syarat dalam konsep perancangan karena memiliki nilai OVW lebih besar dari pada nilai OVW varian 8, sehingga untuk solusi akhir dipilih varian RANCANGAN FUNGSIONAL Kriteria rancangan diatas merupakan landasan yang digunakan dalam desain alat bor tanah. Bagian utama dari bor tanah ini untuk memenuhi kriteria terdiri dari rangka, motor penggerak, penyalur daya, sistem transmisi, mata bor dan ujung mata bor. Tiap-tiap bagian utama memiliki fungsi yang berbeda satu sama lain, tapi saling mendukung dalam beroperasinya alat ini. Proses yang diharapkan dari desain alat bor tanah ini adalah bahwa motor bensin yang digunakan dapat memutar mata bor sehingga mampu membuat lubang tanam dengan hasil yang bagus dan sesuai. Kinerja tersebut dapat dikerjakan oleh bagian-bagian utama dari alat bor tanah ini dengan fungsinya masing-masing Rangka Rangka berfungsi sebagai tempat dudukan komponen-komponen alat pengebor, seperti motor bensin, worm gear, dan mata bor serta dapat digunakan oleh operator untuk memegang alat bor tersebut. Selain itu juga berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang terjadi akibat transmisi tenaga dan berat beban. Karena fungsi rangka ini adalah sebagai tempat pemegang maka dibuat dari besi pipa agar tidak melukai operator saat memegangnya. Rangka ini ukurannya didesain sesuai dengan kenyamanan kerja, terutama fungsi rangka yang sangat menentukan sehingga tinggi alat didesain sesuai dengan ukuran tubuh orang Indonesia agar alat dapat dioperasikan dengan nyaman. Selain itu didesain juga penyangga rangka yang berfungsi untuk menyokong rangka pada saat alat tidak digunakan dan memudahkan dalam transportasi. Oleh karena itu pada alas penyangga rangka diberi roda agar alat pengebor mudah untuk dipindahkan. 47

64 Motor Penggerak Motor penggerak merupakan sumber tenaga penggerak yang akan digunakan untuk memutar mata bor. Motor penggerak yang akan digunakan yaitu motor bensin Penyalur Daya Penyalur daya berfungsi untuk menyalurkan daya dari poros motor penggerak ke sistem transmisi. Penyalur daya harus mampu menyalurkan daya secara optimal agar kehilangan energi dapat diperkecil. Dalam penghubung dan pemutusan tenaga putar pada motor bensin merupakan kerja dari kopling yang terhubung langsung dengan poros motor bensin. Dengan adanya kopling memungkinkan adanya pengaturan yang mudah untuk memutuskan atau menghubungkan transmisi daya dalam keadaan berputar Sistem Transmisi Sistem transmisi berfungsi untuk meneruskan jumlah kecepatan yang diberikan pada poros input sampai ke poros outputnya. Sistem transmisi pada alat pengebor tanah ini adalah roda gigi cacing silindris. Sistem transmisi ini sangat efektif khususnya pada motor presisi dan tidak membutuhkan jarak yang panjang antara poros pengendali dan yang dikendalikannya (pengikut). Keuntungan lain transmisi ini, lebih ringkas, putarannya lebih tinggi dan tepat, daya lebih besar dan bunyi kecil antara dua poros sejajar Mata Bor Mata bor berfungsi untuk membuat lubang tanam sesuai dengan ukuran yang ditetapkan dan dapat digunakan untuk mengangkat tanah keatas melalui ulir mata bor Ujung Mata Bor Ujung mata bor atau penitik berfungsi untuk menentukan titik pengeboran dan mempermudah proses pengeboran. 48

65 4.9. RANCANGAN STRUKTURAL Berdasarkan kriteria dan fungsi dari masing-masing bagian, maka langkah selanjutnya adalah menentukan bahan-bahan yang digunakan dalam bagian-bagian tersebut beserta ukurannya. Pemilihan bahan-bahan yang digunakan sebagai komponen dari alat pengebor didasarkan atas hasil analisa teknik, pertimbangan ketersediaan bahan di pasaran dan segi ekonomis. Rancangan bentuk dan ukuran alat disesuaikan dengan anthropometri orang Indonesia dan kemampuan tenaga yang sanggup dikeluarkan oleh manusia. Rancangan struktural secara lengkap dapat dilihat pada lampiran gambar teknik alat pengebor Rangka Rangka terbuat dari bahan besi siku, besi plat dan besi pipa. Besi siku dan besi plat digunakan sebagai bahan karena mempunyai sifat fisik kuat, murah dam mudah penangananya, sedangkan besi pipa digunakan karena bentuknya yang aman sebagai alat pemegang. Sambungan antar besi dengan cara pengelasan. Tujuan pengelasan adalah agar rangka lebih kokoh dan kuat. Bentuk dari rangka sebelum dan sesudah modifikasi alat pengebor dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan 4.6 Batang kendali Dudukan motor Dudukan Worm gear Kaki penyangga Gambar 4.5. Desain rangka alat pengebor tanah (Kurniawati, 2005). 49

66 Batang kendali Dudukan worm gear Dudukan motor Kaki penyangga Gambar 4.6. Desain rangka modifikasi alat pengebor tanah. Dimensi rangka alat pengebor ini dibuat berdasarkan ukuran dari orang Indonesia. Panjang dari alat pengebor 81 cm, lebar 46 cm dan tinggi keseluruhan 98.5 cm. Analisa pemilihan dimensi rangka dapat dilihat pada Bab Analisis Teknik. Rangka alat pengebor ini terdiri dari tangkai pemegang, dudukan worm gear dan dudukan motor bensin. Mengenai ukuran dan dimensi dari rangka alat pengebor ini dapat dilihat pada lampiran 2. Untuk penyokong rangka dibuat dari besi pipa dengan diameter 3.75 cm. Dengan demikian kaki dari rangka utama dapat masuk kedalam besi penyangga rangka yang berfungsi seperti selongsong. Untuk merakit penyangga rangka digunakan besi siku dengan tebal 0.4 cm dan disambung dengan cara dilas. Pada dua kaki penyangga dipasang roda karet dengan diameter roda 15 cm sedangkan satu kaki penyangga diberi alas dari besi plat dengan tebal 0.3 cm agar penyangga rangka tidak mudah bergerak Motor Penggerak Motor penggerak yang digunakan adalah motor bensin merk Robin E086H dengan daya 3.25 HP dan kecepatan putar maksimum 5000 rpm. 50

67 Penyalur Daya Sistem penyaluran daya yang digunakan adalah kopling sentrifugal. Kopling ini bekerja secara otomatis berdasarkan putaran mesin. Apabila putaran mesin telah mencapai rpm tertentu kopling ini akan meneruskan daya yang dihasilkan oleh motor penggerak ke sistem transmisi Sistem Transmisi Komponen transmisi yang digunakan dalam sistem transmisi pada alat pengebor tanah adalah roda gigi cacing silindris, seperti dapat dilihat pada gambar 4.7 Tenaga dari motor bensin ditransmisikan ke roda gigi cacing silindris dengan perbandingan reduksi 1:10. Roda gigi cacing silindris berfungsi sebagai pengubah kecepatan dan arah putar yang disalurkan dari motor ke tempat yang membutuhkan sehingga tenaga putar atau kecepatan putar yang disalurkan sesuai dengan yang dibutuhkan. Gambar 4.7. Roda gigi cacing silindris. Roda gigi cacing silindris memiliki ciri yang paling menonjol yaitu kerjanya yang halus dan hampir tanpa bunyi serta memungkinkan perbandingan transmisi yang besar hingga 1: 100 (Sularso dan Suga, 1997). Transmisi roda gigi cacing silindris sangat efektif khususnya untuk meneruskan putaran dan daya pada poros yang sumbunya saling berpotongan, sebagai pengubah arah putar lurus menjadi tegak lurus dan pereduksi kecepatan putar yang disalurkan dari motor penggerak ke tempat yang 51

68 membutuhkan sehingga kecepatan putar yang disalurkan sesuai dengan yang dibutuhkan Mata Bor Mata bor yang dirancang berbentuk spiral dengan ukuran diameter batang 5 cm dan diameter keseluruhan 30 cm. Bentuk dari mata bor hasil perancangan dapat dilihat pada lampiran 6. Panjang dari mata bor yang akan dirancang adalah 78.5 cm, tujuannya adalah agar dapat membuat lubang tanam dengan kedalaman 60 cm. Selain itu juga disesuaikan dengan tinggi badan dari operator yang akan mengoperasikan alat dengan tujuan agar alat dapat dioperasikan dengan nyaman. Bahan yang digunakan pada daun mata bor adalah plat berbentuk lingkaran dengan ketebalan 0.4 cm yang dibentuk dengan cara dipotong kemudian ditarik seperti pegas dengan jarak antar gang 20 cm dan panjang ulir 40 cm. Setelah itu dilakukan pengelasan untuk menyatukan daun mata bor dengan batang bor Ujung Mata Bor Bahan yang digunakan untuk membuat ujung mata bor harus kuat, karena bagian ini merupakan bagian yang pertama kali bersinggungan dengan tanah. Ujung mata bor dibuat dari besi pejal yang berdiameter 5 cm dengan tinggi 5 cm dan kemudian diruncingkan dengan cara dibubut. 52

69 BAB 5 ANALISIS TEKNIK Analisis teknik diperlukan untuk perancangan atau desain-desain yang memerlukan ketelitian dan ketepatan perhitungan untuk mengetahui kekuatan bahan, gaya-gaya yang bekerja dan daya rencana agar sesuai dengan rancangan awal dan target dari alat yang diharapkan untuk melakukan pengeboran tanah sehingga dapat menyesuaikan karateristik bahan teknik dan kinerja alat RANGKA Rangka merupakan tempat dudukan motor penggerak, sistem transmisi dan batang kendali untuk operator. Penentuan dimensi rangka sangat berpengaruh terhadap kenyaman dari operator. Untuk itulah perlu ditentukan lebar kemudi optimum dan tinggi alat optimum yang nyaman bagi operator terutama operator orang Indonesia Lebar Rangka Optimum Lebar rangka optimum ditentukan oleh lebar bahu, panjang lengan bagian atas dan sinus sudut yang terbentuk antara lengan bagian atas dengan tubuh. Untuk lebar rangka optimum, sudut yang terbentuk antara lengan bagian atas dengan tubuh antara 0º sampai 30º (Zander, 1972). Untuk menghitung lebar rangka optimum rumus yang digunakan adalah: LR maks = LB + (2 x PLBA x sin 30º)...(5.1) LR min = LB...(5.2) Dimana : LR maks = lebar rangka maksimum (cm) LR min = lebar rangka minimum (cm) LB = lebar bahu (cm) PLBA = panjang lengan bagian atas (cm) Penggunaan persentil ke-50 pada penentuan lebar rangka optimum karena persentil ke-50 merupakan persentil rata-rata yang dapat dipakai agar seluruh operator dengan panjang lengan yang berbeda-beda dapat 53

70 menggunakan alat pengebor tanah dengan nyaman. Berdasarkan data anthropometri pada tabel 2.4 dan dengan menggunakan persamaan 5.1 dan 5.2 maka didapatkan lebar rangka maksimum dan minimum dari operator petani di daerah Jawa Barat. Tabel 5.1. Lebar rangka minimum dan maksimum operator di Jawa Barat pada persentil ke-50 Operator Lebar rangka minimum Lebar rangka maksimum (cm) (cm) Darmaga Bogor Indramayu Subang Karawang Rata-rata Berdasarkan data di atas maka didapatkan lebar rangka optimum untuk petani di Jawa Barat adalah antara cm sampai cm. Pada perancangan rangka alat pengebor tanah lebar rangka yang direncanakan adalah 46 cm sehingga masih dalam batas lebar rangka minimum dan maksimum diatas Tinggi Rangka Optimum Menurut Kastaman (1999), tinggi tangan minimum ditentukan oleh tinggi siku, panjang lengan bagian bawah dan sudut yang terbentuk antara lengan bagian bawah dengan tubuh operator yaitu 40º sedangkan tinggi tangan maksimum ditentukan oleh tinggi bahu, panjang lengan bagian atas dan sudut yang terbentuk antara lengan bagian atas dan tubuh operator sebesar 30º. Rumus yang digunakan untuk menghitung tinggi tangan minimum dan maksimum adalah: T maks = TB - PLBA x sin 30º...(5.3) T min = TS PLBB x cos 40º...(5.4) Dimana : 54

71 T maks = tinggi tangan maksimum operator (cm) T min = tinggi tangan minimum operator (cm) TB = tinggi bahu (cm) TS = tinggi siku (cm) PLBB = panjang lengan bagian bawah (cm) PLBA = panjang lengan bagian atas (cm) Berdasarkan data anthropometri persentil ke-50 petani di Jawa Barat pada tabel 2.4 dan berdasarkan persamaan 5.3 dan 5.4 maka didapatkan tinggi rangka minimum dan tinggi maksimum seperti pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Tinggi rangka minimum dan maksimum operator di Jawa Barat pada persentil ke-50 Operator Tinggi rangka minimum Tinggi rangka maksimum (cm) (cm) Darmaga Bogor Indramayu Subang Karawang Rata-rata Berdasarkan tabel di atas, didapatkan hasil perhitungan tinggi rangka operator di Jawa Barat adalah cm sampai cm. Sedangkan pada perancangan rangka alat pengebor tanah direncanakan memiliki tinggi 98.5 cm sehingga masih diantara batas tinggi minimum dan maksimum diatas ULIR Ulir atau screw biasanya terdiri dari sudu pemutar yang menempel pada poros dengan gerakan memutar. Poros dan sudu bergerak berputar sepanjang sumbu longitudinal. Ketika poros berputar bahan material yang ada di dalamnya bergerak maju dengan adanya dorongan dari sudu tersebut. Cara kerja screw ini membuat bahan material bergerak meluncur di dalam pipa, yang prinsipnya hampir sama dengan gerakan mur dan baut. 55

72 Screw memiliki desain yang sederhana, sehingga mudah dalam perawatannya. Screw biasanya beroperasi secara horisontal atau setidaknya memiliki kenaikan sudut 10º sampai dengan 20º. Desain khusus masih memungkinkan untuk membawa bahan material secara vertikal. Suatu pemikiran akan muncul ketika pergerakan 1 putaran screw diandaikan sempurna, dari putaran tersebut akan membentuk suatu sudut miring. Menurut Khurmi dan Gupta (1982), besarnya sudut kenaikan pitch dari screw dapat dicari dengan menggunukan persamaan 5.5. p tan α =...(5.5) πd di mana : α = sudut kenaikan screw p = panjang pitch dari screw d = diameter screw 20 tan α = πx30 = arc tan = 11.9º 12º Jadi besar kenaikan ulir adalah 12º R N α p α p F α α πd W Gambar 5.1. Gaya keliling untuk mengangkat beban. 56

73 Prinsip kerja yang terdapat pada screw terdapat pada bidang miring tersebut, maka gaya yang bekerja untuk menaikan beban dapat dipertimbangkan menjadi gaya horisontal seperti terlihat pada Gambar 5.1. Gaya-gaya yang terjadi sepanjang lintasan yaitu : P cos α = W sin α + μ R N...(5.6) R N = p sin α + W cos α...(5.7) Dimana : P = gaya keliling yang terjadi untuk menaikan atau menurunkan beban W = berat dari muatan yang akan dibawa μ = koefisien gesek antara bidang screw dengan tanah Dengan mendistribusikan persamaan 5.6 kedalam persamaan 5.7, maka didapat : P cos α = W sin α + μ (p sin α + W cos α) = W sin α + μ P sin α + μ W cos α P cos α μ P sin α = W sin α + μ W cos α P (cos α μ sin α) = W (sin α + μ cos α) ( sinα + cosα ) ( cosα μ sinα ) P = W...(5.8) Jika μ = tan Φ, maka Φ= tan -1 μ...(5.9) ( sinα + tanφ cosα ) ( cosα tanφ sinα ) P = W...(5.10) Sehingga : ( sinα cosφ + sinφ cosα ) ( cosα cosφ sinφ sinα ) P = W...(5.11) ( ) ( ) sin α + φ = W...(5.12) cos α + φ ( α + φ) P = W tan...(5.13) Torsi = d P...(5.14) 2 d T = W tan( α + φ)...(5.15) 2 Diasumsikan bahwa bentuk mata bor menyerupai tabung yang didalamnya terdapat ulir. Pengukuran masa tanah yang mengisi ulir pada mata 57

74 bor dilakukan dengan mencelupkan mata bor sedalam 60 cm kedalam bak dengan jari-jari 18 cm yang berisi air dengan luasan permukaan air sebesar cm 2. Perbedaan tinggi mata air sebelum dan sesudah mata bor dicelupkan adalah 1.1 cm. Volume mata bor diukur dengan menggunakan rumus: Volume mata bor = beda tinggi permukaan air x luasan permukaan air = 0.9 cm x cm 2 = cm 3 Volume tanah = kedalaman pengeboran x diameter lubang = 60 cm x 30 cm = 1800 cm 3 Volume tanah yang mengisi ulir = = cm 3 Jika massa jenis tanah adalah 2.2 gram/cm 3, maka massa tanah adalah : Massa tanah = v x ρ = cm 3 x 2.2 gram/cm 3 = gram = 1.9 kg Jadi berat tanah yang mengisi ulir adalah 1.9 kg, sedangkan berat dari mata bor adalah 10 kg, sehingga berat total mata bor dan tanah saat pengeboran adalah 1.9 kg + 10 kg = 11.9 kg W = m x g = 11.9 kg x 9.8 m/s 2 = N Dengan demikian diketahui bahwa F V = N Sudut gesek (Φ ) = arc tan μ = arc tan 0.2 = 11.30º Jadi sudut gesek adalah 11.30º Besar gaya keliling yang terjadi untuk menurunkan beban : F h = W tan (Φ + α) = N x tan (12º º) = 44.7 N Torsi yang terjadi pada mata bor adalah : 58

75 T = ( F + F ) h v d 2 30 = ( ) 2 = Ncm = 24.2 Nm 5.3. MOTOR PENGGERAK Untuk menggerakan mata bor diperlukan torsi sebesar 24.2 Nm sehingga diperlukan motor dengan daya yang dapat menghasilkan torsi sebesar 24.2 Nm atau lebih. Jika daya yang dibutuhkan untuk memutar mata bor tetap (P=0), dengan perbandingan Worm gear 1:10 maka : T 1 x n 1 = T 2 x n 2 T 1 = T2 n n 2 1 T1 1 = T 1 = 2.4 Nm Jadi untuk menggerakan mata bor torsi minimum yang harus dihasilkan oleh motor adalah 2.4 Nm. Jika putaran mata bor maksimum yang digunakan untuk mengebor tanah adalah 500 rpm, karena adanya worm gear dengan perbandingan 10:1 maka putaran motor maksimumnya adalah 5000 rpm. Kecepatan sudut (ω) = 2 x π x n...(5.16) = 60 = rad/s Sehingga daya motor yang diperlukan adalah : P = T x ω = 2.4 Nm x rad/s = 1256 W = 1.3 kw Sedangkan motor penggerak yang digunakan adalah motor bensin 2 tak bermerk ROBIN E086H dengan daya keluaran maksimal sebesar 3.25 HP. 59

76 Untuk mendapatkan nilai dalam kw dikalikan dengan (Sularso dan Suga, 1997), sehingga: 3.25 PS = 3.25 x = 2.43 kw Karena daya motor yang digunakan lebih besar dibandingkan dengan daya perhitungan maka motor tersebut dapat digunakan untuk memutar mata bor POROS MATA BOR Poros merupakan salah satu bagian yang penting pada suatu mesin. Poros berfungsi untuk meneruskan daya yang dihasilkan oleh mesin dan biasanya berupa putaran. Diagram alir dapat dilihat pada lampiran 7. Menurut Sularso dan Suga (1997), besarnya daya rencana diperoleh dengan rumus : P d = f c x P...(5.17) Dimana : P d = daya rencana (kw) f c = faktor koreksi P = daya nominal output Tabel 5.3. Faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan (f c ) Daya yang akan ditransmisikan Daya rata-rata yang diperlukan Daya maksimum yang diperlukan Daya normal f c Momen puntir atau disebut juga momen rencana (T) yang terjadi pada poros dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Pd n 5 T = 9.74x10...(5.18) 1 Dimana : T = momen rencana (kg.mm) Pd = daya rencana (kw) n 1 = putaran pada poros penggerak (rpm) 60

77 Besarnya tegangan geser yang diijinkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan σ B τ a = ( Sf xsf )...(5.19) 1 2 Dimana : τ a = tegangan geser yang diijinkan (kg/mm 2 ) σ B = kekuatan tarik bahan (kg/mm 2 ) Sf 1 = faktor keamanan bahan poros Sf 2 = faktor keamanan bahan poros pengaruh dari kekasaran permukaan Sehingga rumus untuk menghitung diameter poros dengan beban puntir yaitu : ds = K tcbt...(5.20) τ a Dimana : ds = diameter poros (mm) τ a = tegangan geser yang diijinkan (kg/mm 2 ) K t = faktor koreksi C b = faktor akibat beban lentur T = momen rencana (kg.mm) Dari putaran maksimum 5000 rpm direduksi oleh reduction gear yang memiliki efisiensi tenaga sebesar 99%. Perbandingan reduksi yang dimiliki worm gear adalah 1:10 (Kurniawati, 2005), sehingga putaran poros mata bor yang mengalami pereduksian adalah: n 2 z = 1...(5.21) n 1 z 2 Dimana: n 1 n 2 z 1 dan z = n n2 = 10 n = 500rpm 2 : putaran pada poros input (rpm) : putaran pada poros output (rpm) : perbandingan jumlah gigi pada worm gear 61

78 Kecepatan putar poros keluaran worm gear adalah 500 rpm.. Penyaluran daya dari motor ke worm gear yaitu melalui sistem kopling, sehingga perlu diperhitungkan juga daya yang dihasilkan oleh kopling dengan efisiensi 85% (Kurniawati, 2005). P 2 = 85% x 3.25 HP = 2.76 HP Daya yang disalurkan melalui worm gear adalah: P 2 = 99% x 2.76 HP = 2.73 HP Sehingga: P = 2.73 HP x = 2.04 kw Daya rencana: Pd = 1.2 x 2.04 = 2.45 kw Momen puntir: T = 9.74x10 5 x = kg.mm Diasumsikan bahan poros yang dipakai adalah baja difinis dingin (S35C- D) dengan alasan poros dapat dibubut, digerinda dan diperlakukan lainnya. Bahan ini memiliki kekuatan tarik σ b = 53 kg/mm 2, dengan Sf 1 = 6 dan Sf 2 = 2, sehingga tegangan geser yang diijinkan: 53 2 τ a = = 4.42kg / mm 6x2 Faktor koreksi untuk momen puntir adalah Kt = 1.5 dan beban dikenakan secara halus dengan faktor lenturan adalah Cb = 2. Dari nilai-nilai tersebut diameter poros dapat ditentukan: d s 5.1 = x1.5x2 x = mm 2.5 cm Dari hasil perhitungan diameter poros minimal adalah 2.5 cm. Sedangkan pada perancangan dibuat diameter 5 cm sehingga masih cukup aman dalam penggunaan. 62

79 BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH Modifikasi alat pengebor tanah untuk membuat lubang tanam didasarkan pada metode yang dirancang oleh Pahl dan Beintz (1976). Metode ini merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan permasalahan dan mengoptimalkan penggunaan material, teknologi dan keadaan ekonomi yang dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : klasifikasi tugas, perancangan konsep, perancangan bentuk dan perancangan detail. Dengan didasarkan pada tahapan-tahapan tersebut diperoleh suatu varian yang paling sesuai untuk memodifikasi alat pengebor tanah. Kriteria dalam varian tersebut meliputi: sumber tenaga, rangka, sistem penyalur daya, sistem transmisi, jenis mata bor dan bahan untuk ujung mata bor. Sumber tenaga, sistem penyalur daya dan sistem transmisi tidak mengalami modifikasi. Sumber tenaga menggunakan motor 2 tak dengan merk Robin E086H yang memiliki daya 3.25 HP. Sistem penyaluran daya yang digunakan yaitu kopling yang berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan daya dari motor panggerak ke sistem transmisi. Sisten transmisi yang digunakan adalah roda gigi cacing silindris yang mempunyai rasio perbandingan 1:10. Modifikasi meliputi bagian rangka dan mata bor. Bagian rangka dan mata bor diubah bentuknya sesuai dengan gambar yang terdapat pada lampiran 1-6. Rangka dibuat dari besi pipa dengan diameter 2.54 cm sebagai rangka utama, besi plat dengan lebar 3 cm sebagai dudukan motor dan besi siku dengan lebar 4 cm sebagai dudukan sistem transmisi. Perangkaian rangka dilakukan dengan cara pengelasan. Pada dudukan mesin, sistem transmisi dan pegangan kemudi dilapisi dengan mengunakan karet dan busa untuk mengurangi getaran yang terjadi saat alat dioperasikan. Penurunan getaran karena pemasangan isolator getar ini tidak dibahas lebih mendalam. Untuk menyangga rangka pada saat alat pengebor tidak dioperasikan atau pada saat transportasi maka dibuat rangka penyangga. Bentuk dan 63

80 dimensi dari rangka penyangga tersebut dapat dilihat pada lampiran 4-5. Rangka penyangga dibuat dari besi pipa dengan diameter cm dan besi siku dengan lebar 4 cm. Perangkaian penyangga rangka tersebut dilakukan dengan cara pengelasan. Untuk memudahkan transportasi bagian kaki dari rangka penyangga dipasang roda karet dengan diameter roda 15 cm. Gambar 6.1. Rangka alat pengebor tanah. Modifikasi mata bor adalah pada sudut kenaikan ulirnya yang diubah menjadi 12º yang sebelumnya 9º. Modifikasi ini dimaksudkan agar mata bor dapat memotong tanah dengan lebih mudah. Daun mata bor dibuat dari besi plat dengan tebal 0.4 cm. Daun mata bor yang dibuat memiliki diameter 30 cm dan panjang ulir 40 cm dengan jarak antar pitch 20 cm. Bagian poros mata bor dibuat dari besi pipa dengan diameter 5 cm dan panjang 78.5 cm. Pada ujung mata bor diberi penitik yang terbuat dari besi pejal dengan diameter 5 cm yang ujungnya dibuat runcing untuk memudahkan pada proses pengeboran. Gambar 6.2. Rangka dan kaki penyangga alat pengebor tanah. 64

81 6.2. KINERJA ALAT PENGEBOR TANAH Pengujian alat pengebor tanah yang telah dimodifikasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan kerja dari alat yang telah dirancang. Untuk mengetahui putaran dari mata bor pada saat pengoperasian maka dilakukan pengujian tanpa beban. Pengujian tersebut telah dilakukan oleh Kurniawati (2005). Data hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini, sedangkan data rinciannya dapat dilihat pada lampiran 8. Tabel 6.1. Kecepatan putar mata bor pada rpm motor yang berbeda No Kisaran rpm motor Rpm mata bor rata-rata Kurniawati (2005) Pengukuran kapasitas lapang teoritis alat pengebor tanah yaitu dengan mengukur waktu masuknya alat pengebor tanah pada lubang dengan diameter 30 cm dan kedalaman 60 cm tanpa beban pengeboran dengan putaran mesin 3000, 4000 dan 5000 rpm. Sedangkan pengukuran kapasitas lapang efektif alat pengebor dilakukan dengan membuat lubang tanam sebanyak 4 buah pada lahan yang berukuran 0.6 m x 0.6 m. Kecepatan mesin yang digunakan pada pengujian adalah rpm. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kapasitas lapang alat pengebor tanah dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6.2. Rangkuman data hasil pengeboran dengan alat pengebor tanah Putaran mesin Diameter lubang Kedalaman lubang (m) Kapasitas lapang Kapasitas lapang Effisiensi (%) (m) teoritis (lubang/jam) efektif (lubang/jam)

82 Mengenai data dan perhitungan kapasitas pengeboran secara lengkap dapat dilihat pada lampiran Kapasitas lapang ( lubang/jam) KLT KLE Putaran mesin (rpm) Gambar 6.3. Grafik hubungan antara putaran mesin dengan kapasitas lapang. Perbedaan kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif cukup besar sehingga efisiensi yang didapat juga cukup kecil. Perbedaan antara kapasitas lapang efektif dan kapasitas lapang teoritis pada hasil pengukuran disebabkan oleh adanya beban pengeboran. Beban pengeboran merupakan tahanan yang diberikan oleh tanah pada saat pengeboran. Pada penelitian ini besarnya tahanan yang diberikan oleh tanah pada saat pengeboran tidak dibahas secara mendalam. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif yang terbesar adalah pada kisaran 3000 rpm. Hal ini disebabkan semakin besar rpm yang digunakan maka alat pengebor tanah semakin sulit dikendalikan karena getaran yang terjadi semakin besar. Berdasarkan hasil pengujian kinerja alat pengebor tersebut diatas, maka area kerja optimum alat pengebor tanah ini adalah pada kisaran rpm motor sebesar rpm. 66

83 Gambar 6.4. Lubang hasil pengeboran dengan alat pengebor tanah 6.3. GETARAN Pengukuran Getaran Getaran mekanis yang terjadi pada alat pengebor tanah terpusat pada motor yang merupakan sumber tenaga penggerak dan mata bor yang berfungsi untuk melubangi tanah. Pengukuran dilakukan pada batang pengendali yang berhubungan langsung dengan tangan operator. Pengujian percepatan getaran diperlukan untuk mengetahui batas aman waktu penggunaan sehingga dapat mencegah efek samping yang ditimbulkan agar operator dapat terhindar dari penyakit pada lengan atau seluruh tubuh. Pengukuran getaran dilakukan pada saat operator mengoperasikan alat pengebor tanah dengan kecepatan putar motor penggerak pada kisaran rpm. Pada saat pengukuran, sensor getaran ditempelkan pada motor dan batang kendali dengan searah sumbu x, sumbu y dan sumbu z. Batang kendali dipegang oleh dua orang operator. Data percepatan yang ditimbulkan oleh alat pengebor tanah pada saat pembuatan lubang tanam dapat dilihat pada tabel

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN SISTEMATIS

BAB II METODE PERANCANGAN SISTEMATIS BAB II METODE PERANCANGAN SISTEMATIS Metode perancangan sistematis adalah metode pemecahan masalah teknik menggunakan tahap analisis dan sintesis. Analisis adalah penguraian sistem yang komplek menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perancangan Mesin Perancangan secara umum dapat didefinisikan sebagai formulasi suatu rencana untuk memenuhi kebutuhan manusia, sehingga secara sederhana perancangan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Metode Perancangan VDI 2221 Metode perancangan VDI 2221 merupakan metode perancangan yang di gagas oleh Persatuan Insinyur Jerman (Verein Deutscher Ingenieure/VDI) yang dijabarkan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN BAB III PROSES PERANCANGAN 3.1 aftar Periksa. aftar periksa merupakan daftar dari parameter-parameter yang ada dalam sebuah perancangan. Pada tahapan pertama proses perancangan ini akan dikumpulkan ide-ide

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. METODE PERANCANGAN VDI 2221 Metode perancangan VDI 2221 merupakan metode perancangan yang di gagas oleh Persatuan Insinyur Jerman (Verein Deutscher Ingenieure/VDI) yang dijabarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 17 BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 3.1. Penjabaran Tugas (Classification Of Task) Langkah pertama untuk bisa memulai suatu proses perancangan adalah dengan menyusun daftar kehendak. Dafar kehendak

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. guna. Alat/mesin pengerol pipa adalah alat/mesin yang digunakan untuk

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. guna. Alat/mesin pengerol pipa adalah alat/mesin yang digunakan untuk BAB II PENEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Kajian Tentang Alat/Mesin Pengerol Pipa Alat/mesin pengerol pipa merupakan salah satu alat/mesin tepat guna. Alat/mesin pengerol pipa adalah alat/mesin yang digunakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PENCACAH BOTOL PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE VDI Oleh TRIYA NANDA SATYAWAN

PERANCANGAN MESIN PENCACAH BOTOL PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE VDI Oleh TRIYA NANDA SATYAWAN PERANCANGAN MESIN PENCACAH BOTOL PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE VDI 2221 Oleh TRIYA NANDA SATYAWAN 22409793 Latar Belakang Sampah botol plastik merupakan limbah yang dihasilkan oleh rumah dan pabrik

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap KOPLING Defenisi Kopling dan Jenis-jenisnya Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dari poros penggerak (driving shaft) ke poros yang digerakkan (driven shaft), dimana

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR Perancangan Multi Spindel Drill 4 Collet Dengan PCD 90mm - 150mm Untuk Pembuatan Lubang Berdiameter Maksimum 10 mm Dengan Metode VDI 2221 Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Proses Perancangan Produk Mulai Perencanaan dan Penjelasan Produk Analisis Kebutuhan Pasar Pertimbangan Perancangan Perancangan konsep produk Menentukan konsep produk

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

4 RANCANGAN SIMULATOR GETARAN DENGAN OUTPUT ARAH GETARAN DOMINAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL

4 RANCANGAN SIMULATOR GETARAN DENGAN OUTPUT ARAH GETARAN DOMINAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL 33 4 RANCANGAN SIMULATOR GETARAN DENGAN OUTPUT ARAH GETARAN DOMINAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL Perancangan simulator getaran ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : pengumpulan konsep rancangan dan pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las Sulistiawan I 1303010 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin. BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN A. Desain Mesin Desain konstruksi Mesin pengaduk reaktor biogas untuk mencampurkan material biogas dengan air sehingga dapat bercampur secara maksimal. Dalam proses

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu LAMPIRAN I ATA PENGAMATAN. ata Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu Berikut merupakan tabel data hasil penepungan selama pengeringan jam, 4 jam, dan 6 jam. Tabel 8. ata hasil tepung selama

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Perancangan Sistematis Metode perancangan sistematis adalah metode pemecahan masalah teknik yang menggunakan analisis dan sintesis. Analisis adalah penguraian sistem yang

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGWRUH PEMASANGAN lsillator GETARWM TERMADAP PENURUNAN GETARAN PADA TRAKTOR TANGAM B 185 PR

MEMPELAJARI PENGWRUH PEMASANGAN lsillator GETARWM TERMADAP PENURUNAN GETARAN PADA TRAKTOR TANGAM B 185 PR MEMPELAJARI PENGWRUH PEMASANGAN lsillator GETARWM TERMADAP PENURUNAN GETARAN PADA TRAKTOR TANGAM B 185 PR Oleh DICKY SATRIO F 24. 1022 1 9 9 1 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGWRUH PEMASANGAN lsillator GETARWM TERMADAP PENURUNAN GETARAN PADA TRAKTOR TANGAM B 185 PR

MEMPELAJARI PENGWRUH PEMASANGAN lsillator GETARWM TERMADAP PENURUNAN GETARAN PADA TRAKTOR TANGAM B 185 PR MEMPELAJARI PENGWRUH PEMASANGAN lsillator GETARWM TERMADAP PENURUNAN GETARAN PADA TRAKTOR TANGAM B 185 PR Oleh DICKY SATRIO F 24. 1022 1 9 9 1 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KURNIAWAN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fase Fase Dalam Proses Perancangan Perancangan merupakan rangkaian yang berurutan, karena mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Perancangan Perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya diperlukan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Teknik Para praktisi keteknikan professional secara luas perhatian dengan perancangan, mereka menyebut bahwa perancangan adalah merupakan esensi dari teknik, perancangan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT/MESIN PENGEROL PIPA PROYEK AKHIR

PERANCANGAN ALAT/MESIN PENGEROL PIPA PROYEK AKHIR PERANCANGAN ALAT/MESIN PENGEROL PIPA PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Oleh : Ahmad Mustaqim

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 ATV (All Terrain Vehicle) ATV (All Terrain Vehicle) adalah sebuah kendaraan dengan penggerak mesin menggunakan motor bakar, mengunakan pula rangka khusus yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Perencanaan Rangka Mesin Peniris Minyak Proses pembuatan mesin peniris minyak dilakukan mulai dari proses perancangan hingga finishing. Mesin peniris minyak dirancang

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Modifikasi Alat Penunjuk Titik Pusat Lubang Benda Kerja Dengan Berat Maksimal Kurang Dari 29 Kilogram Untuk Mesin CNC Miling Oleh : Mochamad Sholehuddin NRP. 2106 030 033 Program

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ERGONOMIS DENGAN TUAS PENGUNGKIT

RANCANG BANGUN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ERGONOMIS DENGAN TUAS PENGUNGKIT RANCANG BANGUN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ERGONOMIS DENGAN TUAS PENGUNGKIT Rindra Yusianto Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : rindrayusianto@yahoo.com ABSTRAK Salah satu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan beberapa penelitian dan fabrikasi tentang mesin pencacah plastik baik skala besar maupun menengah telah-telah banyak diuraikan oleh

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Singkat Alat Alat pembuat mie merupakan alat yang berfungsi menekan campuran tepung, telur dan bahan-bahan pembuatan mie yang telah dicampur menjadi adonan basah kemudian

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perusahaan PT.VIP (Visi Indah Prima) yang bergerak di bidang sarana kebugaran dan pembuatan alat olahraga. Perusahaan tersebut adalah perusahaan yang berkecimpung dalam bidang pembuatan alat olahraga

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Studi Analitis/Simulasi

PEMBAHASAN UMUM Studi Analitis/Simulasi PEMBAHASAN UMUM Penelitian dibagi menjadi dua tahapan yang meliputi tahapan persiapan dan tahapan lanjutan. Tahap persiapan dimaksudkan untuk menjamin keberhasilan penelitian sedangkan tahap lanjutan dimaksudkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Spesifikasi TOYOTA YARIS Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA YARIS memiliki spesifikasi sebagai berikut : 1. Daya maksimum (N) : 109 dk. Putaran

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah modifikasi alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TIORI

BAB II LANDASAN TIORI BAB II LANDASAN TIORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Pemecah Kedelai Mula-mula biji kedelai yang kering dimasukkan kedalam corong pengumpan dan dilewatkan pada celah diantara kedua cakram yang salah satunya

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman sekarang ini, menuntut manusia untuk terus menciptakan kreasi baru di bidang teknologi. Hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

Perancangan Mesin Pengaduk Media Tumbuhnya Jamur Tiram Dengan Kapasitas 150 kg per Proses

Perancangan Mesin Pengaduk Media Tumbuhnya Jamur Tiram Dengan Kapasitas 150 kg per Proses Rekayasa dan Aplikasi Mesin di Industri Perancangan Mesin Pengaduk Media Tumbuhnya Jamur Tiram Dengan Kapasitas 150 kg per Proses Tito Shantika dan Encu Saefudin Jurusan mesin, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51

Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51 38 Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) 2 4 6 Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51 Bahan yang rusak (%) 0 0 11 39 Lampiran 2. Kapasitas alat (buah/jam)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI & PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI & PERANCANGAN BAB II LANDASAN TEORI & PERANCANGAN 2.1. Metode Perancangan. Pada sebuah perancangan sebuah alat/mesin/system akan didapatkan sebuah metode perancangan, dimana metode ini dinamakan metode perancangan teknik.

Lebih terperinci

Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*,

Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*, PERANCANGAN DAN ANALISA BIAYA ALAT PENGUJI KEKUATAN TEKAN GENTENG KERAMIK BERGLAZUR Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*, Program Studi Teknik Industri Institut Sains dan Teknologi Nasional Email:ucok@istn.ac.id

Lebih terperinci

PERENCANAAN MESIN PENGADUK UDANG NAGET OTOMATIS

PERENCANAAN MESIN PENGADUK UDANG NAGET OTOMATIS PERENCANAAN MESIN PENGADUK UDANG NAGET OTOMATIS (1) Sobar Ihsan, (2) Muhammad Marsudi (1)(2) Prodi Teknik Mesin, Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Islam Kalimantan MAB Jln. Adhyaksa (Kayutangi)

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG AUDIO FREKUENSI 10 khz UNTUK MENENTUKAN BULK DENSITY TANAH

UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG AUDIO FREKUENSI 10 khz UNTUK MENENTUKAN BULK DENSITY TANAH UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG AUDIO FREKUENSI 10 khz UNTUK MENENTUKAN BULK DENSITY TANAH Oleh: DENI F14103048 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG

Lebih terperinci

Bab 3 METODOLOGI PERANCANGAN

Bab 3 METODOLOGI PERANCANGAN Bab 3 METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Spesifikasi New Mazda 2 Dari data yang diperoleh di lapangan (pada brosur), mobil New Mazda 2 memiliki spesifikasi sebagai berikut : 1. Daya Maksimum (N) : 103 PS 2. Putaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan sarana infrastruktur dalam dunia teknik sipil mengalami perkembangan yang cukup pesat, meningkatnya populasi manusia dan terbatasnya lahan merangsang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar mesin sortasi buah manggis hasil rancangan dapat dilihat dalam Bak penampung mutu super Bak penampung mutu 1 Unit pengolahan citra Mangkuk dan sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG

SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG Oleh: BUDI SANTOSO F14104079 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LEMBAR PERNYATAAN. lain,kecuali kutipan kutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya.

LEMBAR PERNYATAAN. lain,kecuali kutipan kutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya. Lembar Pernyataan JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Mohammad Mustakim NIM : 0130311 114 Menyatakan

Lebih terperinci

tampilan menyerupai mobil penumpang pada saat ini hanya saja ukurannya yang mobil urban ini di buat secara khusus dengan melihat regulasi yang ada dan

tampilan menyerupai mobil penumpang pada saat ini hanya saja ukurannya yang mobil urban ini di buat secara khusus dengan melihat regulasi yang ada dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil urban adalah kendaraan yang di desain irit bahan bakar dengan tampilan menyerupai mobil penumpang pada saat ini hanya saja ukurannya yang jauh lebih kecil karena

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN ALAT PENEKUK PIPA Perancangan Pada Bagian Statis (Rangka, Las, Baut dan Mur)

PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN ALAT PENEKUK PIPA Perancangan Pada Bagian Statis (Rangka, Las, Baut dan Mur) PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN ALAT PENEKUK PIPA Perancangan Pada Bagian Statis (Rangka, Las, Baut dan Mur) LAPORAN PROYEK AKHIR Oleh : PUPUT INDRA SATRIA NIM 011903101137 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah. Pengembangan dan perumusan ide desain. Tidak Penetapan mekanisme.

METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah. Pengembangan dan perumusan ide desain. Tidak Penetapan mekanisme. III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Oktober 2012 di Laboraturium Teknik Mesin dan Otomasi, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Perancangan Mesin Pemisah Biji Buah Sirsak Proses pembuatan mesin pemisah biji buah sirsak melalui beberapa tahapan perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

2.2.3 Persentil Konsep Perancangan dan Pengukuran Concept Scoring Hidrogen Karbon Monoksida 2-25

2.2.3 Persentil Konsep Perancangan dan Pengukuran Concept Scoring Hidrogen Karbon Monoksida 2-25 ABSTRAK Sepeda motor menjadi kendaraan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Selain mudah dan praktis dalam penggunaannya, konsumsi bahan bakar yang lebih rendah daripada mobil membuat

Lebih terperinci

BAB III PEMILIHAN TRANSMISI ATV DENGAN METODE PAHL AND BEITZ. produk yang kebutuhannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah

BAB III PEMILIHAN TRANSMISI ATV DENGAN METODE PAHL AND BEITZ. produk yang kebutuhannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah BAB III PEMILIHAN TRANSMISI ATV DENGAN METODE PAHL AND BEITZ 3.1 MetodePahldanBeitz Perancangan merupakan kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang kebutuhannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 17 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan metode analisa penelitian secara umum, mulai dari tahap persiapan sampai dengan penganalisaan data dan teknik pengumpulan data. Studi

Lebih terperinci

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa Buletin 70 Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 70-74 R. Bambang Djajasukmana: Teknik pembuatan alat pengupas kulit lada tipe piringan TEKNIK PEMBUATAN ALAT PENGUPAS KULIT LADA TIPE PIRINGAN R. Bambang

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN ELEMEN MESIN

TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN ELEMEN MESIN TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN ELEMEN MESIN Dosen : Subiyono, MP MESIN PENGUPAS SERABUT KELAPA SEMI OTOMATIS DISUSUN OLEH : NAMA : FICKY FRISTIAR NIM : 10503241009 KELAS : P1 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci