BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya dan cocok sebagai tempat beristirahat. Namun tak hanya karena keindahan alamnya, kini Kota Bandung mendapat banyak julukan. Tidak hanya sebagai daerah tujuan wisata, namun juga disebut sebagai kota pendidikan, kota fashion, kota kuliner dan kota wisata belanja. Hal ini dibuktikan dari jumlah pengunjung yang meningkat pesat dalam 5 tahun terakhir terutama di waktu akhir pekan. Jumlah pengunjung Kota Bandung meningkat menjadi 10 juta jiwa di tahun 2012 dari tahun sebelumnya yang mencapai 6,7 juta jiwa (Pikiran Rakyat, 12 September 2012). Pengunjung sebagian besar berasal dari luar kota seperti Jakarta dan sekitarnya. Fenomena ini merupakan potensi dan juga masalah bagi Kota Bandung. Di satu sisi, citra kota sebagai daerah tujuan wisata berbelanja meningkatkan kontribusi PAD Kota Bandung secara signifikan. Di sisi lain, fenomena ini membawa dampak buruk seperti kemacetan lalu lintas, tata ruang yang buruk dan tumbuhnya sektor informal. Saat ini, aktifitas sektor formal perdagangan pakaian dan kuliner terpusat di beberapa tempat di Kota Bandung. Deretan factory outlet (FO), café dan rumah makan terlihat di sepanjang Jalan Riau, Jalan Dago, dan Jalan Martadinata. Mall besar seperti Cihampelas Walk, Bandung Supermall, Paris van Java dan Bandung Indah Plaza tersebar di kawasan perkotaan Bandung. Pusat perbelanjaan dapat ditemui di Pasar Baru Trade Center di Jalan Otto Iskandar Dinata, ITC Kebon Kalapa di Jalan Dewi Sartika dan Kings Shopping Center di Jalan Kepatihan. Pusat-pusat 1

2 perbelanjaan tersebut berada di kawasan komersial pusat kota di sekitar Alun-alun Kota Bandung. Kawasan komersial ini seakan menjadi etalase Kota Bandung dan penggerak roda perekonomian sektor perdagangan terbesar. Terpusatnya kegiatan tersebut berdampak pada kemacetan di beberapa ruas jalan yang disebabkan oleh tumbuhnya parkir on-street dan munculnya pedagang kaki lima (sektor informal) secara sporadis. Sektor informal di era krisis moneter menjadi sektor yang luar biasa berperan dalam menyelamatkan perekonomian Kota Bandung. Sektor ini dapat menyerap banyak tenaga kerja dalam jumlah yang banyak dan mampu memberikan kontribusi pendapatan daerah yang besar. Sektor informal yang berkembang sangat pesat dalam satu dasawarsa terakhir ini mayoritas pekerjanya berasal dari luar daerah di Jawa Barat. Hal ini disebabkan sektor formal kurang dapat menampung pekerja dari kawasan hinterland atau dari kota sekitar Bandung ini. Perkembangan sektor informal sejak awal kurang mendapatkan perhatian sehingga dalam perkembangannya menjadi kurang terkendali karena minimnya pengawasan. Keberadaan PKL di satu sisi memberikan dampak manfaat yang cukup besar bagi perkembangan perekonomian (Kuswardani dan Haryanto, 2005). Di sisi lain, keberadaannya dapat sangat mengganggu masyarakat disebabkan aktifitasnya yang dilakukan di trotoar bahkan di bahu jalan sehingga seringkali menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki hingga menyebabkan kemacetan lalu lintas. Dari segi tata ruang, kehadiran sektor ini membawa dampak buruk seperti menimbulkan kemacetan lalu lintas, masalah sampah, kekumuhan dan kesemrawutan. Keberadaannya dinilai sudah mengganggu kenyamanan dan keindahan kota, meski disatu sisi eksistensinya tetap dibutuhkan sebagai roda penggerak perekonomian masyarakat kecil (Jurnal Pendidikan Profesional, 2008). Dalam menghadapi kondisi tersebut, terkesan keberpihakan pemerintah selama ini hanya memperhatikan, memprioritaskan dan mengutamakan sektor formal, ketimbang sektor informal (Budihardjo, 1993). Padahal keberadaan sektor ini merupakan potensi penggerak ekonomi kota. Permasalahan PKL juga muncul karena 2

3 belum adanya ruang/tempat yang mewadahi secara layak para PKL di dekat pusatpusat kegiatan yang juga membutuhkan keberadaan mereka (Sulistyarso, 2004). Tindakan pemerintah saat ini hanya sebatas penertiban yang sering berakhir ricuh. Selain penertiban, perlu dilakukan penataan dan pembinaan terhadap sektor informal. Pedagang kaki lima (PKL) sebagai sektor informal tidak dapat dikendalikan jumlahnya atau dicegah keberadaannya karena sektor ini sejatinya sudah menjadi kebutuhan sehari-hari penduduk kota. Umumnya, sektor ini menempati ruang terbuka publik seperti trotoar, taman bahkan badan jalan. Permasalahan kemudian muncul ketika terdapat konflik kepentingan antara PKL dengan sesama pengguna ruang publik. Keberadaan PKL memunculkan ketidaknyamanan pejalan kaki yang menggunakan trotoar. Selain itu pengguna jalan terganggu akibat kemacetan lalu lintas yang ditimbulkan PKL yang menggunakan badan jalan. Ruang terbuka publik dapat berupa jalan (termasuk pedestrian ways), tanah perkerasan (pavement), public squares, dan taman (park). Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis, dan bermakna. Responsif dalam arti ruang publik adalah ruang yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Demokratis, artinya ruang publik dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia. Okupasi PKL dan parkir on-street pada ruang terbuka publik khususnya jalan dan trotoar merupakan permasalahan utama di kawasan komersial Kota Bandung. Pemerintah kota melalui Perda Kota Bandung No. 4 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan PKL telah mengatur area yang diperbolehkan untuk aktivitas PKL. Salah satu kawasan yang melarang adanya aktivitas PKL yaitu kawasan tujuh titik dimana kawasan ini berada di kawasan komersial pusat Kota Bandung. Kawasan tujuh titik terdiri dari Jl. Kepatihan, Jl. Asia Afrika, Jl. Dalem Kaum, Jl. Otto Iskandar Dinata, Jl. Dewi Sartika, Jl. Merdeka dan area sekitar Alun-alun Bandung. Namun dalam penerapannya, peraturan daerah ini belum secara signifikan 3

4 diimplementasikan dilihat dari kondisi saat ini dimana PKL masih menempati ruangruang publik. Upaya Pemerintah Kota Bandung telah tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan, Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan PKL serta diimplementasikan dalam Peraturan Walikota Nomor 888 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Perda yang mengatur PKL. Pada kenyataannya, perda dan perwal tersebut belum mampu untuk mengatasi masalah PKL di Kota Bandung. Penertiban yang dilakukan terkadang disertai dengan tindakan pemaksaan dan kekerasan dari petugas ketertiban. Setelah pelaksanaan penertiban, para PKL kembali menempati ruang-ruang terbuka publik bahkan dengan jumlah yang lebih banyak. Selain itu, arahan zonasi PKL dalam perwal yang mengatur zona yang diperbolehkan dan dilarang berdagang masih dilanggar oleh PKL. Mereka ingin pemerintah menyediakan ruang untuk berjualan di tempat yang banyak pembelinya. Persoalan PKL tak pernah tuntas karena pemindahan PKL ke lokasi yang baru justru mematikan nafkah pedagang karena ketiadaan pembeli. Maka tak heran, kendati PKL sudah direlokasi, tetap saja kembali ke tempat semula karena alasan ketersediaan pembeli. Penataan PKL di ruang terbuka publik diharapkan dapat menjadi alternatif dalam pemecahan solusi di Kota Bandung untuk menciptakan kenyamanan bagi pengunjung, pengguna kendaraan, masyarakat setempat dan Pemerintah Kota Bandung. Jalan Kepatihan dipilih menjadi wilayah studi perencanaan ini karena jalan ini merupakan jalan yang sangat strategis dan memiliki fungsi penting dalam aktivitas kota di sektor perdagangan dan jasa. Di jalan ini berdiri dua pusat perbelanjaan besar yang menjadi magnet kawasan yaitu Kings Shopping Center dan Yogya Kepatihan. Akibat aktifitas dari dua pusat perbelanjaan tersebut, di sepanjang Jalan Kepatihan dan area sekitarnya tumbuh aktifitas PKL yang menjadi salah satu permasalahan kawasan komersial tersebut. Tingginya minat pengunjung menyebabkan kawasan ini semakin padat hingga tidak ada lagi lahan kosong dan para PKL tumpah ruah ke 4

5 badan jalan. Kegiatan tersebut menimbulkan kemacetan, ketidaknyamanan pengunjung, timbunan sampah dan kekumuhan. Penataan ruang terbuka publik di kawasan komersial sebagai tempat beraktifitas PKL sangat dibutuhkan dalam upaya revitalisasi kawasan perkotaan. Meningkatnya PAD dari sektor ekonomi perdagangan selayaknya diimbangi dengan meningkatnya kualitas ruang publik, sarana dan prasarana perkotaan. Perlunya penataan ruang terbuka publik sebagai tempat beraktifitas PKL mutlak dilakukan sebagai upaya meminimalisasi dampak negatif keberadaan PKL. Suatu tindakan merencanakan dan mengatur kegiatan PKL pada suatu lingkungan tertentu secara langsung atau tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap karakter lingkungan yang ditempatinya yang kemudian dapat dikategorikan sebagai tindakan urban design. Diharapkan dengan adanya upaya penataan ruang dalam wujud rancang kota (urban design) dapat mengurangi konflik kepentingan antara PKL dengan sesama pengguna ruang publik lainnya. Upaya tersebut diharapkan pula dapat mendukung visi Kota Bandung sebagai kota jasa yang menjunjung tinggi kedisiplinan akan ketertiban, kebersihan dan keindahan kota. I.2. Perumusan Masalah Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, diketahui permasalahan utama Jalan Kepatihan adalah munculnya aktifitas PKL yang berkembang secara sporadis, tidak teratur, kumuh serta tidak terencana di kawasan fungsional pusat kota. Selain itu belum ada arahan penataan ruang dalam wujud urban design untuk menempatkan PKL dalam ruang terbuka publik. Pemerintah Kota Bandung melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan telah berupaya mengatur penataan ruang publik, namun masih belum dijabarkan secara rinci terutama dari aspek fisik dan aktifitas PKL. Keberadaan PKL di Jalan Kepatihan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas terutama bagi mereka yang menggunakan jasanya. Namun keberadaan PKL di jalan 5

6 ini menimbulkan permasalahan terutama terkait munculnya konflik kepentingan antara PKL dengan sesama pengguna ruang terbuka publik sehingga mengganggu ketertiban dan ketentraman umum. Secara sistematis, rumusan masalah tersebut disusun sebagai berikut. 1. Terganggunya kelancaran berlalulintas kendaraan bermotor dimana kemacetan lalu lintas yang terjadi di ruas Jalan Kepatihan diakibatkan oleh aktifitas PKL dan area parkir kendaraan yang menggunakan badan jalan. 2. Ketidaknyamanan masyarakat dalam menggunakan ruang terbuka publik dikarenakan PKL menempati trotoar sehingga menyulitkan para pejalan kaki dan juga konsumen. Selain mengurangi kenyamanan, hal ini dapat membahayakan keselamatan pejalan kaki. 3. Belum adanya kesesuaian fungsi kawasan sebagai pusat perbelanjaan (kawasan komersial) pada ruang terbuka publik, ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya dan fisik lingkungan. 4. Berkurangnya estetika kawasan karena aktifitas PKL yang menimbulkan kesemrawutan, timbunan sampah, sanitasi yang buruk dan kekumuhan. Kondisi sarana dan prasarana ruang terbuka publik pun belum memadai. Dari penjabaran perumusan masalah diatas, muncul suatu hipotesis perencanaan yaitu Perlunya penataan ruang terbuka publik di Jalan Kepatihan dalam wujud urban design dari segi elemen fisik dan aktifitas. Konsep penataan yang digunakan sebagai pendekatan perancangan kawasan yaitu konsep pedestrian mall. I.3. Maksud dan Tujuan Menilik permasalahan yang telah disebutkan di atas, maksud dari perencanaan ini adalah sebagai upaya menyertakan PKL sebagai salah satu elemen penting yang wajib dipertimbangkan dalam setiap perencanaan dan penataan ruang terbuka publik khususnya di kawasan komersial. Keberadaan PKL telah menjadi satu kesatuan dari bagian ruang terbuka publik sehingga perlu dipertimbangkan rancangan kriteria 6

7 penataan lokasi serta bentukya. Penataan yang dimaksud tidak hanya berfokus pada elemen fisik, namun juga meliputi elemen aktifitas. Tujuan dari penataan ruang terbuka publik di Jalan Kepatihan ini antara lain : 1. Menciptakan ruang terbuka publik di kawasan komersial dengan konsep pedestrian mall yang nyaman dan kondusif. Kenyamanan yang dimaksud adalah kualitas sarana dan prasarana yang mendukung, penataan PKL dan kelancaran berlalu lintas. Kondusif yang dimaksud adalah kondisi yang tenang dan tentram dalam kegiatan beraktifitas masyarakat. 2. Membangun citra Kota Bandung yang bersih dan tertib sesuai slogan Kota Bandung Bermartabat Kota Jasa yang Bersih, Makmur, Taat, Bersahabat dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. 3. Memberikan alternatif solusi penyediaan ruang bagi PKL di ruang terbuka publik agar dapat meningkatkan pendapatan dan memaksimalkan potensi ekonomi daerah Kota Bandung dalam sektor informal dengan imagenya sebagai kota wisata belanja. I.4. Sasaran Sasaran dari perencanaan penataan ruang terbuka publik di Jalan Kepatihan ini antara lain: 1. Mengidentifikasi karakteristik elemen fisik dan elemen aktifitas PKL dan pengunjung di Jalan Kepatihan. 2. Melakukan pendekatan konsep pedestrian mall dalam penataan PKL di ruang terbuka publik dalam wujud urban design. I.5. Ruang Lingkup Ruang lingkup ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruang lingkup spasial dan ruang lingkup substansial. Ruang lingkup spasial menjelaskan batasan-batasan 7

8 wilayah studi, sedangkan ruang lingkup substansial menjelaskan tentang jenis dan kedalaman analisis. I.5.1. Lingkup Spasial Ruang lingkup wilayah spasial dalam perencanaan ini adalah Jalan Kepatihan yang berada di kawasan komersial Kota Bandung yang dibatasi oleh Jalan Otto Iskandar Dinata (barat) dan Jalan Dewi Sartika (timur): Jalan Kepatihan ini terletak di Kelurahan Balong Gede, Kecamatan Regol, Kota Bandung. Lokasi studi ini dipilih berdasarkan pertimbangan urgensi masalah yang telah menjadi permasalahan utama di Kota Bandung. Tingkat kualitas ruang terbuka publik menurun dan sudah berlangsung lama sehingga memerlukan penanganan yang cepat. Untuk lebih jelas mengenai orientasi wilayah studi perencanaan terhadap Kota Bandung dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar I.1. Orientasi Wilayah Studi Terhadap Kota Bandung Sumber : 8

9 Gambar I.2. Lokasi Amatan Perencanaan Sumber : Google Map diakses 2011 I.5.2. Lingkup Substansial Penataan ruang terbuka publik di Jalan Kepatihan termasuk dalam kategori perancangan kota (urban design) yang menerapkan perencanaan dan perancangan tata bangunan dan lingkungan yang meliputi elemen fisik dan aktifitas. Pembagian lingkup substansi yang akan dibahas, didasarkan pada sasaran yang ingin dicapai. Adapun kajian-kajian teori maupun substansi yang mendukung tercapainya maksud dan tujuan perencanaan, yaitu mencakup : a) Materi pendukung dalam melakukan kajian; terdiri dari konsep rancang kota (urban design), konsep pedestrian mall, ruang terbuka publik, materi pendukung lainnya dalam mempermudah pencapaian tujuan. b) Fokus kajian atau pembahasan dalam studi ini dibatasi beberapa aspek, yaitu : 1. Ruang terbuka publik (tipe koridor) meliputi jalan dan jalur pedestrian. 2. PKL meliputi PKL yang berada di trotoar dan badan jalan Jl. Kepatihan serta PKL yang berada di sub jalan. 9

10 3. Penataan ruang terbuka publik meliputi penataan elemen fisik yaitu sirkulasi dan parkir, jalur pedestrian, aktifitas pendukung dan penandaan (signage), sedangkan penataan elemen aktifitas meliputi fungsi dan aktifitas pengguna ruang terbuka publik termasuk di dalamnya PKL. 4. Penataan ruang terbuka publik didasarkan pada konsep pedestrian mall yang menekankan aspek kenyamanan dan keamanan bagi pengguna ruang publik. I.6. Manfaat a) Manfaat untuk ilmu perencanaan wilayah dan kota 1. Gambaran, pelajaran dan pengalaman mengenai konsep penataan ruang terbuka publik di kawasan komersial yang menyertakan PKL sebagai elemen penting dalam perancangan ruang terbuka publik. 2. Masukan untuk perencanaan dan penelitian selanjutnya. b) Manfaat untuk pemerintah dan instansi terkait 1. Gambaran, pelajaran dan pengalaman mengenai konsep penataan ruang terbuka publik di kawasan komersial yang menyertakan PKL sebagai elemen penting dalam perancangan ruang terbuka publik. 2. Masukan untuk penyusunan perencanaan yang terkait dengan aktifitas PKL di perkotaan. c) Manfaat untuk pihak lain 1. Gambaran, pelajaran dan pengalaman mengenai konsep penataan ruang terbuka publik di kawasan komersial yang menyertakan PKL sebagai elemen penting dalam perancangan ruang terbuka publik. 2. Informasi kepada peneliti lain yang berminat untuk lebih mendalami masalah PKL di perkotaan. 10

11 I.7. Kerangka Pikir Gambar I.3. Kerangka Pikir Sumber : Data diolah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota dalam pengertian geografis merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian penduduknya bukan petani, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang Kaki Lima dahulu dikenal dengan pedagang emperan jalan dan kemudian disebut pedagang kaki lima. Saat ini, istilah pedagang kaki lima digunakan untuk menyebut

Lebih terperinci

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Shopping Street Pertokoan Jl. Yos Sudarso :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. (http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : OKTARINA DWIJAYANTI L2D 002 424 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA

PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA Diajukan oleh : ARDHANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat saat ini menuntut setiap orang untuk berupaya berdayaguna dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya kearah yang lebih baik. Baik itu melalui

Lebih terperinci

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA Pada bab ini akan lebih dibahas mengenai sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Permasalahan sarana prasarana

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, kota-kota besar masih merupakan tujuan bagi mereka yang ingin memperbaiki nasib dan meningkatkan tarap kehidupannya. Dengan asumsi bahwa kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas kehidupan bangsa secara bertahap. Pembangunan mempunyai tujuan mulia untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota yang pesat merupakan salah satu ciri dari suatu negara yang sedang berkembang. Begitu pula dengan Indonesia, berbagai kota berkembang secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Permasalahan Sektor Informal di Perkotaan Indonesia Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang sangat umum terjadi di negara - negara berkembang. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hampir seluruh kota di indonesia kini bersifat dualistik. Dualistik berarti telah terjadi pertemuan antara dua kondisi atau sifat yang berbeda (Sujarto, 1981). Kondisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Terkait dengan pertanyaan penelitian akan kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi walkability menjadi acuan dalam proses menganalisa dan pembahasan,

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO

PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata muncul sebagi salah satu sektor yang cukup menjanjikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata muncul sebagi salah satu sektor yang cukup menjanjikan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata muncul sebagi salah satu sektor yang cukup menjanjikan dalam pembangunan Negara Indonesia saat ini. Menurut Djulianto Susatio (2003: 1) Pariwisata merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) Sebagai pusat ibadah dan pusat dakwah Islam yang dirintis oleh Sunan Ampel, kawasan ini menjadi penting

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU (Berkonsep Nuansa Taman Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung Devi Johana Tania, Witanti Nur Utami Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring pertambahan jaman dan perkembangan suatu kota dengan peningkatan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat mengakibatkan peningkatan kebutuhan transportasi.

Lebih terperinci

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perkembangan dalam bidang perekonomian semakin meningkat, di

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perkembangan dalam bidang perekonomian semakin meningkat, di BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Perkembangan dalam bidang perekonomian semakin meningkat, di tambah dengan kebutuhan hidup sehari hari yang harus terpenuhi. Suatu lahan kota akan mengalami perkembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini bisnis pariwisata sudah menjadi suatu trend, kebutuhan, serta sumber pemasukan yang besar bagi para pengusaha dan negara. Di Indonesia, Bandung merupakan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Permukiman Padat Kumuh Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENDESAIAN MALL PADA SUB KAWASAN CIBADUYUT SEBAGAI SENTRA PERDAGANGAN SEPATU

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENDESAIAN MALL PADA SUB KAWASAN CIBADUYUT SEBAGAI SENTRA PERDAGANGAN SEPATU LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENDESAIAN MALL PADA SUB KAWASAN CIBADUYUT SEBAGAI SENTRA PERDAGANGAN SEPATU Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: M. TOGAR PRAKOSA LUMBANRAJA L2D 003 356 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan)

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan) PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto Purwodadi Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN GANG PINGGIR SEBAGAI PEDESTRIAN MALL PECINAN SEMARANG

PENATAAN KORIDOR JALAN GANG PINGGIR SEBAGAI PEDESTRIAN MALL PECINAN SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN GANG PINGGIR SEBAGAI PEDESTRIAN MALL PECINAN SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota pada umumnya disertai dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini pada akhirnya akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kota besar yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan adalah kota Yogyakarta. Dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan banyaknya aset wisata yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D 306 010 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang semakin pesat mengakibatkan munculnya permasalahan sosial-ekonomi dan infrastuktur kota-kota di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perkembangan Pasar Pasar tradisional mempunyai peran signifikan dalam perkotaan. Pasar tumbuh dan berkembang sebagai simpul dari pertukaran barang dan jasa,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penyusunan konsep simbiosis mutualistik untuk penataan PKL Samanhudi erat kaitannya dengan karakter masing-masing pelaku dan konflik kepentingan serta konflik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang

Lebih terperinci

KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER

KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER MARIA KURNIA U Ks HADIE 3207 203 003 Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan

Lebih terperinci

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini membahas gambaran umum wilayah studi kawasan pusat perbelanjaan Paris Van Java yang mencakup karakteristik pusat perbelanjaan Paris Van Java, karakteristik ruas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kampus sebagai Generator Pertumbuhan Kawasan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kampus sebagai Generator Pertumbuhan Kawasan. BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Kampus sebagai Generator Pertumbuhan Kawasan. Ketika sebuah kampus Perguruan Tinggi berdiri pada suatu kawasan, maka dapat dipastikan akan berdatangan para

Lebih terperinci

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara Sri Aliah Ekawati Prodi Pembangunan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pedestrian merupakan permukaan perkerasan jalan yang dibuat untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Di mana orang-orang dapat tetap berpindah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang publik merupakan ruang terbuka maupun tertutup yang berfungsi sebagai tempat terjadinya interaksi sosial, ekonomi dan budaya. Di wilayah perkotaan, ruang publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan pungutan kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan kota tidak akan terlepas dari perkembangan kegiatan ekonomi. Perkembangan kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat kota untuk meningkatkan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH STORE ATTRIBUTE TERHADAP LOYALITAS WISATAWAN DIKONTROL OLEH MOTIVASI BERBELANJA

2015 PENGARUH STORE ATTRIBUTE TERHADAP LOYALITAS WISATAWAN DIKONTROL OLEH MOTIVASI BERBELANJA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Wisata belanja merupakan salah satu sektor industri pariwisata yang mengalami pertumbuhan yang signifikan di dunia. Berbelanja sudah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG Sisca Novia Angrini Universitas Muhammadiyah Palembang Jl. Jend. Ahmad Yani No.13, Seberang Ulu I, Palembang email: siscaangrini@gmail.com Abstrak Jalan Kolonel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini banyak negara berkembang menaruh perhatian yang khusus terhadap industri pariwisata, hal ini jelas terlihat dengan banyaknya program pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak positif juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dampak positif juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA

BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA 108 BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA 8.1 Analisis Keterkaitan Karakteristik PKL, Kebijakan Penataan Ruang tentang Penataan PKL, dan Aspirasi Masyarakat tentang Model Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor yang memiliki visi menjadi kota jasa yang nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintahan yang amanah merupakan visi yang harus di jalankan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian bab sebelumnya dapat ditarik

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian bab sebelumnya dapat ditarik BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari ketiga ruas jalan yang diteliti, diketahui bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah maka akan bertambah pula taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah maka akan bertambah pula taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya populasi manusia dan peningkatan ekonomi suatu daerah maka akan bertambah pula taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Hal ini juga menimbulkan

Lebih terperinci

PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG

PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

SHOPPING GREEN MALL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

SHOPPING GREEN MALL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan zaman disertai dengan perkembangan penduduk yang cukup tinggi terutama di wilayah perkotaan, seringkali terjadi adanya masalah keterbatasan lahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan

Lebih terperinci

PASAR TRADISIONAL DENGAN KONSEP MODERN DI KABUPATEN PEMALANG

PASAR TRADISIONAL DENGAN KONSEP MODERN DI KABUPATEN PEMALANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR TRADISIONAL DENGAN KONSEP MODERN DI KABUPATEN PEMALANG Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang

I. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota di Indonesia pada umumnya memiliki persoalan dengan ruang publik, seperti persoalan parkir yang memakan tempat berlebihan ataupun memakan bahu jalan, masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan stasiun kereta api Bandung bagian Selatan yang terletak di pusat kota berfungsi sebagai pendukung dan penghubung fasilitasfasilitas di sekitarnya, seperti perkantoran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk bermasyarakat. Jadi suatu kota bukanlah hanya

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk bermasyarakat. Jadi suatu kota bukanlah hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan produk dari peradaban manusia, yang merupakan hasil ciptaan manusia yang mendemonstrasikan satu taraf perkembangan yang khas di dalam evolusi kehidupan.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung telah mengalami perkembangan pesat sebagai kota dengan berbagai aktivitas yang dapat menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG (Wilayah Studi : Jalan Pahlawan-Kusumawardhani-Menteri Soepeno) TUGAS

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

REDESAIN PASAR INDUK KABUPATEN WONOSOBO

REDESAIN PASAR INDUK KABUPATEN WONOSOBO BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pasar tradisional harusnya mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Keberadaan pasar tradisional yang harus bersaing

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROYEK. : Relokasi Pasar Astana Anyar Pasar Festival. : PD Pasar Bermartabat Kota Bandung. : Jl. Astana Anyar

BAB III DESKRIPSI PROYEK. : Relokasi Pasar Astana Anyar Pasar Festival. : PD Pasar Bermartabat Kota Bandung. : Jl. Astana Anyar BAB III DESKRIPSI PROYEK 3.1. Gambaran Umum Nama Proyek Astana Anyar Sifat Proyek Pemilik Lokasi Luas Lahan : Relokasi Pasar Astana Anyar Pasar Festival : Fiktif : PD Pasar Bermartabat Kota Bandung : Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang strip center mall Strip center mall

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang strip center  mall Strip center  mall BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat perbelanjaan modern adalah fenomena yang dapat ditemui baik di kota kecil maupun kota besar di Indonesia, keberadaan dari pusat perbelanjaan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bandung, ibukota Jawa Barat yang terletak sekitar 180 km ke arah timur dari Jakarta. Terletak pada ketinggian 768 meter di atas permukaan laut, Bandung memiliki

Lebih terperinci