ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR DWIPANCA PRABUWISUDAWAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor adalah karya saya dan merupakan bagian dari thesis Ir. Ujang Sehabudin sebagai dosen pembimbing. Penelitian ini belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2013 Dwipanca Prabuwisudawan H

3 RINGKASAN DWIPANCA PRABUWISUDAWAN. Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Dibimbing Oleh UJANG SEHABUDIN. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 populasi ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan adalah sebesar ekor dan berkontribusi 9,5 persen terhadap total populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Pola usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan dibagi menjadi dua, yaitu pola usahaternak mandiri dan pola usahaternak kemitraan. Masing-masing pola usahaternak tersebut memiliki keterbatasan dalam melaksanakan budidaya ayam ras pedaging sehingga menjadikan hasil produksi kurang efisien dan optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mnganalisis faktor-faktor yang memengaruhi usahaternak ayam ras pedaging, serta menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi ternak baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Pengambilan responden peternak dilakukan secara purposive baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Peternakan di Kecamatan Pamijahan. Berdasarkan hasil dari penelitian, diketahui bahwa variabel pakan, tenaga kerja, serta kepadatan kandang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut adalah sebesar 0,901, 0,140, 0,102, dan 0,119. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,901 persen, penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,140 persen, penambahan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar persen, dan nilai elastisitas 0,119 pada dummy berarti terdapat perbedaan hasil produksi antara peternak mandiri dan plasma sebesar 0,119 persen. Pendugaan fungsi produksi usahaternak pada peternak mandiri, diketahui bahwa variabel pakan, tenaga kerja, mortalitas, dan kepadatan kandang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel peternak mandiri adalah 0,870, 0,363, -0,141, dan 0,137. Sedangkan pada peternak mandiri dengan skala usaha adalah 0,870, 0,334, -0,140, dan Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala sebesar 0,870 persen dan pada peternak mandiri dengan skala, penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,363 persen dan 0,334 pada peternak mandiri dengan skala usaha, penambahan

4 mortalitas sebesar satu persen akan mengurangi produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,141 persen dan 0,140 pada peternak mandiri dengan skala usaha, dan penambahan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,137 persen dan 0,140 persen pada peternak mandiri dengan skala usaha. Pendugaan fungsi produksi usahaternak pada peternak plasma, diketahui bahwa variabel pakan dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel peternak plasma adalah 0,904 dan 0,127. sedangkan pada peternak plasma dengan skala usaha adalah 0,899 dan 0,129. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak plasma tanpa skala usaha sebesar 0,904 persen dan 0,899 pada peternak plasma dengan skala usaha, dan penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak plasma tanpa skala usaha sebesar 0,127 persen dan 0,129 pada peternak plasma dengan skala usaha. Berdasarkan hasil dari penelitian yang didapatkan, penggunaan faktorfaktor produksi baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma belum mencapai kondisi yang efisien. Hal tersebut ditunjukkan dari rasio yang diperoleh antara NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Ini menunjukkan bahwa peternak mandiri tidak lebih efisien dibandingkan dengan peternak plasma dalam penggunaan input produksi. Kata kunci: ayam ras pedaging, pola usahaternak, Cobb-Douglas, efisiensi. iv

5 ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR DWIPANCA PRABUWISUDAWAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6 Judul Skripsi Nama NRP : Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor : Dwipanca Prabuwisudawan : H Menyetujui Dosen Pembimbing Ir. Ujang Sehabudin NIP: Mengetahui Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. NIP: Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumebrdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Inti Plasma (PIR) di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging serta efisiensi penggunaan sarana produksi ternak baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karenan itu, penulis sangat memerlukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya pihak yang terkait dalam penelitian ini. Bogor, Mei 2013 Penulis

8 UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-nya, skripsi ini dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Adi Hadianto SP. M.Si. selaku dosen penguji utama yang memberikan saran, arahan, dan perhatiannya. 3. Hastuti, SP, MP, M.Si. selaku dosen penguji wakil departemen yang memberikan saran dan perhatiannya. 4. Kedua orang tua, Bapak Sudarsono Jayadi dan Ibu Dwiyani Prasetyanti, serta kakak saya Tunggal Prasetya Widianti atas doa serta dorongan moral yang diberikan kepada penulis dalam penyelesain skripsi ini. 5. Seluruh peternak responden serta staf pengurus UPT Kecamatan pamijahan yang telah memberikan waktu dan informasi selama penelitian. 6. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di departemen ESL. 7. Rekan-rekan satu bimbingan Dewi Shinta, Dita Permatasari, Hayu Windi, Stevi Pebriani, Irpan Ripai, Yoppy, dan Kiky Rahmatia atas kekompakan dan motivasi yang diberikan. 8. Sahabat sepermainan Andri, Erwan, Ade, Uun, Anneke, Pradipta, Dhilla, Evvy, Vicky, Mafia dan Agung atas motivasi yang telah diberikan.

9 9. Sahabat DR A-14 Yogi, Rizki, Sandi, Ichsan, Ferry, Hairul, Rahmat, Stevan, dan Dika atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini. 10. Keluarga Besar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 45 atas inspirasi dan suka cita penulis selama ini. 11. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Mei 2013 Penulis ix

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II.TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Broiler) Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler) Peternak Ayam Ras Pedaging Peternak Plasma Peternak Mandiri Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging Day Old Chick (DOC) Pakan Vaksin dan Obat-Obatan Tenaga Kerja Kandang Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Fungsi Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Efisiensi Faktor Produksi Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sample Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Kuantitatif Analisis Fungsi Produksi Analisis Efisiensi Produksi Pengujian Model xii xiii xiv

11 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Sarana dan Prasarana Karakteristik Peternak Responden Karakteristik Usahaternak Ayam Ras pedaging VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Total Peternak Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xi

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Sampling Frame Metode Pengambilan Sample Peternak di Kecamatan Pamijahan Karakteristik Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan Karakteristik Usahaternak Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan Setelah Respesifikasi di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 70

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Diagram Alur Kerangka Pemikiran Penelitian... 25

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Populasi Ternak Indonesia Tahun Populasi Ayam ras Pedaging Menurut Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Barat Tahun Populasi Ayam Ras Pedaging Kabupaten Bogor Tahun Peta Wilayah Kecamatan Pamijahan Data Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Data Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Total Peternak di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Uji Heteroskedastisitas Model Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov Sarana Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Contoh Surat Izin Usahaternak dan Perjanjian Kontrak Pihak Plasma dan Inti Kegiatan Pemanenan... 94

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita penduduk Indonesia setiap tahun telah merubah kecenderungan pola kebutuhan konsumsi, khususnya perubahan peningkatan kebutuhan di bidang konsumsi produk peternakan. Hal tersebut dapat dilihat dari pola konsumsi produk peternakan yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun mengalami peningkatan dengan diikuti peningkatan konsumsi produk peternakan penduduk Indonesia per tahun. Konsumsi produk peternakan mengalami peningkatan sebesar 0,24 persen pada tahun , 3,3 persen pada tahun , dan 3,1 persen pada tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. 1 Pencapaian kecukupan kebutuhan nutrisi terutama protein hewani pada masyarakat akan lebih efisien apabila dilakukan dengan meningkatkan konsumsi pangan yang bersumber dari komoditas peternakan khususnya ayam ras pedaging (broiler). Daging ayam ras mengandung komposisi nilai gizi yang baik dan sebagai sumber bahan makanan yang mengandung protein hewani. Meningkatnya kebutuhan konsumsi yang bersumber dari komoditas peternakan khususnya komoditas produk peternakan ayam ras pedaging, memengaruhi laju perkembangan populasi ayam ras pedaging di Indonesia. Populasi ayam ras pedaging di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada 1 Produksi Statistik Peternakan Nasional. Diakses pada 8 Maret 2012.

16 tahun 2006 populasi ayam ras pedaging berjumlah 797 juta ekor, dan lebih dari 1 milyar ekor ayam ras pedaging pada tahun Jawa Barat merupakan wilayah dengan populasi ayam ras pedaging yang paling besar di Indonesia. Jumlah populasi ayam ras pedaging yang dihasilkan oleh Jawa Barat berkisar antara 42 hingga 50 persen dari total populasi ayam ras pedaging di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun Hal tersebut menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan wilayah serta sentra produksi ayam ras pedaging terbesar yang ada di Indonesia. Pendapatan per kapita penduduk di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita meningkat sebesar 11,04 persen, tahun meningkat sebesar 10,46 persen, tahun meningkat sebesar 9,83 persen, dan tahun meningkat sebesar 8,67 persen (Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, 2011). Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun di Kabupaten Bogor secara empiris berpengaruh pada perubahan pola konsumsi, hal tersebut diperlihatkan oleh peningkatan pengeluaran penduduk di Kabupaten Bogor akan konsumsi daging atau protein hewani. Pada tahun 2009 kebutuhan konsumsi protein penduduk Kabupaten Bogor adalah sebesar 4,61 gr/ hari kemudian meningkat sebesar 4,82 gr/ hari pada tahun 2010, atau meningkat sebesar 4,56 persen. Peningkatan kebutuhan konsumsi protein hewani di Kabupaten Bogor diprediksikan akan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seiring 2 Populasi Statistik Peternakan Nasional Diakses pada 8 Maret Populasi Statistik Peternakan Provinsi. Diakses pada 8 Maret

17 dengan peningkatan gizi nasional yaitu sebesar enam gr per kapita per hari (Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, 2000). Kecenderungan konsumsi yang meningkat tersebut menunjukkan bahwa diperlukan pula peningkatan produksi peternakan secara proporsional. Seiring dengan meningkatnya pola kebutuhan konsumsi protein hewani, diantaranya konsumsi komoditas produk peternakan ayam ras pedaging. Konsumsi ayam ras pedaging merupakan salah satu sektor yang berpengaruh pada pola konsumsi protein hewani. Hal tersebut ditunjukkan oleh lebih besarnya presentase konsumsi ayam ras, dibandingkan dengan konsumsi protein hewani yang dihasilkan dari sektor lainnya, yaitu sebesar 82,6 persen dari total konsumsi produk peternakan pada tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah dengan produksi ayam ras pedaging paling besar di Jawa Barat. Sumbangannya terhadap total produksi di Jawa Barat berkisar antara 18 sampai 20 persen dari tahun 2006 sampai dengan tahun Jumlah populasi ayam ras yang begitu besar dikarenakan Kabupaten Bogor memiliki potensi dalam bidang peternakan ayam ras pedaging, yang didukung oleh potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada. Jumlah populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor semakin meningkat setiap tahunnya. Tahun 2006 tercatat produksi ayam ras pedaging mencapai 59 juta ekor dan menjadi 78 juta ekor pada tahun Rata-rata peningkatan produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah sebesar 7,3 persen per 4 Populasi Statistik Peternakan Kabupaten/ Kota. Diakses pada 8 Maret

18 tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Salah satu kecamatan yang memiliki potensi besar dalam produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Pamijahan. Wilayah ini menghasilkan produksi ayam ras pedaging sebanyak ekor pada tahun 2010, dimana hasil tersebut adalah hasil produksi terbesar kedua setelah Kecamatan Gunung Sindur yang menghasilkan produksi ayam ras pedaging sebanyak ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Sistem budidaya ayam ras pedaging yang berada di Kecamatan Pamijahan, dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengelolaan mandiri atau yang disebut dengan peternak mandiri, dan pengelolaan dengan pola kemitraan, atau biasa disebut peternak plasma. Masing-masing dari peternak tersebut, memiliki keterbatasan dalam melaksanakan budidaya ayam ras pedaging, sehingga menjadikan hasil produksi menjadi kurang efisien dan optimal. Beberapa keterbatasan yang dialami oleh peternak mandiri antara lain: (1) keterbatasan modal; (2) manajemen pemeliharaan/keterampilan peternak; (3) keterbatasan akses pemasaran/penjualan. Sama halnya dengan peternak mandiri, peternak inti plasma juga memiliki kendala antara lain: (1) rendahnya posisi tawar pihak plasma terhadap pihak inti; (2) kurang transparannya penentuan harga input maupun output oleh pihak inti. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian mengenai efisiensi faktorfaktor produksi perlu dilakukan untuk memperoleh keuntungan usaha yang tinggi termasuk dalam pencapaian tingkat efisiensi produksi yang optimal bagi para peternak baik peternak mandiri maupun peternak plasma. 4

19 1.2. Perumusan Masalah Produksi ternak terbesar di Kabupaten Bogor ada pada jenis ternak ayam ras pedaging. Sumbangannya terhadap total produksi ternak di Kabupaten Bogor berkisar antara 78,94 hingga 82,68 persen dari total produksi ternak dari tahun 2006 hingga tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa ternak ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis usaha peternakan yang mempunyai keunggulan serta peluang usaha yang cukup tinggi. Memerhatikan perkembangan dan kondisi usaha peternakan ayam ras pedaging, khususnya di Kecamatan Pamijahan baik peternak mandiri maupun peternak plasma yang memiliki perbedaan perilaku dalam mengelola usahaternaknya masing-masing. Peternak mandiri menjalankan kegiatan usahanya dengan permodalan dan pemasaran yang diusahakan sendiri oleh peternak yang bersangkutan, namun semua resiko ditanggung oleh peternak tersebut termasuk resiko produksi dan kegagalan harga. Sedangkan peternak plasma menyediakan tenaga kerja dan kandang, sarana produksi peternakan lainnya seperti Day Old Chick (DOC), pakan, dan obat-obatan disediakan oleh pihak inti sehingga resiko produksi dan kegagalan harga relatif lebih kecil. Usaha yang efisien sangat bergantung pada kemampuan masing-masing peternak dalam mengelola faktor-faktor produksi yang dimilikinya secara tepat. Alokasi faktor-faktor produksi yang efisien pada usaha peternakan ayam ras pedaging berkaitan erat dengan manajemen budidaya yang dilaksanakan suatu usaha peternakan. Kondisi ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali peternak ayam ras pedaging mengalokasikan faktor-faktor produksi yang 5

20 dimilikinya selama ini dan bagaimana yang seharusnya sehingga didapat tingkat efisiensi yang optimal pada proses produksi yang dilaksanakan oleh masingmasing peternak, baik peternak mandiri maupun peternak plasma dalam melaksanakan usaha peternakannya. Melalui uraian di atas, beberapa permasalahan yang dapat dikaji adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri maupun peternak plasma? 2. Apakah penggunaan sarana produksi ternak (sapronak) pada masingmasing peternak baik mandiri maupun plasma sudah efisien? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri maupun plasma. 2. Menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi ternak pada peternak mandiri dan plasma Batasan Penelitian Keterbatasan yang terdapat pada penelitian antara lain: 1. Faktor produksi yang dipakai dalam penelitian ini adalah bersifat tunai dan terukur. 2. Penelitian pada pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) hanya dilakukan pada peternak plasma, sedangkan pada perusahaan inti tidak dilakukan penelitian. 6

21 3. Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini hanya memakai satu fungsi produksi, yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kepada para peternak baik peternak mandiri maupun peternak plasma dalam memanfaatkan sarana produksi ternak agar lebih efisien dan mendapat hasil yang optimal. 2. Memberikan informasi kepada perusahaan inti agar tepat dalam mensuplai sarana produksi ternak yang diberikan kepada peternak plasma. 3. Memberikan informasi kepada pihak pemerintah yang terkait, Dinas Peternakan, Unit Pelaksana Teknis (UPT), dan penyuluh dalam melaksanakan kegiatan peternakan. 4. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti-peneliti lain dalam melakukan penelitian berikutnya. 7

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Broiler) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.362/kpts/TN.120/1990, skala usaha peternakan di Indonesia dapat dibedakan menjadi perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersil yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit atau ternak potong), telur, usus serta usaha untuk menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan, dan memasarkan produk-produk peternakan. Peternakan rakyat adalah usaha peternakan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak ekor Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler) Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada umur yang relatif muda serta menghasilkan kualitas daging berserat. Strain ayam broiler yang beredar di Indonesia antara lain Arbor Acress, Cobb, Hubbard, Hybro, Cobb 100, Kimber, dan Pilch (Suharno, 2002). Rasyaf (2002) menyatakan bahwa satu masa produksi adalah satu kurun waktu dimana dilakukan produksi atau perbesaran anak ayam ras pedaging mulai usia sehari hingga siap jual. Ayam ras pedaging siap jual di Indonesia dilakukan pada usia 5 6 minggu dengan bobot jual antara 1,4 1,7 kg/ ekor sesuai

23 permintaan konsumen. Ada dua hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu sesuai kebijakan peternakan dalam menentukan frekuensi produksi per tahun, yaitu masa panen dan masa istirahat. Ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tertentu, mempunyai pertumbuhan cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak (Rasyaf, 1998). Ayam ras pedaging disebut juga ayam broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Pemeliharannya pun relatif singkat, sekitar 5 hingga 6 minggu sudah dapat dipanen (Prihatman, 2002) Peternak Ayam Ras Pedaging Peternak Inti Plasma Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, pola inti plasma yaitu: Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti melaksanaan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemanfaatan hasil produksi. Dengan demikian pada pola peternak inti plasma, perusahaan inti menyediakan sarana produksi peternakan (sapronak) berupa: DOC, pakan, obatobatan/vitamin, bimbingan teknis, dan memasarkan hasil produksi, sedangkan plasma menyediakan kandang dan tenaga kerja. Faktor pendorong peternak ikut 9

24 pola tersebut adalah: (1) tersedianya sarana produksi peternakan; (2) tersedia tenaga ahli; (3) modal kerja inti; dan (4) pemasaran hasil produksi yang terjamin. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.472/1996, mengenai petunjuk pelaksanaan pembinaan usaha peternakan ayam ras, diantaranya mengenai tata cara pelaksanaan program kemitraan oleh perusahaan. Kemitraan tidak terbatas pada bentuk Peternakan Inti Rakyat (PIR) tapi juga dapat dalam bentuk pengelola maupun penghela. Kebijakan ini sebagai upaya pemerintah untuk mendorong usaha peternakan rakyat. Melalui kemitraan diharapkan dapat terjadi suatu simbiosis yang saling menguntungkan antara perusahaan peternakan dengan peternakan rakyat. Pola kemitraan dilakukan yaitu perusahaan peternakan menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi peternakan rakyat Peternak Mandiri Peternak mandiri adalah peternak yang memiliki prinsip menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan mulai beternak dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan resiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak tersebut (Supriyatna dkk, 2006). Beberapa faktor yang menyebabkan usaha peternakan ayam ras pedaging dikelola secara mandiri oleh para peternak, yaitu: (1) pemeliharaannya cukup mudah; (2) waktu pemeliharaan relatif singkat karena sistem pemasarannya dalam bentuk ekoran; dan (3) tingkat pengembalian modal relatif cepat. 10

25 2.4. Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging Day Old Chick (DOC) Bibit merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi karena menjamin kelangsungan usaha peternakan ayam ras pedaging. Menurut Ginting (2003) dalam penelititiannya, rata-rata biaya DOC yang dikeluarkan oleh peternak ayam ras pedaging sebesar 26,98 persen. Biaya DOC tersebut merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya pakan. Selain itu, ketersediaan mutu dan kontinuitas bibit sangat memengaruhi kelangsungan produksi ternak yang akan dilakukan. Peternak ayam ras pedaging harus memiliki pemasok bibit ternak tetap, sehingga kelangsungan produksi ternak tetap terjaga (Rahardi, 2003). Menurut Rasyaf (2003), hal-hal lain yang memengaruhi penentuan bibit antara lain harga bibit, sistem pembayaran, pelayanan purna jual, dan reputasi pembibit yang bersangkutan. Cara pembayaran dan pelayanan purna jual sangat berkaitan dengan reputasi pembibit yang bersangkutan. Pembibit yang berprestasi baik akan bertanggung jawab dan memberikan pelayanan purna jual melalui pelayanan teknis Pakan Pengelolaan pakan sangat penting, karena biaya pakan pada peternakan ayam ras pedaging dapat mencapai persen dari total biaya produksi. Ginting (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa secara statistik pakan merupakan fakor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Biaya produksi yang dikeluarkan peternak setiap periode produksi 11

26 mencapai 63,97 persen. Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan, dan konsentrasi pakan yang diberikan pada ayam ras pedaging. Pemberian pakan pada ayam ras pedaging harus memerhatikan kecukupan nutrisi pakan. Secara garis besar nutrisi dalam pakan ayam terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Pemenuhan nutrisi tersebut sangat diperlukan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, dan reproduksi (Fadilah et al, 2007) Vaksin dan Obat-Obatan Banyak program pencegahan penyakit yang dapat diaplikasikan di suatu kawasan peternakan ayam. Program pencegahan penyakit tersebut diantaranya program sanitasi, vaksin, dan pengobatan dini pada umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak. Program sanitasi (biosecurity) merupakan program yang dijalankan di suatu kawasan peternakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya perpindahan penyebab penyakit menular. Program sanitasi ini biasa dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dan penggunaan desinfektan. Program vaksinasi merupakan salah satu cara paling sering dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit di kawasan peternakan. Semua program vaksin dilakukan berdasarkan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau wilayah sekitarnya. Vaksin yang diberikan ke ternak ayam dapat berupa vaksin virus hidup, vaksin yang dilemahkan, dan vaksin yang dimatikan. Program pengobatan sebaiknya dilakukan jika ayam sudah terdeteksi secara dini terkena penyakit. Jika infeksi sudah terlalu parah, pengobatan akan sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal. 12

27 Selan itu peternak dapat memberikan obat secara terencana jika sebelumnya telah mengetahui sejarah penyakit yang sering terjadi di kawasan tersebut (Fadilah et al, 2007) Tenaga Kerja Tenaga kerja sangat menentukan kelangsungan usaha pada peternakan ayam ras pedaging. Tenaga kerja merupakan prioritas yang harus dirancang menjadi sistem kerja dalam perencanaan usaha peternakan ayam ras pedaging. Sistem kerja di peternakan dibedakan menjadi sistem kerja rotasi dan sistem kerja per kelompok atau per kandang. Tenaga kerja yang dipilih dapat berupa tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja kontrak (Rasyaf, 2003). Hasil penelitian Rommie (1998) menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja yang dikeluarkan peternak ayam ras pedaging skala rakyat mencapai 1,74 persen dari total biaya produksi. Menurut Imaduddin (2001) biaya tenaga kerja yang dikeluarkan peternak skala besar adalah sebesar 1,53 persen dari total biaya produksi Kandang Bagian terpenting dalam suatu peternakan adalah kandang, karena kandang merupakan tempat ayam berdiam dan berproduksi. Selain itu kandang berfungsi untuk mempermudah tata laksana pemeliharaan dan pengontrolan ternak. Menurut Rahardi (2003) kandang dengan tipe postal merupakan kandang yang sesuai dengan ayam ras pedaging. Konstruksi kandang yang dibangun setidaknya kuat dan mudah dirawat. Selain itu untuk efisiensi biaya kandang yang harus dibangun harus disesuaikan dengan skala usaha. 13

28 2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian Fitriani (2003) berdasarkan uji Chow dengan membandingkan parameter dari fungsi produksi peternak mitra dan peternak mandiri, diperoleh nilai F-statistik sebesar -0, Hal ini menunjukan bahwa parameter dari kedua persamaan regresi tersebut tidak berbeda. Secara umum, peternak mitra tidak lebih baik dibandingkan peternak mendiri dalam beternak ayam broiler. Namun dari nilai elastisitas produksi menunjukkan bahwa pengunaan bibit, biaya obatobatan, pengalaman beternak, dan umur jual peternak mitra lebih responsif terhadap produksi dibandingkan peternak mandiri. Dari ukuran elastisitas tersebut, maka penggunaan jumlah satuan fisik yang sama dalam input produksi akan memberikan tingkat produksi yang lebih tinggi bagi peternak mitra daripada peternak mandiri. Penggunaan faktor-faktor produksi baik peternak mitra maupun peternak mandiri belum mencapai kondisi efisien, karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukan peternak mitra tidak lebih efisien dibandingkan peternak mandiri dalam penggunaaan input produksi. Dari analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak mitra sebesar 1,79 dan 1,21. Sedangkan peternak mandiri memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,03 dan 1,02. Artinya kegiatan usaha ternak oleh peternak mitra relatif lebih efisien dibandingkan usaha ternak oleh peternak mandiri. Hal ini karena peternak mitra memiliki penerimaan yang relatif stabil dibandingkan peternak mandiri yang bergantung pada harga pasar. 14

29 Penelitian yang dilakukan oleh Murjoko (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi produksi ayam ras pedaging meliputi bibit DOC, pakan (starter dan finisher), tenaga kerja, OVK (obat, vitamin, vaksin), pemanas gasolec, dan mortalitas. Berdasarkan hasil pendugaan dengan model Cobb Douglass diperoleh koefisien determinasi sebesar 99,4 persen. Uji F menyatakan bahwa faktor produksi secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 99 persen. Berdasarkan hasil uji-t, faktor produksi bibit DOC, pakan, tenaga kerja, dan OVK berpengaruh nyata positif pada taraf 99 persen, sedangkan faktor produksi pemanas gasolec dan mortalitas tidak berpengaruh nyata hingga taraf nyata 85 persen. Penggunaan faktor produksi yang optimal akan memberikan dampak positif bagi peternakan. Biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan kecil sehingga keuntungan yang diterima maksimum. Penelitian Kusuma (2005) menjelaskan kondisi usaha ternak yang digunakan oleh peternak probiotik dan non probiotik dengan model fungsi produksi. Model tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas karena pada model ini, biasa ditemui adanya masalah multikolinear. Berdasarkan nilai dari elastisitas produksinya menunjukkan bahwa penggunaan bibit, pakan, dan pemanas oleh peternak probiotik lebih responsif terhadap produksi dibanding peternak non probotik. Sedangkan penggunaan tenaga kerja dan obat-obatan oleh peternak non probiotik lebih responsif terhadap produksinya. Penggunaan probiotik terbukti mampu menekan penggunaan jumlah pakan, hal ini dapat dilihat dari nilai feed convertion ratio (FCR) pada peternak probiotik lebih rendah dibandingkan dengan peternak non probiotik. Penggunaan faktor produksi baik peternak probiotik maupun peternak non probiotik belum 15

30 efisien. Karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukkan peternak non probiotik dalam penggunaan input produksi. Dari hasil analisis imbangan penerimaan dari biaya (R/C ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak probiotik sebesar 1,18 dan 1,17. Sedangkan peternak non probiotik memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,15 dan 1,14. Artinya kegiatan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik memperoleh penerimaan lebih besar dibandingkan penerimaan peternak non probiotik. Penelitian Yunus (2009) menjelaskan efisiensi dalam usaha sangat menentukan keberhasilan pengelolaan usaha peternakan ayam ras pedaging agar mampu menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar dan sekaligus membuka peluang kesempatan kerja serta memberikan pendapatan bagi peternak pola kemitraan dan mandiri. Analisis efisiensi teknis yang dicapai peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan adalah sebesar 0,868. Selain dipengaruhi secara nyata oleh faktor produksi bibit, pakan, vaksin, obat, dan vitamin, tenaga kerja, dan bahan bakar, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, dan secara nyata pada α=10 persen memengaruhi efisiensi secara teknis adalah tingkat umur peternak, dimana peternak berusia muda memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi, maka menambah efisiensi teknis, sedangkan faktor pengalaman, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan walaupun tidak berpengaruh secara nyata namun menunjukkan hubungan yang sesuai terhadap pencapaian tingkat efisiensi teknis. 16

31 Pencapaian efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomi pada peternak pola kemitraan sebesar 1,816 dan 1,587, sedangkan efisiensi harga/alokatif peternak mandiri adalah sebesar 1,838 dan efisiensi ekonomis sebesar Secara keseluruhan kedua usaha ternak tersebut belum mencapai tingkat efisiensi frontier. Namun bagi peternak pola kemitraan efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomis tidak menjadi suatu hal penting yang harus dicapai karena pada usaha ternak pola kemitraan harga input dan harga output ditentukan oleh pihak inti (perusahaan) dan peternak hanya menerima saja. Lain halnya dengan peternak mandiri yang dengan bebas dapat memilih alternatif harga faktor-faktor produksi yang digunakan. 17

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Fungsi Produksi Mubyarto (1989) mendefiniskan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dinyatakan sebagai berikut: Y = f (X 1,X 2,X 3,..., X n )... (3.1) Dimana: Y X 1,X 2,..., X n = Hasil produksi fisik = Faktor-faktor produksi Faktor-faktor yang digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: (1) faktor yang sifatnya tidak habis dalam satu proses produksi yang dinamakan faktor produksi tetap, seperti tanah dan bangunan; (2) faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu proses produksi yang dinamakan faktor produksi variabel, seperti pakan, pupuk, dan obat-obatan. Selain itu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: (1) dapat dikuasai petani, seperti luas tanah, pupuk, jumlah pakan, obatobatan, tenaga kerja, dan lainnya; (2) yang tidak dapat dikuasai oleh petani, seperti iklim dan penyakit. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (The Law of Deminishing Return). Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang mempunyai pengertian

33 bahwa jika faktor produksi variabel terus-menerus ditambah dalam suatu proses produksi sedangkan faktor produksi lainnya tetap, maka tambahan jumlah produksi per satuan input akan menurun. Hukum ini akan menggambarkan adanya kenaikan hasil yang menurun dalam kurva fungsi produksi (Soekartawi, 1986). Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengetahui efisiensi dapat dilihat elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan presentase perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat presentase perubahan yang digunakan. Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III) dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Daerah-Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi 19

34 Keterangan: PT = Produk Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-Rata Daerah produksi I (daerah irrational) mempunyai nilai elastistas produksi lebih dari satu, yang berarti penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan penggunaan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah II dalam kurva fungsi produksi memiliki nilai elastisitas produksi antara nol dan satu. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada suatu tingkat penggunaan faktor produksi tertentu di dalam daerah ini (tergantung harga faktor produksi dan harga produk) akan tercapai keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional. Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan penggunaan faktorfaktor produksi yang tidak efisien, sehingga daerah ini disebut daerah irrational Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Untuk mengamati pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi (output) perlu disederhanakan dalam bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi tersebut: (1) dapat dipertanggungjawabkan; (2) mempunyai 20

35 dasar yang logis secara fisik maupun ekonomik; (3) mudah dianalisa; dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi, 1986). Model fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu model untuk menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut: (1) koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output; (2) jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga sekaligus merupakan pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi yang berlangsung; (3) mengurangi terjadinya heterokedastisitas. Hal ini karena bentuk linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk log e (ln) sehingga variasi data menjadi lebih kecil; (4) perhitungan sederhana karena dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier; dan (5) bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya penelitian bidang pertanian. Namun demikian fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) elastisitas produksinya dianggap konstan (sama dengan satu); (2) nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias apabila faktor yang digunakan tidak lengkap; (3) model fungsi Cobb-Douglas tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol; dan (4) sering terjadi multikolinier (Soekartawi, 1986). Persamaan matematik dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dirumuskan sebagai berikut: 21

36 Y = b o X 1 b 1 X 2 b 2 X 3 b 3...X n b n e u... (3.2) Dimana: Y = Jumlah produksi fisik X 1, X 2,... X n = Faktor-faktor produksi B 1, b 2,... b n = Parameter variabel penduga dan merupakan elastisitas masing masing fungsi produksi b 0 = Intersep e = Bilangan natural u = Unsur sisa Dengan mentransformasikan dari fungsi produksi Cobb-Douglas kedalam bentuk linier logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = Ln b 0 + b 1 Ln X 1 + b 2 Ln X 2 + b 3 Ln X b n Ln X n... (3.3) Menurut Soekartawi (1986), agar relevan dengan analisis ekonomi, maka nilai b i harus positif dan lebih kecil dari satu. Artinya berlaku asumsi tambahan yang semakin berkurang (Deminishing Return) untuk semua variabel X Efisiensi Faktor Produksi Pengertian efisiensi sangat relatif, dalam Soekartawi (1994), mengartikan efisiensi sebagai penggunaan input tertentu untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi demikian dapat terjadi jika petani mampu membuat suatu upaya kalau Nilai Produk Marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (Px) tersebut. Hal tersebut dapat ditulis sebagai berikut: NPM x P x = 1... (3.4) Dalam banyak kenyataan NPM X tidak selalu sama dengan P X, kondisi yang sering terjadi adalah sebagai berikut: 22

37 a. (NPM X / P X ) > 1; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk mencapai kondisi yang efisien maka penggunaan input X perlu ditambah. b. (NPM X / P X ) < 1; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk mencapai kondisi yang efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi. Efisiensi adalah suatu pengalokasian sejumlah barang dalam jumlah tertentu dalam suatu ekonomi pertukaran disebut efisien jika lewat realokasi barang-barang tidak ada seorang individu pun dapat memperoleh kesejahteraan tanpa mengurangi kesejahteraan individu lain. Jadi suatu pengalokasian disebut efisien jika kondisi-kondisi secara jelas dan pasti (unumbiguosly) tidak dapat dibuat lebih baik lagi (Nicholson, 1999). Menurut Mubyarto (1986), efisiensi produk adalah banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan faktor produksi (input). Jika efiseinsi fisik ini dinilai dengan uang maka dinamakan efisiensi ekonomi. Apabila hasil penerimaan bersih usaha tani besar maka hal ini mencerminkan rasio yang baik dari nilai hasil dan biaya. Semakin tinggi rasio, berarti usaha tani semakin efisien Kerangka Pemikiran Operasional Tingkat efisiensi proses produksi suatu peternak dapat dianalisis dengan melakukan perbandingan antara peternak mandiri dan peternak plasma. Peternak mandiri adalah peternak yang melakukan kegiatan usaha ternaknya dengan modal, manajemen, dan biaya sendiri, sedangkan peternak plasma adalah peternak yang melakukan kerjasama kemitraan dengan suatu perusahaan atau poultry shop. Kemitraan yang yang umum dilakukan adalah dalam bentuk pemberian sarana 23

38 produksi peternakan seperti DOC, pakan, dan obat-obatan oleh perusahaan inti, sedangkan peternak plasma menyediakan tempat dan tenaga kerja. Fokus kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada peternak mandiri dan plasma secara umum dibagi menjadi dua bagian utama yaitu, melihat faktor yang memengaruhi produksi usahaternak ayam ras pedaging dan mempelajari sudah efisien atau belum penggunaan faktor produksi peternak. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi usaha ternak ayam ras pedaging yaitu, bibit, pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, obat-obatan, dan pemanas. Melalui faktor-faktor tersebut, secara teknis akan dapat dilihat kecenderungan peternak didalam menggunakan input produksi untuk menghasilkan produksi yang diharapkan. Tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha pemeliharaan ayam ras pedaging dapat diketahui dengan melakukan analisis produksi (pendugaan, pengujian, dan pemilihan model fungsi produksi) dan analisis efisiensi teknis. Setelah melakukan hal tersebut, maka dapat ditentukan efisiensi faktor produksi dan kombinasi optimal (Gambar 2). 24

39 Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri Peternak Plasma Analisis Fungsi Produksi Analisis Efisiensi Ekonomis Analisis Fungsi Produksi Analisis Efisiensi Ekonomis Perbandingan Peternak Manfaat Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Penelitian 25

40 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada peternak ayam ras pedaging dengan pola mandiri dan plasma di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor setelah Kecamatan Gunung Sindur. Kegiatan penelitian dilaksanakan sekitar empat bulan yaitu, mulai dari bulan Februari sampai dengan Juni Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan pihak peternak yang bersangkutan di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan dengan penelitian ini seperti Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, UPT Kecamatan Pamijahan, perpustakaan, internet, dan penelitian terdahulu yang terkait Metode Pengambilan Sample Pemilihan responden (sample) peternak mandiri diambil secara purposive, yaitu dengan melihat data daftar peternak mandiri yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Metode ini dilakukan karena berdasarkan data yang diperoleh, peternak ayam ras pedaging yang berpola mandiri hanya terdapat 27 peternak, oleh karena itu perlu dilakukan metode

41 pengambilan sample secara snowballing untuk melengkapi jumlah responden yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu sebsesar 30 peternak. Tabel 1. Sampling Frame Metode Pengambilan Sample Peternak di Kecamatan Pamijahan Stratifikasi Jumlah Populasi (ekor) Jumlah Peternak Plasma (N) Jumlah Sample (n) Jumlah Peternak Mandiri (N) Jumlah Sample (n) 1 < Sumber: Unit Pelaksana Teknis Kecamatan Pamijahan, Teknik pengambilan responden (sample) pada peternak plasma diambil secara purposive berdasarkan sampling frame yang diperoleh dari UPT Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Metode ini dilakukan karena populasi ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan yang dikelola oleh peternak plasma relatif homogen, yaitu dibawah ekor per peternak. Berdasarkan hal tersebut, maka dipilih 40 peternak secara sengaja yang berada di tiga desa yang merupakan sentra peternak plasma di kecamatan Pamijahan, yaitu Desa Gunung Sari, Cibitung Wetan, dan Pasarean Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan landasan teori yang terkait, ditunjang dengan data kuantitatif dalam bentuk daftar atau tabel-tabel Analisis Kuantitatif Analisis efisiensi faktor-faktor produksi dilakukan dengan cara membandingkan faktor produksi yang digunakan oleh peternak mandiri dan 27

42 peternak plasma. Untuk analisis usaha ternak dilakukan dengan cara membandingkan usahaternak mandiri dan plasma Analisis Fungsi Produksi Setelah menguraikan faktor-faktor produksi, kemudian disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga hubungan fisik atau teknis antara faktorfaktor produksi yang digunakan dengan produksi yang dihasilkan. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Y = b 0 X 1 b 1 X 2 b 2 X 3 b 3 X 4 b 4 X 5 b5 X6 b6 e b7d1 + b8d2+u... (4.1) Dengan mentransformasikan dari fungsi Cobb-Douglas kedalam bentuk logaritmik, model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = Ln b 0 + b 1 Ln X b 6 Ln X 6 + b 7 D 1 + b 8 D 2 + u... (4.2) Dimana: Y = Hasil produksi daging per periode (kg broiler hidup) X 1 = Pakan per periode (kg) X 2 = Tenaga kerja per periode (HKP) X 3 = Mortalitas (%) X 4 = Kepadatan kandang (ekor/m 2 ) X 5 = Vaksin per periode (ml) X 6 = Pemanas per periode (kg) D 1 = Dummy pola usaha; 0 = Peternak mandiri; 1 = Peternak plasma D 2 = Dummy skala usahaternak; ekor; 0 = < 5000 ekor Ln b 0 = Intersep, merupakan besaran parameter u = Unsur sisa b 1,b 2,...,b 6 = Koefisien regresi, merupakan nilai dugaan parameter Metode statistik yang digunakan untuk menerangkan hubungan sebab akibat dari faktor produksi dalam fungsi produksi di atas adalah regresi. Berdasarkan analisis regresi linier sederhana logaritmik akan didapat besarnya 28

43 nilai F-hitung, t-hitung, dan R 2. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan X 1,X 2,...,X 6 secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Bila F-hitung lebih besar dari F-tabel maka parameter bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (X n ) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel berati parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, sebaliknya bila t-hitung lebih kecil dari t-tabel berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. R 2 digunakan untuk melihat sejauh mana keragaman yang diterapkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y) Analisis Efisiensi Produksi Efisiensi teknis faktor-faktor produksi dalam fungsi produksi Cobb- Douglas dapat langsung diketahui dari nilai koefisien regresi yang merupakan nilai elastisitas produksinya. Jika nilai (b i ) > 1 maka berada dalam daerah tidak rasional (daerah I), jika nilai 0 < (b i ) < 1 maka telah berada dalam daerah rasional (daerah II), dan (b i ) < 0 maka berada dalam daerah tidak rasional (daerah III). Kondisi efisiensi ekonomis (keuntungan maksimum) dengan kombinasi faktor-faktor produksi yang efisien harus memenuhi kondisi kecukupan sebagai berikut: NPM X 1 BKM X 1 = NPM X 2 = = NPM X 6 = 1... (4.3) BKM X 2 BKM X 6 29

44 Untuk menghitung NPM Xi diperlukan besaran produk marjinal (PM Xi ) dan harga produk (P Y ), karena NPM merupakan hasil kali harga produk dengan produk marjinal. Biaya korbanan marjinal (BKM Xi ) adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi satu satuan. Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri Pengujian Model Pengujian hipotesa secara statistik hanya dilakukan untuk hasil regresi dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari perolehan data. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pengujian Terhadap Model Penduga Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel secara bersama-sama terhadapa variabel tak bebasnya. Uji yang dilakukan adalah uji-f. Prosedur pengujian: H 0 : b 1 = b 2 = = b 6 = 0 H 1 : b 1 b 2 b 6 0 atau minimal ada satu b i 0 F hit = KTR KTG... (4.4) Dimana: KTR = Kuadrat tengah regresi KTG = Kuadrat tengah galat Kriteria pengujian: Jika F < F hit tabel, maka H 0 diterima, artinya variabel secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Jika F > F hit tabel, maka H 0 ditolak, artinya variabel secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. 30

45 2. Pengujian Koefisien Regresi Uji statistik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing variabel bebas memengaruhi variabel tak bebasnya. Uji yang digunakan adalah uji-t. Prosedur pengujian: t hit = b B Sb... (4.5) Nilai t-hitung yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan t tabel. Jika t < - t α/2 atau t > - t α/2, tolak H 0, jika t α/2, terima H 0, dengan asumsi: H 0 H 1 : b 1 = 0 (tidak berpengaruh nyata) : b 1 0 (ada pengaruh nyata) 3. Pengujian Koefisien Determinasi Firdaus (2004) menyatakan bahwa dalam hal hubungan dua atau lebih variabel, koefisien determinasi (r 2 ) mengukur tingkat ketepatan/ kecocokan dari regresi linier sederhana, yaitu merupakan presentase sumbangan X terhadap variasi Y. Pengertian tersebut dapat diperluas untuk regresi linier berganda. Pada regresi linier berganda, besarnya presentase sumbangan X terhadap variasi Y disebut koefisien determinasi berganda (multiple coeffisient of correlation) dengan simbol R 2. Prosedur pengujian: R2 = Jumla h Kuadrat Regresi (JKR ) Jumla h Kuadrat Total (JKT )... (4.6) Seperti halnya r 2 maka R 2 nilainya antara nol dan satu: 0 R

46 4. Uji Kenormalan Sisaan/Galat Uji kenormalan bertujuan untuk mengetahui apakah galat dari data yang digunakan menyebar dengan normal atau tidak. Prosedur pengujian: H 0 H 1 : galat mnyebar normal : galat tidak menyebar normal Kriterian pengujian: Jika p-value < α maka tolak H 0, artinya galat tidak menyebar normal. Jika p-value > α maka terima H 1, artinya galat menyebar normal. 5. Uji Kehomogenan Ragam Salah satu asumsi yang penting dalam model regresi linier adalah bahwa kesalahan pengganggu εi mempunyai varian yang sama, artinya Var (εi) = E (εi2) = Ϭ2 untuk semua i, i = 1, 2,..., n. Asumsi ini disebut sebagai homoskedastisitas (Supranto, 2004). Model yang tidak memenuhi asusmsi tersebut dapat dikatakan memiliki penyimpangan. Penyimpangan terhadap faktor pengganggu sedemikian itu disebut dengan heteroskedastisitas (Firdaus, 2004). Prosedur pengujian: F hit = JKR 1 JKR 2 Keterangan:... (4.7) - Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh pertama dikonotasikan (JKR1). - Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh kedua dikonotasikan (JKR2). Jika tidak ada masalah heteroskedastisitas maka nilai F-hitung akan menuju 1. Masalah heteroskedastisitas masih dapat ditolerir jika F-hitung < F 32

47 tabel dengan derajat bebas v1 = v2 = (n-c-2k)/2 dimana n adalah jumlah contoh, c adalah jumlah contoh pemisah, dan k adalah jumlah parameter yang diduga. 6. Uji Multikolinier Uji multikolinier dapat diduga dengan menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factor). Bila nilai VIF besar yaitu lebih dari 10 maka terdapat kolinier antar parameter bebas. Multikolinier yang serius tidak dapat diabaikan karena akan mengakibatkan bias dalam model. Nilai VIF dari masing-masing parameter bebas dapat dihitung sebagai berikut: 1 VIF = 1 R 2... (4.8) i Dimana: VIF = Variance Inflation Factor = Koefisien determinasi pada parameter I terhadap parameter lain. R 2 i 33

48 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian Kecamatan Pamijahan merupakan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Bogor dan memiliki luas wilayah sebesar Ha dan terletak di ketinggian antara 550 sampai 550 meter diatas permukaan laut. Curah hujan rata-rata di wilayah ini berkisar antara 250 sampai 300 mm per tahun dengan suhu udara berkisar antara 26 sampai 27 derajat celcius. Kecamatan Pamijahan terdiri dari 15 Desa, 45 Dusun, 139 Rukun Warga (Rw), dan 472 Rukun Tetangga (Rt). Desa-desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan antara lain, yaitu Cibunian, Purwabakti, Ciasmara, Ciasihan, Cibitung Kulon, Cibitung Wetan, Pamijahan, Gunung Sari, Gunung Picung, Cibening, Gunung Bunder 1, Gunung Bunder 2, Cimayang, Gunung Menyan, dan Pasarean. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pamijahan ini sendiri adalah: Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Ciampea/Tenjolaya. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Leuwiliang Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Jumlah penduduk yang berada di Kecamatan Pamijahan adalah sebanyak orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (kk) sebanyak kk. Mayoritas penduduk yang menempati Kecamatan Pamijahan adalah penduduk asli, dan warga keturunan daerah sekitar wilayah tersebut. Bahasa yang digunakan di daerah tersebut adalah

49 bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan dialek Sunda. Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk Kecamatan Pamijahan adalah agama Islam. Kondisi perekonomian masyarakat di Kecamatan Pamijahan bertumpu pada sektor pertanian dan peternakan. Hal tersebut dapat dilihat dari mata pencaharian penduduk Kecamatan Pamijahan mayoritas bekerja di bidang pertanian dan peternakan. Pada bidang pertanian terdiri dari komoditi beras, sayuran, dan buah. Pada bidang peternakan terdiri dari peternakan ayam ras, sapi perah, domba, serta budidaya ikan. Sektor lain yang turut mendukung perkeonomian di Kecamatan Pamijahan adalah sektor industri, sektor pariwisata, dan sektor jasa angkutan. Permasalahan yang menjadi kendala dalam program pelaksanaan perkonomian di wilayah ini, antara lain kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang, masih rendahnya pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan potensi wilayah, dan sarana dan prasarana pemerintah yang kurang memadai Sarana dan Prasarana Sarana transportasi di Kecamatan Pamijahan, yaitu jalanan baik berupa aspal, kerikil, maupun tanah. Sarana transportasi di daerah ini terdiri dari berbagai macam kendaraan, dimulai dari truk, kendaraan pribadi, angkutan umum, dan sepeda motor. Sarana dan prasarana lain di Kecamatan Pamijahan adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana perekenomian. Sarana dan prasarana pendidikan yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari PAUD, TK, SD, SLTP, dan SLTA baik negeri maupun swasta. Sarana dan prasaran kesehatan yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari puskesmas, 35

50 posyandu, dan klinik pengobatan tradisional. Sarana dan prasarana peribadatan di Kecamatan Pamijahan terdiri dari mesjid dan mushola. Saran dan prasarana perekonomian yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari mini market, pasar baik pasar tradisional maupun pasar mingguan, dan koperasi Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data dan informasi untuk menggambarkan karakteristik peternak. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh peternak responden, antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan utama dan sampingan, serta pengalaman beternak. Karakteristik peternak responden dari peternak mandiri dan plasma dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan No. Karakteristik Peternak Peternak Mandiri Peternak Plasma Responden < < Usia (Tahun) Jenis Kelamin (%) Laki-laki Perempuan Pendidikan (%) a. SD b. SMP c. SMA d. PT Status Pernikahan (%) a. Menikah b. Belum menikah Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) Pekerjaan Utama a. Peternak b. Wiraswasta c. Lain-lain Pengalaman Usahaternak (Tahun) Sumber: Data Primer, Berdasarkan hasil survei pada peternak responden yang ditunjukkan oleh Tabel 2 usia rata-rata pada peternak mandiri dengan skala usaha < ekor adalah 33 tahun, sedangkan usia rata-rata peternak mandiri dengan skala usaha 36

51 5.000 ekor adalah 35 tahun. Sementara usia rata-rata pada peternak plasma dengan skala usaha < ekor adalah 42 tahun, sedangkan usia rata-rata peternak plasma dengan skala usaha ekor adalah 46 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, pada peternak responden baik peternak mandiri maupun peternak plasma didominasi oleh laki-laki. Hal tersebut ditunjukkan oleh presentase jenis kelamin pada peternak mandiri dengan skala < dan ekor yaitu sebesar 100 persen pada jenis kelamin laki-laki. Begitu pula dengan peternak plasma < ekor memiliki presentase 100 persen pada jenis kelamin laki-laki, sedangkan pada peternak plasma ekor ditemukan peternak perempuan yaitu sebesar 11 persen, dan laki-laki sebesar 89 persen. Peternak responden memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda, tingkat pendidikan formal dimulai dari SD, SMP, SMA, sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Tingkat pendidikan peternak mandiri dengan skala < ekor didominasi oleh tingkat SD dan SMP yaitu masing-masing sebesar 35 persen, sedangkan pada peternak mandiri ekor didominasi oleh tingkat SMP dan SMA yaitu masing-masing sebesar 40 persen. Tingkat pendidikan peternak plasma dengan skala < 5000 ekor didominasi oleh tingkat SMA yaitu sebesar 60 persen, sedangkan pada peternak plasma ekor didominasi oleh tingkat SMP yaitu sebesar 35 persen. Berdasarkan status pernikahan pada Tabel 2 pada peternak mandiri dengan skala < ekor yaitu 55 persen sudah menikah sedangkan 45 persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 3 orang. Status pernikahan pada peternak mandiri ekor yaitu 70 persen sudah menikah sedangkan 30 37

52 persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 3 orang. Pada peternak plasma < ekor yaitu 13 sudah menikah sedangkan 87 persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 4 orang. Status pernikahan peternak plasma ekor yaitu 88 persen sudah menikah sedangkan 12 persen belum meikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 4 orang. Berdasarkan Tabel 2. Diketahui bahwa pekerjaan utama peternak mandiri dengan skala < ekor sebesar adalah 80 persen sebagai peternak, dan sebesar 20 persen lainnya sebagai wiraswasta. Sedangkan pekerjaan utama peternak mandiri dengan skala ekor ekor adalah 90 persen sebagai peternak, dan 10 persen lainnya sebagai wiraswasta. Pekerjaan utama pada peternak plasma dengan skala < ekor sebesar 60 persen adalah sebagai peternak, 22 persen sebagai wiraswasta, dan 18 persen mempunyai pekerjaan utama selain peternak dan wiraswasta. Sedangkan pekerjaan utama peternak plasma dengan skala ekor sebesar 35 persen adalah sebagai peternak, 60 persen sebagai wiraswasta, dan 5 persen mempunyai pekerjaan utama selain peternak dan wiraswasta. Lama pengalaman dalam melakukan usahaternak adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam menjalankan usahaternak itu sendiri. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari peternak responden, rata-rata lama pengalaman dalam menjalankan usahaternak dari masing peternak mandiri dengan skala < dan ekor adalah 7 dan 6 tahun. Sedangkan rata-rata lama pengalaman dalam menjalankan usahaternak dari masing-masing peternak plasma dengan skala < dan ekor adalah 7 dan 9 tahun. Semakin lama pengalaman dalam melakukan usahaternak, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh peternak tersebut. 38

53 5.5. Karakteristik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data dan informasi untuk menggambarkan karakteristik usahaternak ayam ras pedaging. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh peternak responden, antara lain jumlah populasi, rata-rata kapasitas kandang, rata-rata luas kandang, bentuk kandang, dan rata-rata arah kandang. Karakteristik peternak responden dari peternak mandiri dan plasma dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Usahaternak Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan No. Karakteristik Peternak Mandiri Peternak Plasma < < Jumlah Populasi (ekor) - Minimal Maksimal Rata-rata Rata-Rata Kapasitas Kandang (ekor) 3. Rata-Rata Luas Kandang (m 2 ) 4. Bentuk Kandang (%) - Panggung Litter Arah Kandang (%) - U S B - T Sumber: Data Primer, Berdasarkan data pada tabel diatas menunjukkan, bahwa pada peternak mandiri dengan skala < ekor memiliki jumlah polulasi rata-rata sebesar dengan rata-rata kapasitas kandang sebesar ekor. Sedangkan pada peternak mandiri dengan skala ekor memiliki populasi rata-rata sebesar dengan rata rata kapasitas kandang sebesar ekor. Luas kandang berpengaruh dengan daya tampung ayam yang dapat berada di dalam kandang, oleh karena itu luas kandang harus sesuai dengan jumlah ayam yang akan dipelihara oleh masing-masing peternak. Pada peternak mandiri dengan skala < ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 252 m 2, sedangkan 39

54 pada peternak mandiri dengan skala ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 619 m 2. Pada peternak plasma dengan skala < ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 314 m 2, sedangkan pada peternak plasma dengan skala ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar m 2. Bentuk kandang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu litter dan panggung. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa seluruh peternak responden di Kecamatan Pamijahan cenderung untuk menggunakan kandang panggung. Hal tersebut ditunjukkan oleh tabel diatas, yaitu sebesar 100 persen kandang dengan tipe panggung digunakan oleh seluruh peternak, baik peternak mandiri maupun peternak plasma. Arah kandang merupakan salah satu hal penting dalam usahaternak ayam ras pedaging. Hal ini dikarenakan kandang harus mendapatkan cukup sinar matahari agar kesehatan ayam tetap terjaga. Persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke utara selatan pada peternak mandiri skala < dan ekor secara berturut-turut adalah sebesar 20 dan 25 persen. Sedangkan persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke barat timur pada peternak mandiri dengan skala < dan ekor secara berturut turut adalah sebesar 75 dan 80 persen. Persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke utara selatan pada peternak plasma skala < dan ekor secara berturut-turut adalah sebesar 9 dan 41 persen. Sedangkan persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke barat timur pada peternak plasma dengan skala < dan ekor secara berturut turut adalah sebesar 91 dan 59 persen. 40

55 V1. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Model fungsi produksi yang diajukan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas yang diaplikasikan pada peternak mandiri dan peternak mitra. Faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi ayam ras pedaging yaitu pakan (X 1 ), tenaga kerja (X 2 ), mortalitas (X 3 ), kerapatan kandang (X 4 ), obat-obatan (X 5 ), dan pemanas (X 6 ). Pengujian parameter dilakukan pada α 20 persen Total Peternak Fungsi produksi berikut diperoleh berdasarkan hasil regresi dari total peternak usahaternak yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan. Dalam fungsi produksi ini terdapat dummy pola usaha yang membedakan antara masingmasing peternak, yaitu 0 peternak mandiri, dan 1 untuk peternak plasma. Berdasarkan Tabel 4 terlihat nilai R-Sq (Koefisien determinasi) sebesar 99,1 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 99,1 persen variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata 20 persen. Sedangkan sebesar 0,9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai probabilitas pada uji F- hitung sebesar 0,000 dimana nilai tersebut kurang dari α 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, vaksin, pemanas, serta dummy pola usaha berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap produksi usahaternak pada α 20 persen. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Minitab, diperoleh pendugaan fungsi produksi ayam ras pedaging sebagai berikut:

56 Ln Y = 1,60 + 0,465 Ln X 1 + 0,0196 Ln X 2 + 0,0271 Ln X 3 0,0488 Ln X 4 + 0,539 Ln X 5 0,0321 Ln X 6 + 0,0717 D... (6.1) Tabel 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan Variabel Koefisien Standar Error T-hitung Peluang VIF Konstanta 1,60 0,3854 4,16 0,000 Pakan (X 1 ) 0,465 0,0823 5,64 0,000 * 50,9 Tenaga Kerja (X 2 ) 0,0196 0,0513 0,38 0,703 4,7 Mortalitas (X 3 ) 0,0271 0,0037 0,73 0,466 1,1 Kepadatan -0,0488 0,0676-0,72 0,473 1,2 Kandang (X 4 ) Vaksin (X 5 ) 0,539 0,1061 5,08 0,000 * 79,9 Pemanas (X 6 ) -0,0321 0,0731-0,44 0,662 43,8 Dummy 0,0717 0,0228 3,14 0,003 * 1,5 R-Sq = 99,1% R-Sq (adj) = 99,0% DW = 1,59169 Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan: * Nyata pada α 5 persen Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pakan, vaksin, dan dummy tipe peternak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Namun nilai VIF untuk pakan, obat-obatan, dan pemanas sangat tinggi (lebih dari 10) yaitu sebesar 50,9 untuk pakan, 79,9 untuk vaksin, dan 43,8 untuk pemanas. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi terjadi multikolinearitas antar peubah bebas. Sehubungan dengan terjadinya multikolinearitas tersebut, maka dilakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan melakukan respesifikasi data yaitu dengan cara membagi variabel X 5 (vaksin) dengan X 6 (pemanas) yang mempunyai nilai VIF lebih dari 10 menjadi variabel baru X 5 r. Berdasarkan hasil respesifikasi yang telah dilakukan, maka persamaan fungsi produksi yang diperoleh adalah sebagai berikut: Ln Y = - 0, ,901 Ln X 1 + 0,140 Ln X 2 0,0023 Ln X 3 + 0,102 Ln X 4 + 0,108 Ln X 5 r + 0,119 D... (6.2) 42

57 Tabel 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan Setelah Respesifikasi di Kecamatan Pamijahan Variabel Koefisien Standar T-hitung Peluang VIF Error Konstanta -0,2065 0,2411-0,85 0,401 Pakan (X 1 ) 0,901 0, ,28 0,000 * 3,9 Tenaga Kerja (X 2 ) 0,140 0,0561 2,50 0,015 * 3,8 Mortalitas (X 3 ) -0,0023 0,0442-0,05 0, Kepadatan 0,102 0,0749 1,36 0,177 **** 1,0 Kandang (X 4 ) Vaksin/ Pemanas 0,108 0,0870 1,24 0,220 1,5 (X 5 r) Dummy 0,0717 0,0256 4,65 0,000 * 1,3 R-Sq = 98,7% R-Sq (adj) = 98,6% DW = 1,69800 Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan: * Nyata pada α 5 persen **** Nyata pada α 20 persen Nilai T-hitung dari Tabel 5 menunjukkan bahwa variabel pakan, tenaga kerja, dan dummy pola usaha berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan kepadatan kandang berpengaruh nyata pada α 20 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel mortalitas dan respesifikasi antara vaksin dan pemanas memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,249. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,249 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan berpengaruh nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi 43

58 usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,901 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,901 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,140 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,140 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Mortalitas berpengarh negatif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar -0,0023. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang negatif dan berada pada nilai lebih kecil dari nol 44

59 (Ep < 0), yang menggambarkan mortalitas berada pada daerah irasional. Hal ini menunjukkan mortalitas sebaiknya dikurangi untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena mortalitas yang terjadi tidak begitu besar sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap total produksi ayam ras pedaging. Kepadatan kandang berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,102 yang artinya setiap peningkatan kepadatan kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,102 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa kepadatan kandang berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,108. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah 45

60 rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi antara vaksin dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Dummy tipe peternak berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan berpengaruh nyata pada α 5 persen. Nilai elastisitas dummy tipe peternak dalam fungsi produksi adalah sebesar 0,119, artinya terdapat perbedaan hasil produksi antara peternak mandiri dan peternak plasma sebesar persen dalam masa satu periode produksi. Uji multikolinieritas dilakukan untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 5 untuk analisis faktor-faktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,0 sampai 3,9 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. 46

61 Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan Kolmogorv- Smirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,064, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,126. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Fungsi produksi berikut diperoleh berdasarkan hasil regresi dari masingmasing peternak, yaitu peternak mandiri dan peternak plasma yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan. Dalam fungsi produksi ini tidak terdapat dummy yang membedakan antara masing peternak dan skala usaha peternak tersebut, baik yang memiliki skala usahaternak lebih kecil dari atau lebih besar dari ekor. Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 terlihat nilai R-Sq (Koefisien determinasi) pada paternak mandiri sebesar 99,3 persen dan 98,2 persen pada peternak plasma. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 99,3 persen variabel independen pada paternak mandiri dapat menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata 20 persen dan 98,2 persen variabel independen pada peternak plasma dapet menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata sebesar 20 persen. Sedangkan sebesar 0,7 persen pada peternak mandiri dan 1,8 persen pada peternak plasma dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai probabilitas pada uji F-hitung sebesar 0,000 pada peternak mandiri dan 0,000 pada peternak plasma dimana nilai tersebut kurang dari α 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, dan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap produksi usahaternak pada α 20 47

62 persen. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Minitab, diperoleh pendugaan fungsi produksi ayam ras pedaging sebagai berikut: a. Fungsi Produksi Peternak Mandiri: Ln Y = - 0, Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X 5 r... (6.3) Tabel 6. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Variabel Koefisien Standar T-hitung Peluang VIF Error Konstanta -0,532 0,2576-2,06 0,050 Pakan (X 1 ) 0,870 0, ,96 0,000 * 3,9 Tenaga Kerja (X 2 ) 0,363 0,1083 3,35 0,003 * 2,8 Mortalitas (X 3 ) -0,141 0,0580-2,44 0,023 * 1,1 Kepadatan 0,137 0,0816 1,67 0,107 *** 1,0 Kandang (X 4 ) Vaksin/ Pemanas (X 5 r) 0,0877 0,0894 0,98 0,337 1,7 R-Sq = 99,3% R-Sq (adj) = 99,1% DW = 2,32144 Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan: * Nyata pada α 5 persen *** Nyata pada α 15 persen Nilai T-hitung dari Tabel 6 menunjukkan bahwa variabel pakan, tenaga kerja, dan mortalitas berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan kepadatan kandang berpengaruh nyata pada α 20 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel respesifikasi antara vaksin dan pemanas ini memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,317. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,317 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi 48

63 optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,870 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,870 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Tenaga kerja berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,363 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,363 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. 49

64 Mortalitas berpengaruh negatif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan berpengaruh nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi akan mengurangi produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar -0,141 yang artinya setiap peningkatan mortalitas sebesar 1 persen akan mengurangi jumlah produksi usahaternak sebesar 0,141 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang negatif dan berada pada nilai lebih kecil dari nol (Ep < 0), yang menggambarkan mortalitas berada pada daerah irasional. Hal ini menunjukkan mortalitas sebaiknya dikurangi untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Kepadatan kandang berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 15 persen, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,137 yang artinya setiap peningkatan kepadatan kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,137 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa kepadatan kandang berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 50

65 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,0877. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi antara vaksin dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Uji multikolinieritas dilakukan untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 6 untuk analisis faktor-faktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,0 sampai 3,9 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. 51

66 Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan Kolmogorv- Smirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,124, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,190. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal. b. Fungsi Produksi Peternak Plasma Ln Y = Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X 5 r... (6.4) Tabel 7. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Variabel Koefisien Standar T-hitung Peluang VIF Error Konstanta -0,103 0,5495-0,19 0,853 Pakan (X 1 ) 0,904 0, ,63 0,000 * 4,8 Tenaga Kerja (X 2 ) 0,127 0,0804 1,58 0,124 *** 4,9 Mortalitas (X 3 ) 0,0489 0,0668 0,73 0,469 1,2 Kepadatan 0,090 0,1283 0,70 0,490 1,2 Kandang (X 4 ) Vaksin/ Pemanas 0,119 0,1640 0,73 0,473 1,1 (X 5 r) R-Sq = 98,2% R-Sq (adj) = 98,0% DW = 1,49755 Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan: * Nyata pada α 5 persen *** Nyata pada α 15 persen Nilai T-hitung dari Tabel 7 menunjukkan bahwa variabel pakan berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan tenaga kerja berpengaruh nyata pada α 15 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel mortalitas, kepadatan kandang, dan respesifikasi antara vaksin dan pemanas ini memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai 52

67 elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,289. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,289 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,904 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,904 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Tenaga kerja berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 15 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,127 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi 53

68 usahaternak sebesar 0,127 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Mortalitas tidak berpengaruh nyata terhadap produksi usahaternak ayam ras pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,0489. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan mortalitas berada pada daerah rasional. Diduga tidak nyatanya variabel karena mortalitas yang terjadi tidak begitu besar sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap total produksi ayam ras pedaging. Kepadatan kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi usahaternak ayam ras pada α 20 persen, atinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,124. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan kepadatan kandang berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. 54

69 Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,119. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara obat-obatan dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi antara obat-obatan dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Uji multikolinieritas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 7 untuk analisis faktorfaktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,1 sampai 4,9 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroshedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk 55

70 pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan Kolmogorv- Smirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,082, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,165. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha Fungsi produksi berikut diperoleh berdasarkan hasil regresi dari masingmasing peternak, yaitu peternak mandiri dan peternak plasma yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan. Dalam fungsi produksi ini terdapat dummy yang membedakan antara masing peternak dan skala usaha peternak tersebut, yaitu 0 untuk peternak dengan skala usaha di bawah ekor dan 1 untuk skala usaha di atas ekor. Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 terlihat nilai R-Sq (Koefisien determinasi) pada paternak mandiri sebesar 99,3 persen dan 98,2 persen pada peternak plasma. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 99,3 persen variabel independen pada paternak mandiri dapat menjelaskan variable dependen pada taraf nyata 20 persen dan 98,2 persen variabel independen pada peternak plasma dapet menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata sebesar 20 persen. Sedangkan sebesar 0,7 persen pada peternak mandiri dan 1,8 persen pada peternak plasma dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai probabilitas pada uji F- hitung sebesar 0,000 pada peternak mandiri dan 0,000 pada peternak plasma 56

71 dimana nilai tersebut kurang dari α 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel indepanden pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, respesifikasi antara vaksin dan pemanas serta dummy skala usaha berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap produksi usahaternak pada α 20 persen. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Minitab, diperoleh pendugaan fungsi produksi ayam ras pedaging sebagai berikut: a. Fungsi Produksi Peternak Mandiri: Ln Y = Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X D... (6.5) Tabel 8. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Variabel Koefisien Standar T-hitung Peluang VIF Error Konstanta -0,457 0,4806-0,95 0,351 Pakan (X 1 ) 0,870 0, ,31 0,000 * 4,0 Tenaga Kerja (X 2 ) 0,334 0,1912 1,75 0,094 ** 8,4 Mortalitas (X 3 ) -0,140 0,0597-2,35 0,028 * 1,1 Kepadatan 0,140 0,0854 1,64 0,114 *** 1,1 Kandang (X 4 ) Vaksin/ Pemanas 0,0909 0,0930 0,98 0,338 1,8 (X 5 r) Dummy 0,0128 0,0692 0,19 0,855 6,1 R-Sq = 99,3% R-Sq (adj) = 99,1% DW = 2,32011 Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan: * Nyata pada taraf 5 persen ** Nyata pada taraf 10 persen *** Nyata pada taraf 15 persen Nilai T-hitung dari Tabel 8 menunjukkan bahwa variabel pakan dan mortalitas berpengaruh nyata pada α 5 persen, tenaga kerja pada α 10 persen, sedangkan kepadatan kandang pada α 15 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel respesifikasi antara obat-obatan dan pemanas serta dummy skala usaha pada peternak mandiri ini memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang 57

72 didapat dari model adalah sebesar 1,295. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,295 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,870 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,870 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 10 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,334 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi 58

73 usahaternak sebesar 0,334 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Mortalitas berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi akan mengurangi produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar -0,140 yang artinya setiap peningkatan mortalitas sebesar 1 persen akan mengurangi jumlah produksi usahaternak sebesar 0,140 persen, cateris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang negatif dan berada pada nilai lebih kecil dari nol (Ep < 0), yang menggambarkan mortalitas berada pada daerah irasional. Hal ini menunjukkan mortalitas sebaiknya dikurangi untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Kepadatan kandang berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 15 persen, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,140 yang artinya setiap peningkatan kepadatan kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,140 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa kepadatan kandang berada dalam daerah rasional. 59

74 Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,0909. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi antara vaksin dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Dummy skala usaha peternak berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen. Nilai elastisitas dummy tipe peternak dalam fungsi produksi adalah sebesar 0,0128. Hal ni menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan produksi usahaternak ayam ras pedaging antara peternak dengan skala kurang dari ekor dan diatas ekor pada peternak mandiri. Uji multikolinieritas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 8 untuk analisis faktorfaktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,1 sampai 8,4 60

75 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroshedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan Kolmogorv- Smirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,125, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,190. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal. b. Fungsi Produksi Peternak Plasma Ln Y = Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X D... (6.6) 61

76 Tabel 9. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Variabel Koefisien Standar T-hitung Peluang VIF Error Konstanta -0,062 0,6989-0,09 0,930 Pakan (X1) 0,899 0, ,00 0,000 * 9,4 Tenaga Kerja (X2) 0,129 0,0831 1,54 0,133 *** 5,2 Mortalitas (X3) 0,0500 0,0687 0,73 0,472 1,2 Kepadatan 0,087 0,1338 0,65 0,522 1,3 Kandang (X4) Vaksin/ Pemanas 0,118 0,1668 0,71 0,484 1,2 (X 5 r) Dummy 0,0066 0,0683 0,10 0,923 4,1 R-Sq = 98,2% R-Sq (adj) = 98,1% DW = 1,48898 Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan: * Nyata pada taraf 5 persen *** Nyata pada taraf 15 persen Nilai T-hitung dari Tabel 9 menunjukkan bahwa variabel pakan berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan tenaga kerja berpengaruh nyata pada α 15 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel mortalitas, kepadatan kandang, respesifikasi antara vaksin dan pemanas serta dummy skala usaha peternak plasma ini memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,283. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,283 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras 62

77 pedaging adalah sebesar 0,899 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,899 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 15 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,129 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,129 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Mortalitas tidak berpengaruh nyata terhadap produksi usahaternak ayam ras pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,0500. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan mortalitas berada pada 63

78 daerah rasional. Diduga tidak nyatanya variabel karena mortalitas yang terjadi tidak begitu besar sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap total produksi ayam ras pedaging. Kepadatan kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi usahaternak ayam ras pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,087. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan kepadatan kandang berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,118. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 Ep 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi 64

79 antara vaksin dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Dummy skala usaha peternak berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen. Nilai elastisitas dummy tipe peternak dalam fungsi produksi adalah sebesar 0,0066. Hal ni menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan produksi usahaternak ayam ras pedaging antara peternak dengan skala kurang dari ekor dan diatas ekor pada peternak plasma. Uji multikolinieritas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 9 untuk analisis faktorfaktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,2 sampai 9,4 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan Kolmogorv- Smirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS 65

80 hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,075, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,165. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Tingkat efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Faktor-faktor produksi yang dapat dianalisis adalah faktor-faktor produksi yang bersifat fisik dan dapat dinilai dengan rupiah. Penggunaan faktor produksi yang optimal dan telah mencapai keuntungan yang maksimum yaitu ketika rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Pada kondisi tersebut usahaternak ayam ras pedaging dapat dikatakan efisien secara ekonomi. Pada Tabel 10 dapat dilihat kondisi efisiensi produksi usahaternak ayam ras pedaging dari total peternak yang ada di Kecamatan Pamijahan, dimana produksi rata-rata sebesar ,71 kg/ periode produksi dan harga produk yang berlaku untuk kedua peternak adalah Rp / kg. Rasio NPM dan BKM dari total peternak yang berada di wilayah Pamijahan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan Variabel Input Rata-Rata Koef. NPM BKM NPM/ BKM Input Optimal Pakan (Kg) ,36 0, , , ,21 Tenaga Kerja 27,71 0, ,89 21,48 (HKP) Sumber: Data Primer Diolah, Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 7.618,07. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 7.618,07dengan biaya tambahan 66

81 yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,30, artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja keseluruhan peternak adalah sebesar yang berarti setiap penambahan satu orang tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,89 artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Pada tabel 11 dan 12 dapat dilihat kondisi efisiensi produksi usahaternak ayam ras pedaging dari peternak mandiri dan peternak plasma di Kecamatan Pamijahan, dimana untuk peternak mandiri memiliki produksi rata-rata sebesar 6.938,33 kg/ periode produksi dan peternak plasma sebesar ,25 kg/ periode. Harga produk yang berlaku untuk peternak mandiri adalah Rp / kg dan Rp / kg untuk peternak plasma. Rasio NPM dan BKM dari total peternak yang berada di wilayah Pamijahan dapat dilihat pada tabel 11 dan 12. Tabel 11. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Variabel Input Koef. NPM BKM NPM/ Input Rata-Rata BKM Optimal Pakan (Kg) , , , ,08 Tenaga Kerja 22,57 0, ,87 18,83 (HKP) Sumber: Data Primer Diolah, Berdasarkan Tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 6.976,47. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 6.876,47 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,28, 67

82 artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja peternak mandiri adalah sebesar yang berarti setiap penambahan satu HKP tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,87, artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Tabel 12. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Variabel Input Rata- Koef. NPM BKM NPM/ Input Rata BKM Optimal Pakan (Kg) ,62 0, , , ,51 Tenaga Kerja 31,56 0, ,51 13,45 (HKP) Sumber: Data Primer Diolah, Berdasarkan Tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 8.195,74. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 8.195,74 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,33, artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja peternak plasma adalah sebesar yang berarti setiap penambahan satu orang tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,51 artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. 68

83 Pada tabel 13 dan 14 dapat dilihat kondisi efisiensi produksi usahaternak ayam ras pedaging dari peternak mandiri dan peternak plasma dengan perbedaan skala usaha di Kecamatan Pamijahan, dimana untuk peternak mandiri memiliki produksi rata-rata rata-rata sebesar 6938,33 kg/ periode produksi dan peternak plasma sebesar ,25 kg/ periode. Harga produk yang berlaku untuk peternak mandiri adalah Rp / kg dan Rp / kg untuk peternak plasma. Rasio NPM dan BKM dari total peternak yang berada di wilayah Pamijahan dapat dilihat pada tabel 13 dan 14. Tabel 13. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Variabel Input Rata-Rata Koef. NPM BKM NPM/ BKM Input Optimal Pakan (Kg) , , , ,08 Tenaga Kerja (HKP) 22,57 0, ,28 6,14 Sumber: Data Primer Diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 7.029,84. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 7.029,84 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,28, artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja peternak mandiri adalah sebesar yang berarti setiap penambahan satu HKP tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,28 artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. 69

84 Tabel 14. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Variabel Input Rata-Rata Koef. NPM BKM NPM/ BKM Input Optimal Pakan (Kg) ,62 0, , , ,37 Tenaga Kerja (HKP) 31,56 0, ,53 13,95 Sumber: Data Primer Diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 8.059,49. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 8.059,49 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,31, artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja peternak mandiri adalah sebesar yang berarti setiap penambahan satu HKP tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,53 artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. 70

85 VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang dilakukan terhadap hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor produksi pakan dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada semua model fungsi produksi di Kecamatan Pamijahan baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Berdasarkan pola dan skala usaha, faktor produksi yang berpengaruh nyata pada peternak mandiri adalah pakan, tenaga kerja, mortalitas, dan kepadatan kandan, pada peternak plasma, faktor produksi yang berpengaruh nyata adalah pakan dan tenaga kerja. 2. Penggunaan input produksi pada usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan belum efisien, baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu Saran Berdasarkan hasil peneltitan yang diperoleh, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mencapai kondisi yang efisien perlu adanya penambahan pakan baik pada peternak mandiri maupun plasma sehingga tercapai kondisi yang optimal. Selain itu perlunya pengurangan tenaga kerja (HKP) baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma agar mencapai kondisi yang efisien dan optimal.

86 2. Sebaiknya terdapat kesepakatan yang jelas antara pihak inti dan plasma dalam melaksanakan kerjasama usahaternak ayam ras pedaging sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan khususnya para peternak plasma. 72

87 DAFTAR PUSTAKA Fadilah, R., P. Agustin, A. Sjamsirul dan P. Eko Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta. Firdaus M Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. PT Bumi Aksara. Jakarta. Fitrifani, Eva Analisis Kemitraan dan Efisiensi Ekonomi Usahaternak Ayam Broiler di Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Ginting, M Analisis Tingkat Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi Perusahaan Peternakan Ayam Broiler PT. Prima Karsa (Studi Kasus di Empat Lokasi Kandang). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Imaduddin, R Analisis Kemitraan Pola Perusahaan Inti Rakyat Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Kasus PT. Ciomas Adisatwa Sukabumi). Karya Ilmiah Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Kusuma, Arif Karya Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Non Probiotik pada Usahaternak Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3S. Jakarta. Murjoko Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nur, Lenora Azizah Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktro Produksi dan Pendapatan Usahaternak Ayam Broiler. Skripsi. Departemen Ilum- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nicholson, W Teori Ekonomi Mikro. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Prihatman, Kemal Budidaya Ayam Broiler. Jurnal. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan Pengembangan Masyarakat di Pedesaan. BAPPNENAS. Rahardi, F. dan R. Hartono Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.

88 Rasyaf, M Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta Rasyaf, M Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. Ritonga, Endri Zunaidi Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Peternakan Ayam Ras Pedaging Kelompok Bina Usahatani Muslim (KBTM). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Rizaldi, Dimas Analisis Usaha Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Pasar Baru Bogor Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanaian Institut Pertanaian Bogor. Rommie Agribisnis Peternakan Ayam Ras Pedagingdan Analisis Keuntungan Serta Efisiensi di Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. UI Press. Jakarta. Suharno, B Agribisnis Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta. Susanti Analisis Efisiensi Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Yunus, Rita Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. 74

89 LAMPIRAN

90 Lampiran 1. Populasi Ternak Indonesia Tahun (000 ekor) Ternak 2007 (%) 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%) 2011 *) (%) Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Kuda Kelinci Ayam Buras Ayam Ras Petelur Ayam Ras Pedaging Itik Puyuh Merpati Total *) Angka Sementara Sumber: diakses pada 8 Maret

91 Lampiran 2. Populasi Ayam Ras Pedaging Menurut Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 2010 No. Provinsi Populasi (%) 1 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Total Sumber: Statistik Peternakan. diakses pada 8 Maret

92 Lampiran 3. Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 No. Kabupaten/ Kota Populasi Ayam Ras Pedaging (ekor) (%) 1 Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Perwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Total Sumber: diakses pada 8 Maret

93 Lampiran 4. Populasi Ayam Ras Pedaging Kabupaten Bogor Tahun 2010 No. Kecamatan Populasi Ayam Ras Pedaging (ekor) (%) 1 Dramaga Ciomas Tamansari Rancabungur Ciampea Tenjolaya Pamijahan Cibungbulang Lw. Liang Lw. Sadeng Nanggung Sukajaya Parung Gunung sindur Ciseeng Kemang Rumpin Cisarua Megamendung Ciawi Caringin Cigombong Cijeruk Cibinong Bj. Gede Tajur Halang Bbk Madang Sukaraja Jonggol Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jasinga Tenjo Pr. Panjang Cigudeg Gn. Putri Cileungsi Citereup Klapa Nunggal Total Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,

94 Lampiran 5. Peta Wilayah Kecamatan Pamijahan Sumber: (diakses tanggal 31 januari 2013, pukul 13.00) 80

95 Lampiran 6. Data Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan No. Bobot Panen (kg) Pakan (kg) Tenaga Kerja (HKP) Mortalitas (%) Kepadatan Kandang (ekor/m2) OVK (ml) Pemanas (kg) Dummy Skala Usaha Sumber: Data Primer,

96 Lampiran 7. Data Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan No. Bobot Panen (kg) Pakan (kg) Tenaga Kerja (HKP) Mortalitas (%) Kepadatan Kandang (ekor/m2) OVK (ml) Pemanas (kg) Dummy Skala Usaha Sumber: Data Primer,

97 Lampiran 8. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Total Peternak di Kecamatan Pamijahan Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5; D The regression equation is Ln Y = - 0, ,901 Ln X1 + 0,140 Ln X2-0,0023 Ln X3 + 0,102 Ln X4 + 0,108 Ln X5 + 0,119 D Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -0,2065 0,2441-0,85 0,401 Ln X1 0, , ,28 0,000 3,983 Ln X2 0, , ,50 0,015 3,832 Ln X3-0, , ,05 0,958 1,067 Ln X4 0, , ,36 0,177 1,037 Ln X5 0, , ,24 0,220 1,530 D 0, , ,65 0,000 1,304 S = 0, R-Sq = 98,7% R-Sq(adj) = 98,6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 41,7518 6, ,98 0,000 Residual Error 63 0,5426 0,0086 Total 69 42,2944 Source DF Seq SS Ln X1 1 41,4039 Ln X2 1 0,1311 Ln X3 1 0,0036 Ln X4 1 0,0250 Ln X5 1 0,0015 D 1 0,1866 Unusual Observations Obs Ln X1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 1 7,0 6,9078 6,7329 0,0596 0,1749 2,46RX 3 8,0 7,4955 7,5381 0,0518-0,0425-0,55 X 56 9,7 9,3927 9,2051 0,0160 0,1876 2,05R 60 10,1 9,3927 9,6613 0,0353-0,2686-3,13R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1,

98 Lampiran 9. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5 The regression equation is Ln Y = - 0, ,870 Ln X1 + 0,363 Ln X2-0,141 Ln X3 + 0,137 Ln X4 + 0,0877 Ln X5 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -0,5316 0,2576-2,06 0,050 Ln X1 0, , ,92 0,000 3,879 Ln X2 0,3628 0,1083 3,35 0,003 2,814 Ln X3-0, , ,44 0,023 1,103 Ln X4 0, , ,67 0,107 1,044 Ln X5 0, , ,98 0,337 1,739 S = 0, R-Sq = 99,3% R-Sq(adj) = 99,1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 5 15,8314 3, ,49 0,000 Residual Error 24 0,1190 0,0050 Total 29 15,9504 Source DF Seq SS Ln X1 1 15,7242 Ln X2 1 0,0589 Ln X3 1 0,0277 Ln X4 1 0,0157 Ln X5 1 0,0048 Unusual Observations Obs Ln X1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 1 7,0 6,9078 6,7958 0,0592 0,1120 2,93RX 18 9,4 8,8818 8,7351 0,0383 0,1468 2,48R 26 9,8 9,1695 9,2927 0,0366-0,1232-2,05R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 2,

99 Lampiran 10. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5 The regression equation is Ln Y = - 0, ,904 Ln X1 + 0,127 Ln X2 + 0,0489 Ln X3 + 0,090 Ln X4 + 0,119 Ln X5 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -0,1026 0,5495-0,19 0,853 Ln X1 0, , ,63 0,000 4,774 Ln X2 0, , ,58 0,124 4,979 Ln X3 0, , ,73 0,469 1,201 Ln X4 0,0896 0,1283 0,70 0,490 1,231 Ln X5 0,1191 0,1640 0,73 0,473 1,156 S = 0, R-Sq = 98,2% R-Sq(adj) = 98,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 5 20,7938 4, ,62 0,000 Residual Error 34 0,3705 0,0109 Total 39 21,1643 Source DF Seq SS Ln X1 1 20,7415 Ln X2 1 0,0363 Ln X3 1 0,0042 Ln X4 1 0,0061 Ln X5 1 0,0057 Unusual Observations Obs Ln X1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 30 10,1 9,3927 9,6224 0,0470-0,2298-2,46R R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,

100 Lampiran 11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5; D The regression equation is Ln Y = - 0, ,870 Ln X1 + 0,334 Ln X2-0,140 Ln X3 + 0,140 Ln X4 + 0,0909 Ln X5 + 0,0128 D Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -0,4571 0,4806-0,95 0,351 Ln X1 0, , ,31 0,000 3,900 Ln X2 0,3339 0,1912 1,75 0,094 8,412 Ln X3-0, , ,35 0,028 1,119 Ln X4 0, , ,64 0,114 1,097 Ln X5 0, , ,98 0,338 1,801 D 0, , ,19 0,855 6,193 S = 0, R-Sq = 99,3% R-Sq(adj) = 99,1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 15,8316 2, ,67 0,000 Residual Error 23 0,1188 0,0052 Total 29 15,9504 Source DF Seq SS Ln X1 1 15,7242 Ln X2 1 0,0589 Ln X3 1 0,0277 Ln X4 1 0,0157 Ln X5 1 0,0048 D 1 0,0002 Unusual Observations Obs Ln X1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 1 7,0 6,9078 6,7976 0,0612 0,1102 2,92RX 18 9,4 8,8818 8,7346 0,0391 0,1472 2,44R 26 9,8 9,1695 9,2959 0,0412-0,1264-2,15R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 2,

101 Lampiran 12. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5; D The regression equation is Ln Y = - 0, ,899 Ln X1 + 0,129 Ln X2 + 0,0500 Ln X3 + 0,087 Ln X4 + 0,118 Ln X5 + 0,0066 D Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -0,0618 0,6989-0,09 0,930 Ln X1 0, , ,00 0,000 9,411 Ln X2 0, , ,54 0,133 5,212 Ln X3 0, , ,73 0,472 1,233 Ln X4 0,0867 0,1338 0,65 0,522 1,299 Ln X5 0,1180 0,1668 0,71 0,484 1,161 D 0, , ,10 0,923 4,066 S = 0, R-Sq = 98,2% R-Sq(adj) = 97,9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 20,7939 3, ,76 0,000 Residual Error 33 0,3704 0,0112 Total 39 21,1643 Source DF Seq SS Ln X1 1 20,7415 Ln X2 1 0,0363 Ln X3 1 0,0042 Ln X4 1 0,0061 Ln X5 1 0,0057 D 1 0,0001 Unusual Observations Obs Ln X1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 30 10,1 9,3927 9,6229 0,0480-0,2303-2,44R R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,

102 Lampiran 13. Uji Heteroskedastisitas Model Total Peternak Peternak Mandiri Tanpa Skala Usaha Peternak Plasma Tanpa Skala Usaha 88

103 Peternak Mandiri Dengan Skala Usaha Peternak Plasma Dengan Skala Usaha 89

104 Percent Percent Lampiran 14. Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov Total Peternak Probability Plot of RESI1 Normal 99, Mean -1,02775E-15 StDev 0,08868 N 70 KS 0,064 P-Value >0, ,1-0,3-0,2-0,1 0,0 RESI1 0,1 0,2 0,3 Peternak Mandiri Tanpa Skala Usaha Probability Plot of RESI1 Normal Mean -1,12503E-15 StDev 0,06406 N 30 KS 0,124 P-Value >0, ,15-0,10-0,05 0,00 RESI1 0,05 0,10 0,15 90

105 Percent Percent Peternak Plasma Tanpa Skala Usaha Probability Plot of RESI1 Normal Mean -1,95399E-15 StDev 0,09747 N 40 KS 0,082 P-Value >0, ,2-0,1 0,0 RESI1 0,1 0,2 Peternak Mandiri Dengan Skala Usaha Probability Plot of RESI1 Normal Mean 9,473903E-16 StDev 0,06401 N 30 KS 0,125 P-Value >0, ,15-0,10-0,05 0,00 RESI1 0,05 0,10 0,15 91

106 Percent Peternak Plasma Dengan Skala Usaha Probability Plot of RESI1 Normal Mean -9,76996E-16 StDev 0,09746 N 40 KS 0,075 P-Value >0, ,2-0,1 0,0 RESI1 0,1 0,2 92

107 Lampiran 15. Sarana Produksi Ternak 93

108 Lampiran 16. Contoh Surat Izin Usahaternak dan Perjanjian Kontrak Pihak Plasma dan Inti Lampiran 17. Kegiatan Pemanenan 94

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Ayam Pedaging BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR HAYU WINDI HAPSARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR NUR RIZKY RACHMATIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Produksi Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha peternakan ayam potong merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan yang dimiliki

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Ayam Buras Agribisnis adalah kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI 06 164 001 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2011 PERBANDINGAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Menurut Murtidjo (2006), ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati masyarakat baik dari kalangan bawah maupun kalangan atas karena menimbulkan kepuasan

Lebih terperinci

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan oleh :

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, 1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1. Pola Kemitraan CV TMF Kemitraan antara peternak ayam di daerah Cibinong pada dasarnya adalah sama dengan semua kemitraan yang dijalankan di semua daerah kemitraan CV TMF.

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 214-221 ISSN 1411-0172 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN ANALYSIS OF LIVESTOCK REVENUE AND FEASIBILITY BROILER CHICKENS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perumusan Fungsi Tujuan Berdasarkan metode penelitian, perumusan model program linear didahului dengan penentuan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan kendala. Fungsi tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING KELOMPOK BINA USAHATANI MUSLIM (KBTM) Desa Cilodong, Depok

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING KELOMPOK BINA USAHATANI MUSLIM (KBTM) Desa Cilodong, Depok OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING KELOMPOK BINA USAHATANI MUSLIM (KBTM) Desa Cilodong, Depok ENDRI ZUNAIDI RITONGA A14104670 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam hasil dari rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM.

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. 09104830090 ABSTRAK Dari luas perairan umum 8.719 hektar memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging (Broiler) Ayam Ras pedaging (Broiler) adalah ayam jantan dan betina muda yang umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive method), yaitu di Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik. Alasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI USAHA TANI JAGUNG DI DESA SEI MANCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI USAHA TANI JAGUNG DI DESA SEI MANCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI USAHA TANI JAGUNG DI DESA SEI MANCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh : HILMI F. ARIBOWO 070304039 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI USAHATANI KEDELAI EDAMAME

KAJIAN EKONOMI USAHATANI KEDELAI EDAMAME KAJIAN EKONOMI USAHATANI KEDELAI EDAMAME SKRIPSI Oleh Endarmanto Yanotama NIM.981510201208 SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2006 i SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS KEDELAI DI JAWA TIMUR: MODEL ANALISIS SIMULTAN SKRIPSI

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS KEDELAI DI JAWA TIMUR: MODEL ANALISIS SIMULTAN SKRIPSI ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS KEDELAI DI JAWA TIMUR: MODEL ANALISIS SIMULTAN SKRIPSI Oleh TULUS BUDI NIRMAWAN NIM. 001510201025 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

tentang Prinsip-prinsip Pembuatan Kandang dan Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Macam-macam Kandang. Modul empat, membahas materi Sanitasi dan

tentang Prinsip-prinsip Pembuatan Kandang dan Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Macam-macam Kandang. Modul empat, membahas materi Sanitasi dan ix S Tinjauan Mata Kuliah ejalan dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk Indonesia juga semakin bertambah, diikuti oleh meningkatnya pendapatan dan tingkat pendidikan, maka kebutuhan dan kesadaran konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak VI POLA KEMITRAAN Dramaga Unggas Farm merupakan perusahaan kemitraan ayam broiler yang didirikan pada tanggal 17 Juli 2009. Lokasi kantor perusahaan ini berada di Jl. Raya Dramaga KM 8, Kecamatan Dramaga

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor) STEFANI ANGELIA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta

Lebih terperinci