ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR HAYU WINDI HAPSARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 i

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Februari 2013 Hayu Windi Hapsari H ii

3 RINGKASAN HAYU WINDI HAPSARI. Analisis Efisiensi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN. Peternakan merupakan salah satu sub sektor yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan dalam bidang peternakan dapat meningkatkan peran peternakan dalam tata ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan peternak dan menyediakan pangan bagi masyarakat. Industri perunggasan di Indonesia diperkirakan memiliki prospek yang baik. Ternak unggas memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi daging nasional yaitu sebesar persen (Direktorat Jendral Peternakan, 2008). Salah satu komoditas perunggasan yang prospektif untuk dikembangkan adalah ayam ras pedaging atau broiler. Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan tahun 2008, ayam ras pedaging memiliki kontribusi terbesar terhadap total daging unggas nasional yaitu sebesar 67 persen, sedangkan 23 persen dari ayam bukan ras dan sisanya dari ternak unggas lainnya. Berkembangnya industri ayam ras pedaging di Indonesia, didukung oleh pertambahan penduduk, peningkatan pendidikan dan pendapatan, serta kesadaran akan gizi seimbang. Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi terbesar usahaternak ayam ras pedaging di provinsi Jawa Barat dengan proporsi sebesar persen terhadap total produksi ayam ras pedaging di provinsi Jawa Barat (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2011). Kecamatan Gunung Sindur merupakan daerah sentra produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor, yang ditunjukan oleh persentase populasi ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur pada tahun 2010 mencapai 9.65 persen dari total populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor (Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, 2011). Usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur dapat dikelompokan menjadi dua pola, yaitu pola kemitraan dan pola mandiri. Dalam pelaksanaannya, terdapat perbedaan sistem produksi antara peternak kemitraan dan peternak mandiri. Peternak kemitraan mendapat jaminan pasokan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi dari pihak inti, sehingga peternak plasma memiliki resiko harga yang lebih rendah. Namun sebaliknya, peternak mandiri dengan modal sendiri memiliki keleluasaan dalam memperoleh sarana produksi dan pemasaran hasil produksi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging dan menganalisis efisiensi produksi ayam ras pedaging pada peternak mandiri dan peternak kemitraan. Responden dipilih dari tiga lokasi, yaitu Desa Padurenan, Desa Pabuaran, dan Desa Pangasinan. Ketiga lokasi tersebut dipilih secara purposive karena ketiga desa tersebut memiliki jumlah peternak kemitraan terbanyak dari desa lain yang ada di Kecamatan Gunung Sindur. Responden peternak kemitraan diambil secara purposive sejumlah 30 peternak dari data peternak kemitraan yang dipublikasikan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor tahun Peternak mandiri diambil sebanyak 30 peternak dengan teknik snowball sampling. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb Douglas dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan software iii

4 Eviews 7. Analisis efisiensi ekonomi dilakukan dengan menggunakan pendekatan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Hasil analisis menunjukan, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging pada kedua pola peternak adalah pakan dan pemanas. Faktorfaktor produksi yang berpengaruh nyata pada peternak kemitraan selain pakan dan pemanas adalah sekam, kepadatan kandang, dan mortalitas. Pada peternak mandiri faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata hanya pakan dan pemanas. Pada peternak mandiri, penggunaan pakan lebih responsif dari peternak kemitraan, sedangkan pada peternak kemitraan penggunaan pemanas lebih responsif dari peternak mandiri. Hasil analisis efisiensi ekonomi, menunjukan bahwa pada kedua pola peternak belum mencapai efisiensi secara ekonomi. Hal ini ditunjukan dari rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) tidak sama dengan satu atau NPM tidak sama dengan BKM. Untuk mencapai efisiensi ekonomi, faktor produksi yang perlu ditambah pada peternak mandiri adalah pakan dan pemanas, sedangkan pada peternak kemitraan adalah pakan, pemanas, dan sekam. Kata kunci: Usahaternak ayam ras pedaging, fungsi produksi Cobb Douglas, efisiensi ekonomi. iv

5 ANALISIS EFISIENSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR HAYU WINDI HAPSARI (H ) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 v

6 Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor Nama : Hayu Windi Hapsari NRP : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Ujang Sehabudin NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. NIP Tanggal Lulus : vi

7 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ayahanda Drs. Suwondo dan Ibunda Dra. Dwi Sri Hardiningsih atas segala doa, kasih sayang, dan dukungan baik moral maupun spiritual yang telah diberikan selama ini, serta kepada kakak tercinta Prayogo, Ika Cahya H, Dwi Rindra W, Dewi A, dan Ricahya W, yang selalu memberi semangat kepada penulis. 2. Ir. Ujang Sehabudin yang senantiasa dengan penuh ketekunan dan kesabaran membimbing penulis hingga skripsi ini selesai. 3. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi atas kesediaannya menjadi dosen penguji dalam sidang skripsi. 4. Pini Wijayanti, SP, M. Si selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staff pengajar Departemen ESL yang selalu memberikan saran dan masukkan kepada penulis. 5. Peternak responden dan seluruh staf di Kecamatan Gunung Sindur yang telah memberikan informasi selama penelitian kepada penulis. 6. Ayu F, Diani K, S. Fatimatus Z, Singgih W, Dita P, D. Sinta, Stevi P, Dwi Panca, Sutowo, Yoppy, Nur Rizky dan teman-teman ESL 45 seperjuangan lainnya yang selalu memberikan dukungan kepada penulis selama bimbingan skripsi serta kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satupersatu. vii

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat kelulusan Program Sarjana Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Analisis Efisiensi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Penelitian ini berisi mengenai apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging pada peternak kemitraan dan peternak mandiri, serta bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi tersebut baik pada peternak kemitraan maupun peternak mandiri. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk penulis pribadi. Selain itu, penulis juga mengharapkan adanya penelitian lanjutan yang berusaha mengakomodir keterbatasan penelitian ini. Bogor, Februari 2013 Hayu Windi Hapsari H viii

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman DAFTAR GAMBAR.... xiv DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pengelolaan Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging DOC (Day Old Chick) Pakan Tenaga Kerja OVAC (Obat-obatan, Vitamin, dan Vaksin) Pemanas Kandang Konsep Kemitraan Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Usahaternak Teori Fungsi Produksi Fungsi Produksi Cobb Douglas Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Penentuan Jumlah Responden Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas Uji Statistik Uji Asumsi Klasik Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi xi xv ix

10 Definisi Operasional V. GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Kecamatan Gunung Sindur Letak Geografis Kondisi Sosial dan Ekonomi Karakteristik Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Manajemen Budidaya Ayam Ras Pedaging Karakteristik Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Analisis Model Fungsi Produksi Besar Pengaruh Faktor-Faktor Produksi terhadap Produksi Ayam Ras Pedaging Analisis Efisiensi Ekonomi VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP x

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan mandiri di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dengan Penelitian Sebelumnya Metode Analisis Penelitian Penggunaan Lahan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Komposisi Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Karakteristik Perkandangan Peternak Mandiri dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Karakteristik Responden Peternak di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Nilai P-value Statistik Uji Glejser, Chi-Square, VIF dan Nila Jarque-Bera pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Nilai P-value Statistik Uji Glejser, Chi-Square, VIF dan Jarque-Bera pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun xi

12 13. Nilai P-value Statistik Uji Glejser, Chi-Square, VIF dan Jarque-Bera pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Nilai Koefisien Produksi Pada Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara Keseluruhan, Peternak Mandiri dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Tidak Terestriksi Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan, Peternak Mandiri dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Nilai P-value Statistik Uji Glejser, Chi-Square, VIF dan Jarque-Bera pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan, Peternak mandiri, dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan, Peternak Mandiri dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Pedaging Peternak secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun xii

13 23. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun xiii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Fungsi Produksi Neoklasik Alur Kerangka Pemikiran Operasional.. 33 xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. PDB Sektor Pertanian Indonesia Tahun (Miliar Rupiah) Produksi Ayam Ras Pedaging di Indonesia Tahun Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Barat Tahun Pertumbuhan Rata-Rata Produksi Daging Unggas di Kabupaten Bogor Tahun Populasi Ternak Peternak Ayam Ras Pedaging Kabupaten Bogor Tahun Populasi Peternak Plasma Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Data Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun xv

16 14. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Coob Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun xvi

17 26. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Program Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Program Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Program Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun xvii

18 38. Analysis of Variance Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi dan Tidak Terestriksi pada Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan, Peternak Mandiri, dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun Perhitungan NPM dan BKM Produksi Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Perhitungan Input Optimal Produksi Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Dokumentasi Penelitian Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur di Kecamatan Gunung Sindur Tahun xviii

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya kontribusi peternakan pada perekonomian Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011), sub sektor ini penyumbang ke-4 PDB pada sektor pertanian yaitu dengan nilai rata-rata persen dari tahun 2004 sampai tahun 2011 (Lampiran 1). Pembangunan peternakan merupakan pembangunan nasional yang sangat penting. Menurut Cahyono (1996), pembangunan dalam bidang peternakan dapat meningkatkan peran peternakan dalam tata ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan peternak dan penyediaan pangan bagi masyarakat dalam jumlah yang mencukupi dengan mutu yang baik. Peternakan unggas di Indonesia memiliki peranan yang penting dalam pembangunan peternakan dalam pemenuhan kebutuhan pangan hewani. Saat ini ternak unggas memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi daging nasional yaitu persen, kemudian daging sapi sebesar persen. Kontribusi daging unggas terhadap daging nasional tersebut, sebanyak 67 persen disediakan oleh ayam ras, 23 persen dari ayam bukan ras dan sisanya dari ternak unggas lainnya (Direktorat Jendral Peternakan, 2008). Menurut Mulyantini (2010), masih terdapat beberapa kendala yang dalam pengembangan perunggasan di Indonesia diantaranya adalah tingginya harga pakan, hal tersebut dikarenakan bahan baku pakan masih diimpor. Namun demikian, industri perunggasan di Indonesia diperkirakan memiliki prospek yang baik karena masih terjadinya pertambahan 1

20 penduduk, peningkatan pendidikan dan pendapatan, serta kesadaran akan gizi seimbang. Pendapatan dan pertambahan penduduk di Indonesia memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan asupan protein hewani masyarakat Indonesia dari gram/hari di tahun 2009 sampai gram/hari di tahun Pendapatan perkapita nasional pada tahun 2009 yaitu Rp 8.9 juta, kemudian meningkat menjadi Rp 9.8 juta di tahun Di sisi lain, antara tahun 2009 sampai tahun 2011, jumlah penduduk meningkat dari 227 juta jiwa menjadi 238 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2012). Salah satu komoditas perunggasan yang prospektif untuk dikembangkan adalah peternakan ayam ras pedaging atau broiler. Hal tersebut didukung oleh karakteristik produknya yang banyak diminati oleh masyarakat yang memiliki kandungan gizi dan vitamin yang cukup tinggi serta harganya yang relatif rendah jika dibandingkan dengan daging lainnya. Selain itu, peternakan ayam ras pedaging merupakan usaha yang sangat strategis karena kecepatan pertumbuhannya yang relatif singkat. Ayam ras pedaging mampu menghasilkan daging seberat kg dalam usia 5 hingga 6 minggu (Mulyantini, 2011). Berkembangnya usahaternak ayam ras pedaging bermula dari peternakan yang dikelola secara mandiri dengan skala kecil yang tujuannya hanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan ekonomi, usahaternak ayam ras pedaging mulai dikembangkan dari skala menengah sampai skala besar. Usahaternak ayam ras pedaging berkembang pesat di Indonesia dan salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat. Pada tahun , Jawa Barat memiliki persentase produksi rata-rata terbesar yaitu

21 persen terhadap total produksi daging ayam ras pedaging di Indonesia (Lampiran 2). Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi terbesar usahaternak ayam ras pedaging di Jawa Barat. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada persentase populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 yang besarnya mencapai persen, sedangkan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Subang memiliki persentase sebesar persen dan 7.94 (Lampiran 3). Meningkatnya industri olahan ternak mendorong berkembangnya usahaternak ayam ras pedaging, khususnya bagi daerah sentra produksi seperti Kabupaten Bogor. Peningkatan jumlah industri pengolahan daging di Indonesia dari 18 unit usaha menjadi 25 unit usaha dari tahun 2009 sampai tahun Pertumbuhan rata-rata produksi daging ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor dari tahun 2009 sampai tahun 2011 sebesar persen. Pertumbuhan rata-rata tersebut paling besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata produksi daging ayam buras yaitu sebesar persen dan pertumbuhan rata-rata produksi daging itik sebesar persen (Lampiran 4). Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Bogor adalah daerah pengembangan usahaternak ayam ras pedaging. Kecamatan Gunung Sindur merupakan daerah sentra produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor, hal tersebut dapat ditunjukan pada besarnya persentase populasi ayam ras pedaging yang mencapai 9.65 persen dari total populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor (Lampiran 5). Peternakan ayam ras pedaging di Kecamata Gunung Sindur mengembangkan usahaternaknya dengan dua pola, yaitu pola kemitraan dan pola mandiri. Kemitraan yang 1 IPB Convention Center Prospek Industri Pangan di Indonesia [diakses pada tanggal 26 September 2012] 3

22 terbentuk merupakan kerjasama yang terjalin antara peternak rakyat dengan perusahaan inti. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 3 No. 44 Tahun 1997, mengenai peraturan pemerintah tentang kemitraan menyatakan bahwa perusahaan inti memiliki kewajiban dalam (1) penyediaan dan penyiapan lahan, penyediaan sarana produksi, (2) pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, (3) perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan, (4) pembiayaan, dan (5) pemberian bantuan lainnya yang diperlukan bagi efisiensi dan produktivitas usaha. Kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati (Hafsah, 2000). Peternak mandiri adalah peternak rakyat dimana modal yang digunakan merupakan modal sendiri, keuntungan maupun risiko sepenuhnya ditanggung sendiri dan bebas memasarkan hasil produksinya. Adapun beberapa alasan dilakukannya kemitraan karena terkait masalah distribusi DOC dan pakan yang kurang lancar, hal tersebut akan mempengaruhi waktu dan masa berproduksi ayam ras pedaging atau tidak tepat waktu dalam berproduksi dan menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan akan lebih besar. Selain itu, kepemilikan modal yang kecil dan pemasaran hasil yang kurang lancar juga merupakan kendala bagi peternak rakyat untuk mengembangkan usahanya. Menurut Hafsah (2000), bagi perusahaan inti masalah yang sering terjadi terkait dengan inefisiensi penggunaan tenaga kerja atau pemborosan tenaga kerja. Kelebihan dalam penggunaan tenaga kerja akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan. Oleh karena itu dengan bermitra, peternak mempunyai pemasok sarana produksi dan terjaminnya pemasaran hasil produksi. Bagi perusahaan inti, kemitraan mampu mengoptimalkan penggunaan tenaga 4

23 kerja. Namun, ada juga alasan peternak masih melakukan usahaternak secara mandiri karena modal yang digunakan sepenuhnya modal sendiri, sehingga keuntungan yang diperoleh juga akan sepenuhnya diterima oleh peternak. Pendapatan yang diperoleh peternak merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diperoleh peternak akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuan peternak itu sendiri dalam mengalokasikan faktor-faktor yang dimilikinya. Kemampuan peternak dalam mengelola usahanya merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya efisiensi ekonomis dan tingkat keuntungan optimal. Kemitraan yang dilakukan diperkirakan dapat meningkatkan efisiensi dalam hal penyediaan input produksi atau modal usaha, namun peternak mandiri dengan modal sendiri akan cenderung bertindak lebih efisien karena keterbatasan modal yang dimilikinya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai bagaimana baik peternak mandiri dan peternak kemitraan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi yang dimilikinya dalam mencapai tingkat efisiensinya Perumusan Masalah Modal menjadi syarat penting yang harus dipenuhi dalam melakukan usahaternak, namun bagi sebagian peternak rakyat modal menjadi sebuah kendala untuk mengembangkan usahaternaknya. Kepemilikan modal yang kecil menyebabkan peternak rakyat tidak mampu bersaing dengan peternakan besar. Peternakan besar memiliki modal yang besar dan mampu memasok pakan dan DOC dalam jumlah banyak dari industri sapronak dengan harga yang lebih murah, sehingga dengan biaya produksi yang lebih rendah peternakan besar mampu menekan harga jual ayam di pasar. 5

24 Kemitraan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan peran peternak rakyat dalam perekonomian dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan bagi peternak rakyat. Menurut Hafsah (2000), tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit adalah: (1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) peningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan nasional, (5) memperluas kesempatan kerja, dan (6) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Kemitraan yang terbentuk di Kecamatan Gunung Sindur adalah bentuk kemitraan inti plasma. Kemitraan inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Menurut Hafsah (2000), melalui model inti plasma akan tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan, pemberdayaan peternak rakyat di bidang teknologi, modal, kelembagaan sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan kualitas sesuai standar yang diperlukan, serta beberapa peternak rakyat yang dibimbing oleh inti mampu memenuhi skala ekonomi sehingga dapat dicapai tingkat efisiensi. Prinsip pola kemitraan inti plasma pada dasarnya peternak plasma menyediakan tenaga kerja dan kandang sedangkan sarana produksi seperti DOC, pakan, obat-obatan disediakan oleh pihak inti dan semua biaya sarana produksi tersebut diperhitungkan setelah panen dilakukan. Meskipun di Kecamatan Gunung Sindur sebagian besar merupakan peternak kemitraan, namun masih terdapat beberapa peternak yang mengusahakan ayam ras pedaging secara mandiri dan 6

25 beberapa peternak keluar dari kemitraan dan kembali sebagai peternak mandiri. Hal tersebut dikarenakan kemitraan yang dilakukan tidak sesuai perjanjian yang telah disepakati seperti kerugian yang seharusnya ditanggung bersama hanya ditanggung oleh peternak selain itu harga sarana produksi dan harga jual ayam masih bersifat transparan. Berbeda prinsip dengan peternak plasma, peternak mandiri menjalankan kegiatan usahanya secara mandiri dimana sebagian besar kebutuhan termasuk permodalan disusahakan sendiri oleh peternak dan segala risiko juga ditanggung sendiri serta keuntungan yang diperoleh diterima sepenuhnya oleh peternak. Dalam pemasaran hasil, peternak mandiri mempunyai beberapa alternatif untuk menjual hasil produksinya, sedangkan peternak plasma wajib menjual hasil produksinya kepada pihak inti. Pendapatan peternak ayam ras pedaging baik peternak palsma maupun peternak mandiri sangat ditentukan oleh kombinasi faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi yang serasi diharapkan dapat meningkatkan tingkat efisiensi, sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Dalam pelaksanaannya, terdapat perbedaan sistem produksi antara peternak kemitraan dan peternak mandiri. Peternak kemitraan dengan ketersediaan modal berupa suatu paket sarana produksi dari pihak inti sehingga mampu memenuhi skala ekonomi, sedangkan peternak mandiri dengan keterbatasan modal apakah mampu bertindak lebih efisien dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana efisiensi usaha peternakan ayam ras pedaging pada pola kemitraan dan pola mandiri. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 7

26 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahaternak ayam ras pedaging pola kemitraan dan pola mandiri di Kecamatan Gunung Sindur? 2. Bagaimana efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahaternak ayam ras pedaging pola kemitraan dan pola mandiri di Kecamatan Gunung Sindur? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging pada peternak mandiri dan peternak kemitraan di Kecamatan Gungung Sindur. 2. Menganalisis tingkat efisiensi faktor-faktor produksi usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri dan peternak kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Manfaat Penelitian Secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-fakor apa saja yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan dan peternak mandiri di Kecamatan Gunung Sindur dan tingkat efesiensinya. Adapun manfaat khusus dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi peternak ayam di Kecamatan Gunung Sindur dan pihak yang berkepentingan dalam pengembangan usahaternak ayam ras pedaging. 2. Memberikan informasi kepada pihak lain sebagai bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya. 8

27 3. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Dinas Peternakan setempat dan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan peternakan yang berkaitan dengan pengembangan usahaternak ayam ras pedaging Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini dilakukan di Desa Padurenan, Desa Pangasinan, dan Desa Pabuaran, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. 2. Periode produksi usahaternak ayam ras pedaging yang diteliti merupakan periode terakhir usahatenak pada bulan April Peternak yang diwawancarai merupakan peternak plasma atau peternak kemitraan dan peternak mandiri. 9

28 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging atau yang disebut juga ayam broiler adalah ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas sebagai penghasil daging. Pertumbuhannya cepat dengan konversi makanan yang irit, dan siap dipotong pada usia yang relatif muda, yaitu hanya 5-6 minggu sudah dapat dipanen, dengan berat badan antara kg/ekor. Ayam ras pedaging yang baik yaitu ayam yang sehat, berbulu baik, berkualitas baik, perbandingan antara tulang, dan daging seimbang (proporsional) (Mulyantini, 2011). Mulyantini (2011) menyatakan bahwa, jenis ayam broiler merupakan jenis ayam ras unggulan hasil persilangan dari bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Jenis strain ayam ras pedaging dengan produktivitas yang baik beredar di pasaran, diantaranya adalah: CP 707, Hyline, Hubbard, Missouri, Hybro, Shaver Starbo, Super 77, Arbor Acress, Tegel 70, Cornish, ISA brown, Hypeco, Sussex, Cobb, Bromo, Kim Cross, Wonokoyo, Ross Marshall, Lohman, dan Euribird. Ayam ras pedaging baru dikenal di Indonesia sejak tahun 1980-an, dan telah dikembangkan dengan pesat dibeberapa negara. Adapun manfaat memelihara ayam ras pedaging adalah: (1) menyediakan kebutuhan protein hewani, (2) menyediakan tenaga kerja, (3) investasi, (4) mencakupi kebutuhan keluarga, dan (5) sebagai hasil tambahan dari usahaternak ayam ras pedaging berupa tinja yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk kandang. 10

29 2.2. Pengelolaan Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging Pengelolaan faktor-faktor produksi peternakan antara lain pengelolaan tenaga kerja, bibit ayam (DOC), kandang, dan penanggulangan penyakit. Faktorfaktor tersebut saling mempengaruhi, sehingga harus diperhatikan oleh para peternak (Rahardi dan Hartono, 2003). Menurut penelitian Yunus (2009), faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging antara lain DOC, pakan, OVAC, tenaga kerja, listrik, bahan bakar dan luas kandang. Adapun menurut penelitian Kusuma (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging antara lain tenaga kerja, DOC, kandang, pakan, obat-obatan, dan vaksin DOC (Day Old Chick) Bibit memegang peranan penting untuk menghasilkan produk, baik jumlah maupun mutu produk. Ketersediaan bibit harus senantiasa ada untuk menjamin kelangsungan produksi. Tidak hanya itu, kontinuitas pasokan bibit juga harus dijaga dan dikontrol. Guna menjaga kelangsungan produksi ternak, sebaiknya usaha peternakan memiliki pemasok bibit ternak tetap. Seperti usaha peternakan ayam ras pedaging, diperlukan pasokan DOC secara kontinu untuk setiap periode produksi (Rahardi dan Hartono, 2003). Menurut Rahardi dan Hartono (2003), selain kontinuitas kualitas bibit juga harus menjadi perhatian bagi para peternak. Kontribusi bibit dalam penampilan produksi ternak yang bermutu baik sebesar 30 persen. Bibit yang berkualitas baik dapat diketahui dari catatan produknya dan secara langsung dapat dilihat dari penampilan fisiknya. Bibit DOC yang baik dapat dipilih berdasarkan penampilannya secara umum dari luar (general appearance) adalah sebagai berikut: (1) bebas dari penyakit (free diseases), (2) berasal dari induk yang matang 11

30 umur dan dari pembibit yang berpengalaman, (3) DOC terlihat aktif, (4) DOC memiliki kekebalan tubuh yang tinggi, (5) kaki besar dan basah seperti berminyak, (6) bulu cerah, tidak kusam, dan penuh, (7) anus bersih, tidak ada kotoran atau pasta putih, (8) keadaan tubuh ayam normal, dan (9) berat badan sesuai standar strain, biasanya diatas 37 gram Pakan Pakan adalah campuran beberapa bahan pakan yang mengandung nutrient yang lengkap dan disusun dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan zat gizi unggas yang mengkonsumsinya (Mulyantini, 2010). Menurut Rahardi dan Hartono (2003), pakan merupakan sapronak penting dalam produksi ternak. Diperkirakan biaya pakan dapat mencapai persen dari total biaya produksi. Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan, waktu pemberian, dan konsentrasi pakan yang diberikan ternak. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah tercukupinya kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Kebutuhan zat tersebut bagi ternak sangat dibutuhkan untuk perkembangan, pertumbuhan, dan kebutuhan aktivitas. Pemberian pakan dilakukan secara teratur dengan jumlah yang sesuai kebutuhan ternak. Kelebihan atau kekurangan akan berdampak kurang baik pada ternak dan berdampak pada efisiensi dalam produksi (Rahardi dan Hartono, 2003). Pemberian pakan ayam ras pedaging terdapat dua fase yaitu, fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu). Namun, beberapa perusahaan juga menggolongkan pakan ras pedaging dalam tiga fase, yaitu pakan starter ayam dari umur 1-18 hari, pakan grower hari dan pakan finisher (Mulyantini, 2011). Pada penelitian Kusuma (2005), peternak ayam ras pedaging 12

31 tidak menggunakan tiga jenis pakan (pakan starter, grower dan pakan finisher), namun hanya menggunakan satu jenis pakan starter dari umur satu hari hingga 35 hari. Rata-rata pakan yang habis digunakan untuk setiap ekor ayam non probiotik adalah kg Tenaga Kerja Menurut Rahardi dan Hartono (2003), tenaga kerja dalam usaha peternakan dapat berasal dari tenaga kerja sendiri dan tenaga kerja dari luar. Tenaga kerja sendiri, terdiri dari tenaga kerja diri sendiri (peternak) dan keluarga, seperti istri dan anak atau anggota keluarga lainnya. Tenaga kerja dari luar merupakan tenaga kerja yang secara sengaja diambil dari luar dengan memberikan kompensasi upah atau gaji. Tenaga kerja luar diukur dengan tingkat upah yang berlaku dalam satu hari dengan jam kerja 8 jam sehari dengan konversi: (1) tenaga kerja pria=1 HKP, (2) tenaga kerja wanita=0.8 HKP dan (3) tenaga kerja anakanak=0.5 HKP. Umumnya, usaha skala kecil (peternakan rakyat) tidak menggunakan tenaga kerja luar (tenaga kerja upah). Sebaliknya, untuk usaha industri yang memiliki orientasi usaha komersial keseluruhan tenaga kerja yang digunakan berasal dari luar. Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam suatu usaha peternakan sebaiknya disesuaikan dengan skala usaha, karena akan berdampak pada biaya produksi yang akan dikeluarkan. Pengorganisasian tenaga kerja penting diperhatikan terutama pada skala usaha menengah dan besar untuk menciptakan efisiensi kerja. Menurut hasil penelitian Dewiyanti (2007), rata-rata HKP dari seluruh kegiatan tenaga kerja pada usahaternak ayam ras pedaging adalah HKP, rata-rata HKP paling besar yaitu pada kegiatan pengelolaan ternak karena 13

32 kegiatan yang dilakukan secara penuh dalam 35 hari. Rata-rata HKP yang dibutuhkan (jam) untuk persiapan kandang yaitu 4 jam 22 menit, rata-rata HKP yang dibutuhkan untuk kegiatan pengelolaan ternak yaitu 7 jam 33 menit dan ratarata HKP yang dibutuhkan untuk kegiatan panen dan pembersihan kandang setelah panen yaitu 44 jam. Menurut Rahardi dan Hartono (2003), peternakan ayam ras pedaging diperlukan tenaga kerja sekitar 1-2 orang untuk ekor ayam OVAC (Obat-Obatan, Vitamin dan Vaksin) Mulyantini (2010), menyatakan bahwa manajemen pengendalian penyakit merupakan salah satu manajemen yang sangat penting dalam pemeliharaan ternak untuk mendapatkan produksi yang optimal dan secara ekonomi dapat menguntungkan. Kegagalan dalam mengendalikan penyakit, akan menyebabkan kerugian karena peternak harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan dan wabah penyakit dalam kandang sehingga menyebabkan produksi ternak menurun bahkan kematian. Manajemen kesehatan unggas yang efektif, harus bertujuan untuk: 1. Mencegah terjadinya penyakit dan parasit 2. Mengenal gejala timbulnya penyakit 3. Mengobati penyakit sesegera mungkin sebelum penyakit berkembang serius atau menyebar ke kelompok lainnya. Obat-obatan digunakan untuk pengobatan ayam ras pedaging yang terserang penyakit dan vaksin diberikan untuk pencegahan penyakit serta antibiotika. Vaksinasi yang penting dilakukan adalan vaksinasi ND/tetelo, karena penyakit tersebut tidak dapat diobati melainkan hanya dapat dicegah. Selain vaksin, vitamin juga perlu diberikan pada ayam ras pedaging. Seringkali terlihat 14

33 tanda-tanda kekurangan vitamin pada ayam ras pedaging akibat hilangnya/berkurangnya beberapa vitamin dalam pakan, seperti vitamin A, B 12, dan vitamin E karena terjadi reaksi dengan antibiotik sebagai akibat dari penyimpanan pakan yang terlalu lama. Akibatnya ayam tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal (Kartadisastra, 1994). Fadilah (2004) menyatakan bahwa, biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat-obatan (termasuk desinfektan, vitamin, dan anti-biotik) serta vaksin bergantung pada program yang diterapkan dalam usaha peternakan ayam ras pedaging tersebut. Biaya yang dikeluarkan untuk satu ekor ayam sangat bergantung pada kesehatan ayam, program khusus, atau progam pemeliharaan Pemanas Ayam memerlukan alat pemanas tambahan (brooder) untuk memberi kehangatan agar dapat menunjang keberhasilan pemeliharaan. Anak ayam yang baru menetas tidak dapat mengatur suhu tubuhnya secara sempurna. Ayam tidak dapat mempertahankan suhu tubuh yang konstan sampai umur antara 1-2 minggu. Ketika umur 2 minggu sampai dipasarkan, ayam tidak membutuhkan lagi alat pemanas buatan namun tetap digunakan pada keadaan dingin khususnya saat musim penghujan serta suhu lingkungan diusahakan tetap 21 o C. Alat pemanas bisa dari lampu pijar, petromaks atau lampu kap (Mulyantini, 2010) Kandang Kandang adalah bangunan yang dapat digunakan untuk melindungi ternak mulai dari awal, masa produksi hingga dipasarkan (Mulyantini, 2011). Menurut Rahardi dan Hartono (2003), dalam usaha peternakan komersial, kandang menjadi salah satu faktor produksi yang harus diperhatikan dengan baik. Kandang pada 15

34 dasarnya berfungsi untuk mempermudah tata laksana pemeliharaan dan pengontrolan ternak. Konstruksi kandang harus mendukung kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan ternak, seperti kebutuhan cahaya, suhu, dan sirkulasi udara tercukupi. Bentuk kandang yang ideal untuk ayam ras pedaging adalah kandang postal. Menurut Mulyantini (2011), kandang postal adalah kandang yang berlantai rapat dan biasanya menggunakan alas litter, kandang dapat bertingkat atau tidak dan pada suhu tinggi dindingnya sebagian besar terbuka. Guna mengatasi udara yang panas khususnya di daerah tropis seperti Indonesia, kandang panggung lebih baik untuk digunakan, namun biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang panggung lebih mahal. Kandang panggung dibangun dengan ketinggian ± 1.75 cm, udara datang dari sela-sela lantai dan samping kandang, sehingga udara dalam kandang lebih nyaman. Kepadatan kandang juga perlu diperhatikan pada saat pengelolaan kandang, karena hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan ternak. Semakin berat bobot badan ayam atau semakin panas, kepadatan harus dikurangi. Selain menyebabkan kekurangan oksigen, dalam kandang, kepadatan yang tinggi juga mengakibatkan konsumsi pakan berkurang dan pertumbuhan terhambat. Menurut Rasyaf (1995) dalam Yunus (2009), dataran rendah atau dataran pantai, kepadatan yang baik adalah 8-9 ekor/m 2 atau 0.12 m 2 /ekor dan untuk daerah pegunungan, kepadatannya sekitar ekor/m 2 dengan rata-rata 10 ekor/m 2 atau 0.1 m 2 /ekor. Hasil penelitian Yunus (2009), rata-rata luas penggunaan kandang yang digunakan peternak mandiri sebesar 0.06 m 2 /ekor dan 0.11 m 2 /ekor. 16

35 2.3. Konsep Kemitraan Menururt Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Semakin kuat pemahaman serta penerapan etika bisnis bagi pelaku kemitraan, maka semakin kuat pula fondasi kemitraan yang dibangun dan pada akhirnya akan memudahkan pelaksanaan kemitraan itu sendiri. Adapun enam dasar etika berbisnis tersebut adalah: (1) karakter, integritas dan kejujuran, (2) kepercayaan, (3) komunikasi yang terbuka, (4) adil, (5) keinginan pribadi dari pihak yang bermitra, dan (6) keseimbangan antara insentif dan risiko. Maksud dan tujuan dari kemitraan adalah win-win solution partnership. Kesadaran dan saling menguntungkan disini tidak berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar. Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan adalah: (1) meningkatkan pendapatan usahatani kecil, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dalam usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan nasional, dan (5) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional (Hafsah, 2000). Hafsah (2000), juga menyatakan manfaat dari kemitraan adalah sebagai berikut: (1) kemitraan dapat meningkatkan produktivitas baik pada perusahaan mitra maupun anggota mitra, (2) efisiensi waktu dan tenaga kerja, (3) Jaminan Kualitas, Kuantitas dan 17

36 Kontinuitas, (4) meningkatkan peran peternak kecil dan menengah, sehingga mengurangi kesenjangan diantara pelaku ekonomi, dan (5) terciptanya kesetaraan dalam posisi tawar antar pelaku ekonomi. Usaha peternakan rakyat khususnya untuk budidaya ayam ras pedaging, kebijakan yang ditempuh adalah mengutamakan usaha budidaya bagi peternak rakyat, perorangan, kelompok maupun koperasi sesuai dengan Keppres No. 22 Tahun 1990 (Hafsah, 2000). Menurut Soehadji (1995) dalam Hafsah (2000), menyatakan bahwa dalam kawasan industri, peternakan rakyat telah dikembangkan beberapa model usaha kerjasama di bidang ayam ras pedaging, model-model tersebut antara lain: 1. Kawasan industri peternakan-peternakan rakyat agribisnis Model ini mengacu pada usaha peternakan rakyat yang telah ada. Dalam model ini, peternak sebagai plasma menjalin kemitraan dengan perusahaan yang bertindak sebagai penghela yang menjamin plasma untuk suplai sarana produksi dan pemasaran hasil. Kemitraan dalam model ini belum begitu sempurna karena belum ada keterkaitan antara hulu dan hilir. 2. Kawasan industri peternakan-perusahaan inti rakyat Model kemitraan ini lebih maju dari model yang sebelumnya, karena telah ada keterkaitan antara hulu dan hilir. Peternak sebagai plasma melaksanakan budidaya dalam suatu kawasan tertentu sedangkan perusahaan inti membantu plasma dalam hal sarana produksi budidaya, pemasaran hasil, bimbingan teknik dan permodalan. 18

37 3. Kawasan industri peternakan-sentra usaha peternakan ekspor Berbeda dengan model sebelumnya, kemitraan dalam model ini mengkhususkan menjual produknya ke luar negeri. Dalam model ini, perusahaan inti dapat melakukan budidaya untuk keperluan ekspor, namun sebagian besar produksinya dikerjasamakan dengan plasma. Peternak dalam kemitraan ini juga merupakan peternak binaan terutama dalam hal teknologi khususnya untuk ekspor Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, dilakukan oleh Yunus (2009), Kusuma (2005), Purmiyanti (2002). Yunus (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis perbedaan pendapatan rata-rata, menganalisis alokasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi sekaligus tingkat efisiensi teknis, efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomi usaha peternakan ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri. Model analisis yang digunakan adalah fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb Douglas dengan opsi Technical Efficiency Effect Model. Hasil analisis menyatakan bahwa, variabel bibit ayam (DOC) dan pakan berpengaruh nyata pada taraf α satu persen dan berhubungan positif dengan produksi, dengan nilai koefisien yang cukup besar, artinya bahwa pertambahan bibit ayam (DOC) atau pakan akan meningkatkan produksi, sedangkan vaksin, obat dan vitamin juga berpengaruh nyata, namun menunjukan hubungan yang negatif terhadap produksi, 19

38 artinya bahwa perlu adanya pembatasan penggunaan vaksin, obat dan vitamin terhadap produksi agar produksi bisa optimal. Selain itu, yang juga berpengaruh nyata pada taraf α lima persen dan berhubungan positif dengan produksi adalah tenaga kerja dan bahan bakar. Analisis efisiensi yang dicapai peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan adalah sebesar Pencapaian efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomi pola kemitraan sebesar 1.82 dan 1.59, sedangkan efisiensi alokatif, harga dan efisiensi ekonomis peternak mandiri adalah sebesar 1.84 dan Secara keseluruhan kedua usahaternak tersebut belum mencapai tingkat efisiensi. Kusuma (2005), dalam penelitiannya menganalisis tentang pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternak probiotik dan non probiotik pada usahaternak ayam ras pedaging. Model analisis yang digunakan adalah model fungsi produksi Cobb Douglas dengan analisis model komponen utama. Hasil penelitian tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging peternak probiotik adalah bibit, pakan, pemanas dan obat-obatan, sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging peternak non probiotik adalah bibit, pakan, tenaga kerja, dan obatobatan, sedangkan pemanas tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Analisis efisiensi teknis yang dicapai peternak probiotik dan non probiotik pada input produksi bibit, pakan, tenaga kerja, obat-obatan dan pemanas diperoleh nilai elastisitas produksi antara 0 sampai 1, yaitu masing-masing penggunaan input produksi berada pada daerah rasional (daerah II). Penjumlahan seluruh 20

39 elastisitas produksi peternak probiotik diperoleh nilai 1.04, nilai penjumlahan elastisitas produksi peternak non probiotik adalah Hal tersebut menunjukan bahwa skala usaha pada peternak probiotik dan non probiotik berada pada daerah increasing return to scale. Setiap kenaikan satu persen dari masing-masing faktor produksi, secara bersama-sama akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging peternak probiotik sebesar 1.04 dan peternak non probiotik sebesar Nilai FCR peternak probiotik sebesar 1.62, adapun peternak non probiotik sebesar Nilai FCR probiotik lebih kecil jika dibandingkan dengan peternak non probiotik, sehingga peternak probiotik lebih mampu mengefisiensikan penggunaan jumlah pakan dan menekan biaya produksi. Hasil analisis efisiensi ekonomi kedua peternak diperoleh nilai NPM/BKM tidak sama dengan satu, sehingga penggunaan faktor-faktor produksi perlu untuk ditambahkan atau dikurangi dalam mencapai tingkat efisiensi ekonomi. Purmiyanti (2002), dalam penelitiannya menganalisis tentang produksi dan daya saing bawang merah di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Salah satu tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi bawang merah dan tingkat efisiensi penggunaan input produksi bawang merah. Model fungsi yang digunakan adalah model fungsi produksi Cobb Douglas. Hasil analsis menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah adalah luas lahan, bibit bawang merah, pupuk P (TSP dan DAP), pupuk K (KCL dan kamas), peubah dummy status garapan, dan peubah dummy varietas. Hasil analisis efisiensi ekonomi menunjukan bahwa usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Barat belum mencapai tingkat efisiensi ekomoninya. Hal ini ditunjukan dari rasio NPM/BKM tidak sama denga satu. 21

40 Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Purmiyanti (2002) dan Kusuma (2005) adalah model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi produksi Cobb Douglas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yunus (2009) adalah model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb Douglas dengan opsi Technical Efficiency Effect Model, sedangkan penelitian ini menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas. Penjelasan lebih rinci mengenai persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu bisa dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan mandiri di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya Persamaan Perbedaan Yunus (2009) Komoditas yang diteliti Menggunakan model fungsi Stochastic Frontier Cobb Douglas dengan opsi Technical Efficiency Effect Model Kusuma (2005) Purmiyanti (2002) Komoditas yang diteliti, menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas Menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas Menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas dengan analisis komponen utama Komoditas yang diteliti adalah bawang merah 22

41 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian ini. Teori dan konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain: Analisis Usahaternak, Analisis Fungsi Produksi, Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas, Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi Analisis Usahaternak Keberhasilan usahaternak yang dikelola sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya. Seperti usaha lain, usaha peternakan hanya dapat berkembang jika didukung oleh ketersediaan sumberdaya yang cukup. Sumberdaya peternakan terdiri dari peternak, modal, lahan dan lingkungan, serta teknologi. Usaha peternakan umumnya dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan skala usaha, yaitu usahaternak skala kecil dan menengah (usaha peternakan rakyat) atau usaha besar dalam bentuk peternakan. Usaha peternakan skala kecil dan menengah dapat dikelola secara sendiri tanpa badan hukum. Namun, untuk usaha skala besar biasanya berbadan hukum karena melibatkan banyak pihak yang terdiri dari modal dan pekerja. Beberapa bentuk badan hukum yang dapat dipilih antara lain yayasan, koperasi, CV, atau perseroan terbatas (Hartono dan Rahardi, 2003). Hartono dan Hardi (2003) juga menyatakan bahwa, kondisi peternakan rakyat terutama skala kecil dan menengah masih menghadapi berbagai tantangan untuk berkembang. Tantangan yang dihadapi tersebut antara lain keterbatasan modal, usaha belum mencapai skala ekonomis, dan masih bersifat tradisional. 23

42 Selain itu, produktivitas ternak masih rendah, teknologi belum dapat dilaksanakan secara terpadu, dan adanya persaingan global terhadap produk-produk impor sejenis dari negara lain. Meskipun terdapat beberapa kendala, sektor peternakan juga memiliki keuntungan jika dibandingkan dengan usaha pertanian, yaitu usahaternak relatif tidak membutuhkan lahan terlalu luas Teori Fungsi Produksi Menurut Mubyarto (1994) fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menunjukan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Bentuk matematik sederhana fungsi produksi ini, dituliskan sebagai berikut: Y = f(x 1, X 2, X n ).....(3.1) dimana: Y = Hasil produk fisik (output) X i = Faktor-faktor produksi ke-i i = 1,2,3,..n Soekartawi (1994), juga menyatakan bahwa fungsi produksi juga didefinisikan sebagai output maksimum yang dapat dicapai dari seperangkat vektor input. Input tersebut meliputi input tetap dan input variabel. Dalam keadaan teknologi tertentu hubungan antara input dan outputnya tercermin dalam rumusan fungsi produksinya. Fungsi produksi yang popular digunakan untuk menggambarkan hubungan produksi adalah fungsi produksi neoklasik. Fungsi produksi neoklasik dapat ditunjukan pada Gambar 1. 24

43 Y C B TPP I A II III APP/MPP 0 X 1 X 2 X 3 Input (X) APP 0 X 1 X 2 X 3 MPP Input (X) DP I DP II DP III Gambar 1. Fungsi Produksi Neoklasik (Soekartawi, 1994) Keterangan: Titik A = Titik balik (inflection point) Titik B = Perpotongan antara MPP dan APP dimana APP mencapai maksimum Titik C = Tingkat produksi total maksimum dimana MPP sama dengan nol DP = Daerah produksi Berdasarkan Gambar 1, daerah I merupakan daerah irasional, karena dalam daerah ini, peningkatan input akan meningkatkan produksi dengan peningkatan lebih besar dari pada penambahan inputnya. Seorang pengusaha tidak rasional apabila berhenti pada daerah ini, karena pendapatan masih dapat ditingkatkan dengan menambah input yang digunakan. Daerah II merupakan 25

44 daerah rasional, karena dalam daerah ini peningkatan input akan meningkatkan produksi tetapi dengan peningkatan yang semakin berkurang. Pengusaha yang rasional akan memanfaatkan daerah ini dan masih memanfaatkan daerah ini untuk berbisnis. Daerah III adalah daerah tidak rasional, karena peningkatan input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan sehingga penggunaan faktor-faktor produksi tersebut tidak efisien. Daerah III merupakan daerah yang tidak menguntungkan untuk berusaha. Menurut Suratiyah (2009), elastisitas produksi adalah perbandingan perubahan produksi dan perubahan input secara relatif. Dalam fungsi produksi, elastisitas biasanya dibagi dalam tiga daerah, yaitu daerah I di sebelah kiri titik APP maximum. Pada daerah II yang berada di antara APP maximum dan MPP=0, elastisitas produksi bernilai antara 0 sampai 1 (0 ε p 1). Daerah III berada disebelah kanan MPP=0 (MPP<0) dan memiliki elastisitas produksi kurang dari satu (ε p <1). Elastisitas produksi dapat ditulis secara matematis sebagai berikut: ε p = dy/y dx/x = dy dx. x y = MPP APP.. (3.2) Fungsi Produksi Cobb Douglas Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable) (Soekartawi, 1994). Model fungsi produksi Cobb Douglas adalah model yang umum digunakan dalam penelitian ekonomi, sehingga dalam penelitian ini digunakan fungsi produksi Cobb Douglas. Terdapat lima alasan pokok mengapa fungsi produksi Cobb Douglas banyak dipakai oleh para ahli: 26

45 1. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, misalnya lebih mudah ditransformasikan ke dalam bentuk linier dalam log. 2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukan besaran elastisitas. Elastisitas ini sangat penting terutama dalam usaha mengadakan perbaikan dari proses produksi atau efisiensi dan juga untuk meramalkan misalnya dampak-dampak dari perubahan-perubahan dari faktor input. 3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukan tingkat besaran returns to scale. 4. MPP dari masing-masing faktor input, yaitu perubahan pada output sebagai akibat perubahan-perubahan pada input, yang memungkinkan lebih mudah untuk menghitung produkstivitas masing-masing faktor produksi. 5. Bagian dari input dapat dihitung dengan jelas, hal ini sangat penting karena setiap proses produksi mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap bagian-bagian tertentu. Selain itu, dengan pengetahuan mengenai bagian-bagian dari input, juga dapat diketahui sejauh mana suatu proses perubahan terhadap masing-masing input. Menurut Soekartawi (1994), produksi hasil komoditas pertanian (on-farm) sering disebut korbanan produksi karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan komoditas pertanian. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk diperlukan hubungan antara faktor produksi (input) dan komoditas (output). Hubungan antara input dan output disebut dengan Factor Relationship 27

46 (FR). Secara matematik, dapat dituliskan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglas: Y=β 0 X 1 β 1.X i β i e u (3.3) Pendugaan parameter dilakukan dengan mentransformasikan fungsi produksi Cobb Douglas ke dalam bentuk double logaritme natural (ln), sehingga merupakan bentuk liniear berganda (multiple linear) yang kemudian dianalisis dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Keterangan: Ln Y=Lnβ 0 +β 1 LnX 1 +β 2 LnX 2.+β i LnX i + u...(3.4) Y = Produksi komoditas pertanian β 0 = Intercept/konstanta β i = Koefisien regresi masing-masing variabel dependen X i = Faktor-faktor produksi pertanian i = 1,2,3, n e = Bilangan natural (2.718) u = Error. Menurut Soekartawi (2003), dalam penaksiran model linear berganda digunakan model Ordinary Least Square (OLS). OLS merupakan salah satu cara terbaik untuk mendapatkan garis penduga yang baik. Suatu persamaaan dikatakan baik, jika persyaratan dan asumsi yang membentuk persamaan tersebut dapat dipenuhi. Adapun asumsi-asumsi OLS yang harus dipenuhi: 1. Rata-rata kesalahan pengganggu (e) sama dengan nol 2. Kesalahan pengganggu berbentuk distribusi normal 3. Kesalahan pengganggu tidak berkorelasi dengan variabel independen 4. Tidak ada autokorelasi antar gangguan (e) 5. Tidak adanya multikolinearitas, dan 28

47 6. Varian kesalahan pengganggu tetap atau homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas Konsep Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Setiap melakukan usaha pertanian, seorang pengusaha atau seorang petani akan selalu berpikir bagaimana mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal (Daniel, 2002). Efisiensi adalah rasio yang mengukur produksi suatu sistem atau proses untuk setiap unit input (Rahim dan Hastuti, 2008). Menurut Daniel (2002), peningkatan keuntungan dapat dicapai oleh petani dengan melakukan usahataninya secara efisien. Konsep efisiensi ini dikenal dengan konsep efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency) dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Selanjutnya, jika petani mampu meningkatkan hasilnya dengan menekan harga faktor produksi dan menjual hasil pada harga yang relatif tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga secara bersamaan (Daniel, 2002). Menurut Doll dan Orazem (1984), efisiensi ekonomi akan tercapai bila dipenuhi dua syarat, yaitu: (1) syarat keperluan yang menunjukan hubungan fisik antara input dengan output bahwa proses produksi harus berada pada daerah rasional II, dimana nilai elastisitas berada pada kisaran 0 sampai 1 (0 ε p 1) dan (2) syarat kecukupan yang berhubungan dengan tujuan bahwa seorang produsen 29

48 diasumsikan untuk memaksimumkan keuntungannya. Menurut Rahim dan Hastuti (2008), keuntungan maksimum akan tercapai bila Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P x ) atau Biaya Korbanan Marjinal (BKM) atau dapat ditulis dengan rumus: π= P Y. f X - P X. X - TFC (3.5) Keuntungan maksimum akan dicapai ketika turunan pertama fungsi keuntungan sama dengan nol, sehingga: dπ = P dx Y. dy - P dx x= (3.6) dπ dx = P Y. MPP - P x = (3.7) atau P Y. MPP= x......(3.8) NPM x = P x.....(3.9) NPM x P x = 1...(3.10) Penggunaan untuk faktor produksi lebih dari satu misalnya n faktor produksi, maka efisiensi ekonomi dapat dicapai jika: NPM x1 BKM x1 = NPM x2 BKM x2 = NPM x3 BKM x3 = NPM xn BKM xn =1...(3.11) Rahim dan Hastuti (2008), juga menyatakan untuk mengetahui tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi komoditas pertanian digunakan persamaan sebagai berikut: PR xi = Y/X i (3.12) MPP xi = β i. PR xi...(3.13) NPM xi = MPP xi. P y (3.14) dimana kondisi optimal: 30

49 NPM xi = P xi... (3.15) Y X i. β i. P y = P xi (3.16) Persamaan bagi penggunaan faktor produksi pada kondisi optimal dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut: X i = β i.y. P y...(3.17) P xi dimana: β i Y P y X i P x i = Elastisitas faktor produksi ke-i = Jumlah hasil produksi = Harga per unit produk yang dihasilkan = Jumlah faktor produksi ke-i = Harga faktor produksi ke-i = 1,2,3,.n 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 362/kpts/TN. 120/1990, menyatakan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging yang jumlah maksimum ekor per siklus disebut peternak rakyat, sedangkan usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya lebih dari ekor per siklus disebut sebagai perusahaan peternakan. 2 Peternak rakyat memiliki beberapa kendala dalam mengembangkan usahaternaknya seperti ketersediaan sarana produksi yang tidak kontinu, keterbatasan modal, dan risiko pemasaran cukup besar. Hal tersebut merupakan alasan beberapa peternak rakyat untuk melakukan kerjasama dengan perusahaan inti. 2 Keputusan Menteri Pertanian, [diakses pada tanggal 9 Maret 2012] 31

50 Usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur umumnya melakukan kerjasama dengan peternak setempat melalui pola kemitraan, Kemitraan yang terbentuk meliputi kemitraan inti plasma, yaitu bentuk kerjasama yang terjalin antara pihak inti dan peternak sebagai plasma. Prinsipnya, perusahaan inti menyediakan sarana produksi seperti pakan, DOC, obat-obatan, vaksin dan vitamin serta memasarkan hasil ternak. Adapun peternak plasma hanya menyediakan kandang, tenaga kerja, dan mengelola ternaknya (budidaya) dengan baik. Hasil kerjasama dari kemitraan tersebut yaitu, perusahaan inti memperoleh keuntungan dari hasil penjualan sarana produksi dan selisih harga jual ternak ayam, sedangkan peternak plasma mendapatkan keuntungan berupa tersedianya sarana produksi dan memiliki kepastian dalam pemasaran hasil produksi. Keberhasilan dalam usahaternak merupakan suatu harapan bagi setiap peternak. Ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha adalah tingkat keuntungan yang diperoleh dengan cara pemanfaatan faktor-faktor produksi secara efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging baik pola kemitraan maupun pola mandiri dan untuk menganalisis efisiensi ekonomi usahaternak baik pola kemitraan dan pola mandiri. Analisis yang digunakan adalah analisis faktor produksi Cobb Douglas dan analisis efisiensi ekonomi. Analisis faktor produksi Cobb Douglas digunakan untuk menggambarkan model produksi mengenai bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi ayam ras pedaging. Hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging yaitu pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas, sekam mortalitas dan kepadatan kandang. Kemudian dilakukan 32

51 pengujian secara statistik untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Guna memperoleh model yang baik, fungsi produksi tersebut dianalisis dengan menggunakan OLS dengan syarat memenuhi asumsi-asumsi OLS. Analisis efisiensi ekonomi dapat diketauhi apabila syarat kecukupan dan syarat keharusan terpenuhi, yaitu ketika fungsi produksi berada pada elastisitas produksi antara 0 sampa 1 atau berada pada daerah rasional dan ketika produk marjinalnya sama dengan harga inputnya. Kerangka pemikiran konseptual secara sistematis diperlihatkan pada Gambar 1. Usahaternak ayam ras pedaging Peternak mandiri Peternak kemitraan - Elastisitas produksi NPM - x = 1 BKM x Faktor-faktor Produksi: - Pakan - Tenaga kerja - Vaksin - Pemanas - Sekam - Mortalitas - Kepadatan kandang Efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi Fungsi produksi Cobb Douglas Pendugaan dan Pengujian Model Fungsi Produksi: - Uji Statistik F - Uji t -Koefisien Determinasi Peningkatan pendapatan peternak ayam ras pedaging Pemilihan Model: Pemeriksaan asumsi OLS Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional 33

52 BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive karena Kecamatan Gunung Sindur merupakan sentra populasi ayam broiler terbesar di Kabupaten Bogor yang memiliki persentase populasi ayam sebesar 9.65% dari total populasi di Jawa Barat pada tahun 2011 (Lampiran 5). Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April 2012 sampai Mei Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang meliputi data kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pemberian kuisoner dan wawancara kepada peternak serta pihak-pihak lain yang terkait dalam penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, serta studi pustaka lainnya baik media cetak seperti buku, skripsi, tesis maupun media elektronik Penentuan Jumlah Responden Jumlah responden yang diambil sebanyak 60 peternak yang ada di Kecamatan Gunung Sindur. Peternak diantaranya adalah 30 peternak mandiri dan 30 peternak kemitraan. Responden dipilih dari tiga lokasi, yaitu Desa Padurenan, Desa Pabuaran, dan Desa Pangasinan. Ketiga lokasi tersebut dipilih secara purposive karena ketiga desa tersebut memiliki jumlah peternak kemitraan terbanyak dari desa lain yang ada di Kecamatan Gunung Sindur. Responden peternak kemitraan diambil secara purposive sejumlah 30 peternak dari data 34

53 peternak kemitraan yang dipublikasikan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor tahun 2009 (Lampiran 6). Pengambilan responden tidak dilakukan di Desa Cibadung karena sebagian besar peternak beralih menjadi peternak ayam pejantan. Sebagai gantinya, responden diambil dari desa Padurenan, karena banyak warga yang memulai melakukan usahaternak ayam ras pedaging. Peternak mandiri diambil dengan teknik snowball sampling sebanyak 30 peternak Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh yaitu berupa data primer dan data sekunder yang kemudian akan diolah dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif akan diuraikan secara diskriptif, sedangkan analisis kuantitatif diolah dan dianalisis menggunakan metode analisis fungsi produksi Cobb Douglas dengan metode OLS dan analisis efisiensi ekonomi. Proses menganalisis data yang dilakukan adalah dengan mentransfer data, mengedit dan mengolahnya dengan menggunakan software Microsoft Excel, Eviews 7, dan SAS 9.0, kemudian menginteprestasikan data dalam bentuk diskriptif. Metode analisis yang digunakan dapat disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Metode Analisis Penelitian No. Tujuan Penelitian Jenis Data Metode Analisis 1 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri Kuantitatif Analisis fungsi Produksi Cobb Dougls dengan metode OLS 2 Menganalisis tingkat efisiensi produksi Kuantitatif Analisis efisiensi usahaternak ras ayam pedaging pada peternak kemitraan dan mandiri ekonomi 35

54 Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas Model analisis yang digunakan untuk menduga fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah model fungsi produksi Cobb Douglas, model yang umum digunakan dalam penelitian ekonomi (Tasman, 2006). Model fungsi produksi Cobb Douglas untuk usahaternak ayam ras pedaging yang dipertimbangkan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Kemitraan: Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 β 5 X 6 β 6 X 7 β 7 e u... (4.1) Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Mandiri: Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 β 5 X 6 β 6 X 7 β 7 e u... (4.2) Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan): Dimana: Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 β 5 X 6 β 6 X 7 β 7 e β 8 D+U (4.3) untuk dummy: 1= peternak kemitraan 0= peternak mandiri Penelitian ini, dipilih bentuk hubungan fungsional pada fungsi produksi, yaitu fungsi Cobb Douglas yang ditransformasikan ke dalam bentuk linier logaritmik natural (Soekartawi, 1994). Model fungsi produksi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Kemitraan: Ln Y = Ln β 0 +β 1 Ln X 1 +β 2 Ln X 2 +β 3 Ln X 3 +β 4 Ln X 4 +β 5 Ln X 5 +β 6 Ln X 6 +β 7 Ln X 7 +u (4.4) 36

55 Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Mandiri: Ln Y= Lnβ 0 +β 1 Ln X 1 +β 2 Ln X 2 +β 3 Ln X 3 +β 4 Ln X 4 +β 5 Ln X 5 +β 6 Ln X 6 +β 7 LnX 7 + u (4.5) Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan): Keterangan: Ln Y= Ln β 0 +β 1 Ln X 1 +β 2 Ln X 2 +β 3 Ln X 3 +β 4 Ln X 4 +β 5 Ln X 5 +β 6 Ln X 6 +β 7 Ln X 7 +β 8 D+u (4.6) Y = Produksi ayam ras pedaging (kg) β 0 = Intercept/konstanta β 1.. β 7 = Koefisien arah regresi masing-masing variabel X 1..X 7 X 1 = Pakan (kg) X 2 = Tenaga kerja (HKP) X 3 = Vaksin (ml) X 4 = Pemanas (kg) X 5 = Sekam (kg) X 6 = Mortalitas (persen) X 7 = Kepadatan kandang (ekor/m 2 ) D = Variabel dummy (dimana 1 untuk peternak kemitraan dan 0 untuk mandiri). e = Bilangan natural (2.718) u = Error Pendugaan parameter dari fungsi produksi di atas dilakukan dengan menggunakan metode OLS, untuk memperoleh dugaan yang bersifat BLUE (Best, Linier, Unbiased, dan Estimator). Hasil pendugaan akan diuji secara statistik dengan menggunakan uji F, uji t dan uji determinasi (R 2 ), kemudian untuk memenuhi kriteria ekonometrika dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heterokedastisitas Uji Statistik Pengujian statistik dilakukan untuk hasil estimasi dari fungsi produksi Cobb Douglas yang diperoleh dari pengolahan data. Terdapat dua pengujian yang 37

56 harus dilakukan untuk mengetahui nyatasi dari variabel independen, yaitu uji F dan uji t. Adapun untuk mendapatkan model yang best fit, maka dilakukan uji koefisien determinasi: 1. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Juanda, 2009). Hipotesis dari pengujian ini adalah: H 0 : β 1 =β 2 =...=β i =0 H 1 : Minimal terdapat satu β i 0, i=1,2,3,...k Statistik uji yang digunakan adalah: F hitung = R2 (k-1)... (4.7) (1-R 2 ) (n-k) dimana: R 2 k n = Koefisien determinan = Jumlah variabel independen = Jumlah pengamatan Kriteria keputusan: Nilai F hitung yang didapat akan dibandingkan dengan F α(db1,db22), dengan derajat bebas db 1 = n-k dan db 2 = n-k-1, dengan tingkat nyatasi α. Jika F hitung > F α(db1,db2), maka H o akan ditolak. Artinya, seluruh variabel independen dalam satu persamaan secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen. 2. Uji Hipotesis Parsial (Uji t) Uji hipotesis secara parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap varabel dependen (Juanda, 2009). Hipotesis pengujian ini adalah: 38

57 H 0 : β i = 0 H 1 : β i 0 (uji dua arah) β i < 0 atau β i > 0 (uji satu arah) Statistik pengujian yang digunakan adalah: t hitung = b i-β i Sb i...(4.8) dimana: bi Sbi β i = Koefisien regresi ke-i = Standar deviasi koefisien regresi ke-i = Parameter ke-i yang dihipotesiskan Kriteria keputusan: Nilai t hitung yang diperoleh dibandingkan dengan nilai t (α/2,n-k), dengan keputusan: 1. Jika nilai t hitung > t (α/2,n-k), maka H o akan ditolak. Artinya, variabel independen ke-i memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen. 2. Jika nilai t hitung < t (α/2,n-k), maka H o akan ditolak. Artinya, variabel independen ke-i tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen. 3. Koefisien Determinasi Besarnya nilai koefisien determinasi (R 2 ) dihitung untuk mengetahui besar keragaman yang diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen (Juanda, 2009). Kriteria keputusannya, jika nilai R 2 semakin tinggi, maka akan semakin baik model karena semakin besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Rumus koefisien determinasi dapat ditulis sebagai berikut: 39

58 R 2 = jumlah kuadrat regresi.. (4.9) jumlah kuadrat total Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dalam ekonometrika digunakan untuk menunjukan serangkaian asumsi-asumsi dasar yang dibutuhkan untuk menjaga agar OLS dapat menghasilkan estimator yang paling baik pada model-model regresi (Sarwoko, 2005). Uji asumsi klasik yang akan dilakukan meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residualnya terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas residual metode OLS secara formal dapat dideteksi dari metode yang dikembangkan oleh Jarque-Bera (J-B). Pengujian ini dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera (JB) dengan nilai probabilitasnya. Jika nilai probabilitas JB lebih besar dari taraf α, maka residual terdistribusi normal. Jila nilai probabilitas JB lebih kecil dari taraf α, maka residualnya tidak terdistribusi normal (Widarjono, 2007). Perumusan hipotesa untuk uji normalitas adalah sebagai berikut: H 0 H 1 = Residual menyebar normal = Residual tidak menyebar normal Statistik pengujian yang digunakan adalah: JB= n S2 6 + (K-3)2 24.(4.10) dimana: n S K = Jumlah pengamatan = Koefisien skewness = Koefisien kurtosis 40

59 Kriteria keputusan uji normalitas adalah sebagai berikut: P-value uji JB > α, terima H 0 artinya residual menyebar normal P-value uji JB < α, tolak H 0 artinya residual tidak menyebar normal 2. Uji Multikoliniearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi atau hubungan yang kuat antar variabel independen. Uji multikolinier dapat diduga dengan menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factor). Bila nilai VIF lebih besar dari 10 maka terdapat hubungan antar variabel independen. Multikolinier yang serius tidak dapat diabaikan, karena akan mengakibatkan bias dalam model (Sarwoko, 2005). Perumusan hipotesa untuk uji multikolinearitas adalah sebagai berikut: H 0 = Tidak ada multikolinearitas H 1 = Ada multikolinearitas Statistik pengujian yang digunakan adalah: VIF= 1 (1-R 2 )..(4.11) Kriteria keputusan uji multikolinearitas adalah sebagai berikut: Jika VIF > 10, maka tolak H 0 Jika VIF < 10, maka terima H 0 3. Uji Kehomogenan Ragam (Heteroskedastisitas) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama atau tidak dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Masalah heteroskedastisitas sering terjadi pada data cross section. Guna mendeteksi adanya heteroskedastisitas, salah satu uji yang dapat digunakan adalah uji glejser. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari 41

60 nilai Chi-square, jika nilai P-value Chi-square lebih besar dari α, maka dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas (Sumodiningrat, 1994). Perumusan hipotesa untuk uji heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: H 0 = Tidak ada heterokedastisitas H 1 = Ada heterokedastisitas Statistik pengujian yang digunakan adalah: U t = α + β Xt +V t (4.12) dimana: U t X t = Nilai absolute residual = Variabel independen Kriteria keputusan uji heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: Jika P-value > α, maka terima H 0 (tidak ada heterokedastisitas) Jika P-value < α, maka tolak H 0 (ada heterokedastisitas) Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Menurut Doll dan Orazem (1984), dalam efisiensi ekonomi terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu syarat keperluan dan syarat kecukupan. Syarat keperluan yaitu produksi harus berada pada daerah rasional yaitu daerah produksi yang memiliki elastisitas produksi antara 0 sampai 1. Dalam fungsi produksi Cobb Douglas satuan fisik, koefisien regresi telah menunjukan besaran dari elastisitas produksi. Fungsi produksi Cobb Douglas yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi ekonomi usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur adalah sebagai berikut: Fungsi Produksi Cobb Douglas Satuan Fisik tidak Terestriksi Peternak Kemitraan: β Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 5 e u.... (4.13) 42

61 Fungsi Produksi Cobb Douglas Satuan Fisik tidak Terestriksi Peternak Mandiri: Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 β 5 e u... (4.14) Fungsi Produksi Cobb Douglas Satuan Fisik tidak Terestriksi Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan): dimana: Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 β 5 e β 6 D+U (4.15) untuk dummy: 1= peternak kemitraan 0= peternak mandiri Menurut Soekartawi (2003), ada kemungkinan tiga alternatif yaitu: 1. Jika (β 1 +β 2 +β 3 +β 4 +β 5 ) < 1, maka fungsi produksi pada kondisi decreasing return to scale. 2. Jika (β 1 +β 2 +β 3 +β 4 +β 5 ) = 1, maka fungsi produksi pada kondisi constant return to scale. 3. Jika (β 1 +β 2 +β 3 +β 4 +β 5 ) > 1, maka fungsi produksi pada kondisi increasing return to scale. Guna menguji skala usaha dari usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur, maka digunakan uji F (Juanda, 2009). Dalam pengujian ini, digunakan model yang tidak terestriksi dan model terestriksi dengan jumlah elastisitas sama dengan satu. Fungsi Produksi Cobb Douglas Satuan Fisik Terestriksi Peternak Kemitraan: Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 β 5 e u.... (4.16) Jika: (β 1 + β 2 + β 3 + β 4 + β 5 =1) 43

62 Fungsi Produksi Cobb Douglas Satuan Fisik Terestriksi Peternak Mandiri: Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 β 5 e u... (4.17) Jika: (β 1 + β 2 + β 3 + β 4 + β 5 =1) Fungsi Produksi Cobb Douglas Satuan Fisik Terestriksi Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan): Y=β 0 X 1 β 1 X 2 β 2 X 3 β 3 X 4 β 4 X 5 β 5 e β 6 D e u (4.18) Jika: (β 1 + β 2 + β 3 + β 4 + β 5 =1) dimana: untuk dummy: 1= peternak kemitraan 0= peternak mandiri Hipotesis yang digunakan: H 0 = β 1 +β 2 +β 3 +β 4 +β 5 ) = 1 (constant return to scale) H 1 = β 1 +β 2 +β 3 +β 4 +β 5 ) > 1 (increasing return to scale) Kriteria pengujian: F hitung = (JKS R- JKS UR)q JKS UR (n-k) Keterangan: JKS R = Jumlah kuadrat sisa restriksi JKS UR = Jumlah kuadrat sisa tisak terestriksi q = Jumlah koefisien terestriksi n = Jumlah sample k = Jumlah peubah bebas Kriteria keputusan:...(4.19) F hitung < F α(db1,db2), terima H o artinya skala usahaternak ayam ras pedaging berada pada kondisi skala usaha constant return to scale. 44

63 F hitung > F α(db1,db2), tolak H o artinya skala usahaternak ayam ras pedaging berada pada kondisi skala usaha increasing return to scale. Syarat kecukupan tercapai jika Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan harga input (P x ) atau biaya korbanan marjinalnya (Doll dan Orazem, 1984). Persamaan matematis dapat dilihat sebagai berikut: (β i. y xi ). P y = P xi...(4.20) MPP xi. P y = P xi...(4.21) NPM Xi = P xi...(4.22) NPM Xi P Xi = 1...(4.23) dimana BKM xi =P xi, maka untuk penggunaan faktor produksi lebih dari satu faktor produksi: NPM x1 BKM x1 = NPM x2 BKM x2 = NPM x3 BKM x3 = NPM x4 BKM x4 = NPM x5 BKM x5 = (4.24) Dalam prakteknya, nilai produk marjinal tidak selalu sama dengan harga input atau biaya korbananya (Rahim dan Hastuti, 2008). Adapun kondisi yang memungkinkan untuk nilai produk marjinal adalah: 1. NPM Xi BKM Xi > 1 maka penggunaan faktor produksi belum efisien, sehingga penggunaan faktor produksi harus ditambah. 2. NPM Xi BKM Xi < 1 maka penggunaan faktor produksi belum efisien, sehingga penggunaan faktor produksi harus dikurangi. 45

64 Definisi Operasional 1. Ayam ras pedaging adalah ayam yang pertumbuhan badan sangat cepat dengan masa panen yang relatif pendek yaitu 5-6 minggu dengan bobot sekitar 1.6 kg 2. Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi hasil-hasil ternak dan hasil ikutannya bagi konsumen. 3. Kemitraan adalah kerjasama antara perusahaan inti dan peternak rakyat dengan tujuan yang saling menguntungkan. 4. Kemitraan inti plasma adalah salah satu bentuk pola kemitraan dimana perusahaan sebagai inti yang menyediakan beberapa sarana produksi dan peternak sebagai plasma sebagai penyedia tenaga kerja dan kandang. 5. Peternak rakyat adalah golongan peternak yang mengelola ternak dengan skala kecil. 6. Peternak plasma adalah peternak rakyat yang melakukan kerjasama dengan perusahaan inti yang melakukan budidaya usahaternak. 7. Peternak mandiri adalah peternak yang dalam melakukan usahaternaknya menggunakan modal sendiri dan bebas memasarkan hasil ternaknya serta seluruh risiko usahaternak sepenuhnya ditanggung sendiri. 8. DOC atau Day Old Chick adalah anak ayam umur sehari. 9. Efisiensi ekonomi adalah besaran yang menunjukan perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum, efisiensi dapat tercapai jika efisiensi teknik dan efisiensi harga terpenuhi. 46

65 V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Kecamatan Gunung Sindur Kondisi umum Kecamatan Gunung Sindur terdiri dari letak geografis serta kondisi sosial dan ekonomi Kecamatan Gunung Sindur. Bagian ini juga akan menjelaskan tentang karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian Letak Geografis Kecamatan Gunung Sindur merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor. Daerah ini memiliki perbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Depok di sebelah timur, Kecamatan Serpong dan Kabupaten Tangerang di sebelah utara, Kecamatan Parung dan Kecamatan Sawangan Kota Depok di sebelah barat serta Kecamatan Parung dan Kecamatan Ciseeng di sebelah selatan. Kecamatan Gunung Sindur terdiri dari 10 desa, yaitu Desa Padurenan, Desa Curug, Desa Rawakalong, Desa Pengasinan, Desa Gunung Sindur, dan Desa Pabuaran. Kecamatan tersebut memiliki luas wilayah ha dengan ketinggian rata-rata daerahnya 125 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Gunung Sindur terletak diantara Ibu Kota Propinsi Jawa Barat dengan jarak 180 km, dengan Ibu Kota Negara RI berjarak 30 km dan Ibu Kota Kabupaten Bogor dengan jarak 30 km. Dilihat dari letak geografisnya, kecamatan tersebut memiliki daerah yang relatif datar dan tidak berbukit-bukit dengan curah hujan rata-rata mm yang dipengaruhi oleh iklim dan angin musim yang umumnya basah dengan suhu minimum/maximum o C. Berdasarkan penggunaan lahan, Kecamatan Gunung Sindur, sebagian besar lahan digunakan untuk perumahan, perkebunan dan pekarangan, dimana 47

66 sebagian besar pekarangan digunakan untuk peternakan terutama peternakan ayam ras pedaging. Adapun pola penggunaan tanah secara secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penggunaan Lahan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2011 No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Sawah Pekarangan Perumahan Perkebunan Darat Rawa/situ Total Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Gunung Sindur, Kondisi Sosial dan Ekonomi Kecamatan Gunung Sindur memiliki jumlah penduduk sekitar jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kecamatan ini memiliki kepadatan penduduk sebesar 17 jiwa/ha. Kondisi perekonomian pada masyarakat Kecamatan Gunung Sindur, bertumpu pada sektor industri dan pertanian. Sektor industri terdiri dari jenis: olahan pangan, serta makanan ringan lainnya. Produk manufaktur terdiri dari produk-produk yang berkembang di masyarakat sebagai pedagang pengecer. Adapun pada jenis kerajinan masyarakat misalnya pakaian, mulai perajin sampai dengan pengusaha konveksi. Sektor pertanian di masyarakat Kecamatan Gunung Sindur, dominan pada peternakan ayam, tanaman hias dan perikanan (ikan konsumsi dan ikan hias). Sektor lain yang juga sebagai mata pencaharian penduduk di kecamatan ini adalah sektor jasa, yaitu yang meliputi jasa perbankan/keuangan, jasa angkutan, pariwisata dan lainnya. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 4. 48

67 Tabel 4. Komposisi Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2010 No. Jenis Pekerjaan Jumlah Rumah Tangga Persentase (%) 1. Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Listrik, gas, air Konstruksi Perdagangan, Hotel dan restoran Angkutan Lembaga keuangan lainnya Jasa-jasa Lainnya Total Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Gunung Sindur, 2010 Seluruh penduduk di Kecamatan Gunung Sindur mengalami tingkat pendidikan formal. Mayoritas penduduk memiliki tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi, yaitu sebanyak orang dengan persentase sebesar persen. Tingkat pendidikan SD dan SLTP sebesar persen dan persen. Tingkat pendidikan terkecil ada pada SMA, yaitu hanya sebesar persen. Adapun jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2010 No Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk (orang) persentase (%) 1 SD SLTP SLTA PT Jumlah Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Gunung Sindur, Karakteristik Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Karakteristik usahaternak ayam ras pedaging pada peternak kemitraan dan peternak mandiri yang dibahas dalam penelitian ini meliputi jumlah populasi 49

68 ayam ras pedaging, kapasitas kandang, luas kandang, bentuk kandang, arah kandang, mortalitas, FCR, bobot badan ayam, dan hasil produksi. Karakteristik usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Perkandangan Peternak Mandiri dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 No Karakteristik Tipe Peternak Mandiri Kemitraan 1. Jumlah Populasi (ekor) - Minimal Maksimal Rata-rata Kapasitas Kandang (ekor) Luas Kandang (m 2 ) Bentuk Kandang (%) - Liter Panggung Arah Kandang (%) - U-S B-T Mortalitas (%) FCR Bobot Badan Ayam (kg) Hasil Produksi (kg) Sumber: Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah populasi ayam ras pedaging peternak kemitraan lebih besar dari peternak mandiri. Peternak mandiri memilik rata-rata populasi sebesar ekor dan peternak kemitraan memiliki rata-rata sebesar ekor. Rata-rata luas kandang pada peternak mandiri adalah m 2 dengan kapasitas kandang ekor. Peternak mandiri memiliki kepadatan kandang sebesar 11 ekor/m 2, artinya setiap satu m 2 ayam dapat digunakan untuk menampung 11 ekor ayam ras pedaging. Peternak kemitraan memiliki rata-rata luas kandang m 2 dengan rata-rata kapasitas kandang ekor, peternak kemitraan memiliki kapasitas kepadatan kandang sebesar 13 ekor/m 2 dengan rata-rata berat badan ayam 0.84 kg. Umumnya, 50

69 kepadatan pada kandang sekitar antara 8-10 ekor/m 2 dengan berat badan kurang lebih 1 kg (Fadilah, 2004). Semakin tinggi kepadatan ayam, mengakibatkan suhu di dalam kandang semakin panas dan menyebabkan oksigen di dalam kandang semakin berkurang sehingga menyebabkan ayam menjadi stres. Bentuk kandang yang digunakan oleh peternak yaitu kandang panggung dan kandang litter. Bentuk kandang dan lokasi kandang sangat mempengaruhi sistem sirkulasi dan ventilasi di dalam kandang. Bentuk kandang dan lokasi kandang yang digunakan peternak mandiri dan petenak kemitraan, sebesar dan persen adalah bentuk kandang litter. Sebanyak persen bentuk kandang panggung yang digunakan peternak mandiri dan persen yang digunakan oleh peternak kemitraan. Bentuk kandang panggung lebih baik jika dibandingkan dengan kandang litter, sirkulasi udara lebih lancar karena dapat diperoleh dari celah-celah bawah lantai dan dinding, selain itu dapat meminimalkan penyebaran penyakit. Meskipun bentuk kandang panggung lebih baik, namun biaya pembuatannya lebih mahal, oleh karena itu sebagian peternak menggunakan kandang litter. Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa pada peternak mandiri terdapat persen mendirikan kandang menghadap ke arah utara-selatan dan persen mendirikan kandang menghadap ke arah timur-barat. Peternak kemitraan terdapat persen kandang dibangun dengan menghadap ke arah utara-selatan dan persen menghadap ke arah timur-barat. Lokasi kandang sebaiknya menghadap ke arah timur-barat agar terhindar dari panas matahari secara langsung dan matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang. 51

70 Mortalitas merupakan faktor penting dan harus diperhatikan dalam suatu usahaternak ayam ras pedaging. Rata-rata tingkat kematian atau mortalitas ayam peternak mandiri sebesar 5.94 persen, sedangkan tingkat mortalitas peternak kemitraan mencapai 7.31 peresen. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen budidaya ayam ras pedaging pada peternak mandiri lebih baik jika dibandingkan dengan peternak kemitraan. Keberhasilan dalam pemeliharaan usahaternak ayam ras pedaging selain dilihat dari besarnya tingkat kematian ayam, juga dapat diukur berdasarkan FCR (Feed Conversion Ratio). FCR digunakan untuk menghitung efisiensi pakan, artinya berapa pakan yang dihabiskan setiap ekor ayam untuk menghasilkan satu kilogram berat badan. Nilai FCR dapat dihitung dari total pakan yang diberikan dibagi dengan total ayam yang dipanen (Fadilah, 2004). Semakin kecil nilai FCR, berarti penggunaan pakan semakin efektif. Total rata-rata berat badan ayam pada peternak mandiri adalah kg dan total rata-rata berat badan ayam pada peternak kemitraan adalah kg. Total rata-rata pakan yang dihabiskan ayam dalam satu periode produksi pada peternak mandiri adalah kg dan total rata-rata pakan yang dihabiskan ayam dalam satu periode produksi pada peternak kemitraan adalah kg. Diperoleh nilai FCR untuk peternak mandiri sebesar 0.85, artinya setiap kenaikan berat badan ayam sebesar satu kilogram, dibutuhkan penggunaan pakan sebesar 0.85 kg. Nilai FCR untuk peternak kemitraan sebesar 1.00, artinya setiap kenaikan berat badan ayam sebesar satu kilogram, dibutuhkan penggunaan pakan sebesar satu kg. Berdasarkan penjelasan di atas, nilai FCR untuk peternak kemitraan lebih besar dibandingkan dengan nilai FCR peternak mandiri, sehingga dapat 52

71 disimpulkan bahwa peternak mandiri lebih mampu mengefisiensikan penggunaan pakan dari pada peternak kemitraan Manajemen Budidaya Ayam Ras Pedaging Manajemen budidaya ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur terdiri dari 1) masa kosong kandang atau persiapan kandang, 2) persiapan DOC ketika tiba di kandang, 3) pemeliharaan ayam sampai dengan masa panen, dan 4) masa panen. 1. Persiapan Kandang Masa persiapan kandang atau masa kosong kandang dimulai dari pembersihan kandang. Kandang dibersihkan setelah ayam dipanen dari segala bentuk kotoran. Kandang dicuci bersih dengan menggunakan air mulai dari lantai, dinding hingga bagian atas kandang dengan menggunakan campuran air deterjen, namun ada juga sebagian peternak tanpa menggunakan deterjen untuk menghemat biaya. Setelah dibilas dengan air hingga bersih, selanjutnya disemprot dengan menggunakan disenfektan atau formalin untuk membunuh kuman dan segala jenis penyakit yang mungkin tertinggal dari ayam pada periode sebelumnya. Kemudian dilakukan pengapuran dibagian dalam, lantai, dinding dan langit-langit kandang. Pengapuran dilakukan dengan tujuan mencegah dan membunuh mikroorganisme termasuk jamur yang merugikan kesehatan ayam. Selanjutnya, peralatan kandang seperti tempat pakan dan minum dicuci menggunakan air deterjen kemudian dibilas dengan desinfektan seperti dosban atau anticept, selanjutnya dikeringkan dan disimpan ditempat yang bersih. Setelah melalui tahap pengapuran selama 2-3 hari, dilakukan penebaran sekam dan pemasangan tirai. Sebelum sekam disebar sebagai alas kandang, 53

72 sebagian peternak kemitraan menggunakan desinfektan untuk disemprotkan pada sekam secara merata. Selama satu minggu pertama, di atas sekam diletakan koran yang diganti setiap hari untuk menghindari penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit. Tirai dipasang pada bagian luar kandang, 3 hari sebelum DOC datang. Sekat dipasang bersama dengan tempat minum dan tempat makan/baki yang telah bersih. Pemanas sudah terpasang 3-4 jam sebelum DOC datang. Penggunaan pemanas pada awal pemeliharaan pada peternak mandiri adalalah 10 hari, sedangkan peternak kemitraan selama 12 hari. Setelah 10 atau 12 hari penggunaan pemanas dilakukan selama 24 jam, pemanas hanya diberikan ketika cuaca dingin ketika turun hujan atau hanya diberikan pada malam hari. 2. Persiapan sebelum DOC Datang Ketika DOC telah tiba di lokasi, sebelum disebar ke dalam kandang, dilakukan perhitungan terhadap jumlah DOC yang datang dari poultry. Kemudian dilakukan penanganan terhadap DOC yang mati atau dalam keadaan lemah, kerdil, cacat dan tidak lincah agar diberikan perlakuan khusus. Strain DOC yang digunakan merupakan jenis Cobb dimana jenis ini memiliki karakteristik lebih banyak berproduksi daging dan memiliki sedikit bulu. Sebelum DOC datang, peralatan seperti tempat makan dan tempat minum dalam keadaan bersih dan siap pakai, sekat terpasang secara mengeliling. Setelah semua peralatan sudah siap, DOC disebar ke dalam penyekat induk buatan atau sekat yang dapat terbuat dari seng atau bambu yang ditutupi dengan karung atau terpal. Setelah DOC disebar, pakan dan minum diberikan untuk mengenalkan pakan dan melatih ayam untuk makan. Pakan dalam baki diberikan selama 2-5 hari pertama. 54

73 3. Pemeliharaan Ayam sampai Menjelang Panen Pemeliharaan ayam dilakukan secara intensif oleh peternak mulai dari DOC sampai masa panen ayam. Minggu pertama, pemanas dan lampu selama jam dipasang, tirai dalam keadaan tertutup. Pelebaran sekat disesuaikan dengan penambahan berat badan atau kepadatan serta diiringi dengan penambahan tempat makan dan minum. Pakan yang diberikan pada ayam merupakan jenis starter dimana strukturnya lebih halus dan memiliki kandungan atau komposisi yang bagus untuk pertumbuhan DOC. Pada hari pertama DOC, diberikan air gula untuk mengurangi stres yang sering terjadi pada DOC setelah masa pengangkutan. Hari selanjutnya, diberikan air minum yang dicampur dengan vitamin. Hari keempat dilakukan vaksinasi NDLS-VAC melalui tetes mata untuk menghindari terjadinya penyakit tetelo/nd. Umumnya vaksin NDLS diberikan sebanyak dua kali dalam satu periode produksi yaitu pada hari keempat dan minggu kedua, namun sebagian besar peternak hanya melakukan vaksinasi sekali selama periode produksi karena rata-rata umur panen ayam 25 hari. Minggu kedua, tirai dibuka sepertiga bawahnya dan pemanas hanya dinyalakan pada saat malam hari atau dalam kondisi dingin/hujan. Pakan diberikan sedikit demi sedikit namun sesering mungkin. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemborosan pakan karena terbuang dan menjaga kesehatan ayam karena pakan yang diberikan selalu baru. Air minum diberikan secara tidak terbatas. Air minum yang diberikan dicampur dengan vitamin seperti electrovit atau vitachick selama tiga hari pada sore hari, pagi hari diberikan antibiotik seperti colamox atau therapy. Pada umur ayam antara 9-12 hari dilakukan vaksin IBD- VAC untuk mencegah penyakit gumboro. 55

74 Minggu ketiga dan keempat, tidak jauh berbeda dengan minggu kedua, tirai sudah dibuka semua dan penerangan hanya dilakukan pada malam dan pemanas dinyalakan hanya pada cuaca dingin. Ketika sekam dirasa sudah cukup lembab, basah serta menimbulkan bau yang tidak sedap maka dilakukan penambahan sekam dan penyemprotan disenfektan atau dilakukan penggantian sekam. Pemantauan ayam dilakukan secara intensif dari minggu pertama hingga pasca panen. Ketika ditemukan ayam yang sakit, ayam dipisahkan untuk diberikan pengobatan. Masa terakhir pemeliharaan, dilakukan penimbangan ayam, untuk melihat bobot ayam yang telah siap dipanen dan pemberian pakan, obat dan vitamin dihentikan. 4. Masa Panen Panen ayam biasanya dilakukan pada malam dan siang hari pada usia sekitar hari (ukuran ayam kecil) dengan bobot ayam kg. Sebelum ayam dipanen, 3-4 hari pemberian obat-obatan dihentikan tetapi air minum tetap diberikan. Selama proses penangkapan, penimbangan dan pengangkutan hingga penampungan dapat diberikan obat untuk mengatasi stres berlebihan, namun ada juga sebagian peternak yang tidak memberikan obat selama 3-4 hari sebelum panen dengan alasan ayam yang akan dikonsumsi tidak mengandung obat-obatan Karakteristik Responden Responden dalam penilitian ini terdiri dari 30 peternak plasma dan 30 peternak mandiri yang dipilih dari tiga desa, yaitu Desa Padurenan, Desa Pabuaran dan Desa Pangasinan. Ketiga desa tersebut dipilih secara purposive karena desa tersebut memiliki peternak plasma terbanyak dari sepuluh desa yang ada di Kecamatan Gunung Sindur. 56

75 Tabel 7. Karakteristik Responden Peternak di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Karakterstik Jenis Peternak No Responden Mandiri Kemitraan Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Usia a. < b c. > Tingkat Pendidikan a. SD b. SLTP c. SLTA d. PT Lama Usahaternak a. 5 tahun b tahun c. >15 tahun Status Usaha a. Pekerjaan Utama b. Pekerjaan Sampingan Sumber: Data Primer, diolah (2012) Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, status usahaternak, dan motivasi usahaternak peternak baik peternak mandiri maupun peternak plasma. Motivasi beternak diikutsertakan, untuk mengetahui keberhasilan budidaya usahaternak ayam ras pedaging. Semua karaktesistik tersebut sangat penting karena berpengaruh terhadap usahaternak ayam ras pedaging. 1. Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan Tabel 7, baik pada peternak plasma dan peternak mandiri sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar persen dan persen, sedangkan berjenis kelamin perempuan hanya sebesar 6.67 persen dan persen. Hal ini menunjukan bahwa, baik pada peternak mandiri dan peternak plasma masih terdapat peran wanita dalam usahaternak. Usahaternak yang dilakukan di Kecamatan Gunung Sindur, jika suami bekerja sebagai peternak 57

76 maka bersama-sama dengan istri mereka melaksanakan pekerjaan dibidang peternakan dari sejak awal proses hingga pasca panen. Hal ini bertujuan mengurangi tenaga kerja dan menekan biaya tenaga kerja. Usia responden pada penelitian berkisar antara tahun. Penggolongan usia responden dibagi ke dalam tiga interval, yaitu usia antara kurang dari 15 tahun, tahun dan lebih dari 64 tahun. Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa peternak mandiri dan plasma sebagian besar berada pada usia produktif yaitu dengan rentan usia antara tahun sebesar persen. Hanya terdapat 3.33 persen peternak mandiri dan peternak plasma yang berada pada usia tidak produktif, biasanya pada responden dengan usia tersebut dibantu oleh keluarga seperti istri dan anak dalam menjalankan usahaternaknya. Rata-rata usia responden pada penelitian adalah 42 tahun. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah berapa lama pendidikan formal yang pernah diikuti oleh peternak. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap cara berfikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, cenderung akan memperhitungkan dan mempertimbangkan risiko dalam usahaternaknya dan lebih cepat dalam mengadopsi inovasi dan teknologi. Responden dengan tingkat pendidikan SLTA dan PT (Perguruan Tinggi) memperoleh informasi atau cara mengatasi permasalahan yang ada dalam usahaternaknya dari buku. Peternak dengan tingkat pendidikan SD dan SLTP, cenderung mengelola usahaternaknya secara turun temurun atau sekedar mendapat informasi dari orang lain. Tingkat pendidikan responden bervariasi dari SD hingga perguruan tinggi. Semua responden mengalami tingkat pendidikan formal. Mayoritas tingkat 58

77 pendidikan formal terakhir peternak mandiri adalah SD. Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa peternak mandiri yang memiliki tingkat pendidikan formal SD sebesar persen, SLTP sebesar persen, SLTA sebesar persen dan PT persen. Peternak plasma sebagian besar memiliki tingkat pendidikan formal SD dan SLTP yaitu masing-masing sebesar persen, peternak plasma dengan tingkat pendidikan SLTA persen dan PT sebesar persen. Maka dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur masih berada pada tingkat pendidikan rendah. 3. Pengalaman Berusahaternak Pengalaman berusahaternak yang dimaksud adalah mulai diperhitungkan sejak seorang peternak mulai terlibat dalam usahaternak. Pengalaman berusahaternak merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan bekerja dan berpikir peternak dalam mengelola usahaternaknya. Pengalaman usahaternak dapat menentukan keberhasilan dari usaharternaknya, karena dengan pengalaman tersebut menjadi petunjuk dalam melakukan kegiatan selanjutnya. Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa sebagian besar peternak responden memiliki pengalaman usahaternak di bawah lima tahun yaitu sebesar persen peternak mandiri dan persen peternak plasma. Artinya, sebagian besar peternak belum cukup berpengalaman dalam melakukan usahaternak ayam ras pedaging. Namun demikian, sebagian peternak sudah berpengalaman dengan lama berusahaternak antara 6-15 tahun yaitu sebesar persen untuk peternak mandiri dan peternak plasma sebesar persen. Sedangkan responden yang paling berpengalaman, yaitu lebih dari 15 tahun dalam usahaternak ayam ras pedaging, hanya terdapat sebesar persen peternak 59

78 mandiri dan 6.67 persen peternak kemitraan. Rata-rata lama peternak responden melakukan usahanya adalah lima tahun, sehingga dapat disimpulkam bahwa peternak ayam ras pedaging belum cukup berpengalaman dalam melakukan usahaternaknya karena sebagian besar peternak baru memulai membangun usahanya. 3. Status Usaha Mayoritas usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur sebagai pekerjaan utama, yaitu sebesar persen peternak mandiri dan sebesar persen peternak plasma. Status usaha peternak sebagai usahaternak sampingan hanya sebesar persen untuk peternak mandiri dan persen untuk peternak plasma. Status usaha berpengaruh terhadap keberlanjutan dari usahaternak responden. Ketika terjadi risiko harga, seperti anjloknya harga ayam ataupun kenaikan harga sarana produksi, responden dengan usahaternak sebagai pekerjaan sampingan cenderung memilih untuk tidak berproduksi hingga harga kembali stabil. Peternak dengan status usahaternak sebagai pekerjaan utama lebih memilih tetap melanjutkan usahanya. 60

79 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ayam Ras Pedaging Analisis Model Fungsi Produksi Model analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging adalah model fungsi produksi Cobb Douglas yang diaplikasikan untuk peternak mandiri dan peternak plasma dan peternak secara keseluruhan di Kecamatan Gunung Sindur. Variabel-variabel bebas yang dimasukan ke dalam model ini adalah pakan (X1), tenaga kerja (X2), vaksin (X3), pemanas (X4), sekam (X5), mortalitas (X6), dan kepadatan kandang (X7). Setelah dilakukan analisis menggunakan metode OLS, hasil pendugaan yang diperoleh untuk model Cobb Douglas adalah sebagai berikut: Fungsi Produksi Peternak Mandiri: Ln Y = ln X ln X ln X ln X ln X ln X ln X7..(6.1) Fungsi Produksi Peternak Kemitraan: Ln Y = ln X ln X ln X ln X ln X ln X ln X7...(6.2) Fungsi Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan): Ln Y = ln X ln X ln X ln X ln X ln X ln X D... (6.3) Berdasarkan Tabel 8, hasil pendugaan model Cobb Douglas, untuk peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan diperoleh koefisien determinasi terkoreksi (R adj ) sebesar persen. Hal 61

80 tersebut menunjukan bahwa sebesar persen dari variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan uji F, faktor-faktor produksi seperti pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas, sekam, mortalitas dan kepadatan kandang secara bersama-sama dapat menjelaskan produksi ayam ras pedaging secara keseluruhan pada taraf α satu persen. Berdasarkan hasil uji t, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah pakan dan pemanas yaitu pada taraf α satu persen. Sekam dan mortalitas nyatapada taraf α masing-masing sebesar lima persen dan sepuluh persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging adalah tenaga kerja, vaksin, kepadatan kandang, dan variabel dummy (1=peternak kemitraan dan 0=peternak mandiri). Tabel 8. Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variabel Koefisien Regresi Nilai t-hitung P-value Koefisien Pakan (X1) * Tenaga kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) * Sekam (X5) ** Mortalitas (X6) *** Kepadata kandang (X7) Dummy R-sq (Adj) F-hitung P-value Uji F Sumber : Data Primer, diolah (2012) Keterangan: * = Nyata pada α = 1 persen ** = Nyata pada α = 5 persen *** = Nyata pada α = 10 persen Berdasarkan hasil model fungsi produksi Cobb Douglas peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa 62

81 peternak kemitraan dan peternak mandiri tidak memiliki perbedaan secara nyata. Perbedaan produksi pada peternak kemitraan lebih besar persen. Tabel 9. Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variabel Koefisien Regresi Nilai t-hitung P-value Koefisien Pakan (X1) * Tenaga kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) * Sekam (X5) Mortalitas (X6) Kepadata kandang (X7) R-sq (Adj) F-hitung P-value Uji F Sumber : Data Primer, diolah (2012) Keterangan: * = Nyata pada α = 1 persen Berdasarkan Tabel 9, hasil pendugaan model Cobb Douglas peternak mandiri diperoleh koefisien determinasi terkoreksi (R adj ) sebesar persen. Hal tersebut menunjukan bahwa pada peternak mandiri, sebesar persen dari variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan 6.60 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan uji F diperoleh nilai probabilitas F sebesar 0.000, artinya faktor-faktor produksi seperti pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas, sekam, mortalitas, dan kepadatan kandang secara bersama-sama dapat menjelaskan produksi ayam ras pedaging peternak mandiri pada taraf α sebesar satu persen. Guna mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap produksi dilakukan uji t. Berdasarkan hasil uji t, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah pakan dan pemanas pada taraf α sebesar satu persen, sedangkan tenaga kerja, vaksin, sekam, mortalitas, dan 63

82 kepadatan kandang tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging pada peternak mandiri. Tabel 10. Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variabel Koefisien Regresi Nilai t-hitung P-value Koefisien Pakan (X1) ** Tenaga kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) *** Sekam (X5) ** Mortalitas (X6) ** Kepadata kandang (X7) * R-sq (Adj) F-hitung P-value Uji F Sumber : Data Primer, diolah (2012) Keterangan: * = Nyata pada α = 1 persen ** = Nyata pada α = 5 persen *** = Nyata pada α = 10 persen Berdasarkan Tabel 10, nilai koefisien determinasi terkoreksi (R adj ) pada model fungsi produksi peternak kemitraan sebesar persen, artinya sebesar persen dari variasi produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan dapat dijelaskan oleh variabel independen dan persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai probabilitas pada uji F sebesar dimana nilainya kurang dari taraf α lima persen, hal ini menunjukan bahwa semua faktor produksi yang dimasukan dalam model secara bersama-sama dapat menjelaskan produksi ayam ras pedaging. Hasil uji t pada model fungsi produksi peternak kemitraan, menunjukkan bahwa sekam dan kepadatan kandang berpengaruh secara nyata pada taraf α sebesar satu persen, pakan dan mortalitas nyata pada taraf α sebesar lima persen, serta pemanas berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging pada taraf α sebesar sepuluh persen. Tenaga kerja dan vaksin tidak 64

83 berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging pada peternak kemitraan. Setelah melakukan pendugaan dan pengujian terhadap model fungsi produksi, selanjutya dilakukan pemeriksaan terhadap asumsi OLS untuk melihat masalah kenormalitasan, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Model fungsi Cobb Douglas peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan (peternak mandiri dan kemitraan), residual tidak terdistribusi secara normal, namun tidak ditemukan masalah heterokedastisitas dan multikolinearitas yang serius. Tabel 11. Nilai P-value Statistik Uji Glejser, Chi-Square, VIF dan Nilai Jarque-Bera pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variabel VIF (Constanta) - Pakan (X1) Tenaga kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas (X6) Kepadatan kandang (X7) Dummy Jarque-Bera P-value JB Chi-Square Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 11, diperoleh nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar yang nilainya lebih kecil dari taraf α satu persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual tidak menyebar normal. Pengujian multikolinearitas dapat dilihat dari VIF pada masing-masing variabel bernilai kurang dari sepuluh, sehingga dapat dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas yang serius. Pengujian masalah heterokedastisitas diperoleh Chi-Square yang nilainya lebih besar dari taraf α satu persen, hal tersebut menunjukan bahwa model fungsi produksi 65

84 Cobb Douglas usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur tidak ditemukan masalah heterokedastisitas, artinya variabel dependen (pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas, sekam, mortalitas dan kepadatan kandang) yang terdapat dalam model tidak ada yang berpengaruh secara nyata terhadap residualnya. Tabel 12. Nilai P-value Statistik Uji Glejser, Chi-Square, VIF dan Jarque- Bera pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variabel VIF (Constanta) - Pakan (X1) Tenaga kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas (X6) Kepadatan kandang (X7) Jarque-Bera P-value JB Chi-Square Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 12, pada model fungsi produksi ayam ras pedaging peternak mandiri, diperoleh nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.063, nilai tersebut lebih besar dari taraf α satu persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual menyebar normal. Hasil uji mulikolinearitas, diperoleh nilai VIF pada masing-masing variabel kurang dari sepuluh sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah multikolinearitas yang serius. Berdasarkan hasil regresi model fungsi Cobb Douglas pada peternak mandiri tidak ditemukan masalah heterokedastisitas, hal ini dapat ditunjukan dari nilai Chi-Square sebesar yang nilainya lebih besar dari taraf α 15 persen. 66

85 Tabel 13. Nilai P-value Statistik Uji Glejser, Chi-Square, VIF dan Jarque- Bera pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variabel VIF (Constanta) - Pakan (X1) Tenaga kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas (X6) Kepadatan kandang (X7) Jarque-Bera P-value JB Chi-Square Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 13, model fungsi Cobb Douglas peternak kemitraan distribusi data menyebar normal, tidak ditemukan masalah heterokedastisitas dan multikolinearitas yang serius. Nilai probabilitas Jarque-Bera pada uji kenormalitasan sebesar 0.951, nilai tersebut lebih besar dari taraf α satu persen. Hal tersebut menunjukan bahwa pada model fungsi Cobb Douglas peternak kemitraan, residual menyebar normal. Hasil uji multikolinearitas, diperoleh VIF masing-masing variabel bernilai kurang dari sepuluh, sehingga dapat disimpukan bahwa tidak terdapat korelasi yang kuat antar variabel dependen (pakan, luas kandang, tenaga kerja, vaksin, pemanas, mortalitas, dan kepadatan kandang) artinya tidak terdapat masalah multikolinearitas yang serius. Pengujian heterokedastisitas diperoleh nilai Chi-Square sebesar yang nilainya lebih besar dari taraf α 15 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model tersebut, artinya masing-masing variabel dependen tidak berpengaruh secara nyata terhadap residualnya. 67

86 Besar Pengaruh Faktor-Faktor Produksi terhadap Produksi Ayam Ras Pedaging Besar pengaruh faktor-faktor produksi dalam fungsi produksi Cobb Douglas, dapat diketahui dari nilai koefisien yang merupakan nilai elastisitas produksinya. Nilai koefisien masing-masing faktor produksi terhadap produksi ayam ras pedaging peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan dan peternak kemitraan, yang bernilai positif adalah pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas, dan kepadatan kandang, adapun peternak mandiri adalah pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas, sekam, dan mortalitas. Koefisien regresi yang bernilai negatif pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan dan peternak kemitraan adalah tingkat kematian atau mortalitas. Koefisien regresi yang bernilai negatif pada peternak mandiri adalah kepadatan kandang. Nilai yang negatif pada koefisien regresi menunjukan hubungan yang berkebalikan antara faktor produksi dengan produksinya. Pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging secara adalah sebagai berikut: Tabel 14. Nilai Koefisien Produksi Pada Peternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan), Peternak Mandiri dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Faktor Produksi Peternak secara Peternak Peternak Keseluruhan Mandiri Kemitraan Koeisien Pakan (X1) 0.517* 0.895* 0.298** Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) 0.261* 0.168* 0.194*** Sekam (X5) 0.139** ** Mortalitas (X6) *** ** Kepadatan Kandang (X7) * Dummy Sumber : Data Primer, diolah (2012) Keterangan: * = Nyata pada α = 1 persen ** = Nyata pada α = 5 persen *** = Nyata pada α = 10 persen 68

87 1. Pakan Secara hipotesis koefisien variabel pakan bertanda positif. Artinya semakin bertambahnya pakan, maka bobot ayam akan semakin meningkat, sehingga produksi ayam ras pedaging juga akan semakin meningkat. Rata-rata penggunaan pakan dalam satu periode produksi peternak mandiri adalah kg dan peternak kemitraan rata-rata penggunaan pakan sebesar kg. Rata-rata penggunaan pakan usahaternak ayam ras pedaging secara keseluruhan di Kecamatan Gunung Sindur adalah kg. Biaya pakan merupakan biaya terbesar dalam usahaternak yaitu sebesar persen dari total biaya variabel. Berdasarkan hasil pendugaan parameter, pakan berpengaruh positif terhadap produksi dan nyata pada taraf α sebesar satu persen pada peternak ayam ras pedaging peternak mandiri dan peternak secara keseluruhan (peternak mandiri dan kemitraan), serta pakan berpengaruh nyata pada taraf α sebesar lima persen pada peternak kemitraan. Nilai elastisitas produksi pakan yang bernilai positif antara 0 sampai 1 menunjukan penggunaan pakan berada pada daerah rasional. Nilai elastisitas pakan pada peternak mandiri sebesar 0.895, artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas pakan pada fungsi produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan sebesar 0.298, artinya setiap penambahan satu persen pakan akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan sebesar 0.507, artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen 69

88 akan meningkatkan jumlah produksi ayam ras pedaging sebesar persen dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Berdasarkan Tabel 14, koefisien produksi pakan pada peternak mandiri lebih responsif terhadap produksi daripada peternak kemitraan. Menurut Mulyantini (2011), pertumbuhan ternak ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan. Pertumbuhan atau pertambahan berat badan juga merupakan interaksi antara potensi genetik dengan faktor lingkungan. Jika semuanya berinteraksi dengan baik, maka pertumbuhan ternak yang dipelihara akan optimal. Jenis strain yang dikembangkan baik pada peternak mandiri ataupun kemitraan adalah Cobb. Hal tersebut menunjukan tidak ada perbedaan pada strain ayam antara peternak kemitraan dan mandiri, sedangkan perbedaan diperkirakan terdapat pada kualitas pakan yang diberikan. Pakan yang diperoleh dari inti digunakan untuk awal pemeliharaan ayam sampai dengan masa panen, sehingga diduga penyimpanan pakan yang tidak tepat dapat menyebabkan penurunan pada kualitas pakan yang akan berdampak pada pertumbuhan ayam. Indonesia sebagai negara tropis memiliki suhu dan kelembaban yang relatif tinggi dan sangat mempengaruhi daya tahan pakan dan mempercepat proses ketengikan, sehingga pada akhirnya mengurangi gizi dari pakan (Mulyantini, 2010). Pembuatan gudang pakan merupakan hal penting dalam usahaternak karena dengan adanya tempat penyimpanan yang baik, kualitas pakan dapat terjaga (Fadilah, 2006). 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah faktor produksi yang penting dalam usahaternak. Peternak rakyat yang pada umumnya memiliki keterbatasan dalam permodalan, sehingga peran tenaga kerja dalam keluarga sangat diperlukan. Jika 70

89 masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri tidak perlu mengupah tenaga kerja dari luar, yang berarti dapat menghemat biaya produksi. Secara hipotesis, tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter, variabel tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi ayam ras pedaging. Hal ini ditunjukan oleh nilai koefisien regresi tenaga kerja yang bertanda positif, artinya setiap penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging. Penggunaan tenaga kerja pada peternak mandiri, peternak kemitraan, dan peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan di Kecamatan Gunung Sindur tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Hal ini disebabkan tenaga kerja yang digunakan dalam usahaternak ayam ras pedaging, baik peternak mandiri maupun kemitraan merupakan tenaga kerja dalam keluarga, dimana tidak terdapat pembagian kerja dalam pengelolaan usahaternak. Kegiatan usahaternak biasanya dilakukan oleh suami yang dibantu oleh istri dan atau anak yang tidak memiliki pengalaman dalam usahaternak, selain itu tenaga kerja pada peternak kemitraan persen dan peternak kemitraan sebesar persen memiliki pengalaman usahaternak di bawah lima tahun, sehingga belum cukup berpengalaman dalam usahaternak. Nilai elastisitas tenaga kerja peternak mandiri sebesar 0.023, artinya setiap peningkatan satu persen tenaga kerja akan meningkatkan produksi ayam sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas tenaga kerja peternak kemitraan sebesar 0.190, artinya setiap peningkatan satu persen tenaga kerja akan meningkatkan produksi ayam sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas produksi tenaga kerja peternak ayam ras pedaging di Kecamatan 71

90 Gunung Sindur secara keseluruhan sebesar 0.108, artinya setiap peningkatan satu persen tenaga kerja akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas produksi tenaga kerja positif antara 0 sampai 1, menunjukan penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional. 3. Vaksin Dalam usahaternak ayam ras pedaging, program pencegahan penyakit harus dilaksanakan dengan baik. Ketika unggas terserang penyakit atau terinfeksi parasit akan mengakibatkan produksi daging yang dihasilkan rendah, pertumbuhan ayam menurun, konversi ransum tinggi dan mortalitas akan meningkat. Kegiatan pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan pemberian vaksin. NDLS-Vac merupakan vaksin yang wajib dilakukan pada usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur. Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan vaksin tersebut sebesar persen dari total biaya OVAC. Secara hipotesis, vaksin merupakan variabel yang memiliki koefisien bernilai positif sehingga berpengaruh terhadap peningkatan produksi ayam ras pedaging. Berdasarkan hasil pendugaan parameter, penggunaan vaksin memang berpengaruh positif, namun pada fungsi produksi peternak mandiri, peternak kemitraan, dan peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan penggunaan vaksin tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Hal ini disebabkan vaksin NDLS pada dasarnya hanya digunakan sebagai pencegah penyakit ND pada awal masa pertumbuhan ayam, namun bila vaksinasi ini tidak dilakukan, dan ayam telah terjangkit serta menyebar maka akan menyebabkan kematian masal karena penyakit tersebut tidak dapat diobati melainkan hanya 72

91 dapat dicegah. Kerugian ekonomi akibat ND sangat besar karena angka kematian yang ditimbulkannya sangat tinggi. Nilai Elastisitas produksi vaksin peternak mandiri sebesar 0.019, artinya setiap peningkatan satu persen vaksin akan meningkatkan produksi ayam sebesar persen (ceteris paribus). Elastisitas produksi vaksin peternak kemitraan sebesar 0.055, artinya peningkatan sebesar satu persen vaksin akan meningkatkan produksi ayam sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas produksi vaksin pada peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan sebesar 0.011, artinya setiap peningkatan satu persen vaksin akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (cateris paribus). Nilai elastisitas produksi yang bernilai positif antara 0 sampai 1 menunjukan penggunaan vaksin pada usahaternak berada daerah rasional. 4. Pemanas Pemanas merupakan faktor yang penting digunakan dalam usahaternak ayam ras pedaging, terutama pada masa ayam umur 1-2 minggu karena pada umur tersebut ayam belum mampu mengatur suhu tubuhnya secara sempurna. Secara hipotesis, penggunaan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi ayam ras pedaging. Hal tersebut dikarenakan pemanas dapat membuat DOC tumbuh dan berkembang dengan baik. Berdasarkan hasil pendugaan parameter, pemanas berpengaruh positif terhadap produksi ayam ras pedaging dan berpengaruh secara nyata pada peternak mandiri dan peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan pada taraf α sebesar satu persen, sedangkan peternak kemitraan pemanas berpengaruh secara nyata pada taraf α sebesar sepuluh persen. Nilai 73

92 elastisitas produksi pemanas bernilai positif yaitu antara 0 sampai 1. Nilai elastisitas pemanas pada peternak mandiri sebesar 0.168, artinya setiap peningkatan satu persen penggunaan untuk pemanas akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas pemanas pada peternak kemitraan sebesar 0.194, artinya setiap peningkatan satu persen penggunaan pemanas akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas pemanas pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan sebesar 0.261, artinya setiap peningkatan sebesar satu persen pemanas akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa elastisitas produksi penggunaan pemanas peternak kemitraan lebih responsif terhadap produksi dari pada peternak mandiri karena rata-rata penggunaan pemanas pada awal pemeliharaan peternak mandiri hanya dilakukan selama 10 hari, pemberian pemanas pada awal pemeliharaan sangat penting untuk dilakukan, pemberian pemanas pada anak ayam seharusnya dilakukan selama hari (Fadilah, 2006). Menurut Fadilah (2006), kurangnya pemberian pemanas akan mengganggu pertumbuhan ayam, berat badan menjadi tidak merata dan proses pembentukan kekebalan menjadi terganggu, akibatnya ayam banyak yang kerdil dan mudah terserang penyakit. 5. Sekam Sekam merupakan faktor produksi yang penting terutama pada awal pemeliharaan ayam. Selain berfungsi sebagai tempat tidur ayam, sekam berfungsi sebagai tempat menampung kotoran yang dikeluarkan ayam (Fadilah, 2004). Sekam merupakan faktor penting karena sebagian besar peternak, baik pada 74

93 peternak kemitraan dan peternak mandiri di Kecamatan Gunung Sindur sebesar persen dan persen menggunakan kandang postal/litter. Dalam usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur, biaya sekam sebesar 1.67 persen dari total biaya variabel. Secara hipotesis sekam berpengaruh positif terhadap produksi ayam ras pedaging, artinya setiap penambahan sekam akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging. Sekam berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan pada taraf α sebesar satu persen, sedangkan pada peternak mandiri sekam tidak berpengaruh secara nyata. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan kondisi lapang, jumlah sekam yang disebarkan di dalam kandang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Sekam hanya ditebar dengan ketebalan kurang lebih 3-4 cm, menurut Fadilah (2004) umumnya sekam ditebar dengan ketebalan kurang lebih 5-8 cm. Kurangnya penggunaan sekam menyebabkan kandang menjadi lembab, apalagi jika sekam yang digunakan sebagian peternak mandiri adalah sekam basah menyebabkan kadar amonia di dalam kandang menjadi tinggi, sistem pernafasan pada ayam dapat terganggu dan menyebabkan pertambahan berat badan ayam menjadi lambat. Penambahan sekam seharusnya dilakukan seiring bertambahnya berat badan ayam. Menurut Fadilah (2006), sekam harus dikontrol setiap hari, dan diusahkan dalam keadaan kering. Secara keseluruhan, sekam berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur pada taraf α sebesar lima persen. Nilai elastisitas produksi sekam pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan sebesar 0.139, artinya setiap peningkatan penggunaan sekam sebesar satu persen akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen 75

94 (ceteris paribus). Nilai elastisitas produksi sekam pada peternak mandiri sebesar 0.001, artinya setiap peningkatan penggunaan sekam sebesar satu persen akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen. Nilai elastisitas sekam pada peternak kemitraan sebesar 0.262, artinya setiap peningkatan penggunan sekam sebesar satu persen akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen. Nilai elastisitas produksi sekam bernilai positif yaitu antara 0 sampai 1 dan berada pada daerah rasional. 6. Mortalitas Mortalitas merupakan faktor penting dan harus diperhatikan dalam suatu usahaternak ayam ras pedaging. Tingkat kematian banyak terjadi pada mingguminggu pertama pemeliharaan. Angka kematian bisa dilihat sejak umur 1-3 hari. Tingkat kematian dapat dipengaruhi oleh iklim, bobot badan ayam, sanitasi peralatan dan kandang, penyakit dan kebersihan lingkungan (Fadilah, 2004). Ratarata tingkat kematian atau mortalitas ayam peternak mandiri sebesar 5.94 persen, adapun tingkat mortalitas peternak kemitraan mencapai 7.31 persen. Mortalitas maksimum yang tidak merugikan adalah sebesar lima persen (North dalam Iskandar et.al, 1999). Secara hipotesis, tingkat kematian ayam berpengaruh negatif terhadap produksi ayam ras pedaging artinya setiap ayam mati akan mengurangi produksi. Pada peternak mandiri koefisien regresi mortalitas berpengaruh positif, namun tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging, hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis karena pada kondisi lapang diperkirakan dengan kematian ayam tersebut menyebabkan tingkat kepadatan berkurang sehingga persaingan makanan berkurang dan ayam dapat tumbuh dan berkembang dengan 76

95 baik. Besar pengaruh mortalitas terhadap produksi pada peternak mandiri adalah sebesar 0.005, artinya setiap peningkatan mortalitas sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar persen. Mortalitas berpengaruh negatif dan nyata terhadap produksi ayam ras pedaging pada peternak kemitraan pada taraf α lima persen. Namun, secara keseluruhan mortalitas berpengaruh negatif dan nyata terhadap produksi ayam ras pedaging pada taraf α sepuluh persen. Nilai elastisitas mortalitas pada peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan sebesar , artinya setiap peningkatan kematian ayam sebesar satu persen akan menurunkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas mortalitas peternak kemitraan sebesar , artinya setiap peningkatan mortalitas ayam sebesar satu persen akan menurunkan produksi ayam sebesar persen (ceteris paribus). 7. Kepadatan Kandang Rata-rata kepadatan kandang peternak mandiri adalah 11 ekor/m 2 dan ratarata kepadatan kandang peternak kemitraan adalah 13 ekor/m 2. Secara hipotesis kepadatan kandang berpengaruh positif terhadap produksi, namun kepadatan kandang yang melebihi batas maksimum akan berpengaruh negatif terhadap produksi, artinya setiap peningkatan ayam per m 2 akan menurunkan produksi. Semakin padat kandang ayam, akan cenderung meningkatkan konsumsi air sehingga konsumsi pakan berkurang, pertumbuhan terhambat, dan meningkatnya kanibalisme. Umumnya kepadatan kandang yang baik adalah maksimum penggunaannya sebanyak 8-10 ekor/m 2 untuk rata-rata berat badan ayam satu kg (Fadilah, 2004). Menurut Mulyantini (2011), pada kandang dengan lingkungan yang baik dengan ventilasi udara dan pendingin, kepadatan dapat ditingkatkan. 77

96 Sebagian besar peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur menggunakan kandang litter dan berada dalam lingkungan pemukiman. Oleh karena itu, diperlukan manajemen kandang yang baik sehingga sirkulasi udara tetap lancar. Berdasarkan hasil pendugaan parameter, kepadatan kandang berpengaruh negatif namun tidak nyata terhadap produksi ayam ras pedaging peternak mandiri, hal ini menunjukan bahwa kepadatan kandang pada peternak mandiri telah melebihi batas maksimum kepadatan kandang. Adapun peternak kemitraan, kepadatan kandang berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi pada taraf α sebesar lima persen. Nilai koefisien yang bernilai positif pada model fungsi produksi peternak kemitraan, berdasarkan kondisi lapang manajemen kandang pada peternak kemitraan berbeda dengan peternak mandiri. Sistem perkandangan pada peternak kemitraan memiliki ventilasi yang lebih baik dengan dilengkapi kipas angin serta persen kandang menghadap ke arah Barat-Timur sehingga panas matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang, oleh karena itu dengan sistem manajemen kandang yang lebih baik dimungkinkan kepadatan kandang dapat ditingkatkan. Secara keseluruhan, kepadatan kandang berpengaruh positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging pada seluruh peternak di Kecamatan Gunung Sindur. Besar pengaruh kepadatan kandang terhadap produksi ayam ras pedaging peternak mandiri adalah , artinya setiap kepadatan kandang meningkat sebesar satu persen akan menurunkan produksi sebesar persen (ceteris paribus). Besar pengaruh kepadatan kandang terhadap produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan adalah 0.696, artinya setiap peningkatan kepadatan 78

97 kandang satu persen akan meningkatkan produksi sebesar persen (ceteris paribus). Besar pengaruh kepadatan kandang pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan terhadap produksi sebesar 0.145, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkat produksi ayam ras pedaging adalah persen (ceteris paribus) Analisis Efisiensi Ekonomi Analisis efisiensi dilakukan dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas dengan input-input satuan fisik (pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas dan sekam) baik pada peternak mandiri, peternak kemitraan, dan peternak secara keseluruhan. Hasil regresi pengaruh masing-masing faktor produksi satuan fisik pada fungsi produksi Cobb Douglas adalah sebagai berikut: Tabel 15. Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Tidak Terestriksi Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan), Peternak Mandiri dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Peternak secara Peternak Pteternak Variabel Keseluruhan Mandiri Kemitraan Koefisien P-value Koefisien P-value Koefisien P-value Intercep Pakan (X1) * * * Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) * * ** Sekam (X5) * * Dummy R-sq (Adj) F hitung P-value Uji F Sumber : Data Primer, diolah (2012) Keterangan: * = nyata pada taraf α = 1 persen ** = nyata pada teraf α = 5 persen Setelah melakukan pendugaan terhadap model fungsi produksi, selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap asumsi OLS untuk melihat masalah 79

98 kenormalitasan, multikolinearitas, dan heterokedastisitas. Hasil uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan normalitas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai P-value Statistik Uji Glejser, Chi-Square, VIF dan Jarque- Bera pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan), Peternak mandiri, dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Peternak Peternak Peternak Faktor Produksi Keseluruhan Mandiri Kemitraan VIF VIF VIF (Constanta) Pakan (X1) Tenaga kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Dummy Jarque-Bera P-value JB Chi-Square Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 16, diperoleh nilai VIF pada masing-masing model fungsi produksi bernilai kurang dari sepuluh, hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak ditemukan adanya masalah multokolinearitas yang serius. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai Chi-Square masing-masing fungsi sebesar 0.016, dan dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf α satu persen sehingga dapat disimpulkan pada ketiga fungsi tersebut tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas. Berdasarkan uji kenormalitasan pada fungsi produksi peternak ayam ras pedaging peternak kemitraan dan peternak mandiri, ditemukan bahwa distribusi data menyebar normal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai probabilitas Jarque-Bera yang lebih besar dari taraf α satu persen. Adapun pada fungsi produksi peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan (peternak kemitraan dan mandiri), diperoleh nilai probabilitas Jarque-Bera yang nilainya 80

99 lebih kecil dari taraf α satu persen, sehingga dapat dikatakan residual tidak menyebar normal. Efisiensi ekonomi akan tercapai apabila syarat kecukupan dan keharusan terpenuhi. Syarat kecukupan terjadi apabila peternak berproduksi pada daerah rasional II, dimana elastisitas produksi bernilai antara 0 sampai 1. Skala usaha masing-masing peternak dapat diketahui dari penjumlahan total elastisitas produksinya. Peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan diperoleh nilai elastisitas produksi sebesar 1.13, adapun peternak mandiri dan kemitraan masingmasing sebesar 1.10 dan Agar syarat kecukupan terpenuhi, maka dilakukan uji skala usaha terhadap model Cobb Douglas baik yang tidak terestriksi maupun terestriksi. Restriksi dilakukan dengan membatasi jumlah elastisitas produksi sama dengan satu (constant return to scale). Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kondisi skala usaha pada model peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan, peternak mandiri dan peternak kemitraan dengan kondisi skala usaha constant return to scale. Berdasarkan hasil uji beda skala, diperoleh nilai F hitung pada model regresi peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan sebesar 0.99 yang nilainya lebih kecil dari F tabel sebesar 7.08, sedangkan pada peternak mandiri dan peternak kemitraan diperoleh nilai F hitung sebesar 0.92 dan 1.30 yang nilainya lebih kecil dari F tabel sebesar Hal tersebut menunjukan bahwa model Cobb Douglas tidak terestriksi pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan, peternak mandiri dan peternak kemitraan tidak berbeda nyata dengan model produksi Cobb Douglas terestriksinya, artinya skala usaha pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan, peternak mandiri dan peterak kemitraan dapat 81

100 dikatakan berada pada kondisi skala usaha constant return to scale. Pada kondisi tersebut, tingkat input produksi optimal pada ketiga model fungsi produksi tersebut dapat diperoleh (Lampiran 38). Model fungsi produksi Cobb Douglas terestriksi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan), Peternak Mandiri dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variabel Peternak secara Peternak Pteternak keseluruhan Mandiri Kemitraan Koefisien P-value Koefisien P-value Koefisien P-value Intercep Pakan (X1) * * * Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) * * ** Sekam (X5) * ** Dummy Restrict R-sq (Adj) F hitung P-value Uji F Sumber : Data Primer, diolah (2012) Keterangan: * = nyata pada taraf α = 1 persen ** = nyata pada taraf α = 5 persen Berdasarkan Tabel 17, hasil fungsi produksi Cobb Douglas terestriksi, diperoleh nilai koefisien determinasi terkoreksi (R adj ) masing-masing sebesar 82.59, dan Artinya pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan, sebesar persen faktor-faktor produksi pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas, dan sekam dapat menjelaskan variasi dari produksi ayam ras pedaging dan persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai koefisien determinasi pada peternak mandiri sebesar persen, artinya sebesar persen faktor-faktor produksi dapat menjelaskan variasi dari produksi ayam 82

101 ras pedaging dan 6.00 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai koefisien determinasi terkoreksi pada peternak kemitraan sebesar persen, artinya sebesar persen keragaman produksi ayam ras pedaging dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksinya dan persen lagi dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Guna mengetahui pengaruh faktor produksi secara bersama-sama, dapat dilakukan dengan menggunakan uji F. Berdasarkan Tabel 17, nilai masing-masing probabilitas uji statistika F pada ketiga model tersebut bernilai kurang dari taraf α satu persen, artinya faktor-faktor produksi seperti pakan, tenaga kerja, vaksin, pemanas, dan sekam secara bersama-sama dapat menjelaskan faktor produksi ayam ras pedaging. Pengaruh masing-masing faktor produksi dapat dilakukan dengan menggunakan uji t dengan melihat masing-masing nilai probabilitasnya. Berdasarkan Tabel 17, pakan berpengaruh positif dan nyata pada taraf α sebesar satu persen terhadap produksi baik pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan, peternak mandiri maupun peternak kemitraan. Besar pengaruh pakan terhadap produksi pada masing-masing produksi adalah sebesar 0.557, dan 0.408, artinya setiap peningkatan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging masing-masing sebesar persen, persen dan persen (ceteris paribus). Tenaga kerja berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap produksi ayam ras pedaging pada ketiga fungsi produksi. Hal tersebut menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja telah berlebih, sehingga peningkatan penggunaan tenaga kerja justru akan menurunkan produksi. Besar pengaruh tenaga kerja masingmasing sebesar , dan , artinya setiap peningkatan tenaga kerja 83

102 sebesar satu persen akan menurunkan produksi masing-masing sebesar persen, persen dan persen (ceteris paribus). Berdasarkan ketiga fungsi produksi, vaksin berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Besar pengaruh vaksin terhadap produksi masing-masing fungsi produksi sebesar 0.016, dan 0.024, artinya setiap peningkatan penggunaan vaksin sebesar satu persen akan meningkatkan produksi masing-masing sebesar persen, persen dan persen (ceteris paribus). Pemanas berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan dan peternak mandiri pada taraf α sebesar satu persen, serta berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan pada taraf α sebesar lima persen. Besar pengaruh pemanas pada masing-masing fungsi produksi sebesar 0.278, dan 0.311, artinya setiap peningkatan penggunaan pemanas sebesar satu persen akan meningkatkan produksi masing-masing sebesar persen, persen dan persen (ceteris paribus). Sekam berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan pada taraf α sebesar lima persen. Besar pengaruh penggunaan sekam terhadap produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan adalah Artinya setiap peningkatan penggunaan sekam sebesar satu persen akan mengkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Sedangkan pada peternak mandiri, sekam berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap produksi. Hal tersebut dapat dikarenakan sebagian peternak mandiri masih menggunakan sekam basah, selain itu manajemen budidaya yang tidak tepat menyebabkan ayam menjadi tidak sehat dan berdampak pada berkurangnya 84

103 produksi daging yang dihasilkan. Besar pengaruh sekam terhadap produksi peternak mandiri adalah , artinya setiap peningkatan penggunaan sekam sebesar satu persen akan menurunkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen (ceteris paribus). Secara keseluruhan, sekam berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi ayam ras pedaging pada seluruh peternak di Kecamatan Gunung Sindur pada taraf α satu persen. Besar pengaruh sekam terhadap produksi ayam ras pedaging adalah 0.198, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi ayam ras pedaging sebesar persen. Model fungsi produksi yang akan digunakan untuk analisis selanjutnya adalah model fungsi produksi Cobb Douglas terestriksi baik pada peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan, peternak mandiri dan peternak kemitraan. Model fungsi produksi tersebut akan digunakan untuk menghitunng nilai rasio NPM- BKM dan nilai input optimal dalam efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi merupakan kondisi dimana peternak mampu meningkatkan produksinya dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan dan menjual produksinya dengan harga yang tinggi (mencapai efisiensi teknik dan efisiensi harga secara bersama-sama). Berdasarkan syarat kecukupan, efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio antara NPM (Nilai Produk Marjinal) dengan BKM (Biaya Korbanan Marjinal) per periode produksi sama dengan satu. BKM adalah biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan produksi setiap satu satuan. Nilai BKM sama dengan nilai harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri (P x ). NPM dapat dihutung dari perkalian antara harga produk (Py) dengan Produk Marjinal (PM). 85

104 Rata-rata produksi ayam ras pedaging peternak secara keseluruhan (peternak kemitraan dan mandiri) adalah kg. Produksi rata-rata peternak mandiri adalah sebesar kg dan produksi rata-rata ayam ras pedaging peternak kemitraan sebesar kg. Rata-rata harga berlaku ayam ras pedaging secara keseluruhan adalah Rp , rata-rata harga ayam ras pedaging pada peternak mandiri adalah Rp dan peternak kemitraan sebesar Rp Kondisi efisiensi ekonomi produksi usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Tabel 18, Tabel 19, dan Tabel 20. Tabel 18. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Faktor Produksi Rata-rata Input Koefisien NPM BKM NPM/BKM Pakan (kg) Pemanas (kg) Sekam (kg) Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 18, dapat dilihat bahwa penggunaan faktor-faktor produksi ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan belum optimal. Rasio antara NPM-BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi pakan, pemanas dan sekam bernilai lebih dari satu. NPM untuk pakan sebesar 9 127, artinya setiap penambahan satu kg pakan akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 5 315, sehingga diperoleh nilai rasio NPM-BKM dari pakan sebesar Penggunaan input produksi pakan dalam usahaternak ayam ras pedaging sebaiknya ditingkatkan agar mencapai tingkat efisiensi ekonomi. NPM untuk pemanas sebesar , artinya setiap penambahan satu kg pemanas akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp Biaya yang harus 86

105 dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 5 000/kg, sehingga diperoleh nilai rasio NPM-BKM dari pemanas sebesar NPM untuk sekam sebesar , artinya setiap penambahan satu kg sekam akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 1 357/kg, sehingga diperoleh nilai rasio NPM-BKM dari sekam sebesar Berdasarkan nilai rasio NPM/BKM yang lebih dari satu, dapat dis impulkan bahwa penggunaan input produksi pemanas dan sekam dalam usahaternak ayam ras pedaging sebaiknya ditambah agar tercapai tingkat efisiensi ekonomi. Tabel 19. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Faktor Produksi Rata-rata input Koefisien NPM BKM NPM/BKM Pakan (kg) Pemanas (kg) Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 19, dapat dilihat bahwa penggunaan faktor-faktor produksi ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur peternak mandiri belum optimal. Rasio antara NPM-BKM untuk faktor produksi pakan dan pemanas bernilai lebih dari satu. NPM untuk pakan sebesar artinya setiap penambahan satu kg pakan akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 5 322/kg, sehingga diperoleh nilai rasio NPM-BKM dari pakan sebesar NPM untuk pemanas sebesar , artinya setiap penambahan satu kg pemanas akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 5 000/kg, sehingga diperoleh nilai rasio NPM-BKM dari pemanas sebesar Penggunaan input produksi pakan 87

106 dan pemanas dalam usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri sebaiknya ditambah agar tercapai tingkat efisiensi ekonomi. Tabel 20. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Faktor Produksi Rata-rata Input Koefisien NPM BKM NPM/BKM Pakan (kg) Pemanas (kg) Sekam (kg) Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 20, dapat dilihat bahwa penggunaan faktor-faktor produksi ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur peternak kemitraan belum optimal. Rasio antara NPM-BKM untuk semua faktor produksi tidak sama dengan satu atau NPM tidak sama dengan BKM. NPM untuk pakan sebesar 6 782, artinya setiap penambahan satu kg pakan akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 5 307/kg, sehingga diperoleh nilai rasio NPM-BKM dari pakan sebesar Penggunaan input produksi pakan dalam usahaternak ayam ras pedaging pada peternak kemitraan sebaiknya ditingkatkan agar tercapai tingkat efisiensi ekonomi. NPM untuk pemanas sebesar , artinya setiap penambahan satu kg pemanas akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 5 000/kg, sehingga diperoleh nilai rasio NPM-BKM dari pemanas sebesar NPM untuk sekam sebesar artinya setiap penambahan satu kg sekam akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 1 443/kg, sehingga diperoleh nilai rasio NPM-BKM dari sekam sebesar Penggunaan input produksi pemanas dan sekam dalam 88

107 usahaternak ayam ras pedaging pada peternak kemitraan sebaiknya ditingkatkan agar tercapai tingkat efisiensi ekonomi. Guna mencapai penggunaan faktor produksi pada tingkat efisien, sehingga diperoleh kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi, nilai NPM harus sama dengan BKM atau rasio NPM dan BKM sama dengan satu. Penggunaan faktor-faktor produksi dalam kondisi optimal dapat dilihat pada Tabel 21, Tabel 22, dan Tabel 23. Tabel 21. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Faktor Rata-rata NPM Koefisien NPM BKM Produksi Input /BKM Pakan (kg) Pemanas (kg) Sekam (kg) Sumber : Data Primer, diolah (2012) Penggunaan Optimal Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur secara keseluruhan dapat dicapai apabila penggunaan pakan ditingkatkan dari kg menjadi kg. Pemanas penggunaanya ditingkatkan dari 113 kg menjadi kg, dan sekam ditingkatkan penggunaanya dari 237 kg menjadi kg agar tingkat efisiensi ekonomi dapat dicapai. Tabel 22. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Faktor Rata-rata NPM NPM BKM Produksi input /BKM Pakan (kg) Pemanas (kg) Sumber : Data Primer, diolah (2012) Penggunaan Optimal Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur peternak mandiri 89

108 dapat dicapai apabila penggunaan pakan ditingkatkan dari kg menjadi kg. Adapun penggunaan pemanas ditingkatkan dari penggunaan 99 kg menjadi 721 kg agar tingkat efesiensi ekonomi dapat tercapai. Tabel 23. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gungung Sindur Tahun 2012 Faktor Rata-rata NPM NPM BKM Produksi Input /BKM Pakan (kg) Pemanas (kg) Sekam (kg) Sumber : Data Primer, diolah (2012) Penggunaan Optimal Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Gunung Sindur peternak kemitraan dapat dicapai apabila penggunaan pakan ditingkatkan dari kg menjadi kg. Adapun penggunaan pemanas ditingkatkan dari 127 kg menjadi kg, dan sekam 256 kg menjadi kg, sehingga tingkat efisiensi ekonomi dapat dicapai. Berdasarkan hasil analisis, sebaiknya penggunaan pemanas baik pada peternak kemitraan maupun peternak mandiri ditingkatkan sesuai hasil analisis karena kurangnya penggunaan pemanas baik pada awal pemeliharaan maupun penggunaan pemanas secara keseluruhan. Penggunaan pemanas yang ideal untuk usahaternak ayam ras pedaging sebanyak 50 kg tabung LPG dengan jumlah kurang lebih 5-7 tabung atau kurang lebih kg per 1000 ekor selama masa pemeliharaan 21 hari (Fadilah, 2004). Hasil analisis untuk penggunaan sekam tidak sesuai dengan literatur budidaya ayam ras pedaging yang ideal. Penggunaan sekam yang ideal untuk satu masa produksi usahaternak ayam ras pedaging sebanyak karung atau senilai kurang lebih kg per 1000 ekor (Fadilah, 2004). Oleh karena itu, untuk mencapai tingkat penggunaan optimum serta tercapai efisiensi ekonomi, 90

109 penggunaan sekam pada peternak mandiri dan kemitraan sebaiknya ditingkatkan sesuai dengan literatur yang ideal. 91

110 VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:. 1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging pada kedua tipe peternak adalah pakan dan pemanas. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging peternak mandiri hanya pakan dan pemanas, sedangkan peternak kemitraan selain pakan dan pemanas adalah sekam, mortalitas, dan kepadatan kandang. 2. Usaha peternakan ayam ras pedaging yang dilakukan oleh kedua tipe peternak belum mencapai efisiensi secara ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari Nilai Produk Marjinalnya tidak sama dengan Biaya Korbanan Marjinalnya, sehingga faktor-faktor produksi perlu ditambah atau dikurangi penggunaanya Saran 1. Guna meningkatkan produksi ayam ras pedaging peternak kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur, perlu adanya perbaikan manajemen budidaya agar tingkat mortalitas dapat ditekan sekecil mungkin. Hal tersebut dapat dilakukan dari pihak inti dengan menberikan bimbingan teknis kepada peternak sesuai dengan kewajiban inti dalam kemitraan. 2. Guna mencapai tingkat efisiensi ekonomi dan keuntungan optimal, faktorfaktor produksi yang perlu ditambahkan baik pada peternak mandiri, peternak kemitraan, dan peternak secara keseluruhan adalah pakan dan 92

111 pemanas. Pakan dan pemanas sebaiknya ditambah untuk masing-masing peternak mandiri dan peternak kemitraan. Sedangkan penggunaan sekam sebaiknya ditingkatkan sesuai dengan literatur yang ada. 93

112 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistika Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) Tahun diakses pada tanggal 29 Maret Penduduk Indonesia Menurut Provinsi. diakses pada tanggal 26 September Rata-rata Konsumsi Protein (gram) per Kapita Menurut Kelompok Makanan 1999, diakses pada tanggal 26 September Cahyono, B Ayam Buras Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Daniel, M Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Medan. Dewiyanti, V. R Analisis Penyerapan dan Produktivitas Tenaga Kerja pada Peternakan Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dinas Perikanan dan Peternakan Jawa Barat Populasi Ayam Ras Pedaging di Jawa Barat. diakses pada tanggal 29 Maret Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor Populasi Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Bogor. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor Produksi Daging di Kabupaten Bogor. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Bogor. Direktorat Jendral Peternakan Produksi Ayam Ras pedaging di Indonesia. diakses pada tanggal 29 Maret Doll, J. P dan F. Orazem Production Economics: Theory and Applications. John Wiley and Sons. NewYork. Fadilah R Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Agromedia Pustaka, Depok.. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Depok. Hafsah. M. J Kemitraan Usaha Konsepsi dan Stratergi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 94

113 Juanda, B Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor. Kartadisastra, H. R Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta. Kusuma, A. K Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktorfaktor Produksi Peternak Probiotik dan Non Probiotik pada Usahaternak Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Sosial, Jakarta. Mulyantini Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Produksi Ternak Unggas. IPB Press, Bogor. Purmiyanti, S Analisis Produksi dan Daya saing Bawang Merah di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Thesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Rahardi, F dan R. Hartono Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta. Rahim, A dan D. R. Hastuti Ekonometrika Pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sarwoko Dasar-Dasar Ekonometrika. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Soehadji Alternatif Pengembangan Peternakan Rakyat yang Berwawasan Pasar dalam Era Kebangkitan Nasional II. Direktorat Jendral Peternakan, Malang, Oktober 1992 (seminar). Soekartawi Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas. Raja Grafindo Persada, Jakarta Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb Douglas. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sumodiningrat, G Pengantar Ekonometrika. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Suratiyah, K Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta. 95

114 Tasman, A Ekonomi Produksi. Chandra Pratama, Jambi. Unit Pengelola Teknik Ciseeng Data Peternak Kemitraan dan Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur. Unit Pengelola Teknik Ciseeng, Bogor. Yunus, R Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Pola Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Thesis. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Widarjono, A Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia, Yogyakarta. 96

115 LAMPIRAN 97

116 Lampiran 1. PDB Sektor Pertanian Indonesia Tahun (Miliar Rupiah) Tahun (atas dasar harga konstan 2000) Sektor No. pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 1. Tanaman bahan makanan LP (%) KS (%) Tanaman perkebunan LP (%) KS (%) Peternakan LP (%) KS (%) Kehutanan LP (%) KS (%) Perikanan LP (%) KS (%) PDB Sumber: Badan Pusat Statistika, 2011 (diolah) Catatan: LP (%): Laju Pertumbuhan PDB sektoral yang diukur dalam persentase KS (%): Kontribusi pada sektor yang diukur dalam persentase 98 98

117 Lampiran 2. Produksi Ayam Ras Pedaging di Indonesia Tahun Produksi Ayam Ras Pedaging di Indonesia (ton) Persentase No. Provinsi Tahun Produksi Rata-rata (%) 1. Aceh Sumatera Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumaterna Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara

118 Lampiran 2. Lanjutan Produksi Ayam Ras Pedaging di Indonesia (ton) Persentase No. Provinsi Tahun Produksi Rata-rata (%) 22. Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Bangka Belitung Banten Gorontalo Maluku Utara Kepulauan Riau Papua Barat Sulawesi Barat Total Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Perikanan,

119 Lampiran 3. Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 No. Kabupaten Populasi (ekor) Persentase (%) 1. Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwarkata Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Total Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2011 Lampiran 4. Pertumbuhan Rata-Rata Produksi Daging Unggas di Kabupaten Bogor Tahun No Ternak Tahun Pertumbuhan Rata-rata 1. Ayam Buras Ayam Pedaging Itik Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor,

120 Lampiran 5. Populasi Ternak Ayam Ras Pedaging Kabupaten Bogor Tahun 2010 No. Kecamatan Ayam Ras Pedaging (ekor) Persentase (%) 1. Dramaga Ciomas Tamansari Rancabungur Ciampea Tenjolaya Pamijahan Cibungbulang Leuwiliang Leuwisadeng Nanggung Sukajaya Parung Gunung Sindur Ciseeng Kemang Rumpin Cisarua Megamendung Ciawi Caringan Cigombong Cijeruk Cibinong Bojong Gede Tajur halang Babakan Madang Sukaraja Jonggol Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jasinga Tenjo Parung Panjang Cigudeg Gunung Putri Cileungsi Citeurup Klapa Nunggal TOTAL Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor,

121 Lampiran 6. Populasi Peternak Plasma Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2009 No. Nama Peternak Desa Kapasitas Kandang (Ekor) Populasi (Ekor) 1. Asep NS Cibadung Anda NS Cibadung Misnan Cibadung Boan Cibadung Emad Cibadung Hamid Cibadung H. Hamidin Cibadung Mamat Cibadung Maan Cibadung Rudi Cibadung Said Cibadung Safri Cibadung Saran Cibadung Deden Cibadung Ujang Cibadung Udi Cibadung Enek Cibadung Asri Cibadung Jejen Cibadung Entong Cibadung Beng Yan Cibadung Wira Cibadung Mali Cibadung H. Juhri Cibadung M. Edih Cibadung Jamsari Cibadung Dimyati Cibadung Uki Cibadung Lusi Cibadung Metih Cibadung Usin S Cibadung Aok Cibadung Endeng Radi Cibadung Cun Eng Pabuaran Tesan Pabuaran Isam Pabuaran Repay Pabuaran Irwan Pabuaran Dedi Pabuaran Basir Pabuaran Mislan Pabuaran Kim Eng Pabuaran Saan Pabuaran Ciling Pabuaran Asmin Pabuaran Agus Pabuaran Aseng Pabuaran Samad Pabuaran

122 Lampiran 6. Lanjutan No. Nama Peternak Desa Kapasitas Kandang (Ekor) Populasi (Ekor) 50. Markam Pabuaran Hendra Pabuaran Sedih Pabuaran Deden Pabuaran Niun Pabuaran Niat Pabuaran Sanin Pabuaran Sami Pabuaran Ceng Ay Pabuaran Ibro Pabuaran Jamal Pabuaran Edwin Pabuaran Damin Pengasinan Bean Pengasinan Macung/Radus Pengasinan Ramli Pengasinan H. Rasman Pengasinan Yatna Pengasinan Budi Pengasinan Dadik Pengasinan Nada Pengasinan Eeng Pengasinan Endang Pengasinan H. Marjuki Pengasinan Pardja Pengasinan Arsim Pengasinan Asan Pengasinan Arif Pengasinan H. Suwadi Cibinong Santoso Arifin Cibinong Handi Yono Cibinong Dadang Dede Gunung Sindur Ahan Gunung Sindur H. Murtani Curug Dadang Dede Curug P. Kurnianto Curug Sumber : Unit Pelaksana Teknis Daerah Ciseeng,

123 Lampiran 7. Data Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Tahun 2012 No. Produksi Ayam Ras Pedaging (Kg) Pakan (Kg) Tenaga Kerja (HKP) Vaksin (ml) Pemanas (Kg) Sekam (Kg) Mortalitas (%) Kepadatan Kandang (m 2 /ekor)

124 Lampiran 7. Lanjutan Sumber : Data Primer (diolah), 2012 Lampiran 8. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Dependent Variable: SER01 Method: Least Squares Date: 01/15/13 Time: 21:47 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7) Dummy R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 9. Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gungung Sindur Tahun Series: Residuals Sample 1 60 Observations 60 Mean -7.36e-16 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

125 Lampiran 10. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic Prob. F(8,51) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(8) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(8) Test Equation: Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 01/15/13 Time: 21:48 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7) Dummy R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 11. Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable Coefficient Variance Uncentered VIF Centered VIF C NA Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7) Dummy

126 Lampiran 12. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Dependent Variable: SER01 Method: Least Squares Date: 01/15/13 Time: 22:01 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 13. Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30 Mean 7.67e-16 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

127 Lampiran 14. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic Prob. F(7,22) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(7) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(7) Test Equation: Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 01/15/13 Time: 22:02 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 15. Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variance Inflation Factors Date: 01/15/13 Time: 22:02 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Variance Uncentered VIF Centered VIF C NA Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7)

128 Lampiran 16. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Dependent Variable: SER01 Method: Least Squares Date: 01/15/13 Time: 21:58 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 17. Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30 Mean -1.80e-15 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

129 Lampiran 18. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Coob Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic Prob. F(7,22) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(7) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(7) Test Equation: Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 01/15/13 Time: 21:59 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 19. Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variance Inflation Factors Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Variance Uncentered VIF Centered VIF C NA Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Mortalitas(X6) Kepadatan Kandang (X7)

130 Lampiran 20. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Dependent Variable: SER01 Method: Least Squares Date: 01/17/13 Time: 20:31 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Dummy R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 21. Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Series: Residuals Sample 1 60 Observations 60 Mean -6.75e-16 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

131 Lampiran 22. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic Prob. F(6,53) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(6) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(6) Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Dummy R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 23. Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variance Inflation Factors Sample: 1 60 Included observations: 60 Coefficient Uncentered Centered Variable Variance VIF VIF C NA Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) Dummy

132 Lampiran 24. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Dependent Variable: SER01 Method: Least Squares Date: 01/16/13 Time: 00:16 Sample: 1 30 Included observations: 30 / Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 25. Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30 Mean -7.36e-16 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

133 Lampiran 26. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic Prob. F(5,24) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(5) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(5) Test Equation: Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 01/16/13 Time: 00:16 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 27. Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variance Inflation Factors Date: 01/16/13 Time: 00:16 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Variance Uncentered VIF Centered VIF C NA Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5)

134 Lampiran 28. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Dependent Variable: SER01 Method: Least Squares Date: 01/16/13 Time: 00:18 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 29. Uji Kenormalitasan pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30 Mean -3.76e-16 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

135 Lampiran 30. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic Prob. F(5,24) Obs*R-squared Prob. Chi-Square(5) Scaled explained SS Prob. Chi-Square(5) Test Equation: Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 01/16/13 Time: 00:18 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5) R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood Hannan-Quinn criter F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Lampiran 31. Uji Multikolinearitas pada Model Fungsi Produksi Satuan Fisik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Variance Inflation Factors Date: 01/16/13 Time: 00:18 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable Coefficient Variance Uncentered VIF Centered VIF C NA Pakan (X1) Tenaga Kerja (X2) Vaksin (X3) Pemanas (X4) Sekam (X5)

136 Lampiran 32. Program Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 data olah; input y x1 x2 x3 x4 x5 D; /*D=dummy tipe peternak*/ lny=log(y); lnx1=log(x1); lnx2=log(x2); lnx3=log(x3); lnx4=log(x4); lnx5=log(x5); cards;

137 Lampiran 32. Lanjutan ; run; proc reg data=olah; model lny=lnx1 lnx2 lnx3 lnx4 lnx5 D; RESTRICT lnx1+lnx2+lnx3+lnx4+lnx5=1; run; Lampiran 33. Program Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 data olah; input y x1 x2 x3 x4 x5; lny=log(y); lnx1=log(x1); lnx2=log(x2); lnx3=log(x3); lnx4=log(x4); lnx5=log(x5); cards;

138 Lampiran 33. Lanjutan ; run; proc reg data=olah; model lny=lnx1 lnx2 lnx3 lnx4 lnx5; RESTRICT lnx1+lnx2+lnx3+lnx4+lnx5=1; run; Lampiran 34. Program Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 data olah; input y x1 x2 x3 x4 x5; lny=log(y); lnx1=log(x1); lnx2=log(x2); lnx3=log(x3); lnx4=log(x4); lnx5=log(x5); cards;

139 Lampiran 34. Lanjutan ; run; proc reg data=olah; model lny=lnx1 lnx2 lnx3 lnx4 lnx5; RESTRICT lnx1+lnx2+lnx3+lnx4+lnx5=1; run; Lampiran 35. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan) di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model <.0001 Error Corrected Total Root MSE R-Square Dependent Mean Adj R-Sq Coeff Var Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > t Intercept lnx <.0001 lnx lnx lnx <.0001 lnx D RESTRICT * * Probability computed using beta distribution. 121

140 Lampiran 36. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 The SAS System 22:39 Wednesday, January 20, The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: lny NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates. Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model <.0001 Error Corrected Total Root MSE R-Square Dependent Mean Adj R-Sq Coeff Var Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > t Intercept lnx <.0001 lnx lnx lnx lnx RESTRICT * * Probability computed using beta distribution. 122

141 Lampiran 37. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 The SAS System 22:39 Wednesday, January 20, The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: lny NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates. Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model <.0001 Error Corrected Total Root MSE R-Square Dependent Mean Adj R-Sq Coeff Var Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > t Intercept lnx lnx lnx lnx lnx RESTRICT * * Probability computed using beta distribution. 123

142 Lampiran 38. Analysis of Variance Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Terestriksi dan Tidak Terestriksi pada Peternak Ayam Ras Pedaging secara Keseluruhan (Peternak Mandiri dan Kemitraan), Peternak Mandiri, dan Peternak Kemitraan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Uji Skala Usaha SS DF MS F hitung = Salinan regresi model Cobb Douglas peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan tidak terestriksi Beda Slope F 0.01(1,53) = 7.08 Salinan regresi model Cobb Douglas peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan terestriksi Salinan regresi F hitung = model Cobb Douglas peternak ayam ras pedaging peternak mandiri tidak terestriksi Beda Slope F 0.01(1,24) = 7.82 Salinan regresi model Cobb Douglas peternak ayam ras pedaging peternak mandiri terestriksi Salinan regresi F hitung = model Cobb Douglas peternak ayam ras pedaging peternak kemitraan tidak terestriksi Beda Slope F 0.01(1,24) = 7.82 Salinan regresi model Cobb Douglas peternak ayam ras pedaging peternak kemitraan terestriksi 124

143 Lampiran 39. Perhitungan Rasio NPM dan BKM Produksi Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 No Peternak Mandiri Pakan (kg) Peternak Kemitraan Peternak Keseluruhan Satuan Py (Rp/kg) Y rata-rata (kg) Koefisien input Penggunaan input (kg) rata-rata di lokasi Rumus NPM (β i *Y*P y )/X i β i *Y*P y )/X i β i *Y*P y )/X i - Nilai NPM input BKM input Rp/kg NPM/BKM No Peternak Mandiri Pemanas (kg) Peternak Kemitraan Peternak Keseluruhan Satuan Py (Rp/kg) Y rata-rata (kg) Koefisien input Penggunaan input (kg) rata-rata di lokasi Rumus NPM (β i *Y*P y )/X i (β i *Y*P y )/X i (β i *Y*P y )/X i - Nilai NPM input BKM input Rp/kg NPM/BKM No Peternak Kemitraan Sekam (kg) Peternak Keseluruhan Satuan Py (Rp/kg) Y rata-rata (kg) Koefisien input Penggunaan input (kg) rata-rata di lokasi Rumus NPM (β i *Y*P y )/X i (β i *Y*P y )/X i - Nilai NPM input BKM input Rp/kg NPM/BKM

144 Lampiran 40. Perhitungan Input Optimal Produksi Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 No Peternak Mandiri Pakan (kg) Peternak Kemitraan Peternak Keseluruhan Satuan Py (Rp/kg) Y rata-rata (kg) Koefisien input Rumus (β i *Y*P y )/BKMx i (β i *Y*P y )/BKMx i (β i *Y*P y )/BKMx i - BKM input Rp/kg Input optimal kg No Peternak Mandiri Pemanas (kg) Peternak Kemitraan Peternak Keseluruhan Satuan Py (Rp/kg) Y rata-rata (kg) Koefisien input Rumus (β i *Y*P y )/BKMx i (β i *Y*P y )/BKMx i (β i *Y*P y )/BKMx i - BKM input Rp/kg Input optimal kg No Peternak Kemitraan Sekam (kg) Peternak Keseluruhan Satuan Py (Rp/kg) Y rata-rata (kg) Koefisien input Rumus (β i *Y*P y )/BKMx i (β i *Y*P y )/BKMx i - BKM input Rp/kg Input optimal kg 126

145 Lampiran 41. Dokumentasi Penelitian Usahaternak Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2012 Gambar 1. Anak Ayam Umur 1 Hari Gambar 1. Anak Ayam Umur 5 Hari Gambar 3. Kandang Bentuk Panggung Gambar 4. Kandang Bentuk Litter Gambar 5. Bahan Bakar Kayu untuk Pemanas Gambar 6. Bahan Bakar Gas untuk Pemanas 127

146 Lampiran 41. Lanjutan Gambar 7. Sumber Air Gambar 8. Tempat Pakan dan Minum Gambar 9. Vaksin Gumboro B Gambar 10. Vaksin NDLS Gambar 11. Vita Chick Obat untuk Mencegah Kekurangan Vitamin Gambar 12. Therapy Obat untuk Mengobati Korela 128

147 Lampiran 41. Lanjutan Gambar 13. Heroben untuk Penggemukan Ayam Gambar 14. Sekam Gambar 15. Pakan Ayam Gambar 16. Nota Sarana Produksi dari Pihak Inti Gambar 17. Penimbangan Ayam sebelum Pemanenan Gambar 18. Proses Pengangkutan Ayam 129

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR DWIPANCA PRABUWISUDAWAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Ayam Pedaging BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, 1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Ayam Buras Agribisnis adalah kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI 06 164 001 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2011 PERBANDINGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Budidaya Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging atau ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging (Broiler) Ayam Ras pedaging (Broiler) adalah ayam jantan dan betina muda yang umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan oleh :

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR NUR RIZKY RACHMATIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha peternakan ayam potong merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan yang dimiliki

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Hanny Siagian STIE Mikroskil Jl. Thamrin No. 112, 124, 140 Medan 20212 hanny@mikroskil.ac.id Abstrak Usaha peternakan memberi kontribusi terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usaha ternak ayam adalah usaha yang membudidayakan ayam ras pedaging probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang berpeluang sangat besar untuk dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya protein hewani. Kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam hasil dari rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: PRODUKSI IKAN PATIN SUPER Dwi Puji Hartono* 1, Nur Indariyanti 2, Dian Febriani 3 1,2,3 Program Studi Budidaya Perikanan Politeknik Negeri Lampung Unit IbIKK Produksi Ikan Patin Super Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor) STEFANI ANGELIA

Lebih terperinci

Wajib menjaga kelestarian lingkungan.

Wajib menjaga kelestarian lingkungan. I. PENDAHULUAN A. Rencana Usaha Peningkatan jumlah populasi penduduk mengakibatkan meningkatnya kenutuhan sumber makanan. salah satu jenis makanan yang mengandung gizi yang lengkap adalah daging. Salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE POLA KEMITRAAN (Studi Kasus di Peternakan Plasma Sri Budi Ratini, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani.

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan sensus penduduk 2010 tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya (BPS, 2010). Peningkatan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Usaha peternakan Ayam Broiler

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Usaha peternakan Ayam Broiler II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha peternakan Ayam Broiler Ayam ras merupakan jenis ras unggul dari hasil persilangan antara bangsabangsa ayam yang dikenal memiliki daya produktivitas yang tinggi terhadap produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN Peluang di bisnis peternakan memang masih sangat terbuka lebar. Kebutuhan akan hewani dan produk turunannya masih sangat tinggi, diperkirakan akan terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM BROILER DI KABUPATEN WONOGIRI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM BROILER DI KABUPATEN WONOGIRI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI AYAM BROILER DI KABUPATEN WONOGIRI Sunarno 1, Endang Siti Rahayu 2, Sutrisno Hadi Purnomo 2 Email: masnarno74@gmail.com 1) Program Studi Agribisnis, Program Pascasarjana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci