BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Perancangan Sistematis Metode perancangan sistematis adalah metode pemecahan masalah teknik yang menggunakan analisis dan sintesis. Analisis adalah penguraian sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen serta mempelajari karakteristik masing-masing elemen tersebut beserta korelasinya. Sintesis adalah penggabungan elemen yang telah diketahui karakteristiknya untuk menciptakan suatu sistem baru. Pada perancangan sistematis, suatu tahap merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya dan menjadi acuan untuk tahap selanjutnya. Dengan tahapan-tahapan tersebut informasi yang bersifat kuantitatif diproses menjadi data yang bersifat kualitatif dimana hasil dari tahapan yang baru akan selalu lebih nyata dari tahapan sebelumnya. Tetapi dalam kenyataannya kondisi seperti ini tidak selalu dapat dicapai dan membutuhkan pengulangan kerja dimana prosedur pemecahan masalah secara umum dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut : 7

2 8 Gambar 2.1 Prosedur pemecahan masalah secara umum Perancangan dalam bidang teknik merupakan suatu usaha yang ditempuh untuk mendapatkan penyelesaian masalah keteknikan dengan menggunakan metode dan analisa teknik, sehingga hasil rancangan mempunyai daya guna dari segi fungsi, penampilan, keamanan, kehandalan, ekonomis, maupun dari segi lainnya sesuai dengan tuntutan perancangan. Dalam proses perancangan banyak sekali disiplin ilmu yang terlibat didalamnya seperti matematika, mekanika, termodinamika, teknik produksi, material,

3 9 ekonomi dan ilmu-ilmu lain yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam perancangan tersebut. Dalam perancangan juga dipelajari adanya keterkaitan antara aspek-aspek yang ada pada sistem rancangan yang berupa : a. Kaitan fungsi, merupakan suatu keterkaitan antara masukan dan keluaran dari suatu sistem untuk melakukan kerja tertentu yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. b. Kaitan fisik, yaitu hubungan dimana kerja yang dilakukan merupakan bagian dari proses fisika yang menimbulkan efek fisik. Efek ini dapat digambarkan secara kuantitatif yang artinya hukum fisika menentukan banyaknya efek fisik yang terlibat. Fenomena kimia dan biologi juga termasuk didalamnya. c. Kaitan bentuk, yaitu suatu perwujudan nyata dari bentuk dasar dan bahan menjadi suatu struktur yang lengkap dengan susunan dan pemilihan gerak kinematikanya. d. Kaitan sistem, merupakan bentuk teknik hasil rancangan yang berinteraksi dengan sistem secara menyeluruh, yaitu dengan lingkungan dimana sistem itu berada. Langkah-langkah dalam metode perancangan sistematis dapat dikelompokkan menjadi empat tahapan utama yaitu: penjabaran tugas, perancangan konsep, perancangan wujud dan perancangan terperinci.

4 10 berikut : Tahap tahap utama di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai Gambar 2.2 Skema langkah kerja

5 Penjabaran Tugas (Clarification of task) Tahap ini meliputi pengumpulan informasi tentang syarat-syarat yang diharapkan dapat dipenuhi oleh solusi akhir. Informasi ini akan menjadi acuan dalam penyusunan spesifikasi rancangan. Spesifikasi adalah daftar yang berisi persyaratan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh konsep yang dibuat. Pada saat membuat daftar persyaratan yang penting adalah membedakan sebuah persyaratan apakah merupakan suatu tuntutan (demand) atau suatu keinginan (wishes). Demand adalah persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap kondisi dengan kata lain apabila syarat ini tidak terpenuhi maka rancangan dapat dianggap tidak benar. Wishes adalah persyaratan yang diinginkan apabila kondisinya memungkinkan. Misalnya suatu persyaratan yang membutuhkan biaya besar tanpa memberi pengaruh teknik yang signifikan, maka persyaratan ini dapat diabaikan. Untuk mempermudah penyusunan spesifikasi dapat dilakukan dengan meninjau aspek-aspek tertentu seperti aspek geometris, kinematika, gaya, energi, dan sebagainya. Selanjutnya dari aspek-aspek tersebut dapat diuraikan syarat-syarat yang bersangkutan. Daftar aspek-aspek tersebut beserta penguraiannya dapat dilihat pada tabel 2.1.

6 12 Apabila memungkinkan, sebaiknya daftar spesifikasi ditulis dalam bentuk kuantitatif. Untuk produk yang membutuhkan perawatan maka daftar spesifikasi ini perlu didokumentasikan karena hal ini sangat berguna dalam melakukan perbaikan apabila ditemukan atau terjadi kerusakan di kemudian hari. Format dan daftar spesifikasi ditunjukkan dalam tabel 2.1 dibawah ini. Tabel 2.1 Daftar pengecekan untuk pedoman spesifikasi Judul Utama Geometri Kinematik Gaya Energi Material Sinyal Keselamatan Ergonomi Contoh contoh Lebar, tinggi, panjang, diameter, jarak. Tipe gerakan, arah gerakan, kecepatan, percepatan. Arah gaya, besar gaya, frekuensi, berat, deformasi, kekuatan, elastisitas, gaya inersia. Output, efisiensi, kerugian energi, gesekan, tekanan, temperatur, pemanasan, pendinginan, kapasitas. Aliran dan transportasi material, pengaruh fisika dan kimia dari material pada awal dan akhir produk, material tambahan. Input, output, bentuk, display, peralatan kontrol. Sistem proteksi langsung, keselamatan operasional dan lingkungan. Hubungan operator mesin, tipe pengoperasian, penerangan dan keserasian bentuk.

7 13 Produksi Kontrol kualitas Perakitan Perawatan Biaya Jadwal Batasan pabrik, kemungkinan dimensi maksimum, produksi yang dipilih. Kemungkinan dilakukan kalibrasi dan standarisasi. Aturan khusus, instalansi, fondasi. Jangka waktu servis, penggantian dan reparasi, pengecatan dan pembersihan. Biaya maksimum produksi. Tanggal penyerahan Perancangan Konsep Perancangan konsep mencakup tahap-tahap yang ditunjukkan pada gambar 2.3 dan akan dibahas pada sub bab berikut ini.

8 14 Gambar 2.3 Tahap-tahap perancangan dengan konsep Abstraksi Tujuan abstraksi adalah untuk megetahui masalah utama yang dihadapi dalam perancangan. Prinsipnya adalah mengabaikan hal-hal yang bersifat umum dan memberikan penekanan pada hal-hal yang bersifat khusus dan perlu. Dengan demikian daftar spesifikasi yang

9 15 sudah dibuat, dianalisa dan dihubungkan dengan fungsi yang diinginkan serta kendala-kendala yang ada. Abstraksi dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mengesampingkan persyaratan- persyaratan yang tidak mempunyai pengaruh besar terhadap produk. 2. Mengubah data kuantitatif menjadi data kualitatif. 3. Generalisasi (pengambilan keputusan umum) atas langkah sebelumnya. 4. Merumuskan masalah utama Pembuatan Strukur Fungsi A. Struktur Fungsi Keseluruhan (overall function) Apabila masalah utama sudah diketahui, kemudian dibuat struktur fungsi secara keseluruhan. Struktur fungsi ini digambarkan dengan blok diagram yang menunjukkan hubungan antara input dan output, dimana input dan output tersebut berupa aliran energi, material ataupun sinyal. B. Sub Fungsi

10 16 Apabila fungsi keseluruhan cukup rumit, maka cara mengatasinya adalah dengan membagi menjadi beberapa sub fungsi seperti gambar 2.4 di bawah ini. Gambar 2.4 Pembuatan Sub Fungsi Pembagian ini akan memberikan keuntungan, yaitu : 1. Memberikan kemungkinan untuk melakukan pencarian solusi lebih lanjut. 2. Memberikan beberapa kemungkinan solusi dengan melihat kombinasi solusi sub fungsi.

11 17 Pada saat pembuatan struktur fungsi, harus dibedakan antara perancangan murni (original design) dengan perancangan ulang (adaptive design). Pada perancangan murni yang menjadi dasar struktur fungsi adalah spesifikasi dan masalah utama, sedangkan dalam perancangan ulang dimulai dari struktur fungsi yang kemudian dianalisa. Analisa ini akan menghasilkan kemungkinan bagi pengembangan variasi solusi sehingga diperoleh solusi baru. Pada langkah ini dilakukan penentuan fungsi-fungsi dimulai dengan fungsi keseluruhan, kemudian dijabarkan menjadi fungsi bagian (sub function) bila diperlukan. Hasil kerja yang diperoleh adalah satu atau beberapa bagian fungsi yang biasanya berupa gambargambar atau diagram-diagram sederhana. C. Pencarian dan Kombinasi Prinsip Solusi Dasar-dasar pemecahan masalah diperoleh dengan cara mencari prinsip solusi pada masing-masing sub fungsi. Dalam tahap ini dicari variasi solusi sebanyak mungkin. Ada beberapa metode yang dipakai antara lain : 1. Metode Konvensional

12 18 Pecarian dalam literatur, text book, jurnal teknik dan brosurbrosur yang dikeluarkan oleh perusahaan, menganalisa gejala alam atau perilaku makhluk hidup dengan membuat analogi atau model, dimana model ini diharapkan dapat mewakili karakteristik dari produk. 2. Metode Intuitif Pencarian solusi untuk masalah yang rumit, bisa juga diperoleh dari intuisi atau suara hati. Solusi ini datang setelah periode pencarian dan pemikiran yang panjang. Solusi ini masih ada kemungkinan untuk dikembangkan dan diperbaiki. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan intuisi ini, antara lain dengan cara berkomunikasi dengan orang lain. 3. Metode Kombinasi Metode ini mengkombinasikan kemungkinan solusi yang ada. Metode yang dapat digunakan adalah metode bentuk matrik, dimana sub fungsi dan prinsip solusi dimasukkan dalam kolom dan baris. D. Pemilihan Kombinasi yang Sesuai

13 19 Bila kombinasi yang ada terlalu banyak, maka waktu untuk memilih kombinasi terbaik menjadi lebih lama. Untuk mempersingkatnya maka jumlah kombinasi harus dikurangi namun hanya bila memungkinkan untuk dilakukan. Prosedur yang dapat dilakukan adalah dengan mengeliminasi dan memilih yang terbaik. Beberapa kriteria yang diperlukan adalah : 1. Kesesuaian dengan fungsi keseluruhan. 2. Terpenuhinya demand yang tercantum dalam daftar spesifikasi. 3. Dapat dibuat dan diwujudkan. 4. Informasi atau pengetahuan tentang konsep yang bersangkutan memadai. 5. Kebaikan dalam hal kinerja dan kemudahan produksi. 6. Faktor biaya. Apabila kombinasi yang ada masih cukup banyak, maka usaha selanjutnya adalah pemilihan kombinasi terbaik dengan memperhatikan : 1. Segi keamanan dan kenyamanan. 2. Kemungkinan pengembangan lebih lanjut. E. Pembuatan Varian Konsep

14 20 Sebuah konsep apabila memungkinkan harus memenuhi beberapa persyaratan seperti keamanan, kenyamanan, kemudahan produksi, kemudahan perakitan, kemudahan perawatan, dan lain sebagainya. Informasi lebih lanjut sangat diperlukan untuk pembuatan varian konsep yang akan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh dari : 1. Gambar atau sketsa untuk melihat kemungkinan keserasian. 2. Perhitungan kasar berdasarkan asumsi yang dipakai. 3. Pengujian awal berupa pengujian model untuk menentukan sifat utama atau pendekatan kuantitatif untuk pernyataan kualitatif mengenai kinerja dari suatu produk jadi. 4. Konstruksi model untuk variasi dan analisa. 5. Analogi model dan simulasi yang sering dilakukan dengan bantuan komputer. 6. Penelitian lebih lanjut dari literatur. F. Evaluasi Evaluasi berarti menentukan nilai, kegunaan atau kekuatan yang dibandingkan dengan sesuatu yang dianggap ideal. Dalam

15 21 keteknikan, salah satu metode yang biasa digunakan adalah metode VDI berikut : Secara garis besar langkah yang ditempuh adalah sebagai 1. Menentukan kriteria (identification of evaluation criteria) yang didasarkan pada spesifikasi yang dibuat. 2. Pemberian bobot kriteria evaluasi (weighting of evaluation criteria). Langkah ini merupakan kriteria pilihan yang mempunyai tingkat pengaruh pada varian konsep. Sebaiknya evaluasi dititikberatkan pada sifat utama yang diinginkan pada solusi akhir. 3. Menentukan parameter kriteria evaluasi (compiling parameter). Agar perbandingan setiap varian konsep dapat dilihat dengan jelas, maka dipilih suatu parameter atau besaran yang dipakai oleh varian konsep. 4. Memasukkan nilai parameter (Assesing Value). Sebaiknya harga yang dimasukkan adalah harga nominal, tetapi apabila hal ini tidak memungkinkan maka VDI 2221 memberikan harga korelasi dan harga kualitatif tersebut.

16 22 5. Memperlihatkan ketidakpastian evaluasi (Evaluation Uncertanities), yaitu dengan kesalahan evaluasi yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : a. Kesalahan subyektif, seperti kurangnya informasi. b. Kesalahan perhitungan parameter. Dalam hal ini kerja keras yang dilakukan oleh suatu tim akan memberikan kemungkinan kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan perorangan Perancangan Wujud Tahap perancangan ini meliputi beberapa langkah perancangan, yaitu : 1. Langkah-langkah penguraian ke modul- modul (modul structure). 2. Pembentukan lay-out awal (preliminary lay-out). 3. Pembentukan lay-out jadi (definity lay-out). Perancangan wujud dimulai dari konsep produk teknik. Kemudian dengan menggunakan kriteria teknik dan ekonomi, perancangan dikembangkan dengan menguraikan struktur fungsi ke dalam struktur modul untuk memperoleh elemen-elemen pembangun struktur fungsi yang memungkinkan dapat dimulainya perancangan yang lebih terperinci.

17 23 Hasil tahap ini berupa lay-out, yaitu penggambaran dengan jelas rangkaian dengan bentuk elemen suatu produk dan bahannya, pembuatan prosedur produksi, serta membuat solusi untuk fungsi tambahan. Hasil ini kemudian dianalisa untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kekuatan, getaran, kinematika, dinamika, pemilihan material, proses, dan sebagainya. Langkah ini dapat menjadi umpan balik pada langkah sintesis untuk pencarian alternatif solusi yang lebih baik. Analisa diikuti evaluasi dimana dapat timbul kemungkinan perlu dibuat model atau prototype untuk dapat mengukur kinerja, kualitas dari kemungkinan tersebut dan beberapa kriteria lain dari hasil perancangan Perancangan Terperinci Tahap ini merupakan akhir dari metode perancangan sistematis yang berupa presentasi hasil perancangan dalam bentuk gambar lengkap (gambar susunan dan gambar detail) daftar komponen, spesifikasi material, toleransi, perlakuan panas dan sebagainya, yang secara keseluruhan merupakan dokumen lengkap untuk pembuatan mesin atau sistem mesin lainnya. Pada akhir tahap ini dilakukan evaluasi kembali untuk melihat apakah produk mesin atau sistem teknik tersebut benar-benar sudah memenuhi spesifikasi dan semua gambar dokumen produk lainnya telah selesai dan lengkap.

18 Perhitungan Pada Pad Eye Perancangan Pad Eye Pad eye adalah perangkat yang digunakan untuk mengangkat peralatan /kontainer dalam industri penambangan minyak dan gas, posisinya berada pada bagian atas kontainer dan dilas ke primary structure kontainer tersebut. Bentuk dan syarat-syarat perancangan dan penempatan pad eye ini diatur dalam standar DNV 27-1 pasal Berdasarkan persyaratan dasar yang ada pada DNV 27-1 pasal maka perancangan offshore container harus memperhatikan hal-hal berikut : 1. Posisi Pad Eye Pad eye harus berada pada posisi terjauh untuk menghindari resiko terbelitnya sling terhadap kontainer ataupun kargo dalam kondisi pemakaian normal. Pad eye juga harus dirancang dengan menjaga kebebasan dari pergerakan shackle dan sling tanpa harus terbelit ke pad eye itu sendiri. Pad eye ditempatkan secara vertikal dan sejajar menuju titik pusat kontainer agar dapat mengakomodasi variasi sudut sling, seperti lifting set dengan sudut kemiringan 45 diganti dengan sudut yang lebih besar ataupun lebih kecil tanpa menimbulkan akibat yang buruk terhadap pad eye maupun kontainer itu sendiri.

19 25 Kontainer yang dirancang untuk memiliki pusat gravitasi yang dioffset dari pusat geometris dapat dilengkapi dengan lifting set dengan panjang asimetris, sehingga kontainer tetap menggantung horizontal ketika terangkat. Jika lifting set asimetris maka pad eye harus disejajarkan ke pusat angkat. 2. Desain Pad eye yang sebagian permukaannya ditanam (slotted) ke dalam primary structure secara umum dianggap lebih baik, tapi tidak menutup kemungkinan bagi desain dengan cara yang lain untuk dapat disetujui. Ukuran dan bentuk dari shackle yang akan digunakan harus diperhatikan saat merancang pad eye karena nantinya hanya ada satu jenis shackle yang akan cocok dengan pad eye tersebut. Karena shackle diproduksi dengan ukuran yang sudah standar, maka perancang sudah harus terlebih dahulu menentukan shackle mana yang akan digunakan sebelum merancang pad eye dan juga memperhatikan ketebalan pin shackle, tebal dan panjang bagian dalam shackle serta ruang kebebasan yang dibutuhkan untuk memasang shackle tersebut. Shackle dee atau busur (omega) adalah jenis shackle yang sering digunakan pada standar internasional (EN13889, US Federal Specification RR-C-271 atau ISO 2415) namun banyak juga perusahaan

20 26 pembuat shackle menggunakan standar dan bentuk shackle menurut desain mereka masing-masing. Berikut ukuran shackle untuk standar EN : Tabel 2.2. Standar shackle EN13889 Nominal WLL (Ton) Diameter pin (mm) Lebar dalam pin (mm) Diameter dalam Shackle Dee (mm) Diameter dalam Shackle Bow (mm) Kekuatan pada Pad Eye Berdasarkan DNV 27-1 pasal maksimum tegangan yang terkonsentrasi pada lubang baut harus berada dua kali di bawah yield stress minimum yang sudah ditentukan (berdasarkan material yang digunakan). Metode paling mudah yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran minimum dari pad eye agar sesuai dengan permintaan di atas

21 27 adalah dengan memastikan jarak ke sisi pad eye tidak melebihi dua kali Re pada design load. Metode yang lebih rinci tetap diperlukan untuk optimalisasi rancangan. Dalam beberapa kondisi, perhitungan rancangan harus disertakan sebagai dokumen pengesahan. Dokumen tersebut berupa perhitungan kekuatan pad eye dan perhitungan kekuatan pengelasan pad eye Perhitungan Kekuatan Pad Eye Tujuan Untuk menentukan kekuatan minimal dari lifting set dan pad eye Referensi dan Data Teknis a. DNV Standard for Certification No Offshore Containers, April b. EN : Dasar Perancangan a. Skid MPFM dengan empat Lifting points. b. Rating atau maximum gross mass. c. Sling empat kaki dengan sudut kaki ke arah vertikal.

22 28 d. Sling dengan Quad Assembly (Master link & Intermediate). e. Material = ASTM A 131 atau yang setara, yield strength minimum 235 Mpa = 235 N/mm Resultan Gaya dari Sling 3. R. g RSL = ( n 1).cosα Dimana : RSL = Resultan gaya dari sling pada pad eye (N). R = Rating atau Maximum gross mass dari offshore container (Kg). g = Gaya gravitasi (~ 9.81 m/s 2 ). n = Jumlah kaki sling. α = Sudut kemiringan kaki sling ke arah vertikal. Gambar 2.5 Sling 4 kaki dengan fore runner

23 Kekuatan dari Pad Eye Untuk perhitungan kekuatan dari pad eye ada dua kriteria yang harus dipenuhi yaitu : A. Tear Out-Stress Re 3. RSL 2. H. t DH. t B. Contact Stress Re 23.7 RSL DH. t Dimana : Re = Spesifikasi minimum yield strength material pad eye (N/mm 2 ). RSL = Resultan gaya dari sling pada pad eye (N). H = Jarak terpendek dari tengah lubang baut ke sisi luar pad eye (mm). DH = Diameter lubang baut (mm). t = Ketebalan pad eye (mm). Hasil perhitungan dari rancangan formula di atas tidak boleh melebihi yield strength (Re) dari material pad eye.

24 30 Gambar 2. 6 Spesifikasi Pad Eye Perhitungan Kekuatan Pengelasan Pad Eye Tujuan Untuk memastikan kekuatan pengelasan dari pad eye apakah sudah memenuhi kemampuannya untuk menahan beban dari skid MPFM Referensi & Data Teknis a. AWS D1.1/D1.1M:2004. b. Rating atau maximum gross mass approx. (R). c. Banyaknya pad eye terpasang.

25 31 d. Filler weld = AWS ER 70S-6. e. Panjang kampuh las. f. Material = ASTM A 131 Grade D atau yang setara, yield strength 235 Mpa = 235 N/mm 2. Gambar 2.7 Spesifikasi dan gaya-gaya pada pad eye Mencari Gaya pada 4 Pad Eye pada Sudut-sudut Frame 3. R. g RSL = ( n 1).cosα Dimana : RSL = Resultan gaya sling pada pad eye (N). R = Rating atau Maximum gross mass dari offshore container (Kg).

26 32 g = Gaya gravitasi (~ 9.81 m/s 2 ). n = Jumlah kaki sling. α = Besarnya sudut dari kaki sling dari arah vertikal (derajat). L = Jarak lubang pad eye ke frame. l = Panjang kampuh las. h = Besar kampuh las. Gambar 2.8 Spesifikasi kampuh las

27 33 Gaya-gaya yang terjadi pad eye adalah: F = RSL g ο Fy= F.cos 30 ο Fx= F.cos Shear stress in weld τ sw= 3. F (2.4. l. h) 2. Bending stress in weld τ bw= 3. Fx. L (2. l 2. h) 3. Tensile Strength of filler weld AWS ER 70S-6 τer =70ksi = psi = 49.3 kg/mm 2 τall = τer x safety factor

BAB II METODE PERANCANGAN SISTEMATIS

BAB II METODE PERANCANGAN SISTEMATIS BAB II METODE PERANCANGAN SISTEMATIS Metode perancangan sistematis adalah metode pemecahan masalah teknik menggunakan tahap analisis dan sintesis. Analisis adalah penguraian sistem yang komplek menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perancangan Mesin Perancangan secara umum dapat didefinisikan sebagai formulasi suatu rencana untuk memenuhi kebutuhan manusia, sehingga secara sederhana perancangan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Metode Perancangan VDI 2221 Metode perancangan VDI 2221 merupakan metode perancangan yang di gagas oleh Persatuan Insinyur Jerman (Verein Deutscher Ingenieure/VDI) yang dijabarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Teknik Para praktisi keteknikan professional secara luas perhatian dengan perancangan, mereka menyebut bahwa perancangan adalah merupakan esensi dari teknik, perancangan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN BAB III PROSES PERANCANGAN 3.1 aftar Periksa. aftar periksa merupakan daftar dari parameter-parameter yang ada dalam sebuah perancangan. Pada tahapan pertama proses perancangan ini akan dikumpulkan ide-ide

Lebih terperinci

LEMBAR PERNYATAAN. lain,kecuali kutipan kutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya.

LEMBAR PERNYATAAN. lain,kecuali kutipan kutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya. Lembar Pernyataan JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Mohammad Mustakim NIM : 0130311 114 Menyatakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan konstruksi mesin pengupas serabut kelapa ini terlihat pada Gambar 3.1. Mulai Survei alat yang sudah ada dipasaran

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Perencanaan Rangka Mesin Peniris Minyak Proses pembuatan mesin peniris minyak dilakukan mulai dari proses perancangan hingga finishing. Mesin peniris minyak dirancang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. METODE PERANCANGAN VDI 2221 Metode perancangan VDI 2221 merupakan metode perancangan yang di gagas oleh Persatuan Insinyur Jerman (Verein Deutscher Ingenieure/VDI) yang dijabarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Perancangan Perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya diperlukan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI & PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI & PERANCANGAN BAB II LANDASAN TEORI & PERANCANGAN 2.1. Metode Perancangan. Pada sebuah perancangan sebuah alat/mesin/system akan didapatkan sebuah metode perancangan, dimana metode ini dinamakan metode perancangan teknik.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Proses Perancangan Produk Mulai Perencanaan dan Penjelasan Produk Analisis Kebutuhan Pasar Pertimbangan Perancangan Perancangan konsep produk Menentukan konsep produk

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-340 Analisa Pengaruh Variasi Tanggem Pada Pengelasan Pipa Carbon Steel Dengan Metode Pengelasan SMAW dan FCAW Terhadap Deformasi dan Tegangan

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR Perancangan Multi Spindel Drill 4 Collet Dengan PCD 90mm - 150mm Untuk Pembuatan Lubang Berdiameter Maksimum 10 mm Dengan Metode VDI 2221 Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN WINCH PADA SALUTE GUN 75 mm WINCH SYSTEM

ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN WINCH PADA SALUTE GUN 75 mm WINCH SYSTEM Rizky Putra Adilana, Sufiyanto, Ardyanto (07), TRANSMISI, Vol-3 Edisi-/ Hal. 57-68 Abstraksi ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN INCH PADA SALUTE GUN 75 mm INCH SYSTEM Rizky Putra Adilana, Sufiyanto, Ardyanto

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Tugas Akhir Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl Oleh : Wishnu Wardhana 4305 100 024 Dosen Pembimbing: Murdjito, M.Sc.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar-DasarPemilihanBahan Didalammerencanakansuatualatperlusekalimemperhitungkandanmemilihbahan -bahan yang akandigunakan, apakahbahantersebutsudahsesuaidengankebutuhanbaikitusecaradimensiukuranata

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*,

Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*, PERANCANGAN DAN ANALISA BIAYA ALAT PENGUJI KEKUATAN TEKAN GENTENG KERAMIK BERGLAZUR Ucok Mulyo Sugeng*, Razul Harfi*, Program Studi Teknik Industri Institut Sains dan Teknologi Nasional Email:ucok@istn.ac.id

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di masa sekarang ini perkembangan dunia konstruksi semakin maju khususnya di Indonesia. Hal itu dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah, sehingga para ahli

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fase Fase Dalam Proses Perancangan Perancangan merupakan rangkaian yang berurutan, karena mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan dalam

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR 3.1. Perencanaan Modifikasi Evaporator Pertumbuhan pertumbuhan tube ice mengharuskan diciptakannya sistem produksi tube ice dengan kapasitas produksi yang lebih besar, untuk

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA Pudin Saragih 1 Abstrak. Kekuatan sambungan las sangat sulit ditentukan secara perhitungan teoritis meskipun berbagai

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR A III PERENCANAAN DAN GAMAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Diagram alir adalah suatu gambaran utama yang dipergunakan untuk dasar dalam bertindak. Seperti halnya pada perancangan diperlukan suatu

Lebih terperinci

Presented by Nugroho Suparmadi PRESENTASI FIELD PROJECT

Presented by Nugroho Suparmadi PRESENTASI FIELD PROJECT Presented by Nugroho Suparmadi 6107 030 061 PRESENTASI FIELD PROJECT Perkembangan kebutuhan industri offshore. Kebutuhan kompresor kapasitas besar. Sertifikasi Kelayakan Pakai. Bagaimana Kelayakan Frame

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG STUDI KONFIGURASI LAS SUDUT PADA STRUKTUR BAJA YANG MEMIKUL MOMEN SEBIDANG BERDASARKAN SPESIFIKASI SNI 03 1729 2002 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG Elfrida Evalina NRP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Konsep Desain Desain struktur harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya Kekuatan (strength), kemampuan layan (serviceability), ekonomis (economy) dan Kemudahan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pencacah rumput ini adalah sumber tenaga motor listrik di transmisikan ke poros melalui pulley dan v-belt. Sehingga pisau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA ALAT DAN MATERIAL PENELITIAN 1. Material Penelitian Tipe Baja : AISI 1045 Bentuk : Pelat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 Pelat AISI 1045 Unsur Nilai Kandungan Unsur

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari konsep yang telah dikembangkan, kemudian dilakukan perhitungan pada komponen komponen yang dianggap kritis sebagai berikut: Tiang penahan beban maksimum 100Kg, sambungan

Lebih terperinci

Alternatif Material Hood dan Side Panel Mobil Angkutan Pedesaan Multiguna

Alternatif Material Hood dan Side Panel Mobil Angkutan Pedesaan Multiguna JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-1 Alternatif Material Hood dan Side Panel Mobil Angkutan Pedesaan Multiguna Muhammad Ihsan dan I Made Londen Batan Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Studi Analitis/Simulasi

PEMBAHASAN UMUM Studi Analitis/Simulasi PEMBAHASAN UMUM Penelitian dibagi menjadi dua tahapan yang meliputi tahapan persiapan dan tahapan lanjutan. Tahap persiapan dimaksudkan untuk menjamin keberhasilan penelitian sedangkan tahap lanjutan dimaksudkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CYLINDER BLOCK DAN CRANKCASE MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65CC

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CYLINDER BLOCK DAN CRANKCASE MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65CC PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CYLINDER BLOCK DAN CRANKCASE MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65CC Frendy Rian Saputro 96631194 Departemen Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 6 Penulangan Bab 6 Penulangan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

Komponen Struktur Tarik

Komponen Struktur Tarik Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Komponen Struktur Tarik Pertemuan 2, 3 Sub Pokok Bahasan : Kegagalan Leleh Kegagalan Fraktur Kegagalan Geser Blok Desain Batang Tarik

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM REM DAN PERHITUNGAN. Tahap-tahap perancangan yang harus dilakukan adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM REM DAN PERHITUNGAN. Tahap-tahap perancangan yang harus dilakukan adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM REM DAN PERHITUNGAN 3.1 Metode Perancangan Metode yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode sistematis. Tahap-tahap perancangan yang harus dilakukan adalah : 1. Penjabaran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN MOBILE STAND VOLVO FH16-SST45 MENGGUNAKAN CATIA V5

ANALISIS DESAIN MOBILE STAND VOLVO FH16-SST45 MENGGUNAKAN CATIA V5 ANALISIS DESAIN MOBILE STAND VOLVO FH16-SST45 MENGGUNAKAN CATIA V5 Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, M.T. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang E-mail: faizin_poltek@yahoo.com ABSTRAK Mobile Stand

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar

LAMPIRAN A. Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar LAMPIRAN A Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar LAMPIRAN B Tabel B-1 Analisa Rangkaian Lintas Datar 80 70 60 50 40 30 20 10 F lokomotif F gerbong v = 60 v = 60 1 8825.959 12462.954 16764.636 22223.702 29825.540

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal BAB 1 PENDAHULUAN Perencanaan Merencana, berarti merumuskan suatu rancangan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Pada mulanya, suatu kebutuhan tertentu mungkin dengan mudah dapat diutarakan secara jelas,

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN MOBILE STAND VOLVO FH16-SST45 MENGGUNAKAN CATIA V5

ANALISIS DESAIN MOBILE STAND VOLVO FH16-SST45 MENGGUNAKAN CATIA V5 ANALISIS DESAIN MOBILE STAND VOLVO FH16-SST45 MENGGUNAKAN CATIA V5 Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, M.T. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang E-mail: faizin_poltek@yahoo.com ABSTRAK Mobile Stand

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Perontok Padi 2.2 Rangka

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Perontok Padi  2.2 Rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Perontok Padi Mesin perontok padi adalah suatu mesin yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan manusia untuk memisahkan antara jerami dengan bulir padi atau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Perancangan Mesin Pengupas Kulit Kentang

Gambar 3.1. Diagram Alir Perancangan Mesin Pengupas Kulit Kentang BAB III METODE PERANCANGAN 3.1. Diagram Alir Diagram alir adalah suatu gambaran utama yang dipergunakan untuk dasar dalam bertindak. Seperti halnya pada perancangan ini diperlukan suatu diagram alir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Pengertian, Prinsip Kerja, Serta Penggunaan Tower Crane Pada

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Pengertian, Prinsip Kerja, Serta Penggunaan Tower Crane Pada BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian, Prinsip Kerja, Serta Penggunaan Tower Crane Pada Gedung Bertingkat. (www.ilmusipil.com/tower-crane-proyek-gedung) Di dalam proyek konstruksi bangunan bertingkat, tower

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Las.

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Las. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Sambungan Las Pertemuan 9, 10 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

Studi Geser pada Balok Beton Bertulang

Studi Geser pada Balok Beton Bertulang Dosen Pembimbing : 1. Tavio, ST, MT, Ph.D 2. Prof.Ir. Priyo Suprobo, MS, Ph.D 3. Ir. Iman Wimbadi, MS Oleh : Nurdianto Novansyah Anwar 3107100046 Studi Geser pada Balok Beton Bertulang Pendahuluan Tinjauan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 17 BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 3.1. Penjabaran Tugas (Classification Of Task) Langkah pertama untuk bisa memulai suatu proses perancangan adalah dengan menyusun daftar kehendak. Dafar kehendak

Lebih terperinci

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-168 Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut Musfirotul Ula, Irfan Syarief Arief, Tony Bambang

Lebih terperinci

PERANCANGAN DONGKRAK DAN JACK STAND 2IN1

PERANCANGAN DONGKRAK DAN JACK STAND 2IN1 PERANCANGAN DONGKRAK DAN JACK STAND IN Andryan ), Joni Dewanto ) Program Studi Teknik Otomotif Universitas Kristen Petra,) Jl. Siwalankerto -3, Surabaya 03. Indonesia,) Phone: 00-3-8439040, Fax: 00-3-84758,)

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya TUGAS AKHIR MN 091382 ANALISA PENGARUH VARIASI TANGGEM PADA PENGELASAN PIPA CARBON STEEL DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN FCAW TERHADAP DEFORMASI DAN TEGANGAN SISA MENGGUNAKAN ANALISA PEMODELAN ANSYS

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan

Lebih terperinci

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA PROGRAM STUDI TEKNIK DESAIN DAN MANUFAKTUR

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA PROGRAM STUDI TEKNIK DESAIN DAN MANUFAKTUR POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA PROGRAM STUDI TEKNIK DESAIN DAN MANUFAKTUR RESTRA SANDHITA B.P 6607040016 RESQI IKHWAN M. 6607040018 MEMPERSEMBAHKAN FINAL PROJECT DENGAN JUDUL PERANCANGAN DAN ANALISA

Lebih terperinci

BAB 5 SAMBUNGAN BAUT

BAB 5 SAMBUNGAN BAUT BAB 5 SAMBUNGAN BAUT Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar Sambungan mur baut (Bolt) banyak digunakan pada berbagai komponen mesin. Sambungan mur baut bukan merupakan sambungan tetap, melainkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON

TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

KOMPUTERISASI SAMBUNGAN LAS YANG MEMIKUL MOMEN SEBIDANG DENGAN METODE KEKUATAN BATAS BERDASARKAN SPESIFIKASI AISC LRFD 1999

KOMPUTERISASI SAMBUNGAN LAS YANG MEMIKUL MOMEN SEBIDANG DENGAN METODE KEKUATAN BATAS BERDASARKAN SPESIFIKASI AISC LRFD 1999 KOMPUTERISASI SAMBUNGAN LAS YANG MEMIKUL MOMEN SEBIDANG DENGAN METODE KEKUATAN BATAS BERDASARKAN SPESIFIKASI AISC LRFD 1999 Elga Yulius NRP : 0021042 Pembimbing : Prof. Bambang Suryoatmono, Ph.D. FAKULTAS

Lebih terperinci

Analisis Kekuatan Konstruksi Underframe Pada Prototype Light Rail Transit (LRT)

Analisis Kekuatan Konstruksi Underframe Pada Prototype Light Rail Transit (LRT) Analisis Kekuatan Konstruksi Underframe Pada Prototype Light Rail Transit (LRT) Roby Tri Hardianto 1*, Wahyudi 2, dan Dhika Aditya P. 3 ¹Program Studi Teknik Desain dan Manufaktur, Jurusan Teknik Permesinan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perancangan Pada penelitian ini digunakan jenis pendekatan eksperimen desain dengan menggunakan bantuan software yang dapt mensimulasikan pengujian analisis beban statis

Lebih terperinci

MESIN PENGAYAK PASIR (RANGKA)

MESIN PENGAYAK PASIR (RANGKA) MESIN PENGAYAK PASIR (RANGKA) PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Oleh: RAHMAD WAHYU NUGROHO NIM I8613029 PROGRAM DIPLOMA TIGA TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PENCACAH BOTOL PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE VDI Oleh TRIYA NANDA SATYAWAN

PERANCANGAN MESIN PENCACAH BOTOL PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE VDI Oleh TRIYA NANDA SATYAWAN PERANCANGAN MESIN PENCACAH BOTOL PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE VDI 2221 Oleh TRIYA NANDA SATYAWAN 22409793 Latar Belakang Sampah botol plastik merupakan limbah yang dihasilkan oleh rumah dan pabrik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan 4.1.1 Gambar Rakitan (Assembly) Dari perancangan yang dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2016, didapat sebuah prototipe alat praktikum

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENYANGGA BOX MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN

PENGEMBANGAN PENYANGGA BOX MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN PENGEMBANGAN PENYANGGA BOX MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN Oleh: Hulfi Mirza Hulam Ahmad 2109100704 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Londen Batan, M.Eng Latar Belakang Prototype box yang dibuat

Lebih terperinci

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi Bidang Teknik Mesin Yogyakarta, 10 November 2012 Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi Hendro Prassetiyo, Rispianda, Irvan Rinaldi Ramdhan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB V ANALISA MODEL Analisa Statis pada Skenario Pembebanan 1

BAB V ANALISA MODEL Analisa Statis pada Skenario Pembebanan 1 BAB V ANALISA MODEL 5.1. Metode Analisa Setelah model geometri vessel telah siap, maka langkah selanjutnya adalah memasukkan model geometri tersebut ke dalam modul penganalisa MSC Nastran 4.5. Pada perangkat

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PROSES PEMBUATAN JIG & FIXTURE KAKI TOWER PIPA. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bentuk jig dan fixture yang

BAB IV ANALISA PROSES PEMBUATAN JIG & FIXTURE KAKI TOWER PIPA. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bentuk jig dan fixture yang BAB IV ANALISA PROSES PEMBUATAN JIG & FIXTURE KAKI TOWER PIPA Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bentuk jig dan fixture yang diharapkan berdasarkan metode VDI 2221. Maka pada bab ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pada saat ini, banyak sekali alat-alat yang terbuat dari bahan plat baik plat fero maupun nonfero seperti talang air, cover pintu, tong sampah, kompor minyak, tutup

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR PENGARUH BENTUK KAMPUH LAS TIG TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 CAHYANA SUHENDA (20408217) JURUSAN TEKNIK MESIN LATAR BELAKANG Pada era industrialisasi dewasa ini teknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC. Widiajaya

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC. Widiajaya PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC Widiajaya 0906631446 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI LEMBAR PERYATAAN ORIGINALITAS LAPORAN LEMBAR PERSEMBAHAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 BAB III UJI LABORATORIUM 3.1. Benda Uji Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 dimensi, tiga lantai yaitu dinding penumpu yang menahan beban gempa dan dinding yang menahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Spesifikasi TOYOTA YARIS Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA YARIS memiliki spesifikasi sebagai berikut : 1. Daya maksimum (N) : 109 dk. Putaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONSTRUKSI PADA SEGWAY

PERANCANGAN KONSTRUKSI PADA SEGWAY PERANCANGAN KONSTRUKSI PADA SEGWAY Alvin Soesilo 1), Agustinus Purna Irawan 1) dan Frans Jusuf Daywin 2) 1) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta 2) Teknik Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN MECHANICAL TEST.

BAB IV PENGUJIAN MECHANICAL TEST. BAB IV PENGUJIAN MECHANICAL TEST. Pada pengujian mechanical test hasil pengelasan sesuai dengan WPS No. 003- WPS-ASME-MMF-2010 dilakukan di Laboratory of Mechanical Testing PT. Hi-Test di Bumi Serpong

Lebih terperinci

ANALISA UJI BEBAN PADA PETI KEMAS MILIK PT. PATRA SUPPLIES & SERVICES

ANALISA UJI BEBAN PADA PETI KEMAS MILIK PT. PATRA SUPPLIES & SERVICES ANALISA UJI BEBAN PADA PETI KEMAS MILIK PT. PATRA SUPPLIES & SERVICES Oleh : Mukty Baktiar Nrp :6108 030 049 Dosen Pembimbing, Budianto, ST., MT TEKNIK PERENCANAAN DAN KONSTRUKSI KAPAL JURUSAN TEKNIK BANGUNAN

Lebih terperinci

Perancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB III

Perancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB III BAB III PERANCANGAN MESIN PENGANGKUT PRODUK BERTENAGA LISTRIK (ELECTRIC LOW LOADER) PT. BAKRIE BUILDING INDUSTRIES 3.1 Latar Belakang Perancangan Mesin Dalam rangka menunjang peningkatan efisiensi produksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMECAH TEMPURUNG KEMIRI DENGAN METODE VDI 2221

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMECAH TEMPURUNG KEMIRI DENGAN METODE VDI 2221 TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMECAH TEMPURUNG KEMIRI DENGAN METODE VDI 2221 Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) DISUSUN OLEH : NAMA : HARNI PURWANINGSIH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan teknologi dalam bidang konstruksi yang semakin maju dewasa ini, tidak akan terlepas dari teknologi atau teknik pengelasan karena mempunyai peranan yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM REM DAN PERHITUNGAN DATA PEGUJIAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM REM DAN PERHITUNGAN DATA PEGUJIAN BAB III PERANCANGAN SISTEM REM DAN PERHITUNGAN DATA PEGUJIAN 3.1 METODE PERANCANGAN sistematis. Metode perancangan yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode 34 Gambar 3.1 Tahap tahap perancangan

Lebih terperinci

30 Rosa, Firlya; Perhitungan Diameter Poros Penunjang Hub Pada Mobil Listrik Tarsius X3 Berdasarkan Analisa Tegangan Geser Dan Faktor Keamanan

30 Rosa, Firlya; Perhitungan Diameter Poros Penunjang Hub Pada Mobil Listrik Tarsius X3 Berdasarkan Analisa Tegangan Geser Dan Faktor Keamanan PERHITUNGAN DIAMETER POROS PENUNJANG HUB PADA MOBIL LISTRIK TARSIUS X3 BERDASARKAN ANALISA TEGANGAN GESER DAN FAKTOR KEAMANAN Firlya Rosa, S.S.T., M.T. Staff Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap produk diharapkan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan konsumen. Salah satu hal yang menjadi kebutuhan konsumen yaitu kualitas produk yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada studi untuk mendapatkan konfigurasi kabel yang paling efektif pada struktur SFT dan juga setelah dilakukan analisa perencanaan

Lebih terperinci