ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA DENGAN METODE AKSELERASI-MODEL ARRHENIUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA DENGAN METODE AKSELERASI-MODEL ARRHENIUS"

Transkripsi

1 SKRIPSI ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA DENGAN METODE AKSELERASI-MODEL ARRHENIUS Oleh Indriati Wahyuningrum F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA DENGAN METODE AKSELERASI-MODEL ARRHENIUS SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Indriati Wahyuningrum F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3

4 Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Metode Akselerasi-Model Arrhenius Consumer Preference Analyse and Shelf Life Prediction of Dried Substitute Corn Noodle with Accelerated Method-Arrhenius Model Feri Kusnandar 1), Dede R. Adawiyah 1) dan Indriati Wahyuningrum 2) 1) Lecturer of Food Science and Technology, IPB 2) Student of Food Science and Technology, IPB Corn flour is potentially used as a raw material in the production of corn noodles. The use of corns as a main ingredient hopefully can reduce high consume of rice as a main staple of Indonesian people. This researh was objected to evaluate the consumer acceptibility, and to find the shelf life of this product by accelerated method, with Arrhenius model. Consumer preference tests showed that the degree liking of this product was high enough. It s about 43 % of respondents who answer like substitute corn noodle product which is present in meatball product. Most of them (90%) agree if substitute corn noodle was processed into meatball product. And 81% of them agree too if this product become an alternative commercial noodle. Meanwhile, shelf life prediction in this research was conducted in the following steps (1) to develope a trained panelist, (2) to determine a critical attribute on dried corn noodle, (3) to calculate kinetic of decreasing a critical attribute and (4) to predict the shelf life-time of this product. Substitute corn noodle stored in three extreme condition temperature (37, 45 and 50 o C). Then, evaluated by panelist and also by an objective analyse (cooking loss, TBA analyse and colour-hunter) every 7 days in 5 weeks. Constanta-decline value in lightness, off odor and taste attribute respectively are /day; /day; and /day. So, these research can predict the shelf life-time of products in temperature 28 o C respectively are days (2.46 month); days (4.57 month); and days (11.54 month). Shelf life-time prediction in this research use an off odor attribute as a critical attribute which is sensitive enough with change of temperature. Therefore, shelf life-time prediction of substitute corn noodle is about 4.57 month in temperature condition 28 o C. Keywords: corn noodle, shelf life, Arrhenius, consumer preference

5 Indriati Wahyuningrum. F Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Metode Akselerasi-Model Arrhenius. Dibawah bimbingan: Feri Kusnandar dan Dede R. Adawiyah. RINGKASAN Mie kering berbasis jagung merupakan salah satu program diversifikasi pangan yang telah dikembangkan sejak lama. Penggunaan bahan baku jagung dalam ingredien sebagai substitusi maupun seluruhnya diharapkan mampu memberi kontribusi pada masalah terlalu tingginya ketergantungan bangsa Indonesia pada beras dan tepung terigu. Berbagai penelitian mie jagung telah banyak dilakukan hingga menghasilkan karakteristik mutu terbaik. Informasi lain yang belum diketahui adalah mengenai data preferensi konsumen terhadap mie jagung serta data masa simpan produk sebelum sampai di tangan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mie kering jagung substitusi serta untuk menentukan umur simpan produk dengan menggunakan pendekatan model Arrhenius. Penelitian ini dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu tahap penelitian pendahuluan, tahap analisis preferensi konsumen dan tahap pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi-model Arrhenius. Rangkaian penelitian pada tahap pendahuluan meliputi proses pembuatan tepung jagung dari jagung pipil varietas Pioneer 21, pembuatan mie kering jagung substitusi serta karakterisasinya. Karakterisasi dilakukan dengan menganalisis kualitas masak (cooking loss), tekstur dan warna mie. Ketiganya merupakan parameter mutu obyektif mie yang terpenting. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai KPAP mie jagung substitusi sebesar 4.41 %, nilai kekerasan, kelengketan dan elastititas mie menggunakan Texture Analyzer TA-XT2 berturut-turut sebesar gf, gf dan serta nilai warna meliputi nilai L, a dan b masing-masing sebesar 48.04, 0.69 dan Tahap penelitian mengenai tingkat preferensi konsumen terhadap produk mie jagung substitusi dilakukan kepada 100 orang responden lingkar kampus IPB. Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa 43 % responden menyatakan suka terhadap produk mie jagung substitusi yang disajikan dalam produk mie bakso. Sebagian besar responden (90 %) setuju jika mie jagung ini diolah menjadi produk mie bakso, dan sebanyak 81 % responden diantaranya menyatakan setuju pula apabila mie jagung substitusi dijadikan sebagai alternatif pengganti mie terigu. Adapun, alternatif produk pangan olahan lainnya dapat pula diterapkan dengan menggunakan mie jagung substitusi ini. Produk olahan yang dipilih oleh responden diantaranya mie goreng (43.55 %); soto mie (33.87 %); toge goreng (14.52 %); dan lainnya seperti spaghetti dan ifu mie (8.06 %). Tahap penelitian berikutnya adalah pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi, model Arrhenius. Rangkaian penelitian pada tahapan ini meliputi pembentukan panelis terlatih, penetapan parameter kritis mie jagung substitusi, percobaan penyimpanan mie pada kondisi suhu ekstrim, penghitungan kinetika penurunan mutu parameter kritis dan penentuan umur simpan pada suhu yang diinginkan. Panelis terlatih sebanyak 9

6 orang pada penelitian ini berguna dalam pengevaluasian kualitas mie jagung substitusi selama penyimpanan secara subyektif. Panelis ini didapatkan melalui proses seleksi dan pelatihan panelis secara periodik. Penetapan parameter kritis yang menyebabkan produk tidak dapat diterima secara organoleptik dilakukan bersama dengan panelis terlatih melalui diskusi fokus grup (FGD). Parameter-parameter kritis yang selanjutnya akan dianalisis selama penyimpanan ini diantaranya parameter sensori (warna, kecerahan, tekstur/kerapuhan, off odor, off flavor); parameter fisik (KPAP, warna-hunter); dan parameter kimia (bilangan TBA). Percobaan penyimpanan produk dilakukan pada 3 kondisi suhu ekstrim (37, 45 dan 50 o C), dengan waktu sampling setiap 7 hari selama 5 minggu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kinetika penurunan parameter mutu yang signifikan terhadap suhu adalah parameter sensori. Diantara parameter sensori tersebut, parameter mutu yang memiliki tren nilai konstanta penurunan mutu (k) meningkat terhadap kenaikan suhu adalah parameter kecerahan, off odor dan off flavor. Orde reaksi yang sesuai digunakan dalam penurunan mutu ini adalah orde reaksi nol. Nilai konstanta/laju penurunan mutu pada parameter kecerahan, off odor dan off flavor berturut-turut adalah /hari; /hari; dan /hari. Dengan demikian, dapat ditentukan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 o C masing-masing sebesar hari (2.46 bulan); hari (4.57 bulan); dan hari (11.54 bulan). Penetapan umur simpan berdasarkan parameter tertentu selanjutnya dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat sensitivitas reaksi penurunan mutu terhadap perubahan suhu, yaitu salah satunya ditandai dengan nilai energi aktivasi yang cenderung kecil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai energi aktivasi untuk parameter kecerahan, off odor dan off flavor berturut-turut adalah kj/mol; kj/mol; dan kj/mol. Parameter kecerahan memberikan nilai energi aktivasi yang rendah. Akan tetapi, diperkirakan parameter ini tidak memberikan prediksi umur simpan yang baik karena umur simpan yang didapatkan hanya berkisar 2 bulan. Padahal, pengamatan empiris pada jangka waktu itu masih menunjukkan kualitas mie yang baik. Oleh karena itu, parameter penduga umur simpan mie jagung substitusi yang dipilih adalah parameter off odor, yaitu memberikan informasi masa simpan produk selam 4.57 bulan.

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Indriati Wahyuningrum, dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1987 di Jakarta dan merupakan putri keempat dari pasangan Wahyu Djatmiko dan Sundari. Penulis menempuh pendidikan di TK Assakinah ( ), pendidikan dasar di SDN 05 Menteng Dalam Jakarta ( ), pendidikan menengah pertama di SLTPN 7 Bogor ( ), dan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Bogor ( ). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif sebagai pengurus BEM Fateta ( ), pengurus FBI Fateta ( ), dan anggota HIMITEPA ( ). Seminar dan Training HACCP V 2007 serta Indonesian Food Expo (IFOODEX) 2007 merupakan salah satu kegiatan yang pernah diikuti penulis dalam kegiatan kepanitiaan. Seminar dan training yang penah penulis ikuti antara lain Seminar Menuju Ketahanan Pangan yang Kokoh oleh SEAFAST CENTER-IPB tahun 2008, Training Sistem Manajemen Halal tahun 2008, Training Auditor HACCP oleh Mbrio tahun 2008 serta training ISO 9001 dan ISO pada tahun Selama masa kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2008 dan 2009 serta memperoleh Hibah DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2007 dan Penulis juga pernah menjadi asisten pelatih proses pembuatan mie jagung batch I, batch II dan untuk UKM serta pernah menjadi koordinator proses produksi rutin mie jagung pada tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan Judul Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi Dan Pendugaan Umur Simpannya Dengan Metode Akselerasi- Model Arrhenius di bawah bimbingan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si.

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur, tak henti penulis panjatkan hanya ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Metode Akselerasi-Arrhenius. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan pula kepada junjungan Nabi Besar, Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada : 1. Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu sabar dan tak pernah mengenal lelah dalam mendidik penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang, motivasi dan curahan doa tanpa henti untuk penulis. Untuk saudara-saudara tersayang; Mas Andri, Mbak Wied dan Mas Indra terima kasih atas kasih sayang, dukungan, dan kehangatan keluarga yang indah ini. 2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai dosen pembimbing, atas kesabaran, nasihat, motivasi serta segala pelajaran hidup yang telah diberikan kepada penulis selama 3 tahun ini. 3. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan masukan-masukan berguna hingga terselesaikannya skripsi ini. 4. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Sc selaku dosen penguji, atas kesediaan serta saran dan kritik yang membangun demi perbaikan karya ini. 5. Seluruh Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan bekal ilmu bermanfaat yang mendukung kemajuan penulis, serta laboran-laboran ITP dan Seafast Center (Pak Wahid, Bu Rub, Pak Rojak dan Pak Jun) yang banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian. 6. Irfan Rianto, atas kasih sayang, doa dan kobaran semangat tak kunjung padam kepada penulis di penghujung jalan skripsi ini. Terima kasih atas pelangi yang indah di malam hari. i

9 7. Teman-teman seperjuangan dan se-bimbingan, Isna, Juju dan Ka Gema, atas kebersamaan, kekompakan, dukungan dan kerja sama yang indah. 8. Teman-teman terbaik, terutama Tuti, Neng Riska, Rika, Iwan, Midun, Arya, Galih, Fahmi, Ari, Dewi, Wiwiw, Fera, Reni, Kamlit dan seluruh keluarga besar ITP 42, atas kontribusi chapter yang indah dalam hidupku. Semoga kekeluargaan kita akan tetap terjaga meski tak selalu bersama. 9. Teman-teman sekaligus keluarga WBA, Hesti, Ema, Kochan, Gita, Wastu, Ida, Nisa dan adik-adik angkatan tersayang, yang selalu setia ada baik dalam suka maupun duka. Terima kasih atas keceriaan, keunikan dan kebersamaan yang manis selama 3 tahun ini. 10. Para Panelisku, Tsani, Safie, Victor, Sandra, Angga, Weje, Wahyu, Dilla, Fitri, Stella, dan Bintang atas bantuan dan kerjasama yang baik. 11. Teman-teman tim produksi mie jagung, atas kebersamaan dan kerjasama yang indah. Semoga organisasi dan produktivitas kita ke depan semakin baik lagi. 12. Kepada pihak-pihak lain yang belum disebutkan, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan. Seperti kata pepatah Tiada Gading yang Tak Retak, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2010 Penulis ii

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 C. Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Jagung Jenis Jagung Morfologi dan Anatomi Biji Jagung Komposisi Kimia Biji Jagung Tepung Jagung... 8 B. Mie Kering Jagung C. Preferensi Konsumen D. Kinetika Reaksi Kimia dan Prinsip Pendugaan Umur Simpan Metode Akselerasi (Model Arrhenius) Kinetika Reaksi Kimia a. Reaksi Kimia Ordo Nol b. Reaksi Kimia Ordo Satu Prinsip Pendugaan Umur Simpan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan B. Alat C. Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan a. Pembuatan Tepung Jagung b. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi iii

11 c. Karakterisasi Mie Kering Jagung Substitusi Analisis Preferensi Konsumen a. Pengambilan Contoh (Simple Random Sample) b. Jenis dan Cara Pengumpulan Data, Metode Survei Pendugaan Umur Simpan Mie Kering Jagung Substitusi Model Arrhenius a. Pembentukan Panelis Terlatih b. Penetapan Parameter dan Batas Kritis Kerusakan Mie Kering 24 c. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim d. Penghitungan Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis e. Penentuan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan D. Metode Analisis Analisis Fisik a. Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) b. Analisis Profil Tekstur c. Analisis Warna-Hunter Analisis Kimia Analisis Bilangan TBA Analisis Sensori a. Seleksi Panelis b. Pelatihan Panelis Terlatih c. Diskusi Fokus Grup d. Uji Skoring/Rating BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tepung Jagung Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi Karakterisasi Mie Jagung Substitusi a. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) b. Profil Tekstur-TA c. Warna-Hunter iv

12 B. Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi Profil Responden Profil Responden dalam Mengkonsumsi Mie Preferensi Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusi.dalam Produk Mie Bakso Analisis Kesesuaian Mie Kering Jagung Substitusi pada Produk Olahan Mie Bakso C. Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Jagung Substitusi Panelis Terlatih a. Seleksi Panelis b. Pelatihan Panelis c. Focuss Group Discussion (FGD) Penetapan Parameter dan Batas Mutu Kritis Kerusakan Mie Kering a. Penetapan Parameter Mutu Kritis b. Penetapan Nilai/Batas Mutu Kritis Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis a. Atribut warna b. Atribut Kecerahan c. Atribut Kerapuhan d. Atribut Aroma Tengik e. Atribut Rasa f. Bilangan TBA g. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) h. Warna-Hunter Pendugaan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan a. Parameter Kecerahan b. Parameter Aroma Tengik c. Parameter Rasa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN v

13 A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung Komposisi Kimia Biji Jagung Distribusi Protein di dalam Endosperma Jagung Komposisi Kimia Tepung Jagung dari Varietas Pioneer 21 dan Tepung Jagung Kuning secara Umum Syarat Mutu Mie Kering Menurut SNI Komposisi Tepung Terigu Cakra Kembar per 100 g Konsentrasi Larutan Uji Deskripsi Rasa Dasar Konsentrasi Larutan Uji Rangking Intensitas Hasil FGD Mie Jagung Substitusi Sebelum Penyimpanan dan Mie Jagung Substitusi Simulasi Rusak Nilai Awal dan Nilai Kritis Berdasarkan Beberapa Parameter Plot Hubungan Nilai Slope dan Suhu Penyimpanan pada Parameter Organoleptik Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Kecerahan Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Aroma Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Rasa Umur Simpan Mie Kering Substitusi Jagung dengan Menggunakan Berbagai Parameter Mutu Nilai Energi Aktivasi Penurunan Mutu pada Berbagai Parameter vii

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Beberapa Tipe Jagung Berdasarkan Tipe Kernelnya (dari Kiri ke Kanan: dent, flint, pop, flour, sweet dan pod) Struktur Biji Jagung Proses Pembuatan Tepung Jagung Proses Pembuatan Mie Kering Metode Sheeting Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Substitusi Tepung Jagung P-21 Berukuran 100 Mesh (a) Mie Jagung Substitusi dalam Produk Olahan Mie Bakso (b) Evaluasi Mie Jagung Substitusi oleh Responden di Baso Kabayan Profil Responden Konsumen Mie Jagung Substitusi dalam Produk Mie Bakso Data Frekuensi Konsumsi Mie Faktor Penentu Responden dalam Mengkonsumsi Mie Atribut Mutu Mie yang Paling Penting bagi Responden Pengetahuan Responden terhadap Mie Jagung Tingkat Kesukaan Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusi pada Produk Mie Bakso Diagram Tingkat Kesesuaian Mie Jagung Substitusi pada Produk Olahan Mie Bakso Tingkat Kesesuaian Mie Jagung sebagai Alternatif Mie Terigu Komersial Tingkat Kesesuaian Mie Jagung pada Produk Olahan Lain Perubahan Mutu Atribut Warna Selama Penyimpanan Perubahan Mutu Atribut Kecerahan Selama Penyimpanan Perubahan Mutu Atribut Kerapuhan Selama Penyimpanan Perubahan Mutu Atribut Aroma Tengik Selama Penyimpanan Perubahan Mutu Atribut Rasa Selama Penyimpanan Perubahan Mutu Bilangan TBA Selama Penyimpanan Perubahan Mutu Atibut KPAP Selama Penyimpanan Perubahan Mutu Atribut Warna-Hunter Selama Penyimpanan viii

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Format Kuesioner Analisis Preferensi Konsumen Format Kuesioner Seleksi Panelis Format Kuesioner Uji Rating Performa Calon Panelis Terlatih Pada Rangkaian Proses Seleksi Rekapitulasi Konsep Pelatihan Panelis Mie Kering Jagung Substitusi Tabulasi Data Uji Umur Simpan Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Warna Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Warna Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kecerahan Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kecerahan Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kerapuhan Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kerapuhan Grafik Plot Ordo Nol dan Satu pada Parameter Aroma Tengik Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Aroma Tengik Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Rasa Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Rasa Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Warna Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kecerahan Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kerapuhan Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Aroma Tengik Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Rasa Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter TBA Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter KPAP Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai L) Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai a) Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai b) ix

17 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengembangan mie kering berbasis jagung merupakan salah satu entry point dalam program diversifikasi pangan. Penggunaan bahan baku jagung dalam ingredien substitusi maupun seluruhnya diharapkan mampu memberi kontribusi pada masalah terlalu tingginya ketergantungan bangsa Indonesia pada beras dan tepung terigu. Survey yang dilakukan oleh Juniawati (2003) menunjukkan bahwa jagung adalah bahan pangan non-beras yang paling disukai oleh konsumen. Sementara mie adalah produk pangan olahan non-beras yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan produk pangan non-beras lainnya. Hal ini menunjukkan potensi mie berbasis jagung sangat potensial untuk dikembangkan di masyarakat. Penelitian mengenai pengembangan mie jagung substitusi telah dilakukan. Informasi yang belum diketahui adalah data preferensi konsumen terhadap mie jagung, khususnya produk mie kering jagung substitusi. Informasi ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan produk mie jagung oleh konsumen. Informasi lain yang belum diketahui adalah berapa lama umur simpan mie jagung substitusi dan faktor kritis apa yang paling menentukan kerusakannya sehingga menjadi penentu umur simpannya. Umur simpan mie jagung perlu ditetapkan agar masyarakat/konsumen mengetahui ketahanan mie jagung selama penyimpanan. Informasi tentang umur simpan ini merupakan hak konsumen seperti yang diatur dalam PP No 69 tahun 1999 tentang label pangan pada Bab II pasal 2 dan 3, yaitu setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan, dimana keterangan dalam label ini wajib mencantumkan masa kadaluarsa produk. Oleh karena itu, masa kadaluarsa sebagai indikator keamanan produk menjadi persyaratan paling utama dalam industri atau usaha kecil menengah untuk ditetapkan. 1

18 Pendugaan umur simpan produk mie kering dapat dilakukan dengan mengevaluasi perubahan mutunya selama penyimpanan. Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa perubahan mutu pangan terutama dapat diketahui dari adanya perubahan faktor/parameter mutu produk. Metode konvensional yang dilakukan dengan menyimpan produk hingga rusak memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dikembangkan metode pendugaan umur simpan produk pangan yaitu metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). Metode ASLT dapat memperpendek waktu penentuan umur simpan, yaitu dengan cara mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pada suatu kondisi penyimpanan yang ekstrim. Salah satu metode ASLT adalah model Arrhenius. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang kerusakannya banyak dipengaruhi oleh perubahan suhu, yaitu dengan memicu terjadinya reaksi-reaksi kimia yang berkontribusi pada kerusakan produk (Kusnandar, 2006). Mie kering berbahan baku tepung jagung memiliki kemungkinan kerusakan akibat perubahan suhu ekstrim (oksidasi asam lemak) menjadi tengik. Adanya proses oksidasi lemak akibat tingginya kandungan lemak pada mie kering berbasis tepung jagung ini dapat dipicu oleh kenaikan suhu dan paparan sinar matahari selama penyimpanan atau suhu udara pada saat distribusi dan transportasi. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung yang berpotensi mengalami oksidasi asam lemak dilakukan dengan metode akselerasi dengan pendekatan model Arrhenius (Kusnandar, 2006). Kusnandar (2006) menambahkan bahwa pada prinsipnya, pendugaan umur simpan model Arrhenius ini dilakukan dengan menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim. dimana kerusakan produk pangan lebih cepat terjadi. Kemudian, umur simpan ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mie kering substitusi jagung serta untuk 2

19 menentukan umur simpan produk dengan menggunakan pendekatan model Arrhenius. C. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini berupa tersedianya informasi mengenai tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mie kering jagung substitusi serta ketahanan masa simpannya setelah diproduksi. Selain itu, diharapkan pula hasil penelitian ini dapat dilanjutkan hingga tahap pengadopsian secara industrialisasi dalam rangka diversifikasi pangan pokok dan pengurangan ketergantungan pada impor terigu. 3

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG 1. Jenis Jagung Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman bijibijian dari keluarga rumput rumputan (Graminae). Jagung diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Poaceae, dan genus Zea. Menurut sejarahnya, tanaman jagung berasal dari Amerika dan merupakan tanaman sereal yang paling penting di benua tersebut (Anonim a, 2009). Propinsi utama penghasil jagung di Indonesia adalah Jawa Timur dengan pangsa produksi pada tahun 2005 sebesar 35%, diikuti oleh Jawa Tengah 17%, Lampung 11%, Sumatera Utara 6%, Sulawesi Selatan 6%, dan Nusa Tenggara Timur 5% (Deptan, 2005 a ). Apabila laju peningkatan produksi jagung dalam negeri dapat dipertahankan seperti pada tahun , yakni sebesar 4,24% per tahun dan laju peningkatan kebutuhan jagung mencapai 2,74% per tahun, maka sejak tahun 2007 Indonesia sudah mempunyai kelebihan produksi yang cukup besar (sekitar 339 ribu ton) untuk diekspor. Pada tahun 2010, Indonesia diperkirakan dapat mengekspor jagung hingga mencapai 1 juta ton (Deptan, 2005 b ). BPS (2009) memperkirakan bahwa produktivitas jagung meningkat sebesar 0.72 persen dari kuintal per hektar pada tahun 2008 menjadi kuintal per hektar pada tahun Menurut Suprapto (1998), varietas jagung dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria antara lain tinggi tempat penanaman, umur varietas, perbenihannya, serta warna dan tipe biji. Namun secara umum, pengklasifikasian jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernelnya. Berdasarkan bentuk kernelnya ada 6 tipe utama jagung, yaitu: dent, flint, flour, sweet, pop dan pod corns. Perbedaan terutama didasarkan pada kualitas, kuantitas dan komposisi endosperma. Jagung jenis dent dicirikan dengan adanya selaput corneous, horny endosperm pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung. 4

21 Endosperma yang lunak akan menjulur hingga mahkota membentuk tipe tertentu yang merupakan ciri khas jagung jenis dent (Johnson, 1991). Gambar 1. Beberapa Tipe Jagung Berdasarkan Tipe Kernelnya (Dari Kiri ke Kanan: dent. flint. pop. flour. sweet dan pod) (Jugenheimer, 1976) Jagung jenis flint memiliki bentuk yang tebal, keras, dengan lapisan horny endosperm disekeliling granula tengah, kecil, dan halus. Jagung jenis flour merupakan salah satu jagung yang sangat tua dimana hampir seluruh endospermanya berisi pati yang lunak dan mudah dibuat tepung (Darrah et al., 2003). Jagung jenis sweet diyakini sebagai jenis jagung mutasi yang mengandung sedikit pati dengan endosperma berwarna bening. Jagung ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran sayuran. Jagung jenis pop memiliki kernel kecil dan keras seperti jenis flint dengan kandungan pati yang lebih sedikit. Sedangkan jagung jenis pod merupakan jagung hias dengan kernel tertutup dan pada umumnya jagung jenis ini tidak ditanam secara komersial (Johnson, 1991). Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti jagung Arjuna (mutiara), jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara) dan lainlain. Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia juga terdapat jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn) dan jagung manis (sweet corn). 5

22 2. Morfologi dan Anatomi Biji Jagung Biji jagung dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu kulit (pericarp), endosperma, lembaga (germ) dan tudung pangkal (tip cap). Menurut Watson (2003), perikarp merupakan lapisan pembungkus biji jagung yang tersusun dari jaringan yang tebal. Ketebalan perikarp bervariasi dari μm tergantung genotipnya. Perikarp terdiri dari beberapa bagian, yaitu epidermis (lapisan paling luar), mesokarp (lapisan paling tebal), cross cells, tube cells dan tegmen (seed coat). Bagian terakhir ini terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung lemak (Johnson, 1991). Bagian terbesar biji jagung adalah endosperma yang mengandung pati sebagai cadangan energi. Sel endosperma ditutupi oleh granula pati yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah zein (Johnson, 1991). Gambar 2. Struktur Biji Jagung (Johnson, 1991) 6

23 Jagung normal mengandung 10-12% lembaga dari berat biji. Lembaga tersusun dari dua bagian, yaitu embrio dan skutelum. Embrio mencakup 1.1% dari berat biji jagung (sekitar 10% bagian lembaga) dan mengandung 30.8% protein. Sedangkan skutelum merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan selama perkecambahan biji. Skutelum terdiri dari beberapa jaringan, yaitu epithelium, parenkim, epidermis dan provaskular. Jaringan parenkim terdiri dari sel yang mengandung nukleus, sitoplasma, beberapa granula pati dan oil bodies yang mencakup 83% dari total lemak dalam biji jagung (Watson, 2003). Adapun bagian terkecil pada biji jagung adalah tip cap atau tudung pangkal yang merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tabel 1. Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung Bagian anatomi Jumlah (%) Pericarp (bran) 5.3 Endosperma 82.9 Lembaga (germ) 11.1 Tip cap 0.8 Sumber: Watson (2003) 3. Komposisi Kimia Biji Jagung Menurut Boyer dan Shannon (2003), komponen kimia terbesar dalam biji jagung adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian besar berisi pati dan mayoritas terdapat pada bagian endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86% pati dan sekitar 1% gula. Pati terdiri dari dua polimer glucan, yaitu amilosa dan amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan amilopektin sekitar 70-75%. 7

24 Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Jagung Komponen Pati Protein Lipid Gula Abu Serat (%) (%) (%) (%) (%) (%) Biji utuh Endosperma Lembaga Perikarp Tip cap Sumber: Watson (2003) Menurut Lawton dan Wilson (2003), kadar protein pada biji jagung bervariasi dari 6-18%. Protein tersebut meliputi albumin, globulin, prolamin (zein) dan glutelin. Albumin dan globulin terkonsentrasi pada sel aleuron, pericarp dan lembaga. Sedangkan prolamin dan globulin banyak ditemukan pada endosperma. Tabel 3. Distribusi Protein di dalam Endosperma Jagung Protein Kandungan pada jagung Normal (%) Opaque-2 (%) Floury-2 (%) Albumin Globulin Prolamin Glutelin Residu Sumber: Lawton dan Wilson (2003) 4. Tepung Jagung Menurut SNI , tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit yang memiliki kandungan serat tinggi harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar. Sementara itu, lembaga yang merupakan bagian biji jagung dengan kandungan lemak tertinggi juga harus dipisahkan agar tidak membuat tepung menjadi tengik. Bagian jagung lain, yaitu tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung 8

25 pada tongkol. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan sebelum penepungan untuk menghindari terdapatnya butir-butir hitam pada tepung olahan (Lestari, 2009). Secara umum, metode pembuatan tepung jagung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penggilingan basah dan penggilingan kering. Perbedaan kedua cara penggilingan ini terletak pada penggunaan air untuk mempermudah proses penggilingan. Pada penggilingan basah, dilakukan penambahan air secara kontinu saat penggilingan. Proses penggilingan basah ini lebih aplikatif di masyarakat (Soraya, 2006). Akan tetapi menurut Suprapto (1998), proses penggilingan kering lebih sering digunakan dalam pembuatan tepung skala besar. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO, 2005) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Jagung dari Varietas Pioneer 21 dan Tepung Jagung Kuning secara Umum Komposisi kimia Varietas Pioneer 21 Jagung kuning Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar karbohidrat (%) Kadar Amilopektin (%) Kadar Amilosa (%) Kadar karoten (ppm) Retinol equivalen (ppm) Keterangan: (-) Tidak tercantum Secara kuantitatif, warna tepung jagung dapat diukur dengan menggunakan kromameter metode Hunter. Hasil penelitian Etikawati (2007) menyatakan bahwa tepung jagung P-21 memiliki derajat Hue 82.65, yang berarti bahwa tepung ini memiliki warna yellow red. Warna kuning pada tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada biji jagung. Xantofil termasuk ke dalam pigmen karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin, yaitu mencapai 90% dari total pigmen karotenoid di dalam jagung. 9

26 Kandungan pigmen xantofil yang terdapat pada jagung rata-rata sebesar 23 mg/kg dengan kisaran mg/kg. Sedangkan total karoten rata-rata sebesar 2.8 mg/kg (Watson, 2003). B. MIE KERING JAGUNG Menurut SNI , mie kering didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan yang berbentuk khas mie. Syarat mutu mie kering menurut dapat dilihat pada Tabel 5. Mie dalam bentuk kering mempunyai padatan minimal 87%, artinya kandungan airnya harus di bawah 13%. Mie kering yang baik memiliki penampakan putih, tidak pecah dan hancur selama pemasakan, memiliki permukaan yang lembut dan tidak ditumbuhi mikroba (Oh et al., 1985). Mie kering dihasilkan dengan cara mengeringkan mie mentah di dalam oven pada suhu ± 60 o C. Dengan demikian, mie kering memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan mie basah. Umur simpan ini akan dipengaruhi oleh kadar air dan cara penyimpanannya. Menurut Departemen Kesehatan RI (1992), dalam 100 gram mie kering terkandung 337 kkal energi, protein 7.9 g, lemak 11.8 g, karbohidrat 50.0 g, kalsium 49 mg, fosfor 47 mg, besi 2.8 mg, vitamin B mg dan air 28.9 g. 10

27 Tabel 5. Syarat Mutu Mie Kering Menurut SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu I Persyaratan Mutu II 1 Keadaan: Bau 1.2 Warna 1.3 Rasa Normal Normal Normal Normal Normal Normal 2 Air % b/b Maks 8 Maks 10 3 Protein (N x % b/b Min 11 Min ) 4 Bahan Tambahan Makanan: 4.1 Boraks 4.2 Pewarna Tambahan 5 Cemaran Logam: 5.1 Timbal (Pb) 5.2 Tembaga (Cu) 5.3 Seng (Zn) 5.4 Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Tidak boleh ada sesuai dengan SNI Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05 Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks Arsen (As) mg/kg Maks 0.5 Maks Cemaran Mikroba: 7.1 Angka Lempeng Total 7.2 E. coli 7.3 Kapang koloni/g APM/g koloni/g Maks 1.0 x 10 6 Maks 10 Maks 1.0 x 10 4 Maks 1.0 x 10 6 Maks 10 Maks 1.0 x 10 4 Mie jagung adalah mie yang dibuat dari tepung atau pati jagung. Berbagai teknik pembuatan mie jagung telah dikembangkan dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) pembuatan mie jagung dengan teknik calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran atau modifikasi teknik mie terigu (Juniawati 2003; Budiyah 2005; Fadlillah 2005; Rianto 2006; Soraya 2006; Kurniawati 2006; Putra 2008) dan (2) pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi (Fahmi 2007; Etikawati 2007; Hatorangan 2007; Ekafitri 2009; Zulkhair 2009; Putra 2009; Aminullah 2009). Proses pengolahan mie jagung berbeda dengan mie yang terbuat dari terigu. Penggunaan teknik calendering pada produk mie yang berbahan baku non terigu sulit dilakukan karena adonan tidak dapat membentuk lembaran yang kohesif, ekstensibel dan elastis. Oleh karena itu, proses pembuatan mie 11

28 jagung 100% pada teknik ini memerlukan tambahan tahapan proses berupa pengukusan adonan sebelum dibentuk menjadi lembaran (Soraya, 2006). Pengukusan bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian besar pati yang berperan sebagai pengikat adonan. Menurut Soraya (2006) dan Putra (2008), pembentukan adonan pada pembuatan mie jagung berasal dari matriks yang terbentuk akibat gelatinisasi pati. Dengan demikian, lembaran adonan tepung jagung tidak dapat dibentuk dan dicetak menjadi untaian mie apabila tidak dilakukan pengukusan tepung terlebih dahulu. Hal ini disebabkan protein endosperma jagung banyak mengandung zein yang tidak dapat membentuk massa adonan elastis-kohesif bila hanya ditambahkan air dan diuleni, seperti halnya gliadin dan glutelin pada gandum (Soraya, 2006). Berbeda halnya dengan proses pengolahan mie jagung 100%, tahapan proses pengukusan sebelum pembentukan lembaran adonan pada proses mie jagung substitusi tidak diperlukan. Mie yang disubstitusi dengan 35% tepung jagung memiliki sisa 65% tepung terigu yang masih mengandung protein gluten cukup memadai untuk dapat berperan dalam pembentukan lembaran adonan yang elastis. Penyempurnaan gelatinisasi pati dalam tepung jagung hanya perlu dilakukan setelah untaian mie dibentuk sebagaimana halnya dalam proses pengolahan mie kering berbasis terigu (Kusnandar, 2008). Bahan yang digunakan untuk pembuatan mie pada penelitian ini diantaranya tepung terigu Cakra Kembar, tepung jagung, garam, guar gum, Nakarbonat, K-karbonat dan air. Tepung terigu sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu merk Cakra Kembar yang diproduksi oleh PT Bogasari Flour Mill. Tepung terigu jenis ini tergolong ke dalam tepung terigu keras dengan kadar protein 10-13% (Fadlillah, 2005). Kandungan protein yang tinggi dalam Cakra Kembar akan menghasilkan sifat adonan mie yang baik. Karakteristik kimia Cakra Kembar dapat dilihat pada Tabel 6. 12

29 Tabel 6. Komposisi Tepung Terigu Cakra Kembar per 100 g Komposisi Jumlah Energi (kkal) Protein (g) 11.0 Lemak (g) 0.9 Air (g) Maks Serat kasar (g) 0.4 Karbohidrat (g) Min. 70 Kalsium (mg) 13.0 Sumber: PT Bogasari Flour Mills (Hadiningsih, 1999) Tepung jagung sebagai bahan baku pembuatan mie pada penelitian ini menggunakan persentase sebesar 35 %. Menurut Kusnandar (2008), penggunaan tepung jagung dalam persentase 35 % mampu memberikan hasil karakteristik yang paling optimum, yaitu lembaran adonan yang dihasilkan sangat kompak, baik dan mudah dibentuk serta produk memiliki nilai KPAP yang rendah. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan mie kering jagung substitusi diantaranya garam, guar gum, Na 2 CO 3 dan K 2 CO 3. Garam dapur berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, mengikat air, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie serta mengurangi kelengketan adonan (Budiyah, 2005). Natrium karbonat dan kalium karbonat berperan dalam pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta menghaluskan tekstur (Kusnandar, 2008). Sementara itu, hasil penelitian Fadlillah (2005) menunjukkan bahwa penambahan guar gum mampu memberikan pengaruh yang besar dalam mengurangi kelengketan dan KPAP mie jagung. Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten. Air berfungsi sebagai media dalam pencampuran garam dan pengikatan karbohidrat, sehingga membentuk adonan yang baik. Penambahan air akan menyebabkan pada saat proses gelatinisasi, granula pati akan mengembang karena molekul-molekul air akan berpenetrasi masuk ke dalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekul amilosa-amilopektin (Ekafitri, 2009). Air yang ditambahkan pada penelitian ini sebanyak 40% dari berat terigu. Penambahan air dalam jumlah yang kurang dapat menyebabkan adonan 13

30 menjadi rapuh dan sulit dicetak. Namun penambahan air yang berlebih juga dapat berakibat adonan menjadi sangat lengket. Mie jagung memiliki keunggulan dibandingkan mie terigu, yaitu tidak menggunakan pewarna tambahan. Warna kuning pada mie jagung disebabkan oleh pigmen kuning alami pada tepung jagung, yaitu karotenenoid, lutein dan zeasanthin (Merdiyanti, 2008). C. PREFERENSI KONSUMEN Preferensi terhadap suatu makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan tertentu. Suatu produk makanan dapat dikatakan lebih disukai oleh konsumen jika konsumen menempatkan produk makanan tersebut sebagai pilihan pertama. Menurut Cardello (1994), makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisiko-kima yang ditentukan oleh ingredien, proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indera manusia sehingga membentuk preferensi. Tingkat kesukaan akan sesuatu dapat dilihat dari persentase jumlah responden yang memilih dan menyukai produk tersebut. Tingkat kesukaan ini sangat beragam bagi setiap individu, sehingga akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan (Suhardjo, 1989). Menurut Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu jenis produk, diantaranya (1) karakteristik individu, meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; (2) karakteristik produk, meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; (3) karakteristik lingkungan, meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas. Semua peubah tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Hal ini diperkuat oleh Sutisna (2001) yang menyatakan bahwa interaksi dengan keluarga, teman, kombinasi rasa, warna, aroma dan bentuk produk serta penyajian merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi. Sementara itu menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesukaan terhadap makanan dapat dikelompokkan 14

31 sebagai berikut (1) faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, tekstur, kualitas, kuantitas dan cara penyajian makanan; (2) faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk dan waktu penyajian; (3) faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh orang lain, mood, selera dan emosi; (4) faktor biologis, fisik dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis; (5) faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga makanan dan status sosial; (6) faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi; dan (7) faktor kultur, agama dan daerah, yaitu asal kultur, agama, kepercayaan dan tradisi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu produk adalah faktor individu yang mencakup kebutuhan, motivasi, gaya hidup dan tingkat pengetahuan serta faktor lingkungan, yakni budaya, sosial ekonomi dan jumlah keluarga. D. KINETIKA REAKSI KIMIA DAN PRINSIP PENDUGAAN UMUR SIMPAN METODE AKSELERASI (MODEL ARRHENIUS) 1. Kinetika Reaksi Kimia Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi ini disebabkan oleh persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau akibat perubahan suhu (Arpah, 2001). Sementara itu, Kusnandar (2006) menambahkan bahwa bahan dan produk pangan dapat pula mengalami reaksi-reaksi kimia selama penyimpanan yang dipicu oleh komponen-komponen kimia di dalamnya. Reaksi kimia yang dapat terjadi diantaranya oksidasi lemak, reaksi kecoklatan (Maillard) akibat interaksi gula pereduksi dan asam amino/protein, serta denatutasi protein. Reaksi penurunan mutu dalam bahan/produk pangan umumnya mengikuti reaksi ordo nol dan ordo satu. Hanya sedikit penurunan mutu makanan yang mengikuti ordo reaksi lain, misalnya degradasi vitamin C yang mengikuti reaksi ordo dua (Hariyadi et al., 2006). Penjelasan dari kedua model ordo reaksi tersebut adalah sebagai berikut: 15

32 a. Reaksi Kimia Ordo Nol Pada reaksi ordo nol, laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut (persamaan 1): A k (1) T dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diatas, diperoleh persamaan sebagai berikut: A A o kt Dimana: A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t A o = nilai mutu awal t = waktu penyimpanan (dalam hari. bulan atau tahun) Menurut Labuza (1982) dan Hariyadi et al. (2006), tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah perubahan kadar air; degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). b. Reaksi Kimia Ordo Satu Jika pada reaksi ordo nol, persentase penurunan mutu bersifat konstan pada suhu tetap, maka pada reaksi ordo satu penurunan mutu terjadi secara eksponensial. Pada reaksi ordo satu, laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut (persamaan 2): A ka (2) T dengan integrasi, diperoleh persamaan sebagai berikut: ln A ln A kt Dimana; A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t A o = nilai mutu awal k = konstanta laju reaksi ordo satu t = waktu penyimpanan (dalam hari. bulan atau tahun) 16

33 Tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu diantaranya (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982 dan Hariyadi et al., 2006). Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun ordo satu dapat dipengaruhi oleh suhu. Secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi. Oleh sebab itu konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi. Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat dengan menggunakan model persamaan Arrhenius (persamaan 3) sebagai berikut: k = ko.exp ( Ea/RT) (3) Dimana; k = konstanta laju penurunan mutu k o = konstanta (faktor frekuensi yang tidak tergantung suhu) Ea = energi aktivasi T = suhu mutlak (K) R = konstanta gas (1.986 kal/mol.k) 2. Prinsip Pendugaan Umur Simpan Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai pada level atau tingkatan degradasi mutu tertentu (Floros, 1993). Arpah (2001) menambahkan bahwa umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada didalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi. Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh terjadinya reaksi kimia. Reaksi kimia yang terjadi di dalam produk pangan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan, sehingga setelah mencapai waktu tertentu 17

34 kerusakan mutu pangan tidak dapat lagi diterima oleh konsumen dan pangan dinyatakan telah mencapai masa kadaluarsa (Syarief dan Halid, 1993). Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengevaluasi perubahan mutu produk selama penyimpanan hingga penurunan mutu mencapai tingkat yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas diantaranya (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik; (2) ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume; (3) kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban, dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan; dan (4) kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Metode penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan menyimpan produk hingga rusak pada kondisi penyimpanan/lingkungan yang normal. Cara ini menghasilkan informasi yang paling valid, namun memerlukan waktu yang lama dan tidak praktis untuk aplikasi di industri. Oleh karena itu dikembangkan metode pendugaan umur simpan dengan metode yang dipercepat (Accelerated Shelf-Life Testing atau ASLT method), dimana produk disimpan pada kondisi penyimpanan ekstrim yang dapat mempercepat kerusakannya. Umur simpan selanjutnya diduga dengan menggunakan model matematika, dimana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan produk dimasukkan ke dalam model matematika tersebut. Metode ASLT membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat dengan tingkat akurasi yang masih dapat diterima. Semakin valid model matematika yang digunakan, maka pendugaannya akan semakin valid pula. Metode ASLT yang sering digunakan untuk pendugaan umur simpan adalah model kadar air kritis dan model Arrhenius. Model kadar air kritis diterapkan untuk pendugaan umur simpan produk pangan yang rusak oleh adanya penyerapan air oleh produk. Model ini terutama untuk produk 18

35 pangan yang kering. Kerusakan dievaluasi dari perubahan tekstur (misal kerenyahan yang hilang dan peningkatan kelengketan) atau terjadinya penggumpalan (Kusnandar, 2006). Model Arrhenius diterapkan untuk produk-produk pangan yang mudah rusak akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard dan denaturasi protein. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat meningkat pada suhu yang lebih tinggi, dimana penurunan mutu produk semakin cepat terjadi (Hariyadi et al., 2006). Menurut Kusnandar (2006), produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mie instan, daging beku dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan). Reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu. Oleh sebab itu model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (Kusnandar, 2006). Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, yang selanjutnya dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan melalui persamaan Arrhenius (persamaan 3). Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian dihitung umur simpan sesuai dengan ordo reaksinya (persamaan 1 dan 2). 19

36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung jagung tepung, terigu Cakra Kembar, Na 2 CO 3, K 2 CO 3, guar gum, garam, dan akuades serta bahan-bahan analisis. Tepung jagung diproses dari jagung pipil varietas Pioneer 21 yang diperoleh dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. B. ALAT Alat-alat yang digunakan dalam produksi tepung jagung adalah multi mill, disc mill, hammer mill, dan ayakan bertingkat. Alat yang digunakan untuk produksi mie jagung adalah timbangan, oven pengering, vary mixer, noodle sheeter dan pengukus (steamer). Peralatan proses tersebut menggunakan fasilitas lini produksi mie di Pilot Plant SEAFAST Center-IPB. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah neraca analitik, Texture Analyzer (TA-XT2), spektrofotometer, alat destilasi, Chromameter CR-200 Minolta, inkubator, oven, gelas piala dan kompor penangas. Peralatan untuk uji organoleptik yang diperlukan adalah piring saji, sendok plastik dan wadah saji. Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Sensori Pangan di SEAFAST Center. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu tahap penelitian pendahuluan, tahap analisis preferensi konsumen dan tahap pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi-model Arrhenius. 1. Penelitian Pendahuluan Rangkaian penelitian awal pada tahap persiapan ini meliputi proses pembuatan tepung jagung dari jagung pipil varietas Pioneer 21, pembuatan mie kering jagung substitusi serta karakterisasi fisik. 20

37 a. Pembuatan Tepung Jagung Tahap proses penepungan jagung terdiri dari dua jenis penggilingan. Penggilingan pertama menggunakan hammer mill, menghasilkan bagian endosperm, kulit ari dan lembaga. Kulit ari dan lembaga ini selanjutnya dipisahkan dari bagian endosperm melalui proses perendaman dan penirisan. Setelah itu, grits jagung yang telah dikeringkan akan melalui proses penggilingan kedua menggunakan disc mill menghasilkan tepung kasar. Tepung kasar ini diayak dengan vibrating screen berukuran 100 mesh, sehingga diperoleh tepung jagung berukuran 100 mesh yang siap digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie kering. Secara ringkas, proses pembuatan jagung pipil menjadi tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 3. Jagung Kering Pipil Penggilingan I (hammer mill) Grits, lembaga, tip cap dan kulit Pemisahan endosperm dari lembaga, kulit, dan tip cap Lembaga, kulit, dan tip cap Grits Jagung Penirisan dan Pengeringan Penggilingan II (disc mill) Tepung Kasar Pengayakan 100 mesh (vibrating screen) Tepung Jagung 100 mesh Gambar 3. Proses Pembuatan Tepung Jagung (Putra, 2008) 21

38 b. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi Pembuatan mie kering substitusi tepung jagung pada penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada Kusnandar (2008). Dalam penelitian ini, tingkat substitusi tepung jagung yang digunakan adalah 35%. Tahap pembuatan mie jagung substitusi terdiri dari proses pencampuran bahan, pembulatan (pengistirahatan adonan), pencetakan (pressing, slitting, dan cutting), pengukusan dan pengeringan. Secara skematis, proses produksi mie jagung substiutusi dapat dilihat pada Gambar 4. tepung jagung 35 % - tepung terigu 65 %, air 40% garam 1%, guar gum 0.5%, baking powder 0.1%, K 2 CO 3 0.1% Pencampuran dengan vary mixer selama 10 menit Pengistirahatan adonan selama 10 menit Pembentukan lembaran mie (sheeting) hingga ketebalan 1.6 mm Pencetakan untaian mie (slitting) Pemotongan mie (cutting) Pengukusan (steaming) C, 10 menit Pengeringan mie (drying) 70 0 C, 80 menit Pengemasan mie Gambar 4. Proses Pembuatan Mie Kering Metode Sheeting c. Karakterisasi Mie Kering Jagung Substitusi Karakterisasi mie jagung substitusi dilakukan secara fisik, meliputi analisis tekstur TA-XT2, analisis KPAP dan analisis warna (Hunter). 2. Analisis Preferensi Konsumen Analisis preferensi konsumen dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan serta penerimaan konsumen terhadap produk mie jagung substitusi. Produk yang akan diuji ini disajikan dalam produk olahan mie 22

39 bakso. Hal ini dikarenakan sasaran produk olahan mie kering adalah mie bakso. a. Jenis dan Cara Pengumpulan Data, Metode Survei (Simamora, 2002) Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner meliputi persepsi konsumsi responden terhadap pangan mie bakso serta preferensi responden terhadap produk olahan mie berbasis jagung (Lampiran 1). Pertanyaan dalam kuesioner ini bersifat tertutup. Setiap responden diminta untuk memberikan tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dengan cara memilih satu atau lebih dari jawaban yang tersedia. Metode untuk penentuan lokasi pengambilan responden menggunakan metode Non Probability Sampling (NPS), yaitu seleksi unsur populasi berdasarkan pertimbangan peneliti. Metode NPS terdiri dari tiga jenis contoh, yaitu contoh kemudahan (accidental sampling), pertimbangan (purposive sampling) dan quota (Singarimbun dan Effendi, 1989). Data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada responden kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram frekuensi. b. Cara Pengujian Sampel Cara penyajian sampel uji ini bekerjasama dengan pedagang baso Kabayan dan Favorit di lingkar kampus IPB Darmaga. Responden merupakan 100 orang masyarakat berbagai latar belakang sosial ekonomi yang diambil secara acak di sekitar kampus. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode purposive sampling. Responden yang dipilih adalah masyarakat umum yang pernah membeli atau mengkonsumsi mie serta yang sesuai dengan target usia, jenis kelamin dan tingkat ekonomi yang telah ditentukan. Sampel mie kering jagung substitusi dalam produk mie bakso disajikan kepada responden berikut dengan form kuesioner. Responden 23

40 kemudian diminta untuk mengevaluasi sampel berdasarkan pengalamannya dalam mengkonsumsi mie. 3. Pendugaan Umur Simpan Mie Kering Jagung Substitusi Model Arrhenius a. Pembentukan Panelis Terlatih Tahap awal yang dilakukan dalam proses pendugaan umur simpan mie jagung substitusi adalah penyiapan panelis terlatih. Panelis terlatih ditujukan untuk pengevaluasian produk mie jagung substitusi secara sensori selama penyimpanan. Di samping itu, panelis terlatih pada penelitian ini juga berperan dalam penetapan parameter mutu kritis mie kering jagung substitusi. Proses pembentukan panelis terlatih meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis dan diskusi fokus grup (FGD). b. Penetapan Parameter dan Batas Kritis Kerusakan Mie Kering Untuk menetapkan parameter mutu kritis mie kering yang paling cepat mengalami kerusakan dan paling berpengaruh terhadap penerimaan konsumen, maka dilakukan simulasi kerusakan mie kering dengan menyimpannya pada suhu penyimpanan ekstrim (50 o C). Tahapan ini dilakukan sebelum percobaan pendugaan umur simpan. Mie kering disimpan hingga dapat diamati saat produk tidak dapat diterima lagi secara organoleptik. Penetapan parameter mutu kritis ini dilakukan bersama dengan panelis terlatih melalui diskusi fokus grup (FGD). Parameter-parameter mutu kritis ini selanjutnya ditetapkan batas kritisnya, yaitu batasan mutu saat produk sudah tidak diterima secara organoleptik. Penetapan batas kritis untuk parameter sensori dilakukan berdasarkan persepsi panelis dalam memberi skor terhadap produk. c. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim Produk mie kering jagung substitusi (15 g) yang dikemas dengan kemasan plastik PP tertutup disimpan pada tiga kondisi suhu penyimpanan ekstrim, yaitu 37, 45 dan 50 o C. Total sampel mie jagung substitusi yang disiapkan untuk ketiga suhu penyimpanan adalah 504 buah kemasan. Produk mie kering substitusi jagung ini kemudian diamati 24

41 dan dianalisis parameter mutu kritisnya setiap minggu selama satu bulan, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 35. d. Penghitungan Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis Data parameter kritis yang telah dikumpulkan selama periode pengamatan, selanjutnya dianalisis kinetika penurunan mutunya dan ditentukan ordo reaksinya (ordo nol atau ordo satu) yang sesuai. Data pada masing-masing suhu penyimpanan ini kemudian diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara nilai mutu (Q) dan waktu penyimpanan (untuk ordo reaksi 0) atau hubungan antara nilai Ln (Q) dan waktu penyimpanan (untuk ordo reaksi 1). Berdasarkan plot data tersebut, dapat ditentukan model persamaan dari masing-masing ordo reaksi beserta nilai R 2 -nya. Persamaan ordo nol dan ordo satu adalah sebagai berikut: Ordo nol: Q t = Q o k T t Ordo satu: ln Q t = ln Q o - k T t Dimana: Q o = nilai mutu awal penyimpanan Q t = nilai mutu pada waktu penyimpanan t k T = konstanta laju reaksi/penurunan mutu pada suhu T t = waktu penyimpanan (hari) Dengan membandingkan nilai R 2 -nya, dapat ditentukan orde reaksi yang paling sesuai, yaitu orde reaksi yang nilai R 2 -nya lebih tinggi. Kemudian melalui persamaan yang diperoleh, ditentukan nilai konstanta laju penurunan parameter mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan. Dengan demikian, akan diperoleh nilai k pada tiga suhu yang berbeda. Data konstanta laju reaksi (k) pada masing-masing suhu kemudian diplotkan ke dalam model persamaan Arrhenius sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut: 25

42 ln k ln k RT Dimana: k = konstanta (laju reaksi) Ea = energi aktivasi T = suhu mutlak (K) R = konstanta gas (1.986 kal/mol K) Nilai k pada suhu T penyimpanan dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius tersebut. e. Penentuan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan Penghitungan umur simpan produk pada suhu tertentu selanjutnya dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh ke dalam persamaan ordo reaksi nol atau ordo reaksi satu sebagai berikut: Umur simpan ordo nol: t A k Umur simpan ordo satu: t A ln k Dimana: t = umur simpan (hari) A 0 = nilai mutu awal/konsentrasi awa A t = nilai mutu akhir/konsentrasi pada titik batas kadaluarsa (titik kritis) k = konstanta laju reaksi pada suhu penyimpanan yang diinginkan Secara keseluruhan, tahapan pendugaan umur simpan melalui penghitungan kinetika penurunan mutu pada penelitian utama ini dapat dilihat pada Gambar 5. 26

43 Mie kering substitusi tepung jagung Penyimpanan pada suhu 35 o C, 45 o C, dan 50 o C Pengamatan obyektif dan subyektif (organoleptik) pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28, 35 Pemplotan nilai (skor) mutu dan waktu pengamatan pada masing-masing suhu dan atribut/parameter Penetapan nilai mutu awal dan batas kritis produk Penetapan ordo reaksi (ordo nol atau ordo satu) melalui kurva dengan nilai R 2 tertinggi Pemrolehan nilai konstanta penurunan parameter mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan Pemplotan data konstanta laju reaksi (k) ke dalam model persamaan Arrhenius Penghitungan umur simpan produk pada suhu tertentu dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh Gambar 5. Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Substitusi D. METODE ANALISIS Mie kering dengan substitusi tepung jagung sebesar 35 % kemudian dikarakterisasi berdasarkan analisis sifat fisik, kimia dan sensori. Karakterisasi fisik mie dilakukan pada mie kering segar sebelum penyimpanan, sedangkan karakterisasi mie kering selama penyimpanan dilakukan berdasarkan analisis kimia, sensori dan fisik (KPAP dan warna-hunter). 1. Analisis Fisik a. Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)/ cooking loss (Oh et al., 1985) Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mie dalam air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mie ditiriskan 27

44 dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Mie kering kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100 o C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut: berat sampel setelah dikeringkan KPAP 1 berat awal 1 KA contoh b. Analisis Profil Tekstur-TA Analisis profil tekstur dengan menggunakan Texture Analyzer dilakukan untuk mengkorelasikan tekstur keseluruhan produk yang dievaluasi oleh indera manusia dengan instrumen. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan probe berbentuk silinder, dengan diameter 35 mm. Pengaturan kondisi pengukuran Texture Analyzer dilakukan berdasarkan golongan contoh bahan yang diukur. Seuntai sampel mie kering yang telah direhidrasi dengan panjang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan, lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dengan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute (+) peak dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute (-) peak, dengan satuan gram force (gf). Elastisitas diperoleh berdasarkan ketebalan awal mie dibandingkan dengan ketebalan mie setelah diberi tekanan pertama. c. Analisis Warna-Hunter (Hutching, 1999) Penentuan warna secara objektif pada penelitian ini menggunakan instrumen Chromameter CR-200 Minolta dengan metode Hunter. Pengukuran dengan alat tersebut dapat ditampilkan dalam skala Yxy. L*a*b*, L*C*H*, Hunter Lab atau nilai stimulus XYZ. Metode Hunter yang digunakan dalam penelitian ini memberikan tiga nilai pengukuran L, a dan b dengan standar kalibrasi Y = 68.3; x = 0.420; y = Untuk mendapatkan nilai L, a, b. nilai-nilai tersebut dikonversi melalui persamaan berikut: Y Y X Y x/y Z Y 1 x y /y L 10 Y / a X Y /Y / b 7.0 Y Z /Y / 28

45 Nilai L menyatakan parameter kecerahan (0=hitam: 100=putih). Warna kromatik campuran merah-hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-80 untuk warna merah; a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Sedangkan warna kromatik campuran biru-kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70 untuk warna kuning; b- = 0-(-70) untuk warna biru). 2. Analisis Kimia Analisis Bilangan TBA (Apriyantono, 1989) Pada prinsipnya, asam 2-thiobarbituriat akan bereaksi dengan malonaldehid membentuk warna merah, yang intensitasnya dapat diukur dengan spektrofotometer. Malonaldehid sebagai hasil oksidasi lipid mengindikasikan adanya ketengikan pada produk. Analisis bilangan TBA ini dilakukan selama sampling dalam penyimpanan, sehingga dapat mendukung hasil analisis sensori subyektif oleh panelis. Sebanyak 10 gram mie kering dihancurkan dengan hand blender dengan penambahan 50 ml akuades (selama 2 menit). Sampel kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47.5 ml akuades. Nilai ph diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4M sebanyak 2.5 ml. Kemudian ditambahkan batu didih dan pencegah buih secukupnya dan labu destilasi dipasang pada alat destilasi. Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan. Destilat yang diperoleh diaduk secara merata, kemudian 5 ml destilat dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup. Sebanyak 5 ml pereaksi TBA ditambahkan, kemudian tabung reaksi ditutup, dicampur merata dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Selanjutnya larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dan diberi perlakuan seperti penetapan sampel. Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. 29

46 3. Analisis Sensori a. Seleksi panelis Untuk mengevaluasi mutu sensori mie kering jagung substitusi selama penyimpanan digunakan panelis terlatih. Pembentukan panelis terlatih ini diawali dengan seleksi panelis, kemudian dilakukan pelatihan panelis. Menurut Meilgaard (1999), tahapan seleksi panelis terlatih untuk uji pembedaan meliputi matching test (uji kesesuaian/uji identifikasi terhadap rasa dan aroma), uji rangking dan uji pembedaan (uji segitiga). Uji identifikasi terhadap rasa dan aroma dilakukan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam mengenali dan mendeskripsikan baik stimulus rasa maupun aroma dasar. Calon panelis diminta untuk menentukan lima rasa dasar dalam 5 larutan uji serta mendeskripsikan aroma dari flavor-flavor yang disajikan. Bahan uji yang digunakan untuk uji identifikasi rasa dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan bahan uji untuk uji identifikasi aroma meliputi contoh aroma mint, orange, fruity, savoury dan nutty. Cara pengujian untuk jenis uji ini dilakukan hanya satu kali dan tidak diperbolehkan untuk mengulang. Penetralan indera perasa untuk uji deskripsi rasa dasar dilakukan dengan menggunakan air mineral. sementara indera pembau untuk uji deskripsi aroma dengan menggunakan bubuk kopi, sesaat sebelum melakukan pengujian sampel berikutnya. Respon stimulus yang dirasakan oleh panelis. dideskripsikan dengan perbendaharaan kata masing-masing. Format kuesioner seleksi panelis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 7. Konsentrasi Larutan Uji Deskripsi Rasa Dasar Rasa dasar Konsentrasi Manis Sukrosa 1 % Asam Asam sitrat 0.04 % Asin NaCl 0.2 % Pahit Kafein 0.05 % Umami MSG % Sumber: Thomson (1986) 30

47 Tahapan pengujian berikutnya yang dilakukan pada proses seleksi panelis adalah uji rangking intensitas. Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan calon panelis dalam mengenali perbedaan intensitas dan mengurutkan intensitasnya dari konsentrasi tertinggi hingga konsentrasi terendah. Pada uji rangking intensitas, panelis diminta untuk mengurutkan empat jenis larutan berdasarkan intensitasnya. Deretan konsentrasi bahan uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Konsentrasi Larutan Uji Rangking Intensitas Stimulus sensori Rasa Bahan Konsentrasi (g/l) Asin NaCl/air (Meilgaard et al., 1999) Selanjutnya, pada proses seleksi panelis tahap kedua dilakukan serangkaian uji pembedaan (uji segitiga) sehingga dapat diperoleh panelis yang memiliki kompetensi pembedaan sensori yang optimal. Pada uji segitiga, calon panelis diminta untuk membedakan satu sampel berbeda diantara ketiga jenis sampel, dengan dua sampel yang sama. Uji segitiga yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pembedaan panelis ini dilakukan sebanyak sembilan set pengulangan. Pengulangan ini berguna untuk melihat kekonsistenan calon panelis dalam memberikan jawaban. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa jawaban panelis bukan hanya tebakan. Uji segitiga ini meliputi dua jenis pengujian, yaitu pengujian terhadap atribut tekstur dan aroma. Atribut tekstur yang diuji adalah kekerasan dan kekenyalan. Bahan uji yang dipakai untuk masing-masing atribut adalah mie kering terigu komersial dan kwetiau, dengan tingkat perbedaannya berdasarkan lama pemasakan. Sedangkan satu set lainnya yaitu uji segitiga aroma tengik. Bahan uji aroma tengik diperoleh dari minyak goreng yang telah disimulasi rusak melalui pemaparannya dengan cahaya dan suhu tinggi. Uji segitiga jenis ini bertujuan untuk 31

48 mengetahui sensitivitas panelis dalam mendeteksi dan mengenali perbedaan aroma tengik. b. Pelatihan Panelis Terlatih Menurut Meilgaard et al. (1999), proses pelatihan panelis terlatih membutuhkan waktu selama 40 hingga 120 jam. Semakin kompleks atribut yang diujikan, maka waktu pelatihan panelis yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Pelatihan panelis terlatih bertujuan melatih dan meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma, terutama yang terkait dengan kepentingan penelitian. Tahapan ini terdiri dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala, dan pelatihan penilaian suatu sampel (Stone dan Sidel, 2004). Sebelum mengikuti pelatihan, calon panelis yang telah lolos seleksi dikonfirmasi kembali mengenai kesediaan waktu luang serta riwayat kesehatannya yang mungkin mempengaruhi pengujian. Berdasarkan atas pertimbangan kesediaan waktu panelis, pelatihan dilakukan selama satu bulan, setiap hari Senin dan Jumat pukul WIB. Disamping merupakan hasil kesepakatan bersama panelis, pemilihan waktu (jam pengujian) ini juga dipertimbangkan sebagai waktu yang paling baik untuk meminimalisasi terjadinya bias panelis. Hal ini dikarenakan pada jam-jam tersebut kondisi panelis masih segar sehingga dapat lebih berkonsentrasi (Dilana, 2008) serta panelis cenderung terhindar dari rasa lapar. Setiap panelis diberikan latihan selang waktu tertentu secara berulang-ulang sampai diperoleh hasil evaluasi sensori yang konsisten serta kesepakatan mengenai istilah sensori tertentu. Latihan sensori ini meliputi pelatihan terhadap atribut-atibut kritis yang telah diidentifikasi pada tahap FGD, seperti aroma tengik/menyimpang dan tekstur mie kering sebelum rehidrasi. Pada pelatihan atribut tengik, panelis diperkenalkan berbagai jenis tingkat ketengikan pada produk mie kering serupa. 32

49 c. Focuss Group Discussion (FGD) Focuss Group Discussion (FGD) termasuk ke dalam salah satu rangkaian proses pelatihan panelis. Kegiatan ini merupakan cara analisis kualitatif untuk mendapatkan data deskripsi atribut sensori. Disamping itu, melalui diskusi ini juga dilakukan pembelajaran dan penyamaan persepsi diantara panelis mengenai skala/skor penilaian suatu atribut. Diskusi fokus grup (FGD) dapat dilakukan oleh panel leader bersama dengan para panelis terlatih untuk menentukan atribut mutu kritis yang menyebabkan produk mie kering menjadi tidak diterima. Identifikasi produk yang sudah tidak dapat diterima pada tahap simulasi kerusakan, selanjutnya didiskusikan bersama panelis terlatih melalui tahap FGD ini. Sebelum memasuki periode penyimpanan sampel, panelis dalam bentuk diskusi fokus grup (FGD) me-review dan menyamakan persepsi kembali terutama dalam hal penskalaan. Pada periode ini, panelis disajikan contoh mie rusak dan reference serta blind control. Blind control dalam hal ini memiliki peran untuk mengkonfirmasi jawaban panelis. Setelah masing-masing panelis mengevaluasi sampel secara terpisah dalam suatu booth, seluruh panelis dengan dipimpin oleh leader berdiskusi dan membentuk kesepakatan bersama mengenai nilai skor/skala yang paling sesuai dengan kondisi setiap sampel. d. Uji Skoring/Rating Pengujian atribut mutu produk yang dibandingkan dengan kontrol dilakukan terhadap (1) warna, (2) kecerahan, (3) kerapuhan, (4) aroma tengik (off odor) dan (5) rasa pahit, sesuai dengan hasil kesepakatan dalam FGD. Uji skoring terhadap seluruh atribut mutu kecuali atribut rasa dilakukan oleh panelis sebelum produk mie kering direhidrasi. Panelis yang telah mengevaluasi sensori atribut-atribut tersebut, kemudian diminta untuk menilai/memberi skor masing-masing sampel uji pada tiap atribut selama sampling penyimpanan. Uji skoring pada penelitian ini menggunakan skala sensori Format uji skoring secara jelas dapat dilihat seperti pada Lampiran 3. 33

50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Pembuatan Tepung Jagung Jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung pada penelitian ini adalah jagung varietas P-21 (Pioneer-21). Varietas ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo. Umur panen varietas P-21 adalah 105 hari. Penelitian diawali dengan proses penepungan jagung yang mengacu pada hasil optimasi Putra (2008), yaitu dengan menggunakan metode penggilingan kering. Jenis tepung yang digunakan sangat mempengaruhi karakteristik akhir dari produk mie jagung yang dihasilkannya. Penggunaan tepung jagung dari hasil penggilingan kering lebih direkomendasikan karena memberikan hasil sifat/karakteristik mie yang lebih bagus dibandingkan dengan mie dari tepung hasil penggilingan basah (Merdiyanti, 2008). Tahapan pembuatan tepung pada metode penggilingan kering meliputi penggilingan awal, pencucian dan perendaman, penggilingan tahap akhir, serta pengayakan. Penggilingan tahap awal dilakukan untuk menggiling biji jagung menjadi grits menggunakan saringan 12 mesh. Penggilingan yang menggunakan hammer mill ini akan menghasilkan grits, kulit, lembaga dan tip cap. Pemisahan kulit, lembaga dan tip cap dilakukan dengan pencucian dan perendaman. Grits akan mengendap sedangkan bagian lain (kulit, tip cap dan lembaga) akan mengapung. Grits jagung dikeringkan dengan oven selama 1 jam hingga kadar air ± 35 % untuk mempermudah ke tahap penggilingan selanjutnya. Menurut Etikawati (2007), kadar air yang lebih tinggi dari 35% dapat menyebabkan bahan menempel pada disc mill sehingga menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air yang terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan serta pertikel tepung setelah penggilingan menjadi kasar. Penggilingan tahap akhir merupakan penggilingan grits jagung dengan menggunakan disc mill untuk menghasilkan tepung jagung 34

51 berukuran 48 mesh. Tepung jagung yang diperoleh ini kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60 o C selama 3 jam dan selanjutnya diayak dengan menggunakan ayakan bertingkat berukuran 100 mesh. Pengayakan ini bertujuan agar ukuran partikel tepung seragam. Menurut Faridi dan Faubion (1995), perbedaan ukuran partikel dapat menyebabkan terbentuknya specks (noda) berwarna putih karena ukuran partikel yang lebih besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyerap air, sehingga bagian yang tidak menyerap air tersebut akan membentuk noda berwarna putih. Tepung jagung kering yang sudah diayak kemudian dikemas dalam plastik polipropilen dan disimpan di dalam freezer untuk menjaga kadar air tepung konstan. Gambar 6. Tepung Jagung P-21 Berukuran 100 mesh 2. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi Proses pembuatan mie kering jagung substitusi terdiri atas pencampuran bahan, pembulatan (pengistirahatan adonan), pencetakan (pressing, slitting dan cutting), pengukusan dan pengovenan. Pembuatan mie jagung substitusi dalam penelitian ini ditujukan untuk sampel uji analisis preferensi konsumen serta untuk sampel percobaan penyimpanan. Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan dalam pembuatan mie. Disamping menghomogenkan campuran bahan, proses pencampuran bertujuan pula untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak membentuk gumpalan. Bahan baku tepung berupa campuran tepung terigu dan tepung jagung diaduk dengan vary mixer hingga merata bersama bahan kering 35

52 lainnya selain garam. Dalam wadah yang lain, garam yang telah dilarutkan dengan air ditambahkan ke dalamnya secara bertahap hingga terbentuk adonan yang homogen. Menurut Astawan (2005), waktu pengadukan adonan dilakukan selama menit dengan suhu adonan sekitar o C. Suhu adonan dapat dipengaruhi oleh gesekan antara adonan dan pengaduk. Peningkatan suhu ini mampu meningkatkan mobilitas dan aktivitas air ke dalam jaringan tepung sehingga membantu pengembangan adonan. Adonan yang terbentuk diharapkan seragam/homogen, mampu menyerap air secara optimal, dan tidak lengket. Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, adonan yang telah tercampur merata dibentuk bulatan dan diistirahatkan terlebih dahulu selama 10 menit. Tujuannya adalah menyeragamkan distribusi air dan mengembangkan gluten. Pengistirahatan yang terlalu lama dapat menyebabkan adonan menjadi kering sehingga mudah patah saat direbus. Proses pencetakan merupakan tahapan yang dilakukan untuk membentuk untaian-untaian mie dengan karakter yang diinginkan. Proses pencetakan ini terdiri atas dua tahap yaitu pembentukan lembaran adonan (sheeting) dan pembentukan untaian mie (slitting). Kedua proses ini dilakukan dengan teknik kalendering menggunakan sheeter-noodle machine. Pada tahap pencetakan mie terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi mutu mie yang dihasilkan, yaitu pemilihan skala pengepresan serta ketajaman pisau pemotong untaian mie (slitter). Skala pengepresan mempengaruhi ketebalan dari lembaran dan untaian mie yang dihasilkan. Jika terlalu tipis, mie yang dihasilkan menjadi mudah patah. Sedangkan mie yang terlalu tebal membutuhkan waktu yang lebih lama baik dalam pengukusan maupun pengeringan. Mengacu pada Kusnandar (2008), pengepresan lembaran adonan dilakukan sebanyak 10 hingga 12 kali. Disamping skala roll pengepresan, hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah ketajaman pisau pemotong untaian mie (slitter). Pisau pemotong yang kurang tajam menyebabkan untaian mie yang terpotong 36

53 bergerigi dan tidak rapi. Hasil potongan untaian mie yang kurang rapi dapat meningkatkan KPAP. Setelah pembentukan untaian mie, dilakukan proses pengukusan mie pada suhu 100 C selama 15 menit. Pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat (Sunaryo, 1985). Setelah pengukusan, proses selanjutnya adalah pengeringan mie jagung dengan oven. Mie substitusi jagung yang telah dikukus lalu dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan secara sempurna. Proses pengeringan bertujuan menurunkan kadar air hingga mencapai kadar air 9-10%. Penurunan kadar air ini berguna untuk memperpanjang masa simpan produk mie kering substitusi jagung. Mie kering substitusi jagung yang dihasilkan memiliki kadar air 9.42 %. Hal ini telah memenuhi kriteria mutu mie kering dalam SNI , yang menyatakan kadar air maksimal untuk mie kering adalah 10 %. Disamping menurunkan kadar air, proses pengeringan juga dapat meningkatkan porositas akibat keluarnya air dari dalam bahan. Peningkatan porositas ini membuat produk menjadi lebih mudah untuk direhidrasi. Prinsip utama pengeringan adalah pengeluaran air dari bahan akibat proses pindah panas yang berhubungan dengan adanya perbedaan suhu antara permukaan produk dengan permukaan air pada beberapa lokasi dalam produk. Ukuran bahan yang akan dikeringkan dapat mempengaruhi kecepatan waktu pengeringan. Semakin kecil ukuran bahan akan semakin cepat waktu pengeringannya. Hal ini disebabkan bahan yang berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga memudahkan proses penguapan air dari bahan. Proses pengeringan dilakukan pada suhu o C selama 70 menit. Pengeringan dianggap cukup jika mie tidak menempel rekat lagi pada tray 37

54 dan tidak ada lagi bagian mie yang lembek. Menurut Hou dan Kruk (1998). pengeringan dengan udara panas dari oven yang terlalu cepat dapat menyebabkan mie kering menjadi rapuh. Lama waktu pengeringan akan menentukan karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Jika waktu pengeringan terlalu lama, mie kering menjadi lebih rapuh. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kualitas masak dari mie kering tersebut, yaitu mie menjadi lebih mudah patah/hancur dan air rebusannya berwarna kekeruhan (KPAP tinggi). 3. Karakterisasi Mie Jagung Substitusi Karakterisasi mie kering jagung substitusi sebelum penyimpanan dilakukan secara fisik meliputi analisis KPAP, analisis profil tekstur TA dan analisis warna-hunter. Hal ini didukung oleh Oh et al. (1983) yang menyatakan bahwa kualitas mie dinilai dari parameter kualitas masak (KPAP), tekstur dan warna. a. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) menunjukkan banyaknya padatan dalam mie yang keluar atau terlarut ke dalam air selama proses pemasakan. Nilai KPAP dinyatakan sebagai perbandingan antara berat padatan yang terlepas dan berat kering sampel yang dinyatakan dalam satuan persen (%). KPAP merupakan salah satu parameter mutu terpenting karena berkaitan dengan kualitas mie setelah dimasak. Selama pemasakan. padatan yang hilang disebabkan oleh terlepasnya amilosa pada untaian mie ke dalam air rebusan. Semakin rendah nilai KPAP mie menunjukkan bahwa mie tersebut memiliki kualitas tekstur yang baik dan homogen. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai KPAP mie jagung substitusi adalah 4.41%. Sementara itu, nilai KPAP mie terigu adalah 2.87 % (Fitriani, 2004). Nilai KPAP yang tinggi dapat disebabkan oleh kurang optimumnya pengikatan matriks pati tergelatinisasi dengan pati yang tidak tergelatinisasi pada mie jagung (Kurniawati, 2006), sedangkan 38

55 pada mie terigu yang mengandung protein gluten dalam jumlah tinggi. proses gelatinisasi terjadi secara sempurna sehingga mie yang terbentuk cenderung lebih kompak dan memiliki KPAP yang lebih rendah. Namun demikian, nilai KPAP mie jagung yang dihasilkan ini masih tergolong dalam kualitas mie yang baik. Hal ini didukung oleh penelitian Kusnandar (2008) bahwa nilai KPAP mie terigu adalah sebesar 4.56 %. Artinya, nilai KPAP mie jagung masih berada dalam kisaran nilai KPAP mie dengan mutu yang baik. Disamping itu, nilai KPAP juga dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Menurut Guo et al. (2003), tepung terigu dengan kandungan amilosa % akan menghasilkan kualitas mie yang baik. Tepung jagung varietas Pioneer 21 yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan amilosa sebesar %, yaitu masih berada pada kisaran tersebut. b. Profil Tekstur-TA Tekstur merupakan salah satu parameter yang mendukung mutu mie kering jagung substitusi. Dalam mengevaluasi tekstur produk, sering dilakukan korelasi yang baik antara pengukuran tekstur secara subjektif menggunakan indera manusia dengan pengukuran secara objektif menggunakan instrumen. Analisis profil tekstur menggunakan Texture Analyzer TAXT-2 mampu memberikan pendekatan korelasi antara kedua kondisi pengukuran tersebut. Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Kekerasan ditentukan dari gaya maksimum (nilai puncak) pada tekanan pertama, sehingga semakin besar gaya yang dibutuhkan (nilai puncak makin tinggi) maka menandakan kekerasan semakin meningkat. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh hasil bahwa kekerasan mie kering substitusi jagung adalah gf. Nilai ini hampir mendekati nilai kekerasan mie kering jagung 100 % hasil penelitian Putra (2008) dengan suhu pengovenan 60 o C, yaitu gf. Tingkat kekerasan mie jagung 100 % yang diperoleh ini apabila dikorelasikan dengan nilai organoleptik oleh panelis memberikan skor nilai kesukaan 39

56 yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkaan bahwa konsumen menyukai mie dengan karakter tekstur keras tersebut (Putra, 2008). Nilai kekerasan mie dapat diakibatkan oleh proses retrogradasi pati (Eliasson dan Gudmundsson, 1996). Retrogradasi merupakan proses terbentuknya ikatan antara amilosa-amilosa yang telah terdispersi kedalam air. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses retrogradasi pati semakin mungkin terjadi. Dengan demikian, mie yang memiliki nilai KPAP tinggi (amilosa banyak yang terdispersi) akan memiliki kecenderungan tingkat kekerasan tekstur yang tinggi pula. Kelengketan berbanding lurus dengan nilai KPAP (kehilangan padatan akibat pemasakan). Peningkatan KPAP akan diikuti dengan peningkatan nilai kelengketan mie. Mie memiliki kualitas makan serta penampakan yang baik apabila memiliki nilai kelengketan yang rendah. Nilai kelengketan ini dipengaruhi oleh banyaknya kandungan amilosa yang terlepas ke dalam air rebusan mie. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eliasson dan Gudmundsson (1996) bahwa amilosa yang terlepas dari granula pati dapat menyebabkan kelengketan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai kelengketan mie kering substitusi jagung adalah gf. Pengukuran elastisitas dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan mie matang untuk kembali ke kondisi semula setelah diberikan tekanan pertama. Berdasarkan hal tersebut maka nilai elastisitas akan semakin bagus apabila nilainya mendekati 1 yang artinya mie dapat kembali ke kondisi (ketebalan) awal setelah diberi tekanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai elastisitas mie adalah c. Warna-Hunter Warna merupakan salah satu parameter mutu terpenting pada mie yang memegang peranan dalam penerimaan oleh konsumen. Selain itu, warna dapat memberi petunjuk mengenai adanya perubahan kimia dalam makanan, seperti reaksi pencoklatan dan karamelisasi (De Man, 1989). 40

57 Tiga unsur utama yang menentukan warna bahan pangan adalah warna kromatis (Hue), warna akromatis (lightness) dan kroma. Warna kromatis adalah warna nyata yang dapat diamati olah mata seperti warna merah, kuning, biru dan sebagainya. Warna akromatis disebut juga sebagai kecerahan, sedangkan warna kroma menyatakan intensitas dari warna kromatis. Ketiga parameter inilah yang digunakan untuk menyatakan warna benda secara objektif. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai L dan a mie jagung substitusi masing-masing sebesar dan Nilai L ini juga didukung oleh besaran nilai b, yang memperlihatkan tingkatan/derajat kuning, yaitu sebesar B. PREFERENSI KONSUMEN Kajian preferensi konsumen pada penelitian ini dilakukan terhadap 100 orang responden lingkar kampus IPB Darmaga. Lokasi penyebaran kuesioner bertempat di dua pedagang bakso, yaitu Baso Kabayan dan Baso Favorit. Evaluasi sampel mie jagung substitusi dalam produk mie bakso oleh responden dapat dilihat pada Gambar 7. (a) (b) Gambar 7. (a) Mie Jagung Substitusi dalam Produk Olahan Mie Bakso (b) Evaluasi Mie Jagung Substitusi oleh Responden di Baso Kabayan 41

58 1. Profil Respondenn Karakteristik demografi responden penting diketahui untuk memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi preferensi responden terhadap mie jagung. Beberapa karakteristik demografi yang dianalisis meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan rata-rata pengeluaran per bulan. Diantara total 100 orang responden diketahui bahwa responden konsumen didominasi oleh kalangan mahasiswa dengan kisaran usia tahun dan dengann tingkatan ekonomi menengah. Secara keseluruhan, profil responden dapat dilihat pada Gambar % perempuan 43 % laki-laki th > 45 th th 11 % 5 % 2 % 82 % th S1 34 % Tidak Sekola SMP h 1 % 12 % 31 % Diploma SMA 222 % ibu rumah tangga wiraswasta lainnya 13 % 7 % 1 % 7 % 72 % karyawa n swasta pelajar/mahasisw a Rp Rp % 37 % <Rp % 36 % Rp Rp Rp Rp Gambar 8. Profil Responden Konsumen Mie Jagung Substitusi dalam Produk Mie Bakso 42

59 2. Profil Respondenn dalam Mengkonsumsi Mie Informasi responden mengenai frekuensi konsumsi mie memberikan gambaran akan pengalaman mereka dalam menilai/mengevaluasi mie. Data frekuensi konsumsi mie responden per minggu dibagi menjadi empat kategori, yaitu < 2 kali; 3-4 kali; 5-7 kali; dan > 7 kali. Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa seluruh responden merupakan pengkonsumsi mie secara rutin, dimana sebagian besar diantaranya mengkonsumsi mie kurang dari 2 kali dalam seminggu. Persentase Jumlah Responden % < 2x 39 % 6 % 1 % 3-4 x 5-7 x >7 x Konsumsi Mie/Minggu Gambar 9. Dataa Frekuensi Konsumsi Mie Beberapa faktor/alasan yang mempengaruhi responden dalam mengkonsumsi mie diantaranya mutu/kualitas mie, kemudahan untuk membeli, harga yang terjangkau, sebagai pengganti pangan pokok atau kombinasi dari pilihan jawaban tersebut. Survei menunjukkan bahwa diantara keempat pilihan tersebut, responden lebih banyak memutuskan mengkonsumsi mie karena mengenyangkan dan sebagai pengganti pangan pokok. Selisih 3 % dengann alasan pilihan tersebut, faktor lain yang menentukan responden dalam mengkonsumsi mie adalah kualitas/mutu atributt mie dan harga yang terjangkau. Secara detail, faktor/alasan penentu konsumsi mie oleh responden dapat dilihat pada Gambar

60 Persentase Jumlah Responden % 5 % 16 % 19 % 44 % Faktor Penentu Konsumsi Mie Gambar 10. Faktor Penentu Responden dalam Mengkonsumsi Mie Dari diagram faktor penentu konsumsi mie pada Gambar 10, diketahui bahwa salah satu alasan responden mengkonsumsi mie adalah mutu/kualitas mie. Terdapat beberapa faktor/atribut mutu terpenting pada mie yang dapat menunjukkan tingkat preferensi responden dalam mengkonsumsi mie diantaranya atribut rasa, aroma, tekstur dan warna. Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa atribut rasa merupakan atributt mutu mie terpenting yang menimbulkan ketertarikan responden dalam mengkonsumsi mie. Sementara itu, Gambar 11 menunjukkan bahwa atributt tekstur juga menduduki prioritas tertinggi dalam produk mie setelah atributt rasa. Hasil survei yang memperlihatk kan lebih tingginya kecenderungan responden dalam menjawab atribut rasa diperkirakan terjadi karenaa adanya bias respondenn dalam menilai serta membedakan terminologi atributt rasa dan tekstur pada mie. Akan tetapi, pada survei penelitian ini masih terdapat responden yang menjawab kuesioner dengan tidak benar. Hal ini diperkirakan karena adanyaa pengaruh tingkat pendidikan responden. Sebanyak 8 % responden yang tidak memahami cara menjawab kuesioner dengan benar ternyata merupakan responden dengan tingkat pendidikann lebih rendah serta responden dengan tingkat pekerjaan ibu rumah tangga. 44

61 Persentase Jumlah Responden % 7 % 14 % 5 % 8 % rasaa aroma tekstur warna tidak jelas Atribut Mutu Mie Gambar 11. Atribut Mutu Mie yang Paling Penting bagi Responden 3. Preferensi Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusii dalam Produk Mie Bakso Data perilaku responden dalam mengkonsumsi mie yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya perlu diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kesimpulan preferensi konsumen terhadap mie jagung. Hasil pengamatann menunjukkan bahwa responden penelitian merupakan konsumen yang telah terbiasaa mengkonsumsi mie. Namun, apabila dikaitkan dengan pengetahuann terhadap mie jagung diketahui bahwa hanya sebagian dari responden (53 %) yang sudah pernah mendengar dan telah mengenal mie jagung sebelumnya. Stepherd dan Spark (1994) menyebutkan bahwa pengetahuan mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh padaa tingkah laku atau preferensi pangan. Oleh karenaa itu, tingkat pengetahuan responden terhadap produk pangan yang diujikan perlu untuk diketahui. Responden yang pernah mendengar dan mengenal mie jagung pada umumnya merupakan mahasiswa yang cenderung banyak menerima informasii sosialisasii pengembangan mie jagungg di kampus IPB. 45

62 47 % pernah mendenga r 53 % belum pernah mendengar Gambar 12. Pengetahuan Responden terhadap Mie Jagung Pengembangan produk mie jagung sebagai upaya mendukung program diversifikasi telah dilakukan sejak beberapaa tahun silam. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa mie jagungg cenderung kurang dapat bersaing dengann mie terigu komersial karena keterbatasan karakteristik mutu sensorinya. Pada penelitian ini, dikembangkan mie kering jagungg substitusi yang diharapkan mampu memiliki tingkat preferensi konsumsi menyerupai mie kering terigu komersial. Mie kering jagung substitusi yang akan dievaluasi responden disajikan pada produk olahan mie bakso. Penilaian responden secara over all menggunakan skala 1-5. Nilai 1 berarti tidak suka hingga nilai 5 yang berarti suka. Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa sebanyak 43 % responden suka terhadap mie jagungg substitusi yang diolah menjadi produk mie bakso. Hal ini didukung pula oleh hasil kajian Putra (2009), yang menyatakan bahwa kualitas sensori mie jagungg sudah cukup mampu menggantikan produk mie terigu. Sebanyak 37 % responden lainnya yang menilai produk inii netral/biasa saja dapat diartikan bahwa responden tidak mengalami/merasakan suatu perbedaan yang nyata pada produk apabila dibandingkan dengan produk mie terigu komersial. 46

63 Persentase Jumlah Responden % 12 % 37 % 6 % 2 % suka agak netral agak tidak suka tidak suka suka Tingkat Kesukaan Gambar 13. Tingkat Kesukaan Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusi pada Produk Mie Bakso 4. Analisis Kesesuaian Mie Kering Jagungg Substitusi pada Produk Olahan Mie Bakso Hasil pengumpulan data mengenai tingkat kesesuaian mie kering jagungg substitusii yang disajikan pada produk olahan mie bakso menunjukkan bahwa sebanyak 90 % responden menyatakann sesuai apabilaa mie jagung substitusi ini diolah menjadi produk mie bakso. Hal ini memperlihatkan bahwa karakteristik mie jagung substitusi tidaklah berbeda nyata dengan mie terigu jika diolah pada produk mie bakso. tidak sesuai 10 % 90 % sesuai Gambar 14. Diagram Tingkat Kesesuaian Mie Jagungg Substitusi pada Produk Olahan Mie Bakso Sebanyak 90 % responden yang menyatakan sesuai tersebut, 81 % responden diantaranya setuju apabila mie jagung substitusii dijadikan sebagai alternatif pengganti mie terigu. Pada dasarnya, responden sangat terbuka menerima pilihan tawaran mie non terigu yang memiliki nilai 47

64 unggul tersendiri. Apalagi, dalam hal ini mie non terigu yang dimaksud adalah mie jagungg substitusi yang masih memiliki karakteristik menyerupai mie terigu. tidak setuju 19 % 81 % setuju Gambar 15. Tingkat Kesesuaian Mie Jagung sebagai Alternatif Mie Terigu Komersial Berdasarkan hasil survei seperti yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, diketahui bahwa mie kering jagung substitusi memiliki tingkat penerimaan yang tinggi ketika disajikan pada produk olahan mie bakso. Akan tetapi, alternatif produk pangan olahan lainnyaa dapat pula diterapkan dengann menggunakan mie jagung substitusi ini. Produk olahan tersebut dikategorikan menjadi empat jenis yaitu soto mie, toge goreng, mie goreng dan lainnya. Diagram lingkaran pada Gambar 16 menunjukkan bahwa secaraa berturut-turut responden memilih mie jagung substitusi untuk diaplikasikan padaa produk olahan mie goreng ( %); soto mie (33.87 %); toge goreng ( %); dan lainnya seperti spaghetti dan ifu mie (8.06 %) % % % % soto mie toge goreng mie goreng lainnya Gambar 16. Tingkat Kesesuaian Mie Jagung pada Produk Olahan Lain 48

65 C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI 1. Pembentukan Panelis Terlatih a. Seleksi Panelis Seleksi panelis merupakan tahap awal untuk mendapatkan panelis yang memiliki kepekaan sensori yang baik. Calon panelis yang lolos seleksi menjadi kandidat panelis terlatih adalah panelis yang dapat menjawab dengan benar sekurang-kurangnya 60% untuk uji segitiga dan 80% untuk uji deskriptif (Meilgaard et al., 1999). Selanjutnya, panelis yang terpilih dalam kepentingan penelitian ini adalah panelis yang memiliki waktu dan motivasi tinggi dalam mengikuti rangkaian pelatihan secara konsisten. Berdasarkan penilaian dari seluruh rangkaian uji dalam seleksi panelis, diperoleh sebanyak 9 orang calon panelis terlatih dari total calon kandidat sebanyak 45 orang. Performa calon panelis terlatih pada rangkaian tahapan proses seleksi dapat dilihat pada Lampiran 4. b. Pelatihan Panelis Calon panelis terlatih yang telah diseleksi harus mengikuti rangkaian pelatihan secara kontinu sehingga dapat secara layak dikatakan terlatih dalam hal evaluasi mie kering jagung substitusi. Menurut Heymann et al. (1993), tahap pelatihan panelis bertujuan untuk meningkatkan kemampuan panelis dalam mengenali, membedakan, mendeskripsikan dan mengkuantifikasikan atribut sensori yang terdapat dalam suatu produk dengan menggunakan bahasa flavor yang telah disepakati bersama. Namun demikian, pada intinya tahap pelatihan panelis pada penelitian ini ditujukan untuk melatih kepekaan dan konsistensi panelis dalam mengevaluasi kualitas mie dari sudut pandang beberapa atribut/parameter kritis mie. Pelatihan panelis periode pertama bertujuan untuk membiasakan panelis dalam mengevaluasi mie kering, terutama mie kering berbasis jagung. Pada periode ini, panelis diperkenalkan dengan berbagai jenis mie kering baik yang dalam keadaan kering maupun yang telah 49

66 direhidrasi. Kemudian, dilanjutkan dengan pengenalan terminologi atribut-atribut mie. Pengenalan terminologi bertujuan untuk menyamakan konsep sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu sama lain (Lawless dan Heymann, 1989). Tahap pelatihan berikutnya ditujukan untuk melatih panelis dalam memberikan skor penilaian/merating sampel serta melihat tingkat kekonsistenannya dalam mengevaluasi sampel pada waktu yang berbeda. Pembelajaran skor/skala dalam pelatihan menggunakan sampel reference. Menurut Dilana (2008), reference untuk pelatihan harus merupakan reference yang baik (as an anchor point), yaitu memiliki variasi yang terukur dimana panelis masih dapat membedakan intensitasnya. Dalam hal ini, reference yang dipakai adalah mie kering jagung substitusi segar (sebelum penyimpanan). Penggunaan reference pada setiap pengujian berguna untuk memperlihatkan kepada panelis mengenai batas mutu awal sampel yang belum mengalami penyimpanan, yaitu terdapat pada nilai skor/skala tertinggi (skala 10). Jenis uji yang digunakan pada proses pelatihan ini adalah uji rating atribut. Contoh format kuesioner pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji rating pada penelitian ini menggunakan skala Hal ini bertujuan untuk memberi keleluasaan pengevaluasian sampel oleh panelis dalam kisaran/rentang nilai skala yang lebih luas. Penggunaan jenis skala sensori ini didukung oleh Lawless dan Heymann (1998) yang menyatakan bahwa penggunaan skala kategori dengan tingkatan skala yang lebih banyak diperbolehkan. Hal ini justru dapat memberikan alternatif yang cukup kepada panelis dalam merepresentasikan tingkat perbedaan yang ada. Dengan kata lain, penggunaan skala kategorial 3 poin tentu tidak akan cukup efisien jika diberikan kepada panelis terlatih yang memiliki kemampuan pembedaan suatu stimulus pada banyak tingkatan. Kuesioner uji pada Lampiran 3 memperlihatkan deskripsi intensitas masing-masing atribut pada setiap skala kategorial. 50

67 Rekapitulasi konsep pelatihan panelis secara ringkas dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil pengamatan performa panelis selama beberapa periode pelatihan, dapat disimpulkan bahwa pengujian terhadap aroma cenderung lebih sulit dibandingkan dengan atribut lainnya. Hal ini dapat dilihat dari pemetaan jawaban panelis yang memiliki ragam cukup tinggi. Menilik penelitian sejenis yang dilakukan oleh Dilana (2008), diketahui bahwa lebih sukarnya evaluasi atribut aroma diperkirakan karena adanya kesulitan manusia dalam menghubungkan antara persepsi olfaktori dengan kemampuan dan memori verbal. c. Focuss Group Discussion (FGD) Hasil diskusi fokus grup yang ditujukan untuk melihat deskripsi perbedaan mutu mie sebelum penyimpanan dan mie yang disimulasi rusak dapat dilihat pada Tabel 10. Melalui diskusi ini diharapkan panelis mampu mengetahui perbedaan antara mie segar (mie sebelum penyimpanan) dan mie yang rusak. Dengan demikian, panelis mampu berdiskusi lebih lanjut dalam penentuan atribut mutu yang paling berpengaruh terhadap penolakan produk oleh konsumen. Tabel 9. Hasil FGD Mie Jagung Substitusi Sebelum Penyimpanan dan Mie Jagung Substitusi Simulasi Rusak Deskripsi Atribut Mie sebelum penyimpanan Mie simulasi rusak * Sebelum rehidrasi kuning (+), cenderung kuning (+++) - warna kusam - aroma aroma jagung, normal aroma tengik/menyimpang - kerapuhan rapuh (+) rapuh (+++) * Setelah rehidrasi - warna kuning normal warna kuning agak kusam - rasa normal, ada aroma jagung agak pahit, agak tengik - kelengketan tidak lengket (+) lengket (++) - kekenyalan kenyal kenyal 51

68 2. Penetapan Parameter dan Batas Mutu Kritis Kerusakan Mie Kering a. Penetapan Parameter Mutu Kritis Berdasarkan hasil pengamatan proses simulasi kerusakan mie kering jagung substitusi pada suhu tinggi, diketahui bahwa parameter mutu mie yang lebih cepat teramati perubahannya secara subyektif adalah timbulnya off odor (aroma tengik). Hal ini telah sesuai dengan dugaan awal bahwa penyebab kerusakan utama pada mie jagung adalah kerusakan oksidatif (ketengikan). Mie kering berbahan baku tepung jagung memiliki kemungkinan kerusakan akibat penyimpanan suhu ekstrim (oksidasi asam lemak) menjadi tengik. Menurut Fennema (2004), asam lemak dominan penyusun jagung adalah asam lemak tidak jenuh linoleat dan linolenat. Sementara itu, hasil penelitian Etikawati (2007) menunjukkan bahwa kadar lemak tepung jagung Pioneer 21 adalah sebesar 1.73 %. Kandungan lemak yang terdapat pada mie kering jagung substitusi ini diperkirakan akan dapat berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan oksidatif selama penyimpanan. Hal ini didukung pula oleh penelitian Basmal et al. (1995) yang menyatakan bahwa adanya lemak sebesar 2 % pada mie kering mampu memberikan kesempatan jenis lipolitik untuk tumbuh bersamaan dengan jenis bakteri pengurai lainnya. Keadaan inilah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lemak menghasilkan asamasam lemak bebas dan keton yang berbau khas tengik. Hasil diskusi fokus grup bersama panelis memperlihatkan bahwa parameter penting yang berperan terhadap penolakan produk oleh konsumen adalah atribut warna, kerapuhan dan aroma tengik mie sebelum rehidrasi, serta atribut rasa mie setelah rehidrasi. Penetapan parameter kritis ini didukung oleh fakta empiris sampel/contoh mie uji yang merupakan mie kering jagung substitusi hasil produksi rutin yang telah disimpan pada suhu ruang lebih dari sekitar 5 bulan. Evaluasi panelis seperti pada Tabel 10 menunjukkan bahwa mie ini secara visual memiliki karakteristik yang tidak baik, yaitu warnanya yang sangat kusam, aromanya yang sangat tengik, teksturnya yang rapuh dan sangat 52

69 mudah patah, serta rasa setelah direhidrasi yang cenderung pahit dan tengik. Beberapa parameter hasil kesepakatan panelis inilah yang ditetapkan sebagai parameter kritis organoleptik dan selanjutnya dianalisis selama periode penyimpanan. Untuk parameter warna digolongkan lagi secara spesifik menjadi parameter warna (warna kromatis) dan parameter kecerahan (warna akromatis). Sebagai pendukung data subyektif ini, ditetapkan pula beberapa analisis obyektif dalam pendugaan umur simpan diantaranya analisis bilangan TBA, KPAP dan analisis warna dengan Chromameter. Pemilihan parameter-parameter mutu kritis ini dilakukan dengan mempertimbangkan asumsi bahwa tidak semua parameter mutu akan mengalami penurunan mutu yang signifikan selama penyimpanan. Dengan demikian, pendugaan umur simpan berdasarkan parameter tertentu dapat lebih leluasa ditetapkan melalui adanya beberapa parameter kritis tersebut. b. Penetapan Nilai/Batas Mutu Kritis Nilai atau batas mutu kritis produk merupakan batasan mutu dimana akan dilakukan keputusan penolakan terhadap suatu produk (Kusnandar, 2006). Nilai kritis untuk parameter/atribut sensori ditetapkan nilai skornya masing-masing sebesar 4 serta skor 6 untuk parameter aroma tengik dan rasa. Penetapan nilai skor ini didasarkan atas persepsi panelis dalam memberi skor terhadap produk. Deskripsi skor mutu pada masing-masing parameter sensori dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai kritis parameter KPAP mie jagung substitusi ditetapkan sebesar 8.31%. Hal ini mengacu pada nilai KPAP mie kering jagung 100% (sebagai kontrol) hasil penelitian Lestari (2009). Sementara itu menurut SNI tentang penentuan angka asam thiobarbiturat, produk yang kualitasnya masih baik mempunyai nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehida/g sampel. Tabel 11 menunjukkan nilai awal dan nilai kritis beberapa parameter uji. 53

70 Tabel 10. Nilai Awal dan Nilai Kritis Berdasarkan Beberapa Parameter Parameter Nilai awal Nilai Kritis > Sensori Warna Kecerahan tekstur (kerapuhan) off odor off flavor > Fisik KPAP (%) > Kimia bil TBA (mg MDA/g sampel) Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim Produk mie kering jagung substitusi yang telah dihasilkan selanjutnya disimpan selama 5 minggu pada tiga kondisi suhu tinggi, yaitu suhu 37 o C, 45 o C dan 50 o C. Pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode Arhenius pada prinsipnya dilakukan dengan menyimpan produk pada suhu ekstrim, dimana kerusakan akan terjadi lebih cepat. Kemudian umur simpan ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan (Kusnandar, 2006). Pengamatan sampel dan analisis parameter mutu kritis mie jagung substitusi dilakukan setiap minggu, yaitu pada hari ke- 0, 7, 14, 21, 28, 35. Penetapan waktu analisis ini dimaksudkan agar semakin banyak titik plot yang diperoleh, sehingga tren model matematika yang didapatkan pun akan semakin baik. 4. Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis a. Atribut warna Hasil uji sensori terhadap atribut warna mie kering jagung substitusi oleh panelis terlatih selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui bahwa selama penyimpanan atribut warna mengalami perubahan mutu yang cenderung lambat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan terdapatnya pola perubahan mutu tidak terlalu tajam pada sampel dua suhu penyimpanan (37 o C dan 54

71 45 o C) yang keduanya hampir saling berhimpit. Kondisi ini memperlihatkan bahwa atribut warna kurang sensitif terhadap perubahan suhu. skor mutu warna waktu penyimpanan (hari ke-) suhu 37 suhu 45 suhu 50 Gambar 17. Perubahan Mutu Atribut Warna Selama Penyimpanan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut warna pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 17). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada suhu penyimpanan 37 o C dan 45 o C tidak berbeda nyata satu sama lain. Namun kedua sampel tersebut berbeda nyata dengan sampel suhu penyimpanan 50 o C pada taraf α Hasil pemplotan grafik penurunan mutu (Lampiran 7) menunjukkan bahwa nilai R 2 pada ordo nol lebih besar dibandingkan dengan ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan pada parameter/atribut warna dilakukan dengan menggunakan ordo nol. Selanjutnya, ordo reaksi yang dipakai dalam pendugaan umur simpan produk mie jagung substitusi berdasarkan parameter-parameter mutu lainnya adalah ordo nol. Penetapan ordo reaksi ini didasarkan oleh pemrolehan nilai R 2 yang lebih tinggi pada ordo nol dibandingkan dengan ordo satu. Pengukuran atribut warna mie kering jagung substitusi oleh panelis memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang fluktuatif. Nilai k pada suhu penyimpanan 37 o C, 45 o C dan 50 o C masing-masing 55

72 sebesar dan Nilai k yang diperoleh ini memiliki kecenderungan pola turun naik yang cukup tajam sehingga dapat diperkirakan atribut ini bukanlah parameter penduga umur simpan yang baik. b. Atribut Kecerahan Perubahan mutu atribut kecerahan mie kering substitusi jagung selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18. Pola grafik penurunan mutu pada ketiga kondisi suhu penyimpanan terlihat berhimpitan satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa atribut/parameter kecerahan cenderung tidak sensitif terhadap perubahan suhu. Kenaikan suhu diketahui tidak memberikan perubahan penurunan mutu yang berarti diantara ketiga jenis kondisi penyimpanan sampel. skor mutu kecerahan waktu penyimpanan (hari ke-) suhu 37 suhu 45 suhu 50 Gambar 18. Perubahan Mutu Atribut Kecerahan Selama Penyimpanan Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut kecerahan pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 18). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada ketiga suhu penyimpanan (37 o C, 45 o C dan 50 o C ) tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengukuran terhadap atribut kecerahan mie kering jagung substitusi memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang memiliki kecenderungan meningkat. Nilai k pada suhu penyimpanan 37 o C, 45 o C dan 50 o C masing-masing sebesar dan

73 Adanya tren peningkatan nilai k ini diperkirakan akan memberikan model Arrhenius yang cukup tinggi nilai koofisien korelasinya (R 2 ). c. Atribut Kerapuhan Atribut/parameter mutu lain yang dianalisis pada pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung adalah atribut tekstur (kerapuhan). Hasil pengamatan bersama panelis memperlihatkan bahwa mie kering jagung substitusi yang telah lama disimpan mengalami penurunan mutu tekstur menjadi lebih rapuh dan hancur. Hasil sensori terhadap atribut kerapuhan mie jagung selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan grafik tersebut. diketahui bahwa pola data penurunan mutu sampel pada 3 kondisi suhu penyimpanan cenderung terlihat menyebar dan tidak beraturan. Hal ini menunjukkan bahwa atribut/parameter mutu ini dikatakan kurang sensitif terhadap perubahan suhu. skor mutu kerapuhan waktu penyimpanan (hari ke-) suhu 37 suhu 45 suhu 50 Gambar 19. Perubahan Mutu Atribut Kerapuhan Selama Penyimpanan Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA. diketahui bahwa sampel tidak berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut kerapuhan pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 19). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada ketiga suhu penyimpanan (37 o C, 45 o C dan 50 o C ) tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengukuran terhadap atribut kerapuhan mie kering substitusi jagung memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang juga tidak memiliki kecenderungan meningkat. Nilai k pada suhu 57

74 penyimpanan 37 o C, 45 o C dan 50 o C masing-masing sebesar dan Nilai k dengan pola turun naik ini diperkirakan kurang dapat memberikan model persamaan Arrhenius yang baik, sehingga dapat dikatakan pula bahwa atribut ini bukanlah atribut/parameter penduga umur simpan yang baik. d. Atribut Aroma Tengik Atribut aroma tengik pada penelitian ini merupakan salah satu atribut/parameter mutu kritis mie kering jagung substitusi yang utama. Penolakan produk mie jagung substitusi oleh konsumen diduga karena adanya off odor (ketengikan). Menurut Nawar (1996), hasil utama autooksidasi dan oksidasi asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat adalah malonaldehida. Penetapan atribut aroma sebagai parameter mutu kritis utama diperkuat oleh hasil pengamatan yang memperlihatkan penurunan mutu mie kering jagung substitusi terutama disebabkan oleh timbulnya aroma tengik (Tabel 10). Hasil evaluasi atribut aroma oleh panelis dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar 20 menunjukkan terjadinya peningkatan skor mutu atribut aroma tengik selama lima minggu pada masing-masing suhu penyimpanan. Peningkatan nilai skor pada suhu 50 o C terlihat lebih tajam dibandingkan kedua suhu penyimpanan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nawar (1996) bahwa laju oksidasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Peningkatan laju oksidasi ini menyebabkan semakin banyaknya pelepasan molekul volatil penyebab ketengikan, sehingga panelis mulai dapat merasakan tengik (off odor) pada produk (Prasetiawati, 2009). 58

75 skor mutu aroma waktu penyimpanan (hari) suhu 37 suhu 45 suhu 50 Gambar 20. Perubahan Mutu Atribut Aroma Tengik Selama Penyimpanan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut aroma tengik pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 20). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada masingmasing suhu penyimpanan berbeda nyata satu sama lain pada taraf α Hasil pemplotan grafik penurunan mutu (Lampiran 13) menunjukkan bahwa nilai R 2 pada ordo nol lebih besar dibandingkan dengan ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan pada parameter/atribut aroma tengik selanjutnya dilakukan dengan mengikuti ordo reaksi nol. Pada ordo nol, nilai slope atau kemiringan yang diperoleh dari grafik masing-masing tingkatan suhu menyatakan nilai konstanta penurunan mutu produk (k). Hasil penelitian menunjukkan pola nilai k yang memiliki kecenderungan meningkat. Nilai konstanta penurunan mutu atribut aroma tengik pada suhu penyimpanan 37 o C, 45 o C dan 50 o C masing-masing sebesar 0.054, dan Semakin meningkatnya nilai k pada kondisi penyimpanan suhu yang lebih tinggi menunjukkan semakin tingginya laju penurunan mutu produk pada penyimpanan suhu yang semakin tinggi. Adanya tren 59

76 peningkatan nilai k ini diperkirakan akan memberikan model Arrhenius yang cukup tinggi nilai koofisien korelasinya (R 2 ). e. Atribut Rasa Atribut/parameter organoleptik produk mie kering substitusi jagung setelah rehidrasi yang dianalisis selama periode penyimpanan adalah atribut rasa menyimpang. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat pelatihan panelis, diketahui bahwa mie jagung kategori rusak ternyata memiliki penyimpangan karakteristik atribut rasa yang cukup jelas. Sebagian besar panelis mampu mendeteksi adanya rasa mie yang menyimpang, yaitu kecenderungan mengarah pada rasa pahit. Perubahan mutu atribut rasa mie kering jagung substitusi selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa pola peningkatan skor mutu sampel pada tiga kondisi suhu penyimpanan memiliki kecenderungan yang sama. Peningkatan skor mutu pada sampel dengan suhu penyimpanan 50 o C terlihat lebih tajam dibandingkan dengan sampel pada kedua suhu penyimpanan lainnya. Hal ini menunjukkan hubungan yang sesuai bahwa penyimpanan sampel pada kondisi suhu penyimpanan lebih tinggi (50 o C) akan menghasilkan pembentukan senyawa oksidatif off flavor yang lebih jelas terlihat pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atribut/parameter mutu ini dikatakan cenderung cepat dan sensitif terhadap perubahan suhu. skor mutu rasa waktu penyimpanan (hari) suhu 37 suhu 45 suhu 50 Gambar 21. Perubahan Mutu Atribut Rasa Selama Penyimpanan 60

77 Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut rasa pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 21). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa pada taraf α 0.05 sampel mie jagung yang disimpan pada suhu penyimpanan 37 o C dan 45 o C berbeda nyata dengan sampel pada suhu penyimpanan 50 o C. Begitu pula halnya dengan sampel yang disimpan pada suhu penyimpanan 45 o C dan 50 o C berbeda nyata dengan sampel pada suhu penyimpanan 37 o C. Namun, diantara dua sampel pada suhu penyimpanan 37 o C dan 45 o C serta 45 o C dan 50 o C keduanya tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengukuran atribut rasa mie kering jagung substitusi memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang memiliki kecenderungan naik. Nilai k pada suhu penyimpanan 37 o C, 45 o C dan 50 o C masing-masing sebesar 0.035, dan Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atribut/parameter mutu yang memiliki model matematika cukup baik ini sesuai bila digunakan untuk menduga umur simpan produk. f. Bilangan TBA Pengukuran parameter obyektif bilangan TBA dilakukan terhadap mie kering jagung substitusi untuk mendukung data subyektif atribut organoleptik aroma. Sama seperti halnya parameter subyektif. pengukuran parameter obyektif selama penyimpanan juga dilakukan setiap minggu yaitu pada hari ke- 0, 7, 14, 21, 28 dan 35. Hasil pengukuran bilangan TBA selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6. Grafik pada Gambar 22 menunjukkan bahwa perubahan mutu bilangan TBA mie kering jagung substitusi selama penyimpanan sangatlah tidak beraturan. Hasil uji bilangan TBA seharusnya memiliki kecenderungan meningkat selama penyimpanan akibat peningkatan jumlah molekul malonaldehida hasil oksidasi lemak. Namun demikian, 61

78 diketahui hal sebaliknya bahwa nilai bilangan TBA yang diperoleh memiliki pola naik turun tidak teratur dan cukup tajam. bil TBA (mg MDA/g sampel) 0,004 0,003 0,003 0,002 0,002 0,001 0,001 0, waktu penyimpanan (hari ke-) suhu 37 suhu 45 suhu 55 Gambar 22. Perubahan Mutu Bilangan TBA Selama Penyimpanan Hal ini memperlihatkan bahwa parameter bilangan TBA tidak sesuai bila digunakan dalam pendugaan umur simpan produk mie jagung. Dugaan ini diperkuat pula oleh hasil penelitian sejenis yang dilakukan Harnani (2001), bahwa perbedaan suhu penyimpanan yang digunakan (30 o C, 40 o C dan 50 o C) ternyata tidak mempengaruhi terjadinya reaksi oksidasi yang ditunjukkan dengan bilangan TBA. Pendugaan umur simpan produk dengan parameter bilangan TBA untuk selanjutnya tidak dapat digunakan mengingat pola/tren penurunan mutu selama penyimpanannya yang tidak beraturan. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh adanya beberapa kelemahan uji TBA menurut Ketaren (1989), bahwa TBA bersifat tidak stabil dan mampu mengalami dekomposisi di bawah kondisi pengujian (yaitu dengan adanya pemanasan dan asam keras), terutama karena adanya peroksida. Hasil degradasi yang terbentuk ini memiliki warna yang sama dengan kompleks TBA-malonaldehida, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan positif. g. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) Pengukuran parameter obyektif KPAP dilakukan terhadap mie kering jagung substitusi untuk mendukung data subyektif atribut 62

79 organoleptik tekstur. Hasil pengukuran nilai KPAP selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6. Sama halnya dengan parameter bilangan TBA, perubahan mutu nilai KPAP mie kering jagung substitusi selama penyimpanan juga sangat tidak beraturan. Hal ini ditunjukkan seperti pada Gambar 23. Pola penurunan mutu nilai KPAP yang naik turun memperlihatkan bahwa parameter ini memang tidak sensitif terhadap kenaikan suhu dan dapat dipastikan akan memiliki nilai koofisien korelasi (R 2 ) yang rendah. Oleh karena itu, parameter mutu nilai KPAP tidak digunakan pula dalam pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung. KPAP (%) 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, waktu penyimpanan (hari ke-) suhu 37 suhu 45 Gambar 23. Perubahan Mutu Atibut KPAP Selama Penyimpanan h. Warna-Hunter Salah satu parameter obyektif penting yang digunakan pada pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi adalah parameter warna dengan metode Hunter. Grafik pada Gambar 24 menunjukkan perubahan mutu warna yang terjadi pada produk mie kering jagung selama penyimpanan. Hasil yang diperoleh baik pada nilai kecerahan (L) maupun pada nilai intensitas kuning (b), keduanya tidak memperlihatkan penurunan mutu yang signifikan terhadap perubahan suhu. Oleh karena itu, parameter mutu obyektif warna tidak digunakan pula dalam pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi. 63

80 60,00 50,00 nilai L 40,00 30,00 20,00 suhu 37 suhu 45 10,00 suhu 50 0, waktu penyimpanan (hari ke-) 1,40 1,20 1,00 nilai a 0,80 0,60 0,40 0,20 0, waktu penyimpanan (hari ke-) suhu 37 suhu 45 suhu nilai b waktu penyimpanan (hari ke-) suhu 37 suhu 45 suhu 50 Gambar 24. Perubahan Mutu Atribut Warna-Hunter Selama Penyimpanan 5. Pendugaan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan Pendugaan umur simpan mie kering jagung substitusi pada penelitian ini menggunakan beberapa parameter mutu, diantaranya parameter organoleptik meliputi atribut warna, kecerahan, kerapuhan, aroma tengik dan rasa menyimpang; serta parameter obyektif meliputi analisis bilangan TBA, KPAP dan warna-hunter. Kinetika penurunan mutu selama 64

81 penyimpanan menunjukkan bahwa diantara parameter-parameter mutu tersebut, hanya parameter organoleptik yang memiliki penurunan mutu signifikan terhadap perubahan suhu. Data mengenai konstanta penurunan mutu pada masing-masing suhu penyimpanan di setiap parameter organoleptik dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil data pengukuran tersebut, diketahui bahwa tidak semua parameter memiliki nilai konstanta penurunan mutu (k) dengan kecenderungan meningkat terhadap peningkatan suhu. Bahkan pada parameter warna dan kerapuhan, slope penurunan mutu yang diperoleh memiliki pola turun naik yang cukup tajam. Hal ini tentu tidak akan memberikan hasil persamaan Arrhenius yang baik sehingga parameter ini tidak sesuai digunakan untuk menduga umur simpan. Dengan demikian, dapat ditetapkan bahwa parameter mutu organoleptik yang dijadikan sebagai penduga umur simpan melalui persamaan Arrhenius adalah parameter kecerahan, aroma dan rasa. Tabel 11. Plot Hubungan Nilai Slope dan Suhu Penyimpanan pada Parameter Organoleptik Parameter Suhu Orde Nol ( o C) Slope (k) Korelasi (R 2 ) Warna Kecerahan Tekstur (Kerapuhan) Aroma Tengik Rasa

82 a. Parameter Kecerahan Nilai konstanta penurunan mutu (k) atribut kecerahan yang telah diperoleh pada bagian sebelumnya kemudian diubah dalam bentuk Ln. lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 12. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Kecerahan Suhu Penyimpanan T ( o C) (K) 1/T k Ln k Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut: y = x Ln k = (1/T) Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k dari berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu penyimpanan (28 o C), maka dapat diduga laju penurunan mutu k: Ln k = (1/301) Ln k = k = /hari Pada awal penyimpanan skor mutu untuk atribut kecerahan yang dievaluasi oleh panelis adalah 9.1 dan nilai kritisnya adalah 4. Dengan demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 o C adalah: t = (Q Qo) / k t = (9.1 4) / t = hari (2.46 bulan) Dengan cara yang sama, nilai laju penurunan mutu k ini dapat pula digunakan untuk menduga umur simpan produk pada tingkatan suhu lain. b. Parameter Aroma Tengik Melalui hasil penurunan mutu terhadap waktu penyimpanan seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, diperoleh nilai konstanta 66

83 penurunan mutu produk (k). Nilai k ini kemudian diubah dalam bentuk Ln lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Aroma Suhu Penyimpanan T ( o C) (K) 1/T k Ln k Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu adalah y = x atau Ln k = (1/T) Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k dari berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu penyimpanan (28 o C), maka dapat diduga laju penurunan mutu k adalah /hari. Pada awal penyimpanan, skor mutu untuk atribut off odor yang dievaluasi oleh panelis adalah 1.1 dan nilai kritisnya adalah 6. Dengan demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 o C adalah hari (4.57 bulan). c. Parameter Rasa Nilai konstanta penurunan mutu (k) atribut rasa yang telah diperoleh pada bagian sebelumnya kemudian diubah dalam bentuk Ln. lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 14. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Rasa Suhu Penyimpanan T ( o C) (K) 1/T k Ln k

84 Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu adalah y = x atau Ln k = (1/T) Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k dari berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu penyimpanan (28 o C), maka dapat diduga laju penurunan mutu k adalah /hari. Pada awal penyimpanan skor mutu untuk atribut aroma yang dievaluasi oleh panelis adalah 9.6 dan nilai kritisnya adalah 4. Dengan demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 o C adalah hari (11.54 bulan). Selanjutnya, melalui beberapa parameter tersebut dapat diketahui prediksi umur simpan produk pada tingkatan suhu lain seperti dapat dilihat pada Tabel 16. Pendugaan umur simpan ini ditentukan dengan mengasumsikan suhu penyimpanan mie kering substitusi jagung setelah produksi berada pada kisaran 25 o C dan 28 o C, serta suhu transportasi produk sebesar 30 o C. Tabel 15. Umur Simpan Mie Kering Substitusi Jagung dengan Menggunakan Berbagai Parameter Mutu Suhu Penyimpanan ( o C) Ordo Umur Simpan (bulan) Kecerahan Aroma Rasa Namun demikian, melalui beberapa parameter tersebut dapat diketahui prediksi umur simpan produk dengan mengacu kriteria pemilihan parameter menurut Kusnandar (2006), diantaranya parameter mutu yang paling cepat mengalami penurunan selama penyimpanan yang ditunjukkan dengan nilai koofisien korelasi (R 2 ) paling besar; parameter mutu yang paling sensitif terhadap perubahan suhu yang dapat dilihat dari nilai slope persamaan Arrhenius atau dapat dilihat dari nilai energi aktivasi yang paling rendah; dan apabila terdapat lebih dari satu parameter mutu yang memenuhi 68

85 kriteria, maka dipilih parameter mutu yang memiliki umur simpan paling pendek. Berdasarkan ketentuan tersebut, tingkat sensitivitas parameter terhadap suhu dapat dilihat dari besarnya nilai koofiesien korelasi (R 2 ) seperti pada Tabel 17. Tabel 16. Nilai Energi Aktivasi Penurunan Mutu pada Berbagai Parameter Reaksi Ordo Nol Parameter Slope Ea Persamaan Arrhenius Nilai Intersep (Ea/R) (kkal/mol) R 2 Kecerahan ln k = -1276(1/T) Aroma ln k = -3937(1/T) Rasa ln k = -7156(1/T) Tabel 17 memperlihatkan bahwa parameter kritis yang memiliki nilai R 2 tertinggi adalah parameter aroma. Sementara itu menurut Arpah (2001), nilai energi aktivasi ketiga parameter tersebut masih tergolong dalam kategori energi aktivasi yang rendah. Oleh sebab itu, parameter kritis yang ditetapkan sebagai parameter penduga umur simpan produk mie kering jagung substitusi dalam penelitian ini adalah parameter aroma. Penetapan parameter ini telah sesuai bahwa parameter/atribut aroma mie kering jagung substitusi merupakan parameter organoleptik yang paling mudah dideteksi oleh konsumen saat pertama kali mengkonsumsi. Tabel 16 menunjukkan bahwa umur simpan produk berdasarkan parameter penduga aroma adalah sebesar 4.57 bulan pada suhu penyimpanan 28 o C. Hal ini diperkuat oleh hasil FGD panelis (Tabel 10) yang menunjukkan bahwa mie jagung substitusi kategori rusak akibat aroma tengik merupakan mie jagung substitusi hasil produksi rutin yang telah disimpan pada suhu ruang lebih dari sekitar 5 bulan. Sementara itu, nilai umur simpan yang diperoleh melalui parameter kecerahan (berkisar 2 bulan) diperkirakan terlalu singkat untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan oleh adanya pengalaman empiris yang memperlihatkan bahwa penyimpanan mie kering jagung substitusi pada suhu ruang selama 2 bulan tidak sampai menyebabkan terjadinya penurunan mutu yang mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Dengan demikian, parameter 69

86 mutu yang paling tepat dijadikan sebagai penduga umur simpan produk mie kering jagung substitusi adalah parameter aroma tengik. 70

87 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Hasil kajian preferensi konsumen menunjukkan bahwa dari total 100 orang responden, sebanyak 43 % responden diantaranya menyatakan suka terhadap mie kering jagung substitusi yang diolah pada produk mie bakso. Sementara itu, sebanyak 37 % responden lainnya menyatakan netral/biasa saja terhadap produk mie jagung ini. Hal ini memperlihatkan bahwa mie kering jagung substitusi pada produk olahan mie bakso memiliki tingkat kesukaan dan penerimaan yang cukup tinggi di mata konsumen. Berdasarkan persepsi 90% responden, diketahui bahwa produk mie kering jagung substitusi sesuai apabila disajikan pada produk olahan mie bakso. Bahkan, sebagian besar responden (81%) menyatakan setuju bila produk ini dijadikan sebagai alternatif pengganti mie terigu komersial. Disamping mie bakso, produk ini cocok pula bila diolah menjadi produk olahan mie goreng (43.55%), soto mie (33.87%), toge goreng (14.52%) dan lainnya seperti spaghetti (8.06%). Pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode Arrhenius ini menggunakan parameter mutu diantaranya, parameter mutu organoleptik (atribut warna, kecerahan, kerapuhan, aroma tengik dan rasa pahit) serta parameter mutu obyektif (bilangan TBA, KPAP dan warna- Hunter). Hasil evaluasi penurunan mutu selama penyimpanan menunjukkan bahwa parameter yang signifikan mengalami perubahan terhadap kenaikan suhu adalah parameter organoleptik meliputi parameter kecerahan, aroma tengik dan rasa. Ordo reaksi yang sesuai digunakan pada penelitian ini adalah ordo nol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter aroma merupakan parameter mutu kritis yang paling sesuai digunakan sebagai penduga umur simpan produk. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai koofisien korelasi (R 2 ) yang diperoleh. Umur simpan produk mie kering jagung substitusi yang dihasilkan melalui parameter ini, yaitu sebesar 4.57 bulan pada suhu penyimpanan 28 o C. 71

88 B. SARAN Informasi umur simpan produk memiliki arti penting dalam upaya pengembangan produk mie berbasis jagung ini secara lebih meluas. Hasil penelitian memberikan nilai umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 o C sebesar 4.57 bulan. Oleh karena itu, perlu direkomendasikan penelitian lanjutan berupa kajian penghambatan laju kerusakan oksidatif/ketengikan serta laju degradasi betakaroten tepung jagung ataupun penggunaan kemasan yang mampu meminimalisir penurunan mutu tersebut, sehingga mampu meningkatkan masa simpan produk mie jagung kering substitusi. 72

89 DAFTAR PUSTAKA Aminullah Pengaruh Penambahan Tawas, Guar Gum, dan Kadar Air terhadap Mutu Fisik Mie Jagung Giling Basah yang Dibuat dengan Ekstruder Pasta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim a Jagung. [30 Desember 2009]. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, S. Yasni dan S. Budijanto Petunjuk Pelatihan Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Arpah Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Program Studi Ilmu Pangan. IPB, Bogor. Astawan, M Membuat mi dan bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia. SNI tentang Tepung Jagung. BSN, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia. SNI tentang Mie kering. BSN, Jakarta. Basmal, J., Sugiyono, dan Peranginangin, R Pengaruh Fortifikasi Surimi Layang Terhadap Mutu Mie Kering Selama Penyimpanan. J Pasca Panen Perikanan. 84: BPS Angka Ramalan 2009 dan Angka Sementara 2008 Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jawa Barat. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 10/03/32 Th. XI. Budiyah Pemanfaatan pati jagung (Corn Starch) dan Protein Jagung (Corn Gluten Meal) dalam Pembuatan Mie Jagung Instan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Cardello, A. V Consumer Expectation and Their Role in Food Acceptance. Di dalam: MacFie, H. J. H and D. M. H. Thomson (eds). Measurement of Food Preference. Pp Blackie Academic and Profesional, Glasgow. Darrah, L. L., M. D. Mc Mullen, dan M. S. Zuber Breeding, Genetics, and Seed Corn Production. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds). Corn: Chemistry and Technology, 2 nd edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA. De Man, J. M Principles of Food Chemistry. Kosasih Padmawinata (penerjemah). ITB, Bandung. Deptan a Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. [19 Januari 2010]. Deptan b Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan BPPT, Jakarta. 73

90 Dilana, I. A Pembentukan Tim Panelis dan Analisis Deskripsi Citarasa Kacang Salut dengan Variasi Bawang Putih di PT Garudafood, Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ekafitri, R Karakterisasi Tepung Lima Varietas Jagung Kuning Hibrida dan Potensinya Untuk Dibuat Mie Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Eliasson, A. C. dan M. Gudmunson Starch : Physicochemical and functional aspects. Di dalam : Eliasson, A. C. (ed.) Carbohydrates in Food. Marcel Dekker Inc., New York. Etikawati E Pengaruh Perlakuan Passing, Konsentrasi Na2CO3, dan Kadar Air Terhadap Mutu Mi Basah Jagung yang Dibuat dengan Ektruder Ulir Pemasak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fadlillah, H. N Verifikasi Formulasi Mie Jagung Instan Dalam Rangka Penggandaan Skala. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fahmi, A Optimasi Produksi Mie Basah Berbasis Tepung Jagung dengan Teknologi Ekstrusi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. FAO Standart Tabel of Food Composition. [10 September 2008]. Di dalam Lestari, O. A. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai gizi Biologis Mie Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor Faridi H, Faubion J M Wheat end Uses Around the World. American Association of Cereal Chemists, Minnesota. Fennema, O. R Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York. Fitriani, D Kajian Pengembangan Produk, Mikrostruktur dan Analisis Daya Simpan Mie Jagung Instan. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor Floros, J. D Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Chemical, Biological Physical and Nutrition Aspecta. Elsefier Publ, London. Guo G, DS Jackson, RA Graybosch, and AM Parkhurst Asian Salted Noodle Quality: Impact of Amylose Content Adjustments Using Waxy Wheat Flour. J Cereal Chem. 80: Hadiningsih, N Pemanfaatan tepung jagung sebagai bahan pensubstitusi terigu dalam pembuatan produk mi kering yang difortifikasi dengan tepung bayam. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hariyadi, P dan N. Andarwulan Perubahan Mutu (Fisik, Kimia dan Mikrobiologi) Produk Pangan Selama Pengolahan dan Penyimpanan. Di dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa 74

91 Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor. Harnani, N. D Kajian Penggunaan Bilangan TBA sebagai Indikator Penduga Umur Simpan Bumbu Masak Siap Pakai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hatorangan, E.F Pengaruh Perlakuan Konsentrasi NaCl, Kadar Air, dan Passing terhadap Mutu Fisik Mie Basah Jagung yang Diproduksi dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Pemasakan dan Pencetak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heymann, H., Holt, D. L. dan Cliff, M. A Measurement of Flavor by Sensory Descriptive Techniques. Di dalam: Manley, C. H. dan Ho, C. T (eds). Flavor Measurement. Marcell Dekker, Inc., New York. Hou, Guoquan dan Mark Kruk Asian Noodle Technology. [28 Juni 2006]. Hutching, J. B Food Color and Appearance, 2 nd edition. Gaithersburg. Aspen Publisher. Inc, Maryland. Johnson, L.A Corn: Production, Procesing, and Utilization. Di dalam: Lorenz, K. J. dan K. Kulp (eds.). Handbook of Cereal Science and Technology. Marcell Dekker Inc., New York. Jugenheimer, R. W Corn: Improvement, Seed Production, and Uses. John Willey and Sons, New York. Juniawati Optimasi Proses Pengolahan Mie Jagung Instan Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ketaren, S Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kurniawati, R. D Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan Mie Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kurniawati, M Penentuan Formula Antioksidan untuk Menghambat Ketengikan pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan Selama Satu Bulan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusnandar, F Desain Percobaan dalam Penetapan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode ASLT (Model Arrhenius dan Kadar Air Kritis). Di dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor. Kusnandar, F Mengenal Mie Jagung. Di dalam: Modul Pelatihan Proses Produksi Mie Jagung. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor. 75

92 Labuza, T. P Shelf Life Dating of Foods. Westport Connecticut: Food and Nutrition Press Inc. Lawless, H. T. dan Heymann, H Sensory Evaluation of Food Principles and Practises. Kluwer Academic/Plenum Publishers, New York. Lestari, O. A Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai gizi Biologis Mie Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor Meilgaard, M., GV. Civille, dan BT Carr Sensory Evaluation Techniques. CRC Press, New York. Merdiyanti, A Paket Teknologi Pembuatan Mie Kering dengan Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nawar, W. W Lipids. Di dalam: Fennema, O. R Food Chemistry Third Edition. Marcell Dekker Inc, New York. Oh, N. H., Seib, P. A., Finney, K. F., dan Pomeranz, Y Noodles I. Measuring the textural characteristics of cooked noodles. J Cereal Chem. 60 (6): Di dalam Khouryieh, H et al. Quality and Sensory Properties of Fresh Egg Noodles Formulated eith Either Total or Partial Replacement of Egg Substitutes. J Food and Science. 71: S433-S437. Oh, N. H., Seib, P. A., Finney, K. F., dan Pomeranz, Y Oriental Noodles. J Cereal Chem. 63: Prasetiawati, W Pengembangan Produk Ekstrusi Berbahan Baku Kacang Tanah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Putra, S. N Optimalisasi Formula dan Proses Pembuatan Mie Jagung dengan Metode Kalendering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Putra, G. B Analisis Preferensi Konsumen dan Pedagang Mie Bakso terhadap Mie Basah Jagung dengan teknologi Ekstrusi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rianto, B.F Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mie Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sanjur, D Social and Cultural Perspective in Nutrition. Prentice-Hall. Englewood Cliffs, New York. Setiadi, J. N Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Prenada media, Jakarta. Simamora, B Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soraya, A Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jagung Berbahan Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi 76

93 Kuning Kering Panen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Stepherd, R. dan Sparks, P Modelling Food Choice. Di dalam: MacFie, H. J. H. dan D. M. H. Thomson (eds). Measurement of Food Preference. Pp Blackie Academic and Profesional, Glasgow Stone, H dan JL. Sidel Sensory Evaluation Practises. Elsevier, Amsterdam. Suhardjo Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor. Sumarwan, U Perilaku Konsumen danteori Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta. Sunaryo, E Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Petanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprapto Bertanam Jagung. Cetakan ke-18. Penebar Swadaya, Jakarta. Suprapto dan H. A. R. Marzuki Bertanam Jagung edisi Revisi. Cetakan ke-14. Penebar Swadaya, Jakarta. Syarief, R., S. Santausa, dan St. Isyana B Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Syarief dan Y. Halid Teknologi Pengemasan Pangan. Arcan, Bandung. Takdir A, Sunarti S, Mejaya M J Pembentukan Varietas Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Thomson, DMH The Meaning of Flavor. Di dalam: Birch, GG. dan MG. Lindley (ed.). Development in Food Flavors. Elsevier, London. Watson, S. A Description, Development, Structure and Composition of the Corn Kernel. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds). Corn: Chemistry and Technology, 2 nd edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA. Zulkhair, H Karakterisasi Tepung Jagung Lokal dan Mie Basah Jagung yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 77

94 Lampiran 1. Format Kuesioner Analisis Preferensi Konsumen Kuesioner ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE JAGUNG OLAHAN Tempat : Baso Favorit/Baso Kabayan* (pilih salah satu) Tanggal : Nama Responden : Jenis Produk Olahan : Mie Bakso/Mie Ayam* (pilih salah satu) Petunjuk pengisian : Responden diharapkan untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan cara memberi tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih. (Mohon diisi dengan lengkap) A. Profil Responden 1. Jenis kelamin Anda : a. Laki-laki b. Perempuan 2. Usia Anda saat ini : a tahun b tahun c tahun d. >45 tahun 3. Tingkat pendidikan terakhir Anda adalah : a. SMP b. SMA c. Diploma d. S1 e. S2/S3 f. Lainnya, sebutkan.. 4. Pekerjaan Anda saat ini : a. Pelajar/Mahasiswa b. Pegawai Negeri c. Karyawan Swasta d. Wiraswasta e. Ibu Rumah Tangga f. Lainnya, sebutkan. 5. Rata-rata pengeluaran pribadi Anda per bulan saat ini : a. <Rp b. Rp Rp c. Rp Rp d. Rp Rp e. >Rp B. Profil Responden dalam Mengkonsumsi Mie 78

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG. 1. Jenis Jagung

II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG. 1. Jenis Jagung II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG 1. Jenis Jagung Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminae) yang awalnya berasal dari Amerika dan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

Penentuan Umur Simpan dan Pengembangan Model Diseminasi Dalam Rangka Percepatan Adopsi Teknologi Mi Jagung bagi UKM

Penentuan Umur Simpan dan Pengembangan Model Diseminasi Dalam Rangka Percepatan Adopsi Teknologi Mi Jagung bagi UKM Manajemen IKM, Februari 2010 (42-52) Vol. 5 No. 1 ISSN : 2085-8418 dan Pengembangan Model Diseminasi Dalam Rangka Percepatan Adopsi Teknologi Mi Jagung bagi UKM Nurheni Sri Palupi * 1, Feri Kusnandar 1,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang cukup penting selain gandum dan padi. Jagung pertama kali dibudidayakan di Meksiko Tengah atau

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

Mochamad Nurcholis, STP, MP. Food Packaging and Shelf Life 2013

Mochamad Nurcholis, STP, MP. Food Packaging and Shelf Life 2013 Mochamad Nurcholis, STP, MP Food Packaging and Shelf Life 2013 OVERVIEW TRANSFER PANAS (PREDIKSI REAKSI) TRANSFER PANAS (PLOT UMUR SIMPAN PENDEKATAN LINEAR) TRANSFER PANAS (PLOT UMUR SIMPAN PENDEKATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mie kering Mie adalah produk olahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Faridah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi mi di Indonesia cukup tinggi. Kurniawati (2006) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia dalam tingkat konsumsi mi gandum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim yang mempunya batang berbentuk

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI Shelf Life Estimation of Instant Noodle from Sago Starch Using Accelerared Method Dewi Kurniati (0806113945) Usman Pato and

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI oleh KURNIA MEIRINA F34102031 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI Sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 524-530 Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN MI INSTAN SUBTITUSI JAGUNG DENGAN METODE AKSELERASI-ARRHENIUS SKRIPSI. Yuananda Parama Oktarani F

PENDUGAAN UMUR SIMPAN MI INSTAN SUBTITUSI JAGUNG DENGAN METODE AKSELERASI-ARRHENIUS SKRIPSI. Yuananda Parama Oktarani F PENDUGAAN UMUR SIMPAN MI INSTAN SUBTITUSI JAGUNG DENGAN METODE AKSELERASI-ARRHENIUS SKRIPSI Yuananda Parama Oktarani F24062713 2011 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Shelf Life

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan proyeksi Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun lalu sebesar 5,08 juta ton karena

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanaman biji-bijian keluarga rumput-rumputan (Graminae).

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanaman biji-bijian keluarga rumput-rumputan (Graminae). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung 2.1.1. Klasifikasi dan Struktur Biji Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditi pertanian yang termasuk ke dalam tanaman biji-bijian keluarga rumput-rumputan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung jagung Pioneer 21, tepung terigu Cakra Kembar, air, minyak goreng, baking powder, guar gum, garam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F

SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F24103133 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG JAGUNG SEBAGAI BAHAN PENSUBSTITUSI TERIGU DALAM PEMBUATAN PRODUK MIE KERING YANG DIFORTIFIKASI DENGAN TEPUNG BAYAM

SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG JAGUNG SEBAGAI BAHAN PENSUBSTITUSI TERIGU DALAM PEMBUATAN PRODUK MIE KERING YANG DIFORTIFIKASI DENGAN TEPUNG BAYAM SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG JAGUNG SEBAGAI BAHAN PENSUBSTITUSI TERIGU DALAM PEMBUATAN PRODUK MIE KERING YANG DIFORTIFIKASI DENGAN TEPUNG BAYAM OLEH NANING HADININGSIH F02495077 1999 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH

KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK EMPEK-EMPEK PALEMBANG DENGAN PENAMBAHAN SAYURAN BAYAM DAN WORTEL SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK EMPEK-EMPEK PALEMBANG DENGAN PENAMBAHAN SAYURAN BAYAM DAN WORTEL SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK EMPEK-EMPEK PALEMBANG DENGAN PENAMBAHAN SAYURAN BAYAM DAN WORTEL SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN Oleh: YUANITA APRILIANINGTYAS F24101019 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mie Mie merupakan salah satu jenis masakan yang sangat popular di Asia khususnya Asia timur dan Asia tenggara. Menurut catatan sejarah, mie dibuat pertama kali di daratan cina

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI Oleh MARGI KUSUMANINGRUM FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cake adalah makanan yang sangat populer saat ini. Rasanya yang manis dan bentuknya yang beragam menjadikannya kian digemari oleh masyarakat. Cake dapat disajikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gembili Menurut Nur Richana (2012), gembili diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan) Divisio : Magnoliophyta ( tumbuhan berbiji

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Optimasi Proses Dehidrasi Mi Jagung Instant Mi jagung yang telah mengalami proses pengukusan kedua selanjutnya pengalami proses dehidrasi untuk mengurangi kadar air mi. Proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT Hardiyanti, Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 123-128 123 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES Hardiyanti¹), Kadirman²), Muh. Rais 3 ) 1

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F

SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F24104001 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

SHELF LIFE ESTIMATION OF CORN COOKIES PACKED IN OPP-PP AND METALIZED PLASTIC USING ACCELERATED SHELF-LIFE TESTING METHOD-ARRHENIUS EQUATION SKRIPSI

SHELF LIFE ESTIMATION OF CORN COOKIES PACKED IN OPP-PP AND METALIZED PLASTIC USING ACCELERATED SHELF-LIFE TESTING METHOD-ARRHENIUS EQUATION SKRIPSI PENDUGAAN UMUR SIMPAN KUE KERING JAGUNG DALAM KEMASAN PLASTIK OPP-PP DAN METALIZED PLASTIC DENGAN METODE ACCELERATED SHELF-LIFE TESTING BERDASARKAN PERSAMAAN ARRHENIUS SHELF LIFE ESTIMATION OF CORN COOKIES

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang Lokal 1 dan Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment Rendemen_Kelolosan N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 6 91.03550

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bahan utamanya dan bumbu pelengkap seperti terasi, garam, asam jawa.

I. PENDAHULUAN. sebagai bahan utamanya dan bumbu pelengkap seperti terasi, garam, asam jawa. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rujak manis adalah semacam salad yang dibuat dari campuran potongan buah segar dengan saus manis pedas. Bumbu rujak manis terbuat dari gula merah, sebagai bahan utamanya

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA ANISA TRIDIYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Naan bread merupakan salah satu olahan roti tradisional dari daerah Timur Tengah yaitu India. Naan bread biasanya berbentuk bulat hingga agak lonjong, terbuat dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN. Oleh JUNIAWATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN. Oleh JUNIAWATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN 1'f-:r1' ""3 tg:j;j SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN Oleh JUNIAWATI F02499093 2003 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survey yang dilakukan Kementerian PPN pada pertengahan tahun 2013, masih ditemukan lebih dari 8 juta anak Indonesia mengalami kekurangan gizi. Anak kurang gizi dapat

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK (Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu Dan Penambahan Telur) SKRIPSI Oleh : Fery Rois NPM : 0633010039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci