LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PABRIK KARET PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU TENGGARONG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PABRIK KARET PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU TENGGARONG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PABRIK KARET PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU TENGGARONG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Oleh AYU WELASEH NIM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2010

2 HALAMAN PENGESAHAN Laporan ini disusun berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang yang telah dilaksanakan di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Pabrik Karet Sheet/Rubber Smoke Sheet, Desa Margahayu Kecamatan Loa Kulu Kelurahan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur yang dilaksanakan pada tanggal 01 Maret sampai dengan 31 Maret Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dosen Penguji, Khusnul Khotimah, S. TP. NIP Agus Syardana, EP.,SP.,M.Si, NIP Mengesahkan, Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Ir. Wartomo, MP NIP Lulus ujian pada tanggal 02 Juni 2010

3 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, nikmat, ridho dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan sebesar-besarnya kepada : 1. Orang Tua yang senantiasa memberikan dukungan dan doa. 2. Adi Susilo (suami) yang senantiasa memberikan dukungan dan doa. 3. Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 4. Bapak Edy Wibowo Kurniawan, S. TP., M. Sc. selaku Ketua Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. 5. Ibu Khusnul Khotimah, S. TP. selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja Lapang (PKL). 6. Bapak Agus Syardana Eka Putra.,SP.,M.Si, selaku Dosen Penguji Praktek Kerja Lapang (PKL). 7. Bapak Kunasegaran K.R.Sockalingam selaku Plantation Manager PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR.

4 8. Bapak Saptanto Puguh Wardoyo selaku Estate Manager PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. 9. Ibu Tuti Triana selaku sekretaris PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. 10. Bapak Budi Prasetyo selaku Krani Personalia PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. 11. Bapak Teguh Prasetyo, S. Hut. selaku Asisten Kepala PHD-PBD PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Pabrik Karet Sheet/Rubber Smoke Sheet. 12. Bapak Buasim selaku Asisten Lapangan Bagian Pengolahan PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Pabrik Karet Sheet/Rubber Smoke Sheet. 13. Bapak Jatim selaku Asisten Lapangan Bagian Pengolahan PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Pabrik Karet Sheet/Rubber Smoke Sheet. 14. Seluruh Karyawan PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Pabrik Karet Sheet/Rubber Smoke Sheet. 15. Rekan-rekan mahasiswa dalam kelompok PKL, serta mahasiswa Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, yang telah bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini bukanlah suatu karya yang sempurna, sehingga dengan sangat terbuka penulis akan menerima setiap kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini, dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Hormat Penulis Kampus Sei Keledang

5 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv v vi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Hasil Yang diharapkan... 4 II. Keadaan Umum Perusahaan A. Tinjauan Umum Perusahaan... 5 B. Manajemen Perusahaan... 5 C. Lokasi dan Waktu Kegiatan... 7 III. Hasil P raktek Kerja Lapang (PKL) A. Kriteria Matang Sadap... 8 B. Penyadapan C. Penerimaan Lateks D. Penyaringan Lateks E. Pengenceran F. Pembekuan G. Penggilingan H. Pengasapan I. Sortasi J. Pengepakan IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran... 44

6 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

7 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. SNI Conventional Rubber Standar RSS PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Data Produksi Manufacture 2010 PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR 42

8 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Struktur Manajemen PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Diagram Proses Pengolahan Rubber Smoke Sheet... 43

9 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Proses Penyadapan Proses pengumpulan lateks di mangkok Proses penggumpulan lateks di dalam ember pengumpul dan penimbangan lateks Proses penambahan Amoniak Proses pengukuran K3 kebun dengan mikrolak Proses memasukan lateks ke dalam bak truk pengangkut Proses pengangkutan Proses penerimaan lateks di pabrik pengolahan Proses pengambilan sampel latek 100 cc untuk menghitung K Proses penambahan Asam Semut Proses pembekuan sampel Proses pencucian sampel koagulum yang membeku Proses penggilingan sampel dengan gilingan tangan Proses pengeringan sample dengan serbet Proses penimbangan sampel Mengukur volume air Proses penyaringan lateks dengan saringan 40 mesh Proses penambahan Asam Semut... 56

10 19. Pengadukan sebanyak 6 kali bolak-balik (12 kali) Pengambilan buih/busa Pemasangan partisi/plat Koagulum yang membeku Koagulum yang dicabut dari partisi Proses penggilingan slab Proses penirisan lembaran sheet Kayu bakar untuk pengasapan Sheet dirumah asap Proses pembalikan lembaran sheet Proses pemanenan RSS Proses sortasi RSS yang sudah dilipat Proses pengepressan Proses penusukan bandela Proses pengapuran bandela Proses penyablonan Proses penggudangan RSS I RSS II RSS IV Cutting Sheet... 67

11 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil, Amerika Serikat. Akan tetapi meskipun telah diketahui penggunaannya oleh COLUMBUS dalam pelayarannya ke Amerika Selatan pada akhir abad ke-15 dan bahkan oleh penjelajah-penjelajah berikutnya pada awal abad ke-16, sampai saat itu karet masih belum menarik perhatian orang-orang Eropa. Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazone, dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan bola untuk permainan. Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari

12 maupun dalam usaha industri seperti mesin-mesin penggerak. Pengolahan karet menjadi bahan baku karet alam seperti creep, sheet, lateks pusingan dan sebagainnya juga masih banyak yang diusahakan secara sangat sederhana, berkesan seadanya sehingga mutu karet yang dihasilkan menjadi memprihatinkan. Akibatnya harga jual menjadi rendah dan tingkat kepercayaan konsumen atau pembeli karet juga menurun (Nazaruddin dan Paimin FB, 1996). Saat ini, pasokan karet alam yang paling besar masih diserap industri ban, yakni 70%. Sedangkan 15% masuk ke industri lateks serta sisanya untuk industri otomotif dan perlengkapannya. Bahan olahan karet lateks dapat diolah menjadi berbagai jenis produk barang jadi lateks (lateks goods) dan karet padat (rubber smoke sheet atau RSS). Standar Indonesia Rubber (SIR) dijadikan bahan baku untuk menghasilkan berbagai jenis barang karet. Barang jadi dari karet terdiri atas ribuan jenis dan dapat diklasifikasikan atas dasar penggunaan akhir (end use) atau menurut saluran pemasaran (market channel). Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibas negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri di Daratan Selatan. Sit (sheet) adalah salah satu produk karet alam yang sejak lama dikenal di pasaran. Pada masa sebelum Perang Dunia II, dalam perdagangan sit dikenal Java Standard Sheet, yaitu produk karet alam berupa lembaran-lembaran yang telah diasap, bersih dan liat, bebas dari buluk (jamur), tidak saling melekat,

13 warnanya jernih, tidak bergelembung udara, dan bebas dari akibat pengolahan yang kurang sempurna ( Setyamidjaja, 1993). Politeknik Pertanian Negeri Samarinda khususnya Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan merupakan suatu wadah pembelajaran yang sangat berkaitan langsung dengan pengolahan-pengolahan komoditi hasil perkebunan terutama karet, yang juga merupakan komoditi perkebunan yang menyumbang devisa bagi negara. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang di pelajari di Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan dan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda diwajibkan setiap mahasiswa untuk mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada awal semester VI. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan (TPHP) diharapkan mampu menyiapkan tenaga ahli dibidang perkebunan, khususnya Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. B. Tujuan Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini bertujuan untuk: 1. Memahami prosedur kerja dan penggunaan alat pengolahan karet di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. 2. Mengetahui kualitas atau standar mutu yang diterapkan di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. 3. Membandingkan teori yang didapat di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dengan pengalaman Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR.

14 C. Hasil yang Diharapkan 1. Mahasiswa dapat memahami dan mengerti semua tahapan proses pengolahan karet sheet. 2. Mahasiswa dapat menjadi tenaga kerja yang terlatih sehingga siap didunia kerja dibidang pengolahan karet.

15 II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. Tinjauan Umum Perusahaan PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR adalah perusahaan yang telah berganti nama dari PT. Hasfarm Product Ltd. yang didirikan pada tahun PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR bergerak pada bidang usaha agroindustri. Komoditas utama yang dikelola PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR yaitu kelapa sawit dan karet. PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR yang menghasilkan berupa bahan baku lateks dan lump yang diolah dipabrik pondok ulin menjadi bahan setengah jadi berupa sheet dengan mutu olah RSS I, RSS II, RSS IV dan cutting, dengan kapasitas pabrik 4 ton/hari. B. Manajemen Perusahaan Susunan pengurus di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Pabrik Pengolahan Karet Rubber Smoke Sheet adalah sebagai berikut : Plantation Manager Estate Manager Sekretaris Asisten Kepala Divisi Karet Asisten Kepala Processing : Kunasegaran K. R. Sockalingam : Saptanto Puguh Wardoyo : Tuti Triana : Teguh Prasetyo : Buasim Pendidikan karyawan a) Sarjana D.3,S.1 1% b) Tamat SLTA Sederajat 20% c) Tamat SLTP Sederajat 29%

16 d) Tidak tamat dan tamat SD 50% Upah karyawan a) UMSP tahun 2010 : Rp. 1,010,000 / Bulan Bulanan minimal UMSP Tergantung pimpinan (Masa Kerja, jabatan, Pendidikan Dll). Gambar 1. Struktur Manajemen PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. Plantation Manager Kunasegaran K.R. Sockalingam Estate Manager Saptanto Puguh Wardoyo Sekretaris Tuti Triana KTU & Keuangan Humas & Ka. Personalia Askep Div. Karet Askep Processing Makmun Anang Sismadi Teguh Prasetyo Buasim Sumber : (PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR, 2010)

17 C. Lokasi dan Waktu Kegiatan Lokasi kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Pabrik Karet Rubber Smoke Sheet, Desa Margahayu Kecamatan Loa Kulu Kelurahan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Kegiatan PKL dilaksakan dari tanggal 01 Maret sampai dengan 31 Maret 2010.

18 III. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG A. Kriteria Matang Sadap a. Kriteria sadap ( syarat bukaan sadapan pada suatu tanaman karet), sebagai berikut : 1) Umur pohon karet 5 6 tahun. 2) Lilit batang telah mencapai cm diukur dari 1 m pertautan okulasi. 3) Jumlah pohon karet yang lilit batangnya cm telah mencapai 60% dari areal tanaman karet yang akan disadap. 4) Pembukaan sadapan dilakukan pada bulan Oktober, setelah musim gugur daun. b. Tinggi bukaan sadapan 1) Terendah 130 cm dan tertinggi 135 cm diukur dari titik pertautan okulasi yang tertinggi. 2) Bukaan sadapan susulan disesuaikan dengan ketinggian sadapan yang sedang berjalan agar ketinggian sadapan homongen. c. Miring sudut sadapan Miring sudut sadapan adalah 40 o diukur dari garis horizontal baik sadap bawah (downward tapping) maupun sadap atas (upward tapping ), hal ini bertujuan untuk : 1) untuk memperpanjang alur sadap dan untuk meningkatkan produksi jika dibandingkan dengan kemiringan sadapan 30 o. 2) Memperlancar/mempercepat pengaliran lateks.

19 3) menghindarkan terjadinya bark-island (sisa kulit yang tidak teriris) sewaktu perpindahan dari sadap bawah ke sadap atas. d. Kulit pohon 1) Tebal kulit : a) Kulit pohon siap disadap apabila memiliki ketebalan 7 mm. b) Pada kulit pulihan, pemulihan kulit pertama dalam waktu 7 tahun dapat mencapai 7 mm, sedang untuk pemulihan kedua dalam waktu 8 tahun. 2) Bidang sadap : Bidang sadap dibedakan 4 bidang kulit perawan dan 2 bidang kulit pulihan, sebagai berikut : a. Bidang sadap A : kulit perawan bawah yang disadap pada bukaan sadap baru tahun sadap ke 1 sampai ke 6. b. Bidang sadap B : kulit perawan bawah (bersebelahan dengan bidang sadap A ) yang disadap mulai tahun ke 7 sampai ke 11. c. Bidang sadap C : kulit perawan atas (diatas bidang sadap A) yang disadap mulai tahun ke 22, 24, dan 26. d. Bidang sadap D : kulit perawan atas ( diatas bidang sadap B) yang disadap mulai tahun ke 23, 25, dan 27. e. Bidang sadap A 1 : kulit pulihan pertama A yang disadap tahun ke 12 sampai ke 16. f. Bidang sadap B 1 : kulit pulihan pertama B yang disadap tahun ke 17 sampai ke 21.

20 e. Sistem sadap Sistem sadap yang dipakai di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR adalah memakai sistem sadap S 2 D 2 (penyadapan dilakukan 2 hari sekali dengan menggunakan sistem ½ spiral/lingkaran). Keterangan : a. S 2 : irisan sadap ½ spiral/lingkaran. b. D 2 : hari sadap 2 hari sekali. a) Waktu menyadap Waktu menyadap yang terbaik adalah pada saat tekanan turgor tanaman karet dalam keadaan optimal, yaitu kira kira pada jam pagi hari. Tanaman karet yang dimulai disadap pada jam tersebut akan menghasilkan produksi lebih tinggi dari pada siang hari, karena pada siang hari tekanan turgor didalam batang akan menurun disebabkan naiknya suhu udara. b) Kedalaman Irisan. Irisan kulit dengan kedalaman yang mendekati kambiun akan semakin banyak memotong cincin pembuluh lateks, sehingga hasil akan semakin bertambah dengan semakin dalamnya irisan sadapan. Di PT. BUDIDUTA AG ROMAKMUR, kedalaman irisan sadap adalah 0,2 mm (Anonim, 1999 ).

21 B. Penyadapan 1. Tujuan Penyadapan bertujuan untuk mendapatkan lateks segar. 2. Dasar teori Pada tanaman muda, penyadapan dimulai pada umur 5 6 tahun, tergantung pada kesuburan pertumbuhan dari pohon karet. Penyadapan dilakukan sepagi mungkin. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil lateks yang tinggi, karena bila penyadapan dilakukan pagi, tekanan turgor masih dalam keadaan optimal sehingga akan menghasilkan lateks dengan aliran yang kuat/banyak. Apabila hujan sejak dini hari penyadapan harus dimulai agak siang, karena penyadapan setelah hujan akan menghasilkan lateks yang encer dan mudah keluar dari alur sadapan serta mudah mengalami prakoagulasi. Dalam keadaan normal penyadapan berlangsung dari mulai sampai pagi (Setyamidjaja, 1993). 3. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah pisau sadap, talang lateks atau spout, mangkuk atau cawan, paku, ember. Bahan-bahan yang didapat adalah lateks segar. 4. Prosedur Kerja a) Mengetahui kriteria matang sadap. b) Kemudian, mengambil scraps (lateks yang membeku pada irisan/alur sadapan), dari bekas irisan yang lalu dan mengumpulkannya.

22 c) Membetulkan letak talang sadap, letak talang sadap maksimum 10 cm dari alur irisan sadap terendah dan jarak antara talang ke mangkuk maksimum 5 cm. d) Membuat alur depan dan belakang. e) Menyadap/mengiris kulit dari kiri atas ke kanan bawah. f) Memasang mangkok. g) Setelah itu Pengumpulan lateks dilakukan 3 4 jam setelah penyadapan. h) Lateks dari mangkok dituangkan ke dalam ember pengumpul dan ambil lump (lateks yang membeku). i) Timbang lateks. j) Kemudian lateks dicampurkan amoniak sebanyak 20 cc dengan jumlah lateks 1000 cc agar tidak terjadi proses prakoagulasi. k) Setelah lateks dicampur amoniak, lalu diaduk sampai merata. l) Setelah itu, lateks dalam ember pengumpul dipindahkan ke dalam truk pengangkut lateks. m) Kemudian langsung dibawa menuju tempat pengolahan atau pabrik. 5. Hasil yang dicapai Penyadapan dilakukan untuk mendapatkan lateks segar yang bebas dari kotoran dan diolah lebih lanjut menjadi RSS (Rubber Smoke Sheet) dan alat-alat yang digunakan harus bersih agar tidak cepat terjadi proses prakoagulasi.

23 6. Pembahasan Untuk mendapatkan hasil sadapan yang baik, harus benar-benar diperhatikan cara penyadapannya dan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan harus bersih. Agar tidak terjadi kesalahan pada saat penyadapan dikebun. Selain itu, harus perhatikan cara menentukan kesiapan atau kematangan sadap dengan cara melihat umur dan mengukur lilit batangnya. Kebun karet yang mempunyai tingkat pertumbuhan normal siap disadap pada umur 5 tahun dengan masa produksi 25 tahun dan tinggi pohon karet yang siap untuk disadap adalah 130 cm. Sedangkan kemiringan bidang sadap adalah 40 o diukur dari garis horizontal baik sadap bawah maupun sadap atas hal ini bertujuan untuk memperpanjang alur sadap untuk meningkatkan produksi jika dibandingkan dengan kemiringan sadapan 30 o, memperlancar/mempercepat pengaliran lateks, menghindarkan terjadinya bark-island (sisa kulit yang tidak teriris) sewaktu perpindahan dari sadap bawah ke sadap atas. Penyadapan dilakukan pada waktu subuh sekitar jam pagi karena lateks yang dihasilkan lebih tinggi tapi apabila penyadapan dilakukan pada siang hari maka perolehan lateks sedikit karena naiknya suhu udara sehingga dapat mempengaruhi jumlah lateks yang akan diperoleh. Alat yang dipakai dalam penyadapan haruslah bersih. Pisau sadap untuk penyadapan harus bersih dan tajam agar penyadapan dapat dilakukan

24 sebaik mungkin. Talang lateks terbuat dari seng yang tidak berkarat, dan talang lateks dipasang 10 cm dari alur irisan sadap terendah. Untuk manampung lateks yang keluar dari pembuluh lateks maka diperlukan mangkok. Mangkok yang digunakan terbuat dari alumuniuam yang berwarna hitam. Mangkok untuk menampung lateks harus selalu dijaga kebersihannya. Setelah proses pengumpulan lateks di dalam mangkok dan kemudian dikumpulkan didalam ember maka untuk proses selanjutnya adalah penimbangan lateks. Penimbangan lateks bertujuan untuk mengetahui berapa berat lateks penyadapan yang di hasilkan oleh para pekerja selain itu juga penimbangan lateks dilakukan untuk mengetahui berapa gaji yang bisa diperoleh oleh para pekerja dalam sehari. Setelah penimbangan lateks kemudian penambahan amoniak kedalam ember pengumpul, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadi prakoagulasi pada lateks sebelum diterima di pabrik pengolahan karet, setelah itu maka penggunaan alat pengukur K3 kebun dengan menggunakan mikrolak hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa persentase K3 kebun yang dihasilkan dari kebun penyadapan. Pengangkutan lateks menuju tepat pengolahan. Namun terkadang lateks yang dikumpulkan terjadi proses yang disebut dengan proses prakoagulasi. Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Setelah itu adalah proses pengangkutan lateks, pengangkutan lateks bertujuan untuk mengantarkan lateks segar ke pabrik pengolahan untuk

25 diproduksi. Dalam proses pengangkutan lateks menuju tempat pengolahan harus diperhatikan jalan atau sarana transportasi baik jalan atau kendaraan, karena jalan yang buruk akan mempercepat terjadinya prakoagulasi. Oleh sebab itu semua langkah-langkah pengolahan dari awal hingga akhir harus tetap terkontrol agar mendapatkan hasil yang baik dengan kualitas yang tinggi sehingga berdaya jual mahal. C. Penerimaan Lateks 1. Tujuan Tujuan dari penerimaan lateks adalah untuk menerima lateks segar atau sebagai tempat menampung lateks sementara dari kebun karet dan di terima di bak penerimaan. 2. Dasar Teori Lateks hasil penyadapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut dengan tangki yang ditarik truk atau traktor kepabrik. Dipabrik lateks diterima dan dimasukan kedalam bak penerimaan. Lateks yang dimasukan dalam bak penerimaan harus melalui saringan untuk mencegah aliran lateks yang terlalu deras dan terbawanya lump atau kotoran yang lainnya kedalam bak penerimaan (Setyamidjaja, 1993). Tahap awal dalam pengolahan karet sit asap adalah penerimaan lateks kebun dari pohon karet yang telah disadap. Lateks pada mangkuk sadap dikumpulkan dalam suatu tempat kemudian disaring untuk memisahkan kotoran serta lateks yang telah mengalami prakoagulasi (Anonim, 2010).

26 3. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah bak penerimaan, selang besar. Bahan yang digunakan adalah lateks segar. 4. Prosedur Kerja a) Bak penerimaan dicuci bersih. b) Lateks diterima di tempat pengolahan dengan menggunakan truk pengangkut. c) Lateks diterima di pabrik pengolahan untuk diolah. d) Lateks ditempatkan di bak penerimaan untuk dapat diolah menjadi sheet. 5. Hasil yang dicapai Lateks dari kebun diterima di pabrik dan siap untuk diolah, lateks segar yang datang baik untuk diolah dan lateks yang baik adalah lateks yang tidak tercampur dengan kotoran-kotoran dan lateks yang tidak terjadi proses prakoagulasi. 6. Pembahasan Penerimaan lateks merupakan langkah awal yang dilakukan dalam proses pengolahan RSS di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. Oleh sebab itu proses penerimaan lateks harus dilakukan secara benar karena dari proses inilah akan diperoleh lateks yang bagus untuk diolah menjadi Ruber Smoke Sheet.

27 Sebelum lateks datang ketempat pengolahan maka bak-bak penerimaan lateks harus bersih, hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pembekuan agar tidak ada hambatan. Proses pembersihan bak-bak penerimaan harus dibersihkan setiap kali akan melakukan proses pengolahan karet. Pembersihan bak-bak penerimaan dilakukan dengan menyikat seluruh bagian bak dengan bersih dan kemudian dicuci dengan air hingga kotoran yang ada dalam bak benar-benar hilang. D. Penyaringan Lateks 1. Tujuan Tujuan dari penyaringan adalah untuk menyaring kotoran-kotoran yang terdapat dalam lateks agar tidak terikut masuk ke dalam bak penerimaan. 2. Dasar Teori Penyaringan adalah langkah pertama yang dilakukan dalam proses pengolahan karet sheet. Penyaringan ini dilakukan agar kotoran-kotoran (scraps, lump, daun, ranting) yang terdapat di lateks tidak masuk ke dalam bak penerimaan. Di dalam proses penyaringan pabrik menggunakan saringan 40 mesh untuk menyaring lateks yang akan masuk ke dalam bak penerimaan (Goutara dkk, 1976 ). Saringan yang dipasang pada bak penerimaan terdiri dari saringan kasar dan saringan sedang, terbuat dari alumunium, nikel atau besi tahan karat berukuran 15 mesh dan 24 mesh (Setyamidjaja, 1993).

28 Kalau jalannya lateks melalui saringan kurang lancar karena lobanglobang saringan mulai tertutup dengan butir-butir lump atau kotoran lainnya, lateks di dalam saringan tidak boleh diaduk atau plat-plat saringannya diketuk-ketuk, karena dapat mengakibatkan bekuan atau kotoran masuk kedalam bak pencampur. Bila saringan sudah tidak lancar harus diangkat dan diganti dengan saringan yang lain yang bersih. Saringan yang telah kotor itu kemudian dibersihkan. Air cuciannya yang masih mengandung lateks dikumpulkan tersendiri (Setyamidjaja, 1993). 3. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah bak penerimaan, saringan 40 mesh, selang besar. Bahan yang digunakan adalah lateks segar. 4. Prosedur Kerja. a) Saringan 40 mesh dibersihkan/dicuci. b) Lateks diterima di pabrik pengolahan. c) Kemudian pengambilan contoh (sampel) untuk mengetahui kadar karet kering (dry rubber content, KKK)-nya sebanyak 100 cc. d) Setelah itu lateks segar dari tangki dialirkan/dimasukkan ke dalam bak penerimaan dengan menggunakan saringan 40 mesh. e) Penyaringan lateks ditekan dan diaduk agar lateks lebih cepat mengalir ke dalam bak koagulasi.

29 5. Hasil yang dicapai Pada proses penyaringan lateks tidak ada lagi kotoran-kotoran (scraps, lump, daun, ranting) dan mengurangi gumpalan kecil yang terdapat dalam lateks. 6. Pembahasan Sebelum proses penyaringan maka hal yang harus dilakukan adalah proses membersihan saringan 40 mesh dengan menggunakan air tapi apabila masih terdapat bekuan lateks yang menempel pada saringan maka saringan harus dibersihkan dengan mengunakan lidi/kayu, pembersihan saringan 40 mesh menggunakan lidi dilakukan secara manual. Proses penyaringan sangat berpengaruh terhadap proses pengolahan RSS (Rubber Smoke Sheet). Karena apabila masih terdapat kotoran-kotoran yang terikut maka dapat menghambat proses pembekuan sehingga dapat mempengaruhi proses penggilingan sheet. Jadi proses penyaringan harus dilakukan dengan teliti. Pada penyaringan lateks harus diperhatikan saringannya, apabila terjadi penyumbatan maka saringan harus dibersihkan atau digosok agar aliran lateks tidak terhambat. E. Pengenceran 1. Tujuan Pengenceran bertujuan agar lateks tidak menjadi pekat, untuk mengetahui kualitas lateks dan penggunaan air untuk pengenceran, serta memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat di

30 dalam lateks selain itu juga untuk penggambilan sampel untuk penentuan K3. 2. Dasar Teori Dalam pengenceran lateks, jumlah air yang diperlukan harus sesuai dengan keperluan sehingga diperoleh kadar karet baku (kadar karet standar) untuk pembuatan sit. Pengenceran yang terlalu encer akan mengakibatkan bekuan terlalu lunak dan dalam penggilingan mudah robek. Akan tetapi bila bekuan terlalu keras, akan mengakibatkan pemakaian tenaga gilingan yang lebih besar, dan print atau batikan yaitu terjadinya kembang pada permukaan lembaran sit (ribbed sheet) kurang dalam, dan akibatnya waktu untuk pengeringan lebih lama (Setyamidjaja, 1993). Pengenceran dapat dilakukan dengan penambahan air yang bersih dan tidak mengandung unsur logam, ph air antara 5,8 8,0 (Anonim, 2010). 3. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah saringan 40 mesh, hand mangel (gilingan tangan), timbangan, mangkuk, pengaduk, corong, ember, gayung, alat pengukur air, bak koagulasi, lap (serbet). Bahan yang digunakan adalah lateks, air, asam semut. 4. Prosedur Kerja a) Setelah penyaringan langkah selanjutnya adalah proses pengenceran.

31 b) Sample lateks 100 cc ditambahkan asam semut sebanyak 0,5 cc (± 5 tetes) dan diaduk agar cepat membeku. c) Sample yang telah membeku di cuci, kemudian digiling dengan menggunakan hand mangel (gilingan tangan) sebanyak 6 kali. d) Kemudian dilap sampai kering dan ditimbang untuk mengetahui KKK kebun. Adapun untuk perhitungan menentukan K3 kebun adalah dengan menggunakan rumus sebagain berikut : K3 kebun = Bs 2 x 0,8 0,5 x 100% ± 2 Keterangan : K3 kebun = Kadar Karet kering Kebun (%) Bs = Berat Basah Contoh : Diketahui hasil sample yang didapat setelah dilakukan penimbangan sebesar 32 gram maka K3 kebunnya adalah : 32 2 x 0,8 0,5 x 100% + 2 = 25,5% e) Berdasarkan perhitungan diatas, maka K3 kebunnya sebesar 25,5%. Setelah itu harus dilakukan perhitungan untuk jumlah air yang harus ditambahkan, dengan rumus sebagai berikut : JL = (VB x SP) : K3LK dan rumus JA = VB JL Keterangan : JL = jumlah lateks VB = jumlah volume bak SP = standar pengolahan (10%) K3LK = K3 lateks kebun JA = jumlah air

32 Contoh : Diketahui K3 kebun 25,5% jadi JL = (750 x 10%) : 25,5% = 294 liter lateks, dari 294 liter dibulatkan menjadi 290 liter lateks jadi JA = = 460 liter air. f) Setelah mengetahui jumlah air dan jumlah lateks yang dibutuhkan untuk setiap bak koagulasi, maka selanjutnya adalah pengukuran air di bak koagulasi dengan alat pengukur air. g) Alirkan lateks yang dibutuhkan untuk pengenceran dengan volume bak (Vb = 750). 5. Hasil yang dicapai Diketahui setelah perhitungan kadar karet kering (KKK) adalah 25,5% dan diketahui jumlah air 460 liter air yang ditambahkan untuk pengenceran dan jumlah lateks 290 liter lateks yang diperlukan dalam pengenceran. 6. Pembahasan Pada proses pengenceran kita dapat mengetahui kadar karet kering (K3) yang akan diolah, dari proses ini kita juga dapat mengetahui kualitas lateks yang akan diolah. Apabila K3 yang dihitung untuk pengenceran benar maka nantinya akan mendapatkan lembaran slab yang bagus sehingga mempengaruhi dari setiap kualitas sheet karena pengunaan air yang dibutuhkan untuk setiap pengolahan sesuai dengan standar pengolahan sheet setiap perusahaan. SP (standar pengolahan) di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR untuk pengolahan sheet adalalah 10%.

33 Dalam pengenceran ini bak koagulasi yang dipakai bak, jumlah keseluruhan bak koagulasi adalah 70 bak dengan kapasitas ± liter lateks/hari yang dihasilkan oleh PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. Sebagaian bak koagulasi tidak terpakai karena lateks yanag diterima dari kebun sedikit. Dalam proses pengenceran jumlah air yang ditambahkan harus benarbenar tepat karena apabila penambahan air yang berlebihan maka nantinya akan mendapatkan lembaran slab yang lunak sehingga sangat berpengaruh pada proses penggilingan sehingga mudah sobek sewaktu proses penggilingan sedangkan apabila penambahan air kurang tepat maka akan mendapatkan lembaran slab yang keras dan akhirya akan memerlukan tenaga penggilingan yang besar. Sehingga penggilingan dilakukan lebih dari sekali. Untuk mendapatkan lembaran slab yang tidak keras dan tidak lunak diperlukannya pengambilan sampel untuk perhitungan K3 karena untuk mengetahui jumlah air yang diperlukan dalam setiap bak koagulasi. Selain itu pengenceran ini sangat penting karena untuk memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat di dalam lateks. Apabila jumlah gelembung udara atau gas banyak maka dapat mempengaruhi kualitas lateks.

34 F. Pembekuan 1. Tujuan Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk merapatkan butir-butiran karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Selain itu juga agar lateks menjadi slab-slab yang dapat digiling di mesin penggilingan. 2. Dasar Teori Pada permukaan lateks biasanya terdapat busa. Busa ini harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum lateks dibekukan. Gumpalangumpalan bagian karet yang terjadi karena pengaruh prakoagulasi juga harus disingkirkan. Untuk membersihkan busa dapat digunakan pelat-pelat alumunium dan untuk membersihkan pengaruh prakoagulasi dapat digunakan saringan tarik. Pelat-pelat yang berfungsi sebagai sekat dipasang dalan tangki setelah semua busa dan pengaruh prakoagulasi disingkirkan. Mula-mula pelat bagian tengah terlebih dahulu. Lantas diikuti pelat pembagi ruang hingga semua pelat terpasang. Pelat terlebih dahulu dibasahi untuk mencegah tertutupnya udara dalam koagulasi. Bila udara tertutup maka hasil smoked sheet akan bergelembung-gelembung kecil. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan adalah 2 jam (Tim Penulis PS, 2008). Pembekuan lateks dilakukan di dalam bak koagulasi dengan menambahkan zat koagulan yang bersifat asam. Pada umunya digunakan larutan asam format/asam semut atau asam asetat/asam cuka dengan

35 konsentrasi 1 2 % ke dalam lateks dengan dosis 4 ml/kg karet kering. Jumlah tersebut dapat diperbesar jika di dalam lateks telah ditambahkan zat antikoagulan sebelumnya. Penggunaan asam semut didasarkan pada kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan ph lateks serta harga yang cukup terjangkau bagi kebun dan petani karet dibandingkan bahan koagulan asam lainnya. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan ph lateks pada titik isoelektriknya sehingga lateks akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada ph antara 4,5 4,7 (Anonim, 2010). Apabila lateks sudah membeku, pada bak koagulasi ditambahkan air untuk lebih mudah mengeluarkan slab dari bak koagulasi. Lateks beku yang sulit dikeluarkan karena melekat pada pelat pemisah terjadi karena tidak ditambahkan air. Air juga mencegah terjadinya oksidasi yang sering menimbulkan noda berwarna biru ungu (Nazaruddin dan Paimin FB, 1996). 3. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah pengaduk, bak pembekuan, partisi/plat pemisah, sovel, ember. Bahan yang digunakan adalah lateks, asam semut (Formit Acied 90%), air.

36 4. Prosedur Kerja a) Lateks yang sudah diencerkan, kemudian ditambahkan dengan asam semut cc. b) Lateks yang tertampung dibak pembeku kemudian diaduk sebanyak 6 kali bolak-balik (12 kali), pisahkan antara lateks dengan buih dengan menggunakan sovel. c) Buih/busa yang ada diatas permukaan lateks diambil hingga benar-benar bersih. d) Setelah itu pemasangan plat pemisah didalam bak pembeku, pemasangan plat harus dilakukan secara capat dan tepat. e) Diamkan hingga membeku (± 2 jam). f) Siram permukaan slab dengan air sebelum sekat dicaput. g) Cabut sekat pemisah didalam bak pembeku. h) Tutup slab dengan menggunakan plat hingga r apat, agar tidak terjadi oksidasi. Aliri air diatas slab yang telah ditutup dengan plat/partisi. i) Keesokan harinya slab dapat langsung digiling. 5. Hasil yang dicapai Slab-slab yang dihasilkan dari proses pembekuan tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak. 6. Pembahasan Pada proses pembekuan adalah untuk penambahan bahan kimia seperti asam semut untuk mempercepat proses pembekuan. Penambahan asam semut harus merata didalam bak koagulasi dan dilakukan pengadukan

37 sebanyak 12 kali atau 6 kali bolak-balik agar pembekuan lateks dapat merata serta pengadukan harus dilakukan secara hati-hati/perlahan-lahan agar mengurangi gelembung didalam bak koagulasi. Penambahan asam semut harus tepat agar mendapat lembaran slab yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak. Ukuran dari bak koagulasi adalah 300 cm x 72,5 cm x 34,5 cm dengan jumlah slab 100 lembar /bak koagulasi. Setelah dilakukannya penambahan asam semut pada proses pembekuan selain itu hal yang harus diperhatikan adalah pengambilan buih/busa yang ada pada lateks harus benar-benar bersih karena apabila pengambilan buih tidak benar-benar bersih maka dapat mempengaruhi kualitas dari RSS. Pengambilan buih biasanya menggunakan alat yang disebut sovel yang terbuat dari alumunium. Sovel yang terbuat dari alumunium ini harus sering dicuci agar kebersihan dari sovel tetap terjaga. Selain itu partisi/plat yang digunakan dalam proses pembekuan haruslah bersih agar lembaran slab tidak menempel pada partisi/plat. Agar tidak menempel antara lembaran slab dengan partisi/plat maka setelah ± 2 jam proses pembekuan harus disiramkan air diatas partisi/plat tersebut, hal ini memang sangat kurang diperhatikan tapi manfaatnya sangat besar sekali. Setelah partisi/plat dilepas maka lembaran slab di bak koagulasi ditutup dengan partisi/plat sebanyak 10 partisi/plat agar tertutup semua dan untuk mencegah terkontaminasinya lembaran slab oleh hal-hal yang tidak diinginkan.

38 G. Penggilingan 1. Tujuan Penggilingan bertujuan untuk mengeluarkan serum yang terdapat di dalam koagulum dan untuk membuang busa yang tertinggal serta untuk memberikan gambaran (print, batikan, kembang) pada permukaan sheet. Selain itu penggilingan juga bertujuan agar slab menjadi tipis dan permukaannya menjadi lebar. 2. Dasar Teori Ketebalan koagulum hasil pembekuan ikut pula menentukan penggilingan. Koagulum yang lebih tebal 3 cm sulit untuk langsung digiling. Koagulum yang terlalu tebal perlu dilakukan penggilingan pendahuluan sebelum pengilingan yang sebenarnya. Kecepatan penggilingan yang terlampau tinggi bisa merobek lembaran smoked sheet. Sedangkan kecepatan yang terlalu rendah bisa membuat penggilingan slab dengan cara berulang-ulang. Faktor kecepatan bukan hal yang bisa diabaikan begitu saja. Kecepatan yang tepat harus ditemukan sendiri pada setiap tempat pengolahan (Tim Penulis PS, 2008). Mesin-mesin gilingan dilengkapi dengan air pelincir yang terletak di atas gilingan masing-masing. Air pelincir ini berfungsi untuk membersihkan serum yang terdapat pada lembaran sit, mengurangi lengketnya lembaranlembaran pada silinder-silender gilingan dan mengurangi daya pelincir (slip) (Setyamidjaja, 1993).

39 2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah mesin penggiling, bambu. Bahan yang digunakan adalah lembaran slab. 3. Prosedur Kerja a) Angkat slab ke mesin penggiling. b) Pisahkan/tarik slab antara satu dengan yang lainnya. c) Slab digiling dengan menggunakan 5 ukuran ketebalan (sheter). Adapun 5 ukuran ketebalan yaitu : 10 mm, 8 mm, 6 mm, 4 mm, 3 mm. d) Setelah digiling, lembaran slab dicuci dengan air. e) lembaran slab disusun di bambu dengan rapi. f) Slab ditiriskan. g) Lembaran slab diangkat menuju smoke house. 4. Hasil yang dicapai Lembaran-lembaran slab yang sudah digiling permukaannya menjadi lebar dan tipis serta menjadi lembaran sheet dengan ukuran ± 3 mm. 5. Pembahasan Pada proses penggilingan harus dilakukan dengan hat-hati karena mesin penggiling yang digunakan berputar secara cepat. Ketebalan dari lembaran slab setelah digiling harus merata agar memudahkan proses pengasapan. Proses penggilingan selain untuk memberikan gambaran (print, batikan, kembang) pada permukaan sheet yaitu untuk menghilangkan busa yang masih tertinggal pada lembaran slab.

40 Air yang digunakan untuk proses pengolahan sebaiknya harus memenuhi syarat kejernian air, tidak berbau, bereaksi netral dan tidak mengandung logam seperti besi, tembaga dan bikarbonat. Untuk itu, sebelum air digunakan untuk proses pengolahan, perlu dilakukan pengolahan air (water treatment) terhadap air yang diambil langsung dari sumbernya (raw water) yaitu air sungai. Bambu yang digunakan untuk menghilangkan/meniriskan air yang ada pada lembaran sheet ini haruslah bersih karena untuk menghindarkan terkontaminasinya lembaran slab oleh jamur. Penggunaan bambu setelah proses penggilingan ini bertujuan untuk mempermudah proses pengasapan dan untuk meniriskan air yang masih tertinggal pada lembaran slab. Lembaran-lembaran slab yang telah digiling diletakkan dibambu dengan ukuran bambu 173 cm dan setiap masing-masing bambu dapat diisi dengan lembaran slab sebanyak 3 lembar. Setelah pemasangan lembaran slab yang telah digiling selesai di bambu maka lembaran slab siap untuk dibawa menuju smoke house. H. Proses Pengasapan 1. Tujuan Proses pengasapan ini bertujuan agar bahan-bahan pengawet yang terdapat pada asap terserap oleh lembaran-lembaran karet dan membantu pengeringan serta menghambat pertumbuhan spora-spora cendawan atau mikroorganisme lainnya. Selain itu proses pengasapan juga bermanfaat

41 untuk pengeringan yaitu untuk menghilangkan kadar air yang ada di dalam sheet, pengasapan berlangsung ± 6 hari. 2. Dasar Teori Lembaran sit yang keluar dari mesin giling mengandung ± 30% air, yaitu air yang melekat pada permukaan lembaran dan air yang terdapat di antara butir-butir karet di dalam lembaran. Untuk mendapatkan lembaran yang sungguh-sungguh kering, air yang terdapat pada lembaran harus dikeluarkan. Di samping itu, lembaran perlu pula diawetkan agar tahan terhadap kerusakan karena gangguan cendawan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas. Oleh karena itu dalam pembuatan sit diperlukan adanya proses pengasapan dan pengeringan (Setyamidjaja, 1993). Selama pengasapan, suhu, ventilasi, dan jumlah asap harus diatur dan dijaga. Lantai ruangan perlu disemen dan dibuat miring, agar air yang masih ada dalam sheet tidak keluar. Pada hari pertama biasannya banyak sekali uap air sehingga perlu dikeluarkan secepatnya dari ruangan. Pentingnya penganturan ventilasi dan pengairan disebabkan karena tempat yang selalu lembab mudah menjadi sarang bakteri, cendawan, atau mikroorganisme lainnya. Pengasapan dan pengeringan biasannya berlangsung selama 4 hari hingga selesai. Lama pengeringan tergantung dari ketebalan sheet yang akan diolah. Sheet yang tebal membutuhkan waktu pengeringan yang lama,

42 makin tipis sheetnya, makin cepat waktu pengeringannya (Nazaruddin et al, 2006). 3. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah thermometer, ruang asap, bambu. Bahan yang digunakan adalah lembaran slab, kayu bakar. 4. Prosedur Kerja a) Lembaran slab setelah proses penggilingan diangkut menuju smoke house. b) Lembaran slab yang basah digantungkan didalam ruang asap, dalam penggantungan slab tidak boleh ada yang menempel antara slab yang satu dengan slab yang lainnya. c) Setelah tetesan air slab tidak ada kemudian diasapkan, pengasapan dilakukan selama 6 hari. Adapun suhu kamar asap adalah : 1. Hari pertama : 35 C 2. Hari kedua : 40 C 3. Hari ketiga : 45 C 4. Hari keempat : 50 C 5. Hari kelima : 55 C 6. Hari kenam : 60 C d) Gunakan kayu bakar untuk proses pengasapan. e) Selanjutnya, proses pembalikan lembaran sheet.

43 5. Hasil yang dicapai Lembaran-lembaran sheet yang telah melalui proses pengasapan matangnya merata, bebas dari jamur, kuat, bebas kontaminasi luar/dalam, dan hampir tidak ada gelembung serta ketebalan merata, ± 3 mm. 6. Pembahasan Proses pengasapan dilakukan selama 6 hari lebih hingga selesai dan lama pengasapan tergantung dari ketebalan sheet yang diolah. Didalam smoke house menggunakan bahan bakar kayu ulin sebanyak 3m³/hari/smoke house. Proses pembalikan lembaran sheet dalam rumah pengasapan harus dilakukan secara teratur agar lembaran-lembaran sheet dapat matang secara marata sehingga menghasilkan sheet yang berkualitas baik. Proses pengasapan akan mendapatkan lembaran sheet yang baik apabila suhu pada waktu proses pengasapan diatur dengan sebaik-baiknya dengan dijaga oleh orang yang bertanggung jawab, karena pengaturan suhu sewaktu pengasapan dilakukan setiap jam. Apabila suhu yang diinginkan malebihi dari suhu normal maka dapat dilakukan pengurangan suhu dengan cara pengurangan bahan bakar kayu agar suhu pengasapannya menurun dan apabila suhunya rendah dengan yang diinginkan maka harus ditambahkan dengan kayu bakar agar suhunya normal. Bahan bakar yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan dari proses pengasapan itu sendiri. Kayu bakar yang bagus adalah kayu bakar yang tahan lama (awet), menghasilkan pemanasan yang maksimal sehingga

44 tidak boros pada bahan bakar. Bahan bakar yang bagus adalah kayu ulin karena kayu ini keras sehingga habisnya lebih lama bila dibandingkan dengan kayu clercidi, kayu akasia, kayu lamtoro, kayu karet. I. Proses Sortasi 1. Tujuan Proses sortasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas dari masingmasing sheet dari yang memenuhi standar RSS 1, RSS II, RSS IV, cutting, cutting kapuk. Selain itu sortasi berjuan untuk memisahkan lembaran sheet yang matang dengan lembaran sheet yang kurang matang (cutting). 2. Dasar Teori Setelah diasapi dan dikeringkan smoked sheet harus diseleksi atau disortasi. Ini penting karena menyangkut mutu yang dihasilkan untuk menentukan harga jualnya. Dalam satu pak atau bandela tidak boleh digabungkan smoked sheet yang berlainan mutunya karena bisa merusak kepercayaan serta hubungan bak dengan pembeli. Meja sortasi dari kaca berwarna susu dengan dinding di sebelah bawah yang berwarna putih membentuk sudut 45 dapat digunakan untuk pemeriksaan. Cahaya sewaktu melakukan pengontrolan harus cukup dan mengenai dinding putih. Bila ruangan gelap, dapat digunakan cahaya dari lampu listrik. Yang dikontrol terutama adalah kotoran-kotoran dan gelembung-gelembung udara. Selain itu juga diperiksa ketebalan, panjang, lebar, serta warna smoked sheet yang dihasilkan (Nazaruddin dan Paimin FB, 1996).

45 Proses sortasi dilakukan secara visual berdasarkan warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan gilingan yang mengacu pada standard yang terdapat pada SNI Secara umum sit diklasifikasikan dalam mutu RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, RSS 5 dan Cutting. Cutting merupakan potongan dari lembaran sheet yang terlihat masih mentah (Anonim, 2010). Tabel 1. SNI Conventional Rubber. Grade RSS I Kriteria/Kelas Mutu Kelas ini harus memenuhi persyaratan yaitu, sit yang dihasilkan harus benar -benar kering, bersih, kuat, tidak ada cacat, tidak berkarat, tidak melepuh serta tidak ada bendabenda pengotor. Jenis RSS 1 tidak boleh ada garis-garis pengaruh dari oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Bila terdapat gelembunggelembung berukuran kecil (seukuran jarum pentul) masih diperkenankan, asalkan letaknya tersebar merata. Pembungkusan harus baik agar tidak terkontaminasi jamur. Tetapi, bila sewaktu diterima terdapat jamur pada pembungkusnya, masih dapat diizinkan asalkan tidak masuk ke dalam karetnya. RSS II Standar RSS 2 hasilnya harus kering, bersih, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran. Sit tidak

46 diperkenankan terdapat noda atau garis akibat oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Sit kelas ini masih menerima gelembung udara serta noda kulit pohon yang ukurannya agak besar (dua kali ukuran jarum pentul). Zat-zat damar dan jamur pada pembungkus, kulit luar bandela atau pada sit di dalamnya masih dapat ditorerir. Tetapi bila sudah melebihi 5% dari bandela, maka sit akan ditolak. RSS III Standar karet RSS 3 harus kering, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran. Bila terdapat cacat warna, gelembung udara besar (tiga kali ukuran jarum pentul), ataupun noda-noda dari kulit tanaman karet, masih ditorerir. Namun, tidak diterima jika terdapat noda atau garis akibat oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Jamur yang terdapat pada pembungkus kulit luar bandela serta menempel pada sit tidak menjadi masalah, asalkan jumlahnya tidak melebihi 10% dari bandela dimana contoh diambil. RSS IV Standar karet RSS 4 harus kering, kuat, tidak cacat, tidak melepuh serta tidak terdapat pasir atau kotoran luar. Yang diperkenankan adalah bila terdapat gelembung udara kecilkecil sebesar 4 kali ukuran jarum pentul, karet agak rekat atau

47 terdapat kotoran kulit pohon asal tidak banyak. Mengizinkan adanya noda-noda asalkan jernih. Sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi dan karet terbakar tidak bisa diterima. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada sit, asalkan tidak melebihi 20% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 4. RSS V Karet yang dihasilkan harus kokoh, tidak terdapat kotoran atau benda asing, kecuali yang diperkenankan. Dibanding dengan kelas RSS yang lain RSS 5 adalah yang terendah standarnya. Bintik-bintik, gelembung kecil, noda kulit pohon yang besar, karet agak rekat, kelebihan asap dan sedikit belum kering masih termasuk dalam batas toleransi. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada sit, asalkan tidak melebihi 30% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 5. Pengeringan pada suhu tinggi dan bekas terbakar tidak diperkenankan untuk jenis kelas ini Sumber : (Dewan Standardisasi Nasional Indonesia, 1987). 3. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah gunting, meja sortasi. Bahan yang digunakan adalah lembaran sheet yang sudah matang. 4. Prosedur Kerja a) Lembaran sheet yang sudah matang dibawa kedalam ruang sortasi. b) Lembaran sheet diletakkan diatas meja sortasi.

48 c) Lembaran sheet diterawang di atas meja sortasi untuk menentukan kuliatas sheet. d) Lembaran sheet dipilih dan ditentukan mutunya. e) Lipat lembaran sheet agar memudahkan proses pengepakan. 5. Hasil yang dicapai Standar mutu rubber smoke sheet (RSS) hasil produksi PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR adalah : Tabel 2. Standar RSS PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. Grade RSS I Kriteria/Kelas Mutu Lembaran harus kering dan warna cerah merata, bebas dari jamur, kuat, bebas kontaminasi luar/dalam, dan hampir tidak ada gelembung serta ketebalan merata, ± 3 mm. RSS II Lembaran harus kering dan warna cerah merata, bebas dari jamur, kuat, bebas kontaminasi luar/dalam, gelembung sebesar lubang jarum maksimal 5%, ketebalan merata, ± 3 mm. RSS IV Lembaran harus kering dan warna cerah merata, bebas dari jamur, kuat, bebas kontaminasi luar/dalam, gelembung maksimal 20%, ketebalan merata, ± 3 mm. Sumber : (PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR, 2010) 6. Pembahasan Perlu dilakukannya proses sortasi karena untuk memisahkan antara RSS I, RSS II, RSS IV dan cutting, cutting kapuk. Proses sortasi dilakukan

49 dengan cara menerawang sheet diatas meja sortasi untuk mengetahui kualitas dari RSS. Apabila pada sheet yang berjamur maka perlu dilakukannya pencucian dengan ditambahkan formalin dan harus dilakukan proses pengasapan kembali. Perlu dilakukannya pelipatan dalam lembaran sheet agar memudahkannya proses pengepressan dan memudahkannya membuat bentuk dari setiap ball. Selain itu lamanya proses sortasi disebabkan oleh banyaknya cutting yang harus dipotong dalam lembaran sheet. Proses sortasi ini untuk memisahkan kualitas dari masing-masing RSS I, II, IV dan cutting. Sehingga memudahkan untuk mengetahui kualitas dari lembaran sheet yang telah dilakukannya proses pengasapan. J. Proses Pengepakan 1. Tujuan Proses pengepakan ini bertujuan agar packing dan pengepresan lebih mudah dibungkus dengan lembaran sheet serta untuk membedakan RSS I, II, IV dan catting. 2. Dasar Teori Setelah disortir dan diperiksa, sheet yang telah jadi di press ke dalam bandela serta dibungkus dengan lembaran karet dari kelas mutu yang sama atau lebih bagus satu bandela mempunyai berat antara lbs (lembar sheet). Untuk kelas RSS 1, dan RSS 2 pada kulit luarnya dilumuri tepung agar tidak saling melekat.

50 Terakhir bandela-bandela ditimbang kembali agar sama beratnya. Bila ada bandela yang beratnya kurang atau melebihi 1% dari berat seharusnya, maka harus dipak ulang. Pengolahan sheet seperti itu umumnya dilakukan diperkebunanperkebunan karet besar, milik pemerintahan atau swasta. Sedangkan di perkebunan karet rakyat pengolahanya terglong sederhana. Karet sheet yang dihasilkan oleh petani atau karet sheet rakyat umumnya tidak melalui proses pengasapan, berupa sheet angin (Nazaruddin dan Paimin FB, 1996). 3. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah timbangan, papan, kuas, penusuk, mesin press, sablon. Alat yang digunakan adalah RSS, minyak tanah, kapur talk. 4. Prosedur Kerja a) Setelah disortir kemudian dilakukan proses pengepakkan. b) Timbang sheet 113 kg. c) Siapkan mesin pengepress, kemudian sheet disusun secara bersilangsilang. d) Letakkan bahan papan press diatas gelendeng dengan lapisan papan dan pasang mesin press, kemudian dipress. e) Setelah itu mesin press dilepas dan setiap ball diberi besi agar kuat. f) Setelah dipress kemudian diamkan selama 12 jam agar ball menjadi kuat dan tidak mengembang lagi.

51 g) Lepaskan besi untuk membentuk ball, kemudian dibungkus dengan lembaran RSS sebanyak 8 lembar. h) Ditusuk-tusuk dengan penusuk agar menjadi kuat dan rapat. i) Kemudian proses pengapuran (pencampuran minyak tanah dan kapur talk) dan pemberian sablon/grade. 5. Hasil Yang Dicapai Setiap ball ketentuan perusahaan adalah 113 ± kg, RSS yang didapat sesuai dengan yang diharapkan karena melalui proses yang baik dan sangat hati-hati. Setiap langkah dan proses pengolahan akan mempengaruhi hasil akhir dari pengolahan yang akan dilakukan. 6. Pembahasan Setelah proses pengepressan dilakukannya kemudian proses pengapuran yaitu pencampuran minyak tanah dan kapur talk dengan jumlah 10 liter minyak dengan 4 kg kapur. Campurkan ke dua bahan tersebut dan dioleskan disetiap permukaan ball dengan menggunakan kuas, pengapuran bertujuan agar lembaran RSS tidak lengket. Setelah itu, adalah pemberian grade/sablon diatas ball agar mengetahui masing-masing mutu dari RSS I, II, IV. Proses pengepakan merupakan tahapan terakhir dari proses pengolahan RSS. Setelah proses pengepakkan maka RSS siap untuk dijual atau dipasarkan kepada pembeli. Setelah proses pengepakkan ini dilakukan kemudian adanya proses penggudangan, proses penggudangan ini bertujuan

52 sebagai tempat penampungan sementara RSS (ruber smoke sheet) yang akan dijual. RSS yang akan dijual biasanya di pasarkan setiap sebulan sekali atau sesuai dengan pesanan pembeli, RSS biasanya dijual ke Medan dan Singapura. Transportasi yang digunakan adalah melalui jasa kapal dan apabila terjadi kerusakan pada RSS maka itu bukan menjadi tanggung jawab dari pihak perusahaan karena pihak perusahaan hanya menjual dari tempat penggudangan saja. Tabel 3. Data Produksi Manufacture 2010 PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. Grade Januari Februari RSS I 59, , 229 RSS II Cutting Sheet Cutting Kapuk Lump Pabrik Lump 53, , 788 Lump Tanah - - Total 114, , , , 928 Sumber : (PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR, 2010)

53 Gambar 1. Diagram Proses Pengolahan Rubber Smoke Sheet PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. Lateks Segar Pengukuran K3 Penyaringan (saringan 40 mesh) Pengenceran Pembekuan (penambahan bahan koagulan, pembekuan selama ± 2 jam) Penggilingan sheet Penyusunan sheet diatas bambu Penirisan Smoke house (± 6 hari suhu 60 C) Sortasi (pemeriksaan mutu sheet, pemisahan menurut mutu) Pembuatan bandela Pengepakan Sumber : (PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR, 2010)

54 IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pengolahan karet di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR menggunaan alat secara manual untuk pengolahan karet. 2. PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR menerapkan standar mutu sheet dengan mutu olah RSS I, RSS II, RSS IV, dan cutting dengan kapasitas pabrik 4 ton/hari. 3. Teori yang didapat di Politeknik Negeri Samarinda berbeda dengan pengalaman Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR. B. Saran Selaku mahasiswa yang melaksanakan PKL di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR, maka perlu menambahkan saran untuk pihak perusahaan sendiri sehingga tingkat kesalahan dan kerugian dapat dimi nimalkan dengan mengupayakan hal-hal berikut seperti ini : 1. Dalam beberapa tahun kedepan PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR dapat mengganti alat-alat pengolahan secara manual dengan alat-alat yang lebih modern. 2. Menggunakan metode asap cair sebagai pengganti kayu bakar untuk mengurangi biaya produksi. 3. Sortasi Ruber Smoke Sheet (RSS) harus dilakukan secara teliti agar tidak

55 tercampur dengan kualitas dari Ruber Smoke Sheet (RSS) yang lainnya. 4. Agar selalu memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan karyawannya.

56 DAFTAR PUSTAKA Anonim, Pedoman Manejemen Operasional Budidaya Karet. PT. PERKEBUNAN XVIII ( PERSERO ). Semarang. Anonim, Pengolahan Karet Alam. sit asap (4 Mei 2010). Dewan Standardisasi Nasional Indonesia, SNI Conventional Rubber. Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta. Goutara, dkk, Dasar Pengolahan Karet. Fatementa. Bogor. Nazaruddin dan Paimin FB, Strategi Pemasaran Tahun 2000 dan Budidaya dan Pengolahan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Nazaruddin et al, Budidaya Tanaman Karet. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Setyamidjaja, Djoehana, Budidaya Karet dan Pengolahannya. Kanisius. Yogyakarta. Setyamidjaja, Djoehana, Karet. Kanisius. Yogyakarta. Tim Penulis PS, Panduan Lengkap Karet. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

57 LAMPIRAN

58 Lampiran 1. Gambar Penyadapan di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 3. Proses Penyadapan Gambar 4. Proses pengumpulan lateks di mangkok

59 Gambar 5. Proses penggumpulan lateks di dalam ember pengumpul dan penimbangan lateks Gambar 6. Proses penambahan A moniak

60 Gambar 7. Proses pengukuran K3 kebun dengan mikrolak Gambar 8. Proses memasukan lateks ke dalam bak truk pengangkut

61 Gambar 9. Proses pengangkutan Lampiran 2. Gambar Penerimaan Lateks di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 10. Proses penerimaan lateks di pabrik pengolahan

62 Lampiran 3. Gambar Pengenceran di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 11. Proses pengambilan sampel latek 100 cc untuk menghitung K3 Gambar 12. Proses penambahan Asam Semut

63 Gambar 13. Proses pembekuan sampel Gambar 14. Proses pencucian sampel koagulum yang membeku

64 Gambar 15. Proses penggilingan sampel dengan gilingan tangan Gambar 16. Proses pengeringan sample dengan serbet

65 Gambar 17. Proses penimbangan sampel Gambar 18. Mengukur volume air

66 Lampiran 4. Gambar Penyaringan Lateks di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 19. Proses penyaringan lateks dengan saringan 40 mesh Lampiran 5. Gambar Pembekuan di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 20. Proses penambahan Asam Semut

67 Gambar 21. Pengadukan sebanyak 6 kali bolak-balik (12 kali) Gambar 22. Pengambilan buih/busa

68 Gambar 23. Pemasangan partisi/plat Gambar 24. Koagulum yang membeku

69 Gambar 25. Koagulum yang dicabut dari partisi Lampiran 6. Gambar Penggilingan Slab di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 26. Proses penggilingan slab

70 Gambar 27. Proses penirisan lembaran sheet Lampiran 7. Gambar Pengasapan di PT.BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 28. Kayu bakar untuk pengasapan

71 Gambar 29. Sheet dirumah asap Gambar 30. Proses pembalikan lembaran sheet

72 Gambar 31. Proses pemanenan RSS Lampiran 8. Gambar Sortasi di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 32. Proses sortasi

73 Gambar 33. RSS yang sudah dilipat Lampiran 9. Gambar Pengepakan di PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR Gambar 34. Proses pengepressan

74 Gambar 35. Proses penusukan bandela Gambar 36. Proses pengapuran bandela

75 Gambar 37. Proses penyablonan Gambar 38. Proses penggudangan

76 Lampiran 10. Gambar Kriteria RSS I, II, IV dan Cutting Gambar 39. RSS I Gambar 40. RSS II

77 Gambar 41. RSS IV Gambar 42. Cutting Sheet

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DIVISI KARET PINANG HIJAU PINANG BIRU TENGGARONG KALIMANTAN TIMUR

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DIVISI KARET PINANG HIJAU PINANG BIRU TENGGARONG KALIMANTAN TIMUR LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DIVISI KARET PINANG HIJAU PINANG BIRU TENGGARONG KALIMANTAN TIMUR Oleh : MIFTAHUL JANNAH NIM. 070 500 136 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DI PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR.

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DI PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR. 1 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DI PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR Oleh SUNARTI NIM. 080 500 225 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PABRIK KARET PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR N I N G S I H NIM.

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PABRIK KARET PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR N I N G S I H NIM. LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PABRIK KARET PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR Oleh N I N G S I H NIM. 070 500 139 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kebun Batang Serangan dibuka pada tahun 1910 yang dikelola oleh pemerintahan Belanda dengan nama perusahaan NV.BDM (Breningde Deli Maatscappinjen).

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR JONGGON KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR PABRIK KARET. Ade Yulianti Nim.

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR JONGGON KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR PABRIK KARET. Ade Yulianti Nim. 1 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR JONGGON KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR PABRIK KARET Oleh Ade Yulianti Nim. 080 500 202 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Oleh : Arista Damayanti 1) dan Sundari 2) ABSTRAK Karet merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

Oleh : ROSNAINI NIM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

Oleh : ROSNAINI NIM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN 51 LAPORAN HASIL PRAKTIK KERJA LAPANG DI PABRIK KARET PT. BUDI DUTA AGROMAKMUR DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR Oleh : ROSNAINI NIM. 070 500 067 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. 2. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

KATA PENGANTAR. 2. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan PKL ini. Sebuah penghargaan yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bahan olah karet ICS Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Standar Nasional Indonesia...i No...4 Parameter...4 No...5 Parameter...5 i Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN Kriteria matang sadap Tanaman karet dapat disadap apabila telah memenuhi kriteria matang sadap pohon dan matang sadap kebun, yaitu: a. Matang sadap pohon - Umur tanaman

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XIII ( PERSERO) KEBUN DANAU SALAK, DESA BAWAHAN SELAN, KECAMATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XIII ( PERSERO) KEBUN DANAU SALAK, DESA BAWAHAN SELAN, KECAMATAN 36 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XIII ( PERSERO) KEBUN DANAU SALAK, DESA BAWAHAN SELAN, KECAMATAN MATARAMAN, KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN Oleh APRILTA KESA SINULINGGA NIM.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN. Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/KPTS/KB.020/6/2016 PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TANAMAN KARET

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/KPTS/KB.020/6/2016 PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TANAMAN KARET KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/KPTS/KB.020/6/2016 PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TANAMAN KARET Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES (pra Rancangan Pabrik,kgrtas kgrajinan dari enceng gondok. BAB III PERANCANGAN PROSES Perancangan pabrik home industri ini menghasilkan produk kertas kerajinan yang siap dibuat untuk kerajinan yang unik.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2009. Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Pabrik Pengolahan RSS dan Laboratorium

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

JOB SHEET PRATIKUM KONSTRUKSI JALAN

JOB SHEET PRATIKUM KONSTRUKSI JALAN JOB SHEET PRATIKUM KONSTRUKSI JALAN Disusun oleh: JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN 2013 i KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

TAP INSPEKSI PENDAHULUAN

TAP INSPEKSI PENDAHULUAN TAP INSPEKSI PENDAHULUAN Dimana Lateks tersimpan ; Didalam kulit, getah karet (lateks) tersimpan pada jaringan pembuluh lateks. Penyadapan ; Adalah tehnik menyayat kulit untuk memotong pembuluh pembuluh

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rantau Prapat yang sekarang disingkat dengan KRPPT pada mulanya berasal dan bernama Kebun Pala Rantau Prapat Ost/West,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

PENYADAPAN TANAMAN KARET

PENYADAPAN TANAMAN KARET PENYADAPAN TANAMAN KARET OLEH SYUKUR, SP, MP WIDYAISWARA MUDA BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2015 ABSTRAK Syukur, SP, MP. 2014. Penyadapan tanaman karet. Penyadapan adalah pelukaan buatan yang diberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lateks Segar. Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Penerimaan.

LAMPIRAN. Lateks Segar. Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Penerimaan. LAMPIRAN Lateks Segar Penerimaan Pengenceran Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Pembekuan Penerimaan bahan baku Pencucian bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

Agribusiness Review ISSN

Agribusiness Review ISSN ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS KARET PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN BATUJAMUS/KERJOARUM KARANGANYAR Isti Khomah, Endang Siti Rahayu, Mohd. Harisudin Magister Agribisnis Program Pascasarjana

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III PROSES PRODUKSI kg kering per hari adalah sebagai berikut :

BAB III PROSES PRODUKSI kg kering per hari adalah sebagai berikut : BAB III PROSES PRODUKSI III.1 Pengolahan Crumb Rubber Flow process pabrik pengolahan Crumb Rubber Gunung Para kapasitas 30.000 kg kering per hari adalah sebagai berikut : III.1.1. Penerimaan coumpound

Lebih terperinci

REKAYASA SUMBER CAHAYA PADA PROSES SORTASI RIBBED SMOKE SHEET (RSS)

REKAYASA SUMBER CAHAYA PADA PROSES SORTASI RIBBED SMOKE SHEET (RSS) REKAYASA SUMBER CAHAYA PADA PROSES SORTASI RIBBED SMOKE SHEET (RSS) SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk meneyelesaikan Progam Studi Teknik Pertanian (S1) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian penting di lingkungan Internasional dan juga Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari Setelah mempelajari dan memahami konsep atom, ion, dan molekul, kini saatnya mempelajari ketiganya dalam bahan kimia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah dapat melihat atom, ion,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik Ke-5 ISSN : 2477-3298 PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Januar Arif Fatkhurrahman 1 dan Ikha Rasti Julia Sari 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Singkong Singkong merupakan tumbuhan umbi-umbian yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan iklim panas dan lembab. Daerah beriklim tropis dibutuhkan singkong untuk

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun cara ilmiah yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Guna menunjang program pemerintah dalam penyediaan infrastruktur perdesaan, Puslitbang Perumahan dan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

BAB II. Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan letak geografisnya PT. Perkebunan. Nusantara III ini berada pada (03º09-03º11 LU) dan (99º04-99º06 BT).

BAB II. Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan letak geografisnya PT. Perkebunan. Nusantara III ini berada pada (03º09-03º11 LU) dan (99º04-99º06 BT). BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kebun Gunung Para adalah salah satu kebun tradisional PT. Perkebunan Nusantara III terletak di kecamatan Dolok Merawan Kabupaten Serdang Bedagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Tiga Bawang merupakan sebuah industri kecil menengah yang bergerak dibidang pembuatan keripik dengan bahan baku ubi kayu. UD. Tiga Bawang adalah

Lebih terperinci

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA 51 Nusa Idaman Said III.1 PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe Lateks hasil sadapan dari kebun diangkut ke tiap afdeling. Lateks dikumpulkan disebuah bak yang ada tiap afdeling yang

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR Nisandi Alumni Mahasiswa Magister Sistem Teknik Fakultas Teknik UGM Konsentrasi Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Kelurahan Semanan Kelurahan Semanan yang berada pada wilayah Kecamatan Kalideres, berbatasan langsung dengan Sungai Cisadane di sebelah utara, Kelurahan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

- Rakel dengan lebar sesuai kebutuhan. - Penggaris pendek atau busur mika untuk meratakan emulsi afdruk;

- Rakel dengan lebar sesuai kebutuhan. - Penggaris pendek atau busur mika untuk meratakan emulsi afdruk; CARA SABLON MANUAL ALAT DAN BAHAN CETAK SABLON Alat: - Meja sablon, selain digunakan untuk menyablon meja ini digunakan pada saat afdruk screen. Bagian utama meja adalah kaca (tebal 5 mm), lampu neon 2

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Percobaan 1 PENGGUNAAN ALAT DASAR LABORATORIUM

Percobaan 1 PENGGUNAAN ALAT DASAR LABORATORIUM Percobaan 1 PENGGUNAAN ALAT DASAR LABORATORIUM TUJUAN Mengetahui cara membersihkan, mengeringkan dan menggunakan berbagai alat gelas yang digunakan di laboratorium kimia. Mengatur nyala pembakar Bunsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik dan keistimewaan dari suatu produk atau jasa yang dihasilkan dari kemampuan produk atau jasa untuk memuaskan sebagian atau

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Dalam penelitian ini akan mencari hubungan antara faktor air semen dengan kuat tekan menggunakan bahan lokal. Disini akan dipelajari karakteristik agregat baik

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan.

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan. Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan. Cara menggunakannya adalah dibersihkan, dikalibrasi, lalu dikeringkandengan lap. Kemudian dimasukkan larutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan melakukan pembuatan benda uji di laboratorium dengan berbagai variasi

Lebih terperinci

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXII, Nomor 2, Oktober 2014

Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXII, Nomor 2, Oktober 2014 Pemanenan Getah Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) dan Penentuan Kadar Karet Kering (KKK) dengan Variasi Temperatur Pengovenan di PT. Djambi Waras Jujuhan Kabupaten Bungo, Jambi Dewi Pusari*, Sri Haryanti*

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal

Lebih terperinci