BAB 3 ANALISIS DATA. sekarang, orang Jepang umumnya memakai pakaian biasa atau pakaian ala Barat sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 ANALISIS DATA. sekarang, orang Jepang umumnya memakai pakaian biasa atau pakaian ala Barat sebagai"

Transkripsi

1 18 BAB 3 ANALISIS DATA 3.1 Analisis Kimono dan Jenis-jenisnya Kimono pada zaman dahulu dipakai sebagai pakaian sehari-hari. Pada masa sekarang, orang Jepang umumnya memakai pakaian biasa atau pakaian ala Barat sebagai pakaian sehari-hari, sedangkan kimono hanya dipakai pada peristiwa-peristiwa tertentu misalnya resepsi pernikahan, matsuri (festival), kegiatan upacara ritual keagamaan, dan sebagainya. Kimono berwarna cerah dan mempunyai gambar motif yang besar cenderung dipakai oleh wanita muda. Kimono berlengan menjuntai (furisode) memberikan kekontrasan yang besar dalam hal warna dan minimnya hiasan pada kimono berlengan pendek (kosode) yang dipakai oleh wanita yang sudah menikah. Kimono sutera merupakan harta warisan yang sangat bernilai harganya, yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dari tahun ke tahun, bentuk kimononya tidak berubah demi mempertahankan keindahannya. Pada Zaman Monarki, kimono sama sekali tidak diwariskan kepada anak-cucu, melainkan disumbangkan ke kuil setelah pemiliknya meninggal. Oleh karena itu, dokumentasi kostum pada periodeperiode Zaman Monarki sangat minim karena ketiadaan barang-barang peninggalan dalam bentuk asli pada masa-masa tersebut yang mendukung dokumentasi akan kimono. (Minnich, 1986) Yang dan Narasin (1989) mengemukakan pendapat mereka mengenai pemakaian kimono, adalah sebagai berikut:

2 19 The wearing of the kimono is both a state of mind and a state of dress. Grace and serenity accompany its presence and the beauty it evokes in our minds leaves a lasting image of the essence of Japan, while imprinting its elegant silhouette on our memories. (1989:13) Memakai kimono merupakan pernyataan yang mewakili bagian dalam (perasaan, pikiran) dan luar (pakaian) seseorang. Keanggunan dan ketenangan menyertai kehadiran si pemakai, serta keindahannya tertinggal dalam benak kita akan intisari gambaran abadi Jepang, saat meninggalkan siluet elegan dalam ingatan kita. Pada bab ini penulis mencoba menjabarkan jenis-jenis kimono yang telah berbentuk potongan kotak (square-cut kimono). Ada tiga jenis kimono yang berpotongan kotak dan dipakai untuk peristiwa-peristiwa tertentu, antara lain: Osode 大袖 Osode adalah kimono berlengan lebar yang biasanya dipakai sebagai pakaian luar hingga ketika kosode mulai populer sebagai pakaian luar yang digunakan sebagai pengganti osode yang besar dan tidak nyaman dipakai. Kimono jenis ini kini hanya dipakai pada upacara pernikahan dan upacara-upacara ritual. (gambar 2) Arti kata osode secara umum berarti lengan lebar atau big-sleeved. Menurut Souga (1973), definisi osode adalah: 衣服の幅の広い袖 1. 朝廷の 即位 大嘗会 ( だいじょうえ ) などもっとも重要な儀式に用いる礼服 ( らいふく ) の上の衣 小袖の上に着し 袖口が広く たもとが長い 2. 中世の鎧 ( よろい ) 付属の袖 幅が広く大きく 鎧の肩から垂らして二の腕を守る 室町末期から用いられた 広袖, 壷袖に対していう 3. 若衆 ( わかしゅ ) の着る振袖など幅広く仕立てた袖 広袖

3 20 Baju berlengan lebar menurut lebar baju. 1. Dipakai pada upacara penting seperti penobatan kaisar. Pakaian di atas baju non-formal. Dipakai di atas kosode, bukaan lengannya lebar, dan memiliki kantong lengan baju yang panjang. 2. Lengan tambahan pada baju zirah abad pertengahan. Lebarnya diperbesar dan diperlebar, menggantung dari bahu baju zirah dan melindungi kedua lengan. Baju berlengan lebar yang dipakai sejak akhir periode Muromachi, dikatakan berlawanan dengan baju berlengan kecil (tsubosode). 3. Lengan baju yang lebarnya diperlebar seperti furisode yang dipakai anak muda masa sekarang Kosode 小袖 Kosode adalah kimono berlengan pendek, yang biasanya dipakai sebagai baju dalam, kecuali kaum-kaum yang lebih rendah derajatnya seperti rakyat biasa, memakainya sebagai pakaian luar yang setara dengan osode. Kimono jenis ini dulunya dipakai sebagai pakaian sehari-hari. Namun pada masa sekarang, kimono jenis ini biasanya dipakai untuk chanoyu (upacara minum teh), menghadiri resepsi pernikahan dan sebagainya. (gambar 3) This is the first literary mention of the kosode, which is the kimono we know today. Literally the word means small sleeved, indicating the difference between this erstwhile undergarment with a small sleeve opening and the large sleeved robe, the osode (with its large sleeve opening), which had been worn over it in so many layers during Fujiwara. In later centuries still another kosode type, the furisode or kosode with long swinging sleeves has come to be worn by children, unmarried girls, and apprentice geisha. (Minnich, 1986:122) Gambaran umum mengenai kosode adalah kimono yang kita ketahui pada masa sekarang ini. Arti harafiahnya adalah lengan pendek, indikasi perbedaan antara baju dalam dengan bukaan lengan kecil dan kimono dengan lengan lebar, osode (dengan bukaan lengan lebar), yang banyak dipakai di lapisan atasnya pada sewaktu periode Fujiwara (periode Heian). Beberapa abad kemudian, masih tipe kosode yang sama yaitu, furisode atau kosode dengan lengan panjang menjuntai yang dipakai oleh anak-anak, gadis yang belum menikah dan para geisha.

4 21 Kosode memiliki arti harafiah lengan kecil atau small-sleeved. Menurut Souga (1974), kosode adalah: 1. 袖口をせまくした 1 の長着 ( ながぎ ) 肌着として用い 貴族も宿衣 ( とのいぎぬ ) のいちばん下に着けた 平安末から朝服の肌着に採用され 重ね小袖として公武上下男女に広く用いれた 肌着として白絹製を本義としたが しだいに文綾 染文様と華麗になり 従来のあこやうちきを省略して重ね小袖の上に直ちに上衣である 4( ほう ) や狩衣, 直垂 ( ひたたれ ) の類をつけるのが普通になった 室町以来 女子は着流しで重ね小袖の最上衣をはおった 打掛 ( うちかけ ) の小袖とし 帯の発達をみた 2. 礼服の大袖の下に着る衣 筒袖 ( つつそで ) による名称であるがまるえりとするのが特色であり 一般の小袖と相違する 3. 絹の綿入れ 丸物 4. 近世の具足の統制袖の一種 大袖に対していう 1. Kantong lengan baju terusan yang bukaan lengannya telah diperkecil. Dikenakan sebagai baju dalam, baik kaum bangsawan maupun kaisar, yang dipakai di bagian paling bawah. Sejak akhir periode Heian, digunakan sebagai baju dalam pada pakaian istana, dikenakan secara meluas sebagai lapisan kimono berlengan pendek untuk para bangsawan dan prajurit, pemerintah maupun rakyat, pria atau wanita. Sebagai baju dalam, aslinya terbuat dari kain sutera putih polos tetapi design dan pewarnaannya menjadi semakain indah, dipotong menjadi kimono biasa dan akome (sejenis kimono untuk pakaian luar) pada zaman sekarang. Sejak periode Muromachi, wanita memakainya sebagai pakaian non-formal dan sebagai kimono berlengan pendek yang dipadukan dengan pakaian paling luar yaitu uchikake dan obi (semacam tali pinggang untuk kimono) semakin berkembang. 2. Pakaian yang dipakai di bawah osode. Merupakan sebutan berdasarkan baju berlengan ketat tetapi merupakan ciri khasnya jika dijadikan marueri (kimono yang kerahnya berbentuk agak bulat), berbeda dengan kosode pada umumnya. 3. Pakaian dengan lapisan lembut dari kain sutera. 4. Sejenis pakaian bermode lengan mutahir seperti kimono modern.

5 22 Secara umum, kosode yang merupakan dasar dari kimono masa sekarang memiliki tujuh bagian potongan yaitu, antara lain: dua bagian potongan badan (migoro) yang panjangnya meliputi bukaan depan bagian tengah sampai jahitan belakang bagian tengah; dua buah potongan sambungan segitiga (okumi atau overlap); dua buah potongan bagian lengan (sode); dan satu potongan bagian kerah (eri). (gambar 4) Cara membedakan osode dan kosode, bukan dengan cara membandingkan panjang lengan baju kimono dari bahu hingga pergelangan tangan. Sering kali orang salah persepsi mengenai hal ini. Perbandingan osode dan kosode, kenapa disebut sebagai kimono berlengan besar dan kecil terletak pada belahan yang terbuka di bawah pergelangan tangan. Secara otomatis, kimono yang memiliki belahan yang lebih panjang dan besar disebut osode. Hal ini bisa dilihat dari beberapa gambar yang terlampir di bagian lampiran Furisode 振袖 Furisode memiliki arti lengan yang berayun atau bergelantung atau swinging sleeved. Definisi furisode menurut Souga (1975), adalah sebagai berikut: 振袖をやめて 留袖を着るようになる 成人した女の服装になる 一人前の女になる 近世 女子は一五 六歳を過ぎると 振袖から留袖に着かえたところからいう Setelah berhenti memakai furisode (kimono berlengan menjuntai), menjadi pakaian bagi wanita yang sudah dewasa. Pakaian bagi wanita yang masih gadis. Zaman sekarang, dikatakan bahwa apabila seorang anak perempuan berumur satu, lima, delapan, saatnya berganti dari pakaian berlengan menjuntai (furisode) menjadi memakai pakaian berlengan panjang (tomesode). Pada masa Kamakura, kimono berjenis lengan seperti ini mulai dipakai oleh geisha (pekerja seni) dan gadis-gadis muda yang belum menikah. Sampai sekarang pun,

6 23 furisode masih dipakai oleh wanita Jepang yang belum menikah (gambar 5). Setelah menikah, mereka akan memotong furisode mereka menjadi kosode. 3.2 Analisis Perbandingan Bentuk Kimono Zaman Monarki dan Feodal serta Ciri Khasnya Zaman Monarki merupakan masa di mana pusat pemerintahan berada ditangan kaisar dan sistem pemerintahan masih berupa kekaisaran. Sedangkan Zaman Feodal adalah hirarki militererisme di mana keshogunan yang memegang kekuasaan tertinggi di atas kaisar, didukung oleh penguasa tiap-tiap provinsi yang berupa daimyou (tuan tanah) dan para samurai yakni tentara-tentara sewaannya Zaman Monarki ( ) Analisis Kimono Wanita Bangsawan Periode Asuka ( ) Pada periode ini agama Buddha mulai masuk ke Jepang karena terjadinya transaksi dagang dengan kedua negara tetangganya yakni China dan Korea, memberi pengaruh yang sangat besar kepada kebudayaan dan tekstil Jepang. Agama Buddha diperkenalkan oleh rahib Korea atas perintah dari Raja Paekche, yang ingin menjadikan Jepang sebagai negara sekutunya dan menjadikan agama Buddha sebagai alat politik. Awalnya, masuknya agama Buddha ditentang oleh Klan Mononobe dan Nakatomi yang pro-shinto hingga akhirnya Klan Soga yang menerima agama Buddha menguasai pemerintahan menjadikan agama Buddha sebagai salah satu agama baru. Akan tetapi, misionaris agama Buddha dari Korea tidak bisa memuaskan rasa keingintahuan kaisar

7 24 Jepang pada saat itu, Kaisar Shotoku, sehingga dia mengirim para pelajar ke China untuk melakukan studi keagamaan. (Covell dan Alan Covell, 1984) Para pelajar yang telah melakukan studi China membawa kembali tidak hanya kitab-kitab suci, melainkan juga tekstil dan kimono prototipe China. Menurut analisa penulis, dari sinilah, Jepang mengenal kebudayaan China pada Dinasti Tang yang agung lalu segera menirunya. Proses akulturasi mulai berjalan. Hal ini terlihat dari timbulnya suatu proses sosial bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu (dalam kasus ini adalah Jepang) dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing (China) dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat, 1990). Jepang mulai mengadopsi kebudayaan China yang populer pada masa itu lalu memperkenalkannya ke negeri mereka sendiri. Kimono wanita bangsawan yang berupa kimono prototipe yang diadopsi dari China pada periode ini (gambar 6), mempunyai gambaran bentuk sebagai berikut: In cut these garments are cross between a modern kimono and the modern Chinese dress: a gown with a round neck, wide square sleeves, and a slit up from the ankles on each side to show a contrasting undergarment softer but in cut very like what is still the official court dress of Japan. (Minnich, 1986:61) Potongan pakaian tersebut merupakan persilangan antara kimono modern dan baju China modern: gaun dengan kerah bulat, lengan kotak lebar dan terdapat belahan di setiap sisi mata kaki untuk menunjukkan perbedaan baju dalam - yang lebih lembut tapi bentuk potongannya masih terlihat dalam pakaian bangsawan Jepang. Tidak ada bukti sisa peninggalan kimono pada periode ini. Sejarah tekstil dan kimono tercatat dalam catatan sejarah Jepang yakni dalam nihon shoki (552) yang ditulis

8 25 atas perintah Kaisar Shotoku akibat munculnya keintelektualan mereka yang mulai bangkit karena terinspirasi oleh penerimaan Buddhisme secara resmi. Dibandingkan dengan kimono periode-periode sebelumnya yang masih beragam dan terdiri dari bagian atasan dan bawahan, kimono pada masa ini lebih mengikuti tren China yang sedang populer karena Jepang telah mulai menjalin kontak dengan negara tetangganya dan melihat bahwa Dinasti Tang sedang dalam masa kejayaannya sehingga Jepang tidak mau ketinggalan untuk mengembangkan negeri mereka. Yang menjadi ciri khas kimono wanita bangsawan pada periode ini adalah warna kimono dan jenis tali pada topi yang mereka pakai untuk mengidentifikasi tingkatan status sosial seseorang. Tren semacam ini juga ditiru dari China atas keputusan Kaisar Kotoku pada tahun 645 untuk mereorganisir dan mengatur istana dengan mengambil model struktur pemerintahan Dinasti Tang. Baik sistem tingkatan sosial maupun pakaian Dinasti Tang, keduanya merupakan peniruan yang persis sama dengan aslinya. Terdapat tujuh peringkat status sosial, namun enam peringkat dari ketujuh peringkat tersebut masih terbagi lagi menjadi bagian atas dan bagian rendah. Jadi, keseluruhan peringkat yang ada menjadi berjumlah tiga belas tingkatan status sosial. Perkembangan agama Buddha di Jepang juga memberi pengaruh kepada kimono pada masa itu karena penganut Buddha pada masa itu meniru pakaian dari figur Dewi Kwan Im dan pakaian-pakaian upacara dalam agama Buddha. Menurut analisa penulis, agama Buddha yang diadopsi dari China ini adalah agama Buddha ortodok, berbeda dengan intisari murni agama Buddha sesungguhnya. Jepang pada masa itu cenderung lebih menekankan bentuk-bentuk tindakan religius daripada pengamalan ajaran agama Buddha itu sendiri. Dikatakan oleh Santina (2004) bahwa Buddhisme lebih menekankan

9 26 pada praktik dalam diri dibandingkan bentuk-bentuk tindakan religius yang diperlihatkan ke luar. Selain itu, yang juga menjadi ciri khas yang dipadukan dalam pemakaian kimono wanita bangsawan ini adalah peraturan untuk mengikat rambut dan mereka sangat menaruh perhatian pada peraturan yang satu ini. Sesungguhnya, wanita Jepang terus menggeraikan rambut panjang mereka untuk beberapa abad ke depan. Dandanan mereka ditambah dengan pemakaian bedak dan lipstik, menghitamkan gigi mereka serta menambahkan sapuan berupa bulatan merah di bagian pipi dan kening. Menurut Minnich (1986), bila semua itu digabungkan maka dapat diperoleh gambaran mengenai kaum wanita bangsawan dalam balutan kimono Dinasti Tang dengan rambut mereka yang digelung ke atas menjadi dua bagian dan sapuan bulatan merah di kedua pipi mereka. Jubah longgar yang mereka pakai berwarna merah dan dia memakai rok atasan berwarna garis-garis merah, ungu dan hijau, dengan tali, scarf dan sepatu kulit yang ringan. Pada masa ini gaya China muncul dan dijiplak dengan sangat detil oleh Jepang. Pada masa Dinasti Sui ( ), China mengubah cara mengancing pakaian mereka yang mirip kimono dari sebelah kiri ke sebelah kanan. Kemudian, langsung ditiru oleh Jepang dan hal ini merupakan kebiasaan yang diperbincangkan pada masa kini. Misalnya, ketika seorang wanita Barat mencoba memakai kimono Jepang, tanpa sadar dia pasti menyilangkan kimono itu ke sebelah kiri, namun orang Jepang akan segera menegurnya dengan mengatakan bahwa cara memakai kimono seperti itu hanya dipakai oleh orang yang sudah meninggal. (Yang dan Narasin, 1989) Periode ini sejak masuknya agama Buddha hingga tahun 710 menandai bangkitnya perubahan dalam kehidupan kebudayaan Jepang. Tetapi dalam catatan

10 27 kesenian yang tertulis bahwa periode ini masih kalah sukses dibanding periode berikutnya yaitu periode Nara Analisis Kimono Wanita Bangsawan Periode Nara ( ) Pada periode ini, kebudayaan China mempengaruhi secara total kebudayaan Jepang, bahkan sampai sistem ketatanegaraan. Dengan adanya sistem ketatanegaraan ini, Jepang mulai membagi-bagi tingkatan lapisan sosial yang kemudian dicirikan dengan pakaian. Oleh karena itu, kimono yang dipakai oleh seseorang menjadi gambaran status sosial seseorang. Agama Buddha juga menjadi populer pada periode ini. Hal ini dapat dilihat pada bukti-bukti bangunan-bangunan kuil Buddha yang masih bertahan hingga masa kini dan juga pada nihon shoki atau nihongi yang tercatat. Bejana indah yang terbuat dari perak atau giok, peti, meja dan kecapi yang bertatahkan batu permata, lebih dihargai dan berlimpah di Kuil Shousou daripada pakaian, yang membawa misteri metode-metode awal penenunan dan pewarnaan. Dari potongan-potongan kecil yang tersisa dan bisa direkonstruksi menjadi artifak yang menarik seperti panji yang digunakan dalam upacara keagamaan agama Buddha, pakaian-pakaian yang dipakai oleh kaum bangsawan, musisi-musisi dan lain-lain. Menurut analisa penulis, dari proses akulturasi, Jepang mulai menuju proses asimilasi karena peniruan total akan kebudayaan China. Hal ini bisa dilihat dari Jepang yang ingin meniru China habis-habisan sehingga kebudayaan Jepang mulai melebur dengan kebudayaan China secara total, seperti pakaian, sistem ketatanegaraan, bangunan, dan sebagainya. Dalam suatu proses asimilasi, golongan-golongan minoritas (Jepang) mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas (China) sedemikian rupa sehingga lambat

11 28 laun kehilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. (Koentjaraningrat, 1990) Menurut analisa penulis, setelah mengalami proses asimilasi, Jepang yang pada awalnya hanya ingin mencoba-coba dan meniru kebudayaan China, kini mulai tertarik untuk semakin mengembangkannya seiring dengan kuatnya pengaruh agama Buddha. Dikatakan bahwa periode Nara yang pendek ini merupakan periode di mana Jepang paling bergaya China karena selain mengadopsi sistem ketatanegaraan versi China yang menerapkan sistem pemusatan birokrasi, meniru tradisi upacara-upacara China seperti tanabata, tsukimi (festival melihat bulan), serta menjadikan agama Buddha sebagai agama nasional menggantikan agama Shinto. (Mason, 1993:62) Salah satu hasil dari proses asimilasi tersebut adalah perubahan bentuk kimono wanita bangsawan yang mulai terlihat. Hal ini disebabkan karena para pelajar yang melakukan studi agama Buddha di China juga membawa kembali pakaian mode baru yang dihias dengan tenunan ajaib, kain celup dan sulaman dengan proses yang masih asing bagi seniman Jepang pada masa itu. Pada masa ini, gaya maupun design dan kain China telah berasimilasi total dengan Jepang. Selain itu, juga telah didirikan badan pusat yang ditugaskan untuk mengkoordinasi bidangnya masing-masing. Singkatnya, segala sesuatu yang diputuskan oleh pemerintah akan dilanjutkan kepada rakyatnya Kimono wanita bangsawan pada periode di mana agama Buddha memiliki pengaruh yang kuat ini mempunyai ciri-ciri, antara lain: potongan lurus dengan lengan baju yang lembut dan lebar, dan jatuh dengan lembut dari bahu hingga pergelangan tangan serta ditambah beberapa aksesoris sebagai variasi misalnya syal atau ikat pinggang. Walaupun kimono jenis ini masih berdasarkan pada Tanginu namun bentuknya cukup berbeda. Hal ini dapat dilihat dari bahan yang digunakan dan

12 29 pelengkap atau hiasan yang ditambahkan seperti seshi (mirip seperti rompi), membungkus bahu mereka dengan scarf yang disebut hire dan memegang sebuah kipas berbentuk bulat yang biasanya sering muncul di film-film silat Mandarin modern. (gambar 7) Kimono pada periode ini, menurut analisa penulis, berbentuk lebih kompleks dan terbuat dari bahan yang lebih lembut seiring dengan berkembangnya hubungan transaksi dagang dengan China. Berbeda dengan kimono prototipe China yang diadopsi pada periode sebelumnya karena pada saat itu Jepang baru mulai mencoba-coba meniru kebudayaan China, kimono periode ini mulai lebih menunjukkan variasi dan kreativitas busana. Dapat dikatakan, sebagai contoh, kimono pada periode Asuka cenderung lebih mirip baju shanghai pada masa sekarang. Sedangkan kimono pada periode Nara ini, lebih mirip baju pada film-film silat Mandarin yang serba indah, terkesan mewah dan memiliki lapisan-lapisan yang terbuat dari kain sutera tipis yang ringan. Bila ditinjau dari bentuknya, kimono-kimono zaman ini lebih familiar dengan lukisan China dan patung-patung pada Dinasti Tang. Kimono wanita bangsawan telah ditambah dengan rok besar yang terpisah dan diikat di bagian bawah lengan dengan selempang atau ikat pinggang sempit. Lalu diatasnya ditambah dengan mantel tanpa lengan yang sering dikenakan dan baju atasan penutup yang tipis namun besar. Ciri khas kimono wanita bangsawan ini adalah pemakaian warna sebagai indikasi status sosial seseorang. Warna dipakai sebagai lambang identifikasi karena merupakan bentuk dari keindahan yang sangat disukai oleh orang Jepang. Peraturan mengenai indikasi warna ini muncul akibat penaruh Dinasti Tang China yang mana mengharuskan bahwa semua tingkat di bawah pangeran, termasuk kerabat istana wanita, harus memakai warna ungu, lavender, merah menyala, merah bata, cherry, murbei, biru

13 30 tua, biru muda, hijau daun dan hijau rumput yang sesuai dengan tingkatan statusnya. Perlu diketahui bahwa warna yang setingkat lebih muda menandakan tingkatan status yang lebih rendah. Orang-orang yang tidak memiliki status kedudukan atau bukan merupakan abdi kerajaan memakai warna kuning; sedangkan, pelayan, penjaga dan pegawai istana memakai warna hitam. Warna-warna lain selain yang tersebut diatas, bebas dipakai. Akan tetapi, bagi mereka yang memakai warna yang menandakan status kedudukan mereka lebih tinggi daripada status mereka sekarang, akan dikenai hukuman. (Minnich, 1986) Analisis Kimono Wanita Bangsawan Periode Heian ( ) Para bangsawan di masa itu mempunyai ketertarikan yang besar dalam bidang pakaian seiring dengan perkembangan budaya. Hal ini termasuk sebagai politik budaya yang mana menurut Barker (2000), adanya kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan gender, ras, klas, kolonialisme dan sebagainya dengan pengembangan cara-cara berpikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang bisa digunakan oleh agen-agen dalam mengejar perubahan. Politik budaya yang menegaskan hubungan antara kebudayaan dengan kekuasaan yang mana di Jepang sendiri sejak periode Asuka ( ) telah menerapkan sistem jouge-kankei (hubungan antara atasan dan bawahan). Namun, hal ini baru benar-benar terlihat pada zaman feodal. Minimnya bukti akan dokumentasi kimono periode ini, hampir saja catatan kesenian periode ini menjadi halaman kosong kecuali melalui catatan-catatan kuno. Namun, melalui hasil karya tulisan seorang sastrawan wanita pada masa itu maka dokumentasi akan kimono periode ini dipaparkan secara detil. Murasaki Shikibu

14 31 merupakan salah satu tokoh yang tercatat dalam tokoh kesusastraan wanita Jepang pertama. Seperti yang tertulis dalam buku hariannya, Murasaki Shikibu menuliskan komentar-komentar yang ramah bagi orang-orang yang akrab denganya serta peristiwaperistiwa yang dia saksikan selama dia tinggal di istana. Wanita inilah yang mengarang Genji Monogatari (Hikayat Genji), yang mengisahkan cerita roman tentang kehidupan dan cinta seorang pangeran yang bernama Genji. Dalam novelnya ini, Murasaki Shikibu menggambarkan kehidupan kalangan bangsawan yang bahkan lebih akurat bila dibandingkan dengan kimono-kimono peninggalan yang disumbangkan ke Kuil Shousou yang dipakai sebagai dokumentasi dan rekonstruksi kimono yang tidak lengkap. Untunglah, walaupun yang tersisa di periode ini hanya tradisi-tradisi, tulisan-tulisan maupun lukisan dan tidak ada kostum yang tersisa di periode ini, melalui novel tersebut gambaran mengenai kehidupan maupun kimono masa ini dapat terlihat. (gambar 8) Periode ini erat dipengaruhi oleh seni yang diwarnai oleh kedamaian, kehalusan budi pekerti dan kemewahan. Kimono wanita bangsawan periode ini memiliki kesan elegan dan mewah serta merupakan kimono berlapis paling banyak dalam sejarah ini dipengaruhi oleh feminisme Kyoto, yang merupakan ibukota Jepang selama periode Heian. Kaisar Kanmu ( ) memindahkan ibukota dari Nara ke Kyoto karena pendeta-pendeta Buddha yang tamak akan kekuasaan dan mulai mencampuri urusan kenegaraan. Kyoto dikatakan beraliran feminisme karena kaum wanita bangsawan memainkan peranan penting dalam pemerintahan di masa ini, walaupun tidak banyak dari mereka yang memerintah sebagai ratu atau permaisuri dibandingkan abad I dan II sejak agama Buddha mulai masuk. Feminisme pada intinya menaruh perhatian pada seks

15 32 sebagai prinsip pengatur kehidupan sosial di mana relasi gender sepenuhnya dipengaruhi oleh relasi kekuasaan (Barker, 2000:25-26). Menurut Barret dalam Storey (2003) bahwa politik kebudayaan sangat krusial bagi feminisme karena melibatkan seluruh perjuangan atas makna. Wanita pada masa ini memiliki pengaruh yang cukup kuat di istana dimulai sejak Klan Fujiwara memakai taktik menguasai pemerintahan melalui pernikahan silang, dan juga sebagai penyumbang ide akan keharmonian warna-warna yang akan dipakai dalam kimono mereka, yang di luar tugas rutin mereka, sebenarnya memiliki waktu luang dalam berpakaian dan menulis puisi, sebelum diajukan kepada asosiasi kritisi warna untuk disetujui. Dikatakan bahwa hanya di masa inilah wanita memiliki masa gemilang dalam sejarah kesusastraan. (Minnich, 1986) Menurut analsa penulis, latar belakang periode yang penuh keromantisan dan kimono pada masa ini memberi inspirasi pada kesenian Jepang bahkan hingga sekarang. Hal ini bisa dilihat dari salah satu seni lukis Jepang yakni ukiyo-e (lukisan pada papan tipis yang disertai puisi). Tidak bisa disangkal bahwa para bangsawanlah yang mengembangkan kesenian dan kebudayaan terutama dalam bidang pakaian dengan pengaruh kefeminiman. Efek warna menjadi tema yang dominan pada periode ini dan para seniman tidak henti-hentinya bereksperimen. Pada periode ini, kimono gaya baru yakni kimono berbentuk potongan kotak (square-cut kimono) muncul. Kimono berpotongan seperti ini dapat membungkus sebagian besar badan, sehingga penjahit tidak perlu lagi memusingkan ukuran badan setiap konsumennya. Kimono ini juga gampang dilipat dan cocok untuk musim apapun tergantung dari tebal tipisnya bahan yang dipakai. Selain itu, kimono pada periode ini menjadi lebih kaku dan berukuran besar, baik wanita maupun pria memakai kimono

16 33 berlapis-lapis dengan warna-warna terang dengan lengan kimono yang longgar dan terbuka lebar pada pergelangan tangan. Kimono tersebut memberi kesan agung serta mengembang pada sosok mereka yang sedang duduk. Kimono tersebut juga sangat berguna pada musim dingin. Menurut analisa penulis, bentuk kimono pada periode ini berubah drastis karena seiring dengan kaum bangsawan yang semakin mementingkan dirinya sendiri dan royal, perlahan-lahan mereka meninggalkan gaya dan bahan luar lalu berkembang menjadi gaya yang mereka kehendaki, lebih sederhana dalam hiasan namun jauh lebih kaya dalam warna dan bentuknya yang super besar. Potongan kimono yang berukuran besar pada periode ini merupakan kekontrasan yang tajam bila dibandingkan dengan kimono pada periode-periode sebelumnya yaitu periode Asuka yang mengadopsi kimono prototipe China dan kimono periode Nara yang mirip dengan baju pada film-film silat China modern. Pakaian dari Dinasti Tang masih dikopi oleh kaum bangsawan, beberapa hal penting ditambahkan pada bahan-bahan mahal yang mereka kehendaki. Meskipun bentuk desainnya bisa bercorak naturalistik atau konvensional, tetapi sebagian mengadaptasi tipe China yang formal. Akan tetapi, kimono wanita bangsawan yang populer pada periode ini adalah jyuuni-hitoe atau kimono dua belas lapis. Menurut analisa penulis, jyuuni-hitoe ini mencerminkan keinginan Jepang untuk membuat gaya atau terobosan baru dalam bidang pakaian menurut versi mereka sendiri karena mereka tidak lagi mengikuti tren China semenjak ikatan hubungan dengan China mulai melemah dan hubungan diplomatik pun berakhir pada abad IX, pakaian yang lebih mencermikan karakteristik Jepang mulai berkembang, seiring dengan perkembangan arsitektur gaya Jepang. Periode ini menurut Covell dan Alan Covell (1984), sebagai masa di mana

17 34 pengaruh China di Jepang paling sedikit. Setelah kejatuhan Dinasti Tang, penenun Jepang mulai dibatasi dan pengurangan barang-barang impor dari China, serta pengiriman pelajar untuk melakukan studi juga berkurang. Jyuuni-hitoe (twelved unlined robes), pakaian resmi bangsawan wanita pada periode tersebut, terdiri dari dua belas sampai dua puluh lapis kimono yang berbedabeda warnanya. Kimono-kimono itu dipakai supaya tali masing-masing lapisan terlihat di leher, kerah serta hem dan yang paling penting adalah dijadikan sebagai efek kombinasi warna-warna kimono itu sendiri (gambar 9), sebagaimana dikatakan oleh Stinchecum (1984:23): Women of the highest rank often wore ten, twelve, even fifteen layers of robes, conventionally called jyuuni hitoe or twelve-layered robes. Wanita yang memiliki status kedudukan yang tinggi sering memakai sepuluh, dua belas atau bahkan lima belas lapis kimono yang biasanya disebut sebagai jyuuni hitoe atau kimono dua belas lapis. Secara umum, kimono tersebut disebut jyuuni-hitoe, kimono sebanyak dua belas lapis yang dipakai pada saat bersamaan dan ditambah dengan dua atau lebih jubah pendek yang terbuat dari kain brokat impor yang mahal. Sebagai tambahan di atas semua lapisan kimono itu, mereka menggerai sepasan atau lebih rok terpisah atau celana hakama dan kain menyerupai ekor panjang yang dilipat-lipat seperti kipas yang menyapu lantai yang disebut dengan mo, dan mereka membiarkan rambut panjang mereka tergerai indah di bagian belakang. Kimono ini, agaknya dimodifikasi dan disederhanakan, yang pada masa kini tersisa untuk dipakai oleh keluarga kaisar khususnya wanita pada upacara-upacara penting seperti upacara pernikahan dan acara pemahkotaan. Sebagai poin yang paling penting dari kimono fantasitik ini adala tersusun dari kain-kain sutera berwarna polos. Tenunan indah, meskipun kaya dalam warna,

18 35 biasanya bermotif kecil dan digunakan pada pakaian luar atau tali pinggang yang dipakai untuk upacara-upacara penting. Kimono kaum wanita bangsawan yang memiliki bentuk potongan yang besar ini dideskripsikan dengan tepat oleh Brinkley dan Kikuchi dalam Minnich (1986:108) sebagai a veritable cataract of habiliments (pakaian yang benar-benar mirip air terjun) ini telah menjadi tema favorit bagi para seniman hingga berabad-abad yang akan datang. Hampir sama menawan seperti dalam lukisan, sangatlah sulit utuk membayangkan bahwa kimono seperti itu pernah dipakai oleh manusia atau makluk hidup yang dapat berjalan, mengesampingkan deskripsi penuh kebanggaan yang dapat ditemukan dalam tulisan Murasaki Shikibu yang hidup pada periode Heian tersebut. Rakyat jelata tidak diperbolehkan memakai jyuuni hitoe maupun kimono yang berbahan dasar sutera karena hanya para bangsawan atau mereka yang memiliki tingkatan status sosial tinggi yang boleh memakainya. Jyuuni-hitoe terbuat dari kain sutera yang mahal dengan hiasan dan sulaman indah sehingga orang-orang yang berstatus sosial rendah tidak akan mampu untuk membelinya. Mereka hanya memakai kosode yang merupakan baju dalam bagi para bangsawan sebagai pakaian luar dan terbuat dari rami atau serat nanas dan dihiasi dengan sulaman garis-garis atau pola berwarna yang sederhana. Seperti pada periode sebelumnya, warna juga menjadi salah satu ciri khas kimono ini selain lapisan-lapisan yang seperti tumpukan tangga berwarna. Akan tetapi, fungsi warna pada jyuuni-hitoe ini bukanlah sebagai pengidentifikasian status sosial seseorang, melainkan sebagai perpaduan dari keharmonisan warna yang tampak dalam jyuuni-hitoe yang dipakai. Lapisan-lapisan kimono pada jyuuni-hitoe bervariasi dalam

19 36 hal potongan maupun warna-warnanya yang kaya, dan setiap warna dipilih dengan teliti supaya menciptakan harmoni dengan lapisan-lapisan lainnya. Bagian warna merupakan intisari dari kimono yang terdiri dari berlapis-lapis lapisan ini. Beberapa dari kain sutera yang tipis dan ringan yang menpunyai warna lebih muda dipakai untuk membedakannya dengan lapisan sebelumnya. Akan tetapi, yang paling penting adalah harmoni stratifikasi yang terlihat di bagian leher, tepi bagian depan dan bagian bukaan lebar pada lengan lebar yang menjutai. Keharmonisan pilihan warna-warna tersebut menunjukan indikasi perasaan wanita yang memakainya.perhatian yang lebih dan pembelajaran yang ditujukan untuk keharmonian warna dan kehalusan budi pekerti yang tampak dalam komposisi dapat ditebak dari tema yang mereka gunakan. Misalnya, tentang hanami (festival melihat bunga) atau dari puisi-puisi kontemporer. Sesungguhnya, penyusunan lapisan-lapisan kimono berwarna-warni tersebut disebut sebagai kasane-no-irome; lapisan bunga azalea, lapisan bunga wisteria, lapisan daun maple, dan lapisan pohon willow serta beberapa objek lain yang dipakai menjadi standarisasi pemilihan warna. Sebagai contoh, pada kimono dengan lapisan pohon pinus, dua lapisan bagian atas berwarna coklat kemerah-merahan yang gelap dan lebih muda setingkat, lalu dibagian bawahnya dimulai dengan lapisan hijau kekuningan yang agak gelap hingga baju dalam yang merupakan lapisan terakhir berwarna merah tua. Setiap warna memiliki lambang yang berhubungan dengan bunga dan harus dipakai sesuai dengan musim. Setiap kimono baru akan diinterpretasi, disensor atau disambut dengan antusias dan atau diskriminasi, jika berbeda sedikit saja dari syair yang mana mengacu pada warna dari image puisi terkenal karena kaum bangsawan pada

20 37 periode ini sangat memuja kesusatraan dan segala keindahan alam maupun musim, maka pada saat yang sama akan dikritik habis-habisan. Sebagai contoh, melalui novelnya Genji Monogatari atau Hikayat Genji, Murasaki Shikibu menulis bahwa ketika seorang wanita bangsawan terpandang pergi dari hadapan acara yang dihadiri oleh kalangan istana hanya karena sebuah kesalahan kecil dimana terdapat kesalahan kombinasi warna pada kimononya. Bukan kesalahan yang serius, hanya karena warnanya terlalu pucat sedikit. Brinkley dan Kikuchi dalam Minnich (1986:110), bersama dengan salah seorang anggota staf Biro Kekaisaran yang menulis catatan melalui bukunya Pageant of Japanese Art Volume V, mencatat kutipan menarik dari catatan yang tertinggal pada masa itu. Pada musim semi, mereka memakai kimono yang menyerupai bunga plum dan bunga sakura ; pada musim panas, kimono kemerah-merahan dengan warna-warna buah plum dan bunga azalea; untuk musim gugur, dipilih corak yang kaya akan daundaun maple yang memerah, daun semanggi, bunga krisan dan bunga bluebell; sementara warna hijau pohon pinus dan warna coklat dari daun kering cocok dengan salju di musim dingin. Untuk memperoleh fashion seperti ini, merupakan tugas tak mudah bagi tukang celup warna. Untunglah masih tersisa catatan pada Kantor Industri Biro Kekaisaran yang tertulis dalam catatan berharga yang ditulsi pada tahun 915 yang menjelaskan detil-detil mengenai teknik proses celup yang dikembangkan atau yang ada pada periode Heian terutama era Engi ( ). Dalam Buku Harian Murasaki Shikibu, Murasaki juga menyebutkan bahwa design jiplak atau gosok, terutama dalam kalangan bangsawan, sekaligus menjelaskan perayaan tahun baru. Dia mengatakan bahwa kimono yang dipakai pada hari pertama

21 38 tahun baru adalah karaginu (semacam pakaian luar yang dipakai pada lapisan teratas jyuuni-hitoe) berwarna ungu dan merah tua bunga mawar, kimono merah dan kain ekor panjang yang lebih muda; pada hari kedua, kain brokat berwarna merah dan ungu, kain sutera warna ungu mengkilap, karaginu berwarna hijau dan kain ekor panjang yang diwarnai bunga-bunga yang dijiplak dengan teknik celup. (Minnich, 1986:114) Selain itu, warna emas dan perak juga sering digunakan dalam kimono periode ini karena kedua warna ini sebelumnya merupakan warna populer di China. Seperti yang tercatat dalam catatan kuno, tertulis bahwa pesta yang diadakan oleh Kaisar Shirakawa ( ) dimana wanita-wanita bangsawan hadir dalam balutan kimono yang dihias dengan desian keemasan. Pada genarasi sebelumnya, Murasaki menulis bahwa gadisgadis muda menambahkan sapuan emas pada kain brokat sutera mereka yang dijadikan kain ekor panjang tergerai. Sedangkan pada waktu yang lain, dia melaporkan tentang seorang wanita yang memamerkan kain ekor panjangnya yang bermotif pantai yang disertai burung-burung camar berwarna perak. Hal tersebut merupakan sesuatu yang baru. Menurut Murasaki, wanita itu pintar dalam memilih simbol atau lambang, sedangkan wantia-wanita berstatus sosial lebih tinggi malah menertawakan kimono bersulam peraknya itu. Hal tersebut menimbulkan ketertarikan untuk membayangkan kira-kira pemandangan seperti apa ketika wanita-wanita bangsawan berkumpul dengan memakai kain ekor panjang mereka yang lebar disertai dengan rambut panjang mereka yang tergerai di belakang mereka. Tidak heran jika kaum bangsawan terutama laki-laki, selalu terpesona ketika mereka melewati balkon dimana para wanita tersebut berdesak-desakan dalam antrian untuk melihat bulan dalam festival tsukimi. Selain itu, mereka juga dapat melihat rambut panjang tergerai para wanita tersebut mencuat dari bawah tirai bambu.

22 39 Sebelum akhir periode ini, jumlah lapisan kimono kaum wanita bangsawan meningkat sampai dua puluh lima lapis. Tetapi hal ini malah memberikan persepsi yang salah karena lapisan yang dimaksud tidak selalu merujuk kepada satu kimono penuh, namun lebih cenderung pada lipatan berwrna ekstra pada bagian tepi yang hendak mereka tampilkan. Peperangan antara klan-klan yang berada di masing-masing provinsi, tidak diacuhkan oleh kaum bangsawan yang sibuk akan urusan mereka sendiri. Didukung oleh sebab-sebab akan keturunan kaisar yang mereka hormati yang berbeda-beda, masingmasing dari kedua klan ini, Klan Taira dan Klan Minamoto, terlihat bahwa mereka menempuh jalur ekstrim demi mencapai kekuasaan dalam pemerintahan. Keluarga Taira dan calon kaisar dukungan mereka memenangkan kemenangan pertama mereka yang pendek, setelah lima belas tahun berusaha mendandingi kehidupan kaum bangsawan periode Heian, mereka menjadi mabuk kepayang dalam kemewahan dan sukacita yang kemudian membuat mereka menjadi sasaran empuk bagi Keluarga Minamoto pada tahun Periode terakhir dari Zaman Monarki ini berakhir pada tahun 1185, dan mulailah Zaman Feodal Zaman Feodal ( ) Analisis Kimono Wanita Bangsawan Periode Kamakura ( ) Ketika periode Heian berakhir, struktur kemasyarakatan berubah dan kekuasaan dari para bangsawan berpindah tangan ke tuan tanah penguasa provinsi (daimyou). Kekuasan politik tidak lagi diwariskan melalui keturunan melainkan tergantung kepada keadaan ekonomi dan kekuatan militer yang diperoleh dari pengontrolan tanah dan

23 40 penguasaan militer. Penguasa yang terpilih membangun kebudayaannya sendiri, yang lebih sederhana dari kaum bangsawan Heian dan tidak terlalu terikat pada satu tempat. Kaum bangsawan yang tenggelam dalam impian-impian indah dan gemerlap kemewahan tiba-tiba dihadapkan pada perang-perang sipil yang penuh dengan teror, pertumpahan darah dan kebakaran yang terjadi di Kyoto. Kemudian, periode yang penuh kediktatoran militer ini dipindahkan ke Kamakura, jauh dari pengaruh feminisme Kyoto. Kimono bangsawan pada periode ini menjadi jauh lebih sederhana dibandingkan dengan jyuuni-hitoe pada periode sebelumnya yang begitu indah, berukuran ekstra besar dan berlapis-lapis. Pada periode yang penuh akan perang ini, tidak masuk akal jika mereka hendak pergi berperang dengan pakaian seperti itu. Selain itu, kaum samurai juga menolak memberi perhatian yang berlebihan pada feminisme yang dipengaruhi oleh kaum bangsawan Fujiwara sebelumnya. Tidak akan pernah ada lagi Murasaki Shikibu kedua. Wanita memang seharusnya dihargai tetapi tempat yang layak bagi mereka adalah sebagai pelayan setia dan penopang yang bagi suami-suami mereka dan juga kebajikan. Pada periode Kamakura, wanita bangsawan pada masa ini membuang semua lapisan kimono periode Heian dan juga lengan kimono lebar (osode). Wanita bangsawan Kamakura memakai kimono yang lebar lengan kimononya lebih pendek yang disebut dengan kosode, dan dulunya dipakai sebagai baju dalam. Mereka juga masih memakai rok terpisah yang disebut hakama yang berupa celana panjang yang tergerai, biasanya berwarna merah, sebagai pakaian luar sehari-hari dan mengikatnya dengan obi sempit. Kimono pada periode ini disebut dengan Kinubakama. Kimono ini pada masa sekarang hanya dipakai oleh miko (penjaga kuil wanita). (gambar 10)

24 41 Pada masa ini, kosode masih belum merupakan kimono secara umum seperti pada periode yang akan datang karena kosode pada periode ini masih merupakan pakaian non-formal dan kimono yang akan mereka kenakan pada upacara-upacara tertentu tidak berupa kosode. Kesederhanaan kimono pada masa ini selain disebabkan oleh alasan perang, tetapi juga dikarenakan kesenian pada masa ini lebih terinspirasi kepada idealisme Buddhisme Zen yang baru diimpor dari China dalam rangka pembaharuan pandangan mengenai agama Buddha. Zen menerapkan ajaran intisari murni agama Buddha, berbeda dengan ajaran yang diadopsi Jepang pada periode Asuka. Ajaran Zen dalam kesederhanaan yang diterapkan pada periode tersebut, tidak hanya dititik beratkan pada Bushido melainkan juga pada bentuk kimono. Filosofi yang telah diadopsi tersebut mempengaruhi mental dan jiwa seseorang (dalam hal ini, kelas samurai yang menjadi pemegang kekuasaan). Menurut Leahy (2001), sebenarnya jiwa adalah kesatuan primordial yang menjiwai dan mnstrukturkan suatu bagian dari materi. Jadi, materi yang terkait dalam masalah ini adalah Bushido dan kebudayaan yang dipengaruhi oleh Zen, yang mana merujuk kepada kimono yang merupakan hasil karya seni manusia. Kesederhanaan yang dimaksud disini adalah kesederhanaan bentuk, bukan kesederhanaan pada design atau corak yang ada pada kimono itu sendiri Agama Buddha terdiri dari beberapa aliran dan Buddhisme Zen merupakan agama Buddha aliran Mahayana, yang mana ajarannya lebih menekankan pada praktik dalam diri dan pengamalan akan ajaran agama Buddha tersebut (Santina, 2004). Buddhisme Zen juga berupa ajaran emansipasi dari dogma, ritual, dan dari kekuatan supranatrual dan penekanan pada kekuatan batin daripada wahyu-wahyu melalui pandangan akan alam semesta yang terefleksi pada alam, misalnya sehelai daun atau cahaya yang menembus awan senja. Zen merupakan dasar dari Bushido (jalan samurai)

25 42 yang diadaptasi secara istimewa dan dijadikan sebagai keyakinan akan diri-sendiri dan keyakinan pada pengorbanan diri seorang samurai. (Okakura, 1985) Kosode pada periode-periode sebelumnya merupakan baju dalam bagi kaum kelas atas atau kaum bangsawan sebagai baju dalam diantara osode berlengan lebar yang berlapis-lapis pada periode Heian, atau juga dipakai oleh para samurai di bawah baju pelindung mereka dan juga sebagai baju lapisan dalam pakaian pendeta. Rakyat jelata memakai kosode sebagai pakaian luar. Biasanya hanya satu kosode yang dipakai pada waktu bersamaan. Orang yang menjadi pelopor yang memperkenalkan bahwa kosode bukan pakaian luar hanya khusus untuk rakyat jelata saja, tetapi untuk berbagai lapisan adalah Shizuka. Dia adalah seorang penari terkenal akan kecantikan serta keanggunannya sekaligus merupakan kekasih dari Minamoto Yoshitsune, adik dari Minamoto Yoritomo yang kini memegang tampuk kekuasaan setelah mengalahkan Klan Taira pada periode ini. Dia memperkenalkan pemakaian kosode sebagai pakaian luar kaum wanita bangsawan pada peristiwa di mana dirinya diundang oleh Yoritomo dan Putri Masako, istri Yoritomo, untuk menari dihadapan mereka. Shizuka merasa dirinya terlalu berharga untuk memberi hormat kepada seorang pengkhianat yang mengkhianati adiknya sendiri, memberi alasan penolakan dengan lihai yaitu: pertama, dia memerlukan musik untuk mengiringi tariannya, dan kedua, tidak ada musik cocok kecuali dimainkan oleh priapria pemberani Kamakura. Musik bukanlah kesenian yang tidak memiliki makna keksatriaan sehingga semua prajurit-prajurit perkasa di kediaman Yoritomo dipanggil untuk mengiringi tarian Shizuka. Pada kondisi seperti itu, demi harga dirinya Shizuka tidak bisa menolak lagi. Lagu dan tariannya dipenuhi oleh rasa rindu dan pujian untuk kekasihnya. Hal itu membuat Yoritomo marah dan bemaksud untuk mengeksekusi

26 43 Shizuka jika pada saat itu Putri Masako tidak mencegahnya dan meyakinkan Yoritomo bahwa Shizuka hanya mengekspresikan bentuk kesetiaan sekaligus menunjukkan rasa hormatnya kepada majikannya. Kemunculan Shizuka dengan tariannya di Kuil Hachiman pada upacara tersebut sering dijadikan sebagai tema favorit dalam kesusastraan dan kesenian. Apabila tamu datang berkunjung, biasanya wanita bangsawan mengambil kimono berhiasan mewah dari lemari, yang kemudian dikenakan dengan longgar dari bagian bahu (gambar 11). Di daerah Edo dan sekitarnya, kimono mewah seperti itu disebut uchikake. Di Kyoto, kimono tersebut disebut sebagai kaidori, karena kimono lebar itu dapat disatukan di bagian depan diikat dengan sejenis tali ketika si pemakai kimono tersebut hendak keluar rumah. Ada kekontrasan yang besar antara kimono yang dipakai di Kyoto, yang saat itu masih merupakan pusat fashion, dengan kimono yang dipakai di Kamakura. Seperti halnya kosode, uchikake dipakai sejak saat itu sebagai pakaian yang dikenakan pada upacara formal. Seiring dengan perkembangan kimono tersebut, maka dimulailah awal sesungguhnya kimono yang dihiasi dengan gaya ala Jepang. Kimono pada periode Kamakura masih terbuat dari kain sutera bermotif mewah asal China, meskipun Shizuka mengatakan bahwa dia memakai jubah yang disulam dengan motif berlian. Obi yang dipakai oleh Shizuka dan para wanita pada masa ini lebarnya dua sampai tiga inchi dan terbuat dari kain linen atau kain brokat. Umumnya diikat di bagian depan dan kedua ujungnya yang tersisa menjuntai panjang ke bawah. Obi seperti ini bisa dilihat dalam pertunjukan drama Noh dan festival-festival ritual keagamaan pada masa sekarang. Berbeda dengan periode sebelumnya, obi masih belum dipakai sebagai tali

27 44 pinggang yang dipadukan dengan kimono. Sebagai gantinya, mereka memakai tali yang terbuat dari bermacam-macam bahan dan proses untuk mengikat kimono mereka. Di depan umum, istri seorang samurai harus berjalan dengan rendah hati di bawah naungan topi besarnya yang menyerupai cangkir sake ekstra besar yang terbalik dan biasanya terbuat dari bambu atau kayu pernis hitam. Di bagian tepi topi besar itu terdapat tudung yang mirip kain gorden dengan panjang mencapai tiga kaki dan digunakan untuk menutupi wajah serta hampir sebagian besar sosoknya. Pakaian seperti itu dikenal dengan sebutan tsubo-shozoku. (gambar 12) Salah satu unsur penting yang menarik perhatian dalam sejarah pakaian Jepang dan desain serta menjadi ciri khas pada kimono periode ini adalah mon atau simbol keluarga (gambar 13). Tradisi simbol keluarga tersebut berasal dari kaum Ainu (penduduk Jepang asli) yang menandai barang kepunyaan mereka dengan ukiran seperti telapak kaki burung, bunga, tanda silang, dan lain-lain yang biasanya ditoreh dengan pisau. Mungkin orang Jepang mengadopsi kebiasaan tersebut sejak awal, atau mungkin juga, secara turun-temurun hal itu merupakan keharusan dari praktek kehidupan masyarakat primitif. Belakangan diketahui bahwa penggunaan simbol keluarga dapat juga diamati melalui lukisan-lukisan pada periode Heian yang menggambarkan kereta kaum bangsawan yang ditandai dengan mon untuk menunjukkan nama keluarga. Dua garis horizontal yang dipagari dengan lingkaran dikatakan sebagai salah satu simbol keluarga tertua. Akan tetapi hal tersebut masih berupa dugaan saja. Dalam sebuah lukisan Jepang terdapat salah satu lambang kelas tentara yang mana menggambarkan ilustrasi cerita tindakan berani Yoshiie, seorang jenderal yang menaklukkan kaum barbar di bagian utara pada abad XI.

28 45 Pakaian rakyat jelata yang terbuat dari bahan yang kaku telah dipotong hingga bagian lutut dan menjadi kosode yang lebih sederhana, serta tidak ada pakaian luar yang tergerai dalam cara berpakaian mereka. Pada akhir periode ini, sama seperti ketertarikan kaum bangsawan akan simbol keluarga, mereka mulai berani mengembangkan designdesign khas mereka sendiri. Dalam masa-masa sulit ketika perang-perang sipil terjadi, kain brokat mahal hanya dipakai oleh segelintir kaum bangsawan kaya, dan keluarga-keluarga terpandang mulai terbiasa memakai bentuk design khusus sebagai lencana penghargaan bagi diri mereka sendiri. Warna memang mengindikasikan tingkatan status sosial maupun pangkat, namun untuk memperlihatkan perbedaan individual, diperlukan simbol keluarga khususnya untuk seragam tempur. Memang tidak bisa dikatakan sebagai pakaian dinas, tetapi sebagaimana kita ketahui bahwa pakaian bersimbol keluarga dipakai baik oleh kaisar bahkan sampai pelayan sekalipun. Sumber yang serbaguna untuk mempelajari sejarah pakaian Jepang pada semua lapisan sosial masyarakat pada periode ini dan periode terdahulu yaitu periode Heian, adalah melalui lukisan gulung yang disebut emakimono atau disingkat emaki Analisa Kimono Wanita Bangsawan Periode Muromachi ( ) Setelah kejatuhan Kamakura, ibukota dipindahkan lagi ke Muromachi. Keshogunan berada di tangan penguasa Klan Ashikaga, yang kemudian menjalin kerjasama dengan Dinasti Ming karena ketertarikannya akan kesenian China dan kesetiaannya pada Buddhisme Zen, sehingga fashion didominasi oleh kain brokat impor karena industri dalam negeri lumpuh akibat perang sipil dan gerombolan pendetapendeta perompak yang meneror seluruh negeri.

29 46 Dalam sejarah Jepang terutama dalam bidang pakaian, periode Muromachi pantas dikenang tidak hanya karena kain sutera China impornya melainkan karena pada periode inilah transisi terakhir dari gaya pakaian berlebihan kaum bangsawan Heian yang menjadi kosode yang sederhana, yang mana menjadi kimono pada masa sekarang walaupun mengalami sedikit perubahan sebelumnya. Kesederhaan kimono pada periode ini tidak hanya dikarenakan pengadaptasian idealisme Zen seperti pada periode Kamakura, namun juga karena habisnya harta negara yang diboroskan untuk dekorasi kimono pada awal periode ini dan juga karena perang-perang sipil yang terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari betapa menyedihkan kekaisaran Jepang yang saat itu masih berpusat di Kyoto yang sedang berada diambang kehancuran. Kaisar menjadi sangat miskin dan dipaksa untuk menjual tanda tangannya hanya demi kelangsungan hidupnya. Kaum bangsawan kerja lembur untuk membuat sumpit dan menjualnya demi upah yang tidak seberapa. Sewaktu Kaisar wafat pun, jenazahnya terlantar selama 40 hari sampai akhirnya ada seorang penguasa provinsi yang menawarkan diri untuk membayar biaya pemakaman yang sederhana. Setelah itu pun, sama sekali tidak ada dana untuk acara kenaikan tahta kaisar baru. Banyak kaum bangsawan yang melarikan diri dari Kyoto dan mencari perlindungan pada penguasa-penguasa provinsi yang mau menampung mereka.keadaan demikian sama sekali tidak memungkinkan kaum bangsawan yang dulunya royal dan kini jatuh miskin untuk bereksperimen dalam pendekorasian kimono. Kosode mulai diterima dan dipakai secara umum sebagai kimono sehari-hari. Kimono masa sekarang didasarkan pada kimono periode ini yang disebut kosode bakama atau kosode yumaki (gambar 14). Lipatan terakhir yang tergerai di sepanjang bahu disebut karaginu, yaitu sejenis jubah pendek yang terbuka dibagian depan, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimono merupakan pakaian tradisional sekaligus pakaian nasional Jepang. Perkembangan Jepang yang begitu pesat dalam berbagai bidang, salah satunya bidang fashion,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KIMONO PADA MASYARAKAT JEPANG. Dulunya kimono adalah salah satu dari 2 jubah formal yang biasa

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KIMONO PADA MASYARAKAT JEPANG. Dulunya kimono adalah salah satu dari 2 jubah formal yang biasa BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KIMONO PADA MASYARAKAT JEPANG 2.1. Sejarah Kimono di Jepang Dulunya kimono adalah salah satu dari 2 jubah formal yang biasa digunakan di pengadilan Cina. Kemudian berevolusi

Lebih terperinci

ABSTRAK. lambang tertentu ada yang dilambangkan. Maka yang dilambangkan disini yaitu

ABSTRAK. lambang tertentu ada yang dilambangkan. Maka yang dilambangkan disini yaitu ABSTRAK Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi atau ujaran.sebagai lambang tertentu ada yang dilambangkan. Maka yang dilambangkan disini yaitu suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negara-negara lain yaitu teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan. Jepang telah mengembangkan

Lebih terperinci

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah :

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah : LAMPIRAN PROGRAM TAHUNAN Mata Pelajaran : Bahasa Jepang Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Kelas / Program : X Tahun Pelajaran : 2008 / 2009 Semester : 1 dan 2 Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi

Lebih terperinci

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup BAB II SOFTWERE JLOOK UP 2.1 SOFTWERE KAMUS JLOOK UP Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup handal, karena di samping dapat mengartikan bahasa Jepang ke Inggris dan begitu juga

Lebih terperinci

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi.

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi. Lampiran 1 Soal Pre Test Terjemahkan kedalam bahasa jepang! 1. Anda boleh mengambil foto. ~てもいいです 2. Mandi ofuro Sambil bernyanyi. ~ ながら 3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima

Bab 3. Analisis Data. Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Giri dan Ninjou Dalam Urashima Tarou Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima Tarou dalam Nihon Ohanashi Meisakuzensyuu 2 Urashima Tarou

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tanda Baca Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu: dari kejauhan terdengar sirene -- bahaya; 2 gejala: sudah

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA INDONESIA

ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA INDONESIA ANALISIS KONTRASTIF PENGGUNAAN KONJUNGSI /-TARA/ BAHASA JEPANG DENGAN KONJUNGSI /KALAU/ BAHASA INDONESIA Bahasa adalah milik manusia yang merupakan pembeda utama antara manusia dengan makhluk lainnya didunia

Lebih terperinci

(Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) あさり ガンバレ! bersemangat. Berusaha Asari! Pada situasi di atas, penggunaan katakana ada pada kata ガンバレ.

(Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) あさり ガンバレ! bersemangat. Berusaha Asari! Pada situasi di atas, penggunaan katakana ada pada kata ガンバレ. (Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) こんじょう Percakapan: まま : さすが ママの子 いざとなると 根性あるわっ あさり ガンバレ! Terjemahan: Mama: Anak mama memang hebat. Walau dalam keadaan susah, tetap bersemangat. Berusaha Asari! b.

Lebih terperinci

membahas dari penggunaan dan arti tiga kata kerja tersebut,...ok,...he,.,he,.,he,.,.

membahas dari penggunaan dan arti tiga kata kerja tersebut,...ok,...he,.,he,.,he,.,. 1.Dasar nya :Unkapan Pemberian dan Penerimaan Di bagian ini saya akan membahas lebih dalam mengenai pola kalimat sopan,.yang inti dari pelajaran bahasa jepang level 3 yaitu pola kalimat sopan,bentuk sopan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kimono adalah pakaian adat Jepang yang secara turun-temurun digunakan sejak Jepang berada dalam zaman Jomon dan zaman Yayoi (660 SM 552SM) hingga masa kini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan seiringnya waktu, bahasa terus mengalami perkembangan dan perubahan. Bahasa disampaikan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan pengumpulan data Dalam bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada mahasiswa tingkat II Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DATA. Berikut ini penulis akan memaparkan mengenai analisisis unsur westernisasi

BAB 3 ANALISIS DATA. Berikut ini penulis akan memaparkan mengenai analisisis unsur westernisasi BAB 3 ANALISIS DATA Berikut ini penulis akan memaparkan mengenai analisisis unsur westernisasi pada mode busana Gothic Lolita yang didasarkan pada jenis-jenis busana Gothic Lolita modern. 3.1 Westernisasi

Lebih terperinci

MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG

MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG Sugihartono, Drs.,M.A. media_pembelajaran@yahoo.co.jp Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang FPBS Universitas Pendidikan Indonesia Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa memiliki

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi

Bab 1. Pendahuluan. hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi

Lebih terperinci

Dikerjakan O L E H SUNITA BR

Dikerjakan O L E H SUNITA BR PEMAKAIAN KATA (KABURU, KAKERU, HAKU, H KIRU, SURU) DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG NIHONGO NO BUNSHOU U NO (KABURU, KAKERU, HAKU, KIRU, SURU) NO KOTOBA NO SHIYOU KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H SUNITA BR

Lebih terperinci

TEMA 5 JADWAL PELAJARAN じかんわり

TEMA 5 JADWAL PELAJARAN じかんわり TEMA 5 JADWAL PELAJARAN じかんわり Standar Kompetensi Mengungkapkan informasi secara lisan dalam bentuk paparan atau dialog sederhana tentang Kehidupan Sekolah. Kompetensi Dasar - Mengidentifikasikan waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap) yang bersifat sewenangwenang

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Busana Thailand Berbentuk Celemek Panggul, Kaftan atau Tunika

Gambar 3.1 Busana Thailand Berbentuk Celemek Panggul, Kaftan atau Tunika BAHAN AJAR BAGIAN III SEJARAH MODE PERKEMBANGAN BENTUK DASAR BUSANA DI NEGARA TIMUR A. Thailand Thailand adalah salah satu negara tetangga Indonesia sehingga busan antara kedua negara tersebut terdapat

Lebih terperinci

ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA

ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA ICHSAN SALIM 2012110152 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Untuk mendukung penulis dalam menganalisa data, penulis akan menjelaskan teoriteori yang akan digunakan dalam penulisan ini. Teori yang akan digunakan mencakup konsep kanji dan teori

Lebih terperinci

Hasil Technical Meeting Lomba Benron Umum Nihongo no Hi 2018

Hasil Technical Meeting Lomba Benron Umum Nihongo no Hi 2018 Hasil Technical Meeting Lomba Benron Umum Nihongo no Hi 2018 - Registrasi ulang dimulai sejak pukul 7.30 09.00. Jika Telat diharuskan untuk registrasi ulang di bagian sekretariat, dan akan berpengaruh

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Karya sastra, baik puisi, drama, maupun prosa, selalu mengalami perkembangan

Bab 5. Ringkasan. Karya sastra, baik puisi, drama, maupun prosa, selalu mengalami perkembangan Bab 5 Ringkasan Karya sastra, baik puisi, drama, maupun prosa, selalu mengalami perkembangan dan menunjukkan keterkaitan dengan karya sastra yang terbit sebelumnya. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Yanagita Kunio (via Danandjaja, 1997: 35-36) salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Yanagita Kunio (via Danandjaja, 1997: 35-36) salah satu cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Yanagita Kunio (via Danandjaja, 1997: 35-36) salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat mengerti kepribadian bangsa Jepang, yakni dengan cara mempelajari

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut dengan togoron 続語論 atau

Bab 2. Landasan Teori. Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut dengan togoron 続語論 atau Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Hinshi 品詞 Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut dengan togoron 続語論 atau シンタクス. Sutedi (2003, hal.61) berpendapat bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang mengkaji

Lebih terperinci

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran SILABUS Seklah : SMPN 2 CIAMIS Kelas : IX (Sembilan) Mata Pelajaran : Bahasa Jepang Semester : 1 ( Satu ) Standar : Mendengarkan 1. Memahami lisan berbentuk paparan atau dialg hbi dan wisata 1.1 Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, mempelajari bahasa bertujuan untuk memperoleh empat keterampilan berbahasa (language competence) yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Contoh : 歩く 倒れる 話す.

Bab 2. Landasan Teori. perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Contoh : 歩く 倒れる 話す. Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Hinshi Masuoka dan Takubo (1992:8) membagi hinshi 品詞 atau kelas kata ke dalam beberapa jenis, yaitu : 1. Doushi 動詞 (verba), yaitu salah satu jenis kelas kata yang dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, bahasa mempunyai fungsi sebagai alat untuk berkomunikasi (Chaer, 2003: 31). Dengan adanya bahasa kita dapat menyampaikan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ide, atau perasaan tersebut dapat secara harfiah atau metaforis, secara langsung atau tidak

BAB I PENDAHULUAN. ide, atau perasaan tersebut dapat secara harfiah atau metaforis, secara langsung atau tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan penuturnya untuk menyampaikan gagasan, pikiran, ide, dan perasaannya dalam berbagai situasi. Cara penyampaian pikiran,

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG Sugihartono, Drs. M.A. Work Shop Pendidikan Bahasa Jepang FPS UPI 2009 FAKTOR KEMAMPUAN BERCAKAP-CAKAP Faktor kemampuan memahami melalui

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Penulis berkesimpulan bahwa di dalam penerjemahan kata tanya doko dan

BAB IV KESIMPULAN. Penulis berkesimpulan bahwa di dalam penerjemahan kata tanya doko dan BAB IV KESIMPULAN Penulis berkesimpulan bahwa di dalam penerjemahan kata tanya doko dan dochira terdapat dua makna, yaitu; arti terjemahan atau padanan terjemahan yang berupa padanan dinamis dan arti leksikal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan bahwa, kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sutedi (2003:2) mengatakan, Bahasa digunakan sebagai alat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sutedi (2003:2) mengatakan, Bahasa digunakan sebagai alat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prawiroatmodjo & Hoed (1997:115) dalam Dasar Dasar Linguistik Umum, menyatakan peranan bahasa sebagai berikut: Peranan bahasa dalam kehidupan manusia besar sekali.

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan dan Saran. Pada bab ini penulis akan memberikan Simpulan dari hasil analisis mengenai makna

Bab 4. Simpulan dan Saran. Pada bab ini penulis akan memberikan Simpulan dari hasil analisis mengenai makna Bab 4 Simpulan dan Saran Pada bab ini penulis akan memberikan Simpulan dari hasil analisis mengenai makna figuratif yang terdapat dalam komik Crayon Shinchan Vol.32 sebagai bahasa sasaran dan manga クレヨンしんちゃん

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori yang akan digunakan dalam

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori yang akan digunakan dalam Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini. Teori tersebut antara lain, Teori Keigo yang berupa sonkeigo ( 尊敬語 ) dan kenjoogo

Lebih terperinci

KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN

KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN SAVOY HOMANN ホテルのエグセクテイブカラオケ JUN はビジネスマンの商談や海外の旅行者をリラックスさせるための憩いの憩いの場所

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Merupakan karya ilmiah yang saya susun di bawah bimbingan bapak Jonnie Rasmada Hutabarat, M.A., selaku Pembimbing I dan bapak Dr. Ari Artadi selaku Pembimbing II, tidak

Lebih terperinci

ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III)

ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III) ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III) Hargo Saptaji, Hani Wahyuningtias, Julia Pane, ABSTRAK Dalam Bahasa Jepang, partikel (joshi) sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki suatu bangsa. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki suatu bangsa. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cerita rakyat adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki suatu bangsa. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila membicarakan Jepang, maka hal yang akan terbayang adalah sebuah Negara modern di mana penduduknya memiliki kedisiplinan yang tinggi, maju, kaya, dan sebutan-sebutan

Lebih terperinci

MAKNA SYAIR LAGU SAKURA DALAM DUA LAGU J-POP BERJUDUL SAKURA KARYA NAOTARO MORIYAMA DAN KENTARO KOBUCHI

MAKNA SYAIR LAGU SAKURA DALAM DUA LAGU J-POP BERJUDUL SAKURA KARYA NAOTARO MORIYAMA DAN KENTARO KOBUCHI SKRIPSI MAKNA SYAIR LAGU SAKURA DALAM DUA LAGU J-POP BERJUDUL SAKURA KARYA NAOTARO MORIYAMA DAN KENTARO KOBUCHI CLARISSA AULIA PRAHARSACITTA 1101705006 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

Lebih terperinci

PARASITE SINGLE SEBUAH FENOMENA SOSIAL KONTEMPORER DI JEPANG. Oleh : Amaliatun Saleha NIP:

PARASITE SINGLE SEBUAH FENOMENA SOSIAL KONTEMPORER DI JEPANG. Oleh : Amaliatun Saleha NIP: PARASITE SINGLE SEBUAH FENOMENA SOSIAL KONTEMPORER DI JEPANG Oleh : Amaliatun Saleha NIP: 19760609 200312 2 001 JURUSAN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2006 ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) : X MIA 6 (kelas Eksperimen)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) : X MIA 6 (kelas Eksperimen) LAMPIRAN 88 89 90 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas Semester : SMAN 1 Yogyakarta : Bahasa Jepang : X MIA 6 (kelas Eksperimen) : 2 (dua) Pertemuan ke : 1 dan 2 Alokasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian ke-budaya-an dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian ke-budaya-an dapat 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Budaya Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara lisan maupun tertulis. Dalam komunikasi secara lisan, makna yang

BAB I PENDAHULUAN. secara lisan maupun tertulis. Dalam komunikasi secara lisan, makna yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi makhluk hidup di seluruh dunia. Fungsi bahasa merupakan media untuk menyampaikan suatu pesan kepada seseorang baik secara lisan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Nitobe (1998) mengemukakan pengertian Bushido sebagai berikut :

Bab 2. Landasan Teori. Nitobe (1998) mengemukakan pengertian Bushido sebagai berikut : Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Bushido Menurut Nitobe Nitobe (1998) mengemukakan pengertian Bushido sebagai berikut : 武士道は文字通り武人あるいは騎士の道であり 武士がその職分を尽くす ときでも 日常生活の言行においても 守らなければならない道であって いいかえれば 武士の掟であり

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Mengenai definisi kelas kata Jepang (hinshi) Noda (1991 : 38) mengatakan :

Bab 2. Landasan Teori. Mengenai definisi kelas kata Jepang (hinshi) Noda (1991 : 38) mengatakan : Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Hinshi 品詞 Mengenai definisi kelas kata Jepang (hinshi) Noda (1991 : 38) mengatakan : 品詞というのはその語が文の中でどう使われているかで分類したものではなく ひとつひとつの語が潜在的な性質を調べて 日本語なら日本語の中にあるすべての語をグループ分けしたものです

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN A. TATARAN LINGKUNGAN/KOMUNITAS Di zaman yang sudah modern saat ini dan masuknya budaya asing kedalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tetapi Di Indonesia gaya bohemian ini sangat

Lebih terperinci

PERLUASAN MAKNA PARTIKEL DE UNTUK MENYATAKAN BAHAN DASAR PRODUKSI DALAM MAJALAH KYOU NO RYOURI ABSTRAK

PERLUASAN MAKNA PARTIKEL DE UNTUK MENYATAKAN BAHAN DASAR PRODUKSI DALAM MAJALAH KYOU NO RYOURI ABSTRAK PERLUASAN MAKNA PARTIKEL DE UNTUK MENYATAKAN BAHAN DASAR PRODUKSI DALAM MAJALAH KYOU NO RYOURI ABSTRAK Secara umum, bahasa merupakan alat komunikasi yang hanya dimiliki oleh manusia. Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori

BAB 2. Landasan Teori BAB 2 Landasan Teori Dalam bab ini, penulis akan menguraikan landasan teori yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu teori hinshi 品詞, teori kandoushi 感動詞, dan teori iya い や. 2.1 Teori Hinshi 品詞 Masuoka dan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DATA. instrumen. Dan kemudian akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil jawaban setiap soal

BAB 3 ANALISIS DATA. instrumen. Dan kemudian akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil jawaban setiap soal BAB 3 ANALISIS DATA Dalam Bab 3 ini, saya akan menjelaskan mengenai spesifikasi kuesioner dan validasi instrumen. Dan kemudian akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil jawaban setiap soal kuesioner yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method =

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method = BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method = tatacara). Eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eksperimen

Lebih terperinci

BAB I. Pada perang dunia II tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan yang. setelah pasca perang dunia II diantaranya kekurangan pangan yang

BAB I. Pada perang dunia II tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan yang. setelah pasca perang dunia II diantaranya kekurangan pangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada perang dunia II tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan yang mengakibatkan perekonomian Jepang hancur. Adanya perubahan terjadi setelah pasca perang dunia

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Ikumen Moteki (2011: 7) menjelaskan bahwa istilah Ikumen berasal dari permainan kata seperti halnya Ikemen. Moteki memberikan definisinya mengenai Ikumen sebagai berikut

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap

Bab 5. Ringkasan. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap Bab 5 Ringkasan Kebudayaan merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seperti yang diketahui komunikasi adalah sesuatu yang telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seperti yang diketahui komunikasi adalah sesuatu yang telah dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang diketahui komunikasi adalah sesuatu yang telah dilakukan manusia dari jaman primitif hingga masa modern. Komunikasi berperan sangat penting dalam menjalin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta Buddayah. Kata Buddayah adalah bentuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta Buddayah. Kata Buddayah adalah bentuk BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Kebudayaan Para pakar Antropologi budaya Indonesia umumnya sependapat bahwa kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta Buddayah. Kata Buddayah adalah bentuk jamak dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengertiannya yang paling umum, pakaian dapat diartikan sebagai penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung tubuh terhadap hal-hal

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SHUUJOSHI RAGAM BAHASA WANITA DALAM DRAMA SHOKOJO SEIRA EPISODE 1,2,3 SKRIPSI OLEH: ANINDYA PURI PRIMASWARI NIM

PENGGUNAAN SHUUJOSHI RAGAM BAHASA WANITA DALAM DRAMA SHOKOJO SEIRA EPISODE 1,2,3 SKRIPSI OLEH: ANINDYA PURI PRIMASWARI NIM PENGGUNAAN SHUUJOSHI RAGAM BAHASA WANITA DALAM DRAMA SHOKOJO SEIRA EPISODE 1,2,3 SKRIPSI OLEH: ANINDYA PURI PRIMASWARI NIM 0911120068 PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk mengetahui lebih banyak mengenai budaya kuliner Jepang. Dari

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk mengetahui lebih banyak mengenai budaya kuliner Jepang. Dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berawal dari ketertarikan penulis mengenai kuliner Jepang, penulis memiliki keinginan untuk mengetahui lebih banyak mengenai budaya kuliner Jepang. Dari pengamatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN FUKUSHI DALAM SURAT KABAR ONLINE ASAHI SHIMBUN EDISI 9 DAN 10 FEBRUARI 2015

PENGGUNAAN FUKUSHI DALAM SURAT KABAR ONLINE ASAHI SHIMBUN EDISI 9 DAN 10 FEBRUARI 2015 PENGGUNAAN FUKUSHI DALAM SURAT KABAR ONLINE ASAHI SHIMBUN EDISI 9 DAN 10 FEBRUARI 2015 SKRIPSI OLEH : IKA KURNIAWATI ANDIANA 115110607111008 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL POSTTEST. Kompetensi Dasar 毎日の生活

KISI KISI SOAL POSTTEST. Kompetensi Dasar 毎日の生活 KISI KISI SOAL POSTTEST Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Bahasa Jepang Kelas / Semester : XII / 2 Alokasi Waktu : 10 Menit Jumlah Soal : 20 butir Penulis : Azka D. Nurilmatin N o Standar Kompetensi

Lebih terperinci

SILABUS PERKULIAHAN CHUKYU BUNPO I (JP 201) SEMESTER 3 /TINGKAT II

SILABUS PERKULIAHAN CHUKYU BUNPO I (JP 201) SEMESTER 3 /TINGKAT II SILABUS PERKULIAHAN SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2011/2012 CHUKYU BUNPO I (JP 201) SEMESTER 3 /TINGKAT II TEAM PENYUSUN Dra. MELIA DEWI JUDIASRI, M.Hum., M.Pd. Drs. DEDI SUTEDI, M.A., M.Ed. DIANNI RISDA,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah identitas diri dari suatu negara. Suatu negara dapat kita identifikasikan

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah identitas diri dari suatu negara. Suatu negara dapat kita identifikasikan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah identitas diri dari suatu negara. Suatu negara dapat kita identifikasikan melalui bahasanya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:88), yang selanjutnya

Lebih terperinci

映画 野ブタをプロデュース における社会的 現象 苛め の分析

映画 野ブタをプロデュース における社会的 現象 苛め の分析 映画 野ブタをプロデュース における社会的 現象 苛め の分析 ノフィセチアワチ 0142012 マラナターキリスト教大学文学部日本語学科バンドン 2007 序論 苛めとは 弱い者を痛めつけることである 痛めつける方法は肉体的にも非肉体的つまり精神的によって為すことが出来る それにより 苛めを受ける人間は苦悩を味わうのである よく言われるように 日本の社会では集団が大きな役割を果しているのである 中根

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara maju dan modern, tetapi negara Jepang tidak pernah meninggalkan tradisi dan budaya mereka serta mempertahankan nilai-nilai tradisi yang ada sejak

Lebih terperinci

PENERAPAN STUDENT CENTERED LEARNING PADA MATA KULIAH DOKKAI SEMESTER 5 Riri Hendriati Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Jepang.

PENERAPAN STUDENT CENTERED LEARNING PADA MATA KULIAH DOKKAI SEMESTER 5 Riri Hendriati Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Jepang. PENERAPAN STUDENT CENTERED LEARNING PADA MATA KULIAH DOKKAI SEMESTER 5 Riri Hendriati Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Jepang Abstrak Fokus penelitian ini adalah penerapan metode pembelajaran yang berpusat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. A. Aktor. * Perintis kabuki, Izumo no Okuni *Lukisan aktor kabuki di. abad ke-18. B. Musik. *KI (clappers) *Kotsuzumi *Shamisen

LAMPIRAN. A. Aktor. * Perintis kabuki, Izumo no Okuni *Lukisan aktor kabuki di. abad ke-18. B. Musik. *KI (clappers) *Kotsuzumi *Shamisen LAMPIRAN A. Aktor * Perintis kabuki, Izumo no Okuni *Lukisan aktor kabuki di abad ke-18 B. Musik *KI (clappers) *Kotsuzumi *Shamisen *Nohkan *O-daiko *O-tsuzumi C. Tata Rias Macam-macam bentuk tatarias

Lebih terperinci

KENDALA YANG DIHADAPI TENAGA KERJA ASING ORANG JEPANG YANG TINGGAL DI INDONESIA (KHUSUSNYA DI WILAYAH JAKARTA DAN BEKASI)

KENDALA YANG DIHADAPI TENAGA KERJA ASING ORANG JEPANG YANG TINGGAL DI INDONESIA (KHUSUSNYA DI WILAYAH JAKARTA DAN BEKASI) KENDALA YANG DIHADAPI TENAGA KERJA ASING ORANG JEPANG YANG TINGGAL DI INDONESIA (KHUSUSNYA DI WILAYAH JAKARTA DAN BEKASI) SKRIPSI Diajukan sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Sastra WAETI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Keigo Pada bab ini penulis akan mengemukakan beberapa teori yang akan digunakan untuk menganalisis data. 2.1.1 Defenisi Keigo Menurut Hirabayashi, Hama (1988:1) dalam 外国人のため日本語例文

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data Analisis Kemampuan Penggunaan Kalimat Pasif pada Mahasiswa Binus

Bab 3. Analisis Data Analisis Kemampuan Penggunaan Kalimat Pasif pada Mahasiswa Binus Bab 3 Analisis Data Selanjutnya penulis akan menganalisis mengenai lima kalimat pasif yang terdapat di dalam komik Sailormoon jilid dua bahasa Jepang. 3.1. Analisis Kemampuan Penggunaan Kalimat Pasif pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial tidak dapat hidup tanpa adanya komunikasi dengan sesama. seseorang dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial tidak dapat hidup tanpa adanya komunikasi dengan sesama. seseorang dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam sebuah kehidupan bermasyarakat, saling berkomunikasi dan berinteraksi adalah hal yang selalu terjadi setiap saat. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DATA. mencoba untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang telah saya temukan

BAB 3 ANALISIS DATA. mencoba untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang telah saya temukan BAB 3 ANALISIS DATA Berdasarkan pada teori-teori yang ada pada bab dua, pada bab tiga ini, saya akan mencoba untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang telah saya temukan dalam komik yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Bahasa Indonesia dikenal istilah kesusastraan. Kata kesusastraan merupakan bentuk dari konfiks ke-an dan susastra. Menurut Teeuw (Rokhmansyah, Alfian. 2014 :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kata. Menurut ( Chaer, 2003: 224 ) frasa adalah gabungan kata yang tidak. memiliki makna baru dan dapat disela dengan unsur lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. kata. Menurut ( Chaer, 2003: 224 ) frasa adalah gabungan kata yang tidak. memiliki makna baru dan dapat disela dengan unsur lain. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Frasa dan kata majemuk memiliki unsur yang sama yaitu penggabungan kata. Menurut ( Chaer, 2003: 224 ) frasa adalah gabungan kata yang tidak memiliki makna

Lebih terperinci

SOAL PRE TEST. A. Pilihlah jawaban yang tepat untuk melengkapi kalimat di bawah ini! は に を ) やすみですか

SOAL PRE TEST. A. Pilihlah jawaban yang tepat untuk melengkapi kalimat di bawah ini! は に を ) やすみですか Lampiran I SOAL PRE TEST NIM : A. Pilihlah jawaban yang tepat untuk melengkapi kalimat di bawah ini! れいあした例 : 明日 授業 ( は に を ) やすみですか くうこう 1. 私は母とタクシー ( に を で ) 空港へ行きました はいたた 2. 歯 ( で は が ) 痛いですから 何も食べないです

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dan kaya akan kebudayaan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan kemajuan media informasi,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO 2.1 Sejarah Kumihimo Kumihimo dikenal mulai sejak zaman Edo. Kumihimo pertama kali diciptakan oleh suatu bentuk jari loop mengepang. Kemudian alat takaida seperti

Lebih terperinci

(Asari-chan buku no: 25, halaman: 70) い~じゃないの あさりがみてるんだから. Terjemahan: Ibu: Masa bertengkar gara-gara televisi?

(Asari-chan buku no: 25, halaman: 70) い~じゃないの あさりがみてるんだから. Terjemahan: Ibu: Masa bertengkar gara-gara televisi? 10. Buku ke-25, pada bagian judul cerita : 愛のタゴ作ツール halaman 70. Dalam situasi percakapan di bawah ini digambarkan, mengenai Mama yang sedang menegur Tatami dan Asari karena bertengkar mempermasalahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipelajari sebagai ilmu dasar bagi ilmu-ilmu lain seperti kesusastraan, filologi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dipelajari sebagai ilmu dasar bagi ilmu-ilmu lain seperti kesusastraan, filologi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Linguistik dipelajari dengan pelbagai maksud dan tujuan. Untuk sebagian orang, ilmu itu dipelajari demi ilmu itu sendiri; untuk sebagian yang lain, linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang besar dan memiliki berbagai macam kebudayaan, mulai dari tarian, pakaian adat, makanan, lagu daerah, kain, alat musik, lagu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar bahasa lain mungkin menjadi penting dalam aktivitas intelektual manusia

BAB I PENDAHULUAN. Belajar bahasa lain mungkin menjadi penting dalam aktivitas intelektual manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mempelajari bahasa kedua terjadi di seluruh dunia karena berbagai sebab seperti imigrasi, kebutuhan perdagangan dan ilmu pengetahuan serta pendidikan. Belajar bahasa

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Bahasa di dalam wacana linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi

BAB 1. Pendahuluan. Bahasa di dalam wacana linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa di dalam wacana linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap), yang bersifat arbitrer dan konvensional,

Lebih terperinci

FILOSOFI DAN FUNGSI GENKAN DALAM BANGUNAN JEPANG DITINJAU DARI SUDUT PANDANG UCHI-SOTO

FILOSOFI DAN FUNGSI GENKAN DALAM BANGUNAN JEPANG DITINJAU DARI SUDUT PANDANG UCHI-SOTO FILOSOFI DAN FUNGSI GENKAN DALAM BANGUNAN JEPANG DITINJAU DARI SUDUT PANDANG UCHI-SOTO Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra SKRIPSI LARAS BUDIARTI 2014110903 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PERSEPSI REMAJA USIA TAHUN TERHADAP KEKERASAN DALAM ANIME NARUTO DI SMP 47 DAN SMP DIPONEGORO JAKARTA

PERSEPSI REMAJA USIA TAHUN TERHADAP KEKERASAN DALAM ANIME NARUTO DI SMP 47 DAN SMP DIPONEGORO JAKARTA PERSEPSI REMAJA USIA 12-15 TAHUN TERHADAP KEKERASAN DALAM ANIME NARUTO DI SMP 47 DAN SMP DIPONEGORO JAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra M. ARRUM ARROISI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa mempunyai keunikannya masing-masing. Baik dari segi penulisan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa mempunyai keunikannya masing-masing. Baik dari segi penulisan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan seharihari. Bahasa yang digunakan bisa beragam sesuai bangsa

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm

Bab 1. Pendahuluan. Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm dan Jensen dalam Wiryanto (2004, hal.44), mengatakan bahwa komunikasi antara dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing khususnya bahasa Jepang ialah adanya pengaruh Bl (bahasa ibu)

BAB I PENDAHULUAN. asing khususnya bahasa Jepang ialah adanya pengaruh Bl (bahasa ibu) BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Persoalan kebahasaan yang sering dihadapi dalam pengajaran bahasa asing khususnya bahasa Jepang ialah adanya pengaruh Bl (bahasa ibu) terhadap B2 (bahasa yang dipelajari).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil 50 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis akan menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil belajar mengajar menggunakan permainan menemukan gambar sebagai upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGGUNAAN KATA HAI DALAM KOMIK KOBO-CHAN

BAB 3 PENGGUNAAN KATA HAI DALAM KOMIK KOBO-CHAN BAB 3 PENGGUNAAN KATA HAI DALAM KOMIK KOBO-CHAN Komik-komik Kobo-Chan yang menjadi sumber data terdiri dari 7 seri komik. Dari ketujuh seri komik tersebut, 20 data akan dianalisis tujuan penggunaan kata

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN MEIJI SKRIPSI ZAIM AZROUI PURBA FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA JEPANG

PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN MEIJI SKRIPSI ZAIM AZROUI PURBA FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA JEPANG PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN MEIJI SKRIPSI ZAIM AZROUI PURBA 2012110024 FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA JEPANG UNIVERSITAS DARMA PERSADA JAKARTA 2016 i HALAMAN PERNYATAAN

Lebih terperinci

ぽん ぼん. Morfem. Kata. Alomorf adalah. morfem. Morfem Bebas. Morfem Terikat 形態素 自由形態素 拘束形態素. Contoh. bagan. Definisi. Alomorf. Contoh.

ぽん ぼん. Morfem. Kata. Alomorf adalah. morfem. Morfem Bebas. Morfem Terikat 形態素 自由形態素 拘束形態素. Contoh. bagan. Definisi. Alomorf. Contoh. Kanji MORFOLOGI BAHASA JEPANG Pengantar Linguistik Jepang 7 April 2014 morfologi 形態論 けいたいろん Definisi Objek Kajian Morfologi merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTER DAN KONFLIK TOKOH UTAMA DALAM NOVEL BOCCHAN KARYA NATSUME SOUSEKI. Mei Ambar Sari*

ANALISIS KARAKTER DAN KONFLIK TOKOH UTAMA DALAM NOVEL BOCCHAN KARYA NATSUME SOUSEKI. Mei Ambar Sari* ANALISIS KARAKTER DAN KONFLIK TOKOH UTAMA DALAM NOVEL BOCCHAN KARYA NATSUME SOUSEKI Mei Ambar Sari* Abstrak Novel Bocchan karya Natsume Souseki merupakan salah satu novel yang masih banyak dibaca oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN PRONOMINA DEMONSTRATIVA SISWA KELAS XII BAHASA TAHUN AJARAN 2013/2014 DI SMA NEGERI 1 BATU SKRIPSI

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN PRONOMINA DEMONSTRATIVA SISWA KELAS XII BAHASA TAHUN AJARAN 2013/2014 DI SMA NEGERI 1 BATU SKRIPSI ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN PRONOMINA DEMONSTRATIVA SISWA KELAS XII BAHASA TAHUN AJARAN 2013/2014 DI SMA NEGERI 1 BATU SKRIPSI OLEH FIRA JEDI INSANI NIM : 105110201111050 PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG

Lebih terperinci