BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah satu setengah dekade pelaksanaan desentralisasi daerah, Kota Surakarta atau kerap disebut dengan Kota Solo, salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Pemkot Surakarta memang sedang gencar melakukan penataan perkotaan. Pembangunan dan penataan dengan berbagai inovasi kebijakan dilakukan diseluruh bidang kegiatan. Baik dibidang industri, jasa, pemukiman, pariwisata, pendidikan, perdagangan, maupun transportasi. Desentralisasi dinilai menunjukkan hasil yang positif terhadap peningkatan jumlah investor yang ditandai dengan pesatnya pembangunan gedung perkantoran, perniagaan dan hotel serta perbaikan kualitas pelayanan publik (Widaningrum, 2007a). Hal ini dibuktikan dengan diraihnya penghargaan sebagai kota dengan tata ruang terbaik ke-2 di Indonesia dan Piagam Citra Bhakti Abdi Negara untuk kinerja kota dalam penyediaan sarana pelayanan publik, kebijakan deregulasi, penegakan disiplin dan pengembangan manajemen pelayanan oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun Selain itu, pada tahun 2010 kota Surakarta juga mendapatkan penghargaan sebagai inkubator bisnis dan teknologi dari Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia (AIBI). Bahkan kota dengan slogan The Spirit of Java ini telah memposisikan diri sebagai kota meeting, incentive, convention dan exhibition (MICE) terlihat dengan banyaknya berbagai kegiatan baik berskala nasional hingga internasional yang digelar di kota ini. 1

2 2 Seiring dengan perkembangan dan perubahan wilayah perkotaan tersebut, peningkatan kepadatan pemukiman, aktivitas kendaraan, peningkatan jumlah penduduk, komuter, serta pendatang yang sekedar berkunjung tidak terhindarkan. Jumlah kendaraan di Kota Surakarta kini terbilang tinggi. Dari jumlah penduduk sebanyak jiwa, jumlah obyek kendaraan bermotor sebanyak unit atau rasio kepemilikan jumlah obyek kendaraan bermotor mencapai 0,65 unit/ jiwa (UP3AD Kota Surakarta, 2013). Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar sudah nyaris sama dengan jumlah penduduk. Jumlah tersebut belum ditambahkan dengan kendaraan pendatang yang belum terdaftar serta kendaraan komuter maupun orang-orang yang sekadar berkunjung. Berdasarkan informasi yang disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) kota Surakarta, Yosca Herman Soedrajad, jumlah kendaraan dapat mencapai tiga kali lipat dari jumlah yang terdaftar pada pagi hingga sore hari (Tempo.co, 30 Mei 2014). Yosca Herman Soedrajad bahkan menyatakan bahwa pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tidak bisa dikendalikan, di mana pada tahun 2014 pertumbuhan jumlah kendaraan mencapai 30 persen (Tempo.co, 30 Mei 2014). Tingginya jumlah kendaraan yang beraktivitas di kota ini pun tergambar dari hasil traffic counting yang dilakukan oleh Dishukominfo Kota Surakarta. Berikut catatan jumlah trafik kendaraan tertinggi setiap tahun yang menunjukkan bahwa jumlah kendaraan yang beraktivitas di Kota Surakarta semakin tidak terkendali jumlahnya:

3 3 Tabel 1. Jumlah Trafik Kendaraan di Kota Surakarta Tahun Tahun Total trafik kendaraan Persentase kenaikan ,99% 11,41% 0,81% 9,46% 2,03% (Sumber data: Dishubkominfo Kota Surakarta, 2015) Grafik 1. Peningkatan Jumlah Trafik Kendaraan Tahun Pertumbuhan Trafik Kendaraan Tahun Tahun Jumlah Trafik Kendaraan (Sumber data: Dishubkominfo Kota Surakarta, 2015) Dilihat dari tabel 1 dan grafik 1 di atas, terlihat bahwa trafik kendaraan di kota ini sudah sangat padat di mana jumlah trafik kendaraan setiap tahunnya juga selalu mengalami peningkatan. Besarnya trafik kendaraan tersebut berdampak langsung pada sistem jaringan jalan dan lalu lintas, seperti kemacetan dan kebutuhan ruang parkir. Terlebih, Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta pun gencar menambah public space dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Permasalahan kembali muncul ketika ruang publik yang dibangun oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta berubah menjadi tempat parkir liar. Rye (2011) menyebut persoalan parkir kerap muncul terutama pada negara-negara berkembang. Tak heran, persoalan ini dihadapi hampir setiap kota/kabutapen di tanah air, termasuk

4 4 di kota Surakarta. Padahal untuk melakukan parkir tentu sudah terdapat peraturan yang mengatur berkaitan dengan lokasi mana saja yang boleh dipergunakan untuk memarkir kendaraan. Bagaimana pun parkir ditempat terlarang akan mengganggu keindahan, kenyamanan dan kelancaran lalu lintas. Selain itu, parkir memang seolah telah menjadi lahan bisnis dan lahan mencari nafkah bagi masyarakat setempat sehingga berbagai permasalahan parkir selalu muncul seperti parkir liar, juru parkir liar, jual beli lahan parkir ilegal, dan tarif parkir yang tidak sesuai ketentuan seakan tidak pernah selesai (Joglosemar, 2012; Solopos.com, 2013; Solopos, 2014). Padahal, dengan adanya perubahan dan perkembangan kota yang begitu pesat serta untuk dapat memenuhi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) kota Surakarta di mana pemanfaatan ruang di kota Surakarta diarahkan untuk mengembangkan potensi kota sebagai kota yang berbasis budaya dan didukung sektor perdagangan, jasa, pariwisata dan industri maka penataan parkir harus dilakukan seefektif mungkin. Di lain pihak, Pemkot Surakarta terus mengupayakan berbagai solusi pengendalian parkir untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. Rangkaian undang-undang telah beberapa kali dibuat, dimulai dengan adanya Perda No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mentargetkan jalan protokol utama yakni jalan Slamet Riyadi bebas parkir. Pada tahun 2011, Pemkot Surakarta mengeluarkan Perda No. 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah untuk mengatur tarif parkir di tepi jalan umum menjadi tarif parkir per zona. Kemudian, pada tahun 2013, Pemkot Surakarta mengeluarkan Perda baru sebagai penyempurnaan peraturan-peraturan sebelumnya yang sudah tidak relevan lagi

5 5 dan mengeliminir perlawanan pelanggar peraturan parkir, yakni Perda Kota Surakarta No. 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan. Di dalam Perda baru tersebut tertulis sebuah kebijakan baru yakni mengenai penggembokan roda sebagai sebuah terobosan baru pengendalian parkir di kota dengan karakteristik berwilayah kecil serta masih kental dengan budaya lokal ini. Kebijakan ini memberikan kewenangan kepada Dishubkominfo kota Surakarta yang awalnya tidak memiliki kewenangan untuk menindak para pelanggar parkir untuk melakukan penindakan dengan harapan angka pelanggaran parkir dapat ditekan. Pengendalian parkir dengan penggembokan roda merupakan salah satu kebijakan yang dirasa inovatif untuk memberikan efek jera bagi pelanggarnya. Terlebih terobosan serta inovasi dalam pelayanan publik memang merupakan hal utama untuk menggaransi kebaikan bagi masyarakatnya (Widaningrum et al, 2005). Seperti halnya kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda yang pada hakikatnya diberlakukan untuk meningkatkan pelayanan publik berupa kelancaran lalu lintas dan penyediaan ruang publik yang nyaman bagi masyarakat. Namun, dalam pelaksanaan kebijakan yang tergolong baru dan belum dilaksanakan di kota lain sekitar Surakarta tersebut ternyata memunculkan dinamika dalam pelaksanaannya (Widaningrum, 2007b) seperti aksi protes warga (Takwad et al, 2013). Pro dan kontra dalam penerapan kebijakan baru di tengahtengah masyarakat merupakan keniscayaan yang sulit dihindarkan. Terlebih kebijakan ini langsung berbenturan dengan kepentingan publik dari kalangan atas hingga bawah. Tindakan pemerintah setempat semacam ini pun pernah dilakukan oleh Walikota Enrique Penalosa di Kota Bogota, Kolombia di mana ia berusaha

6 6 menegakkan peraturan parkir dengan kemauan politik yang kuat. Walaupun mendapatkan perlawanan khususnya semisal dari pemilik toko, ia tetap tak bergeming dan terus memberantas parkir pada fasilitas pejalan kaki dalam kurun waktu satu tahun (Rye, 2011: 36-37). Hasilnya kini ia menjadikan Kota Bogota yang lebih menarik dan layak huni. Berdasarkan informasi yang disampaikan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Surakarta Henry Setya Negara, di Kota Surakarta sendiri terdapat beberapa lokasi di mana pada lokasilokasi ini kerap ditemukan pelanggaran berkenaan dengan pelanggaran terhadap kawasan larangan parkir salah satunya yakni city walk Slamet Riyadi (Setiadi, 2013; Wawancara, 3 Agustus 2015). Di mana sebelum diberlakukan sanksi penggembokan, setiap bulan ada an pelanggaran parkir di city walk (Takwad et al, 2013). Dari pengamatan langsung yang penulis lakukan sebelum kebijakan diberlakukan memang salah satu titik yang kerap terjadi praktik parkir sembarangan ini berada pada kawasan city walk Slamet Riyadi. Padahal city walk merupakan daerah terlarang untuk parkir kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Lebih dari itu, city walk merupakan etalase kota di mana salah satu tujuan pembangunannya adalah untuk meningkatkan APBD dengan menarik investor dan wisatawan (Responsiyadi, 2007). Sebagaimana informasi yang termuat dalam situs Dishubkominfo Pemkot Surakarta, kawasan city walk ini berada di sisi selatan sepanjang jalan Slamet Riyadi mulai dari Purwosari sampai Benteng Vastenburg dan pasar Gede. Kawasan Slamet Riyadi adalah salah satu aset yang dibanggakan oleh masyarakat

7 7 Surakarta. Kawasan tersebut merupakan suatu kawasan yang memiliki unsur budaya yang melekat pada jati diri Kota Surakarta karena banyak warisan bangunan yang bernilai sejarah semisal kawasan Loji Gandrung, Sriwedari, Museum Radya Pustaka, Museum Batik Kuno Danarhadi, Kawasan Ngarsopuran Mangkunegaran, Kampung batik Kauman, Gladhag, Alun-Alun Utara, Masjid Agung Solo, kawasan keraton Kasunanan, benteng Vastenburg. Namun, tidak hanya bangunan bersejarah, area pertokoan dan pusat belanja juga banyak terdapat di sepanjang city walk Slamet Riyadi ini seperti Solo Grand Mall, Pusat Grosir Solo dan lain-lain (dishubkominfo.surakarta.go.id, 30 Mei 2015). City walk juga dibangun untuk ruang publik sebagai interaksi warga masyarakat dan wisatawan dengan konsep Solo Tempo Doeloe. City walk ini dibagi menjadi tujuh (7) segmen, yang masing-masing segmen dilengkapi fasilitas publik seperti stadion, pusat perbelanjaan, taman rekreasi, pasar tradisional, wisata kuliner dan seating group untuk beristirahat. Segmen pertama dimulai dari Purwosari-Brengosan dengan fasilitas publik berupa pusat perbelanjaan dan kuliner. Segmen kedua, Brengosan-Gendengan, dilengkapi dengan wisata kuliner. Selanjutnya, pada segmen Gendengan-Stadion terdapat pusat perbelanjaan SGM (Solo Grand Mall). Sementara di segmen keempat, Stadion-Ngapeman, yang tergabung dengan fasilitas berupa stadion R. Maladi Sriwedari dan THR Sriwedari (Taman Hiburan Rakyat). Selain itu, ada Museum Radya Pustaka di segmen keempat city walk ini. Di segmen kelima, Ngapeman-Yos Sudarso, terdapat wisata belanja dan budaya. Pada segmen keenam, Yos Sudarso-Gladag terdapat pusat belanja PGS (Pusat Grosir Solo) dan kuliner pada malam hari, yakni Gladag Langen Bogan (Galabo). Sementara pada segmen terakhir, yakni segmen ketujuh

8 8 dimulai dari Gladag-Pasar Gedhe yang merupakan pasar tradisional dengan bangunan tempo dulu. Difabel atau penyandang cacat pun dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman di city walk ini (Putri, 2012; Ricky, 2015). Karena itu, city walk merupakan perwajahan kota yang harmonis antara budaya dan lingkungan (eco-cultural) serta sebagai wujud sistem jaringan pedestrian, jalur sepeda dan pejalan kaki sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surakarta Tahun Melalui city walk sebagai etalase kota ini, dapat dilihat pula apakah kota ini sudah teratur atau semrawut. Sedangkan jalan Slamet Riyadi sendiri merupakan jalan protokol di kawasan strategis kota. Tak dapat dimungkiri, arus lalu lintas di jalan Slamet Riyadi selalu padat. Mulai dari rumah dinas Walikota Surakarta, institusi ekonomi semisal mall, bank, pertokoan maupun perkantoran berjejer dan bermukim di sepanjang jalan ini. Pemkot Surakarta sendiri sudah berusaha mengatur kawasan ini agar tertib dan teratur dengan menyediakan lahan yang dapat dijadikan tempat parkir sesuai dengan zona yang telah ditentukan. Namun, banyak kalangan masyarakat yang tidak mengindahkan aturan yang ada dan tetap memilih memarkir kendaraannya di kawasan yang seharusnya terlarang untuk parkir yakni di city walk yang berada di koridor sebelah kanan jalan Slamet Riyadi. Padahal seperti diungkapkan pakar perparkiran Tom Rye, parkir liar di kawasan seperti city walk akan menghalangi akses kaum difabel, membuat jalan sulit diakses bagi orang tua yang membawa anaknya di kereta dorong, dan menyulitkan pejalan kaki secara umum. Hal ini jelas semakin membuat

9 9 lingkungan kota kurang menarik dan mengganggu kenyamanan masyarakat (Rye, 2011: 2). Penelitian ini merupakan studi implementasi dengan fokus evaluasi terhadap implementasi program penggembokan roda di kawasan city walk kota Surakarta. Evaluasi terhadap implementasi ini seringkali disebut sebagai monitoring evaluasi (M & E) (Purwanto dan Sulistyastuti, 2012: 113) karena dilakukan pada waktu kebijakan sedang berjalan. Menyitir Kusumasari (2015) bahwa implementasi merupakan proses dinamis yang akan terus berjalan selama berlakunya suatu kebijakan. Maka di dalam implementasi tersebut perlu dilakukan evaluasi agar perbaikan berani dilakukan untuk pelaksanaan kebijakan yang akan datang. Dalam mengkaji proses implementasi di sini tidak hanya melihat proses tersebut secara top-down tetapi juga bottom-up sehingga diharapkan semua kejadian yang relevan dalam proses implementasi dapat diungkap, didokumentasikan, serta dianalisis penyebabnya. Program penggembokan roda ini sudah mulai diberlakukan sejak 2013 namun hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi secara komprehensif berkenaan dengan implementasi kebijakan tersebut. Seperti dikatakan William N. Dunn bahwa evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan (Dunn, 2003: 608) sehingga sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan selanjutnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini untuk mendapatkan suatu gambaran informasi yang valid dan riil berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan ini.

10 10 B. Perumusan Masalah Berdasarkan fenomena yang hendak diteliti, maka masalah utama yang hendak dijawab dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana penggembokan roda diimplementasikan untuk menekan angka pelanggaran parkir di city walk kota Surakarta? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan penggembokan roda di city walk kota Surakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui proses implementasi kebijakan penggembokan roda dalam rangka menekan angka pelanggaran parkir di kawasan city walk kota Surakarta. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penggembokan roda. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur dan pengetahuan khususnya berkenaan dengan studi implementasi kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda di wilayah urban. Selain itu, hasil penelitian dapat mendorong adanya knowledge sharing serta pembelajaran bersama antara stakeholder (pemangku kepentingan) dan pelaksanaan kebijakan serta menghasilkan suatu masukan berupa informasi yang valid dan terpercaya bagi Pemerintah Kota Surakarta untuk mengingkatkan performa pelaksanaan kebijakan tersebut.

11 11 E. Rasionalisasi Penelitian Evaluasi program ataupun kebijakan telah menjadi budaya yang mengakar dalam setiap aktivitas program dan pembuatan keputusan di negara-negara maju (Blomquist, 2006). M & E senantiasa digunakan baik oleh pemerintah, NGO (Non governmental Organization) maupun lembaga donor karena berguna untuk melihat perkembangan, menunjukkan hasil, dan melakukan upaya untuk memperbaiki suatu program, proyek, ataupun kebijakan. Adapun penelitian M & E mengenai kebijakan gembok roda dalam rangka pengendalian parkir di wilayah urban belum pernah dipublikasikan. Namun, terdapat penelitian sejenis yang bisa menjadi rujukan penelitian mengenai M & E ini. Corn et al (2012) meneliti mengenai evaluasi kolaboratif pada pelaksanaan program baru yang dianggap inovatif bagi institusi pendidikan di Nort Carolina. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Orsini et al (2012) dan Ondieki et al (2013) di mana keduanya memaparkan pentingnya penelitian evaluasi kolaboratif antara pemerintah dengan lembaga independen lain. Penelitian evaluasi kolaboratif dapat meningkatkan akuntabilitas penelitian evaluasi, melihat sebuah program lebih komprehensif, dan dapat memadukan pengalaman yang berbeda dari pihak-pihak yang terlibat dalam program (Corn et al, 2012: ; Orsini et al, 2012: 530). Sehingga penelitian M & E penting pula dilakukan oleh lembaga ataupun individu di luar pemerintah. Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan, kebanyakan kajian M & E di negara berkembang merupakan evaluasi terhadap program-program pembangunan seperti kajian yang dilakukan oleh Stufflebeam (1994), Elkins (2006), Clements (2007), Kinda (2012), Marwatahadi (2005), Yulianto (2014). Sedangkan penelitian mengenai evaluasi terhadap kebijakan pemerintah yang

12 12 penulis temukan lebih banyak dilakukan di negara maju. Diantaranya yang dapat digunakan sebagai rujukan diantaranya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rinne (2012) mengenai evaluasi terhadap kebijakan imigrasi di Jerman. Selain itu dari berbagai lacakan yang penulis lakukan, memang sangat jarang peneliti yang melihat mengenai keefektifan kebijakan pengendalian parkir yang dilakukan pemerintah. Khususnya sangat jarang peneliti yang berfokus melakukan kajian pada efektivitas kebijakan dalam rangka mengatasi persoalan parkir di perkotaan. Adapun penelitian terdahulu yang berkenaan dengan parkir di negara berkembang semisal dilakukan oleh Cope dan Allred (1990), Spiliopoulou dan Antoniou (2012), Osoba (2012), Aderamo dan Salau (2013), Cicellia (2013), dan Najib (2014) hanya berkisar menelisik mengenai problem parkir. Sedangkan beberapa lainnya membahas mengenai manajemen parkir seperti penelitian yang dilakukan oleh Kerley (2007), Kolhar (2012) dan Litman (2015). Sedangkan penelitian M & E mengenai keefektifan kebijakan parkir sangat jarang dilakukan meskipun pengendalian sistem transportasi saat ini sedang mendapatkan perhatian besar dan kebijakan ini telah dilakukan di beberapa tempat dan kota di Amerika dan Eropa, misalnya di Los Angeles, Duke University, Bogota, dan lain sebagainya. Berbeda dengan negara-negara tersebut, karakteristik parkir di negara-negara berkembang memang kerap menjadi kendala dan persoalan. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian monitoring dan evaluasi kebijakan pengendalian parkir khususnya mengenai kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda secara lebih mendalam. Penelitian ini akan melihat lebih dalam mengenai proses pengimplementasian kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda dalam rangka

13 13 penertiban perparkiran dan mengatasi parkir liar di Kota Surakarta sebagai wilayah urban, serta melihat faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas dalam pelaksanaannya. Penelitian ini dapat mengisi masih sedikitnya literatur mengenai pilihan kebijakan pengendalian parkir yang diambil pemerintah di Indonesia. Hal ini mengingat parkir di seluruh perkotaan di Indonesia telah menjadi sumber konflik dan inefisiensi sehingga memerlukan tindakan segera dan tepat. Kebijakan pengendalian parkir yang tepat akan menghasilkan perbaikan yang luas dan signifikan. Implikasinya dapat merubah tren mobilisasi warga, perkembangan lalu lintas, transportasi, tata ruang perkotaan, ruang publik, pendapatan pemerintah, hingga isu sosial dan lingkungan (Asian Development Bank, 2011). Karena itu, monitoring dan evaluasi yang komprehensif terhadap kebijakan pengendalian parkir dapat menjadi alat untuk mencegah banyak permasalahan perkotaan menjadi lebih besar. Laporan hasil penelitian ini akan membantu menyediakan informasi dan pemahaman apakah pilihan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda merupakan pilihan kebijakan yang relevan untuk diterapkan serta memberikan informasi mengenai faktor yang mendukung dan menghambat efektivitas implementasi kebijakan tersebut. E. Keaslian dan Kekhususan Penelitian Kekhususan yang membedakan studi ini dengan studi-studi lainnya adalah pendekatannya dalam melakukan analisis penelitian ini menggunakan Stufflebeam s CIPP (context, input, process dan product) model sekaligus pendekatan bottom-up untuk melihat proses implementasi secara lebih menyeluruh. Dengan menggunakan model CIPP diharapkan akan dihasilkan

14 14 analisis yang lebih komprehensif dengan mendalami konteks kebijakan, input, proses hingga produk serta informasi yang mudah dipahami dari pelaksanaan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda ini (Zhang et al, 2011). Selain itu dapat diketahui pula secara lebih akurat, sebenarnya apa yang terjadi dalam proses implementasi serta apa yang menyebabkan kebijakan tersebut efektif dengan melihat pelaksanaan kebijakan secara bottom-up dengan menitikberatkan fokus pada pandangan street level bureaucrat (birokrat garda depan) dan target group (kelompok sasaran kebijakan) (Elmore, 1978, 1985). Penggunaan model CIPP yang dikembangkan Stufflebeam telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian lain di dunia. CIPP model telah eksis selama puluhan tahun dan masih banyak diterapkan pada penelitian evaluasi kekinian baik untuk mengevaluasi program maupun kebijakan (Stufflebeam dan Coryn, 2014). Stufflebeam sendiri sebagai pengembang model ini masih melakukan perbaruan referensi mengenai CIPP model (lihat misalnya dalam Stufflebeam dan Coryn, 2014). Model CIPP juga digunakan pada lingkup studi yang luas seperti apa yang diungkapkan Stufflebeam (2003) berikut: The model has been employed throughout the U.S. and around the world in short term and long term investigation both small and large. application have spanned various disciplines and service areas, includig education, housing and community development, transportation safety, and military personnel review systems. Banyak literatur baik dalam bentuk disertasi maupun penelitian lain yang menggunakan model CIPP sebagai landasan atau kerangka pikir sebagai alat analisis karena dinilai model ini dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai suatu kebijakan maupun program, beberapa penelitian tersebut antara lain Yahaya (2001), Zhang et al (2011), Atchariyasuja & Sriborisutsakul (2011),

15 15 Tokmak et al (2013), Yulianto (2014). Beberapa literatur tersebut dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian ini. Sedangkan keaslian penelitian ini adalah menjadikan pelaksanaan sebuah kebijakan baru sebagai fokus penelitian, sehingga penting untuk dilakukan. Kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda di kota Surakarta yang diatur oleh Perda No. 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah maraknya pelanggaran parkir digunakan peneliti dalam melihat sejauh mana pelaksanaannya, khususnya pada kawasan citywalk, dapat mencapai harapan dan keinginan stakeholder. Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi perbaikan untuk pelaksanaan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda maupun kebijakankebijakan serupa. Seperti yang telah jamak diketahui, Daniel Stufflebeam s CIPP Model memiliki potensi yang memungkinkan administrator, pengambil keputusan, dan instansi pengelola kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda untuk mendapatkan pandangan holistik mengenai konteks, input, proses, dan produk dari kebijakan tersebut dan membantu untuk menyediakan informasi dalam manajemen pelaksanaan kebijakan serta meningkatkan performa pelaksanaan kebijakan terkait lainnya di masa depan (Stufflebeam & Shinkfield, 2007). F. Sistematika Penulisan Tesis Sistematika penulisan tesis ini merupakan uraian alur tesis dari awal sampai dengan akhir berdasarkan urutan yang logis serta menyertakan argumen yang jelas dan valid. Sistematika tesis tersaji sebagai berikut:

16 16 1. BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, rasionalisasi penelitian, keaslian dan kekhususan penelitian serta sistematika penulisan tesis. 2. BAB II: TINJAUAN LITERATUR Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai tinjauan literatur yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan penelitian. Tinjauan literatur tersebut meliputi: penggembokan roda sebagai kebijakan publik, prinsip publicness dalam pelaksanaan kebijakan publik, teori hibrida dalam studi implementasi, monitoring dan evaluasi kebijakan publik, kajian model evaluasi, pengendalian parkir dan gembok roda di Surakarta sebagai kebijakan pengendalian parkir kemudian ditutup dengan alur kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini. 3. BAB III: METODE PENELITIAN Pada bab ini akan membahas secara ringkas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: jenis penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data serta teknik analisis data. Hal ini sangat penting, karena pemilihan metode yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik, yaitu dapat menjawab permasalahan dalam rumusan masalah yang telah ditetapkan. 4. BAB IV: HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan membahas mengenai hasil evaluasi implementasi kebijakan penggembokan roda dalam rangka menekan angka pelanggaran

17 17 parkir di city walk Kota Surakarta. Dalam melihat implementasi kebijakan ini, penulis akan menggunakan instrumen model evaluasi CIPP yaitu model yang dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam meliputi empat aspek yakni konteks kebijakan, input, proses, dan produk kebijakan dan juga melihat implementasi kebijakan dengan pendekatan bottom-up. 5. BAB V: REFLEKSI TEORITIK Pada bab ini akan membahas mengenai refleksi teoritik terhadap hasill penelitian yang dilakukan serta memberikan informasi mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penggembokan roda di city walk kota Surakarta. 6. BAB VI: KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan pada babbab sebelumnya, implikasi penelitian serta saran mengenai temuan-temuan penting untuk dijadikan pertimbangan serta saran tindak lanjut terhadap hasil yang diperoleh dari penelitian ini.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda. Penggunaan pendekatan top-down dan bottom-up sekaligus

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 4.1. Letak Administrasi Kota Surakarta Kota Surakarta terletak di Provinsi Jawa Tengah dan dibatasi oleh empat Kabupaten di sekitarnya, yaitu Sukoharjo, Karanganyar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peran city walk sebagai faktor pendukung perkembangan pariwisata kota Solo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peran city walk sebagai faktor pendukung perkembangan pariwisata kota Solo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Solo adalah kota budaya, kota ini terletak di bagian timur provinsi Jawa Tengah. Kota yang sampai sekarang masih kental dengan budaya yang semakin lama semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melaksanakan pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melaksanakan pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melaksanakan pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah yang dibagi menjadi dua yaitu tugas pembangunan dan tugas umum pemerintah. Tugas pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan aktivitas yang sangat padat. Pasar ini merupakan pusat batik dan tekstil yang menjadi tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Rekreasi Area Car Free Day Solo (Penekanan pada Aktivitas Kuliner)

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Rekreasi Area Car Free Day Solo (Penekanan pada Aktivitas Kuliner) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pusat Rekreasi Area Car Free Day Solo (Penekanan pada Aktivitas Kuliner) Pusat Rekreasi Area Car Free : Suatu bentuk kesatuan koordinasi yang merupakan induk dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan pungutan kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR Oleh : AULIA LATIF L2D 002 389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN dan ARAHAN PENATAAN

BAB VI KESIMPULAN dan ARAHAN PENATAAN BAB VI KESIMPULAN dan ARAHAN PENATAAN 6.1 Potensi Wisata yang dapat ditemukan di Kampung Wisata Batik Kauman Dari hasil penelitian dan analisis terhadap Kampung Wisata Batik Kauman didapatkan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah perpakiran tidak pernah luput dari kehidupan kita sehari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah perpakiran tidak pernah luput dari kehidupan kita sehari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perpakiran tidak pernah luput dari kehidupan kita sehari hari karena setiap hari kita pasti melakukannya. Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Surakarta merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

FUNGSI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI KOTA SURAKARTA. Kata kunci : fungsi, city walk, jalur pedestrian, kota Surakarta.

FUNGSI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI KOTA SURAKARTA. Kata kunci : fungsi, city walk, jalur pedestrian, kota Surakarta. FUNGSI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI KOTA SURAKARTA Djumiko Abstrak City walk dikenal dengan istilah mall atau pedestrian. Pedestrian berasal dari kata latin pedos yang artinya kaki. Pejalan kaki sebagai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bidang pembangunan yang semakin hari semakin besar kontribusinya dalam pembangunan. Hal ini dibuktikan dengan besarnya penyerapan tenaga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS PERHUBUNGAN RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN 2015

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS PERHUBUNGAN RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN 2015 PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS PERHUBUNGAN RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN 2015 SURABAYA, SEPTEMBER 2014 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Jumlah Kendaraan di Kota Bandung pada Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Jumlah Kendaraan di Kota Bandung pada Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Bandung merupakan kota besar di Indonesia. Sebagai ibukota Jawa Barat, Kota Bandung menjadi kota yang terkenal kemacetan kedua di Indonesia. Kota Bandung juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB VI INFRASTRUKTUR

BAB VI INFRASTRUKTUR BAB VI INFRASTRUKTUR Sarana dan prasarana fisik dasar yang baik dapat menjadi bagian penting dalam pembangunan sektor lainnya. Ketersediaan dengan kualitas yang baik tentunya dapat mendorong dan memperlancar

Lebih terperinci

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: M. TOGAR PRAKOSA LUMBANRAJA L2D 003 356 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) Sebagai pusat ibadah dan pusat dakwah Islam yang dirintis oleh Sunan Ampel, kawasan ini menjadi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : id.wikibooks.org/wiki/wisata:solo PUSAT KULINER KHAS SOLO

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : id.wikibooks.org/wiki/wisata:solo PUSAT KULINER KHAS SOLO BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek I.1.1 Perkembangan Pariwisata di Kota Solo Kota Solo terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Lokasinya strategis, yaitu pada pertemuan jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Surakarta merupakan salah satu kota pariwisata yang menjadi andalan Provinsi Jawa Tengah. Kota Surakarta yang sering juga disebut dengan kota Surakarta ini mengusung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik berbasis e-government di Indonesia belum banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik berbasis e-government di Indonesia belum banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik berbasis e-government di Indonesia belum banyak diterapkan, karena praktik pemerintahan yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. City walk adalah trotoar untuk pejalan kaki yang didesain unik dan menarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. City walk adalah trotoar untuk pejalan kaki yang didesain unik dan menarik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah City walk adalah trotoar untuk pejalan kaki yang didesain unik dan menarik ditengah kota. Pada tahun 2012 ini beberapa kota besar di Indonesia sedang berlomba

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, dan faktor pergerakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surakarta yang sering juga disebut dengan kota Solo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surakarta yang sering juga disebut dengan kota Solo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta yang sering juga disebut dengan kota Solo merupakan salah satu kota yang mempunyai potensi bisnis yang sangat besar. Ditambah lagi dengan dijadikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat di Indonesia sudah terlalu nyaman dengan kondisi sekitarnya, termasuk apa saja yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat di Indonesia sudah terlalu nyaman dengan kondisi sekitarnya, termasuk apa saja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat di Indonesia sudah terlalu nyaman dengan kondisi sekitarnya, termasuk apa saja yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia (Suryadilaga, 2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ruang bersama/ ruang komunal/ ruang publik menyediakan fasilitas bagi masyarakat untuk beraktivitas secara personal maupun berkelompok. Ruang publik dapat berupa ruang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan sektor industri pariwisata di dunia saat ini sangat pesat dan memberi kontribusi yang besar terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor satu (Suwantoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Shopping Street Pertokoan Jl. Yos Sudarso :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. (http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA Diajukan oleh : ARDHANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Dalam kondisi ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Dalam kondisi ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran sebuah kota, daerah,dan negara telah menjadi sangat penting saat ini. Dalam kondisi ini, para pemimpin pasar telah mencitrakan dirinya sendiri agar lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Lokasi Solo baru adalah daerah bagian selatan dan sebelah utara kota Surakarta jawa tengah untuk daerah ini bertepatan dengan kabupaten Sukoharjo daerah ini dulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi Judul

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi Judul BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Deskripsi Judul Judul dalam laporan Studio Konsep Perancangan Arsitektur yang diangkat adalah Penataan Plaza dan Pusat Kuliner di Kawasan Simpang Lima Semarang (Pendekatan pada Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW Proses Perancangan Arsitektur 6 (PA6) merupakan obyek riset skripsi untuk pendidikan sarjana strata satu (S1) bagi mahasiswa peserta skripsi alur profesi. Pelaksanaan PA6

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian dan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan untuk mencapai tujuan negara yaitu mewujudkan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Setiap negara pasti memiliki potensi-potensi yang tinggi baik

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Setiap negara pasti memiliki potensi-potensi yang tinggi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara di dunia yang sedang berkembang. Setiap negara pasti memiliki potensi-potensi yang tinggi baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi, antara lain meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi, antara lain meliputi: A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam rangka penyelengaraan pemerintahan, maka pemerintahan suatu negara pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu bagian penting di dalam kehidupan manusia dimana terjadi pergerakan untuk menjangkau berbagai keperluan dan kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan dimana masing-masing pulau dan daerahnya mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan dimana masing-masing pulau dan daerahnya mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang bersaing dengan negara maju dan negara berkembang lainnya. Indonesia juga merupakan negara kepulauan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 46 BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Profil Dinas Perhubungan 1. Sejarah Dinas Perhubungan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat kota menjadi salah satu kawasan yang memiliki tingkat pergerakan yang tinggi, karena kawasan ini berkembang dengan cepat dan seiring dengan berkembangnya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara tentunya mempunyai tata pemerintahan beserta unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara tentunya mempunyai tata pemerintahan beserta unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tentunya mempunyai tata pemerintahan beserta unsur-unsur pemerintahan yang terkait di dalamnya. Unsur-unsur pemerintahan yang dimaksud adalah para

Lebih terperinci

STUDI KEBERADAAN CITY WALK TERHADAP FUNGSI PERUNTUKAN (Study kasus City Walk Jl. Slamet Riyadi Surakarta) Eny Krisnawati. Abstrak

STUDI KEBERADAAN CITY WALK TERHADAP FUNGSI PERUNTUKAN (Study kasus City Walk Jl. Slamet Riyadi Surakarta) Eny Krisnawati. Abstrak STUDI KEBERADAAN CITY WALK TERHADAP FUNGSI PERUNTUKAN (Study kasus City Walk Jl. Slamet Riyadi Surakarta) Eny Krisnawati Abstrak Tata ruang dan lingkungan hidup mengandung arti yang sangat luas karena

Lebih terperinci

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap daerah memiliki kebebasan untuk membentuk sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap daerah memiliki kebebasan untuk membentuk sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah memiliki kebebasan untuk membentuk sumber pendanaan yang berasal dari daerah itu sendiri. Sumber pendanaan dari daerah tersebut misalnya dengan mewujudkan

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat,

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat, BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat, berbagai dugaan permasalahan yang terjadi di lapangan, pertanyaan untuk menjawab dugaan permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pariwisata atau dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan tourism diasosiasikan sebagai rangkaian perjalanan (wisata, tours/traveling) seseorang atau sekelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Semarang sebagai ibu kota propinsi di Jawa Tengah mempunyai banyak potensi yang bisa dikembangkan. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara pulau Jawa,

Lebih terperinci

CITY HOTEL DENGAN FASILITAS MICE di SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

CITY HOTEL DENGAN FASILITAS MICE di SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN CITY HOTEL DENGAN FASILITAS MICE 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan di bidang perekonomian sebuah kota sangat identik dengan perkembangan bisnis di dalamnya. Kota Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK dan TARI KONTEMPORER di. SURAKARTA dengan PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO

BAB I PENDAHULUAN. GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK dan TARI KONTEMPORER di. SURAKARTA dengan PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK dan TARI KONTEMPORER di SURAKARTA dengan PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO VERNAKULER B. PEMAHAMAN Gedung pertunjukkan merupakan sebuah bangunan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor maupun tidak bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor maupun tidak bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menetapkan Jenis/Golongan Retribusi daerah ke dalam tiga golongan, yaitu: retribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tengah dengan Pemerintah Kota Surakarta. dengan keinginan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang akan membangun

BAB I PENDAHULUAN. Tengah dengan Pemerintah Kota Surakarta. dengan keinginan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang akan membangun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alih fungsi lahan eks Pabrik Es PT. Saripetojo menciptakan kondisi yang pelik penuh dengan syarat kepentingan antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR oleh : T A N T A W I L2D 300 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan tersebut dapat meliputi berbagai hal, mulai dari aspek sosial,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan tersebut dapat meliputi berbagai hal, mulai dari aspek sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan pembangunan yang semakin meningkat seiring dengan kemajuan zaman telah mempengaruhi terjadinya perubahan dalam berbagai aspek, baik secara fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kota besar yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan adalah kota Yogyakarta. Dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan banyaknya aset wisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. mengembangkan pariwisata dengan daya tarik wisata alam. Alternatif terbaik untuk

BAB I. Pendahuluan. mengembangkan pariwisata dengan daya tarik wisata alam. Alternatif terbaik untuk BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta selain dikenal sebagai kota pelajar juga dikenal sebagai kota pariwisata. Melihat kondisi geografis Kota Yogyakarta, kecil kemungkinan untuk bisa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada peningkatan ekonomi. Orientasi ekonomi membuat aspek sosial dan lingkungan seringkali diabaikan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanjung Pandan adalah kota terbesar sekaligus menjadi ibukota kabupaten Belitung. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk antar kecamatan di Belitung sangat bervariasi.

Lebih terperinci

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Pariwisata juga merupakan suatu komponen dari pola

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Pariwisata juga merupakan suatu komponen dari pola 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang sedang digalakkan dewasa ini, pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pariwisata juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketertiban dan kenyamanan kota (tidiness and convenience) merupakan fungsi turunan terpenting dari penataan ruang kota. Tujuan utama penataan ruang kota adalah terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam RTRW Kota Bandar Lampung tahun 2011-2030 Jalan Raden Intan sepenuhnya berfungsi sebagai jalan arteri sekunder, jalan ini cenderung macet terutama pagi dan sore

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan wisata sebaiknya tetap menjaga citra tujuan wisata dan lebih

BAB I PENDAHULUAN. tujuan wisata sebaiknya tetap menjaga citra tujuan wisata dan lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata telah mengalami perkembangan yang pesat dalam satu dekade belakangan ini. Saat ini, pariwisata merupakan industri jasa terbesar di dunia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I - 1

Bab I Pendahuluan I - 1 Bab I Pendahuluan I.1 LATAR BELAKANG Upaya revitalisasi pusat kota seringkali menjadi permasalahan apabila kawasan revitalisasi tersebut memiliki bangunan cagar budaya, khususnya pada negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif Surakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif Surakarta Globalisasi dan konektivitas menuntut kreativitas dan teknologi menjadi bekal utama dalam menggerakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang, persaingan dalam hidup semakin berat. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik sudah diakui masyarakat internasional sebagai warisan budaya Indonesia. Selain sebagai karya kreatif yang sudah berkembang sejak jaman dahulu serta sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri di tempat parkir. Tersebar di tempat asal perjalanan bisa di garasi mobil, di halaman dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam menentukan keberhasilan perkembangan daerah. Kebutuhan akan transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandung saat ini menjadi kota dengan tingkat kepadatan berkendara yang tinggi. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya rasa aman bagi sesama pengendara karena kedisiplinan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Pejalan Kaki, Parkir dan Lalulintas Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014) commit to user. revitalisasi kawasan Braga BAB I - 1

Gambar 1.1 Pejalan Kaki, Parkir dan Lalulintas Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014) commit to user. revitalisasi kawasan Braga BAB I - 1 Gambar 1.1 Pejalan Kaki, Parkir dan Lalulintas Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014) BAB I - 1 Gambar 1.2Pub Scorpio, Buka Pada Malam Hari dan Kurang Terawat Secara Fisik Bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi

Lebih terperinci

BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG

BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan yang telah dilakukan pada seluruh sampel yang telah disebarkan kepada

Lebih terperinci

REVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA

REVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika atau biasa. disebut Dishubkominfo di Kota Surakarta adalah salah satu dari

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika atau biasa. disebut Dishubkominfo di Kota Surakarta adalah salah satu dari BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah berdirinya DISHUBKOMINFO Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika atau biasa disebut Dishubkominfo di Kota Surakarta adalah salah satu dari

Lebih terperinci