STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR NUR RIZKY RACHMATIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Struktur Biaya dan Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari penelitian tesis dosen pembimbing skripsi. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Nur Rizky Rachmatia H ii

3 RINGKASAN NUR RIZKY RACHMATIA. Struktur Biaya dan Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Dibimbing Oleh UJANG SEHABUDIN. Ternak ayam ras di Indonesia dalam subsektor peternakan memperoleh prioritas utama dalam memajukan pembangunan di Indonesia. Sektor pertanian memberikan konstribusi terhadap PDB Nasional dengan rataan laju pertumbuhan 3,72 persen sepanjang 2006 hingga 2010 dimana subsektor peternakan memberikan kontribusi dengan rataan laju pertumbuhan sebesar 3,39 persen. Perkembangan populasi ayam ras pedaging di Indonesia dari tahun mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 5,3 persen. Kontribusi populasi ayam ras pedaging di Provinsi Jawa Barat terhadap populasi nasional sebesar 41,48 persen pada tahun Kontribusi populasi ayam ras pedaging Kabupaten Bogor terhadap Provinsi Jawa Barat sebesar 19,01 persen. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu kecamatan dengan populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor dengan kontribusi sebesar 9,5 persen pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Pamijahan merupakan sebagai sentra ayam ras pedaging terbesar kedua di Kabupaten Bogor setelah Kecamatan Gunung Sindur. Usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dilakukan secara mandiri dan kemitraan plasma dengan skala yang dapat dibedakan menjadi dua skala yaitu skala I (populasi <5000 ekor) dan skala II (populasi 5000 ekor). Perbedaan tipologi peternak dan skala usaha mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Peternak plasma relatif menghadapi risiko harga lebih kecil daripada peternak mandiri karena terdapat kontrak pembelian dengan inti. Keterbatasan peternak plasma tidak memiliki kekuatan untuk memilih alternatif sarana produksi dan menetapkan harga. Peternak mandiri mempunyai keleluasaan untuk memperoleh sarana produksi dan menjual hasil produksi. Kondisi ini dapat berimplikasi pada struktur biaya dan pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur biaya, unit cost dan pendapatan usahaternak ayam ras pedaging peternak mandiri dan peternak plasma di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pamijahan merupakan sentra ayam ras pedaging terbesar kedua di Kabupaten Bogor. Jumlah responden untuk masing-masing tipe peternak adalah peternak mandiri sebanyak 30 peternak dan peternak plasma sebanyak 40 peternak. Sebanyak 20 reponden peternak mandiri dan 25 responden peternak plasma diambil dengan metode purposive dari data populasi peternak ayam ras pedaging yang dipublikasikan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor tahun Sebanyak 10 responden peternak mandiri dan 15 peternak plasma diambil dengan metode snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pakan dan Day Old Chick (DOC) merupakan komponen biaya terbesar terhadap biaya total produksi baik berdasarkan tipologi peternak maupun skala usaha. Proporsi biaya pakan dan DOC pada peternak mandiri sebesar 51,21 persen dan 39,60 persen, sedangkan peternak plasma sebesar 50,91 persen dan 41,80 persen. Proporsi biaya pakan pada peternak mandiri lebih besar dibanding peternak plasma, sedangkan proporsi biaya DOC peternak mandiri lebih rendah dari peternak plasma. Berdasarkan tipologi peternak, unit cost usahaternak pada peternak mandiri yaitu Rp /kg iii

4 lebih rendah dari peternak plasma yaitu /kg. Berdasarkan skala, unit cost peternak mandiri pada skala II mempunyai unit cost terkecil yaitu Rp /kg sedangkan, peternak plasma pada skala I mempunyai unit cost terbesar yaitu Rp /kg. Tingginya unit cost usahaternak pada peternak plasma karena sarana produksi (pakan dan DOC) lebih mahal yang diperoleh secara kredit dari inti. Harga pakan pada peternak plasma sebesar Rp 6.598/kg dan peternak mandiri sebesar Rp 6.021/kg. Harga DOC pada peternak plasma Rp 5.417/kg dan peternak mandiri masing-masing sebesar Rp 6.021/kg. Pendapatan usahaternak pada peternak mandiri lebih tinggi dari peternak plasma baik atas biaya tunai maupun biaya total. Pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri masing-masing sebesar Rp 3.032/kg dan Rp 2.841/kg, sedangkan pada peternak plasma masing-masing sebesar Rp 2.159/kg dan Rp 1.765/kg. Tingginya pendapatan peternak mandiri karena manajemen usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri lebih baik dibandingkan peternak plasma. Hal ini ditunjukkan oleh Feed Convertion Ratio (FCR) dan mortalitas pada peternak mandiri yang lebih rendah. FCR dan mortalitas pada peternak mandiri masing-masing sebesar 0,96 kg dan 3,55 persen, sedangkan peternak plasma masing-masing sebesar 1,05 kg dan 4,05 persen. Berdasarkan skala usaha, pendapatan usahaternak pada skala II lebih tinggi dari skala I, baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Secara statistik, terdapat perbedaan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang signifikan antara peternak mandiri dan peternak plasma artinya pendapatan atas biaya tunai dan biaya total peternak mandiri lebih besar dari peternak plasma. Kata kunci: struktur biaya, pendapatan, usahaternak, peternak mandiri, peternak plasma iv

5 STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR NUR RIZKY RACHMATIA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 v

6 Judul Skripsi Nama NRP : Struktur Biaya dan Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor : Nur Rizky Rachmatia : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Ujang Sehabudin NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. NIP Tanggal Lulus: vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan izin dan ridho-nya atas terlaksananya penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan dorongan serta kerjasama berbagai pihak. maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan bijaksana telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan dan pengarahan sejak perencanaan penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini. 2. Ayahanda Nur Rachmat S, Ibunda Indriana, kakak Nur Ratih Paramitha dan adik Nur Widya Kamila yang tercinta telah banyak memberikan bantuan, dukungan, perhatian dan kasih sayang serta doa sejak perencanaan penulisan, pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini 3. Seluruh peternak responden yang telah bersedia menjadi responden atas segala bantuan serta informasi-informasi yang diperlukan oleh penulis 4. Seluruh staf Kecamatan Pamijahan yang telah memberikan ijin penelitian dan pengambilan data-data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL. 6. Naelis, Adinda, dan Dea serta seluruh sahabatku tercinta lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, dukungan, motivasi, dan semangat kepada penulis selama ini. 7. Rekan-rekan satu bimbingan Dewi Shinta Ramadhani, Dita Permatasari, Dwipanca, Hayu Windi Hapsari atas dukungan, kekompakan dan motivasi yang diberikan. vii

8 8. Teman-teman Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 46 atas doa, dukungan, semangat, motivasi, kebersamaan dan kekompakan selama ini. 9. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Penulis viii

9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah S.W.T atas segala rahmat dan karunia-nya yang telah dicurahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Struktur Biaya dan Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini memuat serangkaian informasi dan analisis mengenai struktur biaya dan pendapatan usahaternak ayam ras pedaging pada peternak kemitraan dan peternak mandiri di Kecamatan Pamijahan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, terutama peternak, Perusahaan Inti Rakyat (PIR), dan Dinas Peternakan. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai rujukan serta informasi untuk dijadikan bahan referensi dalam melaksanakan studi lanjutan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Februari 2013 Nur Rizky Rachmatia ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR.... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler) Usahaternak Ayam Ras Pedaging Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Pedaging Day Old Chick (DOC) Pakan Vaksin, Obat-obatan dan Disinfektan Tenaga Kerja Kandang dan peralatan Listrik Bahan Bakar Pola Kemitraan Biaya Produksi Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Pendapatan Usahaternak Skala Usahaternak Rasio R/C Kerangka Pemikiran O/asional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Penentuan Jumlah Responden Analisis Data Analisis Struktur Biaya Analisis Pendapatan Rasio R/C Uji Beda Dua Sampel Bebas Definisi Operasional V. GAMBARAN UMUM Letak dan Keadaan Geografis Penelitian Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk x

11 Sarana dan Prasarana Karakteristik Peternak Responden Karakteristik Perkandangan Manajemen Budidaya Ayam Ras Pedaging Persiapan Sarana dan Prasarana Masa Pemeliharaan Masa Panen VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Biaya Usahaternak Ayam Ras Pedaging Analisis Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xi

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Penelitian Terdahulu yang Relevan Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan Tahun Struktur Biaya Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan Tahun Karakteristik Responden Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan Tahun Karakteristik Perkandangan Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan Tahun Struktur Biaya Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Tipe Peternak di Kecamatan Pamijahan Tahun Struktur Biaya Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Tahun Pendapatan dan R/C Rasio Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Tipe Peternak di Kecamatan Pamijahan Tahun Pendapatan dan R/C Rasio Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Per Kg Output Menurut Tipe Usaha di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Per Kg Output Menurut Tipe Usaha < Ekor di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Per Kg Output Menurut Tipe Usaha Ekor di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Per Kg Output Menurut Tipe peternak Mandiri Antar Skala di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Per Kg Output Menurut Tipe peternak Plasma Antar Skala di Kecamatan Pamijahan Tahun xii

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Biaya Jangka Panjang Skema Kerangka Pemikiran Opeasional xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Laju Pertumbuhan Pruduk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (%) di Indonesia Tahun Perkembangan Populasi Ayam Ras Pedaging di Indonesia Tahun Perkembangan Produksi Daging Ternak di Indonesia Tahun Kontribusi Populasi Ayam Broiler Jawa Barat Terhadap Nasional Tahun Perkembangan Populasi Ayam Broiler (ekor) Tahun di Kabupaten Bogor Populasi Ayam Ras Pedaging Tingkat Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun Populasi dan Produksi Ayam Ras Pedaging Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun Rincian Biaya Peternak Kemitraan Plasma (Rp/Kg) di Kecamatan Pamijahan Tahun Rincian Biaya Peternak Mandiri (Rp/kg) di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Pendapatan Menurut Tipe Usaha di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Menurut Skala Usaha <5.000 Ekor di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Menurut Skala Usaha Ekor di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Pendapatan Peternak Mandiri Antarskala di Kecamatan Pamijahan Tahun Hasil Uji Beda Pendapatan Peternak Kemitraan Plasma Antarskala di Kecamatan Pamijahan Tahun Dokumentasi Penelitian Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan Tahun xiv

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak ayam ras di Indonesia dalam subsektor peternakan memperoleh prioritas utama dalam hal memajukan pembangunan di Indonesia. Berdasarkan data BPS 2012, sektor pertanian memberikan konstribusi terhadap PDB Nasional dengan rataan laju pertumbuhan 3,72 persen sepanjang 2006 hingga 2010 dimana subsektor peternakan memberikan kontribusi dengan rataan laju pertumbuhan sebesar 3,39 persen (Lampiran 1). Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2012), perkembangan populasi ayam ras pedaging di Indonesia dari tahun mengalami peningkatan. Rata-rata Pertumbuhan perkembangan populasi ayam ras pedaging pada tahun sebesar 5,39 persen (Lampiran 2). Rata-rata kontribusi produksi daging ayam ras pedaging 47,27 persen terhadap produksi daging nasional pada tahun (Lampiran 3). Kontribusi total kuantitas daging ayam ras pedaging merupakan kontribusi tertinggi dibandingkan kontribusi produksi daging ternak lainnya. Ayam ras pedaging merupakan salah satu hewan yang dibudidayakan manusia untuk diambil dagingnya. Saat ini budidaya ayam ras pedaging semakin digemari karena proses pembudidayaan yang relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan sapi ataupun hewan lain yang juga dibudidayakan untuk diambil dagingnya. Salah satu sentra pembudidayaan ayam ras pedaging di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2012), tingkat kontribusi populasi ayam ras pedaging di Provinsi Jawa Barat terhadap populasi nasional sangat tinggi. Jika dilihat dari dua tahun terakhir kontribusinya semakin meningkat, yaitu pada tahun 2010 sebanyak 40,99 persen dan tahun 2011

16 sebanyak 41,48 persen (Lampiran 4). Hal ini mengindikasikan tingginya potensi pengembangan usaha ayam ras pedaging di Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011), pertumbuhan populasi ayam ras pedaging tahun 2005 hingga tahun 2010 sebesar 11,56 persen di Kabupaten Bogor (Lampiran 5). Kontribusi populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor terhadap Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 sebesar 19,01 persen (Lampiran 6). Angka yang besar ini jelas mengindikasikan bahwa Kabupaten Bogor memiliki potensi yang besar terutama secara kuantitas produksi ayam ras pedaging. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu kecamatan dengan populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor setelah Kecamatan Gunung Sindur. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011), Kecamatan Pamijahan memiliki kontribusi populasi ayam ras pedaging terhadap Kabupaten Bogor sebesar 9,5 persen pada tahun 2010 (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Pamijahan memiliki potensi sebagai sentra ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dilakukan secara kemitraan plasma dan mandiri. Skala usaha dapat dibedakan menjadi dua skala yaitu skala I (populasi ayam ras pedaging <5000 ekor) dan skala II (populasi ayam ras pedaging 5000 ekor). Perbedaan pola tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Peternak plasma relatif menghadapi risiko harga lebih kecil daripada peternak mandiri karena terdapat kontrak pembelian dengan inti. Dalam pola kemitraan, inti menyediakan sarana produksi dan menjamin pemasaran, sehingga peternak plasma terjamin sarana produksi dan pemasaran. Keterbatasan peternak 2

17 plasma tidak memiliki kekuatan untuk memilih alternatif sarana produksi dan menetapkan harga. Peternak mandiri mempunyai keleluasaan untuk memilih sarana produksi dan menjual dengan harga sesuai keinginan. Peternak mandiri melakukan kegiatan usahaternak ayam ras pedaging dilakukan secara sendiri, mulai dari pemasokan sarana produksi hingga pemasaran hasil. Semua sarana produksi peternakan diperoleh dari pihak luar dengan menggunakan modal sendiri, demikian pula halnya ketika menjual hasil produksi ayam ras pedaging. Perbedaan pola usahaternak ayam ras pedaging menurut tipologi usaha dan skala usaha di Kecamatan Pamijahan dapat berimplikasi pada perbedaan struktur biaya dan pendapatan. Terkait perbedaan tersebut, perlu dilakukan penelitian pada peternak plasma dan mandiri agar mengetahui pola usahaternak yang menguntungkan Rumusan Masalah Pelaku kegiatan budidaya ayam ras (on farm) mayoritas adalah peternak yang memiliki keterbatasan modal dan pemasaran. Peternak sulit memperoleh permodalan dari lembaga keuangan formal seperti perbankan. Hal ini disebabkan umumnya peternak plasma tidak memiliki agunan. Dalam hal pemasaran, peternak plasma umumnya tidak memiliki akses pasar yang baik sehingga cenderung berada dalam posisi price taker dan bargaining position yang lemah. Kondisi ini menyebabkan usaha peternakan rentan terhadap resiko terutama risiko harga yang fluktuatif. Pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pengembangan kerjasama kemitraan pola PIR yaitu antara perusahaan peternakan sebagai pihak inti dengan peternak sebagai plasma. Selain pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), usahaternak di 3

18 Kecamatan Pamijahan dilakukan secara mandiri. Umumnya usahaternak mandiri memiliki modal yang lebih baik daripada peternak plasma. Peternak mandiri bebas membeli sarana produksi dengan harga yang lebih murah tapi rentan terhadap fluktruasi harga. Peternak plasma mendapat harga sarana produksi lebih mahal dari peternak mandiri. Hal ini disebabkan peternak plasma melakukan pembayaran dilakukan secara kredit kepada inti yang diatur pada kontrak. Skala usaha yang berbeda pada peternak plasma dan peternak mandiri dapat berimplikasi pada perbedaan biaya dan hasil produksi ayam ras pedaging. Salah satu Faktor penting dalam usahaternak ayam ras pedaging adalah manajemen pemeliharaan. Upaya dalam pencegahan segala penyakit ayam yang harus dilakukan secara teratur dan mengontrol kebersihan lingkungan kandang, sehingga hal ini dapat menekan tingkat kematian pada ayam ras pedaging. Selain itu, mengatur Feed Convertion Ratio (FCR) sangat penting untuk dilakukan dalam manajemen budidaya. Hal ini dikarenakan apabila FCR yang diperoleh sangat besar maka akan semakin tinggi pula biaya pakan selama proses produksi. Berdasarkan gambaran tersebut, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur biaya usahaternak ayam ras pedaging menurut tipe usahaternak dan skala usahaternak? 2. Bagaimana pendapatan usahaternak ayam ras pedaging menurut tipe usahaternak dan skala usahaternak? 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis struktur biaya dan unit cost usahaternak ayam ras pedaging pedaging menurut tipe usahaternak dan skala usahaternak di Kecamatan Pamijahan. 4

19 2. Menganalisis pendapatan usahaternak ayam ras pedaging menurut tipe usahaternak dan skala usahaternak di Kecamatan Pamijahan Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peternak, sebagai masukan peternak untuk agar dapat memperbaiki manajemen usahaternak dan pemilihan skala usaha yang lebih menguntungkan. Manfaat bagi penelitian lanjutan yaitu penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan kajian untuk penelitian lanjutan. Selain itu, penelitian ini dapat didalami dengan analisis yang lebih luas untuk penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian sebagai berikut: 1. Analisis struktur biaya dan pendapatan usahaternak ayam ras pedaging dilakukan pada periode produksi terakhir yang dilakukan peternak plasma dan peternak mandiri. 2. Struktur biaya dan pendapatan usahaternak yang dikaji meliputi biaya tunai dan biaya non tunai. Adapun pendapatan usahaternak ayam ras dalam penelitian ini terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. 5

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler) Menurut Amrullah (2002), ayam ras pedaging (broiler) adalah istilah yang dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhannya cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan yang efisien, dan siap dipotong pada umur yang relatif muda. Umumnya ayam ras pedaging (broiler) ini siap di panen pada umur hari dengan berat antara 1,2-1,9 kg/ekor. Menurut Rasyaf (2003), ayam broiler sebagai ayam ras pedaging bertumbuh sangat cepat dan mampu mengubah makanan yang ia makan menjadi daging dengan sangat efisien. Kelebihannya itu harus ditunjang dengan pemeliharaan yang baik, tanpa pemeliharaan yang baik daya tahan tubuhnya akan menurun dan mudah terserang penyakit. Menurut Amrullah (2002), secara genetis ayam ras pedaging (broiler) mampu mengolah makanan dengan cepat ketika makanan dikonsumsi olehnya. 2.2 Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Rasyaf (2004), barang-barang modal usaha peternakan ayam meliputi DOC, kandang, alat peternakan, pakan, obat-obatan dan lain-lain. Standar produksi bagi ayam pedaging bertumpu pada pertambahan berat badan, konsumsi pakan dan konversi pakan. Hasil penelitian Pakarti (2000), keberhasilan usahaternak ayam ras pedaging (broiler) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Kombinasi dari faktor pakan, lingkungan dan manajemen dicerminkan oleh indikator penting yaitu tingkat mortalitas, konversi pakan dan bobot ayam ras pedaging (broiler) yang dicapai. Menurut Tobing (2002), dalam usahaternak ayam ras pedaging (broiler) ada tiga hal penting yaitu (1) Pakan dan air; (2) Obat, vitamin, sanitasi dan 6

21 vaksin; serta (3) Perkandangan. Penanganan ketiga aspek tersebut dapat mempengaruhi keragaan usahaternak yang ditunjukkan oleh konversi pakan menjadi rendah (efisiensi tinggi), pertumbuhan terhambat dan tingkat mortalitas tinggi. Selain itu, Fadilah (2004), dalam usahaternak ayam ras pedaging (broiler) faktor produksi yang digunakan adalah bibit ayam, pakan, tenaga kerja, obatobatan, vaksin dan vitamin, serta bahan penunjang seperti sekam, listrik dan bahan bakar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya ayam ras pedaging (broiler) diantaranya (1) Manajemen pemeliharaan; (2) Fluktuasi harga produk; (3) Fluktuasi harga; (4) Kepastian waktu penjualan tergantung kondisi pasar; (5) Margin usaha relatif rendah dengan keuntungan berkisar 5 10 persen; (6) Ketersediaan faktor produksi misalnya vaksin, obat-obatan, feed suplement, bahan baku ransum merupakan produk impor (Fadillah 2004). Menurut Suharno (2002), hal-hal yang harus diperhatikan dalam agribisnis ayam ras pedaging adalah (1) Pandai menyiasati situasi pasar dalam pengaturan pola produksi; (2) Menjalin komunikasi antar peternak; (3) Memperpendek jalur pemasaran; (4) Menguasai manajemen produksi dan pemotongan. Menurut Rasyaf (2002), terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam usahatenak yaitu unsur produksi, unsur manajemen dan unsur pasar Faktor-Faktor Produksi Usaha Ayam Ras Pedaging Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahaternak ayam ras pedaging terdiri dari DOC (Day Old Chick), pakan, vaksin, obat-obatan dan disinfektan, tenaga kerja, kandang dan peralatan; listrik dan bahan bakar. Salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan dalam usahaternak adalah faktorfaktor produksi yang berimplikasi pada biaya produksi (Rahardi 2003). 7

22 Day Old Chick (DOC) Bibit merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi karena menjamin kelangsungan usaha peternakan ayam ras pedaging. Menurut Ginting (2003) dalam penelitiannya, rata-rata biaya DOC yang dikeluarkan oleh peternak ayam ras pedaging sebesar 26,98 persen. Biaya DOC tersebut merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya pakan. Selain itu, keteresediaan, mutu dan kontinuitas bibit sangat mempengaruhi kelangsungan produksi ternak yang akan dilakukan. Peternak ayam ras pedaging harus memiliki pemasok bibit ternak tetap, sehingga kelangsungan produksi ternak tetap terjaga (Rahardi, 2003) Pakan Pengelolaan pakan sangat penting, karena biaya pakan pada peternakan ayam ras pedaging dapat mencapai persen dari total biaya produksi. Ginting (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa secara statistik pakan merupakan faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Biaya produksi yang dikeluarkan peternak setiap periode produksi mencapai 63,97 persen. Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan dan konsentrasi pakan yang diberikan pada ayam ras pedaging. Pemberian pakan pada ayam ras pedaging harus memperhatikan kecukupan nutrisi pakan. Secara garis besar nutrisi dalam pakan ayam terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Pemenuhan nutrisi tersebut sangat diperlukan untuk pemeliharaan, pertumbuhan dan reproduksi (Fadilah et al. 2007) Vaksin, Obat-obatan dan Desinfektan Banyak program pencegahan penyakit yang dapat diaplikasikan di suatu kawasan peternakan ayam. Program pencegahan penyakit tersebut diantaranya 8

23 program sanitasi, vaksin dan pengobatan dini pada umur tertentu, ketika gejala ayam sakit mulai tampak. Program sanitasi (biosecurity) merupakan program yang dijalankan di suatu kawasan peternakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya perpindahan penyebab penyakit menular. Program sanitasi bisa dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dan menggunakan desinfektan. Program vaksinasi merupakan salah satu cara yang paling sering dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit di kawasan peternakan. Semua program vaksin dilakukan berdasarkan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau wilayah sekitarnya. Vaksin yang diberikan ke ternak ayam dapat berupa vaksin virus hidup, vaksin yang dilemahkan dan vaksin yang dimatikan. Program pengobatan sebaiknya dilakukan jika ayam sudah terdeteksi secara dini terkena penyakit. Jika infeksi sudah terlalu parah, pengobatan akan sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Tingkat mortalitas ayam yang tinggi akan mengurangi pendapatan peternak. Peternak dapat memberikan obat secara terencana jika sebelumnya telah mengetahui sejarah penyakit yang sering terjadi di kawasan tersebut (Fadilah et al. 2007) Tenaga Kerja Tenaga kerja sangat menentukan kelangsungan usaha pada peternakan ayam ras pedaging. Tenaga kerja merupakan prioritas yang harus dirancang menjadi sistem kerja dalam perencanaan usaha peternakan ayam ras pedaging. Sistem kerja di peternakan ayam dibedakan menjadi sistem kerja rotasi dan sistem kerja per kelompok atau per kandang. Tenaga kerja yang dipilih dapat berupa tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian dan tenaga kerja kontrak (Rasyaf, 2002). 9

24 Hasil penelitian Rommie (1998) menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja yang dikeluarkan peternak ayam ras pedaging skala rakyat mencapai 1,74 persen dari total biaya produksi. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan peternak skala besar sebesar 1,53 persen dari total biaya produksi (Imaduddin, 2001) Kandang dan Peralatan Bagian terpenting dalam suatu peternakan adalah kandang, karena kandang merupakan tempat ayam berdiam dan berproduksi. Selain itu kandang berfungsi untuk mempermudah tata laksana pemeliharaan dan pengontrolan ternak. Kandang dengan tipe postal merupakan kandang yang sesuai dengan ayam ras pedaging. Kontruksi kandang yang dibangun sebaiknya kuat dan mudah dirawat. Selain itu untuk efisiensi biaya, kandang yang dibangun harus disesuaikan dengan skala usaha. Peralatan yang digunakan untuk produksi terdiri dari tempat pakan, tempat minum, semawar, mesin air, lampu, terpal gebang, thermometer, serta peralatan lain seperti sapu lidi, ember, sekop, selang plastik, ciduk dan drum minyak tanah. Tempat pakan yang digunakan berbentuk round feeder yang terbuat dari bahan plastik. Satu buah tempat pakan ukuran besar dengan kapasitas 5 kg dapat digunakan untuk kurang lebih tiga puluh ekor ayam. Tempat minum yang digunakan adalah tempat minum dengan kapasitas dua galon yang digunakan untuk tiga puluh ayam. Perbandingan penggunaan tempat pakan dengan tempat minum di dalam kandang adalah 1:1 artinya setiap 2 m 2 terdapat satu buah pakan dan satu buah tempat minum yang berjarak 1 meter. Alat pemanas yang digunakan adalah semawar yang berfungsi untuk mempertahankan suhu kandang selalu dalam keadaan hangat. Thermometer berfungsi untuk mengontrol 10

25 temperatur di dalam kandang agar suhu ayam tetap stabil dan pertumbuhan ayam tidak terganggu (Rahardi 2003) Listrik Penggunaan listrik dalam usaha peternakan ayam ras pedaging ini tujuannya sebagai pencahayaan. Pengaturan cahaya lampu dimalam hari sangat menunjang pemeliharaan ayam ras pedaging didaerah tropis, terutama untuk makan di malam hari, karena pengaturan cahaya akan membantu meningkatkan penampilan ayam Di daerah tropis, suhu siang hari cukup tinggi sehingga mengganggu konsumsi pakan. Untuk mengejar konsumsi pakan, ayam harus diberi kesempatan makan pada malam hari. Tata letak lampu yang benar dan cahaya lampu yang cukup dalam kandang membantu meningkatkan konsumsi pakan. Biaya pemakaian listrik tidak terlalu mempengaruhi input usaha dibidang peternakan ayam Girinsonta (1997) Bahan Bakar Faktor produksi bahan bakar dalam usaha peternakan ayam ras pedaging ini dikaitkan dengan penggunaan indukan atau brooder. Alat ini berfungsi menyerupai induk ayam, yakni menghangatkan ayam ketika baru menetas. Sumber panas yang bisa digunakan bermacam-macam, mulai dari kompor, minyak, gas, lampu pijar, atau air panas. Dan tujuan utama indukan adalah memberikan kehangatan bagi ayam, agar dapat menunjang keberhasilan pemeliharaan Girinsonta (1997) Pola Kemitraan Menurut Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2010), kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar yang disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan besar yang disertai prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling 11

26 menguntungkan. Pada hakikatnya kerjasama kemitraan berfungsi untuk memperkokoh struktur ekonomi nasional. Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan kesjahteraan produsen peternakan melalui penguatan daya saing, pemerintah Indonesia telah mengarahkan para produsen peternakan untuk saling menjalin kerjasama kemitraan (Sutawi 2007). Berdasarkan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Menurut Kepmentan No. 940 Tahun 1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Dalam agribisnis ayam ras pedaging, pada tahun 1990 pemerintah melakukan restrukturisasi dengan menerbitkan Keppres No. 22 Tahun 1990 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Inti Keppres No. 22 Tahun 1990 yaitu membebaskan usaha ayam pedaging tidak hanya untuk usaha peternakan rakyat tetapi juga mengijinkan untuk skala perusahaan yang melakukan kemitraan dengan peternakan rakyat. Kepmentan No. 472 tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging, kemitraan dapat dilaksanakan dengan pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), pola pengelola atau pola penghela (Sutawi, 2007). Sumardjo (2001) menyatakan, dalam sistem agribisnis terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Kelima jenis kemitraan tersebut adalah pola inti plasma, pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan dan kerjasama operasional agribisnis. Usahaternak ayam ras pedaging pola inti plasma, perusahaaan mitra menyediakan sarana produksi, memberikan bimbingan teknis dan manajemen, memasarkan hasil produksi peternakan dan 12

27 mengusahakan permodalan sedangkan peternak plasma menyediakan tenaga kerja, kandang dan peralatan untuk melaksanakan budidaya Biaya Produksi Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk, yang sifatnya tidak dapat dihindari, dapat diperkirakan dan diukur. Biaya produksi merupakan kompensasi yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi. Biaya yang dilakukan pada periode tertentu, dikenal dengan biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Tobing (2000), komponen-komponen biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi budidaya ayam dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tetap terdiri atas biaya penyusutan kandang dan peralatan, biaya opportunitas dan lainnya. Komponen biaya variabel terdiri dari biaya pakan, DOC, obat-obatan, tenaga kerja, sekam, kapur, gula, minyak tanah, gas dan listrik. Menurut Boediono (2002), dalam hubungannya dengan tingkat output, dari segi sifatnya biaya produksi dapat dibagi menjadi tujuh: 1. Total Fixed Cost (TFC) atau biaya tetap total adalah jumlah biaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen) berapapun tingkat output yang dihasilkan. Jumlah TFC adalah tetap untuk setiap output (misalnya penyusutan, sewa gedung dan sebagainya). 2. Total Variable Cost (TVC) atau biaya variabel total adalah jumlah biaya yang berubah sesuai dengan tinggi rendahnya output yang diproduksi (misalnya: biaya untuk bahan mentah, upah, ongkos angkut dan sebagainya). 3. Total Cost (TC) atau biaya total adalah penjumlahan dari biaya tetap maupun biaya variabel. 4. Average Fixed Cost (AFC) atau biaya tetap rataan adalah ongkos tetap yang dibebankan pada setiap unit output. 13

28 5. Average Variable Cost (AVC) atau biaya variabel rataan adalah semua biaya lain, selain AFC, yang dibebankan pada setiap unit output. 6. Average Total Cost (ATC) atau biaya total rataan adalah biaya produksi dari setiap unit output yang dihasilkan. 7. Marginal Cost (MC) atau biaya marginal adalah kenaikan dari TC yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit output. Hasil penelitian Saodah (2000) menunjukkan bahwa biaya produksi pada usaha peternakan ayam broiler dibagi menjadi dua, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel terbesar adalah pakan sebesar 54,94 persen dan DOC sebesar 37,7 persen, sehingga total keseluruhan biaya variabel sebesar 98,61 persen, sedangkan biaya tetap terdiri dari depresiasi kandang sebesar 1,06 persen dan depresiasi alat sebesar 0,33 persen, sehingga total keseluruhan biaya tetap sebesar 1,39 persen. Penerimaan terbesar didapatkan dari penjualan ayam ras pedaging sebesar 98,95 persen Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Rasyaf (2002), penerimaan dalam suatu peternakan ayam ras pedaging (broiler) terdiri dari (1) Hasil produksi utama berupa penjualan ayam pedaging, baik hidup maupun dalam bentuk karkas dan (2) Hasil sampingan yaitu berupa kotoran ayam atau alas litter yang laku dijual kepada petani. Semua penerimaan produsen berasal dari hasil penjualan output. Soekartawi (2003) menyatakan bahwa penerimaan adalah nilai hasil dari output atau produksi karena perusahaan telah menjual atau menyerahkan sejumlah barang atau jasa kepada pihak pembeli. Selanjutnya dikatakan penerimaan perusahaan bersumber dari penjualan hasil usaha, seperti panen dari peternak dan barang olahannya. Semua hasil agribisnis yang dipakai untuk konsumsi keluarga harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan walaupun 14

29 akhirnya dipakai pemilik perusahaan secara pribadi. Tujuan pencatatan penerimaan ini adalah untuk memperlihatkan sejelas mungkin berapa besar penerimaan dari penjualan hasil operasional dan penerimaan lain-lain di perusahaan tersebut. Pendapatan usahaternak ayam ras pedaging adalah total penerimaan dikurangi total biaya Penelitian Terdahulu Hasil kajian Yunus (2009), terhadap usaha peternakan ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri di Kota Palu masih cukup menguntungkan, namun pendapatan rata-rata usaha ternak mandiri lebih besar dari rata-rata pendapatan usaha ternak pola kemitraan. Faktor-faktor/variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah bibit ayam (DOC), pakan, tenaga kerja, dan bahan bakar. Surono (1997) menyatakan bahwa penyebab gulung tikar peternak skala kecil karena kalah bersaing dengan peternak skala besar. Hal ini disebabkan biaya per unit outputnya lebih tinggi. Biaya input yang dikeluarkan peternak skala kecil lebih tinggi dibanding peternak skala besar. Hasil penelitian Windharsari (2007), peternak kemitraan mempunyai persepsi positif dengan adanya pembinaan dan pelatihan yang dilakukan oleh perusahaan inti. Peternak ayam ras pedaging pola mandiri di Kabupaten Karanganyar lebih menguntungkan (lebih efisien) dibandingkan dengan usahaternak pola kemitraan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C ratio pola mandiri yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai R/C ratio pola kemitraan. Hasil penelitian Ritonga (2008), alokasi penggunaan input-input produksi di peternakan ayam ras pedaging Kelompok Bina Usaha Tani Muslim (KBTM) belum optimal. Keuntungan aktual yang diperoleh KBTM lebih kecil dari keuntungan pada kondisi optimal. Penggunaan input-input produksi seperti pakan, 15

30 tenaga kerja serta peralatan kandang masih berlebih sehingga keuntungan yang diperoleh tidak maksimal. Input-input produksi yang menjadi kendala aktif yaitu DOC, VOD serta penggunaan lahan dan kandang. Tabel 1. Penelitian Terdahulu yang Relevan Nama Peneliti Yunus (2009) Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulewesi Tengah Komoditi yang diteliti Pemilihan lokasi penelitian dan metode pengolahan data menggunakan analisis statistika, Fungsi Frontier Stokastik dan Efisiensi Teknis, Efisiensi Harga dan Efisiensi Ekonomis Surono (1997) Analisis Perbandingan Efisiensi Peternakan Ayam Ras Pedaging Skala Kecil dan Skala Besar Komoditi yang diteliti dan Metode pengolahan data menggunakan Analisis Pendapatan Pemilihan lokasi penelitian dan metode pengolahan data menggunakan analisis kelembagaan Whindarsari (2007) Kajian Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Karanganyar: Membandingkan Pola Kemitraan dan Pola Mandiri Komoditi yang diteliti dan Metode pengolahan data menggunakan Analisis Pendapatan dan analisis Rasio Pemilihan lokasi penelitian dan metode pengolahan data menggunakan analisis margin pemasaran dan analisis indeks keterpaduan pasar Ritonga (2008) Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Peternakan Ayam Ras Pedaging Kelompok Bina Usaha Tani Muslim (KBTM) Desa Cilodong, Depok Komoditi yang diteliti Pemilihan lokasi penelitian dan metode pengolahan data menggunakan analisis primal, analisis dual dan analisis sensitifitas. 16

31 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis pada penelitian ini meliputi struktur biaya usahaternak, Analisis pendapatan usahaternak, skala usahaternak dan R/C rasio usahaternak ayam ras pedaging. Secara rinci penjelasan mengenai kerangka pemikiran teoritis dapat dilihat dibawah ini Struktur Biaya Usahaternak Menurut Soekartawi (1995), biaya usahaternak diklasifikasikam menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan. Penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel disebut dengan biaya total. Komposisi yang terdapat dari biaya usahaternak disebut struktur biaya usahaternak. Secara matematis biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = TVC + TFC Keterangan: TC = Total biaya TVC = Total biaya variabel TFC = Total biaya tetap Biaya rata-rata adalah biaya keseluruhan untuk menghasilkan suatu output tertentu yang dibagi dengan jumlah unit produk yang dihasilkan atau merupakan biaya produksi per unit output. Biaya rata-rata dapat dibedakan atas biaya total rata-rata, biaya tetap rata-rata dan biaya variabel rata-rata. Biaya tetap rata-rata adalah total biaya tetap dibagi dengan total jumlah output yang dihasilkan atau 17

32 sering disebut dengan biaya tetap per satu satuan output. Adapun biaya variabel rata-rata adalah total biaya variabel dibagi dengan total jumlah output yang dihasilkan atau sering disebut dengan biaya variabel per satu satuan output. Secara matematis biaya total rata-rata, biaya tetap dapat dirumuskan sebagai berikut: ATC =, AVC =, AFC = Keterangan: Q TC = Jumlah Output = Total biaya TVC = Total biaya variabel TFC = Total biaya tetap ATC = Biaya total rata-rata AVC = Biaya variabel rata-rata ATC = Biaya tetap rata-rata Biaya produksi dibedakan juga berdasarkan jumlah yang dikeluarkan dan diperhitungkan yang terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk keperluan usahaternak. Biaya tunai terbagi atas biaya tunai tetap dan biaya tunai variabel. Biaya tunai untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki peternak. Biaya tidak tunai merupakan biaya yang tidak dimasukkan kedalam biaya tunai akan tetapi diperhitungkan dalam kegiatan usahaternak. Biaya tidak tunai untuk melihat bagaimana manajemen usahaternak. Rumus biaya usahaternak sebagai berikut: TB = Bt + Bd Keterangan: TB Bt = Total biaya = Biaya tunai 18

33 Bd = Biaya diperhitungkan Analisis Pendapatan Usahaternak Menurut Kadarsan (1995), salah satu cara untuk mengukur manfaat pola kemitraan dibandingkan dengan pola mandiri pada usahaternak ayam ras pedaging adalah dengan melihat perbedaan pendapatan peternak untuk tiap satu ekor ternak yang mereka hasilkan. Pendapatan merupakan selisih dari nilai penerimaan terhadap nilai pengeluaran (biaya). Terdapat dua tujuan utama dari analisa pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisa pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur kegiatan usaha pada saat ini berhasil atau tidak. Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha, seperti panen tanaman dan barang olahannya serta panen dari peternakan dan barang olahannya. Penerimaan bisa juga bersumber dari pembayaranpembayaran tagihan, bunga, dividen, pembayaran dari pemerintah dan semua sumber lainnya yang menambah aset perusahaan. Semua hasil agribisnis yang dipakai untuk dikonsumsi keluarga pun harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan walaupun akhirnya dipakai pemilik perusahaan secara pribadi. Hanafie (2010) menerangkan bahwa pendapatan terbagi menjadi dua yaitu pendapatan tunai dan pendapatan non tunai. Pendapatan tunai adalah pendapatan yang terhitung dari hasil pertanian secara tunai. Contohnya: hasil penjualan ayam ras pedaging dikurangi dengan total biaya. Pendapatan non tunai adalah pendapatan yang tidak terhitung dari hasil pertanian tidak tunai tetapi termasuk pendapatan. Contohnya: Ayam ras pedaging yang dikonsumsi sendiri. Kadarsan (1995) menerangkan bahwa pendapatan adalah selisih antara penerimaan total perusahaan dengan pengeluaran. Untuk menganalisis pendapatan 19

34 diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Rasyaf (2002) menambahkan bahwa pendapatan adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah semua variabel dan biaya tetap tertutupi. Hasil pengurangan positif berarti untung, hasil pengurangan negatif berarti rugi Skala Usahaternak Pada usahaternak ayam ras pedaging untuk mengetahui usahaternak ayam ras pedaging berproduksi pada tidak ekonomis (diseconomies of scale) atau skala usaha yang ekonomis (economies of scale) diperlukan Analisis biaya jangka panjang. Usahaternak ayam ras pedaging yang dilakukan peternak mencapai skala tidak ekonomis apabila penambahan produksi menyebabkan biaya produksi ratarata menjadi lebih besar. Sebaliknya, usahaternak ayam ras pedaging yang dilakukan peternak dapat mencapai skala ekonomis apabila penambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih kecil. Hubungan antara skala usaha dengan biaya produksi rata-rata dapat dilihat pada Gambar 2. Keterangan: Sumber: Walter Nicholson, 1990 Gambar 1. Kurva Biaya Jangka Panjang Q = Produksi ayam ras pedaging (Kg) 20

35 SMC = Biaya marjinal jangka pendek (short marginal cost) SATC = Total biaya variabel jangka pendek (short average total cost) MC = Biaya marjinal jangka panjang (marginal cost) LAC = Total biaya jangka panjang (long run average total cost) Berdasarkan Gambar 2 diatas, kurva biaya rata-rata jangka panjang (LAC) yang berbentuk huruf U terbagi menjadi dua, yaitu bagian menurun dan bagian meningkat yang berimplikasi pada skala usaha ekonomis. Bagian pertama yaitu bagian menurun dapat dilihat pada rentang produksi ayam ras pedaging mulai dari titik 0 sampai Q 2, artinya penambahan skala usaha akan selalu disertai dengan penurunan biaya rata-rata per unit. Daerah ini disebut sebagai skala usaha ekonomis (economies of scale). Q 2 merupakan titik minimum dari kurva LAC. Titik minimum ini merupakan titik perpotongan antara kurva MC dengan LAC dan pada daerah ini merupakan skala usaha paling efisien karena memiliki biaya minimum. Bagian kedua yaitu bagian meningkat dapat dilihat pada rentang produksi ayam ras pedaging mulai dari titik Q 2 sampai Q 3. Bagian ini menunjukkan biaya rata-rata berada diatas biaya minimum yang cenderung meningkat. Penambahan skala usaha akan disertai oleh kenaikan biaya rata-rata per unit output. Daerah ini disebut skala usaha tidak ekonomis (diseconomies of scale) Rasio R/C Kadarsan (1995) menerangkan pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur dengan nilai efisiensinya. Salah satu alat untuk mengukur nilai efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio). 21

36 Rasio R/C (Revenue Cost Ratio) bertujuan untuk mengukur efisiensi inputinput dengan menghitung perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total. Perbandingan ini menunujukkan penerimaan kotor setiap rupiah yang digunakan dalam usaha. Semakin tinggi nilai R/C ratio menunjukkan semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin tinggi maka efisiensi pendapatan pun semakin baik. R/C Rasio = Total Penerimaan (TR) Total Biaya (TC) 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Peternak mandiri dan peternak plasma dalam usahaternak mempunyai keterbatasan dalam memaksimumkan pendapatan. Hal ini disebabkan oleh manajemen teknis budidaya dan fluktuasi harga sarana produksi. Penanganan manajemen teknis budidaya yang baik menyebabkan biaya produksi menjadi rendah. Manajemen budidaya yang buruk menyebabkan tingkat mortalitas tinggi dan Feed Convertion Ratio (FCR). Tingginya tingkat mortalitas menyebabkan sedikitnya hasil panen sehingga biaya produksi tinggi. FCR yang diperoleh sangat besar maka akan semakin tinggi pula biaya pakan selama proses produksi. Peternak mandiri dan plasma mempunyai manajemen teknis yang berbeda. Pergerakan harga sarana produksi sangat berfluktuasi, terutama pakan dan DOC. Peternak plasma terjamin dari fluktuasi harga sarana produksi dengan adanya kontrak. Peternak plasma mendapat harga sarana produksi lebih mahal dari peternak mandiri karena peternak plasma melakukan pembayaran dilakukan secara kredit kepada inti yang diatur pada kontrak. Peternak mandiri rentan akan 22

37 fluktuasi harga sarana produksi tetapi bebas membeli sarana produksi dengan harga yang lebih murah. Saat harga sarana produksi tinggi, peternak mandiri mempunyai risiko yang tinggi. Perbedaan manajemen teknis dan biaya sarana produksi pada peternak mandiri dan plasma berkaitan dengan struktur biaya dan masing-masing kontribusi biaya. Pemahaman struktur biaya penting karena berimplikasi pada pendapatan. Struktur biaya akan dianalisis biaya tetap, biaya variabel dan unit cost. Pendapatan akan dianalisis biaya tunai, biaya non-tunai dan pendapatan total. Pengukuran efisiensi input-input dengan menghitung perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total masing-masing peternak dapat dianalisis menggunakan R/C rasio, sehingga kekurangan dan kelebihan pada kedua peternak dapat diketahui sebagai masukan untuk peningkatan pendapatan usahaternak. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2. 23

38 Usahaternak ayam ras pedaging Manajemen teknis budidaya dan fluktuasi harga sapronak Peternak kemitraan Peternak mandiri Analisis perbandingan usahaternak ayam ras pedaging pada peternak kemitraan dan peternak mandiri Struktur biaya Pendapatan, R/C rasio, Uji beda pendapatan Peningkatan pendapatan usahaternak Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional 24

39 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei Waktu Penelitian dilakukan di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Bogor dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki populasi ayam ras pedaging terbesar Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan terdiri dari data sekunder dan data primer. Jenis data sekunder yaitu data populasi ternak nasional, data PDB peternakan, data perkembangan produksi ternak, jumlah penduduk dan konsumsi ayam ras pedaging di Indonesia, data kontribusi total kuantitas daging ayam ras pedaging terhadap produksi di Jawa Barat, data populasi ayam ras pedaging Provinsi Jawa Barat, data perkembangan populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor dan data populasi ternak ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Data sekunder diperoleh dari Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan dan Perikanan Bogor, Departemen Pertanian, UPT Pamijahan dan Kecamatan Pamijahan baik publikasi cetak maupun elektronik. Data primer yang digunakan yang diambil yaitu data produksi, data biaya produksi ayam ras pedaging, data penerimaan produksi ayam ras pedaging dan karakteristik peternakan. Data primer diperoleh dari peninjauan langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan responden Penentuan Jumlah Responden Pengambilan sampel peternak terdiri dari dua tipe peternak, yaitu peternak mandiri dan peternak kemitraan plasma. Penentuan sampel peternak dari Dinas Peternakan dan Dinas Perikanan Kabupaten Bogor Tahun Pengambilan 25

40 responden peternak menggunakan metode purposive dari data populasi peternak ayam ras pedaging dengan peternak mandiri dan peternak plasma masing-masing sebanyak 20 peternak dan 25 peternak. Sisa kekurangan responden dengan metode snowball sampling dengan peternak mandiri dan peternak plasma masingmasing sebanyak 10 peternak dan 15 peternak. Jumlah peternak responden dalam penelitian ini sebanyak 70 peternak yang terdiri dari 30 peternak mandiri dan 40 peternak kemitraan berdasarkan skala usaha, yaitu < dan ekor. Masing-masing sampel peternak diambil dari tujuh desa secara purposive (tertuju), yaitu Desa Gunung Sari, Gunung Pincung, Cibitung Wetan, Pasarean, Cibunian, CiasiHan dan Ciasmara dengan pertimbangan desa tersebut memiliki jumlah peternak terbanyak di Kecamatan Pamijahan. Kerangka sampel peternak kemitraan dan peternak mandiri dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengambilan Distribusi Sampel Peternak Kemitraan dan Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 No. Desa Peternak Mandiri Peternak Plasma < Total < Total 1 Gunung Sari Gunung Pincung Cibitung Wetan Pasarean Cibunian Ciasihan Ciasmara Jumlah Sumber: Data Primer, Analisis Data Metode pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan program SPSS 20 dan Microsoft Office Excel Data-data yang telah diolah dan dianalisis tersebut digunakan untuk memberikan alternatif solusi produksi yang tepat untuk diterapkan pada peternak mandiri dan peternak plasma sesuai dengan kondisi-kondisi dasar dari setiap masalah. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara kuantitatif dengan memberikan gambaran 26

41 mengenai struktur biaya produksi, pendapatan, R/C rasio dan uji beda pendapatan antara peternak mandiri dan peternak plasma Analisis Struktur Biaya Analisis struktur biaya dalam penelitian ini dibedakan menurut tipe dan skala usaha. Tipe usaha dibedakan menurut pola usaha masing-masing peternak, yaitu pola kemitraan (peternak plasma) dan pola mandiri (peternak mandiri) yang dilihat secara keseluruhan tanpa membedakan skala usaha. Adapun struktur biaya dibedakan pula berdasarkan skala usaha, yaitu < dan ekor. Biaya yang dikeluarkan dalam usahaternak ayam ras pedaging terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam usahaternak ayam ras pedaging. Biaya tunai terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya pemeliharaan kandang, sedangkan biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya DOC (Day Old Chick), pakan, OVK (obat-obatan, vitamin, vaksin), sekam, kapur, listrik, bahan bakar, sewa kandang, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai merupakan biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai, namun diperhitungkan dalam usahaternak ayam ras pedaging. Biaya tidak tunai yang diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan kandang, penyusutan peralatan peternakan dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Secara matematis biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut: Biaya Penyusutan = Nilai Beli Nilai Sisa Umur Ekonomis Struktur biaya usahaternak ayam ras pedaging dapat dilihat pada Tabel 3. 27

42 Tabel 3. Struktur Biaya Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Komponen Biaya A. Biaya Tunai Biaya Tetap - Pemeliharaan kandang Sub Total Biaya Variabel - DOC - Pakan - OVK - Sekam - Kapur - Listrik - Bahan bakar - Sewa kandang - Tenaga kerja luar keluarga Sub Total Total Biaya Tunai B. Biaya Tidak Tunai Biaya Tetap - Penyusutan kandang - Penyusutan peralatan - Tenaga kerja dalam keluarga Total Biaya Tidak Tunai Total Biaya Sumber: Data Primer, Analisis Pendapatan Peternak Kemitraan Peternak Mandiri Plasma (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%) Analisis ini meliputi komponen penerimaan dan biaya yang digunakan untuk menganalisis pendapatan yang diperoleh peternak plasma. Analisis pendapatan dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan total (TR) dengan biaya total (TC). Rumus yang digunakan yaitu (Soekartawi, 2003): Total Tidak Tunai + Tunai Tidak Tunai Tidak Tunai -TC Tidak Tunai Tunai Tunai - TC Tunai Dimana, Total Tidak Tunai Tunai = Pendapatan total usahaternak ayam ras pedaging (Rp) = Pendapatan tidak tunai usahaternak ayam ras pedaging (Rp) = Pendapatan tunai usahaternak ayam ras pedaging (Rp) 28

43 TR TC = Total Revenue atau Penerimaan Total (Rp) = Total Cost atau Biaya Total (Rp) Analisis Penerimaan terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang diperoleh peternak ayam ras pedaging dari hasil produksi ayam ras pedaging yang dijual. Adapun penerimaan tidak tunai diperoleh dari hasil produksi ayam ras pedaging yang dikonsumsi dan diberikan kepada orang lain. Secara matematis penerimaan usahaternak ayam ras pedaging dapat dirumuskan sebagai berikut: TR Tunai = P A.Y A Keterangan: TR Tidak Tunai = P A.Y B P A Y A Y B = Harga ayam ras pedaging (Rp/Kg) = Hasil produksi ayam ras pedaging yang dijual (Kg) = Hasil produksi ayam ras pedaging yang dikonsumsi dan diberikan (Kg) TR Tunai TR Tidak Tunai = Total penerimaan tunai peternak ayam ras pedaging (Rp) = Total penerimaan tidak tunai peternak ayam ras pedaging (Rp) Rasio R/C Menurut Kadarsan (1995), rasio R/C digunakan untuk menganalisis imbangan antara penerimaan dengan biaya. Analisis ini bertujuan untuk mengukur efisiensi input-output, dengan menghitung perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total. Semakin besar nilai Rasio R/C, maka keuntungan yang diperoleh peternak plasma akan semakin besar. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Rasio R/C = Total Penerimaan (TR) Total Biaya (TC) 29

44 Dengan Kriteria : Rasio R/C > 1 ; maka usahaternak ayam ras pedaging menguntungkan Rasio R/C = 1 ; maka usahaternak ayam ras pedaging impas Rasio R/C < 1 ; maka usahaternak ayam ras pedaging rugi Uji Beda Dua Sampel Bebas Menurut Walpole (1993), Uji beda dua sampel bebas merupakan salah satu jenis perbedaan dua mean yang digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata dari dua sampel yang saling bebas dan saling tidak berpengaruh. Uji t bebas digunakan untuk mengetahui secara statistik apakah terdapat perbedaan yang nyata terhadap pendapatan antara peternak mandiri dan peternak plasma. Asumsi yang digunakan pada pengujian sampel ini adalah secara normal. Secara matematis rumus yang digunakan untuk mencari t hitung dan standar deviasi adalah: t = Dimana, Sd= d Do di Sd n = Rata-rata selisih pendapatan usahaternak ayam ras pedaging peternak mandiri dan peternak plasma = Pendapatan usahaternak ayam ras pedaging masing-masing responden = Contoh responden = Standar deviasi selisih pendapatan usahaternak ayam ras pedaging peternak mandiri dan peternak plasma = Jumlah responden Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian sebagai berikut: Ho H1 : Pendapatan peternak mandiri = peternak plasma : Pendapatan peternak mandiri > peternak plasma 30

45 Hipotesis Ho akan ditolak apabila P value <, begitu juga sebaliknya hipotesis Ho diterima apabila P value >. Taraf nyata yang digunakan adalah 10 persen Definisi Operasional Ruang lingkup kajian yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan melalui konsep operasional, yaitu sebagai berikut: 1. Ayam ras pedaging adalah strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada usia relatif muda dan menghasilkan mutu daging berserat. 2. Kemitraan Pola Perusahaan inti Rakyat (PIR) adalah pola ini merupakan pola hubungan kemitraan antara peternak/kelompok peternak/kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. 3. Perusahaan inti adalah perusahaan yang menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis dan manajemen serta menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. 4. Peternak plasma adalah peternak yang melaksanakan proses produksi/budidaya, mengelola sarana produksi ternak dan membayarkan kembali seluruh produksi yang dihasilkan. 5. Peternak mandiri adalah peternak yang mampu menyelenggarakan usahaternak dengan modal sendiri dan bebas menjual outputnya ke pasar. Seluruh resiko dan keuntungan ditanggung sendiri. 6. Produksi adalah jumlah total ayam ras pedaging yang dihasilkan dalam satu periode produksi yang diukur dalam satuan kilogram. 31

46 7. Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. 8. Pendapatan tunai adalah selisih total penerimaan tunai dikurangi seluruh biaya yang dikorbankan dalam satu periode pemeliharaan/produksi. 9. Pendapatan tidak tunai adalah selisih total penerimaan tidak tunai dikurangi seluruh biaya yang dikorbankan dalam satu periode pemeliharaan/produksi. 10. Pendapatan total adalah penjumlahan dari pendapatan tunai dan pendapatan tidak tunai. 11. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. 12. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan seperti biaya untuk sarana produksi. 13. Biaya tunai dari biaya variabel dapat berupa bibit ayam (DOC), pakan, vaksin, obat dan vitamin, tenaga kerja, listrik dan bahan bakar. Biaya tunai dari biaya tetap yaitu biaya pemeliharaan dan pajak. 14. Biaya tidak tunai adalah biaya yang diperhitungkan dalam usahaternak seperti biaya penyusutan dan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. 32

47 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Luas Kecamatan Pamijahan adalah 8.088,286 Ha. Kecamatan Pamijahan terdiri dari 15 desa, 45 Dusun, 139 Rukun Warga (RW), dan 472 Rukun Tetangga (RT). Desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan antara lain Cibunian, Purwabakti, Ciasmara, Gunung Sari, Gunung Bunder 1, Gunung Bunder 2, Cibening, Gunung Picung, Cibitung Kulon, Cibitung Wetan, Pamijahan, Pasarean, Gunung Menyan, Cimayang dan Ciasihan. Batas-batas wilayah Kecamatan Pamijahan sebagai berikut: Utara : Kecamatan Cibungbulang Barat : Kecamatan Leuwiliang Selatan: Kabupaten Sukabumi Timur : Kecamatan Tenjolaya Berdasarkan topografi, Kecamatan Pamijahan merupakan dataran tinggi dengan ketinggian m diatas permukaan laut (dpl). Rata- rata curah hujan di Kecamatan Pamijahan mm/tahun. Suhu udara yang berkisar C Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Jumlah penduduk wilayah Pamijahan adalah orang dimana jumlah laki- laki orang dan perempuan orang. Mayoritas penduduk Kecamatan Pamijahan adalah masyarakat campuran penduduk asli dan WNI keturunan. Bahasa dominan yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa sunda. Agama yang dipeluk penduduk Kecamatan Pamijahan adalah Agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha. Mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Pamijahan mayoritas adalah peternak/petani, karyawan swasta dan pedagang. Kondisi perekonomian 33

48 masyarakat Kecamatan Pamijahan bertumpu pada sektor perdagangan dan sektor pertanian. Pada sektor perdagangan terdiri dari olahan pangan serta makanan ringan. Pada sektor pertanian masyarakat Kecamatan Pamijahan lebih dominan pada beternak ayam, tanaman hias, usahatani dan perikanan. Sektor lain yang juga berperan dalam perekonomian masyarakat Kecamatan Pamijahan adalah sektor jasa, seperti jasa-jasa angkutan, dan pariwisata. Kecamatan Pamijahan mempunyai permasalahan pada bidang perekonomian. Permasalahan yang sering timbul dalam bidang perekonomian adalah rendahnya kualitas infrastruktur seperti jalan raya dan pasar sebagai pusat perdagangan serta rendahnya dukungan permodalan dari lembaga keuangan perbankan terhadap pedagang kecil Sarana dan Prasarana Sarana transportasi di Kecamatan Pamijahan melalui jalan raya baik berupa aspal, kerikil dan tanah. Prasarana transportasi di daerah ini terdiri dari truk, sedan, angkutan umum, sepeda motor, dan sepeda. Alat tansportasi di daerah ini didominasi oleh sepeda motor. Sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah Kecamatan Pamijahan adalah SPBU, Mini Market, dan tempat pemasaran baik pasar, kios Sapronak, warung maupun toko. 5.2 Karakteristik Peternak Responden Peternak responden yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan memiliki karakteristik yang berbeda-beda berdasarkan usia, jenis kelamin, status pernikahan dan jumlah tanggungan, pendidikan, pekerjaan, dan pengalaman usahaternak ayam ras pedaging. Karakteristik responden pada peternak mandiri dan peternak plasma dapat dilihat pada Tabel 4. 34

49 Tabel 4. Karakteristik Responden Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Peternak Mandiri Peternak Plasma No Karakteristik Rataa < Rataan < n 1. Usia (Tahun) Jenis Kelamin (%) Laki-laki Perempuan Pendidikan (%) a. SD b. SMP c. SMA d. PT Status Pernikahan (%) a. Menikah b. Belum menikah Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) Pekerjaan Utama a. Peternak b. Wiraswasta c. Lain-lain Pengalaman Usahaternak (Tahun) Sumber: Data Primer, 2012 Tabel 4 menunjukkan bahwa pada peternak mandiri skala < ekor dan ekor memiliki usia rata-rata usia masing-masing adalah 33 tahun dan 35 tahun. Hal ini menunjukkan usia peternak mandiri pada skala < ekor lebih muda daripada peternak mandiri pada skala ekor. Peternak plasma pada skala < ekor dan ekor memiliki usia rata-rata masing-masing peternak yaitu 42 tahun dan 46 tahun. Hal ini menunjukkan usia peternak plasma pada skala <5.000 ekor lebih muda daripada peternak plasma pada skala ekor. Rataan usia total peternak mandiri dan plasma adalah 34 tahun dan 44 tahun sehingga peternak mandiri lebih muda daripada peternak plasma. Berdasarkan Tabel 4, jenis kelamin yang mendominasi peternak mandiri dan peternak plasma adalah laki-laki. Hal ini terlihat dari persentase rataan dari peternak mandiri dan plasma dengan persentase masing-masing sebesar 97 persen dan 95 persen. Peran perempuan tidak cukup aktif dalam melakukan usahaternak 35

50 ayam ras pedaging. Rataan persentase peternak mandiri dan peternak plasma sebesar 3 persen dan 5 persen. Pendidikan yang diikuti oleh masing-masing peternak hanya berupa pendidikan formal. Tingkat pendidikan formal peternak dimulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Berdasarkan Tabel 4, tamatan SMP lebih dominan dibandingkan tingkat pendidikan lainnya pada peternak mandiri. Tingkat pendidikan pada peternak plasma dominan oleh tamatan SMA dengan persentase sebesar 40 persen. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka manajemen dalam budidaya ayam ras pedaging semakin baik sehingga biaya produksi kecil. Status pernikahan merupakan salah satu karakteristik responden peternak. Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase peternak mandiri yang sudah menikah yaitu sebesar 60 persen sedangkan persentase peternak plasma yang sudah menikah yaitu sebesar 87 persen. Status usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri dan peternak plasma dibedakan menjadi pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Umumnya pekerjaan utama baik peternak mandiri dan peternak plasma adalah peternak ayam ras pedaging. Hal ini terlihat dari persentase yang menjadikan peternak merupakan pekerjaan utama pada peternak mandiri dan peternak plasma masingmasing sebesar 84 persen dan 50 persen. Pengalaman beternak merupakan salah satu faktor mempengaruhi keputusan peternak dalam melakukan kegiatan usahaternak ayam ras pedaging. Peternak memiliki pengalaman lama dalam kegiatan usahaternak ayam ras pedaging, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan peternak dalam mengembangkan usahaternaknya. Tabel 4 menunjukkan pengalaman beternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri pada skala usaha < ekor dan ekor masing-masing yaitu 7 tahun dan 6 tahun. Pengalaman beternak ayam 36

51 ras pedaging pada peternak plasma pada skala usaha <5.000 ekor dan ekor masing-masing yaitu 7 tahun dan 9 tahun. Hal ini menunjukkan peternak skala usaha <5.000 ekor mempunyai pengalaman lebih lama. Rataan lama beternak pada peternak mandiri dan peternak plasma masing-masing yaitu 6 tahun dan 8 tahun. Peternak plasma memiliki pengalaman beternak lebih lama daripada peternak mandiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka manajemen dalam budidaya ayam ras pedaging semakin baik sehingga biaya produksi kecil Karakteristik Perkandangan Karakteristik perkandangan terdiri dari jumlah populasi ayam, kapasitas kandang, luas kandang, bentuk kandang, dan arah kandang. Bentuk kandang terdiri dari bentuk litter dan panggung.. Arah kandang terdiri dari dari arah Utara- Selatan (US) dan Barat-Timur (BT). Karakteristik perkandangan usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Perkandangan Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 No Karakteristik 1 Jumlah Populasi (ekor) Peternak Mandiri Peternak Plasma < < Minimal 1,000 4,000 2,000 5,500 Maksimal 5,000 16,500 4,500 28,000 Rata-rata 2,475 7,650 3,317 13,147 2 Kapasitas Kandang (ekor) 2,700 7,850 3,500 13,471 3 Luas Kandang (m 2 ) ,425 4 Bentuk Kandang (%) Litter Panggung Arah Kandang (%) U-S B-T Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 5, jumlah populasi rata-rata terbesar terdapat pada peternak plasma pada skala usaha ekor yaitu sebesar ekor dengan kapasitas kandang Rata-rata jumlah populasi terkecil adalah peternak 37

52 mandiri pada skala<5000 sebesar ekor dengan kapasitas kandang sebesar ekor. Luas kandang harus sesuai dengan kapasitas daya tampung ayam di dalam kandang. Pada skala usaha < ekor, luas kandang yang dimiliki peternak mandiri sebesar 252 m 2 dan peternak kemitraan sebesar 314 m 2. Sedangkan pada skala usaha ekor, luas kandang yang dimiliki peternak mandiri dan peternak kemitraan plasma sebesar 619 m 2 dan m 2. Bentuk kandang dibedakan menjadi dua, yaitu litter dan panggung. Litter merupakan bentuk kandang dengan alas berupa tanah. Bentuk kandang panggung merupakan bentuk kandang yang memiliki lantai atas yang beralaskan bambu Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan, bahwa bentuk kandang panggung dimiliki oleh semua peternak baik pada skala usaha < ekor maupun ekor dengan persentase 100 persen. Arah kandang merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan karena kandang harus mendapatkan sinar matahari pagi. Arah kandang ayam menghadap ke utara selatan, maka daerah kandang akan mendapatkan sinar matahari pagi. Rata-rata peternak plasma pada skala <5000 ekor dan ekor memiliki kandang yang mengarah ke barat timur. Rata-rata peternak plasma pada skala <5000 ekor dan ekor memiliki kandang yang mengarah ke barat timur Manajemen Budidaya Ayam Ras Pedaging Pedoman teknis budidaya ayam ras pedaging yang baik harus diketahui oleh peternak. Salah satu faktor keberhasilan dalam usahaternak ayam ras pedaging ditentukan oleh manajemen dalam pengelolaan usahaternak. Manajemen dalam pengelolaan usahaternak ayam rasa pedaging yang umumnya dilakukan oleh peternak di Kecamatan Pamijahan terdiri dari persiapan sarana dan prasarana 38

53 usahaternak, pemeliharaan ayam dan masa panen. Persiapan sarana dan prasarana dilakukan pada saat kandang kosong dan DOC tiba. Pemeliharaan ayam dilakukan dari DOC hingga umur panen Persiapan Sarana dan Prasarana Kebersihan lingkungan kandang merupakan usaha agar ayam tumbuh dengan sehat dan pencegahan penyakit. Bangunan kandang harus dipelihara dengan baik dengan membersihkan kandang dan mengecek bagian kandang yang rusak agar segera diperbaiki. Persiapan sarana dan prasarana harus terlaksana dengan baik dari kandang kosong hingga DOC tiba. Masa kosong kandang dimulai dengan membersihkan kandang. Pembersihan kandang dimulai dengan membuang semua kotoran ayam dan mengumpulkan sisa sekam, pakan, peralatan makan dan minum ayam. Peralatan makan dan minum dicuci dengan menggunakan deterjen kemudian dibiarkan hingga kering. Peralatan makan dan minum yang kering disimpan di gudang. Kandang dibersihkan dengan cairan disenfektan atau formalin. Penggunaan cairan disenfektan atau formalin agar bebas dari kuman dan penyakit yang mungkin tertinggal dari ayam pada periode sebelumnya. Pengapuran ke seluruh permukaan kandang dilakukan setelah kandang bersih. Pengapuran dilakukan dengan tujuan mencegah dan membunuh mikroorganisme termasuk jamur yang merugikan kesehatan ayam. Langkah selanjutnya adalah mencuci layar atau tirai dengan menyemprotkan cairan disenfektan yang dilarutkan dengan air, kemudian dijemur dipanas sinar matahari. Setelah hal tersebut dilakukan, maka kandang siap untuk dikosongkan selama sekitar 2 minggu. Persiapan sarana dan prasarana dilakukan sebelum tiga hari DOC tiba. Persiapan kandang yaitu dengan menutup sekeliling kandang dengan layar. Persiapan kandang dilakukan sebelum tiga hari DOC tiba dimana sekeliling 39

54 kandang telah ditutup dengan layar dan menyiapkan sekam dengan ketebalan sekitar 5 hingga 7 cm. Tempat makan, minum, pemanas, pembatas, dan lampu penerang telah dalam kondisi siap pakai. Pembatas berupa bambu atau karung telah mulai dipasang pada sekeliling kandang. Penerangan didalam kandang berasal dari lampu pijar dengan rata-rata 20 watt. Selain itu, pemanas dinyalakan beberapa jam sebelum DOC tiba. Pemanas yang banyak digunakan peternak adalah batu bara, kayu bakar dan gas. Peternak mengambil DOC secara acak untuk memeriksa kondisinya pada saat DOC tiba. Peternak menghitung DOC yang datang dari poultry, kemudian DOC dimasukkan ke kandang. DOC diberikan air minum yang dicampur gula merah agar DOC sehat. Pemberian pakan pada DOC diletakkan di kandang dengan jumlah yang cukup. Pemanas dipasang selama 2 minggu dan saat cuaca dingin agar kandang tetap hangat Masa Pemeliharaan Peternak harus memperhatikan masa pemeliharaan ayam ras pedaging dari DOC sampai umur panen. Masa pemeliharaan akan mempengaruhi hasil produksi ayam ras pedaging. Semakin baik masa pemeliharaan maka hasil produksi akan baik. Pelaksanaan masa pemeliharaan yang dilakukan peternak dapat dibedakan dalam tahapan setiap minggunya. Pelaksanaan pada minggu pertama yaitu pemanas dipasang saat siang dan malam hari, tirai tidak dibukadan dan vaksinansi ND saat umur DOC 4 hari. Umumnya sebagian peternak menggunakan koran atau karung yang diletakkan diatas sekam agar DOC tidak memakan sekam, kemudian setelah minggu pertama lapisan koran atau karung sudah mulai dibuka. Pelaksanaan masa pemeliharaan pada minggu kedua yaitu pembukaan layar berupa tirai sepertiga dari bagian bawah, penggunaan pemanas hanya dipasang malam hari atau jika cuaca dingin, dan vaksinasi gumboro saat umur 40

55 DOC 10 atau 14 hari. Pemberian pakan mulai diberikan di tempat makan yang diletakkan diatas sekam pada minggu kedua. Masa pemeliharaan saat minggu ketiga adalah pembukaan tirai dua per tiga dari bagian bawah atau dibuka semua jika cuaca cukup panas pada siang hari. Pemanas hanya dipasang saat cuaca dingin. Pemberian pakan diletakkan di tempat makan yang digantung setinggi jangkauan ayam. Umumnya, pada minggu ketiga peternak melakukan pemeriksaan kondisi ayam dan penimbangan berat badan ayam secara acak. Apabila terdapat ayam yang sakit maka peternak akan mengeluarkan ayam dan mengobati ayam tersebut. Hal ini dilakukan agar ayam yang sakit tidak menulari ayam yang sehat. Upaya ini dilakukan agar menghindari kerugian. Minggu keempat merupakan masa pemeliharaan menjelang panen. Masa pemeliharaan pada minggu ini tidak berbeda dengan minggu sebelumnya. Penimbangan berat badan ayam secara acak lebih sering dibanding minggu ketiga. Waktu penimbangan dilakukan pada saat siang dan malam hari. Kegiatan peternak saat masa pemeliharaan dari minggu pertama hingga minggu terakhir yaitu mengamati pertumbuhan ayam, memeriksa kondisi ayam, memperhatikan penggunaan pakan dan menghitung mortalitas Masa Panen Masa panen ayam dibagi menjadi dua, yaitu panen kecil dan panen besar. Panen kecil merupakan panen ayam ketika umur 25 hingga 28 hari dengan ratarata berat badan ayam sekitar 0,80 hingga 0,90 kg. Panen besar merupakan panen ketika umur ayam 28 hingga 30 hari dengan rata-rata berat badan ayam sekitar 0,90 hingga 1,30 kg. Peternak kemitraan umumnya melakukan panen kecil sedangkan peternak mandiri melakukan panen besar. 41

56 Peternak mandiri menggunakan harga pasar pada hasil produksi ayam ras pedaging. Harga pasar sering juga disebut harga posko. Peternak kemitraan menggunakan harga kontrak yang ditetapkan pada saat waktu panen. Harga kontrak yang ditentukan oleh inti mengikuti harga posko. Harga yang ditterima peternak kemitraan adalah harga posko setelah dikurangi potongan dari inti yang berkisar antara Rp per ekor. Harga ayam ras pedaging yang diterima oleh peternak kemitraan lebih rendah. Pemanenan umumnya dilakukan saat pagi atau sore hari. Pihak pemanen pada usahaternak ayam ras pedaging milik peternak mandiri adalah brooker. Peternak mandiri akan menghubungi brooker saat panen. Brooker akan datang mengambil hasil produksi ayam ras pedaging milik peternak mandiri, kemudiam brooker akan memasarkan ayam tersebut kepada pedagang pengumpul atau ke pasar. Peternak kemitraan yang memasarkan hasil produksi ayamnya pada inti. Pihak pemanen pada usahaternak milik peternak kemitraan dilakukan oleh inti. Pemasaran hasil produksi ayam dilakukan oleh inti. Peternak kemitraan mendapat jaminan hasil produksinya. 42

57 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Struktur Biaya Usahaternak Ayam Ras Pedaging Komponen biaya-biaya usahaternak ayam ras pedaging terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Komponen biaya tunai terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tidak tunai terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Analisis struktur biaya usahaternak ayam ras pedaging dalam penelitian ini dibedakan menurut tipe peternak dan skala usaha. Tipe peternak dibedakan menjadi dua, yaitu peternak plasma dan peternak mandiri yang dilihat secara keseluruhan tanpa membedakan skala usaha. Skala usaha dibedakan menjadi dua, yaitu skala usaha I dan skala usaha II. Struktur biaya usahaternak ayam ras pedaging menurut tipe peternak dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Struktur Biaya Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Tipe Peternak di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Komponen Biaya Peternak Mandiri Peternak Plasma (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%) A. Biaya Tunai Biaya Tetap - Pemeliharaan kandang 22 0, ,11 Sub Total 22 0, ,11 Biaya Variabel - DOC , ,80 - Pakan , ,91 - OVK 218 1, ,68 - Sekam 83 0, ,47 - Listrik ,08 - Bahan bakar 196 1, ,50 - Tenaga kerja luar keluarga 135 1, ,27 Sub Total , ,71 Total Biaya Tunai , ,82 B. Biaya Tidak Tunai Biaya Tetap - Penyusutan kandang 145 1, ,69 - Penyusutan peralatan 13 0, ,08 - Tenaga kerja dalam keluarga 268 2, ,14 Total Biaya Tidak Tunai 425 3, ,18 Total Biaya , ,00 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 6, total biaya tunai yang dikeluarkan peternak mandiri lebih kecil dibandingkan peternak plasma. Hal ini diketahui dari total biaya tunai 43

58 peternak mandiri sebesar Rp /kg atau 96,39 persen dan peternak plasma sebesar Rp /kg atau 96,82 persen dari total biaya yang dikeluarkan masingmasing peternak. Tingginya total biaya tunai masing-masing peternak dikarenakan terdapat komponen biaya tunai terbesar yaitu biaya pakan. Hal ini diketahui dari proporsi biaya pakan yang dikeluarkan peternak mandiri sebesar 51,12 persen dan peternak plasma sebesar 50,91 persen. Selain itu, biaya tunai terbesar kedua yang dikeluarkan adalah biaya Day Old Chick (DOC) dengan persentase masing-masing peternak sebesar 39,60 persen dan 41,80 persen. Total biaya tunai peternak mandiri yang lebih kecil dibanding peternak plasma disebabkan biaya pakan dan Day Old Chick (DOC) yang dikeluarkan peternak mandiri lebih rendah dari peternak plasma. Peternak mandiri bebas membeli pakan dan DOC dengan harga yang lebih murah sedangkan peternak plasma membeli pakan dan DOC yang ditetapkan oleh inti. Umumnya harga pakan dan DOC yang diterima peternak plasma lebih tinggi karena peternak plasma melakukan pembayaran terhadap inti secara kredit dan biaya yang dikeluarkan mencakup biaya transportasi pengantaran pakan dan DOC. Biaya tidak tunai yang dikeluarkan peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak plasma. Hal ini ditunjukkan dengan persentase peternak mandiri sebesar 3,61 persen dan peternak plasma sebesar 3,18 persen. Komponen biaya tidak tunai terbesar yang dikeluarkan masing-masing peternak adalah tenaga kerja dalam keluarga. Penyebab biaya tidak tunai yang dikeluarkan peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak plasma yaitu tingginya biaya penyusutan kandang dan peralatan yang dikeluarkan oleh peternak mandiri. Biaya tenaga kerja dalam keluarga yang dikeluarkan peternak mandiri lebih rendah dibanding peternak plasma karena peternak mandiri umumnya lebih 44

59 banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga pada peternak mandiri umumnya peternak itu sendiri atau keluarga yang bertugas mengontrol kondisi kandang dan ayam ras pedaging. Rata-rata waktu yang digunakan untuk mengontrol kondisi kandang dan ayam ras pedaging sekitar satu sampai tiga jam dalam sehari. Peternak plasma umumnya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga lebih banyak dari tenaga kerja luar keluarga karena ada keterbatasan dalam membayar tenaga kerja luar keluarga. Biaya total yang dikeluarkan peternak mandiri lebih kecil daripada peternak plasma Hal ini ditunjukkan dari biaya total peternak mandiri sebesar Rp / kg dan peternak plasma sebesar Rp /kg. Penyebab biaya total yang dikeluarkan peternak mandiri lebih kecil daripada peternak plasma yaitu biaya tunai yang dikeluarkan peternak mandiri lebih rendah. Selain melihat struktur biaya berdasarkan tipe peternak, struktur biaya usahaternak ayam ras pedaging juga dibedakan menurut skala usaha. Struktur biaya usahaternak ayam ras pedaging menurut skala usaha dapat dilihat pada Tabel 7. 45

60 Tabel 7. Struktur Biaya Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 A. Biaya Tunai Biaya Tetap Komponen Biaya Peternak Mandiri Peternak Plasma < < (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%) (Rp/Kg) (%) - Pemeliharaan kandang 19 0, , , ,14 Sub Total 19 0, , , ,14 Biaya Variabel - Bibit DOC , , , ,46 - Pakan , , , ,50 - OVK 248 2, , , ,65 - Sekam 95 0, , , ,45 - Listrik 20 0,16 9 0, ,11 6 0,05 - Bahan bakar 200 1, , , ,47 - Tenaga kerja luar keluarga 126 1, , , ,17 Sub Total , , , ,74 Total Biaya Tunai , , , ,88 B. Biaya Tidak Tunai Biaya Tetap - Penyusutan kandang 211 1, , , ,42 - Penyusutan peralatan 17 0,14 9 0, ,10 8 0,07 - Tenaga kerja dalam keluarga 275 2, , , ,65 Total Biaya Tidak Tunai 503 4, , , ,12 Total Biaya , , , ,00 Sumber: Data Primer,

61 Tabel 7 menunjukkan struktur biaya usahaternak berdasarkan skala usaha. Skala usaha I adalah peternak yg memiliki populasi ayam ras pedaging kurang dari 5000 ekor. Skala usaha II adalah peternak yg memiliki populasi ayam ras pedaging lebih dari sama dengan 5000 ekor. Pada skala usaha I, total biaya tunai yang dikeluarkan peternak mandiri lebih kecil dibandingkan peternak plasma. Hal ini diketahui dari total biaya tunai peternak mandiri sebesar Rp /kg atau 95,82 persen dan peternak plasma sebesar Rp /kg atau 96,77 persen dari total biaya yang dikeluarkan masing-masing peternak. Komponen biaya tunai terbesar pada masing-masing peternak adalah biaya pakan. Hal ini diketahui dari persentase pakan pada peternak mandiri sebesar 53,15 persen dan peternak plasma sebesar 51,31 persen. Selain itu, biaya tunai terbesar kedua yang dikeluarkan adalah biaya DOC dengan persentase masing-masing peternak sebesar 36,79 persen dan 41,17 persen. Biaya tidak tunai pada skala I yang dikeluarkan peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak plasma. Hal ini ditunjukkan dengan persentase peternak mandiri sebesar 4,18 persen dan peternak plasma sebesar 3,23 persen dari total biaya masing-masing peternak. Komponen biaya tidak tunai terbesar yang dikeluarkan adalah tenaga kerja dalam keluarga. Total biaya peternak mandiri lebih kecil daripada total biaya peternak plasma pada skala I. Hal ini diketahui dari biaya total yang dikeluarkan peternak mandiri sebesar Rp /kg dan peternak plasma sebesar Rp /kg. Total biaya tunai pada skala II yang dikeluarkan peternak plasma lebih besar dibandingkan peternak mandiri. Hal ini diketahui dari Tabel 7, dimana total biaya tunai peternak plasma sebesar Rp /kg atau 96,88 persen sedangkan peternak mandiri sebesar Rp /kg atau 96,98 persen. Komponen biaya tunai terbesar yang dikeluarkan peternak plasma dan peternak mandiri adalah biaya 47

62 pakan dengan persentase masing-masing peternak sebesar 50,50 persen dan 49,00 persen. Selain itu, biaya DOC juga merupakan komponen biaya tunai terbesar kedua dengan persentase masing-masing peternak sebesar 42,46 persen dan 42,52 persen dari total biaya usahaternak ayam ras pedaging. Total Biaya tidak tunai skala II yang dikeluarkan peternak mandiri lebih kecil daripada peternak plasma. Hal ini ditunjukkan dengan persentase masingmasing peternak mandiri dan plasma, yaitu sebesar 3,02 persen dan 3,12 persen dari total biaya usahaternak ayam ras pedaging. Tingginya total biaya tunai menyebabkan biaya total yang dikeluarkan peternak plasma lebih besar dibandingkan peternak mandiri. Biaya total yang dikeluarkan peternak plasma sebesar Rp /kg dan peternak mandiri sebesar Rp /kg. Berdasarkan Tabel 7, peternak mandiri pada skala II mempunyai total biaya terkecil dengan biaya total sebesar Rp /kg. Peternak plasma pada skala I mempunyai total biaya terbesar dengan biaya total sebesar Rp /kg. Total biaya yang dikeluarkan peternak plasma lebih besar dibandingkan peternak mandiri. Umumnya harga sarana produksi yang ditetapkan inti kepada peternak plasma lebih mahal terutama harga pakan dan DOC, sehingga biaya produksi yang dikeluarkan lebih besar. Hal ini disebabkan peternak plasma membayar sarana produksi secara kredit kepada inti dan biaya sarana produksi mencakup biaya tranportasi. Manajemen usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri lebih baik (economies of scale) dibandingkan performa manajemen usahaternak ayam ras pedaging pada peternak plasma. Hal ini terlihat dari biaya pakan peternak plasma yang besar. Total biaya produksi pada skala usaha I lebih tinggi dibandingkan skala usaha II. Hal ini disebabkan semakin besar skala usaha maka akan semakin kecil unit cost. 6.2 Analisis Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging 48

63 Analisis pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menurut tipe peternak dan dan skala usaha. Tipe usaha dibedakan menurut pola usaha yaitu pola kemitraan (peternak plasma) dan pola mandiri (peternak mandiri). Skala usaha yang dibedakan menjadi dua, yaitu < dan ekor. Analisis yang dilakukan dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan dan R/C rasio usahaternak ayam ras pedaging menurut tipe peternak dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pendapatan dan R/C Rasio Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Tipe Peternak di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 No Uraian Peternak Mandiri Peternak Plasma (Rp/Kg) (Rp/Kg) 1. Penerimaan Biaya Tunai Biaya Total Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C Rasio atas Biaya Tunai 1,29 1,18 7. R/C Rasio atas Biaya Total 1,24 1,15 8. Mortalitas (%) 3,55 4,05 9. FCR (Kg) 0,96 1, Berat Rata-rata per Ekor (Kg) 1,35 1, Hasil Produksi (Kg) Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 8, Penerimaan total peternak mandiri lebih kecil daripada peternak plasma. Namun, pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total pada peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak plasma. Hal ini ditunjukkan dari pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri sebesar Rp 3.032/kg dan Rp 2.841/kg, sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak plasma sebesar Rp 2.159/kg dan Rp 1.765/kg. Tingginya pendapatan peternak mandiri dikarenakan rata-rata biaya tunai dan biaya total yang diperoleh lebih kecil dibandingkan peternak plasma. Salah satu besarnya biaya tunai yang terdapat pada peternak plasma yaitu tingginya dan Feed Convertion Ratio (FCR) sebesar 1,05 kg. FCR peternak mandiri sebesar 0,96 kg. Tingginya FCR akan menyebakan tingginya biaya pakan 49

64 sehingga biaya tunai tinggi. Manajamen budidaya ayam ras pedaging harus diperhatikan dengan baik agar FCR sesuai dengan berat ayam sehingga biaya pakan tidak terlalu tinggi. Pendapatan total peternak mandiri lebih besar daripada peternak plasma. Salah satu faktor penyebab total pendapatan peternak mandiri yang lebih kecil dari peternak plasma karena mortalitas lebih rendah dari peternak plasma. Mortalitas peternak mandiri dan plasma masing-masing sebesar 3,55 persen dan 4,05 persen. Mortalitas berimplikasi kepada hasil produksi. Semakin rendah mortalitas maka semakin banyak hasil produksi. Hasil produksi tinggi sehingga penerimaan dan pendapatan tinggi. Berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total maka usahaternak ayam ras pedaging yang dilakukan pada peternak mandiri dan peternak plasma sama-sama menguntungkan atau layak untuk diusahakan, namun R/C rasio yang diperoleh peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak plasma sehingga kegiatan usahaternak ayam ras pedaging yang dilakukan peternak mandiri lebih menguntungkan. R/C Rasio atas biaya total peternak mandiri dan plasma masing-masing sebesar 1,24 dan 1,15. Hal ini karena ada perbedaan rata-rata penerimaan per kg dan biaya yang dikeluarkan masing-masing peternak. Usahaternak ayam ras pedaging yang dilakukan masing-masing peternak dibedakan berdasarkan skala usaha, yaitu skala usaha I dan skala usaha II. Pendapatan dan R/C rasio usahaternak ayam ras pedaging menurut skala usaha dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Pendapatan dan R/C Rasio Usahaternak Ayam Ras Pedaging Menurut Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Peternak Mandiri Peternak Plasma No Uraian < < (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) 1. Penerimaan Biaya Tunai Biaya Total Pendapatan atas Biaya Tunai

65 5. Pendapatan atas Biaya Total R/C Rasio atas Biaya Tunai 1,27 1,31 1,17 1,19 7. R/C Rasio atas Biaya Total 1,22 1,27 1,13 1,16 8. Mortalitas (%) 3,60 3,50 4,00 4,01 9. FCR (Kg) 1,01 0,91 1,10 1, Berat Rata-rata per Ekor (Kg) 1,40 1,30 1,20 1, Populasi DOC (Ekor) Hasil Produksi (Kg) Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 9, Penerimaan total yang diperoleh peternak mandiri lebih kecil daripada peternak plasma pada skala I dan skala II. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diperoleh peternak mandiri baik pada skala usaha I maupun skala usaha II lebih besar dibandingkan peternak plasma. Hal ini disebabkan rata-rata biaya tunai dan biaya total yang diperoleh peternak mandiri lebih kecil dibandingkan peternak plasma. Adanya perbedaan pendapatan yang diperoleh masing-masing peternak disebabkan oleh FCR, tingkat mortalitas, dan rata-rata bobot badan per ekor. Manajemen usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri lebih baik (economies of scale) dibandingkan performa manajemen usahaternak ayam ras pedaging pada peternak plasma. Hal ini trelihat dari rendahnya tingkat mortalitas dan FCR pada peternak mandiri. Skala II lebih baik dari skala I karena semakin besar skala maka akan semakin kecil pula unit cost. Berdasarkan Tabel 9, dari nilai R/C rasio, maka kegiatan usahaternak ayam ras pedaging yang dilakukan peternak pada masing-masing skala usaha sama-sama menguntungkan untuk diusahakan. Nilai R/C rasio usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak plasma baik pada skala usaha I maupun skala usaha II. Pada skala usaha I, nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total peternak mandiri adalah 1,27 dan 1,22, artinya setiap satu rupiah biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan peternak mandiri menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,27/kg dan Rp 1,22/kg. Skala usaha II, nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total peternak mandiri adalah 51

66 1,31 dan 1,27, artinya setiap satu rupiah biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan peternak mandiri menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,31/kg dan Rp 1,27/kg. Perbedaan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total yang diperoleh peternak mandiri dan peternak plasma karena adanya perbedaan rata-rata penerimaan per kg dan biaya yang dikeluarkan. Secara keseluruhan kegiatan usahaternak ayam ras pedaging yang dilakukan peternak mandiri lebih menguntungkan dibandingkan peternak plasma karena manajemen usahaternak peternak mandiri yang baik. Berdasarkan masing-masing skala usaha maka peternak pada skala usaha II lebih menguntungkan dibandingkan peternak pada skala usaha I karena unit cost akan semakin kecil pada skala usaha yang semakin besar sehingga pendapatan semakin besar. Dalam analisis pendapatan usahaternak ayam ras pedaging juga dilakukan uji beda pendapatan antara peternak plasma dan peternak mandiri yang terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total menurut tipe peternak dan skala usaha. Hasil uji beda pendapatan usahaternak ayam ras pedaging menurut tipe peternak dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging per Kg Output Menurut Tipe Usaha di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 No. Tipelogi Usaha Mean Std. Deviation Std. Error Sig. 1. PD Tunai Mandiri 3.300, ,64 202,77 2. PD Tunai Plasma 2.296,09 864,16 136,64 0,09 3. PD Total Mandiri 3.119, ,64 209,89 0,04 4. PD Total Plasma 2.190,64 854,24 135,06 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 10, pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma menghasilkan nilai statistik uji t yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 10 persen, yaitu sebesar 0,09 dan Hal ini berarti secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak 52

67 plasma (terima H 0 ). Perbedaan yang signifikan terhadap pendapatan tunai dan total pada peternak mandiri dan plasma karena biaya sarana produksi dan manajemen teknis. Sarana produksi peternak plasma lebih mahal terutama pada komponen biaya pakan dan Day Old Chick (DOC) karena peternak plasma membeli sarana produksi kepada inti secara kredit dan biaya yang dikeluarkan ternasuk biaya tranportasi mengantar sarana produksi. Manajemen teknis peternak mandiri lebih baik dari peternak plasma karena mortalitas dan Feed Convertion Ratio (FCR) lebih rendah sehingga biaya tunai peternak mandiri lebih rendah. Uji beda pendapatan usahaternak ayam ras pedaging juga dibedakan berdasarkan skala usaha, yaitu < dan ekor. Hasil uji beda pendapatan usahaternak ayam ras pedaging per kg output menurut skala usaha < ekor dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging per Kg Output Menurut Skala Usaha < Ekor di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 No. Skala Usaha I Mean Std. Deviation Std. Error Sig. 1. PD Tunai Mandiri 3.060, ,75 236,97 0,31 2. PD Tunai Plasma 2.228,25 855,27 178,34 3. PD Total Mandiri ,21 4. PD Total Plasma Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 13, pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma menghasilkan nilai statistik uji t yang lebih besar dari nilai alfa (α) 10 persen, yaitu sebesar 0,31 dan 0,21. Hal ini berarti secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma (terima H 0 ). Pendapatan tunai dan total pada peternak mandiri dan plasma pada skala I tidak berbeda jauh karena berada pada skala yang sama. Semakin kecil skala usahaternak ayam ras pedaging maka akan semakin besar pula biaya per kg output. Hasil uji beda pendapatan usahaternak ayam ras pedaging per kg output menurut skala usaha 5000 ekor dapat dilihat pada Tabel

68 Tabel 12. Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging per Kg Output Menurut Skala Usaha 5000 Ekor di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 No. Skala Usaha II Mean Std. Deviation Std. Error Sig. 1. PD Tunai Mandiri 3.779, ,89 349,40 0,45 2. PD Tunai Plasma 2.387,88 893,81 216,78 3. PD Total Mandiri 3.692, ,94 362,06 0,37 4. PD Total Plasma 2.327,99 896,13 217,34 Berdasarkan Tabel 12, skala usaha ekor, pendapatan atas biaya Sumber: Data Primer, 2012 tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma menghasilkan nilai statistik uji t yang lebih besar dari nilai alfa (α) 10 persen, yaitu sebesar 0,45 dan 0,37. Hal ini berarti secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma (terima H 0 ). Pendapatan tunai dan total pada peternak mandiri dan plasma pada skala II tidak berbeda jauh karena berada pada skala yang sama. Semakin besar skala usahaternak ayam ras pedaging maka akan semakin besar pula biaya per kg output. Selain itu, uji beda pendapatan usahaternak ayam ras pedaging juga dibedakan berdasarkan tipe peternak pada skala usaha yang berbeda, yaitu peternak mandiri pada < dan ekor dan peternak plasma pada < dan ekor. Adapun hasil uji beda pendapatan usahaternak ayam ras pedaging per kg output menurut tipe peternak mandiri pada skala usaha < dan ekor dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging per Kg Output Menurut Tipe peternak Mandiri Antar Skala di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 No. Peternak Mandiri Mean Std. Deviation Std. Error Sig. 1. PD Tunai Mandiri < ,79 2. PD Tunai Mandir i PD Total Mandiri < ,75 4. PD Total Mandiri Sumber: Data Primer, 2012 Tabel 13 menunjukkan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma menghasilkan nilai statistik uji t yang lebih besar dari nilai alfa (α) 10 persen, yaitu sebesar 0,79 dan 0,75. Hal ini berarti 54

69 secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma (terima H 0 ). Pendapatan tunai dan total pada peternak mandiri skala I dan skala II tidak berbeda jauh karena paket manajemen teknis yang digunakan sama. Kebebasan mencari sarana produksi yang lebih murah pada peternak mandiri pada skala I dan skala II sama sehingga pendapatan tunai dan total tidak berbeda jauh. Hasil uji beda pendapatan usahaternak ayam ras pedaging per kg output menurut tipe peternak plasma pada skala usaha < dan ekor dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Uji Beda Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging per Kg Output Menurut Tipe peternak Plasma Antar Skala di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 No. Peternak Plasma Mean Std. Deviation Std. Error Sig. 1. PD Tunai Plasma < ,25 855, ,60 2. PD Tunai Plasma ,88 893,81 216,78 3. PD Total Plasma < ,12 827, ,48 0,52 4. PD Total Plasma ,99 896,13 217,34 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 14, pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma menghasilkan nilai statistik uji t yang lebih besar dari nilai alfa (α) 10 persen, yaitu sebesar 0,60 dan 0,50. Hal ini berarti secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri dan peternak plasma (terima H 0 ). Pendapatan tunai dan total pada peternak plasma skala I dan skala II tidak berbeda jauh karena paket manajemen teknis yang digunakan sama. Peternak plasma pada skala I dan skala II melakukan pembelian sarana produksi kepada inti dengan harga yang diatur kontrak sehingga pendapatan tunai dan total tidak berbeda jauh. 55

70 VII. SIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan Berkaitan dengan penelitian tentang analisis struktur biaya dan pendapatan usahaternak ayam ras pedaging dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Struktur biaya terbesar dalam usahaternak ayam yaitu biaya pakan dan Day Old Chick (DOC) baik berdasarkan tipologi peternak maupun skala usaha. Berdasarkan tipelogi dan skala usaha unit cost peternak madiri lebih kecil dari peternak plasma. Biaya tunai peternak plasma yang lebih tinggi karena peternak plasma membeli sarana produksi ke inti secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dan manajemen usahaternak yang kurang baik terlihat dari tingginya tingkat Feed Convertion Ratio (FCR) dan mortalitas. Berdasarkan masing-masing skala usaha, unit cost pada peternak skala II (populasi 5000 ekor) lebih kecil dibanding dengan peternak skala I (populasi <5000 ekor) karena semakin besar skala usaha akan semakin kecil unit cost. 2. Hasil pendapatan atas biaya tunai dan biaya total berdasarkan tipelogi dan skala usaha yang diperoleh peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak plasma. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total pada peternak mandiri lebih besar daripada peternak plasma, maka kegiatan usahaternak yang dilakukan peternak mandiri lebih menguntungkan dibandingkan peternak plasma. Peternak mandiri skala II (populasi 5000 ekor) mempunyai pendapatan tunai, pendapatan total dan R/C rasio terbesar, sedangkan peternak plasma skala I (populasi <5000 ekor) mempunyai pendapatan tunai, pendapatan total dan R/C rasio terkecil. Pendapatan atas biaya tunai dan biaya total berdasarkan tipologi peternak terdapat perbedaan nyata, sedangkan berdasarkan skala tidak terdapat perbedaan nyata. 56

71 3. Secara keseluruhan kegiatan usahaternak ayam ras pedaging yang dilakukan peternak mandiri lebih menguntungkan dibandingkan peternak plasma. Berdasarkan masing-masing skala usaha, peternak pada skala usaha II lebih menguntungkan dibandingkan peternak pada skala usaha I. Peternak mandiri pada skala usaha II (populasi 5000 ekor) paling baik karena mempunyai pendapatan terbesar dan unit cost terkecil. Peternak mandiri mempunyai manajemen usahaternak yang baik sehingga tingkat Feed Convertion Ratio (FCR) dan mortalitas rendah. Skala usaha yang semakin besar akan menyebabkan semakin kecil unit cost. b. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan diperoleh saran sebagai berikut: 1. Peningkatan peran Dinas Peternakan di Kecamatan Pamijahan dalam penyuluhan manajemen budidaya ayam ras pedaging yang dapat membimbing peternak sehingga peternak mempunyai manajemen usahaternak yang baik. 2. Inti memberikan insentif berupa bonus pada peternak plasma yang mempunyai manajemen budidaya usahaternak ayam ras pedaging yang baik. Hal ini ditunjukkan tingkat mortalitas dan Feed Convertion Ratio (FCR) rendah. 3. Sebaiknya peternak memilih skala usahaternak yang lebih menguntungkan agar unit cost lebih kecil sehingga pendapatan yang diterima lebih besar. 57

72 DAFTAR PUSTAKA Amrullah. I Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi KPP IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik Populasi Ternak. Diakses: 29 Februari Boediono Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta. Cahyono B Cara Meningkatkan Budidaya Ayam. Ras Pedaging (Broiler). Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor Populasi Ayam Ras Pedaging Tingkat Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun Bogor. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Populasi Ayam Ras Pedaging Tingkat Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun Diakses: 29 Februari Direktorat Jenderal Peternakan Populasi dan Produksi Ayam Ras Pedaging Tingkat Provinsi Tahun Diakses: 29 Februari Fadilah R Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler di Daerah Tropis. Agromedia Pustaka. Jakarta. Fadilah R, Agustin P, Sjamsirul A, Eko P Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta. Ginting M Analisis Tingkat Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi Perusahaan Peternakan Ayam Broiler PT. Prima Karsa di Bogor (Studi Kasus di Empat Lokasi Kandang) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Girisonta Beternak Ayam Pedaging. Kanisius. Yogyakarta. Hanafie R Pengantar Ilmu Pertanian. Andi. Yogyakarta. Imaduddin R Analisis Kemitraan Pola Perusahaan Inti Rakyat Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Kasus PT. Ciomas Adisatwa Sukabumi) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kadarsan HW Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kecamatan Pamijahan Data Pokok Kecamatan Pamijahan. Bogor. Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO Pengantar Mikroekonomi. Terjemahan. Jilid Satu. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara. Jakarta. 58

73 Nicholson W Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasi. Terjemahan. Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta. Pakarti SIB Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Tingkat Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Studi Kasus Pada Kelompok Peternak Plasma Poultry Shop Jaya Broiler di Kabupaten Kuningan. Jawa Barat) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rahardi F, Hartono R Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf M Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta. Ritonga EZ Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Peternakan Ayam Ras Pedaging Kelompok Bina Usaha Tani Muslim (KBTM) Desa Cilodong, Depok [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Rommie Agribisnis Peternakan Ayam Ras Pedaging dan Analisis Keuntungan Serta Efisiensi di Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Saodah. O Analisis Pola Kemitraan dan Kelayakan Usaha Peternak Plasma pada Kegiatan Agribisnis Ayam Broiler (Studi Kasus di Desa PurwasariKecamatan Garawangi Kabupaten Kuningan) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Analisis usahatani. UI Press. Jakarta. Suharno B Kiat Sukses Berbisnis Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Sumardjo Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Surono YI Analisis Perbandingan Efisiensi Peternakan Ayam Ras Pedaging Skala Kecil dan Skala Besar [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutawi Agribisnis Peternakan. Universitas Muhammadiyah. Malang Press. Malang. Tobing J Studi Kemitraan Pola Perusahaan Inti-Rakyat Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Bogor dan Tanggerang [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yunus R Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulewesi Tengah [Tesis]. Universitas Diponogoro. Semarang. 59

74 Walpole, RE Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Windharsari, LD Kajian Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Karanganyar: Membandingkan Pola Kemitraan dan Pola Mandiri [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60

75 LAMPIRAN 61

76 Lampiran 1. Laju Pertumbuhan Pruduk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (%) di Indonesia Tahun No Lapangan Usaha Rataan 1. Pertanian, Peternaklan, Kehutanan, Perikanan 3,36 3,47 4,83 3,96 2, a. Bahan Makanan 2,98 3,35 6,06 4,97 1, b. Perkebunan 3,79 4,55 3,67 1,73 3, c. Peternakan 3,35 2,36 3,52 3,45 4, d. Kehutanan ,82 2, e. Perikanan 6,90 5,39 5,07 4,16 6, Pertambangan dan Penggalian 1,70 1,93 0,71 4,47 3, Industri Pengolahan 8,20 9,76 7, , Listrik, Gas, Air Bersih 5,76 10,33 10,93 14,29 5, Konstruksi 8,34 8,53 7,55 7,07 6, Perdagangan, Hotel & Restoran 6,42 8,93 6,87 1,28 8, Pengangkutan dan Komunikasi 14,23 14,04 16,57 15,85 13, Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 5,47 7,99 8,24 5,21 5, Jasa-jasa 6,16 6,44 6,24 6,42 6, Produk Domestik Bruto 5,50 6,35 6,01 4,63 6, Sumber: [Diakses tanggal 29 Februari 2012] Lampiran 2. Perkembangan Populasi Ayam Ras Pedaging di Indonesia Tahun No. Tahun Populasi (000) ekor Laju Pertumbuhan (%) , , , , , , , , , , ,29 Rataan ,39 Sumber: [Diakses tanggal 29 Februari 2012] 62

77 Lampiran 3. Perkembangan Produksi Daging Ternak di Indonesia Tahun Jenis Ternak Tahun 2006 (ribu ton) Produksi Daging Ternak Tahun 2007 (ribu ton) Tahun 2008 (ribu ton) Tahun 2009 (ribu ton) Kontribusi (%) Ayam Buras 341,3 294,8 273,5 247, Ayam Ras Pedaging 861,3 942, , , Ayam Ras Petelur 57,6 58,2 57,3 55, Babi 196,0 225,9 209,8 200, Domba 75,2 56,9 47,0 54, Itik 24,5 44,1 31,0 25, Kerbau 43,9 41,8 39,0 34, Kuda 2,3 2,0 1,8 1, Sapi 395,84 339,5 392,5 409, Total Sumber: [diakses tanggal 29 Februari 2012] Lampiran 4. Kontribusi Populasi Ayam Broiler Jawa Barat Terhadap Nasional Tahun Tahun Jawa Barat (Ekor) Nasional (Ekor) Kontribusi (%) , , , , , , , , , , ,48 Sumber: [diakses tanggal 29 Februari 2012] Lampiran 5. Perkembangan Populasi Ayam Broiler (ekor) Tahun di Kabupaten Bogor Tahun Populasi Pertumbuhan(%) , , , , ,92 Rataan ,56 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,

78 Lampiran 6. Populasi Ayam Ras Pedaging Tingkat Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 No. Kabupaten/Kota Ayam Ras Pedaging (ekor) (%) 1. Kab. Bogor ,01 2. Kab. Sukabumi ,43 3. Kab. Cianjur ,71 4. Kab. Bandung ,93 5. Kab. Garut ,64 6. Kab. Tasikmalaya ,29 7. Kab. Ciamis ,70 8. Kab. Kuningan ,63 9. Kab. Cirebon , Kab. Majalengka , Kab. Sumedang , Kab. Indramayu ,59 13 Kab. Subang , Kab. Purwakarta , Kab. Karawang , Kab. Bekasi , Kab. Bandung Barat , Kota Bogor , Kota Sukabumi , Kota Bandung , Kota Cirebon , Kota Bekasi , Kota Depok ,76 24 Kota Cimahi , Kota Tasikmalaya , Kota Banjar ,24 JUMLAH ,00 Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,

79 Lampiran 7. Populasi Ayam Ras Pedaging Tingkat Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2010 No. Kecamatan Ayam Ras Pedaging (ekor) Persentase 1. Dramaga ,85 2. Ciomas 0 0,00 3. Tamansari ,17 4. Rancabungur ,55 5. Ciampea ,35 6. Tenjolaya ,36 7. Pamijahan ,50 8. Cibungbulang ,68 9. Leuwiliang , Leuwisadeng , Nanggung , Sukajaya , Parung , Gunung Sindur , Ciseeng , Kemang , Rumpin , Cisarua , Megamendung , Ciawi , Caringin , Cigombong , Cijeruk , Cibinong , Bojong Gede , Tajur Halang 0 0, Babakan Madang , Sukaraja , Jonggol , Sukamakmur , Cariu , Tanjungsari , Jasinga , Tenjo , Parung Panjang , Cigudeg , Gunung Putri 0 0, Cileungsi , Citereup 0 0, Klapa Nunggal ,84 Jumlah ,00 Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor,

80 Lampiran 8. Rincian Biaya Peternak Kemitraan Plasma (Rp/Kg) di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Populasi DOC Pakan TKLK Listrik Biaya Tunai Bahan bakar Pemeliharaan Kandang Sekam OVK Total Biaya Tunai 66 Penyusutan peralatan Biaya Non Tunai Penyusutan Kandang Sumber: Data Primer,2012 TKDK Total Biaya Non Tunai Total biaya

81 Lampiran 9. Rincian Biaya Peternak Mandiri (Rp/Kg) di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Populasi DOC Pakan TKLK Listrik Biaya Tunai Bahan bakar Pemeliharaan Kandang Sekam OVK Total Biaya Tunai Penyusutan peralatan Biaya Non Tunai Penyusutan Kandang Sumber: Data Primer,2012 TKDK Total Biaya Non Tunai Total biaya 67

82 Lampiran 10. Hasil Uji Beda Pendapatan Menurut Tipe Usaha di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Group Statistics PD TUNAI GRUP TUNAI N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Mandiri Plasma PD TOTAL Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances Sumber: Data Primer, 2012 Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Group Statistics PD TUNAI GRUP TUNAI N Mean Std. Deviation Std. Error Mean PD TUNAI Equal variances assumed Levene's Test for Equality of Variances Equal variances not assumed Sumber: Data Primer, 2012 Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper

83 Lampiran 11. Hasil Uji Beda Menurut Skala Usaha < Ekor di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Group Statistics PD TUNAI GRUP TUNAI N Mean Std. Deviation Std. Error Mean PD TUNA I Equal variance s assumed Equal variance s not assumed Levene's Test for Equality of Variances Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- taile d) Mean Differenc e Std. Error Differenc e Lower Upper Sumber: Data Primer, 2012 Group Statistics GRUP TOTAL N Mean Std. Deviation Std. Error Mean PD TOTAL PD TOTAL Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Sumber: Data Primer, 2012 Lampiran 12. Hasil Uji Beda Menurut Skala Usaha Ekor di Kecamatan Pamijahan Tahun

84 Group Statistics PD TUNAI GRUP TUNAI N Mean Std. Deviation Std. Error Mean PD TUNAI Equal variances assumed Equal variances not assumed Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Sumber: Data Primer, 2012 Group Statistics PD TOTAL GRUP TOTAL N Mean Std. Deviation Std. Error Mean PD TOTAL Equal variances assumed Levene's Test for Equality of Variances Equal variances not assumed Sumber: Data Primer, 2012 Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Lampiran 13. Hasil Uji Beda Pendapatan Peternak Mandiri Antarskala di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Group Statistics 70

85 PD TUNAI GRUP TUNAI N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Mandiri Plasma PD TUNAI Equal variances assumed Levene's Test for Equality of Variances Equal variances not assumed Sumber: Data Primer, 2012 Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper PD TOTAL Group Statistics GRUP TOTAL N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Mandiri Plasma PD TOTAL Equal variances assumed Levene's Test for Equality of Variances Equal variances not assumed Sumber: Data Primer, 2012 Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper

86 Lampiran 14. Hasil Uji Beda Pendapatan Peternak Kemitraan Plasma Antarskala di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Group Statistics PD TUNAI GRUP TUNAI N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Levene's Test for Equality of Variances Independent Samples Test t-test for Equality of Means PD TUNAI Equal variances assumed Equal variances not assumed Sumber: Data Primer, % Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper PD TOTAL Group Statistics GRUP TOTAL N Mean Std. Deviation Std. Error Mean PD TOTAL Equal variances assumed Levene's Test for Equality of Variances Equal variances not assumed Sumber: Data Primer, 2012 Independent Samples Test t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper

87 Lampiran 15. Dokumentasi Penelitian Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 Gambar 1. Kandang Ayam Ras Pedaging Gambar 2. Sarana dan Prasarana Ayam Ras Pedaging Gambar 3. Pemberian Pakan Ayam Ras Pedaging Gambar 4. Masa Pemeliharaan Ayam Ras Pedaging Gambar 5. Penimbangan Ayam Ras Pedaging Gambar 6. Pengangkutan Ayam Ras Pedaging 73

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Menurut Murtidjo (2006), ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR DWIPANCA PRABUWISUDAWAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daging yang baik dan banyak. Ciri khasdaging broilerdibanding daging jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. daging yang baik dan banyak. Ciri khasdaging broilerdibanding daging jenis 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik broiler Rasyaf (2002) broiler adalah ayam jantan dan betina muda yang dijual pada umur dibawah delapan minggu dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

DEFINISI TEORI BIAYA PRODUKSI

DEFINISI TEORI BIAYA PRODUKSI DEFINISI TEORI BIAYA PRODUKSI Biaya produksi adalah sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan- bahan mentah yang akan di gunakan untuk menciptakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, 1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE POLA KEMITRAAN (Studi Kasus di Peternakan Plasma Sri Budi Ratini, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1. Pola Kemitraan CV TMF Kemitraan antara peternak ayam di daerah Cibinong pada dasarnya adalah sama dengan semua kemitraan yang dijalankan di semua daerah kemitraan CV TMF.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha peternakan ayam potong merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan yang dimiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam hasil dari rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging dengan

Lebih terperinci

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN Peluang di bisnis peternakan memang masih sangat terbuka lebar. Kebutuhan akan hewani dan produk turunannya masih sangat tinggi, diperkirakan akan terus

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak VI POLA KEMITRAAN Dramaga Unggas Farm merupakan perusahaan kemitraan ayam broiler yang didirikan pada tanggal 17 Juli 2009. Lokasi kantor perusahaan ini berada di Jl. Raya Dramaga KM 8, Kecamatan Dramaga

Lebih terperinci

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan oleh :

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH

KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH i KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING KELOMPOK BINA USAHATANI MUSLIM (KBTM) Desa Cilodong, Depok

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING KELOMPOK BINA USAHATANI MUSLIM (KBTM) Desa Cilodong, Depok OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING KELOMPOK BINA USAHATANI MUSLIM (KBTM) Desa Cilodong, Depok ENDRI ZUNAIDI RITONGA A14104670 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Ayam Pedaging BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam PENGANTAR Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2014 subsektor peternakan berkontribusi tehadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kerangka Teoritis 2.1.1. Pemasaran Pemasaran menarik perhatian yang sangat besar baik oleh perusahaan, lembaga maupun suatu negara. Terjadi pergeseran kebutuhan sifat dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR HAYU WINDI HAPSARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI 06 164 001 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2011 PERBANDINGAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANG ANYAR: MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI

KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANG ANYAR: MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2012 Vol. 1 No.1 Hal : 65-72 ISSN 2302-6308 KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANG ANYAR: MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI MC ATC AVC AFC Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI Biaya Produksi Slide 2 Biaya adalah dana yang dikeluarkan dalam mengorganisir dan menyelesaikan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Budidaya Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging atau ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

Materi 4 Ekonomi Mikro

Materi 4 Ekonomi Mikro Materi 4 Ekonomi Mikro Teori Produksi Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami analisis ekonomi konsep biaya, biaya produksi jangka pendek dan panjang. Mahasiswa dapat memahami konsep

Lebih terperinci

BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN PRODUCTION SHARING IN BROILER PARTNERSHIP IN PT. X IN MAROS REGENCY, SOUTH SULAWESI PROVINCE Mathina Ranggadatu¹,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Untuk mengetahui dampak kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku (input) dalam industri tempe, akan digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging (Broiler) Ayam Ras pedaging (Broiler) adalah ayam jantan dan betina muda yang umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR Abel Gandhy 1 dan Dicky Sutanto 2 Surya University Tangerang Email: abel.gandhy@surya.ac.id ABSTRACT The

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

Teori Produksi dan Biaya. Pertemuan 5

Teori Produksi dan Biaya. Pertemuan 5 Teori Produksi dan Biaya Pertemuan 5 Fungsi Produksi Fungsi Produksi menunjukkan hubungan antara jumlah faktor produksi (input) yang digunakan dengan jumlah barang atau jasa (output) yang dihasilkan. Short

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

Analisis Usaha Peternakan Ayam Broiler pada Peternakan Rakyat di Desa Karya Bakti, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah

Analisis Usaha Peternakan Ayam Broiler pada Peternakan Rakyat di Desa Karya Bakti, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah Jurnal Ilmu Hewani Tropika Vol 3. No.. Juni 204 ISSN : 230-7783 Analisis Usaha Peternakan Ayam Broiler pada Peternakan Rakyat di Desa Karya Bakti, Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PERANAN KEMITRAAN PADA USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING ALYSA NOVIANA

PERANAN KEMITRAAN PADA USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING ALYSA NOVIANA PERANAN KEMITRAAN PADA USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING ALYSA NOVIANA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja Koperasi Susu Bandung Utara (KPSBU) yang menerapkan mekanisasi pemerahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 214-221 ISSN 1411-0172 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN ANALYSIS OF LIVESTOCK REVENUE AND FEASIBILITY BROILER CHICKENS

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Domestikasi lazim dilakukan dengan budidaya yang bertujuan mendapatkan

II TINJAUAN PUSTAKA. Domestikasi lazim dilakukan dengan budidaya yang bertujuan mendapatkan 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging yang saat ini dikembangkan peternak diseluruh dunia berasal dari ayam hutan liar yang didomestikasi sekitar 8000 tahun yang lalu. Domestikasi lazim

Lebih terperinci

BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI

BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI 5.1. Perilaku Produsen Jika konsumen didefinisikan sebagai orang atau pihak yang mengkonsumsi (pengguna) barang dan jasa maka produsen adalah orang atau pihak yang memproduksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Menurut Suratiyah (2006), modal dapat dibagi dalam dua golongan yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal lancar. Modal tetap adalah modal yang dapat dipergunkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PETERNAK PLASMA AYAM BROILER POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA CIKAHURIPAN PS, KABUPATEN CIAMIS. Oleh PANJI SETIAWAN H

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PETERNAK PLASMA AYAM BROILER POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA CIKAHURIPAN PS, KABUPATEN CIAMIS. Oleh PANJI SETIAWAN H ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PETERNAK PLASMA AYAM BROILER POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA CIKAHURIPAN PS, KABUPATEN CIAMIS Oleh PANJI SETIAWAN H24077040 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Karakteristik Struktur Biaya, Tingkat Pendapatan, Pola Usaha Kemitraan dan Mandiri

ABSTRAK. Karakteristik Struktur Biaya, Tingkat Pendapatan, Pola Usaha Kemitraan dan Mandiri ANALISIS STRUKTUR BIAYA DAN PERBEDAAN PENDAPATAN USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING PADA POLA DAN SKALA USAHA TERNAK YANG BERBEDA DI KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA Bahari, D. I.*, Z. Fanani**, B.

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci