PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN TANAMAN HORTIKULTURA TAHUNAN DI DAS CILIWUNG HULU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN TANAMAN HORTIKULTURA TAHUNAN DI DAS CILIWUNG HULU"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN TANAMAN HORTIKULTURA TAHUNAN DI DAS CILIWUNG HULU Rekomendasi Pengembangan Tanaman Hortikultura Tahunan Berdasarkan hasil analisis dari aspek kesesuaian lahan dan agroklimat, jumlah tanaman, fokus pengembangan di setiap satuan unit lahan, hasil analisis finasial dan hasil analisis pola tanam, maka rekomendasi pengembangan tanaman hortikultura tahunan di DAS Ciliwung Hulu dilandasi hal-hal sebagai berikut : 1. Tanaman hortikultura tahunan yang direkomendasikan sebagai basis pengembangan di DAS Ciliwung Hulu untuk meningkatkan keunggulan komparatif wilayah yang ada menjadi keunggulan daya saing melalui pengembangan komoditas spesifik lokasi adalah tanaman nangka, alpokat dan lengkeng, sejauh kesesuaian lahan dan agroklimatnya menunjukkan kelas kesesuaian lahan yang tertinggi pada unit lahan tersebut. 2. Apabila satu atau lebih di antara ketiga jenis tanaman tersebut tidak ada, maka digantikan oleh jenis tanaman yang dominan lainnya. Apabila jumlahnya relatif sama, maka digunakan nilai NPV sebagai dasar penetapan. 3. Apabila dalam satu unit lahan satu atau lebih dari ketiga jenis tanaman tersebut (alpokat, nangka lengkeng) jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman eksisting yang lainnya, maka tanaman yang dominan dalam satuan unit lahan tersebut ditambahkan sebagai rekomendasi pengembangan. 4. Rekomendasi ini dapat diterapkan sejauh secara kesesuaian lahan dan agroklimat tanaman tersebut sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2). 5. Pengembangan tanaman hortikultura tahunan di DAS Ciliwung Hulu diarahkan pada pola pengembangan tumpang sari (multiple cropping), dengan mengkombinasikan ketiga tanaman tersebut (nangka, alpokat dan lengkeng) sebagai tanaman utama. Rekomendasi Zona Pengembangan I (Tanaman Eksisting-Kesesuaian lahan Sangat Sesuai) 1. Zona Pengembangan I terdiri dari 12 satuan unit lahan, yaitu A1,, A7, A10.1, A11,, A13, A14,, B8, B12 dan B13

2 95 2. Tanaman hortikultura tahunan yang dominan adalah alpokat (10 satuan unit lahan), nangka (8 satuan unit lahan), lengkeng (7 satuan unit lahan) dan melinjo (6 satuan unit lahan). Beberapa jenis tanaman yang dominan di beberapa satuan unit lahan antara lain adalah durian, petai, limus (masingmasing di 3 satuan unit lahan) dan jengkol (2 satuan unit lahan). Untuk itu rekomendasi pengembangan tanaman hortikultura tahunan di zona I sebagai basis pengembangan adalah alpokat, nangka dan lengkeng. 3. Adapun rekomendasi pengembangan dari masing-masing satuan unit lahan disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Rekomendasi Pengembangan Tanaman Hortikultura Tahunan pada Zona Pengembangan I No. Unit Lahan Rekomendasi Pengembangan 1. A1 Alpokat, jengkol, lengkeng 2..1 Nangka, alpokat, lengkeng + (durian, limus) 3..2 Lengkeng, limus, petai 4. A7 Nangka, petai, alpokat 5. A10.1 Lengkeng, nangka, alpokat 6. A11 Nangka, alpokat, lengkeng + (durian) 7..1 Alpokat nangka, lengkeng + (melinjo) 8..2 Melinjo, jengkol, lengkeng 9. A13 Nangka, melinjo, alpokat 10. A14 Nangka, lengkeng, alpokat + (melinjo, limus) 11. Alpokat, nangka, lengkeng + (Durian, Petai) 12. B8 Petai, alpokat, limus 13. B12 Alpokat, lengkeng, melinjo 14. B13 Melinjo, durian, nangka Rincian secara lengkap rekomendasi pengembangan tanaman hortikultura tahunan di masing-masing satuan unit lahan pada Zona I disajikan pada Lampiran 25.

3 96 Rekomendasi Zona Pengembangan II (Tanaman Eksisting-Kesesuaian lahan Cukup Sesuai) 1. Zona Pengembangan II terdiri dari 34 satuan unit lahan, yaitu A3, A4, A5, A8, A9, A10.2, A15,, A17, 0, 1, 2, 3, 4,,, 7, 8, B1,, B3, B5,, B9, B10, B11, B14, B15, B16, B17, B18, B19, 0, 1 2. Tanaman hortikultura tahunan yang dominan adalah nangka (28 satuan unit lahan), alpokat (23 satuan unit lahan), lengkeng (15 satuan unit lahan) dan melinjo serta petai (13 satuan unit lahan). Beberapa jenis tanaman yang dominan di beberapa satuan unit lahan antara lain adalah durian (11 satuan unit lahan), limus (5 satuan unit lahan), rambutan dan jengkol (3 satuan unit lahan). 3. Adapun rekomendasi pengembangan dari masing-masing satuan unit lahan disajikan pada Tabel 23. Rincian secara lengkap rekomendasi pengembangan tanaman hortikultura tahunan di masing-masing satuan unit lahan pada Zona Pengembangan II disajikan pada lampiran 26. Rekomendasi Zona Pengembangan III (Tanaman Eksisting-Kesesuaian lahan Sesuai Marjinal) 1. Zona Pengembangan III terdiri dari 5 satuan unit lahan, yaitu,.1,.2, A19, 9, 2. Tanaman hortikultura tahunan yang dominan adalah nangka (5 satuan unit lahan), alpokat (4 satuan unit lahan) dan lengkeng (3 satuan unit lahan). Melinjo, durian dan limus (2 satuan unit lahan). 3. Adapun rekomendasi pengembangan dari masing-masing satuan unit lahan disajikan pada Tabel 24.

4 97 Tabel 23 Rekomendasi Pengembangan Tanaman Hortikultura Tahunan pada Zona Pengembangan II No. Unit Lahan Rekomendasi Pengembangan 1. A3 Nangka, alpokat, lengkeng + (limus) 2. A4.1. Nangka, alpokat, lengkeng + (rambutan, durian) 3. A4.2. Petai, lengkeng, melinjo 4. A5 Alpokat, petai, lengkeng 5. A8 Nangka, alpokat, durian 6. A9 Nangka, alpokat, lengkeng 7. A10.2 Lengkeng, nangka, alpokat 8. A15 Nangka, alpokat, lengkeng + (melinjo) 9..1 Nangka, alpokat, lengkeng + (melinjo) Melinjo, petai, lengkeng 11. A17.1 Alpokat, nangka, petai 12. A17.2 Alpokat, lengkeng***), melinjo***) Alpokat, nangka, durian Alpokat, nangka, lengkeng + (melinjo) Lengkeng, nangka, alpokat Alpokat, nangka, lengkeng Alpokat, nangka, lengkeng 18. Alpokat, nangka*), lengkeng*) 19. Alpokat, nangka*), durian*) Alpokat, nangka*),lengkeng*) +( durian*)) Alpokat, lengkeng*), nangka*) 22. B1 Durian, nangka, limus 23. Nangka, alpokat, lengkeng + (petai, rambutan) 24. B3 Nangka, petai, lengkeng 25. B5 Melinjo, alpokat, petai 26. Nangka, alpokat, lengkeng + (melinjo, petai) 27. B9 Lengkeng, melinjo, nangka 28 B10 Jengkol, lengkeng, petai 29. B11 Nangka, melinjo, alpokat 30. B14 Melinjo, lengkeng, petai 31. B15 Nangka, alpokat, durian 32. B16 Nangka, petai, durian***) 33. B17 Alpokat, nangka, lengkeng + (durian) 34. B18 Alpokat, lengkeng, melinjo 35. B19 Alpokat, nangka, lengkeng + ( rambutan) Alpokat, lengkeng, durian Melinjo, alpokat, lengkeng

5 98 Tabel 24 Rekomendasi Pengembangan Tanaman Hortikultura Tahunan pada Zona Pengembangan III No. Unit Lahan Rekomendasi Pengembangan 1. Nangka, alpokat, limus 2..1 Nangka, lengkeng,alpokat + (melinjo) 3..2 Nangka, lengkeng, alpokat + (melinjo) 4. A19 Alpokat, lengkeng, nangka +(limus) 5. 9 Nangka*), durian*), alpokat*** 6. Alpokat, nangka*), durian*) Rincian secara lengkap rekomendasi pengembangan tanaman hortikultura tahunan di masing-masing satuan unit lahan pada Zona Pengembangan III disajikan pada lampiran 27. Rekomendasi Zona Pengembangan IV (Tanaman Eksisting Tidak Ada- Kesesuaian lahan Cukup Sesuai dan Sesuai Marjinal) 1. Zona Pengembangan IV terdiri dari 1 satuan unit lahan, yaitu A30 2. Tanaman yang direkomendasikan pada Zona IV adalah tanaman alpokat sebagai tanaman introduksi, yang mempunyai kesesuaian lahan cukup sesuai (S2). Tanaman lainnya yang direkomendasikan adalah tanaman nangka dan durian, namun sebagai tanaman konservasi. 3. Adapun rekomendasi pengembangan dari masing-masing satuan unit lahan disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Rekomendasi Pengembangan Tanaman Hortikultura Tahunan Pada Zona Pengembangan III No. Unit Lahan Rekomendasi Pengembangan 1. A30 Alpokat, nangka, durian Rincian secara lengkap rekomendasi pengembangan tanaman hortikultura tahunan di masing-masing satuan unit lahan pada Zona Pengembangan IV disajikan pada Lampiran 28.

6 99 Sebaran satuan unit lahan pada masing-masing zona pengembangan disajikan pada Gambar 5. Rekomendasi Pengembangan Tanaman Hortikultura Tahunan Berbasis Desa Hasil rekomendasi berbasis 4 (empat) zonasi pengembangan selanjutnya digunakan untuk menetapkan rekomendasi pengembangan hortikultura tahunan berbasis wilayah, yaitu berbasis desa. Setiap desa dapat terdiri dari berbagai satuan unit lahan. Dengan demikian rekomendasi berbasis desa merupakan rekomendasi akhir dari pengembangan hortikultura tahunan, yang merupakan rekomendasi pengembangan tanaman hortikultura berdasarkan tanaman hortikultura yang dominan di masing-masing satuan unit lahan yang berada di desa tersebut. Hasil analisis tumpang-tepat (overlay) zonasi pengembangan dan desa disajikan pada Tabel 26. Berdasarkan hasil cakupan wilayah dari tanaman hortikultura tahunan yang disajikan pada Tabel 26, maka disusun rekomendasi umum pengembangan tanaman hortikultura tahunan berbasis desa yang berdasarkan tanaman dominan, seperti disajikan pada Tabel 27.

7 PRODUKSI PETA Peta Dasar Dipetakan Aplikasi Database Aplikasi SIG Proyeksi Sistem grid Datum horizontal Satuan tinggi B1 B8 B8 S Km : Peta Rupabumi Digital, skala 1: (Bakosurtanal, 1991), Econos : Winny Dian Wibawa, Sawiyo, Budi Rahayu : Sawiyo, Budi Rahayu : Budi Rahayu : Transverse Mercator : Grid Geografi dan Grid UTM : WGS 84 : Meter 4 B U T 6 B1 8 B Cm B17 B8 B1 B17 BATAS ADMINISTRASI KOT A BEKASI BEKASI KARAWANG KOTA DEPOK BOGOR INDRAMAYU SUBANG KO DYA KOT ABOGOR PURW AKART A SUKABUM I KOT A SUKABUM I CIANJUR KOT A CIMAHI BANDUNG KOTA BANDUNG GARUT SUMEDANG B8 0 B8 B17 B1 B11 B17 B11 B18 B5 B15 B19 B11 B15 B18 B10 B18 B10 B19 B10 LEGENDA PETA DASAR Batas provinsi Sungai Batas kabupaten Danau Batas kecamatan Garis pantai Batas desa Garis kontur Jalan arteri Kota, kampung Jalan lokal 1 Batas Satuan Peta CIREBON MAJ ALENGKA KOT A CIREBON KUNINGAN KOT AT ASIKMAL AYA KOT A BANJAR TASIKMAL AYA CIAMIS KOTA B OGOR BOGOR SUK ABUMI KOTA D EPOK KOTA BEKA SI BEKASI KOTA S UKA BU MI DIAGRAM LOKASI CIAN JUR KARAW AN G PUR WAKA RTA KOTA C IMAH I BAN DU NG SUB AN G KOTA BAND U NG GA RU T SUME DA NG IND RA MA YU B15 B15 MA JALEN GKA CIR EBON KOTA C IRE BON KOTA TA SIKMA LAYA TASIK MALAY A KOTA B ANJA R CIAMIS KUN IN GA N B17 B10 B B B16 B19 B11 B15 B B9 B3 B11 B9 B1 B B12 B3 B3 B B13 A8 B19 B B13 B18 A7 A8 A3 B19 B18 2 B10 B18 B5 A7 B14 A9 A15 B17 B11 A A17 B5 B5 A B3 A13 A17 A7 A10 A13 A3 A14 A19 B3 A13 A13 B3 A5 A14 9 A11 B1 B3 A13 0 A10 A17 A13 4 A4 0 A A A3 7 4 A A4 0 A A30 A3 1 A19 A4 1 A17 A30 4 A A A17 A30 A A A17 4 A A30 A A PETA ZONASI PENGEMBANGAN KOMODITAS HORTIKULTURA DI DAS CILIWUNG HULU KEC. BOGOR TIMUR, SUKARAJA, CIAWI, CISARUA DAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR, PROV. JAWA BARAT Skala 1: FAKULTAS PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Disusun khusus dalam rangka: Model Pengelolaan Lahan Berkelanjutan Berbasis Tanaman Hortikultura Tahunan di DAS Ciliwung Hulu Pembimbing : Oleh Winny Dian Wibawa 1. Dr. Ir Hartrisari Hardjomidjojo, D.E.A 2. Dr. Ir. Gatot Irianto, M.S., D.A.A. 3. Prof. Dr. Bambang Pramudya, M.Sc Gambar 5 Sebaran Satuan Unit lahan pada Masing-masing Zona Pengembangan di DAS Ciliwung Hulu

8 101 Tabel 26 Rekomendasi Pengembangan Tanaman Hortikultura Tahunan Berbasis Desa No. Desa Cakupan wilayah (%) Luas Nangkkakeng jo an butan kol Alpo- Leng- Melin Duri- Ram- Jeng- (Ha) Petai Limus 1. Bjrsari 83, Btlayang 103, Bdungan 74, Bjmurni 939, Ciawi 70, Cibanon 131, Cibeurem 1.118, Cilember 296, Cileungsi 67, Cipayung 1.079, CpGirang 197, Cisarua 262, Citeko 549, Gadog 191, Jbluwuk 19, Jogjogan 396, Katulampa 67, Kopo 659, Kuta 551, Lwmlng 126, Mgmndg 2.420, Muarasari 32, Pakuan 5, Pndnsari 227, Sndgrasa 131, Sndgsari 108, Sukagalih 405, Sukakarya 432, Sukamahi 179, Sukamaju 247, Skmanah 335, Sukaresmi 243, Tugu Sel , Tg Utara 1.357,

9 102 Tabel 27 Rekomendasi Tanaman Hortikultura Tahunan Berbasis Desa No. Desa Rekomendasi Tanaman Hortikultura Tahunan 1. Banjarsari Nangka, alpokat, lengkeng, petai 2. Batulayang Nangka, alpokat, lengkeng, durian 3. Bendungan Nangka, alpokat, lengkeng, petai, durian 4. Bojongmurni Nangka, alpokat, lengkeng, durian 5. Ciawi Nangka, alpokat, petai, limus 6. Cibanon Nangka, alpokat, lengkeng, durian 7. Cibeureum Nangka, alpokat, lengkeng 8. Cilember Nangka, alpokat, lengkeng, durian 9. Cileungsi Nangka, alpokat, petai, limus 10. Cipayung Nangka, alpokat, lengkeng, melinjo 11. Cipayung Girang Nangka, alpokat, lengkeng, petai, melinjo 12. Cisarua Nangka, alpokat, lengkeng, durian 13. Citeko Nangka, alpokat, lengkeng, limus 14. Gadog Nangka, alpokat, durian 15. Jambuluwuk Nangka, alpokat, lengkeng, petai 16. Jogjogan Nangka, alpokat, lengkeng, limus, melinjo 17. Katulampa Nangka, alpokat, lengkeng, petai, durian 18. Kopo Nangka, alpokat, lengkeng, petai, melinjo 19. Kuta Nangka, alpokat, lengkeng, limus, durian 20. Leuwimalang Nangka, alpokat, lengkeng, petai, melinjo 21. Megamendung Nangka, alpokat, lengkeng, durian 22. Muarasari Nangka, alpokat, petai, limus 23. Pakuan Nangka, alpokat, petai, limus 24. Pandansari Nangka, alpokat, lengkeng, petai, melinjo 25. Sindangrasa Nangka, alpokat, petai, limus 26. Sindangsari Nangka, alpokat, petai, limus 27. Sukagalih Nangka, alpokat, lengkeng, melinjo 28. Sukakarya Nangka, alpokat, lengkeng, petai, durian 29. Sukamahi Nangka, alpokat, lengkeng, petai, melinjo 30. Sukamaju Nangka, alpokat, lengkeng, petai, melinjo 31. Sukamanah Nangka, alpokat, lengkeng, petai, melinjo 32. Sukaresmi Nangka, alpokat, lengkeng, petai, melinjo 33. Tugu Selatan Nangka, alpokat, lengkeng, durian 34. Tugu Utara Nangka, alpokat, lengkeng, durian

10 103 Pengelolaan Lahan Berkelanjutan Untuk mengetahui keberlanjutan pengelolaan lahan di DAS Ciliwung Hulu berbasis tanaman hortikultura tahunan maka pengelolaan lahan yang ada pada saat ini (eksisting) dievaluasi kemudian dibandingkan dengan alternatif pengelolaan lahan yang mengacu pada rekomendasi pengembangan tanaman hortikultura tahunan. Penelaahan dilaksanakan difokuskan pada tiga aspek, yaitu aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Aspek Ekologi Penelaahan terhadap aspek ekologi mencakup peranan tanaman hortikultura tahunan yang mengedepankan tajuk dan perakaran tanaman sebagai komponen penting sebagai penutup lahan, dalam hal ini untuk menahan butiran air hujan dan menyerapkanair ke dalam tanah. Untuk itu penelaahan difokuskan pada luasan areal tanaman hortikultura tahunan pada lahan usaha petani hortikultura dan kerapatan tanaman (density) hortikultura tahunan. Kriteria petani hortikultura mengacu pada kriteria rumah tangga hortikultura (BPS 2003). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa rata-rata pemilikan/pengusahaan lahan petani hortikultura di DAS Ciliwung Hulu adalah m2, dengan pemanfaatan lahan untuk tanaman hortikultura tahunan adalah 1.7 m2. Artinya petani hortikultura baru memanfaatkan sebagian kecil lahan usahanya, yaitu seluas 24% untuk tanaman hortikultura tahunan dari dari luasan lahan yang ada. Sisanya lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman pangan dan tanaman hortikultura semusim. Namun demikian, bila ditinjau dari pemanfaatan areal untuk tanaman hortikultura tahunan, maka areal untuk tanaman hortikultura tahunan tersebut telah dimanfaatkan lebih dari optimal, yaitu sebanyak 30 tanaman/1.7 m2, atau setara dengan 167 tanaman/ha. Apabila ditinjau dari pemanfaatan lahan usaha petani hortikultura dengan luasan 6.827m2, maka kerapatan tanaman hortikultura tahunan masih belum optimal, yaitu 30 tanaman/6.827m2 atau setara dengan 44 tanaman/ha. Rekomendasi optimal pemanfaatan lahan untuk tanaman hortikultura tahunan berdasarkan hasil

11 104 rekomendasi pola tanam di DAS Ciliwung Hulu adalah berkisar antara tanaman/ha. Untuk tanaman hortikultura tahunan pada umumnya kerapatan tanaman per hektar berkisar antara 100 tanaman/ha (durian, lengkeng), alpokat, petai, nangka, limus dengan densitas 144 tanaman/ha, melinjo dengan densitas 256 tanaman/ha, jeruk dengan densitas 400 tanaman/ha (Sunaryono 2006, DJH 2007). Dari sisi ekologi pengembangan tanaman hortikultura tahunan ke depan diarahkan pada pemanfaatan yang lebih luas dari areal usaha dengan tanaman hortikultura tahunan. Kondisi pemanfaatan lahan usaha untuk tanaman hortikultura saat ini yang baru mencapai 24% (1.7 m 2 ) maka disimulasikan untuk dikembangkan menjadi 50% (3.500 m 2 ), 75% (5.000 m 2 ) dan 100% (6.827 m 2 ). Perluasan areal mengacu pada kerapatan tanaman rekomendasi, yaitu dengan jumlah tanaman menjadi kisaran tanaman/3.500 m2 (50% luas eksisting), tanaman/5.000 m2 (75% luas eksisting), dan kisaran densitas tanaman/6.838 m2 (100% luas eksisting). Jumlah tanaman hortikultura tahunan yang direkomendasikan berdasarkan sampling pada hasil simulasi perubahan luas areal pertanaman disajikan pada Tabel 28. Perluasan areal tanaman yang ditunjang dengan penutupan tajuk (canopy) yang rapat mampu meningkatkan sifat fisik tanah melalui perbaikan struktur dan porositas tanah, serta mampu meningkatkan laju infiltrasi tanah. Penelitian yang dilakukan pada tanaman kopi menunjukkan bahwa perbaikan sifat fisik tersebut dikarenakan peningkatan kegiatan biologi tanah akibat terjadinya peningkatan ketersediaan bahan organik dan perbaikan lingkungan (iklim mikro dan kelembaban (Widianto et al 2004). Aspek Ekonomi Perubahan pada luasan areal untuk tanaman hortikultura tahunan akan berdampak pada jumlah dan jenis tanaman hortikultura tahunan yang diusahakan dan pada hasil akhirnya adalah perubahan pada pendapatan petani yang dalam hal ini dihitung dengan nilai net present value (NPV). Hasil identifikasi awal menunjukkan

12 105 Tabel 28 Jumlah Tanaman Hortikultura Tahunan pada Perubahan Luas Areal Lahan No. Desa Kisaran Jumlah Tanaman Hortikultura Tahunan (pohon) 1.7 m m m m 2 1. Jambuluwuk Kopo Leuwimalang Sukamahi Sukamaju Sukaresmi Megamendung Tugu Utara Sukakarya Sukagalih Cipayung Jogjogan Citeko Cileungsi bahwa rata-rata tanaman hortikultura tahunan yang diusahakan di lahan petani terdiri dari alpokat 13 pohon, nangka 7 pohon, sirsak 7 pohon, melinjo 6 pohon, petai dan jeruk masing-masing 3 pohon, limus dan rambutan 2 pohon, durian, lengkeng, jengkol dan jambu biji masing-masing 1 pohon. Analisis finansial tanaman eksisting menunjukkan nilai NPV sebesar Rp ,-. Hasil simulasi perubahan kerapatan tanaman dengan menggunakan jumlah tanaman yang direkomendasikan dengan berbasis desa menunjukkan penurunan nilai NPV menjadi Rp ,-. Perubahan luas areal tanaman hortikultura tahunan menjadi 50% dari areal lahan usaha petani meningkatkan rata-rata nilai NPV menjadi sebesar Rp ,- demikian pula perluasan areal tanaman hortikultura tahunan menjadi 75% dan 100% dari lahan usaha petani meningkatkan rata-rata nilai NPV menjadi Rp ,- dan Rp ,- Hasil analisa statistik dengan menggunakan analysis of variance (anova) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar perubahan luas areal. Hasil analisis anova disajikan pada Tabel 29.

13 106 Tabel 29 Hasil analisis of variance simulasi perluasan areal tanaman hortikultura tahunan 95% Confidence Interval Standard Standard N Mean For mean Minimum Maximum Deviation Error Lower Bound Upper Bound Existing , , , , % Luas Lahan , , , , % Luas Lahan , , , , % Luas Lahan , , , , Total , , , , Model Fixed Effects Random Effects , , , ,4 Between Component Variance , , ,5 4,830E+013

14 107 Aspek Sosial Komoditas yang direkomendasikan untuk dikembangkan baik untuk setiap satuan unit lahan ataupun berbasis desa sudah merupakan komoditas yang dominan dan tersebar di DAS Ciliwung Hulu. Artinya secara sosial komoditas-komoditas tersebut sudah dapat diterima petani karena sudah banyak dijumpai di lahan-lahan petani. Hasil identifikasi awal menunjukkan bahwa dari 51 satuan unit lahan, nangka tersebar di 48 unit lahan (%), durian 46 unit lahan (90%), alpokat 44 unit lahan (86%), melinjo 42 unit lahan (82%), rambutan 40 unit lahan (78%), lengkeng 38 unit lahan (75%), limus 38 unit lahan (75%), petai 37 (73%) unit lahan, mangga 36 (71%) unit lahan dan jengkol 34 uni lahan (67%). Hasil survey tehadap responden petani hortikultura di DAS Ciliwung Hulu menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan petani hortikultura tahunan di DAS Ciliwung Hulu 47,87% tidak lulus SD dan 48,% lulus SD namun tidak tamat SMP. Untuk pengetahuan petani tentang hortikultura tahunan, sebanyak 73,40% responden menyatakan bahwa pengetahunan tentang hortikultura tahunan rendah (sangat terbatas) dan 26,60% responden menyatakan pengetahuannya sedang. Tingkat partisipasi keluarga dalam usaha tani pada umumnya suami istri melakukan usaha tani hortikultura tahunan (61,70%) dan suami saja hanya 36,17%.Untuk perhatian yang diberikan petani terhadap usaha tani menunjukkan bahwa sebanyak 47,88% responden memberikan perhatian yang rendah, sedang sebanyak 51,06% responden dan tinggi sebanyak 1,06% rsponden. Komposisi pemanfaatan lahan usaha untuk tanaman hortikultura tahunan menunjukkan bahwa 55,32% responden alokasi untuk hortikultura tahunan rendah, sebanyak 25,53% responden alokasinya sedang dan sebanyak 19,15% responden menyatakan tinggi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang positif antara luas tanaman hortikultura tahunan dengan perhatian yang diberikan petani terhadap usahataninya, serta perhatian yang diberikan petani terhadap usahatani hortikultura dengan pengetahuan masyarakat tentang hortikultura tahunan dengan. Hasil Analisa Statistik disajikan pada Tabel 30. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa luasan areal hortikultura tahunan sangat terkait dengan perhatian dan pengetahuan petani. Semakin luas areal

15 108 hortikultura tahunan yang ada maka petani semakin tinggi memberikan perhatian terhadap usahataninya karena ditunjang oleh pengetahuan yang memadai. Artinya areal hortikultura tahunan yang luas pada umumnya ditunjang oleh pengetahuan yang mencukupi, sedangkan mayoritas petani yang areal hortikulturanya kecil cenderung tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang hortikultura tahunan. Namun demikian tidak terdapat korelasi yang nyata antara tingkat pengetahuan dengan tingkat pendidikan serta tingkat pengetahuan dengan luasan tanaman hortikultura tahunan yang diusahakan. Hal ini menunjukkan bahwa diseminasi pengetahuan tentang tanaman hortikultura tahunan kepada petani di DAS Ciliwung Hulu merupakan faktor penting dalam meningkatkan luasan tanaman hortikultura.

16 109 Tabel 30 Hasil Analisis Statistik Aspek Sosial Luas Tanaman Tingkat Partisipasi Tingkat Pengetahuan Perhatian Petani Hortikultura Keluarga Dalam Pendidikan Petani masyarakat Tentang Yang Diberikan Dibandingkan Usahatani Hortikultura Hortikultura Tahunan Terhadap Dengan Areal Hortikultura Usahatani Pertanian Tahunan Hortikultura Spearman s Luas Tanaman Hortikultura Correlation Coefficient 1,000 -,111 -;080,084,237* rho Dibandingkan Dengan Areal Sig. (2-tailed),,285,441,421,021 Pertanian N Tingkat Partisipasi Keluarga Correlation Coefficient -,111 1,000 -,087,049,052 Dalam Usahatani Hortikultura Sig. (2-tailed),285,,404,640,620 Tahunan N Tingkat Pendidikan Petani Correlation Coefficient -;080 -,087 1,000,169,077 Hortikultura Sig. (2-tailed),441,404,,103,460 N Pengetahuan masyarakat Correlation Coefficient,084,049,169 1,000,211* Tentang Hortikultura Tahunan Sig. (2-tailed),421,640,103,,041 N Perhatian Petani Yang Correlation Coefficient,237*,052,077,211* 1,000 Diberikan Terhadap Usahatani Sig. (2-tailed),021,620,460,041, Hortikultura N *) Correlation is significant at the.05 level (2-tailed)

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu)

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu) III.BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung Hulu yang secara geografi terletak pada 6 o 38 01 LS 6 o 41 51 LS dan 106 o 50 11 BT 106 o 58 10 BT. Penelitian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk V PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM USAHA

V GAMBARAN UMUM USAHA V GAMBARAN UMUM USAHA 5.1. Gambaran Umum KUD Giri Tani 5.1.1. Sejarah dan Perkembangan KUD Giri Tani KUD Giri Tani didirikan pada tanggal 26 maret 1973 oleh Alm. H. Dulbari, yang menjabat sebagai Kepala

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian 31 METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu, yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang secara administratif meliputi 4 wilayah kecamatan yaitu Bogor Timur,

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

KONDISI UMUM 4.1 Aspek Fisik Wilayah Administrasi

KONDISI UMUM 4.1 Aspek Fisik Wilayah Administrasi IV KONDISI UMUM 4.1 Aspek Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung secara geografis terletak pada 6º 05 51-6º 46 12 Lintang Selatan (LS) dan 106º 47 09-107º 0 0 Bujur Timur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 9 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kecamatan Megamendung Kondisi Geografis Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung adalah salah satu organisasi perangkat daerah Kabupaten Bogor yang terletak

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel 1 2 1 Bogor Sampel 1 2 Sukabumi Sampel 2 3 Cianjur Sampel 3 4 Bandung Sampel 4 5 Garut Sampel 5 6 Tasikmalaya Sampel 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya beli masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan perkapita, Sedangkan pendapatan perkapita dipengaruhi oleh penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian DAS Ciliwung Hulu terletak di Kabupaten Bogor dan hanya sebagian kecil masuk wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Secara geografis DAS Ciliwung

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Sumber Daya Perkebunan untuk Komoditas Strategis di Provinsi Jawa Barat

Pemetaan Potensi Sumber Daya Perkebunan untuk Komoditas Strategis di Provinsi Jawa Barat Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 2133 ISSN 2338350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pemetaan Potensi Sumber Daya Perkebunan untuk Komoditas Strategis DIAN PERMATA

Lebih terperinci

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i 1. GEOGRAFI Tabel : 1.01 Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota... 1 Tabel : 1.02 Jumlah Kecamatan Dan Desa Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011... 2 2. KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III). KATA PENGANTAR Kegiatan SL-PTT merupakan fokus utama program yang dilaksanakan dalam upaya mendorong terjadinya peningkatan produktivitas padi. Kegiatan ini dilaksanakan secara serempak secara nasional

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

PREDIKSI PASOK DAN KEBUTUHAN AIR SUNGAI CILIWUNG RUAS HULU BENDUNG KATULAMPA

PREDIKSI PASOK DAN KEBUTUHAN AIR SUNGAI CILIWUNG RUAS HULU BENDUNG KATULAMPA ABSTRACT PREDIKSI PASOK DAN KEBUTUHAN AIR SUNGAI CILIWUNG RUAS HULU BENDUNG KATULAMPA Mamok Suprapto 1), Agung Prasetyo 2), dan Agus P. Saido 3) 1) Pengajar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014 TOTAL BAES01 JAWA BARAT 129,401,372,000.00 BELANJA PEGAWAI 100,974,521,000.00 BELANJA BARANG OPERASIONAL 8,203,990,000.00 BELANJA BARANG NON OPERASIONAL 2,838,361,000.00 BELANJA MODAL 17,384,500,000.00

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 21/4/32/Th XIX, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan

Lebih terperinci

Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor

Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor LEMBAR FAKTA FOREST WATCH INDONESIA Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor memegang peranan yang sangat vital bagi banyak daerah yang berada di bawahnya. Seluruh

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 217 TENTANG BATAS DAERAH KOTA BEKASI DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UPAYA PENANGANAN LAHAN KRITIS DI PROPINSI JAWA BARAT. Oleh : Epi Syahadat. Ringkasan

UPAYA PENANGANAN LAHAN KRITIS DI PROPINSI JAWA BARAT. Oleh : Epi Syahadat. Ringkasan UPAYA PENANGANAN LAHAN KRITIS DI PROPINSI JAWA BARAT Oleh : Epi Syahadat Ringkasan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (GERHAN) merupakan gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon di

Lebih terperinci

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN 2.1 Daerah Penelitian Daerah studi penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota Bogor (Gambar 2.1). Secara geografis Kabupaten Bogor terletak di Propinsi Jawa Barat bagian

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT Disampaikan oleh : Prof. DR. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Disampaikan pada : Rapat Koordinasi Pemantauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MELAWI KALIMANTAN BARAT DENGAN KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN

Lebih terperinci

Tabel I.1 Luas Panen dan Jumlah Produksi Singkong Provinsi Jawa Barat Tahun

Tabel I.1 Luas Panen dan Jumlah Produksi Singkong Provinsi Jawa Barat Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi. Salah satu kebutuhan pangan yang paling banyak di konsumsi adalah kebutuhan pokok beruapa karbohidrat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan pembangunan jangka panjang yang harus dihadapi Indonesia terutama di kota-kota besar adalah terjadinya krisis air, selain krisis pangan

Lebih terperinci

Pola Intensitas Hujan Menurut

Pola Intensitas Hujan Menurut Pola Intensitas Hujan Menurut Durasi dan Probabilitas Hujan Contoh Kasus: Pada DAS Cimanuk Bagian Tengah Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, M.T. Jurusan Geografi, FPIPS UPI, Bandung Jl. Dr. Setiabudi No. 229 Bandung

Lebih terperinci

V KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU

V KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 91 V KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 5.1. Pendahuluan Pembangunan berkelanjutan bertumpu pada kemampuan daya dukung lingkungan (Rees 1996; Khanna et al. 1999; Richard 2002). Lahan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BULELENG DENGAN KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 38/07/32/Th. XVIII, 1 Juli 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 207 TENTANG BATAS DAERAH KOTA PRABUMULIH DENGAN KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Letak Kabupaten Majalengka secara geografis di bagian Timur Provinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 108 0 03-108 0 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108 0 12-108 0 25 Bujur Timur, Sebelah Utara antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman durian merupakan salah satu tanaman buah yang dapat dibudidayakan dan termasuk dalam tanaman hortikultura. Definisi dari tanaman hortikultura itu sendiri menurut

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 16 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Lokasi Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak pada batas koordinat 107 o 31-107 o 54 BT dan di antara 6 o

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

Tabel 16. Data Produksi Benih Yang Dihasilkan Oleh UPTD/Balai Lingkup Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014

Tabel 16. Data Produksi Benih Yang Dihasilkan Oleh UPTD/Balai Lingkup Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 5.1 Penyediaan Benih Unggul Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan peningkatan produksi dan nilai tambah proses produksi usaha tani tanaman pangan, unsur teknologi benih unggul bermutu, produsen benih,

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Komoditi padi sebagai bahan konsumsi pangan pokok masyarakat, tentunya telah diletakkan sebagai prioritas dan fokus kegiatan program

Lebih terperinci

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan pertanian, pembangunan perumahan dan infrastruktur. Apabila lahan digunakan untuk perumahan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2006, TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Alokasi. Dana. SDA. Pertambangan. Panas Bumi. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PMK.07/2012 TENTANG PERKIRAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan 10 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelititan Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Pengolahan citra digital dan analisis data statistik dilakukan di Bagian Perencanaan

Lebih terperinci

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016 EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016 ISSUE PEMBANGUNAN KOTA PERTUMBUHAN EKONOMI INFLASI PENGANGGURAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Tahun 2009 Peta penutupan lahan dihasilkan melalui metode Maximum Likelihood dari klasifikasi terbimbing yang dilakukan dengan arahan (supervised) (Gambar 14).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

ANALISA BANJIR JAKARTA TAHUN

ANALISA BANJIR JAKARTA TAHUN ANALISA BANJIR JAKARTA TAHUN 2012-2013 1. Lokasi dan Bentuk DAS Ciliwung DAS Ciliwung di sebelah Barat berbatasan dengan DAS Krukut dan Grogol yang terhubung dengan Banjir Kanal Barat (BKB). Di sebelah

Lebih terperinci

Katalog BPS

Katalog BPS Katalog BPS. 5214.32 PRODUKSI TANAMAN PADI DAN PALAWIJA JAWA BARAT TAHUN 2010-2014 ISSN: - Nomor Publikasi: 32.530.15.01 Katalog BPS: 5214.32 Ukuran Buku: 19 cm x 28 cm Jumlah Halaman: vii + 71 halaman

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA DUKUNG BIOEKOLOGIKAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR. Tika Rachmawati Pemda Kabupaten Bogor, Indonesia

KAJIAN DAYA DUKUNG BIOEKOLOGIKAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR. Tika Rachmawati Pemda Kabupaten Bogor, Indonesia ISSN 0125-790 MGI Vol. 28, No. 2, September 2013 (180-197) 2013 Fakultas Geografi UGM dan Ikatan Geograf Indonesia KAJIAN DAYA DUKUNG BIOEKOLOGIKAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR Tikarachmawati76@yahoo.com

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah) UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 214 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4 PERADILAN

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

Kuesioner Food Frekuensi Semi Kuantitatif. 1-2x /mgg. 2 minggu sekali

Kuesioner Food Frekuensi Semi Kuantitatif. 1-2x /mgg. 2 minggu sekali 67 Lampiran 1 : Kuesioner Food Frekuesi (FFQ) Kuesioner Food Frekuensi Semi Kuantitatif Nama : Umur : Jenis kelamin : Tanggal wawancara : No. Sampel : Bahan Makanan Berapa kali konsumsi per... Porsi tiap

Lebih terperinci

ANALISIS FLUKTUASI DEBIT AIR AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FLUKTUASI DEBIT AIR AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR ANALISIS FLUKTUASI DEBIT AIR AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR Analysis of Water Discharge Fluctuation Due to Land Use Change in Puncak Area, Bogor District Yunita Lisnawati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 No. 02/11/Th. XIV, 12 November 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bekasi Tahun 2013 A. Penjelasan Umum IPG merupakan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI DENGAN KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 30 Juni 30 Juni 2008 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sedangkan, analisis spasial

Lebih terperinci

Nama T T L N I P Pangkat / Gol Jabatan G M P Agama Alamat. N I P : : Pembina, IV/A : Kepala Sekolah

Nama T T L N I P Pangkat / Gol Jabatan G M P Agama Alamat. N I P : : Pembina, IV/A : Kepala Sekolah T T L N I P : Drs. ENDIN : Garut,, 10-07 07-1952 : 130 801 657 N I P : 130 801 657 : Pembina, IV/A : Kepala Sekolah : Matematika : Jl. Cikopo Selatan Rt. 01/01 Desa Sukaresmi Kec. Megamendung Bogor T T

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

PETA KABUPATEN BANDUNG BARAT

PETA KABUPATEN BANDUNG BARAT Lampiran 1: Geografi Kabupaten Bandung Barat PETA KABUPATEN BANDUNG BARAT Sumber: Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Bandung Barat Wilayah Administratif Berdasarkan data, luas wilayah Kabupaten Bandung Barat

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KOTA PONTIANAK DENGAN KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Lebih terperinci

Yth. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota se-jawa Barat. Disampaikan dengan hormat, terima kasih. T April 2017 antor Wilayaha

Yth. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota se-jawa Barat. Disampaikan dengan hormat, terima kasih. T April 2017 antor Wilayaha KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAWA BARAT Jl. Jenderal Sudirman No. 644 Bandung 40183 Telepon (022) 6032008; Faksimili (022) 6037850 Website: www.jabar.kemenag.go.id

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 30 Tahun 2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Assalamu alaikum Wr. Wb.

Kata Pengantar. Assalamu alaikum Wr. Wb. II Kata Pengantar Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya kami dapat menerbitkan Buku Statistik Ketahanan Pangan Jawa Barat Tahun 2013. Buku ini menyajikan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 70 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bogor 4.1.1 Aspek Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat. Secara geografis,

Lebih terperinci

Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat

Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat Prof. Dr. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Pada acara Workshop Aplikasi Sistem Informasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah) UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 PROP. JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Martani (011) sejak reformasi pada tahun 1998 berbagai perubahan terjadi di Indonesia. Perubahan tersebut tidak hanya dirasakan di pusat pemerintahan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Tabel IV.1 Alih Fungsi Lahan Sawah di Wilayah Kajian Tahun

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Tabel IV.1 Alih Fungsi Lahan Sawah di Wilayah Kajian Tahun 58 Bab IV Analisis Hasil Penelitian Secara umum, bab ini akan mengkaji mengenai alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan non sawah di wilayah Pantai Utara jawa Barat. Kemudian hubungan antara jumlah

Lebih terperinci